laporan final investigasi kecelakaan serpeng ii

Upload: mirza-ahmadhevicko

Post on 10-Feb-2018

347 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    1/122

    LAPORAN INVESTIGASI

    KECELAKAAN LUWENG SERPENG 2

    Dusun Serpeng, Desa Pacar Rejo, Kecamatan Semanu

    Kabupaten Gunungkidul, DIY

    Tim Investigasi Kecelakaan Luweng Serpeng 2

    Daerah Rawan saat

    penelusuran musim hujan

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    2/122

    ABSTRAK

    "Kesalahan pada sebuah sub sistem diawal sistem sebuah kegiatan akanmembawa kesalahan sistemik di sub sistem turunan dibawahnya"

    Secara berkala dan rutin HIKESPI telah mengadakan kursus speleologi dariberbagai jenjang sejak 1983. Pada tahun 2013 kegiatan dilaksanakan diKabupaten Gunungkidul, Provinsi DIY . Rangkaian kegiatan meliputi kursusjenjang Assistant Instructor dan Instructur, serta Kursus Dasar dan Kursus Lanjutan.Panitia dan instruktur berasal dari dalam dan luar kota Jogjakarta, mereka

    adalah lulusan berbagai level kursus yang diselenggarakan HIKESPI.

    Pada tanggal 19 Maret 2013 peserta Kursus Lanjutan dibagi ke tiga lokasi guayang berbeda, yaitu Luweng Ceblok, Luweng Ngingrong, dan Luweng Serpeng2 untuk melakukan praktik teknik rigging, mapping dan pengambilan dataSOSMED.

    Musibah menimpa kelompok 3 di Luweng Serpeng 2 yang mengakibatkan 3

    orang meninggal dunia karena terjebak banjir.

    Untuk mendapatkan fakta kejadian yang obyektif dan membuat rekomendasiuntuk perbaikan dimasa datang, HIKESPI berinisiatif menyusun Tim Investigasi. Timini terdiri dari orang-orang berasal dari berbagai organisasi dan institusi yangmewakili kegiatan Speleologi, Akademisi, SAR dan organisasi asal dari parakorban.

    Laporan ini berisi tentang hasil investigasi yang meliputi aspek alam, manajemen

    dan teknis. Investigasi ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primermelalui wawancara dengan panitia, korban selamat, penduduk setempat,kelompok-kelompok kegiatan pertolongan (rescue), serta rekonstruksi kejadiandi lapangan, baik di permukaan maupun di dalam gua. Pengumpulan datasekunder dilakukan dengan cara mendokumentasikan data video, foto, curahhujan dan arsip kegiatan dari panitia. Berdasarkan data-data tersebut,kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan fakta kejadian, menyusunkrologi kejadian dan rekomendasi.

    Luweng Serpeng 2 merupakan lubang pengeringan (swallow hole) dari sebuaharea tangkapan air seluas 0,929 km2. Luweng ini mempunyai 2 buah entrance,menurut peta dan diskripsi Cave Survey Mc Donald 82-84, luweng berbentukvertikal multipitch/ berundak. Dipetakan melalui Entrance 2, urutan lintasanberurutan P3, P30, P17, P7, P7, P5, R3, R3 dengan variasi bentukan, panjang danarah lorong horisontal diantaranya

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    3/122

    Hujan terjadi di sekitar mulut gua pada pukul 15.15 WIB. Sekitar pukul 15.43 WIBterjadi banjir fase I di sekitar mulut gua yang kemudian diikuti banjir fase II padapukul 16.03 WIB.

    Pada tanggal tersebut terjadi 2 kejadian hujan di lokasi. Kejadian pertamapada saat perjalanan tim ke Luweng Ngingrong. Langit cerah namun turungerimis sebentar. Kejadian ke dua pada saat perjalanan tim dari LuwengNgingrong ke Luweng Serpeng 2. Hujan turun lebat sebentar, kemudian panaslagi.

    Saat kejadian banjir peserta terbagi menjadi tiga posisi yang berbeda, satu

    orang didasar P17, lima orang bertahan di ceruk di pinggir sisi kanan bibir P17,satu orang tertahan di ketinggian 3-5 meter dilintasan P30. Lima orang yangbertahan di ceruk terhanyut, terseret dan tertahan dibibir P17, bergantungpada tali yang mengarah dibackup anchor dengan masing-masingmenggunakan jammer sebagai pengaman. Saat rescuer pertama kali sampaidiposisi korban, tiga dari lima orang yang tertahan dibibir P17 dinyatakan sudahmeninggal. Usaha pertolongan berikutnya dilakukan internal Hikespi denganbantuan polisi, tim SAR, PMI dan masyarakat sekitar. Upaya pertolongan danpengangkatan korban dari dalam gua ke permukaan berakhir pada jam 24.00WIB, dan semua korban dibawa ke RSUD Wonosari .

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    4/122

    DAFTAR ISI

    Halaman Sampul iAbstrak iiDaftar Isi ivAnggota Tim Investigasi vKata Pengantar dan Ucapan Terimakasih viLembar Tanda Tangan Persetujuan Seluruh Anggota Tim Terhadap IsiLaporan di Yogyakarta, 24 April 2013 vii

    BAB I. KODE ETIK, KEWAJIBAN, DAN BAHAYA PENELUSURAN GUA 1

    1.1. Kode Etik Penelusuran Gua 11.2. Kewajiban Penelusur Gua 31.3. Bahaya Penelusuran Gua 5

    BAB II. KONDISI LUWENG SERPENG 2 DAN DAERAH TANGKAPAN AIRNYA 16

    2.1. Lokasi Luweng Serpeng 2 162.2. Iklim 182.3. Daerah Tangkapan Air Luweng Serpeng 2 182.4. Batuan dan Tanah 202.5. Tutupan Lahan 21

    BAB III. HASIL INVESTIGASI DAN FAKTA-FAKTA KEJADIAN 23

    3.1. Kejadian Hujan dan Banjir serta Kronologinya 233.2. Profil dan Karakter Luweng Serpeng 2 303.3. Manajemen 33

    3.4. Teknik Penelusuran Gua Vertikal, Rigging dan Kejadian Kecelakaan,Operasional Rescue. 39

    3.5. Kronologi Kejadian 49

    BAB IV. SARAN DAN REKOMENDASI 774.1. Aspek Manajemen dan Persiapan 774.2. Aspek Manajemen Alam : Morfologi Karst, Cuaca, Musim dan. Gua 77

    4.3. Aspek Teknik Penelusuran Gua Vertikal 804.5. Aspek Teknik Rigging 80TERMINOLOGI 82Lampiran: Silabus dan Kompetensi Kursus Penelusuran Goa HIKESPI 84

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    5/122

    ANGGOTA TIM INVESTIGASI

    No Nama Lembaga/Organisasi Nomer Kontak Keterangan1 Dr. Eko Haryono Fakultas Geografi UGM,

    Yogyakarta08122711480 Ketua Tim

    Investigasi

    2 Thomas Suryono ASC, Yogyakarta 081352226926 Koordinator TimTeknis

    3 Galang Harindito ASC, Yogyakarta 081349241901

    4 JuswonoBudisetiawan, S.Si.

    M.Sc.

    MATALABIOGAMA,Yogyakarta

    08122719439

    5 Pipit Noviyani MATALABIOGAMA,Yogyakarta

    083867054706

    6 Susilo Hadi, M.Si.PhD.

    Fakultas Biologi UGM,Yogyakarta

    08122940504

    7 Zuliadhi Mulantosi Arisan CavingYogyakarta, SEKBERPPA DIY

    0815787787212

    8 Yohanis Setitit Arisan CavingYogyakarta, SEKBERPPA DIY

    085643351519

    9 Subekti ISI Yogyakarta 08995391230

    10 Dr. Pindi Setiawan WANADRI, Bandung 081316077565

    11 Sugeng Triyono(Jabrik)

    SARDA DIY 081807345624 Koordinator TimManajemen

    12 Agus Fitriyanto H(Kenyung)

    PPA Gunungkidul 087838225282

    13 Sukamto SAR BARON 087843115907

    14 Naibul Umam, M.Si Mapala Satria UMP 08156553864

    15 Priyo AriefWicaksono

    Mapala Satria UMP 085747941291

    16 Bayu Mandra Putra Mapala Satria UMP 085726545488

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    6/122

    KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH

    Dengan ucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa Tim Investigasi

    kecelakaan Luweng Serpeng 2 mengakhiri tugas yang diemban selama kurang

    lebih 1 bulan sejak dibentuk. Tim investigasi mengemban tugas secara langsung

    dari presiden Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia (HIKESPI) dan tugas

    amanah terutama dari keluarga korban, pihak terkait, segenap masyarakat dan

    secara khusus para speleologiwan. Tugas utama tim adalah mengumpulkan

    data-data, mencari fakta, serta menyusun kronologis secara benar dan lengkap

    atas kejadian kecelakaan di luweng serpeng 2 pada acara kegiatan Kursus

    Dasar dan Kursus lanjutan (KDKL) HIKESPI. Dalam tugas ini telah dilakukan

    pengumpulan data yang berasal dari wawancara dengan berbagai pihak,

    data sekunder yang berupa foto udara, citra, data kejadian hujan sekitar waktu

    kejadian, pustaka, dan peninjauan lapangan serta rekonstruksi di sekitar dan di

    dalam luweng khususnya di titik-titik penting yang berkaitan dengan kejadian,

    serta berbagai diskusi analisa data dan informasi yang telah terkumpul.

    Hasil tim investigasi terutama adalah fakta-fakta kejadian, kronologi

    kejadian, serta saran dan rekomendasi untuk kebaikan semua pihak serta

    pelajaran penelusuran untuk kegiatan berikutnya yang lebih baik. Hasil tim tidak

    dalam bentuk penentuan keputusan kesalahan atau pembenaran kejadian,

    namun lebih bersifat menyajikan informasi serta pemberian rekomendasi untuk

    keadaan yang lebih baik.

    Dalam melaksanakan tugas, banyak pihak yang sangat membantu danberperan, sehingga tim dapat menyelesaikan tugas. Untuk itu tim sangat

    berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian

    laporan ini.

