natadecoco_renatameilani_12.70.0039_d5

20
1. HASIL PENGAMATAN 1.1. Lapisan Nata de coco Hasil pengamatan lapisan nata de coco dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de coco Ke l. Tinggi Awal Media Tinggi Ketebalan Nata % Lapisan Nata 0 7 14 0 7 14 D1 2 - 0,5 0,7 - 25 35 D2 1,2 - 0,5 0,6 - 41,67 50 D3 1,3 - 0,4 0,5 - 30,77 38,46 D4 1 - 0,4 0,5 - 40 50 D5 2,5 - 0,6 0,6 - 24 24 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tinggi awal media tiap kelompok berbeda-beda. Tinggi ketebalan nata hari ke-7 yang paling besar yaitu kelompok D5 sebesar 0,6 cm. Kemudian pada hari ke-14 ketebalan nata yang paling besar yaitu kelompok D1 sebesar 0,7 cm. Untuk % lapisan nata hari ke-7 yang paling besar adalah kelompok D2 sebesar 41,67%. Sementara hari ke-14 pada kelompok D2 dan D4 sebesar 50%. Tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata semuanya mengalami peningkatan kecuali pada kelompok D5. 1.2. Uji Sensori Nata de coco Hasil pengamatan uji sensori nata de coco dapat dilihat di Tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensori Nata de coco Kel. Aroma Warna Tekstur 1

Upload: james-gomez

Post on 12-Sep-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Nata de coco merupakan salah satu produk hasil fermentasi air kelapa oleh Acetobacter xylinum (Astawan & Astawan, 1991). Nata de coco berbentuk padat, teksturnya kenyal, rasanya mirip kolang kaling, berwarna putih transparan, dan berada di permukaan cairan.

TRANSCRIPT

1. HASIL PENGAMATAN1.1. Lapisan Nata de cocoHasil pengamatan lapisan nata de coco dapat dilihat di Tabel 1.Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de cocoKel.Tinggi Awal MediaTinggi Ketebalan Nata% Lapisan Nata

07140714

D12-0,50,7-2535

D21,2-0,50,6-41,6750

D31,3-0,40,5-30,7738,46

D41-0,40,5-4050

D52,5-0,60,6-2424

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tinggi awal media tiap kelompok berbeda-beda. Tinggi ketebalan nata hari ke-7 yang paling besar yaitu kelompok D5 sebesar 0,6 cm. Kemudian pada hari ke-14 ketebalan nata yang paling besar yaitu kelompok D1 sebesar 0,7 cm. Untuk % lapisan nata hari ke-7 yang paling besar adalah kelompok D2 sebesar 41,67%. Sementara hari ke-14 pada kelompok D2 dan D4 sebesar 50%. Tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata semuanya mengalami peningkatan kecuali pada kelompok D5.1.2. Uji Sensori Nata de cocoHasil pengamatan uji sensori nata de coco dapat dilihat di Tabel 2.Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensori Nata de cocoKel.AromaWarnaTekstur

D1++++

D2++++++

D3+++++++

D4+++++

D5++++

Keterangan :AromaWarnaTekstur+: sangat asam+: kuning+: tidak kenyal++: asam++: putih bening++: agak kenyal+++: agak asam+++: puith agak bening+++: kenyal++++: tidak asam++++: putih++++: sangat kenyal

1

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa aroma nata yang dihasilkan oleh kelompok D4 adalah sangat asam. Untuk parameter warna, semua kelompok menghasilkan nata berwarna kuning kecuali kelompok D3 menghasilkan nata berwarna putih bening. Dari segi tekstur, nata kelompok D2 dan D4 kenyal.

