nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab...

109
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB NASHAIHUL ‘IBAD KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Disusun Oleh: ABDUL KHAMID NIM: 111 13 063 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA TAHUN 2017

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

    DALAM KITAB NASHAIHUL ‘IBAD KARYA

    IMAM NAWAWI AL-BANTANI

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan

    Disusun Oleh:

    ABDUL KHAMID

    NIM: 111 13 063

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    TAHUN 2017

  • 2

  • 3

    iii

  • 6

    v

  • 7

    MOTTO

    َمَحا ِمدِ َتَعلَّْم َفِانَّ اْلِعْلَم َزْيُن ِِلَ ْهلِِه # َوَفْضلُ َوُعْنَواُن لُِكل

    َوُكْن ُمْسَتِفْيًداُكلَّ َيْوٍم ِزَيا َدةُ # ِمَن اْلِعِم َواْسَبْح فِى ُبٌخْوِراْلَفَوا ئِِدا

    Belajarlah ! sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya

    Dia perlebihan dan pertanda segala pujian

    Jadikankanlah hari-harimu untuk menambah ilmu

    Dan berenanglah di lautan ilmu yang berguna

    (Syeikh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji)

    vi

  • 8

    PERSEMBAHAN

    Skripsi yang sederhana ini saya persembahkan kepada:

    Bapak- Zaini Ibu Maspiyah tercinta yang senantiasa tak pernah

    hentinya memberikan semangat serta Do‟anya sehingga skripsi ini

    bisa penulis selesaikan.

    Abah Cholid Ulfi F, Abah As‟ad Haris N.F, Abah Taufiqurrahman,

    Ibunda Facichah Ulfah dan Ibunda Chusnul Halimah serta segenap

    keluarga besar kepengasuhan Yayasan Pondok Pesantreb Al-Manar

    yang senantiasa memberikan tempat bagi saya dalam mencari Ilmu.

    Bapak dan Ibu Guru besrta staf tata usaha MTs Al-manar yeng selalu

    mendo‟a kan dan dorongan semanagt sehingga terselesainya skripsi

    ini.

    Kakak saya Masrokhan beserta Istrinya yang selalu memberikan

    support dan memberikan motivasi kepada saya.

    Teman-teman satu gotak ngaji bareng, ngopi bareng Pondok

    Pesantren Al-Manar: pak lurah Lutfi, kang kamaludin, kang

    kholifah, kang Asmu‟i, kang Wahab, kang Didik, kang Huda, kang

    Amri, Mbah Roko, kang Giweng, kg Izud, kg alfian, kg Umam, Gus

    Faza, kgMahrus, kg Qosiemi,

    Seorang yang special yang akan menemani hidup saya nanti

    Semua yang telah mendoakan saya yang tidak bisa penulis sebut satu

    persatu

    vii

  • 9

    KATA PENGANTAR

    Dengan menyebut nama Allaah yang Maha Pengasih Lagi Maha

    Penyayang, Segala Puji bagi Allah, dengan penuh rasa Syukur akhirnya penulis

    panjatkan kehadiran-nya. Hanya berkat karuynia-Nya penulis dapat

    melaksanakan aktivitas hidup terutama dalam menyelesaikan tugas akhir di

    IAIN Salatiga ini.

    Penulis menyadari bahwa penulis skripsi ini tidak akan dapat

    menyelesaikan skripsi ini tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,

    untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

    1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam

    Nsgeri (IAIN) Salatiga.

    2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga

    3. Ibu Rukhayati, M.Ag, selaku ketua jurusan pendidikan Agama Islam

    4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku pembimbing akademik

    5. Bapak Dr. M. Gufron, M.Pd selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini.

    6. Para pustakawan di sekolah IAIN Salatiga yang selalu memberikan

    pelayanan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    7. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh karyawan IAIN Salatiga yang selalu

    memberikan Ilmu kepada penulis.

    8. Almukarom Romo Kyai As‟ad Haris Nasution F. Abah Taufiqurrahman,

    Ibunda Fatikhah Ulfah, Ibunda Chusnul Chalimah, serta Ustadz-Uatdzah

    Pon-Pes Al-Manar yang telah berjuang bersama dalam Agama Alah.

    viii

  • 10

  • 11

    ABSTRAK

    Abdul Khamid. 2017 .Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Nashaihul

    ‘Ibad Karya Imam Nawawi al-Bantani.Skripsi Jurusan Pendidikan

    Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama

    Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. M. Ghufron, M.Ag.

    Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak

    Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Imam Nawawi al-Bantani

    merupakan seorang ulama‟ salaf pemikir yang menghasilkan karya-karya besar

    yang terkenal. Beliau merasa bahwa sangat pentingnya sebuah pribadi yang

    memiliki keimanan yang kuat, kesempurnaan akidah dan akhlak serta pendidikan

    yang berkualitas dan memadai harus dimiliki oleh setiap orang dalam aktivitas

    kehidupan sehari-hari. Maka, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan

    mengkaji apa saja nilai pendidikan dalam kitab Nashaihul ‘Ibad karya Imam

    Nawawi al-Bantani. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah:

    1). Bagaimana sistematika penulisan dari kitab Nashaihul ‘Ibad? 2). Apa saja

    nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Nashaihul ‘Ibad? 3). Bagaimana

    relevansi pada akhlak terhadap dunia pendidikan sekarang?.Untuk menjawab

    pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan

    kepustakaan.Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan jenis penelitian

    kepustakaan(Library Research), sedangkan sumber data primer dari penelitian ini

    adalah kitab Nashaihul ‘Ibad dan sumber sekundernya adalah buku-buku lain

    yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian.

    Adapun teknis analisis data menggunakan metode Induktif dan metode

    Diduktif. dan temuan penelitian ini menunjukkan bahwa nilai pendidikan akhlak

    dalam kitab Nashaihul ‘Ibad karya Imam Nawawi al-Bantani ini sangat

    dibutuhkan bagi dunia pendidikan sekarang ini. Ciri pemikiran beliau dapat

    digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegang teguh dengan al-Qur‟an

    dan Hadits serta atsar para ulama‟. Beliau menyatakan bahwa Ilmu itu sesuatu

    yang suci dan hanya akan dapat diserap oleh jiwa yang suci pula. Pendidikan tidak

    hanya didapat dari bangku sekolah saja, namun kita bisa mendapatkannya melalui

    siapa saja dan apa saja. Proses mencari Ilmu dapat diperoleh dengan cara

    memperkuat cinta kepada Allah SWT, menjaga diri dari perbuatan yang dilarang

    agama dan senantiasa mendekatkan diri pada Allah. Sikap kita kepada sesama

    manusia dan makhluk lain juga akan berpengaruh dalam dunia pendidikan Islam.

    Saling menyanyangi, tawadhu’ serta sikap-sikap yang seharusnya kita lakukan

    kepada makhluk lain akan menjadikan kita sebagai hamba yang santun dan bijak

    dalam kehidupan. Dari sini diharapkan akan terwujud sebuah pribadi yang

    memiliki akhlak mulia, berbudi pekerti yang luhur dan berkeimanan yang kuat.

    x

  • 12

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

    LOGO IAIN .................................................................................................... ii

    NOTA PEMBIMBING .................................................................................. iii

    PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................... iv

    PERNYATAAN KEASLIHAN TULISAN .................................................. v

    MOTTO .......................................................................................................... vi

    PERSEMBAHAN ........................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

    ABSTRAK ...................................................................................................... ix

    DAFTAR ISI ................................................................................................... x

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6

    C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6

    D. Kegunaan Penelitian.................................................................... 6

    E. Penegasan Istilah ......................................................................... 8

    F. Metode Penelitian........................................................................ 10

    G. Sistematika Penulisan ................................................................. 13

    BAB II BIOGRAFI IMAM NAWAWI AL-BANTANI

    A. Riwayat Hidup Imam Nawawi al-Bantani .................................. 15

    B. Nasab Imam Nawawi al-Bantani ................................................ 16

    C. Sistematika Penulisan Kitab Nashaihul ‘Ibad ............................ 19

    D. Pendidikan Imam Nawawi al-Bantani ........................................ 21

    E. Karya-karya Imam Nawawi al-Bantani ...................................... 23

    F. Nasionalisme ............................................................................... 28

    G. Silsilah Guru-guru Imam Nawawi al-Bantani............................. 30

    H. Mengajar dan Menjadi Imam di Masjidil Haram ........................ 33

    I. Murid-murid Imam Nawawi al-Bantani...................................... 35

    J. Wafat .......................................................................................... 38

    xi

  • 13

    BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN IMAM NAWAWI AL-BANTANI

    A. Pengertian Nilai Pendidikan ........................................................ 39

    1. Pengertian Nilai ........................................................................ 39

    2. Bentuk-bentuk Nilai Pendidikan .............................................. 41

    B. Pengertian Pendidikan Akhlak ................................................... 44

    1. Pengertian Pendidikan .............................................................. 44

    2. Pengertian Akhlak ................................................................... 46

    C. Pemikiran Imam Nawawi al-Bantani Tentang Nilai Pendidikan

    Akhlak dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad ........................................ 50

    BAB IV ANALISIS RELEVANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

    DALAM KITAB NASHAIHUL’IBAD KARYA IMAM NAWAWI

    AL-BANTANI

    A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad ............. 59

    B. Relevansi Pendidikan Akhlak dalam kitab Nashaihul ‘Ibad dalam

    dunia Pendidikan ........................................................................ 73

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ................................................................................. 81

    B. Saran ............................................................................................ 84

    C. Kata Penutup ............................................................................... 84

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    xii

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Islam adalah Agama yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW

    sebagai pedoman hidup umat manusia dan pendidikan bagi manusia dan

    seluruh alam ini. Rasulullah SAW sebagai utusan yang menyempurnakan

    akhlak manusia, karena beliau dalam hidupnya penuh akhlak-akhlak yang

    mulia dan sifat-sifat yang baik. (Umar Abdul Djabbar, tt: 3).

    Islam merupakan Agama rahmatan lil’alamiin yang dibawa oleh

    Rasullullah SAW. Islam sangat memperhatikan segala aspek yang dikerjakan

    manusia, mulai dari hal-hal yang besar, baik yang berhubungan dengan Allah

    maupun dengan manusia. Dalam hal ini Islam memberikan pendidikan

    kepada manusia dan sebagai pedoman hidup untuk manusia seluruh alam.

    Rasulullah SAW, sebagai utusan yang menyempurnakan akhlak manusia,

    karena beliau pada hidupnya penuh dengan akhlak-akhlak yang mulia dan

    sifat-sifat yang baik. Para sahabat dan keluarga beliau menjadikan perjalanan

    Nabi Muhammad SAW, sebagai pelita untuk penyiaran Agama. Hal ini

    digambarkan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur‟an:

    Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

    (Q.S. Al-Qalam: 4). (http//.alquran-digital.com).

    Rasulullah adalah perumpamaan Al-Qur‟an yang berjalan, karena

    perilaku, perkataan dan kehidupan kesehariaannya mencerminkan apa yang

    diajarkan di dalam Al-Qur‟an. Dalam syiar Islam beliau mengutamakan

  • 2

    pemberian contoh nyata melalui perangainya yang sangat luhur. Biarpun

    dicaci maki, dicemooh, dihina dan bahkan nyawa taruhannya terancam oleh

    orang-orang kafir, tetapi beliau membalas perbuatan tersebut dengan pekerti

    yang luhur tiada rasa dendam, marah, putus asa, malah membalas dengan hal

    kebaikan dan ternyata perbuatan itu dapat mengalahkan mereka, lalu

    merekapun berbondong-bondong masuk Islam tanpa adanya ajakan secara

    langsung.(Hermawan, 2015: 32).

    Agama Islam sangat memperhatikan masalah akhlak, melebihi

    perhatiannya dari hal-hal yang lain. Perhatian itu sampai sedemikian rupa,

    sehingga akhlak sebagai salah satu pokok tujuan risalah. Akhlak merupakan

    lambang kualitas manusia, masyarakat, dan umat. Karena itulah akhlak yang

    menentukan eksistensi seorang muslim.

    Akhlak merupakan sifat yang dekat dengan iman. Baik buruknya

    akhlak menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan manusia.

    Orang yang beriman kepada Allah akan membenarkan dengan seyakin-

    yakinnya akan ke Esaan Allah, meyakini bahwa Allah mempunyai sifat

    dengan segala kesempurnaannya dan tidak memiliki sifat kekurangan,

    ataupun menyerupai sifat-sifat makhluk ciptaan-Nya.(Siroj, 2009:2).

    Maka karena itu pendidikan akhlak merupakan bagian besar dari isi

    pendidikan Islam, posisi ini terlihat dari kedudukan Al-Qur‟an sebagai

    referensi paling penting tentang akhlak bagi kaum muslimin baik individu,

    keluarga, masyarakat, dan umat. Akhlak merupakan buah Islam yang

    bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat hidup dan

  • 3

    kehidupan menjadi baik. Akhlak merupakan alat kontrol psihis dan sosial

    bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak, manusia tidak akan berbeda dari

    kumpulan binatang.(Munzier, 2008: 89).

    Karena Harkat manusia ditentukan oleh akhlaknya. Akhlaknya yang

    sudah membentuk menjadi kepribadian akan memberikan jati diri yang

    agung. Jati diri tidak terbentuk dengan sendirinya, tetapi perlu adanya

    langkah-langkah untuk mengukirnya. Mengukir jati diri di waktu kecil seperti

    mengukir batu, butuh ketekunan sampai akhir hayat.(Mubarok, 2011:3).

    Akan tetapi berbanding terbalik dengan apa yang terjadi remaja

    sekarang pergaulan sudah sangat mengkhawatirkan, karena sudah sangat

    banyak hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh remaja. Lingkungan

    memberikan kontribusi yang sangat besar dalam kehidupan, dan dapat

    membentuk suatu kebiasaan terhadap seseorang.(Al-Jaza‟iri, tt: 223). Hal ini

    menjadi keprihatinan bersama. Apabila tidak ada cara untuk membentengi

    anak-anak (pelajar) dari terjangan lingkungan yang buruk, maka bisa

    dipastikan mereka akan terpengaruh oleh lingkungan yang buruk, dan bukan

    tidak mungkin mereka juga akan menjadi terbiasa untuk melakukan

    perbuatan yang buruk. Sangat jelas bahwa sungguh telah ada suritauladan

    yang baik dalam diri Rasulallah SAW. Maka hendaklah kepada para orang

    tua dapat memberikan pengarahan dan pendidikan akhlak yang baik terhadap

    anak-anaknya agar kelak sifat baik Rasulullah dapat tercermin di dalam

    dirinya. Imam Al-Ghazali mengatakan: “seseorang anak, sejak ia dilahirkan

    adalah amanat Allah SWT kepada kedua orang tuanya. Hati anak tersebut

  • 4

    masih bersih dan suci, bagaikan permata yang sangat berharga. Manakala

    anak itu terbiasakan dan diperlihatkan kepada hal-hal yang baik, maka anak

    itu akan tumbuh menjadi manusia yang semakin hari akan semakin tertancap

    serta semakin meresaplah kebaikan-kebaikan di dalam jiwanya”. Dan bagi

    generasi muda hendaknya sadar bahwa kelak mereka juga akan menjadi

    orang tua, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki akhlak. Yang mana di

    era sekarang ini sudah tampak tanda-tanda zaman Jahiliyah jilid dua yang

    terbukti dengan banyaknya perilaku-perilaku yang menyerupai zaman pra

    Islam.(Al-Ghalayaini, 2000: 314).

    Oleh karena itu, orang tua harus lebih memperhatikan anak-anaknya

    dalam soal pendidikan, terutama pendidikan tentang akhlak. Supaya mereka

    tidak mudah terpengaruh dengan keadaan lingkungan yang buruk seperti saat

    ini. Pada masa yang akan datang kelak, mereka akan menjadi pilar-pilar

    penerus perjuangan yang memiliki tingkah laku (akhlak) yang baik, menjadi

    penerus bangsa negara, dan juga Agama.

    Berbekal dengan pendidikan akhlak, seseorang dapat mengetahui

    batas mana yang baik dan mana yang buruk. Juga dapat menempatkan

    sesuatu sesuai dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh

    irsyad, taufik, dan hidayah sehingga dapat bahagia di dunia dan di akhirat.

    Kebahagian hidup oleh setiap orang selalu didambakan kehadirannya di

    dalam lubuk hati. Hidup bahagia merupakan hidup sejahtera dan mendapat

    ridha dari Allah SWT dan selalu disenangi oleh sesama makhluk.(FIP-UPI,

    2007: 18).

  • 5

    Salah seorang ulama‟ yang mengkaji dan memberikan pendidikan

    akhlak secara mendalam adalah Imam Nawawi Al-Bantani. Beliau adalah

    seorang ulama‟ besar dalam bidang keilmuaan salah satunya adalah

    pendidikan akhlak.

    Sejarah menyebutkan bahwa beliau dikenal kuat dalam mengamalkan

    Ilmu dan hidup zuhud, dan sangat sabar menjalani kehidupan yang serba

    kekurangan. Beliau juga jarang tidur malam, rajin beribadah dan menulis

    berbagai kitab salah satu karyanya yang sering dikaji adalah Nashaihul ‘Ibad.

    ( http://klulaku.blogspot.co.id). Kitab ini tergolong praktis, di dalamnya

    terdapat berbagai ulasan-ulasan yang berhubungan dengan nilai-nilai

    pendidikan akhlak beserta dalil-dalilnya (dasar-dasarnya), yang kemudian

    bisa dijadikan acuan untuk mempengaruhi dan memformulasikan nilai-nilai

    pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari para siswa (pelajar).

    Dari uraian di atas, penulis sangatlah tertarik ingin lebih jauh

    mengkaji tentang nilai-nilai pendidikan akhlak pada pemikiran Imam Nawawi

    Al-Bantani melalui sebagian karya-karyanya yang cukup fundamental yaitu

    kitab Nashaihul ‘Ibad yang di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang

    pendidikan akhlak. Untuk itu, maka penulis berusaha untuk menyusun sebuah

    skripsi yang berjudul: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM

    KITAB NASHAIHUL ’IBAD KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI,

    dengan harapan semoga dapat memberikan kontribusi dan manfaat terutama

    bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

  • 6

    B. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

    1. Bagaimana sistematika penulisan dari kitab Nashaihul ‘Ibad?

    2. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab

    Nashaihul ‘Ibad ?

    3. Bagaimanakah relevansi pendidikan akhlak kitab Nashaihul ‘Ibad

    dalam konteks kehidupan pelajar sekarang?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

    1. Mengetahui bagaimana sistematika penulisan kitab Nashaihul ‘Ibad.

    2. Mengetahui bagaimanakah nilai-nila Pendidikan akhlak yang terdapat

    dalam kitab Nashaihul ‘Ibad.

    3. Mengetahui relevansi pendidikan akhlak kitab Nashaihul ‘Ibad dalam

    konteks kehidupan pelajar sekarang.

    D. Kegunaan Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran

    dalam upaya peningkatan Ilmu pengetahuan dan pembenahan akhlak yang

    pada era sekarang ini sangat jauh dari ajaran Islam. Kegunaan dari penelitiaan

    ini dapat dikemukakan dua bagian, yaitu:

    1. Kegunaan Teoristik

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

    teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai pendidikan yang terkandung

  • 7

    dalam kitab Nashaihul ‘Ibad serta bermanfaat sebagai kontribusi

    pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan Islam.

    2. Kegunaan Praktis

    a. Bagi Penulis

    Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai nilai

    pendidikan untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman dalam

    kehidupan sehari-hari.

    b. Bagi Lembaga Pendidikan

    1. Sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia

    pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di

    Indonesia terutama pendidikan Islam.

    2. Dapat dijadikan masukan yang membangun guna untuk

    meningkatkan kualitas lembaga pendidikan terutama pendidikan

    Islam, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan

    penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah

    secara global.

    c. Bagi Ilmu Pengetahuan

    1. Sebagai bahan referensi dalam Ilmu pendidikan terutama Ilmu

    pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah

    wawasan di bidang tersebut khususnya dan bidang Ilmu

    pengetahuan yang lain pada umumnya.

    2. Menambah khazanah mengenai nilai pendidikan akhlak yang

    terdapat dalam kitab nashaihul ‘Ibad sehingga mengetahui

  • 8

    betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.

    Dengan demikian berusaha memperbaiki diri agar selalu

    meningkatkan mutu dan kualitas diri menjadi yang lebih baik

    dihadapan Allah dan dihadapan manusia.

    Dengan demikian setiap induvidu diharapkan dalam keadaan

    tetentu dapat mengambil pelajaran di setiap aktivitasnya. Kemudian akan

    menjadikan pribadi berfikiran matang sebelum melakukan suatu tindakan

    dan menentukannya ke jalan kebenaran dan mengurangi tingkat

    kesalahan tindakan baik itu merugikan diri sendiri, kelompok, maupun

    orang lain serta menuju kebahagiaan dunia sampai akhirat.

    E. Penegasan Istilah

    Untuk memperjelas judul di atas serta menghindari kekeliruan

    penafsiran dan kesalahan dalam memahami istilah, maka penulis kemukakan

    pengertian dan penegasan judul proposal ini sebagai berikut:

    1. Nilai Pendidikan Akhlak

    Nilai adalah sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok

    sosial membuat keputusan mengenai apa yang ingin dicapai atau sebagai

    sesuatu yang dibutuhkan.(www.pengertianpakar.com)

    Pendidikan adalah upaya yang dilakukan dengan sadar untuk

    mendatangkan perubahan sikap dan perilaku seseorang melalui

    pengajaran dan pelatihan.(Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1990: 365).

    Akhlak adalah suatu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai

    sumber perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau

    http://www.pengertianpakar.com/

  • 9

    jelek, sesuai pembawaannya, ia menerima pengaruh pendidikan

    kepadanya, baik maupun jelek kepadanya.(Al-Jaziri, tt: 223).

    Nilai pendidikan akhlak adalah merupakan usaha sadar yang

    memungkinkan induvidu atau kelompok untuk membimbing dan

    mengarahkan seseorang untuk mencapai suatu tingkah laku yang baik

    dan teruji serta menjadikannya sebagai suatu kebiasaan.

    2. Nashaihul ‘Ibad

    Sebuah karya Muhammad Nawawi bin „Umar Al-Bantani Al-

    Jawi yang disajikan untuk seorang hamba sebagai pedoman dan rujukan

    berperilaku sesuai tuntunan Islami yang dapat membawa ke arah

    kebaikan dan menjadikan seseorang berbudi pekerti santun dan berjiwa

    lembut. Kandungannya begitu dalam dan hakikatnya begitu tinggi,

    sehingga bila difahami dengan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari dapat

    menghantarkan kita pada kebersihan hati, kesucian jiwa dan kesantunan

    budi pekerti serta dapat mengingatkan kita akan pentingnya memahami

    makna hidup hakiki dan mempersiapkan diri menghadap Sang Maha

    Kuasa dengan membawa berbagai amal kebaikan dan budi pekerti yang

    baik (Kauma, 2005: 5).

    Kitab ini terdiri dari 10 bab pembahasan, dimulai dari Khutbatul

    Kitab dilanjutkan dengan bab satu, dua, tiga, sampai dengan sepuluh

    pada akhir kitab. Kitab ini juga disertai dengan fahrasat (daftar isi).

  • 10

    3. Imam Nawawi

    Adalah Abu Abdul Mu‟ti Muhammad Nawawi bin „Umar bin

    „Arabi bin „Ali At-Tanari Al-Bantani Al-Jawi. Beliau dilahirkan di desa

    Tanar, Banten, Jawa Barat, pada tahun 1230 H bertepatan dengan 1813

    M, di dalam keluarga yang mulia yang terkenal dengan dakwah

    Islamiahnya. Sejak kecil beliau hidup dan menimba ilmu di Makkatul

    Mukarromah dan berbagai daerah seperti: Madinah, Syiria, dan Mesir.

    Kemudian menetap kembali di Makkah. Setelah mengabdikan dirinya

    dalam perjuangan yang panjang untuk memperjuangkan Islam, akhirnya

    imam Al-Bantani kembali ke Rahmatullah pada tanggal 25 syawal

    1314/1879 52).M. (Amirul Ulum, 2015: 52).

    F. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian

    kepustakaan (library research) dengan objek kitab-kitab, serta lainnya

    yang ada kaitannya dengan objek kajian, karena yang dijadikan objek

    adalah hasil karya tulis hasil pemikiran.

    2. Sumber Data

    Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library

    research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun

    referensi yang menjadi sumber data primer adalah kitab Nashaihul

    ’Ibad karya Imam Nawawi.

  • 11

    Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah terjemah

    Nashaihul ’Ibad, kitab Risalatul Mu’awwanah, Kapita Selekta

    Pendidikan Islam serta kitab-kitab dan buku-buku lainnya yang ada

    relevansinya dengan obyek pembahasan penulis.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian

    ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi

    sumber data primer yakni kitab Nashaihul ’Ibad dan data sekunder

    yakni terjemah Nashaihul ’Ibad, kitab Risalatul Mu’awwanah, Kapita

    Selekta Pendidikan Islam dan buku-buku serta kitab yang relevan

    lainnya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara

    sistematis dalam hubunganya dengan masalah yang diteliti, sehingga

    diperoleh data/ informasi untuk bahan penelitian.

    4. Teknik Analisis Data

    Teknik Analisis Data yaitu penanganan terhadap suatu obyek

    Ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian satu

    dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai

    halnya.

    Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis

    masalah adalah sebagai berikut:

    a. Metode Diduktif

    Metode Deduktif yaitu apa yang dipandang benar dalam

    peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar

  • 12

    pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini

    adalah suatu proses berfikir dari pengetahuan yang bersifat umum

    dan berangkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan

    yang khusus.(Hadi, 1990: 26). Metode ini digunakan oleh penulis

    untuk menganalisis data tentang nilai yang akan dibahas yaitu nilai

    pendidikan akhalak.

    Jadi metode deduktif adalah proses berfikir secara umum

    kemudian ditarik menjadi pengetahuan berfikir secara khusus.

    b. Metode Induktif

    Metode Induktif yaitu metode yang berangkat dari fakta-

    fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari

    fakta-fakta dan peristiwa yang konkrit ditarik dalam generalisasi

    yang bersifat umum (Hadi, 1990: 26). Metode ini penulis gunakan

    untuk menganalisis data tentang kebahagiaan yang hakiki dalam

    kitab Nashaihul ’Ibad, sehingga dapat diketahui nilai pendidikan

    akhlak yang terkandung di dalamnya.

    Jadi metode deduktif adalah proses berfikir secara khusus

    kemudian ditarik menjadi pengetahuan berfikir secara umum.

    G. Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah sistematika

    penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu

    kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar

    tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.

  • 13

    Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:

    Bab I : Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah,

    Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,

    Metode Penelitian, Penegasan Istilah, dan sistematika Penulisan

    sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.

    Bab II : Latar Belakang penulisan kitab Nashaihul ’Ibad, Sistematika

    penulisan kitab Nashaihul ’Ibad, Biografi dan pemikiran imam

    Nawawi, menguraikan tentang: Biografi Imam Nawawi yang

    meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan

    karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas perkembangan

    intelektual, karya-karyanya, silsilah nasab dan silsilah gurunya.

    Bab III : Deskripsi pemikiran Imam Nawawi Al-Bantani.

    Bab IV : Pembahasan, menguraikan signifikansi pemikiran, relevansi,

    pemikiran, dan Implikasi.

    Bab V : Penutup, menguraikan kesimpulan dan saran.

  • 14

    BAB II

    BIOGRAFI IMAM NAWAWI AL-BANTANI

    A. Riwayat hidup Imam Nawawi

    Lahir dengan nama Abu Abdul Mu‟ti Muhammad Nawawi bin „Umar

    bin „Arabi. Ulama besar ini hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat.

    Ulama yang lahir di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan

    Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi Banten (Sekarang di Kampung Pesisir,

    desa Pedaleman, Tanara, Serang Kecamatan Tanara, Jawa Barat pada tahun

    1230 H /1813 M dalam keluarga yang terkenal dengan dakwah Islamiahnya.

    Beliau wafat di Makkah pada tanggal 25 syawal 1314/1879 M. Jenazah imam

    Nawawi al-Bantani dishalatkan di Masjidil Haram dengan gelombang yang

    besar. Kemudian dimakamkan di Ma‟la berdekatan dengan makam Ibnu

    Hajar dan Asma‟ binti Abu Bakar.(Amirul Ulum, 2015: 52-53).

    Ketika masa beliau berusia 10 tahun, beliau sudah memulai hafal Al-

    Qur‟an dan membacakan kitab Fiqih pada sebagian ulama di sana. Proses

    pembelajaran ini di kalangan Ahli Hadits lebih dikenal dengan sebutan Al-

    Qira`ah. Suatu ketika, secara kebetulan seorang ulama bernama Syaikh

    Yasin bin Yusuf al-Marakisyi melewati perkampungan tersebut dan

    menyaksikan banyak anak-anak yang memaksa An-Nawawi kecil untuk

    bermain, namun dia tidak mau bahkan lari dari kejaran mereka dan menangis

    sembari membaca Al-Qur‟an. Syeikh ini kemudian mengantarkannya kepada

    ayahnya dan menasehati sang ayah agar mengarahkan anaknya tersebut untuk

    https://id.wikipedia.org/wiki/Seranghttps://id.wikipedia.org/wiki/Bantenhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pedaleman,_Tanara,_Serang

  • 15

    menuntut ilmu. Sang ayah setuju dengan nasehat ini.(Amirul Ulum, 2016:

    57).

    Pada tahun 649 H, An-Nawawi, dengan diantar oleh sang ayah, tiba

    di Damaskus dalam rangka melanjutkan studinya di Madrasah Dar al-Hadits.

    Dia tinggal di Al-Madrasah Ar-Rawahiyyah yang menempel pada dinding

    masjid al-Umawy dari sebelah timur.(https://ahlussunahwaljamaah.)

    Ayah beliau bernama K. H „Umar bin „Arabi, seorang pejabat

    penghulu yang memimpin sebuah masjid. Dilacak dari segi silsilah, imam

    Nawawi merupakan keturunan ke-11 dari Maulana Syarif Hidayatullah

    (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu cucu dari Maulana Hasanuddin (Sultan

    Banten I) yang bernama Sunyaratas (Tajul Arsy). Nasabnya bersambung

    dengan Nabi Muhammad SAW. Melalui jalur imam Ja‟far ash-Shadiq, Imam

    Muhammad al-Baqir, imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah

    az-Zahra. (Ghofur, 2008:189). Beliau bersaudara tiga orang yaitu Nawawi,

    Tamim dan Ahmad.(Syamsu, 1996:271).

    https://ahlussunahwaljamaah/

  • 16

    B. Nasab Imam Nawawi Al-Bantani

    Sudah disebutkan di atas, bahwasannya nasab Imam Nawawi Al-

    Bantani bersambung dengan nasab baginda Nabi Muhammad SAW. Adapun

    urutan nasab-nasab Imam Nawawi Al-Bantani adalah sebagai berikut:

    Sayyiduna Muhammad SAW

    Sayyidatuna Khatijah Al-

    Kubro RA

    Sayyiduda „Ali bin Abi Tholib

    Fatimah Azzahro al-Batul Ra.

    Sayyiduna Imam Maulana

    Husain Ra

    Imam „Ali Zainal

    „Abidin Assajad Ra.

    Imam Ja‟far Shodiq Ra Imam Muhammad

    Baqir Ra

    Imam „Ali „Uroidhi Ra Muhammad An-

    Naqib Ra

    Imam Ahmad al-Muhajir Ra Imam Isa Syakir

    Arrumi Ra

    Imam Ubaidullah

    Ra Imam Alawi Ra

    Imam „Ali Kholi Qosam Ra Imam Muhammad

    Ra

    Imam Muhannad Shohib

    Marbath Ra

    Imam „Ali Hadroh

    Maut (yaman) Ra

    Imam Abdullah Khon Ra Imam Abdul Malik

    Ra.

  • 17

    Imam Ahmad Syah

    Jalaliddin Ra.

    Imam Jamaluddin al-

    Akbar Ra.

    Imam Abdullah Umdataddin

    Ra

    Imam „Ali Nurril

    „Alim Siyam Ra

    Sunan Gunung Jati Raden

    Syarif Hidayatullah Cirebon

    Ra.

    Maulana Hasanuddin

    Banten Ra.

    Muhammad Nashriddin

    Banten Ra

    Maulana Yusuf

    Banten Ra

    Abul Mafakhir Muhammad

    Abdil Qadir Ra.

    Abul Ma‟ali Ahmad

    Kanari Banten Ra.

    Mangsuruddin Cikaduen

    Banten Ra.

    Abul Fath Abdil

    Fattah Tirtayasa

    Banten Ra.

    Maulana Nawawi

    Ra.

    Maulana „Ali Ra.

    Maulana „Umar

    Attanar al-Bantani

    Syaikhul Kabir wa „Alim Hijaz Abdul Mu‟thi Muhammad

    Nawawi Al-Bantani.

  • 18

    Demikianlah runtunan nasab beliau yang sampai pada baginda Nabi

    Muhammad melalui jalur sayyiduna Husain ra (http//id.wikipedia.org).

    C. Sistematika Penulisan Kitab Nashailul ‘Ibad

    Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab Nashaihul ‘Ibad

    adalah tematik, yang penulisannya dari satu bab ke bab yang lain berdasarkan

    jumlah nasehat dan pokok masalah yang terkandung di dalamnya. Mulai dari

    dua pokok masalah, tiga pokok masalah, dan seterusnya sampai sepuluh

    pokok masalah. Jumlah pembahasannya ada 214 yang didasarkan pada 45

    Hadits dan sisanya merupakan atsar (perkataan sahabat dan tabi‟in). Adapun

    rincian bab yang terdapat dalam kitab ini yaitu:

    1. Bab I, khutbatul kitab yang berisi kata pengantar dan sambutan dari

    penulis.

    2. Bab II, Tiga puluh macam makalah berdasarkan Hadist Nabi dan

    perkataan sahabat, masing-masing mengandung dua butir nasehat. Adapun

    urutannya adalah:

    a. Dua hal yang sangat utama

    c. Dua perintah Nabi agar bergaul dengan ulama‟

    d. Dua perumpamaan masuk kubur tanpa bekal

    e. Dua kemuliaan

    f. Dua kesedihan

    g. Dua pencarian

    h. Dua sikap orang mulia dan bijaksana

    i. Dua modal yang berbeda hasilnya

    j. Dua dasar kemaksiatan

  • 19

    k. Dua jenis tangisan

    l. Larangan meremehkan dosa kecil

    m. Dua jenis dosa

    n. Dua aktivitas utama

    o. Dua bukti belum mengenal Allah dan dirinya sendiri

    p. Dua kerusakan

    q. Dua nasehat tentang nafsu dan sabar

    r. Dua pengendalian akal

    s. Dua keuntungan menjauhi keharaman

    t. Dua wahyu Allah kepada Nabinya

    u. Dua kesempurnaan akal

    v. Dua perbedaan antara yang berilmu dan yang bodoh

    w. Dua ciri orang yang taat kepada Allah

    x. Dua aktivitas inti

    y. Dua sumber dosa dan fitnah

    z. Dua pengakuan kelemahan diri

    aa. Dua perbuatan tercela

    1. Bab III, Lima puluh makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan

    sahabat masing-masing mengandung tiga butir nasehat.

    2. Bab IV, Tiga puluh makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan

    sahabat masing-masing mengandung empat butir nasehat.

    3. Bab V, Dua puluh tujuh makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan

    sahabat masing-masing mengandung lima butir nasehat.

  • 20

    4. Bab VI, Tujuh belas makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan

    sahabat, masing-masing mengandung enam butir nasehat.

    5. Bab VII, Sepuluh macam makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan

    sahabat masing-masing mengandung tujuh butir nasehat.

    6. Bab VIII, Lima makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan sahabat,

    masing-masing mengandung delapan butir nasehat.

    7. Bab IX, Lima makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan sahabat,

    masing-masing mengandung Sembilan butir nasehat.

    8. Bab X, dua puluh Sembilan makalah berdasarkan Hadist Nabi dan

    perkataan sahabat, masing-masing mengandung sepuluh butir nasehat.(Al-

    Asqalany, 2002: 1)

    D. Pendidikan Imam Nawawi Al-Bantani

    Imam Nawawi Al-Bantani adalah seorang yang Agamis.

    Mengutamakan pengetahuan ilmu Agama. Sendi-sendi ajaran Islam selalu

    dikedepankan dibandingkan yang lainnya. Ajaran yang telah diajarkan oleh

    ayah dan guru-gurunya selalu Imam Nawawi lestarikan.(Amirul Ulum, 2015:

    41).

    Semenjak kecil beliau terkenal cerdas, otaknya dengan mudah

    menyerap pelajaran yang diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun. Pertanyaan-

    pertanyaan kritisnya sering membuat ayahnya bingung. Melihat potensi yang

    begitu besar pada putranya, pada usia 8 tahun sang ayah mengirimkannya

    keberbagai pesantren di Jawa. Beliau mula-mula mendapat bimbingan

  • 21

    langsung dari ayahnya, kemudian berguru kepada kyai Sahal banten, setelah

    itu mengaji kepada kyai Yusuf Purwakarta.(http://id.Wikipedia.org).

    Pada usia 15 tahun, Imam Nawawi bersama dua saudaranya berangkat

    ke Makkah untuk menunaikan haji. Namun selepas musim haji, ia enggan

    kembali ke Indonesia. Dahaga keilmuan yang telah meneguhkan

    keinginannya untuk tetap menetap di Makkah. Di tanah suci ini beliau

    menyerap berbagai pengetahuan. Ilmu kalam (teologi), bahasa dan sastra

    arab, Ilmu hadist, tafsir dan terutama Ilmu fiqih adalah sederet pengetahuan

    yang dikajinya dari para ulama besar di sana (Ghofur, 2008:190). Beliau

    berguru kepada para ulama‟ terkenal di Makkah, seperti: syeikh Khatib al-

    Sambasi (1802-1872 M ), Abdul Ghani Bima (wafat 1853 M), Yusuf

    Sumbulaweni, „Abdul Hamid Dhagestani (1863-1915 M), Syeikh Ahmad

    Zaini Dahlan (1816-1891 M), Syeikh Muhammad Khatib Hambali (1859-

    1915 M), dan Syeikh Junaid al-Betawi. Akan tetapi guru yang paling

    berpengaruh adalah Syeikh Sayyid Ahmad Nahrawi, dan Syeikh Ahmad

    Dimyati ulama‟ terkemuka di Makkah, melalui karakter ketiga syeikh inilah

    karakter beliau terbentuk. Selain itu juga ada dua ulama‟ lain yang

    berpengaruh besar mengubah alam pikirannya, yaitu Syeikh Muhammad

    Khatib al-Sambasi dan Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, ulama‟ besar Madinah

    (http://id.Wikipedia.org).

    Merasa masih haus akan dunia keilmuannya Imam Nawawi

    mengembara lagi ke Negara-negara Islam di Timur Tengah untuk belajar

    kepada Ulama‟-ulama‟ seperti mesir dan syam. Setelah menyerap banyak

    http://id.wikipedia.org/http://id.wikipedia.org/

  • 22

    materi dari para Ulama‟ beliau kembali lagi ke Hijaz untuk belajar dengan

    ulama‟-ulama‟ yang ada di sana.(Amirul Ulum, 2015: 45).

    Syeckh Nawawi al-Bantani berangkat ke hijaz pada 1828 M setelah 2

    tahun memimpin pesantren ayahnya sejak tahun 1826. Setelah kepergiannya,

    tugas mengasuh pesantren dilimpahkan kepada adeknya, terutama tamim dan

    syaid yang seperguruan dengannya seketika belajar kepada K.H Sahal, Kyai

    Yisuf dan pengasuh Pesantren Cikampek.(Amirul Ulum, 2016: 66)

    E. Karya-karya Imam Nawawi al-Bantani

    Selain seorang guru besar Imam Nawawi dalam jangka waktu kurang

    lebih 15 tahun sebelum beliau wafat, Imam Nawawi al-Bantani sangat subur

    dalam membuahkan beberapa karya-karya. Waktu mengajarnya pun sengaja

    dikurangi untuk menambah kesempatan menulis. Maka tidak heran jika Imam

    Nawawi al-Bantani mampu melahirkan puluhan kitab, bahkan menurut sebuah

    sumber lain ratusan kitab karya tulis Imam Nawawi al-Bantani dari berbagai

    disiplin Ilmu.(Ghofur, 2008: 192).

    Menurut Syaikh Abdallah Abdurrahman dalam Alamu al- Makkiyin:

    832-1399 H, menurutnya bahwa Imam Nawawi al-Bantani kesibukannya

    adalah mengajar, mengarang kitab dan beribadah. Banyak karya tulis yang

    sudah dihasilkannya sebagai bentuk kepeduliannya untuk mengabdikan sebuah

    Ilmu agar tetap terjaga hingga akhir zaman. Karya yang dihasilkan Imam

    Nawawi al-Bantani hampir mencakup dalam berbagai disiplin Ilmu Islam.

    Karya-karya Imam Nawawi al-Bantani ini banyak dikaji di berbagai

    pesantren Nusantara dan Asia Tenggara. Terlebih pesantren yang masih

  • 23

    mengutamakan pelajaran salaf. Hal ini disebabkan pengaruh Imam Nawawi al-

    Bantani yang dibawa oleh murid-murid hingga keberbagai penjuru dunia.

    Sebagian dari karya-karya Imam Nawawi al-Bantani adalah sebagai

    berikut:

    1. Dalam bidang Tafsir, Imam Nawawi al-Bantani mempunyai sebuah karya

    yaitu Tasir Al-Munir. Tafsir setebal dua jilid ini selesai ditulis pada tanggal

    5 Rabiul Awwal 1305 H/ 1866 M. Usai selesai menulis Imam Nawawi al-

    Bantani menyodorkannya kepada ulama‟ Mesir. Ulama‟ Mesir merasa

    kagum dengan prestasi yang dimiliki imam Nawawi al-Bantani.

    2. Dalam bidang Fiqih, Imam Nawawi al-Bantani mempunyai sebuah karya

    diantaranya:

    a. Fatkhul Mujid, yang ditulis pada 1276 H. kitab ini merupakan ulasan

    ringkas atas kitab Khatib al-Syarbani fi al-Manasik.

    b. Khasifatu al-Saja’, yang ditulis pada 1292 H. kitab yang berisi uraian

    pemikiran tauhid Syaikh Nawawi ini merupakan ulasan atas kitab

    Syafinah al-Najah karya Syaikh Salim ibn Samir al-Hadhrami.

    c. Mirqath al-Su’ud al-Tasdiq, Kitab yang ditulis pada 1292 H. ini berisi

    ulasan Syaikh Nawawi terhadap pemikiran Syaikh Abdullah ibn Hasyim

    Ba‟alawi dalam kitab Sullam al-Taufiq.

    d. Nihuyatu al-Zain, yang berisi ulasan atas pemikiran Syaikh Zain al-Din

    Abdul Aziz al-Malibari dalam kitab Qurrah al-Ain bi Muhimmat

    al-Din. Kitab tersebut ditulis pada 1297 H.

  • 24

    e. Al-tausyik, yang ditulis pada 1314 H. ini berisi ulasan atas kitab

    Fath al-Qarib al-Mujib karya Ibn Qasim al-Ghazi.

    f. Al-Aqdu al-Tsamin, yang berisi ulasan atas kitab Mandzumat al-Sittin

    Mas‟alatan al-Musamma bil al-Fath al-Mubin karya Syaikh Mustofa ibn

    Usman al-Jawi al-Qaruti.

    g. Uqudu al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain yang ditulis pada 1297 H.

    ini membahas hak dan kewajiban suami istri.

    h. Sullam al-Munanjat, kitab ini ditulis pada 1292 H. dan berisi ulasan atas

    kitab Syafinah al-Shalat karya Sayyid Abdullah ibn Umar al-Hadhrami.

    i. Al-Tsimar al-Yani’ah yang berisi ulasan atas kitab al-Riyadh al-Badi’ah

    karya Syaikh Muhammad ibn Sulaiman Hasb Allah.(Samsul Munir,

    2008: 12)

    3. Dalam Hadist dan Musthalahu al-Hadist Imam Nawawi al-Bantani

    mempunya sebuah karya diantaranya:

    a. Syarah Shahih Muslim

    b. Riyadhuh al-Shalihin

    c. Sharah Shahih Bukhari al-Adzkar

    d. Arba’in an-Nawawi

    e. Irsyad fi al-Ulum al-Hadist

    f. Al-Taqrib wa al-Taisir

    4. Dalam bidang bahasa dan kesastraan, Imam Nawawi al-Bantani mempunya

    sebuah karya diantaranya:

  • 25

    a. Fath al-Ghafir al-Khattiyah, yang berisi ulasan atas kitab Nuzum al-

    Jurumiyah al-Musamma bi al-kaukab al-Jauziyah karya imam abdul

    salam ibn mujahid al-Nabrawi. Kitab tersebut ditulis pada 1298 H.

    b. Al-jurumiyyah

    c. Lubab al-Bayan yang membahas ilmu balaghah dan merupakan ulasan

    atas kitab Risalat al-Isti’arat karya Huasain al-Nawawi al-Maliki.

    d. Al- Fushus al-Yaqutiyyah, ala Raudhat al-Mahiyah fi al abwab al-

    Tashrifiyyah yang membahas marfologi atau ilmu Sharf. Kitab ini

    merupakan ulasan atas kitab al-Raudhah al-Bahiyyah fi al-Abwab

    alTashrifiyyah.

    e. Al-Kawakibi al-Jahiliyyah

    f. Al-Nabrawasi

    g. Al-Raudha al-Mahiyyah fi Abwabi

    5. Dalam Akhlak dan Teologi, imam Nawawi al-Bantani mempunya sebuah

    karya diantaranya:

    a. Bahjatu al-Wasail, yang merupakan ulasan atas Risalah al-Jami‟ah

    baina Ushul al-Din wal Fiqh wat Tashawuf. Kitab ini ditulis pada 1922

    H.

    b. Fath al-Majid, Kitab yang ditulis pada 1298 H. ini merupakan ulasan dari

    kitab al-Duru al-Farid fi al-Tauhid.

    c. Tijan ad-Durori, Kitab yang ditulis pada 1298 H. ini merupakan ulasan

    dari kitab al-Duru al-Farid fi al-Tauhid.

    d. Al-Najah al-Jadidah, yang ditulis pada 1303 H.

  • 26

    e. Dzari’ah al-Yaqin ala Ummu al-Barahin, yang ditulis pada 1317 H. kitab

    ini memberi ulasan pada Umm al-barahain karya al-Sanusi.

    f. Al-Maraqi al-Ubudiyyah, yang berisi ulasan atas kitab Bidayah

    alHidayah karya Hujjah al-Islam, Abu Hamid al-Ghazali.

    g. Qami al-Tughyan, Kitab ini berisi ulasan atas kitab Mandzumat

    al-Syu‟b al-Iman karya Syaikh Zain al-Din ibn Ali ibn Ahmad akSyafi‟I

    al-Kausyani al-Malibari.

    h. Salalim al-Fudhala’.

    i. Nashaihul ‘Ibad, Kitab ini ulasan atas pemikiran Syaikh Syihab al-Din

    Ahmad ibn ahmad al-asqalani dalam karyanya al-Munabbihat ala al-Isti

    dad li Yaum al-Ma’ad.(Samsul Munir, 2008: 14-16)

    6. Dalam Tarikh, Imam Nawawi al-Bantani mempunya sebuah karya

    diantaranya:

    a. Tarqhib al-Mustaqim

    b. Al-Ibriz al-Dani

    c. Fath al-Shamad

    Selain kitab-kitab di atas, Imam Nawawi al-Bantani juga mempunyai

    banyak karya dalam berbagai kajian ilmu. Akan tetapi kitab yang terdeteksi

    sangat sedikit jumlahnya.(Amirul Ulum, 2015: 51-52).

    Karya-karya di atas itulah merupakan sebagian dari karya imam

    Nawawi al-Bantani yang penulis sebutkan hanya sebagian saja, masih

    banyak karya-karya beliau yang belum bisa disebutkan disini dikarenakan

  • 27

    terbatasnya sumber yang penulis dapatkan, dan banyak juga karya-karya

    beliau yang belum diterbitkan.

    F. Nasionalisme

    Ketika beliau pulang ke tanah air, dan menyebarkan ilmunya, beliau

    melihat praktik-praktik ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan

    penindasan dari Pemerintah Hindia Belanda. Beliau melihat itu semua

    lantaran kebodohan yang masih menyelimuti umat. Kemudian semangat jihad

    pun berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap

    penjajah. Tentu saja pemerintah belanda membatasi gerak geriknya. Beliau

    dilarang berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh

    sebagai pengikut pangeran Diponegoro yang ketika itu sedang mengobarkan

    perlawanan terhadap penjajahan belanda (http://id.wikipedia.org).

    Tiga tahun lamanya Imam Nawawi bermukim di Makkah. Setelah

    merasa cukup, beliau kembali ke tanah air untuk menyebarkan ilmu dan

    hukum yang ia peroleh, terhadap putra-putri atau generasi tanah air dan para

    pecintanya. Beliau melakukannya dengan nasehat dan menguatkan para tokoh

    mereka dengan jalan dakwah, dan berperan aktif dalam membangun serta

    membina masyarakat Islam (Al-Qof, 2008:184).

    Nama Syekh Nawawi Al-Bantani (1230-1314 H / 1815-1897 M)

    semakin populer ketika dia ditunjuk sebagai pengganti Imam Masjidil Haram,

    Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi ( 1217 H/1802 M - 1289 H/1872 M)

    atau Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi (1276-1334 H/ 1860-1916 M).

    Sejak itulah dia dikenal dengan nama resmi Syaikh Nawawi al-Bantani al-

    http://id.wikipedia.org/https://id.wikipedia.org/wiki/Syaikh_Achmad_Khotib_Al-Syambasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Khatib_Al-Minangkabawi

  • 28

    Jawi.‟ Artinya Nawawi dari Banten, Jawa piawai dalam ilmu Agama,

    masyhur sebagai ulama. Tidak hanya di kota Mekah dan Medinah saja dia

    dikenal, bahkan di negeri Mesir nama dia masyhur di sana. Itulah sebabnya

    ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Mesir negara yang

    pertama-tama mendukung atas kemerdekaan Indonesia. Syaikh Nawawi

    masih tetap mengobarkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan para

    muridnya yang biasa berkumpul di perkampungan Jawa di Mekah. Di sanalah

    dia menyampaikan perlawanannya dengan berbabai cara melalui pemikiran-

    pemikirannya.(https://id.wikipedia.org)

    Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma

    puluhan, tapi makin lama makin jumlahnya kian banyak. Mereka datang dari

    berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syeikh Nawawi al-Bantani al-Jawi

    sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang

    tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf (http://id.wikipedia.org). Seorang orientalis

    kenamaan yang pernah berkunjung ke Makkah pada 1884-1885, Snouck

    Hourgronje, menuturkan bahwa Imam Nawawi setiap hari sejak pukul 07.30-

    12.00 menyampaikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah

    muridnya. Di antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah K.H.

    Asnawi dari Kudus, K.H. Tubagus Bakri, K.H. Arsyad Thawil dari Banten,

    K.H. Hasyim Asy‟ari dari Jombang, dan K.H. Kholil dari Madura. Merekalah

    yang kelak menjelma sebagai ulama besar dan berpengaruh di

    Indonesia.(Ghofur, 2008:191).

  • 29

    G. Silsilah Guru-guru Imam Nawawi al-Bantani

    Silsilah Guru-guru Imam Nawawi al-Bantani yang paling berpengaruh

    terhadap beliau yang mampu mengubah alam pikirnya adalah syeikh Khatib

    as-Sambasi yang pada waktu uzur Imam Nawawi menggantikan beliau

    menjadi imam Masjidil Haram sehingga menjadikan beliau masyhur dan

    terkenal sebagai syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi. Adapun silsilah guru-guru

    beliau melalui syeikh Khatib as-Sambasi adalah sebagai berikut:

    Allah ‘Azza wa Jalla

    Malaikat Jibril

    Nabi Muhammad SAW.

    Sayyiduna „Ali bin

    Abi Thalib Ra

    Sayyiduna Imam

    Maulana Husain Ra

    Sayyiduna Imam

    Muhammad Baqir

    Ra.

    Sayyiduna Imam Ali

    Zainal Abidin Ra.

    Sayyiduna Imam

    Ja‟far Shodiq Ra.

    Sayyiduna Imam

    Musal Khazim Ra.

    Syeikh Abu

    Mahfuzh Ma‟ruf al-

    Kharkhi Ra.

    Sayyiduna Imam Ali

    Ridho Ra.

  • 30

    Syeikh Abul Hasan

    Sirriddin Assaqathi

    Ra

    Syeikh Abu Bakar

    Dullaf bin Juhdur Asy-

    Syibli Ra

    Syeikh Abu Fadl

    Abdil Wahid

    Syeikh Abdul Aziz at-

    Tamimi Ra

    Syeikh Abul Faraj

    Ath-Thartusi Ra Syeikh Abul Hasan Ali

    Imam Ghoutsul

    A‟zhom Abu

    Muhammad Abdil

    Qadir Jailani Ra.

    Sayyiduna Abu Said

    Mubarrok

    Sayyiduna Imam

    Abdul Aziz bin

    Abdil Qadir jailani

    Ra

    Sayyiduna Syeikh

    Muhammad Hattak

    Ra

    Sayyiduna Syeikh

    Nuruddin Zainiddin

    Ra

    Sayyiduna Syeikh

    Samsuddin Ra

    Sayyiduna Syeikh

    Waliyuddin Ra.

    Sayyiduna Syeikh

    Nuruddin

    Hisyamiddin Ra.

    Sayyiduna Syeikh

    Abu Bakar Ra

    Sayyiduna Syeikh

    Yahya Ra

    Sayyiduna Syeikh

    Abdur Rohim Ra.

    Sayyiduna Syeikh

    Utsman Ra

  • 31

    Demikian silsilah guru-guru beliau melalui jalur syeikh khatib as-

    Sambasi. yang mana telah kita ketahui di atas, bahwasannya syeikh khatib

    merupakan guru beliau yang memberikan kontribusi yang sangat besar bagi

    diri pribadi Imam Nawawi, sehingga imam nawawi al-Bantani lebih

    terbentuk dan termotivasi dengannya.(Amirul Ulum, 2005: 44-45).

    Dengan demikian, Semoga dapat memberikan kefahaman dan

    pengetahuan kepada para pembaca tentang silsilah guru-guru besar imam

    Nawawi al-Bantani.

    H. Mengajar dan Menjadi Imam di Masjidil Haram

    Kedatangan Syeikh Imam Nawawi al-Bantani ke Hijaz tidak serta

    mertanya langsung bisa mengajar di Masjidil Haram. Akan tetapi, untuk

    menuju itu semua harus melalui sebuah seleksi yang ketat dan mendapatkan

    legalitas dari penguasa Hijaz yang di waktu itu dijabat oleh Syarief Aunur

    Rofiq. Sebelum mengajar di Masjidil Haram, Syeikh Imam Nawawi al-

    Sayyiduna Syeikh

    Muhammad Murad

    Ra

    Sayyiduna Syeikh

    Abdul Fattah Ra

    Sayyiduna Syeikh

    Syamsuddin Ra

    Sayyiduna Syeikh

    Ahmad Khatib

    Syambasi bin Abdil

    Ghaffar Ra

    Syeikhul kabir wa Alimul Hijaz Abu Abdil Mu‟thi

    Muhammad Nawawi al-Bantani Ra.

  • 32

    Bantani sudah aktif mengajar, terlebih di kediaman, Syeikh Syi‟if Ali atau

    perkampungan al-Jawi. Waktu melakukan penelitian Snock Hurgronje atas

    Ulama-ulama Nusantara yang ada di Hijaz, ia sempat bertemu dengan Syeikh

    Imam Nawawi al-Bantani. Untuk misinya ini, Snock pura-pura masuk Islam

    dan mengubah namanya Abdul Ghaffar.(Amirul Ulum, 2015: 46).

    Snock keheranan menyaksikan sendiri bagaimana cara penguasaan

    materi dan penyampaian tidak kalah hebat dengan para Syeikh yang mengajar

    di Masjidil Haram. Snock bertanya kepada Syeikh Imam Nawawi “mengapa

    anda tidak mengajar di Masjidil Haram, tapi malah diperkampungan Jawa?‟‟

    “pakaianku yang jelek dan keperibadianku tidak cocok dan tidak pantas, tidak

    layak bila disejajarkan dengan keilmuan seorang Syeikh yang berbangsa

    arab,” “bukankah di Masjidil Haram banyak orang yang tidak sepandai anda,

    akan tetapi mereka tetap dipersilahkan untuk mengajar? “jikalau mereka

    diizinkan untuk mengajar di Masjidil Haram, tentunya mereka adalah orang-

    orang alim pilihan, jawab Imam Nawawi.(Amirul Ulum, 2015: 47).

    Dalam mengajar Syeikh Imam Nawawi al-Bantani dikenal dengan

    sebutan Imam al-Manthuq wa al-Mafhum. Yaitu orang yang paling

    menguasai dalam hal pemahaman ilmu dan cara menyampaiknnya. Sehingga

    para Ulama Mesir menyebutnya dengan Syyidu al-Ulama al-Hijaz (penghulu

    para ulama di Negeri Hijaz). Ketika keilmuan Imam Nawawi terkenal di

    dataran Hijaz, akhirnya diambil menjadi bagian dari Syeikh yang ikut serta

    dalam mengajar di Masjidil Haram dan menjadi Imam di dalamnya. Dengan

    tampilnya Syeikh Imam Nawawi al-Bantani sebagai pengajar di Masjidil

  • 33

    Haram, maka sosoknya dapat menyedot para thalabah untuk menghadiri

    pengajiannya sebab cara pemikiran dan penyampaiannya yang mempunyai

    nilai lebih bila dibandingkan dengan ulama‟ yang lain. Tercatat 200 pelajar

    yang setia untuk menghadiri majelis ilmunya di Masjidil Haram.(Amirul

    Ulum, 2015: 48).

    Lantaran ketajaman otak Syeikh Imam Nawawi al-Bantani, ia

    tercatat sebagai salah satu murid terpandang di Masjidil Haram. Sewaktu

    Syeikh Ahmad Khatib Sambas uzur sebagai Imam Masjidil Haram, Imam

    Nawawi ditunjuk sebagai pengganti. Sejak saat itu, ia dikenal dengan sebutan

    Syekh Nawawi al-Jawi.(Ghofur, 2008:191).

    Ketika berada di Mesir, para ulama‟ Mesir memuliakan

    kedudukannya dan derajatnya karena ketakjubannya pada beliau, dan mereka

    memberikan gelar sebagai “Sayyid Ulama‟ Hijaz” yaitu tokoh ulama‟ hijaz

    (jazirah arab), atau sekarang lebih dikenal dengan Arab Saudi, karena

    kesemangatannya yang tinggi di dalam meraih ilmu agama dan kedudukan

    yang mulia dalam berilmu. Beliau merupakan seorang syeikh yang

    terkemuka, dermawan, bertakwa, zuhud, rendah hati, lembut hatinya, dan

    pecinta para fakir miskin. Semoga Allah merahmati beliau dan memberi

    ampunan (Al-Qof, 2008:104). Itulah sebabnya ketika Indonesia

    memproklamirkan kemerdekaanya, Mesir negara yang pertama-tama

    mendukung atas kemerdekaan Indonesia (http://id.wikipedia.org).

    Kemudian Snouck Hourgronje menggelarinya sebagai “Doktor

    Ketuhanan”, karena memiliki ilmu yang dalam, rendah hati, tidak congkak,

  • 34

    bersedia berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Di kalangan

    intelektual masa itu juga menggelarinya sebagai al-Imam wa al-Mudaqqiq

    (Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Sementara

    para ulama‟ Indonesia mengelarinya sebagai “Bapak Kitab Kuning

    Indonesia” (http://id.wikipedia.org).

    I. Murid-Murid Imam Nawawi al-Bantani

    Untuk kedua kalinya Imam Nawawi tinggal di Makkah. Kesempatan

    ini tidak disia-siakannya. Bahkan, lantaran ketajaman otaknya, ia tercatat

    sebagai salah satu murid terpandang di Masjidil Haram. Sewaktu Syeikh

    Ahmad Khatib Sambas udzur sebagai Imam Masjidil Haram, Imam Nawawi

    ditunjuk sebagai pengganti. Sejak saat itu, ia dikenal dengan sebutan Syekh

    Nawawi al-Jawi (Ghofur, 2008:191).

    Ketika berada di Mesir, para ulama‟ Mesir memuliakan

    kedudukannya dan derajatnya karena ketakjubannya pada beliau, dan mereka

    memberikan gelar sebagai “Sayyid Ulama‟ Hijaz” yaitu tokoh ulama‟ hijaz

    (jazirah arab), atau sekarang lebih dikenal dengan Arab Saudi, karena

    kesemangatannya yang tinggi di dalam keilmuaanya sehingga imam Nawawi

    al-Bantani mempunya beberapa murid yang belajar kepada beliau, diantara

    murid-murid imam Nawawi baik yang menjadi pengajar di Masjidil Haram

    maupun yang kembali ke daerahnya adalah:

    1. Syaikh Zainudi bin Badawi al-Sumbawa. (1230 H/1814 M–1312 H/1897

    M)

    2. Syaikh Mahfudz al-Turmusi. (1285 H/1868 M-1336 H/1920 M)

  • 35

    3. Syeikh Asy‟ari al-Baweani.

    4. Syeikh Abdul Karim al-Bantani. (1840 M- 1875 M)

    5. Syeikh Jum‟an bin Makmun al-Tengerangi.

    6. Syeikh Kyai Hasyim Asy‟ari. (1287 H/1871 M-1366 H/1947 M)

    7. Syeikh Kyai Ahmad Dahlan. (1868 M-1923 M)

    8. Syeikh Abdul Hamid al-Qudsi. (1277 H/1860 M- 1334 H/ 1915 M)

    9. Kyai Wasith al-Bantani.

    10. Kyai Arsyad Thawil al-Bantani. (1263 H/1847 M- 1328 H/1910 M).

    11. Kyai Saleh Darat Semarang. (1820 M- 1903 M)

    12. Syaikhona Khalil Bangkalan. (1235 H/1820 M- 1343 H/1925 M)

    13. Kyai Umar bin Harun Rembang. (1270 H/1855 M- 1328 H/1910 M)

    Adapun untuk murid Imam Nawawi al-Bantani yang berasal dari luar

    Nusantara yang menjadi pengajar di Masjidil Haram, di antaranya adalah:

    1. Sayyid Ali bin Ali al-Habsyi. (1270H - 1333 H)

    2. Syeikh Abdul Satar al-Dahlawi.

    3. Syeikh Abdul satar bin Abdul Wahab dll. (Amirul Ulum, 2015: 49-50).

    Dengan banyaknya pelajar yang mendatangi halaqah Syeikh Imam

    Nawawi al-Bantani, baik di kampung al-Jawi maupun Masjidil Haram, maka

    hal ini menjadi bukti kuat bahwa imam Nawawi al-Bantani adalah ulama‟

    yang mumpuni dalam sebuah kajian keilmuan. Sehingga beliau terkenal dan

    banyak orang yang ingin menjadi muridnya untuk belajar.

    Imam Nawawi al-Bantani termasuk juga ulama‟ yang mempunyai

    identik dengan kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, begitu juga

  • 36

    beliau Imam Nawawi al-Bantani. Penulis akan memberikan salah satu dari

    begitu banyak karomah beliau. Pernah pada suatu waktu beliau mengarang

    kitab dengan menggunakan telunjuk beliau sebagai lampu, saat itu dalam

    sebuah perjalanan. Karena tidak ada cahaya dalam syuqduf yakni rumah-

    rumahan di punggung unta, yang beliau diami, sementara aspirasi tengah

    kencang mengisi kepalanya.Syaikh Nawawi kemudian berdoa memohon

    kepada Allah Ta‟ala agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu menerangi jari

    kanannya untuk menulis. Kitab yangkemudian lahir dengan nama Marâqi Al-

    Ubudiyyah syarah Matan Bidâyah al-Hidayah itu harus dibayar beliau dengan

    cacat pada jari telunjuk kirinya. Cahaya yang diberikan Allah pada jari

    telunjuk kiri beliau itu membawa bekas yang tidak hilang. (http://basaudan

    .worspress.com/2011/03/01/syeikh-nawawi)

    J. Wafat

    Syekh Nawawi Al-Bantani wafat dalam usia 84 tahun di Syeib „Ali,

    sebuah kawasan di pinggiran kota Mekah, pada 25 Syawal 1314 H/1879 M. ia

    dimakamkan di Ma‟la, Arab Saudi, dekat makam istri Rasulullah SAW. Yang

    pertama, Ummul Mukminin, Khadijah binti Khuwailid R.A. beberapa tahun

    setelah ia wafat, makamnya dibongkar oleh Pemerintah Kerajaan Saudi untuk

    dipindahkan tulang belulangnya dan liang lahadnya akan ditumpuki jenazzah

    lain seperti kebiasaan di Ma‟la. Saat itulah, para petugas mengurungkan

    niatnya, sebab jenazah Syekh Nawawi Al-Bantani dan kain kafannya masih

    utuh, walaupun jasadnya sudah bertahun-tahun dikubur.Oleh karena itu, jika

    kita berangkat ibadah haji atau umrah ke Mekah, kita masih bisa berziarah ke

  • 37

    makamnya di Pemakaman Umum Ma‟la. Sungguh membanggakan, Syekh

    Nawawi Al-Bantani pernah menjadi imam Masjidil Haram, Makah apalagi

    karya-karyanya bukan hanya banyak dirujuk oleh masyarakat Indonesia, tetapi

    juga menjadi rujukan di berbagai Negara. (Iskandar, 2011: 67).

  • 38

    BAB III

    DESKRIPSI PEMIKIRAN IMAM NAWAWI AL-BANTANI TENTANG

    NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB

    NASHAIHUL ‘IBAD

    A. Pengertian Nilai-nilai Pendidikan

    1. Pengertian Nilai dalam pendidikan

    Di antara definisi nilai yang dikemukakan para ahli, maka definisi

    oleh Spranger (Asrori, 2008: 153), termasuk yang dikenal secara luas.

    Menurut Spranger nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan

    panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif

    keputusan dalam situasi sosial tertentu. Dalam perspektif Spanger,

    kepribadian manusia itu terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai

    dan kesejahteraan. Meskipun penempatan konteks sosial sebagai dimensi

    nilai dalam kepribadian manusia, tetapi spranger tetap mengakui

    kekuatan individual yang dikenal dengan “roh subjektif” (subjective

    spirit). Sementara itu, kekuatan nilai-nilai budaya merupakan “roh

    subjektif” (objective spirit). Dalam kacamata Spranger, kekuatan

    individual atau roh subjektif didudukkan dalam posisi primer karena nilai

    nilai budaya hanya akan berkembang dan bertahan apabila didukung dan

    dihayati oleh individu. (Asrori, 2008: 153).

    Nilai memeliki 3 corak yaitu perasaan yang abstrak, norma-norma

    moral, dan keakuan. Ketiganya ditemukan dalam kepribadian seseorang.

    Perasaan dipakai sebagai landasan bagi seseorang untuk membuat

  • 39

    keputusan dan menjadi standar untuk tingkah laku. Sedangkan norma-

    norma menjadi tingkah laku yang berfungsi sebagai kerangka patokan

    dalam berinteraksi. Keakuan berperan dalam membentuk kepribadian

    melalui proses pengalaman sosial. Karenanya nilai menjadi faktor

    penentu bagi pembentukan sikap.(FIP-UPI, 2007:41).

    Penerimaan nilai oleh manusia tidak dilakukan secara pasif

    melainkan secara aktif dan kreatif. Dalam proses penerimaan nilai oleh

    manusia ini, terjadi hubungan dialektis antara roh objektif dengan roh

    subjektif. Artinya roh objektif akan berkembang manakala roh didukung

    oleh roh subjektif, sebaliknya roh subjektif terbentuk dan berkembang

    dengan berpedoman pada roh objektif yang diposisikan sebagai cita-cita

    yang harus dicapai.(Asrori, 2008: 153).

    Nilai menjadi penting dalam kehidupan bermasyarakat karena

    batasan tentang nilai dapat mengacu kepada minat, kesukaan, pilihan,

    tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya

    tarik, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan seseorang dan

    orientasinya.(Soelaeman, 2005: 54).

    Dengan demikian, nilai merupakan sesuatu yang diyakini

    kebenarannya dan mendorong orang untuk mewujudkannya. Nilai

    merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial

    untuk membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai

    sesuatu yang ingin dicapai. Secara dinamis, nilai dipelajari dari produk

    sosial dan secara perlahan diinternalisasikan oleh individu ke dalam

  • 40

    dirinya serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknnya.

    Nilai merupakan standar konseptual yang relatif stabil yang secara

    eksplisit atau implisit membimbing individu dalam menentukan tujuan

    yang ingin dicapai serta aktivitas dalam memenuhi kebutuhan

    psikologis.(Asrori, 2008: 153).

    2. Bentuk-bentuk Nilai Pendidikan

    Ada dua pembagian besar tentang bentuk-bentuk nilai. Pertama,

    nilai dipandang sebagai konsep, dalam arti memberi nilai atau timbangan

    (to value). Kedua, nilai dipandang sebagai proses penetapan hukum atau

    penilaian (to evaluate). Bentuk-bentuk nilai pendidikan dapat juga

    dibedakan dengan mendefinisikan apa “yang diingini” dan apa “yang

    disukai”. Artinya, tidak setiap yang diingini seseorang mesti disukai atau

    diterima olehnya. Sebagaimana diketahui, keinginan merupakan

    ungkapan tentang kebutuhan biologis atau diri atau tuntutan fisik.

    Keinginan tidak mesti selalu berada pada taraf hal yang diterima atau

    diingini secara sosial. Untuk mencapai taraf tersebut, keinginan harus

    diukur dengan norma-norma lain yang lebih tinggi daripada sekedar

    kesenangan fisik. Artinya, nilai pendidikan dalam hubungannya dengan

    keinginan bisa berbentuk “apa yang diingini” pada taraf individu dan

    “apa yang disukai” atau “apa yang dicintai” pada taraf sosial. Keduanya

    mengekspresikan keinginan yang didasarkan atas indra dan emosi pada

    satu sisi dan keinginan yang didasarkan atas akal pada sisi yang

    lain.(Munzier, 2008: 137).

  • 41

    Pembahasan tentang perbandingan nilai-nilai berdasarkan

    keinginan membawa dua pembagian lain tentang nilai pendidikan, yaitu

    nilai instrumental (instrumental value) dan nilai intrinsik (intrinsic

    value). Nilai yang pertama ada ketika seseorang mengutamakannya

    karena kebaikan yang ada padanya. Dengan kata lain, sesuatu itu bernilai

    karena berguna bagi hal tertentu atau bermanfaat untuk tujuan tertentu.

    Umpamanya, seseorang menetapkan isi program latihan atau kurikulum

    sekolah bagi sekelompok guru karena ia memandangnya berguna untuk

    mencapai tujuan langsung yang mereka dipersiapkan untuk itu. Yang

    kedua, sesuatu itu baik bukan hanya karena sesuatu itu baik untuk

    mencapai tujuan tertentu, melainkan karena sesuatu itu sendiri baik.

    Dengan kata lain, nilai baik sesuatu itu tidak tergantung pada selainnya,

    tetapi lahir dari karakteristik asli yang ada di dalam dirinya. Nilai

    intrinsik ini dapat dirumuskan dalam perspektif tabiat dan fungsi asli.

    Ambillah contoh bangku dan laci siswa di dalam kelas. Nilai laci itu lahir

    dari fungsi aslinya bagi siswa, yang tidak dapat diganti oleh sesuatu yang

    lain. Dengan kata lain, nilai laci itu berada pada taraf objektif, bukan

    penghargaan subjektif.(Munzier, 2008: 138).

    Sebagian pendidik memandang nilai pendidikan dapat diperoleh

    dengan menghimpun dua bentuk nilai di atas secara simultan; artinya,

    nilai intrinsik bisa sekaligus merupakan nilai instrumental pada waktu

    yang bersamaan sesuai dengan taraf keinginan dan jenis situasi. Akan

    tetapi, sekelompok kaum pragmatis, terutama pendukung mazhab

  • 42

    instrumentalisme, menolak sama sekali dualisme tersebut, karena dua

    bentuk nilai tersebut benar-benar kontradiktif.(Munzier, 2008: 138).

    Implikasinya, nilai-nilai yang didasarkan atas keinginan yang

    berhubungan dengan akal menempati kedudukan lebih tinggi dibanding

    nilai yang didasarkan atas keinginan yang berhubungan dengan indra

    atau emosi. Demikian pula nilai yang memiliki banyak aspek dan

    berlangsung terus-menerus lebih utama ketimbang nilai yang memiliki

    aspek terbatas dan berlangsung sementara.(Munzier, 2008: 138)

    B. Pengertian Pendidikan Akhlak

    1. Pengertian Pendidikan

    Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi pandangan masyarakat dan

    dari pandangan induvidu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan

    berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar

    hidup masyarakat itu tetap berkelanjutan nilai-nilai budaya yang ingin

    disalurkan dari generasi ke generasi. Dilihat dari kacamata induvidu,

    pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan

    tersembunyi. Manusia mempunyai berbagai kesanggupan yang mana

    ketika pandai menggunakannya bisa berubah menjadi emas dan intan

    dengan kata lain kemakmuran manusia tergantung pada keberhasilan

    pendidikannya dalam mencari dan menggarap kekayaan yang terpendam

    pada setiap individu.(Mansur Isna. 2001: 38).

    Pengertian pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

    dan kehidupan manusia. Jalaluddin mengatakan bahwa pendidikan sebagai

  • 43

    salah satu kebutuhan, fungsi social, sebagai bimbingan, sarana

    pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk

    disiplin hidup.(Jalaluddin, 2003: 67). Ada juga yang mengartikan

    pendidikan sebagai tranmisi dan seseorang kepada orang lain baik

    keterampilan, seni maupun ilmu. Pendidikan merupakan upaya manusia

    dewasa membimbing yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan.

    Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik

    terhadap perkembangan jasmani dan rohani siswa menuju terbentuknya

    keperibadian yang utama.(Mansur Isna. 2001: 37-38).

    Dikatakan dalam kitab ‘Idhatun Nasyi’in, bahwa anak-anak itu

    dikemudian hari akan menjadi generasi, jadi ketika telah terbiasa

    berprilaku baik yang bisa meningkatkan derajatnya, dan menghasilkan

    ilmu yang manfaat bagi negaranya.(Al-Ghalayaini, 2009: 69).

    Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan tidak

    hanya memanusiakan manusia tetapi juga agar manusia menyadari

    posisinya sebagai khalifatullah fil ardhi, yang pada gilirannya akan

    semakin meningkatkan dirinya untuk menjadi manusia yang bertakwa,

    beriman, berilmu dan beramal saleh.(TPIP FIP-UPI, 2007: ix).

    Anak-anak itu akan menjadi pondasi kokoh yang akan menjadi

    landasan umat, ketika membiasakan budi pekerti yang baik, dan

    meninggalkan ilmu yang dapat merusak negara yang ditempati umat itu

    sendiri.(Al-Ghalayaini, 2009: 69).

  • 44

    Pendidikan bagi kaum muslimin itu merupakan hal yang wajib,

    sebagaimana dikatakan Imam Ghozali bahwa, mendidik anak adalah suatu

    kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak adalah amanah bagi kedua

    orang tuanya, hati anak yang bersih itu merupakan hal yang paling

    berharga dibanding berlian, karena anak yang dididik dan terbiasa berbudi

    baik dan ia menjadi ahli kebaikan, maka orang yang mendidik dan kedua

    orang tuanya dapat pahala dari amal yang akan dikerjakan oleh anak

    tersebut.(Al-Ghalayaini, 2009: 70).

    Mendidik anak itu adalah menanamkan pekerti yang baik dihatinya

    para pemuda, sehingga dapat menciptakan generasi yang ikhlas beramal,

    lebih mementingkan maslahah umat, dan akan menjadikan negara yang

    makmur dan diridhai Allah SWT.(Al-Ghalayaini, 2009: 70).

    Jadi, pendidikan itu merupakan sesuatu yang mendasar bagi manusia

    yang harus diberikan, karena pendidikan kunci kesuksesan dalam

    menjalankan kehidupan ini, baik berkeluarga, bermasyarakat, maupun

    berbangsa dan bernegara.

    2. Pengertian Akhlak

    Akhlak secara bahasa berasal dari Bahasa Arab Akhlaqun merupakan

    bentuk jamak dari kata khuluqun yang artinya: budi pekerti, tingkah laku

    atau tabiat. Gambaran batin manusia, meliputi jiwa dan sifat-sifatnya.

    Sedangkan gambaran bentuk luarnya raut muka, warna kulit, tinggi,

    rendah tubuh .(Mujib, 2009: 56)

  • 45

    Adapun pengertian akhlak secara istilah dapat disimak dari beberapa

    pendapat atau pengertian sebagai berikut:

    Menurut Muhammad Jamaluddin Al-Qosimi mendefinisikan Akhlak

    sebagai berikut. Akhlak adalah Keadaan yang tertanam di dalam jiwa,

    yang mewujudkan atau melahirkan perpbuatan-perbuatan dengan mudah

    dan gampang tanpa butuh berfikir atau diangan-angan terlebih

    dahulu”.(Al-Qosimi, 2005: 4)

    Menurut Imam Al-Ghozali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:

    Ahklak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-

    macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan

    pemikiran dan pertimbangan.(Al-Ghozali, tt: 52).

    Menurut Muhaimin Mujib, akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat

    yang tertanam dalam jiwa, dengan sorot dan timbangannya seorang dapat

    menilai perbuatan baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan

    atau meninggalkan.(Mujib, 2009: 56)

    Menurut Makbulloh, akhlak adalah suatu sikap yang tertanam dalam

    jiwa manusia yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang mudah

    dilakukan, tanpa terlalu banyak pemikiran yang terlalu lama. (Makbulloh,

    2011: 142).

    Ada dua penggolongan akhlak secara garis besar yaitu akhlak

    mahmudah (fadhilah) dan akhlak mazhmumah (qabihah). Adapun sifat-

    sifat mahmudah ialah:

  • 46

    a. Al-amanah (setia, jujur, dapat dipercaya)

    b. Al-sidqu (benar, jujur)

    c. Al-‘adl (adil)

    d. Al-‘afwu (pemaaf)

    e. Al-alifah (disenangi)

    f. Al-wafa (menepati janji)

    g. Al-haya (malu)

    h. Al-rifqu (lemah lembut)

    i. Annisatun (bermuka manis)

    Adapun sifat-sifat mazmumah ialah:

    a. Ananiah (egoistis)

    b. Al-baghyu (melacur)

    c. Al-buhtam (dusta)

    d. Al-kinayah (khianat)

    e. Az-zhulmu (aniaya)

    f. Al-ghibah (mengumpat)

    g. Al-hasd (dengki)

    h. Al-kufran (mengingkari nikmat)

    i. Ar-riya (ingin dipuji)

    j. Al-namimah (adu domba).(Asmaran, 1992: 19).

    Dari beberapa definisi di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa

    Akhlak adalah satu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai sumber

    perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau jelek,

  • 47

    sesuai pembawaannya, ia menerima pengaruh pendidikan kepadanya, baik

    maupun jelek kepadanya.

    Perbuatan indah yang keluar dari kekuatan jiwa tanpa keterpaksaan itu

    disebut Akhlak yang baik, seperti kemurahan hati, lemah lembut, sabar,

    teguh, mulia, berani, adil, ihsan dan akhlak-akhlak mulia serta

    kesempurnaan jiwa lainnya.(Al-Jaza‟iri, tt: 223).

    Dalam islam, akhlak merupakan sistem nilai yang merupakan

    subsistem dari system syariah islam dimana aqidah, syariah (dalam

    pengertian khusus) dan akhlak menjadi subsistemnya. Oleh karena itu

    akhlak manusia mencakup hubungan dengan Tuhan (vertical), dengan

    sesama manusia, dengan hewan, dan alam (horizontal) dan dengan diri

    sendiri (internal)

    Akhlak islam adalah suatu keyakinan terhadap nilai-nilai ketuhanan di

    dalam kehidupan nyata semata-mata untuk meraih ridho Allah. Akhlak

    merupakan aktifitas lahir sekalian batin. Aktifitas lahir Nampak dalam

    budi pekerti terpuji dan aktifitas batin nampak dalam bentuk keteguhan

    dan kekuatan jiwa, menumbuhkan optimism dan tekat yang kuat. (Mujib,

    2009: 57)

    Bila bentuk di dalam jiwa ini dididik tegas mengutamakan kemuliaan

    dan kebenaran, cinta kebajikan, gemar berbuat baik, dilatih mencintai

    keindahan, membenci keburukan sehingga menjadi wataknya, maka

    keluarlah darinya perbuatan-perbuatan yang indah dengan mudah tanpa

  • 48

    keterpaksaan, inilah yang dimaksud dengan akhlak yang baik.(Al-Jaza‟iri,

    tt: 223).

    Begitu juga ketika diabaikan, tidak disentuh oleh pendidikan yang

    memadai atau tidak dibantu untuk menumbuhkan unsur-unsur

    kebaikannya yang tersembunyi di dalam jiwanya atau bahkan dididik oleh

    pendidikan yang buruk sehingga kejelekan menjadi kegemarannya,

    kebaikan menjadi kebenciannya, dan omongan serta perbuatan tercela

    mengalir tanpa terpaksa, maka jiwa yang demikian disebut Akhlak buruk,

    perkataan dan perbuatan tercela yang keluar darinya disebut akhlak tercela,

    seperti ingkar janji, khianat, dusta, putus asa, tamak, kasar, kemarahan,

    kekejian, berkata kotor dan pendorongnya.(Al-Jaza‟iri, tt: 223).

    Jadi, pendidikan akhlak adalah suatu usaha mengembangkan diri

    sesuai kebutuhan yang diyakini benar oleh seseorang atau kelompok

    sehingga menjadi kebiasaan yang terbentuk dengan sendirinya tanpa

    dipikirkan dan tanpa direncanakan terlebih dahulu. Dengan demikian akan

    tercapailah tatanan kehidupan dunia yang damai dan sejahtera antara

    penghuninya saling mengasihi, menghormati, juga melindungi serta

    mengajak ke arah perilaku yang diridhoi Allah dan utusannya.

    C. Pemikiran Imam Nawawi al-Bantani tentang Nilai Pendidikan Ahklak

    dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad

    Salah satu kitab yang terkenal karya Imam Nawawi al-Bantani yang

    berbicara tentang pendidikan akhlak secara mendalam adalah kitab

  • 49

    Nashaihul Ibad yang berisikan nasehat-nasehat orang alim, yang luas ilmu

    pengetahuaannya, seorang hafidz.(Asqolani, 2006: 3).

    Karakteristik pemikiran pendidikan akhlak Imam Nawawi al-

    Bantani dalam kitab tersebut dapat digolongkan dalam corak praktis yang

    tetap berpegang teguh pada Al-Qur‟an dan Hadis.

    Pendidikan budi pekerti sering diartikan dengan pendidikan akhlak.

    Budi pekerti dan akhlak merupakan dua istilah yang memiliki kesamaan

    esensi, walaupun akhlak memiliki cakupan pengertian watak, sikap, sifat,

    moral yang tercermin dalam tingkah laku baik dan buruk yang terukur oleh

    norma-norma sopan santun, tata karma dan adat istiadat. Sedangkan

    akhlak diukur dengan menggunakan norma-norma agama.(Ahmad, 2002:

    34).

    Kecenderungan Imam Nawawi al-Bantani dalam gagasan-

    gagasannya tentang Islam adalah menekankan pendidikan yang

    berorientasi pada pencapaian kebaikan bagi individu dengan menawarkan

    amal saleh sebagai simbol orientasi baru. Dengan amal saleh akan lahir

    manusia baru yang berakhlak baik dan berhak memperoleh kebaikan,

    sebab amal shaleh yang dilakukannya akan membuatnya berbeda dari

    sebelum memperoleh pendidikan dan amal shaleh yang baik.(Aly, 2008:

    80).

    Pemikiran-pemikiran Imam Nawawi al-Bantani tentang akhlak di

    dalam kitab Nashaihul Ibad memang sangat luas. Di dalam kitab ini

    terdapat banyak nilai-nilai pendidikan akhlak yang bisa ditanamkan dan

  • 50

    diterapkan kepada para pelajar, agar mereka mengetahui dan bisa

    melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Pendidikan akhlak yang ada pada kitab Nashaihul Ibad dapat

    penulis paparkan sebagai berikut:

    1. Rela dengan keputusan Allah SWT

    Para pelajar harus dibiasakan untuk selalu rela terhadap apa saja

    yang menjadi keputusan Allah, karena rela dengan keputusan Allah

    SWT adalah merupakan buah dari rasa cinta dan ma‟rifat kepadaNya.

    Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 3 maqalah 25

    dikatakan:

    َٔ ِّ ْٛ هَ ػَ ٗ للاُ هَ صَ ا لَ مَ فَ ْانثََلءِ ٗ هَ ػَ زُ ثِ صْ ََ إْ ا نُ لَ ىْ كُ ا َِ ًَ ْٚ اِ حُ يَ َل ا ػَ يَ ٔطهّى

    َٔ َخاِء ََْشُكُزَػهَٗ انزَّ ًُ اْ ىُ تُ َْ اَ :وُ َل انظَّ ِّ ْٛ هَ ػَ لَ ,فمااءِ ْزَظٗ تِْهمَعَ تَ َٔ ٌُ ُُ يِ ؤْ ن َٔ حمّ ٕ ب رَ ا

    .حِ ثَ ؼْ كَ انْ

    Artinya: Nabi bertanya: apakah tanda keimanan kalian? Para

    sahabat menjawab: kami bersabar dalam menghadapi musibah, kami

    bersyukur atas nikmat di waktu kelapangan, dan rela menerima semua

    ketetapan Allah, lalu Nabi bersabda: kalau begitu kalian benar-benar

    orang mukmin yang sebenarnya. Demi Tuhan pemilik ka‟bah. (An-

    Nawawi, tt: 13)

    Imam Nawawi menjelaskan bahwa qadha adalah ketetapan Allah

    yang ditetapkan sejak zaman azali dan berlakuk selamanya. (Nawawi,

    1983: 63)

    2. Sabar

    Para pelajar harus dibiasakan selalu bersabar terhadap apa saja

    yang menjadi cobaan yang datang dari Allah, karena orang yang

    bersabar adalah salah satu yang dicintai oleh Allah.

  • 51

    Sabar merupakan sendi dasar yang harus dimiliki selama hidup

    setiap manusia. Karena termasuk akhlak yang mulia dan keutamaan

    yang agung.

    Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 3 maqalah 13

    dikatakan:

    َرَع نَُّ َل ُسْنفَٗ نَُّ َٔ ٍْ َل َي َٔ ٍَ نّ ْٚ ٍْ ََل َصثََز نَُّ َل ِد َي َٔ ٍْ ََل اََدَب نَُّ ََل ِػْهَى نَُّ َي

    Artinya: orang yang tidak memiliki sopan santun berarti dia tidak

    berilmu, orang yang tidak sabar, berarti ia tidak menghayati agamanya.

    Dan orang yang tidak memiliki sifat wara’, berarti tidak memiliki

    derajat. (An-Nawawi, tt:11).

    Imam Nawawi menjelaskan kesabaran disini adalah ketabahan

    dalam menghadapi bencana dan kedzaliman sesama manusia, juga

    kesabaran dalam menjahui maksiat dan dalam menjalankan perintah

    agama. (Nawawi, 1983: 40)

    3. Jujur

    Seorang pelajar harus dibiasakan berkata jujur, karena jujur adalah

    modal dari sebuah kesuksesan, kejujuran adalah modal utama dalam

    kehidupan sehari-hari .

    kejujuran yang dibangun antar sesama merupakan tali pengikat

    hubungan soial, ekonomi, dan politik yang kemudian dapat mendorong

    pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa.

    Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 4 maqalah 35

    dikatakan:

    دُ ْٕ اْنُج َٔ َُْذاْنَغَعِة ِػ ُٕ ا ِل اَْرتَُغ ِخَصا ِل: اَْنَؼْف ًَ ٌَ اَْصَؼَة ْاألَْػ اْنِؼفَّحُ اِ َٔ فِٙ اْنُؼْظَزِج

    ُل اْنَحك ْٕ لَ َٔ ِج َٕ ُِ فِٙ اْنَخْه ْٕ َْٚزٌج ْٔ ٍْ ََٚخفٌُّ اَ ًَ نِ

  • 52

    Artinya: “amal perbuatan yang paling berat ada empat: memberi

    maaf ketika marah, suka berderna disaat melarat, iffah (memelihara diri

    dari yang haram) ketika sendirian dan berkata benar (jujur) terhadap

    orang yang ditakuti atau orang yang diharapkan jasanya.” (An Nawawi,

    tt: 29)

    4. Setia Memenui Janji

    Semua orang harus membiasakan untuk selalu setia menepati janji,

    dalam artian setia dalam menunaikan kewajiban Allah

    Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 4 maqalah 37

    dikatakan:

    غُ لَ ًِ اِء َج ًَ ِدَّٚ ا َل تَْؼُط اْنٌحَك ْٕ ٍَ اْنُؼثُ حَ : ِح اَْرتََؼحٌ اْنِؼثََذاِخ ِي ًُ اْن َٔ ِد ْٕ فَاُء تِا ْنُؼُٓ َٕ ا فَظَحٌ اَْن

    ِد ٔان ْٔ انز ْثزُ صَّ َػهَٗ اْنُحُذ َٔ ِد ْٕ ْفمُ ًَ دِ ػهَٗ اْن ْٕ ُج ْٕ ًَ َظا تِا ْنArtinya: Segolongan ulama‟ berkata: “Seluruh ibadah berpangkal

    empat pengabdian: setia memenuhi janji, melestarikan segala

    pelaksanaan segala hukum, sabar menghadapi ketiadaan sesuatu yang

    diharapkan, dan rela terhadap apa yang ada”.(An-Nawawi, tt: 29)

    5. Adil

    Seorang pelajar harus dibekali dengan sifat adil sejak dini yang

    mana suatu saat menjadi pemimpin bisa berlaku kepada rakyat dengan

    adil, orang-orang yang berada dalam kekuasaan adalah tanggung jawab

    seorang pemimpin.

    Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 4 maqalah 2

    dikatakan:

    َٔ ٌٍ ٍْ ُكم أََحٍذ َحَظ اْنَؼْذ ُل ِي ٍَ اأْلٌَيَزاءِ نَ َٔ ُ ِي ِكَُّّArtinya: sikap adil dari setiap orang itu bagus, tapi dari Pejabat

    lebih bagus. (An-Nawawi, tt: 20)

    6. Syukur

    Para pelajar harus dibiasakan selalu bersyukur terhadap apa saja

    yang dimilikinya, karena barang siapa yang bersyukur akan ditambah

  • 53

    nikmatnya. Sebagai hamba Allah, bersyukur adalah hal yang wajib

    karena atas nikmat yang diberikan secara lahir maupu batin .

    Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 3 maqalah 25

    dikatakan:

    ََْشٌكُز َػهَٗ اْنَزَخاءِ َٔ

    Artinya: “kami bersyukur dalam menerima nikmat kelapangan”.

    (An-Nawawi, tt: 13)

    ا نَْى ًَ ْٛ ْكِم فِ َٕ ٍُ اّنتّ ُحْظ َٔ ِّ ا ََا َل تِ ًَ ْٛ ْكِزفِ ٍُ انش ِّ ُحْظ ا فَا َخ تِ ًَ ْٛ ٍُ انّصْثِز فِ ِّ ُٔحْظ ََُْٚم تِ

    Artinya: “bersyukur kepada Allah atas apa yang telah ia terima dan

    bertawakal atas apa yang belum ia peroleh, serta bersabar atas kegagalan

    yang ia alami”.(Asqolani, 2006: 112)

    7. Qona‟ah

    Manusia harus membiasakan hidup Qona’ah , karena Qona‟ah

    adalah merasa cukup apa yang sudah Tuhan berikan, Qona’ah sebuah

    kedekatan seorang kepada Allah sebab semakin dekat kepada Allah

    maka semakin sedikit kebutuhannya. Merasa cukup dengan apa yang

    diberikan Allah kepadanya.

    Dalam kitab Nashaihul Ibad dituliskan dalam bab 3 maqalah 17

    dikatakan:

    َْٛم: اَْطَؼُذ انَُّ ٍْ نَُّ لَْهٌة ػَ لِ ا فِٗ اْنَٛذِ اا ِص َي ًَ لََُا َػحٌ تِ َٔ ٌٌ َصا تٌِز تََذ َٔ نٌِى

    Artinya: Dikatakan, bahwa manusia paling bahagia ialah orang yang memiliki hati yang mengetahui bahwa Allah selalu bersamanya,

    memiliki jiwa yang sabar dan qona‟ah atas apa yang ia miliki. (An-

    Nawawi, tt: 11).

    8. Pemberani

    Manusia harus mempunyai rasa pemberani, dikarenakan

    keberanian merupakan garis tengah antara sikap pengecut. Keberanian

    adalah maju dengan penuh keyakinan dan mundur dengan tetap teguh

  • 54

    dan penuh perhitungan. Dengan demikian keberanian mutlak

    dibutuhkan untuk menggerakkan ro