makalah toksikologi

25
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TOKSISITAS Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Toksikologi Dosen Pengampu : Ririn Lispita W, S.Farm., Apt Disusun Oleh : Kelompok VII Riska Dwi K. 125010874 Bondan Winarno 125010875 Anis Arvintasari 125010876 Rokhila Kamala Sari 125010878 Effan Suryo Prasojo 125010879 3

Upload: anisarvintha

Post on 22-Jun-2015

913 views

Category:

Documents


105 download

DESCRIPTION

faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Toksikologi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TOKSISITAS

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Toksikologi

Dosen Pengampu : Ririn Lispita W, S.Farm., Apt

Disusun Oleh :

Kelompok VII

Riska Dwi K. 125010874

Bondan Winarno 125010875

Anis Arvintasari 125010876

Rokhila Kamala Sari 125010878

Effan Suryo Prasojo 125010879

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

3

Page 2: Makalah Toksikologi

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toksikologi merupakan ilmu antarbidang, yang ruang lingkup pokok

kajiannya digolongkan menjadi toksikologi lingkungan, ekonomi, dan kehakiman

( forensik ). Untuk memahami permasalahan toksikologi, diperlukan pengetahuan

tentang pemahaman terhadap asas umum toksikologi, aneka kondisi atau faktor-

faktor yang mempengaruhi ketoksikan racun, mekanisme wujud sifat efek

toksik racun, tolok ukur toksikologi, dan asa umum uji toksikologi.

Pada dasarnya keracunan suatu senyawa diawali oleh masuknya senyawa

tersebut ke dalam tubuh, yang kemudian terdistribusi sampai ke sel sasaran

tertentu. Selanjutnya akibat interaksi antara senyawa dengan sel sasaran,

menyebabkan terjadinya gangguan fungsi, biokimia, perubahan struktur sel akibat

dari wujud efek toksik senyawa itu, misal teratogenik, mutagenik, karsinogenik,

penyimpangan metabolik, ketidaknormalan perilaku, dan lain sebagainya.

Efek toksik suatu racun terjadi akibat interaksi antar racun, dan tempat aksinya

secara langsung atau tidak langsung. Tingkat toksik atau ketoksikan racun tersebut

ditentukan oleh keberadaannya di tempat aksi dan keefektifan antaraksinya

dengan tempat aksi itu. Keberadaan racun di tempat aksi tertentu, ditentukan oleh

keefektifan translokasi (absorpsi, distribusi, eliminasi)nya di dalam tubuh. Bila

demikian, ketoksikan racun ditentukan oleh keefektifan translokasi dan

keefektifan antaraksinya dengan tempat aksi tertentu. Karena itu, faktor apa pun

4

Page 3: Makalah Toksikologi

yang dapat mempengaruhi kedua penentu tersebut, akan mempengaruhi

ketoksikan racun.

Respon makhluk hidup terhadap ketoksikan suatu senyawa atau racun

beraneka ragam, bergantung pada aneka faktor. Antara lain faktor biologi, kimia

dan genetika , disamping kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup.

Pemahaman terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketoksikan

racun sangat membantu dalam mengevaluasi sebab-akibat timbulnya keracunan

serta dalam mengendalikan berbagai ubahan pada metode pengujiannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud toksikologi

2. Apa saja ruang lingkup toksikologi

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi toksisitas

4. Apa saja yang termasuk dalam faktor intrinsik racun

5. Apa saja yang termasuk dalam faktor intrinsik makhluk hidup

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah toksikologi

2. Bagi penulis dapat menambah wawasan pengetahuan dalam upaya

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

5

Page 4: Makalah Toksikologi

BAB II

ISI

2.1 Definsi Toksikologi

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia pada

sistem biologi. Definisi ini menunjukkan bahwa obyek yang dipelajari dalam

toksikologi adalah antaraksi zat kimia atau senyawa asing dengan sistem biologi

atau makhluk hidup, dimana pusat perhatiannya terletak pada pengaruh berbahaya

racun atas kehidupan makhluk hidup. Sedangkan yang dimaksud dengan toksisitas

ialah istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperbandingkan satu zat

kimia dengan lainnya.

Ilmu toksikologi dikembangkan dengan tujuan utama untuk

mengantisipasi pengaruh toksik, pencegahan aksi toksik, dan penyembuhan

keracunan yang mungkin terjadi karena pemejanan suatu senyawa atas makhluk

hidup.