2

2. PEMBAHASANPada praktikum teknologi fermentasi kali ini dilakukan pembuatan nata de coco. Nata de coco merupakan salah satu produk hasil fermentasi air kelapa oleh Acetobacter xylinum (Astawan & Astawan, 1991). Nata de coco berbentuk padat, teksturnya kenyal, rasanya mirip kolang kaling, berwarna putih transparan, dan berada di permukaan cairan. Dalam nata de coco mengandung air sekitar 98% dan serat kasar (dietary fiber). Nata dapat dibuat dari berbagai macam bahan baku seperti air kelapa, nanas, kulit singkong dan air rebusan jagung. Nata merupakan lapisan polisakarida ekstraseluler yang merupakan hasil pembentukan kumpulan sel bakteri pembentuk kapsul (Hardi et al., 2013).Pembuatan nata de coco dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu pembuatan media dan fermentasi. Bahan yang digunakan untuk pembuatan nata de coco adalah air kelapa. Kelapa (Coco mucifera L.) adalah salah satu komoditas perkebunan yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dan merupakan usaha petani kecil. Buah kelapa merupakan hasil komoditas yang utama dari pohon kelapa dan banyak dimanfaatkan secara turun temurun. Buah kelapa terdiri dari tempurung kelapa, sabut, daging, dan air kelapa (Liana et al., 2007). Penggunaan air kelapa dalam pembuatan nata karena merupakan sumber isolate dan media fermentasi untuk bakteri. Dalam air kelapa terkandung asam amino, gula, protein, mineral, dan vitamin. Air kelapa mempunyai kelebihan yaitu murah, kontaminasi rendah karena merupakan produk alami, produk sampingan yang dihasilkan sedikit, dan terjamin ketersediaannya (Widayati et al., 2002).

Pembuatan nata de coco diawali dengan pembuatan media. Pembuatan media dimulai dengan menyaring air kelapa yang akan digunakan dengan kain saring (a). Selanjutnya ditambahkan gula pasir sebanyak 10% (b) dan dipanaskan hingga gula larut (c). Setelah itu ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5% (d). Setelah itu pH diatur hingga mencapai 4-5 dengan asam cuka glacial (e-f). Kemudian dilanjutkan dengan tahap fermentasi. Larutan tersebut dimasukkan sebanyak 200 ml ke dalam wadah plastic bersih (h) dan tuangkan biang nata (starter) sebanyak 10% (j) ke dalam wadah plastic secara aseptis. Kemudian gojog perlahan hingga homogen dan ditutup dengan kertas coklat (k). Selanjutnya diinkubasi pada4

4

suhu ruang selama 2 minggu dan jangan digoyang agar lapisan nata tidak terpisah. Pengamatan dilakukan pada hari ke-7 dan ke-14. Pengamatan yang dilakukan meliputi terbentuknya lapisan nata di permukaan dan ketebalan nata. Setelah nata jadi juga dilakukan pengamatan sensori yang meliputi aroma, warna dan tekstur.

Berikut adalah gambar proses pembuatan nata de coco :

