perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · web...

20
Defisiensi Sel Punca Limbal (Limbal Stem Cell Deficiency/LSCD) dan Terapi Terkini dengan Transplantasi Sel Epitel Mukosa Oral I. Pendahuluan Permukaan mata dilapisi oleh sel epitel kornea dan sel epitel konjungtiva. Kornea pada permukaan mata yang sehat dilapisi oleh epitel berlapis skuamosa nonkeratinisasi yang memiliki dua fungsi utama yaitu mempertahankan integritas permukaan mata dan transparansi optikal. Permukaan ini terdiri dari populasi sel epitel yang diperbarui secara permanen melalui proliferasi dari sel punca. Sel punca kornea terletak di lapisan sel basal dari limbus, sedangkan sel punca konjungtiva dapat merata di seluruh permukaan bulbar dan di forniks. Defisiensi sel punca limbal (Limbal Stem Cell Deficiency/LSCD) disebabkan oleh disfungsi atau kerusakan dari populasi sel punca sehingga menyebabkan kerusakan progresif epitel kornea. Hal ini akan mempengaruhi regenerasi sel kornea sehingga memiliki prognosis yang kurang baik. 1-4 Insidensi dan prevalensi LSCD belum diketahui. Namun, kasus trauma termal, trauma kimia, Steven Johnson Syndrome dan infeksi yang menyebabkan defisiensi sel punca limbal tidak jarang ditemukan pada kasus sehari- hari. 5 1

Upload: others

Post on 03-Dec-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

Defisiensi Sel Punca Limbal (Limbal Stem Cell Deficiency/LSCD)

dan Terapi Terkini dengan Transplantasi Sel Epitel Mukosa Oral

I. Pendahuluan

Permukaan mata dilapisi oleh sel epitel kornea dan sel epitel konjungtiva.

Kornea pada permukaan mata yang sehat dilapisi oleh epitel berlapis skuamosa

nonkeratinisasi yang memiliki dua fungsi utama yaitu mempertahankan integritas

permukaan mata dan transparansi optikal. Permukaan ini terdiri dari populasi sel

epitel yang diperbarui secara permanen melalui proliferasi dari sel punca. Sel

punca kornea terletak di lapisan sel basal dari limbus, sedangkan sel punca

konjungtiva dapat merata di seluruh permukaan bulbar dan di forniks. Defisiensi

sel punca limbal (Limbal Stem Cell Deficiency/LSCD) disebabkan oleh disfungsi

atau kerusakan dari populasi sel punca sehingga menyebabkan kerusakan

progresif epitel kornea. Hal ini akan mempengaruhi regenerasi sel kornea

sehingga memiliki prognosis yang kurang baik.1-4

Insidensi dan prevalensi LSCD belum diketahui. Namun, kasus trauma termal,

trauma kimia, Steven Johnson Syndrome dan infeksi yang menyebabkan defisiensi

sel punca limbal tidak jarang ditemukan pada kasus sehari-hari.5

Terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan untuk memberikan terapi untuk

berbagai jenis kasus LSCD saat ini. Jenis LSCD total bilateral merupakan kasus

yang paling sulit untuk mendapatkan keberhasilan terapi. Pengembangan teknik

transplantasi mukosa oral merupakan terapi alternatif untuk kasus LSCD total

bilateral. Sari kepustakaan ini akan membahas mengenai LSCD dan terapi yang

telah dikembangkan saat ini.

II. Sel Punca Limbal

Sel punca merupakan sel progenitor yang bertanggung jawab untuk

penggantian seluler dan regenerasi jaringan. Sel ini dapat ditemukan di jaringan

embrio dan dewasa serta hanya mewakili sebagian kecil (0,01-10 %) dari total

massa sel. Sel punca memiliki karakteristik tidak berdiferensiasi, berumur

panjang, memiliki siklus yang lambat tetapi memiliki kemampuan duplikasi yang

1

Page 2: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

2

tinggi untuk memperbaharui sel (aktivitas mitosis). Mereka memiliki kemampuan

untuk berkembang biak tanpa batas. Pada kondisi stabil, sel punca cukup aktif dan

