perpaduan unsur arsitektur islam dan gaya arsitektur...

6
SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 | DISKURSUS Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 227 Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta Indah Mega Ashari [email protected] Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembanngan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung. Abstrak Bangunan bersejarah merupakan bangunan yang dapat mewakili zamannya dan mempunyai arti dan kaitan sejarah dengan masa tersebut. Masjid Cut Meutia meruapakan salah satu dari bangunan bersejarah yang terdapat di Kota Jakarta. Bangunan Masjid Cut Meutia awalnya tidak diperuntukan untuk masjid, melainkan untuk kantor sebuah biro arsitek di zaman kolonial. Seiring berjalannya waktu, fungsi bangunan terus berubah hingga menjadi masjid pada tahun 1987. Setelah beralihfungsi menjadi masjid, muncul perpaduan antara unsur arsitektur islam dengan gaya arsitektur kolinial pada Masjid Cut Meutia. Perpaduan tersebut dapat dilihat dari adanya lukisan kaligrafi pada interior masjid, keberadaan mimbar, dan sekat kayu dengan ukiran kaligrafi. Perpaduan tersebut dirasa cukup seimbang dan tidak merusak citra utama bangunan bersejarah. Tujuan dari artikel diskursus ini adalah mengetahui bentuk nyata perpaduan arsitektur kolonial dengan unsur-unsur arsitektur islam. Data terkait perpaduan kebuadayaan tersebut dikumpulkan melalui studi literatur. Kata-kunci : bangunan, bersejarah, budaya, islam, kolonial Pendahuluan Bangunan bersejarah ( heritage building) ialah bangunan yang telah berumur 50 tahun atau lebih, yang kekunoannya atau antiquity dan keasliannya telah teruji. Demikian pula ditinjaui dari segi estetika dan seni bangunan, memiliki mutu cukup tinggi ( master piece ) dan mewakili gaya corak- bentuk seni arsitektur yang langka. Bangunan atau monumen tersebut tentu bisa mewakili zamannya dan juga mempunyai arti dan kaitan sejarah dengan kota maupun peristiwa nasiona/internasional (Francis B. Affandi, 2017). Menurut pengertian di tersebut, Masjid Cut Meutia dapat digolongkan sebagai banguan bersejarah dengan gaya Art Nouveau khas arsitektur kolonial. Diperkirakan bahwa bangunan yang dahulu bernama De Bouwploeg ini dibangun dengan fungsi utama sebagai kantor para arsitek dari Belanda, bukan untuk tempat ibadah. Seiring berjalannya waktu, bangunan tersebut terus berganti fungsi hingga akhirnya menjadi masjid secara resmi pada tahun 1987. Arsitektur dari Masjid Cut Meutia cukup unik karena apabila hanya dilihat sekilas tidak terdapat unsur arsitektur islam pada umumnya. Masjid tersebut menggunakan gaya arsitektur kolonial atau Art Nouveau yang umum digunakan untuk bangunan peribadatan gereja. Tujuan penulisan artikel diskursus ini adalah untuk mengetahui bentuk nyata perpaduan arsitektur kolonial dengan unsur-unsur arsitektur islam dan bagaimana budaya islam beradaptasi dengan budaya kolonial yang terdapat pada bangunan Masjid Cut Meutia. Dalam memahaminya penulis membaca dokumen dan artikel yang terkait arsitektur Masjid Cut Meutia.

Upload: vuongbao

Post on 20-Apr-2018

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur ...seminar.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2017/07/HERITAGE2017-A-227... · Indah Mega Ashari indahmega19@gmail.com ... Masjid

SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 | DISKURSUS

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 227

Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur

Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta

Indah Mega Ashari

[email protected]

Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembanngan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.

Abstrak

Bangunan bersejarah merupakan bangunan yang dapat mewakili zamannya dan mempunyai arti dan

kaitan sejarah dengan masa tersebut. Masjid Cut Meutia meruapakan salah satu dari bangunan

bersejarah yang terdapat di Kota Jakarta. Bangunan Masjid Cut Meutia awalnya tidak diperuntukan

untuk masjid, melainkan untuk kantor sebuah biro arsitek di zaman kolonial. Seiring berjalannya

waktu, fungsi bangunan terus berubah hingga menjadi masjid pada tahun 1987. Setelah

beralihfungsi menjadi masjid, muncul perpaduan antara unsur arsitektur islam dengan gaya

arsitektur kolinial pada Masjid Cut Meutia. Perpaduan tersebut dapat dilihat dari adanya lukisan

kaligraf i pada interior masjid, keberadaan mimbar, dan sekat kayu dengan ukiran kaligrafi.

