manusia sebagai pemakmur di muka bumi dalam …

112
MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sarjana Strata Satu ( S. 1 ) dalam Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama Oleh: HUSNUL KHOTIMAH NIM : UT. 160081 PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2020

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM

PERSPEKTIF AL-QUR’AN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sarjana

Strata Satu ( S. 1 ) dalam Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama

Oleh:

HUSNUL KHOTIMAH

NIM : UT. 160081

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS

USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2020

Page 2: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

i

Page 3: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

ii

Page 4: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

iii

Page 5: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

iv

MOTTO

“Dan kepada Ṭsamud (kami utus) saudara mereka Ṣhaleh. Ṣhaleh berkata: "Hai

kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia

telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya

karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya,

Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa

hamba-Nya)”. (Q.S Hūd:61)

Page 6: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

v

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil „alamin

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan

sehingga saya dapat menyelesaikan skipsi ini guna memperoleh Gelar Sarjana

Strata 1 (S1) shalawat besertakan salam tidak lupa pula kudoakan kepada Allah

semoga disampaikan-Nya kepada nabi Muhammad SAW

Akhirnya sebuah perjalanan berhasil kutempuh Walau terkadang aku tersandung

dan terjatuh Namun keyakinan tak pernah rapuh berkat doa dan usaha

Ayahanda (Agusri.A)..

Kini study ku telah selesai berkat doa dan restumu dalam hidupku besar harapan

anakmu ini mentjadi kebanggaanmu semogah ananda dapat mewujudkan segerah

mungkin apa yang diinginkan..aamiin.

Ibunda (Sur Iriyani )..

Lelah menanti keberhasilku, doamu membuat aku semangat kasih sayangmu

menjadikan aku tegar hingga mendapatkan Hidup dengan penuh kesabaran,

Walaupun beragam cobaan yang menghalangi. Ibunda tiada lagi yang

kuinginkan didunia ini selain terus berdoa dan berusaha tuk selalu

membahagiakanmu.

Ku Persembahkan karya kecil ku ini

sebagai bukti cinta dan hormat dan kasih sayang kepada ayahanda dan ibunda

tercinta yang telah bersusah payah demi tercapainya cita-cita dan keberhasilan

Kakak dan Adikku Yang Ku Sayangi

Egi surtinawati dan Aminatu Zuhriah, Darul Hikmah, Muhammad Sohibul Fajri,

Darul Sakinah, Muhammad Irsal Musoddik terima kasih atas segala motivasi,

doa dan dukungan yang diberikan, semoga segala sesuatu yang terjadi diantara

kita merupakan rahmat dan anugerah dari-Nya, serta menjadi sesuatu yang indah

untuk selama-lamanya.

Teman-teman Seperjuangan

Saudara-saudaraku terbaik yang telah mengisi hari dengan canda tawa dan

senyum terindah yang pernah kumiliki, dan tanpamu teman aku tak akan pernah

berarti, tanpamu teman aku bukan siapa-siapa, terimakasih ku ucapkan kepada

teman-teman keluarga besar Ushuluddin terkususnya teman-teman di Ilmu Al-

Qur‟an dan Tafsir, ,juga kepada semua-semua orang yang telah menyemangati

saya yang banyak membantu dalam segi materil dan moril.

Page 7: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

vi

ABSTRAK

Nama/Nim :Husnul Khotimah (NIM. UT.160081)

Judul : Manusia Sebagai Pemakmur Di Muka Bumi Dalam

Perspektif Al-Qur’an

Manusia merupakan makhluk yang diciptakan Allah di permukaan bumi

ini. keunggulan manusia diantaranya makhluk lainnya adalah dengan dimilikinya

akal untuk berpikir. dengan akalnya tersebut. Manusia dapat menciptakan sesuatu

yang luar biasa, dan dengan akal yang dimilikinya yaitu pula, manusia diamanati

tanggung jawab yang besar yaitu amanah sebagai khalīfah untuk mengurus bumi.

Makna Khalīfah dalam al-Qur‟an Relevansinya dengan Tujuan (Analisis QS. al-

Baqarah ayat 30-35). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) makna

khalīfah dalam QS. al-Baqarah ayat 30-35; 2) relevansi makna khalīfah dalam

QS.al-Baqarah ayat 3035. Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan

Metode Riset Kepustakaan (library research), dengan Teknik Analisis Deskriptif

Kualitatif.

Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan

menggunakan metode Maudhuʽi dan Interpretasi. Dalam penelitian ini penulis

dapat mengambil kesimpulan bahwa makna khalīfah tidak hanya dapat dipahami

sebagai penggantian atau pewarisan. Berdasarkan tafsir-tafsir QS. al-Baqarah ayat

30-35, khalīfah berarti wakil Allah dalam melaksanakan ketetapan-ketetapan-Nya

di bumi. Hal ini adalah sebuah penghormatan yang diberikan oleh Allah kepada

manusia karena ia adalah makhluk yang paling sempurna. Khalīfah adalah

manusia yang aktif dalam tatanan alam semesta, seorang khalīfah adalah manusia

yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, keimanan dan amal saleh.

Khalīfah adalah manusia kritis, kreatif serta dinamis yang mampu

membangun dunia ini sesuai dengan ketetapanNya. Secara operasional tugas

kekhalīfahan dapat dijabarkan melalui: pertama, tugas kekhalīfahan terhadap diri

sendiri yakni menuntut ilmu dan menghiasi diri dengan akhlak mulia. Kedua,

tugas kekhalīfahan terhadap keluarga, menyangkut tugas membentuk rumah

tangga bahagia dan sejahtera (keluarga sakinah mawaddah warahmah). Ketiga,

tugas kekhalīfahan dalam masyarakat, meliputi tugas mewujudkan persatuan dan

kesatuan umat, tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, menegakkan

keadilan dalam masyarakat, bertanggung jawab terhadap amar ma‟ruf nahi

munkar dan berlaku baik terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk

fakir miskin serta anak yatim. Keempat, tugas kekhalīfahan terhadap alam,

menyangkut tugas mengkulturkan alam, menaturalkan kultur dan mengislamkan

kultur Untuk dapat melaksanakan fungsi kekhalīfahan dengan baik. Hasil

penelitian ini diharapkan akan menjadi sumbangan bagi khazanah ilmu

pengetahuan dan bahan informasi serta masukan bagi para Ilmu Al-Qur‟an Tafsir

UIN Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Page 8: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

vii

KATA PENGANTAR

ن د دوي الش تسن الل الش

الذوذ لله الزي علن تالقلن علن الإساى هالن علن , الصلاج السلام على خش الأام على ال أصذات الى

"اها تعذ"الكشام

Puji syukur kehadirat Allah swt. berkat rahmat hidayah serta inayah-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga

tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad saw. beserta keluarga, sahabatnya dan

para pengikut setianya.

Adapun tujuan penyusunan skripsi ini, untuk memenuhi persyaratan

penyelesaian pendidikan pada program strata satu jurusan Ilmu al-Qur‟an dan

Tafsir pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi Tahun

2019/2020. Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis menyadari banyak pihak

yang telah ikut berpartisipasi secara aktif maupun pasif dalam membantu proses

penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis merasa sangat perlu

menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang membantu, baik yang

telah membimbing, mengarahkan, memberikan petunjuk maupun yang senantiasa

memotivasi.

1. Bapak Prof. Dr. H. Suaidi Asy‟ari, MA.,Ph.D selaku Rektor UIN STS

Jambi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba

ilmu di kampus ini.

2. Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati,SE.M.E.l, Bapak Dr. As‟ad Isma, M.pd, Bapak

Bahrul Ulum, S.Ag.,MA, selaku Wakil Rektor 1, II, dan III Universitas

Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

3. Bapak Dr. Halim, S.Ag., M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Studi Agama UIN STS Jambi.

4. Bapak Dr. Masiyan M.Ag selaku Wakil dekan bidang Akademik Fakultas

Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.

5. Bapak Dr. Edy Kusnaidi, M.Fil.l. selaku Wakil dekan bidang Administrasi

Umum Perencanaan dan Keuangan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

UIN STS Jambi.

6. Bapak Dr. M. Led Al-Munir, M.Ag selakuWakil dekan bidang

Kemahasiswaan dan bidang Kerjasama luar Fakultas Ushuluddin dan

Studi Agama UIN STS Jambi.

7. Bapak Bambang Husni Nugroho,S.Th.l.,M.H.I Selaku ketua Prodi Ilmu

Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS

Jambi.

8. Drs. H. Muhsin Ham,M.Fil.l, sebagai pembimbing 1 dan A.

Mustaniruddin, M.Ag sebagai pembimbing II yang telah sabra membantu

dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak Dr. H. Muhsin Ham, M.Fil.I selaku pembimbing akademi yang

senantiasa selalu memberi saran, semangat dan waktunya demi

terselesaikannya Skripsi ini.

10. Seluruh dosen di lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN

STS Jambi yang telah berjasa mengajar dan mendidik penulis selama

menjadi mahasiswa di UIN STS Jambi serta Staf Akademik yang dengan

Page 9: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

viii

sabarnya melayani penulis dalam menyelesaikan prosedur akademik yang

harus dijalani hingga ke tahap penyelesaian.

11. Bapak Ibu Karyawan dan Karyawati Fakultas Ushuluddin dan Studi

Agama UIN STS Jambi.

12. Bapak dan ibu kepala perpustakaan UIN STS Jambi beserta staf-stafnya

yang telah menyediakan referensi yang dibutuhkan dalam penyelesaian

skripsi ini.

13. Ayah,Ibu, Kakak, keluarga, Besar, Saudara-saudara seperjuangan,

Mahasiswa Ilmu Al-Qur‟an dan Tafir Khusus teman-teman seangkatan

yang senantiasa memotivasi, memberikan kritik dan semangat kepada

penulis dan senantiasa menemani penulis baik dalam keadaan suka

maupun duka.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

tidak sempat disebutkan namanya satu persatu, semoga bantuan yang telah

diberikan bernilai ibadah di sisi Allah swt. dan semoga Allah swt. senantiasa

meridai semua amal usaha yang peneliti telah laksanakan dengan penuh

kesungguhan serta keikhlasan.

Pada kenyataanya walaupun menerima banyak bantuan dari berbagai

puhak, pada dasarnya yang bertanggung jawab terhadap tulisan ini adalah penulis

sendiri. Terakhir harus penulis sampaikan kepada mereka yang membaca dan

berkenan memberi saran, kritik atau bahkan koreksi terhadap kekurangan dan

kesalahan yang pasti masih terdapat dalam skripsi ini. Semoga dengan saran dan

kritik tersebut. Skripsi ini dapat diterima dikalangan pembaca yang lebih luas lagi

di masa yang akan datang. Semoga karena yang sangat sederhana ini dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Jambi, 14 Februari 2020

Penulis

Husnul Khotima

HUSNUL KHOTIMAH

NIM.UT.160081

Page 10: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

NOTA DINAS ..................................................................................................... i

SURAT PERNYATAAN ORINALITAS SKRIPSI ....................................... ii

PENGESAHAN ................................................................................................ iii

MOTTO ............................................................................................................ iv

PERSEMBAHAN .............................................................................................. v

ABSTRAK ......................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 10

C. Batasan Masalah .......................................................................................... 10

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................. 10

E. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 11

F. Metode Penelitian ........................................................................................ 12

G. Sistematika Penulisan .................................................................................. 14

BAB II GAMBARAN UMUM MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI

MUKA BUMI ...................................................................................................... 15

A. Pengertian Manusia .................................................................................... 15

B. Pengertian Makmur ...................................................................................... 27

C. Indikator Negeri Makmur ........................................................................... 28

D. Hakikat Kemakmuran ..……. ..................................................................... 30

BAB III AYAT-AYAT TENTANG MANUSIA DAN KEMAKMURAN ... 37 A. Ayat-Ayat Tentang Kedudukan Manusia .................................................. 37

1. Makkiyyah ........................................................................................... 41

2. Madaniyah ........................................................................................... 42

3. Munasabah Ayat .................................................................................. 43

B. Ayat-Ayat Tentang Peran dan Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalīfah

..................................................................................................................... 44

1. Makkiyyah ........................................................................................... 45

2. Madaniyah . .......................................................................................... 45

Page 11: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

x

3. Asbab An-Nuzul . ................................................................................. 46

4. Munasabah Ayat .. ................................................................................ 47

C. Ayat-Ayat Tentang Kemakmuran ............................................................. 51

1. Makkiyyah . .......................................................................................... 51

2. Madaniyah . .......................................................................................... 53

3. Asbab- An-Nuzul . ............................................................................... 53

4. Munasabah Ayat . ................................................................................. 57

BAB IV Manusia Sebagai Pemakmur Di Muka Bumi Perspektif Al-Qur’an

................................................................................................................................ 64

A. Manusia Sebagai khalifah Dan ʽAbdu Allah ................................................ 64

B. Peran Dan Tanggung Jawab Manusia Di Bumi ........................................... 84

C. Ciri-Ciri Negeri Yang Makmur Dalam Al-Qur‟an . .................................... 87

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 91

A. Kesimpulan .................................................................................................. 91

B. Saran- Saran ................................................................................................. 93

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 94

CURICULUM VITAE ........................................................................................ 99

Page 12: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Alfabet

Arab Indonesia Arab Indonesia

ṭ ط ‟ ا

ẓ ظ B ب

„ ع T خ

Gh غ Th ث

F ف J ج

Q ق ḥ ح

K ك Kh ر

L ل D د

M م Dz ر

N ى R س

Z H ص

S W ط

‟ ء Sh ش

Y ي ṣ ص

ḍ ض

B. Vokal dan Harkat

Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

ȋ اي Ā آ A ا

Aw ا ȋ اي I ا

Ai اي Ū ا U ا

C. Tā’ marbūṭah

Transliterasi untuk Tā‟ marbūṭah ini ada dua macam

1. Tā‟ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun maka

transliterasinya adalah h.

Page 13: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

xii

Arab Indonesia

ḥilmah دكوح

Jaziyah جضح

2. Tā‟ marbūṭah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan

dammah, maka transliterasinya adalah t.

Arab Indonesia

Wizārat al-Tarbiyah صاسج التشتح

Mir‟ātu al-zaman هشاج الضهي

3. Tā‟ marbūṭah yang berharakat tanwin makan transliterasinya adalah

tan/tin/tun.

Arab Indonesia

فجعح

D. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

Swt. = subḥanahu wa ta„ala

Saw. = sallallāhu „alaihi wa sallam

As. = „alaihi al - salām

Cet. = Cetakan

Vol = Volume

Jil + Jilid

t.th. = Tanpa tahun

H = Hijriah

M = Masehi

Page 14: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tesis prof. Dr. Marsel A. Boisard bahwa ada tiga macam yang paling

efektif untuk mempelajari dan mengenali manusia. Pertama, penyelidikan

terhadap hakikat dan kualitas manusia, seperti yang dilakukan oleh para filosof.

Kedua, penyelidikan terhadap prinsip-prinsip idiologis dan spiritual yang

mengatur tindakan manusia dan segenap hal yang berpengaruh terhadap

pembentukan personalitasnya, seperti yang dilakukan oleh para Sosiolog dan ahli

Agama. Ketiga, penyelidikan terhadap pranata etik dan yuridis yang terbentuk

dari pengalaman-pengalaman sejarah dan kemasyarakatan.1

Di dalam Al-Qur‟an, terdapat 34 ayat yang menjelaskan tentang

penciptaan manusia dengan merujuk pada berbagai elemen-elemen natural

yang memberikan derajat kualitatif pada manusia. Untuk kebutuhan kajian ini,

dapatlah dikemukakan beberapa ayat yang menegaskan hal tersebut, antara lain:

Surah Al-Mukminūn ayat 12-14

ساى هي سلالح هي طي ) لقذ خلقا الإ ( ثن جعلا طفح ف قشاس 21

ا 21هكي ) ا فكس ( ثن خلقا الطفح علقح فخلقا العلقح هضغح فخلقا الوضغح عظاه

أدسي الخالقي )العظام شأا خلق ا آخش فتثاسك الل ا ثن أ (21لذو “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari sesuatu saripati

(berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang

disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami

jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang

belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus daging. Kemudian kami

jadikan dia sebagai makhluk (berbentuk) lain. Maha suci Allah sebagai

pencipta yang paling baik”.2

Yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan Allah dari saripati tanah,

lalu berubah menjadi air mani yang disimpan di rahim, lalu air mani berubah

menjadi segumpal daging, terus menjadi tulang belulang, lalu tulang belulang itu

dibungkus daging, akhirnya Allah menjadikan dia sebagai makhluk. Lalu, ayat 37-

39 Surah Al-Qiyāmah yang menegaskan.

1 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Quran, (Jakarta: Penamadani, 2003), 34.

2Qs Al-mukminun, 4-5.

Page 15: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

2

Bahwa Allah menjadikan manusia dari setetes mani yang ditumpahkan ke

dalam rahim kemudian dia menyempurnakannya.

Selanjutnya, ayat 7-9 Surah As-Sajadah yang menggambarkan bahwa

Allah memulai menciptakan manusia itu dari tanah dan dari air mani yang hina,

kemudian meniupkan roh ke dalam tubuh manusia, lantas menjadikan

pendengaran, penglihatan, dan hati. Juga, ayat 5 Surah Al-Hajj yang menyebutkan

bahwa manusia dijadikan dari setetes air mani, kemudian dari sesuatu yang

melekat, lalu menjadi segumpal daging yang sempurna dan tidak sempurna,

sampai waktu yag telah ditentukan maka lahirlah dia ke muka bumi sebagai

seorang bayi.3

Merujuk pada ungkapan ayat-ayat di atas, maka dapatlah dipahami bahwa

kualitas kehidupan manusia ditentukan melalui delapan fase kehidupan. Fase-fase

itu, itu antara lain sebagai berikut. pertama, tanah sebagai proses awal.

Kedua, proses yang berasal dari air mani (nutfah). Setelah manusia

memakan berbagai makanan yang bersumber dari tanah, akhirnya berbuah

sperma.

Ketiga, proses yang melekat (ʽalaqah). Konsekuensi dari senggama

(coitus) antara suami-istri tadi, mengeluarkan sperma dan ovum, kemudian

keduanya bercampur dan menetap di rahim setelah berubah menjadi embrio

(ʽalaqah).

Keempat, proses menjadi segumpal daging (mudghah). Segumpal daging

ini merupakan proses yang berasal dari ʽalaqah.

Kelima,proses menjadi tulang belulang (ʽizham).

Keenam, proses menjadi daging (lahmah). Lahmah merupakan fase

embrio sesudah „izham (tulang belulang).

Ketujuh, proses peniupan roh. Fase peniupan roh adalah fase kehidupan

mulai bergerak.

Kedelapan, proses kelahiran ke muka bumi.

Sebagaimana diketahui bahwa, Al-Qur‟an menegaskan kualitas dan nilai

manusia dengan mengunakan tiga macam istilah yang satu sama lain saling

3 Ibid.,34.

Page 16: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

3

berhubungan, yakni al-insan, al-basyar, dan bani Adam. Manusia disebut al-

insan, Karena dia sering menjadi pelupa sehingga diperlakukan teguran dan

peringatan. Manusia disebut dengan al-basyar, karena dia cenderung perasa dan

emosional sehingga perlu disabarkan dan didamaikan. Manusia disebut sebagai

bani Adam, karena dia menunjukkan pada asal-usul manusia yang bermula dari

Nabi Adam as sehingga dia bisa tahu dan sadar akan jati dirinya4.

Al-Qur‟an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan

mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Al-Qur‟an justru

memuliakan manusia sebagai makhluk sorgawi yang sedang dalam perjalanan

menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia

harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan

kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini.

Al-Qur‟an turun membawa hukum-hukum dan syariʽat secara berangsur-

angsur menurut konteks peristiwa dan kejadian selama kurun waktu dua puluh

tahun lebih. Namun hukum-hukum dan syariʽat ini ada yang tidak dapat

melaksanakan sebelum arti, maksud, dan inti persoalannya betul-betul

dimengerti dan dipahami.

Telah diketahui bahwa Al-Qur‟an sebagai sumber hukum umat Islam

yang komprohensif, banyak menyinggung masalah problematika Umat, yang

dimana ia menjadi rujukan utama seperti yang telah disinggung diatas. Dalam hal

ini ada keterkaitan penulis tentang ayat–ayat yang berkaitan dengan penafsiran

manusia sebagai pemakmur di alam semesta, yang sangat menarik pada zaman

sekarang untuk dibahas.

Tuhan benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

sebaik-baiknya, kemudian Tuhan kembalikan manusia tersebut ketempat yang

serendah-rendahnya, kecuali orang yang beriman dan beramal ṣaleh.5 Bentuk yang

sebaik-baiknya dalam diri manusia, baik dalam wujud jasmaniah maupun

rohaniah berbeda di banding dengan makhluk lain. Penampilan dan kemampuan

4Ibid., 10-11.

5Qs.Al-Tin(95):4-6.

Page 17: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

4

manusia untuk mengurus dirinya guna mempertahankan hidupnya (survive) di

alam jagat raya ini telah memiliki potensi sebagai anugerah pemberian Tuhan.

Potensi manusia yang diilhamkan tuhan6 ia diberi akal dan kemampuan

berekspresi dan berbicara. Tubuhnya diperintah, ditegakkan akan dipermudahkan

geraknya dengan organ tubuhnya yang lengkap.

Manusia sebagai makhluk yang unik untuk mempertahankan hidupnya

antara lain dengan mengambil manfaat dari alam raya ini, baik yang berada di

permukaan bumi, diperut bumi atau diangkasa raya. Alam dalam hal ini bumi dan

langit dengan segala isinya disediakan Allah untuk kemaslahatan manusia. Allah

Rabbalʽalamin memelihara alam ini termasuk dunia dengan penuh kasih sayang

7melalui Sunnatullah(hukum alam) yang dia tetapkan.

Manusia memiliki kesempatan untuk memanfaatkan alam ini,

mengelolahnya atau memakmurkannya seoptimal mungkin dengan segala

fasilitas dan kemampuannya, sebagaimana Firman Allah Q.S Hūd /11:61

م ا قال اق ن صالذ إلى ثود أخا شأكن هي الأسض أ ش غ ها لكن هي إل اعثذا الل

إى ست قشة هجة ا فاستغفش ثن تتا إل استعوشكن ف (12)

“Dan kepada kaum Ṭsamud( kami utus ) saudara mereka Ṣhaleh. Ṣhaleh

berkata:” hai kaumku, sembahlah Allah,sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan

selain dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan

kamu pemakmurnyakarena itu mohonlah ampunannya, kemudian bertaubatlah

kepadanya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmatnya lagi

memperkenankan (doa hambanya)”.

Manusia diperintahkan untuk memakmurkan dan mengambil manfaat

sebaik mungkin dari alam raya ini, maka sama sekali tidak dibenarkan untuk

menelantarkan alam tersebut apalagi merusaknya.

Oleh karena itu, manusia dengan segala keterampilannya tidaklah bebas

nilai dalam memanfaatkan alam ini, akan tetapi perlu mengikuti penuntun yang

mampu mengendalikan akal dan nafsunya kearah positif dan konstruktif.

Tuntunan tersebut yang utama adalah Wahyu Al-Qur‟an yang mulia.

6 M. Quraish Shihab, Dia dimana-mana, tangan Tuhan di balik setiapFenomena, (

Ciputat Tangerang : Lentera Hati, 2007), 273. minsalnya Qs.Al-Syamsi(91):8. 7Kaitan (Munasabah ) dalam Klausa” Rabb al-alamin “ dan al-Rahman al-Rahim

yakni Allah memelihara ala mini dengan sifat al-Rahman –al-Rahim yakni dengan Rahmat dan

kasih sayang

Page 18: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

5

Didalam Al-Qur‟an terdapat banyak ayat yang menceritakan bumi, langit,

matahari, bulan, bintang-bintang, gunung, sungai, tumbuh-tumbuhan, hewan,

fenomena -fenomena alam sampai kepada makhluk yang bernama serangga yang

kesemuanya itu tidaklah Allah ciptakan secara sia–sia, melainkan memiliki

kegunaan. Misteri kegunaan inilah yang kadang-kadang manusia belum atau

tidak bisa menggali dan memanfaatkan secara optimal, bahkan cenderung tidak

mengetahuinya.

Manusia memang termasuk alam, namun berbeda dengan alam lainnya

yakni manusia mendapat predikat sebagai khalīfah 8 yang bertugas mengatur

dan mengolah alam ini untuk kemaslahatan dan kedamaian hidup.

Sejarah telah mencatat semenjak manusia akan diciptakan Allah, Allah

telah menegaskan dan memberitahukan kepada malaikat, bahwa manusia

diciptakannya adalah untuk menjadikan khalīfahnya di bumi ini (Qs. Al-Baqarah

30).

لئنت إي جبعو في السض خييفت قبىا أحجعو إر قبه سبل ىي ب يفسذ في ب في

( ب ل حعي س ىل قبه إي أعي قذ ذك سبخ بح ح بء يسفل اىذ 03) “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‟‟aku

hendek menjadikan khalīfah di bumi “. Mereka berkata,‟‟ apakah engkau

hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana,

sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan mensucikan nama Mu? Dia

berfirman “sungguh aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Al-Qur‟an juga menjelaskan kejadian manusia berikutnya yaitu anak

cucu Nabi, yang Adam yang dimulai dari fase nutfah (air mani, sperma), lalu fase

„alaqah (darah kental yang menempel didinding rahim), kemudian fase mudhgah

(sekepal daging). Kemudian fase pembentukan tulang dan pembungkusan tulang

dengan daging, dan terakhir adalah peniupan ruh di jasad yang sudah siap hidup

(Al-Hajj:5).

