pendahuluan a. latar belakang masalahdigilib.uinsgd.ac.id/27413/9/3_bab1.pdf · seakan sulit untuk...
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Abad ke-21 ini manusia sudah hidup dengan kemajuan-kemajuan teknologi serta akses
media komunikasi yang tidak lagi mempermasalahkan tentang keterbatasan ruang dan waktu.
Kemajuan dari teknologi serta media komunikas kepada manusia seolah-olah berperan sebagai
guide dalam keseharian serta menjadi suatu bentuk kebiasaan sehari-hari yang membuat kita
seakan sulit untuk lepas dari setiap kemudahan dalam menggunakannya.1 Perkembangan dari
kemajuan teknologi dan media komunikasi tidak hanya sampai disitu, Media berbasis internet
hadir menjadi sebuah jembatan penghubung dari cara komunikasi dan berbagi informasi yang
klasik (Telepon, SMS, Broadcast, Media Cetak) ke akses yang di modernisasi lagi.
Salah satu perkembangan yang lebih menarik lagi dalam fasilitas-fasilitas Media
berbasis internet adalah Media Sosial. Media Sosial atau Media baru ini bukan lagi hanya
sekedar sebagai media berbagi informasi, tapi juga menjadi ajang eksistensi diri bagi
penggunanya.2 Media Sosial bisa dikatakan menjadi sebuah jawaban atas pemenuhan salah
satu kebutuhan manusia dalam mengaktualkan diri mereka terhadap dunia. Setiap orang di
Media Sosial bisa menjadi siapa saja, berada di mana saja, berinteraksi dan berteman dengan
siapa saja tanpa dibatasi oleh gender, bahasa, agama, pendidikan, status, etnis dan sebagainya.
Banyak orang yang memanfaatkan media sosial sebagai ajang aktualisasi diri dengan
menciptakan kesan yang bagus bagi dirinya sendiri yang lebih dikenal sebagai Self
Presentation atau Presentasi Diri. (Feldman, 1995) Mengenai presentasi dan pengaktualan diri,
1 Dewi Trisilowaty, Eksistensi dan Identitas di Media Baru, Komunikasi Vol. XI No. 01, Maret: 2017 hal. 88 2 Alboin Leonard. PS, Penggunaan Media Sosial Sebagai Eksistensi Diri, Prodi Ilmu Komunikasi dan
Universitas Sebelas Maret, Surakarta: 2016
media sosial dipandang sebagai perpanjangan dari individu (user) tersebut dalam pengaktualan
diri mereka kepada dunia. Di media sosial para pengguna memiliki kebebasan melakukan
konstruksi identitas mereka masing-masing sesuai dengan apa yang ingin terlihat dari mereka
di akun media sosial masing-masing.3 Lagi, dalam pengaktualan diri tersebut, kita bebas
memutuskan akan “berperan” sebagai apa.
Kebebasan para pengguna dalam aktualisasi diri tersebut bisa menjadikan mereka
menkontruksi diri menjadi “dirinya yang lain”. Mereka bisa dengan bebasnya berganti nama,
berganti status, berganti kelamin, berganti rupa, berganti kepribadian yang bisa saja berbeda
jauh dari dirinya dan bahkan bisa untuk memilih memperlihatkan mereka sebagai yang tak
bertuan, tak beridentitas (anonym) sekalipun.4 Menampilkan atau memposting foto-foto,
update tweet atau membagikan status merupakan salah satu metode aktualisasi diri di Media
Sosial. Jati diri yang ditampilkan di Media Sosial dapat mempresentasikan atau
memperlihatkan konsep diri mereka sendiri karena apa yang ditulis atau di bagikan di media
sosial menjadi sebuah gambaran diri bagaimana memposisikan diri mereka kepada dunia atau
masyarakat luas.5
Sudah banyak aplikasi Media Sosial yang diminati banyak kalangan masyarakat untuk
mereka jadikan ruang yang luas bagi kebebasan mereka dalam mengaktualkan diri tersebut.