lkjhigefdbca

Penyaringan air kelapa bertujuan untuk memisahkan kotoran yang masih ada dalam air kelapa (Astawan & Astawan, 1991). Menurut teori Astawan & Astawan, (1991) dan Tortora et al., (1995) pemasakan bertujuan untuk mematikan mikroba pathogen yang masih ada dalam air kelapa yang kemungkinan dapat mencemari produk akhir dan mengganggu pertumbuhan Acetobacter xylinum. Gula yang ditambahkan sebanyak 10% berfungsi sebagai sumber energi untuk aktivitas Acetobacter xylinum. Gula juga berfungsi untuk menghasilkan flavor, tekstur dan penampakan nata de coco yang ideal serta berfungsi sebagai pengawet (Hayati, 2003). Penambahan gula sebanyak 10% sesuai dengan percobaan yang dilakukan oleh Iskandar et al., (2010) dimana akan menghasilkan ketebalan nata tertinggi bila dibandingkan dengan ketebalan nata yang diberi gula di atas 10%. Hal tersebut dapat terjadi karena pada konsentrasi 10% merupakan konsntrasi optimum bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum. Pada nata dengan penambahan gula di atas 10% akan menyebabkan plasmolisis pada sel Acetobacter xylinum yang akan menurunkan pembentukan selulosa sehingga menyebabkan ketebalan nata menjadi lebih rendah (Iskandar et al., 2010). Selain itu penambahan gula yang berlebih akan menurunkan pH saat proses fermentasi karena gula diubah menjadi asam sehingga mempengaruhi aktivitas Acetobacter xylinum (Hardi et al., 2013). Selain itu menurut Iskandar et al., (2010) konsentrasi gula 10% akan mengakibatkan Acetobacter xylinum membentuk jaringan selulosa yang semakin tebal, rapat dan banyak sehingga akan menurunkan kadar air. Penambahan ammonium sulfat sebanyak 0,5% berfungsi untuk memberikan sumber nitrogen bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum (Pambayun, 2002). Sumber nitrogen sangat mempengaruhi pembentukan nata karena merupakan senyawa perantara dalam pembentukan selulosa nata (Nuurul et al., 2014). Penambahan asam cuka glacial berfungsi untuk mengatur media sampai pH 4-5. Hal ini sesuai dengan teori Hardi et al., (2013) dimana jumlah nata terbanyak dan kualitas nata yang baik dihasilkan dari media air kelapa dengan pH 4-5. Sementara kondisi pH media yang optimum untuk pembentukan nata adalah pH 4. Pengaturan pH media juga berfungsi untuk menciptakan kondisi optimum untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum yang cocok tumbuh pada pH 4,3 (Pambayun, 2002). Proses fermentasi nata dilakukan di dalam wadah yang berbentuk segi empat. Kondisi tersebut akan menghasilkan pertukaran oksigen yang baik dimana sifat dari bakteri Acetobacter aerobic (Fardiaz, 1992). Penambahan starter nata sebanyak 10% sesuai dengan teori (Rahayu et al., 1993) dimana jumlah inokulum untuk pembuatan nata berkisar 1-10%. Penambahan starter nata harus dilakukan secara aseptis untuk menghindari kontaminasi mikroba yang pertumbuhannya tidak diinginkan. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang sesuai dengan teori Hardi et al., (2013) bahwa kualitas nata terbaik dan terbanyak akan diperoleh pada inkubasi suhu kamar. Suhu inkubasi di atas atau di bawah suhu ruang akan menghambat pertumbuhan Acetobacter xylinum. Proses inkubasi merupakan proses dimana bakteri akan beradaptasi, beraktivitas dan menghasilkan selulosa sehingga terbentuk lapisan nata de coco. Selama proses inkubasi wadah jangan digoyang-goyang atau diangkat agar lapisan nata tidak terpisah. Inkubasi yang dilakukan pada praktikum ini yaitu selama 2 minggu sesuai dengan teori Santosa et al (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de coco, dimana dalam pembuatan nata de coco fermentasi dilakukan selama 2 minggu. Proses fermentasi yang dilakukan dalam praktikum ini sesuai dengan pendapat Rahman (1992) dimana untuk memperoleh ketebalan nata yang optimal lama fermentasi berkisar 1014 hari. Faktor yang mempengaruhi pembentukan nata adalah suhu inkubasi (28-300C), pH medium (4-4,5), komposisi ammonium sulfat dan sukrosa, starter nata yang digunakan serta kebersihan peralatan yang digunakan (Hardi et al., 2013). Dalam pembentukan selulosa enzim yang berperan adalah sintetase selulosa (UDP-glukosa:1,4-p-D-glukan4-p-D-glukosiltransferase). Mekaniseme pembentukan selulosa diawali dengan perubahan glukosa menjadi glukosa-6-fosfat. Selanjutnya glukosa-6-fosfat diubah lagi menjadi glukosa-1-fosfat yang bentuknya lebih stabil. Setelah itu glukosa-1-fosfat diubah lagi menjadi UDP-Glukosa dengan bantuan UTP untuk membentuk polisakarida. Enzim sintetase selulosa yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum akan mempolimerisasi UDP-Glukosa menjadi selulosa (Nuurul et al., 2014). Pada tabel hasil pengamatan diperoleh data perbedaan tinggi media untuk setiap kelompok karena penggunaan wadah plastic yang berbeda panjang, lebar dan tingginya. Namun ketebalan media yang diperoleh beberapa kelompok pada hari ke-7 dan ke-14 sama. Pada kelompok D1 dan D2 dengan ketebalan media awal 2 dan 1,2 cm diperoleh ketebalan nata pada hari