pengaruh kemoterapi neoadjuvant terhadap …/pengaruh... · sunardo budi santoso nim s500907029 ......

137
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP EKSPRESI LMP1, CD4 + , CD8 + DAN RASIO CD4 + /CD8 + PADA KARSINOMA NASOFARING JENIS UNDIFFERENTIATED T E S I S Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama : Ilmu Biomedik OLEH : SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: nguyentruc

Post on 02-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP EKSPRESI LMP1, CD4+, CD8+ DAN RASIO CD4+/CD8+

PADA KARSINOMA NASOFARING JENIS UNDIFFERENTIATED

T E S I S

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai Derajat Magister

Program Studi Kedokteran Keluarga

Minat Utama : Ilmu Biomedik

OLEH :

SUNARDO BUDI SANTOSO

NIM S500907029

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011

Page 2: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENGESAHAN

PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP EKSPRESI LMP1, CD4+, CD8+ DAN RASIO CD4+/CD8+

PADA KARSINOMA NASOFARING JENIS UNDIFFERENTIATED

Disusun oleh :

Sunardo Budi Santoso

S500907029

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Em. DR. Muhardjo, DHA, dr.Sp. THT-KL(K) ..................... NIP. 030 124 167

Pembimbing II Dra. Dyah Ratna Budiani, M.Si ...................... NIP. 1967 0215 199403 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Magister Kedokteran Keluarga

Prof. DR. Didik Tamtomo, dr. MM, M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001

Page 3: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP EKSPRESI LMP1, CD4+, CD8+ DAN RASIO CD4+/CD8+

PADA KARSINOMA NASOFARING JENIS UNDIFFERENTIATED

Disusun oleh :

Sunardo Budi Santoso

S500907029

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Rabu, 27 Juli 2011

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. DR. Didik Tamtomo, dr. MM, M.Kes, PAK …………………… NIP. 1948 0313 197610 1 001 Sekretaris Prof. Bhisma Murti, dr. MPH, M.Sc., PhD ................................ NIP. 1955 1021 199412 1 001 Anggota Penguji 1. Prof. Em. DR.Muhardjo, DHA, dr. Sp. THT-KL (K) …………………… NIP. 030 124 167 2. Dra. Dyah Ratna Budiani, M.Si …………………… NIP. 1967 0215 199403 2 001

Mengetahui,

Direktur Ketua Program

Program Pascasarjana Studi Kedokteran Keluarga

Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D Prof. DR. Didik Tamtomo, dr. MM, M.Kes, PAK NIP. 19570820 198503 1 004 NIP. 19480313 197610 1 001

Page 4: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Sunardo Budi Santoso

NIM : S500907029

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Pengaruh Kemoterapi

Neoadjuvant terhadap Ekspresi LMP1, CD4+, CD8+ dan Rasio CD4+/CD8+

pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated adalah betul - betul karya

sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi

dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar , maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya

peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, April 2011

Yang Membuat Pernyataan

Sunardo Budi Santoso NIM. S500907029

Page 5: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur kepada

Allah SWT yang Maha kuasa yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menjalani pendidikan sampai selesainya karya ilmiah akhir

ini, sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Spesialis I Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher dari Bagian Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret / RSUD. dr Moewardi Surakarta dan gelar Magister Kesehatan Program

Studi Kedokteran Keluarga Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Dengan segala kerendahan hati disadari bahwa tanpa bimbingan semua

staf pendidik dan bantuan semua pihak yang terlibat, maka karya ilmiah ini tidak

akan bisa diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang tidak terhingga kepada yang terhormat:

1. Prof. Emeritus. DR. Muhardjo, dr. DHA, Sp THT-KL (K), selaku

pembimbing utama yang telah memberikan banyak nasihat, dukungan, dan

bimbingan pada penelitian ini.

2. Dra. Dyah Ratna Budiani, M.Si, yang telah membimbing dengan penuh

kesungguhan pada penelitian ini.

3. dr. Made Setiamika, Sp THT-KL sebagai pembimbing Sub. Bagian Ongkologi

dan selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit THT di Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 6: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

4. dr. Mochamad Arief TQ, MS, yang telah membimbing dalam bidang statistik

dengan penuh kesungguhan pada penelitian ini.

5. dr. Sarwastuti Hendradewi, Sp.THT-KL. Msi.Med, selaku Ketua Program

Studi Ilmu Penyakit THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Surakarta .

6. Prof. DR. Didik Tamtomo, dr. MM, M.Kes, PAK, selaku Ketua program Studi

Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

7. Direktur RSUD dr. Moewardi, drg. Basuki. MMR, yang telah memberikan

kesempatan pendidikan dan penelitian pada penulis.

8. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof. DR.

Zaenal Arifin Adnan, dr. Sp.PD-KR yang telah memberikan kesempatan

pendidikan kepada penulis.

9. Direktir Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof.

Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

dalam menyelesaikan pendidikan Magister Kedokteran Keluarga.

10. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis dalam menempuh Program Pendidikan Dokter

Spesialis I Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher

(PPDS I IK. THT-KL) dan program pendidikan Magister kedokteran keluarga.

11. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh staf THT-KL FK UNS

yang kami hormati :

a. dr. Djoko Sindhu Sakti, Sp THT-KL (K), MBA, MARS, Msi

Page 7: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

b. dr. Sudarman, Sp THT-KL (K)

c. dr. Sutomo Sudono, Sp THT-KL (K)

d. Almarhum dr. Chairul Hamzah, SP THT-KL(K)

e. dr. Sudargo, Sp THT

f. dr. Bambang Suratman, Sp THT-KL (K)

g. dr. Hadi Sudrajad, Sp.THT-KL, Msi.Med.

h. dr. Imam Prabowo, Sp.THT-KL

i. dr. Vicky Eko Nurcahyo H, Sp. THT-KL. M.Sc.

j. dr. Putu Wijaya Kandhi, Sp.THT-KL

k. dr. Novi Primadewi, Sp.THT-KL, M.Kes

yang telah berperan besar dalam proses pendidikan penulis dan penyelesaian

penelitian ini.

12. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh Staf Pengajar Program

Studi Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta

13. Ucapan terima kasih penulis kepada Prof. DR. Ambar Mudigdo, dr. Sp. PA

(K), selaku Kepala laboratorium Patologi Anatomi dan Laboratorium

Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang

telah mengijinkan peneliti melakukan penelitian di bagian Laboratorium

Biomedik.

14. Ucapan terima kasih penulis kepada Prof. Bhisma Murti, dr. MPH, M.Sc,

PhD, selaku Kepala laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Staf

Page 8: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

Pengajar Pascasarjana Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta, yang telah membantu menganalisis hasil penelitian.

15. Teman sejawat residen THT, seluruh paramedis RSUD dr.Moewardi dan

semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung.

16. Kedua orang tua (Bpk. Radiwan dan Ibu Supiyah) / mertua (Bpk H. KRT.

Joko Paryanto dan almarhum Ibu Kusumawati) dan Kakak – Kakakku

(Suwarno, Suwaryo, Suwarni, Surati, Sudiyah, Suciatun dan Wawan) serta

adik-adikku (Sukardiyo dan Eva Dona Susanti) dan seluruh keluarga besar

yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan semangat serta biaya

kepada penulis.

17. Khususnya untuk istri tersayang dan membanggakan (Betti Falentina) dan

anakku tercinta (Bella Sofiyana Kusuma) , terima kasih yang tidak terhingga

atas segala keiklasan, kesabaran, pengertian, dorongan semangat, curahan

kasih sayang dan doa tulusnya untuk penulis sehingga penelitian ini selesai.

Penulis sadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan dan

mohon kiranya dapat mendorong penelitian lebih lanjut agar lebih bermanfaat.

Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan maaf yang setulus-

tulusnya kepada semua dosen, teman sejawat, paramedis dan karyawan di

lingkungan Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala

Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Program

Studi Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Page 9: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

Surakarta atas semua kesalahan dan kekhilafan selama menempuh Pendidikan

Dokter Spesialis dan Magister Kesehatan.

Semoga Allah SWT memberkati kita semua, Amien

Surakarta, April 2011

Penulis

Sunardo Budi Santoso

Page 10: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................... iii

SURAT PERNYATAAN ................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvi

DAFTAR TABEL .............................................................................. xvii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xx

DAFTAR SINGKATAN .................................................................. xxi

ABSTRAK .............................................................................................. xxiii-xxiv

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................. 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................... 6

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 6

1.3.1. Tujuan Umum ............................................................ 6

1.3.2. Tujuan Khusus .......................................................... 7

1.4. Manfaat Penelitian .............................................................. 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 8

Page 11: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

2.1.. Karsinoma Nasofaring ...................................................... 8

2.1.1. Anatomi .................................................................. 8

2.1.2. Histologi .................................................................. 9

2.1.3. Epidemiologi ............................................................... 9

2.1.4. Etiologi .................................................................. 11

2.1.4.1. Genetik ..................................................... 11

2.1.4.2. Lingkungan ............................................... 12

2.1.4.3. Virus Epstein Barr .................................... 13

2.1.5. Diagnosis .................................................................. 14

2.1.5.1. Gejala Klinis ............................................ 14

2.1.5.2. Pemeriksaan Nasofaring .......................... 16

2.1.5.3. Radiologi .................................................. 16

2.1.5.4. Serologi ..................................................... 17

2.1.5.5. Pemeriksaan Patologi ............................... 18

2.1.6. Klasifikasi .................................................................. 19

2.1.7. Penentuan Stadium...................................................... 20

2.1.8. Pengobatan .................................................................. 22

2.1.8.1. Radioterapi ............................................... 22

2.1.8.2. Kemoterapi ............................................... 31

2.1.8.3. Kemoterapi neoadjuvant............................ 38

2.2. Virus Epstein-Barr .............................................................. 43

2.2.1. Struktur Genom dan Molekuler EBV .......................... 43

2.2.2. Latent Membrane Protein- 1.......................................... 46

Page 12: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

2.3. Respon Imun terhadap Tumor .......................................... 48

2.3.1. Pertahanan Sistem Imun ............................................... 50

2.3.2. Mekanisme Penghindaran Diri Sel Tumor terhadap

Respon Imun ................................................................. 51

2.3. 3. Antigen Sel Tumor ..................................................... 53

2.3. 4. Respon Imun Seluler Terhadap Tumor ....................... 54

2.3. 5. Respon Imun Humoral Terhadap Tumor .................... 55

2.3. 6. Mekanisme Efektor Melawan Tumor ......................... 55

2.3.6.1. Sel T CD8 + (CTL Cytotoxic T Lymphocytes)... 55

2.3.6.2. Sel T CD4 + ........................................................ 60

2.4. Kerangka Teori ................................................................. 62

2.5. Kerangka Konsep ………………………………………… 66

2.6. Hipotesis Penelitian ............................................................ 66

BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................... 67

3.1. Rancangan Penelitian .......................................................... 67

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................... 67

3.3. Populasi dan Sampel ............................................................ 68

3.3.1. Sampel ................................................................... 68

3.3.2. Besar Sampel ....................................................... 69

3.3.3. Cara Pengambilan Sampel ............................................ 69

3.4. Variabel Penelitian ............................................................... 70

3.5. Defenisi Operasionil ............................................................ 70

Page 13: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

3.6. Alat Penelitian .................................................................. 72

3.7. Cara Kerja .................................................................. 72

3.8. Teknik Analisis Data ...................................................... 77

BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................... 78

4.1. Data Dasar Sampel Penelitian .............................................. 79

4.1.1. Data Dasar Umur Sampel Penelitian ............................ 79

4.1.2. Data Dasar Jenis Kelamin Sampel Penelitian .............. 79

4.1.3. Data Dasar Ukuran Tumor Primer Sebelum dan Sesudah

Pengobatan ..................................................................... 80

4.1.4. Data dasar kelenjar Getah Bening Leher sebelum dan

sesudah Pengobatan ....................................................... 80

4.1.5. Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin, Leukosit dan Trombosit

Sebelum dan Sesudah Pengobatan Kemoterapi neoadjuvant pada

Karsinoma Nasofaring Jenis Undifferentiated ............... 81

4.2. Hasil Pemeriksaan ekspresi LMP1, ekspresi CD4+ ,CD8+ dan Rasio

CD4+/CD8+ sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada

Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated ………………… 83

4.2.1. Hasil Pemeriksaan LMP1 pada sebelum dan sesudah Kemoterapi

neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis

Undifferentiated….…………………………………………….. 84

4.2.2. Hasil Pemeriksaan ekspresi CD4+ pada sebelum dan sesudah

Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis

Undifferentiated ................................................................... 85

Page 14: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

4.2.3. Hasil Pemeriksaan ekspresi CD8+ pada sebelum dan sesudah

Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis

Undifferentiated ................................................................... 87

4.2.4. Rasio CD4+/CD8+ pada sebelum dan sesudah Kemoterapi

neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis

Undifferentiated……………………………………………….. 88

4.3. Analisis hubungan antara ekspresi LMP1 dengan Rasio CD4+/CD8+

pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated ........... 90

BAB V. PEMBAHASAN ............................................................................. 93

5.1. Data dasar sampel penelitian ..................................................... 94

5.2. Analisis Ekspresi LMP1 pada sebelum dan sesudah Kemoterapi

neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis

Undifferentiated.......................................................................... 97

5.3. Analisis Ekspresi CD4+ pada sebelum dan sesudah Kemoterapi

neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis

Undifferentiated.......................................................................... 100

5.4. Analisis Ekspresi CD8+ pada sebelum dan sesudah Kemoterapi

neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis

Undifferentiated.......................................................................... 102

5.5. Analisis Rasio CD4+/CD8+ pada sebelum dan sesudah Kemoterapi

neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis

Undifferentiated........................................................................... 106

Page 15: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

5.6. Analisis Hubungan antara Ekspresi LMP1 dan Rasio CD4+/CD8+

pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated .................... 109

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 112

6.1. Kesimpulan ................................................................................ 112

6.2. Saran ........................................................................................... 112

DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 114

LAMPIRAN .................................................................. 125

Page 16: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

2.1. Potongan sagital anatomi Nasofaring .......................................... 8

2.2. Sel epitel transisional, pelapis nasofaring .............................. 9

2.3. Mekanisme kerja kemoterapi pada siklus sel ……………………... 33

2.4. Infeksi EBV pada penderita carrier .......................................... 46

2.5. Induksi respon sel T terhadap tumor .......................................... 49

2.6. Mekanisme Tumor menghindar dari sistem imun ............................ 52

2.7. Struktur kristal dari perforin ............................................................. 57

2.8. Mekanisme sel T CD8+ melalui perforin dan granzime

dalam proses Apoptsis .................................................................. 59

3.1. Rancangan Penelitian one group before and after intervention atau

one group pre and post test design menggunakan satu kelompok .. 67

4.1. Diagram Batang Distribusi subyek penelitian berdasarkan umur ..... 79

4.2. Diagram Batang Distribusi subyek penelitian menurut jenis kelamin 79

4.3. Diagram Batang Distribusi sampel berdasarkan Ukuran tumor Primer (T)

sebelum dan sesudah Pengobatan.. ............................................ 80

4.4. Diagram Batang Distribusi sampel berdasarkan Ukuran kelenjar getah bening

leher (N) sebelum dan sesudah Pengobatan .................................... 80

Page 17: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

4.5. Boxplot Hasil pemeriksaan kadar Hemoglobin (Hb), Leukosit (AL) dan

Trombosit (AT) selama menjalani Kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma

nasofaring jenis undifferentiated ............................................................. 83

4.6. Boxplot hasil ekspresi LMP1 pada sebelum dan sesudah Kemoterapi

neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated ............. 85

4.7. Boxplot Hasil ekspresi CD4+ pada sebelum dan sesudah Kemoterapi

Neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated........ 86

4.8. Boxplot Hasil ekspresi CD8+ pada sebelum dan sesudah Kemoterapi

Neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated............ 88

4.9. Boxplot Hasil Rasio CD4+/CD8+ sebelum dan sesudah Kemoterapi

neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated ............ 89

4.10. Korelasi antara ekspresi LMP1 dengan Rasio CD4+/CD8+ pada Karsinoma

Nasofaring jenis Undifferentiated .................................................... 91

4.11. Resume gambar boxplot expresi LMP1, CD4+, CD8+ dan rasio

CD4+/CD8+ akibat Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring

jenis Undifferentiated .................................................................... 92

Page 18: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1. Formula Digby ................................................................................... 14

2.2. Performance status ........................................................................... 39

3.1. Nilai P (prosentase jumlah sel) .......................................................... 76

3.2. Penilaian Intensitas Warna ................................................................ 76

4.1. Perbedaan kadar hemoglobin (Hb), leukosit (AL) dan trombosit (AT)

sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring

jenis undiffrentiated ........................................................................... 81

4.2. Hasil analisis statistik Wilcoxon Signed Ranks test LMP1 sebelum dan

sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis

undiffrentiated ..................................................................................... 84

4.3. Hasil analisis statistik Wilcoxon Signed Ranks test ekspresi CD4+ sebelum

dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis

undiffrentiated ...................................................................................... 86

4.4. Hasil analisis statistik Wilcoxon Signed Ranks test ekspresi CD8+ sebelum

dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis

undiffrentiated ...................................................................................... 87

4.5. Hasil analisis statistik Wilcoxon Signed Ranks test rasio CD4+/CD8+ sebelum

dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis

undiffrentiated ...................................................................................... 89

Page 19: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

4.6. Analisis Model Persamaan linier hubungan antara ekspresi LMP1 dan Rasio

CD4+/CD8+ pada karsinoma nasofaring jenis undifferentiated. ............. 90

4.7. Resume tabel statistik Wilcoxon Signed Ranks test ekspresi LMP1, CD4+,

CD8+ dan rasio CD4+/CD8+ akibat Kemoterapi neoadjuvant pada

karsinoma nasofaring jenis undifferentiated .................................... 92

Page 20: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Ethical Clearance .................................................... 1

Lampiran 2. Jadual Penelitian .................................................... 1

Lampiran 3. Surat Pernyataan Persetujuan ................................. 1

Lampiran 4. Status Penelitian ..................................................... 1 – 3

Lampiran 5. Foto Ekspresi LMP1, CD4+ dan CD8+ ................. 1 – 2

Lampiran 6. Data dasar sampel penelitian penderita karsinoma

nasofaring jenis Undifferentiated ………………..

1

Lampiran 7. Hasil pemeriksaan LMP1, staging T dan N, dan

status imunologi sampel penelitian penderita

karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated

sebelum dan sesudah kemoterapi neaodjuvant …..

1

Lampiran 8. Hasil analisis deskriptif dan uji Wilcoxon Signed

Ranks Test dengan α = 0,05 ……………………...

1 – 2

Lampiran 9. Analisis hubungan antara LMP1 dan rasio

CD4+/CD8+ pada karsinoma nasofaring jenis

Undifferentiated …………………………………..

1 – 2

Page 21: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxi

DAFTAR SINGKATAN

AJCC : american joint committee on cancer

APAF-1 : apoptotic protease-activating factor-1

APC : antigen presenting cell

BAX : BCL -2 –assosiated protein

Bcl-2 : B-cell leukemia – 2

BID : BH3-interacting domain death agonist

CAD : caspase-activated dnase

CD : cluster of differentiation

CR : complete response

CT : computerized tomographic

CTL : cytolitic T lymphocyte

CTX : cyclophosphamide

DNA : deoxyribonucleic acid

EA : early antigen

EBNA : epstein-barr nuclear antigen

EBV : epstein-barr virus

ECOG : eastern cooperative oncology group

FNAB : fine nedle aspiration biopsy

Gp : glikoprotein

ICAD : inhibitor caspase-activated Dnase

IFN-γ : interferon – γ

Page 22: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxii

JAK : janus kinase

KNF : karsinoma nasofaring

LMP1 : laten membran protein 1

MHC : major histocompatibility complex

MRI : magnetic resonance imaging

mRNA : messenger ribonucleic acid

MTX : metotrexate

N : nervus

NF-kB : nuclear factor-kappa B lymphocyte

NR : no response

PA : posterior-anterior

PD : progresive disease

PR : partial response

ROS : reactive oxygen species

TGF : tumor growth factor

TNF-α : tumor necrosis factor – α

UICC : union international contre cancer

VCA : viral capsid antigen

Page 23: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxiii

ABSTRAK

Sunardo Budi Santoso, S500907029. 2011. Pengaruh Kemoterapi Neoadjuvant terhadap Ekspresi LMP1, CD4+, CD8+ dan Rasio CD4+/CD8+ pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated. Pembimbing I : Prof. Em. DR. Muhardjo, dr. DHA, Sp. THT-KL(K), Pembimbing II : Dra. Dyah Ratna Budiani, M.Si. Tesis : Program Pascasarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Latar belakang : Epstein-Barr Virus mengekspresikan protein LMP1 dan memacu hadirnya sel-sel imunokompeten (CD4+ dan CD8+). Rasio CD4+/CD8+ menggambarkan potensi eliminasi patogen intrasel dan sel tumor. Kemoterapi neoadjuvant akan menekan siklus sel dan kerusakan sel imunologis yang berefek pada penurunan imun seluler. Tujuan : Mengetahui pengaruh kemoterapi neoadjuvant terhadap tingkat ekspresi LMP1, system imun dan hubungan antara ekspresi LMP-1 dan rasio CD4+ / CD8+ . Metode dan bahan : desain penelitian one group before and after intervention, menggunakan 10 sampel biopsi karsinoma nasofaring undifferentiated sebelum dan sesudah kemoterapi neoadjuvant dilakukan pemeriksaan imunohistokimia. Antibodi menggunakan mouse antibodi antihuman LMP1, antibodi monoklonal mouse anti human CD4+ dan anti human CD8+. Data penelitian dianalisis dengan Wilcoxon Signed Ranks test, Regresi Linier dan Spearman’s dengan program SPSS. 15.0 under windows. Hasil : Setelah kemoterapi neoadjuvant terjadi penurunan signifikan secara statistik baik ekspresi LMP1 (0,41±0,39 /1,79 ± 0,68) (p=0,007); CD4+ (0,88 ± 0,74/2,06 ± 1,31) (p=0,041) dan CD8+ (0,23 ± 0,26/1,96 ± 0,92) (p=0,005). Rasio CD4+/CD8+ meningkat tidak signifikan secara statistik (p=0,646) (1.06 ± 0,61/1,62 ± 3,25). Hubungan antara ekspresi LMP1 dengan Rasio CD4+/CD8+ sangat lemah (r = 0,17), memenuhi persamaan garis linier dan tidak sginifikan secara statistik (p=0,646). Kesimpulan: kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis undifferentiated menyebabkan penurunan ekspresi LMP1 dan status imunologi (CD4+ , CD8+) dan peningkatan rasio CD4+/CD8+ . Hubungan antara ekspresi LMP1 dengan rasio CD4+/CD8+ sangat lemah dan tidak signifikan. Kata kunci: LMP1, rasio CD4+/CD8+, kemoterapi neoadjuvant.

Page 24: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxiv

ABSTRACT Sunardo Budi Santoso, S500907029. 2011. The effect of Neoadjuvant Chemotherapy for LMP1, CD4+, CD8+ Expression Level and CD4+/ CD8+ Ratio in Undifferentiated Nasopharyngeal Carcinoma. Advissor : Prof. Em. DR. Muhardjo, dr. DHA, Sp. THT-KL(K), Co. Advissor : Dra. Dyah Ratna Budiani, M.Si Thesis : Post Graduate Program of Sebelas Maret University Surakarta Background: EBV has been frequently related with nasopharyngeal carcinoma, because of able to expressed LMP1 protein and induced immunocompetence cell respon (CD4+ and CD8+). The ratio of CD4+/CD8+ describes the elimination potency of intracellular pathogen and tumor cell. Neoadjuvant chemotherapy would reduced and destroyed cycle cell and decresed imun system. Aims : Evaluate the effect of neoadjuvant chemotherapy to know the expression of LMP1 , imun system and the correlation between LMP1 expression level and CD4+/CD8+ ratio in undifferentiated nasopharyngeal carcinoma Methode and Material : one group before and after intervention design. Ten sampels were taken from nasopharyngeal carcinoma undifferentiated biopsy tissue, then each sample performed immunohistochemistry examination. Mouse antibody antihuman LMP1 was used in detection of LMP1 expression, CD4+ and CD8+ expression with antibodi monoklonal mouse anti human CD4+ and CD8+. Wilcoxon Signed Ranks test, Linier regression and Spearman’s were used to analized data using SPSS 15.0 underwindows program Result: Expression of LMP1, CD4+ and CD8+ were decresed significanly after neoadjuvant chemotherapy, which (0,41 ± 0,39 /1,79 ± 0,68) value for LMP1 (p=0,007); (0,88 ± 0,74 / 2,06 ± 1,31) value for CD4+ (p=0,041) and (0,23 ± 0,26 /1,96 ± 0,92) value for CD8+ level (p=0,005). CD4+ / CD8+ ratio after treatment was not significan (p=0.646) the highest value (1.06 ± 0.61/1.62 ± 3.25) and there was not significant corelation between LMP1 expression and CD4+ / CD8+ ratio (p=0,468) in undifferentiated nasopharyngeal carcinoma. Conclussion : LMP1, CD4+ and CD8+ expression were decresed significantly and CD4+/CD8+ ratio was highes, but not significant after neoadjuvant chemotherapy. There were no significant corelation between LMP1 expression and CD4+/CD8+ ratio in undifferentiated nasopharyngeal carcinoma. Keywords: LMP-1, CD4+ / CD8+ ratio, Neoadjuvant Chemotherapy

Page 25: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang termasuk dalam famili

Herpes virus yang menginfeksi lebih dari 90 % populasi manusia di seluruh dunia

dan merupakan penyebab infeksi mononukleosis. Infeksi EBV berasosiasi dengan

beberapa penyakit keganasan jaringan limfoid dan epitel seperti Limfoma Burkitt,

limfoma sel T, Hodgkin disease, karsinoma nasofaring (KNF), karsinoma

mammae dan karsinoma gaster. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma

epitel nasofaring yang sangat konsisten dengan infeksi EBV. Infeksi primer pada

umumnya terjadi pada anak-anak dan asymptomatik. Infeksi primer dapat

menyebabkan persistensi virus, dimana virus memasuki periode laten di dalam

limfosit B memori. Periode laten dapat mengalami reaktivasi spontan ke periode

litik dimana terjadi replikasi Deoxyribonucleic Acid (DNA) EBV, transkripsi dan

translasi genom virus, dilanjutkan dengan pembentukan (assembly) virion baru

dalam jumlah besar sehingga sel pejamu (host) menjadi lisis dan virion dilepaskan

ke sirkulasi. Sel yang terinfeksi EBV mengekspresikan antigen virus yang spesifik

untuk masing-masing periode infeksi (Soeharso, et al., 2007).

