pedoman perhimpunan dokter spesialis.docx

50
PEDOMAN PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA TATA LAKSANA: SINDROMA KORONER AKUT DENGAN ST-ELEVASI DAFTAR ISI ............................................... 3 1. PENDAHULUAN..................................... 5 2. DEFINISI............................................. 5 3. PENATALAKSANAAN PRA-RUMAH SAKIT.... 6 4. PENATALAKSANAAN DI RUMAH SAKIT...... 9 5. STRATIFIKASI RISIKO PASCA IMA........... 27 6. LAMA PERAWATAN................................ 28 7. PENCEGAHAN SEKUNDER........................ 28 8. IMA PADA KONDISI KHUSUS................... 30 9. REHABILITASI PASCA IMA...................... 32 10. RINGKASAN.......................................... 32 11.DAFTAR PUSTAKA Tim penyusun : Prof. dr. Harmani Kalim, MPH, SpJP Prof. DR. dr. Idris Idham, SpJP dr. Irmalita, SpJP

Upload: rizka-purnama-mulya

Post on 24-Nov-2015

267 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PEDOMAN PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALISKARDIOVASKULAR INDONESIATATA LAKSANA: SINDROMA KORONER AKUTDENGAN ST-ELEVASIDAFTAR ISI ...............................................31. PENDAHULUAN..................................... 52. DEFINISI............................................. 53. PENATALAKSANAAN PRA-RUMAH SAKIT.... 64. PENATALAKSANAAN DI RUMAH SAKIT...... 95. STRATIFIKASI RISIKO PASCA IMA........... 276. LAMA PERAWATAN................................ 287. PENCEGAHAN SEKUNDER........................ 288. IMA PADA KONDISI KHUSUS................... 309. REHABILITASI PASCA IMA...................... 3210. RINGKASAN..........................................3211.DAFTAR PUSTAKATim penyusun :Prof. dr. Harmani Kalim, MPH, SpJPProf. DR. dr. Idris Idham, SpJPdr. Irmalita, SpJPdr. Santoso Karo Karo, MPH, SpJPdr. Sunarya Soerianata, SpJPdr. Daniel PL Tobing, SpJPditerbitkan olehPERKI 2004

1. PENDAHULUANPenyakit kardiovaskuler saat ini menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan secara berkala oleh Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler memberikan kontribusi sebesar 19,8% dari seluruh sebab kematian pada tahun 1993 dan meningkat menjadi 24,4% pada tahun 1998.Salah satu penyakit kardiovaskuler yang paling penting adalah infark miokard akut (IMA). Sebagian besar kematian pada infark miokard akut terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah munculnya gejala (fase pra-rumah sakit). Untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit ini, kesadaran masyarakat segera mengenali gejala-gejala infark miokard akut dan kesigapan untuk segera membawa penderita ke fasilitas kesehatan terdekat perlu ditingkatkan, Selain itu petugas kesehatan juga dituntut untuk terlatih menangani penderita dengan penyakit tersebut sesuai dengan strategi penatalaksanaan yang baik.Strategi penatalaksanaan ini bertujuan untuk mempermudah petugas kesehatan pada lini terdepan dalam menegakkan diagnosis dan melakukan penatalaksanaan infark miokard akut secara optimal. Tingkat rekomendasi diberikan sesuai dengan bukti-bukti klinis yang dikategorikan sebagai berikut:A : Berdasarkan bukti dari satu atau lebih up klinik tersamar (randomized clinical trial)B : Berdasarkan uji klinik dengan metodologi yang baik namun tidak/belum terdapat data yang memadal dari uji klinik tersamar (randomized clinical trial)C: Berdasarkan pengalaman atau konsensus para pakar tanpa didukung uji kilnik

2. DEFINISIInfark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koronec Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli atau vaskulitis.

