pengpro.docx

20
KATA PENGANTAR

Upload: nur-laila

Post on 15-Feb-2016

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGPRO.docx

KATA PENGANTAR

Page 2: PENGPRO.docx

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Rumusan Masalah

BAB II ISI

2.1 P&ID

2.2 Alat Ukur

2.3 Jenis Kontroler

2.4 Sistem Interlock

2.5 Mekanisme Keja Control Valve

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUTAKA

Page 3: PENGPRO.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Page 4: PENGPRO.docx

BAB II

ISI

2.1 P&ID

Page 5: PENGPRO.docx
Page 6: PENGPRO.docx

Proses Pembuatan

a) EB Unit

Proses ini merupakan pembentukan ethylbenzene yang merupakan bahan baku pembuatan

styrene monomer. Pada EB unit terjadi reaksi pencampuran ethylene dan benzene, reaksi ini

terjadi di reaktor dengan bantuan katalis yang berfungsi untuk mempercepat proses terjadinya

reaksi dalam reaktor tanpa mempengaruhi hasil reaksi, katalis yang digunakan adalah Fe2O3 .

Reaksi ini disebut dengan reaksi alkylation, pada reaksi ini tidak sepenuhnya menghasilkan

ethylbenzene, hal ini disebabkan karena reaksi alkylation yang dilakukan pada temperatur yang

tinggi akan menghasilkan beberapa reaksi samping yang memiliki nilai enthalpy reaksi yang

tidak jauh berbeda dari enthalpy produk yang diinginkan. Reaksi samping tersebut adalah

diethylbenzene dan polyethylbenzene, karena reaksi ini merupakan reaksi alkylation maka

Page 7: PENGPRO.docx

produk samping tersebut dapat direaksikan kembali dengan bahan baku yang kemudian akan

diproduksi kembali sehingga menjadi produk yang diinginkan. Setelah nilai selektivitas EB

memenuhi standar maka produk akan mengalir ke destilasi area, yaitu proses pemurnian dengan

menggunakan bantuan steam.

b) SM unit

Pada proses ini terjadi reaksi pemutusan rantai ikatan hidrogen dari senyawa ethylbenzene

dengan kehadiran steam dan katalis Fe2O3. Reaksi ini adalah reaksi kesetimbangan dan selama

reaksi tekanan dijaga tetap vakum yang bertujuan supaya reaksi bergeser kearah produk dan

mengurangi terjadinya polimerisasi. Selain itu, hidrogen yang terbentuk harus segera dikeluarkan

dari campuran reaksi. Keberadaan reaksi dehidrogenasi dibatasi oleh kesetimbangan. Temperatur

yang tinggi, dan tekanan sistem yang rendah menghasilkan kesetimbangan yang lebih

baik. EB atau ethylbenzene dikonversi ke SM yaitu styrene monomer pada temperatur yang

tinggi dengan kehadiran sebuah katalis untuk mempercepat reaksinya. Nilai konversinya adalah

10 – 15 % dan selektivitas SM 50 – 55 %. Reaksi dehidrogenasi EB tidak seluruhnya akan

menghasilkan SM, hal ini dikarenakan reaksi dehidrogenasi yang dilakukan pada temperatur

yang tinggi akan menghasilkan beberapa reaksi samping yang memiliki nilai enthalpy reaksi

yang tidak jauh berbeda dari enthalpy produk yang diinginkan maka pada reaksi dehidrogenasi

EB terdapat beberapa reaksi samping yang terjadi yaitu benzene, toluene, dan tarr.

2.2 Alat Ukur

A. Alat Ukur Laju Alir

Differential Pressure Flow Meter (Head Flow Meter)

Pinsip operasi Differential Pressure Flow Meter (Head Flow Meter) didasarkan pada persamaan

Bernoulli yang menguraikan hubungan antara tekanan dan kecepatan pada suatu aliran fluida.

Alat ini memandu aliran ke dalam suatu penghalang aliran ( yang mempunyai lubang dengan

diameter yang berbeda dengan pipa ), sehingga menyebabkan perubahan kecepatan aliran dan

tekanan antara sisi upstream dan downstreamdari penghalang, dengan mengukur perubahan

tekanan tersebut, maka kecepatan aliran dapat dihitung.

Jenis primary element yang dipakai adalah venture tube. Perubahan di (dalam) area/ luas

penampang menyebabkan perubahan kecepatan dan tekanan dari aliran. Efek venture adalah

Page 8: PENGPRO.docx

penurunan tekanan fluida yang terjadi ketika fluida tersebut bergerak melalui pipa meneympit.

Kecepatan fluida dipaksa meningkat untuk mempertahankan debit fluida yang sedang bergerak

tersebut, sementara tekanan pada bagian sempit ini harus turun akibat pemindahan energy

potensial tekanan menjadi energy kinetic

B. Alat Ukur Level

Displacement Type

Prinsip kerja alat ini yaitu jika sebuah pelampung diapungkan pada permukaan fluida, maka

pelampung akan naik dan turun menikuti gerakan dari permukaan fluida yang bersangkutan.