Karsinoma nasofaring (KNF) dewasa ini merupakan tumor ganas kepala dan

leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Angkanya diperkirakan mencapai

60% tumor ganas kepala dan leher. Data dari laboratorium patologi anatomi KNF

berada di peringkat ke lima dari semua keganasan pada tubuh manusia, angka ini

Page 26: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

setelah tumor ganas servik uteri, tumor payudara, tumor kelenjar getah bening dan

tumor kulit. (Soetjipto, 1986; Roezin, et al., 2007)

Di Eropa dan Amerika keganasan nasofaring angkanya cukup rendah yaitu

dengan kejadian kurang dari 1 diantara 100.000 penduduk. Sebaliknya di daerah

Asia Timur dan Tenggara didapatkan angka kejadian yang tinggi. Angka tertinggi

didapatkan di propinsi Cina Tenggara yaitu 40 – 50 kasus KNF diantara 100.000

penduduk (Brennan, 2005; Wei Wi, et al., 1996). Di Indonesia KNF cukup

banyak ditemukan meskipun angka kejadian yang pasti belum diketahui. Di

Indonesia pernah dilaporkan angka prevalensi KNF 6 /100.0000 penduduk

pertahun (Roezin, et al., 2007; Tan, 2010) .

Etiologi penyakit karsinoma nasofaring cukup kompleks seperti faktor

genetik, infeksi virus Epstein-Barr dan bahan karsinogenik ( nitrosamin ) yang ada

di lingkungan. Proses karsinogenesis masih belum dapat diungkapkan dengan

jelas, tetapi secara umum disepakati bahwa prosesnya berlangsung secara

bertahap. Beberapa penelitian telah banyak dilakukan untuk mengidentifikasikan

faktor yang berperan pada karsinogenesis. Berbagai penelitian akhir-akhir ini

telah membuktikan EBV selalu ditemukan pada biopsi KNF, untuk gambaran

patologi anatomi terbanyak adalah jenis Undifferentiated sebesar 86 % dan

karsinoma sel skuamosa berkeratin 14 % (Huang, et al., 1998; Huang, et al.,

1999).

Produk onkogen dari Epstein-Barr Virus (EBV) yang dikenal sebagai Laten

Membran Protein 1 (LMP1) telah terbukti secara in vitro menyebabkan

tranformasi sel epitel maupun limfosit B menjadi bentuk yang immortal,

Page 27: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

proliferasi sel tumor, anti apoptosis dan berperan dalam terjadinya metastase

(Zheng, et al., 2007). Laten Membran Protein 1 merupakan onkogen virus

potensial dan mempunyai peran biologi penting pada karsinogenesis KNF yang

dapat dikenali oleh CTLs dalam konteks Major Histocompatibility Complec satu

(MHC I). (Bosman, 1996; Hu, 1996) .

Dari penelitian terdahulu didapatkan ekspresi LMP1 pada KNF yang

bervariasi yaitu sebesar 60% (Miller, et al., 1995; Gondowiarjo, 1998; Lin,

2003; Zheng, et al., 2007) dan 45 % yang pernah dilaporkan Surono (2006)

(Hariwiyoto, et al., 2006). Murono, et al., (2001) mengatakan bahwa kadar

antibodi spesifik terhadap LMP1 terdapat lebih dari 70 % KNF dan ada korelasi

antara kadar antibodi tersebut dengan stadium KNF dan sangat potensial

membantu menegakkan diagnosis dan faktor prognosis. Lasniroha (2008) dalam

penelitiannya tentang ekspresi LMP1 pada KNF Undifferentiated mendapatkan

angka 11,76 %.

Infeksi virus EBV akan memacu hadirnya sel-sel imunokompeten untuk

mengelimnasi virus dan sel sel yang terinfeksi. Epstein-Barr Virus akan

menginfeksi sel limfosit B dan sel epitel orofaring, sel-sel ini akan dieliminasi

oleh sistem imun baik innate maupun adaptif. Hal yang menarik disini adalah

hadirnya sel T CD8+ CTL yang bertugas melakukan sitotoksisitas terhadap sel

target dalam hal ini epitel orofaring maupun limfosit B yang terinfeksi dan epitel

nasofaring yang telah malignant. Eliminasi sel T CD8+ CTL terhadap sel-sel

tersebut dilakukan dengan menggunakan gramzyme B dan perforin, sehingga sel

target akan mengalami apoptosis. Sel T CD4+ adalah sel yang hadir dalam

Page 28: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

rangkaian respon immune adaptif yang perannya lebih mengarah ke induksi

respon immune humoral. Sel T CD4+ akan menghasilkan citokin-citokin yang

berperan sebagai inducer pembentukan antibodi untuk mengeliminasi patogen

secara ekstraseluler (Abbas, et al., 2007) .

Karsinoma nasofaring merupakan keganasan yang ditandai adanya tumor –

infiltrating lymphocytes (TILs) termasuk diantaranya adalah Cyttolitic T

Lymphocyte (CTL). Harijadi (2008) dalam penelitian mendapatkan hasil bahwa

banyaknya CTL yang aktif akan mengekspresikan gramzyme B dan merupakan

petanda kuat prognosis buruk penderita KNF. Nilai prognostik ini lebih kuat dan

tidak tergantung dibandingkan petanda prognostik lainnya seperti umur dan status

TNM pada saat diagnosis awal. Prognostik tampak jelas menurun dengan

meningkatnya prosentase CTL yang aktif. Harijadi (2008) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa rerata daya tahan hidup penderita dengan CTL aktif < 25 %

adalah 42 bulan dan akan menurun menjadi 14 bulan pada penderita dengan CTL

aktif > 25 %. Prognostik yang buruk dengan banyaknya infiltrasi CTL yang aktif

diperkirakan terjadi akibat seleksi sel tumor sehingga resisten terhadap apoptosis

yang dipacu oleh CTL, kemoterapi dan atau radioterapi.

Rasio CD4+/CD8+ akan menggambarkan potensi eliminasi patogen intrasel

dan sel tumor. Jiang, et al., (2004) mendapatkan nilai normal rasio CD4+/CD8+

pada orang dewasa sehat di Shanghai adalah 1,49 dengan standar deviasi 0,57

(rentang : 0,92-2,06) hampir sama dengan yang didapatkan oleh Cirino dan

Marcano (2007) yaitu 0,90. Pada kasus keganasan nilai rasio sangat bervariasi,

Heraberg, et al., (1997) dalam penelitiannya pada renal cell carcinoma sebelum

Page 29: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

terapi dengan vinblastin-IFN adalah 1,3 (rentang : 0,56-6,8), selama terapi

vinblastin 1,1 (rentang : 0,33-9,3) dan 1,7 (rentang : 0,60-11,1) dengan terapi

vinblastin-IFN dan Cirino, et al., (2007) dalam penelitiannya tentang tumor paru

mendapatkan 1,74. Angka rasio CD4+/CD8+ yang rendah akan menggambarkan

tingkat prognostik yang lebih baik. Hal ini karena infeksi virus dan kejadian

karsinoma nasofaring lebih efektif bila dieliminasi melalui mekanisme apoptosis

oleh sel T CD8+ dibandingkan dengan respon immune humoral. Karena respon

immune humoral hanya berperan pada saat infeksi primer dan tidak efektif untuk

mengeliminasi sel malignant sebagaimana karsinoma nasofaring. Oleh karenanya

perlu diteliti rasio CD4+/CD8+ pada kasus karsinoma nasofaring (Abbas, et al.,

2007) .

Penatalaksanaan KNF sementara ini dengan menggunakan kemoterapi

dan/atau radioterapi. Terapi radioterapi menurut Vijayakumar (1997), mempunyai

sifat mematikan sel dengan cara merusak DNA yang akibatnya bisa

mendestrukasi sel tumor, memiliki kemampuan untuk mempercepat proses

apoptosis dari sel tumor dan ionisasi yang ditimbulkan oleh radioterapi dapat

mematikan sel tumor. Akan tetapi pemberian radioterapi bersifat lokal dan

regional juga dapat mengakibatkan defek imun secara general. Kemoterapi

neoadjuvant dimaksudkan untuk mengurangi besarnya tumor sebelum radioterapi.

Pemberian kemoterapi neoadjuvant didasari atas pertimbangan vascular bed

tumor masih intak sehingga pencapaian obat menuju massa tumor masih baik.

Disamping itu, kemoterapi yang diberikan sejak dini dapat memberantas

mikrometastasis sistemik seawal mungkin. Kemoterapi neoadjuvant pada

Page 30: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

keganasan kepala leher stadium II – IV dilaporkan overall response rate sebesar

80 %- 90 % dan Complete Response (CR) sekitar 50%. Kemoterapi neoadjuvant

yang diberikan sebelum terapi definitif berupa radioterapi dapat mempertahankan

fungsi organ pada tempat tumbuhnya tumor (organ preservation) (Sukardja,

2000).

Penulis bertujuan untuk melakukan penelitian terhadap gambaran ekspresi

LMP1 yang merupakan produk onkogen virus EBV dan status imunologi (CD4+,

CD8+ dan rasio CD4+/CD8+) sebelum dan sesudah kemoterapi neoadjuvant pada

karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah ada penurunan tingkat ekspresi LMP1, CD4+, CD8+ akibat

kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis

Undifferentiated ?

2. Apakah ada perbedaan rasio CD4+/CD8+ pada sebelum dan sesudah

kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis

Undifferentiated ?

3. Apakah ada hubungan antara ekspresi LMP1 dengan rasio CD4+/CD8+

pada pada karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ekspresi

Page 31: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

LMP1 dan status imunologi (CD4+, CD8+ dan rasio CD4+/CD8+) akibat

kemoterapi neoadjuvantt pada karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengkaji adanya penurunan tingkat ekspresi LMP1, CD4+ dan CD8+

sesudah diberikan kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring

jenis Undifferentiated.

b. Mengkaji adanya pola perubahan Rasio CD4+/CD8+ sesudah diberikan

kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis

Undifferentiated.

c. Mengkaji adanya pola hubungan antara ekspresi LMP1 dengan Rasio

CD4+/CD8+ pada sebelum dan sesudah diberikan kemoterapi neoadjuvant

pada karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dalam bidang akademik

Untuk memperoleh data mengenai tingkat ekspresi LMP1 dan status

imunologi (ekspresi CD4+, CD8+ dan rasio CD+/CD8+) akibat kemoterapi

neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

2. Dalam bidang klinis

Diharapkan dapat digunakan sebagai prediksi terhadap respon terapi,

khususnya pada karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

Page 32: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karsinoma Nasofaring

2.1.1. Anatomi

Secara anatomi Nasofaring merupakan bagian sempit yang terdapat pada

belakang choana. Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basis sphenoid,

basis occiput dan vertebra cervikalis pertama. Bagian depan berhubungan dengan

rongga hidung melalui koana. Orificium dari tuba eustachian berada pada dinding

lateral dan pada bagian anterior dan posterior terdapat ruangan berbentuk koma

yang disebut dengan torus tubarius. Bagian superior dan lateral dari torus tubarius

merupakan reses dari nasofaring yang disebut dengan fossa rosenmuller.

Nasofaring berhubungan dengan orofaring pada bagian soft palatum (Rusmarjono,

et al.,, 2007).

Gambar 2.1 Potongan sagital anatomi Nasofaring (Dikutip dari : Van De Graaf, 2001. Human Anatomy, Sixth Edition. The McGraw-Hill, p.605)

Page 33: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

2.1.2. Histologi

Epitel bersilia respiratory type merupakan epitel yang melapisi mukosa

nasofaring. Setelah 10 tahun kehidupan, epitel secara lambat laun bertransformasi

menjadi epitel nonkeratinizing squamous, kecuali pada beberapa area (transition

zone). Mukosa membentuk invaginasi membentuk crypta. Stroma nasofaring kaya

akan jaringan limfoid dan terkadang dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel

permukaan dan kripta sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan terkadang

merusak epitel membentuk reticulated pattern. Kelenjar seromucinous dapat juga

dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada rongga hidung.

Gambar 2.2. Sel epitel transisional, pelapis nasofaring (Dikutip dari : Respiratory system pre lab (cited 2010 Jan 5).

Available from : http://anatomy.iupui.edu/courses/histo_D502

2.1.3. Epidemiologi

Angka kejadian karsinoma nasofaring di Indonesia cukup tinggi, yaitu 6 per

100.000 penduduk dari total 12.000 kasus baru pertahun(Tan, 2010). Catatan dari

berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring menduduki

Page 34: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

urutan ke empat setelah kanker leher rahim, kanker payudara dan kanker kulit.

Tetapi seluruh bagian THT (telinga hidung dan tenggorokan) di Indonesia sepakat

mendudukan karsinoma nasofaring pada peringkat pertama penyakit kanker pada

daerah ini. Propinsi Yogyakarta menduduki peringkat tertinggi dengan didominasi

suku Jawa, sedangkan Jakarta pasien karsinoma nasofaring terdiri atas populasi

suku Jawa dan Cina. Pasien karsinoma nasofaring dijumpai lebih banyak pada

pria daripada wanita dengan perbandingan 2-3 orang pria dibandingkan 1 wanita

(Kentjono, 2003). Sedangkan Wei WI (2006) mendapatkan rasio laki-laki

dibanding perempuan adalah 3 : 1.

Di Cina Selatan angka kejadian karsinoma nasofaring 30 kasus per 100.000

orang pertahun, dan merupakan masalah kesehatan yang serius di daerah ini. Pada

Cantonese “boat people” di Cina Selatan memiliki insiden tertinggi untuk

karsinoma nasofaring 54,7 kasus per 100.000 orang pertahun. Angka kejadian

karsinoma nasofaring di Korea dan Jepang sangat rendah, meskipun pada

beberapa di Asia Tenggara, termasuk Filipina, Malaysia dan Singapura, insiden

karsinoma nasofaring relatif tinggi. Angka kejadian karsinoma nasofaring di

Singapura, persentase terbesar mengenai masyarakat keturunan Tionghoa (18,5

per 100.000 penduduk), disusul oleh keturunan Melayu (6,5 per 100.000) dan

terakhir adalah keturunan Hindustan (0,5 per 100.000). Angka kejadian

karsinoma nasofaring di negara Eropa atau Amerika Utara 1 per 100.000

penduduk per tahun. (Witte, et al., 2001; Lee , 2003)

Berdasarkan dari beberapa penelitian jenis KNF banyak ditemukan adalah

tipe WHO 2 dan WHO 3. Menurut penelitian di Rumah Sakit Kariadi Semarang

Page 35: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

didapatkan WHO tipe 2 dan WHO tipe 3 sejumlah 112 kasus dari 127 kasus

KNF (Lee, 2003). Pada penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Surabaya didapatkan dari 478 kasus terdapat 424 kasus WHO tipe 3, 48 kasus

WHO tipe 2 dan 6 kasus WHO tipe 1 (Witte, et al., 2001). KNF dapat terjadi

pada setiap usia, namun jarang dijumpai pada penderita dibawah usia 20 tahun

dan usia terbanyak antara 45-59 tahun, sedangkan Wei WI (2006) rmendapatkan

rata-rata usia 50 tahun. Laki-laki lebih banyak dari wanita dengan perbandingan

2-3:1 (Witte, et al.,2001; Ballanger,2003 Hariwiyoto, et al., 2006; Wei WI, 2006).

2.1.4. Etiologi

Etiologi karsinoma nasofaring bersifat multifaktorial, akan tetapi banyak

penelitian menunjukkan akan keberadaan virus Epstein Barr sangat dominan,

disamping penyebab lain seperti faktor genetik dan faktor lingkungan (Witte, et

al., 2001).

2.1.4.1. Genetik

Analisis genetik pada populasi endemik berhubungan dengan HLA-A2,

HLAB17 dan HLA-Bw26. Dimana orang dengan yang memiliki gen ini memiliki

resiko dua kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring. Studi pada orang Cina

dengan keluarga menderita karsinoma nasofaring dijumpai adanya kelemahan

lokus pada regio HLA. Studi dari kelemahan HLA pada orang-orang Cina

menunjukkan bahwa orang-orang dengan HLA A*0207 atau B*4601 tetapi tidak

pada A*0201 memiliki resiko yang meningkat untuk terkena karsinoma

nasofaring (Witte, et al., 2001; Adham, 2002; Ballanger, 2003; Lee, 2003).

Page 36: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

2.1.4.2. Lingkungan

Paparan dari ikan asin dan makanan yang mengandung volatile nitrosamine

merupakan penyebab karsinoma nasofaring pada Cantonese. Konsumsi ikan asin

selama masa anak-anak berhubungan dengan peningkatan resiko karsinoma

nasofaring pada Cina Timur. Faktor makanan terutama konsumsi ikan asin yang

mengandung nitrosamin, merupakan mediator penting dan dapat menjadi

“alkylating Agent” yang diketahui dapat menginduksi terjadinya karsinoma sel

squamosa, adenokarsinoma dan tumor lain di kavum nasi dan sinus paranasal

atau daerah nasofaring. Hal ini didukung dengan penelitian pada binatang dimana

tikus yang diberikan diet ikan asin akan mendapat karsinoma pada rongga hidung

pada dosis tertentu. Paparan dari formaldehid pada udara dan debu kayu juga

berhubungan dengan peningkatan insiden karsinoma nasofaring. Laporan terakhir,

pada wanita pekerja tekstil di Shanghai, Cina juga memiliki peningkatan insiden

karsinoma nasofaring disebabkan akumulasi dari debu kapas, asam, caustic atau

dyeing process. Merokok juga berhubungan dengan peningkatan resiko karsinoma

nasofaring. Penelitian menunjukkan adanya paparan jangka panjang dari bahan-

bahan polusi memegang peranan dalam patogenesis karsinoma nasofaring. Faktor

lingkungan lain yang dapat meningkatkan resiko karsinoma nasofaring yang

pernah dilaporkan adalah penggunaan herbal china, dijumpainya nikel pada

daerah endemik, penggunaan alkohol dan infeksi jamur pada kavum nasi (Witte,

et al., 2001; Adham, 2002; Lee , 2003; Ballanger, 2003). Seringnya peradangan

didaerah nasofaring menyebabkan mukosa nasofaring menjadi rentan terhadap

karsinogen lingkungan dan memudahkan perubahan mukosa ke arah prekanker

Page 37: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

serta faktor pendukung seperti lingkungan dan genetik sangat menentukan

timbulnya KNF (Soetjipto, 1986; Miller, et al., 1995; Hu, 1996; Wei Wi, et al.,

1996; Gulley, 2000; Macswee, et al., 2003; Zheng, et al., 2007).

2.1.4.3. Virus Ebstein Barr

Sampai sekarang meskipun etiologi KNF belumlah jelas benar, akan tetapi

virus Epstein-Barr (EBV) dinyatakan sebagai etiologi utama penyebab KNF.

Virus Ebstein Barr dapat menginfeksi manusia dalam bentuk yang bervariasi.

Virus ini dapat menyebabkan infeksi mononukleosis dan dapat juga menyebabkan

limfoma burkit dan karsinoma nasofaring. virus Epstein-Barr 1 & 2 (EBV1,2)

yang berhubungan dengan karsinoma nasofaring. Sebagian besar kasus karsinoma

nasofaring pada orang-orang di Cina Selatan, Asia Tenggara, Mediteranian,

Afrika dan Amerika Serikat berhubungan dengan infeksi EBV-1. Kasus-kasus

yang mengenai Alaska Innuits hampir seluruhnya berhubungan dengan infeksi

EBV-2 (Witte, et al., 2001).

Virus Epstein-Barr hampir dapat dipastikan sebagai penyebab KNF, namun

pada kenyataannya tidak semua individu yang terinfeksi EBV akan berkembang

menjadi KNF. Virus ini menginfeksi limfosit B dan epitel orofaring. EBV

melakukan replikasi di epitel kelenjar parotis dan saluran nafas bagian atas,

sehingga virus yang infeksius dapat dilepaskan secara intermiten oleh individu

yang terinfeksi EBV. Virus Epstein-Barr mempunyai produk onkogen yang

dikenal sebagai Latent Membran Protein-1 (LMP1) yang terbukti secara in vitro,

menyebabkan transformasi sel epitel maupun limfosit B menjadi bentuk immortal

dan mempunyai peran penting pada karsinogenesis KNF (Bosman, 1996).

Page 38: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

2.1.5. Diagnois

Untuk dapat menegakkan diagnosis karsinoma nasofaring, maka perlu

dilakukan anamnesa yang teliti, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan

pemeriksaan histopatologi.

2.1.5.1. Gejala klinis

Menurut Formula Digby, setiap simptom atau gejala mempunyai nilai

diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat ditentukan diagnosis karsinoma

nasofaring.

Tabel 2.1. Formula Digby (dikutip dalam Lica, 1999; Radiation Therapy)

Gejala Nilai

Massa terlihat pada nasofaring

Gejala khas di hidung

Gejala khas pendengaran

Sakit kepala unilateral / bilateral

Gangguan neurologik syaraf otak

Eksopthalmus

Limfadenopati leher

25

15

15

5

5

5

25

Bila jumlah nilai mencapai 50, maka diagnosis klinik karsinoma nasofaring

dapat dipertanggungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring,

namun tindakan biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi

diagnosis histopatologi, juga untuk menentukan subtipe histopatologi yang erat

kaitannya dengan pengobatan dan prognosis. Gejala yang paling sering timbul

berupa kelainan pada leher, telinga, hidung dan saraf kranial. Berdasarkan

perkembangan tumornya, gejala KNF dapat dibagi dalam gejala dini dan lanjut.

Gejala dini KNF meliputi gejala hidung dan telinga. Gejala hidung dapat berupa

Page 39: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

epistaksis berulang yang biasanya sedikit dan bercampur ingus, hidung tersumbat

dan suara bindeng. Biasanya disertai pilek kronis dengan ingus yang kental

(Brennan, 2005; Soetjipto, 1986; Dol Cetti, et al., 2002; Adham, 2002; Lin,

2003; Roezin, et al., 2007). Gejala telinga yang sering membawa pasien berobat

ke dokter adalah rasa penuh, tidak enak dan suara mendengung. Keluhan tersebut

kadang disertai tuli akibat oklusi tuba Eustachii atau otitis media serosa. Gejala

telinga otitis media serous pada usia dewasa di Cina dilaporkan 41 % dari 237

pasien yang didiagnosis KNF (Wei WI, et al., 2006).

Gejala lanjut KNF dapat berupa gejala akibat perluasan tumor ke jaringan

sekitarnya. Tumor dapat meluas ke arah superior menuju ke intrakranial dan

menjalar sepanjang fossa kranii media, disebut penjalaran petrosfenoid. Sel tumor

biasanya masuk rongga tengkorak melalui foramen laserum dan menyebabkan

kerusakan atau lesi pada grup anterior saraf otak yaitu N. III, IV, V dan VI.

Menurut Siregar (1979) paling sering terjadi gangguan N.VI (keluhan diplopia)

yang disusul N.V (keluhan neuralgi trigeminal dan parestesi wajah). Gangguan

pada N. III berupa ptosis dan gangguan gerakan bola mata (oftalmoplegia).

Gangguan N.IV mengakibatkan kelumpuhan muskulus obliqus inferior bola mata.

Lesi saraf ini jarang merupakan kelainan yang berdiri sendiri tetapi sering diikuti

kelumpuhan N.III. Penekanan saraf-saraf ini terjadi pada dinding lateral sinus

kavernosus. Gangguan N.VI mengakibatkan kelumpuhan m. rektus bulbi lateral

sehingga timbul keluhan penglihatan dobel dan mata tampak juling (strabismus

konvergen). Keluhan lain akibat perluasan ke intra kranial berupa sakit kepala

yang sering kali hebat. Perluasan tumor kearah anterior menuju rongga hidung,

Page 40: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

sinus paranasal, fossa pterigopalatina dan dapat mencapai apeks orbita. Tumor

yang besar dapat mendesak palatum molle, menimbulkan gejala obstruksi jalan

napas atas dan jalan makanan. Perluasan tumor kearah postero lateral menuju ke

ruang parafaring dan fossa pterigopalatina yang kemudian masuk ke foramen

jugulare. Disini yang terkena adalah grup posterior saraf otak yaitu N. IX sampai

dengan N. XII, serta pleksus simpatikus servikalis yang berjalan menuju fasia

orbitalis. Bila terjadi kelumpuhan N. IX, X, XI dan XII disebut sindroma

retroparotidean (Siregar, 1979).

