modifikasi elektroda emas dengan polipirol/emas … · 2012-07-19 · dan membutuhkan banyak reagen...

10
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012 Prosiding KIMIA FMIPA - ITS MODIFIKASI ELEKTRODA EMAS DENGAN POLIPIROL/EMAS NANOPARTIKEL UNTUK PENENTUAN KROMIUM Anita Muji Rahayu * , Dr. rer. nat. Fredy Kurniawan, M. S 1 1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ABSTRAK Modifikasi elektroda emas telah dilakukan dengan polipirol dan emas nanopartikel. Elektroda emas termodifikasi digunakan untuk penentuan kromium dengan pelarut buffer asetat pH 5. Modifikasi pirol dilakukan secara elektropolimerisasi voltametri siklis dengan larutan elektrolit pendukung KCl 0,1 M dan teknik Layer by Layer (LBL) untuk modifikasi emas nanopartikel. Elektroda emas tanpa modifikasi tidak memberikan pola arus yang teratur seiring meningkatnya konsentrasi kromium. Elektroda yang telah termodifikasi memberikan kenaikan sinyal arus seiring kenaikan konsentrasi kromium. Sinyal arus katodik elektroda emas polipirol terjadi pada potensial 0,464 V dengan sensitivitas sebesar 0,085 μA.μM -1 . mm -2 dan limit deteksi sebesar 13,48 μM. Sinyal arus katodik elektroda emas polipirol/emas nanopartikel terjadi pada potensial 0,604 V dengan sensitivitas sebesar 0,234 μA.μM -1 .mm 2 dan limit deteksi sebesar 12,31 μM. Elektroda emas polipirol/emas nanopartikel menunjukkan respon puncak katodik lebih tinggi dibandingkan dengan elektroda emas termodifikasi pirol dan elektroda emas tanpa modifikasi. Kata kunci : emas nanopartikel, kromium, polipirol, voltametri siklis I. Pendahuluan Kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah besar dunia saat ini. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama karena akumulasinya sampai pada rantai makanan dan keberadaannya di alam, serta meningkatnya sejumlah logam berat yang menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara dan air meningkat. Proses industri dan urbanisasi memegang peranan penting terhadap peningkatan kontaminasi tersebut. Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan sektor industri, maka diperlukan suatu usaha untuk memonitor taraf pencemaran dan jenis logam pencemar pada setiap sungai di Indonesia sangat diperlukan. Informasi tentang tingkat pencemaran yang diperoleh ini sangat bermanfaat dalam rangka pengelolaan lingkungan, teknik pengendalian dan penentuan ambang bahaya dari pencemaran logam pada setiap daerah aliran sungai. Dengan diketahuinya tingkat kandungan logam-logam berat, maka dapat dketahui apakah masih dibawah normal, normal atau sudah diatas normal. Sehingga dapat dilakukan pertimbangan atau kebijakan bagi industri yang membuang limbahnya ke sungai. Pembuangan limbah maupun bahan pencemar lain akan mempengaruhi kehidupan dalam air, suatu bahan pencemar dalam suatu ekosistem mungkin cukup banyak sehingga akan meracuni organisme yang ada disana. Bahan pencemar terutama dari logam-logam berat yang banyak sekali mencemari air antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), Arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr) dan nikel (Ni). Logam-logam ini diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi (Kristanto, 2002). Salah satu logam berat yang bersifat racun adalah kromium Kromium merupakan logam tahan korosi (tahan karat) dan dapat dipoles menjadi mengkilat. Dengan sifat ini, kromium banyak digunakan sebagai pelapis elektrolit dan inhibitor korosi dalam campuran baja (alloy). Logam kromium murni tidak pernah ditemukan di alam, umumnya berada dalam bentuk persenyawaan padat atau mineral dengan unsur lain. Senyawa kromium dalam bentuk kromat dan dikromat sangat banyak digunakan oleh industri tekstil, fotografi, pembuatan tinta dan industri zat warna. Tingkat bilangan oksidasi kromium yang sering dijumpai adalah III dan VI. Krom (III) dalam larutan asam berupa ion Cr(H 2 O) 6 3+ , sedangkan dalam larutan yang basa berupa ion Cr{(OH) 5 (H 2 O)} 2- dan Cr(OH) 6 3- . Krom (VI) dalam larutan asam (pH lebih kecil dari 6) berupa ion HCrO 4 - dan Cr 2 OH 4 2- yang berwarna jingga, sedangkan dalam larutan basa berupa ion CrO 4 2- uang berwarna kuning. Pada pH yang rendah (sangat asam) hanya ion Cr 2 O 7 2- yang ada di dalam larutan. Kromium yang telah ditemukan di alam kemudian masuk ke lingkungan melalui limbah industri dari lumpur elektroplating seperti limbah penyamakan dan pabrik inhibitor korosi (Suhendrayatna, 2001). Senyawa kromium masing-masing mempunyai peranan yang berbeda di lingkungan * Nomor telepon : +6285730333553, email : [email protected] 1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, FMIPA ITS Surabaya Email : [email protected]

Upload: lexuyen

Post on 06-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

MODIFIKASI ELEKTRODA EMAS DENGAN POLIPIROL/EMAS

NANOPARTIKEL UNTUK PENENTUAN KROMIUM

Anita Muji Rahayu*, Dr. rer. nat. Fredy Kurniawan, M. S 1

1Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

ABSTRAK

Modifikasi elektroda emas telah dilakukan dengan polipirol dan emas nanopartikel. Elektroda emas termodifikasi digunakan untuk penentuan kromium dengan pelarut buffer asetat pH 5. Modifikasi pirol dilakukan secara elektropolimerisasi voltametri siklis dengan larutan elektrolit pendukung KCl 0,1 M dan teknik Layer by Layer (LBL) untuk modifikasi emas nanopartikel. Elektroda emas tanpa modifikasi tidak memberikan pola arus yang teratur seiring meningkatnya konsentrasi kromium. Elektroda yang telah termodifikasi memberikan kenaikan sinyal arus seiring kenaikan konsentrasi kromium. Sinyal arus katodik elektroda emas polipirol terjadi pada potensial 0,464 V dengan sensitivitas sebesar 0,085 μA.μM-1. mm-2 dan limit deteksi sebesar 13,48 μM. Sinyal arus katodik elektroda emas polipirol/emas nanopartikel terjadi pada potensial 0,604 V dengan sensitivitas sebesar 0,234 μA.μM-1.mm2 dan limit deteksi sebesar 12,31 μM. Elektroda emas polipirol/emas nanopartikel menunjukkan respon puncak katodik lebih tinggi dibandingkan dengan elektroda emas termodifikasi pirol dan elektroda emas tanpa modifikasi. Kata kunci : emas nanopartikel, kromium, polipirol, voltametri siklis

