pakar bedah epilepsi indonesia bereputasi internasional muttaqin.pdf · anggota komite medik dan...
TRANSCRIPT
393
OPINI
CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013 393
PROFIL
CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013
Prof. dr. Zainal Muttaqin, SpBS(K), Ph.D.
Pakar Bedah Epilepsi Indonesia Bereputasi Internasional
Prof. dr. Zainal Muttaqin, SpBS(K), Ph.D. adalah pakar
bedah saraf pertama yang merintis metode bedah
untuk penderita epilepsi di Indonesia. Beliau lulusan
S3 sekaligus spesialis bedah saraf dari Universitas Hiroshima
Jepang.
394
PROFIL
CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013
Cita-cita menjadi dokter baru muncul saat
SMA. Sedangkan obsesi untuk menjadi dokter
spesialis bedah saraf baru muncul mulai
semester delapan saat menjadi mahasiswa
kedokteran di Fakultas Kedokteran UNDIP
Semarang karena saat itu mulai ada mata
kuliah neurosurgery yang dibina oleh dr.
Amanullah.
Sejak SD, pria yang dikukuhkan sebagai
guru besar pada 1 Oktober 2007 ini sudah
membantu orangtua berdagang di pasar
Johar Semarang. Kalau Minggu, seharian
penuh membantu orangtua. Ia ke mana-
mana selalu membawa buku. Prestasi pria
kelahiran Semarang, 24 November 1957
ini dimulai saat kelas lima SD yang berhasil
menjadi juara II. Saat kelas enam SD menjadi
juara I. Saat SMP kelas dua dan tiga, menjadi
bintang kelas. Saat SMA, aktif berorganisasi di
OSIS, pramuka, drama, karate, Zainal terpilih
menjadi pelajar berprestasi se-SMA, dan
mengikuti pertukaran pelajar ke Plymouth-
Carver High School, USA dan Plymouth, Mass,
USA.
Aktivis – Organisatoris
Saat menjadi mahasiswa kedokteran, ia aktif di
organisasi HMI, Badan Perwakilan Mahasiswa
(mirip BEM), dan pengurus masjid. Literatur
medis dibacanya berulang-ulang agar paham.
Ke manapun pergi, ia membawa buku. Sambil
membaca, dibuat ringkasan. Uniknya, Zainal
biasa tidur 4-5 jam per hari. Kecintaannya pada
berorganisasi dibuktikannya dengan aktif
di berbagai organisasi profesi baik nasional
maupun Internasional, seperti: IDI (Ikatan
Dokter Indonesia), Perspebsi (Perhimpunan
Dokter Spesialis Bedah Saraf ), IKABI (Ikatan
Ahli Bedah Indonesia), Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), PERPEI
(Perhimpunan Epilepsi Indonesia), ACNS
(ASEAN Conggress of Neurological Surgeons),
AOSBS (Asian Oceanian Skull Base Society).
Hingga kini, selain mengajar dan membimbing
mahasiswa S1, S2, PPDS, dan S3 di Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro (FK
UNDIP), profesor yang memiliki ribuan jurnal
dan buku ini juga aktif sebagai pembina UKM
Rohani Islam (Rohis) UNDIP, pengurus Yayasan
Badan Wakaf Sultan Agung Semarang,
pengurus RS Roemani Semarang, anggota
komite medik RS Dr. Kariadi Semarang,
anggota komite medik dan panitia kredensial
RS Telogorejo Semarang.
Kecintaan pada neuroanatomi-neurofi siologi,
membuat suami Nadhira ini aktif mencari
kesempatan untuk mendapat beasiswa.
Sempat dua kali gagal menembus ujian
ECFMG (Education Commission for Foreign
Medical Graduate), ia berhasil meraih beasiswa
dari kedutaan besar Jepang. Di Jepang, beliau
belajar ilmu bedah saraf (neurosurgery) selama
5,5 tahun, dengan bimbingan Profesor Uozumi
di Universitas Hiroshima. Pendidikan di Jepang
tidak mengenal kelas akselerasi (percepatan)
karena pendidikan itu sebenarnya pematangan
jiwa dan pendewasaan pemikiran. Kurikulum
dan ilmu pengetahuan memang dapat
dipadatkan, namun kematangan pikiran
(termasuk metodologi berpikir) tidak
dapat dimampatkan, jadi memang perlu
berproses. Selain itu, juga ditekankan budaya
berkelompok dan kerjasama tim.