Dilihat dari asal kejadianya seperti tanah dan sperma, manusia adalah

makhluk yang lemah, bahkan sangat lemah. Namun dibalik kelemahannya,

8 Melalui tugas kekhalifahan, Allah Swt. memerintahkan manusia membangun alam

ini sesuai dengan tujuan yang dikendakinya. Qurash Shihab, secercah cahaya ilahi, hidup

bersama al-quran (Bandung : Mizan, 2000), 273.

Page 19: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

6

manusia mempunyai potensi yang luar biasa, yaitu mempunyai akal pikiran.

Dengan akal pikirannya manusia mampu memanfaatkan potensi sumber daya

alam dan bisa menciptakan peradaban. Allah sangat tahu akan potensi manusia

maka Allah mengangkatnya sebagai khalīfah di bumi.

Dalam kaitan pemanfaatan alam, penguasaan, pengembangan serta

pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) amat perlu, namun

IPTEK tersebut harus senantiasa berada di dalam jalur nilai -nilai kemanusiaan

dan keAgamaan yang luhur.9

Bagi umat Islam kesadaran akan Iman dan Taqwa (IMTQ) dan ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK) itu berkait erat dengan keyakinan terhadap

Al-Qur‟an yang diwahyukan dan pemahaman mengenai kehidupan dan alam

semesta yang diciptakan. Didalam kedunya terkadang ketentuan-ketentuan Allah

yang bersifat absolut, yang satu disebut kebenaran Qur‟ani dan yang lain

disebutnya kebenaran kauni.10

Kehidupan manusia yang dinamis dan semakin berkembang akan terus

menerus memerlukan sumber daya alam, sumber daya manusia (SDM) dan

sumber daya alam (SDA) akan terus saling berkaitan dalam tempo yang tak

terbatas.

Dengan demikian berarti tugas hidup manusia di bumi ini adalah

sebagai khalīfah Allah.11

Q.S Al-Anʽām ayat 165

Sebagai khalīfah Allah dibumi ini manusia mempunyai dua kewajiban

pokok:

Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah swt “ yang mengangkat manusia

sebagai khalīfah (pengelola) dimuka bumi, dan Allah yang mengangkat derajat

manusia itu satu sama lain tidaklah sama, ada yang ditinggikan dan ada pula

yang direndahkan. Tujuannya sebagai serana uji coba bagi manusia dalam

menyikapi semua pemberian allah swt, karena hal demikian merupakan perkara

yang sangat mudah bagi Allah dan bisa terjadi dalam waktu yang sangat cepat.

9Wapres RI Sambutan seminar Internasional IV, Mukjizat al-quran dan As-Sunnah

tentang IPTEK (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), VI 10

Bj. Habibi (Menristek RI), Sambutan Seminar Internasional IV 11

Syahminan Zaini , Isi pokok Ajaran AL-Quran, ( Jakarta : Kalam Mulia, 2005), 130.

Page 20: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

7

Pertama Mewujudkan kemakmuran hidup manusia (Q.S Hūd 61)

ال إ شأم أ غيش إى ب ىن اعبذا الله صبىحب قبه يبق د أخب ى ث سض

ب في شم اسخع جيب ) ه سبي قشيب إ ه حبا إىي (16فبسخغفش ث

“Dan kepada kaum Tsamud( kami utus ) saudara mereka Ṣaleh. Ṣaleh

berkata:” hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan

selain dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan

kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunannya, kemudian

bertaubatlah kepadanya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmatnya lagi

memperkenankan (doa hambanya)”.

Selain mengisahkan perilaku kaum Ṭsamud yang menjadi umat Nabi

Ṣhaleh, Ayat diatas juga menegaskan fungsi manusia sebagai pemakmur bumi

yang merupakan anugerah Allah Swt. Itulah sebabnya, mengapa pengelolaan

dan pemakmuran bumi pada dasarnya merupakan salah satu bentuk peribadatan

manusia sebagai makhluk kepada Allah sebagai Al-Khaliq. Karena, Allah yang

mempersiapkan bumi dengan segala isinya, sementara manusia diberikan amanah

untuk melakukan pengelolaan sebagaimana mestinya.12

Kedua Mewujudkan kebahagiaan hidup manusia (Q.S Ar- Raʽdu 29 dan

Al-Ahzāb71).

Memakmurkan dan membahagiakan kehidupan dan penghidupan

manusia bukanlah kewajiban yang ringan dan mudah.Tetapi adalah kewajiban

yang berat dan sulit, sebab, manusia diciptakan dalam keadaan lemah ( Qs. An-

Nisā‟ 28), manusia dilahirkan tidak tahu apa–apa (Q.S An-Nahl 78)

Karena itu agar kedua kewajiban tersebut dapat diwujudkan oleh

manusia didalam kenyataan kehidupannya sehari-hari kepadanya dituntut

untuk memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu.

Diatas telah diuraikan bahwa tugas hidup manusia adalah sebagai

khalīfah Allah dengan dua kewajiban pokok, yaitu dengan mewujudkan

kemakmuran dan kebahagiaan hidup. Dan tugas serta kewajiban tersebut adalah

berat dan sulit. Karena itu tentu saja untuk keberhasilan tugas dan kewajiban

tersebut manusia memerlukan perlengkapan yang cukup, baik dan serasi, yaitu

serasi dengan manusia dan tugasnya.

12

Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi teks,terjemah,dan tafsir, (Jakarta : Amzah,

2015),42.

Page 21: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

8

Al-Qur‟an, mewajibkan kepada manusia untuk mengenal alam. Banyak

sekali alasan yang dapat dikemukakan untuk ini. Tetapi yang terpenting

diantaranya ialah :

Pertama, seperti telah diketahui, bahwa alam termasuk salah satu hal

yang dibicarakan (dibahas) oleh Al-Qur‟an. Sedang Al-Qur‟an wajib dimengerti

(Q.S Ṣād 29, Q.S Muhammad 24 dan Q.S Al-Anʽām 155). Dengan demikian

berarti Alam juga Wajib dimengerti. Kalau alam tidak dimengerti mustahillah

pembicaraan Al-Qur‟an tentang alam tersebut akan dimengerti. Dengan demikian

berarti pengertian tentang alam merupakan jalan untuk mengerti Al-Qur‟an.

Ushul Fiqh mengatakan: diperintahkan mengerjakan sesuatu berarti

diperintahkan juga mengerjakan jalan-jalannya.13

Kedua, Al-Qur‟an memerintahkan kepada manusia untuk mengadakan

penelitian terhadap alam. Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur‟an yang memerintahkan

hal ini. Ayat ayat Al-Qur‟an yang memerintahkan hal ini dapat dibagi kepada

dua bagian

1. Yang bersipat Umum, yaitu memerintahkan meneliti alam secara

keseluruhan seperti Q.S Al-Aʽrāf 185, Q.S Yūnus 101, Q.S Nūh 15.

2. Yang bersifat khusus, yaitu yang memerintahkan yang meneliti alam-

alam khusus binatang (Q.S Qhāsiyah 17), Gunung(Q.S Ghāsiyah19),

laut/kapal ( Q.S Lukmān 31), air (Q.S Faṭir 27), syetan ( Q.S

Maryam 83), kelebihan pada seseorang atau suatu bangsa (Q.S Al-

Isrā‟ 21) dan sebagainya. Setelah diadakan penelitian tentulah

manusia akan mengerti (mengenal) alam tersebut dengan baik.

Ketiga, Al-Qu‟an memerintahkan kepada manusia untuk mengambil

manfaat yang sebesar-besarnya dari alam agar kehidupan mereka dapat menjadi

makmur dan bahagia seperti yang dinyatakan oleh Q.S Al-Ankabūt 17, Al-

Jumaʽah 10 dan Q.S. Qaṣaṣ 77. Tetapi manusia tidaklah mungkin akan dapat

mengambil manfaat yang sebesarnya dari alam, kalau mereka tidak mengerti (

mengenal ) alam tersebut dengan baik. Karena itu untuk mengambil manfaat

dari alam manusia haruslah mengerti terlebih dahulu tentang alam tersebut.

13

Ibid., 212.

Page 22: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

9

Keempat, Al-Qur‟an memerintahkan kepada manusia untuk melestarikan

alam. Menurut Al-Qur‟an alam itu adalah (sudah) baik. Al-Qur‟an melarang

manusia untuk merusaknya atau membuat kerusakan padanya (Q.S Al-Aʽrāf 56

dan 85). Dengan demikian berarti Al-Qur‟an menghendaki agar manusia

melestarikan alam. Apalagi Al-Qur‟an menghendaki kelangsungan kehidupan

manusia dengan baik ( QS. Al-Baqarah 36, dan QS. An-Nisā‟ 9). Kelangsungan

kehidupan manusia yang baik itu hanyalah dapat berlaku dalam keadaan alam

yang tetap baik. Apabila alam sudah rusak pastilah kehidupan manusia padanya

akan rusak pula.14

Seperti telah diketahui, bahwa kewajiban hidup manusia ialah

mewujudkan kemakmuran dan kebahagian hidup manusia. Dan seperti telah

diketahui pula. Bahwa salah satu syarat untuk melaksanakan kewajiban tersebut

ialah mempunyai ilmu yang banyak (mengerti ) tentang alam.

Manusia hidup dalam dan dari alam. Tetapi alam tidak lah selalu baik dan

memberikan kebaikan pada manusia. Sering juga alam tidak baik dan tidak

memberikan kebaikan kepada manusia. Sebab:

a. Didalam alam sering terjadi hal-hal yang merugikan bahkan dapat

menghancurkan manusia ,seperti hama, penyakit menular

b. Didalam alam terdapat tumbuh –tumbuhan, air, gas, binatang dan

lain-lainnya yang dapat mematikan manusia, karena mengandung

racun kabut asap, dan kebakaran.

Sebagai orang Islam, adanya pandangan yang berbeda dengan orang-orang

yang berpegang pada ekonomi konvensional dalam hal kemakmuran adalah suatu

hal yang lazim, karena itu sangatlah menarik untuk membahas dan mengkaji

konsep kemakmuran dalam Islam, berkenaan dengan hal tersebut, tulisan ini akan

mencoba menjelaskan tentang kemakmuran hidup di dunia melalui pendekatan

maudhuʽi dengan judul “Manusia Sebagai Pemakmur di Muka Bumi Dalam

Perspektif Al-Qur’an” .

B. Rumusan Masalah

14

Ahsin Sakho Muhammad , keberkahan al-quran ,( Jakarta: Qaf,2017), 55.

Page 23: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

10

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, pokok permasalahan dapat

dirumuskan yaitu:

1. Bagaimana penafsiran mengenai ayat-ayat tentang manusia dan

kemakmuran?

2. Apa saja bentuk- bentuk dan gambaran manusia sebagai pemakmur di

muka bumi ?

3. Bagaimana kedudukan manusia sebagai pemakmur di muka bumi dalam

perspektif Al-Qur‟an

C. Batasan Masalah

Penelitian ini berfokus terhadap permasalahan untuk mencegah terjadinya

ketidak seimbangan manusia sebagai pemakmur di muka bumi dalam

pengelolahan alam. Karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis. Maka,

penulis merasa perlu adanya pembatasan masalah supaya penelitian ini bisa

menghindari perluasan pokok bahasan.15

Adapun kitab tafsir yang penulis jadikan rujukan pada penelitian ini yaitu

semua kitab tafsir yang menggunakan metode maudhu‟i. Pembatasan masalah

adalah suatu yang amat penting agar penelitian dapat dilaksanakan dengan baik

dan sekaligus mendapatkan apa yang menjadi tujuan.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui ayat-ayat manusia sebagai pemakmur di muka bumi

b. Untuk mengetahui gambaran umum manusia sebagai pemakmur di muka

bumi dalam perspektif Al-Qur‟an

c. Untuk mengetahui kedudukan manusia sebagai pemakmur di muka bumi

dalam perspektif Al-Qur‟an.

2. Kegunaan penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memenuhi di

antaranya.

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi khazanah

keilmuan, khususnya yang berkaitan dengan judul dari penelitian ini.

15

Ibid.,55.

Page 24: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

11

b. Memberikan konstribusi pemikiran agar setiap pembaca semakin

mengarah dan mengacu pada Al-Qur‟an disetiap ucapan dan tingkah laku.

c. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan penulis dalam membuat

dan menyusun karya ilmiah yang baik dan benar.

E. Tinjauan Kepustakaan

Wacana tentang manusia sebagai pemakmur di muka bumi dalam

perspektif Al-Qur‟an. Merupakan fenomena yang sedang marak pada

masyarakat saat ini yang tidak mensesuaikan konsep Al-Qur‟an. Kerusakan

lingkungan asap dan kebakaran di sebabkan oleh perlakuan manusia oleh

sebab itu penulis mengupas bagaimana gambaran manusia sebagai pemakmur

di muka bumi dalam pandangan Al-Qur‟an. Fenomena yang terjadi dalam

kehidupan bermasyarakat serta banyaknya karya tulis berupa artikel ataupun

laporan-laporan penelitian yang bermunculan seperti:

Pertama, dalam bentuk jurnal yang disusun oleh Dudung Abdullah

Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN ) Alauddin

Makassar.16

dengan judul: Perspektif Al-Qur‟an Tentang Posisi Manusia

Dalam Memakmurkan Alam Raya. Dan konsep manusia dalam Al-Qur‟an

(telaah Krisis tentang Makna dan Eksistensi). Jurnal ini lebih mempokuskan

kajiannya terhadap peran manusia secara umum di dalam Al-Qur‟an.

Kedua, Husnul Amin, menulis jurnal yang berjudul memakmurkan bumi

dalam perspektif teologi pendidikan, (Raudhah vol. 3 No. 2 – 2018). Jurnal ini

berbeda dengan skripsi ini terlihat dari perspektif yang digunakan. Husnul

Amin menjelaskan tentang memakmurkan bumi dari perspektif yaitu teologi

pendidikan sedangkan skripsi ini adalah dilihat dari perspektip Al-Qur‟an

yang menggunakan metode maudhu‟i.

Ketiga, Aibdi Rahmat, menulis jurnal yang berjudul manusia sebagai

pemakmur bumi (manhaj jurnal penelitian dan pengabdian masyarakat. Dalam

jurnalnya Aibdi Rahmat manusia diberi potensi sebagai pengelolah bumi ini

yaitu berupa potensi pengetahuan yang kita kenal pada saat ini dan potensi itu

16

Dudung Abdullah, Perspektif Al-Quran Tentang Posisi Manusia Dalam

Memakmurkan Alam Raya, Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)

Alauddin Makassar, 14-15.

Page 25: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

12

merupakan dasar utama kemampuan manusia untuk mengembangkan dan

menghantarkan mereka untuk mengelolah bumi dan hal ini dikajinya dalam

pandangan Islam sedangkan skripsi ini di susun berdasarkan pandangan Al-

Qur‟an.

keempat,Beberapa literatur–literatur lewat karangan buku dari beberapa

pengarang yang ada menulis berkaitan judul skripsi proposal tersebut

seperti buku syahminan Zaini isi pokok ajaran Al-Qur‟an,muhammad Amin

Suma tafsir ayat ekonomi teks, terjemah, dan tafsir,Yusuf Al-Qaradhawi

Islam Agama Ramah Lingkungan,Ahsin Sakho Muhammad keberkahan Al-

Qur‟an, ShihabUmar, Kontekstualitas Al-Qur‟an, Jakarta: Penamadani,

2003.17

F . Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) yang

bersipat kualitatif. Penelian ini pokus pada masalah (maudhu‟i atau tema)

sesuai dengan ayat-ayat yang ditafsirkan, artinya untuk mengamati bagaimana

penafsiran tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan manusia sebagai

pemakmur di muka bumi. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Teknik pengumpulan Data

Dalam penulisan Karya ilmiah ini, penulis menggunakan penelitian

kepustakaan (library research), yang menyajikan secara sistematis data

yang berkenaan dengan permasalahan yang diperoleh berdasarkan

pemahaman terhadap buku-buku literatur-literatur yang berkaitan

dengan masalah yang akan dibahas, data tersebut akan diperoleh dari

sumber-sumber data, yaitu buku-buku literatur yang berhasil

dikumpulkan sebagai data tambahan.

2. Sumber data

Dikarenakan penelitian ini menyangkut ajaran Islam, maka sumber

data yang pertama adalah data primer( data pokok ) yaitu kitab suci Al-

17

Ahsin Sakho , Keberkahan Al-Quran, ( Jakarta: Qaf , 2017), 18.

Page 26: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

13

Qur‟an yang mana akan dipilih beberapa ayat yang bersangkutan

dengan permasalahan penulisan ini lalu ditafsirkan oleh para mufassir

yang telah dipilih oleh penulis diantaranya adalah tafsir ibn katsir,

tafsir al-maraghi, Wahbah al- Zuhaili, Al- Tafsir Al-Munir Fi Al-

A‟qidah wa al- Syari‟ah wa Al- Manhaj, juz 12, hlm,99Sumber data

sekunder, yaitu buku-buku yang ada kaitan dengan tulisan, yaitu antara

lain adalah seperti Tafsir Ayat Ekonomi teks, Terjemahan dan Tafsir,

keberkahan Al –qur‟an, isi pokok Ajaran Al- Qur‟an, Islam Agama

Ramah Lingkungan.

3. Analisis data

Setelah melakukan pengumpulan data, maka data yang diperoleh

tersebut dianalisis dengan menggunakan metodologi maudhu‟i. Metode

tafsir maudhu‟i juga di sebut dengan metode tematik karena

pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat di dalam

Al-Qur‟an. Ada dua cara dalam tata kerja metode tafsir maudhu‟i yaitu :

Pertama, dengan cara menghimpun seluruh ayat–ayat Al-Qur‟an yang

berbicara tentang satu masalah (maudhu‟i/tematik) tertentu serta mengarah

kepada satu tujuan yang sama, sekalipun turunya berbeda dan tersebar

dalam pembagian surah Al-Qur‟an.

Kedua, penafsiran yang dilakukan berdasarkan Al-Qur‟an. adapun

langkah-langkah penerapan metode maudhu‟i:18

a. Menentukan terlebih dahulu masalah /topik (tema) yang akan dikaji

b. Inventarisir (menghimpun) ayat-ayat Al-Qur‟an yang berkenaan

dengan tema /topik yang telah ditentukan

c. Merangkai urutan ayat sesuai dengan masa turunnya baik makiyah

maupun madaniyah

d. Memahami korelasi (munasabah) ayat-ayat dalam masing-masing

suratnya

18

Abdul Al-Hayy Al-Farmawi , metode Tafsir Maudhu‟i,( Jakarta : Raja Grafindo

Persada , 1994), 45.

Page 27: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

14

e. Menyusun bahasan di dalam kerangka yang tepat, sistematis

sempurna dan utuh

f. Melengkapi bahasan dengan hadits, sehingga uraiannya menjadi jelas

dan semain sempurna

g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara sistematis dan menyeluruh

dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian

yang serupa,menyesuaikan antara pengertian yang umum dan yang

khusus, antara muallaq dan muqayyad, atau ayat–ayat yang

kelihatannya kontradiksi, sehingga semua tidak ada pemaksaan dalam

penafsiran.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mensistematisasi penulisan dan menjawab pertanyan dalam

penelitian ini, maka penelitian merujuk pada tekhnik penulisan yang disepakati

pada fakultas Ushuluddin UIN STS Jambi.19

Penelitian ini akan dibagi dalam

beberapa bab:

Bab I.. Membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode

penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II. Bagaimana Gambaran Umum Manusia Sebagai Pemakmur di

Muka Bumi

Bab III. Ayat-ayat Tentang Manusia dan Kemakmuran

Bab IV. Manusia Sebagai Pemakmur Di Muka Bumi Perspektif

Al-Qur‟an

Bab V. Merupakan penutup penelitian, berisikan bahasan tentang

kesimpulan akhir penelitian, saran-saran penulis berkaitan dengan perlakuan

terhadap manusia sebagai pemakmuran di muka bumi dalam perspektif Al-

Qur‟an.

19

Moh .Arifullah, et, al , Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas

Ushuluddin UIN STS Jambi, Fak. Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016, 58.

Page 28: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

15

BAB II

GAMBARAN UMUM MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA

BUMI

A. Pengertian Manusia

Manusia secara etimologi berarti makhluk yang berakal budi dan mampu

menguasai makhluk lain. Makhluk yaitu sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan.

Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta) atau mens (Latin) yang berarti

berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia. Secara kodrati,

manusia merupakan makhluk monodualis. Artinya selain sebagai makhluk

individu, manusia berperan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk

individu, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas unsur

jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat dipisahkan. Jiwa dan raga inilah

yang membentuk individu.

Manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti

“manusia yang tahu”), sebuah spesies primate dari golongan mamalia yang

dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan

menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti

dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup, dalam

mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain.

Manusia adalah makhluk hidup yang harus produktif, menguasai dunia di

luar dirinya dengan tindakan mengekpresikan kekuasaan manusiawinya yang

khusus, mengusai dunia dengan kekuasaannya ini. Karena manusia yang tidak

produktif adalah manusia yang reseptif dan pasif, dia tidak ada dan mati.20

1. Manusia menurut para filsuf

a. Menurut Augustinus

20

Sidi Gazalba, Ilmu Filsafat Dan Islam Tentang Manusia Dan Agama, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1992), 1.

Page 29: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

16

Bahwa badan dan jiwa adalah dua perkara yang sangat berbeda satu sama

lain, sebab kalau yang pertama (badan), maka yang kedua (jiwa) sifatnya yang

khas satu-satunya ialah berpikir. Karena itu perasaan dan pengenalan terhadap

jiwa bersifat langsung, karena pikiran tidak memerlukan perantara dalam

mengenal dirinya sendiri. Selama jiwa itu berpikir, maka artinya ia ada, karena

pemikirannya sama benar dengan wujudnya. Seseorang bisa melepaskan diri dari

badanya, dan dari alam luar dengan segala peristiwa-peristiwanya, serta

mengingkari segala macam kebenaran, dan meragukan segala sesuatu. Namun

seseorang tidak bisa melepaskan diri sama sekali dari jiwanya yang menjadi

sumber keraguan dan pemikirannya itu.

b. Ibnu Sina Dan Aristoteles

Yaitu tentang kesempurnaan tubuh organik yang memberi kekuatan hidup.

Perkataan sempurna disebut dalam bahasa latin dengan actus primus dan dalam

bahasa arab disebut dengan kamil. Aristotoeles mengatakan, bahwa jiwa itu

termasuk bentuk tubuh, akan tetapi Ibn Sina membaginya dengan tiga jenis, yaitu

kekuatan, bentuk, dan sempurna. Kalau jiwa itu dipandang kepada tidaknya, ia

bernama kekuatan, dan kalau jiwa disebut sempurna, ia dipandang sebagai peri

manusia. 21

Aristoteles membagi jiwa atas tiga jenis, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan,

jiwa hewan dan jiwa manusia. Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai tiga fungsi:

makanan, tumbuh dan hasil. Fungsi jiwa hewan adalah perasaan, yaitu penemuan

perasaan khusus oleh berbagai rasa dan gerakan yang ditimbulkan oleh kehendak

atau kemauan. Jiwa manusia yang disebutkan sebagai rational atau akal, adalah

bekerja dengan suatu rencana alam smesta, menghasilkan tujuan-tujuan dengan

pemilihan akal dan pemikiran.

21

Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, (Jakarta: PT, Raja Wali,

1988), 68.

Page 30: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

17

c. Al-Ghazali

Untuk membuktikan adanya subtansi yang disebut al-nafs, Al-Ghazali

mengemukakan argument. “persoalan ke Nabian, ganjaran perbuatan manusia,

dan seluruh berita tentang akhirat tidak ada artinya, apabila al-nafs tidak ada.

Sebab, “seluruh ajaran agama hanya ditujukan kepada yang ada (maujud) yang

dapat memahaminya. Yang mempuyai kemampuan memahami bukanlah fisik

manusia sebab, apabila fisik manusia mempunyai kemampuan memahami, objek-

objek fisik lainnya juga mesti mempunyai kemampuan memahami.

2. Pengertian Manusia dalam Al-Qur’an

Dalam al-Qur‟an, kata al-Basyar, baik dalam bentuk mufrad atau tasniyah

berulang sebanyak 37 kali dan tersebar dalam 26 surat. Satu kali dalam bentuk

tasniyah dan 36 dalam bentuk mufrad. Dari 37 kali kata al-basyar berulang dalam

Al-Qur‟an, hanya 4 kali disebut dalam surah-surah Madaniyah, yaitu pada Q.S Ali

„Imran /3: 47,79, Q.S Al-Maidah/5: 18 dan Q.S al- Tgabun/64: 6. Sedangkan 33

kali disebutkan dalam surah-surah Madaniyah.22

keempat kata al-basyar dalam surah Makkiyah tersebut berbicara tentang

Maryam tidak pernah berhubungan suami istri, tanggapan Allah terhadap

pengakuan ahli-al-kitab bahwa „Isa adalah Tuhan, berbicara tentang jawaban Nabi

Saw. terhadap pengakuan Yahudi dan Nasrani bahwa mereka anak Allah. Dan

berbicara tentang penolakan Bani Israil terhadap Rasul karena dia juga seorang

basyar.Namun tidak ada perbedaan signifikasi antara basyar dalam surah

Makkiyah dan madaniyah, kecuali basyar lebih banyak disebutkan dalam

makkiyah. Secara etimologi al-basyar yang terdiri dari ba-sya-ra bermakna

sesuatu yang tampak dengan baik dan indah.