Facebook, instagram, whatsapp, twitter, line, youtube merupakan sebagian dari beberapa
macam aplikasi di Media Sosial yang memiliki kegunaan yang berbeda-beda bagi setiap
penggunaannya.6 Media Sosial dan plikasi-aplikasi tersebut dapat membantu menghubungkan
mereka ke dunia maya atau dunia virtual yang lebih luas lagi, hal itu yang membuat mereka
3 Jandy E. Luik, Media Sosial dan Presentasi Diri, Prodi Ilmu Komunikasi – UK Petra, Surabaya 4 Nengsih Komalasari, Kesadaran Realitas dalam Realitas Virtual, Fakultas Ushuluddin: 2017 5 Alboin Leonard. PS, Penggunaan Media Sosial Sebagai Eksistensi Diri, Prodi Ilmu Komunikasi dan
Universitas Sebelas Maret, Surakarta: 2016 6 K. Jhonny Semuel, K. Edmond R, Pemanfaatan Internet dan Perkembangan Identitas Diri Pelajar di SMAN I
Kawangkoan Kabupaten Minahasa
dapat terhubung dengan “kehidupan” global di Dunia Virtual itu sendiri. “Kehidupan” tersebut
ada didalam Alam non-fisik yang sepenuhnya bisa dikatakan Alam Imanental. Alam ini bisa
tertangkap oleh beberapa indera manusia secara langsung. Seperti dapat dilihat, dirasakan,
didengar dan dialami, walaupun tidak dengan indera pengecap, peraba dan pencium. (Piliang,
2010)
Para penguna Media Sosial ini juga secara sadar bisa dengan mudah untuk
mengkontruksi diri yang didasari dengan begitu bebasnya mereka, dalam mengaktualkan diri
disana. Mereka berlomba-lomba untuk dapat menunjukan dirinya kepada dunia luar dan
mengungkapkan bahwa inilah diri mereka. Ketakterbatasan ini menjadikan seseorang
mengalami kekaguman yang sangat luar biasa, menurut isitilah Piliang, seseorang mengalami
keterpesonaan, ekstasi, dan pemujaan yang terlalu berlebihan. (Piliang, 2011) Maka dari itu
tidak sedikit seseorang bisa menjadi terlalu berlebihan dalam mengkontruksi dirinya di Media
Sosial. Membagi citra yang sebaik-baiknya hingga mencapai kesempurnaan dengan berbagai
cara agar ia dapat menyajikan suatu gambaran diri yang dapat diterima, diakui, terlihat lalu
disukai, diberi dukungan dan diberi tempat yang layak oleh massa atau pengguna lain di Media
Sosial.
Para penguna media sosial (user), yang memilih mendedikasikan separuh atau bahkan
seluruh waktunya untuk exis di Media Sosial atau dunia online ini adalah individu yang
memiliki dua kemungkinan. Kemungkinan itu bisa jadi mereka mengaktualkan diri mereka
yang “sama” atau bisa saja mereka adalah diri yang berbeda jauh dari mereka dikala offline.
Tidak sampai disitu mereka juga tidak hanya memiliki satu identitas diri semata, melainkan
mereka bisa memiliki identitas diri yang bermacam-macam dengan karakter atau kepribadian
yang beragam seperti yang mereka bentuk saat online di Media sosial. (Nasrullah, Komunikasi
Antar Budaya (di Era Budaya Siber), 2012) Kontruksi diri yang mereka lakukan di Media
Sosial juga menjadi sebuah kemungkinan bahwa mereka tidak mampu mencapai
keotentisitasnya di dunia realitas sehingga mereka lebih memilih untuk memasuki dunia yang
bisa ia jadikan apa saja sesuai dengan apa yang mereka kehendaki.7
Pada akhirnya, media sosial dirasa berperan sebagai tempat yang lebih nyata bagi para
penggunanya (user) dalam aktualisai diri setelah mengkontruk dirinya tersebut. Namun di sisi
lain, kontruksi diri oleh para pengguna Media Sosial juga memiliki kemungkinan bahwa hal
itu merupakan pilihan atas eksistensinya sendiri. Dimana mereka mengeluarkan kreatifitas
dalam mencari esensi dari pembentukan dirinya yang kelak akan menjadi otentik dengan
melewati tahap-tahap kontruksi diri menjadi sebuah identitas atau konsep diri mereka yang
baru.
Pilihan atas kontruksi diri atau identitas tersebut juga didasari dengan apakah mereka
akan tetap menjadi diri yang lemah atau diri yang tidak bisa mencapai keotentisitasnya seperti
di dunia realitas ataukah maju membentuk dirinya yang baru, lebih berani, kuat dan unggul.8
Hal-hal tersebut dapat berakibat pada bagaimana cara dari setiap pengguna dalam melihat
dirinya sendiri yang secara langsung menempatkan dirinya pada ketidak pastian, dikarenakan
individu sebagai pengguna media sosial tersebut mengidentifikasi bahwa dirinya di media
sosial lebih unggul daripada dirinya di dunia realitas dan kemudian pada akhirnya mereka
mempunyai berbagai identitas yang mereka pegang. (Piliang, 2018)
Berangkat dari fenomena kontruksi diri dalam aktualisasi diri di media sosial, penulis
melihat bahwa konsep manusia super yang dikemukakan oleh Friedrich Wilhelm Nietzsche
kiranya dapat menjadi pijakan dalam meneliti konsep diri pada pengguna media sosial. Dalam
pergaulan antarmanusia, yang harus ditumbuhkan adalah manusia-manusia atau diri yang
7 Warnoto, Diri Yang Otentik: Konsep Filsafat Eksistensialis Søren Kierkegaard, Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2010 8 Gigih Prayogo, Konsep Ubermensch Nietzsche Dalam Pilihan Eksistensi Tokoh Matt Buckner Dalam Film
Green Street Hooligan, Universitas Gadjah Mada: 2013
unggul; Űbermensch, atau Superman yaitu mereka yang oleh kekuatannya bisa mengatasi
kumpulan manusia dan massa. Tujuan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu bagaimana
menjelmakan manusia besar yang lebih kuat, cerdas dan berani. (Hassan, 2005) Menjadi
manusia yang mempunyai jati diri yang khas dan sesuai dengan dirinya, yang ditentukan dan
menjadi pilihan oleh dirinya, ia harus berani menghadapi apa yang ia duga takan bisa ia lampaui
dengan berani walau hanya dengan kekuatan dirinya sendiri.
