measure stratigrafi kali grobogan
DESCRIPTION
Measure Stratigrafi Kali GroboganTRANSCRIPT
4.1. STRATIGRAFI
1. Pembahasan Measuring Stratigrafi di Sungai Kedung Jati
Measure stratigrafi atau stratigrafi terukur adalah suatu cara untuk
menerangkan urut-urutan lapisan batuan berdasarkan kedudukan dan
ketebalannya. Kolom stratigrafi terukur ini sendiri bertujuan untuk
menjelasakan proses pengendapan, umur geologi secara relatif maupun
absolut (menggunakan mikrofosil) dan proses-proses yang terjadi setelah
pengendapan berlangsung.
Daerah tempat kami melakukan praktikum MS ini adalah sungai
pada Kali Kedungjati, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan, Jawa
Tengah, yang pada saat dilakukan MS volume air di sungai tersebut terlalu
tinggi, dan tidak begitu baik untuk dilakukan MS, hal ini menjadi kesulitan
sendiri bagi kami karena ada banyak kenampakkan-kenampakkan struktur
yang tidak dapat diamati dan di foto sebagai bukti karena tertutup oleh air
sungai. Dari berjalan sekitar +/- 200 m tengah dan pinggir sungai untuk
mengamati urut-urutan litologi dan struktur sedimen yang berkembang
pada sugai yang diamati.
Pada pengukuran MS ini didapatkan data bahwa MS dilakukan pada
jarak 7,34 meter setelah dilakukan koreksi dip sehingga kurang lebih dapat
menjelaskan litologi, struktur sedimen, lingkungan pengendapan dan
penentuan bagian bawah – atas lapisan (bottom – top) sebagai umur relatif
urut-urutan litologi tersebut yang ada di daerah Kedungjati ini.
a. Litologi
Litologi pertama yang ditemukan dengan kenampakan warna
berupa kecoklatan dengan strukutur masif, dimana tekstur yang dapat
diamati berupa ukuran butir 1/256-1/64 mm (klasifikasi ukuran butir
menurut Wenworth 1922) dimana bentuk butir, kemas dan sortasi dari
litologi ini tidak dapat diamati karena butiran yang sangat halus. Dimana
litologi ini tersusun atas fragmen berupa lanau yang berukuran lebih besar
dan dan matriks yang sangat halus sehingga sangat sulit untuk diketahui.
Kemudian fragmen dan matriks dari litologi ini direkatkan oleh semen
bersifat karbontan. Maka diinterpretasikan dengan ukuran butir yang cukup
halus ini diperkirakan telah mengalami abrasi yang cukup tinggi sehingga
membentuk bentukan butir yang lebih rounded. Kemudian
diinterpretasikan juga mengalami trasnportasi yang cukup jauh dari batuan
induk sehingga membentuk butiran yang halus.
Litologi ke 2 yang ditemukan pada daerah ini litologi dimana
kenampakan megaskopisnya memiliki warna kecokltan dimana struktur
yang ditemukan pada lokasi pemetaan ini masih berupa masif. Selain itu
tekstur batuan yang diamati berupa ukuran butir pasir medium, dengan
bentuk butir yang rounded, selain itu tekstur berdasarkan pemilahan ukuran
butirnya cukup baik dikarenakan tersusn atas ukuran butir yang cukup
sama, dan kemas atau hubungan antar butirnya diinterpretasikan masih
bersifat tertutup. Untuk komposisi penyusun batuan ini tersusun atas
fragmen berupa pasir medium, dengan matriks atau ukuran butir yang lebih
halus dimana mengisi rongganya ialah pasir halus yang berukuran lebih
halus dibandingkan dengan pasir medium.selanjutya semen yang mengikat
butiran fragmen dan matriksnya ialah semen yang bersifat karbonatan.
Maka dengan butiran yang cukup halus ini diinterpretasikan butiran ini
telah mengalami erosi yang cukup tinggi namun interpretasi mengalami
erosi yang lebih rendah dibandingkan dengan litologi berupa lanau.
Sehingga litologi yang diamati merupakan Batupasir (wenworth 1922)
Litologi yang ke 3 ditemukan ialah batuan dengan warna yang
diamati secara megaskopis ialah putih keabu-abuan dengan struktur
sedimen yang ditemukan di litologi ini tidak menunjukan struktur sedime
apapun, atau masih berupa masif. Tekstur yag diamati pada litologi ini
berupa ukuran butirnya <1/246 mm dimana berukuran sangat halus, dan
untuk tesktur berdasarkan bentuk butir, kemas dan sortasi sulit untuk
dideskripsi karena memiliki butiran butir yang sangat halus. Dimana
komposisi penyusun batuan ini disusun oleh fragmen berukuran lempung
dan semen yang bersifat karbonatan. Sehingga interpretasi proses
pembentukan batuan ini telah mengalami proses transportasi yang sudah
sangat jauh dari batuan induknya dan mengalami tingkat erosi yang cukup
tinggi sehigga ditemukan bentuk butir yang halus. Maka berdasarkan
deskripsi diatas litologi yang ditemukan ini berupa Batulempung
(Wenworth 1922).
Kedua litologi antara batulanau dan batupasir tersebut berselingan
satu sama lain sehingga satuan litologinya adalah batupasir karbonatan
berselingan dengan batulanau karbonatan dan sebaliknya, batulanau
karbonatan berselingan dengan batupasir karbonatan.
b. Struktur Sedimen
Struktur sedimen dalam pengukuran MS di sungai Kedungjati kali
ini beguna untuk menentukan sequence dan lingkungan pengendapan dari
sedimentasi yang berlangsung. Beberapa hal yang terekam dalam buku
catatan lapangan menunjukkan bahwa pada sungai yang dilakukan MS ini
struktur sedimennya antara lain.