    Mohon maaf apabila terdapat kekurangan dan kesalahan. Mudah-

    mudahan rekan-rekan yang menjadi korban meninggal mendapat

    pengampunan atas segala kesalahan dan mendapat tempat yang baik dari

    Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Mudah-mudahan keluarga dan

    rekan mendapat kesabaran dan petunjuk sehingga kejadian ini dapat menjadi

    hikmah. Mudah-mudahan hasil ini bermanfaat dan menjadi kebaikan bagi

    kegiatan speleologi Indonesia. Amin.

    Ketua Tim beserta anggota

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    7/122

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    8/122

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    9/122

    BAB I

    KODE ETIK, KEWAJIBAN, DAN BAHAYA PENELUSURAN GUA

    1.1. Kode Etik Penelusuran Gua

    Penelusuran gua dilarang:

    Mengambil sesuatu kecuali mengambil foto

    Meninggalkan sesuatu kecuali meninggalkan jejak kaki

    Membunuh sesuatu kecuali membunuh waktu

    Kode etik ini pertama kali dicetuskan oleh National Speleological Society

    (Amerika Serikat). Karena mudah dipahami setiap penelusuran gua, maka kode

    etik ini diterima secara internasional dan menjadi pegangan bagi semua

    penelusuran gua. Setiap penelusuran gua dilarang mengeluarkan atau

    memindahkan sesuatu dari bahan gua tanpa tujuan jelas. Bila dilakukan untuk

    tujuan ilmiah maka tindakan itu harus selektif dan dilaksanakan oleh yang

    berwenang. Mengambil binatang dalam gua untuk tujuan identifikasi

    (taksonomi) misalnya, harus disertai kesadaran bahwa jumlah binatang unik itu

    mungkin sangat terbatas. Dengan demikian, jumlahnya harus dievaluasi terlebih

    dahulu dan hanya diambil satu atau dua spesimen untuk penelitian.

    Sebelumnya wajib diketahui, bahwa tidak ada peneliti lain yang sudahmengambil binatang yang sama, dari gua yang sama, untuk penelitian pula.

    Kegiatan penelusuran gua wajib dilaksanakan secara tertib, hati hati dan

    penuh pengertian. Hindarilah penelusuran gua belantara, yang belum dikelola

    untuk kunjungan umum, secara masal.

    Menelusuri gua belantara oleh banyak orang sekaligus, dengan aneka sumber

    cahaya untuk penerangan akan merubah iklim mikro gua. Hal ini akan mengusik

    kehidupan binatang khas gua: apabila kalau para penelusur itu hiruk pikuk.

    Kelelawar dan burung walet penghuni gua senantiasa terganggu oleh

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    10/122

    Ingat bahwa tidak semua orang yang berkeinginan memasuki gua menjiwai

    kode etik dan moral penelusuran gua. Banyak di antaranya masih bersifat

    vandalis yang sering mengotori gua, mencoret-coretinya, bahkan mematahkan

    dekorasi gua berumur ribuan tahun atau menangkap binatang khas gua untuk

    cindera mata (suvenir). Karenanya jangan mengajak sembarang orang masuki

    gua dengan tujuan untuk mempertontonkan kebolehan, keberanian atau

    keterampilan si pengajak. Bila suatu gua dirusak vandalis yang ternyata pernah

    diajak seorang penelusur gua, maka si pengajak yang bertanggung jawab.

    Penelusur gua wajib bertindak wajar. Tidak melampui batas kemampuan fisik

    maupun teknik dan kesiapan mental dirinya sendiri. Tidak memandang rendah

    kesanggupan sesama penelusur.

    Cukup sering terjadi atau kecelakaan dalam gua karena penelusur

    memaksakan dirinya melakukan tindakan tindakan teknis yang belum dikuasaisecara sempurna. Hal ini dilakukan karena rasa malu terhadap sesama

    penelusur yang lebih terampil atau dicemoohkan bila terbukti tidak mampu. Itu

    sebabnya pemimpin penelusur gua wajib mengenal keadaan fisik, mental dan

    derajat ketrampilan masingmasing penelusur gua. Ketrampilan teknis, mental

    dan fisik penelusur gua yang paling tidak mampu harus dijadikan patokan

    intensitas penelusuran gua.

    Senantiasa menunjukkan respek pada penelusur gua lain dengan cara

    Tidak mengambil atau memindahkan alat atau perlengkapan yang sedang

    digunakan atau ditinggalkan mereka tanpa izin pemiliknya.

    Tidak melakukan tindakantindakan yang membahayakan penelusur gua

    lain.

    Tidak menghasut pihak ke tiga untuk menghalangi penelusur gua lainnya

    memasuki gua.

    Tidak melakukan duplikasi penelitian yang sedang dilakukan peneliti lain,

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    11/122

    atau belum memiliki kode etik dan moral penelusuran gua, untuk mengunjungi

    gua tersebut.

    Secara internasional butir kode etik ini dipegang teguh. Bila suatu lokasi gua

    belantara dipublikasikan dalam media massa, diimbuhi dengan deskripsi

    keindahan, keunikan atau tantangan gua tersebut, maka berita demikian

    senantiasa menjadi daya tarik bagi petualang lain, yang belum tentu memiliki

    ketrampilan yang memadai dan etika konservasi lingkungan alam bawah

    tanah. Akibatnya ialah rusaknya gua tersebut atau musibah yang dialami oleh

    penelusur yang belum siap mental, fisik dan teknis. Publikasi untuk umum dalam

    media massa boleh dilakukan, asal proporsional. Tidak dilebih-lebihkan, dan

    pakailah nama maupun lokasi fiktif gua. Yang diutamakan ialah laporan

    lengkap yang diserahkan kepada instansi yang berhak mendapatkannya dan

    para pemberi rekomendasi serta izin penelusuran gua. Bila dibutuhkan surat

    rekomendasi untuk mendapat izin menelusuran suatu gua, maka penerimarekomendasi dan izin wajib membuat laporan selekasnya, yang diserahkan

    kepada pihak pihak tersebut.

    1.2. Kewajiban Penelusur Gua

    Penelusur gua berkewajiban untuk:

    Senantiasa memperhatikan keadaan cuaca. Tidak memasuki gua yang mudah

    kebanjiran pada musim hujan.

    Senantiasa menyadari, bahwa kegiatan penelusuran gua bukan merupakan

    hak, tetapi wajib dianggap sebagai suatu anugrah, rahmat, karunia dan

    berkah (privilege)

    Memilih sebagai tujuan utama penelusuran gua: koservasi (pencagaran) gua

    dan lingkungannya. Karenanya wajib menjaga kebersihan gua dan

    lingkungannya.

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    12/122

    Mengikuti secara patuh dan seksama semua prosedur perizinan yang

    dipersyaratkan dan memberi laporan kepada pemberi izin.

    Wajib memberitahukan kepada sesama penelusur, bila dijumpai bagian

    bagian yang berbahaya dalam gua tertentu.

    Bila mengalami suatu musibah, maka hal itu tidak boleh dirahasikan. Wajib

    dilaporkan kepada penduduk dan pemerintahan daerah setempat,

    kepada pengawas dan pengelola wilayah tersebut dan semua penggiat

    penelusur gua yang dikenal, untuk disebarluaskan, agar jangan sampaimusibah tersebut terulang kembali.

    Bila ada rencana menelusuri gua, wajib memberitahukan kepada keluarga,

    rekan atau sesama anggota perkumpulan, penduduk dan kepala desa

    terdekat data sebagai berikut:

    1. Maksud dan tujuan menelusuri gua, rencana waktu masuk, rencana waktu

    keluar, daftar nama penelusur lengkap alamat dan nomor telepon.

    2. Bila sampai terjadi muzibah, atau belum keluar pada waktu yang

    sudah ditentukan, siapa yang harus dihubungi dan dengan cara apa.

    3. Wajib memilih dan patuh kepada pemimpin penelusur gua yang

    kompeten, berwibawa dan sudah berpengalaman. Khususnya dalam

    menentukan kesiapan mental, fisik dan derajat ketrampilan

    penelusuran gua, yang wajib disesuaikan dengan derajat kesulitan

    gua.

    Wajib mempelajari semua acuan yang dibutuhkan sebelum memasuki gua:

    peta geologi, peta topografi, keadaan iklim, khususnya curah hujan, peta-peta

    gua yang ada, l iteratur terkait, menghubungi nara sumber, mengumpulkan dan

    menganalisa informasi penduduk setempat atau jurukunci perihal gua tersebut.

    Wajib mempersiapkan diri secara fisik, mental dan ketrampilan menggunakan

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    13/122

    1.3. Bahaya Bahaya Penelusuran Gua

    Apabila hendak membicarakan BAHAYA penelusuran gua, maka

    secara konseptual dan diakui secara INTERNASIONAL ialah adanya dua

    pengertian yang berbeda pendekatannya.

    Kedua pengertian itu harus diperhatikan secara bersama, tidak boleh terpisah

    dan keduanya harus ditangai secara bersama. Baik dari segi perizinan,

    rekomendasi, kegiatan penelusuran gua, pendataan gua, konsep pengolahan

    gua, untuk tujuan apapun.1. Pengertian ANTROPOSENTRISME.

    2. Pengertian SPELEOSENTRISME.

    1. Antroposentrisme

    Dalam pemikiran ANTROPOSENTRISME, yang diperhatikan sebagai obyek utama

    ialah MANUSIA PENGUNJUNG GUA. MANUSIALAH yang perlu dilindungi

    terhadap bahaya. Ia harus aman, nyaman menelusuri gua. Hal ini terutama

    dianut secara salah, karena hanya memperhatikan satu segi saja) oleh para

    konsultan, pihak berwenang, pada waktu membuka gua untuk umum. Karena

    hanya mengutamakan keselamatan manusia, maka gua dikorbankan dan

    akan rusak.

    Bahaya dari sudut pandang ANTROPOSENTRISME:

    a. Terpeleset/terjatuh dengan akibat fatal, atau gegar otak, terkilir, terluka,

    patah tulang, dsb. Hal ini paling sering terjadi, antara lain karena: penelusur

    terburu-buru, loncat, salah menduga jarak yang dilangkahi, dsb.

    b. Kepala terantuk atap gua/stalaktit/bentukan gua lainnya.