2.2 Ruang Lingkup Toksikologi

Toksikologi merupakan ilmu antarbidang , meliputi biologi, kimia,

biokimia, fisiologi, imunologi, patologi, farmakologi, dan kesehatan masyarakat.

Menyadari akan luasnya cakupan toksikologi, maka pada dasarnya ruang lingkup

toksikologi dapat dipisahkan menjadi tiga kajian pokok, yaitu Toksikologi

Lingkungan, Toksikologi Ekonomi, Toksikologi Kehakiman (forensic).

Toksikologi lingkungan merupakan cabang ilmu toksikologi yang

menguraikan pemejanan (exposure) yang tak disengaja pada jaringan

6

Page 5: Makalah Toksikologi

biologi ( lebih khusus makhluk hidup manusia ) dengan zat kimia yang

pada dasarnya merupakan pencemar lingkungan, makanan atau air.

Toksikologi ekonomi merupakan cabang ilmu toksikologi yang

menguraikan pengaruh berbahaya zat kimia yang dengan sengaja

dipejankan pada jaringan biologi, dengan maksud untuk mencapai

pengaruh atau efek khas ( misalnya obat,zat tambahan makanan, dan

pestisida ).

Toksikologi kehakiman merupakan cabang ilmu toksikologi yang

mengkaji aspek medis dan aspek hukum atas pemgaruh berbahaya zat

kimia pada manusia.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Toksisitas

Pada dasarnya, aneka ragam faktor yang dapat mempengaruhi ketoksikan

racun, dapat digolongkan menjadi dua, yakni faktor yang berasal dari racun

( faktor intrinsik racun ) dan yang berasal dari makhluk hidup ( faktor intrinsik

makhluk hidup ).

2.3.1 Faktor Intrinsik Racun

Racun merupakan bahan atau zat kimia yang berbahaya tubuh. Karena itu,

ketoksikannya tidak lepas dari sifat fisika atau kimia bawaan dari racun tersebut.

Dengan kata lain, faktor kimia merupakan salah satu penentu ketoksikan racun.

Efek toksik racun diawali oleh masuknya racun tertentu ke dalam tubuh. Selain

faktor kimia diatas aneka ragam faktor yang berkaitan dengan pemejanan

(exposure) racun terhadap makhluk hidup juga dapat mempengaruhi

ketoksikannya.

Makanan yang masuk ke dalam tubuh, dapat berupa bahan mentah, bahan

olahan segar, atau produk makanan jadi olahan pabrik. Dengan demikian

kemantapan zat kimia pangan, dapat berubah oleh proses-proses pengolahan

maupun oleh adanya bahan tambahan atau pengisi. Bahkan dalam proses

pengepakan pun dapat menjadi sarana pencemar makanan. Karena itu, pengolahan

7

Page 6: Makalah Toksikologi

bahan pangan dan proses pabrikasi, juga merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi ketoksikan racun.

Berdasarkan atas berbagai pemikiran diatas maka yang termasuk dalam

faktor intrinsik racun meliputi faktor kimia, kondisi pemejanan, pengolahan,

pengawetan, pengentalan, dan pengepakan.

2.3.1.1 Faktor kimia

Seperti telah diketahui, di dalam tubuh terdapat beraneka ragam membran

biologis yang merupakan penghalang bagi translokasi racun yang memiliki sifat

fisika-kimia yang khas. Senyawa non polar ( misalnya etanol ), ternyata mampu

melintasi semua membrane biologis dengan cepat. Ketidak-polaran suatu

senyawa, salah satunya ditentukan oleh tingkat ionisasinya dalam larutan. Karena

itu, tingkat ionisasi racun dalam larutan merupakan salah satu penentu

kemampuannya melintasi membran dan translokasinya di dalam tubuh. Selain itu,

karena komponen lipid membran yang bertanggung jawab terhadap

permeabililitas membran suatu zat kimia, maka kelarutan racun di dalam lipid,

juga merupakan penentu kemampuannya melintasi membran biologis.

