menanti janji majelis permusyawaratan rakyat

7
336 MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT ________ Oleh : Ujang Bahar, S.H. _______ _ . ." . Di dalam Naskah Garis-garis Besar Haluan Negara yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Garis-Garis Besar Haluan Negara Tap. MPR. No. III · MPR/1983 mengenai pem bangunan hukum antara lain menyebutkan "Da- lam Pembangunan dan Pembinaan Hu- kum akan dilanjutkan usaha untuk me- ningkatkan dan menyempurnakan pembinaan hukum Nasional dalam rangka pembaharuan hukum dengan · antara lain mengadakan kodifikasi ser- · ta unifikasi Hukum di bidang tertentu dengan memperhatikan kesadaran hu- kum yang berkembang dalam masya- rakat." Pembaharuan dan Pembinaan hu- kum nasional tersebut dalam hukum tata negara kita mutlak diperlukan dan harus mendapat prioritas utama khu- susnya hukum perundang-undangan, oleh karena ilmu hukum perundang- undangan (Wet Giving Recht) dip an- dang sedemikian rupa keadaannya dan dirasakan teramat sulit disebabkan: 1. Tidak adanya suatu ketentuan umum tentang perundang-undangan sejak proklamasi kemerdekaan sam- pai dewasa ini; 2. Terdapatnya bebetapa jenis perun- dang-undangan yang berasal dari za- man kolonial Belanda dan J epang dahulu yang masih berlaku oleh karena adanya Pasal II aturan per- alihan UUD. 1945, yang sesungguh- nya peraturan tersebut ·bukan saja berbeda bahkan bertentangan de- ngan maksud Un dang-Un dang Dasar 1945 itu sendiri; 3. Demikian juga peraturan perundang- an pada periode pertama kefata negaraan kita tahun 1945 sid ta- hun 1950 dan masa berlakunya UUDS.195d; 4. Yang teramat sulit adalah periode ketata negaraan sewaktu kembali ke UUD. 1945 sampai dengan awal kebangkitan Orde Baru tahun 1966, di mana pengertian Un dang-Un dang dan perundang-undangan sedemiki- an kaburnya, sehingga akibatnya: a. kita tidak mengetahui lagi ting- kat perundang-undangan; b. materi suatu perundang-undang- an, dan hal-hal apakah yang se- harusnya dimasukkan ke dalam suatu perundang-undangan. itulah salah satu dasar diadakannya sidang-sidang umum MPRS tahun 1966 yaitu untuk mengembalikan ke - murnian pelaksanaan Pancasila dan UU D. 1945 dan peninjauan kembali produk-produk legislatif dan produk- produk perundang-undangan lainnya. Sampai sekarangpun belum ada sua- tu ketentuan umum tentang perun- dang-undangan kit a, sehingga bagi se- orang Administrator dalam pemerin- tahan akan sangat sukar buku perundang-undangan yang ada sebagai dasar tindakannya, sehingga dalam prakteknya kita dapat melihat ,

Upload: others

Post on 21-Nov-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

336

MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

________ Oleh : Ujang Bahar, S.H. _______ _

. ." .

Di dalam Naskah Garis-garis Besar Haluan Negara yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Garis-Garis Besar Haluan Negara Tap. MPR. No. III

· MPR/1983 mengenai pem bangunan hukum antara lain menyebutkan "Da­lam Pembangunan dan Pembinaan Hu­kum akan dilanjutkan usaha untuk me­ningkatkan dan menyempurnakan pembinaan hukum Nasional dalam rangka pembaharuan hukum dengan

· antara lain mengadakan kodifikasi ser-· ta unifikasi Hukum di bidang tertentu dengan memperhatikan kesadaran hu­kum yang berkembang dalam masya­rakat."