22 Ghaffar Abdur. “Manusia Dalam Perspektif Al-Qur‟an”. Jurnal, Vol. 4, Nol. 2 (2016),

233.

Page 31: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

18

Al-Qur‟an memiliki peristilahan pengertian manusia: al-basyar, al-insan,

dan al-nas. Dalam banyak ayat, al-basyar merujuk pada manusia sebagai makhluk

biologis, misalnya, dalam kasus Maryam melahirkan:

“ Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak,

Padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah

berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa

yang dikehendaki-Nya. apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, Maka

Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah Dia”. (Q.S Āli

Imrān: 47).23

M. Quraish Shihab (2000: 278-9) menunjukkan ada tiga kata yang

digunakan Al-Qur‟an dalam menyebut “manusia”, yaitu (1) Basyar, (2) kata-

kata yang terdiri dari huruf alif, nun, dan sin, semacam insan, ins, nas atau unas,

dan (3) bani Adam dan Zuriyah Adam.

Dari penafsiran para ahli tentang istilah Basyar, Al-Insan, dan Dzuruyyah

Adam dapat diperoleh beberapa pelajaran penting yaitu:

1. Penggunaan istilah “basyar” dalam Al-Qur‟an (1) lebih cenderung

digunakan pada hal-hal yang berkaitan dengan aspek Fisik yang tampak

pada manusia secara umum (seperti: kulit, rambut, bentuk fisik secara

umum, kebutuhan biologis) yang tidak berbeda antara manusia satu dengan

lainnya, (2) dalam beberapa kasus istilah basyar juga digunakan untuk

menggambarkan aspek-aspek psikis seperti kebutuhan, batas-batas

kemampuan mengindra (melihat hal-hal yang ghaib), aktivitas belajar

(mendapatkan ilmu hanya yang diajarkan oleh Allah), dan tahab-tahab

perkembangan manusia hingga mencapai kedewasaan. Dengan kata lain

23

H.G Sarwar, Filsafat Al-Quran, (Jakarta: Raja Wali, 1991), 129.

Page 32: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

19

istilah basyar lebih banyak menggambarkan persamaan yang ada pada

semua manusia,, baik dalam aspek fisik maupun psikis.24

2. Kata Al-Insan dalam Al-Qur‟an digunakan sebanyak 61 kali. Secara

etimologi, ulama‟ berbeda pendapat tentang asal katanya. sebagian

mengatakan bahwa al-insan berasal dari akar nawasa yang berarti

bergerak, ada juga yang mengatakan berasal dari kata anasa yang berarti

jinak, dan ada juga yang berkata dari kata nasiya yang berarti lupa.

Penamaan manusia dengan kata al-insan yang berasal dari kata al-uns,

dinyatakan dalam Al-Qur‟an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat.

Secara etimologi, al-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut,

tampak, atau pelupa.

Kata “insan” menurut Ibnu Manzhur (2002, 1: 231) berasal dari kata

“Insiyan”. Yang berarti manusia (kecil), sedang menurut M. Quraish

Shihab (2000: 280) istilah insan terambil dari kata “uns” yang berarti jinak,

harmonis, dan tampak. Jinaknya manusia (normal) ini lebih tampak

manakala dibandingkan dengan binatang seprti harimau, serigala, ular, dan

binatang buas lainnya. Kata insan dalam Al-Qur‟an digunakan untuk (1)

menunjuk manusia dengan seluruh totalitasnya, yaitu jiwa dan raganya.

Perbedaan manusia antara satu dengan lainnya adalah karena perbedaan

fisik, dan kecerdasan, (2) menggambarkan perbedaan-perbedaan dalam

aspek kerohanian, keimanan, dan akhlak. Dengan kata lain kata insan di

samping digunakan untuk menunjuk manusia secara utuh, juga

menggambarkan perbedaan antara seseorang dengan lainnya.

3. Al-Ins, Kata al-Ins dalam Al-Qur‟an digunakan sebanyak 18 kali dan selalu

ditandemkan dengan kata al-jinn atau jann. jika merujuk penggunaan al-

Qur‟an terhadap kata al-ins maka yang dimaksudkan adalah jenis makhluk

sehingga diperhadapkan dengan jenis jin. Dalam Q.S Al-An‟am/6: 130

24

Anwar Sutoyo, Manusia Dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pt, Pustaka

Pelajar, 2015), 36.

Page 33: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

20

“Hai golongan jin dan manusia, Apakah belum datang kepadamu Rasul-rasul dari

golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi

peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? mereka berkata:

"Kami menjadi saksi atas diri Kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu

mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah

orang-orang yang kafir”.

Secara etimologi, kata al-ins berasal dari kata a-na-sa yang artinya sesuatu

yang tampak dan setiap sesuatu yang menyalahi cara liar. Namun, jika

diperhatikan bahwa Al-Qur‟an senantiasa menandemkan dengan kata al-jin yang

berarti tertutup, maka makna yang paling ideal untuk makna al-ins adalah sesuatu

yang tampak. Sementara pembahasan tentang al-ins terkait dengan perintah Allah

terhadap mereka untuk melaksanakan ibadah kepada Allah. dalam Q.S. Al-

Zariyat/51:56.25

4. Al-Nas, Kata Al-Nas dinyatakan dalam Al-Qur‟an sebanyak 240 kali dan

tersebar dalam 53 surat. kata al-nas menunjukkan pada eksistensi manusia

sebagai makhluk hidup sosial. secara keseluruhan, tanpa melihat status

keimanan atau kekafiran. Kata al-nas dipakai al-Qur‟an untuk menyatakan

adanya sekelompok orang atau masyarakat yang mempunyai berbagai

kegiatan untuk mengembangkan kehidupannya. Dalam menunjuk makna

manusia, kata al-nas lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan kata

al-insan. Keumumannya tersebut dapat dilihat dari penekanan makna yang

dikandungnya. Kata al-nas menunjuk manusia sebagai makhluk sosial dan

kebanyakan digambarkankan sebagai kelompok manusia tertentu yang

sering melakukan mafsadah dan pengisi neraka bersama iblis. Hal ini

terlihat dalam surah Al-Baqarah /2:24.

25

Ibid., 239-241.

Page 34: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

21

5. Kata “ dzuriyyah” menurut Ibnu Manzhur (1996, V: 42) berkaitan dengan

keturunan, jika dikatakan “ inna fulanan la kariimu adz- dzurry”

maknanya adalah “ karimu ath- thabi‟ah” (pembawaannya sejak lahir

mulia). Dzuriyyah juga berkaitan dengan sesuatu yang jatuh (diperoleh)

anak dari orang tuanya bila kata dzuriyyah dikaitkan dengan Adam lebih

menggambarkan keturunan dari mana seseorang berasal, dan sifat-sifat

bawaan yang dibawa sejak lahir.

Konsep manusia sebagai khalīfah masuk dalam kata “dzuriyyah” menurut

Ibnu Manzhur (1996, V: 42) berkaitan dengan keturunan, jika dikatakan “ Inna

Fulanan lakarimu adz –dzurry” maknanya adalah “karimu ath-

thabi‟ah”(pembawaannya sejak lahir mulia). bila kata dzuriyat dikaitkan dengan

adam lebih menggambarkan keturunan dari mana seseorang berasal, dan sifat-

sifat bawaan yang dibawa sejak lahir. dari keterangan ini tampak pula, bahwa

semua makhluk yang tergolong manusia di jagad ini berasal dari induk yang sama

yaitu pasangan Nabi Adam dan Hawa.26

Didalam surah Al-Baqarah ayat 30 ada yang memahami kata khalīfah di

sini dalam arti yang menggantikan Allah dalam menegakkan kehendaknyaNya

dan menerapkan ketetapan-ketetapanNya. Allah bermaksud dengan pengangkatan

itu untuk menguji manusia dan memberinya penghormatan. jadi esensi tujuan

penciptaan manusia adalah Allah hendak memberi tugas kepada manusia sebagai

khalīfah Allah di bumi, yaitu melaksanakan amanah sesuai tuntunan Allah dan

Rasul-Nya dalam bidang keahlian dan atau kewenangan sesuai yang dikaruniakan

Allah kepadanya.

Konsep manusia sebagai „ābid dan mu‟abbid masuk dalam pengertian

manusia (insan) yaitu menggambarkan perbedaan-perbedaan dalam aspek

kerohanian, keimanan, dan akhlak. Dengan kata lain kata insan disamping

26

Ibid., 37.

Page 35: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

22

digunakan untuk menunjuk manusia secara utuh, juga menggambarkan perbedaan

antara seseorang dengan lainnya.27

Dalam surah Ad-Dzariyat ayat 56, M. Quraish Shihab, (2003, 13: 356-57)

dalam menafsirkan kata “liya‟ buduun” pada ayat diatas menjelaskan, bahwa

bukan berarti agar supaya mereka itu beribadah, atau agar Allah disembah.

Dalam kaitannya dengan tujuan penciptaan manusia sebagai “khalīfah”

seperti sudah diinformasikan dalam surah Al-Baqarah ayat 30, manusia dalam

melaksanakan tugas sebagai khalīfah itu ada sejumlah aturan berupa perintah dan

larangan yang harus dipatuhi. Dalam pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan

aturan Allah itu dinilai sebagai ibadah. Dari dua ayat ini bisa dipahami, bahwa

tujuan penciptaan manusia adalah agar supaya manusia itu melaksanakan amanah

sebagai khalīfah Allah di muka bumi dan sekaligus beribadah kepadaNya.

Nabi Muhammad Saw. Pernah diperintahkan untuk mengaku dan

menegaskan kepada manusia bahwa dirinya adalah seperti manusia pada

umumnya (basyarun mitslukum= manusia seperti kalian) yang diberi wahyu.

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang

diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan

yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka

hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan

seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Q.S Al-Kahfi : 110).

Secara singkat, konsep basyar selalu dihubungkan dengan sifat-sifat

biologis manusia: makan, minum, berhubungan seksual, berjalan. Dari segi inilah

tidak dapat di tafsirkan “basyarun mitslukum” sebagai manusia biasa dalam hal

27

Ibid., 37.

Page 36: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

23

berbuat dosa. Kecenderungan para rasul untuk tidak patuh pada dosa dan

kesalahan bukan sifat-sifat biologis, tapi sifat-sifat psikologis (atau spiritual).28

Di dalam Al-Qur‟an, manusia (insan atau basyar) merupakan salah satu

subjek utama yang dibicarakan, terutama yang menyangkut asal-usul dengan

konsep penciptaannya, kedudukan dalam masyarakat serta tujuan hidupnya. Hal

tersebut merupakan sesuatu yang wajar karena Al-Qur‟an memang diyakini oleh

kaum muslimin sebagai firman Allah yang ditujukan kepada dan untuk manusia.

Manusia Ali Syariʽati, al-basyar adalah manusia yang esensi

kemanusiaanya tidak Nampak dan aktivitasnya serupa dengan binatang. Al-

basyar hanya wujud, bukan hamba dan khalīfahNya.karena esensi

kemanusiaannya tidak Nampak padanya. Secara historis ayat-ayat yang

menunjukkan al-basyar merupakan ayat-ayat Makiyah (diturnkan di Makkah).

Jalaluddin Rahmat mengklasifikasikan penggunaan al-insan. Pertama,

insan dihubungkan dengan keistimewaan dengan keistimewaannya sebagai

khalīfah dan memikul amanah, kedua, insan dihubungkan dengan predisposisi

negativ dalam diri manusia, dan ketiga, insan dihubungkan dengan proses

penciptaan manusia. Keistimewaan al-insan ialah berilmu pengetahuan,

mempunyai daya nalar. Manusia demikian disebut ulul albab, dengan ilmunya itu

manusia mampu mengkomunikasikannya. Makhluk yang menerima amanah dan

mempertanggung jawabkannya.29

Istilah ketiga untuk manusia ialah al-nas, yaitu konsep yang mengacu pada

manusia sebagai makhluk sosial. Banyak ayat yang menunjukkan manusia sebagai

kelompok dengan karakteristiknya yang khas. Misalnya, ayat yang menggunakan

ungkapan “waminannas” (dan diantara sebagian manusia)

28

Ibid., 128. 29

Abbas Mahmud Ai-Aqqad , Manusia di ungkap Al-Quran, (Jakarta: PT, Pustaka

Firdaus, 1991), 45-46.

Page 37: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

24

“ Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan

hari kemudian, pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang

beriman”. (Q.S Al-Baqarah: 8).

Ada lagi ungkapan “aktsaran nas” (kebanyakan manusia). Dapat

disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk biologis, psikologis, dan sosial.

Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya

secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku.

(sunnatullah).

3. Kedudukan Manusia

Kedudukan manusia yang dimaksudkan di sini adalah konsep yang

menunjukkan hubungan manusia dengan Allah dan dengan lingkungannya.

a. Manusia Sebagai khalīfah

kata khalīfah dalam grametika bahasa arab merupakan bentuk kata benda

verbal yang mensyaratkan adanya subjek atau pelaku yang aktif yang disebut

khalīfah. Kata khīlafah dengan demikian menunjuk pada serangkaian tindakan

yang dilakukan oleh seseorang, yaitu seseorang yang disebut khalīfah. Oleh

karena itu tidak aka nada sesuatu khīlafah tanpa adanya seorang khalīfah.

Sedangkan secara teknis khīlafah adalah lembaga pemerintahan Islam yang

berdasarkan pada Al-Qur‟an dan Sunnah. Khīlafah merupakan medium untuk

menegakkan Agama dan mewujudkan Syariʽah. Dari pandangan yang demikian

muncullah suatu konsep yang menyatakan bahwa Islam meliputi di wa ad-daulah

(Agama dan Negara)30

kata khīlafah seakar dengan kata khalīfah (mufrad) , khalaf, (jama‟).

Semua padanan kata tersebut berasal dari kata dasar (fi‟il madi) khalafa. Kata

khalīfah dengan segala padanannya telah mengalami perkembangan arti, baik arti

khusus maupun umum, dalam firs Encylopedia of Islam , khalīfah berarti wakil,

pengganti, penguasa gelar bagi pemimpin tertinggi dalam komunitas Muslim dan

bermakna pengganti Rasulullah. Makna terakhir senada dengan al-Maududi

30

Muhammad Al-Khudhari Bek, Itsmam al-wafaa‟fi sirat Al-Khulafaa‟ (Beirut;Daar

AlFikr), 795.

Page 38: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

25

bahwa khalīfah adalah pemimpin tertinggi dalam urusan agama dan dunia sebagai

pengganti Rasul.

b. Manusia Sebagai Pembangun

Kedudukan manusia sebagai pembangun peradaban berdasar pada firman

Tuhan yang telah dikemukakan, yakni Huwa ansya‟ akum min al-ardh wa

„sta‟marakum fiha, “Dia telah menghidupkan kamu di bumi dan memberi kamu

kekuasaan memakmurkannya (menjadikan kamu sebagai pembangun

kemakmuran). Pernyataan tersebut adalah bagian dari peringatan Nabi Ṣalih

kepada kaumnya bangsa Ṭsamud yang mendiami suatu wilayah pergunungan

antara Tabuk dan Madinah.

Dari ayat tersebut di atas terlihat bahwa ungkapan yang dipergunakan

untuk menunjukkan kedudukan manusia itu adalah kata kerja istaʽmara. Kata

kerja ini berakar dengan huruf-huruf „ain, mim dan ra‟. Susunan huruf ini

bermakna pokok “kekekalan dan zaman yang panjang, dan sesuatu yang meninggi

(seperti suara atau lainnya). Dari akar kata tersebut dengan makna pertama,

diperoleh kata kerja amara yaʽmuru yang bermakna leksikal “ panjang usia,

banyak harta, menghuni, memanjangkan usia, membangun dan mengurus sesuatu

dengan baik”. Kata kerja ini dipergunakan empat kali dengan dua makna. Dua

kali dipergunakan dengan obyek penderita kata masjid. Dalam hal ini kata

tersebut bermakna “memelihara bangunan masjid atau menziarahinya”.

Penggunaan lainnnya berobyek kata ganti yang merujuk kepada Al-Ardh dalam

Q.S Al-Rūm: 30/84: 9. Di sini kata tersebut bermakna “membangun di atas bumi

atau mengolahnya untuk memperoleh hasilnya. 31

Kata kerja yang menjadi kata kunci di atas berpola istaf ʽala, pola yang

telah dikenal dalam urain terdahulu. dengan pola ini, maka kata kerja istaʽmara

berarti “menjadikan sebagai penduduk dan mengolah bumi. Berdasarkan makna

ini, maka ayat di atas, Huwa ansya‟akum min al-ardh wa „staʽmarakum fiha,

menjelaskan siapa yang wajib disembah seperti yang diserukan Nabi Ṣalih itu. Dia

31

Ibid.,124.

Page 39: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

26

adalah Tuhan yang telah menjadikan manusia dan memberinya kekuasaan untuk

menghuni dan mengolah bumi.

Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa bangsa-bangsa terdahulu

tidak hanya menghuni suatu wilayah tertentu saja, tetapi mereka telah membangun

peradaban dan memanfaatkan potensi alam sekitar mereka untuk kemakmuran

hidup bersama. Di antara mereka itu adalah bangsa Ṭsamud yang keberadaan

mereka diungkapkan oleh Nabi Ṣhalih dengan ungkapan istaʽmar (bentuk

masdar dari istaʽmara). Pengertian “istikmar” seperti diungkapkan di atas dapat

disebut sebagai konsep pembangunan karena didalamnya terkandung usaha

mencapai kehidupan yang lebih baik dan maju. 32

c. Manusia Sebagai ʽAbdi Tuhan

Eksistensi manusia sebagai abdi atau hamba Allah dapat dipahami dari

klausa liyaʽbuduni “ agar mereka mengabdi (menyembah) kepada-Ku” dalam Q.S

Al-Dzariyāt, 51/67: 56 yag telah di kutip. Klausa tersebut berasal dari

yaʽbudunani. Yakni sebuah kata kerja, subyek dan obyeknya. Kontraksi terjadi

karena kata kerja itu didahului oleh partikel lam yang berfungsi sebagai

penghubung dan bermakna “ tujuan atau kegunaan”. Pada sisi lain ayat itu juga

mengandung makna hashr (pembatasan) yang terdiri dari partikel ma illa ini

memberikan pengertian bahwa kejadian jin dan manusia semata-mata untuk

mengabdi kepada Tuhan. 33

Kata kerja yaʽbuduna adalah bentuk mudhariʽ dari kata kerja „abada yang

berakar kata dengan huruf-huruf „ain, ba, dan dal. Struktur ini bermakna pokok

“kelemahan dan kehinaan dan “kekerasan dan kekasaran”. Dari makna pertama

diperoleh kata „abd yang bermakna mamluk “yang dimiliki” dan mempunyai

bentuk jamak „abid dan „ibad. Bentuk pertama menunjukkan makna “budak-

budak” dan yang kedua untuk makna “hamba-hamba Tuhan”. Dari makna terakhir

32

Ibid., 126. 33

Ibid.,149.

Page 40: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

27

inilah bersumber kata „abada-ya‟budu-„ibadatan yang secara leksikal bermakna

“tunduk, merendahkan dan menghinakan diri kepada dan dihadapan Allah.

B. Pengertian Makmur

Makmur diambil dari kata piʽil madi ‘Ammaro- Yuʽammiru yaitu artinya

memakmurkan.34

Pendapat lain di ambil dari kata ‘Umroonun artinya

kemakmuran, peradaban.35

Makmur dalam.36

Makmur dalam bahasa Indonesia

artinya banyak hasil, banyak penduduk, sejahtera.37

Pengertian lain bahasa

Indonesia memakmurkan. adalah membuat atau menjadikan makmur: bantuan

uang dan alat-alat pertanian itu diharapkan akan kehidupan petani,38

kemakmuran. Keadaan makmur Negara itu sudah terkenal di seluruh dunia, dan

makna lain menghuni, tinggal, hidup lama, membagun, mendirikan.

Didalam kamus Al-Maurid,makmur bermakna: yang dihuni/didiami, yang

berjalan baik, tumbuh subur, berkembang, penuh dengan kehidupan 39

. dan

didalam kamus lengkap Al-Fikri makmur diartikan, menjajah, mendiami,

membangun, perkembangan, perbaikan,kemajuan.40

Seperti telah diakui, bahwa pembangunan/makmur manusia secara utuh

adalah hal yang diperlukan /diharuskan bagi keselamatan dan kebahagiaan hidup

manusia. Karena itu tentulah Al-Quran akan mempunyai pula wawasan tentang

pembangunan manusia seutuhnya itu. Dengan tulisan ini kita hendak

mengungkapkan hal tersebut.

34

Asad M. Al- Kalam, Kamus Indonesia Arab, (Jakarta: cet, 9,PT, Bulan Bintang,

2010), 209. 35

Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Surabaya: Pt. Muti Karya

Grafika Podok pesantren Krapyak, 1996), 1770. 36

Munir Baalbaki, Rohi Baalbaki, Kamus Al-Maurid Arab, Inggris, Indonesia,

(Rembang: 2006 M), 287. 37

Hartono, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, cet, pertama 1992),

99. 38

Ar-Raghib Al-Ashfahani, Kamus Al-Qur‟an, (Jawa Barat: Pt, Pustaka Khazanah,

2017), 485-486. 39

Munir Baalbaki, Rohi baalbaki,Kamus Al-Maurid, Arab, Inggris, Indonesia,(Surabaya :

Pt,Halim Jaya,2006), 287. 40

Ahmad Sunarto, Kamus Lengkap Al-Fikri, Indonesia, Arab,Inggris, (Surabaya :Halim

Jaya,2002), 143.

Page 41: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

28

Di sini makmur diartikan dalam makna pembangunan, secara bahasa kata

pembangunan berasal dari kata bangun yang berarti bangkit berdiri, bangkit dari

tidur, kemudian mendapatkan awalan pe dan akhiran an, yang berarti hal

(perbuatan, pekerjaan) membangun (memperbaharui, memperbaiki dan

sebagainya. Yang dimaksud dengan pembangunan di sini ialah membina manusia

dan penghidupannya agar tercapai tujuan Allah menciptakan manusia dan

pengirimannya ke bumi ini. Adapun tujuan Allah menciptakan manusia adalah

untuk mengabdikan diri (beribadah) kepadaNya. Allah berfirman:

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku”.(Q.S. Adz-Dzariyāt:56).

Mengabdikan diri kepada Allah itu berarti mematuhi segala perintahNya

dan menghentikan segala laranganNya. sedangkan perintah dan larangan Allah itu

meliputi seluruh aspek kemanusiaan dan kehidupannya.41

Karena itu manusia

harus mematuhi perintah dan larangan Allah di dalam seluruh aspek kemanusiaan

dan kehidupannya itu. Apabila manusia telah berbuat demikian, barulah

keselamatan dan kebahagiaan hidup itu akan di perolehnya.

C. Indikator Negeri Makmur

1. Beriman kepada Allah

Percaya kepada kesesaan Tuhan merupakan pangkal yang paling pokok bagi

kesejahteraan hidup manusia, dengan mengesakan tuhan berarti pula menjauhi

sejauh-jauhnya perbuatan yang bernilai penyembahan dan penghambaan selain

dari pada-Nya. Jika manusia percaya akan Allah percaya pula ia akan rahmat,

petunjuk dan pertolongan Allah.kepada manusia. Bahwasanya ia juga

menghendaki kejadian manusia dan ia juga menghendaki agar manusia hidup

yang baik, meskipun dalam mencapainya perlu berusaha.42

41

Ibid., 143. 42

Khaelany, Islam Kependudukan dan Lingkungan Hidup, (Jakarta: PT Rineka Cipta,

1996), 66.

Page 42: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

29

Indikator ini merupakan representasi dari pembangunan mental, hal ini

menunjukkan bahwa jika seluruh indikator kesejahteraan yang berpijak pada

aspek materi telah terpenuhi, hal itu tidak menjamin bahwa pemiliknya akan

mengalami kebahagiaan, kita sering mendengar jika ada orang yang memiliki

rumah mewah, kendaraan banyak, harta yang melimpah namun hatinya selalu

gelisah dan tidak pernah tenang bahkan tidak sedikit yang mengakhiri hidupnya

dengan bunuh diri, padahal seluruh kebutuhan materinya telah terpenuhi. Karena

itulah ketergantungan manusia kepada Tuhannya yang diaplikasikan dalam

penghambaan (ibadah) kepada-Nya secara ikhlas merupakan indikator utama

kesejahteraan (kebahagiaan yang hakiki) seseorang.

2. Memiliki Harta (Kekayaan)

Keinginan Memiliki harta kekayaan merupakan fitrah manusia dan ini

adalah lanjutan dari naluri untuk memenuhi kebutuhan hidup. Setelah seseorang

dapat mencapai dan memenuhi segala kebutuhan pokoknya, keinginan itu

meningkat tidak hanya sekedar mempertahankan hidup, melainkan juga timbul

keinginan yang lebih menyenangkan. Makanan yang semula hanya sekedar alat

untuk mempertahan hidup kemudian meningkat kepada makanan yang lebih lezat

dan nikmat.

Keinginan kepada kekayaan itu termasuk fitrah manusia yang tidak perlu

diselewengkan melainkan diberi pengarahan dan penyaluran yang telah diajarkan

oleh agama, dalam rangka ini perlu diperhatikan keseimbangan antara

kepentingan individu dan masyarakat, kepentingan dunia dan kepentingan akhirat.