Perpaduan tersebut dirasa cukup seimbang dan tidak merusak citra utama bangunan bersejarah.

Tujuan dari artikel diskursus ini adalah mengetahui bentuk nyata perpaduan arsitektur kolonial

dengan unsur-unsur arsitektur islam. Data terkait perpaduan kebuadayaan tersebut dikumpulkan

melalui studi literatur.

Kata-kunci : bangunan, bersejarah, budaya, islam, kolonial

Pendahuluan

Bangunan bersejarah (heritage building) ialah bangunan yang telah berumur 50 tahun atau lebih,

yang kekunoannya atau antiquity dan keasliannya telah teruji. Demikian pula ditinjaui dari segi

estetika dan seni bangunan, memiliki mutu cukup tinggi (master piece) dan mewakili gaya corak-

bentuk seni arsitektur yang langka. Bangunan atau monumen tersebut tentu bisa mewakili

zamannya dan juga mempunyai arti dan kaitan sejarah dengan kota maupun peristiwa

nasiona/internasional (Francis B. Affandi, 2017). Menurut pengert ian di tersebut, Masjid Cut Meutia

dapat digolongkan sebagai banguan bersejarah dengan gaya Art Nouveau khas arsitektur kolonial.

Diperkirakan bahwa bangunan yang dahulu bernama De Bouwploeg ini dibangun dengan fungsi

utama sebagai kantor para arsitek dari Belanda, bukan untuk tempat ibadah. Seiring berjalannya

waktu, bangunan tersebut terus berganti fungsi hingga akhirnya menjadi masjid secara resmi pada

tahun 1987. Arsitektur dari Masjid Cut Meutia cukup unik karena apabila hanya dilihat sekilas tidak

terdapat unsur arsitektur islam pada umumnya. Masjid tersebut menggunakan gaya arsitektur

kolonial atau Art Nouveau yang umum digunakan untuk bangunan peribadatan gereja.

Tujuan penulisan artikel diskursus ini adalah untuk mengetahui bentuk nyata perpaduan arsitektur

kolonial dengan unsur-unsur arsitektur islam dan bagaimana budaya islam beradaptasi dengan

budaya kolonial yang terdapat pada bangunan Masjid Cut Meutia. Dalam memahaminya penulis

membaca dokumen dan artikel yang terkait arsitektur Masjid Cut Meutia.

Page 2: Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur ...seminar.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2017/07/HERITAGE2017-A-227... · Indah Mega Ashari indahmega19@gmail.com ... Masjid

Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gay a Arsitetur Kolonial pada Masjid Cut Meutia

A 228 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Masjid Cut Meutia Secara Umum

Masjid Cut Meutia terletak di Kota Jakarta dengan alamat lengkap Jalan Taman Cut Meutia Nomor 1,

Jakarta Pusat. Masjid tersebut berdiri tepat di jantung Kota Jakarta, sehingga masjid ini sering sekali

dijadikan persinggahan masyarakat untuk menjalankan ibadah sehari-hari. Setiap waktu shalat,

halaman masjid ini kerap kali terlihat ramai dengan parah jemaah yang ingin beribadah.

Apabila ditelusuri lebih jauh, sejarah dari Masjid Cut Meutia cukup mengejutkan. Pada awalnya,

bangunan Masjid Cut Meutia dibangun untuk fungsi yang sangat berbeda. Diperkirakan pada tahun

1912, sebuah biro arsitek dan developer pada masa itu, N.V (Naamloze vennootschap), menginisiasi

dimulainya pembangunan gedung bertingkat untuk dijadikan kantor. Gedung bertingkat itulah yang

kemudian diberi nama Gedung De Bouwploeg. Setelah digunakan sebagai kantor, gedung tersebut

mengalami pengubahan fungsi yang beragam. Mulai dari Kantos Pos, Kantor Perusahaan Air Minum,

Kantor Walikota Jakarta, Kantor Dinas Urusan Perumahan Jakarta, hingga kantor Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).

Pengubahan fungsi yang terus terjadi sejak masa kolonial menyebabkan para pengelola bangunan di

setiap masa harus beradaptasi terhadap bangunan asli. Gaya kolonial yang sangat khas dari

bangunan tersebut tetap dipertahankan karena merupakan sebuah warisan budaya yang penting.

Pada tahun 1961, bangunan tersebut ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya. Ketetetapan

tersebut yang membuat pengelola bangunan ini tidak dapat merenovasinya secara total, hanya

boleh dilakukan pada hal-hal minor.