Pada umumnya, senyawa tidak terionkan lebih mudah larut di dalam lipid,

sehingga akan lebih mudah ditranslokasikan daripada senyawa yang terionkan,

sedangkan aksi biologis suatu zat kimia berkaitan erat dengan struktur kimianya

dan komponen-komponen kimia yang ada pada tempat aksi. Kesesuaian struktur

ini, menjadi salah satu penentu keefektifan antaraksi , antar racun, dan tempat aksi

maupun tempat metabolitsmenya.Jadi faktor kimia yang mempengaruhi

ketoksikan racun dapat digolongkan menjadi dua, antara lain :

Sifat kimia atau fisika-kimia yang secara individual maupun kolektif

menentukan kemampuan racun melintasi membran biologis.

Kekhasan struktur kimia racun, yang memungkinkan terjadinya reaksi

pada tempat aksi tertentu, atau yang menjadikan rentan terhadap

metabolisme.

a. Sifat Fisika Kimia.

8

Page 7: Makalah Toksikologi

Sifat fisika-kimia racun akan menentukan keefektifan translokasinya,

karena akan menentukan ionisasi dan kelarutan dalam lipid. Sebagian besar racun

berupa asam atau basa organik lemah, karena itu hanya bentuk tak-terionkan saja

yang mudah larut di dalam lipid. Tingkat ionisasi ini ditentukan oleh harga pKa

racun dan pH medium dimana racun tersebut larut. Contoh pada ionisasi Benzene

dan Aniline di lambung dan usus. Di dalam lambung perbandingan antara bentuk

tak-terionkan dan terionkan asam benzoate adalah 100 banding 1. Dengan

demikian asam benzoate dapat segera melintas membran dan masuk ke dalam

plasma. Ionisasai benzoat dalam plasma ini akan mempersulit terjadinya keadaaan

seimbang, sehingga mempermudah absorpsi bentuk asam benzoat yang tak

terionkan dari lambung. Hal yang sebaliknya dijumpai pada usus. Oleh karena itu,

asam benzoat lebih mudah diabsorpsi oleh lambung daripada usus, sehingga

proses distribusi dan eliminasi asam benzoat ditentukan oleh tingkat ionisasinya.

Contoh diatas menunjukkan bahwa bentuk senyawa yang tak terionkan

terutama elektrolit organik, lebih mudah larut dalam lipid ,sehingga akan lebih

mudah ditranslokasikan di dalam tubuh, mengingat permeabilitas membran

biologis ditentukan oleh komponen lipid. Dengan cara demikian, ketersediaan

racun di tempat aksinya, juga ditentukan oleh sifat fisika-kimia yang dimiliki oleh

suatu zat racun serta ketoksikannya.

b. Struktur Kimia

Kekhasan struktur kimia yang dimiliki oleh racun akan menentukan aksi

atau antaraksi racun dengan tempat aksi tertentu di dalam tubuh, atau

kerentanannya terhadap perubahan metabolisme.

Menurut Loomis ( 1978 ), aksi zat kimia dibedakan menjadi dua yaitu :

aksi kimia tak khas dan aksi kimia khas. Demikian pula aksi kimia racun. Racun

mungkin secara potensial mampu menimbulkan efek berbahaya pada semua

jaringan. Misalnya asam atau basa dengan kadar tinggi, dapat menimbulkan

kerusakan semua sel dengan cara presipitasi protein yang berakibat dengan

denaturasi protein dan gangguan keutuhan membran sel. Aksi inilah yang disebut

9

Page 8: Makalah Toksikologi

aksi tak khas racun. Aksi zat kimia atau racun yang tak khas ini dapat ditimbulkan

oleh larutan pekat aneka ragam racun yang bersifat tajam dan perusak. Kerusakan

yang ditimbulkan berkisar dari perusakan sebagian sampai menyeluruh pada

komponen penyusun sel. Sehingga dalam hal ini, tidak diperlukan struktur kimia

yang khas dari racun atau pun tempat aksinya. Dengan demikian, ketoksikan

racun berhubungan langsung dengan kadar racun yang bersentuhan dengan sel

biologis tertentu.

Berbeda dengan aksi asam atau basa kuat diatas, sebagian besar racun

beraksi secara khas pada tempat aksi tertentu di dalam tubuh, dalam kadar yang

jauh dibawah kadar yang diperlukan untuk menimbulkan aksi yang tak khas.

Dalam hal ini struktur kimia racun berperan penting.