ke-7 sama-sama 0,5 cm. Pada kelompok D3 dan D4 dengan ketebalan media awal 1,3 dan 1 cm diperoleh ketebalan nata pada hari ke-7 sama-sama 0,4 cm. Pada kelompok D3 dan D4 dengan ketebalan media awal 1,3 dan 1 cm diperoleh ketebalan nata pada hari ke-14 sama-sama 0,5 cm. Selain itu pada kelompok D5 tidak mengalami peningkatan ketebalan lapisan nata namun ketebalannya tetap 0,6 cm. Hasil tersebut dapat disebabkan karena proses fermentasi yang kurang baik. Nata yang telah terbentuk di permukaan cairan akan turun apabila terjadi gangguan selama fermentasi, misalnya adanya goyangan (Palungkun, 1996). Goyangan pada wadah dapat menyebabkan pecahnya nata yang terbentuk. Lapisan nata pada hasil percobaan berada di permukaan cairan. Hal tersebut menurut disebabkan karena gelembung gas CO2 yang dihasilkan selama fermentasi akan melekat pada jaringan selulosa sehingga akan mengangkat jaringan tersebut ke permukaan cairan. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi ketebalan nata adalah keaseptisan saat penambahan starter nata karena keberadaan mikroorganisme perusak berpotensi dapat mengurangi konsentrasi glukosa pada substrat sehingga membuat nata yang dihasilkan kurang maksimal (Tranggono & Sutardi, 1990). Peningkatan ketebalan lapisan sesuai dengan teori Anastasia et al. (2008) bahwa selama fermentasi Acetobacter xylinum akan terus memecah gula dalam medium. Hal ini menyebabkan selulosa akan membentuk benang-benang serat yang terus menebal dan membentuk jaringan kuat yang disebut pelikel nata.Pada hasil pengamatan sensori diperoleh hasil yang berbeda-beda untuk setiap kelompok meskipun jumlah bahan yang digunakan dan starter yang ditambahkan adalah sama. Pada hasil pengujian aroma kelompok D1, D2 dan D5 menghasilkan nata de coco yang asam. Kelompok D3 menghasilkan nata de coco yang agak asam dan kelompok D4 menghasilkan nata de coco yang sangat asam. Aroma asam yang dihasilkan dapat berasal dari penambahan asam cuka glacial dan asam asetat yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum selama fermentasi. Seharusnya nata de coco yang menghasilkan bau asam paling kuat adalah kelompok D1 karena memiliki ketebalan lapisan nata yang paling tinggi. Semakin tipis nata yang dihasilkan, bau asam semakin mudah keluar sehingga saat uji sensori dilakukan, bau asamnya tidak nampak. Teori tersebut tidak sesuai dengan hasil yang didapatkan kelompok D4 karena seharusnya nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma yang semakin tidak asam. Namun hasilnya justru menunjukkan bahwa nata de coco kelompok D4 menghasilkan aroma asam yang paling kuat. Dari segi warna kelompok D1, D2, D4 dan D5 menghasilkan nata yang berwarna kuning. Sementara kelompok D3 menghasilkan nata yang berwarna putih bening. Hasil yang diperoleh kelompok D3 sesuai teori Anastasia et al. (2008) bahwa nata adalah selulosa yang berbentuk padat dan berwarna putih transparan. Warna nata de coco sangat dipengaruhi oleh air kelapa yang digunakan sebagai bahan untuk pembuatan media (Suhardiyono, 1988). Menurut Edria et al. (2009) semakin tinggi kadar ammonium sulfat yang ditambahkan warna nata akan semakin kuning karena ion-ion hidrolisa ammonium sulfat bereaksi dengan komponen dalam air kelapa yang memberikan warna lebih gelap. Warna kuning dalam pembuatan nata dapat terbentuk karena adanya penambahan gula. Tekstur nata yang diperoleh kelompok D1 dan D5 adalah tidak kenyal. Kelompok D2 dan D4 menghasilkan nata dengan tekstur kenyal. Sementara kelompok D3 menghasilkan nata dengan tekstur agak kenyal. Menurut Anastasia et al. (2008), kekenyalan nata ditentukan dari ketebalan nata yang dihasilkan dimana semakin tinggi ketebalan maka semakin banyak air yang mengisi rongga antar selulosa sehingga menurunkan nilai kekenyalan. Hasil yang diperoleh dalam praktikum ini sesuai dengan teori tersebut. Menurut Suhardiyono (1988) konsentrasi dan jenis mikroorganisme yang digunakan dapat mempengaruhi tekstur nata yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi dan semakin murni kultur maka nata yang dihasilkan akan lebih padat. Selain itu semakin tinggi kadar gula yang digunakan akan meningkatkan kekenyalan dan menurunkan tingkat kekerasan nata meskipun penggunaan gula yang berlebihan dapat mengganggu aktivitas Acetobacter xylinum. Semakin tinggi kadar gula maka ikatan antar serat akan lebih longgar serta sebagian besar gel yang sudah terbentuk akan terisi oleh air sehingga padatannya menurunkan jumlah padatan.Pengujian sensori dalam praktikum ini dilakukan oleh salah satu praktikan. Menurut Gaman dan Sherrington (1994) pengujian secara sensoris tidak memberikan validitas yang cukup bila dibandingkan dengan pengujian menggunakan alat di laboratorium. Walaupun penggunaan alat laboratorium masih memungkinkan adanya kesalahan. Ketidaksesuaian hasil yang diperoleh dengan teori karena pengujian sensori dilakukan dengan indera manusia yang memiliki keterbatasan sehingga bisa terjadi ketidaktelitian.5