I. Pendahuluan

Kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah besar dunia saat ini. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama karena akumulasinya sampai pada rantai makanan dan keberadaannya di alam, serta meningkatnya sejumlah logam berat yang menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara dan air meningkat. Proses industri dan urbanisasi memegang peranan penting terhadap peningkatan kontaminasi tersebut. Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan sektor industri, maka diperlukan suatu usaha untuk memonitor taraf pencemaran dan jenis logam pencemar pada setiap sungai di Indonesia sangat diperlukan. Informasi tentang tingkat pencemaran yang diperoleh ini sangat bermanfaat dalam rangka pengelolaan lingkungan, teknik pengendalian dan penentuan ambang bahaya dari pencemaran logam pada setiap daerah aliran sungai. Dengan diketahuinya tingkat kandungan logam-logam berat, maka dapat dketahui apakah masih dibawah normal, normal atau sudah diatas normal. Sehingga dapat dilakukan pertimbangan atau kebijakan bagi industri yang membuang limbahnya ke sungai. Pembuangan limbah maupun bahan pencemar lain akan mempengaruhi kehidupan dalam air, suatu bahan pencemar dalam suatu ekosistem mungkin cukup banyak sehingga akan meracuni organisme yang ada disana. Bahan pencemar terutama dari logam-logam berat yang banyak sekali mencemari air antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), Arsenik

(As), kadmium (Cd), kromium (Cr) dan nikel (Ni). Logam-logam ini diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi (Kristanto, 2002).

Salah satu logam berat yang bersifat racun adalah kromium Kromium merupakan logam tahan korosi (tahan karat) dan dapat dipoles menjadi mengkilat. Dengan sifat ini, kromium banyak digunakan sebagai pelapis elektrolit dan inhibitor korosi dalam campuran baja (alloy). Logam kromium murni tidak pernah ditemukan di alam, umumnya berada dalam bentuk persenyawaan padat atau mineral dengan unsur lain. Senyawa kromium dalam bentuk kromat dan dikromat sangat banyak digunakan oleh industri tekstil, fotografi, pembuatan tinta dan industri zat warna. Tingkat bilangan oksidasi kromium yang sering dijumpai adalah III dan VI. Krom (III) dalam larutan asam berupa ion Cr(H2O)6

3+, sedangkan dalam larutan yang basa berupa ion Cr{(OH)5(H2O)}2- dan Cr(OH)6

3-. Krom (VI) dalam larutan asam (pH lebih kecil dari 6) berupa ion HCrO4

- dan Cr2OH42- yang berwarna jingga,

sedangkan dalam larutan basa berupa ion CrO42-

uang berwarna kuning. Pada pH yang rendah (sangat asam) hanya ion Cr2O7

2- yang ada di dalam larutan. Kromium yang telah ditemukan di alam kemudian masuk ke lingkungan melalui limbah industri dari lumpur elektroplating seperti limbah penyamakan dan pabrik inhibitor korosi (Suhendrayatna, 2001).

Senyawa kromium masing-masing mempunyai peranan yang berbeda di lingkungan

*Nomor telepon : +6285730333553, email : [email protected] 1Alamat sekarang : Jurusan Kimia, FMIPA ITS Surabaya Email : [email protected]

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

dan efek yang berbeda pula terhadap kesehatan manusia sesuai bilangan oksidasinya. Krom (VI) merupakan senyawa krom yang paling berbahaya, misalnya kalium dikromat (K2Cr2O7). Faktor utama terjadinya toksisitas dari krom adalah sifatnya sebagai oksidator kuat dan daya larutnya. Krom (VI) mudah menembus membran sel dan akan terjadi reduksi didalamnya. Organ utama yang terserang krom adalah paru-paru, organ lai yang bisa terserang adalah ginjal, kulit, dan sistem imunitas. Senyawa ini juga korosif sehingga dapat mengakibatkan kerusakan mata atau kebutaan yang parah. Sedangkan krom (III) memiliki sifat racun yang rendah dibandingkan dengan krom (VI) dan dapat bersifat racun apabila konsentrasinya sangat tinggi.

Penelitian dari Nitisapto dkk. (1993) di Yogyakarta, menunjukkan bahwa kadar kromium pada tanah-tanah yang dilewati oleh limbah cair pabrik penyamakan kulit meningkat dari semula 0,96mg/100g tanah (sebelum dilewati limbah) menjadi 70,65mg/100g tanah sesudah dilewati limbah pabrik penyamakan kulit. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan monitoring untuk mengetahui adanya kromium dalam bahan makanan atau minuman, dengan cara deteksi bahan tersebut. Deteksi untuk mengetahui kandungan kromium sudah banyak dilakukan diantaranya dengan cara spektroskopi menggunakan spektrofotometer ultra violet (UV) untuk analisis kandungan kromium dalam air dan dengan cara metode destruksi basah dengan asam nitrat (HNO3) dan pengukuran Cr dilakukan dengan AAS. Analisis dengan UV ini relatif selektif dan sensitif akan tetapi memerlukan waktu analisis yang lama dan membutuhkan banyak reagen (Indang dkk, 2009). Sedangkan penentuan dengan cara destruksi basah preparasinya cukup lama, biaya analisis relatif mahal dan alatnya tidak portable.

Kromium merupakan bahan kimia yang mudah teroksidasi, sehingga dapat dideteksi secara elektrokimia. Deteksi kromium menggunakan metode elektrokimia saat ini banyak dilakukan, karena memberikan keuntungan antara lain alat lebih murah, waktu analisis lebih cepat, cara operasional lebih mudah dan memungkinkan miniaturisasi instrumen (Chang dkk, 2006). Beberapa teknik analisis kromium secara elektrokimia adalah teknik spektroskopi UV-Vis, dengan alat Jar Test, metode destruksi basah dengan penambahan HNO3, teknik voltametri siklik dan teknik amperometrik dengan enzim tirosinase (Renedo dkk, 2004).