jarang mereplikasi, tapi ketika kebutuhan untuk regenerasi jaringan muncul,

proliferasi dapat dirangsang dengan cepat. Sel induk membentuk sel transient

amplifier (TAC1, TAC 2, TAC 3) yang berkembang biak dengan cepat,

kemudian berubah menjadi sel mitotik (post mitotic cell/ PMC). Dan akhirnya

menjadi sel yang berdiferensiasi (terminally differentiated cell /TDC).1-3

Gambar 1. Diagram hierarki sel punca limbal Dikutip dari: Pflugfelder3

Diferensiasi sel punca berjalan irreversible. Proses diferensiasi terjadi dengan

cara transit amplifikasi. Masing-masing sel mampu menjalani pembelahan sel

dalam jumlah terbatas. Sel induk kornea dan konjungtiva dapat diidentifikasi

hanya dengan cara tidak langsung, seperti ekspansi klonal dan identifikasi siklus

yang lambat.2

III. Etiologi Defisiensi Sel Punca Limbal

Defisiensi sel punca limbal dihasilkan dari penyebab primer dan sekunder.

Penyebab primer merupakan penyebab yang didapat secara kongenital, sedangkan

penyebab sekunder disebabkan oleh paparan seperti trauma infeksi, adanya

dysplasia atau lesi neoplastik di limbus.2

Tabel 1. Klasifikasi Etiologi Defisiensi Sel Punca Limbal

Page 3: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

3

1. Idiopathic2. Trauma kimia/ Luka bakar

3. Iatrogenika. Lokal

i. Pembedahan- Operasi permukaan mata multiple- Krioterapi

ii. Radiasi dan radioterapiiii. Penggunaan lensa kontakiv. Kemoterapi lokal (contoh : 5-fluorouracil, mitomisin C)

b. Sistemiki. Obat : hidroksiureaii. Graft vs host disease

4. AutoimunSteven johnson syndromeOcular cicatrial pemphigoid

5. Penyakit mataNeoplasia dan degenerasi (pterigium)Keratitis neurotropikInfeksi ( herpetik, trakoma)AtopiUlkus kornea perifer ( contoh : Fuchs marginal keratitis)Sindrom iskemik segmen anterior

6. Kongenital dan herediterAniridiaMultiple endocrine neoplasiaEctodactyly-ectodermal dysplasia-clefting syndromeKeratitis-ichtyosis-deafness syndromeXeroderma pigmentosaLADD (Lacrimo-auriculo-dento-digital) syndrome/ Levy-Hollister syndrome

Sumber : American Academy of Ophthalmology2

III. Patogenesis

Berdasarkan hipothesis X,Y,Z dari Thoft, proliferasi dan migrasi sel epitel

kornea dihasilkan dari tiga mekanisme. Vektor X menyatakan migrasi vertikal sel

epitel kornea dari lapisan basal ke permukaan superfisial kornea. Vektor Y

menyatakan migrasi sentripetal sel perifer menuju tengah kornea. Vektor Z

menyatakan keseluruhan arah pergerakan sel epitel kornea dari kombinasi vektor

X dan Y.3,4,6,7

Sekitar 25 % -33 % dari limbus harus utuh untuk memastikan permukaan mata

normal. Limbus yang normal bertindak sebagai penghalang terhadap vaskularisasi

Page 4: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

4

kornea dari konjungtiva dan invasi sel konjungtiva dari permukaan bulbar. Ketika

stem cell limbal tidak ada secara kongenital, rusak, atau hancur, sel konjungtiva

bermigrasi ke permukaan kornea, sering disertai dengan neovaskularisasi

superfisial. Tidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan

luka epitel, sehingga integritas permukaan kornea terganggu dan terjadi kerusakan

epitel berulang. 1-4

Gambar 2. Skematik teori X,Y,Z Dikutip dari: Pflugfelder3

IV. Manifestasi Klinis

Secara klinis, defisiensi sel punca pada kornea dapat terlihat pada beberapa

kelainan di permukaan kornea. Pasien biasanya mengalami ulserasi yang berulang

dan penurunan penglihatan sebagai hasil dari permukaan kornea yang ireguler.

Selain itu, adanya fotofobia, lakrimasi, blefarospasme, mata merah berulang.