Di dalam tubuh, agar racun dapat berantaraksi dengan tempat aksi

( reseptor, makromolekul, biopolymer ) atau tempat aktif enzim , racun tersebut

harus memiliki afinitas terhadap tempat aksi khas , sedangkan agar dapat

menimbulkan efek toksik tertentu, maka racun harus memiliki aktivitas intrinsik,

yaitu kemampuan yang menyebabkan perubahan di dalam molekul reseptor.

Kedua syarat ini harus dipenuhi. Artinya, racun yang hanya memiliki afinitas

terhadap tempat aksi tertentu tetapi tidak memiliki aktivitas intrinsik, maka tidak

akan menimbulkan efek toksik yang khas. Racun hanya mampu melekat dan

berikatan dengan tempat aksi, tetapi tidak mampu mengadakan perubahan pada

molekul tempat aksinya, sehingga tidak menimbulkan efek toksik. Dengan kata

lain, afinitas diperlukan untuk berikatan dengan tempat aksi, sedangkan aktivitas

intrinsic diperlukan untuk mengadakan perubahan dalam molekul tempat aksi

menuju ke perubahan biokimia, fungsional, dan struktural. Jadi, jelas bahwa

kesesuaian struktur kimia racun, dengan tempat aksinya merupakan faktor

penentu ketoksikan

2.3.1.2 Kondisi Pemejanan

Racun, zat tambahan makanan, atau senyawa pencemar dapat

menimbulkan keracunan karena peristiwa pemejanan tunggal atau berulang pada

10

Page 9: Makalah Toksikologi

diri makhluk hidup. Kekerapan dan lama pemejanan, serta besar takaran racun

juga merupakan faktor penentu keracunan. Semua faktor tersebut akan

mempengaruhi keberadaan racun di tempat aksi.

Oleh karena itu, yang dimaksud dengan kondisi pemejanan ialah semua

faktor yang menentukan keberadaan racun di tempat aksi tertentu di dalam tubuh,

yang berkaitan dengan pemejanannya pada diri makhluk hidup. Yang termasuk

dalam kondisi pemejanan meliputi jenis, jalur, lama, kekerapan, saat dan takaran

pemejanan racun.

Aneka ragam kondisi pemejanan tersebut dapat mempengaruhi keberadaan

racun di tempat aksinya. Kondisi pemejanan akan menentukan keefektifan

translokasi racun di dalam tubuh. Hal ini benar apabila racun memberikan efek

toksik yang sistemik. Artinya efek toksik terjadi di tempat aksi setelah

penyebarannya dari sirkulasi darah. Namun, bila efek toksik racun bersifat lokal,

yaitu terjadi di tempat tertentu sebelum diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik,

maka translokasi racun di dalam tubuh tidak mempengaruhi ketoksikannya.

2.3.1.3 Faktor Pengolahan

Makanan yang masuk ke dalam tubuh mungkin berupa makanan mentah,

olahan segar, atau produk makanan jadi. Makanan mentah mungkin secara alami

mengandung zat toksik atau tercemar oleh berbagai zat toksik seperti bakteri,

insektisida, dan lain-lain. Oleh karena itu kebersihan dan sanitasi bahan pangan

merupakan faktor penting yang menentukan ketoksikan makanan mentah.

Makanan olahan segar biasanya diolah menggunakan panas. Tergantung

pada kemantapan atau stabilitas racun pangan, pengolahan dengan panas dapat

menimbulkan efek positif dan negative. Efek positif didapat jika pengolahan

dengan panas mungkin akan mengurangi atau menghilangkan ketoksikan racun

pangan tersebut karena sebagian besar jasad renik yang mencemari bahan pangan

dapat mati pada suhu didih, sedangkan dapat berefek negative jika bahan pangan

mengandung protein-protein yang bermanfaat bagi tubuh makhluk hidup , misal

protein yang banyak terdapat dalam putih telur, kedelai, dan kentang, akan

11

Page 10: Makalah Toksikologi

menjadi rusak atau tidak aktif bila diolah dengan menggunakan pemanasan.

Dengan demikian ketoksikan suatu bahan pangan juga dipengaruhi oleh

pengolahan.

Berbeda dengan hal diatas pengolahan dengan panas, mungkin dapat

menimbulkan berbagai senyawa toksik. Misalnya reaksi pencoklatan ( reaksi

Millard ) pada produk ayam goreng, sate kambing dapat menghasilkan produk

pirolisis yang membahayakan tubuh karena bersifat mutagenik atau karsinogenik.