3. KESIMPULAN Nata de coco merupakan salah satu produk hasil fermentasi air kelapa oleh Acetobacter xylinum. Prinsip pembuatan nata de coco yaitu tahap pembuatan media dan tahap fermentasi. Dalam fermentasi nata de coco terjadi perubahan bentuk dari glukosa menjadi selulosa yang dibantu oleh enzim sintetase selulosa. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan nata adalah suhu inkubasi (28-300C), pH medium (4-4,5), komposisi ammonium sulfat dan sukrosa, starter nata yang digunakan serta kebersihan peralatan yang digunakan. Ketebalan lapisan nata sangat dipengaruhi oleh proses fermentasi. Aroma asam yang dihasilkan dapat berasal dari penambahan asam cuka glacial dan asam asetat yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum selama fermentasi. Warna kuning dalam pembuatan nata dapat terbentuk karena adanya penambahan gula dan kadar ammonium sulfat. Kekenyalan nata ditentukan dari ketebalan nata yang dihasilkan dimana semakin tinggi ketebalan maka semakin banyak air yang mengisi rongga antar selulosa sehingga menurunkan nilai kekenyalan.

Semarang, 8 Juli 2015Praktikan,Asisten dosen : Nies Mayangsari Wulan Apriliana

Renata Meilani(12.70.0039)

11

4. DAFTAR PUSTAKAAnastasia; Nadia; dan Afrianto Eddy. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.Astawan, M. dan M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.Edria, Della; Mario Wibowo; & Elvita K. (2009). Pengaruh Penambahan Kadar Gula dan Kadar Nitrogrn terhadap Ketebalan, Tekstur dan Warna Nata de Coco. Bogor. [PKMAI]Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia. Jakarta.Gaman, P. B. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi, Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.Iskandar, Muhammad Zaki, Sri Mulyati, Umi Fathanah, Indah Sari, Juchairawati. 2010. Pembuatan Film Selulosa dari Nata de Pina. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 7, No. 3, hal. 105-111, 2010.

Mey Rizal, Hardi, Dewi Masria Pandiangan, Abdullah Saleh. 2013. Pengaruh penambahan gula, asam asetat dan waktu fermentasi terhadap kualitas nata de corn. Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013.Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.Rahayu, E. S.; R. Indriati; T. Utami; E. Harmayanti dan M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.Santosa, Budi; Kgs. Ahmadi; Domingus Taeque. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Makingof Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de coco. International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1 No. 1, Mar 2012,6-11. http://ieese.org/archieves/vol1n1.2.pdf. Diakses 4 Juli 2015.Setyangingtyas, Nuurul, Ali Kusrijadi, Asep Suryatna. 2014. Pembuatan nata de cassava dari kulit singkong menggunakan sumber nitrogen ekstrak tauge dan kacang hijau. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia - Ji/icl 5 No. 2 Oktober 2014.

Suhardiyono, L. (1988). Tanaman Kelapa : Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.Tranggono & Sutardi. (1990). Biokimia & Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta.Widayati, Eny; Sutarno; dan Setyaningsih, Ratna. (2002). Seleksi Isolat Bakteri untuk Fermentasi Asam Laktat dari Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocos nucifera L. var. rubescent). Biosmart Volume 4 Nomor 2 Halaman 32-35.Wowor, Liana Y., Mufidah Muis, Abd Rahman Arinong. 2007. Analisis usaha pembuatan nata de coco dengan menggunakan sumber dan kandungan N yang berbeda. Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2.12

5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan

D1

13

Hari ke-7

Hari ke-14

D2

Hari ke-7

Hari ke-14

D3

Hari ke-7

Hari ke-14

D4

Hari ke-7

Hari ke-14

D5Hari ke-7

Hari ke-14

5.2. Laporan Sementara5.3. Jurnal