Elektroda padat (seperti karbon, emas, platina) telah digunakan sebagai elektroda kerja karena kisaran potensial yang lebar, arus background rendah, murah, inert, cocok untuk berbagai sensor dan aplikasi deteksi (Wang dkk, 2010; Ozkan & Uslu, 2007). Modifikasi elektroda kerja dikembangkan untuk meningkatkan kinerja

dari elektroda. Modifikasi elektroda kerja dapat dilakukan dengan memodifikasi permukaannya menggunakan polimer konduktif. Polimer konduktif berbentuk lapisan tipis (multi layer) sehingga sisi aktifnya lebih banyak yang menyebabkan signal analitiknya besar (Raoof dkk, 2004). Polipirol merupakan salah satu polimer konduktif yang paling banyak dipelajari karena metode preparasinya lebih mudah, stabil di udara, konduktivitasnya tinggi, sifat elektrokimia yang baik dan dapat dibuat melalui polimerisasi kimia atau elektrokimia (Gordon dkk, 2007). Polimerisasi secara elektrokimia lebih disukai karena memberikan kontrol ketebalan film dan morfologi yang baik.

Hal ini menginspirasi untuk membuat elektroda yang berbasis emas nanopartikel, mengingat selama ini kedua elektroda berkompetisi untuk digunakan dalam analisis senyawa yang sama (Kurniawan dkk, 2006; Tan dkk, 2008). Keuntungan lain emas nanopartikel dibandingkan dengan karbon nanotube adalah cara pembuatannya yang lebih sederhana. Berdasarkan hal di atas maka dilakukan penelitian modifikasi elektroda emas dengan polipirol dan emas nanopartikel untuk penentuan kromium.

II METODOLOGI

2.1 Bahan dan Peralatan

2.1.1 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian yaitu kalium dikromat (K2Cr2O7), pirol (97%, Merck) didestilasi sebelum digunakan, kalium klorida (99%, Merck), isopropil alkohol, asam asetat (CH3COOH), natrium asetat (CH3COONa), Aqua DM, natrium sitrat (C6H5Na3O7.2H2O, Merck), natrium klorida (NaCl), kawat emas 99.995%.

2.1.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian adalah mikroskop optik OLYMUS BX60 dengan kamera DYNOLITE, mikropipet, neraca analitik, pH meter, magnetik stirer, labu ukur, pipet ukur, spatula, kertas amplas silikon karbida dengan grade 1500, kabel shrinkage, hot plate, botol kaca, potensiostat eDAQ sistem tiga elektroda. Emas, emas polipirol dan emas polipirol/emas nanopartikel sebagai elektroda kerja (working

electrode), Ag/AgCl (KCl 3M) sebagai elektroda pembanding (reference electrode), dan Pt sebagai elektroda pendukung (counter electrode).

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Preparasi Emas Nanopartikel

Preparasi emas nanopartikel dilakukan dengan menambahkan 10 mL larutan natrium sitrat 0,3 M dan 10 mL larutan natrium klorida 0,02 M ke dalam 400 air pada kondisi mendidih dan pengadukan dengan menggunakan magnetik stirrer (Husna, 2011). Pembentukan emas nanopartikel ditandai dengan perubahan warna pada larutan, dimulai dari tidak berwarna menjadi merah muda, berlanjut menjadi merah tua pekat. Koloid emas nanopartikel yang diperoleh didinginkan pada suhu kamar.

Dalam penelitian ini, digunakan seperangkat sel elektrolisis dengan elektrode emas sebagai anoda dan tembaga sebagai katoda. Bahan elektrolit yang digunakan adalah larutan NaCl, sedangkan untuk zat pereduksi digunakan Na-sitrat. 2.2.2 Pembuatan Elektroda

2.2.2.1 Preparasi Elektroda Emas

Emas yang digunakan sebagai elektroda berasal dari emas batangan yang dirubah bentuknya menjadi kawat dengan diameter 1 mm dan panjangnya 5 cm. Permukaan elektroda tersebut kemudian digosok dengan amplas silikon karbida grade 1500 sampai permukaannya rata dan relatif halus. Selanjutnya elektroda tersebut dicuci dengan isopropanol dan aqua DM kemudian dikeringkan. Elektroda yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam kabel shrinkage dan dipanaskan sampai kabel melekat pada elektroda. Emas yang telah dipreparasi diujikan pada larutan KCl, aqua DM, dan larutan buffer asetat dengan teknik voltametri siklik untuk memastikan bahwa tidak ada ion pengganggu yang masih berada pada elektrooda tersebut. 2.2.2.2 Modifikasi Elektroda Emas dengan

Polipirol

Elektroda emas polipirol dibuat dengan mengendapkan pirol pada permukaan elektroda emas. Permukaan elektroda emas yang akan dimodifikasi dicelupkan larutan pirol 0,1 M. Larutan pirol 0,1 M dibuat dari 180 μL pirol yang diencerkan dengan KCl 0,1 M sampai volume 25 mL. Polimerisasi pirol secara elektrokimia voltametri siklis menggunakan potensiostat, pada potensial -1 V sampai +1,5 V dengan laju sapuan 100 mV/detik dengan jumlah siklus sebanyak 25 kali. Selanjutnya dilakukan stabilisasi menggunakan KCl 0,1 M sampai diperoleh siklus yang konstan. Proses stabilisasi dilakukan secara voltametri siklis dengan perlakuan yang sama seperti proses polimerisasi tetapi sebanyak 15 siklis. Terbentuknya elektroda emas yang termodifikasi polipirol ditunjukkan menggunakan mikroskop optik dengan membandingkan

permukaan elektroda karbon sebelum dan sesudah modifikasi 2.2.2.3 Modifikasi Elektroda Emas dengan

Polipirol/Emas Nanopartikel

Modifikasi elektroda emas polipirol/emas nanopartikel dilakukan dengan melapiskan koloid emas nanopartikel pada permukaan elektroda emas yang telah dimodifikasi dengan polipirol. Pelapisan dilakukan dengan teknik Layer by Layer (LBL). Elektroda emas polipirol dicelupkan pada koloid emas nanopartikel selama 15 menit, dibilas dengan air lagi, dan dikeringkan. Pada langkah ini dilakukan duplo. Kemudian dicelupkan pada koloid emas nanopartikel selama 24 jam. Hasil permukaan elektrodanya diamati menggunakan mikroskop optik.