Kekayaan-kekayaan itu adalah merupakan kesenangan hidup manusia.43

Pemenuhan indikator ini harusnya dipenuhi setelah pemenuhan indikator

pertama Al-Maraghi menjelaskan dalam tafsirnya dibukanya semua pintu

kesenangan adalah sebagai cobaan dan ujian bagi mereka yang akhirnya antara

mereka ada yang lupa daratan dan semakin jauh. Kesenangan itu berubah menjadi

bencana bukan nikmat dan menjadi fitnah berbeda dengan orang yang sudah

dilandasi dengan iman bagi mereka dibukanya pintu-pintu kesenangan oleh Allah

menjadikan mereka bersyukur kepada-Nya. Lalu, digunakan untuk hal-hal baik,

43

Ibid. , 64.

Page 43: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

30

untuk kepentingan pembangunan bukan kerusakan oleh karenanya mereka

mendapat balasan berupa penambahan kenikmatan di dunia dan pahala yang baik

kelak di akhirat.44

3. Hidup Seimbangan

Hidup berkeseimbangan itu mencakup a). keseimbangan antara kepentingan

individu dan masyarakat b). keseimbangan amal perbuatan untuk dunia dan

akhirat dan c). keseimbangan lahir batin dan dalam segala perbuatan dengan tidak

berlebihan. dalam membelanjakan harta, menolong orang lain hendaklah juga

diperhatikan bagian sendiri, jangan sampai menyerahkan semua harta yang

dimiliki, tetapi akhirnya hidup meminta-minta,45

4. Berilmu dan Bekerja

Berilmu dan bekerja atau bekerja dan berilmu adalah dua ungkapan yang

sama benarnya. Berilmu tidak beramal seperti pohon yang tidak berbuah.

Sebaliknya beramal atau bekerja tanpa ilmu seperti yang dihasilkan pohon yang

buruk. Oleh karena itulah Nabi mengatakan bahwa menuntut ilmu merupakan

suatu kewajiban orang muslim-mukmin baik laki-laki maupun perempuan.

Kewajiban itupun taka da batasnya tidak memandang umur dan waktu.46

D. Hakikat Kemakmuran

Adapun dari sudut pandang Islam, tepatnya pada ayat Al-Qur‟an

sebenarnya banyak sekali kata ayat Al-Qur‟an yang mengandung arti

memakmurkan seperti Al-falah, Bana, Ashlaha, Istaʽmar, „Umran, „Amar, Al-

Amanu.

1. Al-falah

Al-Qur‟an menggunakan kata yang terdiri dari akar kata F-L-H yang

berarti membelah. Petani dikatakan al-fallah karena pekerjaannya membelah

tanah agar bisa ditanami bibit. Dari pengertian ini kemudian muncul kata al-falah

yang artinnya keberuntungan. Jika dikaitkan dengan arti lughawi, mereka yang

44

BAB III Ayat dan Tafsirannya, 40. 45

Khaelany, Islam Kependudukan & Lingkungan Hidup, 69. 46

Khaelany, Islam Kependudukan & Lingkungan Hidup, 72.

Page 44: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

31

mendapatkan keberuntungan adalah mereka yang telah rela bersusah payah demi

mendapatkan sesuatu yang diinginkan.47

Jika melihat kata yang berakar pada F-L-H, dan penggunaannya dalam Al-

Qur‟an, maka kita temukan bahwa mereka yang beruntung adalah orang yang

bertaqwa kepada Allah.

Dari penjelasan di atas dapat kita ambil bahwa orang yang mendapat

keuntungan di dunia dan akhirat adalah mereka yang melakukan aktivitas positif

dalam kehidupan mereka. Baik ibadah ritual-murni maupun ibadah sosial

kemasyarakatan. Memberikan kemanfaatan kepada orang lain.

.(kerusakan) اىفسبد merupakan lawan dari (perbaikan) اىصلح :Kata صيخ .2

Dan seringnya kedua kata ini khusus digunakan untuk perbuatan. Adapun

di dalam al-Quran, kebalikan dari kata ىصهلحا ini terkadang menggunakan

kata اىفسبد, dan terkadang menggunakan kata ىسيئت ا (kesalahan,

keburukan).48

Contoh ayat: Q.S At-Taūbāh: 102

“ Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka

mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk.

Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Dan pada ayat-ayat lain yang jumlahnya cukup banyak. Kata صلخ

(perdamaian) khusus digunakan untuk menunjukan hilangnya perselisihan

diantara manusia. Dari sinilah dikatakan ا ا dan اصطلذ mereka berdamai) تصالذ

). Sedangkan cara ساى (Allah membuat seseorang menjadi baik) اصلاح الله تعال الإ

adalah terkandung dengan menciptakannya sebagai seorang hamba yang shalih

47

Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al- Mufradat Fi Gharibil Quran Kamus Al-Quran, jilid 3,

(Jawa Barat:Pustaka Khazanah, Fawa‟id, 2017), 88-89. 48

Ibid., 196.

Page 45: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

32

(baik), terkadang dengan menghilangkan keburukan yang ada pada dirinya setelah

keberadaannya, dan terkadang, dengan menghukuminya sebagai seorang yang

shalih.

Q.S Muhammad: 2

“Dan orang-orang mukmin dan beramal soleh serta beriman kepada apa yang

diturunkan kepada Muhammad dan Itulah yang haq dari Tuhan mereka, Allah

menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki Keadaan

mereka”,

Kata ش ش atau اىع yang berarti usia adalah sebuah nama masa اىع

kemakmuran badan manusia melalui sebuah kehidupan, ia bukan kekekalan. Jika

disebutkan dalam sebuah kalimat ش maka maknanya adalah masa طبه ع

kemakmuran badan ruhaninya panjang, namun jika disebutkan dalam kalimat بقي

ش itu bukan berarti kemakmuran badan dan ruhaninya kekal, karena kebalikan ع

dari kata اىبقبء adalah بء اىبقبء yaitu kebinasaan. Kata اىف

Memiliki makna yang lebih mendalam dari kalimat ش karena itu Allah اىع

disifati dengan kata اىبقبء, dan jarang sekali Allah disifati dengan kata ش اىع .

Kata يش artinya memberikan usia dalam bentuk doa, baik itu dengan اىخهع

perbuatan ataupun dengan perkataan.49

Contoh Q.S Al-Fāṭir: 37

“Dan mereka berteriak di dalam neraka itu : "Ya Tuhan Kami, keluarkanlah

Kami niscaya Kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang

telah Kami kerjakan". dan Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam

masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah

49

Ibid., 97.

Page 46: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

33

tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami)

dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun”.50

Kata اىعش dan kata اىعش maknanya sama, hanya saja untuk penggunaan

dalam sumpah ia menggunakan kata اىعش bukan menggunakan kata اىعش.

Contoh seperti firman Allah SWT yang berbunyi: Q.S Al-Hijir: 72

“ (Allah berfirman): "Demi umurmu (Muhammad), Sesungguhnya mereka

terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)".

Kalimat عشك الله artinya aku berdoʽa kepada Allah semoga Allah

memanjangkan umurmu. Dikhususkannya penggunaan kata عش dalam ayat

tersebut untuk tujuan sebuah maksud, yaitu maksud sumpah. Kata الاعتواس artinya

adalah اىعشة yaitu berkunjung atau menziarahi sebuah tempat yang di dalamnya

dapat menumbuhkan rasa kecintaan. Maka dijadikannya kata عش dalam kata

tersebut sebagai sebuah maksud, dan syariat menjadikannya untuk sebuah maksud

tertentu. 51

FirmanNya yang berbunyi: Q.S At-Taūbah: 18

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang

beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat,

emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka

merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang

mendapat petunjuk”.

Kata يعش dalam ayat tersebut bisa berasal dari kata اىعبسة yang berarti

menjaga bangunan, atau berasal dari kata اىعشة yang berarti berziatah, atau

50

Ibid., 97. 51

Ibid., 98.

Page 47: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

34

berasal dari ungkapan arab yang berbunyi عشث بنب مزا artinya aku telah menetap

disuatu tempat ini. Diartikan demikian karena kalimat عشث اىنب yang berarti

aku memakmurkan tempat ini, sama seperti kalimat عشث بينب yang berarti aku

memakmurkan dengan tempat, dan itu maksudnya aku menepati tempat ini. Kata

اىقبييت-اىقبييت lebih khusus daripada kata اىعبسة adalah kelompok yang menetapi

sebuah tempat dan memakmurkannya.52

Seorang penyair berkata:

ىنو أبس عذ عبسة

Setiap orang pasti mempunyai tempat yang harus ia jaga

Kata اىعبس artinya adalah sesuatu yang diletakkan di atas kepala seorang

pemimpin sebagai tanda untuk menjaga kepemimpinannya, baik hal itu berupa

sorban ataupun sebuah kipas yang biasa digunakan untuk mengipasi. Jika kipas

tidak bisa disebut dengan kata اىعبس maka itu merupakan sebuah makna pinjaman

dan sebuah gambaran. Kata اىعش artinya adalah tempat tinggal yang masih

dimakmurkan oleh penduduknya. Kata اىعششت artinya adalah teman yang selalu

menunjukkan untuk memakmurkan (membangun) sebuah tempat melalui teman-

temanya. Kata شاىع yang biasa digunakan dalam pemberian adalah menjadikan

sesuatu sebagai pemberian baginya selama masanya hidupnya atau masa hidup

yang memberinya, dan ini sama seperti kata اىشقب yang berarti budak.

Dikhususkanya kata tersebut dalam penggunaan maknanya adalah sebagai

pengingat bahwa pemberian itu adalah hanyalah sebagai pinjaman. Kata اىعش

artinya adalah daging yang ada diantara sela-sela gigi, jamak dari kata tersebut

adalah عس. kata أ عبش adalah bahasa kiasan untuk serigala, sedangkan kata أب

شةع adalah bahasa kiasan untuk orang yang bangkrut atau tidak punya harta.

artinya aku بيج artinya membangun dikatakan dalam sebuah kalimat :ب .3

telah membangun, atau kalimat ابي ببء artinya saya membangun sebuah

bangunan.53

Conto Allah berfirman: Q.S An-Nabā‟: 12.54

52

Ibid., 99. 53

Ibid., 54

Musthafa al-Bugha dan Muhyiddin Mistha, Al-Wafi Hadist Arbain Imam Nawawi

pokok-pokok Ajaran Islam, 25-26.

Page 48: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

35

“Dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh”.

Kata اىببء artinya adalah sesuatu yang dibangun (bangunan).

Kata اىبيت biasa digunakan untuk menggambarkan baitullah. Allah swt

berfirman

Q.S Adz- Dzāriyāt: 47

“ Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan Sesungguhnya

Kami benar-benar berkuasa”.

Kata اىبيب merupakan kata tunggal yang tidak ada kata jamaknya.

Sebagaimana firmanya Allah yang berbunyi:

Q.S At-Taūbah: 110

“ Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu Senantiasa menjadi pangkal

keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur, dan

Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Bana dalam kamus lengkap fikri di artikan dengan makna membangun.

Disebutkan Dalam Al-Qur‟an surah Al-An‟am,( 1 ayat), Qap, (1 ayat), An-Nabā‟,

(1 ayat) Makna Bani Adam Kata Bani ( تى ) berasal dari kata ban ā ( تى ) artinya

membina, membangun, mendirikan, menyusun55

. Jadi Bani Adam artinya susunan

keturunan anak cucu anak Nabi Adam dan generasi selanjutnya. Dari permulaan

kehadiran anak cucu Adam (manusia) seperti halnya hewan di bumi ini, hanya

manusia yang mencapai tahapan Adam yang mampu memikul tanggung jawab.

“Beberapa pemikir mengatakan, manusia lah yang beradab, sedangkan jin adalah

makhluk yang tidak berada Namun manusia/insan ini pun ada tingkatan-

55

Ahmad Sunarto, Kamus AL-Fikri Arab-Indonesia- Inggris, (Pt, Halim Jaya, 2012),

143.

Page 49: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

36

tingkatannya. Manusia yang sudah mencapai tingkatan Adam, masih terus

berlanjut dan akan berakhir dengan kondisi yang lebih tinggi dibanding Adam.

Dari beberapa term di atas dapat dipadukan bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan

sebagai keturunan Adam yang jelas wujudnya, mampu berbicara dan berpikir

serta hidup dalam komunitas kemasyarakatan.

Page 50: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

37

BAB III

AYAT-AYAT TENTANG MANUSIA DAN KEMAKMURAN

A. Ayat-Ayat Tentang Kedudukan Manusia

Memahami kedudukan manusia serta potensi yang dimilikinya hanya

dapat diketahuai secara pasti dari Sang Pencipta melalui wahyu sebagai petunjuk

yang mengungkap rahasia makhluk Tuhan ini. Menurut al-Raghib al-Ishfahany,

kata basyar adalah bentuk dari kata basyirah, yang artinya “kulit”. Manusia

disebut basyar karena memiliki kulit yang permukaannya ditumbuhi rambut, dan

berbeda dengan kulit pada hewan yang umumnya ditumbuhi bulu. Kata ini dalam

al-Qur‟an digunakan dalam makna yang khusus untuk menggambarkan sosok

tubuh lahiriah manusia. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bint al-

Syathi‟, menurutnya kata basyar merujuk kepada pengertian manusia dalam

kapasitasnya sebagai makhluk jasmaniah, yang secara fisik memiliki persamaan

dengan makhluk lainya, membutuhkan makan dan minum untuk hidupnya.

Penamaan ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi

manusia adalah pada kulitnya, dibanding rambut atau bulunya.56

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibrahim, ia mengatakan: “Allah

mewahyukan kepada salah seorang Nabi Bani Israil: „Hendaklah Kamu katakan

kepada kaummu bahwa warga desa dan anggota keluarga yang taat kepada Allah

tetatapi kemudian berubah berbuat maksiat atau durhaka kepada Allah, pasti Allah

merubah dari mereka apa yang mereka senangi menjadi sesuatu yang mereka

benci.”

Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu „Abbas: Artinya, melainkan supaya

mereka mau tunduk beribadah kepada-Ku, baik secara sukarela maupun terpaksa.

Dan itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir. Sedangkan Ibnu Juraij

menyebutkan: “Yakni supaya mereka mengenal-Ku.” Dan masih mengenai

firman-Nya, “melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”

56

Anwar Sutoyo, Manusia Dalam Pespektif Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015), 35.

Page 51: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

38

Ar-Rabi‟bin Anas mengatakan: „Maksudnya tidak lain kecuali untuk

beribadah.” As-Suddi mengemukakan: “Diantara ibadah itu ada yang bermanfaat

dan ada pula yang tidak bermanfaat. dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah

mengeluarkan kabut putih dan diturunkanlah Malaikat bergelombang-gelombang.

Ibadah mereka yang disertai dengan kesyirikan itu sama sekali tidak

mendatangkan manfaat bagi mereka. Adh-Dhahhak mengatakan: “Dan yang

dimaksudkan dengan hal itu adalah orang-orang yang beriman.

Kedudukan manusia sebagai pemakmur di muka bumi salah satunya yaitu:

1. Sebagai khalīfah:

a. Q.S Al-Anʽām ayat 165

.”Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia

meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,

untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya

Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun

lagi Maha Penyayang”.57

Sebagai khalīfah di bumi,” yaitu berkesinambungan dari satu umat kepada

umat setelahnya, satu generasi kepada generasi setelahnya serta satu masyarakat

kepada masyarakat setelahnya. Seandainya Allah menghendaki niscaya Dia akan

menjadikan mereka seluruhnya dalam satu waktu, tidak menjadikan sebagian

mereka sebagai anak cucu dan bagian yang lain. Bahkan, seandainya Dia

menghendaki, niscaya Dia akan menciptakan mereka semua sekaligus,

sebagaimana Dia menciptakan Adam dari tanah. Seandainya Dia menghendaki

untuk menjadikan sebagian mereka sebagai keturunan dari sebagian yang lain, dan

Dia tid Dalam konteks makna khalīfah dalam Al-Qur‟an, para ulama‟berbeda

pendapat tentang siapa yang digantikan oleh manusia?

57

Ahmad Hatta, Tafsir Qur‟an Perkata, (Jakarta: Pt, Magfirah Pustaka,2009), 150.

Page 52: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

39

Pertama, ada pendapat bahwa manusia semenjak Nabi Adam

menggantikan makhluk sebelumnya yaitu yang berjuluk “al-Hinn” dan “al-

Binn” atau “ath-Thimm” atau ar-rimm”. Kedua makhluk itu telah berbuat

kerusakan di bumi, sehingga mereka di usir oleh Allah dan dibinasakan.

Demikian papar Ibn Katsir dan Muhammad Abduh dalam tafsir mereka.

Manusia adalah makhluk yang menggantikan mereka yang telah binasa itu.

Kedua, manusia dalam kiprahnya di dunia menggantikan manusia

sebelumnya. Inilah yang bisa dipahami dari kata : الأسضخلائف atau خلائف فى

,kita mengenal kaum-kaum terdahulu yang huni bumi seperti kaum Nūh الأسض

kaum „ad, kaum Ṭsamud, dan lain lainnya. Mereka yang telah tiada digantikan

oleh generasi setelahnya (al-Aʽrāf:69).58

Ketiga, menggantikan Allah dalam melaksanakan titahNya untuk sekalian

makhlukNya . manusia dijuluki “ Khalīfatullah” atau pengganti Allah. Hal ini

bisa tercermin dari firman Allah: Hai Dawud, aku telah jadikan kamu menjadi

Khaīifah di bumi (syam). Agama adalah pesan-pesan Allah untuk dilaksanakan

di bumi ini. Manusia diserahi tugas oleh Allah untuk menyosialisasikan pesan-

pesan ini. Istilah Khalīfatullah digunakan juga oleh para sultan di Yogyakarta

yang bergelar „Khalīfatullah).59

2. Abdul Mu’abbid

Kedudukan manusia di alam ini yang sering diangkat oleh para pakar

adalah sebagai hamba yang harus beribadah kepada Allah Swt. Hal ini biasanya

didasarkan pada petunjuk ayat yang berbunyi:

a. Adz-dzāriyāt : 56

58

Ibid., 150. 59

Ibid., 150.

Page 53: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

40

“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.”

Manusia sebagai makhluk yang paling mulia diberi potensi untuk

mengembangkan diri dan kemanusiaannya. potensi-potensi tersebut merupakan

modal dasar bagi manusia dalam menjalankan berbagai fungsi dan

tanggungjawab kemanusiaannya. Agar potensipotensi itu menjadi aktual dalam

kehidupan perlu dikembangkan dan digiring pada penyempurnaan-

penyempurnaan melalui upaya pendidikan, karena itu diperlukan penciptaan arah

bangun pendidikan yang menjadikan manusia layak untuk mengembang misi

Ilahi. 60

Beribadah berarti mencakup keseluruhan kegiatan manusia dalam hidup di

dunia ini, termasuk kegiatan duniawi sehari-hari, jika kegiatan itu dilakukan

dengan sikap batin serta niat pengabdian dan penghambaan diri kepada Tuhan,

yakni sebagai tindakan bermoral yakni untuk menempuh hidup dengan kesabaran

penuh bahwa makna dan tujuan keberadaan manusia ialah “perkenan” atau ridha

Allah swt.

Bentuk jamak dari Khalīfah adalah Khalaif, sementara kata Khulafa‟

adalah bentuk jamak dari khalīf. Ta‟ta‟nis pada kata “khalīfah” dimaksudkan

sebagai mubalaghah( menguatkan sesuatu makna) seperti kata „allamah artinya

yang sangat alim.

` Dalam konteks makna khalīfah dalam Al-Qur‟an, para ulama‟berbeda

pendapat tentang siapa yang digantikan oleh manusia?

Pertama, ada pendapat bahwa manusia semenjak Nabi Adam

menggantikan makhluk sebelumnya yaitu yang berjuluk “al-Hinn” dan “al-

Binn” atau “ath-Thimm” atau ar-rimm”. Kedua makhluk itu telah berbuat

60

Muhammad Abqari “Bentuk Bumi Dalam Pespektif Al-Qur‟an”. Skripsi. Semarang:

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Serjana Agama (S.1) UIN

Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2017, 11.

Page 54: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

41

kerusakan di bumi, sehingga mereka di usir oleh Allah dan dibinasakan.

Demikian papar Ibn Katsir dan Muhammad Abduh dalam tafsir mereka.

Manusia adalah makhluk yang menggantikan mereka yang telah binasa itu.

Kedua, manusia dalam kiprahnya di dunia menggantikan manusia

sebelumnya. Inilah yang bisa dipahami dari kata : خلائف الأسض atau خلائف فى

,kita mengenal kaum-kaum terdahulu yang huni bumi seperti kaum Nūh الأسض

kaum „ad, kaum Ṭsamud, dan lain lainnya. Mereka yang telah tiada digantikan

oleh generasi setelahnya (al-Aʽrāf:69).

Ketiga, menggantikan Allah dalam melaksanakan titahNya untuk sekalian

makhlukNya . manusia dijuluki “ Khalīfatullah” atau pengganti Allah. Hal ini

bisa tercermin dari firman Allah: Hai Dawud, aku telah jadikan kamu menjadi

Khaīifah di bumi (syam). Agama adalah pesan-pesan Allah untuk dilaksanakan

di bumi ini. Manusia diserahi tugas oleh Allah untuk menyosialisasikan pesan-

pesan ini. Istilah Khalīfatullah digunakan juga oleh para sultan di Yogyakarta

yang bergelar „Khalīfatullah).

6. Makkiyyah

Pembicaraan Al-Qur‟an tentang kedudukan manusia pada periode Mekkah

ini terdapat 2 ayat dalam surah Al-An‟am: 165 dan Surah Adz- Dzariyat: 56

pada ayat-ayat berikut: 61

a. Q.S Al-Anʽām ayat 165

.”Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia

meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,

untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya

61

Aflikasi Al-Qur‟an Indonesia, Q.S, 6, 150.

Page 55: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

42

Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun

lagi Maha Penyayang”.

b. Q.S Adz-Dzariyāt: 56

“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka”.

2. Madaniyah

Pada pariode Madinah ini Al-Qur‟an turun dengan ayat-ayatnya untuk

memberikan berbagai pemecahan dan jawaban terhadap persoalan sekitar tugas

manusia sebagai pemakmur di muka bumi. Pada pariode Madinah ini, banyak ayat

yang turun untuk mengatur tata cara untuk memakmurkan bumi dan cara untuk

mengelolah dengan baik. Semua ajaran dan pesan- pesan yang banyak turun pada

pariode Madinah ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang berbudi

mulia dan saling mengasihi, tidak sepantasnya ada yang kuat menindas yang

lemah, dengan begitu maka tercipta lah kedamaian, aman, sejahtera dan makmur

sebagaimana firman Allah:62

a. Q.S Al-Baqarah Ayat 30

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku

hendak menjadikan seorang khalīfah di muka bumi." mereka berkata:

"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalīfah) di bumi itu orang yang akan

membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami

Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan

berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

62

Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟I, (Jakarta: Pt, Raja Grafindo Persada,

1994), 65.

Page 56: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

43

3. Munasabah Ayat

a. Q.S Al-An‟am: 165 berhungan dengan Surah An-Nmal Ayat 62 Allah

berfirman: wa Huwal ladzi ja‟alakum khalaa ifa fil ardli (“Dan Dialah

yang menjadikan kamu penguasa- penguasa di bumi,”) maksudnya,

Allah telah menjadikan kalian pemakmur bumi itu dari generasi ke

generasi, dari satu masa ke masa yang lain, generasi berikutnya setelah

generasi sebelumnya. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu Zaid dan

ulama lainnya. Hal itu sama seperti firmanNya yang artinya: “Dan yang

menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi”. (Qs. An-

Naml:62).63

FirmanNya selanjutnya: wa rafa‟a ba‟dlakum fauqa ba‟dlin darajaat

(“Dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagai yang lain

beberapa derajat.”) Artinya, Allah membedakan di antara kalian dalam

hal rizki, akhlak, kebaikan, keburukan, penampilan, bentuk, dan warna,

dan dalam hal itu semua Allah mempunyai hikmah.64

b. Q.S Adz-dzariyāt : 56 berkaitan dengan Surah Al-Baqarah 30“liya‟

buduun” pada ayat di atas menjelaskan, bahwa bukan berarti agar

supaya mereka itu beribadah, atau agar Allah di sembah. Pemaknaan

seperti ini dipandang mustahil sebab Allah tidak membutuhkan

sesuatu. Dari sini bisa dipahami, bahwa tujuan penciptaan manusia itu

bukan untuk Allah, tetapi untuk diri manusia itu sendiri. Jadi bila

dalam ayat tersebut dikatakan agar manusia beribadah, maka manfaat

ibadah yang dilakukan manusia itu bukan untuk Allah, tetapi untuk

manusia sendiri.

Dalam kaitannya dengan tujuan penciptaan manusia sebagai “Khalīfah”

seperti diinformasikan pada surah al-Baqarah ayat 30, manusia dalam

melaksanakan tugas sebagai khalīfah itu ada sejumlah aturan berupa perintah dan

larangan yang harus dipatuhi. Dalam pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan

aturan Allah itu dinilai sebagai ibadah. Dari dua ayat ini bisa dipahami, bahwa

63

ibid., 150. 64

ibid., 150.