Pembaharuan dan Pembinaan hu­kum nasional tersebut dalam hukum tata negara kita mutlak diperlukan dan harus mendapat prioritas utama khu­susnya hukum perundang-undangan, oleh karena ilmu hukum perundang­undangan (Wet Giving Recht) dip an­dang sedemikian rupa keadaannya dan dirasakan teramat sulit disebabkan:

1. Tidak adanya suatu ketentuan umum tentang perundang-undangan sejak proklamasi kemerdekaan sam­pai dewasa ini;

2. Terdapatnya bebetapa jenis perun­dang-undangan yang berasal dari za­man kolonial Belanda dan J epang dahulu yang masih berlaku oleh karena adanya Pasal II aturan per­alihan UUD. 1945, yang sesungguh­nya peraturan tersebut · bukan saja

berbeda bahkan bertentangan de­ngan maksud Un dang-Un dang Dasar 1945 itu sendiri;

3. Demikian juga peraturan perundang­an pada periode pertama kefata negaraan kita tahun 1945 sid ta­hun 1950 dan masa berlakunya UUDS.195d;

4. Yang teramat sulit adalah periode ketata negaraan sewaktu kembali ke UUD. 1945 sampai dengan awal kebangkitan Orde Baru tahun 1966, di mana pengertian Un dang-Un dang dan perundang-undangan sedemiki-an kaburnya, sehingga akibatnya: a. kita tidak mengetahui lagi ting­

kat perundang-undangan; b. materi suatu perundang-undang­

an, dan hal-hal apakah yang se­harusnya dimasukkan ke dalam suatu perundang-undangan.

itulah salah satu dasar diadakannya sidang-sidang umum MPRS tahun 1966 yaitu untuk mengembalikan ke-

murnian pelaksanaan Pancasila dan UUD. 1945 dan peninjauan kembali produk-produk legislatif dan produk­produk perundang-undangan lainnya.

Sampai sekarangpun belum ada sua­tu ketentuan umum tentang perun­dang-undangan kit a, sehingga bagi se­orang Administrator dalam pemerin­tahan akan sangat sukar buku perundang-undangan yang ada sebagai dasar tindakannya, sehingga dalam prakteknya kita dapat melihat

,

Page 2: MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Janji MPR

dan rnerasakan sendiri antara satu de-•

partemen dengan departernen Jain, an­tara satu bidang dengan bidang Jain, antara satu instansi dengan instansi lain, bahkan an tara satu Direktorat Jenderal dalarn satu departernen pun

dapat rnenggunakan surnber perundang an yang berbeda bahkan bertentangan, sehingga kebijaksanaan dan keputusan yang diarnbilnya dapafberbeda untuk . rnasalah yang sarna.

Dernikian juga rnenenai jenis per­aturan dan tingkatannya yang rnenjadi dasar hukurn dari tindakan (Law of Bases and Action) rnenjadi tidak jelas bahkan kabur sarna sekali sehingga rnasing-rnasing departernen rnernbuat kebijaksanaan sendiri-sendiri atas tin­dakannya. Contoh :

Kebijaksanaan Prona dari Departe­men Dalarn Negeri, kebijaksanaan Pernutihan iuran TV Departernen Parpostel, kebijaksanaan pernutihan Akte kelahiran dari Pernda DKI J aya, bahkan baru-baru ini ada pula kebijaksanaan pengarnpunan pajak. ~ernuanya ini rnerupakan kebijak­sanaan (Beleid) tanpa jelas dasar

u hukurn perundang-undangan salah satu bagian yang terpen­

ting yang harus dipelajari dan rnutlak diketahui oleh sernua aparatur negara, baik dalarn bidang legislatif, eksekutif rriaupun yudikatif oleh karen a dalam negara hukurn RI segal a tindakan dan keputusan yang akan diambil dalarn bidang pernerintahan rnestilah berdasar kan Hukurn Tata Negara, dan salah satu surnber hukurn yang utarna dari Hukurn Tata Negara adalah perun­dang-undangan itu sendiri, di samping hukurn kebiasaan , hukurn internasio­nal dan lain-lain.

Indonesia ialah negara yang berda­sarkan atas hukurn (rechtstaat), perne-

337

rintahan berdasarkan atas sistern kons­titusi (hukurn dasar) , tidak bersifat absolutisrne (kekuasaan yang tidak ter­batas) . Dernikian pe.rijelasan urn urn Undang-undang Dasar 1945 tentang sistern pernerintahan negara yang di­anut Indonesia. Bertitik tolak akan hal ini rnaka yang pertama dan teruta­rna harus diperbaharui sehingga jelas kedudukannya, dan diketahui oleh apa-

. .

. ratur negara adalah tata urutan dan tingkatan perundang-undangan.