Diskusi

Telah dijelaskan pada bagian pendahuluan bahwa Masjid Cut Meutia merupakan masjid dengan

bangunan dengan gaya arsitektur kolonial (Art Nouveau) yang cukup berbeda dengan bangunan

masjid pada umumnya. Sebagai masjid yang menggunakan gaya arsitektur kolonial yang sangat

khas, pengelola masjid perlu melakukan beberapa renovasi untuk menyeseuaikan bangunan dengan

fungsi bangunan tersebut sejak tahun 1987.

Gambar 1. Bangunan Masjid Cut Meutia yang dahulu merupakan Kantor Biro Arsitek Belanda. Sumber : http://www.wikiwand.com/id/Masjid_Cut_Meutia diakses pada 4 Maret 2017.

Page 3: Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur ...seminar.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2017/07/HERITAGE2017-A-227... · Indah Mega Ashari indahmega19@gmail.com ... Masjid

Indah Mega Ashari

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 229

Pada umumnya, gedung dengan gaya arsitektur kolonial (Art Nouveau) sangat erat kaitannya

dengan gereja. Penggunaan bangunan bergaya kolonial sebagai masjid dinilai sangat jarang. Masjid

Cut Meutia merupakan salah satu bukti penggunaan bangunan bergaya arsitektur kolonial yang

dialihfungsikan menjadi masjid. Pada bangunan Masjid Cut Meutia, tidak terdapat beberapa elemen

khas masjid di Indonesia. Bangunan Masjid Cut Meutia tidak memiliki menara yang dinilai

merupakan salah satu elemen penting sebuah masjid. Bagian atap masjid juga tidak berbentuk

kubah, padahal kubah merupakan salah satu elemen arsitektur islam di Indonesia yang cukup iconic.

Tetapi, ketiadaan kedua elemen tersebut justru berdampak baik karena tidak merusak konteks

utama bangunan masjid bergaya kolonial tersebut.

Tampilan eksterior bangunan Masjid Cut Meutia masih kental dengan gaya Art Nouveau. Terdapat

ornamen khas arsitektur kolonial yang menghiasi bagian fasad depan dan balkon yang terletak di sisi

utara bangunan. Ukuran jendela pada bangunan tersebut masih terlampau besar, menggunakan

kaca yang diberi hiasan bergaya art deco dengan gambar tanaman dan mozaik geometri. Sebagai

penutup atap, bangunan tersebut menggunakan atap berbentuk kubus yang merupakan salah satu

ciri khas arsitektur kolonial. Unsur arch atau lengkungan pada setiap pintu, jendela, bahkan gerbang

utama semakin memperkuat gaya arsitektur kolonial pada bangunan masjid tersebut.

Perpaduan unsur arsitektur islam dan arsitektur kolonial akan mulai terlihat ketika memasuki masjid.

Terdapat unsur arsitektur islam yang khas pada interior Masjid Cut Meutia, yaitu tulisan kaligraf i di

bagian dinding, jendela, dan balkon pembatas void. Dua kaligrafi utama, yaitu tulisan Allah dan Nabi

Muhammad terpajang jelas di focal point masjid, yaitu dekat dengan mihrab utama. Kaligrafi ayat-

ayat Al Quran tersebut sengaja dibuat tidak mendominasi agar nuansa interior yang “antik” tetap

menonjol.

Gambar 2. Eksterior Masjid Cut Meutia

Sumber : dokumen pribadi penulis

Page 4: Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur ...seminar.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2017/07/HERITAGE2017-A-227... · Indah Mega Ashari indahmega19@gmail.com ... Masjid

Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gay a Arsitetur Kolonial pada Masjid Cut Meutia

A 230 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Selain kaligraf i di dinding, unsur yang mencerminkan arsitektur islam di dalam Masjid Cut Meutia

adalah mihrab utamanya. Mihrab merupakan ruang cekung di mana khatib memberikan khotbah.

Posisi Mihrab masjid cukup unik karena tidak mengarah langsung ke Kota Mekkah. Hal tersebut

disebabkan oleh orientasi bangunan yang tidak mengacu kepada kiblat, sehingga posisi mihrab

harus menyesuaikan dengan denah bangunan. Imam masjid memimpin shalat dengan posisi tidak di

mihrab, namun di sisi barat mengikuti arah kiblat.

Di dekat mihrab utama terdapat beberapa ruangan yang memiliki fungsi utama sebagai tempat

iktikaf. Ruang kecil tersebut diberikan dekorasi kaligrafi ayat -ayat Al Quran yang serupa dengan

dinding bagian mihrab. Sebagai pemisah ruang iktikaf dengan ruang shalat utama, diberikan sekat

yang terbuat dari kayu dengan ukiran ayat -ayat Al-Quran. Di atas sekat kayu tersebut diberi hiasan

kubah yang merupakan salah satu unsur arsitektur islam yang umum di Indonesia. Sekat kayu ini

merupakan salah satu bagian di dalam Masjid Cut Meutia yang merupakan hasil perpaduan arsitektur

kolonial dengan unsur arsitektur islam, dibuktikan dengan penambahan seni kaligraf i pada material

kayu.