Metastase tumor ke kelenjar getah bening leher (regional) sering terjadi,

yaitu sekitar 60-97,5 % (Kentjono, 2003; Neel, et al., 1993; Skinner, et al.,

1991; Bambang, 1988). Gejala tumor leher yang besar, lebih sering didapatkan

pada KNF WHO tipe III dibandingkan dengan KNF WHO tipe I. Benjolan di

leher sering kali merupakan gejala pertama yang membawa penderita datang

berobat ke dokter. Harus dicurigai keganasan nasofaring apabila dijumpai trias

gejala yaitu 1) tumor leher, gejala telinga, gejala hidung, 2) gejala intrakranial,

gejala telinga, gejala hidung, dan 3) tumor leher, gejala intrakranial, gejala hidung

atau telinga (Soedijono, 1989).

2.1.5.2. Pemeriksaan Nasofaring

Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara tidak

langsung yaitu rinoskopi posterior, nasoendoskopi dan flexiblelaringoskopi.

2.1.5.3. Radiologi

Digunakan untuk melihat massa tumor nasofaring dan melihat massa tumor

yang menginvasi pada jaringan sekitarnya dengan menggunakan :

Page 41: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

1) Computed Tomografi Scaning (CT Scan), dapat memperlihatkan penyebaran

ke jaringan ikat lunak pada nasofaring dan penyebaran ke ruang

paranasofaring. Sensitif mendeteksi erosi tulang, terutama pada dasar

tengkorak.

2) Magnetic Resonance Imaging (MRI), menunjukkan kemampuan imaging yang

multiplanar dan lebih baik dibandingkan CT dalam membedakan tumor dari

peradangan. MRI juga lebih sensitif dalam mengevaluasi metastase pada

retrofaringeal dan kelenjar limfe yang dalam. MRI dapat mendeteksi infiltrasi

tumor ke sumsum tulang, dimana CT tidak dapat mendeteksinya.

3) Foto thorak posterior/anterior (PA) dilakukan terutama untuk kepentingan

kecurigaan adanya metastasis ke paru.

4) USG abdomen digunakan untuk mengetahui adanya metastase jauh ke organ-

organ intra abdomen.

Pemeriksaan radiologi sebagai pemeriksaan penunjang yang penting untuk

menentukan luas tumor primer, adanya invasi ke organ sekitar, destruksi pada

tulang dasar tengkorak serta metastasis jauh. Pemeriksaan computerized

tomographic scanning (CT scan) dan magnetic resonance imaging (MRI)

merupakan pemeriksaan yang lebih informatif dan akurat mengenai perluasan

tumor. (Adinolodewo, et al., 2003; Adham, 2002; Witte, et al., 2001).

2.1.5.4. Serologi

Pada tumor, DNA Ebstein Barr bersifat homogen dan klonal melalui

pengulangan skuensi. Ekspresi dari spesific viral messenger RNAs atau produk

gen secara konsisten dapat dideteksi pada seluruh sel tumor. Virus dapat dideteksi

Page 42: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

pada tumor dengan pemeriksaan insitu hibridisasi dan tehnik imunohistokimia.

Dapat juga dideteksi dengan tekhnik PCR pada material yang diperoleh dari

asprasi biopsi jarum halus pada metastase kelenjar getah bening leher. Deteksi

dari antibodi Ig G ( yang dijumpai pada masa awal infeksi virus ) dan antibodi

Ig A ( yang dijumpai pada capsid viral antigen ) digunakan di Amerika Serikat

untuk mendukung diagnosis karsinoma nasfaring. Virus Ebstein Barr dapat

dijumpai pada Undifferentiated carcinoma dan non keratinizing squamous cell

carcinoma (Adinolodewo, et al., 2003 ).

2.1.5.5. Pemeriksaan Patologi

1) Biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) pada kelenjar getah bening servikalis

Sejumlah kasus karsinoma nasofaring diketahui berdasarkan pemeriksaan

sitologi biopsi aspirasi kelenjar getah being servikalis.

2) Biopsi Histopatologi

Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan dari mulut.

Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya ( blind

biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyusuri

konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan

dilakukan biopsi. Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter

nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada di

dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama dengan ujung kateter

yang dihidung. Demikian juga dengan kateter disebelahnya sehingga

palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah

nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut

Page 43: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa

tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan

dengan anestesi topikal dengan xylocain 10%. Pada kasus dengan tidak

dijumpainya lesi secara makroskopis, maka harus dilakukan biopsi yang

multipel dari daerah dinding lateral, superior dan posterior pada pasien

dengan resiko tinggi karsinoma nasofaring

2.1.6. Klasifikasi

Menurut WHO tahun 1987 , KNF dapat dibagi dalam 3 jenis gambaran

histopatologi yaitu ( Wei WI, 2006; Soetjipto, 1993) :

a. Karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi ( WHO tipe I ).

Tipe ini mempunyai sifat pertumbuhan yang jelas pada permukaan mukosa

nasofaring. Sel kanker dapat berdiferensiasi baik sampai sedang dan

menghasilkan relatif cukup banyak bahan keratin baik di dalam sitoplasma

maupun di luar sel.

b. Karsinoma sel epidermoid tanpa keratinisasi ( WHO tipe II ).

Tipe ini menunjukkan diferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan

sel yang lebih kearah diferensiasi baik. Sel-sel ganas tersusun stratified atau

berimpitan menyerupai gambaran pada karsinoma sel transisional.

c. Karsinoma tanpa diferensiasi / Undifferentiated (WHO tipe III ).

Tipe ini mempunyai gambaran patologi yang sangat heterogen, sel ganas

berbentuk synctitial dengan batas sel yang tidak jelas.

Di Indonesia paling sering diketemukan jenis WHO tipe III. Soetjipto

(1989) pada penelitiannya di Bagian THT RSCM Jakarta (1980-1984)

Page 44: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

mendapatkan jenis WHO tipe I, II dan III berturut-turut sebanyak 7,8 %, 2,5 %

dan 89,6 % (Soetjipto, 1993). Sedangkan Roezin dan Mahfuzh (1996) ditempat

yang sama mendapatkan angka 9 %, 11,3 % dan 79,5 %. Affandi (1992) pada

penelitiannya di Lab/ UPF THT FK UNPAD / RS. Dr.Hasan Sadikin Bandung,

selama 4 tahun (Januari 1986-Desember1989) mendapatkan KNF jenis poorly

diff.Ca. 14,8 %, well diff.Ca. 10,5 % dan jenis Undifferentiated sebanyak 70,7 %.

Sedangkan hasil penelitian di Poliklinik THT RSU Dr. Soetomo Surabaya tahun

2000 menemukan jenis WHO tipe I, II dan III berturut-turut sebesar 5,6 %, 8 %

dan 85,6 % (Kentjono, et al., 2000).

2.1.7. Penentuan Stadium

Setelah diagnosis pasti ditegakkan, stadium perlu ditentukan dengan

menggunakan sistem TNM. Penentuan stadium dilakukan berdasarkan atas

kesepakatan antara UICC (union international contre cancer) dan AJCC (american

joint committee on cancer) pada tahun 1986. Pada saat ini telah diterbitkan edisi V

klasifikasi TNM oleh UICC. Untuk KNF pembagian TNM sebagai berikut :

T menggambarkan keadaan tumor primer, besarnya dan perluasannya

Tx : tumor primer tidak dapat dinilai

T0 : tidak ada tumor primer

Tis : karsinoma in situ

Nasofaring :

T1 : tumor terbatas didaerah nasofaring

T2 : tumor meluas ke jaringan lunak daerah orofaring dan atau fossa nasalis

T2a : tanpa perluasan ke daerah parafaring

Page 45: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

T2b : dengan perluasan ke daerah parafaring

T3 : tumor menginvasi struktur tulang dan atau daerah sinus paranasal

T4 : tumor dengan perluasan ke daerah intra kranial dan atau keterlibatan

saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring atau daerah orbita

N menggambarkan keadaan Kelenjar limf regional ( N ) nasofaring :

Nx : kelenjar limf regional tidak dapat dinilai

N0 : tidak ada metastasis kelenjar limf regional

N1 : adanya metastase kelenjar limf unilateral, dengan ukuran kurang atau

sama dengan 6 cm di atas fossa supraklavikula

N2 : adanya metastasis kelenjar limf bilateral kurang atau sama dengan 6 cm

diatas fosa supraklavikula

N3 : adanya metastasis kelenjar limf

N3a : lebih dari 6 cm

N3b : perluasan kedaerah fossa supraklavikula

M menggambarkan Metastasis jauh ( M )

Mx : metastasis jauh tidak dapat di nilai

M0 : tidak ada metastasis jauh

M1 : adanya metastasis jauh

Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :

Stadium 0 : Tis N0 M0

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium IIA : T2a N0 M0

Stadium IIB : T1 N1 M0

Page 46: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

T2a N1 M0

T2b N0,N1 M0

Stadium III : T1 N2 M0

T2a,T2b N2 M0

T3 N0,N1,N2 M0

Stadium IV A : T4 N0,N1,N2 M0

Stadium IV B : T1,2,3,4 N3 M0

Stadium IV C : T1,2,3,4 N0,N1,N2 M1

Penentuan stadium yang lain adalah yang digunakan oleh Ho, di mana hanya ada

T1-3, sedangkan ada stadium V, yakni penderita dengan M1.

2.1.8. Pengobatan

Suwitodiharjo (2002) dan Vijayakumar, et al., (1997) menjelaskan prinsip

pengobatan karsinoma nasofaring pada dasarnya adalah radioterapi, kemoterapi

dan terapi kombinasi.

Pemilihan terapi kanker tidaklah mudah. Menurut Sukardja (2000),

berbagai faktor yang perlu diperhatikan misalnya 1) Jenis kanker, 2)

Kemosensitivitas dan radiosensitivitas kanker, 3) Imunitas Tubuh dan

kemampuan pasien untuk menerima terapi yang diberikan, dan 4) Efek samping

terapi yang bisa terjadi (Sukardja, 2000).

2.1.8.1. Radioterapi

2.1.8.1.1. Definisi Terapi Radioterapi

Menurut Lika (1999) terapi radioterapi adalah terapi sinar menggunakan

Page 47: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

energi tinggi yang dapat menembus jaringan dalam rangka membunuh sel

neoplasma .

2.1.8.1.2. Persyaratan Terapi Radioterapi

Penyembuhan total terhadap karsinoma nasofaring apabila hanya

menggunakan terapi radioterapi menurut Vijayakumar, et al., (1997) harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1 Belum didapatkannya sel tumor di luar area radioterapi

2 Tipe tumor yang radiosensitif

3 Besar tumor yang kira-kira radioterapi mampu mengatasinya

4 Dosis yang optimal.

5 Jangka waktu radioterapi tepat

6 Sebisa-bisanya menyelamatkan sel dan jaringan yang normal dari efek

samping radioterapi.

Dosis radioterapi pada limfonodi leher tergantung pada ukurannya

sebelum kemoterapi diberikan. Suwitodiharjo (2002) menjelaskan pemberian

radioterapi pada limfonodi yang tak teraba diberikan radioterapi sebesar 5000

cGy, < 2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan bila lebih

dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi selama 5,5 minggu

(Suwitodiharjo, 2002)

2.1.8.1.3. Sifat Terapi Radioterapi

Terapi radioterapi menurut Vijakumar (1997), mempunyai sifat sebagai

berikut :

1. Merupakan terapi yang sifatnya lokal dan regional

Page 48: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

2. Mematikan sel dengan cara merusak DNA yang akibatnya bisa

mendestrukasi sel tumor

3. Memiliki kemampuan untuk mempercepat proses apoptosis dari sel tumor.

4. Ionisasi yang ditimbulkan oleh radioterapi dapat mematikan sel tumor.

5. Memiliki kemampuan mengurangi rasa sakit dengan mengecilkan ukuran

tumor sehingga mengurangi pendesakan di area sekitarnya..

6. Berguna sebagai terapi paliatif untuk pasien dengan perdarahan dari

tumornya.

7. Walaupun pemberian radioterapi bersifat lokal dan regional namun dapat

mengakibatkan defek imun secara general.

2.1.8.1.4. Efek Samping Terapi Radioterapi (Suwitodiharjo, 2002 ) :

1 Radiomukositis, stomatitis, hilangnya indra pengecapan, rasa nyeri dan

ngilu pada gigi.

2 Xerostomia, trismus, otitis media

3 Pendengaran menurun

4 Pigmentasi kulit seperti fibrosis subkutan atau osteoradionekrosis.

5 Pada terapi kombinasi dengan sitostatika dapat timbul depresi sumsum

tulang dan gangguan gastrointestinal.

6 Lhermitte syndrome karena radioterapi myelitis.

7 Hypothyroidism

2.1.8.1.5. Pengaruh Radioterapi pada DNA

Lesi DNA oleh radiasi dapat menghasilkan berbagai akibat biologis,

tergantung pada densitas radiasi atau Linear Energy Transfer (LET), dosis radiasi,

Page 49: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

interaksi radiasi dengan molekul sasaran, sensitivitas sel atau jaringan yang

terkena radiasi dan lain-lain (Early, et al., 1985)

Radikal bebas, terutama OH- dapat merusak tiga jenis zat (senyawa) yang

penting dalam mempertahankan integritas sel yaitu 1) DNA (perangkat genetik

penyusun gen dan kromosom), berfungsi vital dalam mengendalikan metabolisme

sel, 2) asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen penting fosfolipid

penyusun membran sel, dan 3) protein (enzim, reseptor dan antibodi) yang

berperan dalam metabolisme sel maupun respons terhadap sinyal. Struktur sel

yang paling peka terhadap radiasi adalah DNA. Gangguan DNA akan

menyebabkan kelainan atau perubahan pengaturan aktivitas sel. Radiasi sinar

pengion yang mengenai DNA dapat menyebabkan berbagai kerusakan antara lain

hidroksilasi (pecahnya basa timin dan sitosin), pembukaan inti purin dan pirimidin

serta putusnya gugus fosfat dari struktur siklisnya (rantai fosfodiester DNA) yang

berakibat perubahan kimia. Kerusakan DNA akan menyebabkan penyimpangan

pengaturan aktivitas seluler. Radikal OH bertanggung jawab atas sebagian besar

kerusakan yang terjadi pada DNA dan membran sel. Kerusakan yang sangat

penting adalah putus (pecahnya) berkas ganda dari DNA single / double strand

break (SSB/DSB), crosslinkage dalam rantai DNA dan perubahan basa-basa

pembentuk DNA. Kerusakan DNA ringan, masih bisa diperbaiki oleh sistem

perbaikan DNA (DNA repair system). Namun bila kerusakan DNA terlalu berat,

proses perbaikan (nucleotide excision repair) tidak dapat dilakukan secara

sempurna sehingga replikasi sel terganggu bahkan terjadi kematian sel. Rusaknya

DNA secara aktif memicu kematian sel terprogram (programmed cell death) yang

Page 50: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

disebut sebagai apoptosis. Mekanisme kematian sel melalui apoptosis berbeda

dengan nekrosis yang biasanya terjadi pada fase akut setelah terkena radiasi dosis

tinggi (sel langsung mati) (Boag, 1975)

Komponen membran sel yang terpenting ialah fosfolipid dan glikolipid

yang mengandung beberapa asam lemak tak jenuh (asam-asam linoleat, linolenat

dan arakidonat), sangat peka terhadap serangan radikal bebas terutama OH-.

Peroksidasi asam lemak tak jenuh pada membran sel menyebabkan penurunan

fluiditas dan permeabilitas membran sel sehingga integritasnya menurun. Keadaan

ini menyebabkan cairan ekstra seluler memasuki ruang intraseluler (intracellular

fluid droplet) dan terjadi perubahan konsentrasi ion Na, K, dan Ca yang penting

untuk mempertahankan fungsi sel. Hasil akhir peroksidasi lipid adalah

terputusnya rantai asam lemak menjadi senyawa toksik terhadap sel, antara lain

MDA, Etana dan Pentana. Ketiga senyawa ini (terutama MDA) dapat dipakai

sebagai petunjuk terjadinya peristiwa peroksidasi lemak membran sel. Senyawa

toksik ini menimbulkan kerusakan membran yang semakin parah (terjadi lisis).

Proses kematian sel dengan cara ini melalui 5 fase yaitu pre kondensasi,

kondensasi, fragmentasi, fagositosis dan degradasi. Apoptosis diawali oleh

ekspresi gen yang berefek peningkatan kadar kalsium intra sel yang menimbulkan

aktivasi enzim endonuklease sehingga terjadi kondensasi kromatin pada inti sel

(Boag, 1975; Maity, et al., 1994)

Radiasi menyebabkan fosforilasi dan penurunan produksi adenosine

triphosphate (ATP) yang mengakibatkan penurunan sintesis DNA. Hilangnya

fosforilasi, kelainan atau gangguan susunan nukleotida DNA dan oksidasi

Page 51: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

merupakan efek primer radiasi yang menginduksi apoptosis. Radiasi ionisasi juga

menyebabkan hambatan proses reproduktif dan berhentinya siklus proliferasi sel

pada fase G1 (G1 arrest or block). Kerusakan membran sel dan DNA akan

mengaktifkan signal transduction pathways yang mengakibatkan siklus sel

berhenti (cell cycle arrest). Proses ini diawali dengan peningkatan ekspresi

Ataxia-Teleangiectasia gene (AT) yang kemudian memicu peningkatan ekspresi

gen p53 melalui transkripsi p21 yang merupakan inhibitor cdk dan menyebabkan

siklus sel berhenti pada fase G1. Keadaan ini menguntungkan karena sel kanker

yang berada dalam siklus pertumbuhan (cell cycle) lebih radiosensitif

dibandingkan sel kanker yang berada pada fase istirahat (G0) (Coleman, 1993;

Joiner, 1997)

Radiasi juga menghasilkan gelombang yang berefek sensitisasi p53 (tumor

suppressor gene) yang memicu apoptosis. Kematian sel melalui mekanisme

apoptosis ini diawali dengan kelainan genetik pada gen bcl2 yang berfungsi

sebagai regulator dalam proses apoptosis. Apoptosis akibat radiasi disebabkan

karena kerusakan atau kelainan susunan nukleotida DNA yang tidak dapat

diperbaiki oleh sistem reparasi DNA. Radiasi dapat mengenai semua sel, baik sel

kanker maupun sel normal. Sel yang terkena radiasi akan mengalami penurunan

sintesis DNA sehingga kegiatan mitosis tertunda (Coleman, 1993; Chang, et al.,

1997)

2.1.8.1.6. Pengaruh Terapi Radioterapi Terhadap Sistem Imun

Balkwill et al., (2001) menjelaskan bahwa segera setelah pemberian

radioterapi terjadi gangguan terhadap sel limfosit T, yang akibatnya memudahkan

Page 52: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

timbulnya berbagai macam infeksi (Balkwill, et al., 2001). Pasien dengan tumor

primer di leher dimana drainase limfatiknya juga di leher , setelah diberikan

radioterapi mengakibatkan berkurangnya limfosit darah tepi secara signifikan.

Jumlah limfosit T CD4+ menurun lebih bermakna dibandingkan penurunan jumlah

sel limfosit T CD8+. Gangguan akibat radioterapi tidak hanya mempengaruhi

jumlah sel limfosit T namun juga mengakibatkan defek pada fungsi sel T. Adanya

gangguan fungsi dibuktikan dengan sulitnya sel T ini distimulasi pada percobaan

invitro. Apakah defek jumlah dan fungsi limfosit T pada penderita yang diterapi

radioterapi dapat reversibel? Penelitian menunjukkan bahwa ada kecenderungan

normalisasi sel limfosit T CD4+ setelah 3-4 minggu pasca radioterapi (Balkwill, et

al., 2001).

Radioterapi pada KNF meliputi daerah yang cukup luas sehingga dapat

mengenai sel efektor imunologik baik yang beredar di sirkulasi (sistemik) maupun

di jaringan limfoid mukosa hidung, nasofaring dan tenggorok (ring of

Waldeyer’s), yang termasuk dalam sistem imun mukosal. Efek radiasi pada sel

imun dapat menurunkan prognosis penderita. Sel limfosit (white blood cells)

adalah sel yang paling radiosensitif dan pertama kali menghilang dari sirkulasi,

kemudian diikuti granulosit. Radioterapi dapat menyebabkan penurunan jumlah

total limfosit serta kualitasnya. Setelah radioterapi, terjadi penurunan jumlah total

limfosit sebesar 50-60% dibandingkan dengan sebelum radioterapi. Disamping

limfosit T, radioterapi juga menyebabkan penurunan hitung limfosit B dan sel NK

darah tepi. Sel-sel imun ini akan kembali normal pada 13 minggu setelah

radioterapi dan yang paling lambat adalah sel T. Selain itu, sistem imun seluler

Page 53: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

lokal (sel Tc, NK dan makrofag) pada jaringan tumor KNF juga mengalami

penurunan (Maity, et al., 1994)

Radikal bebas yang terbentuk akibat proses ionisasi air akan menyebabkan

stres (exhaustion stage) pada sel imunokompeten (stress immunocompetent cell)

terutama makrofag yang menyebabkan hambatan atau penurunan aktivitas sel

imunologis yang berperan dalam respons Th1. Penurunan fungsi imunitas seluler

oleh radiasi, dibuktikan dengan tes respons transformasi sel limfosit terhadap

phytohemaglutinin (PHA). Proses penurunan transformasi terjadi sejak radiasi 0,5

Gy sampai titik optimal pada minggu ke 4. Penurunan transformasi sel limfosit

masih terjadi sampai 4 - 6 minggu pasca radioterapi. Setelah penyinaran

berlangsung 6 minggu ternyata tubuh penderita dapat mengadakan perbaikan,

sehingga indeks transformasi dan hitung limfosit mengalami kenaikan. 2 minggu

setelah selesai penyinaran indeks transformasi masih terus meningkat. Indeks

transformasi terendah pada minggu ke empat penyinaran dapat sampai dibawah

normal yaitu 30,7 (normalnya 37,18 -45,26) (Maity, et al., 1994; Kentjono, 2001)

Radioterapi mengakibatkan penurunan fungsi sistem imun lokal pada

jaringan tumor dan juga penurunan respons imun sel makrofag, NK, TCD4, sel T

pemroduksi IL-4, dan IFN-γ (respons Th1). Jadi radiasi mempunyai efek

imunosupresor. Penurunan respons imun (khususnya respons Th1) penderita KNF

pasca radioterapi akan sangat merugikan. Selain meningkatnya risiko terkena

infeksi mikroba (lebih dari 90% penderita meninggal akibat infeksi), penurunan

respons Th1 sebagai cerminan kualitas immune surveillance yang rendah (buruk)

dapat menyebabkan pertumbuhan KNF makin progresif, residif dan metastasis

Page 54: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

(imunitas berperan mengeliminir residu sel KNF pasca radiasi). Beberapa

penelitian yang dilakukan pasca radioterapi pada keganasan jenis karsinoma sel

skuamosa kepala leher (termasuk KNF) menemukan peningkatan yang tinggi

kadar prostaglandin E2 (PGE2) yang berefek imunosupresi (penurunan respons

imun seluler). Selain diproduksi oleh sel kanker, PGE2 juga diproduksi oleh

makrofag yang tersupresi oleh radiasi (Rabben, et al., 1976; Wolf, et al., 1987;

Baxevanis, et al., 1993)

Sebuah penelitian melakukan pengukuran dosis radiasi yang mengenai

kelenjar timus pada pasien KNF yang mendapat radioterapi. Hasil penelitian

membuktikan bahwa kelenjar timus tetap terkena radiasi walaupun dosisnya kecil.

Radioterapi menyebabkan penurunan imunitas seluler pada penderita KNF

karena: (1) besarnya volume darah yang terpapar radiasi, (2) kelenjar timus masih

tetap menerima radiasi sekalipun radiasi yang dipakai hanya 390 rads dan (3)

malnutrisi dan menurunnya berat badan karena mukositis (Rabben, et al., 1976;

Wolf, et al., 1987; Baxevanis, et al., 1993)

2.1.8.1.7. Jenis Pemberian Terapi Radioterapi (Suwitodiharjo, 2002)

Terapi radioterapi pada karsinoma nasofaring bisa diberikan sebagai

radioterapi eksterna dengan berbagai macam teknik fraksinasi dan radioterapi

interna (brachytherapy ) yang bisa berupa permanen implant atau intracavitary

barchytherapy.

(a) Radioterapi eksterna dapat digunakan sebagai :

1. pengobatan efektif pada tumor primer tanpa pembesaran kelenjar getah

bening

Page 55: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

2. pembesaran tumor primer dengan pembesaran kelenjar getah bening

3. Terapi yang dikombinasi dengan kemoterapi

4. Terapi adjuvan diberikan pre operatif atau post operatif pada neck

dissection

(b) Radioterapi Interna/ brachyterapi bisa digunakan untuk :

1. Menambah kekurangan dosis pada tumor primer dan untuk menghindari

terlalu banyak jaringan sehat yang terkena radioterapi.

