laporan indeks glikemik

27
PENGUKURAN INDEKS GLIKEMIK MAGISTER ILMU GIZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 Oleh : Kelompok 5 Rahayu Kania Rukmana I151140121 Dewi Rahmayani Rahman I151140171 Harna I151140191 Utami Wahyuningsih I151140281 Chica Riska Ashari I151140411 Arifin I161140111 Asisten Praktikum Hana Fitria Navratilova, S.Gz, M.Sc Koordinator Mata Kuliah Dr. Rimbawan

Upload: harna

Post on 29-Sep-2015

63 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Praktikum Indeks Glikemik

TRANSCRIPT

ii

Oleh :Kelompok 5

Rahayu Kania RukmanaI151140121Dewi Rahmayani RahmanI151140171 Harna I151140191Utami WahyuningsihI151140281Chica Riska AshariI151140411ArifinI161140111

Asisten Praktikum Hana Fitria Navratilova, S.Gz, M.Sc Koordinator Mata KuliahDr. RimbawanMAGISTER ILMU GIZISEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2014PENGUKURAN INDEKS GLIKEMIK

PENDAHULUANLatar Belakang

Masalah kesehatan merupakan masalah penting yang dihadapi bangsa Indonesia. Saat ini, di Indonesia terjadi transisi epidemiologi yakni di satu sisi masih terdapat permasalahan gizi kurang dan di sisi lain mulai bergeser pada meningkatnya permasalahan akibat gizi lebih. Masih tingginya prevalensi gizi kurang, yang salah satunya berupa KEP (Kurang Energi Protein) dapat menyebabkan penurunan imunitas tubuh dan meningkatnya penyakit infeksi seperti demam tifoid, TBC, dan diare. Di sisi lain, peningkatan prevalensi gizi lebih berdampak pada meningkatnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, hipertensi dan diabetes mellitus (Effendi 2009). Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang berbahaya. Penyakit ini merupakan penyakit non infeksi yang disebabkan oleh pola makan serta pola hidup yang tidak baik. Penyakit ini sudah mulai menyerang manusia pada usia 40 tahun dan bahkan usia dibawahnya. Angka kejadian penyakit DM dan gizi lebih serta populasi penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat. Prevalensi nasional obesitas meningkat dari tahun 2007, yaitu pada laki-laki dari 13.9% menjadi 16.3% dan pada perempuan dari 23.8% menjadi 26.9% (Balitbangkes 2010). Prevalensi DM Indonesia menempati urutan keempat tertinggi di dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat dimana pada tahun 2000 mencapai 8.4 juta jiwa dan diproyeksikan pada tahun 2030 akan meningkat menjadi 21.3 juta jiwa atau sebesar 253.57% dari tahun 2000 (Wild et al. 2004). Adapun prevalensi lansia pada tahun 2010 adalah sebesar 24 juta jiwa (9.77% dari total penduduk) dan diperkirakan pada tahun menjadi 2020 sekitar 30-40 juta jiwa (11.34% dari total penduduk) (Komnas Lansia 2010). Tingginya angka kejadian masalah-masalah tersebut yang merupakan dampak jangka panjang dari gaya hidup, membuat masyarakat semakin menaruh perhatian akan kesehatan, termasuk dalam hal pangan. Kunci utama dalam penatalaksanaan permasalahan gizi adalah pengaturan makan atau diet. Salah satu pengaturan makan atau diet adalah dengan cara pemilihan jumlah dan jenis karbohidrat yang tepat dengan pendekatan nilai Indeks Glikemik. Indeks glikemik merupakan sistem peringkat makanan menurut efeknya (immediate effect) terhadap kenaikan kadar glukosa darah (Jenkins et al. 1981). Setiap bahan pangan mempunyai pegaruh berbeda terhadap kenaikan kadar gula dalam darah (Barclay et al. 2005). Indeks glikemik disusun untuk semua orang yaitu orang sehat, penyandang diabetes, atlet, dan penderita obesitas. Pemilihan bahan pangan dengan nilai Indeks Glikemik yang rendah bermanfaat bagi orang yang sedang menurunkan berat badan dan bagi penyandang diabetes mellitus karena dapat mencegah lonjakan kadar gula dalam darah sehingga tidak meningkat secara drastis. Sebuah meta-analisis yang dilakukan Opperman et al. (2004) mendukung bukti bahwa pangan berindeks glikemik rendah dapat menurunkan total kolesterol dan meningkatkan kontrol metabolik pada pasien diabetes. Pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi bermanfaat untuk menunjang penampilan dan daya tahan atlet (Rimbawan & Siagian 2004). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi IG pangan antara lain perbandingan amilosa dan amilopektin, komponen monosakarida, kadar serat, cara pengolahan pangan, ukuran partikel, kematangan, -amilase inhibitor, serta interaksi zat gizi dalam pati (Augustin et al. 2002). Gula kelapa merupakan salah satu pangan yang dikonsumsi secara luas di masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri. Konsumsi gula kelapa per kapita per hari sekitar 12.5 mgam (BPS 2008) atau setara dengan 48.25 kkal (Persagi 2009). Ditinjau dari komposisi sakarida yang terkandung dalam gula kelapa, diduga mempunyai indeks glikemik yang rendah. Penelitian ini akan menguji nilai indeks glikemik gula kelapa dan gula kelapa yang diperkaya dengan -karoten. Gula kelapa yang diperkaya dengan -karoten terbukti dapat meningkatkan konsentrasi retinol hati dan respon imun pada tikus Sprague Dawley (Dwiyanti et al. 2013). Moreno et al. 2013 menyatakan bahwa pangan tinggi -karoten dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari strategi pencegahan dan/atau terapi diabetes tipe 2. Oleh karena itu, penentuan nilai indeks glikemik gula kelapa dan gula kelapa yang diperkaya dengan -karoten perlu dilakukan.

TujuanPraktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu mengukur indeks glikemik dari beberapa jenis pangan yang akan diujikan.

METODE

Praktikum pengukuran indeks glikemik dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 7 dan 14 Oktober 2014 pukul 14.00 sampai dengan pukul 17.00 WIB bertempat di Laboratorium Biokimia Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi manusia Institut Pertanian Bogor. Metode yang digunakan dalam praktikum Pengukuran Indeks Glikemik (IG) Pangan dilakukan dengan Pengukuran Oral Glukosa Toleran Test. Selanjutnya dilakukan perhitungan Skor IG dengan 3 metode, yaitu Trapezoid dan Metode Polynomial dan Metode Luas Bangun.Pengukuran Oral Glukosa Toleran; Darah diambil untuk mengukur kadar glukosa 0 menit sebelum mendapat perlakuan intervensi. Subjek diberikan intervensi sesuai dengan pangan yang telah ditentukan dan dihabiskan dalam waktu 10 menit. Selama dan setelah mengkonsumsi pangan intervensi, kadar glukosa darah dik\ukur kembali pada menit ke 15, 30, 45, 60, 90 dan 120. Selanjutnya masukkan data hasil pengukuran ke dalam mgafik gunakan warna yang berbeda untuk membedakan pangan kontrol dan intervensi. Apabila subjek lebih dari 1 orang untuk tiap pangan uji, maka skor IG pangan uji diperoleh dari hasil rata-rata IG dari seluruh subjek. Perhitungan Skor IG dengan Metode Polynomial; Buat mgafik dari hasil pengukuran di microsoft exell dengan menggunakan Chart type line (mgafik garis). Klik kanan pada salah satu garis mgafik, kemudian pilih add trendline. Pilih type mgafik polynomial, lalu pada option klin display equation on chart dan R-square value on chart, klik Ok akan muncul persamaan dan nilai R-square. Penentuan skor IG dilakukan dengan cara membandingkan luas daerah dibawah kurva antara pangan yang diukur IG nya dengan pangan acuan (kontrol). Luas daerah dibawah kurva dihitung dengan cara mengintemgalkan persamaan yang diperoleh. Rumus perhitungan nilai IG adalah sebagai berikut :Persamaan kontrol : y1 = .....x2+.....x+ nilai konstanta Persamaan sampel : y2 = .....x2+.....x+ nilai konstanta Luas y1 : Luas y2 :