    Akibatnya: luka memar, luka berdarah, gegar otak. Wajib pakai helm.c. Tersesat.

    Terutama bila lorong bercabangcabang dan daya orintasi pemimpin regu

    penelusuran gua kurang baik. Karenanya setiap penelusur wajib dilakukan

    dengan penuh perhatian oleh setiap penelusur Bentuk lorong yang telah

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    14/122

    menelusi gua sambil mengukurnya dengan tali topofil. Pulangnya tinggal ikuti

    tali tersebut sambil menggulungnya kembali. Hal ini tambah penting, apabila

    kecuali bercabang gua bertingkat banyak.

    d. Tenggelam. Terutama apabila nekat memasuki gua pada musim hujan tanpa

    mempelajari topografi dan hidrologi karst maupun sifat sungai di bawah

    tanah. Bahaya menjadi semakin nyata kalau harus melewati air terjun atau

    jeram deras. Apabila kalau harus melakukan penyelaman bebas tanpa alat

    dan penelusur kurang mahir berenang/menyelam. Mengarungi sungai yang

    dalam, harus pakai tali pengaman dengan lintasan tetap.

    e. Kedinginan (hipotermia). Hal ini terutama bila lokasi gua jauh di atas

    permukaan laut, penelusur beberapa jam terendam air, dan adanya angin

    kencang yang berhembus dalam rolong tersebut. Diperberat apabila

    penelusur lelah, lapar, tidak pakai pakian memadai. Karenanya harus tepat

    tahu lokasi mulut gua dan lorong-lorong, ketinggiannya di atas permukaanlaut (diukur pakai altimeter), suhu air dan udara dalam gua. Harus pula masuk

    gua dalam keadaan fisik sehat, cukup makan dan bawa makanan

    cadangan bergizi tinggi.

    f. Dehidrasi, Kekurangan cairan. Hal ini sudah merupakan bahan penelitian

    cermat di Perancis (lihat Warta Speleo No 9 1987, halaman 49-53). Hampir

    senantiasa, bila sudah timbul rasa haus, sudah ada gejala dehidrasi dan

    minum cairan sudah terlambat: tidak akan memenuhi kebutuhan lagi.

    Karenanya sudah merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar lagi

    lagi, bahwa sebelum memasuki gua, setiap penelusur harus minum

    secukupnya. Semakin mengeluarkan tenaga, harus cukup istirahat dan

    minum kembali. Cairan paling tepat untuk menghindari dehindrasi ialah

    larutan oralit atau garam anti-diare.

    g. Keruntuhan atap atau dinding gua.

    Ini memang nasib sial, tetapi sudah cukup sering terjadi di luar negeri menaiki

    tebing dengan andalan pada paku tebing yang dindingnya rapuh. Atau bila

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    15/122

    memperhatikan apakah lapisan lapisan batu gamping yang menunjung

    atap itu kuat sudah terlihat terlepas.

    h. Radiasi dalam gua. Hal ini belum diperhatikan sama sekali di Indonesia,

    padahal di luar negeri sudah merupakan bahaya nyata. Terutama akibat gas

    radioaktif RADON dan turunannya. Penelusur yang sering memasuki gua yang

    ber gas Radon ini, dapat menyerap secara akumulatif gas ini ke dalam paru

    parunya, dan terbukti, apabila penelusur gemar merokok, maka bahaya

    menderita kanker paruparu akan berlipat ganda. Itu sebabnya sangat

    dicela penghisap rokok menjadi penelusur gua. Merokok di dalam gua

    dilarang mutlak karena meracuni udara gua dan merusak paru-paru

    penelusur lainnya yang tidak merokok.

    i. Keracuanan gas. Ini yang paling ditakuti awam. Memang bahaya itu ada,

    terutama bila sirkulasi dalam gua kurang baik. Gas yang senantiasa ada

    dalam gua ialah gas CO2, karena tetasan air dari dinding dan atap gua

    senantiasa mendifusikan gas CO2 ini. Lebih-lebih bila terlihat menjuntai akar-

    akar pohon, atau banyak bahan organik yang membusuk di atas lantai gua

    (daun, ranting, dsb yang hanyut ke dalam gua sewaktu banjir). Gejalanya:

    nafas akan sesak, frekuensi bertambah banyak, melebihi keadaan normal.

    Dengan mengeluarkan tenaga yang relatif ringan, nadi bertambah cepat

    secara tidak seimbang. Karenanya setiap penelusur gua wajib mengetahui

    frekuensi nadinya masing-masing pada saat pada saat istirahat dan

    mengeluarkan tenaga. Gerakan nafas menjadi dalam. Jantung berdebar,

    mata berkunang-kunang. Kemudian kepala menjadi pening, mual, hilang

    orentasi, bahkan tidak ingat nama teman. Timbul kemudian halusinasi,

    pingsan dan mati.Wajib bagi kita bawa lilin. Nyalakan bila mulai timbul gejala sulit bernafas. Bila

    kandungan CO2rendah, lilin, bahkan korek api tidak akan menyala. Jangan

    andalkan cahaya lampu karbit. Lampu karbit masih menyala, padahal si

    pemakainya mungkin sudah pinsang Gas racun dapat juga akibat

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    16/122

    Gua yang banyak kelelawarnya juga tinggi kandungan CO2-nya (Gua

    Ngerong, Tuban; Gua Lawa, Nusakambangan; dsb). Hal ini karena kelelawar

    membutuhkan banyak O2sewaktu terbang, terusik oleh masuknya orang ke

    dalam gua (sehingga orangnya juga kekurangan O2) dan tumpukan guano

    (khususnya bila jenis kelelawarnya pemakan buah atau penghisap, nectar),

    yang mengalami proses fermentasi/peragian, akan menghasilkan banyak

    gas CO2.

    Gua yang banyak kelelawarnya hanya boleh dimasuki pada malam hari,

    saat gua itu tidak ada kelelawarnya. Lorong penuh kelelawar harus dihindari.

    j. Penyakit penyakit akibat kuman/virus, dsb.

    1). Histoplasmosis.Teramat sering diderita penelusuran gua di AS, terutama

    bila lorongnya penuh guano kering. Parasit Histoplasmosis capsulatum bila

    terhirup, akan menginfeksi paru-paru. Gejalanya sering mirip TBC, lengkap

    dengan batuk berdarah, sesak nafas, tubuh lemah, dan sering pula gagaldiobati dokter, karena menyangka adanya TBC paru-paru (juga menurut

    gambaran Rontgen). Pasien wajib memberitahukan pada dokter akan

    kemungkinan penyakit ini, yang baru terungkap setelah dilakukan tes

    darah tertentu (titer histoplasma diperiksa dan akan memberi hasil

    tertinggi).

    Parasit ini bahkan bisa menyebar ke seluruh darah, ginjal dan otak,

    dengan akibat kematian. Karenanya wajib menghindari gua kelelawar

    dan bila tetap ingin menelusurinya wajib memakai tutup hidung khusus.

    Tutup hidung itu dapat dibeli di beberapa toko besi atau pakai tutup

    hidung ahli bedah.

    2) Rabies. Hal ini sungguh mengejutkan pada penelusur gua di TEXAS, karenaada 7 penelusur sekaligus mati, terinfeksi rabies, padahal tidak digigit

    kelelawar, yang terkadang memang terinfeksi virus rabies. Gua FRIO yang

    mereka masuki memang banyak sekali kelelawarnya. Ketika ada tim

    dokter yang meneliti udara dalam gua ternyata penuh dengan tetesan

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    17/122

    hidung). Di Indonesia belum ada yang meneliti apakah kelelawar ada

    yang sakit rabies. Yang jelas di Indonesia tidak ada vampir, penghisap

    darah. Kelelawar terjangkit rabies akibat menghisap darah ternak atau

    binatang yang menderita rabies. MULUS FEET. Ketika tim Inggris menelusuri

    gua-gua di Mulu (Serawak) selama beberapa minggu banyak yang kulit

    kaki dan jari-jarinya rusak. Terinfeksi berat, bahkan sampai membusuk.

    Diduga bahwa hal ini ditimbulkan oleh gabungan infeksi jamur dan

    bakteri. Kaki harus tetap kering, dan bila basah terendam air, jangan

    dibiarkan basah berjam-jam lamanya. Sebaiknya secara teratur

    mengganti kaos kaki dan ditaburi bedak antibiotika.

    3) Gatal-gatal terutama di bagian-bagian yang tidak tertutup pakaian. Hal

    ini sering sekali terjadi di Indonesia. Diduga bahwa gatal-gatal ini, yang

    berupa bintil-bintil dan persisten selama beberapa bulan.dtimbulkan oleh

    gigitan kutu (ektoparasit) kelelawar, yang juga mungkin dijumpai dalamguanonya.

    4). Leptospisis. Hal ini banyak makan korban pada penelusur gua di Mulu.

    Badan mengigil, demam, pegal-pegal, lemas. Diduga malaria, ternyata

    pada saat diteliti secara serologis, di Inggris terbukti akibat tertular kuman

    leptospira, yang biasanya ditemukan dalam kencing tikus. Hal ini

    terutama serta minumnya tercemar kencing tikus gua.

    4). Gigitan binatang beracun.

    Ular, kalajengking, Lipan. Ular terjerumus dalam gua melalui lubang atap

    atau hanyut akibat banjir. Ular tersebut menjadi pemangsa kelelawar.

    Gigitan binatang apapun harus dianggap serius, dan penelusur yang

    digigit atau disengat harus keluar gua. Itu sebabnya setiap langkah

    dalam gua harus dilakukan dengan hati-hati, penuh kewaspadaan.

    Apalagi bila memegang sesuatu pada dinding atau atap gua untuk

    menjadi keseimbangan.Keracuan bahan pencemar air dalam gua.