3. PENATALAKSANAAN PRA-RUMAH SAKITPenatalaksanaan IMA dimulai pada fase pra-rumah sakit, untuk itu diperlukan edukasi yang memadai baik untuk masyarakat umum maupun petugas kesehatan.Masyarakat UmumKewaspadaan dan Deteksi DiniPenderita Penyakit Jantung Koroner (PJK), penderita dengan faktor risiko, keluarga penderita can masyarakat umum harus mendapat penerangan mengenai ; Fdktor risiko PJK Gejala penyakit jantung (nyeri dada, palpitasi dan sesak napas) Gejala IMA Pentingnya penanganan secara dini Langkah yang harus diambil apabila gejala tersebut timbul.Penerangan ini dapat disampaikan melalui media massa, sekolah, forum pertemuan masyarakat, penyuluhan di rumah sakit dan internet.Faktor Risiko P7KStudi epidemiologi telah berhasil mengidentifikasi faktor-faktor risiko PJK, yaitu: Merokok, berapapun jumlahnya Kadar kolesterol total dan kolesterol LDL yang tinggi Hipertensi Kadar kolesterol HDL yang rendah Diabetes Mellitus (DM) Usia lanjutFaktor risiko ini bersifat independen dan aditif, artinya semakin banyak seseorang memiliki faktor risiko, semakin besar risikonya untuk menderita penyakit aterosklerosis.Selain itu terdapat pula faktor-faktor lain yang berhubungan dengan meningkatnya risiko PJK, yaitu faktor predisposisi dan faktor kondisional. Faktor predisposisi adalah faktor yang memperbesar risiko PJK yang diakibatkan oleh faktor-faktor risiko di atas. Faktor-faktor ini adalah: Obesitas (BMI > 25 mg/m2) Obesitas abdominal (Lingkar pinggang >94 cm untuk pria dan > 80 cm untuk wanita; waist-hip ratio > 0,9 untuk pria dan > 0,8 untuk wanita) Kebiasaan kurang bergerak/aktifitas fisik Riwayat keluarga menderita PJK pada usia muda ( < 55 tahun untuk pria dan 0,1 mm pada minimal 2 sandapan yang berdekatan Gambaran bundle branch block baru atau diduga baru3. Onset nyeri dada:12 jam : tidak bermanfaat, kecuali pada penderita dengan iskemia yang berlanjut, yang terbukti dari berlanjutnya nyeri dada dan ST elevasi pada EKGPemberian terapi trombolitik jangan menunggu hasil pemeriksaan enzim jantung, karena penundaan yang tidak perlu ini dapat mengurangi miokardium yang seharusnya dapat terselamatkan. Jika keluhan pasien sesuai dengan IMA dan kadar enzim jantung meningkat, namun tidak terdapat ST elevasi pada EKG, maka diagnosisnya adalah infark non ST elevasi. Pasien harus mendapat terapi heparin, aspirin dan obat-obat anti-angina. Terapi trombolitik tidak boleh diberikan pada infark non ST elevasi.Kontraindikasi Absolut1. Stroke hemoragik, kapanpun terjadinya atau jenis stroke lain yang terjadi dalam 1 tahun terakhir.2. Neoplasma intrakranial.3. Perdarahan internal aktif (tidak termasuk menstruasi).4. Suspek diseksi aorta.Kontraindikasi Relatif1. Hipertensi berat (tekanan darah >180/110)2. Riwayat kejadian serebrovaskular atau kelainan intraserebral3. Penggunaan antikoaguian dalam dosis terapi (INR 2-3)4. Trauma yang baru terjadi (dalam 2-4 minggu), termasuk cedera kepala atau resusitasi jantung >10 menit atau operasi besar < 3 minggu5. Pungsi pembuluh darah yang tidak dapat dikompresi6. Perdarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir7. Penggunaan streptokinase sebelumnya (terutama 5 hari sampai 2 tahun) atau riwayat alergi terhadap streptokinase. Terbentuknya antibodi terhadap streptokinase dapat berlangsung hingga 2 tahun. Pada kondisi seperti ini dapat dipertimbangkan penggunaan tissue plasminogen activator (tPA) tenecteplase atau