Nilai IG =

Perhitungan skor IG dengan Metode Trapezoid; Pakai data dari pangan uji dan pangan kontrol yang telah dibuat mgafiknya. Mgafik ditarik garis pada masing-masing titik tegak lurus sumbu Y. Hitung luas setiap bangun yang terbentuk dari kurva menggunakan rumus. Skor IG pangan uji dan kontrol diperoleh dari total penjumlahan masing-masing luas bangunan. Rumus perhitungan IG sebagai berikut:1. Perhitungan skor IG pangan kontrol Luas bangun A = Luas bangun B = Luas bangun C = Luas bangun D = Luas bangun E = Luas bangun F = Total Luas bangunan pangan kontrol 2. Perhitungan skor IG pangan ujiLuas bangun A = Luas bangun B = Luas bangun C = Luas bangun D = Luas bangun E = Luas bangun F = Total Luas bangunan pangan uji 3. Perhitungan IG pangan Nilai IG =

Perhitungan skor IG dengan Metode Luas bangun; Gunakan data pangan uji dan pangan kontrol yang telah dibuat mgafiknya. Tarik garis tegak lurus berdasarkan titik, kemudian tarik garis sejajar sumbu x dari nilai kadar glukosa yang paling rendah. Hitung luas kurva yang terbentuk dengan rumus. Skor IG pangan uji dan pangan kontrol dari total penjumlahan masing-masing luas bangun. Rumus perhitungan luas bangun sebagai berikut :Luas bangun A = Luas bangun B = Luas bangun C = Luas bangun D = Luas bangun E = Luas bangun F = Total Luas bangunan pangan kontrol Total Luas bangunan pangan uji

HASIL

Tabel 1 Kadar Glukosa Darah Pangan Kontrol dan Pangan Uji (Gula Kelapa Beta Karoten)Jenis PanganWaktu (menit)

01530456090120

Subjek Individu

Kontrol (mg/dl)831101321291248151

Gula Kelapa Beta Karoten (mg/dl)7284122109927863

Subjek Kelompok

Kontrol (mg/dl)861141401421339467

Gula Kelapa Beta Karoten (mg/dl)8090119121877878

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada pangan kontrol subjek individu, kadar glukosa darah tertinggi yaitu pada menit ke-30 yaitu sebesar 129 mg/dl kemudian menurun hingga menit ke-120 yaitu sebesar 51 mg/dl. Begitupun juga pada pangan gula kelapa beta karoten. Kadar glukosa darah teringgi yaitu pada menit ke-30 yaitu sebesar 122 mg/dl kemudian menurun hingga menit ke-120 yaitu sebesar 63 mg/dl. Sedangkan pada pangan kontrol subjek kelompok, kadar glukosa darah tertinggi yaitu pada menit ke-45 yaitu sebesar 142 mg/dl. Begitupun juga pada subjek kelompok yang menggunakan pangan uji gula kelapa beta karoten yang terdiri dari kelompok 3,4, dan 5. Kadar glukosa darah tertinggi yaitu pada menit ke-45 yaitu sebesar 121 mg/dl, kemudian menurun hingga menit ke-120 yaitu sebesar 78 mg/dl.

Gambar 1 Grafik rata-rata kadar glukosa parah pangan kontrol uji (gula kelapa beta karoten)

Berdasarkan grafik diatas didapatkan persamaan polynomial untuk pangan kontrol adalah y = -0,016x2 + 1,672x + 93,13 sedangkan umtuk pangan uji adalah y = -0,006x2 + 0,675x + 87,26.

Gambar 2 Grafik kadar glukosa darah pangan kontrol dan uji (gula kelapa beta karoten) individu

Berdasarkan grafik diatas didapatkan persamaan polynomial untuk pangan kontrol adalah y = -0,015x2 + 1,497x + 90,24 sedangkan umtuk pangan uji adalah y = -0,01x2 + 1,013x + 78,03.

Tabel 2 Skor indeks glikemik berdasarkan tiga metode perhitungan pada rata-rata kadar glukosa darah pangan uji gula kelapa beta karoten

Metode PerhitunganSkor Indeks Glikemik

Trapezoid82

Luas Bangun 31

Polynomial85

Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor indeks glikemik dari tiga metode. Skor indeks glikemik tertinggi yaitu pada metode polynomial.