    Berbagai insektisida dan pupuk kimia, dapat merupakan polutan dan

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    18/122

    k. Sambaran petir. Tidak ada yang menyangka, bahwa masuk dalam gua tidak

    menghindarkan seseorang dari sambaran petir. Hal ini berulang kali terbukti,

    bahwa jauh ke dalam gua, petir masih dapat menyambar pula.

    l. Bahaya akibat kesalahan atau kegagalan peralatan

    Hal ini terutama terjadi, apabila kurang persiapan membawa sumber

    cahaya. Betapa mudahpun suatu gua, penelusur tetap akan mati, bila tidak

    cukup sumber cahaya. Apabila kalau sampai terserang banjir berjam-jam

    lamanya. Setiap penelusur gua paling sedikit harus bawa tiga sumber cahaya

    yang berbeda (termasuk lilin). Sumber cahaya utama harus dipadamkan

    sewaktu terjebak banjir. Bila perlu selama beberapa jam harus digelapkan,

    agar masih cukup tersedia sumber cahaya untuk keluar gua setelah banjir

    lewat.

    m). Akibat CAVE DIVING. Di AS (Florida) dalam kurun waktu 10 tahun, yang mati

    akibat kegiatan CAVE DIVING sudah belasan. Hal ini justeru dialami oleh yangmahir OPEN DIVING (di laut / danau). Mereka kurang hati-hati, dan kurang

    tingkat disiplinnya terhadap waktu dan jarak tempuh. Berbeda dengan

    penyelaman di udara terbuka, di atas penyelam gua menghadang atap

    gua. Bila sudah terdesak waktu dan setiap kali terantuk atap gua, maka

    penyelam gua biasanya panik dengan akibat fatal karena menghabiskan

    udara yang dibutuhkan.

    Pada umumnya dianut pameo bahwa, menelusuri gua itu jauh lebih

    aman daripada naik kendaraan menuju gua atau pulang dari

    penelusuran gua. Jalan raya adalah tempat yang jauh lebih rawan

    daripada gua.

    Keamanan menelusuri gua sangat tergantung kepada sikapdan tindak tanduk

    si penelusur gua itu sendiri. Untuk memudahkan si penelusur gua mengingat

    semua tindakan pengaman, maka HIKESPI telah menyusun ringkasan singkat

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    19/122

    Empat orang adalah jumlah MINIMAL yang dianggap aman untuk menelusuri

    gua. Bila satu yang celaka, satu menemaninya, dua yang keluar gua

    minta pertolongan.

    Alat-alat yang dibawa harus memadahi. Setiap pemakai harus paham betul

    cara menggunakannya.

    Membawa TIGA SUMBER CAHAYA, lengkap dengan cadangan perlatannya,

    merupakan kewajiban mutlak.

    Ajak selalu orang yang berpengalaman dalam teknik penelusuran dan

    berwibawa. Ia juga harus mengetahui seluk beluk lingkungan di bawah

    tanah.

    Nafas sesak dan tersengal-sengal merupakan pertanda, bahwa ruang gua

    penuh karbodioksida. Karenanya harus cepat keluar gua.

    Akal sehat, ketrampilan, persiapan matang, perhitungan cepat dan tepat, serta

    pengalaman, menjadi PEGANGAN PENELUSURAN GUA, bukan adu nasib

    atau kenekatan.

    Naluri keselamatan yang ada pada setiap penelusur gua harus dikembangkan

    dan diperhatikan, karena naluri ini sering diandalkan sebagai factor

    pengaman ampuh.

    2. SPELEOSENTRISME.

    Perlu diketahui, bahwa pemikiran dari segi BAHAYA PENELUSUR TERHADAP GUA,

    tidak mendapat perhatian yang seimbang. Hal ini disebabkan akibat

    keacuhan, kurang pengertian terhadap bentukan alam yang begitu peka,

    rendah daya dukungnya, rendah daya lentingnya. Akibat orang masuk gua

    dapat dipelajari dari serial foto yang sering dibuat di Eropa dalam jangka waktu

    10 sampai 50 tahun. Apa yang pada tahun 1800 masih merupakan gua utuh,

    pada tahun 1850 sudah mulai rusak.pada tahun 1900 sudah rusak sebagaian

    besar, pada tahun 1950 sudah rusak total. Di Jawa boleh dijadikan contoh Gua

    Intan sebelah Gua Jatijajar, yang semula indah (sebelum PD II), kini sudah rusak

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    20/122

    melalui media massa, adalah pelanggaran kode etik terberat,

    apabila si penemunya belum yakin, ada instansi yang dapat

    melindungi gua itu. Belum ada yang kompeten mengelolanya.

    b. HARUS DITETAPKAN SISTEM PERIZINAN DAN REKOMENDASI KETAT

    untuk menelusuri gua belantara yang belum dibuka untuk umum. Hal

    ini secara konsekuen harus diikuti oleh perorangan atau instansi

    manapun yang ingin memasuki gua tertentu, dan harus jelas apa

    tujuannya. Harus ditindaklanjutkan dengan penyerahan laporan yang

    bermutu. Pemberi rekomendasi harus berani bertanggung jawab dan

    ikut dipersalahkan, bila sampai gua itu rusak atau terjadi hal hal

    yang menyebabkan kemuduran kualitas gua itu.

    c. SECARA KONSEKUEN DITETAPKAN UNDANG UNDANG TEPAT YANG

    MELINDUNGI GUA DAN BIOTA DALAM GUA

    Di AS setiap gua didenda minimal US$ 500,-. Undang-Undang

    lingkungan hidup dan perlindungan jenis harus ditetapkan secara

    konsisten.

    d. AKSES TETAP DIBIARKAN SULIT

    Sekali akses dipermudah, para vandalis dengan berbondong

    bondong akan mendatangai gua dan merusaknya.

    e. LARANGAN MEDIA MASSA MENERBITKAN ARTIKEL MENGENAI GUA-GUA

    INDAH DAN PEKA

    Hal ini sulit diterapkan dan butuh pengertian dari media massa.

    Redaksi harus sadar, bahwa PUBLIKASI mengenai lokasi gua hampir

    senantiasa berbau publisitas, untuk memenuhi ego si penyebar berita.

    Hampir tidak ada pemikiran atau tanggung jawab moral dari si

    penyebar berita, akan bahaya perusakan gua oleh tindakannya itu.

    Jadi si penyebar berita TIDAKLAH MANUSIA YANG BERTANGGUNG

    JAWAB

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    21/122

    pengajak pertama. Pada gilirannya masuklah para vandalis.

    Mengantarkan peminat masuk gua, padahal belum kenal pada

    peminat itu, juga pelanggaran etika. Sering hanya didasari inginpamer dan agar dirinya dianggap orang berpengalaman atau orang

    terkenal. Padahal ia sebenarnya orang yang tidak bertanggung

    jawab.

    g. GUA DITUTUPBiasanya dengan pintu gua (CAVE GATE) desain khusus, sehingga

    tidak mengusik keluar-masuknya biota gua, khususnya kelelawar dan

    burung kapinis dan wallet.

    h. MENGSAKRALKAN GUA

    Biar dianggap keramat. Dijaga jurukunci, yang senantiasa mengawasi

    penelusur gua.

    i. MELARANG TOTAL MEMASUKI GUA

    Hal ini perlu diberlakukan, bagi gua yang memiliki nilai ilmiah tinggi,

    amat peka, atau mempunyai nilai strategis tinggi. Juga apabila

    memiliki nilai ekonomis tinggi oleh adanya sarang wallet, misalnya.

    Pelarangan harus secara konsekuen dilakukan dengan

    menempatkan penjaga di dekat mulut gua.

    k. TIDAK MENYEBARKANLUASKAN LAPORAN DAN PETA GUA.

    Laporan hanya untuk diserahkan kepada instansi pemberi izin dan

    rekomendasi. Atau pada instansi yang mempunyai kepentingan

    (PUSLIT ARKENAS, LIPI, dsb).

    Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penelusur gua terhadap gua dan isinya

    banyak sekali. Bahaya itu berupa perusakan yang sifatnya PERMANEN atau

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    22/122

    seperti pernah dianjurkan seorang pakar geologi untuk memugar suatu gua di

    Jawa Tengah.

    Sedimen merupakan tapak sejarah yang tidak dapat diganti, apabila dibuang.

    Para ahli arkeologi, lapis demi lapis meneliti sedimen untuk menemukan fosil-fosil

    zaman prasejarah. Para ahli paleontologi, palinologi, sedimentologi

    (paleomagnetisme) akan kehilangan jejak, apabila sedimen terusik, diangkat,

    demi untuk memudahkan turis umum memasuki gua.

    Efek KUMULATIF terjadi bila banyak orang mengakibatkan gangguan yangsifatnya penjumlahan sederhana. Misalnya 10 orang meninggalkan jejak 10 kali

    lebih banyak dari 1 orang.

    Efek SINERGISTIK terjadi bila timbul penjumlahan efek negatif secara deret ukur.

    Jauh lebihbanyak daripada penjumlahan sederhana. Contoh : 5 kali memasuki

    gua yang banyak kelelawarnya dalam satu hari, menimbulkan gangguan yang

    tidak sama dengan penjumlahan sederhana ( lima kali terganggu). Kelelawar

    begitu terusik, sehingga akan pindah tempat.

    Efek negatif itu bisa berupa:

    Memasukkan bakteri, cendawan, ragi dari dunia luar ke dalam dan

    merusak gua mikroekosistem gua.

    Hiruk pikuknya penelusur gua mengusik ketenangan abadi gua dan

    karenanya juga mengganggu biota gua yang sudah mengadaptasi diri

    mereka pada kesepian abadi.

    Lampu terang benderang mengusik biota gua. Dapat menumbuhkan

    algae yang merusak.

    Bau karbit, Asap obor, dapat merusak lingkungan gua dan mengganggubiota gua.

    Coret-coret, pengecatan dinding dan dekorasi gua.

    Pematahan dekorasi gua untuk dibawa pulang sebagai cindera mata.

    P bil ti M i j k f i k l it t i

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    23/122

    Untuk menjaga keutuhan lingkungan gua, HIKEPSI berhasil pula menyusun

    ringkasan policyyang mudah diingat:

    Kepekaan gua dan lingkungannya terhadap setiap bentuk pencemaran harus

    selalu diingat oleh penelusur gua.

    Otoritas yang berwenang dalam konservasi alam hendaknya dihubungi untuk

    diajak bekerja sama.

    Nasehat dari ilmuwan dan saran-saran mereka senantiasa harus diperhatikan

    dan dijadikan NARA SUMBER.

    Sumber daya AIR, BIOTA, FORMASI dan SEDIMEN GUA perlu dijaga

    kelestariannya.

    Ekologi di dalam dan di luar gua ERAT HUBUNGANNYA dan berada dalam

    KESEIMBANGAN DINAMIS.

    Rehabilitasi kerusakan gua dan lingkungannya sangat mustahil dilakukan.

    Vandalisme amat merusak gua dan lingkungannya. Harus aktif ditentang atau

    dihindari.

    Amankan gua dan lingkungannya, agar bebas coretan dan pencemaran.

    Sadarkan semua pihak akan pentingnya hampir semua gua sebagai sumber

    daya alam, yang karenanya perlu dilindungi.

    Inisiatif ikut menjaga kelestarian gua dan lingkungannya, besar artinya bagi

    NUSA, BANGSA dan GENERASI yang akan datang.

    Yang penting saat ini ialah MENDATA SELURUH GUA yang ada di Indonesia

    secara terintegrasi, karena tanpa pendataan tepat, mungkin gua - gua akan

    lenyap dari bumi persada Indonesia.

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    24/122

    BAB II

    KONDISI LUWENG SERPENG 2

    DAN DAERAH TANGKAPAN AIRNYA

    2.1. Lokasi Luweng Serpeng 2

    Luweng Serpeng 2 atau masyarakat biasa menyebut Gua Seropan 2,

    masuk dalam wilayah Dusun Serpeng, Desa Pacarrejo, Kecamatan Semanu,

    Kabupaten Gunungkidul (Gambar 1). Luweng Serpeng 2 terletak disebuah alur

    sungai musiman yang akan teraliri ketika musim hujan. Mulut luweng berada

    pada level terendah sehingga akan menjadi akumulasi tangkapan air hujan.

    Sistem perguaan di bawah terbentuk karena kontrol struktur/kekar. Mulut gua

    terbentuk karena aktifitas air permukaan, membentuk koridor penghubung

    dengan sistem perguaan di bawah.

    Luweng Serpeng 2 memiliki dua buah entrance terpisah yangberdekatan. Entrance (1) disebelah kanan terletak diposisi lebih atas,

    menghubungkan langsung dengan dasar P17, entrance ini terbentuk terlebih

    dahulu sebelum lintasan sungai pada level ketinggian sekarang. Entrance (2)

    sebelah kiri berbentuk koridor vertikal yang simetris, sekarang merupakanlobang

    pengeringan air hujan daerah tangkapannya.

    Luweng Serpeng 2 (melewati Entrance(2) sebagai mulut gua) menurut

    peta Cave Survey Mc Donald 82-84 adalah gua vertikal multipitch/ berundak

    dengan urutan lintasan P3, P30, P17, P7, P7, P5, R3, R3 dengan variasi bentukan

    lorong horisontal diantaranya (Gambar 2.1.).

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    25/122

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    26/122

    2.2. Iklim

    Iklim di sekitar luweng Serpeng 2 dipengarui oleh angin muson

    barat dan timur. Hujan terjadi November hingga April, sedangkan musim

    kemarau terjadi pada bulan Mei hingga Oktober. Puncak hujan tertinggi

    terjadi pada Bulan Januari dan Februari. Mulai Bulan Maret, intensitas

    hujan mulai menurun. Rata-rata tebal hujan pada saat kejadian di stasiun

    terdekat dari Luweung Serpeng 2 sebesar 255 mm dengan rata-rata hari

    hujan 15 hari, atau dengan kata lain pada Bulan Maret terjadi hujansetiap dua hari sekali. Penduduk lokal mengistilahkan hujan pada bulan

    Maret sebagai hujan prt-pret yang biasanya terjadi sebentar dengan

    intensitas yang tidak terlalu besar. Pada bulan April, hujan terus mengecil

    dengan dengan intensitas yang lebih rendah, sehingga penduduk

    menyebutkan hujan pril-pril. Puncak musim kemarau terjadi pada BulanAguastus dan September.

    Tabel 2.1.Rata-rata hujan bulanan di Karst Gunungsewu dan sekitarnya dalam mm

    2.3. Daerah tangkapan Air Luweng Serpeng 2

    Luweng Serpeng 2 (Seropan) merupakan satu dari tiga luweng yang ada

    komplek Gua Serpeng. Luweng Serpeng 2 dalam hal ini merupakan dasar

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    27/122

    doline serpeng termasuk dalam doline orde 2. Doline Serpeng 2 ini sekaligus

    merupakan daerah tangkapan air dari Luweng Serpeng 2.

    Gambar 2.2.Daerah Tangkapan Luweng Serpeng 2

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    28/122

    Posisi mulut Luweng Serpeng 2 merupakan bagian terendah dari Doline Serpeng

    2 yang berada di ketinggian 120 m dari muka laut. Kemiringan lereng dearah

    tangkapan air rata-rata sebesar 7,2 %. Dasar lembah menjadi alur alir pada saathujan berupa bongkah-bongkah singkapan batugamping.

    2.4. Batuan dan Tanah

    Batuan yang terdapat di daerah tangkapan Luweng Serpeng 2 sebagian

    besar adalah batugamping. Sebagian kecil di bagian Baratlaut mulut luweng

    merupakan endapan tuf vulkanik dan batulempung. Batulempung menutup

    bagian atas setebal kurang lebih 40 cm dan bagian bawahnya berupa tuf

    vulkanik sekunder hingga setebal kurang lebih dua meter. Tuff dan lempung

    tersingkap sekitar 100 meter di sebelah utara mulut Luweng Serpeng 2. Bagian

    Tenggara seluruhnya berupa batugamping. Tanah penutuh di Doline Serpeng 2

    juga dibedakan menjadi dua tipe. Di bagian utara-baratlaut merupakan tanah

    hasil lapukan dari tuff vulkanik yang berwarna putih kehitaman dan di bagian

    selatan dan tenggara merupakan tanah bertekstur pasir lempungan yang

    berwarna kemerahan (terarosa).

    Gambar 2.3.Gambar kiri adalah kondisi tanah di bagian baratlaut Luweng Serpeng,gambar kanan adalah kondisi tanah di bagian tenggara Luweng Serpeng 2

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    29/122

    2.5. Tutupan Lahan

    Secara umum tutupan lahan di area tangkapan hujan Luweng Serpeng 2

    dapat dibedakan atas dua bagian yakni tegalan dan hutan. Area tersebuttersusun mulai dari strata pohon, semak, herba dan rumput. Tutupan lahan

    tersebut bukan merupakan hasil dari suksesi pertumbuhan vegetasi liar secara

    alami, namun dominan diusahakan oleh aktivitas manusia. Area tegalan yang

    meliputi sekitar sepertiga dari total area adalah sebuah lembah sempit yang

    bermuara di mulut Luweng. Dari sekitar mulut Luweng, area tegalan terbentang

    kearah utara sampai ke pemukiman penduduk. Jenis-jenis tanaman

    penyusunnya didominasi oleh tanaman-tanama pangan seperti ketela pohon,

    ubi jalar, jagung, dan kedelai yang ditanam berselang seling. Walaupun ketela

    pohon mendominasi area tegalan, namun demikian tidak ditemukan pola

    monokultur di area ini. Sedangkan untuk tanaman tahunan, dapat dibedakan

    atas tanaman-tanaman buah seperti jambu dan mangga yang ditanam dekat

    lokasi pemukiman, dan tanaman hutan seperti jati yang dominan tumbuh di

    area tegalan. Struktur jati di area nampak seragam dengan diameter rata-rata

    kurang dari 10 cm dan ketinggian tajuk sekitar 10 meter.

    Untuk area hutan, yang meliputi dua pertiga dari total area, terbentang

    di sebelah Selatan dan Timur Luweng. Area hutan ini umumnya berada di

    sekitar batang sungai Kedaton, Ngarep Gudang dan sungai Kudu. Vegetasiyang membentuk tegaan hutan ini didominasi oleh jati dan akasia dengan

    ketinggian tajuk sekitar 10 meter dan diameter antara 10-15 cm. Secara umum

    tajuk pohon-pohon ini seragam dan posisi tanam yang sudah terstruktur. Di area

    hutan, tanaman jati dan akasia memiliki blok-blok tanam yang berbeda. Pada

    lokasi tertentu, masyarakat setempat memanfaatkan ruang-ruang antar pohon

    tersebut dengan menanam ketela pohon dan atau rumput gajah.

    Terdapat berbagai jenis-jenis herba, semak dan tanaman lantai hutan

    dan tegalan, seperti amarantus, eupatorium, ageratum dan berbagai jenis

    rumput. Sekalipun demikian secara umum terlihat bila tutupan lantai

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    30/122

    Gambar 2.4.Area hutan sekitar Luweng Serpeng 2 yang didominasi tegakan jati dandiselingi tanaman ketela pohon

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    31/122

    BAB III

    HASIL INVESTIGASI DAN FAKTA-FAKTA KEJADIAN

    3.1. Kejadian Hujan dan Banjir serta Kronologinya

    Hujan yang terjadi pada tanggal 19 Maret 2013 tidak merata di wilayah

    Gunungkidul, Luweng Serpeng 2, dan sekitarnya. Demikian juga dalam hal

    waktu kejadian hujan, dalam satu hari dapat terjadi lebih dari satu kali

    kejadian hujan dengan internsitas yang berbeda. Hal ini dapat tergambar

    dari kejadian hujan di Luweng Serpeng 2, Bedoyo dan Gombang. Hujantanggal 19 Maret 2013 di Bedoyo terjadi pada pk 17:19:54, di Gombang

    pada pukul 16:26:43 (lihat tabel 3.1A dan B). Sedangkan menurut masyarakat

    (Bp. Gunarto dan Mbah Gito), di luweng Serpeng 2 terjadi hujan pada pukul

    15.15. Berdasarkan data hujan dari stasiun Bedoyo dan Gombang, hujan juga

    terjadi pada hari-hari sebelumnya dengan intensitas ringan sampai sangat

    lebat (lihat tabel 3.1 A dan B). Data tersebut menunjukkan karakter kejadian

    hujan pada daerah ini dan sekitarnya.