Laminasi
Laminasi merupakan struktur sedimen yang membentuk
perlapisan dengan ukuran <1cm, dimana struktur ini terbentuk pada
kondisi arus yang tenang, sehingga dapat diinterpretasikan saat
terbentuknya struktur ini kondisi pada sebagian daerah sungai
Kedungjati.
Gambar 4.3 Struktur Laminasi pada lokasi Pengukuran MS di Litologi
Batupasir Karbonatan
Graded Bedding
Graded Bedding merupakan struktur sedimen yang terbentuk
bila butiran butiran dalam tubuh batuan sedimen berubah secara
gradual, samakin menghalus atau semakin mengkasar. Struktur ini
berguna dalam penentuan top and bottom suatu batuan dimana pada
umumnya pada gradasi normal, butiran yang berukuran lebih besar
akan terendapkan terlebih dulu, sehingga bagian bottom memiliki
ukuran butiran yang cenderung lebih besar.
Graded Bedding pada lokasi ini juga berada di litologi
batupasir karbonatan.
Gambar 4.4 Struktur Graded Bedding pada lokasi Pengukuran MS di
Litologi Batupasir Karbonatan
Gambar 4.5 Sketsa Struktur Graded Bedding pada lokasi Pengukuran MS
di Litologi Batupasir Karbonatan
c. Lingkungan pengendapan
Setelah menjelaskan litologi dan strukur-struktur sedimen yang ada
pada loksi yang dilakukan MS, maka secara keseluruhan dapat ditarik
kesimpulan lingkungan pengendapan lokasi MS ini kemungkinan berada di
laut dalam atau shallow marine zona continental rise. Beberapa bukti yang
kami dapatkan untuk mendukung hipotesa kami adalah:
Semua litologi bereaksi dengan HCl yang sudah tentu merupakan
lingkungan pengendapan laut
Bouma sequence merupakan sequence yang menerangkan fasies
turbidite yang menunjukkan lingkungan pengendapan laut dalam.
Maka, strukttur – struktur yang sedimen yang ditemukan dilokasi
MS tepat seperti dalam bouma sequence. Struktur – struktur
tersebut antara lain ripple/wavy lamination, gradded bedding,
paralel lamination, perlapisan, dan convolute.
Keberadaan slump structure yang mengindikasikan longsoran
pada laut dalam. Struktur ini menyebabkan strike/dip di beberapa
lokasi menjadi kacau.
d. Penentuan Bottom – top lapisan
Penentuan lapisan bagian atas dan bawah pada stratigrafi terukur
dapat dilihat dari struktur sedimen primer maupun sekunder yang
berkembang pada setiap lapisan. Misalnya pada struktur sedimen primer
graded bedding, lapisan terbawah atau bottom adalah lapisan yang ukuran
butirnya paling besar, dalam hal ini letaknya adalah di paling bawah
lapisan. Selain itu keberadaan struktur sedimen sekunder seperti flutecast
dan loadcast yang merupakan hubungan antara partikel berukuran halus
dan yang berukuran lebih kasar pada bagian atasnya, struktur ini
memperlihatkan kenampakkan penggerusan batupasir (butirannya lebih
kasar) terhadap batulanau (butirannya lebih halus).
Dalam stratigrafi teukut kali ini, kami berjalan dari bottom lapisan ke arah
top. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin ke hulu, lapisan batuan
semakin atas (top).
2. Pembahasan Stratrigrafi
Stratigrafi secara umum membahas tentang semua jenis batuan
dalam hubungan mula jadi dan sejarah pembentukanya dalam ruang dan
waktu geologi. Urutan pembahasannya meliputi unsur-unsur stratigrafi,
yaitu pemerian litologi, penamaan satuan batuan, unsur perlapisan, struktur
sedimen, hubungan antara satuan batuan yang satu dengan yang lain,
penyebarannya secara vertikal dan lateral, dinamika pengendapan,
lingkungan pengendapan dan umur relatifnya.
Formasi yang ditemukan di kavling 7 ini berupa Formasi kerek.
Formasi ini mempunyai ciri khas berupa perselingan antara lempung, napal
lempungan, napal, batupasir tufaan gampingan dan batupasir tuffan.
Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan
bersusun (graded bedding) yang mencirikan gejala flysch. Berdasarkan
fosil foraminifera planktonik dan bentoniknya, formasi ini terbentuk pada
Miosen Awal – Miosen Akhir ( N10 – N18 ) pada lingkungan shelf.
Ketebalan formasi ini bervariasi antara 1000 – 3000 meter. Di daerah
Lokasi Tipe, formasi ini terbagi menjadi 3 anggota (de Genevreye &
Samuel, 1972), dari tua ke muda masing-masing :
a. Anggota Banyu urip tersusun oleh perselingan antara napal lempungan,
napal, lempung dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan
dengan total ketebalan 270 meter. Pada bagian tengah perselingan ini
dijumpai batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan
bagian atas ditandai oleh adanya perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5
meter dengan sisipan tipis dari tuf halus. Anggota ini berumur N10 –
N15 (Miosen Tengah bagian tengah – atas).
b. Anggota Sentul tersusun oleh perulangan yang hampir sama dengan
Anggota Banyu urip, tetapi lapisan tuff menjadi lebih tebal. Ketebalan
seluruh anggota ini mencapai 500 meter. Anggota Sentul diperkirakan
berumur N16 (Miosen Tengah bagian bawah).
c. Batugamping Kerek Anggota teratas dari Formasi Kerek ini tersusun
oleh perselang-selingan antara batugamping tufan dengan perlapisan
lempung dan tuf. Ketebalan dari anggota ini adalah 150 meter. Umur
dari Batugamping Kerek ini adalah N17 (Miosen Atas bagian tengah).