primary PTCA. Jika keduanya tidak memungkinkan, maka perlu dipertimbangkan penggunaan streptokinase dengan dosis yang lebih besar (3 juta unit). Penggunaan tPA tidak menyebabkan terbentuknya antibodi. (tingkat C)8. Kehamilan9. Tukak lambung10. Riwayat hipertensi kronik yang berat.Jenis-jenis Obat TrombolitikSaat ini jenis-jenis obat trombolitik yang tersedia di pasaran adalah sebagai berikut:StreptokinaseObat ini paling banyak digunakanRegimen : 1,5 juta unit dalam 100 Nacl 0,9% atau Dextrose 5% diberikan dalam 1 jam.Tissue Plasminogen Activator (tPA)Bukti-bukti dari penelitian membuktikan bahwa penggunaan tPA menghasilkan angka reperfusi dalam 90 menit yang lebih baik dibanding streptokinase, Namun demikian angka reoklusinya lebih tinggi, karena itu heparin harus diberikan secara rutin setelah selesainya tindakan trombolitik dengan tPA. Risiko perdarahan intrakranial, terutama pada penderita usia lanjut juga lebih tinggi dibanding streptokinase.Penggunaan tPA harus dipertimbangkan pada pasien-pasien yang :1. Telah mendapatkan streptokinase dalam 2 tahun terakhir2. Alergi terhadap streptokinase3. Hipotensi (tekanan darah sistolik 90 kg. Dilanjutkan dengan pemberian heparin selama 24-48 jam dengan mempertahankan aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol.Pemberian trombolitik harus dilakukan sesegera mungkin, karena semakin cepat diberikan semakin banyak miokardium yang terselamatkan. Door to needle time sebaiknya dicapai dalam waktu kurang dari 30 menit.Tindakan trombolitik sebaiknya dilakukan di UGD dan selama tindakan harus dilakukan pemantauan terhadap : Irama jantung Tekanan darah Kesadaran dan keluhan penderitaTerapi trombolitik merupakan tindakan yang aman dan mengandung sedikit komplikasi. Kalaupun timbul, komplikasi ini umumnya mudah diatasi. Tindakan ini dapat dilakukan di rumah sakit kecil jika pasien memenuhi indikasi dan tidak memiliki kontraindikasi. Tidak perlu menunda tindakan trombolitik untuk merujuk pasien ke rumah sakit besar. Rujukan dapat dilakukan setelah tindakan trombolitik. Pasien dengan risiko ringan, misalnya pada infark yang tidak luas dan tanpa komplikasi, dapat dirawat di rumah sakit kecil.Hal-hal yang harus diperhatikan saat memindahkan pasien yang telah mendapat terapi trombolitik ke rumah sakit besar: Pasien dirawat dengan hati-hati. Segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Ambulan yang digunakan harus dilengkapi dengan defibrilator dengan disertai dokter atau paramedik yang terlatih melakukan ADS. Irama jantung harus dimonitor. Memberitahu dokter di rumah sakit yang dituju, sehingga pasien dapat segera dirawat di ICCU.Walaupun terjadi komplikasi berupa edema paru atau aritmia, pemberian trombolitik tidak boleh ditunda. Edema paru akut atau aritmia harus ditangani bersamaan dengan pemberian trombolitik. Bahkan pada pasien dengan bradikardia atau blok, pemberian atropin, dopamin atau adrenalin dapat diberikan bersama-sama dengan trombolitik. Apabila trombolitik berhasil, disfungsi ventrikel kiri dan aritmia biasanya membaik.Komplikasi TrombolitikPerdarahanPerdarahan biasanya terjadi pada tempat pengambilan darah atau tempat injeksi intramuskulac Perdarahan yang berat terjadi pada kurang dari 1% penderita. Perdarahan yang paling berat namun jarang sekali terjadi (0,8k) adalah perdarahan intraserebral. Jika terjadi perdarahan, tindakan yang harus diambil adalah:Hentikan trombolitikBerikan