Jadi dalam hal ini pengolahan dengan panas menyebabkan terbentuknya racun

pangan.

Dari berbagai uraian diatas menunjukkan bahwa pengolahan bahan pangan

dapat mempengaruhi ketoksikan racun, mungkin menurukan atau sebaliknya.

2.3.1.4 Faktor Pengawetan, Pengentalan, dan Pengepakan

Pada era perkembangan teknologi melimpahnya berbagai alat teknologi

seperti lemari pendingan ( refrigerator ) sampai radiasi, mendorong dan

memungkinkan pembuatan produk makanan yang dapat disimpan tidak hanya

harian , bulanan bahkan tahunan. Dengan sistem pengawetan yang sedemikian

rupa, tentu saja memberikan banyak manfaat, karena dapat mengurangi

ketoksikan kimia beracun dalam bahan pangan. Misalnya bahan pangan yang

disimpan dalam almari es pada umumnya dapat mematikan pertumbuhan jasad

renik, meskipun demikian jasad renik dapat tumbuh kembali dan tetap mencemari

makanan bila dicairkan dari keadaan beku. Dengan demikian ketoksikan sebagai

racun pangan mungkin juga tak berubah.

Produk makanan jadi yang diolah oleh pabrik, sering kali menggunakan

bahan pengental atau pengisi lainnya. Berbagai bahan ini dapat mempengaruhi

kekentalan bahan pangan di dalam saluran cerna. Kemungkinan pelepasan racun

dapat dihambat atau sebaliknya. Sehingga keberadaan bahan pengental atau

pengisi lain juga dapat mempengaruhi ketoksikan racun karena dapat

mempengaruhi keefektifan absorpsi racun.

12

Page 11: Makalah Toksikologi

Pengepakan bahan pangan dalam suatu wadah juga dapat mencemari

makanan yang diisikan ke dalamnya. Misalnya terjadi pencemaran makanan oleh

bahan pelunak dietilheksilftalat , terjadi migrasi senyawa melalui wadah plastik ke

dalam makanan yang diisikan kedalamnya.

Dari berbagai uraian diatas, terlihat jelas bahwa faktor intrinsik racun

dapat mempengaruhi ketoksikan racun. Meskipun demikian, pengaruh faktor

intrinsik racun tersebut secara keseluruhan harus dipertimbangkan dengan adanya

faktor intrinsik makhluk hidup yang juga besar pengaruhnya.

2.3.2 Faktor intrinsik makhluk hidup

Pada dasarnya, faktor intrinsik makhluk hidup adalah kondisi makhluk

hidup yang meliputi berbagai keadaan fisiologis serta patologis yang dapat

mempengaruhi ketoksikan suatu racun, melalui pengaruhnya atas keefektifan

translokasi racun di dalam tubuh, atau kerentanan tempat aksi terhadap aksi racun.

Oleh karena itu, kondisi makhluk hidup dapat dibagi menjadi dua golongan , yaitu

kondisi normal (fisiologis) dan tidak normal (patologis).

Keadaan fisiologis meliputi : berat badan, umur suhu tubuh, kecepatan

pengosongan lambung, kecepatan alir darah, status gizi, kehamilan,

genetika, jenis kelamin, irama sirkadian, irama diurnal

Keadaan patologi meliputi : penyakit saluran cerna, penyakit

kardiovaskular, penyakit hati, dan penyakit ginjal .

Selain faktor keadaan fisiologis diatas, terdapat beberapa uraian keadaan

fisiologis yang belum tercakup dalam uraian tersebut meliputi :

2.3.2.1 Kapasitas Fungsional Cadangan

Pada dasarnya untuk melakukan berbagai fungsi, aneka ragam organ tubuh

memiliki kapasitas cadangan. Misalnya 50 % hati Anjing dapat dirusak secara

kimia atau dengan cara pembedahan. Namun sisa hati masih dapat melakukan

fungsi normal untuk mempertahankan kelangsungan hidup si Anjing, paling tidak

13

Page 12: Makalah Toksikologi

dalam memenuhi persyaratan minimalnya. Keadaan tersebut dapat terjadi karena

organ memiliki kapasitas fungsi cadangan yang hanya digunakan dalam kondisi

mendesak.