Kaitannya dengan konteks ini, mahasiswa/i UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG tidak terkecuali juga pada mahasiswa/i jurusan Aqidah dan Filsafat Islam
merupakan bagian dari fenomena aktualisasi diri di media sosial.
Dengan demikian penelitian yang berjudul “KONSEP DIRI PADA PENGGUNA
MEDIA SOSIAL” studi terhadap mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat Islam 2015-2018 yang
ditinjau dalam perspektif Eksistestensialisme; Konsep Manusia Super Űbermensch Nietzsche
dirasa perlu untuk menganalisis konsep diri pada pengguna media sosial tersebut.
B. Rumusan Masalah
Media sosial sebagai pencipta dunia virtual bagi penggunanya menjadi tempat yang
sangat menarik dengan berbagai fasilitas yang tersedia. Media sosial pun menjadi wadah bagi
penggunanya untuk mengaktualkan diri mereka sebebas mungkin, menggunakan segala
fasilitas yang tersedia tanpa batasan jarak dan waktu. Pada akhirnya ketidak terbatasan itu
melahirkan dualitas realitas yang tak dapat diindari lagi masyarakat di era modern ini terutama
pada pengguna aktif media sosial itu sendiri. Dari ketidak terbatasan itu, media sosial dianggap
sebagai kehidupan yang rapuh karena membunuh sifat keaslian seseorang.
Hal itu juga didasari dengan bagaimana media sosial yang hanya sebagai dunia maya
dianggap menjadi tempat yang lebih nyata bagi para penggunanya dalam mencari jati diri serta
mengaktualkan diri mereka. Maka media sosial juga diyakini sebagai media pembentukan serta
pengembangan konsep diri bagi penggunanya. Pengalaman-pengalaman dalam aktualisasi diri
tersebut bisa mendasari seseorang dalam pembentukan serta pengembangan diri mereka
pribadi. Dimana konsep diri seseorang lahir dari gabungan aspek-aspek diri seperti identitas,
kepribadian, sikap dan tindakan serta pengalaman yang terbentuk dari segala aktivitas di
lingkungan keseharian seseorang.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan juga sebelumnya, skripsi ini hendak
membicarakan tentang konsep diri pada pengguna media sosial yang akan ditinjau dalam
konsep manusia super atau Űbermensch yang dikemukakan oleh Nietzsche. Untuk
memperjelas perumusan masalah, penulis mengungkapkan pertanyaan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana aktivitas mahasiswa/I Aqidah FIlsafat Islam dalam menggunakan
Media Sosial?
2. Konsep diri seperti apa yang terbentuk dari pengalaman penggunaan Media Sosial
tersebut?
3. Bagaimana Konsep Diri pada Pengguna Media Sosial dilihat dengan konsep
Ubermensch Nietzsche?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan masalah adalah arah tujuan akhir yang ingin dicapai dalam penelitian yang
dilakukan. Penelitian skripsi dapat bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan
membuktikan pengetahuan.9 Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
9 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2016) hal. 290
1. Untuk mengungkap peran media sosial dalam aktivitas keseharian sebagai
pembentukan konsep diri.
2. Untuk mengungkap konsep diri Mahasiswa/I Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam
sebagai pengguna aktif media sosial.
3. Untuk menganalisis konsep diri pada mahasasiwa/I pengguna media sosial melalui
konsep Ubermensch Nietzsche.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk mendapatkan gelar Sarjana dari jurusan Aqidah Filsafat Islam Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
2. Memberikan kegunaan praktis dengan hasil penelitian ini semoga menjadi
kontribusi terhadap pemikiran Filsafat terutama di Jurusan Aqidah Filsafat Islam
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung perihal Eksistensi
Manusia; Konsep Manusia Super (Űbermensch)
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai Media Sosial yang dijadikan sebagai tempat aktualisasi diri ini
sudah banyak dilakukan terutama di bidang komunikasi, sosiologi dan psikolgi sebagaimana
perubahan perubahan kepribadian yang terjadi pada individu atau kelompok saat menggunakan
Media Sosial. Namun penelitian Media Sosial yang dikaitkan dengan konsep Eksistensialisme
yakni Űbermensch masih belum ada. Berikut adalah beberapa bahan pustaka yang digunakan
sebagai acuan untuk membantu masalah yang sedang diteliti sekaligus menjadi pembeda
dengan penelitian yang sedang penulis teliti.
Pertama, buku yang membahas tentang Eksistensialisme itu sendiri yaitu buku Fuad
Hassan, Berkenalan dengan Eksistensialisme. Buku ini mengantarkan serta mengenalkan
para pembaca kepada pemahaman-pemahaman Eksistensialisme beserta para filosof yang
mendalaminya. Buku ini memaparkan konsep-konsep Eksistensialisme dari masing-masing
tokohnya dan menyampaikannya dengan bahasa yang renyah dengan beberapa quotes-quotes
bijak yang pernah para Eksistensialis ini kemukakan dalam perjalanan hidupnya. History
Ideologi konsep manusia Űbermensch menjadi salah satu pembahasan yang cukup mendalam
oleh Nietzsche dalam buku ini.
Kedua, buku yang membahas penuh tentang “Will To Power” pemikiran
Eksistensialisme Nietzsche yaitu buku Dr. Choirul Arifin, Kehendak Untuk Berkuasa. Buku
ini adalah tulisan-tulisan filsafat yang dapat memberikan bahan bagi para pembacanya dalam
menanggapi kecenderungan pada filsafat tersebut. Sang penulis buku pun menjelaskan bahwa
pemikiran Nietzsche merupakan suatu kritik terhadap bentuk-bentuk penghayatan yang
menyentuh inti hidup manusia. Dimana pada buku ini pun penulis yang merupakan dosen sastra
di Universitas Indonesia memaparkan banyak pemikiran-pemikiran Nietzsche dengan bahasa
sastrawan yang menakjubkan. Buku ini juga mengantarkan penulis pada bagaimana konsep
Ubermensch itu sendiri dapat terbentuk sebagai suatu konsep diri seorang manusia.
Ketiga, penelitian atau skrispi Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah Filsafat Islam
tentang Kesadaran Realitas Pengguna Realitas Virtual yang diteliti oleh Nengsih Komalasari.
Penelitian ini memiliki kegunaan untuk menjelaskan tentang fenomena realitas virtual telah
menggeser realitas nyata yang dialami oleh setiap individu saat ini. Ia menjelaskan juga bahwa
realitas nyata telah beku dari segala kehiruk pikukan dunia nyata yang sebenernya karena
teralihkan oleh fokusnya kepada dunia virtual tersebut.10 Setiap waktu hanya dihabiskan dalam
dunia virtual tersebut (online) keramaian-keramaian itu berada pada dunia Patafisika yang
diibaratkan seperti dunia khayalan ketika orang bisa menjadi siapa saja, dimana saja dan kapan
saja. Penelitian ini menggunakan analisis pendekatan post-positivisme.
10 Nengsih Komalasari, Kesadaran Realitas Pengguna Realitas Virtual, Fakultas Ushuluddin, 2017
Keempat, penelitian atau skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Ilmu
Komunikasi tentang Penggunaan Media Sosial Sebagai Eksistensi Diri yang diteliti oleh
Alboin Leonard PS. Penelitian ini menjelaskan bagaimana pemanfaatan Media Sosial dalan
masyarakat terutama bagi setiap individu sebagai ajang untuk menampilkan keberadaannya ke
dunia luar. Berlomba-lomba membuat branding tentang dirinya agar dapat diakui di mata
masyarakat. Kita yang memutuskan akan menjadi apa dan seperti apa di media sosial.
Penelitian ini menggunakan analisis Deskriptif-kualitatif.
Kelima, jurnal dari UK Petra – Surabaya Prodi Ilmu Komunikasi tentang Media Sosial
dan Presentasi Diri yang ditulis oleh Jandy E. Luik. Jurnal ini menjelaskan tentang cara-cara
atau strategi setiap individu dalam mempresentasikan dirinya di media sosial. Dalam
mempresentasikan diri di media sosial, seseorang harus memiliki strategi dan melewati standar
editorial diri yang dimiliki.11 Maka dari itu mereka akan mengkonstruksi diri mereka pribadi di
Media Sosial. Setiap individu dapat mengimplementasikan dirinya sesuai dengan elemen-
elemen yang akan ia hadirkan di Media Sosial untuk mendapatkan hasil dari strategi-strategi
yang dilakukan.
Keenam. Jurnal yang ditulis oleh Dessy Trisilowaty dengan judul Eksistensi dan
Identitas di Media Baru (new media). Jurnal ini menggambarkan bahwa fenomena-fenomena
penggunaan Media oleh masyarakat merupakan salah satu cara dalam mengistirahatkan diri
dalam kejenuhan kehidupan dengan menghibur diri di Media Sosial. Namun media justru
memberikan konsekuensi yang lebih nyata diluar dari apa yang dapat dibayangkan. Eksistensi
dalam media sosial ini lebih banyak digunakan untuk mengunggah foto-foto yang melibatkan
kegiatan pribadi seolah ia sedang benar-benar melakukannya terlepas dari kesan apa yang akan
timbul itu merupakan suatu kepuasan bagi setiap individu. Ruang sosial yang diciptakan juga
11 Jandy E. Luik, Media Sosial dan Presentasi Diri, Prodi Ilmu Komunikasi, UK Petra – Surabaya
sudah bukan lagi hanya sebatas kemudahan dalam komunikasi dan berbagi informasi saja tapi
lebih dari itu yang tidak dapat memilih mana yang harus dikendalikan.12
Ketujuh, Jurnal tentang Konsep Manusia Super Menurut Nietzsche “Űbermensch”
yang ditulis oleh Ricardo F. Naruru. Jurnal ini menjabarkan tentang konsep-konsep dan point
utama dalam gagasan pemikiran Nietzsche yang membicarakan tentang hakekat manusia yaitu
Will to Power (kehendak untuk berkuasa) yang menjadi landasan gagasan pemikirannya
kepada konsep manusia unggul/super. Disetiap masa hadir cara-cara tersendiri untuk
menempatkan setiap manusia dan masyarakat di jalu-jalur yang tepat. Dari kenyataan yang ada
bahwa setiap perkembangan zaman cara-cara lama itu sudah tidak sesuai dengan tuntutan
zaman yang terus berubah. Zaman yang berubah maka manusia pun akan berubah sesuai
tuntutan zaman. Oleh karena perubahan-perubahan tersebut mengisyarakat kepada perubahan
manusia juga, maka pemikiran-pemikiran baru yang akan sesuai dengan perubahan tersebut
diperlukan dalam hakekat manusia itu sendiri.13
Kedelapan, penelitian atau skripsi Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya
Mandala, Surabaya yang berjudul Konsep Manusia Otentik Menurut Søren Aabye
Kierkegaard yang diteliti oleh Ferdinandus Eltyson Prayudi. Penelitian ini menjelaskan
tentang dewasa ini manusia kerap kali menghidupi kehidupan palsu dan tidak otentik. Selain
itu juga Ferdinandus membahas bagaimana kehidupan manusia yang melek internet tersebut
juga lebih memilih untuk mengikuti apa yang massa sedang inginkan dan butuhkan. “Menjadi
Beda” seringkali menjadi hal yang tidak normal. Orang cenderung mengikuti tawaran massa
yang bahkan ia pribadi tidak tahu apakah itu baik atau buruk bagi dirinya. Seringkali mengikuti
tawaran massa manusia semakin tidak menghayati perjalanan hidupnya. Hidup manusia itu
12 Dessy Trisilowaty, Eksistensi dan Identitas Diri di Media Baru, Komunikasi, Vol. XI No. 01, Maret: 2017
hal. 93 13 Ricardo F. Naruru, Űbermensch, Konsep Manusia Super Menurut Nietzsche
sendiri menadi tidak otentik karena hanya mengikuti pola-pola massa yang abstrak dan
mekanis. (Hardiman, 2005)
Kesembilan, Jurnal tentang Konsep Diri Anak-Anak Pengguna Aktif Media Sosial
yang ditulis oleh Laila Hayati Universitas Bangka Belitung, Prodi Sosiologi. Jurnal ini
menjelaskan bagaimana kemajuan teknologi berbasis internet menjadi salah satu jembatan
pembentukan konsep diri anak-anak pengguna aktif media sosial. Pembentukan konsep diri
terhadap anak-anak tersebut terbentuk dari konten-kontek yang mereka gunakan di Media
Sosial tersebut.14
Kesepuluh, Skripsi yang disusun oleh Gigih Prayogo, Universitas Gadjah Mada 2013
yang berjudul Konsep Ubermensch Nietzsche Dalam Pilihan Eksistensi Tokoh Matt Buckner
Dalam Film Green Street Hooligan. Penelitian filosofis tentang film Supporter Club Bola;
Hooligan, tokoh Matt Buckner yang menjadi tokoh utama. Penggambaran mengenai tokoh
Matt Buckner dalam film “Green Street Hooligans : Stand on Your Ground” merupakan contoh
bagaimana manusia mengambil pilihan untuk eksistensinya yang dikaitkan dengan Konsep
Manusia Super atau Kehendak Untuk Berkuasa; Ubermensch yang di kemukakan oleh
Nietzsche.
F. Kerangka Pemikiran
1. Tinjauan Mengenai Media Sosial Sebagai Faktor Pembentukan Konsep Diri
Saat ini manusia hidup di masa dimana manusia mengalami dualitas realitas. Realitas
tersebut adalah realitas nyata dan realtias virtual. Realitas virtual ini secara sadar dibuat oleh
manusia itu sendiri serta menjerumuskan mereka kedalamnya.15 Fenomena tersebut salah
14 Leila Hayati, Konsep Diri Anak-Anak Pengguna Aktif Media Sosial, Prodi Sosiologi, Universitas Bangka
Belitung: Desember 2018 15 Nengsih Komalasari, Kesadaran Realitas dalam Realitas Virtual, Fakultas Ushuluddin: 2017
satunya adalah perkembangan media berbasis internet pada saat ini. Media Sosial merupakan
media perkembangan dari media berbasis internet yang sering di sebut media baru.