FFP (Fresh Frozen Plasma) 2-4 unitBerikan asam traneksamin (10 mg/kg BB) IV perlahan-lahan. Dapat diulangi setelah 30 menit bila diperlukanHipotensiHipotensi dapat disebabkan oleh infark atau ebat-obatan yang diberikan. Jika terjadi hipotensi:Posisikan pasien dengan letak kepala lebih rendah dan kaki terangkatBerikan cairan secara hati-hatiBerikan inotropik (dopamin) jika diperlukanHentikan trombolitik (Apabila hipotensi tidak bisa diatasi dengan terapi diatas)Reaksi AlergiReaksi alergi jarang sekali terjadi, jika terjadi biasanya dapat ditanggulangi dengan pemberian steroid atau antihistamin. Pemberian obat-obat ini secara rutin tidak diperlukan.Indikasi Keberhasilan ReperfusiTidak ada metode bedside yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan reperfusi. Namun terdapat beberapa hal yang dapat digunakan sebagai penanda/indikasi terjadinya reperfusi:Berkurangnya rasa nyeri (biasanya sulit dinilai karena pasien mendapat analgetik narkotik)Kembalinya ST elevasi ke garis isoelektrik lebih cepat dan waktu evolusi atau menurunnya ST elevasi > 50% pada saat selesainya trombolitikKadar CK yang lebih cepat mencapai nilai puncakTimbulnya aritmia reperfusi bukan merupakan indikator yang baik untuk terjadinya reperfusi, kecuali timbulnya accelerated idiovenfricular rhytm.Kegagalan trombolisisKegagalan trombolisis ditandai dengan berlanjutnya nyeri dada dan menetapnya ST elevasi. Komplikasi berupa gagal jantung atau aritmia lebih banyak terjadi pada kelompok pasien ini, untuk itu, rescue PTCA harus dipertimbangkan. Jika tidak memungkinkan, sebaiknya trombolisis diulangi dengan dosis yang sama. (tingkat C)Primary PTCA (tingkat A)Primary PTCA terbukti memiliki keberhasilan membuka dan mempertahankan patensi arteri koroner yang tersumbat (infarct related arteiy) lebih baik dibanding trombolitik. Namun tindakan ini masih terbatas pada beberapa rumah sakit besar. Primary PTCA harus dipertimbangkan: Sebagai alternatif tindakan reperfusi pada pusat jantung yang telah berpengalaman. Tindakan ini tidak dianjurkan jika door to needle time melebihi 60-90 menit. Pada pasien yang memiliki kontraindikasi absolut untuk tindakan trombolitik. Pada pasien dengan syok kardiogenik.Penanganan di ICCU / ICVCUTindakan UmumIstirahat total di tempat tidur sebaiknya dilakukan minimal 12 jam. Mobilisasi dini sangat dianjurkan pada pasien dengan infark tanpa komplikasi, sementara pasien dengan hemodinamik tidak stabil memerlukan masa istirahat yang lebih lama.Sedasi dapat diberikan.Penggunaan bedside commode dan bedside washing umumnya aman.Valsava maneuver/mengedan dapat menyebabkan gangguan hemodinamik dan elektrokardiografik yang berbahaya, terutama pada penderita usia muda, karena itu penggunaan laksan untuk mencegah konstipasi sangat dianjurkan,MonitoringKeadaan umum, tanda-tanda vital, pulse oximetry dan EKG harus dimonitor secara kontinu untuk mengantisipasi komplikasi.FarmakoterapiOksigen (tingkat B)Oksigen sebaiknya hanya diberikan jika terdapat hipoksemi. Pada kasus tanpa komplikasi pemberian oksigen sebaiknya dibatasi pada hari pertama. Oksigen 2-4 liter/menit biasanya cukup untuk mempertahankan saturasi oksigen diatas 95%.Aspirin (tingkat A)Aspirin merupakan terapi standar yang harus diberikan kepada semua pasien IMA dan harus diteruskan seumur hidup, Aspirin diberikan dengan dosis awal 160-325 mg dan diteruskan dengan dosis 75-325 mg/hari. Pada