2.2.3 Uji Elektroda

2.2.3.1 Uji Elektroda Pada Larutan Standar

Kromium

Elektroda emas termodifikasi yaitu elektroda emas polipirol dan elektroda emas polipirol/emas nanopartikel digunakan untuk penentuan larutan standar kromium. Larutan standar kromium diukur pada variasi konsentrasi 0-70 M dengan selang 10 M dengan elektrolit pendukung buffer asetat pH 5. Penentuan larutan standar kromium dilakukan dengan metode elektrokimia voltametri siklis sistem tiga elektroda yaitu elektroda emas termodifikasi sebagai elektroda kerja, Ag/AgCl (KCl 3 M) sebagai elektroda pembanding dan kawat platina sebagai elektroda bantu. Pengukuran larutan standar kromium dilakukan pada potensial -1 V sampai +1,5 V dengan laju sapuan 100 mV/detik dan sebanyak 5 siklis. Voltamogram hasil pengukuran dibuat kurva standar kromium yaitu antara arus terhadap konsentrasi kromium. Dari persamaan garis kurva standar kromium dapat ditentukan sensitifitas dan limit deteksi dari elektroda emas polipirol dan elektroda emas polipirol/emas nanopartikel terhadap kromium.

2.2.3.2 Uji Repeatibilitas Elektroda

Elektroda emas termodifikasi polipirol/emas nanopartikel digunakan untuk mengukur larutan kromium pada konsentrasi 40 M. Pengukuran menggunakan metode elektrokimia voltametri siklis sebanyak 10 kali selama sehari. Satu kali pengukuran dilakukan sebanyak 5 siklis pada potensial -1 V sampai +1,5 V dengan laju sapuan 100 mV/detik. Data hasil pengukuran dianalisis dengan uji F dan uji t menggunakan program Microsoft Excel.

2.2.3.3 Uji Reproduksibilitas Elektroda

Elektroda emas termodifikasi polipirol/emas nanopartikel digunakan untuk

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

mengukur larutan kromium pada konsentrasi 40 M. Pengukuran dilakukan selama tiga hari berturut-turut yaitu hari 1, 2 dan 3. Pengukuran dalam sehari dilakukan sebanyak 10 kali menggunakan metode elektrokimia voltametri siklis. Satu kali pengukuran dilakukan sebanyak 5 siklis pada potensial -1 V sampai +1,5 V dengan laju sapuan 100 mV/detik. Elektroda emas polipirol/emas nanopartikel selama tiga hari pengukuran disimpan pada suhu kamar. Data hasil pengukuran dianalisis dengan uji F dan uji t menggunakan program Microsoft Excel.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Preparasi Koloid Emas Nanopartikel

Emas nanopartikel dipreparasi menggunakan seperangkat sel elektrolisis dengan elektrode emas sebagai anoda dan tembaga sebagai katoda. Zat elektrolit yang digunakan adalah larutan NaCl, sedangkan untuk zat pereduksi digunakan Na-sitrat. Skema sel elektrolisis untuk sintesis emas nanopartikel disajikan dalam gambar 3.1. Larutan natrium sitrat 0,3 M dan larutan NaCl 0,02 M masing-masing diambil sebanyak 10 mL, kemudian ditambahkan ke dalam 400 mL air pada kondisi mendidih dan pengadukan menggunakan magnet stirrer. Reaksi terjadi setelah larutan natrium sitrat ditambahkan dalam air yang mendidih. Reaksi dapat diamati dari perubahan warna pada larutan. Warna larutan akan berubah dimulai dari tidak berwarna menjadi merah muda, berlanjut menjadi merah tua pekat.

Gambar 3.1 Skema Sel Elektrolisis dalam Sintesis Emas Pada penelitian ini natrium sitrat berfungsi

sebagai zat pereduksi. Natrium sitrat dipilih karena selain sebagai zat pereduksi juga sebagai zat penstabil yang dapat mencegah terbentuknya agregat emas nanopartikel (Kumar, 2007). Larutan NaCl berfungsi sebagai larutan elektrolit pada sel elektrolisis. Senyawa NaCl terionisasi menjadi ion Na+ dan ion Cl–. Ion klorida berfungsi untuk mengaktifkan melarutnya logam anoda (Sayiner, dkk., 2008), yaitu Au0 yang teroksidasi menjadi ion Au3+. Konsentrasi Na-sitrat dibuat 0,3 M dan

potensial yang digunakan adalah 55 volt. Potensial 55 volt merupakan potensial maksimum yang digunakan untuk sintesis emas nanopartikel (Husna, 2011).

3.2 Preparasi Elektroda Emas

Proses dasar reaksi elektrokimia dipengaruhi oleh struktur mikro, kekasaran, perintang bagian aktif permukaan elektroda akibat adsorbsi senyawa tertentu, serta adanya gugus alamiah pada permukaan elektroda (Wijaya, 2008). Permukaan elektroda emas yang akan dimodifikasi dicuci dengan etanol dan aquademin. Elektroda tersebut kemudian dikeringkan dan dibungkus dengan kabel shrinkage. Permukaan elektroda bagian bawah yang tidak terbungkus kabel shrinkage diamplas menggunakan kertas amplas silikon karbida grade 1500 sampai halus. Preparasi tersebut dilakukan untuk memperhalus permukaan elektroda dan menghilangkan senyawa atau pengotor yang teradsorbsi pada permukaan elektroda, sehingga dihasilkan permukaan elektroda yang reproducible dan dapat meningkatkan kinetika transfer elektron.

Elektroda emas yang telah dipreparasi diujikan pada larutan buffer asetat pH 5, larutan KCl 0,1 M, dan larutan aqua DM dengan teknik voltametri siklik. Hal ini digunakan untuk melihat ada atau tidaknya pengotor. Voltamogram hasilnya dapat diamati pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Voltamogram Elektroda Emas dalam Larutan Buffer Asetat pH 5, Larutan KCl 0,1 M, dan

Aqua DM

3.3 Modifikasi Elektroda

3.3.1 Modifikasi Elektroda Emas dengan

Polipirol

Rentang potensial ini sesuai dengan yang ditetapkan oleh Wang, 2001 yaitu potensial elektroda emas dengan pelarut KCl 0,1 M adalah -1 V sampai +1 V. Proses elektropolimerisasi 0,1 M pirol menjadi polipirol menggunakan larutan elektrolit KCl 0,1 M dengan laju sapuan 100 mV/detik . Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Buchari dkk, 2004 yang menyatakan bahwa proses elektropolimerisasi pirol pada laju sapuan 100 mVs-1 menunjukkan

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

Aru

s (

Potensial (V)

Buffer Asetat pH 5 KCl 0,1 M Aqua DM

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

kestabilan pada membran polipirol. Adanya anion Cl- yang relatif kecil memberikan keuntungan pada polimerisasi pirol (Kupila dkk, 1995). Ion K+ dan Cl- memiliki ukuran yang kecil sehingga memudahkan transfer elektron

Terbentuknya pirol menjadi polipirol pada permukaan elektroda diawali dengan pemberian potensial pada monomer (pirol) yang menyebabkan terbentuknya radikal kation monomer. Radikal kation akan menyerang radikal kation lain atau oligomer secara kimia yang kemudian membentuk oligomer dengan rantai yang lebih panjang. Polimerisasi tercapai apabila monomer telah mendekati nilai potensial oksidasnya.