Gambar 3. Interior Masjid Cut Meutia.

Sumber : dokumen pribadi penulis

Gambar 4. Dekorasi khas art deco

Sumber : dokumen pribadi penulis

Gambar 6. Hiasan pada sekat ruangan

Sumber : dokumen pribadi penulis

Gambar 7. Ruang iktikaf Masjid Cut Meutia

Sumber : dokumen pribadi penulis

Page 5: Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur ...seminar.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2017/07/HERITAGE2017-A-227... · Indah Mega Ashari indahmega19@gmail.com ... Masjid

Indah Mega Ashari

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 231

Terlepas dari adanya unsurnya arsitekur islam seperti kaligraf i pada interior masjid, suasana yang

diberikan oleh gaya arsitektur kolonial masih terasa dengan adanya void besar dengan langit-langit

yang cukup tinggi tepat di bagian ruang utama. Void tersebut memperlancar aliran udara dari sistem

cross ventilation yang terdapat pada bangunan masjid. Di tengah void terdapat lampu kaca yang

semakin menambah nuansa arsitektur kolonial dari bangunan tersebut. Bagian langit-langit

bangunan dihiasi ceiling yang terbuat dari kayu dan berbentuk persegi, menyesuaikan bentuk

dengan penutup atap masjid.

Kesimpulan

Bangunan Masjid Cut Meutia merupakan bangunan dengan perpaduan gaya arsitektur kolonial (Art

Nouveau) dan unsur-unsur arsitektur islam. Unsur arsitektur islam mulai ditambahkan pada

banguann sejak bangunan tersebut dialihfungsikan menjadi masjid pada Tahun 1987. Perpaduan

unsur arsitektur islam dengan gaya arsitektur kolonial pada Masjid Cut Meutia dapat dilihat pada

dinding interior masjid yang diberi kaligrafi, keberadaan mihrab, dan sekat kayu dengan ukiran

kaligraf i. Keberadaan dari unsur-unsur arsitektur islam tersebut tidak mengurangi kesan masjid

tersebut sebagai salah satu bangunan bergaya kolonial.

Tulisan in i masih banyak memiliki kekurangan karena bahan penelitian yang dimiliki oleh penulis

kurang mencukupi. Akan lebih baik apabila penulis langsung mencari bahan penelitian ke

perpustakaan yang lebih lengkap koleksinya agar lebih banyak memeroleh ilmu terkait topik yang

dibahas.

Acknowledgment

Penulis berterimakasih kepada Dr.Eng. Bambang Setiabudi, ST., MT. selaku dosen pengajar

mata kuliah AR4232 Arsitektur Islam, Institut Teknologi Bandung, untuk bimbingan yang telah

diberikan sehingga artikel ini dapat selesai. Makalah ini ditulis oleh Indah Mega Ashari dengan

NIM 15214071.

Daftar Pustaka

Masjid Cut Meutia, diakses pada Sabtu 4 Maret 2017 dari http://www.wikiwand.com/id/Masjid_Cut_Meutia. Identifikasi Tranformasi Fungsi Bangunan Indische Pada Masjid Cut Meutia, Menteng (2015), diakses pada Sabtu

4 Maret 2017 dari http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/533/jbptunikompp-gdl-eviearisan-26612-3-unikom_e-i.pdf.

Gambar 9. Interior Langit-Langit Masjid Cut Meutia

Sumber : dokumen pribadi penulis Gambar 8. Langit-Langit Masjid Cut Meutia

Sumber : dokumen pribadi penulis

Page 6: Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur ...seminar.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2017/07/HERITAGE2017-A-227... · Indah Mega Ashari indahmega19@gmail.com ... Masjid

Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gay a Arsitetur Kolonial pada Masjid Cut Meutia

A 232 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Masjid Cut Meutia : Gedung Belanda yang Jadi Rumah Tuhan (20 Juli 2010), diakses pada Sabtu 4 Maret 2017

dari http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/07/masjid-cut-meutia-gedung-belanda-yang-jadi-rumah-tuhan.

Bhawa, N. (2013). Conservation of Heritage Buildings – A Guide. New Delhi. Directorate General Central Public

Works Department.

Amanah, M. (2013). Ciri gaya art nouveau pada arsitektur bangunan kolonial Belanda “Masjid Cut Meutia”. Depok.

Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya.