penafsiran ibn katsĪr tentang ayat-ayat amanah …

83
PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH DALAM TAFSIR AL-QURˋAN AL-ʻAẒĪM (Kajian Tematis Ayat-ayat Amanah) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Silma Laatansa Haqqi NIM: 11140340000191 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Upload: others

Post on 17-Feb-2022

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT

AMANAH DALAM TAFSIR AL-QURˋAN AL-ʻAẒĪM

(Kajian Tematis Ayat-ayat Amanah)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Silma Laatansa Haqqi

NIM: 11140340000191

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AMANAH DALAM

TASFIR AL-QURˋAN AL-‘AẒĪM (Kajian Tematis Ayat-ayat Amanah)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Silma Laatansa Haqqi

Nim: 11140340000191

Di bawah Bimbingan:

Muslih, M.Ag

NIP. 197210242003121002

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURˋAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 3: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …
Page 4: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …
Page 5: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

v

ABSTRAK

Silma Laatansa Haqqi

Penafsiran Ibn Katsīr Tentang Amanah dalam Tafsir Al-Qurˋan Al-‘Aẓīm

(Kajian Tematis Ayat-ayat Amanah).

Kajian tentang Amanah sudah lama diperbincangkan dan dikaji dalam

sejarah kehidupan manusia dari dulu hingga sekarang. Berbagai ragam pendapat

para ulama yang menjelaskan tentang amanah mengindikasikan tentang betapa

pentingnya pemahaman amanah secara luas dan menyeluruh dalam mengarungi

setiap aspek kehidupan. Amanah merupakan sebuah konsep penting dalam al-

Qurˋan yang berkaitan dengan hakikat keagamaan muslim. Dalam pandangan

syariʻat, amanah mengandung makna yang luas dan mencakup banyak segi

pengertian. Ruang lingkupnya meliputi segenap perasaan manusia yang ingin

melaksanakan dengan baik segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya atas

dasar kesadaran bahwa dirinya bertanggungjawab di hadapan Allah.

Kajian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini adalah berupaya

menelusuri pandangan tentang makna amanah dalam al-Qurˋan yang dikaji dari

segi penafsiran Ibn Katsīr. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan

menganalisis dan mendeskripsikan. Bentuk penelitian ini menggunakan penelitian

kepustakaan (library research). Menjawab permasalahan yang ada dengan

merujuk pada yang beberapa kitab tafsir, buku-buku, artikel, skripsi maupun

jurnal yang berkaitan dengan judul tersebut. Dan didukung dengan kamus dan al-

Qurˋan terjemah untuk menjelaskan makna ayat al-Qurˋan dan mu’jam yang

digunakan untuk mencari ayat-ayat tentang amanah.

Hasil penelitian yang didapapatkan, secara garis besar adalah Ibn Katsīr

menjelaskan pengertian kata amanah sesuai dengan konteks ayat yang dibahas.

Adapun sumber amanah ada 2, yaitu dari Allah dan Manusia. Amanah yang

bersumber dari Allah terkait dengan segala bentuk perintah dan larangan.

Sedangkan amanah yang datang dari manusia terkait dengan segala bentuk

kepercayaan, baik berupa harta, jabatan dan lain sebagainya. Setiap perbuatan

pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Menjalankan tugas sesuai dengan yang

diamanatkan adalah sesuatu yang esensial dalam membangun tatanan masyarakat

yang madani dan sejahtera, terutama untuk konteks kehidupan saat ini.

Kata Kunci: Ibn Katsīr, Amanah, Ayat-ayat Amanah.

Page 6: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT., atas segala nikmat iman,

jasmani dan rohani. Dialah Tuhan tempat mengadu ketika penulis sudah merasa

lelah dan putus asa dalam menyelesaikan skripsi ini. Tiada henti kepada-Nya

penulis meminta agar selalu diberi kesehatan, kemudahan, kesabaran dan

kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Berkat kasih sayang, petujuk dan

rahmat-Nya penulis dapat mengolah data dan menjadi kata, yang menjadi kalimat

dan menjadi paragraf-paragraf yang berisi ide, kemudian dari kumpulan paragraf

menjadi bab-bab dan akhirnya jadilah skripsi ini.

Shalawat dan salam seiring kecintaan, akan senantiasa tercurah limpahkan

pada baginda Rasulullah, yakni Nabi Muhammad SAW., beserta keluarga dan

para sahabatnya. Sesungguhnya Ia dan merekalah yang sangat berjasa dalam

menyampaikan pesan-pesan Allah SWT., sampai akhirnya pesan itu sampai

kepada kita semua saat ini.

Dalam perjalanan penelitian ini, penulis menyadari bahwa skripsi yang

berjudul Penafsiran Ibn Katsīr Tentang Amanah dalam Tafsir Al-Qurˋan Al-

ʻAẓīm (Kajian Tematis Ayat-ayat Amanah) ini tidak akan selesai dengan daya

dan upaya penulis sendiri, melainkan ada banyak sosok kerabat, dan orang-orang

spesial dari berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah

banyak membantu penulis, sehingga akhirnya tulisan ini selesai. Maka, pada

kesempatan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Lilik. Ummi Kultsum, MA., selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun Binaningrum. M.Pd., selaku Sekretaris

Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, serta Civitas Akademik Fakultas

Ushuluddin.

Page 7: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

vii

4. Dosen Penasihat Akademik, Bapak Dr. Masykur Hakim, MA., yang

banyak memberi masukan kepada penulis selama studi di kampus UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Muslih, M.Ag., selaku pembimbing skripsi yang dengan ikhlas dan

sabar dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin khususnya Jurusan Ilmu Al-Quran dan

Tafsir yang dengan sabar dan ikhlas telah mengajarkan dan memberikan

berbagai wawasan, ilmu serta pegalaman kepada penulis selama studi di

kampus tercinta ini.

7. Segenap Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah,

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Pusat Studi al-Qur’an

(PSQ) Ciputat dan Perpustakaan Nasional RI yang telah memberikan

fasilitas serta rujukan-rujukan sebagai sumber referensi.

8. Teruntuk Kedua Orang Tuaku yang terkasih dan tersayang. Terimakasih

Ayahanda H. Soleh Mudzakar, S.Ag, M.PdI dan Mama Hj. Yati

Nurhayati, M.Pd yang tidak pernah lelah memberikan cinta dan kasih

sayangnya kepada penulis juga tiada henti-hentinya selalu memberikan

do’a, dukungan dan semangat penuh untuk keberhasilan penulis.

9. Kepada sahabat-sahabat tercinta, Fawa Idul Makiyah, Mega Nur Fadhilah,

Fradhita Solikha, Saibatul Aslamiah, Siti Aisyah, Khulaimah Musyfiqah.

Terimakasih telah banyak memberikan cinta, cerita, motivasi, dorongan,

dan do’anya untuk penulis.

10. Segenap rekan KKN 056 MERDEKA keluarga MARISA, Lisa, Ceka, Rita

kalian keluarga yang telah berbagi pengalaman mengisi hari-hari selama 3

hari di Desa Rawa Beureum Sepatan Tangerang. Terimakasih atas doa dan

motivasi dari rekan-rekan semua.

11. Saudara Niko Ardian, yang tidak bosan-bosan menjadi alarm pengingat

untuk segera menyelesaikan skripsi ini, serta membantu, memberikan

dorongan semangat dan do’a. Terimakasih.

Page 8: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

viii

12. Teman-teman seperjuangan, angkatan 2014 Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

yang semala kurang lebih 4 tahun ini sudah menjadi teman yang sangat

baik.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, semoga Allah

membalas kebaikan kalian semua, amiin. Penulis hanya dapat memohon kepada

Allah SWT, semoga berkenan menerima segala kebaikan dan ketulusan kalian

semua serta memberikan sebaik-baiknya balasan atas amal baik kalian. Terakhir,

semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah khazanah keilmuan bagi

siapapun yang membacanya.

Jakarta, 24 Oktober 2018

Silma Laatansa Haqqi

Page 9: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ...............................................................................................i

SURAT PERNYATAAN ....................................................................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN ..............................................................................iii

LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................iv

ABSTRAK ...........................................................................................................v

KATA PENGANTAR .......................................................................................vi

DAFTAR ISI .......................................................................................................ix

PEDOMAN TRANSLITERASI.……………………………………………...xii

BAB I

PENDAHULUAN ...............................................................................................1

A. Latar Belakang ...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

....................................................................................................................8

D. Tinjauan Pustaka

....................................................................................................................8

E. Metode Penelitian ....................................................................................13

F. Sistematika Penulisan ..............................................................................13

BAB II

AMANAH DALAM AL-QURˋAN .................................................................15

A. Pengertian Amanah ................................................................................15

B. Ayat-ayat Amanah dalam Al-Qur’an .....................................................16

C. Klasifikasi Ayat Amanah Ditinjau dari Segi Makkiyah

dan Madaniyah .......................................................................................16

Page 10: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

x

D. Asbabun Nuzul Ayat-ayat Amanah dalam Al-Qur’an ...........................18

E. Obyek Amanah ......................................................................................19

BAB III

BIOGRAFI IBN KATSĪR DAN GAMBARAN UMUM KITAB TAFSIR AL-

QURˋAN AL-ʻAẒĪM ..........................................................................................24

A. Biografi Ibn Katsir ..................................................................................24

B. Gambaran Umum Kitab Tafsir Al-Qur’an Al-‘Aẓīm ..............................27

1. Nama Tafsir......................................................................................27

2. Kitab Ringkasan Tafsir Ibn Katsīr ..................................................28

3. Corak dan Metode Penafsiran .........................................................29

4. Keistimewaan Tafsir Ibn Katsīr ......................................................32

5. Pendapat Ibn Katsīr Terhadap Isrāiliyat...........................................33

C. Penilaian Ulama Terhadap Ibn Katsīr ....................................................36

BAB IV

KLASIFIKASI AYAT-AYAT AMANAH DALAM TAFSIR IBN KATSĪR

.............................................................................................................................38

A. Tabel Amanah dalam bentuk Kewajiban dan Hak-hak

.................................................................................................................38

B. Tabel Amanah dalam bentuk Hutang Piutang

.................................................................................................................48

C. Tabel Amanah dalam bentuk Kepercayaan dan Aman

.................................................................................................................51

BAB V

PENUTUP ........................................................................................................62

Page 11: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

xi

A. Kesimpulan ............................................................................................62

B. Saran ......................................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................64

LAMPIRAN .....................................................................................................68

Page 12: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nomor: 507 Tahun 2017.

Huruf

Arab

Huruf

Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts Te dan es ث

J Je ج

Ḥ h dengan titik di bawah ح

kh ka dan ha خ

D De د

dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

Ṣ es dengan titik di bawah ص

ḍ de dengan titik di bawah ض

ṭ te dengan titik di bawah ط

ẓ zet dengan titik di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ع

Gh ge dan ha غ

F Ef ف

Q Ki ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ˋ ء

Y Ye ي

2. Vokal

Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut.

Page 13: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

xiii

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatḥah

I Kasrah

U Ḍammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ada sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ا ي

au a dan u ا و

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ا Ā a dengan garis di atas

ī i dengan garis di atas ا ي

ū u dengan garis di atas ا و

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah

maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar- rijāl, al-dīwān bukan ad-

dîwân.

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda tasydīd ) ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan

huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan

tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak

setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata

.tidak ditulis ad-ḏarûrah melainkan al-ḍarurah, demikian seterusnya (الضرورة)

Page 14: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

xiv

6. Ta Marbūṭah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbūṭah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbūṭah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbūṭah tersebut

diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/

(lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

Ṭarīqah طريقة 1

al-Jāmi‘ah al-Islāmiyyah الجامعة الإسلامية 2

Waḥdat al-wujūd وحدة الوجود 3

Page 15: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang mengatur tatanan hidup manusia dengan

sempurna tentang kehidupan individu dan masyarakat. Dalam Islam

diperkenalkan tentang adanya siksaan dan ganjaran.1 Siapa saja yang berbuat baik

dalam hidupnya dengan berpegang teguh pada ajaran Allah maka dia akan

diganjar dengan surga-Nya. Sebaliknya bagi siapa saja yang berbuat buruk dalam

hidupnya serta mengacuhkan perintah dan larangan Allah akan dimasukkan ke

dalam neraka-Nya.2 Pemahaman seperti ini tentu akan berdampak pada sikap dan

perilaku umat Islam secara umum.

Amanah merupakan ajaran Islam yang dituangkan Allah untuk makhluk-

Nya melalui ayat-ayatnya dalam al-Qur‟an. Beberapa orang telah melakukan

penelitian tentang amanah dalam al-Qur‟an dan tafsir, diantaranya adalah

Sahmiar3, Sahri

4, Diah

5. Sahmiar, dalam disertasinya mendeskripsikan bahwa

amanah mempunyai beberapa pecahan makna, satu kali maknanya aman, yang

ditujukan kepada arti keamanan, ketenteraman, hilangnya rasa takut. Pada kali

yang lain amanah mengadung makna agama, kepercayaan, kekuasaan, titipan,

pembebanan, tanggung jawab dan janji.6 Sahri, dalam artikelnya menjelaskan

bahwa sikap amanah yang diamanatkan kepada manusia harus dilaksanakan

dengan penuh ikhlas dan sabar. Dengan sikap amanahlah akan tercipta suatu

1 Wahyudi Setiawan, “Reward and Pushment dalam Perspektif Islam, Al-MURABBI,

Vol. 4, No. 2 (Januari 2018), h. 184-201. 2 Balasan dalam al-Qur‟an biasanya dibahaskan dengan kata Jazaa. Banyak ayat yang

menjelaskan hal ini seperti dalam Q.S at-Taubah: 74, al-Zalzalah: 7-8, al-Baqarah: 62, al-

„Ankabūt: 299-58, al-Bayyinah: 8, Alī Imrān: 21. Lihat Azis, “Reward-Punishment Sebagai

Motivasi Pendidikan: Perspektif Barat dan Islam”, Cendekia, Vol. 14 No. 2 (Desember 2016), h.

333-349. 3 Sahmiar Pulungan, “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qurˋan” Disertasi Program

Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2006). 4 Sahri, “Penafsiran Ayat-ayat Al-Quran Tentang Amanah Menurut M. Quraish Shihab”,

Madaniyah, Vol. No. 1 (januari 2018): h. 125-140. 5 Diah Rahmawati, “Penafsiran Kata Amanah dalam Al-Qur‟an Menurut Ṭabaṭaba‟i dan

Sayyid Quṭb, “Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kaliaga, Yogyakarta, 2008. 6 Sahmiar Pulungan, “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qurˋan” Disertasi Program

Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2006).

Page 16: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

2

kerukunan, ketenteraman dan keamanan baik dalam jiwa maupun rohania.7 Diah,

Dalam skripsinya menjelaskan pandangan Ṭabaṭabā‟i dan Sayyid Quṭb dalam

menafsirkan amanah. di dalam surat al-Anfāl ayat 27, Ṭabaṭabā‟i dan Sayyid Quṭb

sama-sama mengartikan amanah dengan suatu kewajiban yang harus

dilaksanakan. Namun pada surat al-Ahzāb:72, mereka berbeda dalam menafsirkan

amanah.8

Ibn Katsīr menafsirkan kata amanah berpangkal kepada pengertian amanah

sebagai taklīf (beban kewajiban) baik dari Allah atau manusia yang harus dijaga

dan ditunaikan sebaik-baiknya. Amanah dari Allah berupa penerimaan perintah

serta larangan secara bersyarat. Artinya jika seseorang melaksanakannya maka

diganjar dan jika meninggalkannya diberi sanksi. Sedangkan amanah sesama

manusia dalam bentuk kepercayaan, harta, jabatan dan lain sebagainya.9

Dalam penelitian-penelitian sebelumnya penulis belum menemukan makna

amanah secara khusus. Maka dari itu di sini penulis mencoba meneliti kembali

dan melengkapi point-point yang ada dari penelitian-penelitian sebelumnya

dengan tujuan memperoleh kesimpulan yang lebih terperinci dan mudah dipahami

lagi mengenai makna amanah dalam al-Qur‟an menurut pandangan Ibn Katsīr.

Dari penelitian-penelitian yang sudah ada tidak banyak mengambil ayat-ayat

amanah dalam al-Qur‟an untuk dikaji. Maka di sini penulis menambahkan

beberapa ayat-ayat amanah lebih banyak lagi dalam al-Qur‟an untuk dikaji.

Agama mengajarkan bahwa amanah adalah asas keimanan berdasarkan

sabda Rasulullah SAW, “Tidak ada Iman bagi yang tidak memiliki (sifat)

amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janjinya”. dalam

hal ini Rasulullah merupakan gambaran nyata mengenai pribadi yang baik.

Demikian dijelaskan dalam al-Qurˋan10

dan praktiknya melalui pribadi Rasulullah

SAW. Maka dengan ini tentu penting memahami sikap dan keteladanan Rasul

untuk diimplemetasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga diharapkan ajaran

agama dapat memberikan dampak pada sikap dan perilaku umat, khususnya

7 Sahri, “Penafsiran Ayat-ayat Al-Quran Tentang Amanah Menurut M. Quraish Shihab”,

Madaniyah, Vol. No. 1 (januari 2018): h. 125-140. 8 Diah Rahmawati, “Penafsiran Kata Amanah dalam Al-Qur‟an Menurut Ṭabaṭaba‟i dan

Sayyid Quṭb, “Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kaliaga, Yogyakarta, 2008. 9 Al-Imām Abī Al-Fidā‟ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm, Juz

III (Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992). h. 502. 10

Lihat Q.S al-Ahzāb: 21

Page 17: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

3

dalam membangun relasi yang baik, baik dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara.

Kata amanah sendiri sesungguhnya bukan merupakan bahasa Indonesia

asli, melainkan bahasa serapan dari bahasa Arab yaitu أمانة yang diartikan “dapat

dipercaya”.11

Hubungan dengan ayat ini Allah percaya bahwa Rasul mampu

melaksanakan tugasnya yaitu menyampaikan apa yang telah diturunkan

kepadanya.

Berbicara tentang amanah, dalam ayat lain Allah memerintahkan kepada

manusia agar dapat memberikan amanah kepada yang berhak menerima amanah

tersebut. Seperti dalam Q.S al-Nisāˋ/4: 58, Allah berfirman:

اللهيأمركمأنت ؤدواالأماناتإلأهلهاوإذاحكمتمب ي إن الناسأنتكموابالعدلإنرا. عابصي ي كانس الله ايعظكمبهإن اللهنعم

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah-

amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu

menetapkan hukum di antara manusia, hendaknya kamu

menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah sebaik-baik

pemberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar,

Maha Melihat.12

(Q.S Al-Nisāˋ: 58).

Amanah dalam ayat di atas merupakan amanah untuk menegakkan hukum

Allah swt secara adil, baik dalam kehidupan pribadi, masyarakat maupun

bernegara.13

Makna adil adalah jauh dari sifat ifrāṭ (ekstrem/ berlebihan) maupun

tafrīṭ (longgar).

Di sisi lain, pengertian amanah dalam ayat tersebut banyak diperselisihkan

oleh para mufassir. Yakni Al-Ṭabarī yang berpendapat bahwa ayat tersebut

diajukan kepada para pemimpin umat agar mereka menunaikan hak-hak umat

Islam dan menyelesaikan masalah mereka dengan baik dan adil. Berbeda dengan

Al-Maraghī yang membagi amanah ke dalam tiga jenis: pertama; amanah yang

11

Departement Pendidikan Nasional, KBBI, Cet. 4 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h.

265. 12

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, h. 113. 13

Tim Baitul Kilmah Jogjakarta, Ensiklopedi Pengetahuan Al-Qur‟an dan Hadits, h. 75.

Page 18: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

4

berasal dari Tuhan, kedua; amanah dari sesama manusia, ketiga; amanah untuk

diri sendiri. Semua amanah tersebut harus ditunaikan semaksimal mungkin.14

عنعطاءبنيس ث ناهلالبنعلي ث نااف ليحبنسليمانحد دبنسنانحد ث نامم ارحدعةالأمان هري رةرضياللهعنهقالرسولاللهصلىاللهعليهوسلمإذاضي اعةعنأب ةفان تظرالس

اعة أهليهفان تظرالس كيفإضاعت هايارسولاللهقالإذااسندالأمرإلغي قال

“Telah menceritakan kepada kami (Muhammad bin Sinan) telah

menceritakan kepada kami Fullah bin Sulaiman telah

menceritakan kepada kami (Hilal bin Ali) dari (ˋAtho bin Yasar)

dari (Abu Hurairah) ra mengatakan: Rasulullah saw bersabda:

“Jika amanah telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi,”

Ada seorang sahabat bertanya; „Bagaimana maksud amanah

disia-siakan?‟ Nabi menjawab: “Jika urusan diserahkan bukan

kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.”15

Hadits ini merupakan salah satu pesan Rasul agar umatnya memberikan

kepercayaan kepada yang bisa dipercaya. Kemampuan yang dimiliki seseorang

menjadi penting dalam pertimbangan untuk mengemban sebuah amanah. Karena

hal ini akan berdampak pada terlaksana atau tidaknya sebuah amanah yang

diberikan. Dalam riwayat lain Nabi saw menjadi seorang pemimpin agama dan

pemimpin politik. Beliau bersabda:

هوكمراعومسئولعنرئيتهفالإمامراعوهومسئ ولعنرئيتهوالرجلفأهلهراعوكلمالسيد مسئ ولعنرئيتهوالمرأةفب يتزوجهاراعيةوهيمسئ ولةعنرئيتهاوالادمف

براعوهومسئ ولعنرئيتهقالفسمعتهؤلاءمنرسولاللهصلاللهعليهوسلموأحسعنرئيتهفكلكمراعالنبصلاللهعليهوسلموالرجلفمالأبيهفالإمامراعوهومسئ ول

16كلكمومسئولعنرئيته. “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai

pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Imam (kepala negara)

adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas

rakyatnya. Seorang suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan

akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang istri

adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya dan akan

dimintai pertanggungjawaban atas urusan rumah tangga tersebut.

Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya dan

14

Kementerian Agama RI, Tafsir al-Qur‟an Tematik “Etika Berkeluarga,

Bermasyarakat, dan Berpolitik” (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 38. 15 Imam al-Bukhārī, Ṣahīh al-Bukhārī (Dār al-Kutb al-Ilmiyah, 1992), No hadits 6015. 16

Abu Abdullah Muhammad bin Ismā‟īl bn Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Bukhārī, Ṣaḥīh

al-Bukhārī, (Beirut: Dar al-Thaba‟iyah al-Muniriyah, 1412 H/1997 M), h. 62.

Page 19: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

5

akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan tanggung jawabnya

tersebut”. Dia („Abdullah bin „Umar radliallahu „anhuma) berkata:

“Aku mendengar semua itu dari Rasulullah saw dan aku pun

mendengar Nabi saw juga bersabda”: “Dan seorang laki-laki adalah

pemimpin atas harta bapaknya dan akan dimintai

pertanggungjawaban atasnya dan setiap kalian adalah pemimpin dan

setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang

dipimpinnya.”

Rasulullah saw menegaskan bahwa puncak kemusnahan manusia yang

menjadi tanda akan terjadinya hari kiamat ialah apabila amanah tidak diserahkan

kepada orang yang berkelayakan.17

Terbukti dalam sejarah, bahwa hancurnya

sebuah negeri dan terlantarnya manusia adalah karena kebusukan akhlak

pemimpinnya dalam menjaga amanah. Ingat, bahwa segala fasilitas yang

diberikan untuk memenuhi kebutuhan manusia sudah Allah sediakan secara

seimbang. Tidak mungkin Allah mendzalimi makhluk-Nya. Maka jika ternyata

ditemukan ketidakseimbangan di berbagai tempat, pasti itu terjadi karena adanya

kedzaliman yang diperbuat oleh manusia sendiri.18

Namun apabila diperhatikan pada ayat lain yaitu dalam Q.S al-Ahzāb/33:

72. Allah SWT berfirman:

أنيملن هاوأشفقن ماواتوالأرضوالبالفأب ي هاوحلهاإناعرضناالأمانةعلىالس من كانظلوماجهولا الإنسانإنه

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada

langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk

memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya,

dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia

itu amat zalim dan amat bodoh."

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa amanah yang diembankan kepada

manusia sesungguhnya amanah yang tidak sanggup diemban oleh langit, bumi

dan gunung-gunung. Pernyataan ini diakhiri dengan penilaian Allah kepada

manusia atas kesanggupannya mengemban amanah tersebut bahwa sesungguhnya

manusia adalah makhluk yang dzalim dan amat bodoh.

17

Pusat Dakwah Islamiyah Kementerian Hal Ehwal Ugama, Jujur, Amanah, dan

Bijaksana dalam Pekerjaan (Brunei Darussalama, 1999), Cetakan I, h. 15. 18

Tim Baitul Kilmah Jogkarta, Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur‟an dan Hadits

(Jakarta: Kamil Pustaka, 2013), Jilid 7, h. 76-77.

Page 20: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

6

Beberapa pandangan para ulama mengenai pengertian amanah dalam ayat

ini, di antaranya Mujahid, Saʻīd bin Jubair, aḍ-Ḍahak, Hasan Baṣri dan ulama

lainnya yang mengatakan bahwa amanah itu berarti kewajiban-kewajiban. Ulama

lain mengatakan bahwa amanah pada ayat di atas bermakna ketaatan. Qatādah

memahaminya sebagai agama, kewajiban dan hudūd.19

Sedangkan Ibn Katsīr memberikan argumen mengenai ayat tersebut, yakni

semua pendapat tersebut tidaklah kontradiktif namun saling melengkapi dan

berpangkal kepada pengertian amanah sebagai taklif (beban kewajiban) dan

penerimaan perintah serta larangan secara bersyarat. Artinya jika seseorang

melaksanakannya, maka diganjar dan jika meninggalkannya, maka diberi sanksi.

Kemudian amanah itu diterima oleh manusia karena kelemahan dan

kebodohannya, kecuali orang yang diberi taufik oleh Allah. Dialah tempat

memohon pertolongan.

Untuk memahami konsep amanah yang terdapat dalam al-Qurˋan perlu di

lihat dari berbagai konteks yang melingkupi turunnya ayat-ayat amanah tersebut,20

selain itu pendekatan dalam memahami ayat yang digunakan juga harus

mempresentasikan berbagai pendekatan setidaknya pendekatan bi al-raˋyi atau bi

al-maˋtsūr. Hal ini penting untuk dilakukan agar memperoleh pemahaman yang

komprehensif terkait tema amanah.

Term (amanah) ini menarik untuk dikaji karena pertimbangan seringnya

pemakaian term ini dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Penelitian

ini difokuskan pada penafsiran Ibn Katsīr atas ayat-ayat amanah dalam karya tulis

yang terkenal dengan Tafsīr al-Qurˋan al-ˋAẓīm. Tafsir ini dapat dikategorikan

sebagai salah satu kitab tafsir dengan corak dan orientasi tafsīr bi al-maˋtsūr.21

19

Al-Imām Abī Al-Fidā‟ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm

(Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992), Juz III, h. 501. 20

Konteks turun ayat mengandung pesan yang sangat penting dalam pemahaman al-

Qur‟an, yaitu konteks sosio-historis di mana asbāb al-nuzūl merupakan bagian darinya. Lihat

Muqaddimah, “Urgensi Tafsir Konteksual Dalam Penafsiran al-Qur‟an “FARABI, vol. 12 No. 1

(Juni 2015): h. 138-149. 21

Namun perlu diperhatikan, bahwa dimasukkannya suatu kitab tafsir ke dalam kategori

yang bercorakkan bi al-ma‟tsūr tidak berarti menutup kemungkinan bagi penulisnya untuk

memasukkan juga unsur-unsur non riwayat, seperti kupasan ijtihad. Pengkategorian di atas

hanyalah untuk menunjukkan dominasi unsur riwayat saja. Lihat Rosihon Anwar, Melacak Unsur-

unsur Israiliyyat dalam Tafsir Al-Ṭabarī dan Tafsir Ibn Katsīr, h. 72.

Page 21: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

7

Atau tafsir bi al-riwāyah,22

karena dalam tafsir ini sangat dominan memakai

riwayat/ hadits, pendapat sahabat dan tabi‟in. Metode yang ditempuh oleh Ibn

Katsīr yang merupakan seorang ulama besar ahli tafsir dan hadits yang hidup pada

abad ke-8 H yang cara penafsirannya menggunakan metode (manhaj) tahlilī23

yaitu metode analitis. Kategori ini dikarenakan pengarangnya menafsirkan ayat

demi ayat secara analitis menurut urutan mushaf al-Qur‟an. Penafsiran seperti ini

dianggap sebagai metode yang terbaik karena relatif belum dipengaruhi oleh

kepentingan dan tujuan tertentu.

Penafsiran Ibn Katsīr penulis anggap mampu memberikan kontribusi yang

menarik mengenai pemaknaan terhadap ayat-ayat amanah. Jika dibandingkan

dengan Tafsīr Al-Ṭabarī Penafsiran Ibn Katsīr ini memiliki keistimewaan, seperti

dalam hal ketelitian sanadnya, kesederhanaan ungkapannya dan kejelasan ide

pemikirannya.24

Sehingga menarik untuk di ketahui bagaimana konsep amanah

dipahami olehnya. Sehingga dalam karya tulis ini, penulis mengambil judul

“PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AMANAH DALAM TAFSIR AL-

QURˋAN AL-ʻAẒĪM (Kajian Tematis Ayat-ayat Amanah).

B. Rumusan Masalah

Dari beberapa penjelasan yang dipaparkan pada latar belakang di atas,

tulisan ini difokuskan kepada term amanah, dan berupaya menggali makna

amanah tersebut dengan menggunakan tafsir tematis. Dengan mengumpulkan

seluruh tema amanah dari batasan ayat yang tersedia maka penulis hanya

mengambil beberapa ayat saja mengenai tema amanah menurut Ibn Katsīr dalam

tafsir al-Qur‟an al-„Aẓīm. Berdasarkan latar belakang di atas, dalam penelitian ini

ditentukan rumusan masalah yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana Ibn Katsīr menafsirkan ayat-ayat amanah?

22

Abd Muīn Sālim, Metode Ilmu Tafsir (Yogyakarta: TERAS, 2010), h. 42. 23

Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur‟an (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 149. 24

Dadi Nurhaedi, “Tafsir al-Qurˋan al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.),

Studi Kitab Tafsir, h. 147-148.

Page 22: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan dan kegunaan yang diharapkan dapat

menambah manfaat baik yang bersifat ilmiah maupun akademik, yaitu:

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami makna

amanah menurut Ibn Katsīr dalam Tafsir al-Qur‟an al-„Aẓīm.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: penelitian ini mampu

memberikan pengetahuan kepada setiap pembaca dalam memahami maksud ayat-

ayat yang berkenaan dengan makna amanah yang dikemukakan oleh Ibn Katsīr .

serta diharapkan penelitian ini guna melengkapi tulisan-tulisan sebelumnya terkait

tentang amanah, dan dapat menjadi bagian dari bahan ajar pada mata kuliah

metode tafsir. Penelitian ini juga dapat menjadi pembanding terhadap penelitian-

penelitian berikutnya khususnya pada tema yang sama.

D. Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan penulis, kajian tentang amanah sudah banyak ditulis

baik dalam bentuk artikel, skripsi, tesis maupun disertasi, namun ditulis dengan

tema serta analisis yang berbeda. Untuk itu penulis mengangkat tema amanah

dalam pandangan Ibn Katsīr dengan kajian tematis ayat-ayat amanah dimana Ibn

Katsīr mengartikan kata amanah sesuai dengan konteks ayat al-Qurˋan yang

dibahas. Akhirnya penulis mendapatkan beberapa pustaka yang memberikan

inspirasi dan mendasari penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

Disertasi Sahmiar Pulungan dengan judul “Wawasan Tentang Amanah

Dalam Al-Qurˋan”25

disertasi ini menjelaskan bahwa amanah berakar dari kata

amina yang mempunyai beberapa pecahan makna, satu kali maknanya aman, yang

ditujukan kepada arti keamanan, ketenteraman, hilangnya rasa takut, dengan

hilangnya rasa takut tersebut manusia merasa tenteram dan damai dari ancaman

rasa ketakutannya. Pada kali yang lain amanah mengadung makna agama,

kepercayaan, kekuasaan, titipan, pembebanan, tanggung jawab dan janji. Makna-

makna amanah tersebut terlihat bahwa semua itu mencerminkan kedudukan,

peran, dan kualitas dari si pemikul amanah, dan setiap manusia tidak lepas dari

25

Sahmiar Pulungan, “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qurˋan” Disertasi Program

Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2006).

Page 23: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

9

jaring amanah. tidak ada celah manusia untuk menghindar dari menjalankan

amanah apapun status mereka, dan bagaimanapun kualifikasi dan status sosial

mereka.

Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Ivan dan Desma adalah sama-

sama membahas amanah dalam al-Qur‟an. Perbedaannya adalah penelitian ini

cakupannya sangat luas dengan mengartikan amanah dalam berbagai pandangan.

Sedangkan dalam penelitian saya lebih fokus menggunakan pandangan Ibn Katsīr

dalam menafsirkan ayat-ayat amanah dan mengkaji ayat-ayat amanah lebih

banyak dari penelitian tersebut.

Artikel Sri Herianingrum tentang Implementasi Nilai-nilai Amanah pada

Karyawan Hotel Darussalam Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo.26

Ia

menjelaskan bahwa amanah adalah sikap Rasul yang menjadi kunci sukses

keberhasilan beliau dalam menjalankan tugas besarnya menyebarkan agama Islam

juga menjadi alasan paling berpengaruh dalam pembinaan ekonomi masyarakat

muslim saat itu. Dalam penelitian ini terdapat indikator-indikator yang menjadi

bagian dari sifat amanah yakni meliputi tanggung jawab, transparasi, serta tepat

janji. Implementasi sifat amanah dalam pelayanan yang dilakukan oleh para

karyawan hotel akan mampu menghasilkan output berupa pelayanan yang

berkualitas. Pelayanan yang berkualitas akan mampu meningkatkan kondisi

ekonomi baik bagi diri sendiri maupun bagi pihak lain.

Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Ivan dan Desma adalah sama-

sama membahas amanah. Perbedaannya adalah penelitian ini menerapkan sifat

amanah yang dilakukan oleh karyawan hotel dalam pelayanannya. Sedangkan

dalam penelitian saya membahas ayat-ayat amanah dalam al-Qur‟an menurut

pandangan Ibn Katsir.

Artikel Sahri dengan judul “Penafsiran Ayat-ayat Al-Quran Tentang

Amanah Menurut M. Quraish Shihab”27

dalam jurnal ini menjelaskan bahwa

sikap amanah yang diamanatkan kepada manusia harus dilaksanakan dengan

penuh ikhlas dan sabar. Dengan sikap amanahlah akan tercipta suatu kerukunan,

26

Sri Herianingrum, dkk, “Implementasi Nilai-nilai Amanah pada Karyawan Hotel

Darussalam Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo”, Al-Tijarah, Vol. 1, No. 1 (Juni 2015): h. 59-

71. 27 Sahri, “Penafsiran Ayat-ayat Al-Quran Tentang Amanah Menurut M. Quraish Shihab”,

Jurnal Madaniyah, Vol. No. 1 (januari 2018): h. 125-140.

Page 24: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

10

ketenteraman dan keamanan baik dalam jiwa maupun rohania. Bahkan, Allah

telah menjelaskan dan menerangkan banyak sekali tentang amanah di dalam al-

Qur‟an. Dengan secara tidak langsung, bahwa amanah harus dilaksanakan tanpa

harus didustakan. Amanah tidak hanya berhubungan dengan Allah, melainkan

berhubungan dengan sesama manusia dan ciptaan Allah bahkan berhubungan

dengan diri sendiri.

Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Sahri adalah sama-sama

membahas konsep amanah dalam al-Qur‟an. Perbedaannya adalah penelitian ini

menggunakan pandangan M. Quraish Shihab dan mengkaji ayat-ayat amanah

hanya lima ayat dari surat yang berbeda dalam al-Qur‟an. Sedangkan dalam

penelitian saya, menggunakan pandangan Ibn Katsīr dengan menggunakan kitab

tafsirnya tafsir al-Qur‟an al-„Aẓīm dan mengkaji ayat-ayat amanah lebih dari itu.

Skripsi Diah Rahmawati dengan judul “Penafsiran Kata Amanah dalam al-

Qurˋan Menurut Ṭabaṭaba’i dan Sayyid Quṭb”28

Dalam pandangan Ṭabaṭabā‟i

dan Sayyid Quṭb terdapat persamaan dan perbedaan dalam menafsirkan amanah.

di dalam surat al-Anfāl ayat 27, Ṭabaṭabā‟i dan Sayyid Quṭb sama-sama

mengartikan amanah dengan suatu kewajiban yang telah dibebankan kepada

manusia dan kewajiban itu harus dilaksanakan. Jika manusia melaksanakan

kewajiban tersebut maka akan mendapatkan pahala, namun apabila kewajiban itu

tidak dilaksanakan berarti ia telah berdosa. Namun dalam surat al-Ahzāb:72,

mereka berbeda dalam menafsirkan amanah. Ṭabaṭabā‟i menafsirkan amanah

adalah sesuatu yang dipercayakan Allah kepada manusia untuk memeliharanya

demi keselamatannya, kemudian amanat itu dikembalikan kepada Allah

sebagaimana yang dikehendakinya. Sedangkan Sayyid Quṭb mengartikan amanah

secara umum yaitu sebagai seluruh amanat baik amanat-amanat dalam kehidupan

manusia maupun amanat-amanat dalam agama.

Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Diah adalah sama-sama

membahas amanah dalam al-Qur‟an. Perbedaannya adalah penelitian ini

menggunakan metode muqaran (perbandingan). Sedangkan dalam penelitian saya

menggunakan metode tematik dan hanya fokus terhadap 1 kajian tafsir yaitu

Tafsir al-Qur‟an al-„Aẓīm karya Ibn Katsīr.

28

Diah Rahmawati, “Penafsiran Kata Amanah dalam Al-Qur‟an Menurut Ṭabaṭaba‟i dan

Sayyid Quṭb, “Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kaliaga, Yogyakarta, 2008.

Page 25: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

11

Ahyani Radhiani Fitri Dan Ami Widyastuti29

meneliti tentang “Orang Tua

yang Amanah Tinjauan Psikologi”. Pendekatan Psikologi yang digunakan ialah

pendekatan indijinus. Menurut penjelasan keduanya pendekatan psikologi

indijinus merupakan pendekatan yang dilihat dari sudut pandang budaya lokal,

yang memungkinkan untuk melihat setiap fenomena berdasarkan konteks terkait.

Kajiannya ialah orang tua yang amanah studi kasus masyarakat melayu.

Menurutnya ada empat kategori ciri-ciri ayah dan ibu yang amanah yaitu dalam

segi 1) peran, 2) karakter, 3) integritas, dan 4) benevoleance. Peran merupakan

kemampuan yang dilakukan orang tua untuk menunaikan amanah, karakter adalah

tabiat atau sifat yang mengarahkan pada perilaku amanah orang tua, sedangkan

integritas merupakan kesesuaian dan konsistensi antara komitmen dan perilaku

orang tua pada anak, dan benevoleance merupakan bentuk perhatian dan kasih

sayang yang ditunukkan orang tua sehingga anak merasakan kenyamanan dan

keamanan.

Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Ahyani dan Ami adalah sama-

sama membahas amanah dalam al-Qur‟an. Perbedaannya adalah penelitian ini

menggunakan pendekatan psikologi. Sedangkan dalam penelitian saya

menggunakan metode tafsir tematik yaitu Tafsir al-Qur‟an al-„Aẓīm karya Ibn

Katsīr.

Ivan Muhammad Agung Dan Desma Husni30

melakukan penelitian mengenai

“Pengukuran Amanah dalam pendekatan kualitatif dan kuantitatif”. Amanah

merupakan konsep Islam yang sudah sering digunakan dalan konteks masyarakat

Indonesia. Berdasarkan hasil studi pertama menunjukkan bahwa dapat diketahui

bahwa orang amanah adalah orang yang memiliki karakter positif, seperti dapat

dipercaya, bertanggung jawab, jujur dan mampu melaksanakan tugas yang

diberikan. sedangkan pada studi kedua menunjukkan bahwa amanah terbentuk

atas tiga faktor atau komponen dalam skala amanah, yaitu integritas,

melaksanakan tugas dan kebijakan.

29

Ahyani Radhiani Fitri dan Ami Widyastuti, “Orang Tua Yang Amanah: Tinjauan

Psikologi Indijinus”, Jurnal Psikologi Sosial, Vol. 15, No. 01 (2017): h. 12-24. 30

Ivan Muhammad Agung Dan Desma Husni, “Pengukuran Konsep Amanah Dalam

Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif”, Jurnal Psikologi, Vol. 43, No. 3 (2016): h. 194-206

Page 26: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

12

Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Ivan dan Desma adalah sama-

sama membahas amanah. Perbedaannya adalah penulis membahas makna ayat-

ayat amanah dalam al-Qur‟an dengan menggunakan metode tafsir tematik dan

pendekatan kualitatif dalam penelitian penulis.

Ricca Angreini Munthe dan Ami Widyastuti31

menulis sebuah artikel tentang

“Saudara Yang Amanah: Tinjauan Psikologi Indijinus”. penelitian ini

termasuk penelitian lapangan. yang menjadi informasi adalah masyarakat melayu,

menurutnya masyarakat Melayu merupakan salah satu suku di Indonesia yang

menjungjung tinggi kolektivitas budaya. Hal ini dapat terlihat dari Interaksi

masyarakat Melayu, salah satunya dalam bentuk persaudaraan. Dari penelitiannya

ini ia berkesimpulan bahwa Saudara yang dianggap amanah adalah saudara

dengan karakter dipercaya, bertanggungawab, disiplin, bijaksana, dan cerdas yang

menjalankan peran sebagai anggota keluarga yang mendidik, melindungi, menjadi

tauladan, dan mengurus saudaranya karena memiliki kebaikan hati (peduli, baik

dan kasih sayang) terhadap saudaranya. Nilai-nilai ajaran Islam, khususnya yang

mengatur hubungan antar sesama manusia, telah tercermin dalam pola pikir

(penilai) dan perilaku (yang dinilai) persaudaraan remaja Melayu.

Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Ivan dan Desma adalah sama-

sama membahas amanah. Perbedaannya adalah penelitian ini menggunakan

pendekatan psikologi dan studi lapangan. Sedangkan dalam penelitian saya

menggunakan pendekatan metode tafsir tematik dengan menggunakan Library

research (studi kepustakaan).

Dari sekian banyak karya yang bersinggungan dengan penelitian yang

sedang penulis lakukan, penulis belum menemukan penelitian yang secara

spesifik dan fokus membahas tentang penafsiran ayat-ayat amanah menurut Ibn

Katsīr. Perbedaan yang paling mendasar adalah sudut pandang yang diambil

dalam menafsirkan dan memberikan pandangan tentang ayat-ayat amanah. Di sisi

lain, kesimpulan dalam menafsirkan ayat-ayat amanah pun akan memberikan hasil

penafsiran yang berbeda. Hal inilah yang membedakan penelitian sebelumnya

dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.

31

Ricca Angreini Munthe dan Ami Widyastuti, “‟Saudara Yang Amanah: Tinjauan

Psikologi Indijinus”, Jurnal Psikologi Sosial, Vol. 15, No. 01 (2017): h. 25-34

Page 27: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

13

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang

apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistic, dan dengan cara deskripsi

dalam bentuk kata-kata dan bahasa; pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Oleh karena itu, jenis penelitian

yang digunakan adalah library research (penelitian kepustakaan), yaitu suatu

metode dengan mengumpulkan dan menggunakan data-data yang diperoleh dari

beberapa referensi dengan cara membaca, menelaah buku-buku, skripsi, jurnal

dan literatur-literatur lain yang tentunya berhubungan dengan pembahasan pada

skripsi ini.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini, terdapat dua jenis sumber data penelitian , yaitu data

primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang secara langsung berkaitan

dan menjadi rujukan utama dalam penulisan skripsi ini, meliputi Tafsīr al-Qurˋan

al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr. Sedangkan data sekunder adalah sumber-sumber lain

yang berkaitan dengan kaya tulis ini, yang menjadi data pendukung serta relevan

dengan judul skrispi yang penulis ambil.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan merupakan hal yang penting karena mempunyai

fungsi untuk menyatakan garis-garis besar dari masing-masing bab yang saling

berkaitan dan berurutan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan dalam

penyusunan dan tidak keluar dari pembahasannya. Adapun sistematika

pembahasan sebagai berikut:

Bab I, merupakan langkah awal dalam penelitian ini, yang mana penulis

memberikan gambaran mengenai penelitian yang akan penulis lakukan. Bab ini

menjelaskan tentang latar belakang penelitian penulis kemudian rumusan masalah

berdasarkan latar belakang tersebut serta tujuan dan kegunaan penelitian ini.

Penelitian ini didukung oleh beberapa pustaka dengan beberapa metode

Page 28: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

14

penelitian. Adapun sistematika pembahasan guna menjadikan penelitian ini

tersusun rapi.

Bab II, berisi deskripsi mengenai amanah dalam al-Qurˋan yang meliputi

tentang definisi amanah secara etimologi dan terminologi. Ini dimaksudkan untuk

melihat argumen masing-masing tentang perbedaan pendapat mengenai definisi

kata amanah. Kemudian dilanjutkan pembahasan tentang ayat-ayat amanah dalam

al-Qurˋan dari berbagai bentuk dan tempatnya disertai dengan asbāb al-nuzūl.

Setelah itu, penulis akan mengklasifikasikan ayat-ayat amanah tersebut yang

ditinjau dari segi Makiyyah dan Madaniyah. Pada pembahasan selanjutnya akan

dipaparkan mengenai siapakah obyek atau sasaran yang diberi amanah serta isi

dari amanah tersebut.

Bab III, penulis akan mendeskripsikan sosok Ibn Katsīr dan kitab tafsirnya

yaitu Tafsīr Al-Qurˋan Al-ʻAẓīm. Pada bagian pertama akan dipaparkan tentang

biografi Ibn Katsīr, kemudian dilanjutkan pembahasan mengenai gambaran umum

tentang kitab Tafsīr Ibn Katsīr yang meliputi Nama Tafsir, Ringkasan Tafsīr Ibn

Katsīr, Corak dan Metode Penafsiran, Keistimewaan Tafsīr Ibn Katsīr serta

Pendapat Ibn Katsīr Terhadap Isrāiliyāt. Sedangkan pada bagian berikutnya akan

dipaparkan mengenai beberapa penilaian ulama terhadap Ibn Katsīr. Hal ini

bertujuan untuk mendapatkan gambaran lengkap dari pemikiran dan metode

penafsiran Ibn Katsīr terhadap ayat-ayat amanah.

Bab IV, secara khusus berbicara tentang Klasifikasi Ayat-ayat Amanah

dalam Tafsīr Al-Qurˋan Al-ʻAẓīm. Amanah dalam bentuk kewajiban dan hak-hak,

hutang piutang dan kepercayaan atau rasa aman.

Bab V, berisikan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan jawaban

terhadap pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah serta berisi saran-

saran.

Page 29: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

15

BAB II

AMANAH DALAM AL-QURˋAN

A. Pengertian Amanah

1. Pengertian Etimologi

Amānah ( الأمانة) berasal dari kata أمانة-أمنا-يأمن-أمن yang artinya jujur

atau dapat dipercaya.1 Dalam Lisān Al-ʻArab dijelaskan amanah bermakna (dan

sungguh saya merasa aman, maka saya orang yang aman dan percaya). Kata

amanah merupakan antonim dari rasa takut, dan amanah merupakan lawan kata

khianat.2 A.W. Munawwir dalam Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia

Terlengkap memaknai kata amanah dengan segala yang diperintahkan Allah

kepada hamba-Nya.3 Sedangkan Ibrahim Anis dalam Al-Muʻjam Al-Wasiṭ

memaknai kata amanah dengan al-wafāˋ (memenuhi) dan al-wadīʻah (titipan).4

Kata amanah dan īmān berasal dari akar kata yang sama yaitu أمن. Kedua

kata tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat. Keterkaitan itu terlihat dari

sabda Nabi saw, “Tiada iman bagi orang yang tidak menunaikan amanah dan

tiada agama bagi orang yang tidak menunaikan janji.”5

2. Pengertian Terminologi

Kata amanah mempunyai pengertian yang luas, misalnya suatu tanggung

jawab yang dipikul oleh seseorang atau titipan yang diserahkan kepadanya untuk

diserahkan kembali kepada orang yang berhak. Juga berarti kejujuran dalam

melaksanakan tanggung jawab.6 Dalam tafsirnya, al-Maraghī menjelaskan

tentang definisi amanah ke dalam tiga bagian, yaitu: Pertama; amanah hamba

dengan Rabb-nya; yaitu apa yang telah dijanjikan Allah kepadanya untuk

dipelihara, berupa melaksanakan segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-

Nya dan menggunakan segala perasaan dan anggota badannya untuk hal-hal yang

1 Tim Baitul Kilmah Yogyakarta, Ensiklopedi Pengetahuan Al-Qur‟an dan Hadits, Jilid 7

(Jakarta: Kamil Pustaka, 2013), h. 74. 2 Abu al-Fadl Jamāl al-Dīn Muhammad Ibn Mukrom Ibn Manzur, Lisan Al-„Arab, juz 16

(Beirut: Dār Ṣadr, 1995), cet I, h. 160. 3 A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997), h. 41. 4 Ibrahim Anis, Al-Mu‟jam Al-Wasit (Sl: Sn, Sa), juz I, cet 4, h. 28.

5 Tim Baitul Kilmah Yogyakarta, Ensiklopedi Pengetahuan Al-Qur‟an dan Hadits, Jilid

7 (Jakarta: Kamil Pustaka, 2013), h. 75. 6 Fachruddin Hs, Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur‟an dan Hadits, Jilid 7. h. 15

Page 30: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

16

bermanfaat baginya dan mendekatkan kepada Rabb. Kedua; amanah hamba

dengan sesama manusia; di antaranya adalah mengembalikan titipan kepada

pemiliknya, tidak menipu, menjaga rahasia dan lain sebagainya. Ketiga; amanah

manusia terhadap dirinya sendiri, seperti hanya memilih yang paling pantas dan

bermanfaat baginya dalam masalah agama dan dunianya.7

B. Ayat-ayat Amanah dalam Al-Quran

Dalam al-Qurˋan, penyebutan term amanah menggunakan beberapa

macam derivasi. Untuk mengetahui gambar tentang bentuk derivasi kata amanah

sebagaimana yang disebutkan oleh Muhammad Fuad Abd al-Bāqî dalam bukunya

Al-Mufahras li Alfāẓ Al-Qur‟an Al-Karīm8 adalah:

Tabel 2.1 Ayat-ayat Amanah

NO BENTUK LAFAZ LETAK AYAT

الأمانة .1 (al-amānatu) Q.S Al-Ahzab: 72

الأمانات .2 (al-amānātu) Q.S Al-Nisāˋ: 58

أوتمن .3 (uˋtumina) Q.S Al-Baqarah: 283

أماناتكم .4 (amānātikum) Q.S Al-Anfāl: 27

أماناتهم .5 (amānātihim) Q.S Al-Mu‟minūn: 8

آمين .9 (āmīn) Q.S Al-A‟rāf: 68, Q.S Al-Syu‟ara: 107,

125, 143, 162, 178, Q.S Al-Naml: 39, Q.S

Al-Takwir: 21 dan Q.S Al-Tīn: 3

C. Klasifikasi Ayat Amanah Ditinjau dari Segi Makkiyah dan Madaniyah

Hal-hal lain yang dapat membantu memahami al-Qurˋan dan tafsirnya

adalah dengan pengetahuan tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah. Untuk

mengetahui ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, para ulama bersandar pada dua

metode pokok, yaitu:9

1. Metode simāˋi naqlī (metode mendengar dan menukil). Metode ini

disandarkan kepada riwayat yang ṣaḥīh dari sahabat yang hidup semasa

wahyu diturunkan dan mereka menyaksikannya atau kepada tabi‟in yang

menerima wahyu dari sahabat dan mendengar dari mereka tentang cara

7 Ahmad Muṣṭafā al-Maraghī, Tafsir al-Maraghī terj. Bahrun Abu Bakar dkk, Juz V

(Semarang: Toha Putra, 1986), h. 116. 8 Muhammad Fuad Abd al-Bāqī, Al-Mu‟jam Al-Mufahras lī Alfaz Al-Qur‟an Al-Karīm

(Beirut: Dār al-Fikr, 1981), h. 88-89. 9 Syaikh Muhammad Jamil Zainu, Bagaimana Memahami al-Qur‟an terj. Salafuddin Aj.

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1995). Cet. I, h. 52-53.

Page 31: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

17

turunnya wahyu. Kebanyakan ayat disebut makkiyah dan madaniyah

diketahui dengan metode seperti ini.

2. Metode qiyāsi ijtihādi (metode analogi berdasarkan ijtihad). Metode ini

disandarkan pada ciri-ciri khusus (karakteristik) makkiyah dan

madaniyah.

Selanjutnya, pengelompokkan ayat amanah berdasarkan Makkiyah dan

Madaniyah dapat dilihat dari tabel berikut ini:10

Tabel 2.1 Klasifikasi Makkiyah

Nama Surat No Urut

Turun

No Urut

Mushaf Variasi Kata

Q.S Al-Takwīr: 21 7 81 أمين

Q.S Al-Tīn: 3 28 95 الأمين

Q.S Al-Aʻrāf: 68 39 7 أمين

Q.S Al-Syuʻarāˋ:

107, 125, 143, 162,

178

أمين 26 47

Q.S Al-Naml: 39 48 27 أمين

Q.S Al-Muˋminūn: 8 74 23 أماناتهم

Tabel 2.2 Klasifikasi Madaniyah

Nama Surat No Urut

Turun

No Urut

Mushaf Variasi Kata

Q.S Al-Baqarah: 283 87 2 أؤتمن

Q.S Al-Anfāl: 27 88 8 أماناتكم

Q.S Al-Ahzāb: 72 90 33 الأمانة

Q.S Al-Nisāˋ: 58 92 4 الأمانات

Jika dilihat dari tabel di atas, secara umum ayat-ayat amanah tergolong

ke dalam ayat Makkiyah. Adapun perbedaan ayat-ayat amanah Makkiyah dan

Madaniyah terletak pada sisi obyeknya. Rinciannya adalah ayat amanah yang

obyek kajiannya manusia termasuk kategori ayat Madaniyah. Sedangkan sisanya

(Nabi, Malaikat, Jin dan Wilayah) termasuk kategori ayat Makkiyah.

10

Zainal Arif, Ulum Al-Qur‟an Cara Memahami Kandungan Al-Qur‟an (Banten: Pustaka

Getok Tular, 2017). Cet . I, h. 154-156.

Page 32: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

18

D. Asbabun Nuzul Ayat-ayat Amanah dalam Al-Qurˋan

Sebagaimana dikutip Nashruddin Baidan, Bint al-Syāṭiˋ berpendapat,

“Ayat-ayat (yang mempunyai satu peristiwa sebab turun) itu tidak turun kecuali

pada masa di mana suatu peristiwa terjadi (karena itu) pengertian sebab di sini

tidak mengandung makna kausalitas (sebab-akibat).”11

Artinya, turunnya suatu

ayat tidak disebabkan oleh peristiwa yang terjadi, melainkan tetap menurut

kehendak Allah. Sedangkan peristiwa yang terjadi tersebut hanya berguna untuk

memperjelas maksud yang terkandung di dalam pesan yang dibawa oleh ayat

yang turun itu. Al-Wāhidi berkata mengetahui asbāb al-nuzūl suatu kewajiban

dan harus mendapat perhatian yang utama. Dari 10 ayat amanah yang disebutkan

dalam al-Qurˋan, ada 2 ayat yang mempunyai asbāb al-nuzūl. Dua ayat tersebut

ialah Q.S Al-Nisāˋ: 58 dan Al-Anfāl 27. Rinciannya sebagai berikut:

(Q.S. Al-.Nisāˋ: 58)

إ لىن إ إ ن اللهيأم ر ك مأنت ؤدواالأمانات أنتك م واب العدل الن اس أهل هاوإ ذاحكمت مب يرا) ي عابص ي كانس (۸۵اللهن ع م ايع ظ ك مب ه إ ن الله

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada

yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan

hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.

Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya

kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha

melihat.”

“Ibn Mardawaih meriwayatkan dari jalur al-Kalbi dari Abu Ṣāleh bahwa

Ibn ʻAbbās berkata, “Ketika Rasulullah saw menaklukkan Mekkah,

beliau memanggil Utsmān bin Ṭalḥah. Ketika Usman bin Ṭalḥah datang,

Rasulullah saw bersabda, “Tunjukkanlah kunci Kaʻbah kepadaku.” Lalu

dia datang kembali dengan membawa kunci Ka‟bah dan menjulurkan

tangannya kepada Rasulullah saw sembari membuka telapaknya.”

“Ketika itu juga al- Abbās bangkit lalu berkata, “Wahai Rasulullah

berikan kunci itu kepada saya agar tugas memberi minum dan kunci

Kaʻbah saya pegang sekaligus ” Maka Utsmān menggenggam kembali

kunci itu ”

“Rasulullah saw pun bersabda, “Berikan kepadaku kunci itu

ahai Utsmān.” Maka Utsmān berkata, “Terimalah dengan amanah

11

Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur‟an (Yogyakarta Pustaka Pelajar 2002),

h. 275.

Page 33: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

19

Allah ” Lalu Rasulullah saw bangkit dan membuka pintu Kaʻbah.

Kemudian beliau melakukan tawaf mengelilingi Kaʻbah ”

“Kemudian Jibril turun menyampaikan wahyu kepada Rasulullah saw

agar beliau mengembalikan kunci itu kepada Utsmān bin Ṭalḥah Beliau

pun memanggil Utsmān dan memberikan kunci itu kepadanya. Kemudian

beliau membaca firman Allah swt Q.S al-Nisāˋ: 58 tersebut hingga akhir

ayat.”12

(Q.S. Al-Anfāl: 27)

ت ون وااللهوالر س ولوت ون واأمانات ك م (۷۲وأن ت مت علم ون)ياأي هاال ذ ينآمن والا “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah

dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati

amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu

mengetahui.”

“Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat ini berkenaan

dengan Abu Lubabah bin Abdil Mundzir (seorang muslim) yang ditanya

oleh Bani Quraiḍah (yang memusuhi kaum muslimin) waktu perang

Quraiḍah tentang pandangan kaum muslimin terhadap mereka. Abu

Lubabah memberi isyarat dengan tangan pada lehernya (maksudnya akan

dibunuh). Setelah turun ayat ini, Abu Lubabah menyesali perbuatannya

karena membocorkan rahasia kaum muslimin Ia berkata, “Hatiku teriris,

sehingga hatiku tidak dapat kugerakkan karena aku merasa telah

berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya ” (Diriwayatkan oleh Saʻīd bin

Mansur dan lainnya yang bersumber dari Abdullah bin Abi Qatādah).”

“Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum muslimin mendengarkan

perintah Nabi saw (yang perlu dirahasiakan), tapi disebarkan di antara

kawan-kawannya sehingga sampai kepada kaum musyrikin. Maka

turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa penyebaran perintah seperti itu

adalah khianat kepada Allah dan Rasul-Nya. (Diriwayatkan oleh Ibn Jarir

yang bersumber dari as-Suddī).”13

E. Obyek Amanah

Jika dilihat dari sisi subjeknya (pemberi amanah), maka amanah bisa

datang dari dua sumber, yaitu dari Allah dan dari manusia. Amanah yang datang

dari Allah terkait dengan segala bentuk perintah dan larangan yang dibebankan

kepada manusia. Sedangkan amanah dari manusia terkait dengan segala bentuk

kepercayaan, baik berupa harta, jabatan dan lain sebagainya.

12

Jalāluddīn As-Suyūṭī, Asbabun Nuzūl: Sebab Turunnya Ayat Al-Qur‟an terj. Tim Abdul

Hayyie (Jakarta: Gema Insani, 2008). Cet. I, h. 172. 13

Qamaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-

Qur‟an (Bandung: CV Diponogoro, 1995), h. 224-225.

Page 34: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

20

Jika demikian halnya, maka kata amanah bisa dipahami dengan

kepercayaan yang diberikan oleh Allah swt atau makhluk lain untuk dilaksanakan

oleh orang yang diberi amanah. Contoh amanah yang bersumber dari Allah swt

bisa dipahami dari Q.S Al-Ahzāb ayat 72:

هاوحلهاإ ن اعرضناالأمانةعلىالس ن لن هاوأشفقنم أنيم فأب ي وال بال والأرض ماوات كانظل وماجه ولا نسان إ ن ه الإ

“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanah kepada langit,

bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul

amânah itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya

(berat, lalu dipikullah amânah itu oleh manusia. Sungguh, manusia

itu sangat zhalim dan sangat bodoh.”

Diriwayatkan oleh Al „Aufī dari Ibn „Abbās ra bahwa yang dimaksud dengan

amanah adalah ketaatan kepada Allah dan kewajiban-kewajiban agama, yang

telah ditawarkannya kepada langit, bumi dan gunung-gunung sebelum

ditawarkannya kepada Adam, maka setelah mereka enggan memikulnya,

berfirmanlah Allah kepada Adam: “Aku telah tawarkan amanah kepada langit,

bumi dan gunung-gunung yang semuanya enggan memikulnya, sanggupkah

engkau menerimanya?” Bertanya Adam: “Ya Tuhanku, dan apa di dalamnya?”

Allah berfirman: “Jika engkau lakukan dengan baik, engkau dapat pahala dan jika

engkau menyalah-gunakannya, engkau disiksa, maka diterimalah amanah itu oleh

Adam.14

Belum berlangsung lama, yaitu sekitar jarak antara Ashr hingga malam

dan masih pada hari tersebut, Adam telah melakukan kesalahan ”

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa obyek atau yang diberi

amanah dalam al-Qur‟an mencakup beberapa jenis makhluk antara lain:

1. Nabi

Di dalam al-Qur‟an, Nabi merupakan makhluk Allah yang paling sering

disifati dengan amanah. sebagai contoh adalah Nabi Nūh yang mengajak kaumnya

untuk takut akan siksaan Allah atas kesyirikan yang mereka lakukan sebagaimana

firman Allah SWT:

ي لك مرس ولأم ت ت ق ون،إ نى ألا

14 Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid VI (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1994). h. 337.

Page 35: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

21

“Mengapa kamu tidak bertak a? Sesungguhnya aku adalah

seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu.” ) QS. Al-

Syuʻarāˋ 106-107(

Nabi Nūh mendahulukan perintah bertakwa kepada Allah atas perintah taat

kepadanya, karena takwa adalah proses seluruh perintah di dalam hidup ini.

Pengulangan perintah di sini karena takwa merupakan pokok seluruh perbuatan,

maka orang yang beramal wajib harus memperhatikannya apabila menghendaki

amalan itu baik.15

2. Malaikat

Malaikat juga termasuk makhluk Allah swt yang terkadang disifati dengan

al-amīn. Dalam hal ini, bisa dilihat dari firman Allah SWT:

العالم ي، نالم نذ ر ين.الروح الأم ي ن زلب ه وإ ن ه لت نز يل ربى ،علىق لب كل تك ونم “Dan sesungguhnya al-Qur‟an ini benar-benar diturunkan oleh

Tuhan semesta alam. Dia dibawa turun oleh al-Rūh al-Amīn

(Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah

seoran di antara orang-orang yang memberi peringatan ” (QS Al-

Syu‟arā‟: 192-194)

Dalam Tafsir al-Maraghī disebutkan, yang dimaksud Al-Rūh al-Amīn

dalam ayat tersebut adalah malaikat Jibril as. Disifati dengan al-Amīn karena ia

(Jibril) merupakan kepercayaan Allah SWT untuk memelihara wahyu-Nya dan

menyampaikannya kepada siapapun di antara hamba-Nya yang Dia kehendaki.16

3. Jin

Dalam al-Qur‟an, terdapat surat yang disebut Al-Jīn dan dari surat tersebut

dapat diambil sejumlah informasi mengenai makhluk jin. Jin adalah makhluk

yang diberi akal sehingga mempunyai kemampuan untuk memilih jalan hidupnya

sendiri. Statusnya sama seperti manusia, ada yang beriman dan sholeh, namun ada

juga yang kufur dan jahat.17

15

Ahmad Musṭafā al-Maraghī, Tafsir al-Maraghī terj. Bahan Abu Bakar dkk, Juz XIX

(Semarang: Toha Putra, 1986), h. 141. 16

Ahmad Musṭafā al-Maraghī, Tafsir al-Maraghī terj. Bahan Abu Bakar dkk, Juz XIX

(Semarang: Toha Putra, 1986), h. 141. 17

Jan Ahmad Wassil, Tafsir al-Qur‟an Ulul Albab (Bandung: PT Karya Kita, 2009), Cet. I.

h. 3.

Page 36: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

22

Sebagai contoh adalah kisah „Ifrit dari golongan jin yang hidup pada masa

Nabi Sulaiman dan yang membantu Nabi Sulaiman untuk memindahkan

singgasana Ratu Bilqis. Hal itu bisa terlihat sebagaimana firman Allah:

عليه ل أناآت يكب ه ق بلأنت ق ومم نمقام كوإ نى نال نى يقالع فر يتم قو يأم “Berkata „Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin. “Aku akan datang

kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum

kamu berdiri dari tempat dudukmu. Sesungguhnya aku benar-

benar kuat untuk memba anya lagi dapat dipercaya.” (QS. Al-

Naml: 39)

Dalam Tafsir al-Ṭabarī disebutkan, maksud dari kata أمين adalah

terpercaya atas permata-permata yang terdapat di dalamnya dan tidak akan

berkhianat terhadap hal tersebut. Pendapat lain mengatakan terpercaya (kuat)

memikul singgasana tersebut.

Sedangkan dalam Tafsir Ibn Katsīr disebutkan, maksud dari kata adalah

kuat untuk memikulnya dan terpercaya untuk menjaga permata yang terdapat di

dalamnya.18

4. Manusia

Makhluk Allah lainnya yang terkadang juga disifati dengan amanah

adalah manusia. Allah menawarkan ketaatan kepada langit, bumi dan gunung-

gunung sebelum Dia menawarkan kepada Adam (manusia). Sebagaimana firman

Allah SWT:

هاو ن لن هاوأشفقنم أنيم فأب ي وال بال والأرض حلهاإ ن اعرضناالأمانة علىالس ماوات كانظ ل وماجه ولا نسان إ ن ه الإ

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit,

bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul

amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan

dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat

zalim dan amat bodoh." (Q.S Al-Ahzāb 72)

18 Muhammad Nasib Al-Rifāi, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibn Katsīr terj.

Syihabuddin, Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani, 2012), Cet I. h. 460.

Page 37: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

23

Al-„Aufī meriwayatkan dari Ibn „Abbās, yang dimaksud amanah adalah

ketaatan. Dalam Tafsir Fī Zilālil Qur‟an disebutkan, maksud amanah di sini

adalah amanah kehendak, amanah ma‟rifat yang khusus dan amanah usaha yang

khusus. Manusia mengenal Allah dengan pengetahuannya dan perasaannya, pasti

akan tertuntun kepada hukum-Nya dengan pikiran dan pandangannya. Dan dia

beramal sesuai dengan hukum itu karena usaha dan pengorbanannya, mentaati

Allah sesuai kehendak-Nya, melawan segala kecenderungan penyimpangan dan

menentang segala dorongan nafsu dan syahwatnya. Dalam setiap langkah-langkah

itu dia sadar, berkehendak mengetahui dan memilih jalannya. Dan dia tau kemana

jalan itu akan mengantarkannya.19

5. Wilayah

Selain yang telah disebutkan di atas, masih ada makhluk yang disifati

dengan al-amīn, yaitu wilayah atau tempat tinggal sebagaimana yang diberikan

kepada Mekkah Al-Mukarramah.

ي وهذاالب لد الأم Artinya:“Dan demi negeri (Makkah) yang aman ini.” (QS. Al-

Tīn:3)

Al-Alūsī mengatakan bahwa kata الأم ي dalam ayat di atas memiliki dua

makna, yaitu bermakna kepercayaan dan bermakna keamanan. Menurutnya, الأم ي diberikan kepada Mekkah karena kota tersebut menjaga orang yang masuk ke

dalam wilayahnya, bahkan menjaga hewan atau tumbuhan yang ada di dalamnya,

sebagaimana orang yang dipercaya menjaga apa yang dipercayakan kepadanya.20

Dengan demikian, Mekkah disamakan dengan makhluk hidup karena memiliki

kesamaan yaitu penjagaan.

19

Muhammad Nasib Al-Rifāi, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibn Katsīr terj.

Syihabuddin, Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani, 2012), Cet I. h. 657. 20

Abū al-Fadl Syihāb al-Dīn Mahmūd al-Alūsī, Rūh al-Maʻānī fī Tafsīr al-Qurˋan al-„Aẓīm

wa al-Sab‟ al-Masani (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-Arabi, t.th), h. 173.

Page 38: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

24

BAB III

BIOGRAFI IBN KATSĪR DAN GAMBARAN UMUM KITAB

TAFSIR AL-QURˋAN AL-ʻAẒĪM

A. Biografi Ibn Katsīr

Ibn Katsīr merupakan seorang ulama besar ahli tafsir dan hadits, sejarawan

yang hidup di abad ke delapan Hijriyah.1 Nama lengkap beliau ialah ʻImād al-Dīn

Ismāʻīl Ibn ʻUmar Ibn Katsīr al-Baṣry, al-Dimasyqī, al-Faqīh, al-Syāfiʻī.2 Ia biasa

dipanggil dengan sebutan Abū al-Fidā.3 Predikat al-Dimasyqī sering menghiasi

namanya karena hal ini berkaitan dengan kedudukan kota Bashrah yang menjadi

bagian kawasan Damaskus, atau mungkin disebabkan kepindahannya semenjak

anak-anak ke sana. Pendapat lain mengatakan bahwa predikat Al-Baṣry berkaitan

dengan pertumbuhan dan pendidikannya. Dan predikat Al-Syāfiʻī berkaitan

dengan mazhabnya.4 Ia dilahirkan di sebuah desa Mijdal di Syam, tepatnya

kawasan Damaskus. Dia dilahirkan pada tahun 701 H. Hal ini dinyatakan sendiri

oleh Ibn Katsīr dalam karyanya, Al-Bidāyah wa An-Nihāyah.5 Di dalam biografi

kitab Mukhtasar Al-Bidāyah wa An-Nihāyah6, Ibn Katsīr juga berkata, ayah kami

meninggal pada bulan Jumadil Ula tahun 703 Hijriyah di desa Majidal Al Qaryah

dan dimakamkan ditempat bernama Az-Zaitunah, di sebelah utara. Ketika itu, aku

kira-kira berumur 3 tahun. Aku tidak sempat melihatnya, melainkan hanya dalam

mimpi. Sepeninggal ayah, kami pindah ke Damaskus bersama Kamāluddīn

ʻAbdul Wahhāb. Dia saudara kandung kami yang selalu mendampingi kami

dengan penuh kasih sayang. Dia wafat kira-kira 50 tahun sesudahnya. Aku

bekerja di bidang ilmiah padanya.

1 Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsīr Ibn Katsīr, Jilid II (Surabaya: PT. Bina Ilmu,

tt), h. xiii. 2 Mani Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli

Tafsir terj. Faisal Saleh dkk (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006). Ed. I, h. 60. 3 Dadi Nurhaedi, “Tafsir al-Qurˋan al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.).

Studi Kitab Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2004), h. 132. 4 Rosihon Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsīr Al-Ṭabarī dan Tafsir

Ibn Katsīr (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 69. 5 Al-Hāfiz ʻImāduddīn Abu Al-Fidā Ismā‟īl Ibn Katsīr, Tafsir Juz ʻAmma terj. Farizal

Tirmīzi (Jakarta: Pustaka Azzam, 207), h. xv. 6 Al-Hâfiz ʻImāduddīn Abu Al-Fidā Ismā‟īl Ibn Katsīr, Mukhtaṣar Al-Bidāyah wa An-

Nihāyah terj. Asmuni (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 15.

Page 39: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

25

Masa kecil Ibn Katsīr bisa dibilang kurang berbahagia, sebab pada usia 3

tahun7, kira-kira tahun 703 H ayahnya meninggal dunia. Sejak saat itu ia diasuh

oleh kakeknya di Damaskus. Di kota inilah ia pertama kali mengenyam

pendidikan. Guru pertama yang membimbingnya ialah Burhānuddīn al-Fazari

(seorang ulama penganut Mazhab Syāfiʻī).

Selama bertahun-tahun, Ibn Katsīr tinggal di Damaskus. Bersama

kakeknya, ia hidup sangat sederhana. Meski demikian, tekadnya untuk menuntut

ilmu berkobar-kobar. Kecerdasan dan daya hafal yang kuat menjadi modal utama

baginya untuk mengkaji, memahami dan menelaah berbagai disiplin ilmu. Nama

Ibn Katsīr mulai diperhitungkan di jagat intelektual Damaskus, Suriah, ketika

terlihat dalam sebuah penelitian untuk menetapkan hukum terhadap seorang

zindik yang didakwa menganut paham hulul, yakni suatu paham yang

berkeyakinan bahwa Allah bersemayam dalam diri hamba. Penelitian itu

diprakarsai oleh Gubernur Suriah, yakni Altunbuga an-Nasiri.8

Walau reputasi Ibn Katsīr mulai meroket, namun ia tak cepat puas. Ia pun

bermaksud mendalami ilmu hadits kepada Jamaluddin al-Mizzi (seorang ulama

terkemuka Suriah) yang kelak Ibn Katsīr akan menjadi menantunya. Di usia yang

relatif muda, ia menghafal banyak matan, mengenali sanad, menilai kualitas

perawi, biografi tokoh dan sejarah. Tak tanggung-tanggung, ia juga sempat

mendegar hadits langsung dari ulama Hijaz serta memperoleh ijazah dari al-Wani.

Karena keahlian itulah, beberapa waktu kemudian, ia mendapat kepercayaan

menduduki jabatan yang sesuai ilmunya. Ia juga berguru kepada Kamaluddin bin

Qadi Syuhbab dan Ibn Taimiyyah.9 Dan kepada Ibn Taimiyyah pula, Ibn Katsīr

7 Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir Al-Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer

(Yogyakarta: Penerbit Kaukaba, 2013), h. 75. Pendapat lain ada yang mengatakan sekitar 7 tahun

(Lihat Rosihon Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir Al-Ṭabarî dan Tafsir Ibn

Katsīr, h. 69. 8 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir Al-Qur‟an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), h. 106. 9 Ibn Taimiyyah, nama lengkapnya adalah Taqī al-Dīn Abul ʻAbbās Ibn ῾Abdul Halim

Ibn Muhammad Ibn Taimiyyah al-Harrānī, atau yang populer dengan sebutan Ibn Taimiyyah. Ibn

Taimiyyah merupakan tokoh yang berusaha menghidupkan kembali ajaran agama Islam. Ia

mengkritik ahli fiqih, tasawuf, mazhab-mazhab kalam dan aliran-aliran pemikiran lainnya dengan

logika. Ibn Taimiyyah merupakan tokoh yang berpengaruh pada beberapa tokoh gerakan Islam

semisal Syah Waliyullah, Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb (pendiri gerakan Wahabi di Saudi

Arabia), Muhammad Abduh dan Sayyid Muhammad Rasyīd Riḍā. Pengaruh itu pada mulanya

terbatas pada murid-murid terdekat, akan tetapi dalam jangka panjang meresap ke dalam tubuh

Page 40: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

26

belajar dan mengikuti dalam sejumlah besar pendapatnya. Para ulama juga

mengakui keluasan ilmu Ibn Katsīr terutama dalam bidang tafsir, hadits dan

sejarah.10

Di antara guru-guru Ibn Katsīr yang banyak memberi pengaruh besar pada

dirinya adalah:11

a. Abdullāh bin Muhammad bin Husain bin Ghailan Al-Baʻlabaki, gurunya

dalam bidang al-Qurˋan.

b. Muhammad bin Jaʻfar bin Farʻusy, gurunya dalam ilmu qiraat.

c. Dhiyaˋuddīn Abdullâh Az-Zarbandy An Nahwy, gurunya dalam ilmu

nahwu.

d. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah. Pada banyak masalah Ibn Katsīr banyak

mengeluarkan pendapat gurunya yang satu ini, antara lain dalam masalah

talak.

e. Ibrāhīm bin Abdurrahmān Al-Gazzary, gurunya dalam Mazhab Syāfiʻī.

f. Najmuddīn Al-Asqalanī, gurunya dalam bidang hadis Ṣaḥīh Muslim.

g. Yūsuf bin Abdurrahman Al-Mazzy. Banyak hal yang dipelajari Ibn Katsīr

dari gurunnya ini hingga ia menikahi putrinya.

h. Al-Hāfiz Al-Zahabī, gurunya dalam ilmu hadits dan tafsir.

i. Al-Qāsim bin Muḥammad Al-Barazily, gurunya dalam ilmu sejarah.

j. Syeikh Syamsuddin al-Zahabī Muhammad ibn Ahmad Qaimas, seorang

sejarawan dari Syam.

k. Syeikh Jamaluddin Ibn al-Zakkiy al-Mizziy, gurunya dalam bidang hadis

dan sekaligus pengarang kitab Tahzībul Kamāl.

Tahun 748 H/1348 M, Ibn Katsīr menggantikan gurunya, Az-Zahabī, di

Turba Umm Salih (Lembaga Pendidikan). Selanjutnya ia diangkat menjadi kepala

Dar al-Hadits al-Asyrafiyah (Lembaga Pendidikan Hadits) setelah wafatnya

Hākim Taqiyyuddīn As-Subkī tahun 756 H/1355 M.

Selama hayatnya, Ibn Katsīr telah menghasilkan banyak karya tulis dalam

berbagai bidang, di antaranya:

1. Bidang Hadits

a. Kitab Jāmiʻ al-Masānid wa al-Sunan12

(Kitab koleksi Musnad dan

Sunan).13

b. Kutub al-Sittah (Enam kitab koleksi hadits)

inteligensia keagamaan pada abad ke-12 H/ 18 M. Lihat Muhammad Chirzin,”Tafsir Ibn

Taimiyyah” dalam Hamim Ilyas (ed.), Studi Kitab Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2004), h. 80-82. 10

Mannāʻ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabāḥis fī ʻUlūm al-Qurˋan terj. Mudzakir (jakarta: Pustaka

Litera Antar Nusa, 2011), h. 505. 11

Al-Hāfiz ʻImāduddīn Abu Al-Fidā Ismā‟īl Ibn Katsīr, Tafsir Juz ʻAmma terj. Farizal

Tirmizi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. xvi. 12

Kitab ini terdiri dari delapan jilid, yang berisi nama-nama sahabat periwayat hadis ang

terdapat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, Kutub al-Sittah dan sumber-sumber lainnya. Kitab ini

disusun secara alpabetis. 13

Dadi Nurhaedi, “Tafsir al-Qurˋan al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.),

Studi Kitab Tafsir, h. 133.

Page 41: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

27

c. At-Takmillah fi Maʻrifāt al-Sighāt wa al-Ḍuʻafā wa al-Mujāhal

(perlengkapan untuk mengetahui para periwayat terpercaya, lemah dan

kurang dikenal).

d. Al-Mukhtaṣar (Ringkasan), dari Muqaddimah li ʻUlūm al-Hadits karya Ibn

Ṣalāh (w. 642 H/ 1426 M).

e. Abdillah al-Tanbīh li ʻUlūm al-Hadits, yaitu buku ilmu hadits yang lebih

dikenal dengan nama al-Bâʻis al-Hadits.

2. Bidang Tafsir

a. Tafsir al-Qurˋan al-ʻAẓīm14

3. Bidang Sejarah

a. Qaṣās al-Anbiyā (Kisah-kisah Para Nabi).

b. Al-Bidāyah wa al-Nihāyah15

(Permulaan dan Akhir).

c. Al-Kawākib al-Darāri (Merupakan cuplikan pilihan dari Al-Bidāyah wa

al-Nihāyah).16

d. Al-Fuṣūl fi Sirah al-Rasūl (Uraian Mengenai Sejarah Rasul).

e. Ṭabaqāt al-Syāfiʻiyah (Pengelompokan Ulama Mazhab Syāfiʻī).

f. Manāqib al-Imām al-Syāfiʻī (Biografi Imam Syāfiʻī).

4. Karya Ibn Katsīr lainnya adalah Tafsīrul Qurˋan: al-Ijtihād fî Ṭalabil Jihād,

Jamīʻul Masānid: as-Sunanul Hādi li Aqwami Sunan dan Al-Wādihun Nafis fī

Manāqibil Imām Muhammad Ibn Idrīs.17

Di akhir hayatnya, dalam usia 74 tahun tepatnya pada bulan Sya‟ban 774

H/1373 M, mufasir ini wafat di Damaskus. Jenazahnya dimakamkan di samping

makam Ibn Taimiyah, di Sufiah Damaskus.

B. Gambaran Umum Kitab Tafsir Al-Qurˋan Al-‘Aẓīm

1. Nama Tafsir

Pengarang kitab ini yaitu Ibn Katsīr nampaknya tidak pernah menyebut

secara khusus nama kitab tafsirnya. Hal ini sangat berbeda dengan para penulis

kitab dahulu yang selalu mencantumkan nama kitab dalam muqaddimahnya, yang

pada umumnya dipilih dari rangkaian dan kalimat bersajak.

14

Kitab ini terdiri dari 4 jilid. Kitab ini terkenal dengan sebutan Tafsir Ibn Katsīr yang

ditulis setelah beliau diangkat menjadi guru besar oleh Gubernur Mankali Bugha di Masjid

Ummayah Damaskus pada tahun 1366. Hingga saat ini, Tafsir Ibn Katsīr masih menjadi bahan

rujukan karena pengaruhya begitu besar dalam bidang keagamaan. 15

Kitab ini merupakan kitab sejarah yang sangat penting. Dalam buku ini, sejarah dibagi

menjadi dua bagian besar: pertama, sejarah kuno mulai dari penciptaan sampai masa kenabian

Muhammad saw. Kedua, sejarah Islam mulai dari periode Nabi saw di Makkah sampai

pertengahan abad ke-8 H. Kitab ini sering dijadikan rujukan utama dalam penulisan sejarah Islam,

terutama sejarah dinasti Mamluk di Mesir. 16

Mannāʻ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabāḥis fī ʻUlūm al-Qurˋan terj. Mudzakir (Jakarta: Pustaka

Litera Antar Nusa, 2011), h. 527. 17

Mannāʻ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabāḥis fī ʻUlūm al-Qurˋan terj. Mudzakir, h. 528.

Page 42: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

28

Namun pada umumnya, para penulis sejarah tafsir menyebut Tafsir Ibn

Katsīr dengan nama Tafsir Al-Qurˋan Al-ʻAẓīm. Muhammad Husain Al-Zahabī

dalam salah satu karyanya menulis Tafsir Al-Ḥāfiẓ Ibn Katsīr Al-Musamma Tafsir

Al-Qurˋan Al-ʻAẓīm. Namun, nama tersebut belum mengandung ketegasan tentang

siapakah yang memberi nama itu, sedangkan ʻAlī al-Ṣābūnī dalam mukhtaṣarnya

dengan tegas mengatakan bahwa nama itu sebagai pemberian Ibn Katsīr sendiri.18

Perbedaan nama atau judul tersebut hanyalah pada namanya, sedangkan isinya

sama.

Dari masa hidup penulisnya, diketahui bahwa kitab tafsir ini muncul pada

abad ke-8 H/ 14 M. Dan kitab ini pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 134

H/ 1923 M, yang terdiri dari empat jilid.19

Sistematika Tafsir Ibn Katsīr menganut

sistem tradisional yakni sistematika tartīb musḥafī dengan merampungkan

penafsiran seluruh ayat al-Qurˋan dimulai dari surah Al-Fātiḥah dan diakhiri oleh

surah Al-Nās. Rinciannya ialah: jilid I berisi tafsir surah al-Fātiḥah s/d surah al-

Nisāˋ, jilid II berisi tafsir surah al-Māˋidah s/d surah al-Nahl, jilid III berisi tafsir

surah al-Isrāˋ s/d surah Yāsīn dan jilid IV berisi tafsir surah al-Ṣāffāt s/d surah al-

Nās. Metodologi tafsir yang digunakan Ibn Katsīr ini ternyata ditempuh pula oleh

beberapa penulis tafsir terkenal abad dua puluh seperti Rasyīd Riḍā, Aḥmad

Musṭafā Al-Maraghy dan Jamāl al-Dīn al-Qāsimy. Cara penyajian tafsir seperti

ini, menurut Quraish Shihāb adalah penggabungan antara metode tahlilī20

dan

mauḍūʻī (tematik).21

2. Kitab Ringkasan Tafsir Ibn Katsīr

Kitab tafsir Ibn Katsīr ini telah diringkas dan diteliti ulang oleh

Muhammad ʻAlī al-Ṣābūnī guru besar tafsir pada Fakultas Hukum dan Studi

18

Rosihon Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir Al-Ṭabarī dan Tafsir

Ibn Katsīr, h. 71. 19

Dadi Nurhaedi, “Tafsir al-Qurˋan al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.),

Studi Kitab Tafsir, h. 135. 20

Metode tahlili berarti menjelaskan ayat-ayat al-Qurˋan dengan cara meneliti semua

aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya, dimulai dari uraian makna kosakata, makna

kalimat, maksud setiap ungkapan, kaitan antar pemisah (munāsabah) sampai sisi-sisi keterkaitan

antar pemisah itu (wajh al-munâsabah) dengan bantuan asbāb al-nuzūl, riwayat-riwayat yang

berasal dari Nabi saw, sahabat dan tabi‟in. Lihat Abdul Hayy Al-Farmawi “Metode Tafsir Mauḍū’ī

dan Cara Penerapannya”, h. 23-24. 21

Rosihon Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir Al-Ṭabarī dan Tafsir

Ibn Katsīr, h. 72.

Page 43: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

29

Islam Universitas King ʻAbdul ʻAziz, Makkah. Ringkasan kitab ini berjudul

Mukhtasar Tafsir Ibn Katsīr yang terdiri tiga jilid. Jilid I memuat tafsir surah al-

Fātiḥah s/d surah al-Anʻām, jilid II memuat tafsir surah al-Aʻrāf s/d surah al-Naml

dan jilid III memuat tafsir surah al-Qaṣas s/d surah al-Nās. Kitab ringkasan ini

juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh H. Salim Bahreisy dan

H. Said Bahreisy dengan judul Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr (8 jilid).22

3. Corak dan Metode Tafsir Ibn Katsīr

Kitab ini dapat dikategorikan sebagai salah satu kitab tafsir dengan corak

dan orientasi tafsīr bi al-maˋtsūr.23

Metode yang ditempuh oleh Ibn Katsīr dalam

menafsirkan al-Qur‟an dapat dikategorikan sebagai manhaj tahlilī (metode

analitis). Ini dikarenakan pengarangnya menafsirkan ayat demi ayat secara analitis

menurut urutan mushaf al-Qurˋan.

Corak bi al-maˋtsūr24

yang digunakan dalam kitab tafsir ini, terbukti

ketika terlihat bahwa Ibn Katsīr tidak hanya bertindak sebagai pengumpul riwayat

saja, tetapi juga sebagai kritikus yang mampu menarjih sebagian riwayat, bahkan

pada saat-saat tertentu menolaknya, baik dengan alasan karena riwayat-riwayat itu

tidak dapat dicerna akal sehat atau karena alasan-alasan lainnya. Sikap Ibn Katsīr

ini terlihat jelas ketika membaca muqaddimah kitab tafsirnya yang merupakan

paparan tentang prinsip-prinsip penafsiran yang dipegangnya dan sekaligus

dipakainya ketika menafsirkan al-Qurˋan. Berikut muqaddimah tafsir al-Qur’an

al-‘Aẓīm karya Ibn Katsīr.

“Jika ada orang yang bertanya cara manakah yang paling baik untuk

menafsirkan al-Qurˋan? Maka jawabannya adalah cara yang terbaik

dalam hal ini adalah menafsirkan al-Qurˋan dengan al-Qurˋan. Sebab,

sesuatu yang dikemukakan secara global pada suatu ayat adakalanya

diperinci atau diperjelas di ayat lain, tetapi jika ternyata pada ayat lain

tidak dijumpai, maka penjelasannya akan dijumpai pada sunnah

22

Dadi Nurhaedi, “Tafsir al-Qurˋan al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.),

Studi Kitab Tafsir, h. 136-137. 23

Namun perlu diperhatikan, bahwa dimasukkannya suatu kitab tafsir ke dalam kategori

yang bercorakkan bi al-ma’tsūr tidak berarti menutup kemungkinan bagi penulisnya untuk

memasukkan juga unsur-unsur non riwayat, seperti kupasan ijtihad. Pengkategorian di atas

hanyalah untuk menunjukkan dominasi unsur riwayat saja. Lihat Rosihon Anwar, Melacak Unsur-

unsur Israiliyyat dalam Tafsir Al-Ṭabarī dan Tafsir Ibn Katsīr, h. 72. 24

Nashruddin Baidan menyebutnya dengan tafsīr bi al-maˋtsūr atau tafsīr bi al-riwāyah.

Lihat Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h.

41.

Page 44: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

30

Rasulullah sebagai penjelas al-Qurˋan. Jika di sana tidak dijumpainya,

kembalilah kepada perkataan sahabat, sebab mereka lebih mengetahui

secara rinci tentang sebab diturunkannya ayat al-Qurˋan. Di samping

pemahamannya yang sempurna serta ilmu sahih yang dimilikinya.

Jika di sana pun tidak dijumpai, kembalilah kepada perkataan

tabi‟in.25

Adapun langkah-langkah penafsirannya adalah sebagai berikut:

a. Menafsirkan Al-Qurˋan dengan Al-Qurˋan. Metode penafsiran yang

paling ṣaḥīh ialah penafsiran al-Qurˋan dengan al-Qurˋan. Ayat yang di-

mujmal-kan pada suatu tempat, akan diperjelas pada ayat yang lain.

Apabila metode ini tidak dapat anda lakukan, maka tafsirkanlah dengan as-

Sunnah karena ia merupakan penjelas bagi al-Qurˋan.26

Imam Al-Syāfiʻī

r.a berkata, “Semua perkara yang ditetapkan Rasulullah saw merupakan

bagian dari apa yang dipahaminya dari al-Qurˋan.” Rasulullah saw juga

pernah bersabda kepada Muʻadz bin Jabal saat beliau mengutusnya ke

Yaman, “Dengan apa kau menulis perkara?” Muʻadz menjawab, “Dengan

Kitabullah.” Beliau bertanya, “Jika kamu tidak mendapatkannya? “Ia

menjawab, “Dengan Sunnah Rasulullah.” Beliau bertanya, “Jika kamu

tidak mendapatkannya?” Ia menjawab, “Saya akan berijtihad dengan

pendapat saya.” Rasulullah saw lalu menepuk dada Muʻadz dan bersabda,

“Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan

Rasulullah dengan apa yang diridhai Rasulullah.27

Contohnya adalah ketika Ibn Katsīr menafsirkan kata دى dalam

lafadz ayat دى للوتقيي al-Qurˋan sebagai petunjuk bagi orang-orang yang

bertakwa), ia menafsirkannya dengan menyebutkan 3 ayat dalam al-

Qurˋan yaitu Q.S Fuṣṣilat ayat 44, al-Isrāˋ ayat 82 dan Yūnus ayat 85.28

Sehingga pengertiannya menjadi khusus yakni bagi orang-orang yang

beriman.

25

Imām al-Jalīl al-Hāfiẓ ʻImād al-Dīn Abi al-Fidāˋ Ismā‟īl Ibn Katsīr al-Qurasyī al-

Dimasyqī, Tafsīr Al-Qurˋân Al-‘Aẓīm, Juz I (Semarang: Toha Putra, tt), h. 3. 26

Muhammad Nasib ar-Rifāʻī, Kemudahan Dari Allah Ringkasan Tafsīr Ibn Katsīr terj.

Syihabuddin, Jilid I (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), lihat di Ringkasan Kata Pengantar Tafsīr

Ibn Katsīr 27

Al-Hāfiẓ „Imād al-Dīn Abu Al-Fidāˋ Ismā‟īl Ibn Katsīr, Tafsir Juz ʻAmma terj. Farizal

Tirmizi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. xvii. 28

Lihat Imām al-Jalīl al-Hāfiẓ ʻImād al-Dīn Abi al-Fidāˋ Ismā‟īl Ibn Katsīr al-Qurasyī al-

Dimasyqī, Tafsīr Al-Qurˋan Al-‘Aẓīm, Juz I (Semarang: Toha Putra, tt). h. 39.

Page 45: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

31

a. Menafsirkan Al-Qurˋan dengan al-Sunnah

Ibn Katsīr menggunakan langkah ini ketika penjelasan dari ayat

lain tidak ditemukan, atau jika ayat lain ada, penyajian hadis

dimaksudkan untuk melengkapi penjelasan. Hal ini merupakan ciri khas

tafsir Ibn Katsīr. Dalam tafsir ini, secara kuantitas banyak sekali dikutip

hadits-hadits yang dianggap terkait atau dapat menjelaskan maksud ayat

yang sedang ditafsirkan.29

Contohnya adalah ketika ia menampilkan

banyak hadits30

untuk menjelaskan kisah Isra Mi‟raj dalam Q.S al-Isrāˋ

ayat 1.31

b. Menafsirkan Al-Qurˋan dengan Pendapat Sahabat dan Tabiʻin

Ibn Katsīr berpendapat, “apabila kamu tidak menemukan

penjelasan terhadap suatu makna dalam al-Qurˋan, baik dari al-Qurˋan

maupun hadits, maka lihatlah kepada perkataan sahabat. Pendapat ini

didasarkan pada asumsi bahwa sahabat terutama tokoh-tokohnya adalah

orang yang lebih mengetahui penafsiran al-Qurˋan karena mereka

mengalami dan menyaksikan langsung proses turunnya ayat-ayat al-

Qurˋan. Di antara pendapat para sahabat yang paling sering ia kutip

adalah Ibn ʻAbbās dan Qatādah.32

Ibn Katsīr menambahkan apabila kamu

tidak menemukan penjelasan makna ayat dalam al-Qurˋan, hadits dan

dalam perkataan sahabat, maka lihatlah penjelasan dari para Tabiʻin

seperti Mujahid.

c. Menafsirkan Al-Qurˋan dengan Pendapat Para Ulama

Selain menggunakan langkah-langkah di atas, Ibn Katsīr pun

sering mengutip berbagai pendapat ulama atau mufassir sebelumnya

ketika menafsirkan ayat. Pendapat yang ia kutip menyangkut berbagai

aspek di antaranya, teologi, hukum, kisah dan lain-lain. Dari sekian

29

Dadi Nurhaedi, “Tafsir al-Qurˋan al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.),

Studi Kitab Tafsir, h. 139-140. 30

Lihat Imām al-Jalīl al-Hāfiẓ ʻImād al-Dīn Abi al-Fidāˋ Ismā‟īl Ibn Katsīr al-Qurasyī al-

Dimasyqī, Tafsīr Al-Qurˋan Al-‘Aẓīm, Juz III (Semarang: Toha Putra, tt). h. 2-24. 31

Bunyi Q.S Al-Isrā‟ ayat 1:

بازكا حو ليلا هي الوسجد الحسام إلي الوسجد الأقصي الر أسس بعبد وي سبحاى الر و الس ع البصيس ل لسي هي آياتا إ 32

Dadi Nurhaedi, “Tafsir al-Qurˋan al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.),

Studi Kitab Tafsir, h. 140-141.

Page 46: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

32

banyak pendapat yang dikutip, beliau paling sering mengutip pendapat

Ibn Jarīr Al-Ṭabarī33

d. Menafsirkan Al-Qurˋan dengan Pendapatnya Sendiri

Langkah ini biasanya ditempuh setelah ia melakukan keempat langkah di

atas. Setelah menganalisis dan membandingkan berbagai data atau penafsiran, ia

seringkali mengemukakan kesimpulan ataupun pendapatnya sendiri pada bagian

akhir penafsiran ayat. Namun langkah ini tidak ia terapkan pada semua ayat. Dan

untuk membedakannya dengan pendapat ulama lainnya dapat diketahui dari

pernyataannya: “Menurut pendapatku..” (qultu...) yang secara eksplisit banyak

dijumpai dalam kitab ini.34

4. Keistimewaan Tafsir Ibn Katsīr

Tafsir Al-Qurˋan Al-‘Aẓīm karya Imam Ibn Katsīr termasuk kitab

berkualitas dalam menafsirkan firman Tuhan karena dalam penafsirannya ia

menggunakan metode yang terbaik.35

Menurut Ṣubhī al-Ṣālih, dalam beberapa aspek, kitab tafsir Ibn Katsīr ini

memiliki keistimewaan jika dibandingkan dengan Tafsir al-Ṭabarī, seperti dalam

hal ketelitian sanadnya, kesederhanaan ungkapannya dan kejelasan ide

pemikirannya.36

Kelebihan lain kitab ini ialah penafsiran ayat dengan ayat atau al-

Qur‟an dengan al-Quran dan dengan hadits yang tersusun secara semi tematik,

bahkan dalam hal ini dapat dikatakan sebagai perintisnya. Selain itu, dalam tafsir

ini pun banyak memuat informasi dan menghindari kupasan-kupasan linguistik

yang terlalu bertele-tele. Karena itulah, al-Suyūṭī memujinya sebagai kitab tafsir

yang tiada tandingannya.

33

Dadi Nurhaedi, “Tafsir al-Qurˋan al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.),

Studi Kitab Tafsir, h. 141. 34

Dadi Nurhaedi, “Tafsir al-Qurˋan al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.),

Studi Kitab Tafsir, h. 142. 35

Al-Ḥāfiẓ ʻImād al-Dīn Abu Al-Fidāˋ Ismāˋīl Ibn Katsīr, Tafsir Juz ʻAmma terj. Farizal

Tirmīzī (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. xvii. 36

Dadi Nurhaedi, “Tafsir al-Qurˋan al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.),

Studi Kitab Tafsir, h. 147-148.

Page 47: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

33

5. Pendapat Ibn Katsīr Terhadap Isrāiliyat

Dalam menyikapi berita-berita yang berasal dari Ahli Kitab (Isrāiliyat),

Ibn Katsīr mempunyai langkah tersendiri. Sebagai contoh adalah ketika ia

menafsirkan Q.S Al-„Ankabūt ayat 46:

م وق جوجلجوآ ولا تجادلجوآ أهل الكتاب إلا بالت هي أحسنج إلا هج وا من الذين ظلمجم وإلج نا وأجنزل إليكج ون ن ءامنا بالذي أجنزل إلي م واحد وننج لهج مجسلمج ا وإلجكج

Artinya:

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab melainkan

dengan cara yang paling baik.” (Q.S Al-„Ankabūt: 46)

Berkaitan dengan ayat di atas, Ibn Katsīr berkometar sebagai berikut:

“Bila mereka (Ahli Kitab) menyampaikan suatu berita yang tidak

diketahui kebenaran dan kebohongannya, berita itu tidak perlu

didustakan sebab dimungkinkan mengandung kebenaran, tetapi juga

jangan dibenarkan sebab dimungkinkan mengandung dusta. Sikap yang

harus kita ambil adalah mempercayai berita tersebut secara global

(apabila berita tersebut pernah Allah turunkan kepada mereka) dan bukan

merupakan ajaran Allah yang diganti dan telah disampingkan”.37

Dalam memecahkan masalah di atas, Ibn Katsīr membagi Isrāiliyat

dalam tiga klasifikasi, yaitu berita yang diketahui kebenarannya, berita yang

diketahui kebohongannya dan berita yang didiamkan (maskut ‘anhu).

Penyelesaian persoalan Isrāiliyat yang pertama dan kedua adalah mudah dan jelas,

yaitu Isrāiliyat yang pertama harus diterima dan yang bagian kedua harus ditolak.

Dan ia hanya mempersoalkan Isrāiliyat yang termasuk ke bagian ketiga.

Ibn Katsīr memperbolehkan meriwayatkan bagian ketiga dengan dua

syarat. Pertama: tidak bertentangan dengan akal dan belum terbukti

kebohongannya. Kedua: meskipun pernyataan pertama terpenuhi, Isrāiliyat jenis

ketiga ini tetap tidak boleh didustakan dan tidak boleh pula dibenarkan. Dengan

demikian bila melihat keterangan Ibn Katsīr di atas, bagian yang ketiga ini boleh

diriwayatkan, tetapi tidak boleh dijadikan keyakinan.

Kebolehan yang diberikan oleh Ibn Katsīr untuk meriwayatkan Isrāiliyat

yang didiamkan oleh syari‟at tidak menunjukkan sikapnya yang lunak terhadap

37

Imām al-Jalīl al-Ḥāfiẓ „Imād al-Dīn Abi al-Fidā‟ Ismāīl Ibn Katsīr al-Qurasyī al-

Dimasyqī, Tafsīr Al-Qur’ān Al-‘Aẓīm (Semarang: Toha Putra, tt). Juz III, h. 416.

Page 48: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

34

persoalan ini. Sebab, ia pun mengetahui bahwa Isrāiliyat ini pada umumnya tidak

memberi faedah apa-apa bagi agama dan sedikit sekali yang benar.38

Pernyataan-pernyataan berikut ini adalah sebagai bukti akan sikap

kerasnya:

1. Para ulama tafsir, baik dari kalangan mutaqaddimīn maupun

muta’akhirīn banyak mengutip kisah Isrāiliyat yang notabene berasal

dari Bani Israil. Kisah itu di dalamnya tidak terdapat riwayat yang

marfu’ (langsung) dari Nabi yang terpercaya, ma’ṣūm (terpelihara)

dan tidak bersabda berdasarkan bahwa nafsunya. Sedangkan, al-

Qur‟an sendiri mengemukakan permasalahan tersebut secara global.

Oleh karena itu diimani (terima) saja apa yang terdapat dalam al-

Qur‟an (keglobalannya) dan hakikat sebenarnya, diserahkan kepada

Allah.39

2. Banyak ulama salaf yang meriwayatkan berita-berita Isrāiliyat ini.

Padahal pada umumnya, kisah Isrāiliyat ini tidak ada faedah dan

tidak memberi manfaat apa-apa bagi agama. Kalau memang

bermanfaat, tentunya syariat Islam yang sempurna dan universal ini

akan menjelaskannya.40

Dalam mengemukakan Irsāiliyat, Ibn Katsīr menempuh langkah-langkah

berikut ini:

a. Ia mengemukakan berbagai kelemahan Isrāiliyat berdasarkan

penelitiannya. Ia mengkritik perawi-perawi yang dianggap memiliki

kelemahan-kelemahan tertentu serta memperlihatkan riwayat yang

palsu dan rusak. Keistimewaan itulah yang membedakannya dengan

mufassir lainnya.41

b. Ketika mengemukakan Isrāiliyat asing yang mengandung

kemungkinan benar dan salah, Ibn Katsīr mengingatkan bahwa

Isrāiliyat itu termasuk hal yang diizinkan oleh Nabi untuk

38

Rosihon Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir Al-Ṭabarī dan Tafsir

Ibn Katsīr (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 141. 39

Lihat pernyataan Ibn Katsīr tersebut dalam, Tafsir Al-Qur’ān Al-‘Aẓīm. Juz I

(Semarang: Toha Putra, tt), h. 141. 40

Lihat pernyataan Ibn Katsīr tersebut dalam, Tafsir Al-Qur’ān Al-‘Aẓīm. Juz III. h. 181. 41

Rosihon Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir Al-Ṭabarī dan Tafsir

Ibn Katsīr (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 142.

Page 49: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

35

diriwayatkan. Ia mengingatkan pula bahwa, Isrāiliyat itu tidak boleh

dijadikan pegangan, kecuali bila didukung oleh argumentasi yang

membenarkannya. Misalnya ketika Ibn Katsīr menafsirkan Q.S Al-

Baqarah: 6742

yang menceritakan perintah Tuhan kepada Bani Israil

untuk menyembelih seekor sapi betina. Dalam hal ini, Ibn Katsīr

menyebutkan suatu kisah yang cukup panjang. Beliau menerangkan

tentang pencarian mereka terhadap sapi tertentu dan keberadaan sapi

itu di tangan seorang lelaki Bani Israil. Lalu Ibn Katsīr menyebutkan

pendapat yang menanggapi hal ini dari sebagian ulama salaf.

c. Dalam mengemukakan Isrāiliyat yang dinilai oleh Ibn Katsīr tidak

dapat dicerna oleh akal sehat, ia terkadang meriwayatkannya disertai

peringatan, misalnya ketika Ibn Katsīr menafsirkan Q.S Al-Baqarah:

10243

yang berisi tentang kisah Hārūt Mārūt yang banyak

diriwayatkan oleh sebagian tabi‟in seperti Mujahid, As-Sa‟di, Hasan

al-Bashri, Qatādah, Abu Aliyah, Az-Zuhri, Rabī‟ah bin Anas,

Muqātil bin Ḥayyān dan lain-lain.44

d. Ketika meriwayatkan Isrāiliyat yang nampak bertentangan dengan

akal dan syariat, Ibn Katsīr membantahnya dengan mengajukan

argumentasi yang lengkap dan jelas. Seperti ketika ia menafsirkan

Q.S Al-Māidah: 2245

yang menceritakan tentang keengganan kaum

Nabi Musa a.s untuk melaksanakan perintahnya memasuki Palestina

karena terdapat orang-orang yang gagah perkasa (qaumun jabbārūn).

Dalam riwayat-riwayat yang dikutipnya diceritakan tentang ciri-ciri

fisik qaumun jabbārūn yang menyatakan bahwa salah seorang

penghuni negeri itu adalah cucu Nabi Adam as yang tinggi badannya

3.333 ⅓ hasta. Ia mengomentarinya bahwa hal tersebut mustahil dan

bertentangan dengan dalil yang kuat dari Sahīh Bukhārī dan Muslim

42

Bunyi Q.S Al-Baqarah ayat 67:

إى الله يأهسكن أى تربحوا بقسة قالوا أتتخرا زوا قال أع ليي وإذ قال هوسي لقوه وذ بالله أى أكوى هي الجا 43

Bunyi Q.S Al-Baqarah ayat 102: 44

Rosihon Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir Al-Ṭabarī dan Tafsir

Ibn Katsīr (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 142. 45

Bunyi Q.S Al-Maidah ayat 22:

ها فإن وا من لها حت يرججج ها ق وما جبارين وإنا لن ندخج وسى إن في ها فإنا داخلجون قالجوا يامج وا من يرججج

Page 50: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

36

(sahīḥain) yang mengatakan bahwa Allah menciptakan Adam

dengan tinggi badan 60 hasta, setelah itu sampai sekarang Dia

menciptakan (manusia) tingginya kurang dari itu.46

e. Ibn Katsīr terkadang sama sekali tidak mengambil riwayat Isrāiliyat

seperti ketika ia menafsirkan kata ra’d dan barq dalam Q.S Al-

Baqarah: 19. Hal ini berbeda dengan yang ditempuh Al-Ṭabarī yang

banyak mengutip riwayat Isrāiliyat, antara lain riwayat dari Ali bin

Abī Ṭālib yang menyatakan bahwa ra’d ialah الولك, dan al-barq ialah

Dalam menafsirkan ayat ini, Ibn Katsir .ضسب السحاب بخساق هي حديد

justru menakwilkan bahwa ra’d ialah sesuatu yang

mencemaskan/menggelisahkan hati dikarenakan keadaan sangat

takutnya orang-orang munafik.47

C. Penilaian Ulama Terhadap Ibn Katsīr

1. Dalam Muʻjam, Imam al-Zahabī mengungkapkan tentang Ibn Katsīr,

“Ia adalah seorang imam, mufti, pakar hadits, spesialis fiqih, ahli

hadits yang cermat dan mufassir yang kritis.”48

2. Ibn Hubaib yang menyebutnya sebagai, “Pemimpin para ahli tafsir,

menyimak, menghimpun dan menulis buku. Fatwa-fatwa dan

ucapannya banyak didengar hampir di seluruh pelosok. Kesohor sebab

kecermatan dan tulisannya. Ia merupakan pakar dalam bidang sejarah,

hadits dan tafsir.

3. Al-Ḥāfiẓ Syihābuddin yang pernah menjadi santri Ibn Katsīr

menyatakan, “Tidak seorang pun yang kami ketahui lebih memiliki

kekuatan memori dengan matan-matan hadits, mengenali tokoh-

tokohnya, menyatakan kesahihan dan ketidaksahihannya selain Ibn

Katsīr.49

Ia merupakan kesaksian ulama yang sezaman dengannya dan

guru-gurunya. Ia menguasai banyak tentang fiqih, sejarah dan jarang

sekali lupa. Ia juga memiliki kemampuan memahami yang baik dan

didukung rasionalitas yang cerdas. Ia mempunyai andil besar dalam

bidang bahasa Arab. Ibn Katsīr kadang merangkai syair. Banyak yang

saya dapat sejak sering bersamanya.”

46

Dadi Nurhaedi, “Tafsīr al-Qur‟ān al-„Aẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.),

Studi Kitab Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2004), h. 142. 47

Dadi Nurhaedi, “Tafsīr al-Qur‟ān al-„Aẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.),

Studi Kitab Tafsir, h. 142. 48

Mani Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli

Tafsir terj. Faisal Saleh dkk (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006). Ed. I, h. 64. 49

Mani Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli

Tafsir terj. Faisal Saleh dkk (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006). Ed. I, h. 65.

Page 51: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

37

4. Muhammad Ḥusain al-Zahabī, sebagaimana dikutip oleh Faudah,

berkata, “Imam Ibn Katsīr adalah seorang pakar fiqih yang sangat ahli,

seorang ahli hadits dan mufassir yang sangat paripurna dan pengarang

dari banyak kitab.50

5. Al-Ḥāfiẓ Ibn Hajar menjelaskan, “Ia adalah seorang ahli hadits yang

faqih. Karangan-karangannya tersebar luas di berbagai negeri semasa

hidupnya dan dimanfaatkan orang banyak setelah wafatnya.”51

50

Dadi Nurhaedi, “Tafsir al-Qurˋan al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr” dalam Hamim Ilyas (ed.),

Studi Kitab Tafsir, h. 133. 51

Mannāʻ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabāhis fī ‘Ulūmil Qurˋan terj. Mudzakir (Jakarta: Pustaka

Litera Antar Nusa, 2011), h. 527.

Page 52: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

38

BAB IV

KLASIFIKASI AYAT-AYAT AMANAH DALAM TAFSIR IBN KATSĪR

Dalam bab ini, penulis memaparkan tentang penafsiran ayat-ayat amnah

menurut Ibn Katsīr. Dalam menafsirkan ayat-ayat amanah, Ibn Katsīr menjelaskan

pengertian kata amanah sesuai dengan konteks ayatnya. Rincian tersebut

didasarkan pada obyek kepada siapa amanah tersebut ditujukan dan apa maksud

dan isi dari amanah tersebut. Berikut ini merupakan hasil analisa penulis

berdasarkan pengklasifikasian atau pengelompokkan ayat-ayat amanah.

A. Tabel 4.1. Amanah dalam bentuk Beban Kewajiban (taklīf) dari

Allah untuk Manusia dan Janji (‘aqd).

NAMA SURAT KONTEKS AYAT ARGUMEN

QS. Al-Ahzāb: 72

Allah menawarkan amanah

(kewajiban) kepada langit, bumi

dan gunung-gunung, namun

ketiganya tidak sanggup. Lalu

ditawarkannya amanah itu

kepada Adam dan diterimalah

amanah itu oleh Adam.

Al-„Aufī, Ibn

„Abbās, Said bin

Jubair, Aḍ-Ḍahak,

Hasan Baṣri,

Ubay bin Ka‟ab,

Qatādah.

QS. Al-Nisā‟: 58

Allah menyuruh kepada manusia

agar menyampaikan amanah

kepada ahlinya. Segala bentuk

amanah wajib dilakukan seluruh

umat manusia. Barangsiapa yang

tidak melaksanakannya di dunia,

maka Dia akan menuntutnya di

akhirat.

Ibn „Abbās,

Muhammad bin

Hanafiyyah, Abu

„Aliyah, Ubay bin

Ka‟ab, Rabi‟ bin

Anas.

QS. Al-Anfāl: 27

Amanah adalah amal-amal

perbuatan yang telah Allah

percayakan kepada hamba-

hambaNya yaitu kewajiban-

kewajiban. Maka janganlah

kamu mengkhianati amanah

yang dipercayakan kepadamu.

Ibn „Abbās

QS. Al-

Mu‟minūn: 8

Orang-orang yang diserahi

amanah, maka wajib bagi

mereka tidak mengkhianatinya,

namun menyampaikan kepada

yang berhak menerimanya. Jika

mereka berjanji atau berakad,

maka mereka mmenuhinya.

Ibn Katsīr

Page 53: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

39

1. QS. Al-Ahzāb 72:

ها وحلها إنا عرضنا الأمانة على السماوات والأرض والبال فأبػي أن يملنػها وأشفقن منػ الإنسان إنو كان ظلوما جهول

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit,

bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul

amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan

dipikullah amânah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat

zalim dan amat bodoh."

Berdasarkan tabel di atas, dalam menafsirkan QS. Al-Ahzāb: 72 Ibn Katsīr

menyebutkan suatu riwayat dari Ibn „Abbās yang diriwayatkan oleh Al-„Aufī:

قال العوفى عن ابن عباس يعنى بالأمانة الطاعة عرضها عليهم قبل يعرضها على آدم فلم يطقنها فقال لأدم : إنى قد عرضت الأمانة على السموات والأرض والبال فلم يطقنها

قال ان احسنت جزيت وإن أسأت عوقبت فهل أنت أخذ بما فيها؟ قال يا رب وما فيها؟ 1فأخذىا آدم فتحملها فذالك قولو تعالى )و حلها الإنسان إنو. كان ظلوما جهول(.

Al-Aufī meriwayatkan dari Ibn „Abbās. “Yang dimaksud amanah

ialah kewajiban yang harus ditaati”. Allah menawarkan kewajiban

kepada langit, bumi dan gunung-gunung sebelum Dia

menawarkannya kepada Adam. Namun, ketiganya tidak sanggup.

Lalu Allah berfirman kepada Adam, “Sesungguhnya Aku telah

menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung,

namun semuanya tidak sanggup. Apakah kamu sanggup memegang

teguh perkara yang terdapat di balik amanah itu?” Adam berkata,

“Ya Tuhanku, apakah yang ada di baliknya?” Allah berfirman, “Jika

kamu berbuat baik, maka mendapat imbalan dan jika berbuat buruk,

maka mendapat hukuman.” Kemudian Adam mengambilnya.2

Diriwayatkan oleh Al „Aufī dari Ibn „Abbās ra bahwa yang dimaksud dengan

amanah adalah ketaatan kepada Allah dan kewajiban-kewajiban agama, yang

telah ditawarkannya kepada langit, bumi dan gunung-gunung sebelum

ditawarkannya kepada Adam, maka setelah mereka enggan memikulnya,

berfirmanlah Allah kepada Adam: “Aku telah tawarkan amanah kepada langit,

bumi dan gunung-gunung yang semuanya enggan memikulnya, sanggupkah

1 Al-Imām Abī Al-Fidāˋ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm, Juz

III (Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992). h. 501. 2 Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid VI (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1994). h. 337.

Page 54: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

40

engkau menerimanya?” Bertanya Adam: “Ya Tuhanku, dan apa di dalamnya?”

Allah berfirman: “Jika engkau lakukan dengan baik, engkau dapat pahala dan jika

engkau menyalah-gunakannya, engkau disiksa, maka diterimalah amanah itu oleh

Adam.3 Belum berlangsung lama, yaitu sekitar jarak antara Ashr hingga malam

dan masih pada hari tersebut, Adam telah melakukan kesalahan.”

Kemudian Ibn Katsīr menyebutkan beberapa pandangan para ulama

mengenai pengertian amanah dalam ayat ini, di antaranya Mujahid, Saʻīd bin

Jubair, aḍ-Ḍahak, Hasan Baṣry dan ulama lainnya yang mengatakan bahwa

amanah itu berarti kewajiban-kewajiban. Ulama lain mengatakan bahwa amanah

pada ayat di atas bermakna ketaatan. Aʻmasy berakata dari Abi Al-Ḍuhā dari

Masrīq dia berkata, “Ubay bin Kaʻab mengatakan termasuk dari sifat amanah

adalah seorang perempuan yang menjaga kemaluannya. Qatādah memahaminya

sebagai agama, kewajiban dan hudud. Yang lain lagi memahaminya sebagai

mandi janabah. Malik berkata Zaid bin Aslam, dia berkata bahwa amanah itu

mengandung 3 hal yaitu shalat, shaum dan mandi janabah.4

Setelah menyebutkan beberapa perbedaan pandangan para ulama mengenai

pengertian amanah dalam ayat di atas, Ibn Katsīr memberikan argumen atau

kesimpulan sebagaimana berikut:

Semua pendapat tersebut tidaklah kontradiktif namun saling melengkapi dan

berpangkal kepada pengertian amanah sebagai taklif (beban kewajiban) dan

penerimaan perintah serta larangan secara bersyarat. Artinya jika seseorang

melaksanakannya, maka diganjar dan jika meninggalkannya, maka diberi sanksi.

Kemudian amanah itu diterima oleh manusia karena kelemahan dan

kebodohannya, kecuali orang yang diberi taufik oleh Allah. Dialah tempat

memohon pertolongan.5

3 Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid VI (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1994). h. 337. 4 Al-Imām Abī Al-Fidā‟ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm, Juz

III (Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992). h. 501. 5 Al-Imām Abī Al-Fidā‟ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm, Juz

III (Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992). h. 502.

Page 55: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

41

Sahmiar Pulungan, dalam Disertasinya6 menjelaskan bahwa amanah itu berat.

Beratnya amanah tersebut ketika diserahkan kepada benda-benda raksasa (langit

dan bumi) yang tidak sanggup memikul beban itu karena ketidaksiapan bawaan

untuk menerima akal dan taklīf. Amanah dalam ayat di atas mengandung makna

yang umum mencakup segala kewajiban agama. Kemaluan, pendengaran, mata,

lidah, perut, tangan, kaki semuanya adalah amanah dan tidak ada Iman bagi orang

yang tidak mempunyai amanah. Dengan demikian amanah adalah suatu beban

yang diturunkan kepada makhluk berakal maupun yang tidak berakal.

2. QS. Al-Nisāˋ 58:

أىلها وإذا حكمتم بػي الناس أن تكموا بالعدل إن الله يأمركم أن تػؤدوا الأمانات إلىى را عا بصيػ يػ إن الله نعما يعظكم بو إن الله كان س

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah

kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan

dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-

baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar

lagi Maha melihat.”

Dalam QS Al-Nisāˋ: 58 Allah mengabarkan bahwa Dia menyuruh kamu agar

menyampaikan amanah kepada ahlinya. Dalam hadits al-Hasan yang diriwayatkan

dari Samurah bahwa Rasulullah saw bersabda:

7أد الأمانة إلى من ائػتمنك، ول تن من خانك )رواه أحد وأصحاب السنن( “Sampaikanlah amanah kepada orang yang memberi amanah

kepadamu dan janganlah kamu mengkhianati orang yang

mengkhianatimu.”

Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para penyusun sunan.

Hadits tersebut mencakup segala bentuk amanah yang wajib dilakukan manusia

seperti hak-hak Allah yang menjadi kewajiban para hamba-Nya, yaitu shalat,

zakat, puasa, kafarat, nazar dan sebagainya. Berupa perkara yang dipercayakan

kepada manusia tanpa perlu diwarisi oleh orang lain, juga berupa hak hamba yang

menjadi kewajiban hamba lain, seperti barang titipan dan perkara lain yang

6 Sahmiar Pulungan, “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qurˋan” Disertasi Program

Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2006). h. 42-44. 7 Imām al-Jalīl al-Ḥāfiẓ ˋImād al-Dīn Abi al-Fidā Ismāil Ibn Katsīr al-Qurasyī al-

Dimasyqī, Tafsir Al-Qurˋan Al-ʻAẓīm, Juz I (Semarang: Toha Putra, tt). h. 505.

Page 56: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

42

dimanatkan kepadanya untuk dilaksanakan tanpa perlu disaksikan pihak lain.

Maka Allah swt menyuruh untuk melaksanakan amanah. Barang siapa yang tidak

melaksanakannya di dunia, maka Dia akan menuntutnya di akhirat, sebagaimana

ditegaskan dalam kitab ṣaḥīh, bahwa Rasulullah saw bersabda:

لتػؤدن القوق إلى أىلها حت يقتص للشاة الماء من القرناء “Hendaknya kamu menyampaikan hak kepada penerimanya hingga

kawanan domba yang satu pun menuntut balas dari kawanan domba

yang lain.”8

Kemudian Ibn Katsīr mengemukakan berbagai pandangan para ulama

mengenai pengertian amanah dalam ayat di atas. Seperti Ibn ʻAbbās yang

berpendapat bahwa maksud amanah di sini untuk orang baik maupun durhaka.

Muhammad bin Hanafiyyah berkata, “Amanah di sini bersifat umum, yakni bagi

orang baik maupun durhaka. Ulama lain (Abu „Aliyah) mengatakan, “Amanah

adalah apa yang diperintahkan terhadapnya dan dilarang darinya.” Ubay bin

Kaʻab berkata, “Termasuk amanah adalah seorang wanita yang menjaga

kemaluannya.” Dan Rabi‟ bin Anas berkata, “Termasuk bagian dari amanah

adalah sesuatu yang ada di antara kamu dan di antara manusia.”

Banyak penafsir yang menuturkan bahwa ayat itu diturunkan sehubungan

dengan kasus „Utsman bin Ṭalḥah9, penjaga Kaʻbah yang mulia. Ayat ini

diturunkan karena tatkala Rasulullah saw mengambil kunci Kaʻbah pada peristiwa

penaklukan Mekkah, beliau mengembalikannya kepada Utsmān. Sebagian ahli

ilmu menceritakan bahwa Rasulullah saw berdiri di pintu Kaʻbah lalu bersabda,

“Tidak ada Tuhan melainkan Allah Yang Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya.

Maha benar janji-Nya. Dia Yang Esa menolong hamba-Nya dan mengalahkan

berbagai golongan.” Ketahuilah, segala kehormatan, darah atau kekayaan yang

diadukan, maka ia berada di bawah kedua kakiku ini, kecuali soal pemeliharaan

Baitullah dan pemberian air minum kepada jemaah haji.” Dia menuturkan kalimat

selanjutnya yang terdapat dalam hadits yang merupakan khutbah Nabi saw pada

8 Imām al-Jalīl al-Ḥāfiẓ ˋImād al-Dīn Abi al-Fidā Ismā‟īl Ibn Katsīr al-Qurasyī al-

Dimasyqī, Tafsir Al-Qurˋân Al-ʻAẓīm, Juz I (Semarang: Toha Putra, tt). h. 505. 9 Nama lengkapnya adalah Abi Ṭalhah Abdullah bin Abdul ῾Izzi bin ʻUtsman bin ʻAbd

Al-Dār bin Qusai bin Kilāb Al-Qurasyī Al-ʻAbdarī. Lihat Imam al-Jalîl al-Hāfiẓ ˋImād al-Dīn Abi

al-Fidāˋ Ismā‟īl Ibn Katsīr al-Qurasyī al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-„Aẓīm, Juz I, h. 505.

Page 57: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

43

saat itu hingga ia berkata: “Rasulullah saw duduk di masjid, lalu datanglah Ali bin

Abi Ṭālib sedangkan kunci Kaʻbah berada di tangannya, kemudian berkata, “Ya

Rasulullah, berikanlah tanggung jawab tentang penjagaan Kaʻbah dan pemberian

minum jamaʻah haji kepada kami. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan salam

kepadamu. „Maka Rasulullah saw bersabda, Di manakah Utsmān bin Ṭalḥah?‟

Maka Utsmān dipanggil supaya menghadap beliau. Lalu Nabi bersabda

kepadanya, “Hai Utsmān, ini ambillah kuncimu! Hari ini merupakan hari

pemenuhan janji dan hari kebaikan.” Ibn Jarīr berkata, telah menceritakan

kepadaku Al-Qāsim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain dari Hajjāj dari

Ibn Juraij berkaitan dengan ayat ini, dia berkata, “Meskipun ayat ini diturunkan

berkaitan dengan pengembalian kunci Kaʻbah, hal ini merupakan amanah yang

dulu diserahkan oleh Utsmān bin Ṭalḥah kepada Rasulullah saw yang kemudian

beliau mengembalikannya kepada Utsmān sebagaimana dikemukakan hadits

tersebut.10

Setelah mengemukakan hadis di atas, Ibn Katsīr berkata:

أن ىذه الأية نزلت في ذلك وسواء كانت نزلت فى ذلك أول فحكمها عام ولهذا قال بن عباس ومحمد بن النفية ىي للبر والفاجر أي ىي أمر لكل أحد.

Maksudnya adalah hukum ayat ini mencakup segala jenis amanah yang

diterima oleh manusia. Oleh karena itu, Ibn „Abbās ra berkata, “Amanah ini bagi

orang yang baik maupun durhaka. Yakni amanah itu merupakan perintah bagi

setiap orang agar memberikan amanah kepada ahlinya.

Dalam Disertasi Sahmiar Pulungan. Ayat di atas menjelaskan amanah di sini

ditujukan sebagai perintah kepada para pemimpin dan kepada manusia semuanya,

seperti memelihara barang titipan, menjaga persaksian dan sebagainya. Dengan

demikian amanah dalam ayat ini adalah kekuasaan.11

Yakni, suatu amanah

ditunaikan kepada ahlinya jangan pandang enteng. Meletakkan suatu amanah pada

ahlinya yang sesuai dengan kesanggupan dan bakatnya, jangan mementingkan

10

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid II (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1993). h. 448-449. 11

Sahmiar Pulungan, “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qurˋan” Disertasi Program

Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2006). h. 46.

Page 58: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

44

keluarga atau golongan sedangkan dia ternyata tidak ahli, jangan menerima

amanah kalau tidak ahli baik dalam urusan pemerintahan atau urusan umum.12

3. QS. Al-Anfāl 27:

ياأيػها الذين آمنػوا ل تونػوا الله والرسول وتونػوا أماناتكم وأنػتم تػعلمون “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah

dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati

amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu

mengetahui”

Dalam QS. Al-Anfāl: 27 Ibn Katsīr menyebutkan riwayat dari kitab Ṣaḥīh

Bukhārī dan Ṣaḥīh Muslim yang artinya:

“Ada sebuah kisah tentang Hāṭib bin Abu Balṭaˋah r.a Bahwa dia

pernah menulis surat kepada orang-orang Quraisy untuk

memberitahukan mereka tentang tujuan Rasulullah saw terhadap

mereka di tahun Fathu Makkah. Maka, Allah Ta‟ala memperlihatkan

hal itu kepada Rasul-Nya, lalu beliau mengirim seseorang untuk

mengejar dan mengambil surat itu. Lalu, beliau pun meminta agar

Hāṭib dihadapkan kepadanya dan dia mengakui apa yang telah dia

perbuat. Maka ʻUmar bin Khaṭṭāb r.a bangun dan berkata, “Wahai

Rasulullah bolehkan aku memenggal batang lehernya karena dia telah

berkhianat terhadap Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin?” Maka

beliau bersabda, “Biarkan dia, karena dia telah ikut perang Badar.

Bisa jadi Allah telah memperhatikan apa yang terjadi pada ahli

Badar lalu Dia berfirman, “Berbuatlah sesuka kalian, sesungguhnya

Aku telah memberikan ampunan bagi kalian.”13

Setelah menyebutkan beberapa riwayat hadits seperti yang disebutkan di atas,

Ibn Katsīr berkomentar sebagaimana berikut:

عامة وان صخ أنها وردت على سبب خاص فالأخذ بعموم اللفظ قلت: والصحيح أن الأيةل بخصوص السبب عند الماىير من العلماء. والخيانة تعم الذنوب الصغار الكبار اللازمة

والمتعدية. وقال على بن أبى طلحة عن ابن عباس )وتونوا أماناتكم(, الأمانة : الأعمال الت يضة, يقول )ل تونوا( ل تنقضوىا, وقال في رواية )ل تونوا ائتمن الله عليها العباد يعنى الف

14الله والرسول( يقول بترك سنتو وارتكاب معصيتو.

12 Sahmiar Pulungan, “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qurˋan” Disertasi Program

Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2006). h. 288. 13

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid III (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1993).h.561. 14

Al-Imām Abī Al-Fidāˋ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm,

Juz II (Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992)., h. 288.

Page 59: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

45

Ibn Katsīr berkata, “Pendapat yang benar adalah ayat tersebut berlaku

umum, meskipun telah diriwayatkan secara ṣaḥīh bahwa ayat itu turun karena

suatu sebab yang khusus. Karena menurut jumhur ulama, yang dijadikan patokan

adalah keumuman lafadz, bukan kekhususan sebab. Perbuatan khianat mencakup

semua dosa kecil dan dosa besar, baik berakibat pada diri sendiri maupun pada

orang lain. „Alī bin Abī Ṭalḥah meriwayatkan dari Ibn ʻAbbās r.a bahwa dia

berkata berkenaan dengan firman Allah swt, “Dan janganlah kamu mengkhianati

amanah yang dipercayakan kepadamu.” Amanah adalah amal-amal perbuatan

yang telah Allah Ta‟ala percayakan kepada hamba-hamba-Nya, yaitu kewajiban-

kewajiban. Dia (Ibn ʻAbbās) berkata, “Janganlah kamu mengkhianati”, yaitu

janganlah kamu membatalkannya.” Ibn „Abbās r.a juga berkata dalam riwayat

yang lain berkenaan firman Allah tersebut. Dia berkata, “Yaitu dengan

meninggalkan perintah-Nya dan melakukan kemaksiatan terhadap-Nya.15

Ibn ʻAbbās mengartikan: wa takhūnū amānātikum, amanah ialah amal

perbuatan yang diamanahkan (diwajibkan) Allah atas hamba-Nya. Lā takhūnū:

jangan kamu kurangi, jangan kamu teledor dan jangan kamu mengabaikannya.

Mengkhianati Rasul ialah meninggalkan sunnahnya dan melanggar larangannya.16

Disertasi Sahmiar Pulungan. Dalam ayat ini menjelaskan bahwa

mengkhianati amanah karena sebagai kesatuan yang berkaitan dengan khianat

kepada Allah swt dan Nabi Muhammad dan mencakup amanah Allah swt kepada

manusia seperti hukum-hukum yang disyariatkan-Nya agar dilaksanakan, amanah

Nabi Muhammad saw kepada manusia seperti keteladanan yang beliau tampilkan

dan amanah antar sesama manusia seperti penitipan harta benda dan rahasia.17

Larangan berlaku khianat terhadap amanah Allah swt, amanah Rasul dan amanah

sesama manusia, yakni menunda-nunda kewajiban dan tidak memelihara amanah

dengan baik.18

15

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid III (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1993). h. 562. 16

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid III (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1993). h. 563. 17

Sahmiar Pulungan, “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qurˋan” Disertasi Program

Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2006). h. 49-50. 18

Sahmiar Pulungan, “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qurˋan” Disertasi Program

Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2006). h. 247.

Page 60: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

46

4. QS. Al-Mu‟minūn 8:

ذين ىم لأماناتم وعهدىم راعون وال “Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang

dipikulnya) dan janjinya.”

Jika mereka diserahi amanah, maka mereka tidak mengkhianatinya, namun

menyampaikan kepada yang berhak menerimanya. Jika mereka berjanji atau

berakad, maka mereka memenuhinya.

ذين ىم لأماناتم وعهدىم راعون وال “Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang

dipikulnya) dan janjinya. (QS. Al-Ma‟ārij 32)”

Maksudnya adalah bila mereka diberi amanah tidak mengkhianatinya dan bila

berjanji tidak pernah melanggarnya. Inilah sifat-sifat orang beriman dan

sebaliknya adalah sifat-sifat orang munafik, sebagaimana telah disebutkan dalam

sebuah hadits ṣaḥīh:

آية المنافق عن أب ىريػرة رضي الله عنو: أن رسول الله صلى الله عليو وسلم قال ثلاث : إذا حدث كذب, وإذا وعد أخلف, وإذا اؤتن خان

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra katanya: Sesungguhnya Nabi

Muhammad saw telah bersabda: Tanda-tanda orang munafik ada tiga

perkara, yaitu apabila bercakap dia berbohong, apabila berjanji dia

mungkiri dan apabila di beri amanah dia mengkhianatinya”. (HR.

Bukhārī).19

Dalam riwayat lain juga dikatakan:

20عاىد غدر وإذا خاصم فجر آية المنافق ثلاث : إذا حدث كذب, وإذا Artinya:“Ciri-ciri orang munafik ada tiga: bila berbicara selalu

dusta, bila berjanji selalu melanggar dan bila berperkara selalu

melampaui batas.”

Disertasi Sahmiar Pulungan.21

Ayat di atas menjelaskan bahwa amanah dan

janji di sini mencakup apa saja yang harus ditunaikan manusia baik urusan agama

19

Abdullah Muhammad bin Ismā‟īl bin Ibrahim bin al-Mughīrah al-Bukhārī, al-Jami‟ al-

Sahih, juz I (Beirut: „Alam al-Kutb, 1417H/1997M), h. 46. Lihat juga Sahih Muslim, Bab Iman,

No. 8. 20

Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-„Aẓīm, Juz IV, h. 422-423. 21

Sahmiar Pulungan, “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qurˋan” Disertasi Program

Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2006). h. 44-45.

Page 61: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

47

maupun dunia baik perkataan maupun perbuatan. Orang-orang yang beriman

adalah memegang amanah dengan memelihara dan memenuhi setiap janji, baik

janjinya dengan Allah maupun janjinya dengan sesama manusia. Apabila mereka

berkata tidak berdusta, dipercaya tidak berkhianat, apabila berjanji tidak

melanggar.

Dari uraian yang terdapat pada tabel 4.1 di atas penulis menemukan

persamaan dan perbedaan antara penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya

Persamaan Perbedaan

QS. al-Ahzāb: 72. Persamaanya antara

penelitian penulis dengan sebelumnya

adalah sama-sama memaknai amanah

dengan segala kewajiban agama yang

harus ditunaikan sebaik-baiknya.

Perbedaannya adalah dalam

penelitian penulis, Ibn Katsīr

menafsirkan ayat amanah yang

terdapat QS. al-Ahzāb: 72 yaitu

tidak hanya mengemukakan makna

amanah dari berbagai pandangan saja

tapi di sini Ibn Katsīr menyebutkan

riwayat Ibn „Abbās. Sedangkan

dalam penelitian sebelumnya hanya

mengemukakan berbagai pandangan

tentang makna amanah.

Jadi terbukti bahwa Ibn Katsīr tidak

hanya bertindak sebagai pengumpul

riwayat saja, tetapi juga sebagai

kritikus yang mampu menarjih

sebagian riwayat.

QS. Al-Nisa’: 58. Persamaannya antara

penelitian penulis dengan sebelumnya

adalah sama sama memberi pernyataan

untuk menyampaikan amanah kepada

ahlinya.

Perbedaannya adalah dalam

penelitian saya memaknai amanah

dengan segala bentuk amanah yan

wajib dilakukan manusia seperti hak-

hak Allah yang menjadi kewajiban

para hamba-Nya. Dalam penelitian

ini Ibn Katsīr juga mengambil

riwayat hadits al-Hasan dari

Samurah. Sedangkan dalam

penelitian sebelumnya memaknai

amanah dengan kekuasaan yang

ditujukan kepada pemimpin dan

manusia untuk memelihara dan

menjaga persaksian. Dan hanya

mengemukakan beberapa pendangan

tentang makna amanah.

QS. Al-Anfāl: 27. Persamaannya

antara penelitian penulis dengan

sebelumnya adalah sama sama memberi

pernyataan tidak boleh mengkhianati

Perbedaannya adalah dalam

penelitian saya Ibn Kastīr

menyebutkan riwayat dari kitab

Sahih Muslim kisah tentang Hāṭib bin

Page 62: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

48

amanah Allah, rasul dan sesama

manusia. Yakni mengkhianati Allah

berupa meninggalkan kewajiban-

kewajiban atau syari‟at hukum yang

telah Allah percayakan kepada hamba-

Nya agar dilaksanakan. Mengkhianati

rasul yaitu meninggalkan sunnahnya

dan melaranggar larangannya.

Mengkhianati sesama manusia yakni

tidak memelihara barang titipan, rahasia

dan lain sebagainya.

Abu Balṭa‟ah ra sebagai sebab

turunnya ayat ini. Sedangkan dalam

penelitian sebelumnya ayat ini

diturunkan berkaitan dengan

peristiwa Abu Lubabah dan Bani

Quraizhah.

QS. Al-Mu’minūn: 8. Persamaannya

antara penelitian penulis dengan

sebelumnya adalah sama sama

memaknai amanah disini dengan

memberi pernyataan sifat orang-orang

yang beriman adalah memegang

amanah dengan memelihara dan

memenuhi setiap janji. Apabila mereka

berkata tidak berdusta, dipercaya tidak

berkhianat dan apabila berjanji tidak

melanggar.

Perbedannya adalah dalam penelitian

saya Ibn Katsīr mengambil riwayat

abu Hurairah ra dalam hadits Bukhārī

dan riwayat lain dalam Tafsir al-

Qur‟an al-„Aẓīm. Sedangkan dalam

penelitian sebelumnya tidak

mengambil riwayat siapapun.

B. Tabel 4.2 Amanah dalam bentuk Hutang Piutang (barang titipan)

sesama Manusia

NAMA

SURAT

KONTEKS AYAT ARGUMEN

QS. Al-Baqarah:

283

Jika terjadi hutang piutang dan sebagian

kamu mempercayai sebagian yang lain

maka tidak apa-apa apabila kamu tidak

mencatat dan mempersaksikannya.

Tetapi Allah mengingatkan supaya yang

berhutang membayar tepat pada

waktunya, hendaknya takut benar

kepada ancaman Tuhan terhadap orang

yang berlaku khianat, demikian pula

orang yang menyaksikan kejadian itu

harus menerangkan yang sebenarnya

dan jangan sampai menyembunyikan

persaksiannya sebab hal itu adalah dosa,

sedang Allah mengetahui segala

perbuatan makhluk-Nya.

Abu Sa᾿īd al-

Khudrī, Al-

Syaʻbī, Ibn

„Abbās.

Page 63: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

49

QS. Al-Baqarah: 283 ذي اؤتن وإن كنتم على سفر ول تدوا كاتبا فرىان مقبػوضة فإن أمن بػعضكم بػعضا فػليػؤد ال

.فإنو ءاث قػلبو والله بما تػعملون عليم أمانػتو وليتق الله ربو ول تكتموا الشهادة ومن يكتمها “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu‟amalah tidak secara tunai)

sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada

barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan

tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka

hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)

dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah (Tuhannya), dan janganlah

kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa

yang menyembunyikan (persaksian), maka sesungguhnya ia adalah

orang yang berdosa hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang

kamu kerjakan.”

Dalam menafsirkan ayat di atas, Ibn Katsīr menyebutkan sebuah riwayat dari

Ibn Abī Hātim yang meriwayatkan dengan sanad yang baik dari Abu Sa᾿īd al-

Khudrī, dia berkata; ىذه ما نسخت قبلها bahwa ayat ini menaskh ayat sebelumnya,

(yaitu firman Allah Ta‟ala, „Maka catatlah..‟). Kemudian Ibn Katsīr melanjutkan

"وقال الشعبي: اذا نتمن بعضكم بعضا فلا بأس أن ل تكتبوا أو ل تشهدوا" . Al-Syaʻbī

berkata: “Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka tidak apa-

apa apabila kamu tidak mencatat dan mempersaksikannya.”22

Jika terjadi hutang piutang dalam perjalanan dan bertepatan tidak ada penulis,

maka hendaknya dilakukan dengan memegangkan barang tanggungan, tetapi jika

masing-masing percaya mempercayai maka boleh tanpa tanggungan, tetapi Allah

mengingatkan supaya yang berhutang membayar tepat pada waktunya, hendaknya

takut benar kepada ancaman Tuhan terhadap orang yang berlaku khianat,

demikian pula orang yang menyaksikan kejadian itu harus menerangkan yang

sebenarnya dan jangan sampai menyembunyikan persaksiannya sebab hal itu

adalah dosa, sedang Allah mengetahui segala perbuatan makhluk-Nya.

فػليػؤد الذي اؤتن أمانػتو فإن أمن بػعضكم بػعضا ; Maka jika masing-masing

mempercayai, maka hendaknya yang diamanati supaya mengembalikan

amanahnya. Abu Sa᾿īd Al-Khudrī berkata: ayat ini memansukhkan ayat yang

sebelumnya. Yakni kewajiban menulis itu berubah tidak wajib, demikian pula soal

22

Imām al-Jalīl al-Ḥāfiẓ ῾Imād al-Dīn Abī al-Fidā Ismāil Ibn Katsīr al-Qurasyī al-

Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟ân Al-„Aẓīm, Juz I (Semarang: Toha Putra, tt). h. 43.

Page 64: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

50

persaksian, yakni jika sudah saling percaya meskipun tidak ditulis dan tidak

dipersaksikan tidak apa-apa, hanya saja Allah menekankan supaya orang yang

dipercaya itu menjaga benar taqwanya, jangan sampai menyalahi amanah.

تكتموا الشهادة ول ; Dan jangan menyembunyikan persaksian. Ibnu „Abbās ra.

Berkata; “Persaksian yang palsu itu termasuk dosa besar dan menyembunyikan

persaksian itu juga sama. Dan siapa yang menyembunyikan persaksiannya maka

ia lancung hatinya dan berdosa. Dan Allah Maha Mengetahui semua perbuatanmu

yang lahir, batin terang dan samar.23

Firman Allah Taʻala, “dan bertakwalah kepada Allah (Tuhanmu)” sebagai

Dzat Yang Dipercaya. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadits yang

diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para penulis sunan yang diterima dari

Qatādah dari Al-Ḥasan dan Samurah, bahwa Rasulullah saw bersabda:

على اليدى ما أخذت حت تؤديو “Tetapi tangan yang menerima itu menanggung amanat sehingga

ia kembalikan amanat itu. (HR. Ahmad, Ahlisuunan).24

Dalam Disertasi Sahmiar Pulungan.25

Menjelaskan jika kamu dalam

perjalanan dan bermuamalah tidak secara tunai, sedangkan tidak mendapatkan

seorang penulis yang dapat menulis hutang-hutang sebagaimana mestinya, maka

hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Di sini

jaminan bukan berbentuk tulisan atau saksi, tetapi bebentuk kepercayaan dan

amanah yang bersifat timbal balik. Amanah dalam ayat ini adalah kepercayaan

dari yang memberi terhadap yang diberi atau dititipi yang harus dipelihara.26

Dari uraian di atas penulis menemukan persamaan dan perbedaan antara

penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dalam penelitian

23

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1988).

Jilid I, h. 520-521. 24

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid I (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1988). h. 521. 25

Sahmiar Pulungan, “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qurˋan” Disertasi Program

Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2006). h. 204-205. 26

Sahmiar Pulungan, “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qurˋan” Disertasi Program

Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2006). h. 39.

Page 65: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

51

penulis dengan sebelumnya adalah sama-sama memaknai amanah dengan barang

ttipan. Yakni kepercayaan dari yang memberi terhadap yang diberi atau dititipi

yang harus diperlihara dan jangan menyembunyikan persaksian. Persaksian yang

palsu dan menyembunyikannya itu termasuk dosa besar. Perbedaannya adalah

dalam penelitian saya Ibn Katsīr menyebutkan riwayat dari Ibn Abī Hātim dan

hadits Imam Ahmad. Sedangkan dalam penelitian sebelumnya tidak terdapat

riwayat siapapun hanya menjelaskan ayat yang bersangkutan dengan amanah. Jadi

terbukti bahwa Ibn Katsīr menafsirkan makna amanah tidak hanya bertindak

sebagai pengumpul riwayat saja, tetapi juga sebagai kritikus yang mampu

menarjih sebagian riwayat. Sedangkan dalam disertasi Sahmiar mengakumulasi

berbagai aspek pembahasan yang bertitik tolak dari teks ayat al-Qur‟an tentang

amanah dalam cakupan makna yang lebih luas.

Tabel 4.3 Amanah dalam bentuk Kepercayaan dan Aman.

NO NAMA SURAT KONTEKS AYAT ARGUMEN

1. QS. Al-A‟rāf: 68 Inilah sifat-sifat yang harus dimiliki

oleh para Rasul: yaitu menyampaikan

risalah dakwah, memberi nasehat dan

menunaikan amanah (terpercaya).

Ibn Katsīr

2.

QS. Al-Syuʻarāˋ

:107

Nūh as diutus oleh Allah kepada

penghuni bumi setelah sebelumnya

berhala dan sekutu yang disembah

oleh mereka. Namun kaumnya

mendustakan Nūh dan mereka terus-

menerus berada dalam kemusyrikan.

Pendustaan mereka terhadap Nūh

dipandang Allah sebagai pendustaan

terhadap seluruh rasul.

Ibn Katsīr

QS. Al-Syuʻarāˋ:

125

Hūd as bahwasannya ia menyeru

kaumnya. Yaitu kaum ʻĀd mereka

beribadah kepada selain Allah swt.

Allah mengutus kepada (Hūd as)

seseorang dari kalangan mereka

sebagai rasul, pembawa kabar

gembira dan pemberi peringatan.

Lalu dia menyeru mereka kepada

Allah dan memperingatkan mereka

akan hukuman dan adzab-Nya jika

mereka menyelisihi-Nya

QS. Al-Syuʻarāˋ:

143

Allah mengutus nabi Ṣāleh as kepada

kaum Tsamud. Mereka bangsa Arab.

Page 66: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

52

Nabi Ṣāleh mengajak mereka kepada

Allah Taʻala agar mereka

menyembah Dia semata tanpa sekutu

bagi-Nya dan hendaklah mereka

menaati risalah yang disampaikan

kepada mereka. Namun jika mereka

membangkang, mendustakan dan

menyelisihnya maka semuanya akan

binasa bersama mereka.

QS. Al-Syuʻarāˋ:

162

Lūṭ as diutus Allah kepada satu umat

yang ditinggal di Sadum. Perilaku

mereka menyebabkan mereka

dibinasakan oleh Allah swt. Dia

menjadikan tempat tinggal mereka

danau yang bau busuk. Lūṭ mengajak

mereka untuk meng-Esakan Allah,

dan menaati rasul yang telah Allah

utus kepada mereka dan melarang

mereka bermaksiat yaitu berbuat

sodomi

QS. Al-Syuʻarāˋ:

178

Allah mengutus nabi Syuʻaib as

untuk mengajak penduduk Aikah

menyembah hanya kepada Allah

yang telah menciptakan kamu dan

menciptakan alam semesta ini,

bertaqwalah kamu kepada-Nya dan

taatlah kepada ajaranku yang Allah

perintahkan aku menyampaikan

kepadamu.

3.

QS. Al-Takwīr:

21

Maksud Ar-Rūh Al-Amīn dalam ayat

ini adalah Jibril as. Jibril merupakan

malaikat Allah yang disifati dengan

Ar-Rūh Al-Amīn. Disifati dengan al-

Amīn karena ia (Jibril merupakan

kepercayaan Allah swt untuk

memelihara wahyu-Nya dan

menyampaikannya kepada siapapun

di antara hamba-Nya yang Dia

kehendaki.

Ibn „Abbās,

Muhammad

bin Ka‟ab,

Qatādah

„Aṭiyyah Al-

Aufā, Aḍ-

Ḍahak, Az-

Zuhrī dan Ibn

Juraij.

4. QS. Al-Naml: 39 Ifrit dari golongan Jin.

“Sesungguhnya aku benar-benar

kuat untuk membawanya lagi dapat

dipercaya. Ibn „Abbās berkata:

yakni, kuat untuk memikulnya dan

terpercaya untuk menjaga permata

yang terdapat di dalamnya.

Ibn „Abbās

5. QS. Al-Tīn: 3 Yang dimaksud الأمين (aman) pada

ayat di atas yaitu Kota Makkah.

Ibn „Abbās,

Mujahid,

Page 67: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

53

Sebagian para Imam berkata: ketiga

tempat ini adalah lokasi diutusnya

seorang Nabi yang tergolong dalam

Ulul Azmi yang diturunkan syariat

besar kepada mereka. Yaitu: tempat

Tin dan Zaitun, Sinīn (Gunung

Sinai), Makkah, yaitu negeri yang

aman.

Ikrimah, Al-

Hasan,

Ibrāhīm, An-

Nakhāī, Ibn

Zaid, dan

Ka‟ab Al-

Ahbār.

1. QS. Al-A‟rāf: 68

ت رب وأنا لكم ناصح أمي ال س أبػلغكم ر “Aku menyampaikan amanah-amanah Tuhanku kepadamu dan

aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.”

Pada ayat di atas. Ibn Katsīr berkata:

27وىذه الصفات الت يتصف بها الرسل البلاغ والنصح والأمانة

Itulah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh para Rasul: yaitu menyampaikan

risalah dakwah, memberi nasehat dan menunaikan amanah (terpercaya).”

ي وقال الملك ائػتون بو أستخلصو لنػفسى فػلما كلمو, قال إنك اليػوم لديػنا مكي أم Dan raja berkata: “Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih

dia sebagai orang yang dekat kepadaku”. Maka tatkala raja telah

bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: “Sesungguhnya kamu

(mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi

dipercayai di sisi kami.” (QS. Yūsuf: 54)

Allah swt berfirman mengisahkan raja Mesir. Setelah mengetahui dan

meyakini kebersihan Yūsuf dari segala yang dituduhkan kepadanya serta

keluhuran budi pekertinya, maka ia berkata, “Bawalah Yūsuf kepadaku untuk ku

angkat dia menjadi salah seorang anggota staf khususku dan penasehatku.”28

Disebutkan dalam Tafsir Ibn Katsīr, setelah raja Mesir bercakap-cakap

dengan Yūsuf, maka berkatalah ia kepadanya, مكانة وأمنة إنك عندنا قد بقيت ذا

27

Al-Imām Abī Al-Fidāˋ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm,

Juz II (Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992). h. 215. 28

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid IV (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1988). h. 384.

Page 68: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

54

Sesungguhnya engkau (Yūsuf) di sisi kami sebagai pembantu yang berkedudukan

tinggi dan berkepercayaan penuh.”29

2. QS. Al-Syuʻarāˋ

إن لكم رسول أمي “Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus)

kepadamu.” (QS. Al-Syuʻarâˋ 107, 125, 143, 162, dan 178).

Pada ayat di atas, disebutkan sebanyak 5 kali dalam satu surah yang sama.

Ayat-ayat tersebut ialah ayat ke 107, 125, 143, 162 dan 178, namun mengarah

pada obyek yang berbeda. Obyek-obyek tersebut ialah Nabi Nūh, Hūd, Ṣāleh, Lūṭ

dan Syuʻaib. Adapun rinciannya sebagai berikut:

a. Nabi Nūh as

Tafsirnya: Kelompok ayat ini merupakan pemberitahuan dari Allah

Taʻala ihwal hamba dan Rasul-Nya, Nūh as. Dia merupakan rasul pertama

yang diutus oleh Allah kepada penghuni bumi setelah sebelumnya berhala

dan sekutu yang disembah oleh mereka. Kemudian kaumnya mendustakan

Nûh dan mereka terus-menerus berada dalam kemusyrikan. Pendustaan

mereka terhadap Nūh dipandang Allah sebagai pendustaan terhadap seluruh

rasul. Karena itu, Allah Ta‟ala berfirman, “Kaum Nūh telah mendustakan

para rasul” Ketika saudara mereka berkata: kepada mereka, „Mengapa kamu

tidak bertaqwa?‟ Yakni mengapa kamu tidak takut kepada Allah dengan

penyembahanmu kepada selain-Nya?‟30

Terkait firman Allah, “ إن لكم رسول أمي” Ibn Katsīr menafsirkannya

dengan:

: أي إنى رسول من الله إليكم أمي فيما بعثنى الله بو أبلغكم رسالت إنى لكم رسول أمي 31رب ول أزيد فيها ول أنقص منها.

29

Al-Imām Abī Al-Fidāˋ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm,

Juz II (Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992), h. 463. 30

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid VI (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1988). h. 62. 31

Al-Imām Abī Al-Fidāˋ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm,,

Juz III (Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992), h. 329.

Page 69: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

55

Sesungguhnya aku adalah seorang rasul Allah yang terpercaya

bagimu. Allah telah mengutus kepadaku untuk menyampaikan risalah-Nya.

Dan aku tidak menambah dan mengurangi risalah itu.

b. Nabi Hūd as

Tafsirnya: Ini adalah kabar dari Allah Taʻala tentang hamba dan rasul-

Nya, yaitu Hūd as, bahwasannya ia menyeru kaumnya. Yaitu kaum ʻĀd.

Mereka adalah kaum yang menempati Al-Ahqāf, yaitu bukit-bukit pasir yang

terletak dekat dengan negeri Hadramaut dari arah negeri Yaman. Zaman

mereka adalah setelah Nabi Nūh. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S Al-

Aʻrāf: 69 Mereka وواذكروا إذ جعلكم خلفاء من بعد قوم نوح وزادكم في الخلق بسط

kaum yang berada pada puncak keteraturan, kekuatan, siksanya keras,

kekuasaan yang luas, rezeki yang lapang, harta benda, kebun-kebun, sungai-

sungai, anak-anak, tanaman-tanaman dan buah-buahan. Meski demikian,

mereka beribadah kepada selain Allah swt. Maka Allah mengutus kepada

(Hūd as) seseorang dari kalangan mereka sebagai rasul, pembawa kabar

gembira dan pemberi peringatan. Lalu dia menyeru mereka kepada Allah dan

memperingatkan mereka akan hukuman dan adzab-Nya jika mereka

menyelisihi-Nya.32

c. Nabi Ṣāleh as

Tafsirnya: Ini merupakan pemberitahuan dari Allah swt ihwal hamba

dan rasul-Nya, Ṣāleh as. Dia mengutusnya kepada kaum Tsamud. Mereka

bangsa Arab. Mereka tinggal di kota al-Hijr yang terletak antara Wadil Qura

dan Syria. Tempat tinggal mereka dikenal dan sangat masyhur. Kaum

Tsamud hidup setelah kamu ʻĀd dan sebelum Ibrāhīm as.

Nabi Ṣāleh mengajak mereka kepada Allah Taʻala agar mereka

menyembah Dia semata tanpa sekutu bagi-Nya dan hendaklah mereka

menaati risalah yang disampaikan kepada mereka. Namun jika mereka

membangkang, mendustakan dan menyelisihnya maka semuanya akan binasa

32

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid VI (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1988). h. 68.

Page 70: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

56

bersama mereka.33

Dan Nabi Ṣāleh juga mengabarkan kepada mereka bahwa

dia tidak meminta upah sedikitpun dari mereka, akan tetapi dia hanya

mengharapkan pahala dari Allah swt.

Pendapat yang benar adalah mereka satu umat. Mereka disifati untuk

setiap situasi dengan sesuatu. Karena itu Nabi Syuʻaib menasehati dan

memerintahkan mereka untuk memenuhi takaran dan timbangan sebagaimana

dalam kisah Madyan (sama persis). Maka hal ini menunjukkan bahwa mereka

adalah satu umat dengan nama yang berbeda. d. Nabi Lūṭ as

Tafsirnya: Allah Ta‟ala memberitahukan ihwal hamba dan rasul-Nya,

Lûṯ as. Lûṯ adalah anak laki-laki Haran bin Azar. Dia adalah anak saudara

laki-laki Ibrahīm as. Dia diutus kepada satu umat yang ditinggal di Sadum.

Perilaku mereka menyebabkan mereka dibinasakan oleh Allah swt. Dia

menjadikan tempat tinggal mereka danau yang bau busuk. Tempat ini dikenal

di wilayah pegunungan Bergua yang berdekatan dengan wilayah pegunungan

Baitul Maqdis. Lūṯ mengajak mereka untuk meng-Esakan Allah, dan menaati

rasul yang telah Allah utus kepada mereka dan melarang mereka bermaksiat

yaitu berbuat sodomi.34

e. Nabi Syuʻaib as

Tafsirnya: Penduduk Aikah adalah penduduk Madyan. Aikah nama

sebuah pohon yang menjadi persembahan mereka. Nabi yang datang kepada

mereka adalah Nabi Syuʻaib as yang sekutu, sedarah, sedaging dengan

seorang rasul kepercayaan yang diutus Allah kepada kamu, untuk mengajak

kamu menyembah hanya kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan

menciptakan alam semesta ini, bertaqwalah kamu kepada-Nya dan taatlah kepada

ajaranku yang Allah perintahkan aku menyampaikan kepadamu. Dan untuk

penyampaian ajaran dan tuntunan Allah kepadamu, sekali-kali aku tidak

33

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid VI (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1988). h.74. 34

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid VI (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1988). h. 79.

Page 71: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

57

minta upah kepadamu. Upahku hanyalah dari Allah, Tuhan semesta alam

yang telah mengutusku.35

Kemudian, Ibn Katsīr menyebutkan beberapa riwayat hadits yang

berbicara mengenai apakah penduduk Aikah dan Madyan itu satu umat?

Ataukah keduanya berbeda (dua umat)? Hadits-hadits tersebut di antaranya:

ا حدثنى إبن السدى عن أبيو وزكري –وىو ضعيف -وقد روى إسحاق بن بشر الكاىلىبن عمر وعن خصيف عن عكرمة قال: ما بعث الله نبيا مرتي إل شعيبا مرة الى مدين

فأخذىم الله بالصحيحة ومرة الى أصحاب الأيكة فأخذىم الله تعالى بعذاب يوم الظلة, وروى أبو القاسم البغوى عن ىدبة عن همام عن قتادة فى قولو تعالى )وأصحاب الرس( قوم

الأيكة( قوم شعيب. وقال لو إسحاق بن بشر. وقال غير جويبر شعيب وقولو )وأصحاب .أصحاب الأيكة ومدين هما واحد, والله أعلم

36

Pada pembahasan akhir dalam menafsirkan ayat di atas, Ibn Katsīr

berkata:

والصحيح أنهم أمة واحدة وصفوا فى كل مقام بشيئ ولهذا وعظ ىؤلء وأمرىم بوفاء 37والميزان كما فى قصة مدين سواء بسواء فدل ذلك على أنهما أمة واحدة.المكيال

Dari uraian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa dalam QS. Al-Syuʻarâˋ

107, 125, 143, 162, dan 178 yaitu amanah dengan makna kepercayaan,

maksudnya adalah sifat yang dimiliki oleh seseorang, yaitu sifat terpercaya, selalu

jujur, setia dengan ucapan dan tidak berdusta. Amanah merupakansatu sifat yang

wajib dimiliki oleh seorang rasul. Lima kali kata rasūlun amīn untuk menyebut

lima orang Rasul. Gelar tersebut diberikan kepada yakni; Nabi Nūh as (ayat 107),

Nabi Hūd as. (ayat 125), Nabi Shaleh as (ayat 143), Nabi Luth as (ayat 162) dan

Nabi Syu‟aib as (ayat 178). Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan bahwa rasul diberi

kepercayaan dan kepercayaan yang dimaksud adalah risalah atau agama Allah swt

untuk mengatur kehidupan manusia.

35

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr, Jilid VI (Surabaya: PT Bina Ilmu,

1988). h. 81. 36

Al-Imām Abī Al-Fidāˋ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm,

Juz III (Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992), h. 334. 37

Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm, Juz III, h. 334.

Page 72: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

58

3. QS. Al-Takwīr: 21

أمي طاع ث م “Yang ditaati (di alam malaikat), lagi dipercaya.”

Kata الأمي dalam ayat di atas dimaknai dengan “صفة لبريل بالأمانة” adalah

sifat yang dimiliki Jibril as, yaitu amanah atau dapat dipercaya.38

Hal ini

merupakan suatu perkara yang sangat agung karena Allah swt menyucikan

hamba-Nya dan utusan-Nya (Malaikat Jibril) sebagaimana Allah swt menyucikan

hamba-Nya dan utusanya (Muhammad saw) dengan firman-Nya: وما صحبكمن بمجنػو (Dan temanmu [Muhammad] bukanlah sekali-kali orang yang gila). Al-

Syaʻbī, Maimūn bin Mahrān dan Abu Ṣālih berkata: maksud dari ayat “ وما صحبكم adalah Nabi Muhammad saw. Sedangkan pendapat yang dikatakan oleh ”بمجنػون

lebih dari satu orang ulama salaf, di antaranya Ibn ʻAbbās, Muhammad bin Kaʻab,

Qatādah, „Aṭiyyah Al-Aufā, As-Suddī, Adh-Dhahak, Az-Zuhrī dan Ibn Juraij.

Disifati dengan al-Amīn karena ia (Jibril merupakan kepercayaan Allah swt untuk

memelihara wahyu-Nya dan menyampaikannya kepada siapapun di antara hamba-

Nya yang Dia kehendaki.39

Az-Zuhri bekata: Ini seperti yag disebutkan dalam

firman Allah QS. Al-Baqarah 97:

قا لما بػي يديو وىدى قل من كان ع دوا لبريل فإنو نػزلو على قػلبك بإذن الله مصد وبشرى للمؤمني

“Katakanlah Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka

Jibril itu telah menurunkan (al-Qur‟an) ke dalam hatimu dengan

seizin Allah, membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan

menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang

beriman.”

Dari uraian tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa dari ayat (QS.

Al-Takwīr: 21) tersebut, diketahui bahwa amanah bukan saja diberikan kepada

manusia, akan tetapi amanah juga dapat disematkan kepada para malaikat,

38

Al-Imām Abī Al-Fidāˋ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm, Juz

IV (Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992), h. 481. 39

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1994).

Jilid VI, h. 85.

Page 73: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

59

khususnya malaikat Jibril as selaku penghubung yang membawakan wahyu dan

risalah Allah SWT dengan para nabi-Nya.

4. QS. Al-Naml: 39.

قال عفريت من الن أنا آتيك بو قػبل أن تػقوم من مقامك وإنى عليو لقوي أمي “Berkata „Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin. “Aku akan datang

kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum

kamu berdiri dari tempat dudukmu, sesungguhnya aku benar-benar

kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.”

.Berkatalah Ifrit dari golongan jin, “Aku akan datang kepadamu dengan

membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu.”

Ibn ʻAbbās berkata, “Sebelum engkau bangun dari singgasanamu.” Mujahid

berkata, “tempat dudukmu” As-Suddī dan lainnya berkata, yakni mulai dari pagi

hingga tergelincir matahari. “Sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk

membawanya lagi dapat dipercaya.” Ibn ʻAbbās berkata, “ قوي على حلو أمي على ما Yakni, kuat untuk memikulnya dan terpercaya untuk menjaga ”فيو من الوىر

permata yang terdapat di dalamnya.40

Dari uraian tersebut, penulis menyimpulkan dalam ayat (Q.S Al-Naml: 39)

tersebut merupakan tentang kemampuan „Ifrit (golongan jin) memindahkan

singgasana ratu Balqis pada saat itu dalam waktu singkat. „Ifrit juga menjamin

bahwa dia dapat dipercaya dalam melaksanakan tugas tersebut. yang dimaksud

dengan amīnun dalam ayat tersebut adalah jaminan kepercayaan yang diberikan

oleh „Ifrit untuk membawa istana seperti sedia kala tanpa ada perubahan,

pengurangan, atau penambahan, khususnya yang terkait dengan isi singgasana.

5. QS. Al-Tīn: 3

وىذا البػلد الأمي Artinya: “Dan demi kota (Makkah) ini yang aman.”

40

Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm, Juz III, h. 336.

Page 74: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

60

Yang dimaksud الأمي (aman) pada ayat di atas yaitu kota Makkah. Pendapat

ini dikatakan oleh Ibn „Abbās, Mujāhid, Ikrimah, Al-Ḥasan, Ibrāhīm An-Nakhāi,

Ibn Zaid dan Kaʻab Al-Ahbār, dan tidak ada perselisihan tentang ayat ini.41

Sebagian para imam berkata: Ketiga tempat ini adalah lokasi diutusnya

seorang Nabi yang tergolong dalam Ulul Azmi, yang diturunkan syariʻat besar

kepada mereka yaitu:

Pertama: Tempat Tin dan Zaitun, yaitu Baitul Maqdis yang diutus ke sana

adalah Nabi „Īsa as.

Kedua: Sinīn, yaitu Gunung Sinai, tempat Allah berbicara dengan Nabi Musa

as.

Ketiga: Makkah, yaitu negeri yang aman. Orang yang masuk ke negeri itu

akan aman dan itulah tempat Allah swt mengutus utusanNya, yaitu Muhammad

saw.

Sebagian para imam itu berkata: Di dalam kitab Taurat telah disebutkan

ketiga tempat ini: “Allah datang dari Thur Sinai.” Yaitu tempat Allah berbicara

dengan Nabi Mūsa as. “Kemudian terbit di Sa‟ir.” Yaitu gunung Baitul Maqdis,

tempat Allah mengutu Nabi Isa as. “Dan memberi pernyataan dari gunung

Farran,” yaitu pegunungan Makkah, tempat Allah swt mengutus Nabi

Muhammad saw. Di sini Allah menyebutkan ketiga tempat tersebut secara

berturut-turut sesuai urutan waktu. Dengan demikian, di sini Allah bersumpah

dengan yang paling mulia, lalu yang paling mulia darinya dari yang paling mulia

di antara keduanya itu.42

Kata al-amīn dalam ayat (QS. Al-Tīn: 3) mengandung makna kepercayaan

dan keamanan. Karena kota Mekkah menjaga orang yang masuk ke dalam

wilayahnya, bahkan menjaga hewan atau tumbuhan yang ada di dalamnya,

sebagaimana orang yang dipercaya menjaga apa yang dipercayakan kepadanya.

41

Al-Imām Abī Al-Fidāˋ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm,,

Juz IV (Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992), h. 529. 42

Al-Hāfiẓ „Imād al-Dīn Abu Al-Fidā Ismā‟īl Ibn Katsīr, Tafsir Juz „Amma terj. Farizal

Tirmizi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 260-261, atau Al-Imām Abī Al-Fidāˋ Al-Hāfiẓ Ibn

Katsīr Al-Dimasyqī, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm,, Juz IV (Beirut: Maktabah Al-Nûr Al-„Ilmiyyah,

1992), h. 529.

Page 75: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

61

Dengan demikian, Mekkah disamakan dengan makhluk hidup karena memiliki

kesamaan yaitu penjagaan.

Jika dilihat dari pengklasifikasian ayat-ayat amanah dalam tafsir Ibn Katsīr,

amanah yang berakar dari kata amina mengandung beberapa makna yakni, beban

kewajiban, janji, barang titipan, kepercayaan; Amanah dengan pengertian

pembebanan ialah agama yakni taklīf (pembebanan kewajiban-kewajiban agama).

Ketika Allah swt ingin melihat keimanan hamba-Nya. Ia menetapkan seperangkat

perintah dan larangan untuk dijalankan dan dihindari oleh manusia. Pada

hakikatnya pembebanan tersebut demi kebaikan dan kepentingan manusia itu

sendiri, sebaliknya ketika mereka menghindari taklif tersebut berarti mereka

menolak kebaikan yang sudah direncanakan Allah swt untuk dirinya, yaitu

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat; Amanah dengan makna perjanjian,

perjanjian merupakan pembebanan atas diri sendiri dan pertanggungjawaban

kepada Allah swt. Pertanggungjawaban tidak hanya menyangkut dilaksanakan

atau tidaknya perjanjian tersebut, namun perlunya loyalitas dan disiplin terhadap

pelaksanaannya. Setiap janji dan ikrar yang dibuat harus dipenuhi dan

dilaksanakan semaksimal mungkin sesuai dengan janji yang telah disepakati.

Pengingkaran janji adalah pengingkaran amanah dan pengingkaran

pertanggungjawaban kepada Allah swt dan termasuk dalam kategori munafik;

Amanah dengan pengertian barang titipan adalah setiap barang yang dipercayakan

seseorang kepadanya untuk dijaga, disimpan, dipelihara, atau disampaikan kepada

orang lain, atau titipan yang akan diambil pada saat dikembalikan. Amanah

dengan pengertian ini menuju kepada terciptanya hubungan saling membutuhkan

yang harmonis di antara sesama manusia; Amanah dengan makna kepercayaan

adalah suatu hal yang berkaitan dengan integritas moral seseorang, seperti jujur,

tidak berdusta, memenuhi janji dan bisa dipercaya. Amanah dalam pengertian ini

menekankan titik kejujuran dalam membersihkan diri untuk mendekatkan diri

kepada Allah swt. Sifat ini merupakan tanggungjawab orang yang beriman agar

memiliki kejujuran dalam rangka mempraktekkan sifat terpuji yang dimiliki para

Nabi.

Page 76: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

62

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah dilakukan penelitian tentang tema Penafsiran Ibn Katsīr Tentang

Amanah dalam - - Aẓīm (Kajian Tematis Ayat-ayat Amanah),

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Ibn Katsīr menafsirkan ayat-ayat amanah

menjadi beberapa arti tergantung pada konteks ayat yang dibahas. Adapun sumber

amanah ada 2, yaitu dari Allah dan Manusia. Amanah yang bersumber dari Allah

terkait dengan segala bentuk perintah dan larangan. Sedangkan amanah yang

datang dari manusia terkait dengan segala bentuk kepercayaan, baik berupa harta,

jabatan dan lain sebagainya. Namun semuanya terpangkal pada makna amanah

sebagai beban kewajiban yang harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya dan

berlaku adil baik dalam bentuk hutang piutang (barang titipan), beban kewajiban

(taklīf) dan hak-hak Allah yang harus ditunaikan berupa perkara yang

dipercayakan kepada manusia tanpa perlu diwarisi dan mengembalikan kewajiban

(tugas) kepada yang berhak menunaikannya. Adapun obyek atau sasaran yang

diberi amanah yaitu: Nabi, Malaikat, Jin, Manusia dan Wilayah. Rinciannya

adalah ketika amanah itu dimaknai dengan kepercayaan maka obyek kajiannya

mengarah kepada Nabi, Malaikat, Jin ataupun Manusia. Kemudian jika amanah

itu dimaknai dengan kewajiban dan hak-hak maka obyeknya mengarah kepada

manusia. Sedangkan jika amanah itu dimaknai dengan aman maka mengarah

kepada wilayah atau tempat.

B. SARAN

Dalam penulisan skripsi yang berkaitan dengan konsep amanah dalam

pandangan Ibn Katsīr dalam Tafsir al- ’ -‘ ẓīm (Kajian Tematis Ayat-ayat

amanah) ini akan lebih bermakna apabila ada sumbangan dan saran untuk

menganalisa tafsir-tafsir yang berkaitan dengan sosial masyarakat. Untuk itu

penulis menyampaikan bahwa perlu adanya penelitian yang lebih mendalam

Page 77: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

63

terhadap kata yang mirip atau semakna dengan kata amanah seperti ṣiddīq, imān,

iṭm ʻ dan lain sebagainya yang bisa dikaji lebih lanjut untuk dijadikan

sebagai skripsi. Hendaknya sikap amanah ini diaplikasikan di dalam segala segala

aspek kehidupan sebagaimana tuntutan agama, karena dengan amanah ini maka

akan tercipta rasa tanggung jawab yang tinggi sehingga segala aspek kehidupan

akan beralan dengan baik.

Page 78: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

64

DAFTAR PUSTAKA

Al-Alusī, Abū al-Fadl Syihāb al-Dīn Mahmūd. Rūh al-Ma‟ānī fī Tafsīr al-Qur‟ān

al-Aẓīm wa al-Sab‟ al-Masani. Beirut: Dār Ihyā al-Turas al-„Arabī. t.th

Agung, Ivan Muhammad dan Desma Husni. “Pengukuran Konsep Amanah Dalam

Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif” Jurnal Psikologi, Vol. 43, No. 3,

2016.

Anis, Ibrahim.. Al-Mu‟jam Al-Wasit. juz I. cet 4. Sl: Sn, Sa.

Anwar, Rosihon. Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir Aṭ-Ṭabarī dan

Tafsir Ibn Katsīr. Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Arif, Zainal. Ulum Al-Qur‟an Cara Memahami Kandungan Al-Qur‟an. Banten:

Pustaka Getok Tular, 2017.

Bahreisy, Salim. Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsīr. Surabaya: PT. Bina Ilmu,

1993.

Baidan, Nashruddin. Metode Penafsiran Al-Qur‟an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2002.

Al-Bāqī, Muhammad Fuad Abd. Al-Muʻjam Al-Mufahras lī Alfāz Al-Qurˋan Al-

Karīm. Beirut: Dār al-Fikr, 1981.

al-Bukhārī, Abdullah Muhammad bin Ismāīl bin Ibrahim bin al-Mughīrah. Al-

Jami‟ al-Sahih, juz I. Beirut: „Alam al-Kutb, 1417H/1997M.

Al-Dimasyqī, Imām al-Jalīl al-Hāfiẓ ʻImād al-Dīn Abi al-Fidāˋ Ismā‟īl Ibn Katsīr

al-Qurasyī. Tafsir Al-Qurˋan Al-ʻAẓīm. Juz I. Semarang: Toha Putra, tt.

________ Tafsir Al-Qurˋan Al-ʻAẓīm. Juz III. Semarang: Toha Putra, tt.

Al-Dimasyqī, Al-Imām Abī Al-Fidāˋ Al-Hāfiẓ Ibn Katsīr. Tafsir Al-Qur‟an Al-

Aẓīm. Juz II. Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-„Ilmiyyah, 1992.

________Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm. Juz III. Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-

„Ilmiyyah, 1992.

________Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓīm. Juz IV. Beirut: Maktabah Al-Nūr Al-

„Ilmiyyah, 1992.

Fachruddin Hs,. Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur‟an dan Hadits. Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 1992.

Page 79: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

65

Al-Farmawi, Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhuʻi dan Cara Penerapannya.

Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Ghofur, Saiful Amin. Mozaik Mufasir Al-Qur‟an dari Klasik hingga

Kontemporer. Yogyakarta: Penerbit Kaukaba, 2013.

________Profil Para Mufassir Al-Qur‟an. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,

2008.

Al-Hafidz, Ahsin W. Kamus Ilmu Al-Qurˋan. Jakarta: AMZAH, 2005.

Herianingrum, Sri dkk. “Implementasi Nilai-nilai Amanah pada Karyawan Hotel

Darussalam Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo”. Al-Tijarah, Vol. 1,

No. 1 Juni 2015.

Katsīr, Al-Hāfiz ʻImāduddīn Abū Al-Fidā Ismā‟īl Ibn. Tafsir Juz „Amma terj.

Farizal Tirmizi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.

________Mukhtasar Al-Bidāyah wa An-Nihāyah terj. Asmuni. Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008.

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya. Jakarta: PT. Sinergi

Pustaka Indonesia, 2012.

________Tafsir Al-Qur‟an Tematik “Etika Berkeluarga, Bermasyaraat, dan

Berpolitik”. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012.

Mahmud, Mani Abd Halim. Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para

Ahli Tafsir terj. Faisal Saleh dkk. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2006.

Al-Maraghī, Ahmad Musṭafā. Tafsir al-Maraghī terj. Bahrun Abu Bakar dkk.

Semarang: Toha Putra, 1986.

Manzur, Abu al-Fadl Jamal al-Din Muhammad Ibn Mukrom Ibn. Lisān Al-„Arab.

juz 16. cet I. Beirut: Dar Shadr, 1995.

Munawwir, A.W. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997.

Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qurˋan dan Tafsir. Yogyakarta: Idea

Press Yogyakarta, 2014.

Mohaqqeq, Mehdi. Kamus Kecil al-Qurˋan: Homonim Kata Secara Alfabetis, terj.

Musa Muzauwir. Jakarta: Penerbit Citra, 2002.

Page 80: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

66

Nurhaedi, Dadi. “Tafsir al-Qurˋan al-„Aẓīm karya Ibnu Katsīr” dalam Hamim

Ilyas, Studi Kitab Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2004.

Pulungan, Sahmiar. “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qur‟an”. Disertasi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta 2006.

Pusat Dakwah Islamiyah Kementerian Hal Ehwal Ugama, Jujur, Amanah, dan

Bijaksana dalam Pekerjaan. Cetakan I. Brunei Darussalama, 1999.

Al-Qaṭṭān, Mannāʻ Khalīl. Mabāhis fī ʻUlūmil Qurˋan terj. Mudzakir. jakarta:

Pustaka Litera Antar Nusa, 2011.

Al-Qurṭubī, Syaikh Imam. Tafsir Al-Qurṯubî. Terj. Dudi Rosyadi dkk. Jakarta:

Pustaka Azzam, 2009.

Quṭb, Sayyid. Tafsir Fī Ẓilālil Qur‟an terj. As‟ad Yasin dkk. Jakarta: Gema Insani

Press, 2004.

Raharjo, M. Dawan. Ensiklopedia Al-Qur‟an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-

konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 1996.

Rahmawati, Diah. “Penafsiran Kata Amanah Dalam Al-Qur‟an Menurut

Ṭabaṭaba‟ī dan Sayyid Qutb”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan

Kalijaga, Yogyakarta 2008.

Ar-Rifāʻī, Muhammad Nasib. Kemudahan Dari Allah Ringkasan Tafsīr Ibnu

Katsīr, terj. Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Romadlon, Arif Firdaus Nur. Penafsiran Amanah Menurut Hamka, M. Quraish

Shihab dan Depag. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga,

Yogyakarta, 2011.

Shaleh, Qamaruddin. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat

Al-Qur‟an. Bandung: CV Diponogoro, 1995.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Misbah. Volume II. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1996.

As-Suyūṭī, Jalāluddīn. Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya Ayat Al-Qur‟an terj. Tim

Syakir, Syaikh Ahmad. Mukhtasar Tafsir Ibn Katsīr terj. Suharlan. Jakarta: Darus

Sunnah, 2014.

Al-Ṭabarī, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarīr. Tafsir Al-Ṭabarī. terj. Ahsan Askan

dkk. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Page 81: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

67

Tim Baitul Kilmah Jogjakarta, Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur‟an dan Hadits.

Jakarta: Kamil Pustaka, 2013.

Wassil, Jan Ahmad. Tafsir Qurˋan Ulul Albab. Bandung: PT Karya Kita, 2009.

Zainu, Syaikh Muhammad Jamil. Bagaimana Memahami al-Qur‟an terj.

Salafuddin Aj. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1995.

Zenrif, M. F. Sintesis Paradigma Studi Al-Qur‟an. Malang: UIN-Malang Press,

2008.

Page 82: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

68

LAMPIRAN KESELURUHAN AYAT-AYAT AMANAH

BERDASARKAN PENGELOMPOKKAN MAKKIYAH DAN

MADANIYAH

MAKKIYAH MADANIYAH

Q.S Al-Takwir: 21

مطاع ثم أمين

Q.S Al-Baqarah: 283

وإن كنتم على سفر ول تدوا كاتبا فرهان فإن أمن ب عضكم ب عضا ف لي ؤد مقب وضة

المذي اؤتمن أمان ته وليتمق الله ربمه ولا تكتموا الشمهادة ومن يكتمها فإنمه ءاث

ق لبه والله با ت عملون عليم

Q.S Al-Tin: 3

وهذا الب لد الأمين

Q.S Al-Anfāl: 27

ياأي ها المذين آمن وا لا تون وا الله والرمسول وتون وا أماناتكم وأن تم ت علمون

Q.S Al-A’rāf: 68

أمين أب لغكم ر س الا ت ر وأنا لكم نا

Q.S Al-Ahzāb: 72

إنما عرضناالأمانة على السمماوات والأرض ها والبال فأب ي أن يملن ها وأشفقن من وحلها الإنسان إنمه كان ظلوما جهولا

Q.S Al-Syu’arā’: 107, 125, 143, 162

dan 178

إن لكم رسول أمين

Q.S Al-Nisā’: 58

إنم الله يأمركم أن ت ؤدوا الأمانات إلى أهلها وإذا حكمتم ب ي النماس أن تكموا بالعدل إنم

را عا بصي ي الله نعمما يعظكم به إنم الله كان سQ.S Al-Naml: 39

قال عفريت من الن أنا أتيك به ق بل أن ت قوم

Page 83: PENAFSIRAN IBN KATSĪR TENTANG AYAT-AYAT AMANAH …

69

من مقامك وإن عليه لقوي أمين Q.S Al-Mu’minūn: 8

والمذين هم لأماناتمم وعهدهم راعون