Selanjutnya dengan suatu mekanisme, pergerakan pelampung ini dapat ditranslasikan kedalam

alat ukur displacer level berdasarkan prinsip Archimedes

C. Alat Ukur Tekanan

Pressure Gauge

Pressure Gauge adalah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan fluida (gas atau liquid)

dalam tabung tertutup. Satuan dari alat ukur ini berupa psi. Bordon tube merupakan alat ukur

nonliquid. Bentuk dari bourdon tube terdiri dari elemen (C-type, helical, dan spiral) dan

dihubungkan secara mekanikal dengan jarum indicator. Prinsip operasinya yaitu tekanan dipandu

kedalam tabung, perbedaan tekanan didalam dan di luar tabung bourdon akan menyebabkan

perubahan bentuk penampangnya. Perubahan bentuk penampang akan diikuti perubahan bentuk

arah panjang tabung, dimana perubahan panjang tabung akan dikonversikan menjadi gerakan

jarum penunjuk pada skala.

Page 9: PENGPRO.docx

D. Alat Ukur Temperatur

Thermocouple

Thermocouple adalah salah satu jenis alat ukur temperature yang menggunakan prinsip

termoelektris pada sebuah material, alat ini tersusun atas dua konduktor listrik dari material yang

berbedayang dirangkai membentuk sebuah rangkaian listrik. Jika salah satu dari konduktor

tersebut dijaga pada temperature yang lebih tinggi daripada konduktor lainnya sehingga ada

differensial temperature, maka akan timbul efek termoelektris yang menghasilkan tegangan

listrik. Besar tegangan listrik yang terbentuk tergantung dari jenis material konduktor yang

digunakan, serta besar perbedaan temperature antara dua konduktor tersebut.

2.3 Jenis Kontroler

PID (Proportional–Integral–Derivative controller) merupakan kontroler untuk menentukan presisi suatu

sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem tesebut. Pengontrol PID adalah

pengontrol konvensional yang banyak dipakai dalam dunia industri. Pengontrol PID akan memberikan

aksi kepada Control Valve berdasarkan besar error yang diperoleh. Control valve akan menjadi aktuator

Page 10: PENGPRO.docx

yang mengatur aliran fluida dalam proses industri yang terjadi Level air yang diinginkan disebut dengan

Set Point. Error adalah perbedaan dari Set Point dengan level air aktual.

PID Blok Diagram dapat dilihat pada gambar dibawah :

Adapun persamaan Pengontrol PID adalah :

Keterangan :

mv(t) = output dari pengontrol PID atau Manipulated Variable

Kp = konstanta Proporsional

Ti = konstanta Integral

Td = konstanta Detivatif

e(t) = error (selisih antara set point dengan level aktual)

Page 11: PENGPRO.docx

Persamaan Pengontrol PID diatas dapat juga dituliskan sebagai berikut :

dengan :

Untuk lebih memaksimalkan kerja pengontrol diperlukan nilai batas minimum dan maksimum yang akan

membatasi nilai Manipulated Variable yang dihasilkan.

Komponen kontrol PID ini terdiri dari tiga jenis yaitu Proportional, Integratif dan Derivatif. Ketiganya

dapat dipakai bersamaan maupun sendiri-sendiri tergantung dari respon yang kita inginkan terhadap suatu

plant.

1. Kontrol Proporsional

Kontrol P jika G(s) = kp, dengan k adalah konstanta.

Jika u = G(s) • e maka u = Kp • e dengan Kp adalah Konstanta Proporsional. Kp berlaku sebagai Gain

(penguat) saja tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler. Penggunaan kontrol P memiliki

berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik ini. Walaupun demikian dalam aplikasi-

aplikasi dasar yang sederhana kontrol P ini cukup mampu untuk memperbaiki respon transien khususnya

rise time dan settling time. Pengontrol proporsional memiliki keluaran yang sebanding/proporsional

dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya).

Ciri-ciri pengontrol proporsional :

1. Jika nilai Kp kecil, pengontrol proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan yang

kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat (menambah rise time).

2. Jika nilai Kp dinaikkan, respon/tanggapan sistem akan semakin cepat mencapai keadaan

mantapnya (mengurangi rise time).

3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan mengakibatkan

sistem bekerja tidak stabil atau respon sistem akan berosilasi.

Page 12: PENGPRO.docx

4. Nilai Kp dapat diset sedemikian sehingga mengurangi steady state error, tetapi tidak

menghilangkannya.

2.Kontrol Integratif

Pengontrol Integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan keadaan mantap nol

(Error Steady State = 0 ). Jika sebuah pengontrol tidak memiliki unsur integrator, pengontrol proporsional

tidak mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan mantapnya nol.

