negara dan pemerintahan dalam islam (kh azhar basyir)

Upload: rangga-munggaran

Post on 02-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bcbcbc

TRANSCRIPT

  • eBook oleh : www.ilma95.net NEGARA DAN PEMERINTAHAN DALAM ISLAM BAB I PENDAHULUAN ISLAM AGAMA RAHMAT Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya, sejak Adam a.s. hingga yang terakhir Nabi Muhammad shallallhu alaihi wa sallam untuk disampaikan kepada umat manusia, sebagai pedoman hidup yang menjamin akan mendatangkan kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. QS Asy Syura (42): 13 mengajarkan, Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama, apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, Isa, yaitu, Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). Dari ayat Alquran tersebut diperoleh penegasan tentang adanya kesatuan risalah yang dibawa oleh Rasul Allah. Kedatangan para Rasul Allah silih berganti untuk menyampaikan ajaran agama yang bersumber kepada wahyu Allah. Dengan demikian, Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad shallallhu alaihi wa sallam adalah mata rantai terakhir dari agama Allah yang diwahyukan kepada para rasul sebelumnya. Sebagai mata rantai terakhir, Islam yang dibawakan Nabi Muhammad shallallhu alaihi wa sallam, merupakan agama Allah yang telah disempurnakan-Nya dan dinyatakan-Nya sebagai nikmat paling sempurna dan agama yang diridhai-Nya untuk menjadi pedoman hidup seluruh umat manusia sepanjang masa hingga datangnya hari akhir kelak. QS Al Ahzab (33): 40 mengajarkan, Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. QS Al Maidah (5): 3 mengajarkan, Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, telah Kupenuhi untuk kamu nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam menjadi agama bagimu. Sebagai agama yang telah disempurnakan dan merupakan mata rantai terakhir agama Allah, dan diperuntukkan bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman, Islam memberikan pedoman hidup kepada umat manusia secara menyeluruh meliputi segala aspeknya, badaniah dan rohaniah, duniawi dan ukhrawi, perorangan dan masyarakat. Islam memberikan pedoman hidup dalam bidang-bidang akidah, ibadah, dan muamalah.

    www.rajaebookgratis.com

    ErmanNoteSitus Keluarga ilma95

  • QS A Baqarah (2): 177 mengajarkan, Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian; akan tetapi, sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada: Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi; memberikan harta yang dicintainya kepada: kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan (ibnussabil) dan orang-orang yang minta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya; mendirikan shalat; menunaikan zakat; menepati janjinya apabila mereka berjanji; dan bersabar dalam kesempitan, penderitaan dan peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Demikianlah sebuah ayat Alquran yang mencerminkan sifat menyeluruhnya ajaran-ajaran Islam, mencakup ajaran dalam bidang akidah, ibadah, akhlak, dan muamalat. Secara agak terinci dapat dinukilkan beberapa ayat Alquran yang memberi pedoman hidup kepada umat manusia dalam bidang tersebut di atas. 1. Bidang akidah diperoleh pedomannya di dalam sebagian besar ayat-ayat Alquran

    sebab bidang ini merupakan bidang yang fundamental dalam hidup manusia, yang melandasi segala tindakan manusia dalam hidupnya agar mempunyai nilai di hadirat Allah swt. QS An Nisa (4): 136 mengajarkan, Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab-kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari Kemudian, sesungguhnya orang itu sesat sejauh-jauhnya.

    QS Lukman (31): 13 mengajarkan, Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya pada waktu ia memberi pelajaran kepadanya, Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah), sesungguhnya mempersekutukan adalah benar-benar kelaliman yang besar.

    QS Al Maidah (5): 73 mengajarkan, Sesungguhnya, kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga. Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih

    2. Bidang ibadah yang merupakan rangkaian tidak terpisahkan dari akidah juga terdapat pedomannya di dalam banyak ayat Alquran.

    QS Al Baqarah (2): 21 mengajarkan, Hai manusia beribadahlah kamu kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa.

    QS Al Araf (7): 59 mengajarkan, Sesungguhnya kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu berkata, Wahai kaumku beribadahlah kepada Allah, sekali-kali tidak

    www.rajaebookgratis.com

  • ada Tuhan bagimu selain-Nya; sesungguhnya (jika kamu tidak beribadah kepada Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (Kiamat).

    QS Al Araf (7): 65 mengajarkan, Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Ad saudara mereka Hud. Ia berkata, Hai kaumku, beribadahlah kamu kepada Allah; sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya...

    QS Al Araf (7): 85 mengajarkan, Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka Syuaib, Ia berkata, Hai kaumku, beribadahlah kamu kepada Allah; sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya...

    Dari ayat-ayat Alquran tersebut di atas dapat kita ketahui betapa eratnya kaitan antara akidah dan ibadah. Akidah yang mengajarkan tauhid, bertuhan hanya kepada Allah, membuahkan peribadatan yang hanya tertuju kepada Allah semata-mata.

    Beberapa bentuk ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan haji diberikan pedomannya dalam banyak ayat Alquran.

    QS Al Baqarah (2): 110 memerintahkan, Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat.

    QS Thaha (20): 14 mengajarkan, Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, beribadahlah kepada-Ku dan dirikanlah shalat mengingat Aku.

    QS Al Ankabut (29): 45 mengajarkan, Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Alquran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

    QS Al Taubah (9): 103 mengajarkan, Ambillah zakat dari sebagian mereka, Sesungguhnya, doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

    QS Al Baqarah (2): 183 memerintahkan, Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

    QS Ali Imran (3): 97 mengajarkan, ...mengerjakan haji bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

    3. Bidang akhlak yang dapat dinyatakan sebagai hasil dari iman dan ibadah mempunyai

    kedudukan amat penting dalam Islam.

    www.rajaebookgratis.com

  • Nabi Muhammad saw. dalam hadis riwayat Malik mengatakan, Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti yang baik. Dalam riwayat Al Bazzar disebutkan, Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia.

    Dalam hadis Nabi diajarkan juga, Sesuatu yang paling berat timbangannya di akhirat kelak adalah takwa kepada Allah dan budi pekerti yang baik.

    QS Al Qalam (68): 4 memuji Nabi Muhammad shallallhu alaihi wa sallam karena akhlaknya yang baik, Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

    QS An Nahl (16): 90 mengajarkan, Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat; dan Allah melarang dari perbuatan keji dan kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu ingat. Ayat Alquran ini dapat dipandang sebagai pedoman induk dalam bidang akhlak.

    QS Al Hujurat (49): 11 mengajarkan, Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) itu, lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita yang diolok-olokkan itu lebih baik daripada wanta-wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (antara sesama mukmin karena orang-orang mukmin seperti satu badan) dan janganlah pula kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruknya panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa tidak bertobat, mereka itulah orang-orang yang lalim.

    Bidang muamalah yang meliputi segala macam bentuk pergaulan hidup bermasyarakat, diperoleh pedomannya dalam banyak ayat Alquran, sejak dari kehidupan berkeluarga, bertetangga, bernegara, berekonomi hingga berhubungan antarnegara.

    Kehidupan berkeluarga diperoleh pedomannya dalam Alquran di berbagai ayat, misalnya dalam QS Ar Rum (30): 21 diajarkan, Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.

    QS An Nur (14): 32 mengajarkan, Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

    www.rajaebookgratis.com

  • Perihal waris mewaris antara keluarga, QS An Nisa (4): 7 mengajarkan, Bagi orang-orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya dan bagi orang perempuan ada hak bagian (pula) dari peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.

    a. Kehidupan bertetangga diperoleh pedomannya dalam QS An Nisa (4): 36 yang

    mengajarkan, Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, teman sejawat, ibnussabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.

    Memasuki rumah orang lain pun diatur dalam QS An Nur (24): 27-28 yang mengajarkan, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, janganlah kaum masuk sebelum kamu mendapat izin dan jika dikatakan kepadamu Kembali (sajalah), hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

    b. Kehidupan bernegara diperoleh pedomannya dalam banyak ayat Alquran. QS An Nisa (4): 58 mengajarkan, Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

    Yang dimaksud dengan menetapkan hukum dalam ayat ini ialah memutuskan hukum dalam pengadilan, dan pengadilan merupakan salah satu bagian dari kekuasaan kenegaraan.

    QS An Nur (24): 2 mengajarkan, Bagi perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, deralah tiap-tiap orang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. Ayat ini memberi ketentuan hukuman bagi perbuatan pidana zina yang hanya dilaksanakan oleh penguasa, tidak oleh perorangan.

    QS An Nisa (4): 59 Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Yang dimaksud dengan ulil

    www.rajaebookgratis.com

  • amri dalam ayat ini ialah orang-orang yang memperoleh kepercayaan memimpin masyarakat, termasuk di dalamnya penguasa negara.

    c. Kehidupan berekonomi diperoleh pedomannya dalam banyak ayat Alquran, antara lain pada QS An Nisa (4): 29 yang megajarkan, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.

    QS Ali Imran (3): 130 mengajarkan, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya mendapat keberuntungan.

    d. Kehidupan berhubungan antarnegara diperoleh pedomannya dalam beberapa ayat Alquran antara lain pada QS Al Hajj (22): 39-40 yang mengajarkan, Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, Tuhan kami hanyalah Allah. Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang-orang Yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut-sebut asma Allah. Sesunggunya Allah pasti menolong orang yang menolong agama-Nya, dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. Ayat ini memberi penegasan bahwa motif perang dalam Islam ialah untuk membela diri dari penganiayaan dari kampung halaman, hanya karena orang menyatakan diri menganut agama Islam.

    QS Al Maidah (5): 2, memberi pedoman umum yang merupakan asas hubungan antarnegara, Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Ayat ini mengajarkan asas kerjasama kemanusiaan, termasuk berhubungan antarnegara.

    Memperhatikan ajaran Islam yang menyeluruh itu dapat kita katakan bahwa Islam merupakan sistem hidup menyeluruh. Bidang-bidang ajaran Islam yang satu dapat dibedakan dari yang lain, tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan satu dari yang lain. Islam yang memberikan pedoman hidup yang bersifat menyeluruh itu menegaskan pula bahwa ajaran-ajaran yang dibawakannya merupakan ajaran Allah kepada jalan hidup yang cerah, sebagaimana dinyatakan dalam QS Ibrahim (14): 1 yang mengajarkan, Alif laam raa. (Ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepada kamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan yang Mahakuasa lagi Maha Terpuji.

    www.rajaebookgratis.com

  • QS Al Baqarah (2): 201-202 mengajarkan, Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, Ya Tuhan kami, berikan kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat kebahagiaan dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. Ayat ini mengajarkan manusia hendaklah berusaha memperoleh kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Jangan hanya berusaha mendapatkan kebahagiaan di dunia tanpa memperhatikan akhirat, dan jangan juga hanya berupaya meraih kebahagiaan di akhirat tanpa memperhatikan dunia.

    Orang tidak boleh lupa bahwa justru di dunia inilah dapat dilakukan banyak kewajiban yang akan dipetik hasilnya di akhirat kelak. Dunia ini merupakan jembatan menuju akhirat.

    QS Al Qashash (29): 77 mengajarkan, Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan. Ayat ini memperingatkan agar segala yang telah diberikan Allah kepada kita, kita pergunakan dengan cara yang akan mendatangkan kebahagiaan di akhirat, tetapi jangan sampai tidak mengambil bagian sama sekali kenikmatan hidup di dunia, selagi masih dalam batas-batas yang tidak melanggar ketentuan agama.

    Melaksanakan asas kehidupan dalam keseimbangan diajarkan dalam banyak ayat Alquran. Sejalan dengan kodrat kejadiannya yang terdiri dari unsur-unsur jasmani dan rohani, manusia berkedudukan sebagai diri pribadi, tetapi dalam waktu sama juga sebagai anggota masyarakat dan dikodratkan hidup di dunia menuju kepada akhirat.

    Keseimbangan dalam memenuhi berbagai macam kepentingan itu diajarkan sejalan dengan fitrah manusia, pembawaan kodrat kejadian manusia sendiri. Atas dasar inilah, Islam sering disebut sebagai agama fitrah, agama yang memenuhi tuntutan fitrah manusia.

    QS Ar Rum (30): 30 mengajarkan, Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

    Sebagai agama fitrah, Islam memperhatikan kenyataan-kenyataan manusiawi. Di samping memiliki sifat pembawaan kodrat selalu rindu kepada nilai-nilai luhur yang ideal, manusia juga mempunyai sifat pembawaan kodrat berupa kelemahan dalam menghadapi berbagai macam realita dalam hidup di dunia ini. Dalam hubungan ini QS An Nisa (4): 28 mengajarkan, Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.

    www.rajaebookgratis.com

  • Atas dasar adanya sifat lemah sebagai pembawaan kodrat manusia itu, QS Al Baqarah (2): 185 diajarkan pula, Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.

    QS Al Hajj (22): 78 mengajarkan juga, dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.

    Sesuai dengan sifatnya yang merupakan mata rantai terakhir dari agama Allah yang diwahyukan kepada para rasul-Nya, agama Islam diperuntukkan bagi seluruh umat manusia sepanjang masa, memberikan pedoman hidup yang menyeluruh, menjamin akan mendatangkan kesejahteraan di akhirat, serta selalu memperhatikan kenyataan-kenyataan manusiawi dalam menghadapi realita hidup di dunia. Maka, sebenarnya Islam adalah agama rahmat, sebagaimana dinyatakan dalam QS Al Anbiya (21): 107, Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad). Melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

    ISLAM AGAMA DAKWAH Sebagai agama rahmat, Islam wajib didakwahkan kepada umat manusia dimanapun mereka berada agar manusia memperoleh petunjuk Allah, demi kebahagiaan manusia sendiri di dunia dan di akhirat nanti. QS An Nahl (16): 125 memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw., Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (kebijaksanaan) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang tersesat dari jalan-Nya dan lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Perintah berdakwah yang dalam ayat tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad, juga merupakan perintah kepada umat Islam sampai akhir zaman. QS Yusuf (12): 108 mengajarkan, Katakanlah Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikuti mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata; Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik. Dalam ayat ditegaskan bahwa yang mengajarkan agama Allah itu tidak hanya Nabi Muhammad sendiri, tetapi juga orang-orang yang mengikuti ajaran-ajarannya. QS Fushshilat (41): 33 mengajarkan, Siapakah yang lebih baik pekataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah mengerjakan amal saleh dan berkata, Sesungguhnya, aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Ayat ini menegaskan bahwa menyeru kepada agama Allah dan berbuat amal saleh serta mantap menyatakan diri sebagai orang muslim adalah hal yang mulia, bahkan merupakan kewajiban setiap muslim. QS Ali Imran (3): 104 memerintahkan, Dan hendaklah di antara kamu segolongan orang yang umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah yang beruntung. Ayat ini memerintahkan agar

    www.rajaebookgratis.com

  • di antara umat Islam ada yang memusatkan kegiatan mereka dalam bidang dakwah menawarkan kebenaran Islam sebagai agama rahmat kepada siapapun. Dalam rangka melaksanakan perintah menyerukan agama Islam, Nabi Muhammad saw. tidak hanya berseru kepada umat bangsanya, tetapi juga berseru kepada Heraklius, Kaisar Romawi Timur, kepada Mukaukis, Kepala Kaum Kristen Koptik, kepada Nagus, Raja Habsyi, juga kepada Abrawiz, Raja Persia, dan lain-lain. Seruan kepada mereka itu dilakukan dengan mengirimkan surat. Surat yang disampaikan kepada Heraklius berbunyi, Bismillahirrahmanirrahim. Dari Muhammad bin Abdullah Rasul Allah, kepada Heraklius Kaisar Rum. Assalamualamanittaba al-huda (Kesejahteraan atas orang yang mengikuti petunjuk Allah). Amma badu, terimalah agama Islam, pasti Allah akan memberikan pahala kepada tuan dua kali. Kalau tuan menolak, dosa orang-orang dari Akari (Arisi) adalah menjadi beban tuan. Hai ahli kitab, marilah percaya kepada satu kalimat/ketetapan yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, yaitu tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan-Tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, katakanlah kepada mereka, Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah). Surat Nabi kepada Abrawiz, Raja Persia mengatakan, Dari Muhammad Rasul Allah kepada Raja bangsa Persia. Kesejahteraan bagi orang-orang yang mengikuti petunjuk Allah dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Saya berseru kepadamu untuk menerima seruan Allah Azza wa jalla. Saya adalah Rasul Allah kepada umat manusia semuanya dan bertugas untuk menyampaikan peringatan kepada orang yang hidup (hatinya), dan pastilah Allah akan menimpa orang-orang kafir. Masuklah Islam, kau pasti selamat. Jika engkau menolak, dosa orang majusi dibebankan kepadamu. Dua buah contoh surat Nabi Muhammad tersebut meyakinkan kepada kita bahwa berseru kepada agama Islam tertuju kepada siapapun, sampaipun kepada orang yang telah beragama. Dalam dua surat Nabi itu kita dapat kata-kata yan perlu dijelaskan, yaitu yang menyangkut pembebanan dosa orang-orang Arisi atas Kaisar Heraklius dan dosa orang-orang Majusi atas Kaisar Abrawiz. Pembebanan dosa itu terjadi oleh karena pada masa dahulu, bahkan juga sekarang, keagamaan rakyat pada umumnya hanya mengikuti keagamaan raja atau kaisar. Dengan demikian, apabila raja atau kaisar itu menolak seruan masuk Islam, rakyat pun akan menolaknya. Maka, atas dasar raja atau kaisar memberi teladan menolak kebenaran Islam itulah, mereka dibebani dosa rakyatnya yang mengikuti jejaknya. Menurut ajaran Islam, menyeru kepada agama Islam yang menjadi kewajiban umat Islam itu, jika kemudian menghadapi rintangan-rintangan bersenjata, untuk mengatasinya umat Islam dibenarkan mematahkan rintangan itu dengan kekuatan senjata pula. Hal inilah yang sering kurang dimengerti oleh juru tafsir sejarah mengenai penyebaran agama Islam yang beriring dengan terjadinya peperangan-peperangan. Tafsiran yang simpatik telah

    www.rajaebookgratis.com

  • dikemukakan oleh salah seorang orientalis Sir Thomas W. Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam, yang menyatakan bahwa watak penyebaran Islam adalah dengan cara damai, seperti yang terjadi di India dan Kepulauan Melayu. Peperangan hanya terjadi apabila penyebaran agama Islam itu dihadapi dengan rintangan-rintangan bersenjata, seperti yang terjadi di Persia, daerah Kekaisaran Romawi dan sebagainya. MANUSIA DALAM ISLAM Agama Islam yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia sepanjang masa itu mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Ayat-ayat Alquran yang mula-mula diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. antara lain menegaskan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (QS Al Alaq (96): 2) QS At Tiin (95): 4 mengajarkan, Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. QS Al Mukminun (23): 12 mengajarkan juga, Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Allah Yang Maha Bijaksana menciptakan manusia tidak sia-sia tetapi bertujuan. QS Al Mukminun (23): 115 mengajarkan, Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak kan dikembalikan kepada kami? QS Al Qiyamah (75): 36 mengajarkan juga, Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban?). Secara mendasar fungsi diciptakan manusia disebutkan dalam QS Adz Dzariat (51): 56, Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku Kedudukan manusia dinyatakan dalam QS Al Baqarah (2): 30 yang mengajarkan, Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi Fungsi manusia dinyatakan pula dalam QS Hud (11): 61 yang mengajarkan, Dan kepada Tsamud, kami utus saudara mereka Saleh. Saleh berkata, Hai kaumku, beribadahlah kepada Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Tuhan telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya. Karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobat kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya). Dari tiga ayat terakhir di atas dapat diperoleh tiga sebutan bagi manusia, yaitu manusia sebagai makhluk beibadah, sebagai khalifah, dan sebagai pemakmur bumi. Tiga macam sebutan manusia itu dapat ditafsirkan sebagai berikut. Manusia sebagai pemakmur bumi berkedudukan sebagai pelaksana kehendak Allah yang menciptakan bumi. Sebagai pelaksana kehendak Allah, manusia diberi kehormatan dengan julukan khalifah (pengganti, wakil). Dalam melaksanakan kehidupan di dunia itu, manusia melaksanakan kebaktian kepada Allah yang menciptakannya. Peribadahan kepada Allah itu mengandung dua unsur esensial, yaitu taat patuh dan cinta kepada Allah.

    www.rajaebookgratis.com

  • Dengan demikian, ketaatan melaksanakan petunjuk-petunjuk Allah itu akan diliputi rasa ikhlas, rela, puas, dan mantap. Oleh karenanya, beribadah kepada Allah yang menjadi fungsi diciptakannya manusia itu mempunyai arti yang menyeluruh, mencakup semua tindakan, perbuatan dan sikap hidup manusia di dunia, baik terhadap Allah dalam kedudukannya sebagai makhluk-Nya, terhadap masyarakat dalam kedudukannya sebagai anggota masyarakat, terhadap alam dalam kedudukannya sebagai penghuni dan yang memperoleh bahan-bahan hidup dari alam sekitarnya, ataupun terhadap diri sendiri dalam kedudukannya sebagai individu yang berpribadi mandiri. Islam yang merupakan agama rahmat bagi semesta alam itu memberi tempat kepada manusia dalam kedudukan sebaik-baiknya. Sebagaimana dinyatakan dalam QS Al Isra (17): 70 yang mengajarkan, Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak cucu Adam. Kami beri mereka kemampuan untuk memperoleh penghidupan di darat maupun di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. Sebagai agama rahmat bagi semesta alam, Islam memberikan pedoman hidup kepada manusia sesuai dengan pembawaan kodrat kejadian manusia. Hal-hal yang memang di luar kemampuan manusia untuk mendapatkan dengan akal budinya secara tepat, diajarkan dengan perantaraan wahyu yang dibawakan oleh para Rasul-Nya. Misalnya, untuk mendapatkan siapa yang sebenarnya berhak diyakini sebagai Tuhan, diajarkan dengan amat jelas sebab akal budi manusia tidak mampu menemukan siapa Tuhan yang sebenarnya itu. Untuk menghindarkan keraguan terhadap siapa yang sebenarnya berhak diyakini sebagai Tuhan itu, Islam menunjukkan kekeliruan-kekeliruan berbagai macam konsepsi ketuhanan yang dianut manusia dalam sejarah, sejak dahulu sampai diturunkannya Alquran. Untuk menjaga jangan sampai terjadi penyimpangan terhadap ajaran tauhid, segala jalan ke arah kemusyrikan ditutup rapat. Kecuali mengenai siapa yang sebenarnya berhak diyakini sebagai Tuhan, cara melakukan ibadah kepada Tuhan pun diajarkan dengan amat jelas. Dalam hal beribadah kepada Tuhan yang sifatnya khusus, jika manusia dibiarkan mencari jalan sendiri dengan akal budinya, niscaya akan terjadi berbagai bentuk ibadah, yang masing-masing merasa bahwa cara yang dilakukannya adalah yang lebih tepat daripada cara lain. Atau apabila terjadi rasa toleransi yang tebal, mungkin orang akan menganggap semua cara beribadah yang beraneka ragam itu benar semua. Untuk menghindari hal-hal seperti itulah ibadah diajarkan dengan amat jelas dan sifatnya mutlak. Nilai-nilai akhlak diajarkan bersifat universal agar manusia tidak mengalami keguncangan dalam hidupnya, sebagai akibat adanya nilai-nilai akhlak yang relatif dan situasional, karena merupakan ciptaan akal budi manusia sendiri. Dalam bidang muamalat, hanya beberapa yang berupa ajaran universal dan terperinci, kebanyakan berupa garis-garis besar yang umum, yang perinciannya dapat mengalami variasi-variasi, disesuaikan dengan kebutuhan hidup manusia yang makin hari makin bertambah komplek. Hal yang disebutkan terakhir pada umumnya menyangkut masalah keduniaan, yang realisasinya diserahkan kepada pemikiran manusia sendiri, selagi

    www.rajaebookgratis.com

  • manusia masih tetap berpedoman pada prinsip umum sebagaimana digariskan dalam Alquran dan Sunah Rasul. Hadis Nabi Riwayat Muslim mengajarkan, Kau lebih mengetahui urusan keduniaanmu, meskipun hadis ini semula tertuju pada pengolahan alam (mengawinkan buah kurma). BAB II ISLAM DAN NEGARA ASAS DAN TUJUAN NEGARA NABI Muhammad shallallhu alaihi wa sallam dalam mengajarkan agama Islam dapat dibagi dalam dua periode yaitu periode sebelum hijrah dan periode setelah hijrah, atau periode Mekah dan periode Medinah. Periode Mekah memakan waktu selama tigabelas tahun. Pada periode ini ajaran-ajaran yang dibawakan Rasul ditekankan dalam bidang akidah dan akhlak. Ibadah secara terperinci belum diajarkan, demikian pula dalam bidang muamalah. Oleh karena itu, pada periode ini belum diperlukan adanya negara. Setelah Nabi hijrah, agama Islam dilengkapi dengan perincian-perincian hukum-hukum ibadah, demikian pula aturan-aturan yang menyangkut tata kehidupan masyarakat. Pada periode Medinah inilah dimulai pembentukan masyarakat. Tata kehidupan keluarga mulai diatur. Hukum perkawinan disyariatkan. Hubungan hidup perekonomian diatur. Hukum pidana disyariatkan pula. Hubungan antara umat Islam dan bukan umat Islam diatur pula. Sikap permusuhan yang tidak berkesudahan dari kaum kafir Quraisy terhadap umat Islam perlu pelayanan yang dicerminkan dalam aturan-aturan hukum antar negara. Perselisihan-perselisihan yang terjadi dalam masyarakat mengenai berbagai macam hal diselesaikan melalui pengadilan. Ringkasnya, syariat Islam yang diturunkan dalam periode Medinah ini telah memerlukan adanya lembaga yang mengelolanya. Lembaga yang diperlukan itu tidak lain adalah negara. Demikianlah untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam lahir negara di bawah pimpinan Nabi Muhammad saw. sendiri. Dalam periode Medinah inilah ayat-ayat Alquran tentang tata hidup kemasyarakatan berangsur-angsur diwahyukan selama sepuluh tahun kepada Nabi Muhammad saw. Di antara ayat-ayat yang diturunkan dalam periode ini merupakan pedoman hidup bernegara. Misalnya, QS An Nisa` (4): 59 mengajarkan, Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-nya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Disebutkannya ulil amri dalam ayat tersebut memberi isyarat bahwa adanya ulil amri untuk dapat terlaksananya kehidupan kemasyarakatan umat Islam itu memang diperlukan dan jika telah terjadi, rakyat wajib mentaatinya. Di segi lain, diletakkannya perintah taat kepada ulil amri setelah taat kepada Allah dan Rasul-Nya itu mengandung ajaran pula bahwa kewajiban taat kepada ulil amri itu

    www.rajaebookgratis.com

  • dikaitkan kepada adanya syarat bahwa ulil amri dalam melaksanakan pimpinannya harus berpedoman pada ajaran-ajaran Rasul-Nya dalam sunah. Tafsir demikian itu dapat dicerminkan dalam khutbah Abu Bakar ketika dibaiat sebagai khalifah pertama, menggantikan Nabi Muhammad saw. dalam kedudukannya sebagai pemimpin umat, bukan dalam kedudukannya sebagai Rasul, yang antara lain beliau mengatakan, Taatlah kamu kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam memimpinmu; apabila aku durhaka kepada Allah atau Rasul-Nya, kamu tidak wajib taat padaku. Hadis Nabi riwayat Ahmad dan Al Hakim mengajarkan, Tidak boleh taat kepada sesama makhluk dalam hal yang merupakan durhaka terhadap Allah, taat hanya dalam hal yang makruf. Dari ayat-ayat Alquran dan hadis-hadis Nabi tersebut diperoleh suatu ketentuan bahwa menurut ajaran Islam, yang menjadi asas dalam kehidupan bernegara adalah Alquran dan sunah Rasul. Hal ini sejalan dengan kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang fungsi diciptakannya adalah untuk beribadah kepada-Nya. Sejalan dengan ketentuan bahwa asas negara menurut jaran Islam adalah Alquran dan sunah Rasul, tujuan negara menurut ajaran Islam adalah terlaksananya ajaran-ajaran Alquran dan sunah Rasul dalam kehidupan masyarakat, menuju kepada tercapainya kesejahteraan hidup di dunia, material dan spiritual, perseorangan dan kelompok serta mengantarkan kepada tercapainya kebahagiaan hidup di akhirat kelak. ASAS-ASAS KONSTITUSIONAL Agar yang menjadi tujuan negara sebagaimana disebutkan di muka dapat terlaksana, dapat disebutkan adanya beberapa asas ajaran Islam mengenai kehidupan bernegara sebagai berikut: 1. Hidup bernegara merupakan penyelenggaraan kehidupan bernegara, bukan

    perseorangan. Oleh karena itu, pengelolaan negara pun menjadi kepentingan bersama pula.

    Sebagaimana telah disebutkan di muka, dalam hal-hal yang menyangkut muamalah, pada umumnya Alquran dan sunah Rasul memberi pedoman secara garis besar. Perincian penerapannya diserahkan kepada manusia untuk memikirkannya sesuai dengan tuntutan perkembangan hidup yang dialaminya. Untuk mengadakan perincian penerapan ajaran-ajaran yang bersifat global dan merupakan kepentingan bersama itu diperlukan adanya musyawarah. Dengan demikian, menurut ajaran Islam, musyawarah merupakan asas terpenting dalam kehidupan bernegara. Sedemikian pentingnya kedudukan musyawarah ini dalam agama Islam sehingga salah satu surah Alquran ada yang bernama Surah Syura (Surah Musyawarah). QS An Nisa (4): 59, yang memerintahkan agar umat beriman kepada Allah, Rasul-Nya dan ulil amri, dengan ketentuan apabila tejadi perbedaan pendapat supaya dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya, mengandung ajaran

    www.rajaebookgratis.com

  • tentang musyawarah juga sebab perbedaan pendapat hanya terjadi apabila ada musyawarah.

    QS Asy Syura (42): 38 mengajarkan, Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) suruhan Tuhan dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. Ayat ini menyatakan pujian kepada orang-orang mukmin karena dalam memutuskan hal-hal yang menjadi kepentingan bersama dilakukan dengan musyawarah.

    QS Ali Imran (3): 159 mengajarkan, Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. Dalam ayat ini terdapat perintah kepada Nabi untuk bermusyawarah dalam urusan yang menjadi kepentingan bersama. Apa yang diperintahkan kepada Nabi dalam hal-hal yang bersifat umum berlaku juga bagi umat Islam. Hadis Nabi riwayat Tabrani mengajarkan, Tidak akan gagal orang yang mau beristikharah, tidak akan menyesal orang yang mau bermusyawarah dan tidak akan miskin orang yang mau menghemat.

    2. Asas lain yang amat banyak disebutkan dalam Alquran ialah keadilan yang dapat diartikan meletakkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya atau menempatkan sesuatu pada proporsinya yang tepat dan memberikan kepada seseorang sesuatu yang menjadi haknya.

    QS An Nahl (16): 90 mengajarkan, Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan...

    QS An Nisa (4): 58 mengajarkan, Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu.

    QS Al Maidah (5): 424 mengajarkan, ...dan jika kamu memutuskan perkara mereka, putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil; sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.

    Hadis Nabi riwayat Bukhari dan Muslim mengajarkan bahwa di antara tujuh golongan orang yang akan memperoleh perlindungan Allah kelak pada hari Kiamat ialah imam (kepala negara) yang adil.

    Hadis nabi riwayat Ahmad mengajarkan bahwa ada tiga golongan orang-orang yang apabila berdoa kepada Allah pasti dikabulkan, yaitu orang yang berpuasa hingga ia berbuka, imam (kepala negara) yang adil, dan orang yang teraniaya.

    www.rajaebookgratis.com

  • 3. Seiring dengan asas keadilan dapat disebutkan adanya asas persamaan. Prinsip ini terutama menyangkut hak diperlakukan sama terhadap hukum dan hak diperlakukan sama dalam terpenuhinya hak-hak asasi manusia.

    QS Al Hujurat (49): 13 mengajarkan, Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di hadirat Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Ayat ini mengajarkan bahwa manusia berasal dari satu keturunan yang sama. Oleh karena itu, di kalangan umat manusia ditanamkan rasa kesatuan kemanusiaan.

    Isi ayat tersebut dipertegas dalam khutbah Nabi Muhammad ketika beliau menunaikan haji wada. Beliau antara lain mengatakan, Tidak ada kelebihan bangsa Arab atas bangsa ajam (bukan Arab); demkian pula bangsa Ajam atas bangsa Arab, juga yang berkulit putih atas yang berkulit merah, kecuali dengan ketakwaannya kepada Allah.

    Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa suatu ketika terjadi keresahan perasaan di kalangan suku Quraisy karena ada salah seorang perempuan dari bani Makhzum mencuri. Suku Quraisy merasa tidak enak kalau sampai di antara mereka sampai ada yang dikenai hukuman potong tangan. Maka, mereka mencari seseorang yang diharapkan dapat membicarakan hal tersebut kepada Nabi agar kepada perempuan dari bani Makhzum tersebut jangan sampai dikenai hukuman potong tangan, lebih-lebih jika diingat bahwa Nabi sendiri juga berasal dari kalangan mereka, suku Quraisy. Akhirnya, mereka menjumpai orang yang dekat dengan Nabi, bahkan termasuk orang kesayangan beliau, bernama Usamah bin Zaid. Kepada Usamah mereka minta kesediaannya untuk membicarakan keinginan mereka itu dengan Nabi, yang kemudian oleh Usamah disanggupi.

    Setelah Usamah benar-benar meyampaikan hal tersebut kepada Nabi, beliau berkata kepada Usamah, Apakah engkau akan memberikan pertolongan kepada seseorang dalam hal yang telah ditetapkan hukumnya oleh Allah? Nabi kemudian berdiri dan mengucapkan khutbah pendek di hadapan para sahabat. Beliau mengatakan, Umat yang terdahulu telah binasa karena apabila telah terjadi pencurian yang dilakukan oleh golongan bangsawan, mereka melaksanakan hukumannya. Demi Allah, andaikata Fatimah, anak perempuan Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.

    4. Asas persamaan akan mempunyai makna apabila di samping itu terdapat asas kebebasan yang meliputi kebebasan pribadi, kebebasan mengemukakan pikiran, dan kebebasan beragama.

    a. Kebebasan pribadi meliputi kebebasan bergerak, kebebasan menetap dan hak

    jaminan atas keamanan jiwa dan hak milik.

    www.rajaebookgratis.com

  • Kebebasan bergerak disyaratkan dalam QS An Nisa (4): 97 yang antara lain menyatakan, Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?...

    Kebebasan menetap dicerminkan dalam adanya agama Islam yang mengizinkan orang bertahan, jika perlu dengan kekuatan atau peperangan, yaitu apabila orang diusir dari kampung halamannya sebagaimana dapat dipahamkan dari ajaran QS Al Hajj (22): 40 yang antara lain menyatakan, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar Ayat sebelumnya menyebutkan adanya izin berperang bagi orang-orang yang teraniaya, dan yang dimaksudkan pertama ialah oang-orang yang beriman kepada Nabi, yang kemudian diusir dari Mekah untuk berhijrah ke Medinah. Ayat ini mengajarkan bahwa orang yang dibenarkan mempertahankan kampung halaman terhadap usaha orang lain yang akan merampasnya, yang berarti bahwa bagi seseorang dijamin keinginannya untuk menetap di suatu tempat yang disenangi.

    Mempertahankan tempat kediaman dari perampasan orang lain termasuk hak yang memperoleh jaminan hukum. Orang yang mati karena mempertahankan tempat kediamannya dapat termasuk dalam ajaran hadis Nabi riwayat Abu Dawud, Turmudzi, Nasai, dan Ibnu Hibban yang menyatakan, Barang siapa mati karena mempertahankan harta bendanya, dia adalah mati syahid.

    Hak jaminan atas keamanan jiwa dan hak milik diperoleh dari adanya aturan-aturan yang menyangkut hukum pidana.

    QS Al Baqarah (2): 178 mengajarkan, Hai orang-orang yang beriman, telah ditetapkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh

    QS Al Isra (17): 33 mengajarkan, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar

    QS Al Maidah (5): 38 mengajarkan, Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan dan sebagai hukuman dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS Al Maidah (5): 33 mengajarkan, Sesungguhnya pembalasan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan berseling, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar. Ayat ini memberikan ketentuan hukuman terhadap para perampok.

    www.rajaebookgratis.com

  • b. Kebebasan mengemukakan pikiran diperoleh pedomannya dari adanya perintah beramar makruf dan nahi mungkar, memerintahkan yang baik dan melarang yang buruk.

    QS Ali Imran (3): 10 mengajarkan, Kami adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.

    QS Luqman (31): 17 mengajarkan, Hai anakku dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah atas apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk ha-hal yang diwajibkan (oleh Allah) Hadis Nabi riwayat Abu Dawud dan Turmudzi mengajarkan, Sesungguhnya orang-orang yang melihat orang yang berbuat lalim (aniaya) kemudian tidak mau mencegahnya, mereka akan mengalami siksa dari Allah secara merata.

    Beramar makruf dan nahi mungkar diperlukan justru untuk menjaga jangan sampai siksa Allah merata, yang akan mengenai juga orang-orang baik. Dalam hubungan ini QS Al Anfal (8): 25 mengajarkan, Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah ahwa Allah amat keras siksa-Nya.

    Hadis Nabi riwayat Nasai menyebutkan bahwa suatu ketika datang seseorang bertanya kepada Nabi tentang macam jihad yang paling utama, yang oleh Nabi dijawab, Perkataan benar yang ditujukan kepada penguasa (sultan) yang menyeleweng dari kebenaran.

    Ketika Umar bin Khatab dibaiat sebagai khalifah kedua menggantikan Abu Bakar, ia mengucapkan khutbah yang antara lain berisi, Apabila ada orang yang melihatku menyimpang dari kebenaran, hendaklah ia suka membetulkanku. Mendengar khutbah Umar demikian itu ada orang yang bediri dan menyambut, Apabila aku melihat engkau menyimpang dari kebenaran, aku akan membetulkanmu dengan pedang ini. Mendengar ada orang yang berani menyambut demikian itu, Umar menyambut amat gembira dan bersyukur kepada Allah. Hadis Nabi riwayat Thabrani mengajarkan, Sungguh-sungguh perintahkanlah yang makruf dan sungguh-sungguh cegahlah yang mungkar atau (jika tidak kamu lakukan) Allah akan memberikan kekuasaan atas kamu kepada orang-orang yang buruk di antara kamu sehingga apabila orang-orang yang baik di antara kamu berdoa kepada Allah tidak akan dikabulkan.

    www.rajaebookgratis.com

  • QS Al Maidah (5): 78-79 mengajarkan, Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan isa putra Maryam, yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka itu satu sama lain tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka perbuat itu.

    c. Kebebasan beragama diperoleh pedomannya dalam banyak ayat-ayat Alquran karena Islam mengajarkan agar dalam masalah keyakinan agama itu diperoleh dengan kesadaran, jangan dilakukan hanya atas dasar tradisi warisan nenek moyang, dan oleh karena itu, tidak dapat dibenarkan sama sekali untuk memaksa orang lain memeluk agama Islam.

    QS Al Baqarah (2): 256 mengajarkan, Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada taghut (setan dan apa saja yang dipertuhankan selain Allah) dan beriman kepada Allah, sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Kewajiban Nabi Muhammad shallallhu alaihi wa sallam hanyalah menyampaikan wahyu yang diterimanya dari Allah, tidak berhak memaksakan kepada siapa pun untuk menerima kebenarannya. Dalam hubungan ini, QS Al Ghasyiyah (88): 21-23 menyatakan, Maka berilah peringatan karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan; kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. QS Al Syura (42): 48 menyatakan, Jika mereka berpaling, Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajbanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah) Islam memperingatkan agar orang lain dalam bepegang kepada keyakinan agama jangan sekedar mengikuti warisan nenek moyang yang belum tentu mempunyai dasar yang benar. Dalam hubungan ini QS Al Maidah (5): 104 mengajarkan, Apabila dikatakan kepada mereka, Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul. Mereka menjawab, Cukuplah untuk kami yang kami mendapati bapak-bapak kami mengerjakannya. Dan apakah mereka akan mengikuti juga meskipun nenek moyang mereka tidak mengetahui apa-apa dan tidak pula mendapat petunjuk?

    Asas lain yang dapat disebut juga yaitu pertanggungjawaban kepala negara.

    Menurut ajaran Islam, kepala negara yang di dalam Alquran termasuk yang dimaksud ulil amri memikul tanggung jawab kepada Allah dalam kedudukanya sebagai orang yang mendapat kepercayaan untuk memimpin mereka. Menurut ajaran Islam, kepala negara yang dapat bergelar khalifah, imam, atau amirul

    www.rajaebookgratis.com

  • mukminin, atau gelar-gelar yang lainnya, diangkat atas hasil musyawarah. Perintah musyawarah dalam Alquran menyangkut juga pengangkatan kepala negara.

    Nabi Muhammad yang dalam sejarah ketatanegaraan Islam dapat dipandang sebagai kepala negara yang pertama, tetapi juga tetap berkedudukan sebagai Rasul yang memperoleh otoritas untuk menentukan ajaran-ajaran agama, pada waktu wafat tidak terlebih dahulu berpesan tentang siapa yang beliau inginkan untuk menjadi penggantinya sebagai kepala negara. Hal ini berarti bahwa penunjukan kepala negara sengaja tidak dijadikan bagian dari syariat Islam. Yang disyariatkan adalah musyawarah, yang perwujudannya pun tidak ditentukan. Dengan demikian, pelaksanaan musyawarah juga tidak termasuk yang menjadi ketentuan syariat. Gelar kepala negara tidak diberikan secara pasti oleh Nabi Muhammad.

    Dalam hadis-hadis Nabi terdapat sebutan macam-macam yaitu imam, amir, khalifah, dan sultan. Dalam sejarah, yang mula-mula bergelar khalifah adalah Abu Bakar, orang tertua di kalangan sahabat Nabi dan orang yang disebutkan dalam gua ketika bersembunyi dari pengejaran orang-orang kafir Qurasiy dalam perjalanan beliau hijarah ke Medinah. Kata khalifah berarti pengganti. Gelar khalifah dipergunakan Abu Bakar dengan arti pengganti Nabi dalam pimpinan umat Islam bukan dalam kenabiannya. Umar bin Khatab tidak menggunakan gelar khalifah karena kedudukan beliau adalah sebagai pengganti Abu Bakar. Jika akan dipergunakan kata khalifah, akibatnya akan terlalu panjang sebab akan menjadi khalifah dari khalifah Nabi. Oleh karena itu, beliau mengutamakan gelar amirul mukminin yang dapat dipergunakan oleh siapapun yang menjabat sebagai kepala negara kemudian.

    Ali bin Abi Thalib diberi gelar imam oleh golongan Syiah karena mereka mempunyai keyakinan bahwa imamah termasuk hal yang wajib diimani. Gelar imam berarti pimpinan umat. Arti harfiahnya adalah orang yang menjadi anutan, orang yang di depan.

    Oleh karena yang menunjuk kepala negara adalah umat dengan jalan musyawarah dan pengangkatannya pun dilakukan dengan baiat (prasetya) umat, kekuasaan kepala negara diperoleh dari umat, bukan limpahan dari Tuhan seperti paham teokrasi barat pada masa silam, dan bukan pula seperti paham pahlavisme Persia. Islam tidak mengenal adanya lembaga yang bertindak atas nama agama, yang keputusan-keputusannya bersifat kudus dan oleh karenanya tidak boleh digugat karena langsung diperoleh dari Tuhan.

    Islam yang mengajarkan bahwa kepala negara adalah orang yang menerima amanat atau kepercayaan dari umat itu, mengajarkan pula bahwa kepala negara bertanggungjawab kepada umat yang telah memberikan amanat atau kepercayaan itu. Apabila memang dirasakan amat mendesak dimungkinkan kepala negara diturunkan dari jabatannya atas putusan musyawarah, yatu apabila ternyata dalam

    www.rajaebookgratis.com

  • melaksanakan pimpinannya menyimpang dari ajaran-ajaran Alquran dan sunah Rasul yang meskipun telah diperingatkan berulang kali, tetap menyimpang juga. Dengan adanya asas tanggung jawab kepala negara ini, dari pihak lain dapat disebutkan juga adanya asas imbangan, yaitu kewajiban taat kepada kepala negara (dan pembantu-pembantunya) meskipun telah diperingatkan berulang kali, tetap menyimpang juga. Dengan adanya asas tanggung jawab kepala negara ini, dari pihak lain dapat disebutkan juga adanya asas imbangan, yaitu kewajiban taat kepada kepala negara (dan pembantu-pembantunya) meskipun dengan kaitan apabila kepala negara tidak menyimpang dari ajaran-ajaran Alquran dan sunah Rasul, sebagaimana dapat dipahamkan dari ajaran QS An Nisa (4): 59 yang berulang kali disebutkan di muka.

    Khusus mengenai kewajiban taat kepada kepala negara itu, Hadis Nabi riwayat Ahmad, Bukhari, dan Ibnu Majah mengajarkan, Dengarkanlah dan taatilah meskipun dikuasakan atas kamu seorang hamba hitam berketurunan Abasina yang kepalanya seakan-akan sebuah kismis (anggur yang dikeringkan, sebagai perumpamaan kepala yang hitam berambut keriting).

    PREDIKAT NEGARA Dengan bertitik tolak pada asas dan tujuan negara menurut ajaran Islam, demikian pula asas-asas konstitusionalnya yang antara lain adalah asas musyawarah, negara menurut ajaran Islam dapat diberi macam-macam predikat. Predikat itu tidak bersumber kepada dalil Alquran atau hadis Nabi, tetapi dari pikiran yang tidak mengikat. Beberapa predikat dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Negara Ideologi (Daulatul Fikrah), negara yang berasas cita-cita, yaitu terlaksananya

    ajaran-ajaran Alquran dan Sunah Rasul dalam kehidupan masyarakat, menuju kepada tercapainya kesejahteraan hidup di dunia, jasamani dan rohani, materiil dan sprirituil, perseorangan dan kelompok, serta menghantarkan kepada tercapainya kebahagiaan hidup di akhirat.

    2. Negara Hukum (Daulat Qanuniyah), negara yang tunduk kepada aturan-aturan hukum

    Alquran dan Sunah Rasul. Penguasa yang mengelola kehidupan negara maupun rakyatnya tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum Alquran dan Sunah Rasul.

    3. Negara Teo-demokrasi, negara yang berasas ajaran-ajaran Tuhan (dan Rasul-Nya),

    yang dalam realisasinya berlandaskan prinsip musyawarah.

    Predikat teokrasi tidak dapat diterima sebab Islam tidak mengenal adanya kekuasaan negara yang menerima limpahan dari Tuhan. Kekuasaan negara berasal dari umat dan penguasanya bertanggung jawab kepada umat.

    Predikat demokrasi secara lebih teliti masih mengandung keberatan, yaitu adanya pengertian bahwa kedaulatan sepenuhnya di tangan rakyat. Apa yang dikehendaki

    www.rajaebookgratis.com

  • oleh Tuhan harus berjalan, tanpa dihadapkan kepada ajaran-ajaran Tuhan. Pendirian vox populli vox dei juga dipandang berlebihan sebab amat dimungkinkan rakyat mempunyai keinginan yang tidak sejalan dengan kemauan Tuhan. Jadi, tidak selalu bahwa suara rakyat mencerminkan kehendak Tuhan.

    Bahkan QS Al Anam (6): 116 memperingatkan, Dan jika kamu ikuti saja kehendak kebanyakan orang di bumi ini niscaya mereka menyesatkan kamu dari jalan Allah.

    4. Negara Islam (Darul Islam). Predikat negara Islam dalam kitab-kitab fikih dipergunakan untuk membedakan dengan negara-negara bukan Islam, yaitu negara sahabat atau negara perjanjian (Darul Ahdi) dan negara perang atau negara musuh (Darul Harbi), dalam rangka pembahasan hubungan antarnegara.

    Dari adanya kemungkinan memberi macam-macam predikat bagi negara menurut ajaran Islam tersebut, dapat diperoleh kesimpulan bahwa pembagian predikat itu termasuk hal yang menjadi wewenang manusia, sesuai dengan kesepakatan dalam musyawarah, bukan hal yang ditetapkan dalam dalil-dalil Alquran dan Sunah Rasul.

    Kecuali predikat, bentuk negara pun tidak diperoleh ketentuannya secara pasti dalam Alquran dan Sunah Rasul. Apakah negara kesatuan, negara serikat, atau negara persemakmuran (commenwelth) atau bentuk lain lagi, termasuk hal yang diserahkan kepada wewenang manusia sendiri untuk menentukan, sesuai dengan kesepakatan dalam musyawarah, mana yang akan membawakan kebaikan hidup umat dalam rangka tercapainya tujuan negara.

    BAB III PRINSIP PELAKSANAAN PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM Yang dimaksud dengan syariat Islam ialah keseluruhan ajaran Islam yang bersumber kepada Alquran dan Sunah Rasul. Dalam hal-hal yang tidak jelas diatur dalam kedua sumber tersebut, dipergunakan rayu atau pikiran. Bekerjanya pikiran untuk menemukan ajaran Islam yang tidak dengan jelas dinyatakan dalam sumber-sumber Alquran dan Sunah Rasul disebut ijtihad. Sebagaimana telah disebutkan di muka, bidang-bidang agama Islam meliputi bidang akidah, bidang ibadah, bidang akhlak, dan bidang kemasyarakatan atau muamalat. Disebutkannya tiga macam sumber syariat Islam tersebut, bersumber kepada hadis Muaz ketika diperintahkan Nabi ke Yaman. Sebelum berangkat ia ditanya oleh Nabi, bagaimana kau akan memutuskan apabila diajukan kepadamu sesuatu perkara? Muaz menjawab, Saya akan memutuskan dengan Kitab Allah. Nabi bertanya lagi, Jika kamu tidak menjumpai dalam Kitab Allah? Muaz menjawab, Dengan Sunah Rasul saw. Nabi pun bertanya lagi, Apabila dalam Sunah Rasulullah saw. tidak kau jumpai lagi? Muaz mengatakan, Saya akan berijtihad menggunakan pikiranku dan tidak akan

    www.rajaebookgratis.com

  • membiarkan sesuatu tanpa memperoleh putusan. Mendengar jawaban Muaz demikian itu, Nabi menepuk dada Muaz seraya mengatakan, Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik kepada utusan Rasulullah kepada hal yang melegakan Rasulullah saw. (HR Al Baghawi). Ijtihad sebagai sumber syariat Islam setelah Alquran dan Sunah Rasul dapat mencakup semua sumber di luar nas, seperti ijma, qiyas, mashlahah mursalah, istihsan, istishhab, urf (adat istiadat). Dengan menunjuk kembali bahwa tujuan negara adalah terlaksananya ajaran-ajaran Alquran dan Sunah Rasul dalam kehidupan masyarakat, negara menurut ajaran Islam berkewajiban melaksanakan syariat Islam dengan perincian sebagai berikut: a. Dalam bidang akidah, negara berkewajiban menegakkan ajaran tauhid, ajaran tentang

    keyakinan kepada keesaan Allah menurut Alquran dan Sunah Rasul, tetapi sama sekali tidak dibenarkan memaksakannya kepada warga negara.

    Kepada mereka yang tidak mau menerima ajaran tauhid, selama masih memelihara perdamaian, diberi kebebasan untuk berpegang kepada keyakinannya. Asas kebebasan beragama wajib selalu ditegakkan.

    b. Dalam bidang ibadah, negara berkewajiban menegakkan ibadah yang bersendi kepada ajaran tauhid, yaitu tegaknya ibadah yang ditujukan hanya kepada Allah semata-mata. Meskipun demikian, bagi mereka yang berkeyakinan lain yang juga dilindungi kebebasannya itu dijamin pula kebebasannya untuk melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaannya.

    c. Dalam bidang akhlak yang sifatnya universal itu, negara berkewajiban menegakkan

    nlai-nilai akhlak yang diajarkan dalam Alquran dan Sunah Rasul. Dalam hal akhlak ini tidak dibedakan antara mereka yang beragama Islam dan yang tidak beragama Islam. Nilai-nilai akhlak sebagaimana yang diajarkan di dalam Alquran dan Sunah Rasul berlaku bagi semua warga negara.

    d. Dalam bidang muamalah, kecuali bepedoman kepada ajaran Alquran dan Sunah

    Rasul, diperlukan adanya sumber di luar nas, yaitu ijtihad. Sumber ijtihad dalam bidang muamalah ini diperlukan sebab ayat-ayat Alquran dan hadis-hadis Nabi pada umumnya memberikan pedoman-pedoman dalam bentuk garis besar, berupa kaidah-kaidah umum yang realiasinya amat banyak tergantung kepada perkembangan hidup masyarakat di suatu tempat dan pada suatu masa tertentu.

    Bidang muamalat yang bersifat universal dan diatur secara tetap hanya terdapat beberapa hal, misalnya dalam bidang hukum keluarga, menyangkut hukum perkawinan dan kewarisan, juga hukum pidana yang termasuk hal Allah atau hudud. Dalam hal-hal yang universal dan diatur secara tetap pun apabila ada hal-hal yang istimewa berkenaan dengan situasi tertentu, dimungkinkan adanya pertimbangan-

    www.rajaebookgratis.com

  • pertimbangan, apakah hal yang telah diatur secara tetap tepat dilaksanakan atau tidak. Dalam hal ini erat hubungannya dengan kaidah yang menyatakan bahwa Hukum berjalan bersama dengan illatnya. Apabila illat ada, hukumnya ada, dan apabila tidak ada, hukum pun tidak ada.

    Maksud kaidah ini ialah setiap ketentuan hukum yang berkenaan dengan muamalat terdapat latar belakang atau kausa hukum (kausa efektif) yang menimbulkan aturan hukum itu. Ketentuan hukum selalu berjalan berdasarkan kausanya. Apabila kausanya tidak terlihat, ketentuan hukum menjadi tidak berlaku lagi. Masalah ini merupakan masalah yang amat pelik dalam filsafat hukum Islam. Untuk menentukan apa sebenarnya yang menjadi kausa sesuatu ketentuan hukum kemasyarakatan tidak selalu mudah. Bahkan menurut ulama-ulama mazhab Zhahiri, menghadapi hukum-hukum Alquran dan Sunah Rasul, orang tidak boleh bertanya tentang illatnya. Ketentuan yang ada wajib ditaati.

    Sebagai contoh, QS Al Maidah (5): 38 menentukan hukuman pencurian adalah potong tangan. Pada suatu ketika, yaitu pada saat masyarakat mengalami keadaan paceklik (kurang bahan makan), pernah Khalifah Umar bin Khatab tidak menerapkan ketentuan tersebut karena pencuri dalam melakukan pencurian itu dirasakan ada dorongan keterpaksaan sehingga tidak memenuhi syarat diterapkannya hukuman potong tangan kepada si pencuri. Di sini Khalifah Umar tidak mengubah ketentuan hukum Alquran, tetapi ia berpendapat bahwa pencurian yang terjadi pada masa paceklik itu tidak memenuhi illat diadakannya ketentuan hukum potong tangan dalam kejahatan pencurian.

    Misalnya lagi, ketentuan QS Al Anfal (8): 41 para prajurit yang mengikuti peperangan berhak atas empat per lima rampasan perang. Hal ini disebabkan pada waktu dulu para prajurit itu dalam mengikuti peperangan membawa perbekalan sendiri, bukan diperoleh dari negara. Untuk imbangan perbekalan yang mereka bawa itu, kepada mereka diberi hak untuk menerima empat per lima rampasan yang diperoleh dalam peperangan yang mereka lakukan.

    Pada waktu Khalifah Umar berhasil menaklukkan daerah Irak (asdhussawad), rampasan perang yang berupa tanah tidak dibagikan kepada para prajurit dengan pertimbangan bahwa para prajurit itu bukan petani yang mampu mengolah tanah. Maka, apabila kepada mereka diberikan rampasan perang yang berupa tanah itu, negara yang mulai memerlukan banyak pembiayaan akan mengalami kekurangan pendapatan jika rampasan perang itu dibagikan kepada prajurit.

    Akhirnya, diambil ketetapan bahwa tanah rampasan itu dibiarkan tetap berada di tangan para pemilik semula, tetapi kepada mereka diwajibkan membayar pajak tanah (kharaj) kepada negara.

    Khalifah Umar pernah juga tidak memberi bagian zakat kepada kaum mualaf yang dinyatakan berhak menerima zakat dalam QS At Taubat (9): 60 atas dasar pendapat

    www.rajaebookgratis.com

  • bahwa pemberian bagian zakat kepada kaum mualaf itu dimaksudkan agar agama Islam tidak memperoleh gangguan mereka yang berarti hak itu diberikan dengan illat bahwa Islam masih dalam keadaan lemah. Oleh karena itu, setelah Khalifah Umar melihat bahwa umat Islam sudah cukup kuat untuk membela agama Islam dari gangguan-gangguan orang lain, Khalifah Umar tidak melihat lagi adanya illat ketentuan Alquran yang memberi hak bagian zakat kepada kaum mualaf itu. Akhirnya, diputuskan bahwa kaum mualaf dinyatakan tidak berhak menerima bagian zakat. Di sini Khalifah Umar bukannya mengubah ketentuan Alquran, tetapi tidak menerapkannya karena illat hukumnya tidak ada lagi. Dari uraian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan syariat Islam harus dibedakan antara dua kelompok ketentuan: i. Ketentuan-ketentuan yang dengan secara terperinci dan bersifat universal diatur

    dalam Alquran dan Sunah Rasul, yang tidak mungkin mengalami perubahan-perubahan. Terhadap kelompok ketentuan ini, penguasa maupun rakyat tidak berwenang apapun kecuali melaksanakannya.

    ii. Ketentuan-ketentuan yang diberikan secara garis besar dalam Alquran atau Sunah

    Rasul, yang penerapannya memerlukan ijtihad atau pemikiran para ahlinya, seperti ketentuan hukum pidana tazir (yang untuk menentukan macam sanksinya menjadi wewenang penguasa), menetapkan kewajiban-kewajiban kebendaan di luar zakat dan sebagainya.

    Kelompok ketentuan kedua inilah yang paling banyak dalam bidang muamalat. Dengan demikian, untuk menentukan sebagian besar aturan-aturan kenegaraan menurut syariat Islam menjadi wewenang penguasa dengan jalan musyawarah. QS Al Hajj (22): 78 yang mengajarkan bahwa Allah tidak menjadikan kesempitan dalam agama dapat menjadi pedoman untuk merealisasikan syariat Islam yang tidak diperoleh ketentuan-ketentuan secara jelas dalam Alquran dan Sunah Rasul. Dari segi inilah kita dapat melihat pentingnya ada syarat bagi kepala negara dan anggota musyawarah harus terdiri dari orang-orang yang mampu memahami dan mengolah ajaran-ajaran syariat Islam, sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab fikih Islam.

    SISTEM MUSYAWARAH Objek Musyawarah Yang menjadi objek musyawarah adalah hal-hal penting yang tidak disebutkan secara jelas dan pasti dalam Sunah Rasul. Dalam hal-hal yang disebutkan secara jelas dan pasti dalam Alquran dan Sunah Rasul, apabila pelaksanaannya memerlukan pemikiran, diperlukan adanya musyawarah. Misalnya, mengenai bagaimana cara membagi zakat kepada mereka yang dinyatakan berhak dalam Alquran. Demikian pula mengenai macam-macam harta yang dikenakan

    www.rajaebookgratis.com

  • wajib zakat, apakah terbatas pada harta yang disebutkan dalam hadis-hadis Nabi ataukah dapat diperluas sejalan dengan jiwa adanya kewajiban zakat. Dalam hal ini dapat dikeluarkan peraturan perundangan zakat sebagai hasil musyawarah. Yang menjadi objek musyawarah pada masa Nabi, yaitu pada masa turunnya wahyu belum berakhir, adalah hal-hal yang belum dirasakan amat penting mengenai urusan-urusan keduniaan. Misalnya, pada waktu akan menghadapi kaum musyrikin yang menyerang Medinah, Nabi bermusyawarah dengan para sahabat, apakah sebaiknya bertahan di balik tembok Medinah ataukah dihadapi di Uhud. Atas pertimbangan para sahabat, akhirnya diambil keputusan untuk menghadapi kaum musyrikin di Uhud yang amat terkenal dalam sejarah Islam itu. Pada masa sahabat Nabi, segera setelah Nabi wafat, masalah yang timbul adalah siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin umat Islam sebab Nabi tidak meninggalkan pesanan apapun mengenai hal ini. Maka, para sahabat bermusyawarah dan akhirnya terpilihlah sahabat Abu Bakar sebagai pengganti (Khalifah) Nabi. Pada masa Abu Bakar berkuasa, terjadilah gerakan pembangkangan dari kabilah-kabilah pedalaman terhadap pemerintahan Abu Bakar di Medinah. Timbul banyak orang yang mengaku Nabi. Banyak orang beranggapan bahwa zakat diwajibkan hanya merupakan upeti kepada Nabi Muhammad sehingga setelah beliau wafat, zakat tidak perlu dibayarkan lagi. Menghadapi kaum pembangkang ini Abu Bakar mengajak sahabat-sahabat besar bermusyawarah. Akhirnya, diambil ketetapan untuk mengadakan tindakan terhadap kaum pembangkang yang dalam sejarah Islam dikenal dengan harburriddah, memerangi gerakan murtad. Dalam menghadapi kaum pembangkang ini banyak sahabat Nabi yang hafal Alquran menjadi korban. Sahabat Umar melihat bahayanya terhadap Alquran untuk masa-masa mendatang jika Alquran tidak dituliskan. Karena makin berkurangnya orang-orang yang hafal Alquran, dikhawatirkan keaslian Alquran tidak terpelihara. Akhirnya, sahabat Umar mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar tulisan-tulisan Alquran yang berserak-serak di kalangan para sahabat dikumpulkan di satu tempat. Semula Abu Bakar tidak sependapat dengan gagasan sahabat Umar ini, alasannya karena Nabi tidak pernah memerintahkannya demikian. Namun, setelah diadakan musyawarah lebih mendalam, untuk menjamin terpeliharanya keaslian Alquran, disepakatilah usul para sahabat Umar tersebut. Pada pemerintahan Abu Bakar, sahabat Umar mengusulkan agar kepada para veteran diberikan tunjangan sebagai penghargaan atas jasa-jasa mereka yang telah mereka berikan kepada negara pada masa lampau. Akan tetapi, usul itu tidak diterima oleh Khalifah Abu Bakar karena para veteran itu dulu melakukan peperangan dengan ikhlas karena Allah semata-mata, dan mereka telah berhasil memperoleh pahala, tidak perlu ditambah dengan tunjangan negara lagi.

    www.rajaebookgratis.com

  • Anggota Muyawarah Pada masa Nabi masih hidup, apabila beliau mengadakan musyawarah, siapa yang diajak bermusyawarah amat bergantung kepada masalahnya. Kadang-kadang Nabi bemusyawarah langsung dengan para sahabat yang ada ketika itu, kadang-kadang hanya beberapa orang sahabat yang dipandang lebih mengetahui masalah yang sedang dihadapi. Dengan demikian anggota musyawarah dalam ajaran Islam tidak diperoleh ketentuannya dengan pasti, oleh karenanya menjadi wewenang manusia untuk menentukannya. Dalam praktik, anggota musyawarah adalah orang-orang yang dipandang mempunyai kecakapan untuk memecahkan suatu masalah. Dalam pekembangannya, anggota musyawarah disebutkan dalam itilah hukum Tata Negara islam dengan ahlulhalli wal aqdi (yang berkemampuan untuk mengurai dan menyimpul). Dalam sebutan ini tercantum syarat untuk menjadi anggota musyawarah, yaitu berkemampuan memecahkan masalah kemasyarakatan. Orang yang tidak mampu, baik karena ilmunya kurang, karena fisiknya tidak kuat, maupun karena sebab lain, tidak memenuhi syarat diangkat menjadi anggota musyawarah. Pada masa Khalifah Umar menjelang wafatnya, beliau menunjuk enam orang sahabat besar Usman, Ali, Tolhah, Zubair, Abdurrachman bin Auf dan Saad bin Abi Waqqash untuk bermusyawarah tentang siapa di antara mereka yang akan dipilih menjadi penggantinya. Oleh karena yang ditunjuk adalah enam orang, jika jumlah suara sama, diperintahkan agar memasukkan putranya Abdullah bin Umar untuk menjadi penentu suara terbanyak, dengan syarat bahwa Abdullah bukan salah satu calon. Dalam musyawarah ini akhirnya Usman terpilih sebagai Khalifah pengganti Umar. Oleh karena Islam tidak memberikan kepastian tentang siapa yang berhak menjadi anggota musyawarah, tetapi hanya memberikan ajaran yang bersifat umum, yaitu hadis Nabi riwayat Bukhari yang mengajarkan, Apabila diserahkan sesuatu urusan kepada yang bukan ahlinya, nantikanlah saat kehancuran, pengangkatan anggota musyawarah itu menjadi wewenang manusia untuk menentukannya. Cara pengangkatan pun dapat disesuaikan dengan siuasi dan kondisi masayarakat pada suatu waktu dan tempat. Dalam dunia yang kompleks seperti sekarang ini, masalah-masalah yang harus dipecahkan beraneka macam dan memerlukan berbagai macam keahlian. Maka, pengangkatan anggota musyawarah dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan pemilihan bagi anggota musyawarah yang bersifat umum, seperti Dewan Perwakilan dan Majelis Permusyawaratan Rakyat; dapat pula dengan cara penunjukan kepala negara, seperti dalam keanggotaan Dewan Pertimbangan Agung. Cara-cara demikian dibenarkan, selagi dilaksanakan sejalan dngan nilai-nilai yang digariskan dalam ajaran-ajaran Alquran dan Sunah Rasul serta akan mendukung terlaksananya tujuan negara sebagaimana disebutkan di atas. Keputusan Musyawarah a. Hadis Nabi riwayat Ahmad dan Tabrani mengajarkan, Umatku tidak akan

    bersepakat terhadap kesesatan. Kesepakatan umat dalam istilah hukum disebut ijma

    www.rajaebookgratis.com

  • ulama Islam dapat menjadi dasar hukum Islam tanpa dibedakan apakah ijma itu terjadi terhadap pemahaman kandungan isi nas Alquran atau Sunah Rasul ataukah terjadi dalam hal-hal yang tidak disebutkan dalam nas. Ditinjau dari jalan musyawarah, keputusan yang ditinjau dari jalan ijma merupakan keputusan yang paling tinggi nilainya.

    b. Jika ijma tidak tercapai, dimungkinkan mengambil keputusan dengan suara

    terbanyak. Ketika Nabi Muhammad bermusyawarah dengan para sahabat mengenai cara menghadapi serangan kaum musyrikin, apakah lebih baik bertahan di balik tembok Medinah atau berangkat ke Uhud, beliau mengambil keputusan atas dasar pendapat terbanyak. Khalifah Umar, ketika menunjuk enam orang sahabat besar untuk bermusyawarah mengenai siapa yang akan ditunjuk menjadi penggantinya, berpesan agar keputusan diambil dengan suara bulat. Jika tidak mungkin dicapai dengan suara bulat, hendaklah diambil dengan suara terbanyak. Apabila suara ternyata sama, hendaklah memasukkan putranya Abdullah bin Umar agar dapat tercapai keputusan dengan suara terbanyak itu.

    c. Jika terjadi perbedaan pendapat antara anggota musyawarah dan kepala negara, serta

    atas dasar ajaran QS An Nisa (4): 59, pendapat yang lebih dekat dengan prinsip Alquran dan Sunah Rasulullah yang diambil. Namun, apabila tidak terlihat pendapat mana yang lebih dekat kepada prinsip ajaran Alquran dan Sunah Rasul, pendapat anggota musyawarah sama kuat argumentasinya dengan pendapat kepala negara, pendapat kepala negaralah yang diutamakan.

    Mungkin kepala negara mengambil pendapat sesuai dengan suara yang lebih banyak, mungkin mengambil sesuai dengan suara yang lebih sedikit atau bahkan mengambil kepututsan di luar suara anggota musyawarah sama sekali. QS Ali Imran (3): 159 yang memerintahkan supaya Nabi bermusyawarah, diikuti dengan perintah, Apabla kamu telah membulatkan tekat, bertakwalah kepada Allah. Perintah yang disebutkan terakhir dapat dipahamkan bahwa mengambil keputusan dengan kebulatan tekad itu adalah dalam hal keputusan diambil berbeda dengan pendapat anggota musyawarah.

    Perintah bertawakal kepada Allah dapat dipahamkan bahwa mengambil keputusan di bidang eksekutif, kepala negara tidak harus terikat kepada pendapat anggota musyawarah. Pada masa Abu Bakar berkuasa pernah diambil keputusan oeh Khalifah yang berbeda dengan pendapat anggota musyawrah, yaitu mengenai pengangkatan Usamah sebagai panglima perang dalam peperangan menghadapi kekuatan Romawidi Palestina yang dulu pernah ditunjuk oleh Nabi, tetapi terhenti karena kemudian beliau wafat. Menurut pendapat Umar dan para sahabat lainnya, Usamah supaya ditarik dari front Palestina untuk memperkuat pasukan menghadapi pembangkang. Namun, Abu Bakar sebagai Khalifah berpendirian lain, Usamah supaya tetap memimpin pasukan di

    www.rajaebookgratis.com

  • Palestina hingga selesai. Dalam hal ini pendapat Umar dan sahabat-sahabat lainnya tidak dipakai oleh Khalifah Abu Bakar.

    Pengambilan keputusan di bidang eksekutif oleh keahlian itu dapat dibenarkan, meskipun berbeda dengan pendapat anggota musyawarah, atas pertimbangan bahwa Khalifah yang bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya dalam jabatannya sebagai kepala negara.

    Dalam hal Khalifah tidak mantap kepada pendapat anggota musyawarah, atas tanggung jawabnya yang amat besar, ia dibenarkan mengambil keputusan yang lain. Berbeda halnya apabila pndapat musyawarah memang mempunyai kekuatan dari dasar-dasar Alquran dan Sunah Rasul.

    Menurut ajaran Islam, pendapat orang banyak bukan ukuran kebenaran, sebaliknya pendapat orang sedikit tidak tentu dipihak yang salah. Kesalahan mungkin terjadi di pihak orang banyak. Dalam hal ini QS Al Anam (6): 116 memperingatkan, dan jika kamu ikuti saja kehendak kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka menyesatkan kamu dari jalan Allah. QS Al Maidah (5): 100 mengajarkan juga, Katakanlah, Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu; bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang yang berakal agar kamu mendapat keberuntungan.

    Keputusan kepala negara yang berbeda dengan pendapat anggota musyawarah itu dibenarkan, terutama jika negara mengalami keadaan darurat, seperti dalam keadaan perang atau terjadi fitnah di kalangan rakyat. Hal ini dapat dianalogikan dengan hak mengambil keputusan oleh seorang panglima perang untuk melancarkan berbagai taktik dalam rangka tercapainya strategi perang yang dihadapinya, meskpun sebelum mengambil keputusan harus didahului dengan adanya musyawarah kilat dan terbatas.

    Hak Masyarakat di Luar Anggota Musyawarah Meskipun pada dasarnya musyawarah dilakukan antara kepala negara atau pembantu-pembantunya dan para anggota musyawarah yang dikategorikan sebagai Ahlul Hali wal Aqdi, hak mengemukakan pendapat rakyat tetap dijamin. Oleh karena itu, apabila terdapat peringatan-peringatan di luar anggota musyawarah, hendaknya diperhatikan. Hak mengemukakan pendapat dari masyarakat di luar anggota musyawarah itu diperoleh dari ajaran Islam yang bersifat umum, yaitu adanya kewajiban beramar makruf dan nahi mungkar atas orang-orang beriman sebagaimana telah diterangkan di muka. Dapat ditambahkan bahwa QS At Taubah (9): 71 mengajarkan, Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah (menjadi) penolong bagi sebagian yang lain; mereka menyuruh mengerjakan yang makruf, mencegah yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya; mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya, Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Ayat Alquran tersebut mengajarkan bahwa beramar makruf dan nahi munkar adalah sifat orang mukmin sebagai manifestasi dari adanya rasa wajib tolong menolong dalam

    www.rajaebookgratis.com

  • kehidupan bermasyarakat. Tegaknya amar makruf dan nahi munkar dalam masyarakat akan mendatangkan rahmat kasih sayang Allah. Secara ex contrario ajaran tersebut dapat dipahamkan bahwa apabila amar makruf dan nahi munkar tidak dapat tegak, dan kebebabasan berpendapat tidak memperoleh tempat, berarti di masyarakat telah tidak terdapat lagi rasa wajib saling tolong-menolong dan akibatnya murka Allah akan menimpa masyarakat. Rasa saling mendengki timbul, keinginan memaksakan pendapat yang satu kepada yang lain terjadi, kerisauan merata, rasa tidak puas pun tampak, akhirnya sering timbul gerakan-gerakan yang tidak diharapkan. QS Al Ashr (103): mengajarkan, Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. Hadis riwayat Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasai, dan Ibnu Majah mengajarkan, Barang siapa diantara kamu melihat suatu kemunkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; apabila dengan tangannya tidak dapat, dengan lisannya; apabila dengan lisannya pun tidak dapat, dengan hatinya; mengubah kemunkaran dengan hati adalah selemah-lemah iman. Hak mengemukakan pendapat bagi perseorangan di luar anggota musyawarah adalah merealisasikan ajaran Islam tentang kewajiban amar makruf dan nahi munkar tersebut. Agar hak mengemukakan pendapat perseorangan itu dapat digunakan secara tertib, perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Yang mengemukakan pendapat benar-benar beritikad baik, bermaksud untuk

    memberikan nasihat kepada penguasa, melaksanakan ajaran Nabi. Riwayat Bukhari dan Muslim :

    Agama adalah nasihat. Para sahabat bertanya, Kepada siapa nasihat itu ditujukan? beliau menjawab, Nasihat untuk kembali kepada ajaran Allah, kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, ditunjukkan kepada pemuka kaum muslimin dan orang umum di kalangan mereka.

    2. Pendapat hendaknya dikemukakan dengan jalan yang baik, tidak dengan jalan memburuk-burukkan dan menghilangkan kebaikan-kebaikan penguasa, sejalan dengan hadis Nabi riwayat Al baihaqi yang mengajarkan, Barang siapa yang menyuruh berbuat kebaikan, cara menyampaikan suruhannya pun harus baik pula. Kecuali dengan cara yang baik, hendaknya juga atas dasar pengertian yang baik, bukan hanya sekadar adanya perbedaan pendapat dengan penguasa, kemudian melancarkan pikiran dan pendapatnya yang belum tentu lebih benar daripada pendapat penguasa.

    Mengemukakan pendapat hendaknya secara rasional, jangan secara sentimentil, jangan yang destruktif. Menggunakan ungkapan-ungkapan yang simpatik, jangan berupa caci maki. Menunjukkan sikap kasih sayang, bukan sikap benci dan permusuhan.

    www.rajaebookgratis.com

  • 3. Orang yang mengemukakan pendapat tidak besifat menimbulkan fitnah di kalangan masyarakat dan tidak bersifat menentang pendapat yang tidak sesuai dengan pendapatnya, selagi masalah yang dihadapi adalah masalah ijtihadiah, yang kebenarannya mungkin ada di pihak orang yang mengemukakan pendapat, tetapi mungkin juga di pihak penguasa.

    ORGANISASI PEMERINTAH Negara menurut ajaran Islam dipimpin oleh kepala negara yang pengangkatannya dilakukan dengan jalan musyawarah atau pemilihan, sebagaimana yang terjadi dalam pengangkatan Abu Bakar kepada Umar sebagai penggantinya yang kemudian mendapat persetujuan rakyat. Pengangkatan Usman sebagai khalifah ketiga juga hasil dari musyawarah terbatas, antara sahabat-sahabat besar yang ditunjukkan Umar. Pengangkatan Ali juga hasil dari musyawarah umat. Empat orang kepala negara (khalifah) itulah yang kemudian dikenal dengan sebutan Khulafa Arasyidun (khalifah-khalifah yang lurus). Sebutan kepala negara tidak diperoleh ketentuannya dalam nas Alquran maupun Sunah Rasul. Perkataan imam dipergunakan dalam QS Al Furqan (25): 74 dengan arti pemimpin atau anutan. Dalam hadis-hadis Nabi kata imam kadang-kadang dipergunakan dengan arti imam shalat, dan kadang-kadang dengan arti penguasa. Kata amir dalam hadis Nabi dipergunakan dengan arti pemimpin kelompok. Kata khalifah di dalam Alquran kadang-kadang diberikan sebagai wakil, yaitu gelar kehormatan bagi manusia sebagaimana disebutkan di muka dan kadang-kadang berarti penguasa di bumi. Alquran juga menggunakan kata mulk yang berarti kerajaan atau kekuasaan, dengan akibat orang yang berkuasa disebut mali atau raja. Kata imam, amir, khalifah dan raja yang terdapat dalam Alquran atau hadis-hadis Nabi itu tidak ada hubungannya dengan ajaran Islam mengenai gelar kepala negara. Pemberian gelar kepala negara bukan termasuk ketentuan syariat islam, tetapi hal yang diserahkan kepada manusia sendiri untuk menentukannya. Dengan demikian, kita tidak dapat mengatakan bahwa gelar resmi kepala negara menurut syariat Islam adalah khalifah, imam, dan amir. Oleh karenanya, kepada khulafaur rasyidin yang empat itu diberikan gelar bermacam-macam. Abu Bakar bergelar khalifah karena kedudukannya sebagai pengganti Nabi sebagai pemimpin umat. Umar bergelar amirulmuminin. Ali begelar imam. Yang esensial mengenai jabatan kepala negara bukan gelarnya, tetapi cara pengangkatannya atas dasar musyawarah, bukan warisan dan fungsinya sebagai pelaksana ajaran-ajaran Alquran dan Sunah Rasul.

    www.rajaebookgratis.com

  • Dapat disebutkan bahwa sistem kerajaan dalam sejarah Islam dipandang suatu penyimpangan yang mula-mula dilakukan oleh Muawiyah bin Abisofyan, yaitu ketika menunjuk anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putra mahkota. Meskipun ada yang memberikan justifikasi terhadap tindakan Muawiyah mengangkat Yazid sebagai putra mahkota bahwa situasai yang dihadapi masyarakat Islam ketika itu memang menghendaki demikian, sistem warisan dalam jabatan kepala negara di kalangan umat Islam itu tetap merupakan penyimpangan dari prinsip ajaran Islam yang menentukan bahwa kepala negara dipilih dalam musyawarah di antara orang-orang yang benar-benar memenuhi syarat. Pada zaman Nabi dan khulafaurrasyidin, kepala negara adalah pemimpin umat, baik menyangkut kehidupan beragama maupun keduniaan, disamping adanya syarat-syarat lain. Dalam melaksanakan pimpinannya, kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan dan dibenarkan mengangkat pembantu-pembantunya. Dalam sejarah Islam yang mula-mula mengangkat pembantu-pembantu eksekutif ialah Umar bin Khatab yaitu dengan membentuk dewan-dewan yang mirip dalam departemen-departemen dalam ketatanegaraan modern, dan kepala dewan-dewan ditunjuk oleh khalifah. Sistem dewan-dewan itu dicontoh dari organisasi pemerintahan Persi. Pada zaman pemerintahan Bani Abbas, pengangkatan pembantu-pembantu kepala negara itu makin jelas dengan dibentuknya wizarat (kementrian). Wizarat ada dua macam; ada yang diserahi tugas sebagai pelaksana kebijaksanaan kepala negara tanpa kekuasaan apapun, disebut wizarat tanwiz dan ada yang diberi tugas dengan kekuasaan untuk mengatur hal-hal yang dipandang perlu, tanpa terlebih dahulu minta izin kepada khalifah, disebut wizarat tafwidh. Kepala wizarat adalah wazir atau menteri. Apabila diingat bahwa khalifah merupakan pusat mekanisme pemerintahan dalam sejarah ketatanegaraan umat Islam, sistem pemerintahan khalifah (kekhalifahan) mirip dengan sistem presidensiil dalam negara modern dewasa ini. Hal yang perlu disebutkan adalah apakah dalam kehidupan bernegara diadakan pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif atau tidak, dalam nas Alquran maupun hadis-hadis tidak terdapat suatu ketentuan yang jelas. Oleh karenanya, masalah diadakan pemisahan kekuasaan atau tidak menjadi wewenang manusia sendiri untuk menentukannya. Mana yang akan lebih menyampaikan kepada tujuan dan terlaksananya prinsip-prinsip konstitusional negara menurut ajaran Islam dapat ditempuh. Tegasnya masalah ini termasuk dalam kategori masalah ijtihadiah. Yang sering menjadi masalah pada waktu akhir-akhir ini ialah, apakah khalifah yang bertugas memimpin kehidupan masyarakat dalam urusan keagamaan dan keduniaan itu merupakan lembaga keagamaan yang bersifat universal dan tetap hingga tidak mungkin diadakan perubahan ataukah bukan lembaga keagamaan yang memungkinkan untuk

    www.rajaebookgratis.com

  • terjadinya perubahan yang sesuai dengan keadaan masyarakat pada suatu waktu dan tempat tertentu. Para penulis mutakhir banyak yang cenderung berpendapat bahwa lembaga kekhalifahan dengan ketentuan bahwa tugas Khalifah adalah memimpin umat dalam urusan keagamaan dan keduniaan itu adalah lembaga kemasyarakatan, lembaga perikatan sosial, atau kontrak sosial. Oleh karenanya, umat dapat mempercayakan urusan kenegaraan kepada orang yang memang cakap juga memimpin bidang keagamaan, meskipun orang yang hanya cakap dalam urusan kenegaraan itu harus mendukung terlaksananya tujuan negara menurut ajaran Islam. Hal ini diperkuat dengan pertimbangan bahwa pada waktu ini kehidupan masayarakat telah menjadi semakin kompleks sehingga untuk mempeoleh pimpinan yang berkecakapan dalam urusan-urusan keduniaan dan keagamaan amat sukar, kalau tidak hendak dikatakan tidak mungkin. Dengan demikian, ada dua alternatif, apakah menunjuk ahli agama untuk memimpin negara yang mengangkat pembantu-pembantu ahli kenegaraan, atau menunjuk ahli kenegaraan untuk memimpin negara yang mengangkat pembantu-pembantunya untuk urusan-urusan keagamaan. Hal lain yang menjadi petimbangan ialah tentang kewibawaan yang harus dipenuhi kepala negara. Dengan pertimbangan berbagai macam faktor, pada waktu seperti sekarang ini dimungkinkan mengangkat kepala negara yang hanya mempunyai kecakapan dalam bidang urusan duniawi, sedang untuk urusan-urusan keagamaan dapat diserahkan kepada orang lain yang diangkat menjadi pembantunya. HUBUNGAN LUAR NEGERI Sebagaimana disebutkan di muka, Islam yang merupakan agama rahmat bagi alam semesta itu merupakan agama dakwah, agama yang mewajibkan umatnya untuk menyerukannya kepada umat manusia di manapun berada dan kapanpun masa hidupnya, hingga datang hari Kemudian kelak. Sebagai agama dakwah, islam mewajibkan umat Islam untuk berhubungan dengan umat bukan muslimin. Dalam hal umat Islam telah memiliki suatu negara, adalah menjadi kewajiban negara itu untuk berhubungan dengan negara-negara lain di seluruh dunia. Pergaulan umat manusia di dunia ini telah menjadi keharusan hidup sebagaimana dinyatakan dalam QS Al hujurat (49): 13 bahwa manusia diciptakan Allah berasal dari satu keturunan dan dijadikan berkabilah-kabilah dan bangsa-bangsa untuk saling mengenal satu sama lain. Demikian juga, QS Al Maidah (5): 2 memerintahkan agar umat Islam menciptakan kerja sama kemanusiaan dalam kebajikan dan ketakwaan. Sebagaimana telah disebutkan di muka juga, perintah kepada umat Islam untuk menyerukan agama Islam kepada siapapun harus dilakukan dengan cara bijaksana dan pelajaran yang baik, dan apabila harus bertukar pikiran atau berbantahan, hendaklah dilakukan dengan jalan yang sebaik-baiknya pula. Ketentuan demikian itu mempunyai

    www.rajaebookgratis.com

  • arti bahwa dengan mengadakan hubungan dengan umat atau bangsa lain, hendaklah umat Islam selalu memelihara hubungan atas asas perdamaian. Dengan kata lain, dari segi kewajiban dakwah ini, Islam mengajarkan bahwa dakwah hendaklah dilakukan dalam suasana perdamaian, tidak boleh dengan cara paksaan dan kekerasan. Dalam hal dakwah yang harus dilakukan dengan cara damai ini justru dihadapi dengan sikap menolak yang diiringi dengan kekuatan senjata, masalahnya menjadi lain. Umat Islam diajarkan untuk mengajak orang lain mengikuti agama Islam. Apabila mereka menolak, diajarkan agar umat Islam mengajak mereka mengadakan perjanjian damai yang memungkinkan masuknya dakwah dengan cara damai pula. Apabila ajakan untuk mengadakan perjanjian damai itu ditolak juga, tidak ada arti lain kecuali umat Islam menghadapi suatu penolakan terhadap dakwah disertai sikap permusuhan. Karena adanya sikap permusuhan inilah, umat islam dibenarkan meratakan jalannya dakwah dengan terlebih dahulu mematahkan rintangan yang bersifat permusuhan itu. Di sinilah adanya kemungkinan bagi umat Islam diizinkan perang guna meratakan atau melindungi jalannya dakwah. Islam mengajarkan juga agar umat Islam tetap berpegang teguh kepada keyakinan agamanya, dan merasa aman melaksanakan ajaran-ajaran agamanya. Oleh karenanya Islam mengajarkan pula agar umat Islam mempersiapkan ketahanan diri guna menangkis serangan-serangan yang mungkin dilancarkan umat luar Islam yang tidak merasa senang melihat Islam merata dipeluk umat manusia di dunia ini. Apabila serangan umat luar Islam itu benar-benar telah terjadi, adala