Page 57: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

44

tujuan penciptaan manusia adalah agar supaya manusia itu melaksanakan amanah

sebagai khalīfah Allah di bumi dan sekaligus beribadah kepadaNya.

B. Ayat-ayat Tentang Peran dan Tanggung Jawab Manusia Sebagai

Khalīfah

Kekhalīfahan manusia di satu pihak berperan sebagai subjek dan di sisi

lain menjadi objek, sebagai subjek, manusia mempunyai tanggung jawab yang

lebih kompleks dalam meningkatkan kualitas dirinya. Seperti dalam LKNU

menyatakan bahwa Manusia berkualitas harus bercermin keimanannya, sehat

jasmani dan rohani, berpendidikan, mengerjakan amal saleh, berbuat baik kepada

orang lain, bertanggung jawab terhadap keluarganya, bertanggung jawab terhadap

keluarganya, arif terhadap lingkungan hidupnya. Dalam konsep ekologi manusia,

terdapat berbagai macam pandangan dalam memandang hubungan antara manusia

dan alam. Islam mengakui keberadaan semua makhluk hidup di muka bumi

sebagai kesatuan atas penciptaan dari sang khalik, sehingga jika terjadi kerusakan

terhadap ciptaan Allah, hal ini merupakan pengingkaran terhadap ciptaan Allah.

Bahkan lebih dalam lagi, Islam memiliki prinsip-prinsip dasar dalam

upaya melestarikan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Kewajiban manusia

untuk mengelola alam dan menjaga akan diminta pertanggung jawabannya,

sehingga manusia tidak berhak berlaku sewenang-wenang dalam memimpin dan

mengelola alam. 65

Salah satu untuk memakmurkan bumi ialah mempunyai sikap amanah,

amanah ini mencakup seluruh ruang lingkup ajaran agama Islam inilah pendapat

jumhur Ulamak. Untuk merealisasikan hal ini sudah tentu tidak mudah, sangat

berat. Sangatlah beralasan bahwa langit, bumi, gunung-gunungnya yang demikian

kokoh enggan menerima “amanah” ini. Semuanya menjadi tanggung jawab

manusia. Manusialah yang menjadi pemeran utama di dunia ini. Atas semua

65

Dudung Abdullah. “Perspektif Al-Quran Tentang Posisi Manusia Dalam Memakmurkan

Alam Raya”. Jurnal, Vol. 5, No.1 (2016), 15-17.

Page 58: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

45

amanah yang diberikan Allah kepada manusia, Allah akan meminta tanggung

jawab kepada seluruh manusia baik selaku individu maupun selaku pemimpin

masyarakat . Tugas-tugas kekhalīfahan bisa kita dapatkan dalam Al-Qur‟an dalam

berbagai macam trmnya.66

1. Makkiyyah

a. Q.S Al-Anʽām ayat 165

“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia

meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,

untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya

Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun

lagi Maha Penyayang”.

2. Madaniyyah

a. Q.S An-Nur: 55

4.

“ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu

dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan

menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan

orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan

bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-

benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan

66

Ahsin Sakho Muhammad, keberkahan Al-Quran,(Jakarta: Qaf, 2017), 57.

Page 59: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

46

menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada

mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap)

kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik”.

Hasbi dalam menafsirkan Ayat ini menjelaskan bahwa prasyarat seorang

untuk memperoleh kekuasaan, menjadi khalīfah adalah merealisasikan dirinya

pada keimanan dan melakukan amal saleh. Kedua hal tersebut merupakan syarat

mutlak sebagaimana dijanjikan oleh Allah Swt. Sebagaimana yang telah

dikisahkan di dalam Al-Qur‟an, dimana kaum Bani Israil telah dijadikan penguasa

(khalīfah ) di bumi Syam dengan kebinasaan kaum angkara murka.67

b. Q.S Al-Ahzāb: 72

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan

gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan

mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh

manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat dzalim dan Amat bodoh”.68

3. Asbabun Al-Nuzul

Q.S An-Nur: 55 Ubay bin Ka‟ab ra. Menuturkan, bahwa saat Rasulullah

Saw. Dan para sahabat datang ke madinah, kaum Anshar memberi mereka

tempat tinggal. Sementara di satu sisi, kaum kafir Arab di Madinah bersatu

memusuhi mereka. Akibatnya, kaum Muslim setiap saat selalu membawa

senjata di siang dan malam hari. Mereka berkata, “dapatkah kita hidup aman,

tidak takut kecuali kepada Allah? Maka itu, turunlah ayat ini. (Hadits sahih

riwayat Hakim dan Thabrani).69

67

Millati, kekuasaan dalam Tafsir Nusantara dan relevansinya terhadap persoalan

kebangsaan kajian terhadap ayat-ayat khalifah dalam tafsir An-Nur, Al-Azhar dan al-Mishbah,

jurnal of Islamic Studies and Humanities, vol, 1, No.2 (2016), 161. 68

Aflikasi Al-Qur‟an Indonesia, Q.S, 33, 427. 69

Ibid., 150.

Page 60: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

47

4. Munasabah Ayat

a. Q.S Al-Anʽām: 165, Mempunyai keterkaitan dengan Surah setelahnya

Q.S Al-A‟raf ayat: 11

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk

tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada Para Malaikat: "Bersujudlah kamu

kepada Adam", Maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak Termasuk

mereka yang bersujud”.70

Surah Al-Anʽām ayat 165 menjelaskan tentang tugas hidup manusia di

bumi ini adalah untuk menjadi khalīfah Allah. Dan dia yang menjadikan kamu

khalīfah di bumi. Tugas kekhalīfahan ini cukup berat. Antara lain harus

menggarap alam, agar terwujud kemakmuran hidup. Penggarapan alam hanya

dapat dilakukan dengan jasmani yang kuat, sehat dan trampil. Karena itu jasmani

manusia yang pada mulanya sangat lemah tersebut harus di bangun sedemikian

rupa sehingga menjadi kuat, sehat dan trampil, agar tugas kekhalīfahan itu dapat

terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan.

Sesungguhnya kami telah menciptakan kamu maksudnya ayah kamu yaitu

Adam (lalu kami bentuk tubuhnya) kami membentuk tubuhnya sedangkan kamu

berada didalam sulbinya (kemudian kami katakan kepada para malaikat,

bersujudlah kamu kepada adam) sebagai penghormatan, yaitu dengan

menundukkan punggung (maka mereka pun bersujud kecuali iblis yaitu kakek

moyang bangsa jin yang ada di antara malaikat (dia tidak termasuk mereka yang

bersujud).

70

Ibid., 150.

Page 61: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

48

Sebagai khalīfah di bumi,” yaitu berkesinambungan dari satu umat kepada

umat setelahnya, satu generasi kepada generasi setelahnya serta satu masyarakat

kepada masyarakat setelahnya. Seandainya Allah menghendaki niscaya Dia akan

menjadikan mereka seluruhnya dalam satu waktu, tidak menjadikan sebagian

mereka sebagai anak cucu dan bagian yang lain. Bahkan, seandainya Dia

menghendaki,.niscaya Dia akan menciptakan mereka semua sekaligus,

sebagaimana Dia menciptakan Adam dari tanah. Seandainya Dia menghendaki

untuk menjadikan sebagian mereka sebagai keturunan dari sebagian yang lain, dan

Dia tidak mematikan seorang pun dalam waktu yang sama hingga kematian71

Istikhlaf: memberikan kepercayaan untuk mengelolah sesuatu, apakah

berupakan jabatan atau harta benda. Sebagaimana firman Allah:

b. Q.S An-Nūr: 55 mempunyai keterkaitan dengan ayat sebelumnya yaitu

ayat :54

“Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu

berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang

dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa

yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu

mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan

menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”72

(katakanlah! “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan jika

kalian berpaling) dari taat kepadanya. Lafaz Tawallau asalnya adalah Tatawallau:

maksudnya pembicaraan ini ditujukan kepada mereka (maka sesungguhnya

kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya) yaitu menyampai

risalah (dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan

kepada kalian yakni untuk taat kepadanya (dan jika kalian taat kepadanya, niscaya

71

Ahsin Sakho, Keberkahan Al-Qur‟an,(Jakarta: Qaf Media,2017), 58. 72

Ahsin Sakho, Membumikan Ulumul Qur‟an, (Jakarta: Qaf Media,2019), 166-165.

Page 62: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

49

kalian mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan

menyampaikan amanat Allah dengan terang) yaitu secara jelas dan gamblang.

Q.S An-Nūr: 55 Pendapat Al-Baqa`i dan Thahir Ibn `Asyur tentang kaitan

antara ayat ini dengan ayat sebelumnya, lalu menepisnya menandakan bukan itu

yang terpenting. Apapun hubungannya, yang jelas ayat ini menyatakan. Dan Allah

telah menjanjikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan membuktikan

keimanannya dengan mengerjakan amal-amal yang shaleh yakni yang baik dan

bermanfaat sesuai tuntunan agama untuk menganugrahkan mereka kekuasaan, dan

Dia bersumpah bahwa Yang Maha Kuasa itu pasti akan menjadikan mereka

penguasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum

mereka penguasa, dan pasti Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang

mereka anut yang telah dirhidai-Nya untuk mereka yakni agama Islam, dan Dia

benar-benar akan mengganti buat mereka sesudah ketakutan yang mencekam

mereka dengan rasa aman sentasa yang sangat mendalam.73

Allah menjanjikan bagi mereka yang bisa melaksanakan amanah:

1. Diberikan penguatan kekuasaan

2. Menguatkan pelaksanaan pesan-pesan ilahi

3. Terciptanya kedamaian, keamanan, dan kesejahteraan manusia di bumi,

dan mendapatkan ridha Allah (baldah thayyibah wa rabbun ghafur).

Hal ini bisa tercermin pada surah Shad ayat 26 ketika Allah mengangkat

Nabi Dawud menjadi khalīfah di tanah syam. Allah mewasiatkan kepadanya agar

Nabi Dawud menegakkan keadilan, memutuskan hukum dengan benar dan tidak

mengikuti hawa nafsu semata. Sebab, hal itu akan menyebabkan dia tersesat.

73

Ibid,. 165.

Page 63: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

50

c. Q.S Al-Ahdzāb: 72 berkaitan dengan surah Al-Baqarah ayat 30

“ Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan

gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan

mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh

manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh”.

Amanah dalam Q.S Al-Ahzab ayat 72 menurut pandangan Ibnu Katsir

yang di jelaskan pada kitabnya Al-Qur‟an al-ʽadzim bahwasanya makna amanah

yang dimaksud adalah yang telah Allah tawarkan kepada langit, bumi dan

gunung-gunung sebelum Allah menawarkan kepada Nabi Adam As. Amanah

ditawarkan kepada manusia berkaitan dengan tugas pokok manusia sebagai

khalīfah fi ard. Allah Swt. Menciptakan manusia di muka bumi ini agar manusia

dapat menjadi khalīfah di muka bumi. Maksud dari khalīfah adalah seseorang

yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang telah ditentukan dan

juga sebagai pengatur apa-apa yang di bumi seperti tumbuhan, hewan, hutan, air,

dan lain sebagainya. 74

Tugas manusia sebagai khalīfah adalah untuk menjaga dan bertanggung

jawab atas dirinya, sesama manusia dan alam yang menjadi sumber penghidupan.

Karena sudah menjadi kewajiban bagi manusia yang merupakan khalīfah di bumi

memiliki dua bentuk sunatullah yang harus dilakukan, yaitu baik kewajibannya

antara manusia dengan tuhannya, antara sesama manusia sendiri, dan antara

manusia dengan ekosistemnya. Kewajiban tersebut haru dilaksanakan karena

merupakan amanah dari Allah sang pencipta. Tanggung jawab manusia terhadap

moral agama sebagai khalīfah di bumi yaitu mengelola sebaik-baiknya alam

semesta dan kehidupan sosial didalamnya. Kehidupan manusia sangat tergantung

kepada komponen-komponen lain dalam ekosistem sehingga secara moral

74

Ibid.,165.

Page 64: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

51

manusia terhadap alam dituntut untuk bertanggungjawa kepada kelangsungan,

keseimbangan dan kelestarian alam yang menjadi sumber kehidupannya. Menjaga

keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup, baik alam ataupun lingkungan

sosial merupakan tugas daripada khalīfah dalam upacara memformasi bumi,

Madjid menegaskan bahwa muara dari semua prinsip kekhalīfahan manusia

adalah reformasi bumi.

C. Ayat-Ayat Tentang Kemakmuran

Khalīfah: adalah seorang hamba Allah yang mendapatkan mandat sebagai

pelaksana, pengatur, penentu kebijakan dan menetapkan hukum-hukum sesuai

dengan kehendak Allah swt. dan aspirasi orang-orang yang membaiatnya sebagai

khalīfah;

Bumi atau wilayah tertentu adalah tempat atau sarana dalam melaksanakan

kekhalīfahan. Bumi merupakan tempat berbagai potensi yang dibutuhkan oleh

manusia untuk mendapatkan kesejahteraan. Oleh karena itu, khalīfah

berkewajiban mengelolah ( ista‟mara /memakmurkan) bumi dan semua isinya atau

sumber-sumbernya untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, seorang

khalīfah harus memiliki ilmu pengetahuan untuk mengelolah objek kekuasaan

itu.75

1. Makkiyah

a. Q.S Al-Anʽam: 141

1.

75

Makmur. “Pandangan Al-Quran Dalam Politik”. Jurnal Penelitian dan penngabdian

Masyarakat, Vol 1, No. 1 (2019), 53.

Page 65: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

52

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak

berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,

zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama

(rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia

berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan

disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.

b. Q.S Sabā‟: 15

5.

“ Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat

kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.

(kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan)

Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang

baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".76

c. Q.S Hūd: 61

“ Dan kepada Ṭsamud (kami utus) saudara mereka Ṣhaleh. Ṣhaleh berkata:

"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.

Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu

pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah

kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi

memperkenankan (doa hamba-Nya)."77

76

Aflikasi Al-Qur‟an Indonesia Q.S Saba‟/ 15, 430. 77

Ibid., 228.

Page 66: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

53

d. Q.S Al-Zukhrūf: 32

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah

menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan

Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa

derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan

rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.78

“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.”

2. Madaniyah

a. Q.S Al-Baqarah: 267

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari

hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari

bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu

menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya

melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa

Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.79

3. Asbab An-Nuzul

Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ulama tentang Asbab-An-

Nuzul, salah satunya yang cukup popular adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi

78

Ibid., 53. 79

Qurais Titis Rosowulan, Konsep Manusia Dan Alam Serta Relasi Keduannya dalam

Perspektif Al-Quran”. Jurnal Studi Islam, Vol, 14. No. 1 (2019), 27-28.

Page 67: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

54

pada masa turunnya ayat, baik sebelum maupun sesudah turunnya, dimana

kandungan ayat tersebut berkaitan/ dapat dikaitkan dengan peristiwa itu.

Sebagaimana firman Allah: di sini terdapat empat ayat:80

Q.S Al-Baqarah ayat 267

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari

hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari

bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu

menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya

melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa

Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

Al-Barra Ra. Berkata,” Ayat ini turun berkenaan dengan kaum Anshar, yang

merupakan para pemilik kebun kurma. Saat itu, tiap orang mengeluarkan sedekah

hasil perkebunannya disesuaikan dengan sedikit banyaknya kebun yang mereka

miliki. Ada seseorang yang mengeluarkan sedekahnya dengan satu atau dua

tandan kurma, dan menggantungkannya di masjid. Saat itu, Ahlu ash-Suffah

(orang yang tinggal di masjid) tidak mempunyai makanan, dan apabila salah

seorang dari mereka sedang lapar, maka dia akan mendatangi tandan kurma

tersebut, lalu memukulnya dengan tongkat hingga korma yang masih muda

berjatuhan, lalu mereka memakannya. Namun, ada beberapa orang yang tidak

suka dengan perintah bersedekah, apabila mengeluarkan sedekahnya, dia

mengeluarkan setandan kurma yang jelak dan tidak berkualitas, serta setandan

kurma yang tidak utuh, kemudian menggantungkannya di masjid. Atas hal

80

Shihab, Kaidah Tafsir, (Tenggerang: Lentera Hati, 2013), 235.

Page 68: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

55

tersebut, Allah menurunkan ayat ini.(Hadis hasan Gharib, menurut Tirmidzi, dan

Hadits sahih menurut Hakim dan sesuai ketentuan Muslim.81

a. Q.S Al-Anʽām: 141

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak

berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,

zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama

(rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia

berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan

disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.82

Ibnu Juraij ra. Menjelaskan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan

Ṭsabit bin Qais bin Syammas yang memanen kurmanya. Setelah itu, ia

mengadakan pesta, sehingga di sore hari, semua hasil panennya habis sama sekali.

(HR. Ibnu Jarir. Lihat Ibnu Katsir:2/346

b. Q.S. Sabā‟:15

81

Ibid., 54. 82

Ibid., 54.

Page 69: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

56

“Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat

kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.

(kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan)

Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang

baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".

„Ali bin Rabah Ra. Meriwayatkan, bahwa ketiga ayat ini diturunkan

berkenaan dengan Farwah bin Masik al-Ghathifi ra. Yang suatu ketika menemui

Rasulullah Saw. Dan berkata, “Rasulullah, kaum saba‟ adalah kaum yang

terpandang di masa jahiliah. Aku khawatir manakala mereka menolak masuk

Islam. Boleh aku memerangi mereka? (HR. Ibn Abi Hatim. Lihat Ibn Katsir

4/316 dan Qurthubi: 8/5551).83

c. Q.S. al-Zukhrūf : 32

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan

antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah

meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar

sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat

Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari ad-Dhahhak dari ibdu Abbas bahwa ketika

Allah mengutus Muhammad sebagai Rasul, sebagian bangsa Arab

memgingkarinya. Kata mereka, “Allah terlalu Agung untuk mengangkat seorang

Rasul dari kalangan manusia.” Maka Allah menurunkan firmannya,” dan kami

tidak mengutus sebelummu, melainkan seorang laki-laki setelah berulang kali

83

Ahmad Hatta, Tafsir Qur‟an Perkata, (Jakarta: Pt, Magfirah Pustaka, 2009), 150.

Page 70: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

57

Allah menunjukkan hujjah kepada mereka, mereka pun berkata, kalaupun

manusia, maka selain Muhammad tentu lebih berhak menerima risalah. Allah swt

berfirman, dan mereka berkata, mengapa Al-Quran ini tidak diturunkan kepada

seseorang yang lebih mulia daripada Muhammad, yang mereka maksud adalah al-

Walid bin Mughirah dari Mekah dan Mas‟ud bin Am rats- Tsaqafi dari Thaif,

maka Allah menurunkan Ayat ini sebagai bantahan terhadap mereka. 84

4. Munasabah ayat

Munasabah dari segi bahasa bermakna kedekatan. Nasab adalah kedekatan

hubungan antara seseorang dengan yang lain disebabkan oleh hubungan darah/

keluarga. Ulama-ulamak Al-Qur‟an menggunakan kata Munasabah untuk dua

makna. 85

Pertama, hubungan kedekatan antara ayat atau kumpulan ayat-ayat Al-

Qur‟an satu dengan lainnya. Kedua, hubungan makna satu ayat dengan ayat lain,

misalnya, pengkhususannya, atau penetapan syarat terhadap ayat lain yang tidak

bersyarat, dan lain-lainnya seperti:

a. Q.S Al-Baqarah: 267 Berkaitan dengan Surah Al-Hajj: 37 artinya:

“Daging- daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai

(keridhaan Allah, tetapi ketaqwaan darimu yang dapat mencapainya.” (Q.S

Al-Hajj: 37). Allah Swt. Tidak membutuhkan makhlukNya sedangkan

seluruh makhlukNya itu adalah fuqara (butuh kepadanya). Dia Maha luas

karuniaNya dan apa yang ada padaNya tiada akan pernah habis. Barang

siapa bersedekah dengan harta dari hasil usaha yang baik, maka hendaklah

ia mengetahui bahwa Allah Ta‟ala Mahakaya, maha luas karuniaNya,

Maha mulia dan Maha dermawan.

84

Ibid., 150. 85

Ibid,. 243.

Page 71: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

58

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari

hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari

bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu

menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya

melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa

Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk bersedekah dengan harta

terbaik yang mereka dapatkan dan yang Allah berikan dari hasil bumi, seperti

pertanian, perkebunan, dan barang tambang. Dan Allah melarang mereka sengaja

berinfak dengan harta yang demikian, merekapun tidak mau menerimanya kecuali

dengan hati yang enggan. Maka bagaimana kalian berinfak dengan harta yang

demikian untuk melaksanakan kewajiban yang Allah berikan? Dan ketahuilah

Allah Maha Kaya dari sedekah kalian, dan Maha terpuji dalam segala perbuatan

dan firmanNya.86

b. Q.S Al-Anʽām: 141 berhubungan dengan Surah Al-Furqan ayat 67 juga

disebutkan yang artinya, “Dan orang-orang yang apabila membelanja

(harta), kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah-tengah antara yang

demikian. Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Bentuk, jenis dan rasa beraneka macam buah, serta tumbuhan-tumbuhan

yang tumbuh diatas tanah dengan disirami air yang sama, menunjukkan

tanda-tanda kebesaran Allah Swt.

2. Air, tanah, cahaya dan oksigen merupakan dasar tumbuhnya tanaman-

tanaman tersebut dengan kekuasaan Allah. Sebenarnya seluruh hasil-hasil

tanaman tersebut di tentukan oleh Allah Swt. Karena itu berinfakkan di

jalan Allah dan jangan pelit.

86

Allamah Sayyid Abdullah Haddad, Thariqah Menuju Kebahagian, (Bandung:

Mizan,1989), 229.

Page 72: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

59

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak

berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,

zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama

(rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia

berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan

disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.87

c. Q.S Hūd: 61 berkaitan dengan surah Ali Imran ayat 133: Maksud surah

Al-Baqarah ayat 133 diatas adalah hendaknya kita sebagai umat manusia

yang telah diciptakan oleh Allah dari bahan bumi/ tanah untuk

bersegerahlah memohon ampun kepadaNya . kita diciptakan atas

kehendakNya maka kita pun harus kembali pasrah kepadaNya pula. 88

Sebagaimana digambarkan dalam firman Allah dalam surah Hūd

dikatakan: 6189

“Dan kepada Ṭsamud (kami utus) saudara mereka Ṣhaleh. Ṣhaleh berkata: "Hai

kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia

telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu

pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah

kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi

memperkenankan (doa hamba-Nya)."

87

Ibid., 146. 88

Ibid., 228. 89

ibid., 228.

Page 73: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

60

Isti‟mar: menjadikan manusia sebagai pemakmur di bumi. Memakmurkan

berarti menjadikan bumi ini menjadi ramai, sejahtera, aman, dan damai. Untuk

menjadikan bumi ini aman dan damai, manusia harus mengusung nilai-nilai

ketuhanan. Kesempatan lain manusia juga diberikan kesempatan untuk berkuasa.

Kita telah dibekali Allah dengan akal dan pikiran, maka kita harus

memengoptimalkan akal pikiran untuk menggali potensi bumi dan alam semesta

untuk memakmurkan mereka semua yang ada di alam semesta ini bisa

dimanfaatkan seluas-luasnya oleh manusia, baik yang ada didaratan, lautan dan

bahkan di angkasa luar, jika kita mau.

Ciri-ciri negeri yang makmur seperti yang digambar dalam:

d. Q.S Sabā‟: 15 berhubungan dengan berhungan dengan ayat An-Naml: 22

Tetapi, lama-kelamaan kaum saba‟ menjadi sombong dan lupa bahwa

kemakmuran yang mereka miliki adalah anugerah dari yang Maha kuasa dan

Maha pemurah. Allah dengan perantaraan rasulNya memerintahkan agar mereka

mensyukuriNya atas segala nikmat dan karunia yang dilimpahkan kepada mereka.

Negeri mereka menjadi subur dan makmur berkat karunia Allah yang Maha

pengampun, melindungi mereka dari segala macam bahaya dan malapetaka. 90

“ Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat

kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.

(kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan)

Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang

baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".

Sungguh beruntung mereka mendapat berbagai kenikmatan itu, agar

mereka bersyukur kepada Allah. Negeri yang kaya sumber daya alamnya, bebas

dari penyakit dan permasalahan, sejahtera, memiliki pemandangan yang indah,

90

Ahmad Hatta, Tafsir Qur‟an Perkata, (Jakarta: Pt, Magfirah Pustaka,2009), 430.

Page 74: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

61

tanah yang lapang dan subur, sungai-sungai yang membawa banyak kebaikan,

pepohonan yang menghasilkan buah terbaik, dan Tuhan yang Maha pengampun,

mengampuni banyak dosa dan memberi pahala yang besar atas amalan yang

sedikit.

Hubungan antara pemilik kekuasaan dengan wilayah, dan hubungannya

dengan pemberi kekuasaan (Allah swt.), Sebagai mustakhlif. Mustakhlif, selain

Allah swt, adalah manusia (rakyat) yang turut serta dalam mengangkat khalīfah .

Hal ini dipahami dari informasi ayat yang berbicara tentang kekhalīfahan Nabi

Daud As. di mana redaksi ayat mengatakan “Kami menjadikan kamu (Daud)

sebagai Khalīfah”. Kata “Kami” yang merupakan kata ganti jamak menunjukkan

adanya pihak selain Allah yang terlibat dalam pengangkatan khalīfah tersebut

yaitu rakyat (penduduk). Dari sinilah dapat dipahami adanya demokrasi dalam Al-

Qur‟an. Hal ini berbeda ketika Allah menyatakan Adam A.s sebagai khalīfah.