TING KA T AN PERUNDANG-UN-DANGAN HINDIA BELANDA

Di dalam hukum ketata negaraan lama zaman Hindia Belanda dahulu je­nis dan tingkatan perundang-undangan pada umurnnya dapat dibagi :

1. UUD (Ground Wet) Karena Hindia Belanda tidak dipan­dang sebagai suatu Negara, maka yang dirnaksud dengan UUD (Ground Wet) di sini adalah keraja­an Belanda (Nederland) di mana Hindia Belanda sebagai tanah ja­jahannya tennasuk di dalamnya, di­samping jajahan lain seperti Suri­name di Afrika;

2. I.S. (Indische Staats Regeling) Hindia Belanda sub sistem dari sistem ketata negaraan Belanda rnaka ditetapkanlah IS sebagai UUD, yang merupakan sumber tertib hu­kurn dan surnber perundang-undang an di dalam rne.rijalankan pemerin­tahan . ,

3. Wet (Undang-Undang) Sebagai tingkat ketiga dari penip­dang-undangan. Demikian juga de­ngan Ordonantie yang merupakan produk Gubernur Jenderal dan Volksraad di Hindia Belanda.

4. Peraturan Urnum Pemerintahan (Regerings Verordening)

• Tingkatan perundang-undangan ini

Juli 1984

Page 3: MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

338

berada di bawah Ordonantie dan materinya sebagai peraturan-per­aturan pelaksana dari Wet dan Or­donantie tadi.

5. Ditingkat Pemerintah Daerah, dis­trik-distrik dan Pemda-pemda · se­tempat dibuat pula Peraturan Dae­rah (Locaal Vorordening) yang me­ngeluarkan bennacam-macam veror­dening-verordening.

Inilah jenis dan tingkatan perun­dang-undangan zaman Hindia Belanda yang secara eksplisit masih berlaku sampai saat in) oleh karena adanya aturan peraJihan UUD 1945.

Di dalam teori Hukum Tata Negara dikenal dua macam · pendapat ten tang perlu tidaknya aturan peraJihan:

a. Yang setuju, Perlu . ada aturan peralihan yang memperlakukan peraturan lama, se­kalipun buatan penjajah supaya ti­dak terdapat kekosongan hukum dan kevacuman hukum (vacuum van het recht) dan sambil berjalan perundang-undangan itu dicabut, dirubah atau ditambah disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan kesadaran hukum masyarakat;

b. Yang tidak setuju, Dengan alasan memperlakukan per­aturan lama, apalagi buatan penja­jah atau musuh sarna maksud dan tujuannya dengan menerima tindak­an musuh yang mengakibatkan akan mengecilkan arti prokIamasi kemerdekaan itu sendiri. Pengikut dan penganut teori ini menganjur­kan sejak negara itu merdeka, ma­ka hukumnya haruslah hukum baru produk negara itu sendiri, supaya arti kemerdekaan itu jelas dan tu­juan negara nyata.

Te~ri kedua ini tidak dianut oleh negara kita, mengingat kemerdekaan yang diperoleh trielalui perjuangan sen-

Hukum dan Pembangunan

jata dan perebutan kekuasa~ dari musuh. Pada waktu proklamasi kemer­dekaan 17 Agustus 1945 modal kita hanya semangat dan tekad merdeka, serta belum siap untuk menghasilkan produk hukum berupa UU dan per­undang-undangan, apalagi yang senafas dan sejiwa dengan kesadaran hukum masyarakat.

Tetapi yang dianut adalah teori pertama yang membenarkan dan me­nyetujui adanya aturan peralihan de­ngan menempatkannya pada Pasal II aturan Peralihan UUD 1945 yang ber­bunyi "Segala Badan Negara dan per­aturan yang masih ada .masih lang­sung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang da­sar ini." PasaI II aturan peraIihan ini daIam hukum ketata negaraan sangat merugikan kita, sebab dengan ada­nya pasaI inilah maka sebagian dari materi, jenis dan tingkatan perun­dang-undangan zaman Hindia Belanda tersebut masih berlaku, sekalipun mak­sud pembuatan dan terjadi serta ke­gunaannya berbeda bahkan bertentang an dengan maksud dan tujuan Negara RI untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Bahkan MPRS sendiri sebagai lem­baga pemegang kedaulatan tertinggi di negara ini pada waktu itu mengambil dan menyamakan jenis dan tingkatan perundang-undangan Hindia Belanda terse but dengan jenis dan tingkatan perundang-undangan RI melaIui Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966 tanggaI 5 J uti 1966 ten tang "Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hu­kum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Re­publik Indonesia" dengan penempatan tata urutan perundangan berupa :

a. Undang-Undang Dasar 1945. b. Ketetapan MPR; c. Undang-Undang, Perpu;

. d. Peraturan Pemerintah; .