Tabel 3 Skor indeks glikemik berdasarkan tiga metode perhitungan pada kadar glukosa darah pangan uji gula kelapa beta karoten

Metode PerhitunganSkor Indeks Glikemik

Trapezoid87

Luas Bangun 51

Polynomial84

Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor indeks glikemik dari tiga metode. Skor indeks glikemik tertinggi yaitu pada metode polynomial.

Tabel 4 Skor indeks glikemik berdasarkan tiga metode perhitungan pada rata-rata kadar glukosa darah tiga pangan uji

Metode PerhitunganSkor Indeks Glikemik Kelompok

Roti Tawar PutihGula Kelapa Beta KarotenGula Kelapa Tanpa Beta Karoten

Trapezoid998285

Luas Bangun 763133

Polynomial998584

Tabel di atas menunjukkan bahwa hasil skor indeks glikemik dari ketiga metode tersebut berbeda. Namun, hasil skor IG untuk metode trapezoid dan polynomial tidak berbeda jauh.

PEMBAHASAN

Indeks glikemik (IG) adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap gula darah. Pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan cepat memiliki IG tinggi. Sebaliknya, pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat memiliki IG rendah. Indeks glikemik bahan pangan dipengaruhi oleh kadar amilosa, protein, lemak, serat, dan daya cerna pati. Daya cerna pati merupakan kemampuan pati untuk dapat dicerna dan diserap dalam tubuh. Karbohidrat yang lambat diserap menghasilkan kadar glukosa darah yang rendah dan berpotensi mengendalikan kadar glukosa darah (Rimbawan dan Siagian 2004). Skor indeks glikemik pangan dibagi dalam tiga kelompok yaitu pangan ber-IG rendah yaitu IG70 (Miller 1997). Pengenalan karbohidrat berdasarkan efeknya terhadap kadar gula darah dan respons insulin dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan. Informasi IG bermanfaat bagi semua individu. Oleh karena itu, praktikum mengenai pengukuran indeks glikemik dari beberapa jenis bahan pangan ini sangat penting untuk dipelajari. Pada praktikum ini dilakukan pengujian indeks glikemik terhadap 3 jenis bahan pangan uji, yaitu roti tawar putih, gula kelapa tanpa diperkaya beta karoten, dan gula kelapa diperkaya beta karoten. Pangan standar yang dipergunakan adalah glukosa murni. Perhitungan skor indeks gikemik dilakukan dengan menggunakan metode luas bangun, trapezoid, dan metode polynomial. Setiap porsi penyajian gula dengan beta karoten yang akan ditentukan IG-nya mengandung 26 mg. Pangan tersebut diberikan kepada relawan yang telah menjalani puasa penuh (kecuali air) selama semalam. Perlakuan puasa ini bertujuan untuk membiarkan kadar gula darah normal kembali sehingga pada saat menganalisis tidak ada pengaruh dari karbohidrat lainnya (Marsono 2002). Panelis yang digunakan yaitu individu normal (non DM) dan memiliki status gizi normal sebanyak 8 orang. Bahan sampel yang diujikan adalah glukosa (standar) dan gula dengan beta karoten.Kadar glukosa darah (setiap waktu sampling) diplot pada dua sumbu, yaitu sumbu waktu (X) dan sumbu kadar glukosa darah (Y). IG ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diuji IG-nya dengan pangan acuan dikalikan 100 (Miler et al 1996 dalam Natalia 2010).Pengujian kadar glukosa pada responden, baik dengan pangan standar atau kontrol (glukosa 25 mg) maupun pangan uji gula dengan beta karoten sebesar 26 mg meningkat mulai dari menit ke-15 dan memuncak pada menit ke-30. Kadar glukosa darah dengan pangan standar menunjukkan bahwa kadar glukosa sebelum pemberian pangan standar sebesar 83 mg/dl, kemudian meningkat secara perlahan, memuncak pada menit ke-30 sebesar 132 mg/dl selanjutnya menurun kembali pada menit ke-120 menjadi 51 mg/dl. Sedangkan kadar glukosa dengan pangan uji gula dengan beta karoten menunjukan bahwa sebelum pemberian pangan uji sebesar 72 mg/dl, lalu meningkat setelah pemberian pangan uji yang memuncak pada menit ke-30 sebesar 122 mg/dl selanjutnya menurun kembali