Penggunaan media sosial setiap orang berbeda-beda. Dalam penggunaannya tersebut,
seseorang menggunakan media sosial bisa saja untuk sekedar berbagi informasi,
berkomunikasi dengan orang lain maupun salah satu yang menjadi trend saat ini yaitu
pengunaan media sosial sebaagai eksistensi diri. 16 Kehadiran media sosial tersebut juga
memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi setiap individu (user) untuk berkreasi diri masing-
masing secara bebas. (Belk, 2013)
Banyak orang yang saat ini menggunakan media sosial sebagai tempat ia menunjukan
dirinya kepada dunia. Para pengguna media sosial ini juga secara sadar dapat mengkontruk
identitas dirinya yang asli ke dirinya yang lain didasari sebegitu bebas dan luasnya media sosial
sebagai tempat yang mereka jadikan sebagai tempat aktualisasi diri. Ketidak terbatas ini justru
dapat mengakibatkan seseorang mengalami kekaguman yang luar biasa. Seseorang akan
mengalami keterpesonaan dan pemujaan yang berlebihan dalam mengkontruk dirinya.
(Piliang, 2011)
Maka dari itu, media sosial merujuk pada salah satu faktor bagaimana konsep diri
seseorang dapat terbentuk. Seiring dengan tak dapat dihindarinya perkembangan media saat
ini, menjadikan media sosial sebagai tempat yang tepat atau tempat yang lebih sering
digunakan sebagai ajang aktualisasi dirinya.
2. Tinjauan Mengenai Konsep Diri
Konsep Diri merupakan representasi diri atau dapat dikatakan sebagai gambaran yang
dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri. Konsep diri ini terbentuk bukan semata-mata karena
16 Alboin Leonard Ps, Penggunaan Media Sosial Sebagai Eksistensi Diri, Universitas Sebelas Maret, 2016
faktor bawaan lahir. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh serta berkembang dari
interaksinya terhadap lingkungan membentuk sebuah konsep diri itu sendiri.17 Bagaimana ia
menilai dirinya sendiri serta mengkorelasikannya terhadap penilaian orang lain terhadap
dirinya.
Hurlock berpendapat bahwa, diri atau self itu sendiri merupakan sebuah dunia yang
berada di dalam dirinya yang akan membedakan dirinya sendiri dengan sesuatu atau objek yang
berada di luar dirinya. Dunia di dalam dirinya ini merupakan satu kesatuan dari beberapa
komponen dan faktor seperti pikiran, usaha, harapan, kekhawatiran serta mimpi-mimpi dirinya.
Pengalaman-pengalaman yang telah ia lalui serta yang berkembang selama hidupnya itu juga
menjadi suatu faktor pendukung dalam penilaian dirinya. (Hurlock, 1974)
Diri juga dapat dimaknai secara reflektif sebagai diri yang dapat memberikan makna
serta memikirkan eksistensinya serta mencapai keotentisitasnya dan melampaui dunia material.
Pendeknya, diri diartikan sebagai gambaran-gambaran keseharian seseorang dari keberadaan
eksistensinya.18 Pada konsep ini, diri juga dapat difahami sebagai prinsip dari keseluruhan
kehidupan seseorang.
3. Konsep Manusia Super Ubermensch
Ubermensch merupakan salah satu pemikiran eksistensialisme yang dikemukakan oleh
Friedrich Wilhelm Nietzsche. Ubermensch, overman, superman atau juga bisa diartikan
sebagai manusia unggul, yaitu mereka yang oleh kekuatannya bisa mengatasi kumpulan
manusia dan massa. (Hassan, 2005) Pemikiran ini didasari oleh pandangan Nietzsche sendiri
tentang kehendak untuk berkuasa (will to power) yang menjadikan ia beranggapan bahwa
17 Revina Rezeki Silaen, Konsep Diri Mahasiswa Dalam Media Sosial, Universitas Sumatera Utara, 2016 18 Warnoto, Diri Yang Otentik: Konsep Filsafat Eksistensialis Soren Kierkegaar, Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2010.
manusia itu haruslah jadi diri yang unggul. Manusia itu adalah manusia yang pemberani, cerdas
dan kuat yang dapat melebihi massa itu sendiri.