Page 4: MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Janji MPR

e. Keputusan Presiden; f. Peraturan-peraturan pelaksanaan la­

innya, seperti : - Peraturan Menteri, - Instruksi Menteri, - dan lain-lainnya.

APAKAH TATA URUTAN PERUN­DANGAN DALAM TAP MPRS NO. XXjMPRSj 1966 ini SUDAH TEP AT?

Pengertian perundang-undangan da­lam tat a hukum RI yang berdasarkan UUD. 1945 yaitu Produk-produk le­gistatif sebagai badan perundang-un­dangan untuk menyelenggarakan lebih lanjut kehidupan bernegara. Apabila dilihat pasal 5 ayat 1 jo pasal 20 ayat 1 UUD. 1945 maka badan perun­dangan kita adalah Presiden dan De­wan Perwakilan Rakyat, dan dalam hal-hal tertentu, dalam hal ihwal ke­gentingan yang memaksa, dalam ke­adaan daruratjbahaya (Nood) maka ' badan perundangan tersebut untuk tingkat pertama cukup Presiden saja, sehingga dergar. demikian :

a. Undang-Undang Dasar 1945, tidak termasuk dalam jenis Un­dang-Undang, tetapi merupakan

. dasar hukum, sumber tertib hu­kum , sumber dati UU dan per­undang-undangan itu sendiri. Se­bagai sumber tidak termasuk di da­lamnya, tetapi berada di luarnya seperti sum ber korupsi tidak ber­arti korupsi, sumber penghasilan tidak berarti penghasilan dan se­bagainya. Tetapi oleh karena UUD itu bernama UU juga dengan melu­pakan kata-kata dasar dan penger­tian dasar, maka iapun dimasukkan sebagai salah satu jenis perun­dang-undangan oleh Tap. MPRS No. XXjMPRSj 1966.

b. Ketetapan MPR, MPR bukan badan perundangan, MPR hanya merupakan lembaga

339

tertinggi Negara pemegang kedaulat an rakyat (pasal 1 ayat 2 dan pasal 2 ayat 1 UUD. 1945), maka Kete­tapan yang dihasilkannya tidak ter­masuk jenis perundang-undangan. Oleh karena itu GBHN yang dihasil­kannya tidak termasuk jenis perun­dangan. GBHN merupakan sumber hukum setelah UUD untuk meleng­kapi UUD itu sendiri yang pelak- . sanaannya ditinjau paling sedikit li­ma tahun sekali, apakah masih re­levan atau tidak.

Sekarang mengenai semua peratur­an di bawah undang-undang, juga ti­dak seluruhnya dapat dimasukkan ke dalam jenis dan tingkatan perundang­undangan. Sub F dari memorandum DPR -G R tanggal 9 J uni 1966 yang te­lah menjadi lampiran Tap MPRS No. XXjMPRSj 1966 menyebutkan : Peraturan-peraturan pelaksanaan . lain~ nya, seperti : - Peraturan Menteri, - Instruksi Menteri, - dan lain-lainnya.

Adanya pencantuman kata-kata dan iain-iainnya, mengandung pengertian yang sangat luas yang berakibat se mua jenis peraturan dalam bentuk apapun, sekalipun hanya keputusan RT dan RW yang menugaskan ~arga­nya Siskamling juga termasuk dalam tingkatan perundang-undangan.

Sedangkan yang dimaksud dengan perundang-undangan oleh UUD. 1945 menurut paham saya hanya berupa UU, Perpu, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, serta Keputtisan Menteri maupun Instruksi Menteri (pasal 11 UUD 1945) untuk tingkat pusat. Sedangkan untuk tingkat daerah sesuai dengan azas Desentralisasi maka yang dimaksud dengan perundang-un­dangannya adalah Produk Kepala Da­erah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berupa Peraturan Daerah (Per-

• Juli 1984

Page 5: MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

340

da) dan Keputusan maupun Instruksi Kepala Daerah untuk melaksanakan Perda . dimaksud, baik untuk daerah tingkat I (Propinsi) maupun daerah tingkat II (Kabupaten/Kotamadya).