Voltamogram polimerisasi pirol (gambar 3.3) menunjukkan peningkatan sinyal arus anodik dan katodik tiap siklisnya, yang dapat dilihat pada gambar . Meningkatnya intensitas puncak oksidasi dan reduksi tiap siklis pada voltamogram polimerisasi menunjukkan keberhasilan proses polimerisasi pirol menjadi polipirol (Sahin dkk, 2008).

Gambar 3.3 Voltamogram Polimerisasi Emas Polipirol Selanjutnya dilakukan stabilisasi yang

bertujuan untuk membersihkan sisa pirol yang tidak mengalami polimerisasi pada permukaaan elektroda. Siklis stabilisasi yang terbentuk semakin lama akan stabil /tidak mengalami penurunan, (Harsini dkk, 2007). Kestabilan siklis pada proses stabilisasi juga berpengaruh memperkecil pergeseran puncak voltamogram pada saat pengukuran. 3.3.1 Modifikasi Elektroda Emas dengan

Polipirol/ Emas Nanopartikel

Pelapisan atau modifikasi emas nanopartikel pada permukaan elektroda dilakukan dengan teknik Layer by Layer (LBL). Teknik ini menghasilkan bentuk multilayer pada permukaan

elektroda. Multilayer dipilih karena dibentuk dari interaksi antara ion-ion konstituen (utama), mudah disiapkan, dan memiliki stabilitas yang baik (Wang dkk, 2007). Karakter elektroda sebelum dan sesudah dimodifikasi dengan polipirol maupun emas nanopartikel akan dilihat perbedaannya. Permukaan elektroda emas, emas polipirol, dan emas/polipirol/emas nanopartikel yang dilihat menggunakan mikroskop optik Dynoeye Eyepiece

Camera pada perbesaran 200x dapat dilihat pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 (Dari kiri) Elektroda Emas, Elektroda Emas Polipirol, Elektroda Emas Polipirol/Emas Nanopartikel

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa

elektroda emas berwarna kuning mengkilat, setelah dipolimerisasi dengan pirol permukaan elektroda menjadi berwarna hitam. Pada gambar paling kanan terlihat permukaan elektroda menjadi hitam kemerahan dan ada sedikit koloid yang menempel, hal ini disebabkan adanya emas nanopartikel yang menempel pada permukaan elektroda emas polipirol. 4.4 Uji Elektroda 4.4.1 Penentuan pH Optimum Pelarut

Analisis secara elektrokimia ini menggunakan sistem tiga elektroda,yaitu elektroda emas yang telah dipreparasi sebagai elektroda kerja (working electrode), Ag/AgCl (KCl 3M) sebagai elektroda pembanding (reference electrode), dan Pt sebagai elektroda pendukung (counter electrode). Pengukuran dilakukan pada larutan standar kromium dengan variasi konsentrasi 0, 10,20, 30, 40, 50, 60, dan 70 μM. Pengukuran dilakukan pada kisaran potensial -1 V sampai +1,5 V dengan laju sapuan 100 mV/s. Pengukuran masing-masing konsentrasi dilakukan sebanyak 5 siklis.

Variasi konsentrasi larutan standar kromium yang diukur yaitu 0-70 M. Larutan standart kromium ini dibuat dari larutan Kalium Dikromat (K2Cr2O7) yang dilarutkan dengan buffer asetat pH 5. Buffer asetat digunakan sebagai larutan elektrolit pendukung karena mampu mempertahankan pH pada suasana asam. Selain itu, ion kromat dan dikromat dapat berperan sebagai oksidator secara optimum pada keadaan asam yakni antara pH 3-6 (Gans, 2000).

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

-5

0

5

10

15

Aru

s (

Potensial (V) vs Ag/ACl 3M

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Gambar 3.5 Voltamogram Larutan Standart Kromium pada Konsentasi 70 M dengan Elektrolit Pendukung

Buffer Asetat pH 3-7

Uji awal dilakukan untuk mengetahui respon sinyal arus kromium dengan buffer asetat sebagai elektrolit pendukung yang dilakukan pada variasi pH 3-7. Gambar 3.5 merupakan voltamogram kromium pada konsentrasi 70 M dengan elektrolit pendukung buffer asetat variasi pH 3-7 menggunakan elektroda emas termodifikasi polipirol/emas nanopartikel. Voltamogram tersebut menunjukkan sinyal arus puncak reduksi yang paling optimum adalah pada pH 5. 3.3.2 Uji Elektroda Emas pada Larutan

Standart Kromium

Penentuan larutan standar kromium menggunakan elektroda emas dilakukan pada konsentrasi 0-70 M dengan interval 10 M pada elektrolit pendukung buffer asetat pH 5. Pengukuran dilakukan pada kisaran potensial -1 V sampai +1,5 V (Vs Ag/AgCl) dengan laju sapuan 100 mV/s. Pengukuran masing-masing konsentrasi dilakukan sebanyak 5 siklis. Voltamogram berbagai variasi konsentrasi larutan standar kromium yang diuji menggunakan elektroda kerja emas dapat dilihat pada gambar 3.6.

Pada hasil voltamogram dengan metode voltametri siklik terdapat dua arah arus, yaitu ke arah kanan (arus anodik) dan ke arah kiri (arus katodik). Arus anodik muncul sebagai respon reaksi oksidasi dan arus katodik sebagai respon reaksi reduksi analit pada permukaan elektroda emas. Pengamatan dilakukan pada puncak arus katodik, sedangkan puncak arus anodik tidak tampak pada voltamogram. Pada gambar 3,6, puncak arus katodik terjadi pada potensial 0,574 V. Pada potensial ini dilakukan plot arus vs konsentrasi untuk mengetahui pola respon arusnya terhadap analit.

Puncak reduksi yang muncul pada potensial 0,574 V menunjukkan bahwa elektroda emas memiliki kemampuan katalitik terhadap krom. Kemampuan elektroda emas untuk merespon

krom tersebut terkait dengan keunggulannya sebagai elektroda padat yang memiliki rentang potensial anoda yang besar dan kinetika transfer elektron yang baik.