hingga 63 mg/dl pada menit ke-120. Hal ini disebabkan karena pada gula kelapa dengan -karoten terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kadar indeks glikemiknya, yaitu kerja enzim dimana pada -karoten terdapat kofaktor dan jumlah substrat (karbohidrat yang dimakan). Fungsi -karoten dan vitamin A sebagai antioksidan yang mampu menyesuaikan fungsi kekebalan dan sistem perlawanan tubuh terhadap mikroorganisme atau proses merusak lain (Schmidt 1991 dalam Almatsier 2009). Pangan nabati mengandung karotenoid yang merupakan prekursor (provitamin) vitamin A. -karoten adalah bentuk provitamin A paling aktif, yang terdiri atas dua molekul retinol yang saling berikatan (Almatsier 2009).Pada menit ke-15 gula kelapa dengan -karoten direspon cepat oleh tubuh sehingga menyebabkan kadar gula darah meningkat dengan cepat, apabila dibandingkan dengan gula kelapa tanpa -karoten yang pada menit ke-15 cenderung lama diserap dan memiliki kenaikan kadar gula darah yang relatif tidak memiliki kenaikan yang signifikan dari menit-menit sebelumnya. Gula kelapa dengan -karoten memiliki kadar glukosa yang cenderung sama Sedangkan pada menit ke-120 gula dengan -karoten memiliki kadar glukosa lebih rendah dibandingkan dengan kadar glukosa pada gula kelapa tanpa -karoten. Namun, pada gula kelapa dengan -karoten memiliki kadar glukosa yang tetap sama pada menit sebelumnya yaitu pada menit ke-90. Sedangkan pada gula kelapa tanpa -karoten tetap mengalami penurunan glukosa pada menit yang sama yaitu pada menit ke-90. Dari hasil ini, dapat kita tarik kesimpulan bahwa gula kelapa dengan -karoten berperan dalam meningkatkan enzim glikosidase yang berperan dalam konversi karbohidrat menjadi glukosa (Bosenberg 2008). Sehingga pada menit ke-15 jumlah glukosa yang terbentuk lebih banyak dan cenderung cepat dalam meningkatkan kadar glukosa darah dan mencapai puncaknya pada menit ke-45, dan menurun secara perlahan. Hal ini juga membuktikan -karoten berfungsi sebagai prekursor dalam mempercepat kerja enzim. Berdasarkan perhitungan indeks glikemik gula kelapa dengan -karoten dengan menggunakan beberapa metode (luas bangun, trapezoid, polynomial) ditemukan hasil yang berbeda. Perhitungan dengan menggunakan metode polynomial memiliki nilai IG sebesar 84, perhitungan dengan menggunakan metode luas bangun memiliki nilai IG terendah sebesar 51, dan perhitungan dengan menggunakan metode trapezoid memiliki nilai IG tertinggi sebesar 87. Pengambilan perhitungan yang diambil pada tingkat perhitungan paling rendah. Hal ini karena nilai IG maksimal adalah 100 (glukosa murni), maka nilai IG pada gula kelapa dengan -karoten adalah sebesar 51 dengan menggunakan metode luas bangun. Kategori pangan menurut indeks glikemik (IG) dengan glukosa murni sebagai standar yaitu IG rendah bila IG < 55 (Rimbawan & Siagian 2004). Berdasarkan golongan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa gula kelapa dengan -karoten termasuk pada golongan pangan dengan IG rendah. Menurut Monro & Shaw (2008) masih belum ada kesepakatan tentang metode terbaik untuk menghitung luas di bawah kurva respon glukosa darah (AUC). Sejumlah metode yang berbeda telah digunakan untuk menentukan AUC, tetapi FAO/WHO (1997) menyatakan bahwa metode yang paling sering digunakan melibatkan perhitungan geometris dengan menerapkan aturan trapesium (trapezoid). Pada praktikum ini didapatkan skor IG rata-rata untuk kelompok 3, 4 dan 5 dengan bahan pangan intervensi gula kelapa tanpa -karoten dengan menggunakan metode luas bangun didapatkan hasil IG sebesar 31, maka dapat dikategorikan gula kelapa dengan beta karoten digolongkan pada bahan pangan rendah IG. Sedangkan, metode Trapezoid dan Polynomial didapatkan hasil IG yang hampir sama yaitu 85 dan 84. Begitu pula dengan bahan uji yang lain, Roti tawar putih memiliki IG yang sama yaitu 99 pada metode Trapezoid dan Polynomial. Begitu pun dengan Gula kelapa beta karoten, dengan hasil 82 dan 84 berturut-turut untuk metode trapezoid dan Polynomial. Berbeda halnya, dengan hasil yang didapatkan pada metode Luas bangun. Jika dibandingkan dengan metode yang lain, metode luas bangun memiliki selisih yang jauh. Metode Luas Bangun didasarkan pada peningkatan AUC di atas glukosa puasa dan mengabaikan area di bawah kadar glukosa puasa. Metode polynomial dan trapezoid memperhitungkan area di bawah kadar glukosa puasa. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan IG pangan yang satu dengan pangan yang lainnya. Bahkan pangan dengan jenis yang sama apabila diolah dengan cara berbeda dapat memiliki IG yang berbeda, karena pengolahan dapat menyebabkan perubahan struktur dan komposisi kimia pangan. Varietas tanaman yang berbeda juga, menyebabkan perbedaan pada IG. Faktor-faktor yang mempengaruhi IG pangan yaitu proses pengolahan, seperti proses penggilingan pada pangan menyebabkan struktur pangan menjadi halus sehingga pangan tersebut mudah dicerna dan diserap. Pangan yang mudah dicerna dan diserap menaikkan kadar gula darah dengan cepat (Rimbawan dan Siagian, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Trinidad et al. (2003) yang berjudul Glycemic Index of Coco Sugar adalah 35. Jika dilihat dari hasil praktikum, IG pada Gula kelapa tanpa beta karoten yang mendekati dengan literatur yaitu Metode Luas Bangun (IG 33). Berdasarkan, penelitian yang dilakukan oleh Fiona et all (2008), nilai IG pada roti tawar yaitu 71. Metode yang paling mendekati literatur yaitu metode luas bangun dengan IG 76. Secara keseluruhan, bahan pangan yang memiliki IG tinggi (>70) yaitu roti tawar putih yang didapatkan dari semua metode. Sedangkan, nilai IG pada gula kelapa beta karoten dan tanpa beta karoten tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Sebuah makanan IG rendah akan melepaskan glukosa lebih lambat dan mantap. Sebuah makanan IG tinggi menyebabkan kenaikan lebih cepat kadar glukosa darah dan cocok untuk pemulihan energi setelah latihan ketahanan atau untuk seseorang mengalami hipoglikemia. Konsumsi pangan dengan nilai IG rendah diyakini memiliki keuntungan dibandingkan dengan IG tinggi. Penerapan konsep IG berguna bagi orang yang sedang mengatur kadar gula darah, misalnya orang yang mengalami diabetes. Penderita diabetes mellitus dapat memilih makanan yang tidak akan menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat (makanan memiliki IG rendah), sehingga kadar glukosa darah dapat dikontrol pada kadar yang tetap normal (70-110 mg/dl). Hal ini dikarenakan pada penderita diabetes terjadi kerusakan sel beta pancreas yang jika mengonsumsi makanan tidak diimbangi oleh sekresi insulin (Lasimo et al 2002 dalam Widowati (2007). Selain itu, penerapan konsep IG juga berguna untuk orang yang sehat. Konsumsi pangan yang memiliki IG rendah sangat baik untuk memelihara sistem metabolisme tubuh. Beberapa penelitian menyatakan konsumsi pangan yang memiliki IG tinggi secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya stress oksidatif secara kronik. Stress oksidatif adalah keadaan yang tidak seimbangn antara produk radikal bebas dengan antioksidan yang ada di dalam tubuh. Selain itu, konsumsi pangan dengan IG yang tinggi juga dapat meningkatkan resiko penyakit jantung.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan praktikum, pangan uji yang memiliki nilai IG tinggi (>70) yaitu roti tawar putih yang diperoleh dari semua metode. Sedangkan, nilai IG pada gula kelapa beta karoten dan tanpa beta karoten tidak terdapat perbedaan yang signifikan, tapi tergolong IG tinggi pada metode Trapezoid dan Polynomial. Sedangkan, nilai IG pada gula kelapa beta karoten dan tanpa beta karoten pada metode luas bangun termasuk IG rendah (