Neovaskularisasi kornea terdapat di kornea yang terkena. Iregularitas di

permukaan kornea dari limbus dapat dilihat dari pemberian fluoresein topikal. 1-4

Gejala klinis defisiensi sel punca limbal bervariasi dari yang ringan hingga

berat. Pada kasus yang ringan terdapat hilangnya anatomi limbus berupa deretan

palisade Vogt dan susunan vaskular perilimbal, irregularitas ketebalan epitel

kornea, pewarnaan fluoresein pada area sel epitel yang abnormal, ketidakstabilan

Page 5: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

5

lapisan air mata. Adanya sel epitel longgar, filamen dengan lendir dan erosi

berulang adalah gejala lain yang berhubungan dengan lapisan epitel kornea

abnormal. Vaskularisasi superfisial dan dalam, defek epitel persisten yang

menyebabkan ulserasi, kornea yang melunak dan perforasi, fibrovaskular pannus

dan munculnya jaringan parut, keratinisa

si dan kalsifikasi.1-4

(a) (b) Gambar 3. Defisiensi sel punca limbal (a). Adanya vaskularisasi perifer dengan hilangnya struktur limbal. (b). Vaskularisasi superfisial dan dalam disertai fibrovaskular panus Sumber : Krieglstein GK1

Pada kasus yang sedang sampai berat defisiensi sel punca limbal terjadi

vaskularisasi kornea yang dangkal dan dalam. Hal ini sebagian besar terbatas pada

daerah defisiensi sel punca limbal dan dapat mempengaruhi segmen limbus

tersebut.1

Defek epitel kornea persisten, ulserasi kronis sel epitel kornea yang tidak

membaik berhubungan dengan peradangan kronis derajat ringan. Defek ini dapat

menyebabkan infiltrat pada stroma yang dapat atau tidak dapat berhubungan

dengan infeksi. Stroma kornea melunak secara progresif sehingga dapat

menyebabkan perforasi.1-4

Tidak adanya penutupan epitel kornea berhubungan dengan tumbuhnya

jaringan fibrovaskular pannus. Jaringan ini menyebabkan penebalan beberapa

lapisan sel epitel yang berasal dari konjungtiva.1-4

Pada stadium akhir defisiensi sel punca limbal, terdapat jaringan parut dan

kadang terjadi kalsifikasi dari jaringan yang terpengaruh. Biasanya pada tahap ini

Page 6: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

6

peradangan telah mereda dan mata pasien relatif nyaman. Pada pasien yang

berhubungan dengan dry eye yang berat. Sel epitel yang menutupi kornea telah

mengalami keratinisasi parsial dan total.1-4

V. Diagnosis LSCD

Diagnosis defisiensi sel punca limbal pada prinsipnya berdasarkan gejala

klinis. Pada pemeriksaan biomikroskop slitlamp terdapat konjungtivalisasi kornea.

Sel epitel memiliki variasi ketebalan dan transparansi. Sel epitel konjungtiva pada

kornea muncul lebih permeabel dibandingkan epitel kornea, dan menyerap

pewarnaan fluoresein.1

Pada kasus konjungtivalisasi kornea, pewarna fluorescein cenderung

mengumpul sepanjang perbatasan lapisan sel epitel kornea dan konjungtiva.

Kehilangan susunan jaringan ikat limbus Vogt dan vaskularisasi merupakan gejala

yang umum. Ketika kerusakan meluas, vaskularisasi terjadi dalam bentuk panus

fibrovaskular, yang ketebalannya meningkat pada area kornea yang terkena.

Namun, stroma kornea yang mendasarinya dapat jauh menipis dari awal proses

penyakit.1-4

Keberadaan sel goblet pada sitologi impresi yang diambil dari permukaan

kornea atau dalam biopsi spesimen jaringan pannus fibrovaskular yang menutupi

kornea merupakan patognomonik dari kornea yang terkonjungtivalisasi.

Intraepitelial limfosit yang merupakan ciri dari epitel konjungtiva, juga

didapatkan pada epitel kornea terkonjungtivalisasi, terutama CD 8, sel HML-1

(Limfosit T sitotoksik yang mengekspresikan antigen limfosit human mucosal).

Adanya metaplasia skuamosa atau hilangnya sitokeratin spesifik kornea (CK

3/12) pada imunohistologi didapatkan dari specimen biopsi.1-4,

VI. Penatalaksanaan LSCD

Setelah terjadi paparan yang menyebabkan LSCD, perlu dilakukan penilaian

dari limbus. Apabila limbus yang terkena LSCD parsial, maka pengobatan yang

sesuai dibutuhkan untuk mengobati penyebab yang mendasarinya dan mengontrol

inflamasi. Mata perlu diperiksa pada interval 24 atau 48 jam dan diobservasi

Page 7: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

7

selama proses reepitelisasi. Proses reepitelisasi kornea dari epitel limbus sehat