Plot hubungan arus dan konsentrasi elektroda emas dapat diamati pada Gambar 3.7. Pada gambar terlihat tidak adanya keteraturan pola arus katodik. Arus yang dihasilkan pada saat pengukuran sangat kecil yaitu dibawah 7,µA. Hal tersebut menunjukkan rendahnya respon pengukuran elektroda emas terhadap kromium.

Gambar 3.6 Voltamogram Elektroda Emas dalam Berbagai Variasi Konsentrasi Larutan Standart

Kromium

Pengamatan dilakukan pada daerah arus katodik pada potensial 0,574 V. Nilai arus merupakan nilai mutlak. Tanda negatif (-) arus hanya menunjukkan bahwa sinyal arus yang muncul ditimbulkan oleh reaksi reduksi. Adanya ketidakteraturan pola dan kecilnya arus yang terukur menunjukkan bahwa elektroda emas kurang sensitif terhadap kromium, sehingga elektroda emas tidak bisa digunakan untuk analisis kromium.

Gambar 3.7 Voltamogram Elektroda Emas dalam

Berbagai Variasi Konsentrasi Kromium pada Potensial 0,574V

3.3.3 Uji Elektroda Emas Polipirol pada

Larutan Standart Kromium

Elektroda emas yang telah dimodifikasi oleh polipirol diujikan terhadap larutan standar

-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80

-6.6

-6.4

-6.2

-6.0

-5.8

-5.6

-5.4

Aru

s (

A)

Konsentrasi Cr (M)

-1 0 1

-40

0

40

Aru

s (

A)

Potensial (V)

pH3 pH4 pH5 pH6 pH7

-1 0 1-80

-40

0

40

0.4 0.6

-14

-7

Aru

s (

Potensial (V)

0 M 10 M 20 M 30 M 40 M 50 M 60 M 70 M

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

kromium 0-70 M dengan elektrolit pendukung buffer asetat pH 5. Voltamogram hasil pengukuran kromium 0-70 M menggunakan elektroda emas polipirol dapat dilihat pada gambar 3.8. Dari voltamogram dibuat kurva kelinieran antara arus puncak katodik terhadap konsentrasi kromium.

Gambar 3.8 Voltamogram Elektroda Emas Polipirol

dalam Berbagai Variasi Konsentrasi Kromium

Arus yang dihasilkan elektroda emas polipirol lebih besar bila dibandingkan elektroda emas. Ini menunjukkan adanya polimer konduktif (polipirol) dapat meningkatkan transfer elektron pada permukaan elektroda. Puncak reduksi pada katoda mengalami pergeseran. Pada elektroda emas puncak oksidasi terjadi pada potensial positif yaitu 0,547 V sedangkan pada elektroda emas polipirol terjadi pada potensial positif 0,464 V. Plot hubungan arus dan konsentrasi elektroda emas polipirol dapat diamati pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Voltamogram Elektroda Emas polipirol dalam Berbagai Variasi Konsentrasi Kromium pada

Potensial 0,464 V Kurva kelinieran kromium pada

konsentrasi 0-70 M menggunakan elektroda emas polipirol pada daerah arus katodik dapat dilihat pada gambar. Kurva kelinieran tersebut menunjukkan keteraturan berupa peningkatan respon arus dengan meningkatnya konsentrasi

kromium. Berdasarkan gambar 3.9 jangkauan konsentrasi linear yang digunakan sebagai kurva kalibrasi, yaitu pada daerah konsentrasi 30-70 μM. Elektroda emas polipirol dapat memberikan respon arus dari reaksi reduksi kromium karena sifat konduktif polipirol yang dapat menghantarkan elektron.

Gambar 3.10 Kurva Linier Puncak Katodik Elektroda Emas Polipirol Konsentrasi 30-70μM pada Potensial

0,464 V

Pada jangkauan konsentrasi linear 30-70 μM diperoleh persamaan kurva kalibrasi y = -0,067x – 10,984 dengan nilai R sebesar 0,994. Penentuan limit deteksi dilakukan terhadap konsentrasi kromium yang memberikan respon arus linier yakni pada konsentrasi 30-70 M menggunakan pengukuran sebanyak tiga kali. Perhitungan limit deteksi menggunakan tiga standar deviasi (3σ).

Kurva kelinieran respon arus katodik diplot terhadap konsentrasi kromium menggunakan elektroda emas polipirol dapat dilihat pada gambar 3.10, yang didapatkan persamaan garis : y = -0,067x – 10,984. Arus pada Limit deteksi = a + 3 σ

= 10,984+ 3. (0,301) = 1554,2 + 120 = -11,887 μA

Nilai arus limit deteksi disubstitusikan sebagai nilai y pada persamaan garis :

y = -0,067x – 10,984 -11,887 = -0,067x – 10,984 x = (-11,887 + 10,984) : (-0,067) = 13,48 Sehingga diperoleh nilai limit deteksi

kromium pada arus katodik menggunakan elektroda emas polipirol adalah sebesar 13,48 μM. Berdasarkan persamaan garis y = -0,067x – 10,984 dapat dihitung sensitivitas elektroda emas polipirol sebagai berikut :

Sensitivitas =𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒

𝐴

=0,067

3,14 𝑥 0,5 𝑚𝑚 𝑥 0,5 𝑚𝑚

= 0,085 𝜇𝐴. 𝜇𝑀−1.𝑚𝑚−2

-1 0 1

-2

0

2

-2

0 M 10 M 20 M 30 M 40 M 50 M 60 M 70 M

Aru

s (

Potensial (V)

-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

Aru

s (

A)

Konsentrasi Cr (M)

0 10 20 30 40 50 60 70-22

-20

-18

-16

-14

-12

-10

-8

Aru

s (

A)

Konsentrasi Cr (M)

y = -0,067x - 10,984

R = 0,994

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Respon sensitivitas dari jangkauan linier elektroda emas polipirol yang diperoleh sebesar 0,085 μA μM-1 mm-2 dengan limit deteksi atau Limit of detection (LOD) sebesar 13,48 μM

3.3.4 Uji Elektroda Emas Polipirol/Emas

Nanopartikel pada Larutan Standart

Kromium

Elektroda emas polipirol/emas nanopartikel diujikan terhadap larutan standar kromium dengan konsentrasi 0-70 μM dengan elektrolit pendukung buffer asetat pH 5..