penderita yang alergi atau tidak dapat mentolelir efek samping aspirin dapat diberikan ticlopidin 2 x 250 mg atau clopidogrel dengan dosis awal 300 mg diikuti dosis 75 mg/hari.Penyekat Beta (tingkat A)Penyekat beta (beta -blockers) oral direkomendasikan untuk diberikan kepada semua pasien IMA tanpa kontraindikasi absolut terhadap penggunaan penyekat beta. Obat ini dapat diberikan pada hari pertama atau kedua setelah serangan. Penyekat beta intravena sangat bermanfaat pada pasien dengan hipertensi dan takikardia. Pemberian penyekat beta harus diteruskan minimal selama 2 tahun. Pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri atau dengan residual iskemia, penyekat beta harus diberikan seterusnya.Kontraindikasi:1. Bradikardia ( 3 hari) Gagal jantung yang berat (terutama syok kardiogenik) Usia > 70 tahun Riwayat menderita DVT atau emboli paru sebelumnyaPasien seperti ini harus diberikan profilaksis antikoagulan (heparin 2-3 x 5000 U atau dengan low molecular weight heparin). (tingkat A)Operasi Bedah Pintas Koroner (CABG: Coronary Artery Bypass Graft)Operasi Bedah Pintas Koroner Darurat (urgent CABG) Operasi bedah pintas koroner darurat harus dipertimbangkan pada kasus-kasus:Pada saat operasi darurat untuk komplikasi mekanik IMA seperti defek septum ventrikel atau insufisiensi mitralPasien dengan kondisi klinik dan anatomi koroner yang sesuai untuk tindakan bedah pintas koroner, dimana usaha reperfusi sebelumnya mengalami kegagalan. Pada pasien ini tindakan bedah pintas koroner darurat sangat dianjurkan apabila: Nyeri dada/iskemia terus berlanjut Hemodinamik tidak stabilPasien-pasien ini harus ditangani secara agresif dengan pemasangan IABP. Secara umum, angka mortalitas pada pasien-pasien ini sangat tinggi.5. STRATIFIKASI RISIKO PASCA IMAStratifikasi risiko merupakan pegangan untuk menentukan prognosis dan untuk memberikan terapi yang tepat. Faktor-faktor berikut merupakan penanda prognosis yang buruk: Usia lanjut (> 65 tahun) Wanita Pernah mengalami IMA sebelumnya IMA anterior IMA inferior yang disertai infark ventrikel kanan DM Perubahan EKG di banyak lead Iskemia yang menetap atau berulang yang ditandai dengan angina pasca infark atau ST depresi saat istirahat Hipotensi Gagal jantung Fibrilasi atrium dan aritmia ventrikel yang timbul > 48 jam pasca IMAStratifikasi risiko harus dilakukan pada semua pasien IMA. Pada pasien-pasien risiko tinggi ini sebaiknya segera dilakukan angiografi koroner. Stratifikasi risiko ini dapat mengidentifikasi pasien-pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami reinfark atau komplikasi seperti gagal jantung. Pasien dengan risiko rendah dapat dipulangkan dan dapat kembali menjalani aktivitas sehari-hari. Stratifikasi risiko dapat dilakukan menilai: Fungsi ventrikel kiri, baik secara klinik, X-Ray, ekokardiografi atau dengan pemeriksaan radionuclide.Residual iskemia miokard, baik secara klinik (berulangnya angina) maupun dengan stress. test pada penderita yang asimtomatik. Stress test dapat dilakukan 5 hari pasca IMA (submaximal stress testing dengan target heart rate 70% dari maximum predicted heart rate) sampai 3 minggu dari saat dipulangkan (dengan target heart rate 70% dari maximum predicted heart rate atau symptom limitted). Jika hasil stress test sebelum dipulangkan menunjukkan hasil negatif, pasien sebaiknya disarankan untuk mengulangi pemeriksaan ini dengan target maksimal atau symptom limitted 