2. Sebagai booster bila masih ditemukan residu tumor

3. Pengobatan kasus kambuh.

2.1.8.2. Kemoterapi

2.1.8.2.1. Definisi Kemoterapi

Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat

pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat anti kaker ini

dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single agents), tetapi kebanyakan

berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel

kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif

terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek

samping menurun (Kentjono, 2002)

2.1.8.2.2. Tujuan Kemoterapi

Tujuan kemoterapi adalah untuk menyembuhkan pasien dari penyakit

tumor ganasnya. Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal

dan juga untuk mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh. Secara lokal

dimana vaskularisasi jaringan tumor yang masih baik, akan lebih sensitif

Page 56: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

menerima kemoterapi sebagai antineoplastik agen. Dan karsinoma sel skuamosa

biasanya sangat sensitif terhadap kemoterapi ini.

2.1.8.2.3. Obat-Obat Sitostatika yang direkomendasi FDA untuk Kanker

Kepala Leher

Beberapa sitostatika yang mendapat rekomendasi dari FDA (Amerika)

untuk digunakan sebagai terapi keganasan didaerah kepala dan leher yaitu

Cisplatin, Carboplatin, Methotrexate, 5-fluorouracil, Bleomycin, Hydroxyurea,

Doxorubicin, Cyclophosphamide, Doxetaxel, Mitomycin-C, Vincristine dan

Paclitaxel. Akhir-akhir ini dilaporkan penggunaan Gemcitabine untuk keganasan

didaerah kepala dan leher (Sukardja, 2000)

2.1.8.2.4. Sensitivitas Kemoterapi terhadap Karsinoma Nasofaring

Kemoterapi memang lebih sensitif untuk karsinoma nasofaring WHO I

dan sebagian WHO II yang dianggap radioresisten. Secara umum karsinoma

nasofaring WHO-3 memiliki prognosis paling baik sebaliknya karsinoma

nasofaring WHO-1 yang memiliki prognosis paling buruk (Chan et al., 2002).

Adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan (growth) dan pembelahan

(division) antara sel kanker dan sel normal yang disebut siklus sel (cell cycle)

merupakan titik tolak dari cara kerja sitostatika. Hampir semua sitostatika

mempengaruhi proses yang berhubungan dengan sel aktif seperti mitosis dan

duplikasi DNA. Sel yang sedang dalam keadaan membelah pada umumnya lebih

sensitif daripada sel dalam keadaan istirahat (Lica, 1999)

Berdasar siklus sel maka kemoterapi ada yang bekerja pada semua siklus

(Cell Cycle non Spesific) artinya bisa pada sel yang dalam siklus pertumbuhan sel

Page 57: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

bahkan dalam keadaan istirahat. Ada juga kemoterapi yang hanya bisa bekerja

pada siklus pertumbuhan tertentu ( Cell Cycle phase spesific ) (Lica, 1999).

Obat yang dapat menghambat replikasi sel pada fase tertentu pada siklus

sel disebut cell cycle specific. Sedangkan obat yang dapat menghambat

pembelahan sel pada semua fase termasuk fase G0 disebut cell cycle nonspecific.

Obat-obat yang tergolong cell cycle specific antara lain Metotrexate dan 5-FU,

obat-obat ini merupakan anti metabolit yang bekerja dengan cara menghambat

sintesa DNA pada fase S. Obat antikanker yang tergolong cell cycle nonspecific

antara lain Cisplatin. Cisplatini memiliki mekanisme cross-linking terhadap DNA

sehingga mencegah replikasi dan bekerja pada fase G1 dan G2, Doxorubicin pada

fase S1, G2, M, Bleomycin pada fase G2 dan M, sedangkan Vincristine pada fase

S dan M (Lica , 1999)

G1

S

G2

M

Cisplatin

5 FU

Gambar 2.3 : Mekanisme kerja kemoterapi pada siklus sel.

Page 58: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Dapat dimengerti bahwa zat dengan aksi multipel bisa mencegah

timbulnya klonus tumor yang resisten, karena obat-obat ini cara kerjanya tidak

sama. Apabila resiten terhadap agen tertentu kemungkinan sensitif terhadap agen

lain yang diberikan, dikarenakan sasaran kerja pada siklus sel berbeda (Lica,

1999)

2.1.8.2.5. Mekanisme Cara Kerja Kemoterapi

Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis bermanfaat, agaknya

bekerja dengan menghambat sintesis enzim maupun bahan esensial untuk sintesis

dan atau fungsi asam nukleat. Berdasarkan mekanisme cara kerja obat, zat yang

berguna pada tumor kepala leher dibagi sebagai berikut (Lica , 1999) :

(a) Antimetabolit

Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai contoh MTX,

menghambat pembentukan folat tereduksi, yang dibutuhkan untuk sintesis

timidin.

(b) Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA.

Zat pengalkil seperti CTX ( Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA,

dengan demikian menahan replikasi sel. Di lain pihak, antibiotika seperti

dactinomycin dan doxorubicin mengikat dan menyelip diantara rangkaian

nukleotid molekul DNA dan dengan demikian menghambat produksi mRNA.

(c) Inhibitor mitosis

Obat golongan ini seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan vinblastine,

menahan pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro pada kumparan

mitosis.

Page 59: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

2.1.8.2.6. Cara Pemberian Kemoterapi

Secara umum kemoterapi bisa digunakan dengan 4 cara kerja yaitu

(Kentjono, 2002; Chan, 2002) :

a) Sebagai neoadjuvant yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan

dan atau radioterapi.

b) Sebagai concomitant yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan

radioterapi pada kasus karsinoma stadium lanjut.

c) Sebagai adjuvant yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau

radioterapi

d) Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radioterapi dan pembedahan

terutama pada kasus kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis

hematologi (leukemia dan limfoma).

Menurut prioritas indikasinya terapi terapi kanker dapat dibagi menjadi

dua yaitu terapi utama dan terapi adjuvan (tambahan/ komplementer/ profilaksis).

Terapi utama dapat diberikan secara mandiri, namun terapi adjuvan tidak dapat

mandiri, artinya terapi adjuvan tersebut harus meyertai terapi utamanya.

Tujuannya adalah membantu terapi utama agar hasilnya lebih sempurna (Chan, et

al., , 2002; Quinn, et al., 2003)

Menurut Sukardja (2000) bahwa terapi adjuvan tidak dapat diberikan

begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya

yang maksimal ternyata :

1 kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif

2 kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara

Page 60: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

makroskopis.

3 pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko

kekambuhan dan metastasis jauh).

2.1.8.2.7. Efek Samping Kemoterapi

Obat kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal

yang membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada

traktus gastro intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi

sumsum tulang yang memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro

intestinal bisa terjadi mual, muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna.

Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan kerontokan rambut (Chan, et al.,

2002). Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi misalnya sum-sum tulang,

folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat sitostatika.

Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal, sehingga dapat

lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada

sel kanker (Cody, et al., 1993).

Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas

terhadap jantung, yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru

berupa kronik fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering

terjadi dan sebaiknya dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan

neurologi juga merupakan salah satu efek samping pemberian kemoterapi (Cody,

et al., 1993)

Untuk menghindari efek samping intolerable, dimana penderita menjadi

tambah sakit sebaiknya dosis obat dihitung secara cermat berdasarkan luas

Page 61: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

permukaan tubuh (m2) atau kadang-kadang menggunakan ukuran berat badan

(kg). Selain itu faktor yang perlu diperhatikan adalah keadaan biologik penderita.

Untuk menentukan keadaan biologik yang perlu diperhatikan adalah keadaan

umum (kurus sekali, tampak kesakitan, lemah sadar baik, koma, asites, sesak, dll),

status penampilan (skala Karnofsky, skala ECOG), status gizi, status hematologis,

faal ginjal, faal hati, kondisi jantung, paru dan lain sebagainya (Sukardja, 2000)

Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif

tinggi, pada poor risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ

penting) maka dosis obat harus dikurangi, atau diberikan obat lain yang efek

samping terhadap organ tersebut lebih minimal. Efek samping kemoterapi

dipengaruhi oleh (Skee, 1987) :

1. Masing-masing agen memiliki toksisitas yang spesifik terhadap organ tubuh

tertentu.

2. Dosis.

3. Jadwal pemberian.

4. Cara pemberian (iv, im, peroral, per drip infus).

5. Faktor individual pasien yang memiliki kecenderungan efek toksisitas pada

organ tertentu.

2.1.8.2.8. Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi

Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan kelemahan,

yang apabila diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum

memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sebagai berikut (Sukardja 2000) :

1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu

Page 62: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

status penampilan ≤ 2 atau Karnovsky Scale ≥ 70 %

2. Jumlah lekosit ≥ 4500/ml

3. Jumlah trombosit ≥150.0000/ul

4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 12

5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam)

6. Bilirubin <2 mg/dl. , SGOT dan SGPT dalam batas normal.

7. Elektrolit dalam batas normal.

8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia

diatas 70 tahun.

2.1.8.2.9. Status Penampilan Penderita karsinoma ( Performance Status )

Status penampilan ini mengambil indikator kemampuan pasien, dimana

penyait kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal

ini juga menjadi faktor prognostik dan faktor yang menentukan pilihan terapi yang

tepat pada pasien dengan sesuai status penampilannya. Skala status penampilan

menurut ECOG ( Eastern Cooperative Oncology Group) dan Karnofsky seperti

pada table 2.2.

2.1.8.3. Kemoterapi neoadjuvant

2.1.8.3.1. Definisi Kemoterapi neoadjuvant

Kemoterapi neoadjuvant adalah pemberian kemoterapi yang diberikan

sebelum radioterapi. Pemberian kemoterapi dan radioterapi dalam rangka

mengontrol tumor secara lokoregional dan meningkatkan survival pasien dengan

cara mengatasi sel kanker secara sistemik lewat mikrosirkulasi. Begitu banyak

variasi agen yang digunakan dalam kemoterapi neoadjuvant ini sehingga sampai

Page 63: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

saat ini belum didapatkan standar kemoterapi neoadjuvant yang definitif

(Kentjono, 2002).

Tabel 2.2. Performance status (dikutip dari Preith, et al., 2000; Cancer Therapy, hal : 291)

ECOG KARNOFSKY

Grade 0 : masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas kerja dan pekerjaan sehari-hari. Grade 1: hambatan pada perkerjaan berat, namun masih mampu bekerja kantor ataupun pekerjaan rumah yang ringan.

Grade 2: hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 % waktunya untuk tiduran dan hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak dapat melakukan pekerjaan lain. Grade 3 : Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50% waktunya untuk tiduran. Grade 4 : Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, betul-betul hanya di kursi atau tiduran terus.

Index 100 % : aktifitas normal, tidak ada komplain, tidak ada kejadian sakit. Index 90 % : dengan sedikit keluhan dan gejala penyakit, tetapi masih bisa mengejakan aktifitas normal. Index 80 % : dengan beberapa keluhan dan gejala penyakit dan hambatan, ada penurunan untuk melakukan aktifitas. Index 70 % : tidak mampu mengerjakan aktifitas normal atau untuk bekerja, tetapi masih bisa mengurus diri sendiri. Index 60 % : kadang dibutuhkan kehadiran asisten, tetapi masih mampu untuk mengurus beberapa diri sendiri. Index 50 % : dibutuhkan asisten terus menerus untuk perawatan diri sendiri, pengobatan . Index 40 % : tidak mampu, dibutuhkan perawatan khusus dan asisten Index 30 % : tidak mampu secara berat, indikaasi perawatan rumah sakit, sangat diperlukan perawatan diri. Index 20 % : sangat sakit, perawatan rumah sakit, diperlukan pengobatan supportif secara aktif. Index 10 % : morbund

Page 64: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

2.1.8.3.2. Manfaat Kemoterapi neoadjuvant.

Manfaat Kemoterapi neoadjuvant adalah (Ballenger , 1994) :

a) Mengecilkan massa tumor, karena dengan mengecilkan tumor akan

memberikan hasil terapi radioterapi lebih efektif. Telah diketahui bahwa pusat

tumor terisi sel hipoksik dan radioterapi konvensional tidak efektif jika tidak

terdapat oksigen. Pengurangan massa tumor akan menyebabkan pula

berkurangnya jumlah sel hipoksia.

b) Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.

c) Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih sensitif

terhadap radioterapi yang diberikan (radiosensitiser).

Terapi kombinasi ini selain bisa mengontrol sel tumor yang radioresisten,

memiliki manfaat juga untuk menghambat pertumbuhan kembali sel tumor yang

sudah sempat terpapar radioterapi (Kentjono, 2002).

Kemoterapi neoajuvan dimaksudkan untuk mengurangi besarnya tumor

sebelum radioterapi. Pemberian kemoterapi neoadjuvant didasari atas

pertimbangan vascular bed tumor masih intak sehingga pencapaian obat menuju

massa tumor masih baik. Disamping itu, kemoterapi yang diberikan sejak dini

dapat memberantas mikrometastasis sistemik seawal mungkin. Kemoterapi

neoadjuvant pada keganasan kepala leher stadium II – IV dilaporkan overall

response rate sebesar 80 %- 90 % dan CR ( Complete Response ) sekitar 50%.

Kemoterapi neoadjuvant yang diberikan sebelum terapi definitif berupa

radioterapi dapat mempertahankan fungsi organ pada tempat tumbuhnya tumor

(organ preservation) (Sukardja, 2000).

Page 65: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Secara sinergi agen kemoterapi seperti Cisplatin mampu menghalangi

perbaikan kerusakan DNA akibat induksi radioterapi. Sedangkan Hidroksiurea

dan Paclitaxel dapat memperpanjang durasi sel dalam keadaan fase sensitif

terhadap radioterapi (Kentjono , 2002). Dengan cara ini diharapkan dapat

membunuh sel kanker yang sensitif terhadap kemoterapi dan mengubah sel kanker

yang radioresisten menjadi lebih sensitif terhadap radioterapi. Keuntungan

kemoterapi neoadjuvant adalah keduanya bekerja sinergistik yaitu mencegah

resistensi, membunuh subpopulasi sel kanker yang hipoksik dan menghambat

recovery DNA pada sel kanker yang sublethal.

2.1.8.3.3. Kelemahan Kemoterapi neoadjuvant .

Kelemahan cara ini adalah meningkatkan efek samping antara lain

mukositis, leukopeni dan infeksi berat. Efek samping yang terjadi dapat

menyebabkan penundaan sementara radioterapi. Toksisitas Kemoterapi

neoadjuvant dapat begitu besar sehingga berakibat fatal (Kentjono, 2002). Untuk

mengurangi efek samping dari kemoterapi neoadjuvant diberikan kemoterapi

tunggal (single agent chemotherapy) dosis rendah dengan tujuan khusus untuk

meningkatkan sensitivitas sel kanker terhadap radioterapi (radiosensitizer).

Sitostatika yang sering digunakan adalah Cisplatin, 5-Fluorouracil dan MTX

dengan response rate 15%-47% (Sukardja, 2000).

2.1.8.4. Penilaian hasil akhir pengobatan karsinoma

Penilaian hasil pengobatan dengan kemoterapi, baik tunggal maupun

kombinasi dengan pembedahan atau radioterapi, biasanya dilakukan setelah 3-4

minggu. Hasil kemoterapi dapat dilihat dari 2 aspek yaitu respons atau hilangnya

Page 66: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

kanker (response rate) dan angka ketahanan hidup penderita (survival rate). Dari

aspek hilangnya kanker hasil kemoterapi dinyatakan dengan istilah-istilah yang

lazim dipakai yaitu (Sukardja 2000; Manfred, 2001) :

1) Sembuh ( cured )

2) Respon komplit ( complete response/ CR ) : semua tumor menghilang untuk

jangka waktu sedikitnya 4 minggu

3) Respons parsial ( partial response/ PR ) : semua tumor mengecil sedikitnya

50 % dan tidak ada tumor baru yang timbul dalam jangka waktu sedikitnya 4

minggu.

4) Tidak ada respons (no response/ NR): tumor mengecil kurang dari 50 % atau

membesar kurang dari 25 %

5) Penyakit Progresif ( progresive disese/PD ) : tumor makin membesar 25 %

atau lebih atau timbul tumor baru yang dulu tidak diketahui adanya.

6) Disamping itu, dikenal suatu periode penderita terbebas dari penyakitnya

(disease free survival ).

Pada beberapa tumor disamping ukuran tumor, perkembangannya dapat

dipantau berdasarkan kadar tumor marker.

2.1.8.5. Pola Regresi Tumor

Terdapat perbedaan pola regresi antara tumor perimer dan kelenjar getah

bening leher. Terjadi Complete Respons (CR) pada akhir dari radioterapi (62%)

dan meningkat menjadi 80 % pada 2 bulan pasca radioterapi, sedangkan pada

kelenjar getah bening leher CR hanya 32 % pada akhir radioterapi dan meningkat

menjadi 76 % pada 2 bulan setelah radioterapi. Jadi biopsi sebaiknya dilakukan 2

Page 67: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

bulan setelah radioterapi (Vijayakumar, 1997).

2.2. Virus Epstein-Barr

Virus Epstein-Barr merupakan virus yang digolongkan dalam human herpes

virus. Jika menginfeksi penderita, akan selalu ada sepanjang hidup penderita

dalam bentuk infeksi asimtomatik. EBV merupakan virus DNA yang onkogenik

dan berhubungan dengan beberapa penyakit antara lain karsinoma nasofaring,

limfoma Burkit, penyakit Hodgkin dan mononukleosis infeksiosa (Miller, et al.,

1995; Gulley, 2000; Macswee, et al., 2003).

2.2.1. Struktur genom dan karakteristik molekuler infeksi EBV

Genom EBV berbentuk linear dengan DNA untai ganda (double-stranded),

panjangnya sekitar 172-kb pasangan basa. Dalam keadaan infeksi pada limfosit B,

DNA EBV ditransport ke dalam inti sebagai genom sirkuler ekstra kromosom

(episome). Disamping itu didapatkan ekspresi gen laten yang memberikan

kontribusi terjadinya perubahan fenotip keganasan. Didapatkan protein ekspresi

gen laten terdiri dari EBNA 1,2,3A,3B,3C, EBNA-LP yang dikontrol oleh p53,

dan tiga protein membran yaitu latent membrane protein-1, 2A, 2B serta dua

Epstein-Barr virus encoded mRNA. Sebagian besar genom virus

ditransformasikan oleh EBV secara in vitro dalam bentuk episom. Karena hal di

atas muncullah teori bahwa EBV mengaktifkan transformasi melalui ekspresi

beberapa gen yang aktif saat infeksi laten. Bentuk infeksi laten EBV pada sel

limfosit B dibedakan menjadi 3 latensi : latensi I, latensi II, latensi III.

Karakteristik ke 3 jenis laten ini di dasarkan atas ekspresi jenis tertentu gen laten.

Page 68: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Pola latensi ini digunakan dalam pengelompokan EBV dalam hubungannya

dengan timbulnya penyakit (Miller, et al., 1995; Gulley, 2000; Macswee, et al.,

2003).

Infeksi EBV pertama dimulai di daerah orofaring. Kemampuan virus

mempertahankan infeksi yang persisten aktif dan litik ini menyebabkan infeksi ini

dapat menetap selama bertahun-tahun pada tingkat tertentu. Infeksi EBV

terbanyak terjadi melalui kontak oral atau penyebaran melalui saliva. Setelah

kontak pertama, EBV melakukan replikasi di epitel kelenjar parotis dan saluran

nafas bagian atas, sehingga virus yang infeksius dapat dilepaskan secara

intermiten oleh individu yang terinfeksi oleh EBV. Setelah virus menetap dalam

sel epitel, virus tersebut dapat menginfeksi sel limfosit B yang bersirkulasi dan

ditemukan dalam jumlah besar di jaringan epitel saluran nafas atas. Limfosit B

yang baru terbentuk juga akan terinfeksi bila melalui daerah tersebut. Beberapa

fakta memperlihatkan bahwa limfosit B merupakan lokasi utama infeksi laten dan

merupakan sumber penyebaran infeksi ke permukaan epitel bagian distal,

termasuk nasofaring. Masuknya EBV ke dalam limfosit B dimungkinkan oleh

adanya ikatan selektif pada komponen cluster of differentiation (CD) 21.

Glikoprotein (Gp) 350/250 merupakan reseptor membran virus yang dapat

mengenali CD 21 (Miller, et al., 1995; Gulley, 2000; Macswee, et al., 2003).

Pada penderita carrier EBV, Infeksi virus ini menginduksi 2 jenis proses

infeksi dalam sel pejamu. Infeksi litik menginduksi siklus lengkap replikasi virus

termasuk produksi partikel-partikel virus yang infeksius dan dilepaskan setelah

sel mengalami lisis. Pada fase litik ditandai dengan ekspresi berbagai protein

Page 69: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

transkripsi dan protein virus, termasuk berbagai gen protein awal (BZLF 1 atau

ZEBRA), antigen awal (early antigen = EA), antigen laten (viral capsid antigen =

VCA) dan antigen membran (mambrane antigen = MA). Karena itu bila BZLF 1

tidak diekspresikan menandakan fase laten. Bentuk ini dapat menginfeksi sel dan

orang lain. Bentuk lain yaitu infeksi laten yang hanya menginduksi aktivasi

sejumlah kecil gen virus dan tidak mengakibatkan lisis sel pejamu. EBV bentuk

laten ini dapat menghindar dari respon imun sel pejamu, sehingga infeksi dapat

menetap. Infeksi laten merupakan karakteristik kelompok virus herpes. Pada

keadaan ini genom EBV dalam bentuk episom, sedangkan limfosit B yang

terinfeksi EBV dalam bentuk laten mengekspresikan gen EBNA-1, LMP1 dan

LMP-2 (Miller, et al., 1995; Gulley, 2000; Macswee, et al., 2003).

Perubahan status laten ke bentuk litik dimulai dengan aktivasi protein yang

disandi onkogen virus pada limfosit B dan sel epitel. Genom EBV, double-

stranded deoxyribonucleic acid (dsDNA) linier dibentuk melalui replikasi cetakan

episom dan dengan perantaraan polimerase DNA virus. Selanjutnya DNA linier

ini menjadi bentuk sirkuler ( lingkaran ) saat proses infeksi EBV - DNA menjadi

virion yang infeksius (Miller, et al., 1995; Gulley, 2000; Macswee, et al., 2003;

Abbas, et al., 2007).

Page 70: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Gambar 2.4. Infeksi EBV pada penderita carrier . Infeksi primer EBV dimulai di orofaring, setelah kontak pertama EBV melakukan replikasi virus dilepaskan secara intermiten. Virus mempunyai kemampuan infeksi yang persisten-aktif dan litik yang mentebabkan infeksi dapat menetap (dikutip dari Prasad, 1975 ).

2.2.2. Latent Membrane Protein-1

LMP1 merupakan protein membran dengan berat molekul 60– 66 kDa.

LMP1 mempunyai struktur yang menyatu dengan membran protein yang terdiri

dari tiga domain yaitu domain intracytoplasmic nitrogen terminus, hydrofobik

transmembran dan intracytoplasmic Carbon terminus. Domain terminal karbon

sitoplasma dapat diidentifikasi menggunakan antibodi monoklonal S 1 - 2 dan CS

1 - 4 dengan teknik pewarnaan imunohistokimia. Dari penelitian terdahulu

didapatkan ekspresi LMP1 pada KNF yang bervariasi yaitu sebesar 50 % sampai

67 % (Miller, et al., 1995; Gulley, 2000; Lasniroha, 2006).

Page 71: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

LMP1 merupakan onkogen virus potensial yang mempunyai beberapa

fungsi dan peran biologi penting pada karsinogenesis KNF. Transkripsi dari gen

LMP1 membentuk messenger ribonucleic acid (mRNA) yang merupakan

transkripsi genom virus paling dominan pada sel limfosit B dan ditransformasikan

oleh EBV (Xu, 2000). LMP1 menginduksi transformasi sel B dan perkembangan

tumor dengan jalan meningkatkan regulasi marker sel B yaitu CD23, CD39,

CD40 dan juga molekul adesi CD11a yang disebut juga sebagai lymphocyte

function antigen-1 (LFA-1), CD54, CD58 serta vimentin. LMP1 dapat

menginduksi cyclin D2 dan menghambat efek tumour growth factor (TGF)-a1

pada sel B, mengakibatkan proliferasi sel yang tidak terkontrol. LMP1

menginduksi sintesis DNA pada proses proliferasi sel. LMP1 mengaktifasi

nuclear factor-kappa B lymphocyte (NF-kB) dan jalur janus kinases (JAK) oleh

aktifasi daerah terminal karbon 1 dan 2 yang menyebabkan proliferasi sel tidak

terkontrol. LMP1 menginduksi ekspresi proto-onkogen seluler B–cell leukemia–2

(bcl-2) yang akan melindungi sel dari proses apoptosis. Selain itu LMP1

menghambat proses diferensiasi sel juga melalui jaras bcl-2. LMP1 dapat

menginduksi aktivasi gen yang mengekspresikan protein A-20 yang dapat

menginaktivasi fungsi p53 sehingga menghambat proses apoptosis sel. Dari

beberapa hal di atas diketahui bahwa ekspresi LMP 1 berperan pada proses

imortalisasi dan merupakan salah satu tahap dalam proses karsinogenesis

KNF (Miller, et al., 1995; Lin, 2003; Macswee, et al., 2003).

