pendidikan keimanan (kajian tafsir surat al an’am ayat...

126
PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi Diajukan kepada Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I) Oleh FIKRI LATIPATUL HUDA NIM : 1110011000077 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2014 M

Upload: lytuyen

Post on 18-Sep-2018

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

PENDIDIKAN KEIMANAN

(KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79)

Skripsi

Diajukan kepada Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Oleh

FIKRI LATIPATUL HUDA

NIM : 1110011000077

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H / 2014 M

Page 2: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

Pendidikan Keimanan

(Kajian Tafsir Surat Al-An’am ayat 74-79)

Skripsi

Diajukan kepada Fakutas Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

(S.Pd.I)

Disusun oleh:

Fikri Latipatul Huda

1110011000077

DI BAWAH BIMBINGAN

Abdul Ghofur, M.A

NIP. 19681208 199703 1 003

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M/1436 H

Page 3: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 4: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 5: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 6: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

i

ABSTRAK

Fikri Latipatul Huda (NIM. 1110011000077). Pendidikan Keimanan (Kajian

Tafsir Surat Al-An’am Ayat 74-79).

Setiap manusia dilahirkan memiliki potensi. Potensi itu berupa fitrah akan

pengakuan adanya Allah swt. Pendidikan Keimanan yaitu usaha sadar dalam

menanamkan akan dasar-dasar keimanan kepada peserta didik yang berfungsi

untuk mengembangkan segala potensi yang telah dimiliki oleh peserta didik agar

potensi yang telah dimiliki oleh peserta didik dapat dikembangkan kepada jalan

kebenaran. Oleh karena itu seorang pendidik harus mampu membantu

mengembangkan potensi yang telah dimiliki oleh peserta didik menuju arah yang

baik. Berbicara tentang keimanan, erat kaitannya dengan tauhid. Karena inti dari

keimanan itu yaitu beriman kepada Allah swt. Sehingga beriman kepada Allah

swt. mengandung implikasi keimanan akan wujud-Nya, ke-Esaan-Nya ketuhanan-

Nya dan keimanan akan nama-nama baik-Nya dan sifat-sifat luhur-Nya yang

terwujud dalam tauhid ulûhiyyah, tauhid rubûbiyyah dan tauhid asmâ` wa sifat.

Dalam Q.S. al-An’am ayat 74-79 ini membahas tentang bagaimana upaya Nabi

Ibrâhîm dalam menanamkan keimanan kepada ayah dan kaumnya yang

menyembah berhala dan menyembah bintang, bulan dan matahari.

Penelitian skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif melalui penulusuran

data-data kepustakaan atau library research. Library research yaitu serangkaian

kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca

dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Adapun metode yang digunakan

dalam pembahasan ayat adalah metode tafsir tah lili yaitu metode tafsir yang

digunakan oleh para mufassir dalam menjelaskan kandungan ayat al-Qur’an dari

berbagai seginya dengan memperhatikan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana yang

tercantum dalam mushaf. Dimulai dengan menyebutkan ayat-ayat yang akan

ditafsirkan, menjelaskan makna lafaz yang terdapat di dalamnya, menjelaskan

munasabah ayat dan menjelaskan isi kandungan ayat. Sedangkan metode

pembahasannya menggunakan metode deskriptif-analisis dengan cara

mengumpukan data, analisis data kemudian menarik kesimpulan.

Dalam penelitian ini, penulis memperoleh nilai-nilai pendidikan keimanan

yang meliputi: Pertama, tauhid ulûhiyyah yang terdiri atas Allah swt. satu-satunya

sumber hidayah, penghindaran dari segala bentuk kemusyrikan dan ikhlas dalam

beribadah kepada Allah swt. Kedua, tauhid rubûbiyyah yang terdiri atas meyakini

Allah swt. sebagai satu-satunya Pencipta dan meyakini bahwa Allah swt. sebagai

satu-satunya Pengatur. Ketiga, tauhid asmâ` wa sifat yang terdiri atas meyakini

bahwa Allah swt. bersifat wujud, meyakini bahwa Allah swt bersifat qidam dan

meyakini bahwa Allah swt bersifat baqâ.

Kata Kunci: Pendidikan Keimanan

Page 7: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

ii

ABSTRACT

Fikri Latipatul Huda (NIM. 1110011000077). Faith Education

(Interpretation Study of Chapter Al-An’am Verse 74-79).

Every human is born with the potential which has been given by Allah SWT.

That potential is a natural tendency about the confession of the existence of Allah

SWT. Faith education is the conscious effort in engrafting the basic faith to

students where the function is to evolving every potential which has been had by

the students in order to develop it in to right way. Therefore a teacher has to help

students in developing the potential which has been had by the students in to the

better way. The faith has strong relationship with tauhid (knowledge about the

One-God) because the core of faith is belief in Allah SWT. Therefore, belief in

Allah SWT contains the faith implication about His existence, His One-God, His

divinity, His good names and His supreme attributes which are materialized in

tauhid ulûhiyyah, tauhid rubûbiyyah and tauhid asmâ` wa sifat. Holy Koran

chapter Al-An’am discusses about how the effort of prophet Ibrahim in engrafting

the faith to his father and his community who are paganism, worshiper of the

animals, moon and sun.

The skripsi uses qualitative method through investigation of data in library or

library research. Library research is connected activities which have correlation

with library data collection, reading, taking note and analyzing the object of study.

The method that is used in this study is tahlili method. It is the interpretation

method which is used by the experts of Koran interpretation in explaining the

content of verses in Koran from various aspects and observes the verses of holy

Koran. The writer starts from mentioning the verses that will be interpreted,

explaining the sense of words, explaining the munasabah of verses and explaining

the content of verses. Furthermore, the discussion method in this study uses

descriptive analysis method by collecting the data, analyzing it and making the

conclusion.

.

In this study, the writer gets the values of faith education which involve: first,

tauhid ulûhiyyah which consists of Allah is the only one source of guidance,

avoidance from every types of polytheist and sincerity in worshipping to Allah

SWT. Second, tauhid rubûbiyyah which consists of believing in Allah SWT as the

only one controller. Third, tauhid asmâ` wa sifat which consists of believing in

the existence of Allah and Allah is antecedence (qidam) and eternal (baqa’)

Key word : Faith Education

.

Page 8: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’âlamin, segala puji terhatur kepada Dzat Yang Maha

Luhur, Dzat Yang Maha Kuasa yang dengan kudrat dan iradat-Nya penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar

Sarjana program strata satu (S1), jurusan Pendidikan Agama Islam pada Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2014.

Untaian shalawat dan salam selalu tercurah limpahkan kepada Nabi

Muhammad saw. yang menjadi panutan kita semua, yang telah berjuang untuk

melaksanakan tugas kerasulannya dalam mengemban amanah dari Sang Rabbu

‘Izzati untuk mendidik umatnya agar menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa.

Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa

penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, dukungan, motivasi

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-

besarnya khususnya kepada:

1. Ibu Dra. Hj. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Kepala Jurusan Pendidikan

Agama Islam.

3. Ibu Hj. Marhamah Saleh, LC. MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan

Agama Islam.

4. Bapak Abdul Ghofur M.A selaku pembimbing skripsi yang senantiasa

membimbing, mengarahkan, dan memberikan motivasi kepada penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Khalimi M.Ag selaku Dosen pembimbing akademik yang telah

membantu dan memberikan saran kepada penulis.

6. Seluruh Dosen dan Staff jurusan Pendidikan Agama Islam.

Page 9: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

iv

7. K.H Bahrudin, S.Ag selaku guru/pengasuh Pondok Pesantren Daar El-

Hikam Ciputat Tangerang Selatan, yang telah banyak memberikan

ilmunya, motivasi, nasihat-nasihatnya serta dengan kesabarannya yang

luar biasa yang selalu mendidik hati ini agar selalu berada dalam jalan

rida-Nya sehingga penulis tidak pernah putus asa untuk menyelesaikan

skripsi ini.

8. Teristimewa untuk ibunda tersayang Hj. Atikah dan Almarhum ayahanda

tercinta Ahmad Hujjatul Islam yang selalu memberikan kasih sayang,

motivasi dan do’anya kepada penulis.

9. Saudara-saudariku tersayang Moch. Abdul Hadi, Moch. Badru Rifa’i,

Endah Rafika Kholilah yang selalu memberikan do’a dan motivasi kepada

penulis.

10. Keluarga besar LEMKA (Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an) yang selalu

memberikan motivasi dan menghibur penulis dalam penulisan ini.

11. Sahabat-sahabatku seperjuangan Nida Afifah Nur, Wiwin Sutianah,

Nurfitriani, Ratu Shodfatul Munifah, Eem Sulaemah, Teti resmiawati,

Suprapti dan yang lainnya, yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu-

persatu tapi, tidak mengurangi rasa hormat penulis, yang senantiasa

mendoakan dan meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam

melakukan menyelesaikan skripsi ini.

12. Keluarga besar Pondok Pesantren Daar El-Hikam Ciputat Tangerang

Selatan, terima kasih atas kebersamaannya yang selama ini memberikan

bimbingan, do’a, dan motivasi kepada penulis.

13. Keluarga besar Jurusan Pendidikan Agama Islam kelas B angkatan

akademik 2010 yang selama ini bersama-sama menyelesaikan studi S1 di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

14. Keluarga besar Kelas Tafsir Hadits Jurusan Pendidikan Agama Islam yang

selama ini bersama-sama menyelesaikan studi S1 di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan dan

Page 10: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

v

pahala dari Allah swt. semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat

bermanfaat untuk semua pihak. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Jakarta, 09 Oktober 2014

Fikri Latipatul Huda

Page 11: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

vi

DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ........................................ viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................... 10

C. Pembatasan Masalah .............................................................. 10

D. Rumusan Masalah ................................................................... 10

E. Tujuan Penelitian ................................................................... 11

F. Manfaat Penelitian .................................................................. 11

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Pendidikan Keimanan ........................................... 12

B. Materi Pendidikan Keimanan .................................................. 17

C. Metode Pendidikan Keimanan ................................................ 28

D. Faktor Penunjang Pendidikan Keimanan ................................ 40

E. Kajian Relevansi ..................................................................... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian ................................................... 47

B. Metode Penulisan .................................................................... 47

C. Fokus Penelitian ...................................................................... 47

D. Prosedur Penelitian ................................................................ 47

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Tafsir Surat al-An’am [6] : 74–79 ........................................... 52

1. Teks dan Terjemah Ayat ................................................... 52

2. Tafsir Mufradat Ayat ......................................................... 53

3. Tafsir Surat al-An’am [6] : 74–79 ..................................... 58

Page 12: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

vii

B. Pendidikan Keimanan yang terkandung dalam surat al-An’am [6]

ayat 74-79 ................................................................................ 67

1. Tauhid Ulûhiyyah ............................................................. 68

a. Allah swt. satu-satunya sumber hidayah ..................... 70

b. Penghindaran dari segala bentuk kemusyrikan ............ 72

c. Ikhlas dalam beribadah kepada Allah swt. .................. 75

2. Tauhid Rubûbiyyah .......................................................... 78

a. Meyakini Allah swt. sebagai satu-satunya Pencipta ....

...................................................................................... 80

b. Meyakini bahwa Allah swt. sebagai satu-satunya Pengatur

...................................................................................... 82

3. Tauhid Asmâ wa sifat ....................................................... 83

a. Meyakini bahwa Allah swt. bersifat wujud ............... 85

b. Meyakini bahwa Allah swt. bersifat Qidam .............. 86

c. Meyakini bahwa Allah swt. bersifat Baqâ ................. 87

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 89

B. Saran ........................................................................................ 90

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 91

LAMPIRAN

Page 13: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Konsonan

Huruf

Arab

Huruf Latin

Tidak ا

dilambangkan ś ث

h ح kh خ

ż ذ

sy ش

ş ص

đ ض

2. Vokal

Tanda Huruf Latin

a

i

u

3. Mâdd (Panjang)

Harakat

dan Huruf

Huruf dan

Tanda

â ىا

Î ىي

û ىو

Huruf

Arab

Huruf Latin

ţ ط

ť ظ

‘ ع

g غ h ة

Tanda dan

Huruf

Huruf Latin

ai ىي

au ىو

Page 14: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur‟an datang dengan membuka lebar-lebar mata manusia agar mereka

menyadari jati diri dan hakikat keberadaan mereka di pentas bumi ini. Juga agar

mereka tidak terlena dengan kehidupan ini, sehingga mereka tidak menduga

bahwa hidup mereka hanya dimulai dengan kelahiran dan berakhir dengan

kematian. Bisikan hati yang melahirkan keyakinan semacam itu, menjadikan

manusia berusaha memahami apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah swt.,

Tuhan Maha Pencipta itu.1

Fungsi utama al-Qur‟an sebagai hidayah (petunjuk) bagi manusia dalam

mengelola hidupnya di dunia secara baik dan merupakan rahmat untuk alam

semesta, disamping pembeda antara yang hak dan yang batil juga sebagai penjelas

terhadap segala sesuatu, akhlak, moralitas, dan etika-etika yang patut

dipraktekkan manusia dalam kehidupan mereka. Penerapan semua ajaran Tuhan

itu akan membawa dampak positif bagi manusia.2 Al-Qur‟an secara garis besar

berisi dua prinsip besar yaitu berhubungan dengan masalah keimanan yang

disebut akidah dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syari‟ah. 3

Menurut Quraish Shihab, al-Qur‟an mempunyai tiga petunjuk pokok:

1. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang

tersimpul dalam keimanan akan ke-Esaan Tuhan.

2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-

norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam

kehidupannya secara individual dan kolektif.

1M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, ( Bandung: Mizan, 1993), Cet. VII, h. 15 2Rif‟at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur‟ani, (Ciputat: WNI Press, 2009), Cet. I, h. 203

3Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,

2013), Cet. I, h. 26

Page 15: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

2

3. Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar

hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan

sesamanya.4

Di dalam al-Qur‟an terdapat banyak sekali ayat-ayat yang mengemukakan

prinsip-prinsip pendidikan ini. Karena itu umat Islam harus pandai-pandai

mengambil ayat tersebut untuk dijadikan landasan pelaksanaan pendidikan bagi

anak-anak atau generasi muda.5

Pendidikan Islam mempunyai fungsi yang bermacam-macam antara lain

yaitu menumbuhkan dan memelihara keimanan. Sebagaimana telah kita ketahui

bersama setiap anak lahir di dunia ini telah dibekali pembawaan “beragama

tauhid”. 6

Oleh karena itu, pendidikan keimanan menempati urutan pertama dalam

pendidikan Islam. Sebagaimana dalam Q.S. Luqman : 13

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia

memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu

mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah

benar-benar kezaliman yang besar".

Ayat diatas merupakan nasihat pertama kali yang disampaikan oleh

Luqman kepada putranya, ini menunjukkan bahwa pendidikan yang pertama kali

dilakukan ialah pembentukan keyakinan kepada Allah swt. yaitu pendidikan

keimanan sehingga dengan keimanan ini akan berpengaruh terhadap sikap dan

kepribadian anak.7

Adapun yang dimaksud dengan pendidikan iman ialah mengikat anak

dengan dasar-dasar Iman, rukun Islam dan dasar-dasar Syari‟at, sejak anak mulai

mengerti dan dapat memahami sesuatu. Kewajiban para pendidik adalah

menumbuhkan anak atas dasar pemahaman dan dasar-dasar pendidikan iman dan

ajaran Islam sejak masa pertumbuhannya. Sehingga anak akan terikat dengan

Islam, baik akidah maupun ibadah, di samping penerapan metode maupun

peraturan. Setelah anak mendapatkan petunjuk dan pendidikan tentang keimanan

4M. Quraish Shihab, op.cit., h. 40

5Nur Uhbiyati, op. cit., h. 27

6Ibid., h. 22

7Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. V, h. 156

Page 16: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

3

ini, ia hanya akan mengenal Islam sebagai din-nya, al-Qur‟an sebagai Imamnya

dan Rasulullah saw. sebagai pemimpin dan keteladanan.8

Iman merupakan fondasi yang digunakan Islam dalam membangun pribadi

muslim, sebab iman merupakan unsur paling mendasar yang menjadi penggerak

emosinya dan pengarah segala keinginannnya. Seandainya unsur iman benar-

benar dominan dalam jiwa manusia, maka pastilah seseorang akan istiqâmah. Ia

senantiasa menempuh jalan yang hak, mampu mengendalikan kelakuannya, serta

mengetahui mana yang positif dan mana yang negatif. Inilah yang dituntut Islam

dari kita.9 Iman juga memberikan api kekuatan yang besar dalam tekad,

keberanian, kesabaran, ketabahan dan tawakal. Oleh karena itu orang beriman

akan sanggup menghadapi tugas-tugas berat dan meninggalkan kesenangan di

dunia ini. Semua itu ia lakukan semata-mata mencari keridaan-Nya.10

Keimanan

dalam ajaran Islam merupakan pokok (ushul) yang dari padanya ke luar cabang-

cabang ajaran Islam. Keimanan akan melahirkan perbuatan yang baik (amal-

shalih) yang merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.11

Membicarakan keimanan berarti membicarakan persoalan akidah dalam

Islam. Pengertian akidah (aqidah dalam bahasa Arab) secara etimologi adalah

ikatan dan/atau sangkutan. Akidah dalam pengertian terminologi adalah iman,

keyakinan yang menjadi pegangan hidup bagi setiap pemeluk agama Islam. Oleh

karena itu, akidah selalu ditautkan dengan rukun iman atau arkân al-iman yang

merupakan asas bagi ajaran Islam. Islam adalah agama tauhid. Perkataan tauhid

erat hubungannya dengan kata wahid (satu tau esa) dalam bahasa Arab. Sebagai

istilah yang dipergunakan dalam membahas ketuhanan (segala sesuatu mengenai

8Abdullah Naşih „Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Jilid I, (Semarang:

CV. Asy-Syifa, 1981), Cet. III, h. 151 9Abdurrahman Hasan Habanakah Al-Maidani, Pokok-Pokok Akidah Islam, Terj. dari Al-

Aqidah Al-Islamiyah wa Ususuha oleh A. M. Basalamah, (Jakarta: Gema Insani, 2004), Cet. II, h.

34 10

Sayyid Naimullah, Keajaiban Aqidah; Jalan Terang Menuju Islam Kaffah, (Jakarta:

Lintas Pustaka Publisher, 2004), Cet. I, h. 37 11

Hamzah Ya‟qub, Ilmu Ma‟rifah; Sumber Kekuatan dan Ketentraman Bathin, (Jakarta:

CV. Atisa, 1988), Cet. III, h. 36

Page 17: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

4

Tuhan). Tauhid adalah keyakinan akan keesaan Tuhan yang dalam ajaran Islam

disebut Allah. Allah adalah penamaan khusus Islam pada Tuhannya.12

Inti penting dari keimanan itu adalah tauhid kepada Allah swt. Jika

diinginkan adanya konsistensi, maka dalam membahas segala sesuatu yang

berkaitan dengan pendidikan Islam, kita tidak mungkin melakukannya tanpa

melihat hubungannya dengan tauhid atau faham Ketuhanan Yang Maha Esa.

Seperti diketahui, sebagaimana ungkapan Nurcholish Madjid, bahwa tauhid

adalah pondasi atau asas bagi semua bangunan Islam, bahkan seharusnya fondasi

bagi semua bangunan kemanusiaan yang benar. Tauhid adalah bagian paling inti

ajaran Islam.13

Keimanan yang berlandaskan tauhid ulûhiyyah, rubûbiyyah, maupun

tauhid asma‟ dan sifat, dapat memperkokoh diri untuk beramal saleh dan tetap

dalam keadaan ketakwaan. Iman dengan pemaknaan tauhid ulûhiyyah

memberikan pemahaman yang benar terhadap Allah swt. bahwasannya Dia saja

yang berhak disembah, ditaati, dan manusia tidak dibenarkan berlaku syirik

kepada-Nya. Sesungguhnya Allah swt. tidak mengampuni dosa mempersekutukan

(sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang

dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah

maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.14

Dalam kehidupan, kalimat tauhid Lâ ilâha illâllah akan senantiasa

memberikan kesan yang kuat kepada umat manusia, seperti yang dikatakan oleh

Abdul A‟la Maududi. Abdul A‟la Maududi mengatakan bahwa orang mukmin

yang mengimani kalimat tauhid, wawasan pikirannya akan luas karena ia

meyakini rubûbiyyah Allah sebagai zat yang menciptakan langit dan bumi sebagai

penguasa alam semesta, sebagai pemilik barat dan timur. Bahkan Dialah yang

memberi rezeki dan mengatur manusia. Iman kepada kalimat tauhid akan

melahirkan rasa percaya pada diri dan kebesaran jiwanya. Ia yakin bahwa tak ada

12

Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), Cet. IV, h.

2 13

Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),

Cet. I, h. 78 14

Khairunnas Rajab, Psikologi Ibadah; Memakmurkan Kerajaan Ilahi di Hati Manusia,

(Jakarta: Amzah, 2011), Cet. 1, h.125-126

Page 18: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

5

yang dapat mengalanginya, selain Allah swt. Hanya Dialah yang boleh memberi

manfaat dan mudarat. Dialah yang mematikan dan menghidupkan dan Dia jugalah

pemilik segala hukum, kekuasaan dan kedaulatan. Orang yang mengimani kalimat

tauhid akan memahami dengan sepenuh hatinya bahwa jalan menuju keselamatan

dan kebahagiaan hanya dapat dicapai dengan kebersihan jiwa dan amal soleh. Ia

beranggapan begini karena ia beriman kepada Zat Yang Maha Kaya dan Maha

Adil. Hanya Dialah tempat bergantung.15

Dari uraian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwasannya al-

Qur‟an merupakan pedoman bagi kehidupan manusia yang di dalamnya terdapat

ajaran-ajaran yang harus dilaksanakan oleh manusia sebagai hamba Allah swt.

Diantara isi dari ajaran al-Qur‟an yang paling utama yaitu masalah keimanan.

Keimanan ini penting dimiliki oleh setiap manusia, karena dengan keimanan ini

seseorang akan menyadari perannya sebagai hamba Allah swt. dengan meyakini

bahwa hanya Allah swt. adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah dan

menyadari bahwa tidak ada Tuhan yang mampu menciptakan alam semesta ini

kecuali Allah swt. Sehingga dengan adanya keyakinan itu, menjadikan manusia

menjadi hamba yang selalu mendekatkan diri kepada Allah swt sehingga ia akan

melaksanakan segala perintah-perintah Allah swt. tanpa sedikitpun adanya

keraguan di dalam dirinya.

Manusia dilahirkan dengan membawa fitrah-fitrah tertentu. Al-Qur‟an

mengisyaratkan bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap insan, dan bahwa

hal tersebut merupakan fitrah (bawaan) manusia sejak asal kejadiannya.16

Demikian difahami dari firman-Nya dalam surat Al-Rum (30): 30.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;

(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah

15

Sayyid Naimullah, op. cit., h. 36 16

M. Qurasih Shihab, Wawasan al-Qur‟an; Tafsir Mauđu‟i atas Pelbagai Persoalan

Umat, (Bandung: Mizan, 1997), Cet. V, h. 15

Page 19: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

6

itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahui. “

Dalam ayat lain dikemukakan, pada Q.S. al-A‟raf : 172

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak

Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa

mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka

menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami

lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:

"Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah

terhadap ini (keesaan Tuhan)"

Disamping itu, terdapat beberapa sabda Nabi saw. tentang fitrah dengan

beberapa riwayat dari para sahabat yang berbeda pula muatannya. Sebuah sabda

Nabi saw. yang populer, yang banyak disitir oleh para ulama antara lain sebagai

berikut:

لد يمتما مه م ، كما تىتج الب يمجساو ، أ يىصراو ، داو اي ي إلا يلذ على الفطرة، فأب

ا مه جذعاء ل تحسن في يمت جمعاء، : }فطرة الل« ب عى ريرة رضي الل ثم يقل أب

رلك الذيه القيم{ ا ال تبذيل لخلق الل التي فطر الىاس علي

“Tiada seorang bayi pun melainkan dilahirkan dalam fitrah yang bersih.

Maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi

sebagaimana binatang melahirkan binatang kesekuruhannya. Apakah

kalian mengetahui di dalamnya ada binatang yang rumpung hidungnya?

Kemudian Abu Hurairah membaca ayat dari surat ar-Rum: 30 ini. „...

(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut futrah

itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus.”(H.R.

Bukhari)17

Fitrah yang disebutkan pada dalil-dalil di atas mengandung implikasi

kependidikan yang berkonotasi kepada faham nativisme. Oleh karena itu, kata

fitrah mengandung makna kejadian yang di dalamnya berisi potensi dasar

beragama yang benar dan lurus (ad-din al-qayyim) yaitu Islam.18

Fitrah

merupakan modal dasar seorang bayi untuk menerima agama tauhid. Dengan

demikian, orang tua dan pendidik berkewajiban melakukan dua langkah berikut :

17

Muhammad bin Isma‟il Abu „Abdullah al-Bukhari, Şah ih al-Bukhari, Juz II, (tt.p., Dâr

an-Najah, 2001), Cet. I, h. 95 18

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Cet. IV, h. 42-43

Page 20: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

7

Pertama, membiasakan anak untuk mengingat kebesaran dan nikmat Allah.

Kedua, membiasakan anak untuk mewaspadai penyimpangan-penyimpangan yang

kerap membiasakan dampak negatif terhadap diri anak.19

Dari beberapa dalil di atas dapat kita fahami, bahwa setiap manusia yang

dilahirkan memiliki fitrah untuk bertauhid kepada Allah swt., oleh karena itu

pendidikan keimanan berfungsi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh

peserta yaitu berupa fitrah akan mengakui adanya Allah swt. agar dengan adanya

pendidikan keimanan ini dapat tertanam kepada anak didik akan dasar-dasar

keimanan, rukun Islam dan dasar-dasar syari‟at. Sehingga dengan tertanamnya

akan dasar-dasar keimanan kepada anak didik dapat menempatkan hubungan

antara hamba dengan khaliknya menjadi bermakna dan dapat melahirkan pada diri

peserta didik keimanan yang kuat.