36 minggu kemudian. Bagi mereka yang tidak mampu melakukan gerakan pada stress test, dapat dilakukan dobutamine stress echocardiography atau radionuclide perfusion studies.Terdeteksinya angina atau hasil stress test yang abnormal atau timbulnya aritmia ventrikel > 48 jam pasca IMA merupakan indikasi untuk angiografi koroner dan tindakan revaskularisasi.Pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun perlu dilakukan pemeriksaan viablitas dengan dobutamine stress echocardiography atau radionuclide perfusion study untuk membedakan jaringan parut dengan miokardium yang masih viable yang akan memberikan hasil yang balk jika dilakukan tindakan revaskularisasi.Pasien dengan palpitasi dan pingsan perlu dilakukan pemeriksaan komprehensif yang meliputi: Kadar elektrolit EKG Pemeriksaan EKG ambulatori 24 jam Evaluasi fungsi ventrikei kiri Penilaian reversibilitas iskemia miokard Angiografi koroner Signal Averaged ECG Heart rate variabilityPada pasien-pasien ini penyebab yang reversibel seperti ketidakseimbangan elektrolit dan iskemia harus dikoreksi. Disfur.gsi vzntrikel kin harus diterapi dengan ACE Inhibitor dan penyekat beta.Pasien dengan disfungsi LV dan mereka yang selamat dari kematian mendadak dengan resusitasv harus dianjurkan untuk dipasang ICD (Implantable Cardioverter Defibrilator). Semua pasien di atas dan pasien dengan non sustained VT harus dirujuk untuk pemeriksaan elektrofisiologi.7. PENCEGAHAN SEKUNDERPencegahan sekunder meliputi : Perubahan gaya hidup FarmakoterapiBerhenti Merokok (tingkat A)Berhenti merokok dapat mengurangi angka kematian dan kejadian infark dalam setahun setelah berhenti merokok. Dalam 3 tahun, risiko penderita PJK yang telah berhenti merokok telah menyamai penderita PJK yang tidak merokok.Diet dan Olah Raga (tingkat C)Diet rendah garam, asam lemak jenuh, kolesterol dan tinggi serat (2030 gr/hari) sangat dianjurkan pada semua penderita IMAAnjurkan olah raga 3-4 kali seminggu dengan lama 30-60 menit.Aspirin (tingkat A)Aspirin harus diberikan 75-300 mg/hari seumur hidup, kecuali terdapat kontraindikasi. Pasien-pasien yang tidak dapat mentolerir aspirin dapat diberikan ticlopidin atau clopidogrel.Penyekat Beta (tingkat A)Penyekat beta harus diberikan pada semua pasien IMA dengan hemodinamik stabil. Pada penderita dengan disfungsi ventrikel kin dan dengan residual iskemia, penyekat beta harus diberikan seumur hidup. Peran penyekat beta pada pasien yang telah menjalani reperfusi tanpa atau dengan regional wall motion abnormality minimal masih belum jelas. Pada pasien-pasien ini, penyekat beta dapat dihentikan dalam 6 bulan.ACE Inhibitor (tingkat A)ACE inhibitor harus diberikan pada penderita IMA seumur hidup. Pada pasien yang tidak dapat mentolerir ACE Inhibitor, pertimbangkan penggunaan Angiotensin Receptor Blocker.Terapi Penurun Lipid (tingkat A)Bukti-bukti menunjukkan bahwa pemberian obat penurun lipid dapat meningkatkan angka harapan hidup, menurunkan angka reinfark, stroke dan menurunkan angka revaskularisasi. Karena itu pasien IMA dengan hiperlipidemia harus diberikan obat penurun lipid. Pasien dengan kadar kolesterol tinggi sebaiknya diberikan golongan statin, sedangkan pasien dengan kadar LDL normal (< 100 mg/dl) dan HDL rendah (< 40 mg/dl) sebaiknya diberikan golongan fibrat. Target primer propil lipid adalah Kolesterol LDL < 100 mg/dl, target sekunder adalah kadar trigliserida < 150 mg/dl, kolesterol