Page 72: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

2.3. Respon Imun terhadap Tumor

Penelitian secara in vivo dan in vitro telah memperlihatkan bahwa respons

imun pada manusia terhadap kanker memang ada. Beberapa fakta menunjukkan

bahwa ada beberapa tumor ganas tertentu dapat sembuh spontan seperti melanoma

maligna dan neuroblastoma (Sukardja, 2000). Di samping itu penderita dengan

defisiensi imun ditemukan keganasan 200 kali dari pada yang diperkirakan. Fakta

lain adalah meningkatnya risiko kanker pada penderita yang pengobatan

imunosupresif, meningkatnya insiden keganasan pada periode neonatal dan usia

lanjut, serta banyak sel kanker mengandung infiltrasi sel-sel mononuklear yang

terdiri atas sel T, sel NK dan makrofag (Abbas, et al., 2007).

Adanya antigen tumor dipermukaan sel KNF seperti Epstein-Barr nuclear

antigen (EBNA 1-6) dan latent membrane protein (LMP 1,2) dipastikan

mempunyai efek imunologik yang penting. Namun, pada kenyataannya banyak

tumor ganas yang tetap bisa tumbuh, karena fungsi sistem imun untuk

menghambat atau menghancurkan sel tumor (immune surveillance) relatif tidak

efektif (Kentjono, 2003).

Pertahanan tubuh terhadap infeksi virus maupun antigen asing antara lain

diperankan oleh imunitas alamiah (innate immunity) pada tahap infeksi akut dan

proses selanjutnya diperankan oleh imunitas yang di dapat (adaptive immunity).

Innate immunity terdiri dari mekanisme yang telah ada sebelum terjadi infeksi

virus dan bereaksi dengan jalan yang sama pada infeksi berulang. Berbeda dengan

innate immunity, adaptive immunity memerankan mekanisme pertahanan yang

lebih tinggi distimulasi oleh paparan agen infeksi dan meningkatkan jumlah serta

Page 73: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

kemampuan bertahan setiap kali terkena paparan mikroorganisme (Kuby, et al.,

1997; Baratawidjaja, 2001; Abbaset, et al., 2007).

Respon imun didapat dibedakan menjadi respon imun humoral dan seluler.

Respon imun humoral diperantarai oleh molekul darah yang dihasilkan oleh

limfosit B, sedangkan respon imun seluler diperantarai oleh sel limfosit T. Kedua

respon imun tersebut diperantarai oleh komponen berbeda dan menjalankan fungsi

membunuh mikroorganisme dengan tipe yang berbeda pula (Abbas, et al., 2007).

Sel limfosit T mempunyai beberapa fungsi penting dan terbagi menjadi dua

kategori, yaitu sebagai regulator dan efektor. Fungsi regulator diperankan oleh sel

T helper (Th) yang mengekspresikan protein permukaan berupa CD4+ yang

berperan dalam melawan mikroorganisme (gambar 2.4) . Sedangkan fungsi

efektor diperankan oleh cytotoxic T lymphocytes (CTLs) yang mengekspresikan

protein permukaan CD8+, yang berperan dalam membunuh sel yang terinfeksi

virus dan sel yang terkena tumor (Levinsons, et al., 2003; Abbas, et al., 2007).

Gambar 2.5. Induksi respon sel T terhadap tumor (dikutip dari Abbas et al., 2007)

Page 74: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

2.3.1. Pertahanan Sistem Imun

Konsep immune surveillance atau pertahanan sistem imun dikemukakan

pertama kali oleh Paul Ehrlich pada awal abad ke-20. Konsep ini menyatakan

bahwa sistem imun mempunyai peran mencegah dan membatasi pertumbuhan

tumor. Walaupun hanya sedikit bukti langsung bahwa immune surveillance dapat

melindungi seseorang terhadap pertumbuhan tumor, beberapa hasil penelitian

mendukung teori tersebut. Diantaranya seperti, adanya infiltrasi limfosit dalam

jaringan tumor dan telah terbukti pula bahwa tumor dapat membangkitkan respons

imun seluler spesifik (Kresno, 2001). Di samping itu antigen tumor yang dapat

dikenal oleh sel T-sitotoksik melalui MHC kelas I diidentifikasi sebagai protein

seluler yang diekspresikan secara abnormal atau protein mutan. Penemuan ini

mendukung dugaan bahwa fungsi sel T-sitotoksik adalah surveillance dan

menghancurkan sel yang mengandung gen mutan yang dapat menyebabkan atau

yang diasosiasikan dengan tumor ganas (Sukardja, 2000).

Walaupun tumor ganas mengekspresikan antigen tumor yang bersifat asing

bagi penjamu (host), dan immune surveillance mungkin dapat membatasi

pertumbuhan beberapa jenis tumor, namun belum ada bukti bahwa sistem imun

dapat mencegah pertumbuhan tumor ganas. Hal ini mungkin karena kecepatan

pertumbuhan dan penyebaran tumor ganas melebihi kemampuan mekanisme

efektor respons imun untuk mencegah pertumbuhan itu. Di samping kegagalan

yang disebabkan oleh faktor penjamu (host), banyak tumor yang memiliki

kemampuan untuk mengelak dari respons imun, dan proses pengelakan itu disebut

tumor escape. (Riott, et al., 2001).

Page 75: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

2.3.2. Mekanisme Penghindaran Diri Sel Tumor terhadap Respon Imun

Tumor escape atau mekanisme penghindaran diri sel tumor terhadap respon

imun dapat terjadi akibat penurunan ekspresi MHC dan kegagalan pembuatan

antigen (gambar 2.5) . Ekspresi MHC I dan II sering berkurang pada tumor-tumor

tertentu, bahkan ada tumor yang tidak mengekspresikan MHC sehingga tidak

mampu membentuk komplek MHC-peptida yang merupakan persyaratan untuk

dikenal limfosit T sitotoksik (Abbas, et al., 2007). Di samping itu sel-sel tumor

dapat memproduksi substansi yang menekan respons tumor seperti transforming

growth factor (TGF-b) dan IL-10 yang menghambat fungsi makrofag dan

limfosit. Fas Ligan yang diekspresikan sel kanker, berikatan dengan molekul Fas

yang terdapat pada permukaan limfosit akan menyebabkan kematian limfosit

secara apoptosis (Hata, et al., 1998).

Gangguan perlawanan terhadap sel kanker dapat juga disebabkan oleh

karena bahan yang diproduksi sel kanker seperti soluble antigen tumor,

prostaglandin E2 dan TNF-α. Penurunan respons imun terhadap tumor, selain

akibat faktor internal dan penyakit kanker sendiri, dapat juga akibat pembedahan,

radioterapi atau kemoterapi yang diberikan (Kentjono., 2003). Toleransi terhadap

antigen tumor dapat terjadi akibat pemaparan pada masa neonatal atau tumor

mengekspresikan antigen dalam bentuk tolerogenik. Contohnya adalah tumor

yang disebabkan murine mammary tumor virus pada mencit dewasa yang pernah

terpapar pada virus bersangkutan pada masa neonatal karena menyusui (Abbas,

et al., 2007). Disamping itu perubahan fenotipe tumor atau modulasi antigen

permukaan tumor sebagai akibat pengikatan oleh antibodi juga menyebabkan

Page 76: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

tumor resisten terhadap mekanisme efektor sistem imun (Grenberg , 2001).

Gambar 2.6. Mekanisme Tumor menghindar dari sistem imun. (dikutip dari Abbas, et al., 2007)

Pertumbuhan tumor dapat menghasilkan tumor yang resisten terhadap

mekanisme respons imun sebelum respons imun yang efektif terbentuk. Dugaan

ini muncul pada percobaan di mana transplantasi tumor dalam jumlah kecil sel

tumor akan menyebabkan tumbuhnya tumor letal, sedangkan transplantasi dalam

jumlah besar, maka sel tumor ditolak (Abbas, et al., 2007). Fakta lain

menunjukkan bahwa molekul tertentu seperti sialomucin, yang sering terikat pada

permukaan sel tumor dapat menutupi antigen dan mencegah ikatan dengan

limfosit (Baratawijaya , 2004).

Page 77: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

2.3.3. Antigen Sel Tumor

Mekanisme penolakan jaringan alograf, merupakan contoh tentang cara sel

tubuh melakukan pengawasan imunologik. Sel yang berubah dan berpotensi untuk

menjadi ganas dapat diidentifikasi dan kemudian disingkirkan. Agar supaya

mekanisme ini dapat berlangsung, sel-sel kanker harus menampilkan beberapa

struktur permukaan baru yang dapat dikenal oleh sistem imun (Beverley, 2001).

Jaringan tumor yang sebenarnya berasal dari jaringan tubuh sendiri (self),

pada umumnya mengekspresikan antigen yang dikenal oleh sistem imun sebagai

antigen asing. Keasingan antigen tumor disebabkan oleh adanya mutasi dan

disregulasi gen yang menyebabkan diproduksinya protein baru (neoantigen) yang

tidak pernah diekspresikan dalam keadaan normal, dan protein ini dapat

merangsang respons imun (Macdonal, et al., 2004).

Imunogenitas tumor sangat tergantung pada bagaimana tumor itu terbentuk.

Berbagai percobaan pada hewan menunjukkan bahwa tumor yang terbentuk akibat

karsinogen pada umumnya imunogenik. Spesifitas dan sifat imunogenitasnya juga

bergantung pada potensi karsinogen penyebab transformasi sel dan interaksi

karsinogen dengan sel sasarannya, dan tidak bergantung pada sel dari mana tumor

itu berasal (Robbin, 2002). Tumor yang terbentuk akibat infeksi retrovirus juga

bersifat imunogenik. Sel yang mengalami transformasi akan memunculkan

antigen baru yang terbentuk dari antigen virion dan antigen produk gen virus yang

berinteraksi dengan gen penjamu (host). Tumor yang diinduksi oleh virus yang

sama akan menampilkan antigen permukaan yang sama, dan bereaksi silang,

apapun asal selnya. Sedangkan imunogenitas tumor jaringan yang sama akan

Page 78: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

berbeda apabila masing-masing diinduksi oleh virus yang berbeda (Kresno, 2001).

Adanya respons imun tubuh terhadap pertumbuhan kanker pada penderita KNF

secara in vitro dibuktikan dengan ditemukannya circulating antibodies seperti

IgA/G anti EBV VCA, IgA/G anti EBV EA dan IgA/G anti EBNA (Kentjono,

2003).

2.3.4. Respon Imun Seluler Terhadap Tumor

Antigen sel kanker yang ditampilkan bersama MHC kelas I akan dikenal

oleh sel T sitotoksik CD8+. Dalam hal ini sel tumor berperan sebagai APC yang

menyajikan proteinnya sendiri kepada sel T. Tumor yang diinduksi oleh virus

onkogenik biasanya mengandung genom provirus terintegrasi dalam genom sel

tumor dan sering mengekspresikan protein yang disandi oleh genom virus

bersangkutan. Protein yang disintesis secara endogen ini dapat diproses dan

diekspresikan bersama MHC kelas I, sehingga merupakan sasaran untuk aktivitas

sel T sitotoksik CD8+. Contoh virus onkogenik adalah Virus Epstein Barr (EBV)

yang berhubungan dengan KNF dan human papilloma virus (HPV) yang

dihubungkan dengan kanker serviks. Untuk mengatasi infeksi EBV diperlukan

respons imun seluler. Apabila terjadi defisiensi respons imun seluler, dapat

mengakibatkan sel yang terinfeksi EBV secara laten mengalami transformasi

ganas (Grenberg , 2001; Abbas, et al., 2007).

Pengetahuan tentang peran sistem imun spesifik maupun non spesifik dalam

mencegah pertumbuhan tumor dan bagaimana memodulasinya, diduga akan

memegang peranan penting dikemudian hari. Hal ini berguna untuk meningkatkan

surveillance terhadap tumor, menginduksi resistensi terhadap sisa sel ganas dan

Page 79: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

kekambuhan tumor, serta menghambat perkembangan tumor selanjutnya. Di

samping itu dapat juga dipakai untuk menentukan jenis pengobatan dan

pengembangan imunoterapi baik secara pasif maupun aktif (Lollinii, et al., 1999;

Sukardja , 2000).

2.3.5. Respon Imun Humoral Terhadap Tumor

Meskipun peran imunitas seluler lebih banyak dibanding imunitas humoral,

namun tubuh juga membentuk antibodi terhadap antigen tumor. Antibodi tersebut

ternyata dapat menghancurkan sel tumor secara langsung atau dengan bantuan

komplemen. Di samping itu dapat juga melalui sel efektor antibodi dependent

cellular cytotoxicity (ADCC) yang memiliki reseptor Fc, misalnya sel NK dan

makrofag dengan cara opsonisasi atau dengan mencegah adhesi sel tumor.

Antibodi diduga lebih berperan terhadap sel kanker yang bebas seperti leukemia

dan metastase tumor dibanding terhadap tumor padat (Tannock, et al., 1992;

Baratawidjaja, 2004).

2.3.6. Mekanisme Efektor Melawan Tumor

Pada beberapa penelitian terungkap bahwa baik respons imun humoral

maupun respons imun seluler terhadap antigen tumor dapat dibangkitkan secara in

vivo, dan berbagai mekanisme efektor terbukti dapat membunuh sel tumor in

vitro. (Kresno, 2001; Abbas, et al., 2007).

2.3.6.1. Sel T CD8+ (Cytotoxic T Lymphocytes)

Pada banyak penelitian terbukti bahwa sebagian besar sel efektor yang

berperan dalam mekanisme anti tumor adalah sel T CD8+ yang secara fenotip dan

Page 80: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

fungsional identik dengan sel T sitotoksik yang berperan dalam pembunuhan sel

yang terinfeksi virus. CD8 + T sel limfosit T sitotoksik (CTL s) merupakan sel

yang mengeluarkan molekul yang merusak sel yang telah terikat dengan antigen.

Ini adalah fungsi yang sangat berguna jika sel target terinfeksi virus karena sel

biasanya hancur sebelum dapat merilis produk virus yang dapat menginfeksi sel-

sel lain. Sel CD8+ mempunyai fungsi sitotoksik melalui dua mekanisme sebagai

berikut :

a) Meningkatkan perforin yang mampu merusak membran sel dan menghasilkan

enzim degradatif yang disebut granzymes;

b) Menginduksi kematian sel secara terprogram (apoptosis) (Levinsons, et al.,

2003 ) .

Perforin merupakan mediator cytolytic berupa protein yang diekspresikan

oleh gen PRF1. Perforin dapat ditemukan pada granula sel T CD8+ dan NK sel.

Setelah proses degranulasi sekresi perforin akan tersisipkan pada membran sel dan

membentuk sebuah lubang dengan diameter yang berukuran sampai 20 nm (Liu,

et al., 1995). Bagian perforin yang menancap pada membran tersebut adalah

domain MACPF. Perforin bersinergi dengan membrane-attack complex yang

dilakukan protein komplemen seperti C5a dan C5b (Fink, et al., 1992)

Page 81: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Gambar 2.7. Struktur kristal dari perforin (dikutip dalam : Fink, et al., 1992)

Sel T sitotoksik dapat melakukan fungsi surveillance dengan mengenal dan

membunuh sel-sel potensial ganas yang mengekspresikan peptida yang berasal

dari protein seluler mutan atau protein virus onkogenik yang dipresentasikan oleh

molekul MHC kelas I. Walaupun respons T sitotoksik mungkin tidak efektif untuk

menghancurkan tumor, namun peningkatan respons sel ini merupakan cara

pendekatan terapi antitumor yang menjanjikan di masa mendatang (Beverley,

2001). Pengikatan antigen melalui reseptor pada limfosit T sitotoksik merupakan

sinyal atau rangsangan awal untuk dikeluarkannya berbagai sitokin. Selanjutnya T

sitotoksik yang teraktivasi akan berubah menjadi cytotoxic T lymphocyte (CTL),

yaitu T sitotoksik yang pernah terpapar dengan antigen tertentu dan diprogram

untuk berproliferasi bila terpapar lagi dengan antigen tersebut. Sel T sitotoksik

tidak akan berfungsi sebagai CTL kalau reseptor selnya tidak terikat pada antigen.

Mekanisme pembunuhan sel kanker oleh CTL merupakan mekanisme

apoptosis melalui jalur granzyme dan perforin. CTL akan melepaskan granul

Page 82: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

sitoplasik yang merusak sel kanker dalam hal ini granzyme dan perforin

(Grenberg, 2001). Di samping itu CTL mengekspresikan Fas yang berinteraksi

dengan Fas ligan yang ada di permukaan sel kanker. Setelah CTL berikatan

dengan sel kanker melalui ikatan Fas-Fas ligan, CTL melepaskan perforin yang

dapat merusak membran sel tumor dengan cara membuat lobang. Dalam granul

CTL terdapat granzyme yang menyerupai protease dan berfungsi membunuh sel

tumor. Granzyme dapat masuk ke dalam sitoplasma sel tumor melalui lobang

yang telah dibuat oleh perforin sebelumnya. Untuk membunuh sel kanker, CTL

harus melakukan kontak yang dekat sekali dengan sel kanker. Kontak langsung

ini dimungkinkan melalui interaksi molekul permukaan CTL dengan molekul

adhesi di permukaan sel tumor seperti leucocyte functional antigen 1 LFA-1)

dengan intercelluler adhesive molecule-1 (ICAM-1), CD8+ dengan MHC kelas I

dan CD2 dengan LFA-3. Kontak CTL dan sel kanker demikian erat sampai kedua

membran saling berhimpit sehingga substansi seperti granzyme, serine protease,

TNF-α dan faktor sitotoksik lainnya dapat dipindahkan kedalam sitoplasma

kanker. Rusaknya membran sel kanker akibat efek perforin dan faktor sitotoksik

serta disintegrasi osmotik menyebabkan sel kanker mati melalui proses nekrosis.

Interaksi Fas (CTL) dengan Fas ligan sel kanker akan memicu aktivasi gen

supresi sehingga terjadi kematian sel secara apoptosis (Dotti, et al., 2005).

Page 83: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

JALUR PERFORIN/GRANSIM

Cytotoxic T cells (CTL)

Perforin

Gransim B

Aktifasi Caspase 10 Komplek SET

Jalur Eksekusi Fraksinasi DNA Aktifasi Caspase 3

Aktivasi Endonuclease à degradasi DNA kromosome Aktivasi Protease à degradasi nuclear dan protein cytoskeletal à reorganisasi cytoskeletal

Terbentuknya Formatin sebagai bentuk apoptotic

Gambar 2.8. Mekanisme sel T CD8+ melalui perforin dan granzime dalam proses Apoptsis (Modifikasi dari : Elmore, 2007; Apoptosis : A Review of Programmed Cell Death, Toxicology Pathology, http://tpx.sagepub.com/content/35/4/495)

Mekanisme sel T CD8+ dalam proses apoptosis melalui jalur granzim dan

perforin, dengan cara langsung melalui aktifasi caspase 3 (Execution Pathway)

dan tidak langsung melalui caspase 10. (gambar 2.6). Aktifnya jalur caspase 3

Perubahan Cytomorphologi : Kondensasi chromatin dan cytoplasmic, fragmentasi nuclear dll

Gransim A Sitoplasma

Inti Sel

Membrane sel

Page 84: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

akan berakibat endonuclease activastion dan terjadi degradasi dari kromosom

DNA. Selain itu protease juga menjadi aktif dan akan terjadi degradasi dari

nuclear dan protein cytoskeletal berakibat terjadi reorganisasi cytoskeletal.

Setelah terjadi aktivasi dari endonuclease dan protease maka tahap selanjutnya

terjadi perubahan bentuk dari cytomorpholocal yang ditandai adanya kondensasi

kromatin dan cytoplasmik, fragmentasi nuclear dan lain-lain. Tahap akhir dari

mekanisme apoptosis jalur perforin / granzyme adalah terbentuknya bentukan

apoptotik bodies.

2.3.6.2. Sel T CD4+

Sel T CD4+ diasosiasikan sebagai sel T helper karena memiliki peranan

sebagai berikut : (1) Membantu perkembangan sel B menjadi antibodi yang

menghasilkan sel plasma; (2) Membantu sel CD8+ menjadi sel T sitotoksik aktif;

(3) Membantu makrofag dalam reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Sel CD4+

dibagi menjadi tiga sub populasi yaitu sel Th1, sel Th2 dan sel Th3. Sel Th1

mensekresi IL-2, IL-12, IFN-γ, TNF-α dan lain-lain. Sel Th2 merangsang

produksi antibodi IgA, IgG, IgE yang akan menginduksi respon imun humoral

(Abbas, et al., 2007; Baratawidjaja, 2001; Kuby, et al., 1997), adapun sel Th3

(CD4+CD25) disebut pula sebagai natural regulatory cell berfungsi sebagai

kontrol yang memiliki peran penghambat dalam respon imun yang berlebihan

(Maggi, et al., 2005).

Sel T CD4+ pada umumnya tidak bersifat sitotoksik bagi tumor, tetapi sel-

sel itu dapat berperan dalam respons anti tumor dengan memproduksi berbagai

sitokin yang diperlukan untuk perkembangan sel-sel CTL menjadi sel efektor. Di

Page 85: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

samping itu sel T CD4+ yang diaktivasi oleh antigen tumor dapat mensekresi

TNF-α dan INF-γ yang mampu meningkatkan ekspresi molekul MHC kelas I dan

sensitivitas tumor terhadap lisis oleh CTL. Sebagian kecil tumor yang

mengekspresikan MHC kelas II dapat mengaktivasi sel T CD4+ spesifik tumor

secara langsung. Yang lebih sering adalah antigen presenting cell (APC)

profesional yang mengekspresikan molekul MHC kelas II mengfagositosis,

memproses dan menampilkan protein yang berasal dari sel-sel tumor yang mati

kepada sel TCD4+, sehingga terjadi aktivasi sel-sel tersebut (Riott, et al., 2001).

Sel CD4+ mengikat suatu epitop yang terdiri dari fragmen antigen tergeletak

di alur dari kelas II histocompatibility molekul (MHC II). sel T CD4+ mempunyai

kemampuan mengenali antigen yang dipresentasikan oleh Antigen Presenting

Cell (APC) seperti fagositik makrofag dan sel dendritik. Fungsi dari CD4+ ini

adalah memberi tanda dan adhesi ko-resptor pada MHC kelas II yang dibatasi

antigen dan diinduksi oleh aktifasi sel T. Sel T lalu melepaskan lymphokines yang

menarik sel-sel lain ke daerah infeksi.

Page 86: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

2.4. KERANGKA TEORI

Keterangan : Memacu Efek samping kemoterapi neoadjuvant Menghambat costimulator

LIMFOSIT B DAN EPITEL NASOFARING

KEMOTERAPI DAN RADIOTERAPI

LMP1

AKTIFASI JALUR MOLEKULER

PROLIFERASI

APC

SEL Th CD4+

SEL T CD8+

TUMOR SPESIFIK CD8+ CTL

GRANZIM A DAN B INHIBISI APOPTOSIS

JALUR CASPASE

EBV

KARSINOMA NASOFARING UNDIFFERENTIATED

Tumor Infiltrating Lymphocyte

NEKROSIS

INFLAMASI

METASTASE

APOPTOSIS JALUR CTL

Page 87: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Keterangan Kerangka Teori

A. Infeksi EBV dan ongkogenesis

Infeksi virus EBV pada limfosit B dimungkinkan karena adanya ikatan

antara reseptor membran glikoprotein Gp350/220 pada virus dengan CD21 pada

limfosit B sebagai targetnya. Setelah mengkikat reseptor CD21 pada limfosit B,

EBV dalam waktu 1-2 jam akan masuk pada sitoplasma sel pejamu kemudian

terjadi fusi TR (terminal repeat) yang berakibat episom berbentuk sirkuler,

partikel-partikel EBV tersebut selanjutnya akan terurai dan genom-genom EBV

akan masuk kedalam nukleus yang merupakan bentuk EBV infeksi laten, ditandai

dengan proses aktifasi sel dan proliferasi sel tersebut sebagai pengabadian EBV

pada limfosit B (limfosit B immortal). Sebagaian besar genom virus dalam cell

line yang ditransformasikan oleh EBV berada dalam bentuk episom. Di dalam sel

pejamu terjadi 2 fase proses infeksi yaitu infeksi litik dan laten. Infeksi litik

ditandai dengan replikasi virus secara lengkap yang dapat menginfeksi sel dan

menular ke orang lain. Sedangkan fase laten ditandai adanya ekspresi gen tertentu

yang merupakan bagian dari genom dan dapat menghindar dari respon imu

pejamu.

Langkah awal infeksi litik ditandai dengan aktivasi protein ZEBRA yang

disandi oleh BZLF1 yang terdapat di sel epitel dan limfosit B. Pada saat ini

produk beberapa produk yang berbeda-beda dari gen yang mempunyai korelasi

dengan tahapan replikasi litik dapat diidentifikasi dan dikategorikan menjadi early

membrane antigen (EMA), early intra-celuler antigen (EA), viral capsid antigen

(VCA), dan laten membrane antigen (LMA). Pada infeksi laten terjadi ekspresi

Page 88: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

dari beberapa protein yaitu EBNA1,2,3a,3c dan EBNA-LP, LMP dam Ebstein

Barr Encoded mRNA(EBER).