Fitrah ada kalanya tertutup atau hilang oleh sebab-sebab tertentu. Oleh

karena itu, fitrah menghendaki pengembangan. Begitu pula dengan keadaan

fitrah-fitrah yang lain, seperti dengan fitrah beragama.20

Zaman yang kita hadapi sekarang ini jauh lebih beragam, baik dari segi

budaya, fikrahnya, maupun ideologinya. Semua itu akan mengancam kelestarian

hidup yang serasi dan sesuai dengan konsep Ilâhiyah. Mempertahankan iman

adalah perjuangan, demikian pula dalam bersabar. Semua itu merupakan

perjuangan yang panjang dan tak kunjung habis.21

Tidak sedikit ditemukan dalam kehidupan manusia dewasa ini yaitu krisis

keimanan dengan sebab yang beraneka ragam yang salah satu diantaranya yaitu

sedikitnya orang-orang yang menyerukan agar mentauhidkan Allah swt. dalam

melakukan ibadah dan ketaatan-Nya. Padahal telah diberitakan di dalam al-Qur‟an

bahwasannya Allah swt. adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah dan

satu-satunya Tuhan yang menciptakan seluruh makhluk yang ada di langit

maupun di bumi. Keenganan manusia untuk mengetahui hukum-hukum agama

19

Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,

(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 145 20

Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2011), Cet. II, h. 55 21

Sayyid Naimullah, op. cit., h. 91

Page 21: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

8

karena kesibukannya dalam mengurusi urusan dunia, mengikuti hawa nafsunya

dan merebaknya kebodohan ini dalam mengetahui agama yang benar. Adapun

sebab yang paling meresahkan adalah kurangnya pengetahuan yang menimpa

manusia khususnya umat islam yang mendorongnya untuk bersikap ekstrem

dalam memahami hak Pencipta atas mereka sehingga menjerumuskan mereka ke

dalam berbagai pertentangan yang menafikan tauhid ulūhiyyah secara keseluruhan

atau menafikan sebagian rincian dari tauhid ini. Selain itu, tidak sedikit umat

islam yang lebih percaya kepada para paranormal, mereka mendatangi para

paranormal itu untuk mengetahui tentang nasibnya, mereka lupa bahwasannya

Allah satu-satunya Tuhan yang telah mengatur seluruh alam semesta ini dan

Allah telah menentukkan perjalanan hidup makhluknya. Sehingga dengan semua

ini dapat mengotori fitrah yang telah Allah swt. berikan kepada makhluknya.

Oleh karena itu pendidikan keimanan sangat penting, karena dalam

pendidikan keimanan ini seseorang akan dididik akan nila-nilai ketuhanan,

sehingga dengan tertanamnya nilai-nilai ketuhanan dalam diri seseorang akan

menyadari akan keberadaannya di dunia ini dan menyadari bahwa semua yang

terjadi itu tidak terlepas dari kehendak-Nya.

Islam datang untuk menghapuskan sesembahan manusia atas manusia,

pengabdian yang menyesatkan dan menghapus semua aturan yang berasaskan dari

penolakan terhadap prinsip islam. Islam datang untuk menaklukan kesesatan yang

dilakukan oleh umat manusia yang mengabdi kepada hawa nafsunya.22

Al-Qur‟an

datang untuk meluruskan keyakinan itu, dengan membawa ajaran tauhid.23

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa para Nabi merupakan amanat

wahyu, pengemban amanah dan pembela tauhid. Mereka diberi amanat untuk

mendidik kaumnya. Salah satu amanat yang paling utama ialah mengajak

kaumnya untuk beriman kepada Allah swt. dengan upaya menanamkan keyakinan

akan adanya Allah swt. Adapun untuk membuktikan akan adanya Allah swt. dapat

22

Ibid., h. 8 23

M. Qurasih Shihab, op. cit., h. 14

Page 22: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

9

dibuktikan dengan beberapa argumentasi; Pertama, Fitrah yang bersih, kedua akal

yang sehat dan yang ketiga dengan panca indera.24

Di dalam al-Qur‟an banyak sekali ayat-ayat yang membahas tentang

pendidikan keimanan, salah satu ayat yang membahas tentang pendidikan

keimanan yaitu surat al-An‟am ayat 74-79. Surat al-An‟am berarti surat yang

dinamai “Binatang Ternak”, adalah surat 6 dalam susunan mushaf. Dia diturunkan

di Makkah. Abu Ishaq al-Asfaraini berkata: “Sesungguhnya di dalam surat al-

An‟am terdapat tiang-tiang pokok Akidah Tauhid.” Dan beliau berkata

selanjutnya: “Penyususnan ini dan keletakan surat ditempatnya yang sekarang,

sesudah surat al-Maidah adalah tepat benar. Sebab akhir surat dari surat al-Maidah

adalah pembatalan kepercayaan Nasrani yang mengatakan bahwa Isa al-Masih

anak Allah atau Allah sendiri, yang telah ditegur dengan keras dan dijelaskan

bahwa kepercayaan itu kufur adanya dan sangat kacau.25

Di dalam surat ini dijelaskan bagaimana sikap Nabi Ibrâhîm as. dalam

mengajarkan akan pendidikan keimanan kepada kaum dan ayahnya yang

menyembah berhala. Kemudian Allah swt. memperlihatkan kepada Nabi Ibrâhîm

as. akan kekuasaan-Nya Yang Maha Agung segala yang ada di langit dan dibumi,

dengan adanya ciptaan Allah swt. tersebut dapat dijadikan pelantara untuk

memperteguh keimanannya. Oleh karena itu, di dalam Q.S. al-An‟am ini

dijelaskan bagaimana cara Nabi Ibrâhîm as. dalam mengajarkan kepada kaumnya

agar bertauhid kepada Allah swt. yang menurut penulis ini sangat penting

dijadikan sebagai rujukan dengan mencontoh kepada Nabi Ibrâhîm as. dalam

mendidik kaumnya.

Mengingat betapa pentingnya pendidikan keimanan yang harus dimiliki

oleh setiap muslim khususnya, tentunya yang berlandaskan pada al-Qur‟an, ini

sangat penting dan perlu digali lebih dalam untuk dijadikan rujukan dan pedoman

bagi kehidupan umat muslim agar memperkokoh keimanan setiap muslim.

24

Khalid bin Ali al-Musyaiqih, Buku Pintar Akidah; Panduan Praktis Memamahami

Akidah, Terj. dari Al-Mukhtaşar fiel „Aqidah oleh Ibnu Syarqi, (Klaten: Wafa Press, 2012), Cet. I,

h. 97 25

Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983), h.

106

Page 23: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

10

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penulis mengangkat

permasalahan tersebut dan dituangkannya dalam skripsi dengan judul ”

Pendidikan Keimanan (Kajian Tafsir Surat Al-An’am ayat 74-79)”.

B. Masalah Penelitian

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi

beberapa masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas dalam tulisan

ini yaitu:

a. Banyak masyarakat muslim yang belum faham akan pendidikan keimanan

yang terkandung dalam al-Qur‟an

b. Sedikit pengetahuan masyarakat muslim akan pentingnya pendidikan

keimanan

c. Sedikit masyarakat muslim dalam menerapkan pendidikan keimanan

d. Sedikit rasa tanggung jawab masyarakat dalam menyerukan untuk

bertauhid kepada Allah swt.

2. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, untuk memperjelas dan memberi arah

yang tepat dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis batasi pembahasannya

pada masalah tentang banyak masyarakat muslim yang belum faham akan

pendidikan keimanan yang terkandung dalam al-Qur‟an, yang dibatasi pada:

a. Ayat al-Qur‟an yang akan dibahas pada skripsi ini hanya pada Q.S. al-

An‟am ayat 74-79 yang membahas pendidikan keimanan.

b. Maksud pendidikan keimanan disini adalah keimanan kepada Allah swt.

yang inti dari iman ini adalah tauhid.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan

masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu :

a. Bagaimana tafsir Q.S. Al-An‟am ayat 74-79 menurut para mufassir?

b. Apa sajakah pendidikan keimanan yang terdapat di dalam Q.S al-An‟am

ayat 74-79?

Page 24: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui penafsiran Q.S. Al-An‟am ayat 74-79 menurut para

mufassir.

b. Untuk mengetahui pendidikan keimanan yang terdapat pada Q.S. Al-

An‟am ayat 74-79.

2. Manfaat Penelitian

a. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis.

b. Dapat mempelajari dan memahami al-Qur‟an sebagai petunjuk dan

pedoman hidup manusia agar ajarannya dapat direalisasikan dalam

kehidupan sehari-hari.

c. Dapat memberikan konstribusi dalam penulisan khususnya dalam dunia

pendidikan islam.

d. Penelitian ini merupakan langkah awal dan dapat ditindaklanjuti oleh

penulis berikutnya.

Page 25: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

12

BAB II

TEORI PENDIDIKAN KEIMANAN

A. Pengertian Pendidikan Keimanan

Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan

akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah

pendidikan ini semula berasal dari Bahasa Yunani yaitu “Paedagogie”, yang

berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.1 Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia pendidikan ialah “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran.”2

Sedangkan menurut pendapat para ahli mengenai pengertian pendidikan

adalah sebagai berikut:

Menurut Ahmad Tafsir “Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam

segala aspeknya. Definisi ini mencakup kegiatan pendidikan yang melibatkan

guru maupun yang tidak melibatkan guru (pendidik); mencakup pendidikan

formal, maupun nonformal serta informal. Segi yang dibina oleh pendidikan

dalam definisi ini adalah seluruh aspek kepribadian”.3

Pengertian pendidikan menurut Armai Arief yaitu pendidikan merupakan

usaha yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam rangka untuk

membimbing perkembangan rohani dan jasmaninya menuju ke arah kedewasaan

sehingga dengan adanya bimbingan ini dapat menjadikan anak menjadi manusia

yang berguna baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk hidup dalam masyarakat.4

Menurut Zuhairin dkk, berpendapat bahwa “Pendidikan dalam pengertian

luas adalah “meliputi semua perbuatan atau semua usaha dari generasi tua

1Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 13

2Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet.

III, h. 263 3Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2007), Cet. IX, h. 6 4Armai Arief, Refolmulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Crsd Press, 2005), Cet. I, h. 17

Page 26: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

13

untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya,

kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha

untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik

jasmaniah maupun rohaniah. Di samping itu pendidikan sering juga

diartikan sebagai suatu usaha-usaha manusia untuk membimbing anak yang

belum dewasa ke tingkat kedewasaan, dalam arti sadar dan mampu memikul

tanggub jawab atas segala perbuatannya dan dapat berdiri di atas kaki

sendiri.”5

Muzayyin Arifin memandang bahwa “Pendidikan merupakan upaya dalam

membina dan mengembangkan pribadi manusia, dari aspek rohani maupun

jasmani yang dilakukan secara bertahap.”6

Sementara dalam pendapat A. Fatah Yasin pendidikan merupakan kegiatan

yang di dalamnya terdapat: 1). Proses pemberian layanan untuk menuntun

perkembangan peserta didik, 2). Proses untuk mengeluarkan atau

menumbuhkan potensi yang terpendam dalam diri peserta didik, 3). Proses

memberikan sesuatu kepada peserta didik sehingga tumbuh menjadi besar,

baik fisik maupun non-fisiknya, 4). Proses penanaman moral atau proses

pembentukan sikap, perilaku dan melatih kecerdasan intelektual peserta

didik.7

Rois Mahfud mendefinisikan, “Pendidikan merupakan upaya transformasi

pengetahuan dalam diri individu agar dia tidak hanya memiliki kreativitas, tetapi

juga memiliki kesadaran ketuhanan (Transendental).”8

“Pendidikan, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003 merupakan usaha sadar dan

terencana melalui proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat

mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spritiual keagamaan,

pengendalian diri, kerpibadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”9

Adapun definisi pendidikan menurut D. Marimba, yang dikutip oleh Nur

Uhbiyati dalam bukunya Dasar-dasar ilmu pendidikan Islam, bahwa:

5Zuhairini, dkk, op. cit., h. 92

6Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), Cet. V,

h. 12 7A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UIN-Malang Press,

2008), Cet. I, h. 16 8Rois Mahfud, Al-Islam; Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya: Erlangga, 2011), h.

144 9Ibid., h. 148

Page 27: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

14

Pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum

agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut

ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain sering kali beliau

menyatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah yaitu kepribadian

yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta

berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan

nilai-nilai Islam.10

Dari beberapa pengertian pendidikan di atas penulis menarik kesimpulan

bahwasannya pengertian pendidikan adalah suatu usaha sadar yang dilakukan

oleh pendidik kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam

membimbing perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar peserta didik

memiliki kesadaran akan Tuhannya.

Adapun mengenai istilah keimanan, keimanan berasal dari kata iman yang

diberi imbuhan “ke – an” yang memiliki arti keyakinan, ketetapan hati dan

keteguhan hati.11

Iman berasal dari Bahasa Arab, yaitu: artinya aman,

tentram, artinya mempercayai, mempercayai.12

Menurut bahasa iman berarti pembenaran hati. Sedangkan menurut istilah,

iman adalah:

“Membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan

dengan anggota badan.”13

Adapun definisi iman menurut para ahli adalah sebagai berikut:

M. Saberanity mendefinisikan bahwa iman adalah:

“Yaitu membenarkan segala sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah yang

bersumber dari Allah SWT.”14

10

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2013), Cet.

I, h. 16 11

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,

(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet. IV, h. 526 12

Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997), Cet. XIV, h. 41 13

Tim Ahli Tauhid, Kitab Tauhid, (Jakarta: Darul Haq, 1998), h. 2

Page 28: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

15

Sayid Sabiq memberikan pengertian iman sebagai berikut: Pengertian

keimanan atau akidah itu tersusun dari enam perkara, yaitu:

1. Makrifah kepada Allah, makrifat dengan nama-nama-Nya yang mulia dan

sifat-sifat-Nya yang tinggi. Juga makrifat dengan bukti-bukti wujud atau ada-

Nya serta kenyataan sifat keagungan-Nya dalam alam semesta atau di dunia

ini.

2. Makrifat dengan alam yang ada di balik alam semesta ini yakni alam yang

tidak dapat dilihat. Demikian pula kekuatan-kekuatan kebaikan yang

terkandung di dalamnya yakni yang berbentuk malaikat, juga kekuatan-

kekuatan jahat yang berbentuk iblis dan sekalian tentaranya dari golongan

syetan. Selain itu juga makrifat dengan apa yang ada di dalam alam yang lain

lagi seperti jin dan ruh.

3. Makrifat dengan kitab-kitab Allah yang diturunkan oleh-Nya kepada para

Rasul. Kepentingannya ialah dijadikan sebagai batas untuk mengetahui antara

yang hak dan yang batil, baik dan jelek, halal dan haram, juga antara yang

bagus dan yang buruk.

4. Makrifat dengan Nabi-Nabi serta Rasul-rasul Allah Ta‟ala yang dipilih oleh-

Nya. Untuk menjadi pembimbing kearah petunjuk serta pemimpin seluruh

mahluk guna menuju arah yang lebih baik.

5. Makrifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disaat itu

seperti hari kebangkitan dari kubur (hidup lagi sesudah mati), memperoleh

balasan, pahala atau siksa, surga atau neraka.

6. Makrifat kepada takdir (qađa dan qadar) yang di atas landasan itulah

berjalannya peraturan segala yang ada di alam semesta ini, baik dalam

penciptaan atau cara mengaturnya.”15

Iman menurut Mawardi Labay yaitu mempercayai akan ke-Esaan Allah

swt dengan segala sifat-sifat-Nya yang sempurna, iman bukanlah sekedar percaya

saja, melainkan juga harus dibuktikan dengan amal perbuatan nyata. 16

Yusuf Qardhawi dalam bukunya “Iman dan Kehidupan” mengatakan

bahwa: “Iman menurut pengertian yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang

meresap ke dalam hati dengan penuh keyakinan tanpa dicampuri oleh syak dan

14

M. Saberanity, Keimanan Ilmu Tauhid, (Tangerang: Lekdis Nusantara, 2006), Cet. II, h.

2 15

Sayid Sabiq, Aqidah Islam, (Bandung: Diponegoro, 2010), Cet. XVIII, h. 16 16

Mawardi Labay El-Sulthani, Zikir dan Do‟a; Iman Pengaman Dunia, (Jakarta: Al-

Mawardi Priman, 2000), h. 35

Page 29: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

16

keraguan, serta memberi pengaruh terhadap pandangan hidup, tingkah laku dan

perbuatan sehari-hari.”17

Abdullah Nashih „Ulwan mendefinisikan bahwa iman ialah keyakinan

seorang mu‟min akan kekuasaan Allah swt. yang memiliki wewenang terhadap

kehidupan dan kematian seseorang, begitu pula meyakini akan kehendak Allah

swt. terhadap segala yang terjadi pada diri seorang hamba.18

Menurut Abu Ishaq Ibrâhîm az-Zujaj yang dikutip oleh Moh. Rowi Latif

bahwa iman yaitu meyakini dan mempercayai dengan sepenuh hati terhadap

syari‟at yang didatangkan oleh Nabi Muhammad saw. yang diwujudkan dalam

bentuk ketaatan serta penerimaan segala hal yang didatangkan dari Nabi saw.

Selain itu, iman merupakan keyakinan yang tidak dicampuri sedikit pun oleh

keraguan dengan melaksanakan segala yang diwajibkan atas dirinya. 19

Begitu pula definisi tentang iman, Imam Ibnu Qayyim berpendapat yang

dikutip oleh Abdur Razzaq bin Thahir bin Ahmad Ma‟asy, bahwa hakikat iman

adalah sesuatu yang terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua

macam: Perkataan hati yaitu keyakinan dan perkataan lisan yaitu menyatakan

keislaman. Perbuatan juga ada dua macam: Perbuatan hati yaitu niat dan

keikhlasan, dan perbuatan anggota badan. Jika keempat unsur ini hilang, maka

hilanglah kesempurnaan iman. Jika hilang pengakuan di dalam hati, maka

hilanglah manfaat unsur-unsur yang lainnya.20

17

Yusuf Al Qardhawi, Iman dan Kehidupan, Terj. dari Al-Iman wal Hayat oleh

Fachruddin HS, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. III, h. 3 18

Abdullah Nashih „Ulwan, Saat Mu‟min Merasakan Kelezatan Iman, (Jakarta: Robbani

Press, 1992), Cet. I, h. 1 19

Moh. Rowi Latif, Bagaimana Anda Menjadi Orang Mu‟min, (Surabaya: PT. Bungkul

Indah, 1995), Cet. I, h. 13 20

Abdur Razzaq bin Thahir bin Ahmad Ma‟asy, Mengupas Kebodohan, Terj. dari Al Jahl

bi Masail Al I‟tiqad wa Hukmuhu oleh Asep Saefullah dan Kamaluddi Sa‟diyatul Haramain,

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), Cet. I, h. 28

Page 30: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

17

Sementara menurut Sayyid Nursi iman adalah kekuatan. Manusia yang

menggapai iman hakiki bisa menghadapi alam wujud dan membebaskan diri dari

himpitan-himpitan peristiwa dengan bersandar pada kekuatan imannya.21

Dari berbagai definisi iman di atas, penulis mengambil kesimpulan

bahwasannya iman adalah keyakinan dengan membenarkan segala yang

didatangkan oleh Allah berupa keyakinan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitabnya,

para Rasul, iman kepada hari akhir serta iman kepada qađa dan qadarnya Allah

yang dibuktikan dengan perbuatan sehingga keimanan ini dapat mempengaruhi

tingkah laku seseorang yang menjadikannya hamba yang taat kepada Allah swt.

dan meyakini akan keberadaan-Nya dengan melaksanakan ibadah secara tulus dan

ikhlas kepada Allah swt.

Sehingga dapat didefinisikan bahwa pendidikan keimanan merupakan

usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didiknya dengan tujuan

agar peserta didik memiliki kesadaran akan Tuhannya dengan menanamkan

keyakinan akan rukun iman yang enam yaitu beriman kepada Allah, Malaikat,

Kitab-kitab, Hari kiamat serta qađa dan qadar-Nya. Selain itu pendidikan

keimanan berfungsi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta

didik yaitu potensi mengakui akan adanya Allah swt. sehingga dengan

tertanamnya keimanan ini menjadikan peserta didik menjadi hamba yang taqwa

dan taat kepada Allah swt.

B. Materi Pendidikan Keimanan

Untuk bisa mencapai tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang

diharapkan, maka tentu saja materi yang akan disajikan atau yang

diperbincangkan sebagai bahan kajian adalah materi-materi yang diambil dari

21

Badi‟uzzaman Sa‟id Nursi, Iman Kunci Kesempurnaan, Terj. dari Al-Iman wa

Takamulul-Insan oleh Muhammad Misbah, (Jakarta: Robbani Press, 2004), Cet. I, h. 12

Page 31: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

18

sumber ajaran Islam.22

Oleh karena itu, materi sangat penting dalam pendidikan

Islam karena materi merupakan salah satu komponen dalam pendidikan Islam.

Menurut Ahmad Tafsir, materi Pendidikan Islam pada masa Rasulullah

adalah menyangkut: Pendidikan keimanan, Ibadah, Akhlak, ekonomi dan dasar

politik termasuk musyawarah.23

Sementara menurut Hasan al-Bana yang dikutip oleh A. Fatah Yasin,

bahwasannya secara rinci materi pendidikan islam itu meliputi:

1) Akidah; materi ini dianggap sebagai materi utama dalam pendidikan islam,

yang dapat menjadi motor penggerak jiwa manusia untuk menjalankan

amalan lainnya.

2) Ibadah; materi ini merupakan tema sentral dalam al-Qur‟an dan harus

dipelajari untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Akhlak; materi ini sebagai upaya membentengi manusia/peserta didik dari

dekadensi moral manusia dalam kehidupan sehari-hari.

4) Jihad; materi ini diwajibkan sebagai sarana untuk memperjuangkan Islam

dalam pengaruh imperialisme Barat, disamping itu jihad dalam arti luas

adalah termasuk melawan hawa nafsu dan melawan setan.

5) Jasmani; materi ini untuk menumbuhkan kesehatan badan atau fisik

manusia/peserta didik, karena aspek kesehatan fisik sangat berpengaru

terhadap jiwa dan akal.24

Dari uraian di atas dapat difahami bahwasannya materi pendidikan Islam

mencakup berbagai aspek, baik sifatnya duniawi maupun ukhrawi. Adapun inti

materi pendidikan keimanan adalah tauhid, yang dibagi menjadi tauhid ulûhiyyah,

tauhid rubûbiyyah dan tauhid asmâ wa sifat.

Tauhid berasal dari kata wah h ada ( وحده) berarti meng-Esakan atau tidak

berbilang. Dalam pengertian secara syar‟i (agama) tauhid adalah meniadakan

persamaan terhadap dzat Allah, sifat-sifat, perbuatan, sekutu dan ketuhanan-Nya

22

A. Fatah Yasin, Op. Cit., h. 120 23

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2010), Cet. IX, h. 58 24

A. Fatah Yasin, Op. Cit., h. 124

Page 32: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

19

maupun ibadah-Nya.25

Sebagaimana firman Allah swt. yang menghilangkan

persamaan dengan-Nya dalam surat al-Ikhlas ayat 1-4.

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang

bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula

diperanakkan. 4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Selain itu, tauhid memiliki makna meyakini ke-Esaan Allah swt. dalam

Rubûbiyyah, Ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama-

nama dan sifat-sifat-Nya. Dengan demikian, tauhid ada tiga macam: Tauhid

Ulûhiyyah, tauhid Rubûbiyyah serta tauhid Asmâ` wa Sifat.26

1. Tauhid Uluhiyyah

Makna secara ijmali (global) dari tauhid ini adalah Pengi‟tikadan diri

secara bulat-bulat bahwa Allah swt. adalah ilâhul Haqq (yang berhak diibadahi)

dan tidak ada ilâhul Haqq selain-Nya.27

Sebagai hambanya kita harus meyakini

sesungguhnya hanya Allah swt. adalah Tuhan yang patut untuk disembah dan

tidak ada lagi tuhan yang wajib disembah kecuali Allah swt. Tauhid ini adalah

inti dari dakwah para rasul saw., karena ia adalah asas dan pondasi tempat

dibangunnya seluruh amal.28

Rasul merupakan para utusan Allah swt. yang

diberikan amanat kepadanya untuk mengajarkan kaumnya yaitu berupa ajaran

untuk bertauhid kepada-Nya merupakan ajaran yang paling utama karena tauhid

ini merupakan esensi dari iman kepada Allah swt. Pada hakekatnya jenis tauhid

25

Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi , Aqidah Seorang Mukmin, Terj. dari Aqîdatul

Mukmin oleh Salim Bazemool, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994), Cet. I, h. 81 26

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Kitab Tauhid, jilid I Terj. dari At-Tauhid Liş Şaffil

Awwal al-Ali oleh Agus Hasan Bashori, (Jakarta: Darul Haq, 2011), Cet. I, h. 19 27

Muhammad Na‟im Yasin, Iman: Rukun, Hakikat dan yang membatalkannya, Terj. dari

Al-Iiman, Arkaanuhu, Haqiqatuhu, Nawaqidhuhu oleh Abu Fahmi, (Jakarta: Gema Insani Press,

1992), Cet. V, h. 24 28

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Op. Cit., h. 53

Page 33: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

20

ulûhiyyah ini menghimpun seluruh tauhid jenis lainnya. Menghimpun tauhid

rubûbiyyah, begitu juga dengan tauhid asmâ` dan sifat-sifat-Nya.29

Mengimani atau mempercayai ulûhiyah Allah swt. adalah dengan cara

meng-Esakan Allah swt. dengan perbuatan para hamba yang dilandasi oleh niat

yang ikhlas untuk mendekatkan diri kepada-Nya sesuai dengan apa yang telah

disyari‟atkan. Dalam bahasa yang sangat sederhana dapat dikatakan bahwa

mengimani ulûhiyah Allah swt. adalah menjadikan Allah swt. sebagai sasaran

(tujuan) tunggal dalam menjalankan berbagai aktifitas ubûdiyyah.30

Oleh karena

segala bentuk ibadah yang kita lakukan harus dilandasi dengan niat semata-mata

karena Allah swt. dan tidak sedikit pun dikotori oleh niat yang lain.