Redaksi yang digunakan adalah “sesungguhnya Aku akan menjadikan khalīfah di

muka bumi”. Hal ini menandakan, selain baru merupakan rencana, juga karena

pada saat itu belum ada manusia selain Adam yang terlibat dalam pengangkatan

Khalīfah.91

Hubungan manusia dengan alam raya atau hubungan manusia dengan

sesamanya bukanlah merupakan hubungan antara penakluk dan yang ditaklukkan

atau antara tuan dan hamba, tetapi dalam konsep kekhalīfahan, hubungan

manusia (khalīfah) dengan alam dan sesamanya merupakan hubungan

kebersamaan, hubungan timbal-balik dalam rangka mewujudkan tugas-tugas

kekhalīfahan untuk mencapai tujuan yang diridai Allah swt. Hal ini disebabkan

karena kekhalīfahan dapat terwujud atau manusia mampu mengelolah bumi dan

segala isinya, selain karena kemampuannya yang diberikan Allah swt., juga

karena Allah swt. yang menundukkannya. Oleh karena itu, kekhalīfahan menuntut

adanya interaksi yang positif antara manusia dengan sesamanya dan manusia

91

Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur‟an,

(Jakarta: Pt, Rineka Cipta, 1994), 89-91.

Page 75: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

62

dengan alam sesuai dengan petunjuk-petunjuk Allah swt sebagaimana yang tertera

dalam wahyu-wahyu-Nya.

e. Q.S Al-Zukhrūf (43): 32 berhungan dengan ayat sesudahnya ayat: 35 ayat

ini menegaskan bahwa harta tidak dapat dijadikan dasar untuk mengukur

tinggi rendahnya derajat seseorang, karena harta itu merupakan hiasan

kehidupan duniawi, bukan berarti kesenagan akhirat.

“ Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah

menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan

Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa

derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan

rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”

Hubungan manusia dengan sesamanya merupakan hubungan kebersamaan,

di mana masing-masing individu menjalankan fungsinya untuk menggerakkan

roda kehidupan dengan tujuan kesejahteraan bersama.92

Sayyid Qutub

mengomentari potongan ayat tersebut (saling menggunakan) dengan mengatakan

bahwa roda kehidupan manusia ketika berputar, sebagian manusia pasti

menggunakan manusia selainnya. Tetapi hal ini tidak berarti hubungan

perbudakan atau kelas elit memperbudak kelas menengah atau kelas sosial yang

paling rendah atau seseorang memperbudak orang lain.

Namun hal itu dimaksudkan untuk suatu perubahan dan perkembangan

dalam kehidupan masyarakat manusia. Orang kaya membutuhkan orang yang

miskin untuk dipekerjakan, sementara orang miskin membutuhkan orang kaya

92

Titis Rosowulan, Konsep Manusia Dan Alam Serta Relasi Keduannya dalam Perspektif

Al-Quran”. Jurnal Studi Islam, Vol, 14. No. 1 (2019), 33.

Page 76: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

63

untuk tempat ia bekerja. Demikian perbedaan tingkat rezeki manusia menciptakan

dinamisasi kehidupan.

Sayyid Qutub melanjutkan komentarnya dengan mengatakan bahwa

kehidupan manusia mestilah dibangun atas dasar perbedaan profesi. Perbedaan

profesi ini adalah hal yang sangat penting dalam menata roda kehidupan dunia.

Seandainya manusia hanya memiliki satu profesi tidak akan mungkin kehidupan

ini dinamis.

Page 77: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

64

BAB IV

MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI PERSPEKTIF AL-

QUR’AN

A. Manusia Sebagai Khalīfah dan Abd’ Allah

Tujuan diciptakan manusia ini bisa dilihat pada dialog Antara Allah Swt.

Dengan para malaikat ketika hendak menciptakan manusia, dialog itu diabadikan

dalam surah al-Baqarah (2) ayat 30 berikut:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku

hendak menjadikan seorang khalīfah di muka bumi." mereka berkata:

"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalīfah) di bumi itu orang yang akan

membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami

Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan

berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

M. Quraish Shihab, (2000, 1: 140) dalam menafsirkan kata khalīfah pada

ayat di atas menjelaskan, bahwa kata “khalīfah” pada mulanya berarti yang

mengantikan atau yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Atas dasar

ini, yang memahami kata khalīfah di sini dalam arti yang menggantikan Allah

dalam menegakkan kehendakNya dan menerapkan ketetapannya tetapi hal ini

tidak berarti karena Allah tidak mampu, atau menjadikan manusia berkedudukan

sebagai Tuhan. Tidak! Allah bermaksud dengan pengangkatan itu untuk menguji

manusia dan memberinya penghormatan. 93

Jadi esensi tujuan penciptaan manusia adalah Allah hendak memberi tugas

kepada manusia sebagai khalīfah Allah di bumi, yaitu melaksanakan amanah

93

Anwar Sutoyo, Manusia Dalam Perspektif Al-Quran, (Yogyakarta: Pt, Pustaka

Pelajar,2015), 36-37.

Page 78: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

65

sesuai tuntunan Allah dan RasulNya dalam bidang keahlian dan atau kewenangan

sesuai yang dikaruniakan Allah kepadanya.

Jika demikian, kekhalīfahan yang dianugerahkan kepada Daud As

bertalian dengan kekuasaan mengelola wilayah tertentu. Hal ini diperolehnya

berkat anugerah Ilahi yang mengajarkan kepadanya al-hikmah dan ilmu

pengetahuan. Makna “pengelolaan wilayah tersebut”, atau katakanlah bahwa

pengelolaan tersebut berkaitan dengan kekuasaan politik, dipahami pula pada

ayat-ayat yang menggunakan bentuk khulafa‟. (perhatian ketiga ayat yang

ditunjuk di atas.) ini, berbeda dengan kata khala‟if, yang tidak mengesankan

adanya kekuasaan semacam itu, sehingga pada akhirnya kita dapat berkata bahwa

sejumlah orang yang tidak memiliki kekuasaan politik dinamai oleh Al-Qur‟an

khala‟if tanpa menggunakan bentuk mufrad (tunggal). Tidak digunakannya bentuk

mufrad untuk makna tersebut agaknya mengisyaratkan bahwa kekhalīfahan yang

diambil oleh setiap orang tidak dapat terlaksana tanpa bantuan orang lain, berbeda

dengan khalīfah yang bermakna penguasa dalam bidang politik itu. Hal ini dapat

mewujud dalam diri pribadi seseorang atau diwujud kannya dalam bentuk otoriter

atau diktator.94

Kalau kita kembali kepada ayat Al-Baqarah 30, yang menggunakan kata

khalīfah untuk Adam As, maka ditemukan persamaan-persamaan dengan ayat

yang membicarakan Daud As., baik persamaan dalam redaksi maupun dalam

makna dan konteks uraian.95

Adam juga dinamai khalīfah. Beliau, sebagaimana Daud, juga diberi

pengetahuan –wa‟allama Adam al-asma‟kullaha yang kekhalīfahan keduanya

berkaitan dengan Al-Ardha: Inni ja‟il fi al-ardhi khalīfa (Adam) dan ya Daud inna

ja‟alnaka khalīfatan fi al-ardh (Daud).

Di dalam Tafsir Nurul Al-Quran ayat 30, Manusia, wakil Allah di bumi

kita mengetahui dari ayat-ayat sebelumnya, Allah telah menciptakan segenap

94

Ibid., 36. 95

Ibid., 37.

Page 79: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

66

karunia di bumi untuk manusia, sedangkan dalam ayat- ayat ini pemimpin dan

kekhalīfahan manusia dinyatakan dengan resmi. Dengan begitu, kedudukan

spiritual manusia dan nilai semua manfaat diandal kan.

Dalam ayat ini, yang dimulai dari ayat 30 dan berakhir pada ayat 39

penciptaaan Adam (manusia pertama) disinggung dan tiga persoalan yang

fundamental juga disampaikan: pertama Allah memberi tahu para malaikat

mengenai kekhalīfahan manusia di bumi dan pertanyaan mereka kepada Allah,

kedua para malaikat diperintahkan bersujud di hadapan manusia pertama, Adam.

Situasi ini disinggung dalam banyak ayat dalam Al-Qur‟an Al-Karim berkenaan

dengan peristiwa-peristiwa yang berbeda-beda96

Ketika, Ilustrasi Adam dan kehidupan di surga serta peristiwa-peristiwa

yang menyebabkan dia dikeluarkan dari surga, kemudia taubatnya Adam dan

keharusan dia dan istrinya tinggal di dunia diperlihatkan.

Ayat-Ayat yang sedang di kupas berbicara mengenai tahapan pertama.

Keinginannyalah dia menciptakan satu makhluk di bumi untuk dijadikan khalīfah.

Sifat-sifat khalīfah ini akan menjadi pantulan cahaya sifat Allah dan posisinya

lebih tinggi daripada para malaikat. Atas kehendaknyalah, bumi dan segala ,

karunianyalah, seperti kekuatan, harta, tambang, dan seganap potensinnya

dipersembahkan sesuai dengan kehendak manusia.

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan khalīfah pada ayat

ini bukan hanya Nabi Adam As. Tetapi seluruh umat manusia, yang menjadi

khalīfah satu masa dengan masa yang lain, satu zaman dengan zaman yang lain.

Artinya manusia akan menjadi pengelola bumi dan akan terus digantikan oleh

anak cucunya.

Ibnu Qutaibah menjelaskan: Allah berkata kepada malaikat bahwa

manusia diciptakan di muka bumi. Manusia itu akan melakukan beberapa

96 Kamal Allamah, Fakih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, (Jakarta: Al-Huda, 2004), 373-374.

Page 80: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

67

perbuatan dan anak cucunya juga akan melakukan perbuatan, salah satunya adalah

saling menumpah darah.

Hal ini lah yang menjadi malaikat bertannya tentang perihal manusia. Jika

tidak maka malaikat tidak akan tahu. Ayat di atas menegaskan bahwa sebelum

manusia diciptakan, Allah Swt. Telah menjelaskan tugasnya sebagai khalīfah di

muka bumi. Dengan demikian ayat ini menunjukkan bahwa kekhalīfahan terdiri

dari wewenang yang dianugerahkan Allah Swt. Kepada manusia untuk

menegakkan kehendakNya dan menerapkan ketetapan- ketetapanNya.

Menurut para ulama‟ besar dan intelektual Islam, serta para pakar dalam

bidang tafsir, makna objektif “khalīfah”(wakil) adalah wakil Ilahi di muka bumi,

karena pertanyaan yang diajukan oleh para malaikat yang megatakan bahwa umat

manusia mungkin akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di

permukaan bumi sedangkan mereka (para malaikat) bertasbih kepadanya

menguatkan makna ini bahwasanya wakil Allah di muka bumi tidak bersesuaian

dengan perbuatan seperti ini.

Namun Allah, puas menciptakan suatu makhluk di atas segala makhluk di

alam raya, makhluk terbaik, yang cocok menjadi seorang khalīfah , Wakil Allah di

muka bumi. Dalam sebuah Hadits, Imam Ash-Shadiq as. Ketika menafsirkan ayat-

ayat ini, menyinggung makna yang sama dan berkata bahwa para malaikat, setelah

mengetahui kedudukan Adam, menyadari bahwa ia dan keturunannya layak

menjadi wakil-wakil Allah di bumi dan berperan sebagai pembimbing manusia

dengan izin Allah.97

Di sisi lain, ditemukan pula kedudukan manusia sebagai ʽAbdu/hamba

dalam surah ad-Dzariyāt (51):

97

Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran, jilid 1, cet, 2 (Jakarta: pt, Al-Huda,

2006), 375.

Page 81: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

68

“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.”

Terjemahan Hadits Arbaʽin Hadits kedua puluh Sembilan amal yang

memasukkan ke Surga, Dari Mu‟adz bin Jabal R.A., ia berkata: “Aku berkata

kepada Rasulullah “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang suatu amal,

yang dapat memasukkan aku ke surga dan menjauhkan aku dari Neraka. “Beliau

bersabda: “Sesungguhnya engkau telah bertanya tentang suatu perkara yang

agung, dan sesungguhnya hal itu ringan bagi orang yang dimudahkan Allah

untuk mengamalkannya, yaitu engkau beribadah kepada Allah dan jangan

menyekutukannya sesuatu pun denganNya, dan engkau mendirikan shalat,

mengeluarkan Zakat, puaso di bulan Ramadhan dan mengerjakan Haji ke

Baitullah.” Kemudian beliau bersabda lagi: “ inginkah engkau kuberi petunjuk

jalan tentang pintu-pintu kebaikan? Yaitu puasa itu perisai, sedekah itu

menghapuskan kesalahan (dosa) bagaikan air memadamkan api, dan solat

seseorang di tengah malam.” Kemudia Rasulullah Saw. Membaca ayat:

Tatajaafa junuu buhum „alal madlaaji‟i‟ hingga sampai kata “Ya maluun”

kemudian beliau bersabda: “ maukah bila kuberitahukan kepadamu pokok-pokok

perkara (amal), tiang-tiang dan puncak-puncaknya? “saya menjawab: “Tentu

saja, wahai Rasulullah.” Kemudian beliau bersabda: “ Perkara yang pokok ialah

Islam, dan tiangnya adalah Shalat, dan puncaknya ialah jihat.” Lalu sabdanya

lagi “Maukah kuberitahukan kepadamu tentang maksud dari keseluruhan

(kuncinya) semua itu? Saya menjawab: “ tentu saja, wahai Rasulullah .” Maka

beliau memegang mulutnya dan bersabda: “jagalah ini (sambil mengisyaratkan

lidah).” Saya bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah sesungguhnya kita disiksa

karena pembicaraan kita? Maka menjawab beliau: Ibumu akan kehilangan

kamu, (semoga selamat engkau), bukankah manusia itu tidak menelungkupkan

muka-muka mereka ke dalam neraka kecuali lantaran karena ucapan mereka?”

(HR. Turmudzi).98

M. Quraish Shihab, (2003, 13: 356-57) dalam menafsirkan kata “liya‟

buduun” pada ayat di atas menjelaskan, bahwa bukan berarti agar supaya mereka

itu beribadah, atau agar Allah disembah. Pemaknaan seperti ini dipandang

mustahil sebab Allah tidak membutuhkan sesuatu. Dari sini bisa dipahami, bahwa

tujuan penciptaan manusia itu bukan untuk Allah, tetapi untuk diri manusia itu

sendiri. Jadi bila dalam ayat tersebut dikatakan agar manusia beribadah, maka

manfaat ibadah yang dilakukan manusia itu bukan untuk Allah, tetapi untuk

manusia sendiri.

98

Achmad Sunarto, Terjemahan Hadits Ar-Baʽin Annawawiyyah, (Jakarta: Pt, Pustaka

Amani), 7-8.

Page 82: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

69

Dalam kaitannya dengan tujuan penciptaan manusia sebagai “khalīfah”

seperti diinformasikan pada surah al-Baqarah (2) ayat 30, manusia dalam

melaksanakan tugas sebagai khalīfah itu ada sejumlah aturan berupa perintah dan

larangan yang harus di patuhi. Dalam pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan

aturan Allah itu dinilai sebagai ibadah. Dari dua ayat ini bisa dipahami, bahwa

tujuan penciptaan manusia adalah agar supaya manusia itu melaksanakan amanah

sebagaimana:

Didalam Terjemahan Hadits Arba‟in Annawawiyyah, dari Abu Hurairah

R.A., ia berkata : Rasulullah Saw. Bersabda: “Bahwasanya Allah Ta‟ala

berfirman: barang siapa yang memusuhi kekasihKu maka Aku menyatakan

perang padanya. Sesuatu yang paling kusukai dari apa yang dikerjakan oleh

hambaKu untuk mendekatkan diri kepadaKu yaitu bila mengerjakan apa yang

telah kuwajibkan kepadanya. Seseorang itu akan selalu mendekatkan diri

kepadaKu dengan mengerjakan sunnah-sunnah sehingga aku mencintainya.

Apabila aku mencintainya. Apabila aku mencintainnya, maka aku merupakan

pendengaran yang dipergunakan untuk mendengarkannya, aku merupakan

penglihatan yang dipergunakan untuk mendengarkannya, aku merupakan tangan

tangan yang dipergunakan untuk menyerangnya dan aku merupakan kaki yang ia

pergunakan untuk berjalan. Seandainya ia bermohon kepadaKu pasti aku akan

mengabulkannya. Dan seandainnya ia berlindung diri kepadaku pasti aku akan

melindunginnya.” (HR. Bukhari).99

Di dalam Q.S Al-Anʽām Ayat 165 Tafsir Nurul Quran, Pada ayat ini,

yang merupakan ayat terakhir surat Al-Anʽām untuk melengkapkan pembahasan

sebelumnya tentang penguatan pondasi tauhid dan perjuangan melawan

kemusyrikin, Al-Qur‟an menunjukkan kedudukan manusia dan keadaan di dunia

ini. Manusia adalah wakil Allah di bumi dan semua sumber yang terdapat didunia

ini diatur untuk dimanfaatkannya. Allah swt telah memberikan perintah dan

kekuasaan pada manusia atas semua makhluk. Karena itu manusia, manusia

99

Ibid.,43

Page 83: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

70

seperti ini mestinya tidak menjatuhkan dirinya begitu rendah sehingga menjadi

lemah.100

Berdasarkan Hadits Al-Lu‟lu uwal, kewajiban manusia kepada Allah pada

garis besarnya ada dua yaitu: Pertama, mentauhidkanNya, maksudnya yakni tidak

memusyrikkanNya kepada sesuatu apapun dan beribadat kepadaNya. Orang yang

demikian mempunyai hak untuk tidak disiksa oleh Allah, bahkan akan diberi

pahala yang berlipat ganda. Kewajiban manusia terhadap Allah juga harus

diimbangi dengan iman dan amal saleh. Oleh karena itu, kedudukan manusia

dalam Islam yang pertama yaitu manusia sebagai hamba Allah.

Perwakilan manusia di bumi, Al-Qur‟an secara berulang-ulang

menyatakan, manusia adalah wakil dan pemegang amanat Allah Swt di bumi.

Pernyataan ini untuk lebih memperjelas posisi manusia dalam penciptaan, juga

juga menjelaskan kebenaran bahwa harta, kekayaan, bakat, dan semua keutamaan

yang telah diberikan Allah Swt kepada manusia itu, sesungguhnya adalah milik

Allah Swt manusia hanyalah wakilNya yang diberikan kesempatan olehNya untuk

menggunakannya dalam satu masa tertentu (yang begitu singkat). Kebenarannya

ialah bahwa tidak ada wakil yang mandiri dalam kekuasaannya, melainkan

kekuasaan itu pasti dibatasi oleh kebolehan dan perizinan dari sang pemilik

sesungguhnya.

Di dalam Q.S Al-Anʽām Ayat 165 Tafsir Al-Muyassar, Dan Allah SWT

yang menjadikan kalian penguasa-penguasa di muka bumi yang menggantikan

umat manusia sebelum kalian, setelah Allah memusnahkan mereka dan

menjadikan kalian pengganti mereka di bumi, untuk memakmurkannya

sepeninggal mereka dengan ketaatan kepada Tuhan mereka, dan dia meninggikan

sebagian dari kalian dalam soal rizki dan kekuatan di atas sebagian yang lain

beberapa derajat, untuk menguji kalian terkait karunia-karunia yang diberikan

100

Kamal Allamah, Fakih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, ( Jakarta: Al-Huda, 2004), 373-374.

Page 84: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

71

kepada kalian, sehingga tanpak dalam pandangan manusia siapa orang yang

bersukur dan yang tidak.101

Sejalan dengan ayat-ayat al-Qur‟an di atas, Rasulullah juga pernah

mengingatkan: Rasulullah bersabda,” pada hari kiamat, kedua tapak kaki hamba

tidak akan bergeming sebelum ditanya terlebih dahulu tentang empat persoalan:

tentang umurnya yang dihabiskannya, waktu muda yang dijalaninya, tentang

hartanya dari mana diperolehnya dan untuk apa dinafkahkannya, dan tentang ilmu

yang diamalkannya” (H.R. Turmudzi).

Setelah manusia dimintai tanggung jawab pada hari kiamat, mereka

mendapat balasan dari Dzat Yang Maha Agung dari apa yang pernah dilakukan

selama hidup di dunia, baik atau buruk, sekecil apa pun. Tidak ada peluang untuk

berbohong, karena pada saat itu mulutnya ditutup, kemudia tangan, kaki, mata,

telinga, hati, bahkan kulit akan menjadi saksi dari apa yang mereka kerjakan

selama hidup di dunia. Seperti disajikan di atas, bahwa sumber penghidupan

manusia adalah di bumi ini, yaitu dari hasil pengelolaan alam semesta dengan

memanfaatkan potensi fisik, akal dan pengetahuannya Namun demikian,

cukupkah hanya dengan memanfaatkan potensi fisik, akal dan pengetahuan saja

manusia bisa mengelola bumi dan mendatangkan hasil?

Q.S. Hūd 61

“ Dan kepada Ṭsamud (kami utus) saudara mereka Ṣhaleh. Ṣhaleh berkata: "Hai

kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia

telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu

pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah

101

Ibid., 449.

Page 85: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

72

kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi

memperkenankan (doa hamba-Nya)."

Secara lahiriah kelihatannya bisa, seorang yang telah disediakan lahan

pertanian, memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk bertani, dan

tersedia alat-alat yang diperlukan dengan memadahi dimungkinkan bisa bertani

dan berhasil dengan baik. Tetapi dalam fakta keseharian tidak selalu demikian,

banyak petani yang gagal gara-gara hama padahal menyemprotnya obat

pemberantas hama dan pemupukan juga sudah dilakukan. Sebagaimana firman

Allah Q.S Az-Zukhrūf: 32:

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah

menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan

Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa

derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan

rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.102

Di dalam Tafsir Jalalain di jelaskan (Apakah mereka yang membagi-bagi

rahmad Rabbmu?) yang dimaksud dengan rahmad adalah kenabian (kami telah

menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia) maka

kami jadikan sebagian dari mereka dari mereka kaya dan sebagian lainnya miskin

(dan kami telah meninggikan sebagian mereka) dengan diberi kekayaan (atas

sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat

mempergunakan) golongan orang-orang yang berkecukupan (sebagian yang lain)

atas golongan orang-orang yang miskin (sebagai pekerja) maksudnya, pekerja

berupah: huruf ya disini menunjuk makna Nasab, dan menurut suatu Qiraat lafal

Sukhriyyan dibaca Sikhriyyan yaitu dengan dikasrahkan huruf sinnya (Dan

102

Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain Terjemahan

Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzuul, (Bandung: Pt, Sinar Baru Algensindo, 1999), 918.

Page 86: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

73

rahmat Rabbmu) yakni surga Rabbmu (lebih baik daripada apa yang mereka

kumpulkan) di dunia.

Q.S An-Nūr: 55

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan

mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan

menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan

orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan

bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar

akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi

aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan

sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji)

itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.”103

Quraish Shihab menuliskan pendapat Al-Baqa`i dan Thahir Ibn `Asyur

tentang kaitan antara ayat ini dengan ayat sebelumnya, lalu menepisnya

menandakan bukan itu yang terpenting. Apapun hubungannya, yang jelas ayat ini

menyatakan. Dan Allah telah menjanjikan orang-orang yang beriman di antara

kamu dan membuktikan keimanannya dengan mengerjakan amal-amal yang

shaleh yakni yang baik dan bermanfaat sesuai tuntunan agama untuk

menganugrahkan mereka kekuasaan, dan Dia bersumpah bahwa Yang Maha

Kuasa itu pasti akan menjadikan mereka penguasa di bumi sebagaimana Dia

telah menjadikan orang-orang sebelum mereka penguasa, dan pasti Dia akan

meneguhkan bagi mereka agama yang mereka anut yang telah dirhidai-Nya untuk

mereka yakni agama Islam, dan Dia benar-benar akan mengganti buat mereka

103

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misba, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 651-653.

Page 87: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

74

sesudah ketakutan yang mencekam mereka dengan rasa aman sentasa yang

sangat mendalam.104

Kata ( ن) dipahami oleh sementara para ulama dalam arti sebagian dari

kamu. Ada juga yang memahaminya hanya tertuju kepada masyarakat Nabi dan

sahabat-sahabat beliau, yang hidup pada abad pertama hijriah, sehingga kata (

mereka pahami dalam arti kota Mekkah atau paling tinggi wilayah (السض

kekuasaan Khulafa ar-Rashidin. Pendapat tersebut membatasi pengertian ayat ini,

padahal tidak ditemukan qarinah/indikator yang jelas untuk pembatasannya,

karena itu pendapat yang memahaminya dalam arti umum, bahkan memahaminya

sebagai salah satu hukum kemasyarakatan adalah pendapat yang lebih tepat.

Kata ( عو) dipahami dalam arti penggunaan daya. Manusia memiliki

empat daya pokok. Daya fisik, daya pikir, daya kalbu dan daya hidup. Dalam fisik

melahirkan keterampilan, daya pikir melahirkan ilmu dan teknologi, daya kalbu

mengantar kepada keimanan dan akhlak yang luhur, berimajinasi serta mendorong

lahirnnya seni, sedang daya hidup menjadikan seseorang mampu menghadapi

aneka tantangan serta menyesuaikan diri dengan lingkungan. Penggunaan salah

satu dari daya ini dinamai `amal.