    Tabel 3.1. A.Data kejadian hujan dari stasiun hujan Gombang (49 M 465853, 9114035)

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    32/122

    Tabel 3.1. B Data kejadian hujan dari stasiun hujan Bedoyo (49 M 471598, 9113708)

    Tabel 3.1. C Data kejadian hujan dari stasiun hujan Sumbergiri (49 M 469509, 9119485)

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    33/122

    Tabel 3.1. D Data kejadian hujan dari stasiun hujan Tambak Kromo. (49 M 474768,9122378)

    Tabel 3.1. E Data kejadian hujan dari stasiun hujan Ngipak. (49 M 463733, 9120247)

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    34/122

    lapangan. Data ini merupakan salah satu acuan yang digunakan untuk

    pengambilan keputusan kegiatan-kegiatan lapangan (sumber: diskusi tim-

    panitia di fak. Geografi, UGM, 2/4/13).Tabel 3.2.Informasi cuaca dari panitia (HIKESPI) pada saat kegiatan dan sebelum KDKL

    Tanggal Kegiatan Lokasi Keterangancuaca

    Sumber

    Pada kegiatan sebelum KDKL dilakukan kegiatan kursus instruktur danasisten Instruktur yang dimulai pada tanggal 8 maret 2013

    8/03/13 Tes calon INstruktur Jomblang(pacarejo)

    Cerah Peserta &Panitia

    9/03/13 Materi + prakteklapangan (goaSodong)

    Jomblang(pacarejo)&Pracimantoro

    Sekitar pukul09.00 terjadihujan kecil 1jam dan setelahitu cerah panassaat kegiatan digoa sodong

    Peserta &Panitia

    10/03/13

    Penelusuran GoaJati & Gilap

    Ponjong Cerah panas Peserta &Panitia

    11/03/13

    Materi & praktek Jomblang/pacarejo

    cerah panas Peserta &Panitia

    12/03/13

    Penelusuran PuleIreng & Ngepoh

    Tepus Cerah Panas Peserta &Panitia

    13/03/13

    Pemetaan Kali Suci/ Pacarejo Cerah panas Peserta&panitia

    14/03/13

    Tes Jomblang/Pacarejo

    Hujan padapagi hari kurang

    lebih sekitar 1jam, pada sianghari cerah panas

    Peserta &panitia

    Pelaksanaan kegiatan kursus Dasar dan Kurus Lanjutan penelusuran Goayang dimulai pada tanggal 15 maret 2013

    15/03/13

    Materi Jomblang/pacarejo

    Cerah Panas Peserta&panitia

    16/03/1

    3

    Field trip & praktek Museum Karst &

    jomblang/Pracimantoro&pacarejo

    Cerah panas Peserta &

    panitia

    17/03/13

    Praktek Song Ciut/Pacarejo

    Cerah panas,namun padasore hari sekitar

    Peserta danpanitia

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    35/122

    Kronologi hujan dan banjir sungai sekitar Gua Serpeng pada Hari Selasa,

    19 Maret 2013 dengan kejadian hujan dapat dijelaskan berdasarkan kronologi

    sebagai berikut. Diawali dengan hujan dengan intensitas rendah pada pukul10.30-11.00, hujan awal ini belum mengakibatkan aliran permukaan namun

    meningkatkan kejenuhan tanah. Kejadian hujan kedua dengan intensitas lebih

    banyak dimulai pada pukul 14.30/15.00, fase kedua hujan ini dimungkinkan

    telah menyebabkan aliran permukaan namun dengan debit rendah.

    Berdasarkan rekaman video (gambar 3.1), pukul 15.43 banjir di mulut Luweng

    Serpeng 2 menghasilkan aliran air berwarna keputihan, dimungkinkan awal

    banjir terjadi beberapa menit sebelumnya. Air berwarna keputihan tersebut

    berasal dari daerah tangkapan bagian utara-baratlaut. Pukul 16.03 terjadi

    puncak banjir hingga menutupi hampir keseluruhan bibir Luweng Serpeng 2.

    Debit banjir sungai berlangsung selama 20 menit hingga pukul 16.25 kemudian

    debit banjir mulai surut, debit bertahan dalam waktu yang lama.

    Gambar 3.1.Kondisi banjir di mulut Luweng Serpeng pada saat kecelakaan. Gambar kirisesaat setelah hujan banjir datang dengan warna air putih dan tidak terlalu besar (pukul

    15.43). Air berwarna putih tersebut berasal dari tangkapan air di sisi utara danbaratdaya dari mulut luweng. Sekitar 15 menit kemudian gelombang banjir ketigadatang dengan air berwarna merah. Air ini berasal dari daerah tangkapan air yanglebih luas berada di sisi selatan/timurlaut mulut luweng. Tanda panah merahmenunjukkan batu yang tertutup pada saat puncak banjir. Kedalaman air di depanmulut luweng pada saat banjir 80 cm, lebar lembah 3 meter.

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    36/122

    berada di ladang, gambar 3.2) merupakan hujan terlebat yang terjadi di tahun

    ini. Hujan disertai dengan angin dan berlangsung sangat cepat dari langit

    cerah, tiba-tiba gelap dan akhirnya turut hujan. Kejadian hujan ekstrim di bulanmaret tersebut tidak diperkirakan sebelumnya oleh panitia. Menurut

    pemahaman panitia pada bulan Maret tidak pernah terjadi hujan lebat. Hujan

    pada umumnya datang dengan intensitas rendah dan sesaat.

    Gambar 3.2. Tinggi air pada saat banjir menurut kesaksian petani yang saat kejadianhendak menyeberang. Lokasi lembah berada 400 meter dari mulut Luweng Serpeng 2ke arah baratdaya. Ditengah lembah banjir setinggi pusar saksi

    Berdasarkan pengamatan data lapangan dan data spasial peta kondisi

    sungai sekitar Gua Serpeng dapat ditentukan lebar lembah selebar 2,5 meter;

    panjang lembah 1,28 km; luas Daerah Aliran Sungai (DAS) sebesar 0,937 km2 ;

    serta curah hujan pada tanggal 19 Maret 2013 diasumsikan sebesar 10 mm/

    jam, selama 3 jam (berdasar stasiun hujan Bedoyo dan Gombang) maka akan

    didapatkan dengan metode rasional (salah satu pendekatan penentuan debit

    sungai) debit puncak banjir sebesar 468.216 m3. Secara terperinci ditunjukkan

    oleh perhitungan berikut

    Q = 0,028 * C*I*A

    = 0,028 * 0,6 * 0,03 * 937000 m2

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    37/122

    Selain analisis debit aliran diperlukan pula analisis waktu tempuh aliran sungai

    yang dikaitkan dengan kejadian hujan sesaat waktu itu. Sehingga akan

    diperoleh informasi seberapa lama waktu yang dibutuhkan hujan menjadi aliranpermukaaan hingga mencapai titik Luweng Serpeng 2. Pengukuran waktu

    tempuh didekati dengan metode Manning`s dengan rumus sebagai berikut

    V = dan Q =

    keterangan :

    v= kecepatan aliran (Spesific discharge) (m/dtk) ; Q= debit; R= radius hidrolik

    (m); didapat dari R = A/P; A = luas penampang basah (m2); P = perimeter

    basah; n = koefisien roughness Manning`s (diantara 0,025 saluran alami); S =

    kemiringan sungai

    Penentuan kecepatan (V) dengan waktu tempuh (T) dan panjang sungai (L)

    didekati dengan rumus

    T = L/60 V

    maka dengan informasi yang didapat dapat diperoleh hasil pengukuransebagai berikut:

    Luas Penampang Sungai

    (Trapesium)1,4 M

    perimeter basah 2,3 M

    R 0,61 Radius hidraulik

    S 0,001 Kemiringanlereng

    N 0,055Koefisien

    manning

    V 0.53 m/dt

    T 39 Menit

    Hasil pengukuran menunjukkan bahwa dengan hujan sebesar 10 mm/jam yangditurunkan pada karakteristik sungai sekitar Gua Serpeng akan menghasilkan

    karakteristik aliran debit puncak banjir sebesar 468,2 m3 dimana alih ragam

    hujan menjadi aliran dapat mencapai mulut Gua Serpeng selama 39 menit

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    38/122

    3.2. Profil dan Karakter Luweng Serpeng 2

    Luweng Serpeng 2 atau masyarakat biasa menyebut Luweng Seropan 2

    termasuk dalam wilayah Dusun Serpeng, Desa Pacarrejo, Kecamatan Semanu,

    Kabupaten Gunungkidul. Terletak diujung/ muara sebuah alur sungai

    intermitten/ musiman yang akan teraliri ketika musim hujan karena terletak

    disebuah daerah tangkapan. Mulut gua berada pada level terendah sehingga

    akan menjadi akumulasi tangkapan air hujan. Sistem perguaan di bawah

    terbentuk karena kontrol struktur/ kekar. Mulut gua terbentuk karena aktifitas air

    permukaan, membentuk koridor vertikal penghubung dengan sistem perguaan

    di bawah.

    Luweng Serpeng 2 memiliki dua buah entrance terpisah yang

    berdekatan. Entrance 1 disebelah kanan terletak diposisi lebih atas,

    menghubungkan langsung dengan dasar P17, entrance ini terbentuk terlebih

    dahulu sebelum lintasan sungai pada level ketinggian sekarang. Entrance 2sebelah kiri berbentuk koridor vertikal yang simetris, sekarang merupakan lobang

    pengeringan air hujan dari daerah tangkapannya.

    Luweng Serpeng 2 menurut peta Cave Survey Mc Donald 82-84 (gambar

    3.3) adalah gua vertikal multipitch/ berundak. Dipetakan melalui Entrance 2

    dengan urutan lintasan P3, P30, P17, P7, P7, P5, R3, R3 dengan variasi bentukan,

    panjang dan arah lorong horisontal diantaranya.