Dari uraian di atas dapat difahami bahwasannya tauhid ulûhiyah ini

merupakan keyakinan bahwa Allah swt. adalah satu-satunya Tuhan yang wajib

disembah dan tidak ada sekutu baginya. Tauhid ulûhiyah ini merupakan inti dari

tauhid yang lainnya yaitu tauhid rubûbiyyah serta tauhid asmâ` wa sifat. Adapun

yang termasuk pada tauhid ulûhiyah ini adalah iman kepada Allah swt. Iman

kepada Allah swt. adalah meyakini dengan akal akan wujud (ada) dan

keberadaan-Nya sebagai pencipta, pemelihara dan Tuhan seluruh makhluk

ciptaan-Nya.31

2. Tauhid Rubûbiyyah

Ar-Rabb berasal dari kata Arab Rabba-Yurabbi-Rabban atau Tarbiyah

bermakna „mendidik‟.32

Rubûbiyyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah

satu nama Allah swt., yaitu „Rabb‟. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara

lain: al-Murabbi (pemelihara), al-Nâşir (penolong), al-Mâlik (pemilik), al-Mus lih

(yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan) dan al-Wali (wali). Dalam terminologi

syari‟at Islam, istilah tauhid rubûbiyyah berarti percaya bahwa hanya Allah swt.

satu-satu-Nya Pencipta, Pemilik, Pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya Ia

29

Muhammad Na‟im Yasin, Op. Cit., h. 25 30

Darwis Abu Ubaidah, Panduan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama‟ah, (Jakarta: Pustaka al-

Kausar, 2008), Cet. I, h. 49

31Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Op. Cit., h. 83

32Abdurrahman Madjrie, Meluruskan Akidah, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), Cet.

I, h. 83

Page 34: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

21

menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-

Nya.33

Tauhid Rubûbiyyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini:

a. Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum. Misalnya

menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, menguasai dll.

b. Beriman kepada takdir Allah.

c. Beriman kepada dzat Allah.34

Mengimani rubûbiyyah Allah swt. maksudnya mengimani sepenuhnya

bahwa Dia-lah Rabb satu-satunya, tiada sekutu dan tiada penolong bagi-Nya.

Perintah Allah swt. mencakup perintah alam semesta (kauni) dan perintah syara‟

(syar‟i). Dia adalah pengatur alam, sekaligus sebagai pemutus seluruh perkara

sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya. Dia juga pemutus peraturan-peraturan ibadah

serta hukum-hukum mu‟amalat sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya.35

Demikian jelaslah, bahwsannya tauhid rubûbiyyah ini memiliki makna

bahwa Allah swt. merupakan satu-satunya Tuhan yang memiliki wewenang

terhadap mahluk-mahluk-Nya yang mengatur seluruh jagad alam raya ini, tidak

ada sekutu baginya dalam mengatur seluruh tatanan alam raya ini. Begitu pula

Allah swt. yang mengatur perjalanan kehidupan seseorang. Oleh karena itu kita

sebagai orang mu‟min, harus mengimani akan tauhid rubûbiyyah Allah. Karena

tidak sedikit orang mengaku beriman kepada Allah swt. namun tidak beriman

terhadap ketentuannya. Padahal semua yang terjadi dalam kehidupan ini

merupakan ketentuannya.

Adapun tauhid rubûbiyyah terdiri atas iman kepada malaikat, Rasul-rasul,

hari kiamat serta iman kepada qađa dan qadar. Adapun penjelasannya sebagai

berikut:

33

Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam,

Terj. dari Almadkhalu Lidirâsatil „Aqidatil Islamiyyah „Ala Madzhabi Ahlisunnah wal Jama‟ah,

oleh Muhammad Anis Matta, (Jakarta: Robbani Press, 1998), Cet. I, h. 141 34

Ibid., h. 142 35

Syekh Muhammad bin Shalih al Utsamin, Prinsip-prinsip Keimanan Terj. dari Syarhu

Ushulil Iman oleh Ali Makhtum As-Salamy, (Riyadh: Haiatul Ighatsah al Islamiah al Alamiah,

1993), Cet. I, h. 26

Page 35: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

22

1) Iman kepada Malaikat

Malaikat adalah makhluk ciptaan Allah swt. yang bersumber dari cahaya;

ia tidak dapat dilihat atau diindrai dengan panca indra manusia. Namun demikian,

ia tetap ada dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Allah swt.

Malaikat juga adalah makhluk ciptaan Allah swt. yang tidak pernah melanggar

perintah Allah swt.36

Beriman terhadap akan keberadaan para malaikat merupakan

salah satu diantara sekian syarat untuk dibenarkan iman seseorang. Bagi seorang

Muslim, beriman kepada para malaikat, dengan mengimani bahwa para malaikat

itu adalah makhluk-makhluk Allah swt. yang sangat mulia.37

Adapun 10 Malaikat yang wajib diketahui oleh setiap pribadi Muslim itu,

adalah:

a) Jibril. Tugasnya yaitu menjabat kepala/pimpinan Malaikat. Disamping

itu, ia mempunyai tugas mulia dari Allah yakni menyampaikan wahyu

kepada para Rasul dan Nabi.

b) Mikail. Tugasnya mengatur kesejahteraan umat, misalnya mengantarkan

hujan, angin, rezeki kepada seluruh makhluk.

c) Munkar dan Nakir. Mereka bertugas menanyai manusia setelah mati di

dalam kubur.

d) Raqib dan Atib. Pekerjaan mereka yaitu mencatat semua kebaikan dan

keburukan manusia (amal baik dan amal buruk).

e) Israfil . petugas meniup sangkakala (terompet/shur) pada hari kiamat dan

hari kebangkitan di padang Mahsyar.

f) Ridwan. Bertugas menjaga surga.

g) Malik. Tugasnya menjaga neraka jahannam. Malaikat Malik disebut juga

Malaikat Zabaniyah.

36

Rois Mahfud, Op. Cit., h. 17 37

Darwis Abu Ubaidah, Op. Cit., h. 137

Page 36: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

23

Dengan demikian, beriman kepada Malaikat berarti percaya bahwa Allah

swt. telah menciptakan makhluk halus yang dinamakan Malaikat yang sifat serta

pekerjaannya berlainan dengan manusia dan hidup di alam yang lain pula (alam

ghaib).38

2) Iman kepada Rasul

Rasul berarti utusan mengandung makna manusia–manusia pilihan yang

menerima wahyu dari Allah swt. dan bertugas untuk menyampaikan isi wahyu

(berita gembira dan pemberi peringatan (basyîran wa nażîra) kepada tiap-tiap

umatnya. Berbagai ayat dalam al-Qur‟an menjelaskan tentang Rasul, ada yang

diceritakan di dalam al-Qur‟an ada juga sebagian yang tidak diceritakan. Rasul

yang disebutkan namanya dalam al-Qur‟an hanyalah sebanyak 25 orang.

Mengenai jumlah Rasul tidak ada yang mengetahui pasti, meskipun ada ulama

yang mengatakan jumlah seluruhnya 124.000 (seratus duapuluh empat ribu) orang

namun hanya Allah yang mengetahui jumlahnya. Adapun yang diangkat menjadi

Rasul 313 orang dan ini pun ada perbedaan pendapat.39

Para ulama menjelaskan

akan perbedaan antara Nabi dan Rasul. Mereka mengatakan bahwa setiap rasul

pasti nabi, tetapi tidak setiap Nabi adalah Rasul. Yang membedakan antara

keduanya adalah jika Rasul mempunyai kewajiban untuk menyampaikan risalah

(wahyu) yang diterimanya kepada umatnya. Sementara Nabi tidak ada kewajiban

menyampaikan ajaran yang diterimanya itu kepada umat manusia.40

Adapun firman Allah swt. yang berkaitan dengan para utusatn-Nya serta

pengangkatan risalahnya yaitu terdapat dalam Q.S. an-Nahl : 36

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk

menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah T âg ut",

38

Zainuddin, Ilmu Tauhid lengkap, (Jakarta: PT. Rineka, 1996), Cet. II, h. 91 39

Ibid., h. 104 40

Darwis Abu Ubaidah, Op. Cit., h. 160

Page 37: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

24

Seorang muslim berkeyakinan bahwa Allah swt. telah memberi wahyu dan

mensucikan para utusan-Nya diantara manusia dengan menugaskannya untuk

menyampaikan wahyu tersebut agar tidak ada alasan lagi bagi manusia kelak pada

hari kiamat. Allah swt. mengutus mereka dengan dibekali penjelasan-penjelasan

dan mukzizat. Mereka adalah manusia yang tak lepas dari kemanusiaannya seperti

makan, minum, jatuh sakit, lupa atau ingat dan hidup atau mati. Mereka adalah

manusia yang benar-benar paling sempurna tanpa kecuali.41

3) Iman kepada Hari Akhir

Hari kiamat disebut juga dengan yaumul akhir (hari akhir), yaumul ba‟ats

(hari kebangkitan), yaumul h isâb (hari perhitungan), yaumul jazâ‟i (hari

pembalasan), yaitu pembalasan atas segala amal perbuatan manusia selama hidup

di dunia. Keyakinan dan kepercayaan akan adanya hari kiamat memberikan satu

pelajaran bahwa semua yang bernyawa, terutama manusia akan mengalami

kematian dan akan dibangkitkan kembali untuk mempertanggungjawabkan segala

amal perbuatannya di dunia. Hari kiamat menandai babak akhir dari sejarah hidup

manusia di dunia. Kedatangan hari kiamat tidak dapat diragukan lagi bahkan

proses terjadinya pun sangat jelas.42

Bagi seorang muslim wajib mengimani

bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara dan tidak akan lama akan

dihidupkan dan dihadapkan kepada Allah swt. untuk mempertanggung jawabkan

segala perbuatan yang pernah dilakukannya semasa hidup di dunia.43

Sehingga

dengan beriman kepada hari akhir akan selalu mengingatkan kepada seseorang

agar selalu meningkatkan ibadahnya baik dari segi kualitas maupun kuantitas

karena kehidupan di dunia hanyalah kehidupan sementara dan tidak abadi.

Adapun kehidupan yang abadi adalah kehidupan akhirat.

41Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Pola Hidup Muslim; Aqidah, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 1993), Cet. II, h. 53 42

Rois Mahfud, Op. Cit., h. 20 43

Darwis Abu Ubaidah, Op. Cit., h. 170

Page 38: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

25

4) Iman kepada Qađa dan Qadar

Qađa adalah ketentuan-ketentuan yang ditentukan Allah swt. Sedang

Qadar adalah pelaksanaan dari ketentuan tersebut.44

Iman kepada qađa dan qadar

memberikan pemahaman bahwa kita wajib meyakini Kemahabesaran dan

Kemahakuasaan Allah swt. sebagai satu-satunya Dzat yang memiliki otoritas

tunggal dalam menurukan dan menentukan ketentuan apa saja bagi makhluk

ciptaan-Nya. Manusia diberi kemampuan (qudrat) dan otonomi untuk

menentukan sendiri nasibnya dengan ikhtiar dan do‟anya kepada Allah swt.45

Dengan beriman kepada qađa dan qadar seseorang akan meyakini bahwa segala

kejadian yang terjadi dalam kehidpannya itu merupakan ketentuan Allah swt.

sehingga dia selalu optimis bahwa apa yang terjadi merupakan ketentuan dari

Allah swt. dan dia akan menjalani kehidupan ini dengan tawakkal kepada Allah

swt. dengan mengingat dirinya bahwa hanya Allah swt. satu-satunya yang

berkuasa akan hidupnya. Namun disamping itu, Allah swt. memerintahkan kepada

manusia agar terus berusaha untuk mengerjakan kebaikan. Dengan kata lain,

semua yang berlaku dan terjadi adalah menurut qađa dan qadar-Nya.46

Hal ini

sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur‟an Q.S. al-Qamar : 49

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”

3. Tauhid Asmâ Wa Sifât

Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah swt. yakni menetapkan

nama-nama dan sifat yang sudah ditetapkan Allah swt. untuk diri-Nya dalam kitab

suci-Nya atau sunnah rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan kebesaran-Nya

tanpa tah rif (penyelewengan), ta‟ţil (penghapusan), takyif (menanyakan

bagaimana?), dan tamśil (menyerupakan).47

44

M. Saberanity, Op. Cit., h. 84 45

Rois Mahfud, Op. Cit., h. 21 46

M. Saberanity, Op. Cit., h. 85 47

Syekh Muhammad bin Shalih al „Uśaimin, Op. Cit., h. 30

Page 39: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

26

Takrif secara jelas mengenai tauhid ini adalah, bahwa tauhid asmâ dan

sifat berdiri di atas tiga asas yaitu:

a. Mensucikan dan meninggikan Allah swt. dari hal yang menserupakan-Nya

dengan mahluk, atau dari suatu kekurangan. Maka tauhidullah di dalam sifat-

Nya adalah pengi‟tikadan diri secara bulat-bulat untuk mengakui bahwa Allah

swt. memerintahkan agar mensucikan-Nya, Dia bersih dari beristri, bersekutu,

tidak ada bandingan kesamaan, tidak ada syafaat (tanpa izin Allah).

b. Iman kepada asma dan sifat yang telah ditetapkan dalam Kitabullah dan

sunnah rasul, tanpa membatasinya dengan mengurangi-mengurangi atau

menambah-menambah, atau berpaling walau sedikitpun, atau

mengabaikan/menganggap tidak ada terhadap ketetapan-ketetapan tersebut.

c. Membuang khayalan (yang berlebih-lebihan) untuk memvisualisasikan sifat-

sifat tersebut. Yaitu dituntut bagi Mukmin (hamba) yang mukallaf untuk

mengimani sifat-sifat dan asma-asma yang nash-nashnya jelas tertera di

dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, tanpa perlu membahas atau

mempersoalkan visualisasinya. Yang demikian itu disebabkan sifat-sifat

Allah sama sekali berbeda dengan sifat-sifat mahluk yang diciptakan-Nya,

yang secara lazim memerlukan pembuktian baik secara material maupun

visual.48

Tauhid asmâ wa sifat ini merupakan tauhid dalam mensucikan Allah dari

hal-hal yang dapat mengotori keimanan seseorang. Karena telah kita yakini

bahwasannya Allah yang hanya memiliki sifat kesempurnaan, yang bersih dari

sekutu sebagaimana faham-faham yang dianut oleh orang-orang trinitas

bahwasannya Allah memiliki anak. Padahal sudah jelas di dalam al-Qur‟an

bahwasannya Allah tidak memiliki anak dan tidak pula diperanakkan.

Disini dapat difahami bahwasannya Allah swt. satu-satunya Tuhan yang

wajib diimani dan disembah, kita sebagai orang mu‟min dituntut untuk

mengimani akan ke-Esaan Allah dalam beribadah, kekuasaan Allah dalam

48

Muhammad Na‟im Yasin, Op. Cit., h. 35

Page 40: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

27

penciptaan-Nya. Kita hanya diperintahkan untuk memikirkan tentang ciptaan-Nya

namun tidak diperintahkan untuk memikirkan bagaimana dzat Allah.

Adapun iman terhadap tauhid asmâ` wa sifat termasuk kepada iman

kepada kitab Allah karena salah satu sifat wajb bagi Allah yaitu sifat kalam, dan

kitab Allah merupakan kalamullah. Selain itu, seorang mu‟min dituntut untuk

mengimani sifat-sifat dan asma-asma yang nash-nashnya jelas tertera di dalam

Kitabullah. Sedang yang dimaksud dengan beriman kepada kitab-kitab Allah,

berarti kita wajib pula meyakini, bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan

beberapa kitab kepada para Nabi-Nya. Tujuan Allah menurunkan kitab-kitab itu

yaitu agar digunakan sebagai pedoman bagi seluruh manusia menuju jalan hidup

yang benar dan diridhai Allah swt. atau dengan kata lain berfungsi sebagai

penuntun menuju kebahagiaan dan keselamatan dunia akhirat. Diantara sekian

banyak kitab yang telah diturunkan Allah kepada NabiNya, hanya ada empat yang

wajib kita ketahui :

1) Taurat diturunkan kepada Nabi Musa as

2) Zabur diturunkan kepada Nabi Daud as

3) Injil diberikan kepada Nabi Isa as

4) Al-Qur‟an diturnkan kepada Nabi penutup, Muhammad SAW.49

Orang Islam adalah orang yang beriman kepada kitab-kitab yang

diturunkan Allah dan diwahyukan kepada para utusan-Nya. Kitab-kitab itu adalah

kalam Allah yang diwahyukan oleh Allah kepada para nabi dan rasul-Nya agar

mereka menyampaikan syari‟at dan agamaNya. Kitab yang teragung ini ada

empat: Pertama, al-Qur‟an al-Karim yang diwahyukan kepada Muhammad,

kedua, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as., ketiga Zabur yang

diturunkan kepada Nabi Daud as., keempat, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa

as. Diantara yang empat, al-Qur‟an adalah Kitab yang paling sempurna. Dialah

49

Zainuddin, Op. Cit., h. 95

Page 41: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

28

yang menjadi pelengkap syari‟at dan hukum-hukum kitab yang lain.50

Hal ini

berdasarkan firman-Nya:

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan

Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta

kitab yang Allah turunkan sebelumnya.”

C. Metode Pendidikan Keimanan

Dalam proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan yang sangat

penting dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan, karena ia menjadi sarana

yang membermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum

pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami atau diserap oleh anak didik

menjadi pengertian-pengertian yang fungsional terhadap tingkah lakunya. Tanpa

metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan

efisien dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan.51

Karena

bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan islam, ia tidak

akan berarti apa-apa manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam

mentransformasikannya kepada peserta didik.52

Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang

kelancaran jalannya proses belajar mengajar sehingga banyak tenaga dan waktu

yang terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang ditetapkan oleh seorang guru

dapat berdaya guna dan berhasil guna jika mampu dipergunakan untuk mencapai

tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.53

50Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Op. Cit., h. 39

51Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka

Setia, 2007), Cet. 3, h. 163 52

Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis,

Teoritis dan Praktis, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), Cet. II, h. 65 53

Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Op. Cit., h. 163

Page 42: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

29

Menurut M. Arifin yang dikutip oleh Toto Suharto bahwa secara bahwa

secara bahasa kata metode berasal dari istilah Yunani meta yang berarti melalui,

dan hodos yang berarti jalan yang dilalui. Jadi, metode berarti jalan yang dilalui.54

Metode ialah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian “cara yang

paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.”55

Sedangkan secara terminologi

metode adalah segala hal yang mengacu pada cara-cara untuk menyampaikan

materi pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik, disampaikan dengan efektif

dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditentukan. 56

Sehingga metode merupakan salah satu unsur penting dalam proses

melaksanakan kegiatan pendidikan yaitu dalam proses belaja mengajar. Dari

penjelsan di atas dapat difahami bahwasannya metode merupakan cara yang

digunakan dalam melaksanakan pendidikan agar dapat tercapai segala hal yang

menjadi tujuan pendidikan. Adapun macam-macam metode yang digunakan

dalam pendidikan Islam yaitu:

1. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara penyajian yang dilakukan guru dengan

penjelasan secara langsung kepada siswa.57

Peran murid dalam metode ini sebagai

penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat keterangan-

keterangan guru bilamana diperlukan.58

2. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru

mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang

telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses

berfikir diantara murid-murid.

54

Toto Suharto, Filsafat pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), Cet. I, h.

134 55

Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Op. Cit., h. 9 56

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,

2012), Cet. II, h. 88 56

Armai Arief dan Busahdiar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Wahana Kardofa,

2009), Cet. I, h. 120 57

Armai Arief dan Busahdiar, Op. Cit., h. 120 58

M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), Cet. I, h. 44

Page 43: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

30

Guru mengharapkan dari murid-murid jawaban yang tepat dan berdasarkan

fakta. Dalam tanya jawab, pertanyaan adakalanya dari pihak murid (dalam hal ini

guru atau murid yang menjawab). Apabila murid-murid tidak menjawabnya

barulah guru memberikan jawabannya.59

Menurut Hyman Moedjiono yang dikutip oleh Basyiruddin Usman, guru

dapat menempuh berbagai teknik yang variasi dalam mengajukan pertanyaan,

antara lain:

a. The mixed strategy, yakni mengkombinasikan berbagai tipe dan jenis

pertanyaan;

b. The speaks strategy, yakni mengajukan pertanyaan yang saling bertalian

satu sama lain;

c. The plateaus strategy, mengajukan pertanyaan yang sama jenisnya

terhadap sejumlah siswa sebelum beralih kepada jenis pertanyaan yang

lain;

d. The inductive strategy, yakni dengan berbagai pertanyaan siswa didorong

untuk dapat menarik generalisasi dari hal-hal yang umum, atau dari

berbagai fakta menuju hukum-hukum;

The deductive strategy, yakni dari suatu generalisasi yang dijadikan sebagai

titik tolak, siswa diharapkan dapat menyatakan pendapatnya tentang berbagai

kasus atau data yang ditanyakan.60

3. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan

memperagakan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang

dipelajari.61

Misalnya demonstrasi tentang cara memandikan mayat orang

muslim/muslimah dengan menggunakan model atau boneka, demonstrasi tentang

tata cara tawaf pada saat mnunaikan ibadah haji dan sebagainya.62

4. Metode Karya Wisata

Metode karya wisata yaitu cara penyajian pelajaran dengan membawa

siswa mempelajari sumber-sumber mata pelajaran.63

59

Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet.

II, h. 135 60

M. Basyiruddin Usman, Op. Cit., h. 44 61

Armai Arief dan Busahdiar, Op. Cit., h. 122 62

M. Basyiruddin Usman, Op. Cit., h. 45 63

Armai Arief dan Busahdiar, Loc. Cit.,

Page 44: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

31

5. Metode Pemecahan Masalah

Metode pemecahan masalah merupakan cara penyajian bahan pelajaran dengan

menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan atau dianalisis dalam usaha

mencari pemecahan atau jawaban siswa.64

6. Metode Diskusi

Kata “diskussi” berasal dari bahasa Latin yaitu: “discussus” yang berarti

“to examine”, “investigate” (memeriksa, menyelidik). “Discuture” berasal dari

akar kata dis+cuture. “Dis” artinya terpisah “cuture” artinya menggoncang atau

memukul” (to shake atau strike), kalau diartikan maka discuture ialah suatu

pukulan yang dapat memisahkan sesuatu. Atau dengan kata lain membuat sesuatu

itu jelas dengan cara memecahkan atau menguraikan sesuatu tersebut (to clear

away by breaking up or cuturing).65

Metode diskusi ialah suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan

memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara

rasional dan objektif. Cara ini menimbulkan perhatian dan perubahan tingkah laku

peserta didik dalam belajar. Metode diskusi juga dimaksudkan untuk dapat

merangsang siswa dalam belajar dan berfikir secara kritis dan mengeluarkan

pendapatnya secara rasional dan objektif dalam pemecahan suatu masalah.66

Sebagai dasar metode diskusi dapat dilihat al-Qur‟an dan perbuatan-

perbuatan Nabi sendiri.67

Dalam al-Qur‟an Q.S. an-Nahl ayat 125, Allah swt.

berfirman :

64

Ibid., h. 123 65

Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet.

II, h. 141

66

M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), Cet. I, h. 36 67

Ramayulis, Op. Cit., h. 142

Page 45: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

32

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan

pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang

tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk.”

7. Metode Simulasi

Metode ini pada hakikatnya diangkat dari situasi kehidupan. Simulasi

berasal dari kata simulate yang berarti berpura-pura atau berbuat seolah-olah, atau

simulation yang berarti tiruan atau perbuatan yang hanya berpura-pura.68

8. Metode Eksperimen

Metode eksperimen adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan

melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sesuatu yang sedang

dipelajari.

9. Metode Unit atau Proyek

Metode proyek atau unit adalah penyajian bahan pelajaran yang bertitik

tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan

sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.

Adapun mengenai metode yang digunakan dalam pendidikan keimanan,

sebagai penulis kutip dari pendapat Abdurrahman an Nahlawi, bahwasannya ada

beberapa metode yang dapat digunakan guna melaksanakan pendidikan keimanan

ialah sebagai berikut:69

1. Metode Hiwar (percakapan) Qurani dan Nabawi

Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih

mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang

dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan itu bahan pembicaraan

tidak dibatasi; dapat digunakan berbagai konsep sains, filsafat, seni, wahyu dan

lain-lain. Hiwar mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara dan juga bagi

pendengar pembicaraan itu disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:

68

Armai Arief dan Busahdiar, Op. Cit., h. 125-127 69

Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,

(Jakarta: Gema Insani Press,1995 ), h. 204

Page 46: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

33

Pertama, dialog itu berlangsung secara dinamis karena kedua pihak

terlibat langsung dalam pembicaraa; tidak membosan.

Kedua, pendengar tertarik untuk mengikuti terus pembicaraan karena ia

ingin tahu kesimpulannya. Ini biasa diikuti dengan penuh perhatian, tampaknya

tidak bosan dan penuh semangat.

Ketiga, metode ini dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan

kesan dalam jiwa, yang membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri

kesimpulannya.