Manusia unggul hanya dapat dilahirkan dari penggabungan antara tiga hal: Kekuatan,
kecerdasan dan Kebanggaan. (Hassan, 2005) Menjadi manusia unggul itu sendiri, individu
haruslah mengerahkan segala ambisi, antusias serta gairahnya dalam menikmati suatu
kehidupan. Kehidupan itu sendiri adalah kehidupan yang unggul dan dalam keunggulannya itu
ia harus senantiasa kreatif karena setiap orang memiliki tempatnya sendiri dalam kehidupan ini
yang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. 19
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Metode
Metode yang dilakukan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrument kunci; teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan); analisis data bersifat kualitatif dan
hasilnya lebih menekankan makna daripada generalisasi.20 Metode triangulasi (observasi
partisipan, wawancara mendalam dan dokumentasi) untuk mengetahui fenomena esensial
partisipan dalam pengalaman hidupnya.21
Pendektan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi. Fenomenologi ini
dimaksudkan agar peneliti menyimpan terlebih dahulu segala pengetahuan sebelumnya tentang
objek yang akan ditelti. Sehingga data-data yang tampak benar-benar asli dan orisinal tanpa
pengaruh dari peneliti.
19 Ricardo F. Naruru, Ubermensch; Konsep Manusia Super Menurut Nietzsche 20 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mix Method), (Bandung: Alfabeta 2014) hal. 13-14 21 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mix Method), (Bandung: Alfabeta 2014) hal. 14
Tahapan-tahapan penelitian fenomenologi adalah, perencanaan penelitian, menjelaskan
latar belaan penelitian, memilih informan dan terkahir telaah dokumen. 22
a. Perencanaan Penelitian. Tahap perencanaan penelitian dimulai dengan
membuat daftar pertanyaan dan menentukan waktu penelitian.
b. Menjelaskan latar belakang penelitian. Menurut Moustakas, seorang peneliti
fenomenologi perlu untuk menjelaskan latar belakang penelitian untuk
membuat lebih fokus pada inti penelitian dan diharapkan mengurangi bias dari
penelitian. 23
c. Memilih informan yang akan diteliti. Informan yang dipilih adalah 7 orang dari
mahasiswa Aqidah Filsafat Islam angkatan 2015-2018. Informan ini merupakan
informan yang dipilih berdasarkan hasil observasi peneliti yang melihat bahwa
informan tersebut pengguna media sosial.
d. Telaah dokumen. Telaah dokumen didapatkan dari abstrak beberapa penelitian
dan skripsi, buku-buku referensi, diskusi dengan dosen pembimbing akademik
serta artikel-artikel.
2. Sumber Data
Sumber data terdiri dari sumber data primer dan sekunder. Menurut Spradley, sumber
data dalam penelitian kualitatif itu memiliki tiga komponen, yaitu: tempat (place), pelaku
(actor) dan kegiatan (activity). Dari ketiga komponen ini, sumber data diperluas menjadi: 1)
Space yaitu ruang dalam aspek fisik, 2) Object yaitu benda-benda yang terdapat di tempat itu,
3) Act yaitu perbuatan atau tindakan-tindakan tertentu, 4) Event yaitu rangkaian aktivitas yang
22 Engkus Kuswarno, Metode Penelitian Fenomenologi; Konsep, Pedoman dan Contoh Penelitian, (Bandung:
Widya Padjajaran 2009) hal. 58-62 23 Engkus Kuswarno, Metode Penelitian Fenomenologi; Konsep, Pedoman dan Contoh Penelitian, (Bandung:
Widya Padjajaran 2009) hal. 62
dilaksanakan, 5) Time yaitu urutan kegiatan, 6) Goal yaitu tujuan yang ingin dicapai orang-
orang, 7) Feeling yaitu emosi yang dirasakan dan diekspresikan oleh orang-orang. 24
Sumber data pimer dari penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswi Aqidah Filsafat
Islam Angkatan 2015-2018 UIN SGD Bandung. Mahasiswa AFI tercatat berjumlah 365
mahasiswa. Dari semua mahasiswa-mahasiswi AFI, tidak semua dijadikan sebagai informan
pada penelitian ini. Informan hanya diambil dari beberapa orang pada masing-masing
angkatan. Informan tersebut terdiri dari (2) orang angkatan 2015; (2) orang angkatan 2016; (1)
orang angkatan 2017 dan (1) orang angkatan 2018. Informan tersebut dipilih karena terlihat
intensitas pemakaian serta aktivitas mereka di media sosial melalui observasi tersamar dimana
aktivitas mereka sebagai mahasiswa tidak luput dari pengaplikasian media sosial setiap
harinya.