yang tersisa, harus diupayakan. 1,6

Terdapat berbagai cara untuk mengobati LSCD. Pada kasus LSCD parsial yang

ringan dan tidak melibatkan aksis visual, dapat dilakukan terapi medikamentosa

seperti pemberian tetes mata untuk melubrikasi lapisan kornea. Bila terjadi LSCD

parsial disertai iritasi, penurunan tajam penglihatan dan terjadi konjungtivalisasi

kornea, maka diperlukan debridemen mekanik dengan teknik Sequential Sectoral

Conjunctival Epitheliectomy (SSCE). Tujuan tindakan ini untuk membersihkan

epitel konjungtiva dan memperluas lapisan epitel kornea yang berasal dari setiap

sektor limbus. Teknik SSCE dapat juga dikombinasikan dengan transplantasi

limbal untuk membuat populasi sel tanpa kontaminasi sel epitel konjungtiva di

permukaan kornea.1

Pada pasien dengan LSCD total pada satu mata, transplantasi keratolimbal

autologus merupakan prosedur yang ideal. Tindakan bedah ini dapat dilakukan

saat proses inflamasi mereda. Prosedur transplantasi keratolimbal allograft cocok

untuk kasus LSCD yang melibatkan limbus dan tidak disertai kerusakan pada

konjungtiva, atau terdapat kerusakan konjungtiva yang minimal. Tindakan ini

cocok untuk kasus aniridia, SJS yang ringan ataupun Ocular Cicatrical

Pemphigoid (OCP). Kontraindikasi prosedur ini adalah adanya defisiensi lapisan

akuous yang berat.4,6-10

Transplantasi limbal konjungtiva autolog diindikasikan untuk pasien dengan

LSCD unilateral, seperti pada trauma termal ataupun trauma kimia. Jaringan sel

punca limbal konjungtiva yang berasal dari mata kontralateral dapat

ditransplantasikan di kornea. Tindakan ini membantu proses reepitelisasi,

penurunan vaskularisasi kornea dan meningkatkan kejernihan kornea.

Keterbatasan dari teknik ini adalah terbatasnya jumlah sel punca limbal.4,6-9

Transplantasi limbal konjungtiva allograft diindikasikan pada defisiensi sel

punca limbal bilateral disertai kerusakan jaringan konjungtiva yang sedang hingga

berat. Namun teknik ini beresiko terjadi reaksi penolakan. Pemberian obat

imunosupresif topikal maupun sistemik dibutuhkan untuk menekan reaksi

tersebut. 4,6-10

Page 8: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

8

Kombinasi transplantasi keratolimbal dan konjungtiva allograft dapat

dilakukan untuk kasus LSCD bilateral disertai kerusakan jaringan konjungtiva

yang berat seperti pada kasus SJS, OCP dan trauma kimia. Transplantasi

konjungtiva akan menambah fungsi sel goblet untuk memperbaiki lapisan

musin.4,6,7

Transplantasi membran amnion berfungsi untuk membantu epitelisasi kornea

dan menurunkan inflamasi. Lapisan membran basemen yang terdapat pada

membran amnion dapat meningkatkan kepadatan sel goblet, menurunkan

transformasi faktor pertumbuhan, menurunkan proses pembentukan fibroblas di

kornea dan konjungtiva.1,4,6-10

Pencangkokan kornea lamellar atau penetrating keratoplasty dapat

dikombinasikan dengan transplantasi limbal autolog atau allograft. Tindakan ini

diperlukan bila terdapat kekeruhan pada stroma dengan endotel kornea yang

normal. Sedangkan penetrating keratoplasty dilakukan bila terdapat kekeruhan

pada stroma dengan endotel kornea yang rusak. 4,6,7

Terapi setelah tindakan operasi dibutuhkan untuk menurunkan reaksi

inflamasi, memperbaiki fungsi lapisan air mata, mencegah terjadinya infeksi dan

menekan reaksi imunitas. Antibiotik topikal yang bebas pengawet digunakan

untuk satu bulan pertama. Steroid topikal bebas pengawet seperti prednisolon

asetat 1% digunakan empat kali sehari untuk 8-12 minggu pertama. Dosis rendah

kortikosteroid topikal (satu tetes per hari) dipertahankan kecuali terjadi

peninggian tekanan intraokular. Serum autologous (20%) diberikan setiap jam

sampai proses epitelisasi selesai, biasanya dalam 7-10 hari. Air mata buatan bebas

pengawet dapat digunakan. Penggunaan imunosupresi seperti siklosporin A dan

oflate FK 506 selama 18 bulan pasca operasi. Memonitor proses re-epitelialisasi

sampai proses selesai merupakan hal yang penting.1,10

VII. Transplantasi sel epitel mukosa oral yang telah dikultur

Jumlah kasus LSCD bilateral lebih banyak dibandingkan yang unilateral.