Keempat, bila hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi akhlak tuntunan

Islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlibat, itu akan mempengaruhi

peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam

berbicara, menghargai pendapat orang lain, dan sebagainya.70

Menurut Abdurrahman an Nahlawi bentuk dialog yang terdapat dalam al-

Qur‟an dan sunnah sangat variatif. Namun, bentuk yang paling terpenting adalah

dialog khitabi (seruan Allah) dan ta‟abbudi (penghambaan terhadap Allah), dialog

deskriptif, dialog naratif, dialog argumentatif, serta dialog nabawiyah. Adapun

penjelasannya sebagai berikut :71

a. Dialog Khitabi dan Ta‟abbudi

Al-Qur‟an diturunkan untuk menjadi petunjuk dan sebagai kabar

gembira bagi orang-orang yang bertaqwa. Di dalamnya, pada puluhan

tempat, Allah menyeru hamba-hamba yang beriman melalui seruannya

“Yâ ayyuhal lażîna âmanû.” Seorang mukmin yang membaca seruan

tersebut, niscaya akan segera menjawab: „Yâ Rabbi, aku memenuhi

seruan-Mu.” Hubungan antara Allah dan tanggapan seorang mumin

itulah melahirkan dialog.

b. Dialog Deskriptif

Dialog deskriptif disajikan dengan deskriptif atau orang-orang

yang tengah berdialog. Pendeskripsian ini meliputi gambaran kondisi

hidup dan psikologis orang-orang yang berdialog sehingga kita dapat

70

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam..., h. 136 71

Abdurrahman An Nahlawi, Op. Cit., h. 205

Page 47: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

34

memahami kebaikan dan keburukannya. Selain itu, pendeskripsian itu

berpengaruh juga pada mentalitas seseorang sehingga perasaan

ketuhanan dan perilaku positif manusia akan berkembang.

c. Dialog Naratif

Dialog naratif tampil dalam episode kisah yang bentuk dan alur

ceritanya jelas sehingga menjadi bagian dari cara atau unsur cerita dalam

al-Qur‟an. Al-Qur‟an tidak menyajikan unsur dramatik walaupun dalam

penyajian kisahnya terdapat unsur dialog.

d. Dialog Argumentatif

Di dalam dialog argumentatif, kita akan menemukan diskusi dan

perdebatan yang diarahkan kepada pengokohan hujjah atas kaum

musyrikin agar mereka mengakui pentingnnya keimanan dan peng-Esaan

kepada-Nya, mengakui kerasulan akhir Nabi Muhammad saw., mengakui

kebatilan tuhan-tuhan mereka dan mengakui kebenaran seruan Rasulullah

saw.

e. Dialog Nabawiyah

Pada dasarnya, Rasulullah saw. telah menjadikan jenis dan bentuk

dialog Qur‟ani sebagai pedoman dalam mempraktikkan metode

pendidikan dan pengajaran beliau. Hal ini tidak mengherankan karena

bagaimanapun akhlak beliau adalah al-Qur‟an. Metode pendidikan dan

pengajaran beliau merupakan aplikasi yang dinamis dan manusia dari

ayat-ayat Allah swt.

2. Metode Kisah Qurani dan Nabawi

Menurut kamus Ibn Manzur yang dikutip oleh Heri Gunawan bahwa kisah

berasal dari kata qaşşa-yaquşşu-qişşatan, mengandung arti potongan berita yang

diikuti dan pelacak jejak.72

Metode kisah yakni metode yang digunakan oleh

pendidik dengan cara bercerita suatu kejadian untuk diresapi peserta didik, atau

72

Heri Gunawan, Op. Cit., h. 89

Page 48: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

35

peserta didik disuruh bercerita sendiri dengan mengambil tema-tema materi kisah

sejarah Islam yang perlu diresapi dan diteladani.73

Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan ternyata mempunyai

daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari sifat alamiah manusia

untuk menyukai cerita itu dan menyadari pengaruhnya yang besar terhadap

perasaan. Oleh karena itu, Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah

satu teknik pendidikan.74

Dalam pendidikan Islam, terutama pendidikan agama Islam (sebagai suatu

bidang studi), kisah sebagai metode pendidikan amat penting. Dikatakan amat

penting, alasannya antara lain sebagai berikut:

b) Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk

mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya.

c) Kisah Qurani dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu

menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh. Karena tokoh

cerita ditampilkan dalam konteks yang menyeluruh, atau pendengar dapat

ikut menghayati atau merasakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang

menjadi tokohnya.

d) Kisah Qur‟ani mendidik perasaan keimanan dengan cara:

1) Membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, rida dan cinta;

2) Mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu

puncak, yaitu kesimpulan kisah;

3) Melibatkan pembaca dan pendengar ke dalam kisah itu sehingga ia

terlibat secara emosional.75

3. Metode Amśal (perumpamaan) Qurani dan Nabawi

Metode amśal, yakni metode yang digunakan oleh pendidik dengan cara

mengambil perumpamaan-perumpamaan dalam ayat-ayat al-Qur‟an untuk

diketahui dan diresapi peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengambil

73

A. Fatah Yasin, Op. Cit., h. 144 74

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I,

h. 97 75

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam..., h. 140-141

Page 49: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

36

pelajaran dari perumpamaan tersebut.76

Adakalanya Tuhan mengajari umat

dengan membuat perumpamaan, misalnya dalam surat al-Baqarah : 17:

...

“Perumpamaan orang-orang kafir itu adalah seperti orang yang

menyalakan api ....”

Cara seperti itu dapat juga digunakan oleh guru dalam mengajar.

Pengungkapannya tentu saja sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah

membaca teks. Kebaikan metode ini antara lain ialah seagai berikut:

a) Mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak; ini terjadi karena

perumpamaan itu mengambil benda konkrit seperti kelemahan tuhan orang

kafir diumpamakan dengan sarang laba-laba. Sarang laba-laba memang

lemah sekali, disentuh dengan lidi pun dapat rusak.

b) Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat

dalam perumpamaan tersebut.

c) Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah

logis, mudah difahami. Jangan sampai dengan menggunakan

perumpamaan malah pengertiannya kabur atau hilang sama sekali.

d) Amśal Qur‟ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya

untuk berbuat amat baik dan menjauhi kejahatan.77

4. Metode Keteladanan

Murid-murid cenderung meneladani pendidiknya; ini diakui oleh semua

ahli pendidikan, baik dari Barat maupun dari Timur. Dasarnya ialah karena secara

psikologis anak memang senang meniru, tidak saja yang baik, yang jelek pun

ditirunya. Sifat anak didik itu diakui dalam islam. Umat meneladani Nabi, Nabi

meneladani al-Qur‟an. „Aisyah pernah berkata bahwa akhlak Rasul Allah itu

adalah al-Qur‟an.78

Metode teladan yakni metode yang digunakan pendidik dengan cara

memberikan memberikan contoh tauladan atau perilaku yang baik dalam

76

A. Fatah Yasin, Op. Cit., h. 144 77

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam..., h. 142 78

Ibid., h. 142

Page 50: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

37

kehidupan sehari-hari, sehingga bisa ditiru oleh peserta didik.79

Pribadi Rasul itu

adalah interpretasi al-Qur‟an secara nyata. Tidak hanya caranya beribadah,

caranya berkehidupan sehari-hari pun kebanyakan merupakan contoh tentang cara

berkehidupan Islami.

Ada beberapa konsep dalam metode keteladanan:

a) Metode pendidikan Islam berpusat pada keteladanan. Yang memberikan

teladan itu adalah guru, kepala sekolah dan semua aparat sekolah. Dalam

pendidikan masyarakat, teladan itu adalah para pemimpin masyarakat, para

da‟i. Konsep ini jelas diajarkan oleh Rasulullah saw.

b) Teladan untuk guru-guru (dan lain-lain) ialah Rasulullah. Guru tidak boleh

mengambil tokoh yang diteladani selain Rasul Allah saw. Sebab Rasul

itulah teladan yang terbaik. Rasul meneladankan bagaimana kehidupan

yang dikehendaki Tuhan karena Rasul itu adalah penafsiran ajaran

Tuhan.80

5. Metode Pembiasaan

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang

agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan (habituation) ini

berintikan pengalaman. Karena yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan.

Inti pembiasaan adalah pengulangan.81

Dalam pembinaan sikap, metode

pembiasaan sebenarnya cukup efektif. Pembiasaan tidak hanya perlu bagi kanak-

kanak dan sekolah dasar. Diperguruan tinggi pun pembiasaan masih diperlukan.

Karena pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode pembiasaan

juga berguna untuk menguatkan hafalan. Rasulullah berulang-ulang berdo‟a

dengan do‟a yang sama. Akibatnya ia hafal benar do‟a itu, dan sahabatnya yang

mendengarkan do‟a yang berulang-ulang itu juga hafal do‟a itu.82

Al-Qur‟an menjadikan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik atau metode

pendidikan. Lalu ia mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan,

79

A. Fatah Yasin, Op. Cit., h. 144 80

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam..., h. 143 81

Heri Gunawan, Op. Cit., h. 93 82

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam..., h. 144-145

Page 51: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

38

sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa

kehilangan banyak tenaga dan tanpa menemukan banyak kesulitan. Selain itu, al-

Qur‟an juga terus menerus mengingatkan tujuan yang ingin dicapai dengan

kebiasaan itu, dan dengan menjalin hubungan yang hidup antara manusia dengan

Allah.83

6. Metode „Ibrah dan Mau‟iťah

Al-Nahlawi berpendapat bahwa kata „ibrah dan mau‟iťah memiliki

perbedaan dari segi makna. „Ibrah dan i‟tibar ialah suatu kondisi psikis yang

menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi,

dengan menggunakan nalar yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapun

mau‟iťah ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara

menjelaskan pahala atau ancamannya.84

Penggunaan „ibrah dalam Qur‟an dan sunah ternyata berbeda-beda sesuai

dengan objek „ibrah itu sendiri. Pengambilan „ibrah dari kisah hanya akan dapat

dicapai oleh orang yang berfikir dengan akal dan hatinya seperti firman Allah swt.

dalam Q.S. Yusuf : 11

“Mereka berkata: "Wahai ayah Kami, apa sebabnya kamu tidak

mempercayai Kami terhadap Yusuf, Padahal Sesungguhnya Kami adalah

orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.”

Pendidikan Islam memberikan perhatian khusus kepada metode „ibrah

agar pelajar dapat mengambil dari kisah-kisah dalam al-Qur‟an, sebab kisah-kisah

itu bukan sekadar sejarah, melainkan sengaja diceritakan Tuhan karena ada

pelajaran („ibrah) yang penting di dalamnya. Pendidik dalam pendidikan Islam

harus memanfaatkan metode ini.

83

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I,

h. 101 84

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam..., h. 145

Page 52: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

39

Aburrahman an Nahlawi membagi jenis „ibrah yang terdapat dalam al-

Qur‟an dan Hadits kepada dua jenis, yaitu „Ibrah melalui Kisah dan „Ibrah

melalui Nikmat dan Makhluk Allah swt.85

Rasyid Ridla, tatkala menafsirkan surat al-Baqarah ayat 232,

menyimpulkan bahwa mau‟izah adalah nasihat dengan cara menyentuh kalbu.

Kata wa‟z itu dapat berarti macam-macam.

Pertama berarti nasihat, yaitu sajian bahasan tentang kebenaran dengan

maksud mengajak orang dinasihati untuk mengamalkannya. Nasihat yang baik itu

harus bersumber pada Yang Mahabaik, yaitu Allah. Yang menasihati harus lepas

dari kepentingan-kepntingan dirinya secara bendawi dan duniawi.

Kedua, mau‟izah berarti tadzkir (peringatan). Yang memberi nasihat

hendaknya berulang kali mengingatkan agar nasihat itu meninggalkan kesan

sehingga orang yang dinasihati tergerak untuk mengikuti nasihat itu. 86

7. Metode Targ ib dan Tarhib

Targ ib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai

bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targ ib bertujuan agar

orang mematuhi aturan Allah. Tarhib demikian juga. Akan tetapi tekanannya ialah

targ ib agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan.

Metode ini didasarkan atas fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan

kepada kesenangan, keselamatan dan tidak menginginkan kepedihan,

kesengsaraan.87

Metode ini digunakan pendidikan dengan cara memberikan targ ib (janji-

janji kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan) dan tarhib (ancaman

karena melakukan perbuatan dosa). Metode ini dimaksudkan agar peserta didik

menjauhi perbuatan yang dilarang dan melaksanakan perbuatan yang

diperintahkan oleh Allah swt.88

85

Abdurrahman An Nahlawi, Op. Cit., h. 280 86

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam..., h. 145-146 87

Ibid., h. 146 88

A. Fatah Yasin, Op. Cit., h. 146

Page 53: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

40

D. Faktor Penunjang Pendidikan Keimanan

Dalam melaksanakan pendidikan Islam, diperlukan adanya beberapa faktor

pendidikan yang ikut menunjang berhasilnya atau tidaknya pendidikan itu. Oleh

karena itu dalam melaksanakan pendidikan Islam beberapa fakor pendidikan perlu

mendapat perhatian yang sebaik-baiknya.89

Begitu pula dengan pendidikan

keimanan, memerlukan beberapa faktor yang dapat menunjang berhasilnya

pelaksanaan pendidikan. Menurut konsepsi Islam ada beberapa faktor pendidikan

yang menurut penulis dapa juga dijadikan sebagai faktor penunjang pendidikan

keimanan yaitu:

1. Lingkungan

Menurut Mohammad al-Toumy al-Syaibani yang dikutip oleh Armai Arief

mengatakan bahwa lingkungan adalah ruang lingkup yang berinteraksi dengan

insan yang menjadi medan dan aneka bentuk kegiatannya.90

Lingkungan

(environmet) sebagai dasar pengajaran adalah faktor tradisional yang

mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang

penting.91

Di dalam al-Qur‟an terdapat ayat-ayat yang berkaitan dengan perlunya

membina rumah tangga yang mawaddah, sakinah dan marhamah, membangun

sarana dan prasarana peribadatan seperti masjid, dan perlunya mewujudkan

sebuah pemerintahan yang sejahtera, adil dan makmur di bawah kepemimpinan

yang bijaksana, jujur, amanah dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan

kehidupan manusia.92

Secara tidak langsung bahwa di dalam al-Qur‟an terdapat

tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan

masyarakat.

89

Zuhairini, dkk, Op. cit., h. 167 90

Armai Arief dan Busahdiar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Wahana Kardofa,

2009), Cet. I, h. 134 91

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Bumi Aksara, 2009), Cet. X, h.

194 92

Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perpektif al-Qur‟an, (Jakarta: UIN Jakarta Press,

2005), h. 255

Page 54: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

41

a. Lingkungan Keluarga

Fatah Yasin mengutip pendapat wahyu tentang definisi keluarga,

bahwasannya keluarga (kawula warga) adalah suatu kesatuan sosial terkecil yang

dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tempat tinggal dan

ditandai oleh kerjasama ekonomi, berkembang, mendidik, melindungi, merawat

dan sebagainya. Sedangkan inti dari keluarga itu adalah ayah, ibu dan anak.93

Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama bagi seorang

anak. Hal ini terjadi karena seorang anak memiliki ikatan darah/keturunan dengan

orang tuanya yang tidak bisa dipisahkan hingga akhir hayat. Jauh sebelum

mengenal dunia luar lainnya, seorang anak terlebih dahulu mengenal

keluarganya.94

Dengan begitu lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama kali

bagi anak dalam memperoleh pendidikan. Karena dalam lingkungan keluarga ini,

merupakan proses awal bagi terbentuknya proses sosialisasi dan perkembangan

individu. Oleh karena itu, sebagai orang tua sekaligus sebagai pendidik dalam

keluarga memiliki tanggung jawab dalam mengarahkan perkembangan anaknya

menuju kedewasaan, sehingga anak tersebut dapat hidup mandiri.95

Lingkungan keluarga sungguh-sungguh merupakan pusat pendidikan yang

penting dan menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari cara,

membantu para ibu dalam tiap kelarga agar dapat mendidikan anaknya dengan

optimal. Anak-anak yang biasa turut serta mengerjakan segala pekerjaan di dalam

keluarganya, dengan sendirinya mengalami dan mempraktekkan bermacam-

macam kegiatan yang amat berfaedah bagi pendidikan watak dan budi pekerti

seperti kejujuran, keberanian, ketenangan dan sebagainya.96

93

A. Fatah Yasin, Op. Cit., h. 202 94

Abuddin Nata, Op. Cit., h. 256 95

Armai Arief dan Busahdiar, Op. Cit., h. 136 96

Umar Tirtarahadja dan S .L . La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2008), Cet. II, h. 170

Page 55: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

42

b. Lingkungan Sekolah

Lingkungan sekolah adalah lingkungan pendidikan yang bersifat formal.

Sedangkan rumah tangga sebagaimana telah diuraikan di atas, adalah lingkungan

pendidikan anak yang bersifat informal.97

Setelah memasuki lingkungan sekolah maka mulailah anak menerima

pengetahuan yang bersifat sistematis dan konseptual berupa sejumlah mata mata

pelajaran. Di sini anak mulai berinteraksi dengan orang lain, yaitu teman-teman

sebayanya dan guru. Karen itu guru harus memiliki kepribadian, agama, akhlak,

sikap, penampilan, pakaian dan cara bicara yang baik terhadap anak didik. Di

sekolah anak terkadang mencari figur idola yang menurut dia dapat diteladani.98

Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh dalam

membantu perkembangan kepribadian anak. Menurut Singgih D. Gunarsa,

“pengaruh dalam membantu perkembangan kepribadian anak ini dibagi tiga

kelompok, yaitu: 1) kurikulum dan anak; 2) hubungan guru dan murid; dan 3)

hubungan antar anak.”

Melalui kurikulum yang berisi materi pengajaran, sikap dan keteladanan

guru sebagai pendidik sera pergaulan antarteman di sekolah dalam menanamkan

kebiasaan yang baik. Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari pembentukan

moral yang erat kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan seseorang.99

c. Lingkungan Masyarakat

Masyarakat merupakan lingkungan dan lembaga pendidikan ketiga setelah

keluarga dan sekolah. Pendidikan masyarakat dimulai sejak anak-anak lepas dari

asuhan keluarga dan sekolah. Pendidikan masyarakat dilaksanakan tidak begitu

terikat dengan peraturan dan syarat tertentu.100

Masyarakat dapat diartikan pula

sebagai komunitas yang amat heterogen dengan berbagai aspeknya. Di dalamnya

terdapat kegiatan dalam bidang agama, sosial, ekonomi, politik, seni budaya, ilmu

97

Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif al-Qur‟an, (Jakarta: UIN Jakarta Press,

2005), h. 270 98

Armai Arief dan Busahdiar,Op. Cit., h. 149 99

Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Cet. I, h.

84 100

Armai Arief dan Busahdiar, Op. Cit., h. 142

Page 56: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

43

pengetahuan dan lain sebgainya. Semuanya itu merupakan lingkungan yang dapat

digunakan untuk kegiatan pendidikan.101

Sepintas, lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang

mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan unsur pengaruh

belaka, tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang lebih mengikat sifatnya.

Bahkan, terkadang pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan jiwa

keagamaan, baik dalam bentuk posistif maupun negatif.102

Dengan begitu, lingkungan masyarakat memiliki peran dalam pelaksanaan

pendidikan. Karena selain hidup di lingkungan sekolah maupun keluarga, anak

juga ikut berpasrtisipasi dalam masyarakat. Sebagaimana yang telah dijelaskan di

atas, bahwa dalam masyarakat terdapat norma dan tata nilai, sehingga norma dan

tata nilai inilah yang dapat mempengaruhi terhadap perkembangan keagamaan

anak. Masyarakat yang peduli akan pendidikan keagamaan akan membantu

terhadap perkembangan keagamaan peserta didik sedangkan lingkungan

masyarakat yang tidak peduli akan pendidikan keagamaan justru akan

menjerumuskan anak kepada hal negatif seperti maraknya kemorosatan moral

yang banyak terjadi di masyarakat, hal ini terjadi karena kurangnya pendidikan

khususnya keagaman kepada anak.

2. Media Pembelajaran

Kegiatan belajar sebagai unsur utama dari pelaksanaan pendidikan, yang

secara umum diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku baik sikap

hidupnya (perilaku afektif), pengetahuannya (perilaku kognitif), maupun

keterampilannya (perilaku psikomotorik).103

Menurut Yudhi Munadi, “ada tiga prinsip yang layak diperhatikan dalam

masalah pembelajaran. Pertama, proses pembelajaran menghasilkan

perubahan perilaku anak didik yang relatif. Kedua, anak didik memiliki

potensi, dan kemampuan yang merupakan benih kodrati untuk

101

Abuddin Nata, Op. Cit., h. 277 102

Bambang Syamsul Arifin, Op. Cit., h. 85 103

Djamaluddin Darwis, Dinamika Pendidikan Islam; Sejarah, Ragam dan Kelembagaan,

(Semarang: Rasail, 2006), h. 89

Page 57: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

44

dikembangkan tanpa henti. Ketiga, perubahan atau pencapaian kualitas ideal

itu tidak tumbuh linear sejalan proses kehidupan.”104

Sejalan pemahaman tersebut, guru tidaklah dipahami sebagai satu-satunya

sumber belajar, tetapi dengan posisinya sebagai peran penggiat, ia pun harus

mampu merencana dan mencipta sumber-sumber belajar lainnya sehingga tercipta

lingkungan belajar yang kondusif. Sumber-sumber belajar selain guru inilah yang

disebut sebagai penyalur atau penghubung pesan ajar yang diadakan dan/atau

diciptakan secara terencana oleh para guru atau pendidik, biasanya dikenal

sebagai “Media Pembelajaran”.105

Mengenai pengertian Media, menururt Aziz Fahrurrizi dan Ahmad Dardiri

mendefinisikan bahwa media merupakan segala bentuk benda yang digunakan

untuk menyalurkan pesan antara guru dan murid dalam rangka merangsang

pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan peserta didik bisa berupa hard dan

berupa soft. Bahkan juga segala hal yang memungkinkan peserta didik

memperoleh pengetahuan.106

Selanjutnya, Yudhi Munadi menjelaskan bahwa media dalam proses

pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar, yakni

media audio, media visual, media audio visual dan multimedia.

a. Media Audio adalah media yang hanya melibatkan indera pendengaran

dan hanya mampu memanipulasi kemampuan suara semata. Dilihat dari

pesan yang diterimanya media audio ini menerima pesan verbal dan non

verbal. Pesan verbal audio yakni bahasa lisan atau kata-kata, dan pesan

non verbal audio adalah seperti bunyi-bunyian dan vokalisasi, seperti

gerutuan, gumam, musik dan lain-lain.

b. Media Visual adalah media yang hanya melibatkan indera penglihatan.

Termasuk dalam jenis media ini adalah media cetak-verbal, media

cetak-grafis dan media visual non-cetak.

c. Media Audio Visual adalah media yang melibatkan indera pendengaran

dan penglihatan sekaligus dalam satu proses. Sifat pesan yang dapat

disalurkan melalui media dapat berupa pesan verbal dan non verbal yang

terdengar layaknya media audio di atas. Pesan visual terdengar dan

terlihat itu dapat disajikan melalui program audio visual seperti

dokumenter, film docudokumenter, film drama, dan lain-lain.

104

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada (GP), 2012), Cet. IV, h.

4 105

Ibid., h. 4 106

Aziz Fahrirrizi dan Ahmad Dardiri, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta: t.p.,

2012), h. 96

Page 58: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

45

d. Multimedia yakni media yang melibatkan berbagai indera dalam sebuah

proses pembelajaran. Termasuk dalam media ini adalah segala sesuatu

yang memberikan pengalaman secara langsung bisa melalui komputer

dan internet, bisa juga melalui pengalaman berbuat dan pengalaman

terlibat.107

d. Hasil Penelitian yang Relevan

Penulis telah berusaha mencari penelitian yang relevan dengan mencari

tema yang sama pada skripsi-skripsi yang berbentuk penelitian library research.

Adapun penelitian yang penulis temukan yaitu:

1. Hasil penelitian Wasikhatun Rizqi yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan

Keimanan dalam Kisah Al-Qur‟an (Kajian Q.S.Yusuf as).” Dalam skripsi ini

menjelaskan akan nilai-nilai pendidikan keimanan yang terkandung dalam

kisah Nabi Yusuf as. yang terdapat dalam Q.S. Yusuf as. Adapun metode

yang digunakan dalam pembahasan tafsirnya yaitu menggunakan metode

tafsir mauđu‟i yaitu dengan mengklasifikasikan nilai-nilai pendidikan

keimanan berdasarkan tema berupa rukun iman yang enam, kemudian

dijelaskan nilai-nilai pendidikan keimanan yang terdapat dalam kisah Nabi

Yusuf as. dan seterusnya.

2. Hasil penelitian oleh Lukmanul Hakim yang berjudul “Metode Pendidikan

Keimanan dalam surat al-Waqi‟ah ayat 57-74.” Sesuai judulnya, dalam

skripsi ini penulis lebih fokus pada metode pendidikan keimanan dengan

mendeskripsikan serta menganalisa tentang fenomena, peristiwa, aktifitas

sosial, kepercayaan dan pemikiran orang secara individual dan kelompok.

Sehingga metode pendidikan keimanan yang didapat dalam penelitian ini

yaitu metode amśal. Adapun metode penafsiran yang digunakan dalam

penulisan ini adalah metode tafsir tah lili.

3. Hasil penelitian Nuriyah Hakimah yang berjudul “Zikir sebagai upaya

Pendidikan Keimanan.” Dalam penelitian ini penulis memaparkan bagaimana

upaya zikir terhadap pendidikan keimanan.

107

Yudhi Munadi, Op. Cit., h. 57

Page 59: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

46

Dari beberapa judul yang penulis di atas, terdapat perbedaan dalam

penulisan ini:

1. Surat yang dibahas pada penelitian sebelumya yaitu surat Yusuf as. dengan

menguraikan tentang nilai-nilai pendidikan keimanan dalam kisah Nabi

Yusuf as. yang terdapat di dalam Q.S. Yusuf, sedangkan pada penelitian ini

ayat yang di bahas yaitu Q.S. surat al-An‟am ayat 74-79. Selain itu dalam

metode penafsirannya, penelitian sebelumnya menggunakan metode tafsir

maudhu‟i sedangkan penelitian kali ini menggunakan metode tafsir tahlili.

2. Sesuai dengan judulnya, yaitu Metode Pendidikan Keimanan. Maka berbeda

dengan peneitian ini. Penelitian ini lebih fokus kepada mendeskripsikan nilai-

nilai pendidikan keimanan khususnya yang terkandung dalam Q.S. al-An‟am

ayat 74-79.

3. Dalam penelitian yang berjudul “Zikir sebagai upaya Pendidikan Keimanan”

ini memaparkan tentang hubungan zikir terhadap pendidikan keimanan.

Berbeda dengan penelitian ini, pada penelitian ini lebih fokus kepada

pendidikan dengan memaparkan tentang pendidikan keimanan yang

terkandung di dalam Q.S. al-An‟am ayat 74-79. Selain itu pembahasannya,

penelitian sebelumnya tidak menggunakan metode tafsir.

Page 60: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

47

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian

Objek yang dibahas dalam penelitian ini ialah pendidikan keimanan yang

terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an khususnya yang terkandung dalam surat al-

An’am ayat 74-79. Sedangkan waktu penelitian terhitung dari bulan Februari

sampai dengan bulan Oktober 2014.

B. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku pedoman penulisan skripsi

yang diterbitkan oleh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2013.