    Pada keselurahan gambaran lorong Luweng Serpeng2, secara umum tiap

    posisi terjunan atau titik jatuh air menjadi tempat yang berbahaya, karena selain

    air dimungkinkan material yang lain ikut hanyut. Lintasan P3 hingga dasar P30

    adalah daerah berbahaya karena merupakan corong lintasan banjir masuk dari

    mulut gua.

    Dasar P30 berupa kolam statis dengan luas sekitar 4X4 m2 dengan

    daratan ada di bibir P17 dengan lebar sekitar 1.5 m. Daerah ini juga berbahaya

    karena merupakan titik jatuh air dari mulut gua. Dasar P17 adalah sebuah

    l k l l t d h j di l f il h

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    39/122

    Gambar 3.3.Peta Luweng Serpeng 2. Sumber: Cave Survey, Mc Donald 1982-1984

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    40/122

    Daerah Rawan saatpnlusuranmusim hujankarena Resiko Banjir

    A B

    DEntrance (1)

    Entrance (2)

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    41/122

    3.3. Manajemen

    3.3.1 Bentuk Kegiatan, Jadwal Kegiatan, Susunan Kepanitiaan dan Daftar

    Peserta Pendidikan

    Secara berkala dan rutin HIKESPI mengadakan kursus speleologi untuk

    berbagai jenjang. Pada tanggal 8-14 Maret 2013 diadakan kursus untuk jenjang

    Assistant Instructor dan Instructor HIKESPI. Setelah itu rangkaian kursus dilanjutkan

    dengan jenjang Kursus Dasar pada tanggal 15-18 Maret 2013 dan Kursus

    Lanjutan pada tanggal 19-21 Maret 2013. Kecelakaan di Luweng Serpeng 2

    pada tanggal 19 Maret 2013 adalah terjadi pada salah satu kegiatan dalam

    rangkaian kegiatan lapangan pada jenjang Kursus Lanjutan.

    Susunan kepanitian, daftar peserta dan jadwal kegiatan disampaikan

    sebgai berikut:

    3.3.1.1 Daftar Susunan Panitia Kursus Dasar Kursus Lanjutan HIKESPI 2013

    Penanggung jawab : Cahyo Alkantana (President Hikespi)

    Ketua Panitia : Ardian Dinata (Instructor)

    Sekretaris : Christiana Kartikasari (Instructor)

    Bendahara : Febrianti Nur Azizah (Assistant Instructor)

    Dokumentasi : Nikki Adam Budiman (Eks KD KL 2011)Logistik : M. Taufik (Assistant Instructor)

    Rahadyan Arka Shunu (Assistant Instructor)

    Saddam Surbakti (Assistant Instructor)

    Time Keeper : Fransiskus (Assistant Instructor)

    Oktaviana Palobo (Assistant Instructor)

    Transportasi : Reza (Eks KD KL 2011)

    Wawan Kirnanto (Assistant Instructor)

    P3K : Alex Machmudin Ali (Assistant Instructor)

    Hilary Reinhart (Assistant Instructor)

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    42/122

    Djuhariono/Sodom (Chief Instructor)

    Baby Wenas (Assistant Instructor)

    M. Iqbal Willyanto/Bim-bim (Master Instructor)

    Bachruddin Affandi/Udin (Master Instructor)

    Kuat Budi Santosa/Petrik (Master Instructor)

    Harto Dharmono/Cipit (Instructor)

    Fajar Utama (Instructor)

    Kawek (Master Instructor)

    Kurniawan Adi Wibowo/Pitik (Instructor)

    Galih Novianto/Limpunk (Assistant Instructor)

    Dedi Eryadi/Kondim (Assistant Instructor)

    Maman Suryaman (Assistant Instructor)

    Yayum Kumai (eks KDKL 2012)

    Chevy (eks KDKL 2012)

    3.3.1.2. Jadwal Umum Kegiatan

    Tanggal Kegiatan Lokasi

    Pada kegiatan sebelum KDKL dilakukan kegiatan kursus instruktur dan asisten

    Instruktur yang dimulai pada tanggal 8 maret 20138/03/13 Tes calon Instruktur Jomblang (pacarejo)9/03/13 Materi + praktek lapangan

    (goa Sodong)Jomblang (pacarejo)&Pracimantoro

    10/03/13 Penelusuran Goa Jati &Gilap

    Ponjong

    11/03/13 Materi & praktek Jomblang/pacarejo12/03/13 Penelusuran Pule Ireng &

    NgepohTepus

    13/03/13 Pemetaan Kali Suci/ Pacarejo14/03/13 Tes Jomblang/ PacarejoPelaksanaan kegiatan kursus Dasar dan Kurus Lanjutan penelusuran Goayang dimulai pada tanggal 15 maret 2013

    15/03/13 Materi Jomblang/pacarejo

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    43/122

    3.3.1.3. Daftar Peserta dan Instruktur ( Tanggal 19 Maret 2013 )

    1. Tim Luweng Serpeng 2

    A. Peserta:

    No. Nama Asal Organisasi/Instansi

    1 Dina Santana Kamapala

    2 Inu F. Ghaniy Dimpa UMM3 Novianus Tangala Mapala UVRI Makassar4 Anna Dian Setiawati MAPAGAMA UGM5 Yores PALAWA UAJY

    6 Febri Surya Pratama Mapala SAKAI

    7 Faizal Rochim OPA DIAZ Malang8 Herdinan SWATALA UMB9 Ridha Yana Mapala Stienas Banjarmasin10 Dodik Setyawan Pokdarwis Kalisuci11 Wahyu Febrianto Pokdarwis Kalisuci12 Harun Wulawarman MAREPAL UNRIYO13 Siti Nur Aisyiah WAPEALA UNDIP14 Qhodirun GAMAPALA

    15 Oktavius Ekapranata PALAWA UAJY16 Ganang Samudra ISI Yogyakarta17 Hevin Faharisa MAPALA SATRIA UMP18 Dian Putri Permatasari MATALABIOGAMA UGM19 Wildan Supriansyah MAPALA SIGINJAI UNJA

    20 Sri Hidayati OPA SIKLUS ITS

    B. Panitia :

    No. Nama Level Asal1 Nafikur Rochman Chief Instructor Tuban2 Cipit Instructor Malang3 Wawan K. Assistant Instructor Gunung Kidul4 Fransiskus (anchor) Assistant Instructor Yogyakarta5 Febrianti Nur Ajizah Assistant Instructor Yogyakarta

    2. Tim Gua Ceblok

    A. Peserta:No. Nama Asal Organisasi/Instansi

    1 Mustafaenal Achyar M.Z Mapala STIEM Palopo2 Fuad Hilmi Swatala UMB3 Diah Anggraeni Wapeala UNDIP

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    44/122

    12 Sobirin Umum

    13 Fuadi Sejahtera PMPA Palawa UNPAD14 Ainur Rosyadah Soraya Mahipal Unirow

    15 Eri Mulizar Edelweis Aceh16 M. Haikal Muthaqin Mapala Semak Aceh17 Tsalisus Syadiyah MPA Ghubatras18 Resnu Faskar Mapala STTL19 Rifzi Ali Haihata20 Khairunnisa Mapala Stienas Banjarmasin

    B. Panitia:

    No. Nama Level Asal

    1 Kawek Master Instructor Jakarta2 Ardian Dinata Instructor Palembang3 Alex Assitant Instructor Buniayu4 Kondim Assitant Instructor Tasikmalaya

    5 Limpung Assitant Instructor Yogyakarta6 Djuhariono Chief Instructor Surabaya

    3. Tim Gua Ngingrong

    A. Peserta:

    No. Nama Asal Organisasi/Instansi1 Wiji Utomo Mapala Satria UMP2 Sulfitriani Mapala 09 SMFT-UH3 Puput Nur Alfidah Mahipal Unirow4 Indra Safii Mapagama5 Fredikus Viktorianus Dasilva Mapalista6 Ria Riska Tompusmera Teksapala7 Ade Hamid Arif PMPA Palawa UNPAD

    8 Fadel Mukti Hardiman PLH Siklus ITS9 Rangga Yudistira Gamapala10 Akip Saputra Malimpa UMS11 Moh. Fityan Fathanah Haihata

    12 Toucher Laode Mapala Unsultra Kendari13 Yulyasri Christiani Saragi Palawa UAJY14 Aulia Rahman PMPA Palawa UNPAD15 Ruli Junaidi Eka Citra UNJ

    16 Pratiwi MK Mapala Salawat Umpar17 Sri Nurfianti Mapala Salawat Umpar18 Ade Kurniawan Palmater19 Wildan Suprian Syah Siginjai UNJA20 Kodrat Agusti Syahputra Mapala Sakai

    B. Panitia:

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    45/122

    3.3.2. Manajemen terkait Aspek Persiapan dan Pengorganisasian Kegiatan.

    Manajemen kegiatan dalam hal pemilihan lokasi (luweng) dalam

    kegiatan KDKL Hikespi adalah Hit and Run. Jika lokasi dianggap layak saat akan

    mulai kegiatan maka kegiatan dilaksanakan, jika tidak maka akan dicari lokasi

    lain yang dianggap layak.. Tidak ada survey awal kondisi gua dan

    lingkungannya, yang diikuti oleh seluruh pendamping/instruktur kegiatan.