Pada penelitian ini yang diteliti adalah konsep diri yang terbentuk oleh mereka
mahasiswa-mahasiswi pengguna media sosial. Penelitian ini dilakukan di lingkungan kampus
UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan sekitarnya. Sedangkan sumber data sekunder dari
penelitian ini adalah buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan konsep diri serta
media sosial.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan teknik Triangulasi. Teknik
tersebut merupakan gabungan dari waancara mendalam, obesrvasi partisipan dan
dokumentaasi. Wawancara mendalam itu sendiri merupakan pertemuan antara dua orang untuk
bertukan informasi dan ide melalui sesi Tanya jawab sehingga dapat di kontruksikan makna
dalam suatu topik tertentu.25
24 Op. Cit. Sugiyono. hal.313 25 Op. Cit. Sugiyono. Hal. 316
Wawancara dilakukan untuk mengetahui pengalaman mahasiswa-mahasiswi Aqidah
Filsafat Islam sebagai pengguna media sosial. Wawancara ini akan menghasilkan banyak hal
sebagai bahan analisis konsep diri mereka yang terbentuk sebagai pengguna media sosial.
Observasi partisipan adalah metode dimana peneliti terjun dan terlibat langsung dalam
setiap aktivitas partisipan. Sanafiah Faisal, mengklasifikasikan obesevasi menjadi tiga yaitu
obeservasi partisipatif, observasi terus terang dan tersamar dan observasi tak terstruktur.
Observasi partisipatif adalah observasi dimana peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.
Observasi terus terang dan tersamar adalah obeservasi dimana peneliti dalam
pengumpulan data menyatakan terus terang kepada narasumber, bahwa ia sedang melakukan
penelitian. Jadi narasumber bisa mengetahui dari awal smapai akhir aktivitas peneliti. Akan
tetapi di suatu saat peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam melakukan observasi.
Hal ini untuk menghindari data yang sengaja disembunyikan jika diketahui peneliti. Sementara
observasi tak terstuktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa
yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa
yang akan diamati. Disini peneliti tidak menggunakan instrument yang telah baku melainkan
hanya garis besar saja. 26 Metode yang terakhir ini tidak akan dilakukan oleh peneliti,
mengingat bahwa peneliti sudah mempersiapkan dan menentukan tema dalam penelitian.
Teknik terakhir yaitu dokumentasi. Menurut Sugiyono, dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Bisa berbentuk tulisan (cerita, biografi, peraturan, kebijakan dll),
gambar (foto, gambar hidup, seketsa dll) dan karya-karya (karya seni seperti gambar, patung,
film dll). (Sugiyono, 2016) Dokumentasi dilakukan untuk mengabadikan gambar-gambar
perilaku pengguna media sosial di dunia nyata dan di media sosial atau dokumen-dokumen lain
26 Op. Cit. Sugiyono. Hal. 310-312
yang berkaitan, yang berguna untuk mendukung data-data hasil observasi dan wawancara.
Dokumentasi ini akan dilampirkan dibagian akhir skripsi.
4. Teknik Analisis Data27
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Analisis data kualitatif bersifat
induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan
menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut,
selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan
apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul.
Bila berdasarkan data yang terkumpul secara berulang-ulang melalui teknik triangulasi,
ternyata hipotesis diterima maka hipotesis tersebut menjadi sebuah teori-teori. Pada prosesnya
analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selaa di
lapangan dan setelah selesai di lapangan.
Sebelum memasuki lapangan analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan
atau dasa sekunder yang akn menentukan fokus tema penelitian. Namun demikian fokus
penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk ke
lapangan. Dari hasil data yang telah terkumpul selanjutnya penulis akan mencoba mengambil
sebuah kesimpulan umum yang nantinya kesimpulan tersebut akan penulis hubungkan dengan
teori-teori yang berkesesuaian dengan permasalahan tersebut dengan tujuan mengungkap
masalah yang telah dipaparkan sebelumnya.
27 Op. Cit. Sugiyono. Hal. 333-340
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah serta untuk kelancaran penulisan dan pemahaman secara
menyeluruh dalam penelitian mengenai Konsep Diri Pada Pengguna Media Sosial di
Lingkungan Mahasiswa/I Jurusan Aqidah Filsafat Islam angkatan 2015-2018, maka penulis
akan menguraikan sistematika penulisan sebagai berikut :
1. BAB I PENDAHULUAN
Di dalam bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitan,
kerangka peikiran, langkah penelitian serta sistematika pembahasan yang bertujuan
untuk menungkapkan serta menggambarkan permasalahan yang diambil berdasalkan
analisa penulis.
2. BAB II LANDASAN TEORI
Berisi tentang teori atau penjelasan umum yang berkaitan dengan masalah ataupun
faktor-faktor yang membuat masalah itu muncul seperti:
a. Teori mengenai Media Sosial
b. Teori mengenai Konsep Diri
c. Pembahasan Mengenai Media Sosial Sebagai Media Pembentukan Konsep Diri
d. Konsep Manusia Unggul; Ubermensch, Nietzsche
3. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisikan mengenai paparan data dari hasil penelitian yang dilakukan
sebelumnya, meliputi:
a. Kondisi Obyektif Mahasiswa/I Jurusan Aqidah Filsafat Islam
b. Hasil Penelitian
4. BAB IV PENUTUP
a. Kesimpulan