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan judul, maka penulis memfokuskan pada kajian pendidikan

keimanan yang terkandung dalam surat al-An’am ayat 74-79 yang sifatnya

mendeskripsikan dan menganalisa tentang pendidikan keimanan yang terkandung

dalam surat al-An’am ayat 74-79.

D. Prosedur Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian

kualitatif yaitu penelitian di mana peneliti dalam melakukan penelitiannya

menggunakan teknik-teknik observasi, wawancara atau interview, analisis isi, dan

metode pengumpulan data lainnya untuk menyajikan respons-respons dan

perilaku subjek,1 dengan menelusuri data-data kepustakaan atau library research.

Menurut Mestika Zed, studi kepustakaan atau Library research yaitu serangkaian

kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca

1Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2012), Cet. II, h. 40

Page 61: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

48

dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.2 Sementara menurut M. Iqbal

Hasan studi kepustakaan atau Library research yaitu kegiatan mendalami,

mencermati, menelaah dan mengidentifikasi pengetahuan yang ada dalam

kepustakaan (sumber bacaan, buku-buku referensi atau hasil penelitian lain) untuk

menunjang penelitiannya.3 Secara rinci penelitian ini berusaha untuk menemukan

jawaban bagaimana penafsiran Q.S Al-An’am ayat 74-79 menurut para mufassir

dan apa saja pendidikan keimanan yang terkandung dalam surat al-An’am ayat

74-79.

2. Sumber data

Menurut Lofland sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J. Moleong dalam

bukunya metodologi penelitian kualitatif mengatakan bahwa sumber data utama

dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lainnya. Berkaitan dengan hal itu, pada bagian ini

jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto

dan statistik.4

Adapun sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

sumber data tertulis dengan menggunakan data informasi yang bersifat literatur

kepustakaan, karena metode penelitian yang dipilih adalah library research yang

bersumber datanya bersumber dari buku-buku tafsir seperti tafsir al-Marag i, al-

Misbah, Ibnu Kaśir dan buku pendidikan khususnya yang berhubungan dengan

pembahasan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dikarenakan jenis penilitian yang dilakukan adalah library reseach, maka

teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah study

literature (book survey), yakni mengumpulkan kitab-kitab tafsir yang

2Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004),

h. 3 3M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2002), Cet. I, h. 45 4Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2013), Cet. XXXI, h. 157

Page 62: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

49

pembahasannya berkaitan dengan masalah yang akan dikaji, kemudian

mengumpulkan bahan-bahan yang terkait dengan masalah pendidikan keimanan.

Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh dalam teknik pengumpulan

data ini adalah :

a. Mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti,

dengan mengambil dari beberapa sumber buku yang saling berhubungan.

b. Mengklasifikasi data-data dari sumber tersebut, yakni dengan cara

mengelompokkan data-data berdasarkan jenisnya, yaitu:

1) Sumber Data Primer

a. Al-Qur’an dan Terjemahnya.

b. Tiga buku tafsir al-Qur’an: Pertama, Tafsir Al-Misbah karya Quraish

Shihab. Kedua, Tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi.

Ketiga Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir.

2) Sumber Data Sekunder

a. Buku-buku yang membahas tentang pengetahuan al-Qur’an.

b. Kamus-kamus yang berisikan tentang kosa-kata al-Qur’an yang mana

isinya berupa petunjuk praktis untuk mengetahui makna pada setiap

kosa-kata al-Qur’an.

c. Buku-buku pendidikan yang khususnya membahas tentang masalah

yang akan dikaji.

d. Buku-buku Aqidah yang menunjang dalam penulisan ini.

4. Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, data perlu diolah atau dianalisis. Analisi data

kualitatif menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan data, menggorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan

yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang

dapat diceritakan kepada orang lain.5 Analisis data merupakan pekerjaan yang

5Ibid., h. 248

Page 63: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

50

amat kritis dalam proses penelitian. Adapun analisis data ini terbagi dua yaitu

analisis statistik dan nonstatistik.6

Dalam analisis data ini, penulis menggunakan analisis nonstatistik yaitu

data yang memiliki sifat verbal berupa ungkapan-ungkapan.7 Dalam proses

analisis data, penulis menggunakan metode deskriptif-analisis yaitu memberikan

gambaran tentang data yang dianalisis dengan cara mengumpukan data, analisis

data kemudian menarik kesimpulan.

Adapun metode tafsir yang digunakan dalam pembahasan ayat adalah

metode tafsir tah lili (analisis), menurut Hamka Hasan metode tafsir tah lili yaitu

suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat alqur’an

dari seluruh aspeknya. Penafsir memulai uraiannya dengan menyebutkan arti kata-

kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti ayat. Ia juga mengemukakan

munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat

tersebut satu sama lain. 8

Menurut Quraish Shihab munasabah yaitu adanya

keserupaan dan kedekatan di antara berbagai ayat, surah dan kalimat yang

mengakibatkan adanya hubungan. Hubungan tersebut dapat berbentuk keterkaitan

makna antar ayat dan macam-macam hubungan atau kemestian dalam pikiran

(nalar).9 Penafsir juga membahas mengenai asbabun nuzul, yaitu sesuatu yang

melatar belakangi turunnya satu ayat atau lebih, sebagai jawaban terhadap suatu

peristiwa atau menceritakan sesuatu peristiwa, atau menjelaskan hukum yang

terdapat dalam peristiwa tersebut.10

Adapun kelebihan dari metode tah lili ini antara lain adanya potensi untuk

memperkaya arti kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosa kata ayat,

syair-syair kuno dan kaidah-kaidah ilmu nahwu. Penafsirannya menyangkut

segala aspek yang dapat ditemukan oleh mufassir dalam setiap ayat. Analisi ayat

dilakukan secara mendalam sejalan dengan keahlian, kemampuan dan

kecenderungan mufassir. Sementara kelemahan metode tah lili ini, walaupun

6Punaji Setyosari, Op. Cit., h. 209

7Ibid, h. 209

8Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadist, (Jakarta: Lembaga Penelitian Uin

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 4 9Abu Anwar, Ulumul Qur’an; Sebuah Pengantar, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. III, h. 61

10

Dawud Al-Aţţar, Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1994), Cet. I, h. 127

Page 64: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

51

dinilai luas, namun tidak menyelesaikan pokok bahasan, karena seringkali satu

ayat pokok bahasan diuraikan sisinya atau kelanjutan pada ayat lain.11

Menurut Quraish Shihab yang dikutip oleh Abuddin Nata, prosedur yang

ditempuh dalam metode tah lili ini adalah sebagai berikut:

a. Bermula dari kosa-kata yang terdapat pada setiap ayat yang akan ditafsirkan

sebagaimana urutan dalam al-Qur’an.

b. Menjelaskan asbab an-nuzul ayat ini dengan menggunakan keterangan yang

diberikan oleh Hadis (bi ar- riwayah).

c. Menjelaskan munasabah atau hubungan ayat yang ditafsirkan dengan ayat

sebelum atau sesudahnya.

d. Menjelaskan makna yang terkandung pada setiap potongan ayat dengan

menggunakan keterangan yang ada pada ayat lain, atau dengan menggunakan

Hadis Rasulullah saw. atau dengan menggunakan penalaran rasional atau

berbagai disiplin ilmu sebagai sebuah pendekatan.

e. Menarik kesimpulan dari ayat tersebut yang berkenaan dengan hukum

mengenai suatu masalah atau lainnya sesuai dengan kandungan ayat

tersebut.12

Dilihat dari segi pendekatannya, metode tafsir tah lili ini ada yang

menggunakan sandaran pada hadis-hadis Rasulullah saw. yang selanjutnya

disebut tafsir bi al-Ma’śûr dan ada yang menggunakan sandaran pada penalaran

atau pendapat akal yang disebut dengan tafsir bi al-ra’yi.13

11

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1998), h. 219 12

Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), Cet.

I, h. 169 13

Ibid., h. 169

Page 65: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

52

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Tafsir Surat al-An’am ayat 74-79

1. Teks dan Terjemah Ayat

“ 74. Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar,

"Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?

Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata."

75. Dan Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda

keagungan (kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (kami

memperlihatkannya) agar Dia Termasuk orang yang yakin. 76. Ketika malam

telah gelap, Dia melihat sebuah bintang (lalu) Dia berkata: "Inilah

Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam Dia berkata: "Saya tidak suka

kepada yang tenggelam." 77. Kemudian tatkala Dia melihat bulan terbit Dia

berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, Dia berkata:

"Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaKu, pastilah aku

Termasuk orang yang sesat." 78. Kemudian tatkala ia melihat matahari

terbit, Dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala

matahari itu terbenam, Dia berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya aku

Page 66: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

53

berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. 79. Sesungguhnya aku

menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi,

dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk

orang-orang yang mempersekutukan tuhan.

2. Tafsir Mufradat Ayat

yaitu sesuatu ,(şanam) ص ashnâm, adalah bentuk jamak dari kata : اصب

yang dipahat dari kayu, dan dibentuk dari emas atau logam. Disebutkan dalam

hadits bahwasannya aşnâm dan şanam yaitu sesuatu yang dijadikan sembahan

selain Allah. Begitu pula diriwayatkan oleh Ibnu „Abbas dari Ibn „Arabi

bahwasannya ص (şanam) yaitu gambar yang disembah.1 Dalam bahasa arab,

terdapat sinonim kata ص (şanam) yaitu ث (waśan) . Kata ص (şanam)

diartikan sesuatu yang berwujud atau berbentuk, sedangkan ث (waśan) diartikan

sebagai sesuatu yang tidak berbentuk dan tidak berwujud. Sama halnya dengan

pendapat Ibnu „Arafah mengartikan ث (waśan) sesuatu yang dijadikan

sesembahan yang tidak berbentuk sedangkan ص (şanam) itu yang berbentuk.

Ada juga yang berbeda dalam mengartikan kata ص (şanam) dan ث(waśan).

Kata ث (waśan) diartikan sebagai sesuatu yang berwujud dari kayu, atau batu,

atau emas yang dipahat dan disembah, sedangkan ص (şanam) tidak berbentuk.

Terlepas dari perbedaan itu semua, kata yang sering digunakan yaitu kata

.(şanam)ص

.Âlihah yaitu segala sesuatu yang disembah : ءاىخ2 Bahkan ada yang

berpendapat Matahari kadang disebut ilâh, karena ia disembah oleh orang-orang

musyrik. Demikian pula dengan benda-benda lain yang menjadi ilâh apabila

disembah oleh manusia. Âlihah merupakan bentuk jamak dari kata ilâh, menurut

Ibnu Atsîr, lafadz ilâh berasal dari kata aliha-ya`lahu.3 Kata ilâh sendiri

merupakan bentuk maşdar dari kata kerja alaha yang berarti menyembah atau

heran. Walaupun ilah berbentuk maşdar, namun ia mengandung arti ism maf‟ûl,

1Ibnu Manťûr, Lisânul „Arabi, (Beirut: Dar Sader, 1997), Cet. I, h. 79

2Ibrâhîm Muşţafa, Mu‟jam Al-Wasîţ, (Kairo: Dar Ad-Da‟wa, ), h. 25

3Ibnu Manťûr, Op. Cit., h. 96

Page 67: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

54

sehingga ilâh diartikan sebagai yang disembah atau yang diherankan. Disebut ilâh

karena ia disembah, atau karena ia menimbulkan keheranan pada akal manusia.4

Demikian pula para ulama mengartikan Ilâh dengan yang disembah

dengan menegaskan bahwa Ilâh adalah segala sesuatu yang disembah, baik

penyembahan itu tidak dibenarkan oleh agama Islam; seperti terhadap matahari,

bintang, bulan, manusia, atau berhala; maupun yang dibenarkan dan diperintahkan

oleh Islam, yakni Dzat yang wajib wujud-Nya, Allah swt. Karena itu, jika seorang

Muslim mengucapka Lâ Ilâha Illâ Allâh maka dia telah menafikan segala tuhan,

kecuali Tuhan yang nama-Nya “Allah”.5

Selain diartikan sebagai sembahan, ada juga yang mengartikan bahwa ilâh

itu mengherankan atau menakjubkan, karena segala perbuatan ciptaan-Nya

menakjubkan atau apabila dibahas hakikat-Nya, akan mengherankan akibat

ketidak tahuan makhluk tentang hakikat Dzat Yang Maha Agung itu. Apapun

yang terlintas di dalam benak menyangkut Dzat Allah, maka Allah tidak

demikian. Itu sebabnya ditemukan riwayat yang menyatakan, “Berpikirlah

tentang makhluk-makhluk Allah, dan jangan berpikir tentang Dzat-Nya.” 6

đalâlim mubîn kata đalâl berasal dari kata đalla - yađillu - đalâl : ضاله جي

wa đalâlatan ( ضاله ضالىخ –يضو –ضو ). Kata ini terambil dari akar kata yang

terdiri dari huruf-huruf đâ‟ (ضبء), lâm (ال), dan lâm (ال) – tasydid huruf lâm –

yang menurut bahasa bermakna „kehilangan jalan‟, „bingung‟, atau „tidak

mengetahui arah‟. Di dalam konteks immaterial, kata đalla ( وض ) diartikan sebagai

„sesat dari jalan kebajikan‟, „meninggalkan jalan kebenara‟, atau „menyimpang

dari tuntunan agama‟, atau lawan kata dari kata „petunjuk‟. Mufasir wanita.

Aisyah bintu Asy-Syati‟ merumuskan makna kata đalla (ضو) sebagai „setiap

tindakan atau ucapan yang tidak menyentuh kepada kebenaran‟.7

Kata đalâl dalam ayat ini disifati dengan kata mubîn, kata mubîn ini

merupakan bentuk ism fâ‟il dari abâna – yubînu – Ibânatan ( إثبخ -يجي –أثب ),

4Ahsin W. al-Hafiż, Kamus Ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah, 2006), Cet. II, h. 20

5M. Quraish Shihab, dkk, Ensiklopedia Al-Qur‟an; Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera

Hati, 2007), h. 77 6 Ibid., h. 76

7 Ibid., h. 1

Page 68: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

55

turunan huruf ba‟, ya‟ dan nûn, memiliki dua makna denotasi, yaitu „jarak‟ dan

„tersingkap‟. Dari makna yang pertama, „jarak‟, lahir bentuk lain, seperti bain (ثي

– pemisah, antara) karena merupakan batas yang jelas antara dua hal atau tempat.

Dari makna yang kedua, „tersingkap‟, berkembang menjadi, antara lain:

„menjelaskan‟ karena menyingkap hal sesuatu; „fasih‟ (ucapannya) karena lebih

jelas pengungkapannya, sehingga maksud tersingkap dengan jelas pula; bayân

.karena hal menyingkapkan makna yang masih samar-samar (penjelasan - ثيب)8

Secara umum, kata mubîn di dalam al-Qur‟an digunakan sebagai sifat

keadaan, baik yang menunjukkan sesuatu yang baik maupun sesuatu yang jelek.

Dalam ayat ini, kalimat (ضاله جي) menunjukkan kepada keadaan yang tidak baik,

yaitu menjelaskan tentang kesesatan bapak dan kaum Nabi Ibrâhim as. yang

menjadikan berhala sebagai tuhan mereka.

al-mûqinîn adalah bentuk jamak dari mûqin, dan kata mûqin itu : اىقي

sendiri merupakan bentuk ism al-fâ‟il ( اع اىفبعو = kata benda yang menunjukkan

pelaku) dari kata ayqana – yûqinu – îqânan – mûqin ( ق -ايقبب –يق –ايق ), dan

kata mûqin terambil dari kata yaqîn. Kata yaqîn ini mengandung makna

pengetahuan yang tidak disentuh dengan keraguan sedikit pun.

Selain itu, yakin itu sendiri memiliki arti sebagai pengetahuan yang

mantap tentang suatu dibarengi dengan tersingkirnya apa yang mengeruhkan

pengetahuan itu, baik berupa keraguan maupun dalih-dalih yang dikemukakan

lawan. Sebelum tiba keyakinannya, seseorang terlebih dahulu disentuh oleh

keraguan, namun ketika seseorang itu sampai pada tahap yakin maka keraguan

yang tadinya ada akan menjadi sirna. Karena itu, kaum mûqinîn disifati sebagai

“orang-orang yang menemukan keyakinannya dalam dirinya, atau menemukan

keimanannya dengan segenap indranya”.9

Yaqîn merupakan tingkatan ilmu yang lebih tinggi dari ma‟rifah

(pengetahuan) dan dirâyah (pengetahuan). Oleh karena itu dikatakan - bukan

ma‟rifatul-yaqîn. Yaqîn ada tiga tingkat: „ilmul-yaqîn, „ainul-yaqîn, dan haqqul-

8Ibid., h. 1

9Ahsin W. al-Hafiż, Op. Cit., h. 200

Page 69: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

56

yaqîn. Menurut orang-orang sufi, yaqîn ialah penglihatan mata kepala dengan

kekuatan iman, tanpa dalil dan keterangan.10

‟terbentuk dari dua kata yaitu rabb dan ya سث Rabbî, kata : سث

mutakallim wahdah sehingga kedudukannya menjadi iḍâfat yaitu terdiri dari

muḍaf dan muḍaf ilaih. Kata rabb (سة) yang secara etimologis berati pemelihara,

pendidik, pengasuh, pengatur yang menumbuhkan. Kata rabb biasa dipakai

sebagai salah satu nama Tuhan karena Tuhanlah yang secara hakiki menjadi

pemelihara, pendidik, pengasuh, pengatur dan yang menumbuhkan makhluk-Nya.

Oleh sebab itu, kata tersebut biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

dengan kata Tuhan.11

Al-Maragi mengartikan lafadz Rabbi yaitu Pemilikku dan

pengatur usahaku.12

.h anîf biasa diartikan lurus atau cenderung kepada sesuatu : حيف

Kebalikan dari hânif adalah az-Zaig, artinya miring dari hak ke arah kebatilan,

dari hidâyah kepada đalâlah.13

Dalam kitab tafsir jalalain, kata h anîf diartikan

condong kepada agama yang lurus.14

Kata ini pada mulanya digunakan untuk

menggambarkan telapak kaki dan kemiringannya kepada telapak pasangannya.

Yang kanan condong ke arah kiri, dan kiri condong ke arah kanan. Ini menjadikan

manusia dapat berjalan lurus. Kelurusan itu, menjadikan si pejalan tidak mencong

ke kiri, tidak pula ke kanan. Ajaran Nabi Ibrâhim as. adalah hanîf, tidak bengkok,

tidak memihak kepada pandangan hidup yang hanya memenuhi kebutuhan

jasmani, tidak juga semata-mata mengarah kepada kebutuhan ruhani.15

Kata h anîf itu sendiri berasal dari akar kata h anafa. Kata tersebut apabila

didefiasikan dari kata kerjanya yaitu h anafa – yah nifu – h anîfan, artinya condong

atau cenderung dan kata bendanya kecenderungan. Maksud kecenderungan disini

yaitu kecenderungan kepada yang benar.

10

M. Quraiş Şihab, dkk, Op. Cit., h. 1102 11

Ibid., h. 801 12

Ahmad Mustafa al-Maragi, Terjemah Tafsir al-Maragi Terj. dari Tafsir al-Maragi oleh

K. Anshori Umar Sitanggal, dkk, (Semarang : PT. Karya Toha Putra, 1992), cet. II, h. 288 13

Ahsin W. al-Hafiż, Op. Cit., h. 95 14

Syaikh Jalâluddin bin Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan Syaikh Abdul ar-Rahman

bin Abi Bakr as-Suyuţi, Tafsir Jalâlain, (tt.p., Haramain: 2007), Cet. VI, h. 120 15

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2009), Cet. I, h. 517

Page 70: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

57

M. Dawam Rahardjo mengutip pendapat Hadrat Mirza Nâshir Ahmad

yang merujuk kepada beberapa sumber bahwa kata h anîf memiliki beberapa

makna:

a. Orang yang meninggalkan atau menjauhi kesalahan dan mengarahkan dirinya

kepada petunjuk;

b. Orang yang secara terus menerus mengikuti kepercayaan yang benar tanpa

keinginan untuk berpaling dari padanya;

c. Seseorang yang cenderung menata perilakunya secara sempurna menurut Islam

dan terus menerus mempertahankannya secara teguh;

d. Seseorang yang mengikuti agama Ibrâhim as. ; dan

e. Orang yang percaya kepada seluruh nabi-nabi.16

Musyrikîn, kata musyrikîn merupakan bentuk jamak dari kata : ششمي

musyrik. Dan kata musyrik itu sendiri merupakan bentuk ism al-fâ‟il ( اع اىفبعو =

kata benda yang menunjukkan pelaku) dari kata asyraka – yusyriku – isyrâk –

musyrik ( ششك –إششاك –يششك –أششك ), dan perbuatannya disebut syirk (ششك).

Secara bahasa, Ibnu Manťûr mengartikan kata syirk sebagai persekutuan dan

bagian. Sementara al-Aşfahani mengartikan dengan percampuran dua hal atau

lebih, baik secara substansi atau secara makna. Karena musyrik merupakan pelaku

syirk maka secara bahasa kata itu berarti orang yang melakukan

persekutuan/perserikatan atau membagi bagian tertentu.

Adapun secara istilah, syirk berarti menjadikan sesuatu bersama Allah

sebagai tuhan untuk bisa disembah. Sesuatu yang dimaksud bisa berbentuk benda

hidup seperti binatang, pohon, atau benda mati seperti patung. Dengan kata lain,

di dalam bentuk materi seperti matahari, bangunan, maupun immateri, yaitu ruh,

jin, dan sebagainya. Dengan demikian, orang musyrik pada hakikatnya adalah

orang yang mengingkari ke-Esaan Tuhan, apakah dari segala zat, sifat, maupun

perbuatan-Nya. Pengingkaran terhadap tiga segi tersebut konsekuensinya

membawa kepada pengingkaran terhadap kemahakuasaan Tuhan sebagai pencipta

16

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur‟an; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-

Konsep Kunci, (Jakarta: Paramadina, 2002), Cet. II, h. 62

Page 71: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

58

dan pengendali alam semesta; namun, orang musyrik itu tidak mengingkari Allah

sebagai Tuhan.17

3. Tafsir Surat al-An’am [6] : 74 - 79

“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Azar,

"Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?

Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang

nyata."

Menurut Quraish Shihab bahwa Azar adalah (اة) ab/bapak Nabi Ibrâhîm

as. dengan kata orang tua alasan beliau merujuk kepada Q.S. Yûsuf ayat 4 yang

berbunyi : (إرقبه يعف ألثي) idz qâla Yûsufu li abîhi. Para ulama berbeda pendapat

menyangkut Azar, apakah dia ayah kandung Nabi Ibrahim as. atau pamannya,

sebagaimana mereka berbeda pendapat tentang kata itu apakah dia nama atau

gelar serta maknanya dan mengapa dia dinamai demikian.18

Nabi Ibrâhîm as. menasihati bapaknya yang menyembah berhala dan

melarangnya berbuat demikian. Namun, sang ayah tidak menggubrisnya.19

Dalam

surat al-An‟am ini merupakan ucapan Nabi Ibrâhîm setelah berkali-kali beliau

menyampaikan kepada orang tuanya tentang kesesatan mempersekutukan

Tuhan.20

Kesesatan dalam ayat ini yaitu tersesat dan tidak memiliki petunjuk

kemana seharusnya mereka berjalan. Bahkan, mereka berada dalam kebingungan

dan ketidak tahuan 21

dikarenakan ayah Nabi Ibrâhîm dan kaumnya menyembah

berhala.

Menurut al-Maraghi maksud berhala-berhala ini adalah patung-patung

yang dipahat dari batu, dibuat dari kayu, atau dari logam. Tidak layak bagi orang

17

M. Quraiş Şihab, dkk, Op. Cit., h. 664 18

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an..., h.506 19

Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Kemudahan dari Allah; Ringkasan tafsir Ibnu Katsir, Terj.

dari Taisiru al-Aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir oleh Syihabuddin, (Jakarta: Gema

Insani, 2005), Cet. VIII, h. 235 20

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an..., h. 508 21

Muhammad Nasib ar-Rifa‟i, Op. Cit., h. 235

Page 72: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

59

yang berakal untuk menyembah apa yang sebanding dengannya dalam penciptaan,

tidak pula apa yang berada di dalam kekuasaan Al-Khaliq, butuh kepada Allah

Yang Maha Kaya lagi Maha Kuasa, tidak kuasa untuk mendatangkan manfaat

maupun kemudaratan, tidak pula dapat memberi dan menahan pemberian.22

Sehingga dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang yang menyembah berhala

mereka dalam kesesatan yang nyata. Disifatinya kesesatan dengan nyata untuk

menjelaskan apa yang telah terjadi pada diri mereka.

Dari penjelasan para mufassir di atas akan Q.S. al-An‟am ini dapat

disimpulkan bahwa Ayat ini menjelaskan tentang kisah Nabi Ibrâhîm as. dalam

menghadapi kaumnya yang menjadikan patung-patung sebagai tuhan mereka.

Tidak hanya kaumnya saja, namun ayah Nabi Ibrâhîm as. sendiri yaitu yang

disebutkan dalam ayat ini bernama azar juga menyembah berhala. Di sini Nabi

Ibrâhîm as. tidak mempercayai akan tuhan-tuhan yang mereka sembah. Bahkan

Nabi Ibrâhîm as. membantah akan keyakinan mereka itu dengan menjelaskan

akan kesesatan dan kemusyrikan mereka.

“Dan Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda

keagungan (kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (kami

memperlihatkannya) agar Dia Termasuk orang yang yakin.”

Setelah Allah swt. memperlihatkan kebenaran kepada Nabi Ibrâhîm yaitu

dengan menjelaskan akan kesesatan ayah dan kaumnya, maka pada ayat ini Allah

memperlihatkan kepada Nabi Ibrâhîm akan kerajaan langit dan bumi.

Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat ini, dalam tafsir ath-

T abari dijelaskan ada empat perbedaan pendapat para ulama dalam menafsirkan

lafaz يند (malakût) pada ayat ini. Pertama, sebagian ulama berpendapat bahwa

maknanya adalah “Kami perlihatkan kepadanya penciptaan langit dan

bumi.”Kedua, berpendapat bahwa lafaz al malakût artinya kerajaan. Ketiga,

berpendapat bahwa maksudnya adalah ayat-ayat langit dan bumi. Dan keempat,

22

Ahmad Mustafa al-Maragi, Op. Ci., h. 290

Page 73: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

60

berpendapat bahwa maksudnya adalah Allah memperlihatkan bintang, bulan dan

matahari.23

Lafadz (يند اىغاد االسض) diartikan pula oleh Quraish Shihab sebagai

Kepemilikan Allah terhadap langit dan bumi, yakni seluruh alam raya,

mengandung juga makna kekuasaan dan wewenang penuh dalam mengaturnya

serta tidak dapat dialihkan atau dicabut oleh pihak lain sebagaimana kepemilikan

makhluk.24

Selanjutnya al-Maraghi menjelaskan bahwa (يند اىغاد االسض)

kerajaan langit dan bumi; Yakni diciptakan keduanya dengan segala isinya,

berupa aturan-aturan yang indah dan buatan yang mengagumkan. Kemudian Allah

perlihatkan padanya bintang-bintang yang beredar pada orbitnya di atas jalur yang

tetap. Dan diperlihatkan pula padanya bumi dan yang ada di dalam berbagai

lapisannya, berupa barang-barang tambang yang bermanfaat bagi kehidupan

manusia. Selain itu, Allah tampakan padanya perkara bumi itu, baik yang bersifat

batin maupun lahir. 25

Adapun tujuan Allah swt. diperlihatkannya kerajaan langit dan bumi yaitu

agar dia mengetahui sunnah Kami terhadap makhluk, kebijaksanaan Allah di

dalam mengatur kerajaan, dan ayat-ayat yang menunjukkan Rubûbiyyah-Nya.

Supaya dengan itu, dia dapat menegakkan hujjah terhadap orang-orang musyrik

yang sesat, dan supaya dia sendiri termasuk orang-orang yang benar-benar yakin

sampai ke tingkat „ainul- yaqin.26

Selain itu, untuk menetapkan tauhid kepada

Allah swt., agar ia mengetahui hakikat hidayah yang diberikan kepadanya, dan

mengetahui kesesatan kaumnya yang menyembah berhala.27

Allah swt. menjadikan Nabi Ibrâhîm as. masuk dalam kelompok al-

Mûqinîn, yakni orang-orang yang telah teguh keyakinannya. Salah satu ciri

anggota kelompok ini adalah terbukanya bagi mereka sebagian tabir metafisika

23

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. dari Jami‟ Al

Bayan an Ta‟wil Ayi Al Qur‟an oleh Akhmad Affandi, dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Cet.

I, h. 154 24

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an..., h. 510 25

Ahmad Mustafa al-Maragi, Op. Cit., h. 291 26

Ibid., h. 291 27

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Op. Cit., h. 163

Page 74: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

61

sesuai dengan kehendak Ilahi.28

Hamka menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Nabi

Ibrâhîm as. memperoleh ilmu Ladunni.29

Kemudian Allah memperinci akan kerajaan langit dan bumi yang

sebagaimana dalam ayat selanjutnya:

“Ketika malam telah gelap, Dia melihat sebuah bintang (lalu) Dia berkata:

"Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam Dia berkata: "Saya

tidak suka kepada yang tenggelam.”

Proses pemikiran atau cara membungkam para penyembah benda-benda

langit itu bermula atau dimulai Ketika malam telah menutupinya menjadi sangat

gelap sehingga meliputi seluruh totalitasnya bahkan sekelilingnya. Tenggelamnya

bintang adalah salah satu bukti ketidakwajarannya untuk dipertuhankan.30

Ketika

Allah Ta‟ala mulai memperlihatkan kerajaan langit dan bumi kepadanya,

dilihatnya sebuah bintang besar yang menonjol dari bintang Jupiter yang

merupakan tuhan terbesar bagi sebagian penyembah bintang dari bangsa Yunani

dan Romawi Kuno.31

Ketika melihat itu, Ibrâhîm as. berkata:

زا سث يقبه

“Inilah Tuhanku”. Perkataan ini dikemukakannya di dalam forum

perdebatan dan adu argumentasi dengan kaumnya, sebagai permulaan

pengingkarannya terhadap mereka. Pertama-tama, dia mengemukakan perkataan

mereka sendiri guna menarik perhatian mereka supaya mau mendengarkan hujjah

atas kebatilan sembahan terhadap bintang itu. Pertama-tama dia mengaburkan

pandangan mereka, sehingga mereka menduga bahwa dia menyetujui pandangan

28

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an..., h. 511 29

Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983), h.

252 30

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an..., h. 512 31

Ahmad Mustafa al-Maragi, Op. Cit., h. 291

Page 75: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

62

mereka. Kemudian, dia menyampaikan kritiknya, yang dalilnya didasarkan atas

indra dan akal.

Namun, tatkala bintang itu terbenam dan menghilang, dia berkata,

“Sesungguhnya aku tidak menyukai apa yang terbenam dan menghilang”.

Menurut Syekh Muhammad Nawawi dalam tafsir munîr menjelaskan maksudnya

adalah tidak suka menyembah tuhan-tuhan yang berpindah-pindah dari satu

tempat ke tempat lain, dan yang berubah dari satu keadaan kepada keadaan lain

yang terhalang oleh tutup-tutup.32

Perkataan ini disampaikan karena orang yang

sehat fitrahnya tidak akan menyukai sesuatu yang hilang dari padanya, dan tidak

pula merasa kesepian karena kehilangannya.33

Tenggelamnya bintang adalah salah

satu bukti ketidak wajarannya untuk dipertuhankan. Gerak menunjukkan

perubahan pada tempat dan ini menunjukkan bahwa ia baru, selanjutnya ini

menunjukkan bahwa wujudnya tidak wajib dalam arti boleh ada dan boleh tidak

ada (mumkin al-wujud) dan yang demikian – bila wujud – pasti ada yang

mewujudkan sehingga ia tidak mungkin Tuhan.34

Dengan demikian pernyataan Nabi Ibrâhîm a.s tersebut mengenai wujud

Allah di atas mengisyaratkan bahwa sesuatu yang disembah seharusnya dikagumi

dan dicintai sehingga yang tidak mencintai sesuatu tidaklah wajar mengabdi

kepadanya. Memang, bisa saja seseorang menyembah sesuatu karena takut

kepada-Nya, tetapi yang demikian itu tidak merupakan puncak pengabdian atau

bahkan tidak wajar dinamai ibadah. Ibadah yang sebenarnya adalah yang

berpangkal dari rasa kagum dan cinta kepada Tuhan.35

32

Syekh Muhammad Nawawi, Tafsir Munir; Juz I, (Semarang: Thaha Putra, t.t ), h. 247 33

Ahmad Mustafa al-Maragi, Op. Cit., h. 292 34

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an..., h. 513 35

Ibid., h. 513

Page 76: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

63

“Kemudian tatkala Dia melihat bulan terbit Dia berkata: "Inilah Tuhanku".

tetapi setelah bulan itu terbenam, Dia berkata: "Sesungguhnya jika

Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaKu, pastilah aku Termasuk orang

yang sesat."

Setelah terbukti bahwa bintang tidak pantas dijadikan sebagai tuhan

karena ia tenggelam, maka beralihlah kepada bulan yang cahayanya tampak lebih

besar dibandingkan dengan bintang. Ketika melihat permulaan terbitnya bulan di

balik ufuk, Nabi Ibrâhîm as. bekata, “Inilah Tuhanku.”

Penggunaan kata (زا) hâdzâ pada Q.S. al-An‟am ayat 77 di atas, juga

sebelum dan sesudahnya bukan saja menunjuk sesuatu yang tertentu, tetapi juga

mengandung makna bahwa yang ditunjuk itu adalah sesuatu yang sebelumnya

telah dicari, lalu kini ditemukan.36

Ketika bulan itu tenggelam sebagaimana halnya bintang, maka Nabi

Ibrâhîm as. berkata sambil mendengarkannya kepada orang-orang sekitarnya,

“Sekiranya Tuhanku tidak memberiku petunjuk dan taufik untuk mencapai

kebenaran dalam mentauhidkan-Nya, tentulah aku sudah termasuk kaum zalim

yang tidak mencapai kebenaran dalam hal itu. Sehingga, mereka tidak mendapat

petunjuk, menyembah selain Allah, mengikuti hawa nafsunya, dan tidak

mengamalkan apa yang diridai oleh Allah Ta‟ala”.37

Ucapan Nabi Ibrâhîm as. tersebut behubungan dengan penolakannya yang

telah dikemukakan ketika melihat bintang yang tenggelam bahkan semua yang

tenggelam dan yang di sini bulan pun demikian. Dengan tenggelamnya bulan,

terbukti bahwa jika beliau mempertuhankannya, beliau pasti sesat dan karena itu

beliau lanjutkan dengan berkata pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.

Di sini terdapat sindiran yang lebih pantas dikatakan terdapat

keterusterangan kesesatan kaumnya, dan isyarat kepada bergantungkannya

hidayah Ad-Din pada wahyu Ilahi. Di sini sindiran meningkat karena hujjah

lawan bicara setelah terpojok dengan pembuktian pertama, sehingga keyakinan

36

Ibid., h. 515 37

Ahmad Mustafa al-Maragi, Op. Cit., h. 294

Page 77: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

64

mereka ternodai. Dalam langkah ketiga, ia beralih dari sindiran kepada terus

terang, menyatakan kebebasannya dari mereka, dan bahwa mereka benar-benar

berada dalam kemusyrikan yang nyata.38

Setelah jelas bahwa Hal ini setelah

kebenaran benar-benar tampak, sebagaimana ayat selanjutnya :

“Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, Dia berkata: "Inilah

Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, Dia

berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu

persekutukan.”

Sambil menunjuk matahari, Nabi Ibrâhîm as. berkata, “Yang aku lihat

sekarang, inilah Tuhanku”.

زا امجش

“Ia lebih besar dari bintang dan bulan.” Tampak dari sini, bahwa Ibrâhîm

memperpanjang argumentasinya untuk menyudutkan mereka. Dalam

pembicaraannya ini pula terdapat pendahuluan untuk menegakkan hujjah atas

mereka, dan tahapan untuk memancing perhatian mereka agar mau mendengarkan

pembicaraan sesudah sindiran yang di khawatirkan akan mereka sangkal.

Setelah matahari itu terbenam, sebagaimana yang lainnya menghilang, lalu

tertutuplah cahayanya, dan kesunyian melebihi kesunyian karena tenggelamnya

bintang dan bulan. Maka, Nabi Ibrâhîm as. membeberkan sejelas-jelasnya, apa

yang dia kehendaki setelah sindiran itu, sambil melepaskan diri dari kemusyrikan

kaum karena keburukannya dengan memutar balik dan mengulur-ulur

pembicaraan dengan penuh kelembutan hingga sampai kepada apa yang dia

kehendaki dengan cara yang terbaik dan terhalus, sambil membebaskan diri dari

38

Ibid., h. 294

Page 78: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

65

sembahan-sembahan yang mereka jadikan Tuhan dan tuhan-tuhan selain Allah

itu.39

Dalam tafsir ath-Thabari dijelaskan, bahwa berita dari Allah swt. tentang

ucapan Nabi Ibrâhîm as. ( زا سثي ) ketika melihat bintang, bulan dan matahari,

sama sekali bukan karena ketidaktahuan beliau bahwa semua itu bukan tuhan

namun sebaliknya, ungkapan tersebut merupakan pengingkaran bahwa semuanya

bukan tuhan. Juga dalam rangka melecehkan kaumnya yang menyembah berhala.

Maksudnya, bintang, bulan dan matahari saja tidak pantas dijadikan tuhan, maka

apalagi berhala yang mereka sembah, padahal semuanya lebih bercahaya dari

pada berhala, sementara berhala lebih kecil. Itu hanyalah ungkapan debat yang

diungkapkan kepada kaumnya, seperti yang biasa dilakukan oleh ahli debat yang

membantah lawan dan menjelaskan kebatilan pendapatnya.40

Begitu pula Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya mengenai cara Nabi

Ibrâhîm as. pada Q.S. al-An‟am ayat 74-78 dalam mengungkapkan akan kasesatan

ayah dan kaumnya yaitu pada tataran pertama berupa dialog dengan ayahnya,

Nabi Ibrâhîm as. hendak menjelaskan kesalahan mereka dalam menyembah

berhala-berhala arđi yang bersosok malaikat samawi agar berhala-berhala itu

memintakan syafa‟at untuk mereka kepada Pencipta Yang Maha Agung. Mereka

berpandangan bahwa terlalu hina bila menyembah-Nya secara langsung.

Sebenarnya mereka hanya menjadikan patung-patung malaikat itu sebagai

perantara untuk memintakan pertolongan, rezeki, dan semacamnya kepada Yang

Maha Pencipta.

Dalam tataran kedua, Ibrahim menjelaskan kesalahan dan kesesatan

mereka karena menyembah patung-patung yang melambangkan tujuh buah tata

surya, yaitu bulan, Merkurius, Venus, matahari, Mars, Yupiter dan Saturnus.

Menurut mereka, planet yang kuat cahayanya dan paling mulia ialah matahari,

kemudian bulan dan Venus. Mula-mula Nabi Ibrâhîm as. menjelaskan bahwa

planet Venus tidak layak mendapat predikat tuhan, sebab planet ditaklukkan dan

39

Ibid., h. 295 40

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Op. Cit., h. 153

Page 79: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

66

ditetapkan dalam peredaran tertentu, tidak menyimpang ke kiri maupun ke kanan,

dan tidak memiliki kehendak untuk mengatur dirinya sendiri. Namun Venus

merupakan salah satu benda yang diciptakan bercahaya karena ia memiliki

hikmah yang besar. Demikian pula halnya dengan matahari dan bulan dijelaskan

oleh Nabi Ibrâhîm as. satu demi satu.

Setelah Nabi Ibrâhîm as. meniadakan unsur ketuhanan dari ketiga planet

yang bercahaya menurut pandangan mata dan membuktikan kebatilannya dengan

argumentasi yang qaţ‟i maka “ia berkata, „Wahai kaumku, sesungguhnya aku

berlepas diri dari apa yang kalian sekutukan.” Yakni, aku terlepas diri dari

penyembahan planet itu dan dari menjadikannya sebagai penolong.41

Setelah membebaskan diri dari kemusyrikan mereka itu, dia menutup

dengan menjelaskan akidahnya: akidah tauhid yang murni. Dia berkata :

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan

langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku

bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan”.

“Aku menghadapkan wajahku dalam keadaan h anîfan cenderung kepada

agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang

mempersekutukan Tuhan”, yakni bukan menganut apa yang dianut oleh kaumnya

bahkan oleh siapa pun yang mengakui dalam hati, atau ucapan, atau perbuatannya

bahwa ada penguasa atau pemberi pengaruh terhadap sesuatu selain Allah swt.

atau kecuali atas izin-Nya”.42

H anîf di sini juga diartikan cenderung dari

kemusyrikan kepada tauhid.43

41

Muhammad Nasib ar-Rifa‟i,Op. Cit., h. 237 42

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an..., h. 516 43

Muhammad Nasib ar-Rifa‟i, Op. Cit., h. 237

Page 80: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

67

Menyerahkan muka kepada Allah Ta‟ala adalah menghadapkan hati

kepada-Nya. Diungkapkan demikian karena wajah adalah manifestasi terbesar

bagi apa yang tersimpan di dalam jiwa, berupa menerima, berpaling, senang, duka

cita dan sebagainya. Mengarahkan wajah kepada-Nya berarti mengarahkannya

hanya kepada-Nya di dalam memohon kebutuhan dan ikhlas beribadah, karena

Dialah yang berhak diibadahi, yang kuasa memberikan balasan dan pahala.44

B. Pendidikan Keimanan yang Terkandung di dalam Surat al-An’am Ayat

74-79

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia. Secara

kodrati manusia membutuhkan pendidikan. Salah satu pendidikan yang paling

dasar ditanamkan adalah pendidikan keimanan dalam bentuk pendidikan Tauhid,

karena pada dasarnya manusia memiliki fitrah berupa keimanan kepada Allah

yang dilahirkan dengan dibekali fitrah untu beragama tauhid. Begitu pula para

rasul dalam menyampaikan risalahnya untuk menanamkan tauhid ke dalam jiwa

umatnya, mengajak mereka supaya beriman kepada Allah, menyembah,

mengabdi, dan berbakti kepada-Nya dengan melarang berbuat musyrik kepada-

Nya. Adapun aspek tauhid ini adalah:

Aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang

berketuhanan. Adapun kemampuan dasar yang menyebabkan manusia

menjadi makhluk berketuhananan atau agama adalah didalam jiwa manusia

terdapat insting yang disebut insting religius atau garizah diniyah (insting

percaya pada agama). Itulah sebabnya tanpa proses pendidikan insting

tersebut tidak akan mungkin berkembang secara wajar. Dengan demikian

pendidikan keagamaan mutlak diperlukan untuk mengembangkan insting

religius atau gazirah diniyah tersebut.45

Dari uraian di atas dapat difahami bahwa pendidikan keimanan itu

merupakan pendidikan yang paling utama yang harus ditanamkan dalam diri

setiap muslim yang ditanamkan sejak dini. Karena pendidikan keimanan ini

merupakan pendidikan dalam upaya untuk mengajak anak didik untuk meyakini

kepada rukun-rukun iman yang enam, yang pokok utamanya ialah iman kepada

Allah swt. dalam bentuk tauhid, karena inti dari keimanan adalah tauhid. Sehingga

44

Ahmad Muşţafa al-Maragi, Op. Cit., h. 296 45

Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Op. Cit., h.117

Page 81: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

68

dengan adanya pendidikan tauhid ini, dapat mengembangkan fitrahnya sebagai

manusia yang telah dibekali dengan fitrah ketauhidan dengan bertujuan adanya

pendidikan tauhid ini dapat menjaga kesucian fitrah manusia yang telah Allah swt.

anugerahkan agar menjadi hamba yang berbakti kepada Allah swt.

Dengan begitu yang dimaksud dengan pendidikan tauhid adalah pemberian

bimbingan kepada anak didik agar ia menjadi jiwa tauhid yang kuat dan mantap

dan memiliki tauhid yang baik dan benar. Bimbingan itu dilakukan tidak hanya

dengan lisan dan tulisan tetapi juga – bahkan kini yang terpenting – dengan sikap,

tingkah laku dan perbuatan. Sedangkan yang dimaksud pendidikan dan

pengajaran tauhid ialah pemberian pengertian tentang ketauhidan, baik sebagai

akidah yang wajib diyakini maupun sebagai filsafat hidup yang membawa kepada

kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.46

Adapun mengenai pembahasan tauhid

dalam ayat ini mencakup pada tauhid ulûhiyyah, tauhid rubûbiyyah dan tauhid

asmâ wa sifât.

1. Tauhid Ulûhiyyah

Tauhid Ulûhiyyah adalah meng-Esakan Allah Ta‟ala dan beribadah

kepada-Nya sesuai dengan syari‟at yang telah ditetapkan. Sehingga manusia akan

menyerahkan atau menggantungkan dirinya kepada Allah agar mendapatkan

rahmat dari-Nya.47

Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-An‟am : 162-163

“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku

hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (162) Tiada sekutu bagiNya;

dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang

yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (163)

Adapun pendidikan tauhid yang terdapat pada Q.S. al-An‟am ayat 74

yaitu tauhid ulûhiyyah, pada ayat ini dijelaskan bagaimana cara Nabi Ibrâhîm as.

46

Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), cet. III, h. 41 47

Syaikh Abu Bakar Jabir al-jazairi, Op. Cit., h. 99

Page 82: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

69

dalam meluruskan ajaran-ajaran ayah dan kaumnya yang menyembah berhala.

Ayah Nabi Ibrâhîm as. percaya bahwa berhala-berhala itu dapat memberi manfaat

kepada mereka dan dapat mendatangkan mađarat. Padahal tuhan yang disembah

oleh ayahnya itu tidak lain hanya patung yang tidak dapat membawa manfaat dan

mendatangkan mađarat. Oleh karena itu Nabi Ibrâhîm as. mengajak kepada

ayahnya agar menyembah kepada Tuhan yang sebenarnya dan yang pantas untuk

disembah.

Dalam dakwahnya Nabi Ibrâhîm as. mengajak ayahnya agar meninggalkan

kepercayaan ayahnya yaitu sebagai penyembah berhala, bahkan profesi ayahnya

itu sebagai pembuat dan yang memperjual belikan berhala-berhala itu. Nabi

Ibrâhîm as. tidak memulai dakwah kepada ayahnya dengan mencela dan mencaci-

maki apa yang disembahnya atau merendahkan tuhannya. Nabi Ibrâhîm as.

memulai pembicaraan bersama ayahnya dengan memanggilnya, “Wahai ayah”,

supaya dapat mempengaruhi perasaannya dan dapat menyentuh relung hatinya.

Kemudian Nabi Ibrâhîm as. bertanya kepadanya tentang apa yang membuatnya

tunduk beribadah kepada berhala meskipun berhala tersebut tidak mendengarkan

do‟a dan pujiannya, tidak melihat ketudukkan dan kekhusyu‟annya dan tidak

dapat menolak bencana ketika berhala diminta untuk menghilangkan bencana

tersebut atau memberikan suatu hadiah ketika ia diminta.48

Dapat difahami bahwasannya cara Nabi Ibrâhîm as. mengajak ayahnya

agar bertauhid kepada Allah swt. dengan cara mengajak ayahnya berdialog antara

Nabi Ibrâhîm as. dengan kaumnya yaitu dengan ungkapannya kepada ayah

“Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?”49

Adapun nilai pendidikan yang terkandung dalam tauhid ulûhiyyah ini

yaitu:

48

Ali Muhammad al-Bajawi, Muhammad Ahmad Jad al-Maula dan Muhammad Abu al-

Fadhl Ibrahim, Untaian Kisah dalam al-Qur‟an, (Jakarta: Darul Haq, 2007), h. 49 49

Muhammad Ali Ash-Shabuni, An-Nubuwah wal Anbiya,(Jakarta: Gema Insani Press,

1992), Cet. I, h. 67

Page 83: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

70

a. Allah satu-satunya sumber hidayah

Dalam Q.S. al-An‟am ayat 77 Nabi Ibrâhîm memohon hidayah kepada

Allah swt. agar diberikan petunjuk kepada ajaran yang benar karena kesesatan

kaumnya yang menyembah berhala. Dan Nabi Ibrâhîm as. yakin bahwa hanya

Allah satu-satunya yang memberi hidayah.

Hidayah atau petunjuk adalah perkara yang dibutuhkan oleh setiap orang.

Karena demikian pentingnya hal ini, bahkan Rasulullah saw mengajarkan kepada

kita untuk meminta petunjuk kepada Allah swt minimal 17 kali dalam sehari

semalam, disetiap shalat yang kita kerjakan yaitu dengan do‟a yang terdapat

dalam surat al-fatihah50

yang berbunyi:

“Tunjukilah Kami jalan yang lurus”

Menurut Ibnu Qayyim dalam kitab Al-Fawa`id, mengatakan bahwa:

“Ayat di atas mengandung penjelasan bahwa sesungguhnya hamba tidak

akan mendapatkan jalan untuk menggapai kebahagiaannya kecuali dengan

tetap istiqamah di atas jalan yang lurus. Dan tidak ada jalan untuk meraih

keistiqamahan baginya kecuali dengan hidayah dari Rabbnya kepada

dirinya. Sebagaimana tidak ada jalan baginya untuk beribadah kepada-Nya

kecuali dengan pertolongan-Nya, maka demikian pula tidak ada jalan

baginya untuk bisa istiqamah di atas jalan tersebut dengan hidayah dari-

Nya.” 51

Para ulama membagi hudâ (ذ) atau hidayah menjadi empat macam:

Pertama, hidayah yang secara umum diberikan kepada manusia berakal,

berupa kemampuan nalar, kecerdasan dan ilmu pengetahuan, seperti di ungkap di

dalam Q.S. Thâha : 50

“Musa berkata: "Tuhan Kami ialah (tuhan) yang telah memberikan kepada

tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.”

50

Tim Baitu Kilmah Jogjakarta, Ensiklopedi Pengetahuan al-Qur‟an dan Hadits, (Jakarta:

Kamil Pustaka, 2013), Cet. II, h. 75 51

Ibid., h. 75

Page 84: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

71

Kedua, hidayah yang diberikan kepada manusia melalui pelantara para

nabi, berupa ajaran agama. Hidayah ini lebih tinggi tingkatannya dari yang

pertama. Ini dikemukakan antara lain pada Q.S. al-Anbiyâ : 73

“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang

memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada,

mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan

zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah.”

Ketiga, hidayah berupa taufik yang khusus diberikan kepada orang

tertentu. Jenis hidayah ini antara lain terdapat dalam Q.S. al-Baqarah : 213

“Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada

kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-

Nya. dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya

kepada jalan yang lurus.”

Keempat, hidayah yang akan diberikan di akhirat berupa kenikmatan

surgawi. Inilah hidayah yang paling tinggi tingkatannya, seperti yang di sebut di

daam Q.S. al-A‟raf: 43

“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada

mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata:

"Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki Kami kepada (surga) ini. dan

Kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi

Kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang Rasul-rasul Tuhan Kami,

membawa kebenaran." dan diserukan kepada mereka: "ltulah surga yang

diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan."

Page 85: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

72

b. Penghindaran dari segala bentuk kemusyrikan

Pada Q.S. al-An‟am ayat 78 ini Nabi Ibrâhîm as. menjelaskan akan

kesesatan kaumnya yang menyembah bintang, bulan dan matahari. Setelah

menyaksikan bahwa bintang, bulan dan matahai itu tidak pantas untuk disembah

maka Nabi Ibrâhîm as. membebaskan diri dari segala bentuk kemusyrikan

kaumnya.

Syirik merupakan satu-satunya dosa besar yang tidak akan diampuni oleh

Allah selama pelakunya tidak bertaubat. Oleh karena itu, syirik merupakan

perbuatan yag harus dihindari karena syirik ini dapat mengahancurkan keimanan

seseorang.