Transplantasi jaringan non limbal autologus dapat dilakukan untuk mengobati

kasus defisiensi sel punca limbal untuk kasus bilateral LSCD. Transplantasi

Page 9: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

9

jaringan limbal allograft juga bisa digunakan, namun resiko transmisi organisme

dan reaksi penolakan transplantasi dapat dihindari.4,11-12

Teknik transplantasi jaringan non limbal telah banyak diteliti, seperti pada sel

epitel mukosa oral, sel punca embrionik, sel epitel konjungtiva, sel punca

epidermal, sel punca pulpa gigi, sel punca mesenkim yang berasal dari sumsum

tulang, sel punca dari folikel rambut dan sel punca dari tali pusat. Diantara semua

terapi sel non limbal, hanya sel epitel mukosa oral dan sel epitel konjungtiva yang

telah dilakukan pada manusia. 11

Selama sepuluh tahun, beberapa penelitian mengenai transplantasi sel epitel

mukosa oral yang telah dikultur secara ex vivo menunjukkan hasil yang paling

menguntungkan dibandingkan dengan transplantasi sel punca dari sumber yang

lain, Kemampuan teknik ini untuk menstabilkan permukaan mata yang terkena

LSCD bilateral telah sepenuhnya dikonfirmasi.11-12

Jaringan mukosa mulut mengandung sel epitel skuamosa berlapis non-

keratinisasi yang menyerupai sel epitel pada kornea. Sel mukosa oral yang telah

dikultur secara ex-vivo dapat ditransplantasikan pada jaringan okular dengan

membran amnion. Sel epitel mukosa oral yang telah dikultur dapat tumbuh di

permukaan kornea. Teknik ini merupakan alternatif untuk pasien yang telah gagal

dilakukan transplantasi limbal allograft dan tidak didapatkan jaringan limbal yang

sehat. Angka keberhasilan dari penelitian-penelitian transplantasi sel epitel

mukosa oral yang telah dikultur secara ex vivo sebanyak 72%, menyerupai angka

keberhasilan transplantasi sel epitel limbal yang telah dikultur yaitu 74%. Angka

ini didasarkan dari hasil kemajuan tajam penglihatan dan adanya perbaikan

permukaan okular.4,11

Metode kultur yang digunakan adalah dengan dilakukannya biopsi pada

mukosa oral. Selanjutnya sel epitel mukosa oral dipisahkan dari jaringan oral

dengan menggunakan enzim dan 3T3 murine fibroblast. Sel epitel mukosa lalu

disimpan di media kultur berupa membran amnion di ruangan kedap udara. Biopsi

dikultur di laboratorium. Sel epitel skuamosa berlapis dihasilkan dari proses

kultur selama dua minggu. Sebagian jaringan kultur diproses dan dianalisa.

Jaringan yang tersisa ditransfer dengan menggunakan kotak penyimpanan.

Page 10: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

10

Jaringan mukosa oral yang telah dikultur dianalisa dengan mikroskop untuk

mengetahui fenotipnya yang menyatakan adanya penanda sel punca. Medium

penyimpanan dianalisa untuk melihat adanya mikroorganisme dengan

menggunakan alat Polimerase Chain Reaction. Jaringan kultur dipindahkan dari

kotak penyimpanan sesaat sebelum jaringan ditransplantasikan ke mata yang

sakit. Penyimpanan yang optimal dalam wadah tertutup dan kedap udara

menghindari untuk tumbuhnya mikroorganisme selama periode penyimpanan.13

Beberapa hal penting untuk penatalaksanaan paska operasi adalah menjaga

permukaan okular tetap lembab, memberikan proteksi mekanik terhadap jaringan

yang ditransplantasikan, mengkontrol peradangan dan mencegah infeksi. Hal ini

dapat dilakukan dengan pemberian obat tetes air mata buatan, serum autolog,

bandage contact lense (BCL), imunosupresan seperti steroid, siklosporine,

siklophospamide dan antibiotik tetes mata. Topikal steroid diberikan hingga enam

bulan kemudian diturunkan dosisnya perlahan, sedangkan steroid sistemik

digunakan dari satu minggu hingga dua bulan.11

Hasil klinis yang terlihat dapat dibandingkan dengan teknik kultur dari sel

punca limbal. Akan tetapi angka kejadian komplikasi lebih tinggi bila

dibandingkan dengan teknik transplantasi sel punca limbal yang telah dikultur.