Dipandang dari segi toksikologi keadaan ini dapat merugikan. Mengapa

demikian ? karena adanya kapasitas fungsional cadangan dapat menutupi

ketoksikan racun. Sebagai contoh Seseorang terpapar dengan Aflatoksin B1 yang

mencemari makanan, maka kemungkinan wujud efek toksik aflatoksik yaitu

nekrosis sel hati, yang pada awalnya tidak nampak dan tidak terdeteksi. Tidak

nampaknya berbagai gejala klinis, disebabkan oleh masih berfungsinya hati secara

normal, sebagai kapasitas fungsional cadangan. Efek toksik aflatoksin tersebut,

baru akan nampak setelah kerusakannya meluas sehingga fungsi normal hati tidak

dapat ditopang lagi dengan kapasitas fungsional cadangannya. Sehingga jelas

bahwa kapasitas cadangan akan menutupi ketoksikan suatu racun.

2.3.2.2 Penyimpanan Racun Dalam Diri Makhluk Hidup

Di dalam tubuh terdapat gudang penyimpanan senyawa yang masuk ke

dalam tubuh misalnya protein, lemak, dan tulang. Bagi racun yang bersifat sangat

lipofil dan tidak atau sulit termetabolisme, cenderung ditimbun dalam jaringan

yang kaya akan lemak, sehingga racun akan sulit dikeluarkan dari tubuh. Selain

itu karena mobilisasi racun dari gudang penyimpanan ke sirkulasi darah,

memungkinkan terjadinya pelepasan racun dan meyebar ke tempat aksi tertentu.

Bila kadar racun di tempat aksi melebihi harga KTMnya, maka terjadi efek toksik

yang tak diharapkan. Keadaan ini dapat terjadi bila gudang penyimpanan telah

terpenuhi oleh racun, mengingat makanan dikonsumsi setiap hari sehingga

memungkinkan terjadinya akumulasi racun dalam gudang penyimpanan. Contoh

klasiknya ialah penumpukan insektisida DDT dan senyawa pelunak dietilftalat.

Kecuali lemak, tempat pengikatan tak khas atau gudang penyimpanan

lainya adalah tulang, enzim, dan protein. Tempat deposisi, adsorpsi dan reaksi zat

kimia ini, membatasi kemampuan tubuh untuk mengekskresikan racun dari tubuh.

14

Page 13: Makalah Toksikologi

Oleh karena itu penyimpanan racun di dalam tubuh dapat mengurangi atau

meningkatkan ketoksikan racun.

2.3.2.3 Faktor Genetika

Tempat aksi racun dapat berupa enzim, reseptor, atau protein. Enzim dan

protein nirenzim ada di dalam tubuh menurut ciri khas model genetika masing-

masing anggota populasi makhluk hidup, maka cacat genetika dalam anggota

suatu jenis makhluk hidup dapat menyebabkan kekurangan jumlah atau

ketidaksempurnaan molekul enzim. Adanya cacat genetika ini dapat berdampak

negative atau positif terhadap ketoksikan racun.

Misalnya racun di dalam tubuh oleh enzim dimetabolisme menjadi

metabolit yang kurang toksik daripada zat kimia induknya. Bila suatu makhluk

hidup mengalami cacat genetika, ketidak-sempurnaan molekul enzim yang terlibat

dalam metabolisme racun menyebabkan terbentuknya metabolit tak toksik jauh

lebih sedikit daripada yang terbentuk pada individu normal. Akibatnya makhluk

hidup tersebut akan lebih rentan terhadap ketoksikan racun. Dalam hal ini, cacat

genetika memberikan dampat negative. Sebaliknya apabila metabolit racun yang

terbentuk bersifat toksik, maka makhluk hidup tersebut justru akan terhindar dari

ketoksikan racun. Karena jumlah metabolit toksik yang terbentuk jauh lebih

sedikit daripada individu normal. Dalam hal ini, cacat genetika berdampak positif.

Cacat genetika pada sistem pemetabolisme xenobiotika atau tempat aksi

tertentu, memungkinkan timbulnya dampak negative bagi individu terhadap

ketoksikan racun. Hal ini dapat terjadi karena penumpukan xenobiotika ataupun

perubahan kerentanan tempat aksi racun.

Jadi akibat dari cacat genetika dapat berdampak negative atau positif bagi

individu terhadap ketoksikan racun :

Dikatakan berdampak positif bila cacat genetika menyebabkan individu

resisten terhadap ketoksikan suatu racun.