Adapun definisi syirik yaitu menyamakan selain Allah swt. dengan Allah

swt. dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah swt, seperti berdo‟a

kepada selain Allah swt disamping berdo‟a kepada Allah swt, atau memalingkan

suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo‟a dan

sebagainya kepada selainNya.52

Mensyarikatkan Allah dalam beribadah kepada-Nya, baik dalam

kepercayaan, kepatuhan, permohonan atau do‟a, maupun dalam bentuk pemujaan

dan pengorbanan, semuanya itu pada hakikatnya adalah suatu penyelewengan dan

sekaligus pembangkangan terhadap hak-hak Allah yang berdaulat penuh dijagat

raya ini. Rasulullah dalam haditsnya menjelaskan tentang bahaya syirik,

diantaranya sabdanya53

yaitu:

ف وجس بساى وخد بةث رف وجس خجاى وخد بهصي اهلل عيي عي. ق اهلل هعس أ بةش ث قبسط ع

به؟ قاهلل هعبسي لىار فيا: مبىق بةثر يجس ش: ب ئيش ى ةشق يتح ذحا صجبيى ص ى قيع ب

ذع ظي: ىبه. قةشب قذحؤا ىبىقف . بساى وخذف ييجا عيخب فبثثر ةشقب فبثثرى ةشق اىبى. قةشقبأ

بهقف ةشق حشآخيا ىبىق )سا احذ( .خجاى وخذف قا عثشض. فوجضع اهلل ب دئيش ذحبى ةشقبى ذبم: “Hadits dari Thariq bin Syihab menyatakan bahwa Rasulullah saw.

bersabda, “Ada seorang masuk surga sebab seekor lalat dan ada seorang

masuk neraka karena seekor lalat pula”. Mereka bertanya, “Bagaimana

demikian ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Dua orang berjalan melewati

52

Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Kitab Tauhid, jilid III, Terj. dari At-Tauhid

Lish-Shaffits Tsalits al-„Ali oleh Ainul Haris Arifin, (Jakarta: Darul Haq, 1999), h. 6 53

Mansur Said, Bahaya Syirik dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), h. 11

Page 86: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

73

kaum yang mempunyai berhala. Tak seorang pun diperkenankan melewati

berhala itu sebelum memberikan (mengorbankan) sesuatu (sajian). Lalu

kaum itu berkata kepada salah seorang dari dua lelaki tadi, “(Kalau anda

mau lewat) berikanlah sajian kepada berhala itu”. Dia menjawab, “Aku

tidak mempunyai apa-apa untuk bersaji”. Mereka berkata kepadanya,

“Berikanlah sajian sekalipun dengan seekor lalat”. Kemudian dengan

seekor lalat ia bersaji, dan oleh mereka ia dibiarkan (diperkenankan)

meneruskan perjalannanya. Karena perbuatannya itu ia masuk neraka.

Kemudian mereka berkata kepada seorang lagi, “Bersajilah!” Orang yang

kedua ini menjawab, “Aku tidak akan bersaji (berkurban) sedikitpun

kepada selain Allah „Azza Wajalla”. Lalu kaum itu marah dan memenggal

batang lehernya. Namun (selanjutnya Nabi mengatakan), ia pasti bakal

masuk surga”. (H.R. Ahmad).

Dari hadiś di atas dapat difahami, bahwasannya syirik merupakan suatu

perbuatan yang harus dijauhi karena akibat dari perbuatan syirik itu dapat

menjerumuskan kepada pelakunya masuk ke dalam neraka meskipun perbuatan

syirik itu terlihat kecil.

Untuk menghindari segala bentuk kemusyrikan, seseorang perlu

mengetahui segala bentuk kemusyrikan. Syirik ada dua jenis yaitu syirik besar dan

syirik kecil.

1) Syirik Besar

Syirik besar bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan

menjadikannya kekal di dalam neraka, jika ia dunia dan belum bertaubat dari

padanya.54

Menurut Imam Hâfiť Syamsuddin aż-Z ahabi bahwa syirik ini yaitu

menjadikan Allah sekutu dan beribadah kepada selain-Nya baik berupa batu,

pohon, matahari, bulan, nabi, syaikh atau bintang dan selainnya.55

Syirik besar

ada empat macam, yaitu: Syirik Dakwah (Do‟a), Syirik Niat, Keinginan dan

Tujuan, Syirik Ketaatan dan Syirik Kecintaan

54

Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Op. Cit., h. 8 55

Imam Hâfiť Syamsuddin aż-Z ahabi, Al-Kabâ`ir, (Beirut: Dâr Al-Fikr, t.t), h. 9

Page 87: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

74

2) Syirik Kecil

Syirik kecil tidak menyebabkan pelakunya dari agama Islam, tetapi ia

mengurangi tauhid dan merupakan perantara (wasilah) kepada syirik besar.

Syirik kecil ada dua macam:

a) Syirik Nyata (ťahir) : yaitu syirik dalam bentuk ucapan dan perbuatan.

Dalam bentuk ucapan misalnya bersumpah dengan nama selain Allah

saw. Rasulullah saw. bersabda:

كششا ا شفم ذقف اهللشيغث فيح

“Barang siapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah

berbuat kufur atau syirik.”(H.R. at-Tirmiżi)56

b) Syirik Tersembunyi (Khafi): Yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat,

seperti ingin dipuji orang (riya`) dan ingin didengar (sum‟ah). Jika riya`

itu mencampuri (niat) suatu amal, maka amal itu menjadi tertolak.

Karena itu, ikhlas dalam beramal adalah suatu keharusan. Allah swt

berfirman:

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka

hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia

mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".

Sebagaimana telah kita ketahui bahwasannya syirik itu merupakan suatu

penurunan martabat yang merusak fitrah manusia yang telah Allah anugerahkan

kepadanya. Menurut Syaikh Muhammad Quthb menjelaskan bahwa ada beberapa

hal penyebab syirik diantaranya yaitu:

1. Al-I‟jab (mengagumi sesuatu) dan ta‟ťim (mengagungkan sesuatu)

2. Cenderung mempercayai sesuatu yang bisa dijangkau indera (fisik) saja dan

lalai dari sesuatu yang tidak terjangkau indra (metafisik/gaib)

3. Mengikuti Hawa Nafsu dan Syahwat

4. Takabbur dalam beribadah kepada Allah

56

Muhammad bin „Isa at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi, (Kairo: Dâr Ibn al-Jauzi, 2011), Cet.

I, h. 296

Page 88: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

75

5. Adanya ţag ut-ţag ut yang ingin disembah manusia dan menolak untuk

berhukum dengan apa yang Allah turunkan.57

c. Ikhlas dalam beribadah kepada Allah swt.

Setelah Nabi Ibrâhîm membebaskan dari dari kemusyrikan yang dilakukan

oleh kaumnya maka pada Q.S. al-An‟am ayat 79 Nabi Ibrâhîm menghadapkan

muka kepada Allah dalam arti mengarahkan kepada Allah dalam memohon dan

ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.

Orang yang bertauhid ulûhiyyah beribadah semata-mata karena Allah dan

tidak menyembah yang lain, hanya takut kepada Allah dan hanya kepada Allah

tempat bersandar dan berharap.58

Tujuan Allah menciptakan makhluk-Nya yaitu

untuk beriman kepada-Nya salah satunya dengan beribadah kepada-Nya.

sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Aż-Z âriyât: 56

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.”

Adapun makna ibadah dalam bahasa arab berarti kehinaan dan

ketundukkan. Sedangkan secara istilah arti ibadah yaitu nama yang merangkum

segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan,

perbuatan yang tampak dan yang tidak tampak, dengan kecintaan, kepasrahan dan

ketundukkan yang sempurna, serta membebaskan diri dari segala yang

bertentangan dan menyalahinya.59

Ibadah memiliki dua rukun:

Pertama, kesempurnaan cinta yang merupakan tujuan akhirnya itu

merupakan hak Allah semata, karena hanya Allah yang dicintai secara sempurna

semata karena Zat-Nya. Sedang segala sesuatu selain Allah dicintai karena sebab-

57

Syaikh Muhammad Quthb, Melawan Syirik & Ilhad, (Jakarta: Harakah, 2002), Cet. I, h.

10 58

Muhammad Said al-Qahthani, Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad Qutb,

Memurnikan Lâ Ilâha Illallah, Terj. Abu Fahmi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Cet. I, h. 19 59

Ibrahim Muhammad bin Abdullah al-Buraikan, Op. Cit., h. 196

Page 89: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

76

sebab tertentu di luar dirinya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah:

165

“... Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah.

.”

Rasulullah saw. bersabda:

ع اىجي صي اهلل عيي ، ع ع بىل سضي اىي أظ ث ح ع جذ حال في م قبه: " ثالث ي

إىب شء ال يحج يحت اى أ ب، ا ب ع أحت إىي سعى اىي ين : أ ب يعد اإلي أ ينش أ ، ىي

ي أ ب ينش قزف في اىبس "في اىنفش م

“Dari Anas bin Malik ra., dari Nabi saw. bersabda: Ada tiga hal yang bila

terdapat dalam diri seseorang, niscaya ia akan mendapatkan manisnya

iman; yaitu bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada segala

sesuatu selain keduanya, dan bahwa ia tidak mencintai seseorang

melainkan hanya semata karena Allah, dan bahwa ia benci kembali kepada

kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilempar ke dalam neraka.”(H.R.

Bukhari)60

Kedua, puncak ketundukkan dan kepasrahan. Ini merupakan hak Allah

semata. Bagian ini mengandung makna bahwa ia harus mendahlukan syari‟at

Allah atas yang lainnya, dan bila kehendak Allah dan Rasul-Nya bertentangan

dengan hawa nafsunya dan kemauannya, maka ia senantiasa mendahulukan

kehendak Allah dan Rasul-Nya.61

Allah berfirman dalam Q.S. an-Nisa: 65

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga

mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka

perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu

keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima

dengan sepenuhnya.”

60

Muhammad bin Isma‟il Abu „Abdullah al-Bukhari, Şah ih al-Bukhari, Juz I, (tt.p., Dâr

an-Najah, 2001), Cet. I, h. 15 61

Ibrahim Muhammad bin Abdullah al-Buraikan, Op. Cit., h. 891

Page 90: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

77

Menurut Abdul Majid az-Zindani, bahwasannya tidak ada ibadah yang

“shahihah” (ibadah yang diterima oleh Allah Ta‟ala) itu melainkan ibadah yang

ikhlas karena Allah Ta‟ala yaitu ibadah yang di dalamnya terdapat kepatuhan bagi

Allah serta menyempurnakan kasih-sayang kepada Allah Ta‟ala dan melakukan

ibadah ini diniatkan untuk mendapatkan keridaan dari Allah semata, sehingga

ikhlas beribadah ini menjadi syarat dalam ibadah.62

Adapun hubungan antara tauhid dengan ikhlas yaitu kalimat tauhid disebut

sebagai kalimat ikhlash. Karena kalimat ikhlas ini mengandung arti segala

perbuatan yang murni dikerjakan karena Allah.63

Syekh Muhammad Nawawi menjelaskan, bahwa ikhlas ada tiga tingkatan:

1) Ikhlas beribadah kepada Allah atau mengerjakan sesuatu dengan tidak

mengharapkan pahala dan bukan karena takut akan siksa-Nya, tetapi ibadah

ini merupakan bentuk pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya. Dan ini

merupakan tingkat ikhlas yang tinggi.

2) Beribadah kepada Allah atau beramal dengan ta‟at kepada Allah karena

mengharapkan pahala dan takut akan siksa-Nya, atau mengharapkan syurga

Allah dan takut akan neraka.

3) Beribadah kepada Allah karena mengharapkan kemuliaan dengan ibadahnya

itu, seperti ingin disebut sebagai ahli ibadah dan sholeh. Atau beramal untuk

urusan dunia seperti membaca surat al-Waqi‟ah dengan tujuan ingin menjadi

kaya. Dan ini merupakan tingkatan ikhlas yang paling rendah.64

Adapun yang dimaksud dengan ikhlas untuk beribadah kepada Allah yaitu

menempatkan cintanya kepada Allah di atas segala-galanya. Namun bukan berarti

harus suci menyampingkan kecintaan terhadap materi, orang tua dan anak-

anaknya, harta benda dan lain-lain materi duniawi. Akan tetapi menempatkan

kecintaanya kepada terhadap materi duniawi dibawah kecintaannya kepada

Allah.65

62

Abdul Majid Az-Zindani, Al-Iman, (Kuala Lumpur: Al-Hidayah, 1996), Cet. I, h. 158 63

Imam Fakhruddin Ar-Razi, Tafsir Kalimat Tauhid, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2007),

Cet. I, h. 85 64

Syaikh Muhammad Nawawi, Nurul Ať-ťalam, (Jedah : Haramain, t.t.,), h. 44 65

Muhammad Na‟im Yasin, Op. Cit., h. 29

Page 91: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

78

2. Tauhid Rubûbiyyah

Tauhid Rubûbiyyah yang dimaksud adalah mengesakan Allah sebagai

satu-satunya yang menciptakan segala yang ada dan yang akan ada. Dan meyakini

bahwasannya Allah yang Maha Kuasa dan Maha Pengatur seluruh mekanisme

gerak dan segala hajat makhluknya.66

Nilai pendidikan tauhid rubûbiyyah yang terdapat dalam Q.S. al-An‟am :

75 adalah memahami rubûbiyyah Allah yang artinya : “ Dan Demikianlah Kami

perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (kami yang terdapat) di

langit dan bumi dan (kami memperlihatkannya) agar Dia Termasuk orang yang

yakin.”

Dalam Q.S al-An‟am ayat 75 ini dapat difahami bahwasannya Allah swt.

mendidik Nabi Ibrâhîm as. dengan memperlihatkan kepadanya kekuasaan melalui

alam semesta. Dengan melihat akan ciptaan dan kekuasaan Allah swt. yang ada

di seluruh alam semesta ini menunjukkan bahwasannya adanya seluruh alam

semesta ini berarti adanya Sang Pencipta dan Allah adalah satu-satunya pencipta

yang menciptakan seluruh alam semesta ini. Ini merupakan salah satu cara Allah

dalam mendidik rasulnya dalam mengajarkan tauhid dengan tujuan agar semakin

mantap keimanan Nabi Ibrâhîm as.

Menurut Arifin sebagaimana yang dikutip oleh Hamdani Ihsan dan A.

Fuad Ihsan bahwa dalam al-Qur‟an dan Sunah nabi dapat ditemukan metode-

metode untuk pendidikan agama antara lain:

a. Perintah/Larangan

b. Cerita

c. Peragaan

d. Intruksional (bersifat pengajaran)

e. Acquistion (self education = mendidik diri sendiri)

f. Mutual Education (mengajar dalam kelompok)

g. Exposition (dengan menyajikan yang didahului dengan motivasion

(menimbulkan minat)

66

Muhammad Said al-Qahthani, Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad Qutb,

Op. Cit., h. 14

Page 92: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

79

h. Function (pelajaran dihidupkan dengan praktek)

i. Explanation (memberikan penjelasan tentang hal-hal yang kurang jelas)

Dari sembilan metode di atas, metode yang terdapat dalam ayat ini adalah

metode peragaan, yaitu Allah swt. mengajarkan kepada Nabi Ibrâhîm as. tentang

tauhid dengan menampakkan kerajaan yang ada dilangit dan di bumi. Dengan

metode ini, Allah memerintahkan kepada makhluk-Nya agar melihat akan ciptaan

dan seluruh gejala yang terjadi di alam semesta ini.

Peragaan ialah suatu cara yang dilakukan oleh guru dengan maksud

memberikan kejelasan secara realita terhadap pesan yang disampaikan sehingga

dapat dimengerti dan dipahami oleh para siswa. Dengan peragaan, diharapkan

proses pengajaran terhindar dari verbalisme, yaitu siswa hanya tau kata-kata yang

diucapkan oleh guru tetapi tidak dimengerti oleh maksudnya. Untuk itu sangat

diperlukan peragaan dalam pengajaran terhadap siswa di tingkat dasar.67

Nabi Ibrâhîm as. hidup di lingkungan para penyembah bintang, bulan dan

matahari. Beliau mengajarkan kaumnya agar mentauhidkan Allah dengan cara

beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan tingkat pemahaman dan pengetahuan

mereka. Kemudian beliau menggiring kaumnya menuju i‟tiqad (aqidah) yang

benar setahap demi setahap, setapak demi setapak. Karena itulah, beliau

mengatakan: “Ini Tuhanku”, ketika melihat bintang, kemudian mengatakan yang

demikian pula terhadap bulan dan matahari.68

Ungkapan ini Nabi Ibrâhîm as.

diungkapkan dalam forum perdebatan dan adu argumentasi dengan kaumnya

dengan tujuan untuk mematahkan aqidah mereka yang sesat dan untuk mengajak

kaumnya untuk berfikir menggunakan logika yang sehat dan dengan argumentasi

serta keterangan yang jelas. Debat merupakan cara yang Nabi Ibrâhîm as. gunakan

untuk mengajak kaumnya agar bertauhid kepada Allah swt.

Debat merupakan metode yang penting dan efektif untuk mengasah otak,

latihan mengeluarkan pendapat, mengalahkan lawan, menumbuhkan kepercayaan

dalam diri sendiri bahkan mampu membina kecakapan berbicara tanpa teks.

67

M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), Cet. I, h. 7 68

Muhammad Ali Aş-Şabuni, Op. Cit., h. 67

Page 93: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

80

Menurut Ibnu Khaldun diskusi dibidang masalah-masalah ilmiah

membantu untuk memahami ilmu itu dalam kemampuan untuk menguraikannya.

Salah satu sajak berbunyi:

حشبظيى حشنفاى طساىذ حشامزبىث ىفبث ياىع

“Ilmu adalah dengan pengertian dan mudzakarah, dengan studi, berfikir

dan berdebat”. 69

Selain itu, dalam mengajarkan tauhid rubûbiyyah pada Q.S. al-An‟am ayat

76-78 ini, Nabi Ibrâhîm as. menjadikan bintang, bulan dan matahari ini sebagai

media untuk mengenalkan kepada kaumnya bahwa bintang, bulan dan matahari

merupakan makhluk yang Allah swt. ciptakan bukan tuhan seperti yang mereka

yakini. Dengan ini menunjukkan bahwa benda-benda itu ada penciptanya yaitu

Allah yang mana Allah swt. sebagai satu-satunya pencipta. Kemudian dengan

pergerakannya benda-benda itu seperti matahari terbit pada siang hari dan bulan

bintang muncul pada malam hari itu menunjukkan bahwa itu semua tidak akan

berjalan kecuali ada pengaturnya. Disini menunjukkan bahwa Allah sebagai satu-

satunya Tuhan yang mengatur seluruh perjalanan alam semesta ini.

Dengan adanya ciptaan Allah seperti dalam ayat ini berupa bintang, bulan

dan matahari seharusnya dijadikan sebagai pelantara untuk meningkatkan

keimanan kita kepada Allah karena Dia-lah yang telah menciptakan alam semesta

ini dan telah mengatur perjalan alam semesta ini, namun kesalahan yang

dilakukan oleh orang-orang musyrik yaitu menjadikan ciptaan Allah ini sebagai

tuhan mereka.

Nilai pendidikan yang terkandung dalam tauhid rubûbiyyah ini adalah:

a. Meyakini ke-Esaan Allah swt. sebagai Pencipta

Mentauhidkan Allah swt. sebagai Pencipta yaitu seseorang meyakini

bahwasannya tidak ada Pencipta kecuali Allah.70

Adapun ayat yang menetapkan

bahwa adanya pencipta selain Allah swt yaitu sebagaimana firman Allah swt

dalam Q.S. Al-Mu‟minûn: 14

69

Nur Uhbiyati, Op. Cit., h. 194 70

Muhammad bin Şâlih Al-„Uśaimin, Kitab At-Tauhid, (Riyađ: Daar Ibn Al-Jauzi, 1999),

h. 9

Page 94: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

81

“Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”

Dan seperti sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Muslim dari „Aisyah

ra dalam hal para pelukis yang dikatakan kepada mereka:

يحأ تقيبا خا

“Hidupkan apa yang kalian buat itu”(H.R. Muslim)71

Maka penciptaan yang dimaksud pada hadis di atas bukanlah penciptaan

yang sebenarnya (arti hakiki) dan bukan pula penciptaan setelah ketiadaan, tetapi

maksudnya adalah merubah sesuatu dari satu keadaan kepada keadaan yang lain,

ditambah pula proses merubah di sini tidak mencakup kepada seluruh perubahan,

tapi dibatasi pada sesuatu yang bisa dilakukan seseorang dan dibatasi pada daerah

yang sempit sehingga tidak bertentangan dengan keyakinan kita dalam

mentauhidkan Allah swt. dalam Penciptaan.

Selain itu al-Khalq yakni bahwa Allah swt. adalah Pencipta segala sesuatu

sedangkan selain-Nya adalah makhluk. Sebagaimana firman Allah swt. dalam

Q.S. Aż-Z umar ayat 62

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.”

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa „menciptakan‟ dalam pengertian

yang mutlak (universal) adalah kekhususan bagi Allah swt. Adapun

„menciptakan‟ dalam pengertian yang terbatas seperti menciptakan baju, pena atau

semacamnya boleh dinisbatkan kepada makhuk. Yakni „mencipta‟ maka manusia

tidak boleh membuat atau menciptakan sesuatu yang dilarang oleh Allah swt.72

71

Muslim bin al-Hajjaj Abu Hasan, Şahih Muslim, (Beirut: Dâr Ih yâ Al-„Arabi, t.t.,), h.

1669 72

Khalid bin Ali al-Musyaiqih, Op. Cit., h. 104

Page 95: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

82

b. Meyakini ke-Esaan Allah swt. sebagai Pengatur

Mentauhidkan Allah sebagai Pengatur yaitu seseorang meyakini bahwa

tidak ada pengatur selain Allah swt.73

Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S.

Yunus: 31-32

“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan

bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan

penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati

dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur

segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka Katakanlah

"Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?" (31) Maka (Zat yang

demikian) Itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; Maka tidak ada

sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka Bagaimanakah kamu

dipalingkan (dari kebenaran)? (32).”

Adapun yang dimaksud manusia sebagai pengatur, itu terbatas di bawah

kekuasaannya dan terbatas pada izin secara syara‟. Bagian tauhid rubûbiyyah ini

merupakan bagian tauhid yang orang-orang musyrik tidak menentangnya, bahkan

mereka meyakininya. Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S. Az-Zukhruf: 9

“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang

menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka akan menjawab:

"Semuanya diciptakan oleh yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui".”

Pada tahap rubûbiyyah ini, seorang muslim harus percaya bahwa

perkembangan benda, dan hubungan antara makhluk dengan sesama makhluk,

73

Muhammad bin Şâlih, Op. Cit., h. 9

Page 96: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

83

efek yang dibuatnya dan efek yang dilakukan terhadapnya adalah semuanya di

bawah pengaturan dan perintah Allah swt.74

Dari penjelasan di atas dapat difahami bahwa Allah swt. merupakan satu-

satunya Tuhan yang mengatur seluruh pergerakan alam semesta ini, begitu pula

dengan peredaran bulan dan matahari, dan munculnya siang dan malam itu semua

merupakan aturan Allah swt.

3. Tauhid Asmâ wa sifat

Tauhid ini maknanya adalah mengimani nama-nama baik dan sifat-sifat

luhur yang disebutkan Allah swt. untuk dirinya-Nya dalam kitab-Nya dan

disebutkan oleh Rasulullah saw. dalam sunnahnya tanpa merubah lafal atau

makna-maknanya (tahrif), tanpa diabaikan dengan cara dinafikan atau dinafikan

sebagiannya dari-Nya (ta‟thil), tanpa disesuaikan dengan membatasi esensinya

atau menyebut tata cara tertentu (takyif), dan tanpa menyerupakan dengan sifat-

sifat makhuk (tasybih).75

Nabi Ibrâhîm as. adalah orang yang berhati cerdas, mempunyai pendapat

yang benar dan pemikiran yang tajam. Dia ingin menggabungkan kecerdasan

pandangan kaumnya dengan kecerdasan ayah dan kaumnya, menggabungkan

perasaan dengan hati ayah dan kaumnya, agar mereka memahami akidah yang

dibawanya dan mengetahui akan kebenaran dakwahnya.76

Nabi Ibrâhîm as. dalam

mendidik kaumnya untuk bertauhid asmâ wa śifat dengan cara mengajak

kaumnya untuk berpikir secara kritis dan logis agar membuka fikiran mereka

bahwasannya benda-benda yang mereka dijadikan sebagai tuhan itu sebenarnya

tidak layak untuk disembah.

Seperti dalam kisah Nabi Ibrâhîm as., dalam menghancurkan berhala-

berhala yang disembah oleh kaumnya. Ketika kaumnya sedang mengadakan acara

maka Nabi Ibrâhîm as. tidak ikut dalam acara itu dengan alasan sakit. Ternyata

74

Muhammad Taqi Misbah, Monotoisme: Sistem Akidah dan Nilai Islam, (Jakarta: PT.

Lentera Basritama), Cet. I, h. 54 75

Ali Muhammad Ash-Shallabi, Iman Kepada Allah Terj. dari Al-imanu Billahi oleh

Umar Mujtahid, (Jakarta: Ummul Qura), Cet. I, h. 107 76

Ali Muhammad al-Bajawi, Muhammad Ahmad Jad al-Maula dan Muhammad Abu al-

Fadhl Ibrahim, Op. Cit., h. 52

Page 97: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

84

ketika kaumnya sedang ikut dalam perayan suatu acara, maka Nabi Ibrâhîm as.

gunakan kesempatan itu unntuk mengahancurkan berhala-berhala yang disembah

oleh kaumnya hingga berhala-berhala itu menjadi kepingan-kepingan kecuali

terhadap berhala yang paling besar, Nabi Ibrâhîm as. tidak menghancurkan

berhala paling besar itu.