Kata ( صبىحبث) terambil dari kata ( صيخ) yang biasa dipahami dalam arti

baik atau bermanfaat. Sesuatu yang saleh adalah yang terpelihara nilai-nilainya

sehingga dapat tetap berfungsi dengan baik dan bermanfaat. seorang yang beramal

saleh dituntut untuk memelihara ciptaan Allah agar tetap berfungsi, juga dituntut

untuk melakukan kegiatan memulihkan nilai sesuatu yang berkurang atau hilang

sehingga menjadi baik dan bermanfaat lagi, bahkan jika dapat maka hendaknya ia

melakukan amal yang dapat melahirkan nilai tambah bagi sesuatu itu, sehingga

kualitas dan manfaatnya lebih tinggi dari semula.

Qurai Shihab menjelaskan maksud mengerjakan amal-amal shaleh pada

ayat ini tentu bukan semua amal saleh, tetapi sebagian besar dari amal-amal saleh

itu yang kadarnya cukup untuk menjadikan seseorang digelar sebagai orang saleh

dan kumpulan dari mereka dinamai masyarakat yang saleh. Memang amal-amal

saleh yang diamalkan oleh mayoritas anggota masyarakat akan memberi dampak

104

Ibid., 651-653.

Page 88: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

75

bagi perkembangan positif masyarakat itu, menjadikan mereka kuat dan sejahtera

lahir dan batin serta mengantar terjalinnya hubungan harmonis antar semua pihak

sesuai dengan tuntunan agama.105

Qurai Shihab menambahkan Thahir Ibn `Asyur menggaris bawahi sekian

banyak tuntunan agama baik dari Al-Qur`an maupun As-Sunnah yang menjadi

syarat pokok bagi tercapainya janji ini. Antara lain firman-Nya.

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan,

memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,

kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar

kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Naḥl 16: 90).106

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu

membunuh dirimu.” (QS. An-Nisa‟ 4: 29).107

Juga firman-Nya yang mengandung kecaman kepada para pendurhaka agar

dihindari oleh kaum beriman, yakni:

“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk

Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang

ternak,..” (QS. Al-Baqarah 2: 205).108

dan firman-Nya

105

Ibid, 186. 106

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah, 277. 107

Ibid. , 83. 108

Ibid. , 32.

Page 89: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

76

“Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan

di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (QS. Muhammad

47: 22).109

Di sisi lain Rasul ṣalallahu „alaihi wasallam telah menjelaskan pula

kebijaksanaan yang harus ditempuh oleh para penguasa terhadap rakyat dan

anggota masyarakat secara umum, juga terhadap musuh dalam peperangan,

perdamaian dan perjanjian serta menjelaskan pula prinsip-prinsip interaksi antar

anggota masyarakat. Nah, jika para penguasa dan masyarakat umum

mengindahkan tuntunan yang dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya di atas,

niscaya janji Allah ini pasti terlaksana.110

Kalau ada masyarakat non-Muslim yang melaksanakan tuntunan di atas dan

menerapkannya dalam masyarakat mereka walau tanpa iman kepada Allah dan

Rasul-Nya, maka mereka juga akan meraih sukses serupa dengan yang dapat

diraih kaum muslimin karena tuntunan-tuntunan itu telah menjadi hukum-hukum

kemsyarakatan dan sunnatullah serta sebab-sebab yang menghasilkan janji itu.

Memang ketiadaan iman serta kedurhakaan mereka kepada Allah dalam bentuk

syirik, atau mengingkari kerasulan menjadikan mereka tidak memperoleh

dukungan Allah dalam menolak bencana, namun demikian mereka dapat berhasil

karena Allah subhana wata`ala, tidak menghalangi mereka mencapai sukses itu

melalui kesungguhan mereka berusaha. Inilah yang kita lihat dewasa ini pada

banyak negara di dunia Barat. Demikian lebih kurang uraian Ibn `Asyifa.111

Sementara ulama menjadikan ayat ini sebagai isyarat tentang kekuasaan

yang diraih oleh masyarakat Nabi dan keempat khalīfah beliau. Kalaupun

pendapat ini diterima, namun redaksinya yang bersifat umum dapat mencakup

semua generasi sejak masa Nabi Saw hingga akhir zaman. Karena seperti

dikemukakan di atas, janji ini berkaitan dengan syarat-syaratnya yang telah

hukum-hukum kemasyarakatan, sehingga kapan dan dimanapun syarat-syarat itu

terpenuhi, janji ini akan terlaksana. Di sisi lain perlu dicatat bahwa tidak semua

masyarakat yang meraih kekuasaan, dapat dinilai sebagai telah diridhai Allah,

karena pemberian kekuasaan di samping sebagai anugerah dan ganjaran juga

109

Ibid. , 509. 110

Ibid., 509. 111

Ibid , 391.

Page 90: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

77

sebagai ujian dna cobaan. Bukankah sebagian penguasa dan masyarakat bersifat

tirani dan durhaka kepada Allah Swt.?

Firman-Nya ( ب ا م قبي sebagaimana Dia telah menjadikan ( سخخيف اىهزي

orang-orang sebelum mereka penguasa. Mencakup para penguasa yang taat

sebelum kehadiran Nabi Muhammad seperti Nabi Daud, Sulaiman, Yusuf As dan

lain-lain.

Kata ( السض) pada ayat ini dapat dipahami dalam pengertian terbatas yakni

wilayah tertentu di pentas bumi ini.

Kata ( ه ن ىي ) terambil dari kata ( اىخني) yang pada mulanya dari kata ( نب

) yakni tempat: at-tamkin adalah pemantapan disuatu tempat, dan ini mengandung

arti kehadirannya tanpa gangguan berarti. Agama bila dimantapkan pada satu

tempat maka, masyarakat di tempat itu memiliki kebebasan melaksanakan syariat

agama itu tanpa gangguan dari siapa pun. Pada awal masa Islam, kaum muslimin

belum memperoleh tamkin itu, sehingga mereka selalu dikejar-kejar, dan terpaksa

bersembunyi atau berhijrah guna menghindari dari ancaman lawan-lawan mereka.

Didahulukannya kata ( ى) buat mereka pada penggalan ayat di atas untuk

memberi penekanan bahwa pemantapan itu dilakukan Allah untuk mereka.112

Firman-Nya ( ب أ ف بعذ خ ىه ىيبذ ) mengandung makna bahwa anggota

masyarakat mereka hidup dalam suasana penuh rasa aman tidak mengkhawatirkan

adanya serangan musuh dari dalam atau luar, bahkan hidup sejahtera terbutuhi

kebutuhan-kebutuhan pokok mereka, dalam kesehatan, pendidikan dan

perlindungan sosial secara umum, bertolak belakang dengan keadaan dan situasi

yang mereka alami sebelumnya.113

Firman-Nya ( mereka menyembah-Ku merupakan uraian tentang ( يعبذي

keadaan mereka yang dijanjikan oleh ayat ini merupakan kesimpulan syarat-syarat

peroleh janji itu dan yang sebelum ini telah diuraikan oleh Ibn `Asyur

sebagaimana penulis sadur di atas. Penggunaan bentuk kata kerja masa kini dan

datang (mudhari`) pada kata tersebut menuntut kesinambungan ibadah itu, atau

112

Ibid., 509. 113

Ibid., 509.

Page 91: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

78

dengan kata lain kensistensi masyarakat memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan

Allah dan yang disimpulkan dalam kata beribadah kepada-Nya semata-mata.114

Penggunaan bentuk tunggal yang menunjuk Allah pada ayat ini mengisyaratkan

bahwa ibadah tersebut harus sepenuhnya tulus di arahkan kepada Allah swt, dan

ini ditegaskan lebih jauh dengan penggalan berikut yaitu (بي شيئب yakni (ل يششم

mereka dalam beribadah itu tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu, tidak

juga sedikit persekutuan pun.115

Firman Allah Ta‟ala “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia

dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Dan inilah yang menjadi obyek sumpah,

yaitu bahwa Allah Ta‟ala telah menciptakan manusia dalam wujud dan bentuk

yang sebaik-baiknya, dengan perawakan yang sempurna serta beranggotakan

badan yang normal.

“Bagi manusia ada para Malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran di muka

bumi dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah”. Maksudnya,

setiap orang mempunyai malaikat yang bergiliran menjaganya, ada penjaga

pada siang hari dan ada penjaga pada malam hari, menjaga mereka dari

kejahatan dan kecelakaan. Selain itu juga ada malaikat yang mencatat

perbuatanya, baik dan buruk, ada malaikat yang bertugas malam dan ada yang

bertugas siang, ada dua malaikat di kanan dan kiri yang mencatat amal

perbuatan manusia. Yang di sebelah kanan bertugas mencatat perbuatan baik

dan disebelah kiri bertugas mencatat perbuatan buruk. 116

Masih ada dua malaikat lain yang menjaga, satu didepan dan satu lagi

dibelakang. Ada yang mengatakan, penjagaan mereka (para Malaikat) untuk

manusia itu dari perintah Allah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh „Ali bin Abi

Thalhah dan lain-lai, dari Ibnu „Abbas dan pendapat ini didukung leh mujahid,

sa‟id bin Jubair,Ibrahim an-Nakha‟i dan lain-lain. Sebagian lain mengatakan,

114

Ibid. , 391. 115

Ibid. , 392. 116

Muhammad Chirzin. “Etika Al-Quran Menuju Masyarakat Adil Dan Makmur”. Jurnal

Studi Al-Quran Dan Hadis Vol.1, No. 2 (2017), 173.

Page 92: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

79

mereka menjaganya kerena perintah Allah, sebagaimana disebutkan dalam hadits

bahwa para sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw, apakah engkau berpendapat

bahwa ruqyah (jampi) yang kita ucapkan itu dapat menolak sesuatu dari taqdir

Allah?

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibrahim, ia mengatakan: “Allah

mewahyukan kepada salah seorang Nabi Bani Israil: „Hendaklah Kamu katakan

kepada kaummu bahwa warga desa dan anggota keluarga yang taat kepada Allah

tetatapi kemudian berubah berbuat maksiat atau durhaka kepada Allah, pasti Allah

merubah dari mereka apa yang mereka senangi menjadi sesuatu yang mereka

benci.”

bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu „Abbas: Artinya, melainkan

supaya mereka mau tunduk beribadah kepada-Ku, baik secara sukarela maupun

terpaksa. Dan itu pulayang menjadi pilihan Ibnu Jarir. Sedangkan Ibnu Juraij

menyebutkan: “Yakni supaya mereka mengenal-Ku.” Dan masih mengenai

firman-Nya, “melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”117

Ar-Rabi‟bin Anas mengatakan: „Maksudnya tidak lain kecuali untuk

beribadah.” As-Suddi mengemukakan: “Diantara ibadah itu ada yang bermanfaat

dan ada pula yang tidak bermanfaat. dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah

mengeluarkan kabut putih dan diturunkanlah Malaikat bergelombang-gelombang.

Ibadah mereka yang disertai dengan kesyirikan itu sama sekali tidak

mendatangkan manfaat bagi mereka. Adh-Dhahhak mengatakan: “Dan yang

dimaksudkan dengan hal itu adalah orang-orang yang beriman.118

Beribadah berarti mencakup keseluruhan kegiatan manusia dalam hidup di

dunia ini, termasuk kegiatan duniawi sehari-hari, jika kegiatan itu dilakukan

dengan sikap batin serta niat pengabdian dan penghambaan diri kepada Tuhan,

yakni sebagai tindakan bermoral yakni untuk menempuh hidup dengan kesabaran

117

Ibid., 173. 118

Ibid., 174.

Page 93: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

80

penuh bahwa makna dan tujuan keberadaan manusia ialah “perkenan” atau ridha

Allah swt.

Dalam literatur keislaman dikenal ada ibadat mahdah (ibadah dalam arti

khas), ta‟abbudi atau taalluh dan ada ibadah „ammah, lazim juga disebut sebagai

muamalah atau al- „adah . Yang pertama adalah yang dikenal sebagai ritus, dan

yang kedua adalah muamalah yakni aktivitas yang menuntut untuk kreatif dan

inovatif. Ibadah dalam arti luas juga dinamakan syariʽah. Kalau syariʽah diartikan

aturan agama tentang prinsipprinsip ibadat dan muamalat, maka fikih

pengembangan dari syariʽah untuk menjawab segala persoalan yang ditemukan

dalam kehidupan bermasyarakat dan belum ditemukan petunjuk yang jelas dan

tegas dalam al-Qur‟an dan hadits. Dengan demikian, syariʽah dan fikih adalah

aturan atau hukum Allah tentang segenap perilaku pribadi dan kelompok. Aturan

atau hukum itu ada yang wajib, sunah, haram, makruh dan ada yang mubah,

boleh dilakukan boleh tidak.

Sesuatu yang amat penting untuk diingat mengenai ibadat atau ubudiyah

ini ialah bahwa dalam melakukan amal perbuatan itu seseorang harus hanya

mengikuti petunjuk agama dengan referensi kepada sumber-sumber suci (Kitab

dan Sunnah), tanpa sedikit pun hak bagi seseorang untuk menciptakan sendiri cara

dan pola mengerjakannya. Justru suatu kreasi, penambahan atau invasi di bidang

ibadat dalam pengertian khusus ini akan tergolong sebagai penyimpangan

keagamaan (bidʽah) yang terlarang keras. Sebaliknya ibadah kedua, yang dalam

pembicaraan sebelumnya yang disebut muamalah menuntut untuk kreatif dan

inovatif. Islam hanya memberikan petunjuk umum dan pengarahan saja. Islam

memerintahkan qitāl (memerangi) kaum yang Dzalim. Nabi mencontohkan

dengan pedang, panah, perisai, kuda, dan unta. Islam memberikan119

119

Watsiqotul,Leo, Agung, Sunardi,. “ Manusia Sebagai Khalifah Allah Di Muka Bumi

Perspektif Ekologis Dalam Ajaran Islam”. Tesis. Surakarta: Program Magister Pendidikan

sejarah Fakultas Keguruan Dan Ilmu pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta,

2018, 360-361.

Page 94: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

81

Sebagai mustakhlif. Mustakhlif , selain Allah Swt., adalah manusia

(rakyat) yang turut serta dalam mengangkat khalīfah . Hal ini dipahami dari

informasi ayat yang berbicara tentang kekhalīfahan Nabi Daud As. di mana

redaksi ayat mengatakan “Kami menjadikan kamu (Daud) sebagai Khalīfah”.

Kata “Kami” yang merupakan kata ganti jamak menunjukkan adanya pihak selain

Allah yang terlibat dalam pengangkatan khalīfah tersebut yaitu rakyat (penduduk).

Dari sinilah dapat dipahami adanya demokrasi dalam Al-Qur‟an. Hal ini berbeda

ketika Allah menyatakan Adam As sebagai khalīfah. Redaksi yang digunakan

adalah “sesungguhnya Aku akan menjadikan khalīfah di muka bumi”. Hal ini

menandakan, selain baru merupakan rencana, juga karena pada saat itu belum ada

manusia selain Adam yang terlibat dalam pengangkatan Khalīfah. Dari ayat dia

tas tentang kekhalifah di dukuatkan pendapat oleh Hadits:120

1. Hadits No. 1721 tentang khilafah, Bai‟at, ketaatan dan pemerintahan

Dari jarir bin Samurah, dia bertutur Umar pernah berkhutbah di hadapan

khalayak manusia di daerah al-Jabiyah. Ia berkata: “Dahulu, Rasulullah saw

berdiri di tempat aku berdiri sekarang ini. Beliaupun bersabda: “ berbuat baiklah

kepada sahabatku, kemudian kepada generasi-generasi setelah mereka, setelah

itu kepada generasi sesudah generasi kedua! Kemudian akan muncul suatu kaum

yang salah seorang dari mereka mengumbar sumpah sebelum dimintak untuk

bersumpah, serta memberikan kesaksian sebelum dimintak untuk memberikan

kesaksian. Oleh sebab itu, barang siapa diantara kalian berhasrat memperoleh

surga terbaik, hendaklah ia menepati jamaah! Karena sesungguhnya, syaitan

bersama orang yang sendirian dan menjauh dari dua orang. Janganlah seorang

laki-laki berada ditempat sepi bersama seorang perempuan!sebab pihak yang

ketiga adalah sayaitan. Barang siapa dari kalian yang perbuatan baiknya

membuat jiwanya senan, serta perbuatan buruknya membuat jiwanya risau, maka

120

Muhammad Nashiruddin al-Albani, Silsilah Hadits Shahih, (Jakarta: PT. Pustaka Imam

Asy-Syafi‟I, 2011), 69.

Page 95: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

82

ia adalah seorang Mukmin. “ no. 430, (HR. Ibnu Majah, Ath-Thahawi, Ibnu

Hibban, ath-Thayalisi, Ahmad)121

2. 1550. Di riwayatkan dari Abi Hurairah RA. dia telah berkata: Nabi saw

telah bersabda :” Sesungguhnya Allah SWT telah mencatat nasip anak

Adam. Kecenderungan anak adam adalah senang senang terhadap

perbuatan zina. Keinginan itu tidak dapat dielakkan lagi, di mana dia

akan melalukan zina mata dalam bentuk pandangan, zina mulut dalam

bentuk ucapan, zina perasaan yaitu bercita-cita dan berkeinginan

mendapatkannya. Kemaluan lah yang dapat menentukan jadi atau tidak

perbuatan zina.

3. Dalam Sanad lain diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Anas bin Malik

bahwa Rasulullah saw. Bersabda:

Artinya: berkata para malaikat kepada Allah, “Ya Tuhan kami, Engkau

telah menciptakan kami dan menciptakan anak-anak Adam, mereka dapat

makan makanan, minum minuman, mengenakan pakaian, kawin dan

menunggang binatang-binatang tidur dan beristirahat, sedang kami tidak

menikmati sedikitpun itu semua, maka jadikanlaj dunia bagi mereka dan

akhirat bagi kami”. Maka berfirmanlah Allah, “Aku tidak akan menjadikan

makhluk yang kuciptakan dengan tanganku serta meniupkan ruhKu

kepadanya seperti makhluk yang kuciptakan dengan ucapan “kun” lalu

terciptalah dia”.122

4. Bahwa jenis manusia adalah lebih afdhal dari jenis malaikat.

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dari Abdullah bin Amr, bahwa

Rasulullah saw. Bersabda:

Artinya: berkata para malaikat kepada Allah, “Ya Tuhan kami, Engkau

telah memberi anak-anak Adam dunia, mereka maka, minum dan berpakaian,

sedang kami bertasbih memuji-Mu. Tidak makan dan tidak minum dan tidak pula

bermain-main, maka berilah kepada akhirat sebagaimana Engkau memberi dunia

121

Muhammad Nashiruddin al-Albani, Silsilah Hadits Shahih, ( Jakarta: PT. Pustaka

Imam Asy-Syafi‟I, 2011), 69. 122

Page 96: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

83

kepada anak-anak Adam”. Allah menjawab, “aku tidak akan menjadikan orang-

orang yang saleh dari anak cucu orang yang Ku ciptakan dengan tanganKu

seperti makhluk yang ku ciptakan dengan ucapan “kun” dan terciptalah ia”.

Hubungan manusia dengan alam raya atau hubungan manusia dengan

sesamanya bukanlah merupakan hubungan antara penakluk dan yang ditaklukkan

atau antara tuan dan hamba, tetapi dalam konsep kekhalī- fahan, hubungan

manusia (khalīfah) dengan alam dan sesamanya merupakan hubungan

kebersamaan, hubungan timbal-balik dalam rangka mewujudkan tugas-tugas

kekhalīfahan untuk mencapai tujuan yang diridai Allah swt. Hal ini disebabkan

karena kekhalīfahan dapat terwujud atau manusia mampu mengelolah bumi dan

segala isinya, selain karena kemampuannya yang diberikan Allah swt., juga

karena Allah swt. yang menundukkannya. Oleh karena itu, kekhalīfahan menuntut

adanya interaksi yang positif antara manusia dengan sesamanya dan manusia

dengan alam sesuai dengan petunjuk-petunjuk Allah swt sebagaimana yang tertera

dalam wahyu-wahyu-Nya. Q.S. al-Zukhrūf (43): 32 menjelaskan bahwa Allah lah

yang membagi-bagi rahmat kepada manusia.

Hubungan manusia dengan sesamanya merupakan hubungan kebersamaan,

di mana masing-masing individu menjalankan fungsinya untuk menggerakkan

roda kehidupan dengan tujuan kesejahteraan bersama.123

Sayyid Qutub

mengomentari potongan ayat tersebut (saling menggunakan) dengan mengatakan

bahwa roda kehidupan manusia ketika berputar, sebagian manusia pasti

menggunakan manusia selainnya. Tetapi hal ini tidak berarti hubungan

perbudakan atau kelas elit memperbudak kelas menengah atau kelas sosial yang

paling rendah atau seseorang memperbudak orang lain.

Namun hal itu dimaksudkan untuk suatu perubahan dan perkembangan

dalam kehidupan masyarakat manusia. Orang kaya membutuhkan orang yang

miskin untuk dipekerjakan, sementara orang miskin membutuhkan orang kaya

123

Titis Rosowulan, Konsep Manusia Dan Alam Serta Relasi Keduannya dalam Perspektif

Al-Quran”. Jurnal Studi Islam, Vol, 14. No. 1 (2019), 33.

Page 97: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

84

untuk tempat ia bekerja. Demikian perbedaan tingkat rezeki manusia menciptakan

dinamisasi kehidupan. Sayyid Qutub melanjutkan komentarnya dengan

mengatakan bahwa kehidupan manusia mestilah dibangun atas dasar perbedaan

profesi. Perbedaan profesi ini adalah hal yang sangat penting dalam menata roda

kehidupan dunia. Seandainya manusia hanya memiliki satu profesi tidak akan

mungkin kehidupan ini dinamis. Oleh karena itu, keharmonisan. hubungan antara

khalīfah , manusia, Allah dan alam raya akan menentukan keberhasilan

kekhalīfahan bahkan akan memperoleh manfaat yang besar.

Permasalahan lingkungan alam semakin berkembang seiring berjalannya

waktu dan saling terkait secara global. Bahkan masing-masing manusia dalam

setiap negara berlomba-lomba merusak sumber daya alam dengan dilakukannya

pembangunana yang dilakukan, khususnya yang paling banyak berada di negara

berkembang. Tugas dari seorang khalīfah menjadikan perlindungan bagi umat

dan menjaga kelestarian alam (ekosistem), sehingga khalīfah dan umat harus

bersatu dan saling mencintai guna menjalankan kehidupan sesuai dengan syariat

islam dan keberlangsungan hidup.

B. Peran dan Tanggung Jawab Manusia di bumi

Beberapa Ahli Tafsir Mengemukakan Pendapat yang Berbeda Mengenai

Kedudukan Manusia sebagai Pemakmur di Muka Bumi. apa lagi ketika

menjelaskan surah Hud 61:124

“Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata:

"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain

124

Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsir, jilid 4,

(Surabaya:Pt, Bina Ilmu, 2005,), 330.

Page 98: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

85

Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu

pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah

kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi

memperkenankan (doa hamba-Nya)."

Menurut tafsir Ibnu Katsir (dan) sungguh kami telah mengutus (kepada

Ṭsamud) merekalah yang dahulu bertempat tinggal di kota-kota al-hajar antara

tabuk dan madinah. Mereka adalah generasi setelah Aad. Maka Allah mengutus

dari mereka saudara mereka saleh dia memerintahkan mereka agar beribadah

kepada Allah saja. Untuk itu ia berkata: (Allah telah menciptakan

kamu dari bumi (tanah). Maksudnya, Allah memulai penciptaan kalian dari tanah,

dari itulah diciptakannya Adam, bapak kalian (dan menjadikan

kamu sebagai pemakmurnya) maksudnya Allah menjadikan kamu sebagai

pemakmur, penduduk yang meramaikan bumi dan memanfaatkan. 125

( karena itu mohonlah ampunan kepadanya) untuk dosa-dosamu yang

telah lalu. (kemudian bertaubatlah kepadaNya) pada apa yang akan

kamu hadapi. Sesungguhnya Rabbku amat dekat rahmatNya lagi

memperkenankan doa hambanya.

Menurut tafsir Al-Misbah menciptakan kamu mengandung

makna mewujudkan serta mengembangkan. Obyek kata ini biasanya adalah

manusia dan binatang. Sedangkan kata terambil dari kata (عوش)

„Amara yang berarti memakmurkan. Huruf Sin dan Ta‟ yang menyertai kata

ista‟mara ada yang memahaminya dalam Arti perintang sehingga kita tersebut

125

Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsir, jilid 4,

(Surabaya:Pt, Bina Ilmu, 2005,), 331.