LMP1 dapat menginduksi cyclin D2 dan menghambat efek tumour growth

factor (TGF)-a1 pada sel B, mengakibatkan proliferasi sel yang tidak terkontrol.

LMP1 menginduksi sintesis DNA pada proses proliferasi sel. LMP1 mengaktifasi

nuclear factor-kappa B lymphocyte (NF-kB) dan jalur janus kinases (JAK) oleh

aktifasi daerah terminal karbon 1 dan 2 yang menyebabkan proliferasi sel tidak

terkontrol. LMP1 menginduksi ekspresi proto-onkogen seluler B–cell leukemia–2

(bcl-2) yang akan melindungi sel dari proses apoptosis. Selain itu LMP1

menghambat proses diferensiasi sel juga melalui jaras bcl-2. LMP1 dapat

menginduksi aktivasi gen yang mengekspresikan protein A-20 yang dapat

menginaktivasi fungsi p53 sehingga menghambat proses apoptosis sel. Dari

beberapa hal di atas diketahui bahwa ekspresi LMP 1 berperan pada proses

imortalisasi dan merupakan salah satu tahap dalam proses karsinogenesis

KNF

B. Karsinoma nasofaring akan mengekspresikan beberapa protein antigen, seperti

EBNA1-6 dan LMP1,2. Protein antigen LMP1 akan mempunyai efek imunologik,

dimana akan dikenali oleh APC yang mempresentasikan sel TH CD4+. Dengan

aktifnya CD4+ akan mengeluarkan beberapa cytokine-cytokine yang akan

mengaktifkan sel T CD8+ dan selanjutnya akan menginduksi tumor spesifik

CD8+ CTL. Mekanisme CD8+ CTL dalam fungsi sitotoksik melalui

mengeluarkan produk perforin yang akan merusak membran sel dan menghasilkan

enzim degradatif yang disebut granzymes. Granzyme akan mempengaruhi proses

Page 89: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

apoptosis dengan cara langsung melalui aktifasi caspase 3 (Execution Pathway)

dan tidak langsung melalui pro caspase 8. Aktifnya jalur caspase 3 akan berakibat

endonuclease activastion dan terjadi degradasi dari kromosom DNA. Selain itu

protease juga menjadi aktif dan akan terjadi degradasi dari nuclear dan protein

cytoskeletal berakibat terjadi reorganisasi cytoskeletal. Setelah terjadi aktivasi

dari endonuclease dan protease maka tahap selanjutnya terjadi perubahan bentuk

dari cytomorpholocal yang ditandai adanya kondensasi kromatin dan cytoplasmik,

fragmentasi nuclear dan lain-lain. Tahap akhir dari mekanisme apoptosis jalur

perforin / granzyme adalah terbentuknya bentukan apoptotik bodies.

C. Pengobatan kemoterapi neoadjuvant akan menghambat proses proliferasi sel

dan meningkatkan differensiasi sel, sehingga akan menghambat progresifitas

KNF. Disisi lain pengobatan kemoterapi neoadjuvant juga menginduksi caspase

3 dan aktif caspase 8. Dengan aktifnya caspase 3 dan caspase 8, maka mekanisme

apoptosis akan terjadi dan proses KNF akan terhambat. Radioterapi mematikan sel

dengan cara merusak DNA yang akibatnya bisa mendestrukasi sel tumor,

memiliki kemampuan untuk mempercepat proses apoptosis dari sel tumor,

ionisasi yang ditimbulkan oleh radioterapi dapat mematikan sel tumor dan

nekrosis jaringan. Disisi lain kemoterapi neoadjuvant menekan sistem imun

akibatnya terjadi penurunan fungsi imun yang ditandai oleh penurunan CD4+ dan

CD8+. Penurunan sistem imun berakibat eliminasi terhadap sel tumor terhambat,

sehingga terjadi progresifitas tumor dan mudah terjadi infeksi sekunder.

Page 90: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

2.5. KERANGKA KONSEP

2.6. Hipotesis Penelitian

1. Ada penurunan tingkat ekspresi LMP1, CD4+ dan CD8+ akibat

kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis

Undifferentiated.

2. Ada perbedaan Rasio CD4+/CD8+ akibat kemoterapi neoadjuvant

pada karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

5. Ada hubungan antara ekspresi LMP1 dengan Rasio CD4+/CD8+ pada

karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

KNF

KEMOTERAPI NEOADJUVANT

LMP1 CD4+/CD8+

LMP1 CD4+/CD8+

Page 91: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah one group before and after intervention

atau one group pre and post test design menggunakan satu kelompok tanpa

kontrol yang merupakan penelitian eksperimental semu atau kuasi (Arief, 2004).

Observasional dalam penelitian ini untuk mengetahui perbedaan tingkat ekspresi

LMP1 dan Rasio CD4+/CD8+ sebelum dan sesudah pengobatan kemoterapi

neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

O1 (X) O2

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian one group before and after intervention atau one group pre and post test design menggunakan satu kelompok

Keterangan :

O1 : Pengamatan Tingkat Ekspresi LMP1 sebelum intervensi

Pengamatan Rasio CD4+/CD8+ sebelum intervensi

O2 : Pengamatan Tingkat Ekspresi LMP1 sesudah intervensi

Pengamatan Rasio CD4+/CD8+ sesudah intervensi

(X) : Intervensi berupa Kemoterapi neoadjuvant

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk melakukan biopsi

nasofaring

Page 92: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

2. Ruang perawatan Anggrek II RSUD. Dr. Moewardi Surakarta untuk

melakukan tindakan kemoterapi.

3. Ruang Radioterapi SMF Radiologi RSUD. Dr. Moewardi Surakarta

tempat pasien menjalani program radioterapi.

4. Laboratorium Patologi Anatomi FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi untuk

melakukan pewarnaan hematoksilin eosin pada preparat jaringan biopsi

nasofaring dan pembacaan serta memotong sedian parafin blok jaringan.

5. Laboratorium Biomedik FK-UNS untuk pewarnaan imunohistokimia dan

pembacaan ekspresi LMP1 dan CD4+ dan CD8+

Penelitian dilakukan mulai bulan September 2009 sampai besar sample

terpenuhi

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah semua pasien yang datang berobat ke

Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi dengan hasil pemeriksaan biopsi nasofaring

menunjukkan karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

3.3.1. Sampel

Sampel penelitian adalah penderita karsinoma nasofaring yang memenuhi

kriteria penelitian.

Kriteria inklusi (penerimaan) :

1. Pasien baru dengan hasil histopatologi biopsi jaringan nasofaring adalah

KNF jenis Undifferentiated.

2. Memenuhi persyaratan dan bersedia diberikan program pengobatan

Page 93: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

kemoterapi neoadjuvant Cisplatin dengan dosis 50 – 100 mg/BSI dan 5-

Fluorourasil dengan dosis 500 – 1000 mg/BSI dan diikuti radiasi Cobalt

60 dengan dosis 66 – 70 Gy yang diberikan dengan dosis Fraksi selama 33

kali.

3. Status kebugaran memenuhi kriteria skala ECOG ≤ 2 atau dengan skala

Karnovsky ≥ 70 %

4. Menjalani pengobatan kemoterapi neoadjuvant dan radioterapi secara

lengkap.

5. Bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani formulir

persetujuan setelah mendapat penjelasan (informed consent).

Kriteria Eksklusi (penolakan) :

1. Pernah mendapat pengobatan imunoterapi sebelumnya.

2. Karsinoma nasofaring stadium I

3. Mendapatkan pengobatan yang bersifat immunosupresif

3.3.2. Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 10 sampel jaringan

biopsi karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated. Pertimbangan besar sampel

pada penelitian ini adalah :

a. Angka dropaout pengobatan KNF cukup tinggi.

b. Keterbatasan dana.

3.3.3. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik consecutive sampling

Page 94: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

sampai besar sampel terpenuhi (Sastroasmoro, et al., 1995)

3.4. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (independent variabel) :

Kemoterapi neoadjuvant

2. Variabel tergantung (dependent variabel) :

a. Tingkat Ekspresi LMP1 , CD4+ dan CD8+

b. Rasio CD4+/CD8+

3.5. Defenisi Operasional

1. Karsinoma Nasofaring (KNF)

Defenisi : Tumor ganas epitel skuamosa yang primernya terletak di nasofaring

Alat ukur : Biopsi tumor primer

Cara ukur : Melihat hasil pemeriksaan patologi anatomi

Hasil ukur : Karsinoma Undifferentiated

2. Kemoterapi neoadjuvant

Definisi : pemberian pengobatan kemoterapi dengan regimen Cisplatin dan 5

Fluorourasil satu seri (3 kali) dan dilanjutkan radioterapi dengan

Cobalt 60.

Cara ukur : dosis kemoterapi Cisplatin 50 – 100 mg/BSI , 5 Fluorourasil 500 –

100 mg/BSI dan Radioterapi 66-70 Gy dengan dosis fraksi selama 33

kali.

Skala pengukuran ordinal

Page 95: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

3. Ekspresi LMP1

Defenisi : Ekspresi protein LMP 1 pada KNF jenis Undiferentiated.

Alat ukur : Imunohistokimia

Cara ukur : Imunoreaktivitas antibodi EBV – LMP CS 1-4 Lab Vision

Hasil ukur : Nilai positif : warna coklat keemasan.

Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam skor histologi. Variabel skala ordinal.

4. Ekspresi CD4+

Definisi : ekspresi protein CD4+ pada KNF jenis Undifferentiated

Alat ukur : imunohistokimia

Cara ukur : Imunoreaktivitas antibodi monoklonal mouse anti human CD4+

Hasil ukur : Nilai positif : warna kecoklatan pada membran sel limfosit T.

Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam skor histologis. Variabel skala ordinal.

5. Ekspresi CD8+

Definisi : ekspresi protein CD8+ pada KNF jenis Undifferentiated

Alat ukur : imunohistokimia

Cara ukur : Imunoreaktivitas antibodi monoklonal mouse anti human CD8+

Hasil ukur : Nilai positif : warna kecoklatan pada membran sel limfosit T.

Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam skor histologis. Variabel skala ordinal.

6. Rasio CD4+/CD8+

Rasio CD4+/CD8+ merupakan nilai pengukuran status sistem imun . Rasio limfosit

T yang mengekspresikan antigen CD4+ terhadap ekspresi antigen CD8+. Nilai ini

umumnya dipakai untuk diagnosis dan staging dari penyakit yang

menggambarkan sistem imun termasuk pada infeksi oleh EBV

Page 96: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

(http://www.monodofacto.com/fact/Dictionary ? measure) . Nilai rasio ekspresi

CD4+/CD+ dinyatakan sebagai skala ordinal .

3.6. Alat Penelitian.

Alat penelitian yang dipakai pada penelitian ini yaitu :

1. Alat pemeriksaan THT Yaitu : lampu kepala, spekulum hidung, spatula lidah,

pinset bayonet, kapas, lidokain efedrin 2 %.

2. Alat dan bahan melakukan biopsi nasofaring : tang biopsi ( blakesley forceps ),

spekulum hidung, pinset bayonet, kapas, kasa, alat nasoendoskopi, xylocain

spray 10%, PBS formalin, botol untuk menyimpan jaringan biopsi.

3. Bahan untuk pewarnaan jaringan nasofaring dengan tehnik imunohistokimia

antara lain antibodi EBV- LMP 1 CS 1-4 Lab Vision, mouse monoclonal

antibody anti human CD4+ dan mouse monoclonal antibody anti human CD8+

4. Alat untuk pengecatan imunohistokimia : Mikrotom, Poly L-Lysine glass slide

(SIGMA), termometer, mounting media (Canada Balsem), microwave oven,

inkubator, pipet mikro, deck glass, stop watch, humidified chamber, ruangan

dalam kondisi kelembaban tinggi.

5. Mikroskop OLYMPUS seri BX 41

3.7. Cara Kerja

Penderita dengan kecurigaan KNF dilakukan biopsi nasofaring dengan

bantuan nasoendoskopi. Jaringan yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam

botol yang berisi PBS formalin. Botol yang berisi jaringan dikirim ke

Page 97: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk dilakukan

pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan hematosillin eosin oleh dokter

spesialis Patologi Anatomi.

Preparat dengan hasil bacaan histopatologi KNF jenis Undifferentiated,

selanjutnya blok parafin dilakukan pemotongan setebal 4 mikron. Dari masing-

masing kelompok blok parafin, dipotong menjadi 3 slide dan digunakan untuk

pemeriksaan LMP1 , ekspresi CD4+ dan ekspresi CD8+. Ketiga slide dilakukan

pengecatan imunohistokimia sebagai berikut :

1. Pemotongan blok parafin dengan tebal 4-5 mikron. Diletakkan pada slides

poly-L-lysine selanjutnya dinkubasi pada suhu 37oC selama 1 malam (agar

lebih merekat pada slides).

2. Deparafinisasi :

- Direndam dalam xylol I selama 5 menit

- Direndam dalam xylol II selama 5 menit

- Direndam dalam xylol III selama 5 menit

- Direndam dalam xylol IV selama 5 menit

- Direndam dalam alkohol absolut selama 5 menit

- Direndam dalam alkohol 95% selama 5 menit

- Direndam dalam alkohol 70% selama 5 menit

- Dicuci dengan aquadest selama 5 menit

3. Retrival antigen dilakukan pada microwave oven dengan buffer sitrat pH

6,4 pada suhu sedang selama 2 menit kemudian dilanjutkan pada suhu

rendah selama 1 menit.

Page 98: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

4. Cuci dengan PBS selama 2 X 5 menit.

5. Tahapa quencing endogenous peroksidase yaitu dengan memasukkan

slide-slide tersebut ke dalam metanol H2O2 0,3% selama 30 menit.

6. Cuci kembali dengan aquades/PBS selama 2 X 5 menit.

7. Langkah-langkah selanjutnya ini dilakukan dengan humidified chamber :

a. Diberikan blocking reagent, biarkan selama 30 menit dan cuci dengan

aquadest / PBS 2 x 5 menit.

b. Ditambahkan antibodi primer yang telah dilarutkan sebelumnya dalam

antibodi diluent ( 1:50 ), dan ditunggu selama 60 menit atau disimpan

terlebih dahulu dalam kulkas pada suhu 4 0 C selama 18 jam dan

dicuci dengan aquadest / PBS selama 2 x 5 menit.

c. Ditambahkan antibodi sekunder berlabel biotin, ditungu selama 30

menit, pada suhu 30 0 C, lalu dicuci dengan aquadest atau PBS 2 x 5

menit.

d. Ditambahkan substrat DAB (diamino Benzidine), ditunggu selama 5

menit, lalu cuci dengan aquadest / PBS 2 x 5 menit.

e. Dilakukan perwarnaan counterstain dengan hematocylin mayer selama

30 detik, kemudian dicuci dengan air mengalir selama 2 – 5 menit

f. Ditempelkan deck glass pada mounting media

8. Masing-masing sampel diamati dengan mikroskop cahaya dan dievaluasi

pada 9 lapang pandang dengan sebaran yang merata, kemudian dibuat

reratanya.

Tingkat ekspresi LMP1 antibodi yang digunakan adalah mouse-anti

Page 99: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

LMP1, ekspresi CD4+ antibodi yang digunakan adalah mouse monoclonal

antibody anti human CD4+, dan ekspresi CD8+ antibodi yang digunakan adalah

mouse monoclonal antibody Human CD8+ dengan pengenceran 1:100. Sistem

deteksi enzimatis ABC ( Avidin Biotin Complex ) menggunakan enzim

peroksidase dan DAB ( Diamino Benzidin ) sebagai substan enzim. Nilai positif

ditunjukkan dengan warna coklat keemasan hingga tua.

Penilaian makna tingkat ekspresi LMP1, ekspresi CD4+, dan ekspresi

CD8+ secara kuantitatif dinyatakan dalam Intensitas (I) dan Persentase (P) dan

dinyatakan sebagai Skor Histologi ( SH ). Skor histologis dihitung dengan rumus

uji statistik Mann-Whitney dengan rumus sebagai berikut :

(Tan,et. al., 2001)

Keterangan :

SH= Skor Histologis PS= Persentase Positif Sedang

PK = Prosentase Positif Kuat IN = Intensitas Negatif

IK = Intensitas Positif Kuat IS = Intensitas Positif Sedang

IL = Intensitas Positif Lemah PN = Presentase Negatif

SH = (IK x PK) + (IS x PS) + (IL x PL) + (IN x PN)

Page 100: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Tabel 3.1. Nilai P ( prosentasi jumlah sel ).

Kisaran Grade

0 – 25 % 1

26 – 50 % 2

51 – 75 % 3

76 – 100 % 4

Tabel 3.2. Penilaian intensitas warna.

Intensitas Grade Reaksi warna IHC pada Membran Sel Kuat 3 Coklat Tua

Sedang 2 Coklat Muda

Lemah 1 Kuning Keemasan

Negatif 0 Biru - Ungu

(Budiani et al.,., 2006)

Interval nilai skor histologis Makna kualitatif

0,00 – 3,75 : Negatif

3,76 – 7,50 : Positif lemah

7,51 – 11,25 : Positif sedang

11,26 – 15,00 : Positif kuat

Skor histologi ekspresi LMP1, ekspresi CD4+ dan ekspresi CD8+ adalah

kalkulasi grade intensitas dan prosentase.

Page 101: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Penilaian intensitas dan prosentase dilaksanakan secara manual dengan

mikroskop. Nilai skor histologis yang diperoleh berasal dari sembilan lapang

pandang untuk masing-masing slide dan diambil nilai reratanya.

3.8. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dibandingkan untuk melihat perbedaan tingkat

ekspresi LMP1, CD4+, CD8+ dan rasio ekspresi CD4+ / CD8+ pada sediaan KNF

jenis Undifferentiated. Data yang diperoleh selanjutnya di analisis dengan

menggunakan Wilcoxon Signed Ranks test untuk mengetahui perbedaan ekspresi

dan Analisis Regresi Linier dan Spearman’s untuk mengetahui hubungan antara

ekspresi LMP1 dengan rasio CD4+/CD8+ sebelum dan sesudah pengobatan

kemoterapi neoadjuvant dengan menggunakan program SPSS 15 under windows.

Page 102: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan mulai September 2009 sampai dengan Maret 2011

dengan sampel 10 penderita KNF jenis Undifferentiated di Poliklinik THT,

Ruang perawatan Anggrek II dan Ruang Radioterapi RSUD. Dr. Moewardi

Surakarta. Pasien yang memenuhi syarat sebagai sampel dilakukan biopsi jaringan

nasofaring di Poliklinik THT dengan bantuan nasoendoskopi. Selanjutnya

masing-masing parafin blok jaringan KNF jenis Undifferentiated dari semua

penderita dilakukan pemotongan setebal 4 mikron serta diletakkan pada object

glass di Laboratorium Patologi Anatomi RSUD. Dr. Moewardi Surakarta.

Kemudian dikirimkan ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk dilakukan pewarnaan dengan teknik

imunohistokimia. Hasil pewarnaan yang diperoleh kemudian dinilai ekspresi

LMP1 , CD4+ dan CD8+. Ekspresi LMP1, CD4+ dan CD8+ dinilai menggunakan

skor histologi. Rasio CD4+/CD8+ merupakan hasil penghitungan antara ekspresi

CD4+ dan CD8+. Untuk menilai adanya perbedaan antara hasil sebelum dan

sesudah terapi Kemoterapi neoadjuvant dianalisis dengan menggunakan Wilcoxon

Signed Ranks test , sedangkan analisis hubungan antara ekspresi LMP1 dengan

rasio CD4+/CD8+ dengan menggunakan Uji Spearman’s dan regresi linier

program SPSS 15.0 underwindows. Hasil penelitian yang diperoleh seperti di

bawah ini.

Page 103: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

4.1. Data Dasar Sampel Penelitian

Data dasar dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, stadium KNF,

Kadar Hemoglobin, Kadar Leukosit dan Kadar Trombosit.

4.1.1. Data Dasar Umur sampel Penelitian

2

1

4

3

0

1

2

3

4

30 - 40 41 - 50 51 - 60 61 - 70

KELOMPOK UMUR

Gambar 4.1. Diagram Batang Distribusi subyek penelitian berdasarkan umur.

Berdasarkan gambar 4.1 didapatkan nilai rerata umur 52,6 dengan standar

deviasi 13, 32 th (32 – 70 tahun) dengan kelompok umur terbanyak 50 - 70 tahun

( 60 % )

4.1.2 Data Dasar Jenis Kelamin sampel Penelitian

9

1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

LAKI-LAKI PEREMPUAN

Gambar 4.2. Diagram Batang Distribusi subyek penelitian menurut jenis kelamin.

Dari gambar 4.2 di dapatkan penderita terbanyak pada penelitian ini adalah

penderita laki-laki 9 (90 %).

Page 104: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

4.1.3. Data Dasar Ukuran Tumor Primer sebelum dan sesudah Pengobatan

4

3 3

2 2

1 1 1

0

3

0

2

4

T4 T3 T2 T1 T0

STAGING T PRE STAGING T POST

Gambar 4.3. Diagram Batang Distribusi sampel berdasarkan Ukuran tumor Primer (T) sebelum dan sesudah Pengobatan.

Dari gambar 4.3 didapatkan bahwa berdasarkan ukuran tumor primer

sebelum pengobatan terbanyak adalah T4 dan T3 sebanyak 70 %, sedangkan T2

dan T1 sebanyak 30 %, dan T0 = 0 %. Setelah pengobatan terjaadi perubahan

untuk ukuran besar tumor primer dimana untuk T4 dan T3 menjadi 50 % dan T2

dan T1 sebanyak 20 % dan T0 sebanyak 30 %.

4.1.4 Data dasar kelenjar Getah Bening Leher sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant.

2

0

4

2

3

1 1

7

0

1

2

3

4

5

6

7

N3 N2 N1 N0

STAGING N PRE STAGING N POST

Gambar 4.4. Distribusi sampel berdasarkan Ukuran Kelenjar Getah Bening Leher sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

Page 105: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Dari gambar 4.4 didapatkan bahwa berdasarkan ukuran kelenjar getah

bening leher sebelum pengobatan terbanyak adalah N3 dan N2 sebanyak 60 %,

sedangkan N1 dan N0 sebanyak 40 %. Setelah pengobatan terjaadi perubahan

untuk ukuran kelenjar getah bening leher dimana untuk N3 dan N2 menjadi 20 %,

N1 sebanyak 10 % dan tidak teraba kelenjar getah bening leher (N0) sebanyak

70 %.

4.1.5. Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin, Leukosit dan Trombosit Sebelum dan Sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated.

Hasil pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit dan trombosit pada sampel

dibedakan menjadi kadar pre kemoterapi I, post kemoterapi I, post kemoterapi II

dan post kemoterapi III atau sebelum terapi radioterapi (tabel 4.1).

Tabel 4.1. Perbedaan Kadar Hemoglobin (Hb), Leukosit (AL) dan Trombosit (AT) sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated.

Variabel Pre Kemo I Post kemo I Post Kemo

II Post Kemo

III

Kadar Hb 12,42 ±1,41 11,31 ± 0,87 11,72 ± 1,30 11,00 ± 0,87

Kadar Al 8,56 ± 4,05 5,69 ± 1,81 5,31 ± 1,38 6,61 ± 2,40

Kadar AT 304,4±111,98 255,5 ± 77,95 201,6 ± 83,6 174,5 ± 55,6

Hasil kadar hemoglobin yang didapatkan adalah nilai rerata HB pre

kemoterapi I 12,42 ±1,41 (rentang nilai 11,3 – 15,4); nilai rerata HB post

kemoterapi I adalah 11,31 ± 0,87 (rentang nilai 10,5 – 13,2); nilai rerata HB post

kemoterapi II adalah 11,72 ± 1,30 (rentang nilai 10,6 – 14,3) dan nilai rerata HB

post kemoterapi III adalah 11,00 ± 0,87 ( rentang nilai 9,9 – 12,3).

Page 106: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Didapatkan perbedaan secara bermakna anatara kadar Hb sebelum

kemoterapi dengan sesudah kemoterapi I dan III (p<0,05) dan tidak terdapat

perbedaan antara kadar HB sebelum kemoterapi I dengan sesudah kemoterapi II

(p>0,05)

Hasil pemeriksaan kadar leukosit pada sampel dibedakan menjadi kadar

leukosit pre kemoterapi I, post kemoterapi I, post kemoterapi II dan post

kemoterapi III. Hasil yang didapatkan adalah nilai rerata leukosit pre kemoterapi

8,56 ± 4,05 (rentang nilai 4,0 – 13,8); nilai rerata AL post kemoterapi I adalah

5,69 ± 1,81 (rentang nilai 3,2 – 9,7); nilai rerata AL post kemoterapi II adalah

5,31 ± 1,38 (rentang nilai 3,2 – 7,3) dan nilai rerata AL post kemoterapi III adalah

6,61 ± 2,40 (rentang nilai 2,8 – 11,1).