Setelah kembali dari perayaan itu, kaumnya merasa kaget melihat berhala-

berhala yang mereka telah hancur. Ketika itu mereka memanggil Nabi Ibrâhîm as.

untuk meminta kesaksiannya karena pada saat itu, Nabi Ibrâhîm as. tidak ikut

dalam acara perayaan mereka dan mereka tahu bahwa Nabi Ibrâhîm as. tidak

mempercayai akan tuhan-tuhan mereka. Akhirnya ketika Nabi Ibrâhîm as. ditanya

oleh kaumnnya siapa yang menghancurkan berhala-berhala itu, maka Nabi

Ibrâhîm as. menjawab bahwa patung yang paling besar itulah yang telah

menghancurkan patung-patung yang lainnya. Dari sini kaumnya berfikir karena

bagaimana mungkin berhala itu dapat menghancurkan berhala-berhala yang lain

dan tidak pula bisa menjawab pertanyaan yang mereka. Kemudian kaumnya

berkata”Wahai Ibrahim, kamu sudah tahu bahwa berhala ini tidak dapat menjawab

pertanyaan” dan di sinilah tampak akan kesesatan mereka bahwa tuhan yang

mereka sembah ternyata tidak bisa berbuat apa-apa.77

Seperti halnya terhadap tuhan-tuhan yang mereka sembah berupa bintang,

bulan dan matahari yang mereka sembah yang keadaannya kadang ada dan

mengilang itu menunjukkan bahwa benda-benda yang mereka jadikan sebagai

tuhan mereka itu tidak mungkin bisa dijadikan sebagai tuhan, karena bagaimana

kita bisa menyembah mereka sedangkan keadaan benda-benda itu terkadang ada

dan menghilang, dan bagaimana kita bisa memohon kepada benda-benda itu

karena ketika kita membutuhkannya benda-benda itu menghilang.

Dengan demikian dapat difahami bahwa berubahnya keadaan bintang,

bulan dan matahari itu menunjukkan bahwa bintang, bulan dan matahari

merupakan makhluk Allah swt. yang berifat baru dan ini bertentangan dengan

sifat qidam Allah swt.

77

Ibid., h. 60

Page 98: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

85

Hal yang Nabi Ibrâhîm lakukan ini, merupakan asas-asas dalam

menanamkan pendidikan terutama dalam menanamkan pendidikan keimanan.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Muhammad Sayid Ramadhan al-Buwythi

dalam bukunya yang berjudul “Al-Manhajut Tarbawi Faried al-Qur‟an. Beliau

mengungkapkan bahwa ada tiga macam asas/ dasar yang dipakai oleh al-Qur‟an

dalam menanamkan pendidikan. Pertama; Muhakamah Aqliyah, kedua; al-Qishah

wa Tarikh dan ketiga Al-Itsmah Al-wijadniyah.78

Adapun nilai pendidikan yang terkandung dalam tauhid asmâ wa şifat

yaitu:

a. Meyakini bahwa Allah swt. bersifat Wujud

Sebagaimana yang telah disinggung pada Q.S. al-An‟am ayat 75 bahwa

Allah swt. yang menciptakan seluruh alam semesta ini, dengan adanya alam

semesta menunjukkan bahwa adanya Pencipta yaitu Allah swt.

Dalam al-Qur‟an telah ditegaskan bahwa Allah itu ada, diantaranya seperti

dalam Q.S. al-Baqarah: 28

“Mengapa kamu kafir kepada Allah, Padahal kamu tadinya mati, lalu Allah

menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya

kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”

Dalam ayat di atas Allah menegaskan, tidaklah pantas bagi manusia itu

mengingkari akan adanya Allah Yang Maha Kuasa, karena Allah swt. itu telah

menjadikan manusia itu dalam dua kali mati (berada di alam barzakh pertama

dalam perut ibu, dan di alam barzakh yang kedua dalam kubur) dan

menjadikannya dua kali hidup (hidup di dunia dan hidup di akhirat).79

Adapun arti wujud yaitu ada, mustahil adam (tidak ada). Bukti dari pada

sifat wujud Allah swt. yaitu adanya alam yang kita saksikan ini dengan segala isi

dan kandungannya adalah barang baru. Dan setiap yang baru itu pasti ada yang

78

Nur Uhbiyati, Op. Cit., 170 79

Abd Kadir M.Z, An Nurul Bahir Ilal Imanil Kamil, (Jakarta: PT. Serajaya Santra, 1985),

Cet. I, h. 19

Page 99: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

86

mengadakan. Oleh karena itu menunjukkan bahwa alam itu ada yang menciptakan

yaitu Allah swt.80

b. Meyakini bahwa Allah swt. bersifat Qidam

Qidam berarti terdahulu. Allah swt bersifat Qidam berarti keberadaan-Nya

itu terdahulu, tidak ada awal dan akhirnya. Dia tidak didahului oleh wujud yang

lain. Oleh karena itu, Allah swt. mustahil bersifat h uduś (baru).81

Al-Halimi r.a.

berkata dalam mengartikan qadimnya Allah swt. yaitu: Sesungguhnya Dia Allah

zat yang ada yang tidak ada permulaan bagi wujudnya, dan dzat yang ada yang

tidak ada henti-hentinya (terus menerus ada). Maka dikatakanlah Allah swt. itu

Qadîm dengan arti bahwa Allah mendahului seluruh yang ada dan apabila Allah

seperti itu (mendahului segala yang ada) maka tidak boleh adanya permulaan bagi

wujud-Nya, karena seandainya adanya permulaan bagi wujud-Nya Allah niscaya

hal itu menuntut adanya selain Allah yang menciptakan-Nya dan niscaya selain

Allah itu wajib ada sebelum Allah. Maka ketika itu, Allah tidak sah mendahului

segala yang ada. Jelaslah bahwa ketika kita mensifati Allah bahwasannya Dia

mendahului segala yang ada maka mewajibkan bagi kita bahwa adanya Allah

tanpa permulaan.82

Dalil bahwa Allah swt. bersifat qidam (terdahulu) adalah keberadaan alam

semesta. Sebagai khaliq (Pencipta), keberadaan Allah swt tentu lebih dahulu dari

pada alam yang menjadi makhluk-Nya. Di dalam al-Qur‟an dijelaskan:

“Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia

Maha mengetahui segala sesuatu.”

Adapun yang dimaksud dengan qidam pada hak Allah Ta‟ala adalah qidam

zati yaitu tidak adanya awal bagi wujud. Adapun qidam pada hak manusia yaitu

qidam zamani maksudnya panjangnya masa yang ditetapkan dengan tahun, begitu

80

Sayyid Husein Afandy A-Jisr Ath Tharabilisiy, Memperkokoh Akidah Islamiyah Dalam

perspektif Ahlusunnah waljama‟ah Terj. dari Al-Hushuunul Hamidiyyah Lil Muhâfađah „Alal

„Aqqa`id Al-Islamiyyah oleh Abdullah Zakiy Al-Kaaf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet. I,

h. 20 81

M. Saberanity, Op. Cit., h. 20

82Baihaqi, Al-Asmâ` wa al-Şifât, ( Beirut: Daar Kutb, t.t), h. 23

Page 100: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

87

pula dengan qidam iḍafi yaitu seperti qidamnya bapak disnisbahkan pada anak.

Dengan demikian qidam itu ada tiga yakni Zati, Zamani dan Iđafi.83

c. Meyakini bahwa Allah swt. bersifat Baqâ

Baqa‟ artinya kekal. Allah swt. bersifat Baqa‟ berarti wajib kekal, ada

selama-lamanya, tetap dan tidak berubah. Mustahil Allah swt bersifat fana‟

(binasa).84

Dalam ilmu tauhid, baqâ` ada tiga makna:

a. Baqâ` Nisbi, yaitu kekal atau abadinya itu karena disandarkan kepada yang

lain.

b. Baqâ` Zamani, yaitu abadi yang tidak ada akhir tapi ada permulaannya dan

terikat zaman.

c. Baqâ` Haqiqi, yaitu kekalnya sesuatu yang tidak ada permulaan, tidak ada

akhir, tidak terikat zaman, dan tidak disandarkan kepada yang lain.85

Choer Affandy membedakan antara Baqâ` Haqiqi dan Baqâ` Zamani,

perhatikan firman Allah swt dalam Q.S. ar-Rahman: 27

“Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan

kemuliaan.”

Perhatikan pula pada Q.S. al-Mu`minûn: 11

....

“ .... Mereka kekal di dalamnya.”

Kata yang digunakan dalam Q.S. ar-Rahman ayat 27 untuk Allah swt.

dengan kata يجق , dalam Q.S. al-Mu`minûn ayat 11 dengan kata خبىذ, artinya

sama kekal abadi, hanya kekalnya Allah swt. itu wajibul wujud sedangkan

kekalnya Mu`minin di surga adalam mumkinul wujud, karena ada dan kekalnya

diciptakan Allah swt.86

83

Syekh Ibrahim al-Laqqoni, Permata Ilmu tauhid; Satu Pendalaman Iktikad Ahlus

Sunnah Wal Jama‟ah, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1997), h. 104 84

M. Saberanity, Op. Cit., h. 21 85

Choer Affandy, „Aqidah Islamiyyah, (Tasik Malaya: t.p, 1991), h. 37 86

Ibid., h. 37

Page 101: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

88

Begitu pula pendapat Abu sulaiman al-Khathabi bahwa baqâ dan

dawamnya Allah swt. itu tidak sama dengan dengan baqâ dan dawamnya syurga.

Hal itu karena baqanya Allah swt. selamanya dan tanpa awal. Sementara kekalnya

syurga dan neraka abadi tapi tidak azali. Sifat azali adalah sesuatu yang terus

menerus pada masa lalu sementara sifat abadi sesuatu yang terus menerus pada

masa sekarang dan akan datang. Sementara surga dan nerakan itu diciptakan dan

ada setelah keduanya tidak ada. Ini perbedaan antara baqânya Allah swt. dengan

baqânya surga dan neraka.87

87

Baihaqi, Op.Cit., h. 26

Page 102: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

89

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup umat islam termasukdalam hal

pendidikan. Di dalam al-Qur’an terdapat banyak nilai-nilai pendidikan.

Diantaranya yaitu terdapat dalam Q.S. al-An’am ayat 74-79 mengenai pendidikan

keimanan. Keimanan merupakan unsur yang terpenting di dalam agama Islam,

karena dengan adanya keimanan ini akan megantarkan seseorang kepada jalan

kebenaran. Inti keimanan adalah tauhid. Tauhid yaitu meyakini bahwa Allah swt

satu-satuNya Tuhan alam semesta ini yang wajib disembah.

Adapun pendidikan keimanan yang penulis temukan dalam Q.S. al-

An’am ayat 74-79 yaitu

1. Tauhid Ulûhiyyah

Nabi Ibrâhîm a.s mengajak kaum dan ayahnya untuk beribadah kepada

Allah lalu menjelaskan akan kesesatan kaum dan ayahnya karena menjadikan

berhala-berhala sebagai tuhan. Dalam mendidik ayahnya, Nabi Ibrâhîm a.s

menggunakan metode hiwar atau dialog dengan bahasa yang sopan santun.

Adapun pendidikan keimanan yang terdapat pada tauhid ulûhiyyah yaitu: Allah

satu-satunya sumber hidayah, penghindaran dari segaa bentuk kemusyrikan dan

ikhlas dalam beribadah kepada Allah swt.

2. Tauhid Rubûbiyyah

Pendidikan keimanan yang terkandung dalam tauhid rubûbiyyah yaitu

Allah swt memperlihatkan akan kerajaan langit dan bumi sebagai pelantara untuk

meningkatkan keimanan kepada Allah sebagai satu-satunya pencipta alam

semesta ini. Selain itu, Nabi Ibrâhîm a.s dalam mengajarkan tauhid kepada

kaumnya dengan mengajak kaumnya untuk berdebat dan menjadikan bintang,

bulan dan matahari sebagai media untuk mematahkan argumen mereka bahwa

bintang, bulan dan matahari tidak pantas pantas dijadikan sebagai tuhan. Nilai

Page 103: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

90

pendidikan keimanan yang terdapat dalam tauhid rubûbiyyah yaitu meyakini

Allah swt. sebagai satu-satunya Pencipta dan meyakini bahwa Allah swt. sebagai

satu-satunya Pengatur alam semesta ini.

3. Tauhid Asmâ wa şifat

Dalam mengajarkan kaumnya untuk bertahuid asmâ wa şifat, Nabi

Ibrâhîm a.s mengajak kepada kaumnya untuk berfikir secara kritis dan logis

bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu berupa berhala, bintang, bulan dan

matahari hanyalah makhluk Allah swt. yang tidak pantas untuk disembah. Adapun

nilai pendidikan keimanan yang terdapat pada tauhid asmâ wa şifat yaitu

meyakini akan sifat wujud Allah, meyakini bahwa Allah swt bersifat qidam dan

meyakini bahwa Allah swt bersifat baqa`.

B. Saran

Dari kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran yang

diharapkan dapat menjadi salah satu upaya dalam mengembangkan konsep

pendidikan di Indonesi khususnya pada pendidikan Islam.

Pertama, al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi umat Islam. Begitu

pula di dalam dunia pendidikan, al-Qur’an sebagai sumber pengetahuan. Oleh

karena itu dalam pelaksanaan pendidikan khususnya dalam pendidikan Islam agar

tidak terlepas dari al-Qur’an.

Kedua, Sebagai seorang pendidik guru harus menerapkan akan dasar-

dasar keimanan kepada peserta didiknya, karena keimanan merupakan fondasi

dari bangunan Islam. Adapun dalam kegiatan pendidikan guru harus mampu

menentukkan metode yang tepat dalam menerapkan materi pada setiap

pembelajaran karena salah satu kunci tercapainya tujuan pendidikan yaitu dapat

menentukkan metode yang tepat dan sesuai dengan materi. Selain itu, seorang

guru harus mengetahui tingkat pemahaman siswa karena dengan mengetahui

tingkat pemahaman siswa guru mampu menyesuaikan dalam penyampaian materi

kepada siswa.

Page 104: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

91

DAFTAR PUSTAKA

Affandy, Choer . Aqidah Islamiyyah. Tasik Malaya: t.p. : 1991.

Ali, Zainuddin. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. IV,

2011.

Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

Cet. II, 2011.

Amrullah, Abdul Malik Karim. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983.

Anwar, Abu. Ulumul Qur’an; Sebuah Pengantar. Jakarta: Amzah, Cet. III, 2009. Arief, Armai dan Busahdiar, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Wahana

Kardofa, Cet. I, 2009.

Arief, Armai. Refolmulasi Pendidikan Islam. Jakarta: Crsd Press, Cet. I, 2005.

Arifin, Bambang Syamsul. Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia, Cet. I,

2008.

Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. IV, 2009.

Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. V, 2010.

Asmuni, Yusran. Ilmu Tauhid. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Cet. III, 1996.

Al Aţţar, Dawud. Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Hidayah, Cet. I, 1994.

Baihaqi. Al-Asmâ` wa Al-Şifât. Beirut: Daar Al-Kutb, t.t.

Al Bajawi, Ali Muhammad., dkk,. Untaian Kisah dalam Al-Qur’an. Jakarta:

Darul Haq, 2007.

Al Bukhari, Muhammad bin Isma’il Abu ‘Abdullah. Şah ih al-Bukhari. tt.p. : Dâr

an-Najah, Cet. I, 2001.

Al Buraikan, Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah. Pengantar Studi Aqidah

Islam, Terj. Dari Almadkhalu Lidiraasatil ‘Aqidatil Islamiyyah ‘ala

Madzhabi Ahlisunnah wal Jama’ah, oleh Muhammad Anis Matta. Jakarta:

Robbani Press, Cet. I, 1998.

Darwis, Djamaluddin. Dinamika Pendidikan Islam; Sejarah, Ragam dan

Kelembagaan. Semarang: Rasail, 2006.

Page 105: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

92

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Cet. IV, 2008.

Fahrirrizi, Aziz dan Ahmad Dardiri. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab. Jakarta:

t.p., 2012.

Al Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdullah. Kitab Tauhid, jilid III, Terj. dari At-

Tauhid Lish-Shaffits Tsalits al-‘Ali oleh Ainul Haris Arifin, (Jakarta: Darul

Haq, 1999.

Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi. Bandung:

Alfabeta, Cet. II, 2012.

Al Hafiż, Ahsin W. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, Cet. II, 2006.

Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara, Cet. X,

2009.

Hasan, Hamka. Metodologi Penelitian Tafsir Hadist. Jakarta: Lembaga penelitian

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Hasan, M. Iqbal. Pokok-Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor:

Ghalia Indonesia, Cet. I, 2002.

Hasan, Muslim bin al-Hajjaj Abu Hasan. Şahih Muslim. Beirut: Dâr Ih yâ Al-

‘Arabi. t.t.,

Ihsan, Hamdani dan A. Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV.

Pustaka Setia, Cet. II, 2001.

Al Jazairi, Syaikh Abu Bakar Jabir. Aqidah Seorang Mukmin, Terj. Dari

Aqiidatul Mukmin oleh Salim Bazemool. Solo: CV. Pustaka Mantiq, Cet. I,

1994.

________. Pola Hidup Muslim; Aqidah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.

II, 1993.

Al Laqqoni, Syekh Ibrahim. Permata Ilmu tauhid; Satu Pendalaman Iktikad

Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Terj. Mujiburrahman. Surabaya: Mutiara Ilmu,

1997.

Latif, Moh. Rowi. Bagaimana Anda Menjadi Orang Mu’min. Surabaya: PT.

Bungkul Indah, Cet. I, 1995.

Page 106: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

93

Ma’asy, Abdur Razzaq bin Thahir bin Ahmad. Mengupas Kebodohan, Terj. Dari

Al Jahl bi Masail Al I’tiqad wa Hukmuhu oleh Asep Saefullah dan

Kamaluddi Sa’diyatul Haramain. Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 2001.

Madjrie, Abdurrahman. Meluruskan Akidah. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, Cet.

I, 1997.

Mahfud, Rois. Al-Islam; Pendidikan Agama Islam. Palangka Raya: Erlangga,

2011.

Al Maidani, Abdurrahman Hasan Habanakah. Pokok-Pokok Akidah Islam, Terj.

dari Al-Aqidah Al-Islamiyah wa Ususuha oleh A. M. Basalamah. Jakarta:

Gema Insani, Cet. II, 2004.

Manťûr, Ibnu. Lisânul ‘Arab. Beirut: Dar Sader, Cet. I, 1997.

Al Maragi, Ahmad Mus t afa. Terjemah Tafsir Al-Maragi Terj. dari Tafsir Al-

Maragi oleh K. Anshori Umar Sitanggal, dkk. Semarang : PT. Karya Toha

Putra, Cet. II, 1992.

Misbah, Muhammad Taqi. Monotoisme: Sistem Akidah dan Nilai Islam, (Jakarta:

PT. Lentera Basritama, Cet. I, 1996.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya, Cet. XXXI, 2013.

Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada (GP), Cet. IV,

2012.

Munawwir, Ahmad Warson. Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:

Pustaka Progressif, Cet. XIV. 1997.

Muşţafa, Ibrâhîm. Mu’jam Al-Wasîţ. Kairo: Dar Ad-Da’wa, Cet. V, 2011.

Al Musyaiqih, Khalid bin Ali. Buku Pintar Akidah; Panduan Praktis

Memamahami Akidah, Terj. dari Al-Mukhtaşar Fiel ‘Aqidah oleh Ibnu

Syarqi, (Klaten: Wafa Press, Cet. I, 2012

MZ, Abd Kadir. An Nurul Bahir Ilal Imanil Kamil, Jakarta: PT. Serajaya Santra,

Cet. I, 1985.

Al Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat.

Jakarta: Gema Insani Press. 1995.

Page 107: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

94

Naimullah, Sayyid. Keajaiban Aqidah; Jalan Terang Menuju Islam Kaffah.

Jakarta: Lintas Pustaka Publisher, Cet. I, 2004.

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. I,

1997.

________. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 1998.

________. Pendidikan dalam Perpektif Al-Qur’an. Jakarta: UIN Jakarta Press,

2005.

________. Pendidikan dalam Perspektif Hadits. Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet.

I, 2005.

________. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Prenada Media Group, Cet. I,

2011.

Nawawi, Rif’at Syauqi. Kepribadian Qur’ani. Ciputat: WNI Press, Cet. I, 2009.

Nawawi, Syaikh Muhammad. Nurul Ať-ťalam. Jedah : Haramain, t.t.

________. Tafsir Munir; Juz I. Semarang: Thaha Putra, t.t.

Nursi, Badi’uzzaman Sa’id. Iman Kunci Kesempurnaan, Ter. Dari Al-Iman wa

Takamulul-Insan oleh Muhammad Misbah. Jakarta: Robbani Press, Cet. I,

2004.

Al Qahthani, Muhammad Said. Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad

Qutb, Memurnikan Lâ Ilâha Illallah, Terj. Abu Fahmi, (Jakarta: Gema

Insani Press, Cet. X, 1996.

Al Qardhawi, Yusuf. Iman dan Kehidupan judul Terj. dari Al-Iman wal Hayat

oleh Fachruddin HS. Jakarta: Bulan Bintang, Cet. III, 1993.

Quthb, Syaikh Muhammad. Melawan Syirik & Ilhad. Jakarta: Harakah, Cet. I,

2002.

Rahardjo, M. Dawam. Ensiklopedi Al-Qur’an; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-

konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, Cet. II, 2002.

Rajab, Khairunnas. Psikologi Ibadah; Memakmurkan Kerajaan Ilahi di Hati

Manusia. Jakarta: Amzah, Cet. I, 2011.

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

________. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia, Cet. II,

1994.

Page 108: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

95

Al Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis,

Teoritis dan Praktis. Ciputat: PT. Ciputat Press, Cet. II, 2005.

Al Razi, Imam Fakhruddin. Tafsir Kalimat Tauhid. Bandung: Pustaka Hidayah,

Cet. I, 2007.

Al Rifa’i, Muhammad Nasib. Kemudahan dari Allah; Ringkasan tafsir Ibnu

Katsir, jilid II, Terj. dari Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu

Katsir oleh Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani, Cet. VIII, 2005.

Saberanity, M. Keimanan Ilmu Tauhid. Jakarta: Mitra fajar Indonesia, Cet. II,

2006.

Sabiq, Sayid. Aqidah Islam. Bandung: Diponegoro, Cet. XVIII, 2010.

Said, Mansur. Bahaya Syirik dalam Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996.

Setyosari, Punaji. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, Cet. II, 2012.

Al Shabuni, Muhammad Ali. An-Nubuwah wal Anbiya. Jakarta: Gema Insani

Press, Cet. I, 1992.

Al Shallabi, Ali Muhammad. Iman Kepada Allah Terj. dari Al-imanu Billahi oleh

Umar Mujtahid. Jakarta: Ummul Qura, Cet. I, 2014.

Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an;Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, Cet. VII, 1993.

________. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta:

Lentera Hati, Cet. I, 2009.

________. Wawasan al-Qur’an; Tafsir Mauđu’i atas Pelbagai Persoalan Umat.

Bandung: Mizan. Cet. V, 1997.

Shihab, M. Quraish., dkk., Ensiklopedia Al-Qur’an; Kajian Kosakata. Jakarta:

Lentera Hati, 2007.

Suharto, Toto. Filsafat pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, Cet. I,

2011

Al Sulthani, Mawardi Labay. Zikir dan Do’a; Iman Pengaman Dunia, Jakarta: Al-

Mawardi Priman, 2000..

Page 109: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

96

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Kitab Tauhid, jilid I, Terj. dari At-Tauhid liş

Şaffil Awwal Al-Ali oleh Agus Hasan Bashori. Jakarta: Darul Haq, Cet. I,

2011.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, Cet. IX, 2010.

________. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, Cet. IX, 2007.

Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari, Terj. dari Jami’ Al

Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an oleh Akhmad Affandi, dkk, (Jakarta:

Pustaka Azzam, Cet. I, 2008.

Tharabilisiy, Sayyid Husein Afandy A-Jisr. Memperkokoh Akidah Islamiyah

Dalam perspektif Ahlusunnah waljama’ah Terj. dari Al-Hushuunul

Hamidiyyah Lil Muhâfađah ‘Alal ‘Aqqa`id Al-Islamiyyah oleh Abdullah

Zakiy Al-Kaaf. Bandung: CV. Pustaka Setia,Cet. I, 1999.

Tim Ahli Tauhid. Kitab Tauhid. Jakarta: Darul Haq, 1998.

Tim Baitu Kilmah Jogjakarta, Ensiklopedi Pengetahuan al-Qur’an dan Hadits.

Jakarta: Kamil Pustaka, Cet. II, 2013.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka, 2007.

Tirmiżi, Muhammad bin ‘Isa. Sunan at-Tirmiżi. Kairo: Dâr Ibn al-Jauzi, Cet. I,

2011.

Tirtarahadja, Umar dan S .L . La Sulo. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka

Cipta, Cet. II, 2008.

Ubaidah, Darwis Abu. Panduan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Jakarta:

Pustaka al-Kausar, Cet. I, 2008.

Uhbiyati, Nur. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki

Putra, Cet. 1, 2013.

Ulwan, Abdullah Nashih. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Jilid I.

Semarang: CV. Asy-Syifa, Cet. III, 1981

Page 110: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi

97

‘Ulwan, Abdullah Nashih. Saat Mu’min Merasakan Kelezatan Iman. Jakarta:

Robbani Press, Cet. I, 1992.

Uśaimin, Syekh Muhammad bin Shalih. Kitab At-Tauhid. Riyađ: Dâr Ibn Al-

Jauzi, Cet. III, 1999.

________. Prinsip-prinsip Keimanan, Terj. dari Syarhu Ushulil Iman oleh Ali

Makhtum Assalamy. Riyađ: Haiatul Ighatsah al Islamiah, Cet. I, 1993.

Usman, M. Basyiruddin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat

Pers, Cet. I, 2002.

Ya’qub, Hamzah. Ilmu Ma’rifah; Sumber Kekuatan dan Ketentraman Bathin.

Jakarta: CV. Atisa, Cet. III, 1988.

Yasin, A. Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Yogyakarta: UIN-Malang

Press, Cet. I, 2008.

Yasin, Muhammad Na’im. Iman: Rukun, Hakikat dan yang membatalkannya, Ter.

Dari Al-Iiman, Arkaanuhu, Haqiqatuhu, Nawaqidhuhu, Abu Fahmi. Jakarta:

Gema Insani Press, Cet. V, 1992.

Al Z ahabi, Imam Hâfiť Syamsuddin. Al-Kabâ`ir. Beirut: Dâr Al-Fikr, t.t.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

2004.

Al Zindani, Abdul Majid. Al-Iman. Kuala Lumpur: Al-Hidayah, Cet. I, 1996.

Zuhairini., dkk., Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. V, 2009.

Page 111: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 112: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 113: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 114: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 115: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 116: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 117: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 118: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 119: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 120: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 121: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 122: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 123: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 124: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 125: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi
Page 126: PENDIDIKAN KEIMANAN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL AN’AM AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28438/1/FIKRI... · (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-AN’AM AYAT 74-79) Skripsi