Page 99: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

86

Allah memerintahkan kamu memakmurkan bumi da nada juga yang

memahaminnya sebagai penguat yakni menjadikan kamu benar-benar mampu

memakmurkan dan membangun bumi. Ada juga yang memahaminya dalam arti

menjadikan kamu mendiaminya atau memanjangkan usia kamu. Ibn Katsir

memahaminya dalam arti menjadikan kamu pemakmur-pemakmur dan

pengelolah- pengelolahnya.126

Menurut Thabathaba‟I memahami kata ( فى الأسض )

ista‟marakum Fil ard dalam arti mengolah bumi sehingga berlalih menjadi suatu

tempat dan kondisi yang memungkinkan manfaatnya dapat dipetik seperti

membangun pemukiman untuk di huni, masjid untuk tempat beribadah, tanah

untuk pertanian, taman untuk dipetik buahnya dan rekseasi. Dan dengan demikian,

tulis Thabthaba‟I lebih lanjut, panggalan ayat tersebut bermakna bahwa Allah

Swt telah mewujudkan melalui bahan bumi ini, manusia yang dia sempurnakan

menganugrahkannya Fitrah berupa potensi yang menjadikan ia mampu mengolah

bumi dengan mengalihkannya ke suatu kondisi di mana ia dapat

memanfaatkannya untuk kepentingan hidupnya. 127

Menurut Tafsir Quran Dan kepada kaum Ṭsamud kami mengutus saudara

mereka, Ṣhaleh. Dia berkata, “wahai kaumku! Sembahlah Allah saja! Kalian tidak

punya sesembahan lain yang berhak disembah selain Allah. Dia lah yang telah

menciptakan kalian dari tanah melalui penciptaan bapak kalian, Adam dari tanah

liat yang diambil dari bumi. Dan dia telah menjadikan kalian sebagian penghuni

bumi. Maka mohonlah ampunan kepadaNya, dan kembalilah kepadaNya dengan

menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Sesungguhnya Tuhanku

dekat dengan orang yang memurnikan ibadahnya kepadaNya. Dan dia senantiasa

mengabulkan doanya.

126

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta, pt, Lentera Hati, 2002), 277. 127

Ibid., 277.

Page 100: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

87

Dalam Tafsir Al-Muyassar / kementerian Agama Saudi Arabia Dan kami

telah mengutus kepada kaum Tsamud saudara mereka, Shalih. Dia memerintahkan

mereka untuk menyembah Allah semata, karena hanya dia yang berhak di

sembah. 128

Dan bentuk kesempurnaan ketuhananNya dan bukti keesaanNya, dia

menciptakan kalian dari tanah dan mengilhami kalian untuk memakmurkan bumi

dengan bercocok tanam, dan menyiapkan kalian cara-cara mendapat penghidupan

di bumi kalian menahan gunung-gunungnya, dan mendirikan bangunan di

tanahnya yang lapang, menikmati rezekinya, dan mengeluarkan harta bendanya

maka mohonlah ampun kepadaNya atas kesalahan yang kalian perbuat, karena dia

memerintahkan kalian untuk memohon ampun dan berjanji akan menerimanya,

dan tetaplah di atas jalan taubat dan istiqamah sebagaimana dia memerintahkan

kalian. Sesungguhnya Tuhanku dekat dengan hamba-hambanya yang beriman dan

mengabulkan mereka yang berdoa kepadanya.

C. Ciri-Ciri Negeri Yang Makmur Dalam Al-Qur’an

Di dalam Al-Qur‟an telah dijelaskan bahwa kemakmuran dan keadilan

akan diperoleh suatu bangsa apabila mereka beriman dan bertaqwa kepada Allah

Swt. Kemakmuran merupakan sebuah anugrah dan keberkahan dari Allah Swt129

.

1. Q.S Al-A‟rāf: 96

“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah

Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi

mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan

perbuatannya”.

128

Syaikh Al-Allamah Shalih bin Muhammad Alu Asy-Syaikh, Tim penyusun Hikmar

Basyir, Mushthafa Muslim, Hazim Haidar, Abdul Aziz Isma‟il, Tafsir Muyassar, cet, 1,(Jakarta:

PT, Darul Haq, 2016), 688. 129

Abdurrahman bin Nashir As-Sa‟di, Tafsir Qur‟an, (Jakarta: Pt, Darul Haq, 2013),

494-495.

Page 101: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

88

Hikmah ayat ini dijelaskan Sayyid Quthb dalam Fi Zhilaali Al-Qur‟an,

disitulah beliau menguraikan panjang lebar. Seandainya penduduk suatu Negeri

benar-benar beriman untuk menggantikan sikap mendustakan ajaran-ajaran Allah

dan bertaqwa untuk menggantikan sikap fasik mereka, niscaya Allah akan

membukakan pintu-pintu berkah dari langit dan bumi. Jadi, imam dan taqwa tidak

terlepas dari realitas kehidupan manusia. Seberapa banyak dan berkah rezeki

seseorang sangat tergantung pada keimanan dan ketaqwaan seseorang. Semakin

baik keimanan seseorang dan ketaqwaannya semakin banyak dan berkah

rezekinya.

Ats- Tsaani, mari kita renungkan dalam-dalam janji tersebut sesuai dengan

dorongan keimanan yang ada dalam hati kita. Niscaya kita akan mendapatkan

jawaban atas janji-janji Allah itu.

Imam kepada Allah membebaskan manusia dari penghambaan kepada

hawa nafsu dan sesama hamba Allah. Manusia yang hanya menyembah Allah

adalah manusia merdeka. Mereka adalah orang-orang yang mampu mengelola

bumi ini sesuai dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk Allah yang maha

mengetahui. 130

Al-Qur‟an telah menjelaskan kepada kita kisah kaum saba‟ dan nikmat-

nikmat Allah yang dilimpahkan kepada mereka, lalu mereka mengingkarinya.

Balasan bagi mereka adalah kehancuran dan dicabutnya kembali nikmat-nikmat

itu. Negeri yang subur makmur berubah menjadi hancur lebur karena mereka

kufur. Di firmankan oleh Allah dalam Surat Saba‟ ayat:15131

“Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat

kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.

130

Ibid., 494. 131

Ibid., 495.

Page 102: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

89

(kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan)

Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang

baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".132

Intinya, untuk menuju kemakmuran adalah dengan beriman dan bertaqwa

kepada Allah Swt. Al-Qur‟an telah tegas menjelaskan bahwa syarat mendapatkan

kemakmuran adalah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Syarat ini

mutlak dan tidak mungkin salah karena Allah Swt sendiri yang menyatakannya.

Kemudian, bagaimana kita memulai langkah menuju kemakmuran ini?

Didalam Hadits di jelaskan sebagai berikut: Didalam Hadits Qudsi, Allah

Swt. Berfirman, “ wahai hambaKu, tiap-tiap dari kalian berada dalam kelaparan

kecuali orang-orang yang Kuberi makan. Oleh karena itu, mintaklah makanan

kepadaKu niscaya aku akan memberi makan.” Dalam kehidupan manusia, rezeki

merupakan kebutuhan mendasar untuk melangsungkan hidup dan masa

depannya. Rezeki adalah setiap anugerah atau nikmat yang diberikan Allah

kepada manusia. Rezeki itu bisa berbentuk makanan, minuman, kesehatan,

keluarga, uang, pekerjaan, jabatan, dan kesenagan hidup, ketenangan, umur,

ilmu.

Jelaslah sudah bahwa untuk menggapai kemakmuran suatu bangsa,

rakyatnya harus beriman dan bertaqwa begitu pula pemimpinnya. Pemimpin yang

beriman senantiasa mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh perbuatan

baik dan mencegah dari kemungkaran.

Menurut tafsir Al-Misbah kata toyyibah terambil dari kata (thaba) yaitu

sesuatu yang sesuai, baik dan menyenangkan bagi subyeknya. Negeri yang baik

antara lain adalah yang aman sentosa, melimpah rezekinya dapat diperoleh secara

mudah oleh penduduknya, serta terjalin pula hubungan harmonis kesatuan dan

persatuan antar anggota masyarakatnya. 133

132

Kamal Allamah, Fakih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, ( Jakarta: Al-Huda, 2004), 375.

133 Syaikh Al-Allamah Shalih bin Muhammad Alu Asy- Syaikh, Tim penyusun Hikmar

Basyir, Musthafa Muslim, Hazim Haidar, Abdul Aziz Ismaʽil Tafsir Muyassar, cet,1, (Jakarta:

Pt, Darul Haq, 2016), 687-688.

Page 103: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

90

Firman Allah (baldatun thaiyibah wa rabbun ghafur/ negeri yang baik dan

tuhan maha pengampun, memberi isyarat bahwa satu masyarakat tidak dapat tidak

dapat luput dari dosa dan kedurhakaan. Seandainya tidak demikian, maka

tidaklah arti penyebutan kalimat rabbun ghafur / Tuhan maha pengampun. 134

Surah saba‟ ayat 15 tafsir Ibnu Katsir Allah Swt. Berfirman tentang kaum

saba‟ yang menguasai, pemerintah dan menjadi raja-raja Yaman, yang diantara

mereka adalah ratu Balqis yang hidup dan memerintah di zaman kenabian Nabi

Sulaiman As. Kerajaan saba‟ adalah suatu kerajaan yang besar daripada

zamannya, tanahnya subur, penduduknya santausa dan bahagia, rezeki dan pangan

berlimpah-limpah, di mana-mana terdapat ladang-ladang dan tanaman-tanaman

yang menghijau dan di kanan kiri, jalan negeri mereka Allah tumbuhkan dua buah

kebun yang luas dan indah dan lewat rasul-rasulnya di perintahkan untuk

bersenang-senang menikmati rezeki dan pemberian Allah karuniakan kepada

mereka dan negeri mereka seraya bersyukur drngan melakukan ibadah kepada

Allah yang Maha Esa. Akan tetapi mereka berpaling dari perintah dan tuntunan

Allah dan kebalikan daripada bersyukur kepadanya.135

Manusia dalam masyarakat adalah satu kesatuan . bahkan seluruh jagat

raya merupakan satu kesatuan. Allah Swt berfirman: “ Dan tiadalah binatang-

binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua

sayapnya, melainkan umat juga seperti kamu. Tiada kami alpakan sesuatupun

dalam al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”. (Al-An‟am/6:

38). Sepanjang mengenai kebutuhan jasmani, manusia dan makhluk lain, semua

dicukupi kebutuhannya oleh Allah Swt. Oleh karena itu manusia harus tunduk

kepada hukum alam seperti yang dilakukan oleh binatang. Tetapi kodrat manusia

mempunyai cita-cita untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi, yaitu kepuasan

rohani. untuk tercapainya cita-cita rohani inilah Allah mengutus para Nabi dari

zaman ke zaman.

134

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misba, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 277-278. 135

Salim Bahreisy,Said Bahreis, Terjemahan Singkat Tafsir Ibn Katsir, (Surabaya:Pt,

Bina Ilmu, 2005), 331.

Page 104: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

91

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan tentang manusia dalam Al-Qur‟an di atas,

penulis membuat beberapa poin sebagai kesimpulan dalam skripsi ini sebagai

berikut:

1. Dalam Al-Qur‟an, kata al-basyar, baik dalam bentuk mufrad atau

tasniyah berulang sebanyak 37 kali dan tersebar dalam 26 surat. Satu

kali tasniyah dan 36 dalam bentuk mufrad. Hanya 4 kali disebut dalam

Surah- surah Madaniyah, yaitu pada Q.S Ali „imran/3: 47, 79, Q.S Al-

Maidah/ 5: 18 dan Q.S Al-Tagabun/ 64: 6. Sedangkan kata al-insan

dalam Al-Qur‟an digunakan sebanyak 61 kali. Penamaan manusia

dengan kata al-insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam

Al-Qur‟an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat, kata insan

juga digunakan dalam Al-Qur‟an untuk menunjuk proses kejadian

manusia sedudah Adam. Q.S Al-Nahl/16:78; Q.S Al- Mu‟minun /23;

12-14. Dan kata Al-Ins digunakan dalam Al-Qur‟an sebanyak 18 kali

dan selalu ditandemkan dengan kata al-jinn atau janna. Jika merujuk

penggunaan al-Qur‟an terhadap kata al-ins maka yang dimaksudkan

adalah jenis makhluk sehingga diperlihatkan dengan jenis jin. dalam

Q.S Al-An‟am /6; 130, sementara pembahasan tentang al-ins terkait

dengan perintah Allah terhadap mereka untuk melaksanakan ibadah

kepada Allah. Q.S Al- Zariyat/ 51: 56. dan kata Al-Nas kata Al-Nas

dinyatakan dalam Al-Qur‟an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53

surat. Q.S Al-Baqarah /2;24. Dan lafaz bani Adam dalam Al-Qur‟an

disebutkan 7 kali dalam surah Al-Maidah/5; 27-31, Q.S Yasin/36; 60,

dan Q.S Al-A‟raf/7;27. di dalam Al-Qur‟an dijelaskan juga ayat

tentang kemakmuran Q.S Al-An‟am/6; 41, Q.S Saba‟/34; 15, Q.S

Hud/11; 61, Q.S Az-zukhruf/43; 32, Q.S. Al-Baqarah/2; 267.

Page 105: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

92

2. Term dalam Al-Qur‟an yang merujuk pada manusia ada yang

menunjuk pada makna umum dan ada yang menunjuk pada makna

khusus. terma umum seperti al-basyar, al-ins, al-nas dan al-insan,

sedangkan terma khusus seperti al-rajul, imra‟ah dan sejenisnya .

namun dalam skripsi ini, penulis menjelaskan tentang al-basyar yang

menunjuk pada manusia dari aspek makhluk fisik yang dapat diamati

secara empirik, al-insan yang dapat dihubungkan ke dalam 3aspek,

yaitu: insan dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai khal fah

atau pemikul amanah, insan dihubungkan dengan predisposisi negatif

diri manusia, dan insan dihubungkan dengan proses penciptaan

manusia. Semua konteks insan menunjuk pada sifat-sifat psikologis

atau spiritual, sedangkan al-nas yang mengacu pada manusia sebagai

makhluk sosial. Proses penciptaan manusia terdapat dalam Al-Qur‟an

dan hadits . Al-Qur‟an menjelaskan dengan detail tentang proses

penciptaan manusia, baik manusia pertama maupun manusia

selanjutnya. Hal tersebut dapat dipahami dari penggunaan kata yang

digunakan mulai dari turab berubah menjadi tin, berubah menjadi

hama‟in masnun dan akhirnya menjadi salsal. Dengan demikian,

penggabungan informasi yang ditemukan dalam Al-Qur‟an dan hadits

menguatkan tentang proses penciptaan tersebut . pada akhirnya proses

penciptaan itu, Allah Swt. meniupkan ruh sebagai penggerak jasadnya.

3. sementara tujuan penciptaan manusia, di sisi lain, ditemukan dalam

surah Ad-Dzariyat ayat 56-58, Dan aku tidak menciptakan jin dan

manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak

menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki

supaya mereka memberi aku makan. sesungguhnya Allah Dialah Maha

pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat Kukuh.

Dalam kaitannya dengan tujuan penciptaan manusia sebagai khal fah seperti

diinformasikan pada surah Al-Baqarah ayat 30 Sejumlah aturan berupa perintah

Page 106: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

93

dan larangan yang harus dipatuhi. Dalam pelaksanaan yang dilakukan sesuai

dengan aturan Allah itu dinilai sebagai ibadah . dari dua ayat ini biasa dipahami ,

bahwa tujuan penciptaan manusia adalah agar supaya manusia itu melaksanakan.

Salah satu prasyarat mewujudkan persatuan dan kehormanisan dalam

kehidupan manusia ialah kedamaiaan Allah Swt mengutus para nabi untuk

memberi peringatan dan keputusan tentang perkara yang mereka perselisihkan.

Manusia niscaya bekerja sama dan saling menopong demi kebahagiaan

kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Manusia niscaya berjuang untuk

menegakkan kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia. kezaliman, apapun

bentuknya, dimanapun dan kapanpun, harus disingkirkan.

B. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang dapat diberikan adalah

sebagai berikut:

1. Perlu diadakannya sosialisasi dengan cara yang efisien. Kegiatan tersebut

diharapkan bisa memberi wawasan lebih terhadap manusia mengenai

pengelolaan alam dan mengenai kerukunan hidup dalam bumi untuk

menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

2. Masalah Pengelolaan alam bukan lagi menjadi masalah bagi masyarakat

secara umum tergantung ingin mengelolahnya. Oleh sebab itu itu alangkah

baiknya kita sebagai manusia sewajarnya menjaga alam dan

mengelolahnya dan tidak merusaknya.

Page 107: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

94

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

Lajnah pentashih Al-Qur‟an. Al-Qur‟an dan Terjemahan. Bandung: Syaamil

Qur‟an, 2012.

Buku

Ash- Shiddieqy Hasbi Muhammad, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nuur,

Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.

Al- Maraghi Mustahafa Ahmad, Tafsir Al-Maraghi.

Abdullah Saleh Rahman Abdur, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur‟an,

Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Ali Daud Muhammad, Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada,

1998.

Al-Ghazali, Menjelang Hidayah Mukadimah Ihya Ulumuddin, Bandung: Mizan,

1985.

Al-Ghazali, Kimia Kebahagiaan, Bandung: Mizan, 1984.

Al-Ghazali, Aku mencintaimu Allah, Cikurang: 2007.

Al-Qaradhawi Yusuf, Islam Agama Ramah Lingkungan, Jakarta Timur: Putaka,

Al-Kautsar,2002.

Al-Farmawi Abd. Al-Hayy, Metode Tafsir Maudhu‟iy, Jakarta, Raja Grafindo,

1995.

Bucaille Maurice, Asal Usul Manusia, Menurut Bibel Al-Qur‟an Sains,

Bandung: pt, Mizan, 1984

Carrel Alexia, Misteri-Manusia, Bandung: PT, Remadja Karya, 1987.

Page 108: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

95

Chandra Julius, Dan Dahler Franz, Asal Dan Tujuan Manusia, Yogyakarta:

Kanisius (Anggota Ikapi), 1971.

Daudy Ahmad, Allah Dan Manusia, pt, Raja Wali, 1983.

Daghfaq Abdullah Yusuf, Berbuat Adil jalan menuju bahagia, Jakarta: Gema

Insani press, 1995

Dawabah M. Asyraf, Menjadi Penguasa Muslim, Jakarta Timur: 2005.

Haddad Abdullah Sayyid Allamah, Thariqah Menuju Kebahagiaan,

Bandung:Mizan, 1086.

Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Di Rumah Sakit Persahabatan, Rawamangun,

1965.

Iqbal Sirojuddin Mashuri, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung : Angkasa, 2005

Kamal Allamah, Fakih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, Jakarta: Al-Huda, 2004.

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an Dan Tafsirnya, Jakarta, Lentera Abadi, 2010.

Mukham Munir Abdul, Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammad Diyah,

Dalam perspektif Perubahan Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.

Machasin, Menyelami kebebasan Manusia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offser,

1996.

Muhammad Sakho Ahsin, Membumikan Ulumul Qur‟an, Jakarta: Qaf, 2019..

Nasution Yasir Muhammad, Manusia menurut Al-Ghazali, Jakarta: Raja Wali,

1998.

Nasution Yasir Muhammad, Manusia menurut Al-Ghazali, Jakarta: Raja Wali,

1988.

Sarwar H.G, Filsafat Al-Qur‟an, Jakarta: Raja Wali, 1991.

Page 109: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

96

Salim Muin Abd, Fiqih Siyasah (Konsepsi kekuasaan politik Dalam Al-Qur‟an,

Jakarta: PT, Raja Grafindo Persada, 1995.

Nawawi Hadari,Demi Masa Di Bumi Di Sisi Allah SWT, Yogyarta: Gadjah Mada

University Press Anggota Ikapi, 1995.

Faizin Hamam, Sejarah pencetakan Al-Qur‟an, Yogyakarta : Era baru Pressindo,

2012

Sakho Ahsin, Keberkahan Al-Qur‟an, Jakarta : Qaf, 2017

Suma Amin, Tafsir Ayat Ekonomi Teks, Terjemah, dan Tafsir, Jakarta : Amzah,

2015

Schimmel Ahnemarie, Dimensi Mistik Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus,

1986.

Sarwar,Filsafat Al-Qur‟an, Jakarta: Raja Wali, 1991.

Shihab, Quraish, Pengantin Al-Qur‟an, Tenggerang: Lentera hati, 2015.

Shihab Quraish, Kaidah Tafsir, Tenggerang: Lentera Hati, 2013.

Shihab Quraish, Sejarah „Ulumul Al- Qur‟an ,Jakarta : Pustaka Firdaus, 2008

Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif, kualitatif, Bandung : Alfabeta, 2018

Shihab Umar, Kontekstualitas Al-Qur‟an, Jakarta: Penamadani, 2003

Tafsir Jalalain, Diterjemahkan Dari Buku Asli yang berjudul “Terjemahan Tafsir

Jalalain Berikut As-Baabun Nuzul” Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan

Jalaluddin As-Syuthi, Bandung: Sinar Baru Al-Gensindo, 1999.

Sarwar H.G, Filsafat Al-Qur‟an, Jakarta: Raja Wali, 1991.

Salim Muin Abd, Fiqih Siyasah (Konsepsi kekuasaan politik Dalam Al-Qur‟an,

Jakarta: PT, Raja Grafindo Persada, 1995

Tafsir Ibn Katsir, Diterjemahkan Dari Buku Asli yang Berjudul “ Terjemahan

Singkat Tafsir Ibnu Katsir”, Salim Bahreisy Dan Said Bahreisy, Surabaya:

PT. Bina Ilmu, 2005.

Page 110: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

97

Pulungan Suyuthi.J, Fiqh, Siyasah, Ajaran Sejarah Dan Pemikiran, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 1994.

Poedjawijatna, Manusia dengan Alamnya Filsafat Manusia, Jakarta: PT, Bina

Aksara, 1970.

Qardawi Yusuf,et,al., kebangkitan Islam Dalam Perbincangan Para Pakar,

Jakarta:Gema Insani Pess, 1998

Zaini Syahminan, Isi Pokok Ajaran Al-qur‟an,Jakarta : Kalam Mulia, 2005

Jurnal

Nuryamin. “Kedudukan Manusia Di Dunia Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan

Islam”. Jurnal, Vol. VII. No.2. (2018).

Rizal Syamsul, “Melacak Terminologi Manusia Dalam Al-Qur‟an”. Jurnal At-

Tibyan, Vol. 2, No. 2 (2018).

Chirzin Muhammad. “Etika Al-Qur‟an Menuju Masyarakat Adil Dan Makmur”.

Jurnal Studi Al-Qur‟an Dan Hadis Vol.1, No. 2 (2017).

Abqari Muhammad. “Bentuk Bumi Dalam Pespektif Al-Qur‟an”. Skripsi.

Semarang: Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Serjana

Agama (S.1) UIN Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2017.

Agung leo, Sunardi, Watsiqotul. “ Manusia Sebagai Khalifah Allah Di Muka

Bumi Perspektif Ekologis Dalam Ajaran Islam”. Tesis. Surakarta: Program

Magister Pendidikan sejarah Fakultas Keguruan Dan Ilmu pendidikan,

Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2018.

Makmur. “Pandangan Al-Qur‟an Dalam Politik”. Jurnal Penelitian dan

penngabdian Masyarakat, Vol 1, No. 1 (2019).

Rosowulan Titis. “Konsep Manusia Dan Alam Serta Relasi Keduannya dalam

Perspektif Al-Qur‟an”. Jurnal Studi Islam, Vol, 14. No. 1 (2019).

Ghaffar Abdur. “Manusia Dalam Perspektif Al-Qur‟an”. Jurnal, Vol. 4, Nol. 2

(2016)

Abdullah Dudung. “Perspektif Al-Qur‟an Tentang Posisi Manusia Dalam

Memakmurkan Alam Raya”. Jurnal, Vol. 5, No.1 (2016), 15-17.

Page 111: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

98

Amin Muhammad. “Wawasan Al-Qur‟an Tentang Manusia Dan Lingkungan

Hidup Sebuah Kajian Tafsir Tematik”.Tesis. Palembang: Program Pasca

Sarjana UIN Raden Fatah Palembang, 2016.

Khalik Tholib Abu. “Negara Adil Makmur Dalam Perspektif Founding Fathers

Negara Indonesia Dan Filosof Muslim”. Skripsi. Lampung: Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung, 2016.

Rahim. Abd. “ Khalifah Dan Khilafah Menurut Al-Qur‟an” Tesis. Makassar”:

Program Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar, 2012.

Web-site

Malikhatundayyanah. “Tugas Manusia Sebagai Khalifah Di Muka Bumi”.

https://malikhayatundayya/2015/11/24/tugas manusia sebagai khalifah di

muka bumi/. Tanggal 26 Februari 2020.(20:51).

Mukit. “peran khalifah dalam perkembangan perekonomian islam”. Diakses

www.kompasiansa.com/mukit/ 58b2efee9273271365d108/ peran khalifah

dalam perkembanganperenomian islam page=all. Tanggal 26 Februari 2020.

(21-11).

Qothrotulfalah. “Tugas kekhalifahan membangun”. https://qothrotulfalah.com

/home/literatur/artikel santri/125 tugas kekhalifahan tugas membangun.htm

Page 112: MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI MUKA BUMI DALAM …

99

CURICULUM VITAE

A. Informasi Diri

Nama : Husnul khotimah

Tempat, Tanggal lahir : Desa Ngaol, 18 Agustus 1994

Pekerjaan : Mahasiswi

Alamat : Perumahan Griya Sungai Duren Indah

Rt.11, Blok A. Kec. JalukoKab,Muaro Jambi

Prov. Jambi

B. Riwayat Pendidikan

1. Memperoleh gelar S 1 (Strata Satu) di UIN STS Jambi pada Tahun

2020

2. Pondok Pesentren Salafiyah Tingkat Paket B (Wustha) Darul

Muhajirin pada tahun 2011

3. (UN) Paket C Setara Sekolah Menengah Atas (PKBM) Pangkalan

Jambu pada tahun 2016

4. Sekolah Dasar Negeri Desa Ngaol 2006/2007