Didapatkan perbedaan secara bermakna anatara kadar leukosit sebelum

kemoterapi dengan sesudah kemoterapi III (p<0,05) dan tidak terdapat perbedaan

antara kadar HB sebelum kemoterapi I dengan sesudah kemoterapi I dan II

(p>0,05)

Hasil pemeriksaan kadar trombosit pada sampel dibedakan menjadi kadar

trombosit pre kemoterapi I, post kemoterapi I, post kemoterapi II dan post

kemoterapi III. Hasil yang didapatkan adalah nilai rerata AT pre kemoterapi I

304,4 ± 111,98 (rentang nilai 165,0 – 480,0); nilai rerata AT post kemoterapi I

adalah 255,5 ± 77,95 (rentang nilai 178,0 – 417,0); nilai rerata AT post

kemoterapi II adalah 201,6 ± 83,6 (rentang nilai 93,0 – 328,0) dan nilai rerata AT

post kemoterapi III adalah 174,5 ± 55,6 (rentang nilai 88,0 – 271,0).

Page 107: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Didapatkan perbedaan secara bermakna anatara kadar trombosit sebelum

kemoterapi dengan sesudah kemoterapi II dan III (p<0,05) dan tidak terdapat

perbedaan antara kadar HB sebelum kemoterapi I dengan sesudah kemoterapi I

(p>0,05)

Gambar 4.5. Boxplot Hasil pemeriksaan kadar Hemoglobin (Hb), Leukosit (AL) dan Trombosit (AT) selama menjalani Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated (α = 0,05)

Berdasarkan grafik boxplot terlihat bahwa rerata kadar hemoglobin,

leukosit dan trombosit mengalami penurunan sesudah terapi kemoterapi.

4.2. Hasil Pemeriksaan ekspresi LMP1, CD4+, CD8+ dan Rasio CD4+/CD8+

sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Jenis Undifferentiated.

Sepuluh sampel hasil biospi KNF Undifferentiated sebelum dan sesudah

pengobatan kemoterapi neoadjuvant dilakukan pemeriksaan imunohoistokimia.

p=0,048 p=0,264

p=0,014

p=0,207

p=0,056

p=0,014

p=0,264

p=0,048

p=0,027

Page 108: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

Ekspresi LMP1, CD4+ dan CD8+ dibaca dan dihitung skor histologi ekspresinya

sebanyak 9 lapang pandang. Hasil pembacaan dari 9 lapang pandang dihitung

nilai reratanya.

4.2.1. Hasil Pemeriksaan LMP1 pada sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Jenis Undifferentiated .

Dari 10 jaringan KNF jenis Undifferentiated yang dilakukan teknik

pewarnaan imunohistokimia didapatkan nilai rerata Ekspresi LMP1 sebelum

pengobatan adalah 1,79 ± 0,68 (rentang nilai 0,67 – 2,78) dan sesudah

pengobatan adalah 0,41 ± 0,39 (rentang nilai 0,00 – 1,00) . Untuk menilai adanya

perbedaan ekspresi LMP1 sebelum dan sesudah pengobatan kemoterapi

neoadjuvant dilakukan dengan menggunakan Wilcoxon test.

Tabel 4.2. Hasil analisis statistik Wilcoxon Signed Ranks test tingkat ekspresi LMP1 sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Jenis Undifferentiated.

Variabel Sebelum terapi

Sesudah terapi

Z

Wilcoxon p

n Mean SD n Mean SD LMP1 10 1,79 0,68 10 0,41 0,39 -2,70 0,007

Didapatkan perbedaan bermakna secara statistic ekspresi LMP1 sebelum

dan sesudah kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis

Undifferentiated (p = 0,007)

Page 109: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

Gambar 4.6. Boxplot Hasil Ekspresi LMP1 sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated (p=0,007).

Berdasarkan gambar boxplot terlihat bahwa rerata ekspresi LMP1 akan

menurun signifikan secara statistic (p = 0,007) pada kelompok sampel sesudah

kemoterapi neoadjuvant.

4.2.2. Hasil Pemeriksaan ekspresi CD4+ pada sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Jenis Undifferentiated

Dari 10 jaringan KNF jenis Undifferentiated yang dilakukan teknik

pewarnaan imunohistokimia didapatkan nilai rerata Ekspresi CD4+ sebelum

pengobatan adalah 2,06 ± 1,31 (rentang nilai 0,33 - 4,00 ) dan sesudah

pengobatan adalah 0,88 ± 0,74 (rentang nilai 0,00 – 2,22 ). Untuk menilai adanya

perbedaan ekspresi CD4+ sebelum dan sesudah pengobatan kemoterapi

neoadjuvant dilakukan dengan menggunakan Wilcoxon test.

Page 110: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

Tabel 4.3. Hasil analisis statistik Wilcoxon Signed Ranks test ekspresi CD4+ sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Jenis Undifferentiated.

Variabel Sebelum terapi

Sesudah terapi

Z

Wilcoxon p

n Mean SD n Mean SD CD4+ 10 2,06 1,31 10 0,88 0,74 -2,04 0,041

Didapatkan perbedaan bermakna secara statistik ekspresi CD4+ sebelum

dan sesudah kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis

Undifferentiated (p = 0,041)

Gambar 4.7. Boxplot Hasil ekspresi CD4+ sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Jenis Undifferentiated (α = 0,041).

Berdasarkan gambar 4.7 boxplot terlihat bahwa rerata ekspresi CD4+ akan

menurun signifikan secara statistic (p = 0,041) pada kelompok sampel sesudah

kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

Page 111: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

4.2.3. Hasil Pemeriksaan Ekspresi CD8+ pada sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Jenis Undifferentiated.

Dari 10 jaringan KNF jenis Undifferentiated yang dilakukan teknik

pewarnaan imunohistokimia didapatkan nilai rerata Ekspresi CD8+ sebelum

pengobatan adalah 1,96 ± 0,92 (rentang nilai 1,00 – 3,67 ) dan sesudah

pengobatan adalah 0,23 ± 0,26 (rentang nilai 0,00 – 0,67). Untuk menilai adanya

perbedaan ekspresi CD8+ sebelum dan sesudah pengobatan kemoterapi

neoadjuvant dilakukan dengan menggunakan Uji Wilcoxon test.

Tabel 4.4. Hasil analisis statistik Wilcoxon Signed Ranks test ekspresi CD8+ sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Jenis Undifferentiated.

Variabel Sebelum terapi

Sesudah terapi

Z

Wilcoxon P

n Mean SD n Mean SD CD8+ 10 1,96 0,92 10 0,23 0,26 -2,80 0,005

Didapatkan perbedaan bermakna secara statistik ekspresi CD8+ sebelum

dan sesudah kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma nasofaring jenis

Undifferentiated (p = 0,005)

Page 112: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Gambar 4.8. Boxplot Hasil ekspresi CD8+ sebelum dan sesudah Kemoterapi

neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring Jenis Undifferentiated (p = 0,005).

Berdasarkan gambar boxplot terlihat bahwa rerata tingkat ekspresi CD8+

menurun secara signifikan (p = 0,005) pada kelompok sampel sesudah kemoterapi

neoadjuvant.

4.2.4. Rasio CD4+/CD8+ pada sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant

pada Karsinoma Jenis Undifferentiated .

Dari 10 jaringan KNF jenis Undifferentiated yang dilakukan teknik

pewarnaan imunohistokimia didapatkan rerata rasio CD4+/CD8+ sebelum

pengobatan adalah 1,06 ± 0,61 (rentang nilai rasio 0,33 – 2,07 ) dan sesudah

pengobatan adalah 1,62 ± 3,25 (rentang nilai rasio 0,00 – 10,60) (tabel 4.5) .

Pada penelitian ini di dapatkan bahwa rerata rasio CD+/CD8+ sesudah pengobatan

lebih tinggi bila dibandingkan sebelum pengobatan. Untuk menilai adanya

Page 113: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

perbedaan rasio CD4+/CD8+ sebelum dan sesudah pengobatan kemoterapi

neoadjuvant dilakukan dengan menggunakan Wilcoxon test.

Tabel 4.5. Hasil analisis statistik Wilcoxon Signed Ranks test rasio

CD4+/CD8+ sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Jenis Undifferentiated .

Variabel Sebelum terapi

Sesudah terapi

Z

Wilcoxon P

n Mean SD n Mean SD Rasio

CD4+/CD8+ 10 1,06 0,61 10 1,62 3.25 -0,46 0,646

Berdasarkan tabel 4.5. diketahui tidak ada perbedaan secara statistik rasio

CD4+/CD8+ pada sebelum dan sesudah kemoterapi neoadjuvant (p = 0,646)

Gambar 4.9. Boxplot Hasil Rasio CD4+/CD8+ sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated (p=0.646).

Berdasarkan gambar 4.9. boxplot terlihat bahwa peningkatan rerata rasio

Page 114: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

CD4+/CD8+ tidak signifikan secara statistik (p = 0,646) pada kelompok sampel

sesudah kemoterapi neoadjuvant.

4.3. Analisis hubungan antara ekspresi LMP1 dengan Rasio CD4+/CD8+

pada Karsinoma Jenis Undifferentiated . .

Model persamaan linier hubungan antara ekspresi LMP1 dengan rasio

CD4+/CD8+ menggunakan analisis regresi linier dan kekuatan korelasinya

dengan analisis Spearman’s rho. Variabel ekspresi LMP1 sebagai variabel bebas

yang ingin diketahui sejauh mana berpengaruh terhadap rasio CD4+/CD8+, tanpa

melihat adanya faktor lain.

Tabel 4.6. Analisis Model Persamaan linier hubungan antara ekspresi LMP1

dan Rasio CD4+/CD8+ pada karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

Confidence Interval

95 %

B t p Batas Bawah

Batas Atas

Konstanta 1,91 2,29 0,035 0,15 3,66 LMP1 - 0,51 - 0,86 0,401 - 1,76 0,74

Dari table 4.6. menunjukkan hubungan terbalik antara ekspresi LMP1 dan

Rasio CD4+/CD8+, tetapi secara statistik tidak bermakna (p=0,401) dan

memenuhi model persamaan linier dengan rumus persamaan :

Y = 1,91 – 0,51 X ; dimana Y = rasio CD4+/CD8+ dan X = Ekspresi LMP1

Page 115: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Gambar 4.10. Korelasi antara ekspresi LMP1 dan Rasio CD4+/CD8+ pada karsinoma nasofaring Undifferentiated (r= 0,17; p=0,468).

Dari gambar 4.10 dapat dilihat hasil analisis Spearman’s menunjukkan

korelasi sangat lemah antara ekspresi LMP1 dengan rasio CD4+/CD8+ dan tidak

signifikan (r=0,17 ; p=0,468). Rasio CD4+/CD8+ akan mengalami penurunan

dengan bertambahnya ekspresi LMP1. Penurunan rasio ini hanya mampu

dijelaskan sebesar 4 %, selebihnya sebesar 96 % penurunan rasio CD4+/CD8+

akibat faktor lain.

Page 116: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

RESUME HASIL Tabel 4.7. Resume tabel analisis statistik Wilcoxon Signed Ranks test

ekspresi LMP1, CD4+, CD8+ dan rasio CD4+/CD8+ akibat Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Jenis Undifferentiated.

Variabel Sebelum (n=10)

Sesudah (n=10)

Z

Wilcoxon P

Mean SD Mean SD LMP1 1,79 0,68 0,41 0,39 -2,70 0,007 CD4+ 2,06 1,31 0,88 0,74 -2,04 0,041 CD8+ 1,96 0,92 0,23 0,26 -2,80 0,005 Rasio

CD4+/CD8+ 1,06 0,61 1,62 3,25 -0,46 0,646

Gambar 4.11. Resume gambar boxplot ekspresi LMP1, CD4+, CD8+ dan rasio CD4+/CD8+ akibat Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Jenis Undifferentiated.

SESUDAH SEBELUM

KEMOTERAPI NEOADJUVANT

7

6

5

4

3

2

1

0 Eks

RASIOCD8CD4LMP1p=0,646

p=0,005 p=0,041

p=0,007

Page 117: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

BAB V

PEMBAHASAN

Rancangan penelitian ini adalah one group before and after intervention atau

one group pre and post test design menggunakan satu kelompok tanpa kontrol

yang merupakan penelitian eksperimental semu atau kuasi (Arief, 2004). Tujuan

penelitian ini untuk mengetahui perbedaan tingkat ekspresi LMP1, CD4+, CD8+ ,

Rasio CD4+/CD8+ dan hubungan antara ekspresi LMP1 dan rasio CD4+/CD8+

sebelum dan sesudah pengobatan kemoterapi neoadjuvant pada karsinoma

nasofaring jenis Undifferentiated.

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian ekspreimental kuasi

karena pengamatan dilakukan terhadap subyek penelitian dengan melakukan

intervensi atau perlakuan kemoterapi neoadjuvant tanpa menggunakan kontrol.

Kelebihan penelitian ini relatif mudah dan murah bila dibandingkan eksperimen

murni apalagi sampel dalam penelitian ini kecil.

Populasi penelitian adalah penderita KNF yang berobat di Bagian Ilmu

Kesehatan THT RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Seluruh anggota populasi yang

memenuhi kriteria penerimaan diambil sebagai sampel penelitian dengan metode

pengambilan sampel secara consecutive sampling (non probality sampling).

Pada penelitian ini didapatkan data dalam bentuk ordinal pada tiap variabel

yang diteliti. Untuk mengetahui adanya perbedaan antara variabel sebelum dan

sesudah terapi yaitu LMP1, CD4+, CD8+ dan rasio CD4+/CD8+ maka dilakukan

analisis dengan menggunakan Wilcoxon SignedRanks test dengan α = 0,05.

Page 118: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

Sedangkan hubungan antara ekspresi LMP1 dengan rasio CD4+/CD8+ dengan

menggunakan Analisis Spearman’s dan regresi linier.

5.1. Data dasar sampel penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 10 pendeita KNF jenis Undifferentiated

dengan rerata umur adalah 52,6 tahun dengan standar deviasi 13,327 tahun

(rentang umur 32 – 74 tahun), dengan kelompok usia terbanyak 50 – 70 tahun

(60 %) dan total sampel di atas dekade 4 sebesar 80 % (gambar 4.1). Hal ini

sesuai dengan laporan Mulyarjo (2002) di Poli Onkologi THT RSU Dr. Soetomo

Surabaya tahun 2000 – 2001 didapatkan kelompok umur terbayak pada dekade ke

5 dan penelitian Lasniroha (2008) di poli Ongkologi THT RSUD. Dr. Moewardi

Surakarta sebesar 79,5 %.Yunarti (2007) pada penelitian dengan 40 penderita

KNF mendapatkan rerata umur 40,8 tahun dengan standar deviasi 13,49 (rentang

umur 15 – 60 tahun) dan kelompok penderita terbanyak adalah umur 50-60 tahun.

Keganasan kebanyakan didapatkan pada usia tua (lebih dar 40 tahun) dikarenakan

sistim imunitas dan mekanisme perbaikan DNA yang mengalami mutasi (DNA

repair) sudah kurang berfungsi dengan baik. Mekanisme perbaikan DNA

dibutuhkan guna memperbaiki rangkaian asam amino pada kode genetik DNA

yang mengalami mutasi. Jika mekanisme perbaikan DNA ini mengalami

kegagalan dalam menjalankan fungsinya maka mutasi gen DNA yang sudah

terjadi akan menyebabkan pertumbuhan sel tidak terkendali (Abbas, et al., 2007).

Pada penelitian ini didapatkan kebanyakan laki-laki (90 %) dan perempuan

(10 %) (gambar 4.2). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian orang lain seperti

pada penelitian Mulyarjo (2002) terhadap penderita KNF selama tahun 2000-

Page 119: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

2001 yang mendapatkan angka perbandingan jenis kelamin laki-laki dan

perempuan 2:1, dan penelitian Lasniroha (2008) yaitu 2,4 : 1. Gondowiarjo

(1998) melaporkan dengan mengutip dari data Direktorat Jendral Pelayanan

Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1991, melaporkan bahwa

penderita KNF kebanyakan pada pria usia produktif dengan perbandingan antara

laki-laki dengan wanita sebesar 2,2 : 1. Yunarti (2007) mendapatkan

perbandingan laki-laki dan perempuan 67,5 % (2,1) : 13 % (1). Prosentase lebih

tinggi pada laki-laki kemungkinan oleh karena laki-laki lebih sering keluar rumah

sehingga relatif banyak terkena polusi maupun iritasi kronis pada mukosa

nasofaring dan merokok dibandingkan wanita.

Dari gambar 4.3 didapatkan bahwa sebagian besar penderita KNF yang

datang berobat ke RSUD. Dr. Moewardi Surakarta memiliki ukuran tumor primer

T3 dan T4 (70 %) sudah stadium lanjut ( III dan IV ) yaitu sebesar 8 pasien

(80 %). Hal ini sesuai dengan laporan Mulyarjo (2002) pada penelitian di Poli

Onkologi THT RSU Dr. Soetomo Surabaya tahun 2000 – 2001 dan penelitian

Lasniroha (2008) di Poli Ongkologi THT RSUD. Dr. Moewardi Surakarta

didapatkan sebagian besar penderita KNF datang sudah stadium lanjut yaitu

89,7 %. Kondisi inilah merupakan kendala yang dihadapi dalam penanganan

KNF, bahkan sebagian lagi datang dengan keadaan umum yang jelek. Semakin

lanjut stadium KNF saat penderita datang berobat maka semakin komplek

penanganannya. KNF merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa

atau jaringan limfoepitelial pada nasofaring. Karena lokasinya yang tersembunyi,

KNF relatif sulit didiagnosis secara dini (Mulyarjo, 2001) . Selain itu, karena

Page 120: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

gejala dini KNF hampir sama dengan keradangan di saluran nafas atas pada

umumnya. Hal ini dapat mengurangi perhatian pemeriksa dalam mendiagnosis

kemungkinan adanya KNF. Peralatan yang kurang memadai juga dapat menjadi

kendala dalam mendiagnosis penyakit ini. Faktor penyebab keterlambatan lainnya

yaitu pengetahuan yang kurang, percaya pada pengobatan non medis, takut

berobat ke dokter dan kondisi sosial ekonomi yang lemah dari penderita. Hal di

atas bisa menyebabkan penderita kurang memperhatikan adanya kelainan tentang

penyakit kanker ataupun gejala dini KNF dan baru datang untuk memeriksakan

diri setelah adanya benjolan di leher. Beberapa hal di atas dapat menyebabkan

penderita KNF baru berobat setelah stadium lanjut. Keterlamabatan dalam

mendiagnosis berkorelasi dengan hasil akhir pengobatan. Prognosis penderita

KNF pada umumnya tidak baik. 5 year survival rate untuk stadium I dilaporkan

sebesar 83,7 %, stadium II 67,9 %, stadium III 40,3 % dan stadium IV sebesar

22,3 % (Skinner, et al., 1991).

Pada table 4.1. dapat diketahui kadar hemoglobin pasien KNF yang

menjalani kemoterapi neoadjuvant adalah 12,23 mg/dL dengan standar deviasi

1,21 dengan rentang nilai kadar Hb adalah 11,3 – 15,4 mg/dL. Hasil penelitian ini

tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Yunarti (2007), yang

mendapatkan kadar Hb rerata adalah 12,90 dengan standar deviasi 1,369 (rentang

nilai Hb : 10,3 g% - 16,0 g%). Kadar Hb prekemoterapi pertama merupakan kadar

Hb baseline. Kadar HB ini mempunyai kecenderungan menurun saat pasien

menjalani kemoterapi dan akan terus mengalami penurunan selama radioterapi.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Becker, et al., (2000) dalam penelitiannya

Page 121: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

terhadap 133 pasien Tumor kepala leher melaporkan bahwa kadar Hb

berhubungan erat dengan kondisi oksigenasi jaringan tumor. Kadar Hb akan terus

menurun selama terapi dan ini sangat erat dengan terjadinya hipoksia jaringan.

Pada penelitian ini juga dilaporkan bahwa kadar HB berhubungan erat dengan

hasil akhir pengobatan.

Kadar leukosit pasien KNF yang menjalani kemoterapi neoadjuvant adalah

7,85 dengan standar deviasi 3,67 dengan rentang nilai kadar AL adalah 4,0 – 13,8.

Kadar trombosit pasien yang menjalani pengobatan adalah pre kemoterapi

I 304,4 ± 111,98 (rentang nilai 165,0 – 480,0); nilai rerata AT post kemoterapi I

adalah 255,5 ± 77,95 (rentang nilai 178,0 – 417,0); nilai rerata AT post

kemoterapi II adalah 201,6 ± 83,6 (rentang nilai 93,0 – 328,0) dan nilai rerata AT

post kemoterapi III adalah 174,5 ± 55,6 (rentang nilai 88,0 – 271,0). Hasil ini

menunjukkan adanya kecenderungan penurunan selama terapi.

5.2. Analisis Ekspresi LMP1 pada sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated. Infeksi laten merupakan karakteristik kelompok virus herpes. Pada keadaan

ini genom EBV dalam bentuk episom. Limfosit B yang terinfeksi EBV dalam

bentuk laten mengekspresikan gen EBNA1, LMP1 dan 2. Ekspresi gen laten

inilah yang memberikan kontribusi terjadinya perubahan fenotip keganasan (Hu,

et al., 1996).

Pada tabel 4.2. Ekspresi LMP1 sesudah pengobatan adalah 0,41 dengan

standar deviasi 0,39 (rentang nilai 0,00 – 1,00), sedangkan ekspresi LMP1

sebelum pengobatan didapatkan nilai rerata ekspresinya 1,79 dengan standar

deviasi 0,68 (rentang nilai 0,67 – 2,78). Hasil skor histologis ekspresi LMP1

Page 122: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

sesudah pengobatan lebih rendah atau mengalami penurunan bila dibandingkan

sebelum pengobatan secara signifikan (p=0,007). Perhitungan ekspresi LMP1

dengan menggunakan penjumlahan skor antara jumlah protein yang terekspresi

dengan intensitasnya tidak selalu didapatkan bahwa LMP1 selalu terekspresi

positif pada penelitian ini, hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Khabir,

et al., (2008) yang mendapatkan skor antara antara 2 sampai dengan 12 dengan

rerata 7,6 dengan standar deviasi 2,6 dan semua protein LMP1 terekspresi.

Ekspresi LMP1 memang didapatkan hasil yang berbeda-beda, seperti yang

dilaporkan oleh Lasniroha (2008) yang mendapatkan nilai rerata ekspresi LMP1

sebesar 11.76 %, Lin (2003) mendapatkan ekspresi LMP1 pada KNF jenis

Undifferentiated sebesar 65 %, Gondowiarjo (1998) mendapatkan angka 50,61 %

memberikan ekspresi LMP1 yang positif. Kim, et al., (2006) dalam penelitiannya

terhadap 40 pasien KNF (yang terdiri WHO I : 5 pasien, WHO II : 20 pasien dan

15 pasien WHO III/undifferentiad) dengan menggunakan tehnik pengecatan

imunohistokimia monoclonal antibodi untuk LMP1 (DAKO, clones CS1-4, CA,

USA: dilution 1: 400) mendapatkan ekspresi LMP1 positif 12 (30%) pasien (yang

terdiri dari 5 (25 %) pasien dari WHO II dan 7 (22%) pasien WHO III).

Hariwiyanto (2009) yang melakukan penelitian terhadap 56 pasien KNF yang

mendapatkan adanya perbedaan ekspresi LMP1 antara KNF dengan respon

negatif dan KNF respon pengobatan positif secara signifikan (p=0,001). Hasil

ekspresi LMP1 yang dibedakan menjadi kelompok dengan respon negatif

mendapatkan hasil rerata ekspresi LMP1 adalah 9,149 (dengan rentang nilai 4,2 –

11,6) dan nilai rerata ekspresi LMP1 5,5037 (rentang nilai 3,0 – 7,6) pada pasien

Page 123: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

KNF dengan respon pengobatan positif. Perbedaan ini mungkin disebabkan

pemeriksaan imunohistokimia dan penghitungan ekspresi protein dilakukan

semikuantitatif dengan menghitung jumlah sel yang terekspresi dan intansitas

warnanya, sedangkan pemeriksaan konvensional hanya menghitung jumlah sel

yang terekspresi pada tiap lapang pandang dan tidak dilakukan penghitungan

intensitas warna.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa setelah pengobatan kemoterapi

neoadjuvant masih didapatkan adanya ekspresi LMP1 positif yaitu 7 sampel (70

%) dan sisanya (30 %) tidak menunjukkan ekspresi LMP1. Hal ini membuktikan

bahwa angka keberhasilan terapi pada KNF Undifferentiated stadium lanjut cukup

rendah berkisar 30-40 %, dan sangat mungkin adanya ekspresi LMP1 setelah

terapi berkaitan dengan kemampuan kemoterapi neoadjuvant dalam eradikasi

tumor primer, angka rekurensi dan kesembuhan pada pasien KNF. Kemoterapi

neoadjuvant akan memacu proses apoptosis melalui mekanisme aktifasi terhadap

komplek caspase dan menekan ekspresi LMP1 (Karen, et al.,1999; Weinrib, et al.,

2001; Gerald, et al., 2005). Hariwiyanto (2009) dalam penelitiannya terhadap 56

pasien KNF mendapatkan bahwa adanya ekspresi LMP1 yang rendah < 7,2 (28

orang) maka 2 (6,89%) dan 26 (93,11 %) orang hidup dengan nilai ketahanan

hidupnya mencapai 96 %, sedangkan pada pasien yang menunjukkan ekspresi

LMP1 tinggi (> 7,2) didapatkan 11 orang (40,7 %) meninggal dan hanya 17 orang

(59,30%) hidup dengan nilai ketahanan hidupnya mencapai 60 %.