Sebalilnya dikatakan berdampak negative bila cacat genetika

menyebabkan individu lebih rentan terhadap ketoksikan racun tertentu.

15

Page 14: Makalah Toksikologi

2.3.2.4 Toleransi dan Resistensi

Daya tahan seseorang terhadap ketoksikan racun berbeda dengan yang

lain. Seseorang mungkin lebih tahan terhadap ketoksikan suatu racun daripada

yang lain, sehingga untuk menderita tingkat toksik yang sama diperlukan takaran

atau dosis yang lebih tinggi. Perbedaan daya tahan individu terhadap ketoksikan

racun dikenal sebagai toleransi dan resistensi. Meskipun searti dalam kata, tetapi

tidak searti dalam pengertian.

Menurut Loomis ( 1978 ), toleransi didefinisikan sebagai kemampuan

makhluk hidup untuk memperlihatkan respon yang kurang terhadap dosis khas zat

kmia daripada yang diperlihatkan sebelumnya, dengan dosis yang sama. Artinya

toleransi murni merupakan proses peningkatan daya tahan seseorang, yang semula

kurang tahan menjadi lebih tahan terhadap ketoksikan suatu racun. Keadaan ini

dapat terjadi karena adanya mekanisme adaptasi yang berkaitan dengan

perubahan kerentananb tempat aksi.

Berbeda dengan toleransi, resistensi murni berkaitan dengan peningkatan

daya tahan tubuh terhadap dosis pemejanan racun sebelumnya. Dalam hal ini,

sejak awal seseorang memang lebih tahan terhadap dosis toksik racun daripada

yang ditunjukkan oleh individu lainnya. Kejadian ini berkaitan dengan masalah

genetika, sehingga peristiwa resistensi bukan merupakan fenomena adaptasi.

Dari uraian di atas terlihat bahwa perbedaan antara toleransi dan resistensi

terletak pada mekanisme yang melandasi perbedaan daya tahan makhluk hidup

terhadap ketoksikan racun. Toleransi terjadi melalui mekanisme adaptasi,

sedangkan resistensi tidak. Resistensi murni terjadi sejak pertama kali dosis

pengan dipejankan, sedang toleransi murni terjadi pada pemberian berikutnya

setelah pemejanan yang pertama.

16

Page 15: Makalah Toksikologi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ketoksisikan racun yang dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi faktor-

faktor yang berasal dari racun pangan (faktor intrinsik racun) dan yang bearasal

dari makhluk hidupnya (faktor intrinsik makhluk hidup).

1. Faktor intrinsik racun

Meliputi : faktor kimia, kondisi pemejanan, pengolahan, pengawetan,

pengentalan, dan pengepakan racun.

Bergantung pada sifat dan berbagai proses yang dapat mempengaruhi sifat

racun, maka berbagai faktor tersebut dapat mempengaruhi keefektifan

17

Page 16: Makalah Toksikologi

translokasi atau antaraksi racun dengan tempat aksinya. Dengan cara

demikian, akhirnya akan mempengaruhi ketoksikan racun.

2. Faktor intrinsik makhluk hidup

Meliputi : kondisi makhlik hidup yang meliputi keadaan fisiologi (berat

badan, umur, suhu tubuh, kecepatan pengosongan lambung, kecepatan alir

darah, status gizi, kahamilan, jenis kelamin, irama sirkadian, irama

diurnal, kapasitas fungsional cadangan, penyimpanan racun dalam

makhluk hidup, genetika, serta toleransi dan resistensi), dan keadaan

patologi makhluk hidup (penyakit saluran cerna, kardiovaskuler, ginjal

dan hati).

Pada dasarnya, berbagai faktor tersebut dapat mempengaruhi keefektifan

translokasi atau kerentanan tempat aksi terhadap aksi racun, sehingga

akhirnya dapat mempengaruhi ketoksikan racun.

DAFTAR PUSTAKA

Argo D, Imono. 2001. Toksikologi Dasar. Laboratorium Farmakologi Dan

Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.

Loomis, A.Ted. 1978. Essential of Toxycology 3rd edition. Semaran : IKIP Press.

Agus, I Made dkk. 2007. Buku Ajar Toksikologi Umum ( online ),

“http://farmasi.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/Buku-Ajar-Toksikologi-

Umum.pdf “ ( diakses tanggal 22 Maret 2014 )

18

Page 17: Makalah Toksikologi

19