Ada hikmah yang mengesankan. Saat itu,
di Fukuoka akan diselenggarakan kongres
bedah saraf. Zainal mendengar kabar bahwa
salah satu tamu dari Indonesia adalah
dr. Iskarno dari Unpad, Bandung. Beliau
adalah ketua perhimpunan bedah saraf di
Indonesia. Zainal berhasil mengundang
beliau ke Hiroshima, dan diantar ke mana-
mana. Akhirnya Zainal menjadi akrab
dengan Iskarno. “Saya memang semaksimal
mungkin memanfaatkan setiap peluang dan
kesempatan untuk menjalin silaturahmi dan
networking dengan siapapun.” “Karena dapat
menjalin hubungan baik dengan siapapun,
banyak orang Jepang berkata bahwa saya
adalah investasinya yang terbesar. Mereka
bahkan mentargetkan bahwa dalam waktu
10 tahun, mereka harus mendengar nama
saya ada di Indonesia (reputasi baik di
bidang neurosurgery harus nyata terbukti).
Mereka juga siap membantu kapanpun saya
memerlukan mereka, termasuk saat saya
ingin mendirikan sentral epilepsi.” Saat balik
ke Indonesia, memang belum ada satupun
pusat epilepsi yang berdiri. Ia berupaya
membangun jejaring dengan semua ahli
di Indonesia dan Jepang. Terjadilah transfer
of skill, knowledge, dan konsep berpikir.
Alhamdulillah, akhirnya sentral epilepsi di
RS Kariadi dapat berdiri dan berkembang
hingga kini.
Jatuh cinta pada neuroanatomi-neurofi siologi
sama rasanya seperti jatuh cinta dengan
pujaan hatinya, Nadhira. Dengan tersenyum
beliau menuturkan, “Saya bertemu calon istri
(Nadhira) saat ada pertemuan organisasi di
HMI. Masa ta’aruf (perkenalan) saya tiga bulan,
setelah itu langsung menikah.”
Berprestasi Namun Rendah Hati
Tentang prestasi, profesor yang murah
senyum dan berbudi pekerti luhur ini dengan
rendah hati mengakui bahwa semua yang
diperolehnya adalah semata-mata karena
ridho Allah SWT dan restu kedua orang tua
(Bp. Yusuf Achmad dan Ibunda tercinta Siti
Muti’ah). Padahal beliau kaya prestasi, seperti:
dosen berprestasi baik di tingkat fakultas
maupun universitas (tahun 1998, 2000, 2005),
penerima excellent paper award pada 6th Asian-
Oceanian Skull Base Society (AOSBS) Congress di
Makuhari, Tokyo 2000 (Skullbase Meningioma
Operations in Indonesia), penerima excellent
paper award pada 4th Asian-Oceanian Epilepsy
Conggress (AOEC) di Karuizawa, Jepang,
2002 (Surgery for Temporal Lobe Epilepsy
in Indonesia), makalah terbaik ke-2 pada
PIT (pertemuan ilmiah tahunan) Perdici
(Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia)
2004 di Jakarta (Management of Subarachnoid
Hemorrhage in Indonesia: Present Status and
Future Direction), penerima Radiology Award
terbaik pada KONAS X Radiologi 2005 di
Yogyakarta (Neuroimaging in Epilepsy: MRI
evaluation in Intractable Temporal Lobe Epilepsy
patients). Selain itu karya ilmiah beliau lebih
dari 41 publikasi baik di tingkat nasional
hingga internasional, antara lain di: Hiroshima
J Med Sci, Neurosurgical Review, Neurologia
Medico Chirurgica, Surgical Neurology, Acta
Neurochirurgica, Springer – Verlag, World
Congress of Neurological Surgery Bologna
Medimond, Japanese Journal of Surgery for
Stroke, Japanese Journal of Clinical Monitoring,
Neurosonology, Elsevier Science Publishers New
York, Neurology Asia, Neuroradiology, National
Epilepsy Center Medical Institute of Neurological
Disorders Shizuoka.
Tentang rahasia sukses, Zainal mengaku
terinspirasi dari hadits riwayat Thabrani,
“Sesungguhnya yang paling baik di antara
manusia adalah mereka yang paling bisa
memberi manfaat bagi manusia lainnya.” Untuk
generasi muda yang berkeinginan menjadi
dokter, ia berpesan,”Jangan tergesa-gesa
untuk segera hidup enak atau terburu-buru
untuk cepat kaya. Perjalanan untuk aktualisasi
diri memerlukan waktu yang panjang.”
Dito Anurogo