Ekspresi LMP1 merupakan satu protein membran yang dapat mengaktifasi

faktor transkripsi NFkB dan berakibat terhalangnya proses apoptosis, sehingga

Page 124: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

menyebabkan penurunan nilai ketahanan hidup pasien KNF. Ekspresi LMP1

positif merupakan produk onkogen virus potensial yang mempunyai beberapa

fungsi dan peran biologi penting karsinogenesis dan regulasi sitokin pada KNF

yang ditandai adanya sel-sel inflamasi mononuclear. Transkripsi gen LMP1

membentuk messenger ribonucleic acid (mRNA) yang merupakan transkripsi

genom virus paling dominan pada sel limfosit B dan ditransformasikan oleh EBV

(Miller, et al., 1995; Kentjono, et al., 2000; Murono, et al., 2003; Raab-Traub, et

al., 2005; Zheng, et al., 2007; Weinburg, 2007). LMP1 dapat mengiduksi cyclin

D2 dan menghambat efek tumour growth factor (TGF)-a1 pada sel limfosit B,

mengakibatkan proliferasi sel yang tidak terkontrol. LMP1 menginduksi sintesis

DNA pada proses proliferasi sel. sehingga sel tidak terkontrol (Miller, et al.,

1995).

5.3. Analisis Ekspresi CD4+ pada sebelum dan sesudah Kemoterapi

neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated. Pada tabel 4.3. dapat diketahui Ekspresi CD4+ sebelum pengobatan adalah

2,06 dengan standar deviasi 1,31 (rentang nilai 0,33 – 4,00) dan ekspresi CD4+

sesudah pengobatan adalah 0,88 dengan standar deviasi 0,74 (rentang nilai 0,00 –

2,22 ). Apabila dianalisis maka dapat diketahui bahwa ada perbedaan ekspresi dan

perbedaan ini bersifat penurunan ekspresi CD4+ sesudah pengobatan.secara

signifikan (p=0,041). Hasil ini sesuai dengan penelitian Yunarti (2007) yang

mendapatkan adanya penurunan secara signifikan (p=0,0001) jumlah limfosit dan

monosit antara sebelum dan sesudah radioterapi. Hasil ini berbeda dengan yang

dilaporkan oleh Haryana, et al., (2009) yang mendapatkan hasil ekspresi CD4+

Page 125: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

5,12 dengan standar deviasi 5,48. Dari 10 sampel penelitian sesudah pengobatan

hanya 8 (80 %) yang menunjukkan adanya ekspresi CD4+, sedangkan 2 sampel

(20 %) ekspresi CD4+ tidak bisa diidentifikasi. Pada penelitian ini terjadi

penurunan ekspresi CD4+ setelah 2 bulan kemoterapi neoadjuvant, hal ini

mungkin disebabkan adanya efek imunosupresif radioterapi belum sepenuhnya

hilang walaupun dalam beberapa kajian disebutkan bahwa efek ini terjadi 4 – 6

minggu setelah radioterapi. Menurut Maity, et al., (1994) penurunan limfosit ini

dapat mencapai 50-60 % dibanding sebelum terapi. Sel-sel ini akan kembali

normal pada 13 minggu setelah terapi. Disamping itu radioterapi menyebabkan

penurunan imunitas seluler pada penderita KNF karena: (1) besarnya volume

darah yang terpapar radiasi, (2) kelenjar timus masih tetap menerima radiasi

sekalipun radiasi yang dipakai hanya 390 rads dan (3) malnutrisi dan menurunnya

berat badan karena mukositis (Rabben, et al., 1976; Wolf, et al., 1987). Penurunan

sel CD4+ sesudah kemoterapi neoadjuvant menunjukkan bahwa sel CD4+ sensitif

terhadap terapi dan proses pemulihannya lambat (Kuss, et al., 2005).

Pada kasus KNF ekspresi CD4+ akan meningkat dan lebih tinggi dari orang

normal dan tidak tergantung pada jenis histopatologi dan stadium KNF, hal ini

menunjukkan bahwa pada keganasan sel T CD4+ mungkin berperan pada

progresifitas KNF. Progresifitas KNF terjadi oleh karena sel T CD4+ akan

diaktifasi mulai dari kondisi premalignant sampai malignant dari infeksi EBV.

(Budiani, et al., 2010). Ekspresi CD4+ yang tinggi sebelum terapi atau pada

keganasan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan sistem imun dalam

mengeliminasi pertumbuhan tumor. Mekanisme imunosupresif dapat disebabkan

Page 126: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

oleh adanya sekresi cytokine supresif (IL-2) yang akan menginduksi tolerogenik

dendric cell (DC), disamping dalam beberapa kasus menyebabkan terjadinya lisis

dari sel T atau APC. Keadaan imunosupresif juga dipicu oleh kemampuan sel

tumor memproduksi TGF-β dan VEGF yang berakibat sel T menjadi Tregs baik

langsung atau tidak langsung (Zou, et al., 2006). Hasil berbeda ditunjukkan oleh

Kuss, et al., (2005) dalam penelitiannya tentang Imbalance in Absolute Counts of

T Lymphocyte Subsets in Patients with Head and Neck Cancer and Its Relation to

Disease mendapatkan adanya perbedaan signifikan (p=0.0001) dan ekspresi

CD4+ lebih rendah pada tumor ganas kepala leher bila dibanding sel normal

(670±412 (44 ±9) dibanding 1.005 ± 360 (47±9) ).

5.4. Analisis Ekspresi CD8+ pada sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant pada Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated .

Pada tabel 4.4 dapat diketahui Ekspresi CD8+ sebelum pengobatan adalah

1,96 dengan standar deviasi 0,92 (rentang nilai 1,00 – 3,67 ) dan ekspresi CD8+

sesudah pengobatan yaitu 0,23 dengan standar deviasi 0,26 (rentang nilai 0,00 –

0,67). Ekspresi CD8+ sesudah pengobatan ada perbedaan dengan sebelum

pengobatan dan bersifat mengalami penurunan secara signifikan (p = 0,005).

Hasil ini berbeda dengan yang didapatkan oleh Haryana et al., (2009) yang

mendapatkan hasil ekspresi CD8+ adalah 16,54 dengan standar deviasi 24,55.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Zhang, et al (2010) mendapatkan angka

ekspresi CD8+ adalah 52,5 dengan standar deviasi 4,97 (rentang nilai 0,080 –

231,3 cell/HPF).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekspresi CD8+ sesudah 2 bulan

pengobatan kemoterapi neoadjuvant lebih rendah bila dibandingkan sebelum

Page 127: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

pengobatan. Beberapa obat kemoterapi dapat meningkatkan sekaligus menekan

antigen-spesifik imun respon yang tergantung akan dosis, waktu pemberian obat

dan paparan protein antigen (Nigam, et al., 1998; Emens, et al., 2001). Peranan

kemoterapi dalam proses lisis sel tumor oleh CTLs melalui mekanisme perubahan

epigenetik, merangsang kembali ekspresi antigen tumor dan molekul yang

berperan dalam prosesing dan presentasi antigen. Radioterapi mempunyai efek

imunosupresif sebab radiasi pengion menyebabkan sindrom hemopoitik yang

ditandai penurunan jumlah dan kualitas sel darah tepi terutama limfosit. Sinar

pengion yang dihasilkan radioterapi menyebabkan pemecahan kovalen antara

hydrogen dan oksigen. Radikal bebas OH– mengoksidasi DNA sehingga rantai

DNA pecah dan menyebabkan kerusakan kromosom sehingga terjadi perubahan

metabolisme dan efek biologi sel pada tingkat mitosis (kerusakan struktur sel

yang memicu apoptosis sel imun) (Syahrun et al., 1984). Reaktifitas radikal

bebas sangat tinggi dengan waktu paruh sangat pendek(10–9 detik) sehingga

dengan cepat merusak molekul didekatnya. Sebuah molekul OH– dapat merusak

ratusan rantai PUFA menjadi lipid hidroperoksida yang akan berubah menjadi

aldehid. Aldehid akan berikatan denga protein, menghancurkan integritas

membran sel, merusak aktifitas transport protein, membuat kolaps ion gradien dan

akhirnya memicu kematian sel. Sebuah penelitian membuktikan adanya hubungan

negatif antara dosis dan lamanya radiasi dengan imunitas seluler penderita KNF.

Semakin besar dosis dan semakin lama paparan radiasi akan semakin menurunkan

sistem imun seluler (Syahrun, 1984).

Page 128: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Sebuah penelitian lain melaporkan bahwa sekitar 75% penderita KNF

mengalami penurunan cell mediated imunity ( CMI ) setelah radioterapi sebab

radioterapi pada KNF meliputi daerah yang cukup luas sehingga dapat mengenai

sel efektor imunologis, baik yang beredar di sirkulasi, jaringan limfoid mukosa

hidung dan nasofaring serta tenggorok (ring of waldeyer’s) (Wolf, et al., 1987).

Sebuah penelitian lain oleh Syahrun (1984) membuktikan bahwa setelah

radioterapi terjadi penurunan jumlah total limfosit sebesar 50 - 60% dibandingkan

dengan sebelum radioterapi. Penurunan sel-sel darah tepi ini karena terhambatnya

produksi sel darah dalam sistem hemopoetik (hambatan mitosis pada sel induk)

(Syahrun, 1984). Sel limfosit yang terpapar sinar pengion akan mengalami

aberasi pada kromosomnya sehingga terjadi perubahan metabolisme dan efek

biologis sel pada tingkat mitosis. Aberasi kromoson dapat terjadi pada sel induk

sumsum tulang maupun sel limfosit matur pada nodus limfatikus dan pembuluh

darah tepi. Sel-sel prekursor di sumsum tulang lebih radiosensitif dibandingkan

sel limfosit matur. Aberasi kromosom ini menyebabkan penurunan jumlah

limfosit, walaupun limfosit mempunyai kemampuan untuk memperbaiki

kerusakan melalui reparasi DNA. Apabila sistem ini gagal maka akan terjadi

penurunan imunitas seluler dalam melawan kanker (Wang, et al., 1994).

Efek radiasi pada dosis 200 cGy yang diberikan 5 kali dalam seminggu pada

daerah nasofaring akan menurunkan jumlah dan indeks transformasi limfosit

dimana hitung limfosit terendah terjadi 4 minggu setelah penyinaran. 2 minggu

setelah penyinaran, indeks transformasi dan hitung limfosit akan mulai meningkat

(Syahrun, 1984)

Page 129: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

Monosit juga merupakan sel yang radiosensitif tetapi radiosensitifitasnya

lebih rendah dibandingkan dengan limfosit. Pada dosis radioterapi yang sama,

monosit turun lebih lambat tetapi reparasi lebih cepat dibandingkan dengan

limfosit. Reparasi limfosit terjadi 20 – 30 hari sedangkan monosit 6 hari setelah

radioterapi (Syahrun, 1984; Early, et al., 1985)

Sel T CD8+ akan diaktifasi oleh antigen virus EBV melalui mekanisme

yang tergantung MHC I. Peningkatan sel T CD8 + pada KNF bukan merupakan

sesuatu yang mengejutkan. Sel T CD8+ dari biopsi KNF tidak tergantung pada

jenis histopatologi dan stadium KNF (Budiani, et al., 2010). Jumlah ekspresi sel

T CD8+ pada KNF akan menggambarkan adanya defek pada sel aktifasi atau

fungsinya pada tumor, yang barangkali ada kaitannya dengan konsentrasi IL-10

yang berfungsi menghambat proliferasi dan differensiasi dari sel T pada KNF.

Sel T CD8+ memainkan peran utama dalam mekanisme sistem imun

terhadap sel tumor dan infeksi endogenous termasuk infeksi EBV. Protein virus

endogenous dihasilkan oleh proteosome lumen endoplasmic reticulum oleh TAP

1,2 dan dihasilkan oleh MHC I. Molekul MHC akan mengekspresikan beberapa

peptide terhadap sel T CD8+ yang akan diaktifkan oleh EBV. Sel T CD8+

memainkan peran utama dalam mengeliminasi sel yang terinfeksi virus dan sel

tumor melalui jalur eksositosi granule (granule – exocytosis pathway). Perforin

merupakan protein yang disimpan bersama sama dengan granzyme (serine

protease) pada granule dari sel T CD8+ dan sel NK. Seksostosis granule terjadi

manakala sel TCD8+ dan sel NK mengalami kontak dengan sel target. Dengan

adanya produk granule ini maka terjadi aktifasi jalur apopoptosis dan eliminasi

Page 130: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

dari sel target. Mekanisme ini pernah dilakukan uji coba dengan menggunakan

mencit yang mengalami supresi perforin akan mengalami pertumbuhan yang cepat

dari sel tumor. Bahkan perforin dapat mediatori terjhadinya keruskan membrane

dan granzyme penting untuk merangsang terjadinya apoptosis.

5.5. Analisis Rasio CD4+/CD8+ pada sebelum dan sesudah Kemoterapi neoadjuvant diikuti Radioterapi pada karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated Pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa ada perbedaan Rasio CD4+/CD8+ pada

KNF jenis Undifferentiated antara sebelum dan sesudah terapi lengkap kemoterapi

neoadjuvant. Rasio CD4+/CD8+ sebelum terapi adalah 1,06 dengan standar

deviasi 0,62 (dengan rentang nilai rasio 0,33 – 2,07) dan Rasio CD4+/CD8+

sesudah pengobatan adalah 1,63 dengan standar deviasi 3,25 (dengan rentang nilai

rasio 0,30 – 2,67). Peningkatan rasio yang terjadi tidak signifikan (p=0,646).

Angka rasio yang lebih dari 1 menunjukkan bahwa sebukan sel T CD4+ lebih

tinggi bila dibandingkan sel T CD8+ dan mengindikasikan adanya penurunan

fungsi dari infiltrasi subset sel T (Budiani et al., 2010). Jiang et al., (2004)

mendapatkan nilai normal rasio CD4+/CD8+ pada orang dewasa sehat di Shanghai

adalah 1,49 dengan standar deviasi 0,57 (rentang : 0,92 - 2,06) hampir sama

dengan yang didapatkan oleh Cirino, et al., (2007) yaitu 0,90. Pada kasus

keganasan nilai rasio sangat bervariasi, Heraberg, et al., (1997) dalam

penelitiannya pada renal cell carcinoma sebelum terapi dengan vinblastin-IFN

adalah 1,3 (rentang : 0,56-6,8), selama terapi vinblastin 1,1 (rentang : 0,33-9,3)

dan 1,7 (rentang : 0,60-11,1) dengan terapi vinblastin-IFN., dan Cirino, et al.,

(2007) dalam penelitiannya tentang tumor paru mendapatkan 1,74. Angka rasio

Page 131: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

CD4+/CD8+ yang rendah akan menggambarkan tingkat prognostik yang lebih

baik. Hal ini karena infeksi virus dan kejadian karsinoma nasofaring lebih efektif

bila dieliminasi melalui mekanisme apoptosis oleh sel T CD8+ dibandingkan

dengan respon immune humoral. Karena respon immune humoral hanya berperan

pada saat infeksi primer dan tidak efektif untuk mengeliminasi sel malignant

sebagaimana karsinoma nasofaring. Oleh karenanya perlu diteliti rasio

CD4+/CD8+ pada kasus karsinoma nasofaring selama dan sesudah kemoterapi

(Abbas, et al., 2007) .

Status imunologi cell mediated immunity (CMI) dilaporkan mempengaruhi

respons KNF terhadap radioterapi. Penderita dengan respons imun seluler rendah

sebelum terapi dan tetap rendah pasca terapi mempunyai prognosis jelek

(Susworo, 1990; Nana, 2001).

Subpopulasi limfosit T, limfosit T-helper dan T- sitotoksik sama-sama

berperan dalam mengeliminasi antigen tumor. Sel yang mengandung antigen

tumor akan mengekspresikan antigennya bersama molekul MHC kelas I yang

kemudian membentuk komplek melalui TCR (T-cell Receptor) dari sel T-

sitotoksik (CD8), mengaktifasi sel T-sitotoksik untuk menghancurkan sel tumor

tersebut. Sebagian kecil dari sel tumor juga mengekspresikan antigen tumor

bersama molekul MHC kelas II, sehingga dapat dikenali dan membentuk komplek

dengan limfosit T-helper (CD4) dan mengaktifasi sel T-helper terutama subset

Th1 untuk mensekresi limfokin IFN-γ dan TNF-α di mana keduanya akan

merangsang sel tumor untuk lebih banyak lagi mengekspresikan molekul MHC

kelas I, sehingga akan lebih mengoptimalkan sitotoksisitas dari sel T (CD8+).

Page 132: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

. Pada banyak penelitian terbukti bahwa sebagian besar sel efektor yang

berperan dalam mekanisme anti tumor adalah sel T CD8+, yang secara fenotip dan

fungsional identik dengan CTL yang berperan dalam pembunuhan sel yang

terinfeksi virus atau sel alogenik. CTL dapat melakukan fungsi survaillance

dengan mengenal dan membunuh sel-sel potensial ganas yang mengekspresikan

peptida yang berasal dari protein seluler mutant atau protein virus onkogenik yang

dipresentasikan oleh molekul MHC kelas I. Limfosit T yang menginfiltrasi

jaringan tumor (Tumor Infiltrating Lymphocyte = TIL) juga mengandung sel CTL

yang memiliki kemampuan melisiskan sel tumor. Walaupun respon CTL mungkin

tidak efektif untuk menghancurkan tumor, peningkatan respon CTL merupakan

cara pendekatan terapi antitumor yang menjanjikan dimasa mendatang. Sel T

CD4+ pada umumnya tidak bersifat sitotoksik bagi tumor secara langsung, tetapi

sel-sel itu dapat berperan dalam respon antitumor dengan memproduksi berbagai

sitokin misalnya IL-2 yang diperlukan untuk perkembangan sel-sel CTL menjadi

sel efektor. Di samping itu sel T CD4+ yang diaktifasi oleh antigen tumor dapat

mensekresi TNF dan IFNγ yang mampu meningkatkan ekspresi molekul MHC

kelas I dan sensitivitas tumor terhadap lisis oleh sel CTL. Beberapa tumor yang

antigennya diekspresikan bersama dengan MHC kelas II dapat mengaktifasi sel

CD4+ spesifik tumor secara langsung, yang lebih sering terjadi adalah bahwa APC

professional yang mengekspresikan molekul MHC kelas II memfagositosis,

memproses dan menampilkan protein yang berasal dari se-sel tumor yang mati

kepada sel T CD4+, sehingga terjadi aktifasi sel-sel tersebut. Proses sitolitik CTLs

terhadap sel target dengan mengaktifkan penggunaan enzim Perforin dan

Page 133: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

Gransim, ada beberapa langkah proses sitolitik CTLs terhadap sel target (Syahrun,

1984; Nana, et al.,1996; Prasad, et al., 2002).

5.6. Analisis hubungan antara ekspresi LMP1 dan rasio CD4+/CD8+ pada

Karsinoma Nasofaring jenis Undifferentiated . Pada gambar 5.11 didapatkan model persamaan linier hubungan antara

ekspresi LMP1 dan Rasio ekspresi CD4+/CD8+ sesudah terapi, didapatkan model

persamaan linier adalah Y = 1,91 - 0,51 X; dimana Y = Rasio CD4+/CD8+ dan

X = Ekspresi LMP1, dengan confidence interval (CI) 95 % maka didapatkan

nilai β terletak 0,15 ≤ α ≤ 3,66 dan nilai α terletak -1,76 ≤ β ≤ 0,73, dengan

demikian setiap pertambahan nilai ekspresi LMP1 sebesar 1 %, maka rasio

CD4+/CD8+ akan berkurang antara -1,76 dan 0,73 dengan α= 0. Setelah

dilakukan uji Spearman’s diperoleh korelasinya sangat lemah dan tidak

signifikan secara statistic antara ekspresi LMP1 dengan rasio ekspresi

CD4+/CD8+ (r = 0,17; p= 0,646). Hal ini juga diperkuat dengan hasil analisis

R 2 = 0,04 yang mengindikasikan bahwa hanya sebesar 4 % seluruh hasil rasio

dapat diterangkan dengan model ini, dan sisanya sebesar 96 % rasio CD4+/CD8+

akibat faktor lain yang tidak diperhitungkan dalam model ini (lampiran 9).

Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang didapatkan pada penelitian oleh

Haryana et al., (2009) dimana tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara

LMP1 dan ekspresi CD4+ dan hubungan yang signifikan hanya antara ekspresi

LMP1 dengan ekspresi CD8+ . Peranan LMP1 dalam respon imun melalui aktifasi

MHC I dan II.

Page 134: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

Pada penelitian ini ekspresi LMP1 tidak terbukti dapat menyebabkan

perubahan rasio ekspresi CD4+/CD8+ pada KNF jenis Undifferentiated, sehingga

pertumbuhan tumor semakin progresif. Gondowiarjo (1998) menyimpulkan

bahwa tidak ada hubungan antara ekspresi LMP1 dengan CD8+/CD4+ pada

peningkatan proliferasi sel, meskipun ekspresi LMP1 ini meningkatkan

pertumbuhan sel tumor. Hal ini diduga bahwa LMP1 berpengaruh pada

penghambatan proses apoptosis. Pertumbuhan tumor merupakan hasil akhir

proses proliferasi dan proses apoptosis. Asumsi ini diperkuat oleh Hu (1996)

dengan hasil penelitian secara in vitro pada sel epitel terjadi gangguan proses

apoptosis dengan keberadaan LMP1. Bahkan dijelaskan bahwa gangguan ini tidak

terjadi melalui gangguan pada jaras bcl 2, yaitu jaras yang sering terganggu pada

berbagai proses keganasan. LMP1 mempengaruhi proses keganasan melalui

peningkatan ekspresi protein A-20. Protein A-20 adalah suatu substrat yang dapat

meningkatkan resistensi sel terhadap tumor necrosis factor (TNF). TNF adalah

sistim pro-inflammatory yang mempunyai kemampuan mengaktifkan mekanisme

kemataian sel melalui proses apoptosis. Protein A-20 akan melindungi sel dari

kerja TNF sehingga sel akan terlindung dari proses kematian sel. Jaikumar, et al.,

(2003) menyatakan ada korelasi antara ekspresi LMP1 dengan CTL dan tingginya

respon sel T terhadap ekspresi LMP1 merupakan kunci sukses keberhasilan dalam

mengeliminasi tumor.

Pemeriksaan ekspresi petanda molekuler menggunakan analisis

immunobloting akan mendapatkan hasil yang lebih obyektif dan akurat dibanding

dengan pewarnaan tehnik immunohistokimia. Pemeriksaan dengan pewarnaan

Page 135: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

tehnik immunohistokimia standrisasi gat dipengaruhi oleh reagen antibodi

monoklonal yang dipakai, ketrampilan petugas laboratorium dan subyekifitas

pemeriksa histopatologi. Selain itu, stanadarisasi pemeriksaan ekspresi petanda

molekuler sampai saat ini belum ada. Beberapa hal di atas menyebabkan

perbedaan hasil penelitian ini dengan yang dilakukan oleh miller (Miller, et al.,

1995).

Dalam penelitian ini penulis menyadari ada beberapa kelemahan atau

kekurangan disamping tentunya ada beberapa kelebihan. Kelebihan penelitian ini

adalah secara metodologi mudah diterapkan dan lebih murah dalam pembiayaan

dan cocok digunakan pada penelitian dengan sampel angka dropout tinggi, atau

pada populasi dengan angka keberhasilan pengobatan yang rendah. Beberapa

kelemahan yang terjadi dalam penelitian ini diantaranya adalah subyek penelitian

tidak dilakukan randomisasi, yang berakibat pengendalian terhadap faktor-faktor

perancu kurang kuat sehingga sering timbul bias dalam analisa data.

Page 136: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Terdapat penurunan yang signifikan secara statistik ekspresi LMP1

(p=0,007), CD4+ (p=0,041) dan CD8+ (p=0,005) akibat kemoterapi

neoadjuvant pada KNF jenis Undifferentiated.

2. Ada perbedaan berupa peningkatan yang tidak signifikan secara statistik

(p= 0,646) rasio CD4+/CD8+ akibat kemoterapi neoadjuvant pada KNF

jenis Undifferentiated.

3. Hubungan antara ekspresi LMP1 dengan rasio CD4+/CD8+ sangat lemah

dan tidak signifikan secara statistik (r=0,17; p=0,468) pada KNF jenis

Undifferentiated.

6.2. Saran

1. Perlu dipikirkan pemberian asupan dan/atau pengobatan untuk mencegah

terjadinya penurunan sistem imun akibat kemoterapi neoadjuvant pada

karsinoma nasofaring jenis Undifferentiated.

2. Penelitian dengan memeriksa ekspresi LMP1, CD4+, CD8+ dan rasio

CD4+/CD8+ setelah kemoterapi saja perlu dilakukan, sehingga pengaruh

kemoterapi terhadap ekspresi tersebut dapat dianalisis. Hal ini

dimaksudkan untuk mengurangi adanya bias yang mungkin terjadi dalam

penelitian.

3. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan kontrol, mengingat

Page 137: PENGARUH KEMOTERAPI NEOADJUVANT TERHADAP …/Pengaruh... · SUNARDO BUDI SANTOSO NIM S500907029 ... M.Kes, PAK NIP. 19480313 197610 1 001 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

desain eksperimental kuasi pada penelitian ini masih banyak

kelemahannya.