Gambar 3.11 Voltamogram Elektroda Emas

Polipirol/Emas Nanopartikel dalam Berbagai Variasi Konsentrasi Larutan Standart Kromium

Voltamogram pengukuran kromium pada

konsentrasi 0-70 μM menggunakan elektroda emas polipirol/emas nanopartikel dapat dilihat pada gambar 3.11. Voltamogram yang dihasilkan menunjukkan keteraturan peningkatan respon arus katodik dengan meningkatnya konsentrasi kromium. Berdasarkan hukum Ficks kedua tentang kelinieran difusi yang menyatakan bahwa arus sebanding dengan konsentrasi spesies elektroaktif maka elektroda emas polipirol dapat digunakan untuk penentuan kromium. Hal ini menunjukkan elektroda emas termodifikasi polipirol/emas nanopartikel memberikan respon arus dari reaksi reduksi kromium.

Gambar 3.12 Voltamogram Elektroda Emas Polipirol/Emas Nanopartikel dalam Berbagai Variasi

Konsentrasi Kromium pada Potensial 0,604 V

Respon sinyal arus katodik kromium menggunakan elektroda emas polipirol/emas nanopartikel lebih tinggi dan mengalami keteraturan dengan meningkatnya konsentrasi kromium dibandingkan elektroda emas polipirol. Peningkatan keteraturan sinyal arus terjadi karena adanya emas nanopartikel yang menempel pada polipirol. Penambahan emas nanopartikel ini bertujuan untuk meningkatkan kecepatan scanning elektroda terhadap analit dan memperluas permukaan kontak elektroda dengan analit, selain itu emas nanopartikel mempertahankan kestabilan bioaktivitas dari biomolekul (Ozdemir, 2010).

Gambar 3.13 Kurva Linier Puncak Katodik Elektroda Emas Polipirol/Emas Nanopartikel Konsentrasi 0-60 μM

pada Potensial 0,604 V

Pada elektroda emas polipirol puncak reduksi terjadi pada potensial positif yaitu 0,464 V, sedangkan pada elektroda emas polipirol/emas nanopartikel puncak reduksi terjadi pada potensial 0,604 V. Plot hubungan arus dan konsentrasi elektroda emas polipirol/emas nanopartikel dapat diamati pada gambar 3.12.

Kurva kelinieran kromium pada konsentrasi 0-60 M menggunakan elektroda emas polipirol pada daerah arus katodik dapat dilihat pada gambar 3.13. Kurva kelinieran tersebut menunjukkan keteraturan berupa peningkatan respon arus dengan meningkatnya konsentrasi kromium. Berdasarkan gambar 3.13 jangkauan konsentrasi linear yang digunakan sebagai kurva kalibrasi, yaitu pada daerah konsentrasi 0-60 μM. Elektroda emas polipirol/emas nanopartikel dapat memberikan respon arus dari reaksi reduksi kromium karena sifat konduktif polipirol yang dapat menghantarkan elektron. Selain itu, adanya emas nanopartikel yang menempel pada polipirol dapat memperluas permukaan elektroda dengan analit sehingga arus yang dihasilkan lebih tinggi. Pada elektroda emas polipirol/emas nanopartikel jangkauan konsentrasi liniear pada daerah konsentrasi 0-60 μM. Hal ini menunjukkan bahwa jangkauan konsentrasi liniear elektroda emas

-1 0 1

-6

0

6

0.4 0.6

-2

-1

1.498

Aru

s (

Potensial (V)

0 M 10 M 20 M 30 M 40 M 50 M 60 M 70 M

-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80

-22

-20

-18

-16

-14

-12

-10

Aru

s (

A)

Konsentrasi Cr (M)

0 10 20 30 40 50 60 70-22

-20

-18

-16

-14

-12

-10

-8

y = -0,184x - 10,382

R = 0,992

Aru

s (

A)

Konsentrasi Cr (M)

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

polipirol/emas nanopartikel lebih banyak dan dapat menjangkau konsentrasi yang lebih kecil.

Pada jangkauan konsentrasi linear 0-60 μM diperoleh persamaan kurva kalibrasi y=-0,184x – 10,832 dengan nilai R sebesar 0,992. Penentuan limit deteksi dilakukan terhadap konsentrasi kromium yang memberikan respon arus linier yakni pada konsentrasi 0-60 M menggunakan pengukuran sebanyak tiga kali. Perhitungan limit deteksi menggunakan tiga standar deviasi (3σ). Kurva kelinieran respon arus katodik diplot terhadap konsentrasi kromium menggunakan elektroda emas polipirol/emas nanopartikel dapat dilihat pada gambar 3.13, yang didapatkan persamaan garis : y = -0,184x – 10,832.

Berdasarkan perhitungan yang sama seperti sebelumnya, respon sensitivitas dari jangkauan linier elektroda emas polipirol/emas nanopartikel yang diperoleh sebesar 0,234 μA μM-1 mm-2 dengan limit deteksi atau Limit of detection (LOD) sebesar 12,31 μM. Apabila dibandingkan dengan elektroda emas polipirol, elektroda emas polipirol/emas nanopartikel memiliki LOD yang lebih kecil dan sensitivitas yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa elektroda emas polipirol/emas nanopartikel memiliki sensitivitas yang lebih baik, sehingga elektroda emas polipirol/emas nanopartikel dapat digunakan untuk mendeteksi kromium. 3.4 Uji Repeatibilitas Elektroda

Pada penelitian ini dilakukan uji repeatibilitas terhadap elektroda emas polipirol/emas nanopartikel. Uji repeatibilitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui presisi dan akurasi dari pengukuran secara berulang.. Pengambilan data uji repeatibilitas dilakukan dengan menggunakan satu buah elektroda emas polipirol/emas nanopartikel dan dilaksanakan dalam waktu satu hari. Pengambilan data dilakukan dengan mengukur kromium pada konsentrasi 40 M secara voltametri siklis sebanyak sepuluh kali dalam sehari. Data untuk uji ini diambil dari arus puncak reduksi elektroda emas polipirol/emas nanopartikel pada pengukuran voltammetri siklik. Data arus puncak katodik, hasil pengukuran uji repeatibilitas elektroda ditunjukkan pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Data Repeatibilitas Uji Elektroda Emas Polipirol/Emas Nanopartikel pada Puncak Arus Katodik