Jika G(s) adalah kontrol I maka u dapat dinyatakan sebagai u(t)=[integral e(t)dT]Ki dengan Ki adalah

konstanta Integral, dan dari persamaan di atas, G(s) dapat dinyatakan sebagai u=Kd.[delta e/delta t]

Jika e(T) mendekati konstan (bukan nol) maka u(t) akan menjadi sangat besar sehingga diharapkan dapat

memperbaiki error. Jika e(T) mendekati nol maka efek kontrol I ini semakin kecil. Kontrol I dapat

memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady-state, namun pemilihan Ki yang tidak tepat dapat

menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem. Pemilihan

Ki yang sangat tinggi justru dapat menyebabkan output berosilasi karena menambah orde system

Keluaran pengontrol ini merupakan hasil penjumlahan yang terus menerus dari perubahan masukannya.

Jika sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, maka keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum

terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran pengontrol integral merupakan luas bidang yang dibentuk

oleh kurva kesalahan / error.

Ciri-ciri pengontrol integral :

1. Keluaran pengontrol integral membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga pengontrol integral

cenderung memperlambat respon.

2. Ketika sinyal kesalahan berharga nil, keluaran pengontrol akan bertahan pada nilai sebelumnya.

3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau penurunan

yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki.

4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi semakin

besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal keluaran pengontrol.

3.Kontrol Derivatif

Keluaran pengontrol diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif. Perubahan yang

mendadak pada masukan pengontrol akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Ketika

Page 13: PENGPRO.docx

masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran pengontrol juga tidak mengalami perubahan,

sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran

menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp),

keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar magnitudenya sangat dipengaruhi oleh kecepatan

naik dari fungsi ramp dan factor konstanta Kd.

Sinyal kontrol u yang dihasilkan oleh kontrol D dapat dinyatakan sebagai G(s)=s.Kd Dari persamaan di

atas, nampak bahwa sifat dari kontrol D ini dalam konteks “kecepatan” atau rate dari error. Dengan sifat

ini ia dapat digunakan untuk memperbaiki respon transien dengan memprediksi error yang akan terjadi.

Kontrol Derivative hanya berubah saat ada perubahan error sehingga saat error statis kontrol ini tidak

akan bereaksi, hal ini pula yang menyebabkan kontroler Derivative tidak dapat dipakai sendiri

Ciri-ciri pengontrol derivatif :

1. Pengontrol tidak dapat menghasilkan keluaran jika tidak ada perubahan pada masukannya

(berupa perubahan sinyal kesalahan)

2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan pengontrol

tergantung pada nilai Kd dan laju perubahan sinyal kesalahan.

3. Pengontrol diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga pengontrol ini

dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar.

Jadi pengontrol diferensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang

bersifat korektif dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem.

4. Dengan meningkatkan nilai Kd, dapat meningkatkan stabilitas sistem dan mengurangi overshoot.

Elemen-elemen pengontrol P, I dan D masing-masing secara keseluruhan bertujuan :

1. mempercepat reaksi sebuah sistem mencapai set point-nya

2. menghilangkan offset

3. menghasilkan perubahan awal yang besar dan mengurangi overshoot. 

2.4 Sistem Interlock

a. Heat Exchanger

Split range control merupakan konfigurasi kontrol dimana output suatu controller digunakan untuk

menggerakan lebih dari satu actuator (control valve), dengan rentang kerja satu actuator dengan actuator

Page 14: PENGPRO.docx

lainnya umumnya berbeda. Kegunaan split range control adalah untuk memperbesar rentang control

(valve/actuator). Untuk lebih memahami konfigurasi split range control ini, perhatikan gambar berikut ini.

Ini adalah sebuah Heat Exchanger, dengan controller (TC) dikonfigurasi dalam 2 mode, yaitu Split Range

dan Oposite (merupakan bentuk khusus dari splite range). Dalam konfigurasi Splite Range, outpout TC 0

– 50% akan membuka control valve CV1 (0 – 100% ) sedangkan output 50 – 100% akan menutup

control valve CV2 (100 – 0%), demikian pula sebaliknya. Sedangkan dalam konfigurasi Oposite, output

TC 0 – 100% akan membuka CV1 (0 – 100%) dan sekaligus menutup CV2 (100 – 0%), demikian pula

sebaliknya.

b. Kompresor

Control Governor

Page 15: PENGPRO.docx

Governor sistem pada steam turbin dapat mengontrol kecepatan putaran turbin. Keseluruhan

proses control ini dilakukan dengan mengatur jumlah input steam dan steam ekstraksi.

Pengaturan uap masuk dilakukan dengan mengatur bukaan governor valve dan uap ekstraksi

diatur oleh bukaan extraction control valve dan pada turbin admission aliran masuk steam LP

diatur oleh admission control valve

2.5 Mekanisme kerja control valve

Pressure Control Valve

Sinyal input berupa tekanan akan dibaca oleh alat pengukur tekanan. Apabila nilai sinyal

input tidak sesuai dengan setpoint, maka controller akan menghitung berapa banyak koreksi

yang perlu dilakukan dan mengeluarkan sinyal koreksi yang sesuai dengan hasil perhitungan.

Sinyal output akan memberikan beberapa respon utnuk mengatur agar keadaan yang sedang

berlangsung dari proses sesuai dengan setpoint.

Page 16: PENGPRO.docx