HDL > 40 mg/dlAntagonis Kalsium dan Nitrat (tingkat A)Obat-obat ini hanya diberikan untuk terapi simtomatik iskemia. Antagonis kalsium harus dihindari pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.Antikoagulan (tingkat A)Terapi antikoagulan jangka panjang diberikan pada pasien dengan fibrilasi atrium. Pada pasien dengan trombus pada ventrikel kiri, antikoagulan diberikan dalam 3-6 bulan.Terapi Pengganti Hormon (tingkat A)Terapi pengganti hormon tidak perlu diberikan untuk pencegahan sekunder, tetapi bila pasien sudah mendapat terapi pengganti hormon, pemberiannya dapat diteruskan.Lain-lain (tingkat A)Vitamin A, vitamin c, vitamin E, bawang putih dan lechitin tidak bermanfaat untuk pencegahan sekunder.8. IMA PADA KONDISI KHUSUSIMA pada Usia LanjutIMA pada usia lanjut menyebabkan angka kematian, komplikasi dan reinfark yang lebih tinggi. Presentasi klinis seringkali bersifat tidak khas (40%), Gejala-gejala IMA yang sering timbul pada penderita usia lanjut meliputi sesak nafas, sinkop, palpitasi, penurunan kesadaran atau stroke. Edema paru akut dan emboli atrial juga merupakan kelainan yang sering ditemukan.Diagnosis IMA seringkali sulit ditegakkan. EKG lebih sering menunjukkan 5T depresi daripada ST elevasi. Adanya kelainan pada baseline EKG seperti hiperirofi ventrike; kiri dan gangguan konduksi dapat mengaburkan diagnosis IMA. Peningkatan enzim jantung biasanya tidak terlalu tinggi, tidak proporsional dengari perubahan hemodinamik.PenatafaksanaanTrombolitik (tingkat A)Terdapat peningkatan risiko perdarahan intraserebral dengan penggunaan tPA pada penderita usia lanjut, Namun demikian, terapi trombolitik terbukti dapat menurunkan angka mortalitas pada penderita IMA berusia >65 tahun. Keuntungan ini bahkan mencapai dua kali lipat dibandingkan keuntungan yang diperoleh pada penderita usia muda.Terapi trombolitik ini masih belum digunakan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh presentasi klinis yang tidak khas, keterlambatan, perubahan EKG yang tidak khas dan adanya penyakit penyerta seperti hipertensi dan riwayat stroke.Primary PTCA (tingkat A)Primary PTCA merupakan strategi reperfusi yang terbaik untuk pasienpasien dengan risiko tinggi terjadinya stroke dengan terapi trombolitik.Terapi LainAspirin (tingkat A)Aspirin juga terbukti bermanfaat pada pasien usia lanjut, namun demikian efek samping aspirin lebih sering ditemukan.Penyekat Beta (tingkat A)Terapi penyekat beta memberikan manfaat yang sama dengan golongan usia muda.ACE Inhibitor (tingkat A)Manfaat yang diberikan oleh ACE inhibitor dalam hal angka harapan hidup melebihi manfaat yang diberikan pada golongan usia muda.Stratifikasi RisikoStratifikasi risiko harus disesuaikan dengan kondisi individual pasien. Berlanjutnya iskemia, aritmia yang berbahaya dan disfungsi ventrikel kiri merupakan penanda prognosis buruk yang mengharuskan penanganan yang lebih agresif. PTCA dan CABG dapat dilakukan pada penderita usia tua dengan risiko yang sedikit lebih tinggi dibandingkan penderita usia muda.IMA pada penderita DMPenderita IMA dengan DM memiliki angka mortalitas di rumah sakit yang lebih buruk. Presentasi klinis yang tidak khas atau bahkan tanpa gejala sering terjadi pada kelompok pasien ini.PenatalaksanaanPasien DM dengan IMA harus ditatalaksana dengan cara yang sama seperti pasien non DM.Infus Cairan Glukosa-Insulin-KaliumData dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa pemberian cairan glukosa-insulin-kalium dapat menurunkan mortalitas pasien IMA sebesar 11% dalam 3,5 tahun. Keuntungan ini bahkan lebih besar pada pasien yang belum pernah mendapat terapi insulin sebelumnya, yaitu 15%. Beberapa penelitian mengenai dosis, waktu dan lamanya pemberian insulin sampai sekarang masih berlangsung.9. REHABILITASI PASCA IMARehabilitasi pasien pasca IMA bertujuan untuk mengoptimalkan kondisi fisik, fisiofogis dan sosial pasien. Rehabilitasi ini dibagi dalam fase di rumah sakit dan di luar rumah sakit.Fase Rumah SakitTujuan : Menyesuaikan diri dengan ICVCU Mengurangi anxietas dan gangguan psikologis pasien dan keluarganya Mobilisasi dini Memperkenalkan cara hidup sehat dan modifikasi faktor risikoFase di Luar Rumah SakitTujuan : Untuk mengembalikan aktivitas pasien kepada aktivitas sebelumnya secara bertahap Mempertahankan gaya hidup sehat dan modifikasi faktor risiko Meyakinkan kepatuhan berobat Mengedukasi pasien dan keluarganya tentang PJKPasien yang asimtomatik setelah mengalami IMA tanpa komplikasi dengan hasil stress test yang negatif sebelum dipulangkan dapat kembali ke aktivitas normal dalam 2-4 minggu. Pasien yang simtomatik dengan stress test positif memerlukan evaluasi lebih lanjut.Pasien yang stabil harus dianjurkan untuk berolahraga teratur, minimal 3-4 kali seminggu dengan lama 30-60 menit (jalan kaki, bersepeda, berenang atau olahraga aerobik lainnya). Mereka dapat kembali mengendarai kendaraan dalam 1 minggu. Aktivitas seksual dapat dimulai dalam 10 hari.Pasien IMA dengan komplikasi (resusitasi jantung paru, hipotensi, aritmia maligna, blok derajat tinggi dan gagal jantung) harus menunggu 2-3 minggu setelah teratasinya komplikasi tersebut. Penerbangan udara harus ditunda minimal 2 minggu setelah IMA karena bahaya perubahan tekanan dan rendahnya tekanan oksigen diatas 5000 kaki.10. RINGKASAN Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terpenting di Indonesia. Kewaspadaan masyarakat mengenai PJK berupa pengenalan terhadap faktor risiko dan gejala serta pentingnya untuk segera mencari pertolongan medis harus ditingkatkan. Petugas kesehatan harus dilatih untuk menangani pasien IMA secara tepat. Diagnosis IMA ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 3 kriteria : nyeri dada iskemik, perubahan EKG dan peningkatan dan penurunan enzim. Semakin lama waktu terbuang semakin banyak miokardium yang mengalami kerusakan, karena itu diagnosis dan penatalaksanaan harus dilakukan secepat mungkin. Penanganan IMA pada fase akut meliputi : mengurangi rasa nyeri, stabilisasi hemodinamik, penilaian indikasi dan kontraindikasi reperfusi. Arteri koroner yang mengalami oklusi harus dibuka secepat mungkin baik dengan trombolitik maupun dengan primary PTCA. Pengobatan tambahan meliputi aspirin, penyekat beta dan ACE Inhibitor. Komplikasi IMA meliputi aritmia, disfungsi ventrikel kiri, hipotensi, infark ventrikel kanan dan nyeri dada pasca infark. Bedah pintas koroner darurat harus dipertimbangkan pada pasien IMA dengan komplikasi mekanik dan pada pasien yang gagal reperfusi dengan modalitas lain. Pasien dengan risiko tinggi disarankan untuk segera menjalani pemeriksaan angiografi koroner. Stratifikasi risiko dilakukan berdasarkan adanya iskemia dan aritmia, serta penilaian fungsi ventrikel kiri. Pencegahan sekunder sangat penting dan meliputi pemberian aspirin, penyekat beta, ACE Inhibitor dan statin.