Akibatnya semua peraturan di luar yang tersebut di ' atas tidak tennasuk dalam jenis dan tingkatan perundang­undangan, tetapi merupakan keputus­an pelaksanaan, keputusan adminis­tratif (administratif handeling), mi­salnya berupa Surat Keputusan Ke­naikan Pangkat, Surat Edaran, Pe­ngumuman dan lain-lain nama, semua­nya itu adalah tindakan administratif.

perwujudan Tata Urutan Per­aturan Perundangan dalam Tap . MPRS

. No. XX/MPRS/1966 belum tepat dan perIu ditinjau kembali.

MEN ANTI JANJI MPR

Sekalipun Tap MPR No. V/MPR/ 1973 tanggal 22 Maret 1973 ten tang Peninjauan Produk-produk yarig be­rupa Ketetapan-ketetapan Majelis Per­musyawaratan Rakyat Republik In­donesia, dalam Pasal 3 nya menye­butkan bahwa "Tap MPRS No. XXI MPRS/1966 tersebut tetap berlaku dan menyatakan perlu disempurnakan, thususnya mengenai sub. b tentang tingkatan dan jenis perundang-undang­an, namun sampai periode MPR hasil Pemilihan Umum tahun 1978 apa yang

terse but belum menjadi ke­nyataan hanya menjanjikan lagi mela­lui ketetapannya No. IX/MPR/1978 tanggal 22 Maret 1978 yang menya­takan "Perlunya penyempurnaan yang touIlaktub dalam pasal , 3 Ketetapan MPR No. V/MPR/ln3 . Bahkan sam­pai dengan MPR hasil Pemilihan Umum tahun 1982 yang baru lalu pun

belum mampu dan belum da­pat memenuhi janjinya dan tidak per­nab mempersoalkannya lagi. Mudah­mudaban MPR periode hasil Pemilihan

HUkum dan Pembangunan

Umum tahun 1987 yang akan datang mampu dan berhasil mewujdukan jan­jinya. kita harapkan

Ketidak mampuan MPR terse but antara lain disebabkan :

1. Rancangan Tap. MPR dipersiapkan oleh Badan Pekerja MPR hanya beberapa waktu sebelum sidang umum berlangsung;

2 . Badan Pekerja MPR dalam melak­sanakan tugasnya selalu didesak oleh bidang-bidang lain yang: Ie bih memerlukan perhatian segera se­perti, mempersiapkan Rancangan Ketetapan tentang GBHN, Ran­cangan Ketetapan ten tang Pengang­katan Presiden/Wakil Presiden, Ran­cangan Ketetapan ten tang Pertang­gungan jawab Presiden/Mandataris MPR, dan lain-lain.;

3. Dan yang lebih menuntut .perhatian adalah Rancangan Ketetapan ten­tang masalah-masalah yang hangat dan berkembang di masyarakat pa­da waktu itu yang. merupakan issu politik (Political Issue). Contohnya. ten tang Pedoman Peng­hayatan dan Pengamalan Pancasila,

• •

penyatuan Timor Timur ke dalam Wilayah RI . dan Masalah Penganut aliran Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa pada masa/periode MPR hasil Pemilu 1978. Dan Usul Pengangkatan bapak Presiden Soe­harto menjadi Bapak Pembangunan RI pada Periode MPR tahun 1983, sehingga dengan demikian tidak sempat meninjau apalagi menyem­purnakan Tap MPRS No. XXI MPRS/1966 tersebut;

4. Masa sidang Umum MPR itu sendiri yang sangat singkat (hanya lebih ·kurang dua Dalam masa sidang terse but hanis dapat dan mampu menghasilkan ketetapan-ke­tetapan yang akan menentukan ja­lanny a pemerintahan untuk masa lima tahun mendatang .

Page 6: MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Janji MPR

Untuk mengatasi masalah tersebllt di at as sangat wajar dan tepat sekali jauh-jauh sebelum berlangsungnya sidang umum MPR yang akan datang, m ulai saat ini diam bil langkah-langkah menyusun dan mengumpulkan bahan­bahan masukan mengenai rancangan ketetapan tentang Sumber Tertib Hu­kum dan Tata Urutan Pemndang-un· dangan Republik Indonesia sebagai pe­nyempurnaan Tap . MPRS No. XXI MPRS/1966 terse but, minimal oleh Badan Pekerja MPR dengan bantuan

dari para ahli hukum kita, oleh karena hanya badan inilah yangmasih tetap berada di pusat, sedang anggota-ang­gota MPR yanglain setelah selesainya sidang umum kern bali ke Daerah dan temp at tugasnya masing-masing.