Komplikasi yang dapat terjadi dari teknik ini adalah defek epitel kornea, infeksi

berupa keratitis dan endoftalmitis, perforasi, inflamasi , alergi, simblefaron dan

reaksi penolakan transplantasi kornea.11,12

VIII. Kesimpulan

LSCD disebabkan oleh berbagai penyebab, yang melibatkan mata unilateral

maupun bilateral. Terdapat berbagai macam pilihan untuk memilih cara untuk

memberikan terapi penyakit ini. Pertimbangan untuk memilih terapi yang akan

Page 11: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

11

digunakan sangat penting untuk menentukan keberhasilan terapi. Transplantasi

mukosa oral yang telah dikultur secara ex vivo menjadi alternatif terapi untuk

kasus LSCD bilateral total yang telah gagal mendapatkan terapi transplantasi

limbal allograft dan tidak didapatkan jaringan limbal yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Page 12: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

12

1. SD Haminder. Transplantation of limbal stem cell, surgical technique and

results. Dalam: Krieglstein GK, Weinreb RN, penyunting. Cornea and

external eye disease. Berlin. Springer; 2010. Hlm. 53-68.

2. American Academy of Ophthalmology. Ocular surface disease: Diagnostic

approach. External disease and cornea. Bagian ke-8. San Fransisco :

American Academy of Ophthalmology; 2011-2012. Hlm 92-4.

3. Beuerman RW, et al. Ocular surface epithelial stem cells: Implication for

ocular surface homeostasis. Dalam: Pfulgfelder SC et al, penyunting. Dry

eye and ocular surface disorder. Canada. Marcel and Dekker Inc; 2004.

Hlm. 225-46.

4. Sangwan VS, et al. Transforming Ocular Surface Stem Cells Research into

Succesfull Clinical Practice. Indian Journal of Ophthalmology. 2014. Hlm

29-40.

5. Medical Advisory Secretariat Ministry of Health and Long Term Care. An

Evidence Based Analysis. Volume. Canada. 2008. Hlm 15-9.

6. Letko E, Foster CS. Limbal stem cell transplantation. Dalam: Foster CS,

Azar DT, Dohlman CH, penyunting. The Cornea. Edisi ke-3. USA.

Lippincott Williams & Wilkins; 2005. Hlm. 991-7.

7. Holland EJ, Schwartz GS, Nordlund ML. Surgical Techniques for ocular

surface reconstruction. Dalam: Krachmer JH, Mannis JM, Holland EJ,

penyunting. Cornea. Edisi ke-2. London. Mosby;2005. Hlm 1799-812.

8. Daniles JT, Short AJ, Tuft SJ. Corneal stem cells in the eye clinics. Oxford

Journal. 2011. Hlm 209-25.

9. Chew HF. Limbal Stem Cell Disease: Treatment and advances in

technology. Saudi Journal of Ophthalmology. 2011. Hlm. 213-18.

10. Yang MC et al. Surgical therapy for ocular surface disorder. Dalam: :

Pfulgfelder SC et al, penyunting. Dry eye and ocular surface disorder.

Canada. Marcel and Dekker Inc; 2004. Hlm. 369-90.

11. Utheim TP. Concise Review: Transplantaion of Cultured Oral Mucosal

Epithelial Cells for Treating Limbal Stem Cell Deficiency- Current Status

and Future Perspectives. Alpha Med Press. Oslo. 2014.Hlm. 1687-98.

Page 13: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/01/... · Web viewTidak adanya sel punca limbal, mengurangi efektivitas penyembuhan luka epitel, sehingga

13

12. Tseng SC. Oral Mucosal Graft with Amniotic Membrane Transplantation

for Total Limbal Stem Cell Deficiency. American Journal of

Ophthalmology. 2011. Hlm. 739-46.

13. Iorio ED, et al. Techniques for Culture and Assessment of Limbal Stem

Cell Grafts. The Ocular Surface. Itali. 2010. Hlm 146-52.