Data yang diperoleh dari uji repeatibilitas kemudian dianalisis menggunakan uji F dan uji t. Hipotesa awal (Ho) yang digunakan adalah ketiga elektroda emas yang telah dimodifikasi polipirol dan emas nanopartikel memberikan respon sinyal arus tidak berbeda selama sepuluh kali pengukuran. 3.5 Uji Reproduksibilitas Elektroda

Uji reproduksibilitas elektroda emas polipirol/emas nanopartikel terhadap kromium dilakukan untuk mengetahui presisi dan akurasi pengukuran antar perulangan. Pengambilan data dilakukan dengan mengukur kromium pada konsentrasi 40 M secara voltametri siklis dalam tiga hari yang berbeda yaitu hari 1, 2 dan 3 sebanyak sepuluh kali setiap satu harinya. Selama tiga hari pengukuran elektroda emas polipirol/emas nanopartikel disimpan pada suhu kamar. Data hasil pengukuran reproduksibilitas uji elektroda pada arus puncak katodik ditunjukkan pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Data Reproduksibilitas Uji Elektroda Emas

Polipirol/Emas Nanopartikel pada Puncak Arus Katodik

Data yang diperoleh dari uji reproduksibilitas kemudian dianalisis menggunakan uji F dan uji t. Hipotesa awal yang digunakan adalah elektroda emas yang telah dimodifikasi polipirol dan emas nanopartikel selama penyimpanan pada suhu kamar memberikan respon sinyal arus tidak berbeda dalam tiga hari pengukuran. 4. Kesimpulan

Berdasarkan dari penelitian ini, modifikasi karbon dan emas polipirol/emas nanopartikel dilakukan dengan teknik voltametri siklik pada potensial -1 V sampai +1,5 V dan laju sapuan 100 mV/detik. Aktivitas elektroda tersebut ditunjukkan dengan adanya karakterisasi sinyal yang meningkat dengan meningkatnya konsentrasi kromium. Elektroda emas polipirol menunjukkan kenaikan sinyal arus pada potensial reduksi 0,464 V dan elektroda emas polipirol/emas nanopartikel menunjukkan kenaikkan sinyal arus pada potensial reduksi 0,604 V. Hasil karakterisasi secara elektrokimia elektroda karbon polipirol diperoleh limit deteksi 13,48 µM dengan sensitivitas 0,085 µA.µM-1.mm-2, sedangkan elektroda emas polipirol/emas nanopartikel limit deteksi yang

Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

diperoleh 12,31 µM dan sensitivitasnya 0,234 µA.µM-1.mm-2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa elektroda emas polipirol/emas nanopartikel memiliki limit deteksi dan sensitivitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan elektroda emas polipirol sehingga dapat digunakan untuk menganalisa kromium.

DAFTAR PUSTAKA

Chang, C.C., Chen, C.L., Liu, J.S. dan Chang, C.H., (2006), The Electro-Oxidation of

Formaldehide at a Boron Doped Diamond

Electrode, Analitical Letters, 39, 2581-2589

Fatmawati, K., (2011), Karakterisasi Elektroda

Poliamida 11/Emas Nanopartikel Untuk Penentuan Kapsaisin Dalam Cabe, Senaki ITS, Surabaya

Gans, Peter., (2000), A PuzzleConcerning Solution

Equilibria, School of Chemistry, The Univercity of Leeds, Leeds LS2 9JT, England

Harsini, M., Buchari, Noviandri, I. dan Rahayu,

S.I., (2007),” Studi Voltametri Siklis Elektroda Polipirol/1,10-Dibenzil-1,10-Diaza-18Crown-6 Pada Larutan Hg2+”, Jurnal Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Pengajaran, 36, (1), 87-101

Husna, Qurrotul, (2011), Optimasi Konsentrasi Na-

Sitrat dan Pengaruh Potensial dalam Sintesis Emas Nanopartikel, Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya

Kopkar, S. M.,(1995), Kimia Analitik Kuantitatif,

UI Press, Jakarta Kristanto, P., (2002), Ekologi Industri, Andi Offset,

Yogyakarta

Kumar, S., Gandhi, S. K., dan Kumar, R., (2007), Modelling of Formation of Gold

Nanoparticles by Citrate Method, Department of Chemical Engineering, Indian Institute of Science, 46, 3128-3136

Kurniawan, F., Tzakova, V., Mirisky, V., (2006). Gold Nanoparticles in Nonenzymatic

Electrocemical Detection Sugar,19: 9-20, Jerman

Ozdemir, C., Yeni, F., and Timur, S., (2010),

Electrochemical Glucose Biosensing By

Pyranose Oxidase Immobilized In

Goldnanoparticle-

Polyaniline/Agcl/Gelatin Nanocomposite

Matrix, Food Chemistry Journal, 119 : 380–385

Sahin, Y., Sahin, M. dan Ozcan L., (2008),

Electrochemical Preparation of a

Molecularly Imprinted Polypyrrole

Modified Pencil Graphite Electrode for

Determination of Ascorbic Acid, Sensors, 8, 5792-5805

Sayiner, G., dkk., (2008), Evaluation of Boron

Removal by Electrocoagulation Using

Iron and Aluminum Electrodes, Desalination, Vol. 230, Hal. 205–212

Suhendrayatna, (2001), Bioremoval Logam Berat

dengan Menggunakan Mikroorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Seminar on-air Bioteknologi Untuk Indonesia Abad 21, Sinergy Forum-PPI Tokyo Institute of Technology

Wang, F.S., Kumar, A.S. dan Chang. Y., (2010),

Poly(BCB)/Au-Nanoparticles Hybrid Film

Modified Electrode: Preparation,

Characterization and its Application as a

Non Enzymatic Sensor, Thin Solid Films, 518, 5832-5838

Wang, F., Wang, J., Chen, H., dan Dong, S.,

(2007). Assembly Process of CuHCF/MPA

Multylayers on Gold Nanoparticles

Modified Electrode and Characterization

by Electrochemical SPR, Journal of Electroanalytical Chemistry, 600, 265-274

Wang, Joseph., (2001), Analytical

Electrochemistry, Second Edition. A John Wiley & Sons, Inc., Publication, New York

Wang, Y., He, X., Wang, K., Zhang, X., dan Tan,

W., (2009), Barbated Skullcup Herb

Extract-Mediated Biosynthesis of Gold

Nanoparticles and its Primary Application

in Electrochemistry, Colloids and Surfaces B: Biointerfaces, 73, 75-79

Wijaya, L., (2008), Modifikasi Elektroda Karbon

dengan Nanopartikel Emas dan Aplikasinya sebagai Sensor Arsen (III), Universitas Indonesia, Jakarta