PENUTUP

. Dari uraian-uralan terse but di atas akhirnya dapat ditarik kesimpulan :

1. Indonesia dalam Hukum Tata Ne­garanya mutlak diperlukan suatu ketentuan umum perundang-un­dangan, sehingga setiap tindakan dalam pemerintahan oleh Aparatur Negara baik dalam bidang legisla­tif, eksekutif maupun yudikatif menjadi jelas dasar hukumnya;

2. Mempersamakan tingkatan perun­dang-undangan Hindia Belanda da­hulu oleh MPRS pada tahun 1966 dengan tingkatan perundang-un­dangan kita adalah tidak tepat, oleh karena perundangan tersebut maksud terjadi dan tujuannya bu­kan saja berbeda bahkan berten­tangan dengan UUD. 1945 itu sen­diri· ,

3. Sekalipun maksud Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966 terse but dijanjikan akan disempurnakan, baik oleh MPR tahun 1973 me1alui Tap No. V /MPR/ 1 973 maupun oleh MPR

341

tahun 1978 dengan Tap. nya No. IX/MPR/ 1978, namun sampai seka­rang janji tersebut belum terwujud sehingga akibatnya;

a. Pengertian undang-undang dan perundang-undangan menjadi se­d~mikian kaburnya;

b. Antara satu Departemen dengan Departemen lain, antara satu bi­dang dengan bidang lain, bahkan dalam satu Departemenpun da­pat menggunakan sumber yang berbeda untuk masalah yang sarna sebagai dasar tindakannya.

4. Penyempurnaan jenis, tingkatan dan Tata urutan Perundangan RI hendaklah dengan mengingat qahwa UUD. 1945 dan Tap. MPR tidak termasuk dalam jenis perundang-un­dangan dalam arti UUD. 1945 itu

• sendiri, sebab perundang-undangan yang dimaksud oleh UUD kita ada­lah UU, Perpu, PP, Keppres dan Ke­putusan Menteri/Instruksi Menteri. Sedang untuk tingkat daerah adalah Perda dan Kepl\tusan Kepala' Dae­rah/lnstruksi Kepala Daerah.

MPR bukanlah badan perundang­undangan, oleh karena itu kete­tapan-ketetapan yang dihasilkannya bukanlah jenis perundang-undangan Sungguh diharapkan MPR hasil Pe-

milihan Umum tahun 1987 yang 'akan datang mampu memperbaharui jenis dan tingkatan perundang-und.ahgan kit a dengan memperhatikan hal-hal terse but di atas. Usaha ke arah terse­but hendaklah dimulai dari sekarang, sebab pengalaman kita selama bebe­rapa kali periode MPR menunjukkan ketidak mampuan kita terhadap hal ini. Lima belas tahun men anti janji MPR.

Akhirnya dikemukakan sebuah Jlng­kapan "} angan tunggu sampai hari esok apa yang dapat dikerjakan hari

. Juli 1984

Page 7: MENANTI JANJI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

,

342 Hukum dan Pembangunan

ini (Don't Wait Till Tomorrow what you can do today)" persiapan yang ma-

tang adalah kunci keberhasilan. Serna­ga berhasil !!.

DAFT AR KEPUST AKAAN

1. Drs. C.S. T. Kansil, S.H. Pancasila dan Undang·Undang Dasar 1945 Bagian Pertama, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1977.

2. R. Wiyono, S.H. Garis Besar Pembahasan & Komentar UUD 1945, Alumni. Bandung, 1977.

3. Drs. C.S.T. Kansil, S.H. dan Drs. Rudy. T. Erwin, S.H. Kitab Himpunan Hasil Karya MPRS, Bagian I (Hasil·hasil Keputusan sidang umum/Istirnewa MPRS tahun 1960 s/d tahun 1968). ErJangga, Jakarta 1970 .

• •

4. Ketetapan·Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahurt 1973, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1974.

5. Hirnpunan Ketetapan-Ketetapan MPR 1978, PT. Pantjuran Tudjuh. Jakarta 1978. ,

6. Ketetapan-Ketetapan MPR 1983, Ghalia Indonesia, Jakarta 1983 .

• , . 12..A.

::.:..::..