    Beberapa pendamping dan instruktur datang pada saat hari berlangsungnya

    rangkaian kegiatan pendidikan HIKESPI. Survey awal sebagai persiapan

    kegiatan untuk menganalisa resiko tidak dilaksanakan dengan alasan bahwa

    kegiatan sudah beberapa kali dilakukan di lokasi yang sama, jadi dianggap

    sekalipun dilakukan survey dan terjadi hujan pada saat pelaksanaan maka

    hasilnya sama saja , menunda penelusuran gua. (Pernyataan Presiden Hikespi,

    22 Maret 2013)

    Mengacu pada materi Kewajiban Penelusur Gua, yaitu: "senantiasa

    memperhatikan keadaan cuaca, serta tidak memasuki gua yang mudah

    kebanjiran pada musim hujan"(sumber: Materi Kewajiban Penelusur Gua, KDKL

    HIKESPI), mengacu pada materi aspek Bahaya penulusuran gua, antara lain:

    bahaya-bahaya, antroposentrisme (Materi KDKL HIKESPI, Bahaya-bahaya

    Antroposentrisme, point 1.4), mengacu pada kompetensi materi Geomorfologi

    Karst HIKESPI: "Dapat mencirikan bentukan spesifik di kawasan Karst baik

    di permukaan maupun di bawah permukaan " (Sumber Silabus dan

    Kompetensi Kusrsus HIKESPI) , dan mengacu pada kompetensi materi

    Hidrologi Karst HIKESPI: "Dapat menganalisa hidrologi Karst secara aplikatif

    serta aplikasinya pada kegiatan penelusuran goa ( bahaya banjir, survei

    sungai bawah tanah, dll ) (Sumber Silabus dan Kompetensi Kusrsus

    HIKESPI), maka dapat dikatakan bahwa melakukan penelusuran gua yang

    terletak di sistim aliran permukaan yang terhubung pada catchment areapada

    waktu musim hujan adalah suatu tindakan yang beresiko tinggi terkait bahaya

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    46/122

    3.3.3. Manajemen terkait Aspek alam: Morfologi Karst Cuaca/ Musim.

    Pada hari kejadian kecelakaan, 19 Maret 2013, kegiatan lapangan

    penelusuran luweng peserta KDKL HIKESPI dilaksanakan pada tiga gua yang

    berbeda, yaitu Luweng Ngingrong, Luweng Serpeng 2, dan Luweng Ceblok.

    Ketiganya mempunyai faktor ancaman yang sama, yaitu terletak didaerah

    tangkapan air hujan dan kegiatan dilakukan pada saat musim hujan belum

    berakhir. Hampir pada waktu yang bersamaan ketiga gua tersebut mengalami

    banjir yang sama Kegiatan di Luweng Ceblok hampir selesai ketika aliran air

    memasuki luweng. Kegiatan di Luweng Ngingrong baru selesai ketika banjirdatang. (Sumber : wawancara panitia KDKL, 23 Maret 2013). Gambar 3.10

    menunjukkan banjir pada pk 17.11 WIB di Luweng Ngingrong, setelah kegiatan

    penelusuran selesai.

    Gambar 3 5 Foto kejadian banjir di gua Ngingrong beberapa saat setelah kegiatan

    dil k k d t i h j ih b l b khi Di ki k d

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    47/122

    dilakukan pada saat musim hujan masih belum berakhir. Dimungkinkan dengan

    adanya kejadian hujan di hari-hari sebelumnya (Tabel 3.1 A B C D E Kejadian

    hujan dari stasiun Gombang, Bedoyo, Sumbergiri, Tambak Kromo, Ngipak),

    walaupun tidak sampai banjir, sudah jadi aliran permukaan dan masuk kedalam

    gua. Terlihat masih ada genangan air di depan mulut gua dan di static pool di

    dasar P30 (Gambar 3.6 A dan B).

    Gambar 3.6 A: Foto dasar P3/ bibir P30 yang masih terdapat genangan air di statik pool(Sumber dokumentasi KDKL 2013). B: Foto static pool dasar P30 saat rekonstruksi. Padahari kejadian 19/03/2013 saat sebelum terjadi banjir, kondisi static pool ini penuh air,berwarna lebih terang (Sumber: Keterangan Cipit saat rekonstruksi, Sumber foto :rekonstruksi 23 Maret 2013)

    Pada saat tanggal 19/03/2013 dimungkinkan kondisi lapisan tanah

    penutup di daerah catchment area masih jenuh air. Ketika datang hujan

    dengan intensitas yang cukup, segera menjadi aliran permukaan dengan

    kecepatan dan debit yang cukup besar sehingga menimbulkan banjir.

    3.4. Teknik Penelusuran Gua Vertikal, Rigging dan Kejadian Kecelakaan,

    Operasional Rescue

    3.4.1. Teknik Penelusuran Gua Vertikal

    AB

    B C

    3 4 1 1 A di g

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    48/122

    3.4.1.1 Ascending

    Dalam Frog Rig System , proses ascending menggunakan sebuah hand

    ascender dan sebuah chest ascender yang secara bergantian akan bergerak

    ke atas dan menambatkan beban penelusur ke tali. Hand ascender/ jammer

    dihubungkan dengan sebuah cowstail(sisi panjang) ke seat harness penelusur.

    Hand ascender dihubungkan dengan footloop digunakan untuk tumpuan kaki

    saat mengangkat badan ke atas. Selain itu sebuah chest ascenderyang biasa

    dipakai adalah croll, yang dihubungkan dengan seat harness dan diikatkan

    pada dada dengan menggunakan sebuah chest harness. Croll ini digunakanuntuk menambatkan beban penelusur pada saat menaiki tali (gambar 3.7. A

    dan B).

    Prosesi kerjanya adalah sebagai berikut. Pada kondisi diam di tali,

    penelusur akan menggantungkan beban tubuhnya pada croll, kemudian

    mendorongkan jammer keatas untuk mendapatkan jarak dengan croll nya.

    Langkah selanjutnya penelusur akan berdiri bertumpu pada footloop yang

    tertambat padajammer, pada langkah ini croll akan bergerak mendekati posisi

    jammer bersamaan dengan naiknya badan. Langkah berikutnya penelusur

    akan duduk kembali dan menggantungkan beban tubuhnya pada croll,

    demikian proses ini berulang.

    3.4.1.2. Descending

    Peralatan descending biasa menggunakan descender auto stop

    maupun simple stop. Alat ini bekerja dengan memanfaatkan friksi antara tali

    dengan roda statis pada descender. Pada SRT kecepatan bukanlah hal yang

    diutamakan saat melakukan descending(Gambar 3.7 A dan C)

    3 4 2 Rigging dan Kejadian Kecelakaan

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    49/122

    3.4.2 Rigging dan Kejadian Kecelakaan

    3.4.2.1. Rigging

    Rigging adalah teknik untuk menambatkan dan membuat lintasan tali

    baik vertikal maupun horisontal. Tambatan yang digunakan bisa berupa

    tambatan alam, dan juga tambatan buatan (artifitial anchor). Variasi rigging

    juga beragam yang disesuaikan dengan bentuk medan guanya dan fungsinya.

    3.4.2.1.1. Lintasan dari Entrance 2 ke P3 m:

    Backup anchormenggunakan sebuah pohon di sisi kiri pada alur sungai,

    bila kita menghadap kearah luar gua. Main anchor terletak di sebuah batu di

    sebelah kanan alur air yang ke dalam gua (Gambar 3.8a Adan B).

    Gambar 3.8A. Panah menunjukkan posisi backup anchor, B. Panah menunjukkan posisimain anchor (sumber rekonstruksi lapangan 23 Maret 2013.

    3.4.2.1.2. Lintasan P30 (Dari dasar P3 ke dasar P30 )

    Lintasan ini menggunakan sisa tali yang sama dari lintasan P3, artinya

    anchor di lintasan P3 akan berfungsi menjadi backup anchor untuk lintasan

    section ini Main anchor berbentuk Y anchor sisi kiri tali ditambatkan pada

    Alpine Butterfly Kedua posisi anchor sangat dekat dengan lantai gua yang

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    50/122

    Alpine Butterfly. Kedua posisi anchor sangat dekat dengan lantai gua, yang

    merupakan alur air masuk ke dalam gua.

    Gambar 3.9. A. Foto yang diambil dari dalam gua menggambarkan posisi dan bentukh t d bibi P30 ( b k t k i 23 t 2013) B F t

    Disetiap perubahan arah lorong ini dipasang sebuah padding untuk melindungi

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    51/122

    Disetiap perubahan arah lorong ini dipasang sebuah paddinguntuk melindungi

    tali dari friksi.

    Gambar 3.10. . Foto diambil dari bibir P30, menggambarkan arah lorong menujudasar P 30, dan panah menunjukkan posisi pemasangan padding (sumberdokumentasi kegiatan KDKL Hikespi 2013)

    Menjelang 5 meter dasar P30, terpasang sebuah simpul sambungan tali

    (2 buah tali 50 meter), menjelang 3 meter dasar pitch lintasan berbentuk

    overhang, dititik ini dipasang sebuah padding untuk melindungi tali darigesekan.

    3.4.2.1.3. Lintasan P17 (Dari dasar P30 ke dasar P17) :

    Lintasan untuk menuruni P17 menggunakan sisa tali dari atas (P30).

    dipasang sebuah backup anchor pada dinding diposisi berlawanan arah

    dengan bibir P 17. Kemudian dipasang sebuah main anchor pada lobang

    tembus di lantai dasar P 30 menggunakan webbing. Tali ditambatkan

    menggunakan simpul butterfly. Fall factor diperkecil dengan cara

    memperpendek lengkungan tali lintasan dengan menggabungkan dua bagian

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    52/122

    Gambar 3.11. A. Ilustrasi bentuk rigging lintasan P 17, B. foto rekonstruksi bentukrigging dan posisi main anchor lintasan P 17, C. rekonstruksi bentuk rigging dan posisibackup anchor P17 (Sumber: Analisa hasil rekonstruksi, Foto-foto rekonstruksi

    Kecelakaan Luweng Serpeng2, 23 maret 2013)

    3.4.2.2. Kejadian Kecelakaan

    Pada saat kelima korban di dasar P30 terjebak banjir, mereka bertahan di

    sebuah cerukan sisi kanan bibir P17 (gambar 3.12), mengamankan diri dengan

    cara menambatkan jammer pada tali lengkungan yang titik tambatnya ada

    pada backup anchorl intasan P17 (sumber: keterangan dari wawancara Cipit di

    ruangan dan di lapangan). Komposisi peserta banding instruktur adalah 1

    instruktur (Cipit) dan 4 peserta (Dodon, Sam, Dian, dan Hevin)

    Arah titik jatuh tali dari backup anchorlintasan P17 mengarah pada bibir

    P17. Jika terjadi aliran air dari atas, titik jatuh tali akan berada tepat pada aliran

    terjunan di bibir pitch 17 yang menuju ke dasar pitch. Pada saat kejadian banjir

    para korban tidak sempat membuat tambatan tambahan di sekitar dinding

    atau atap ceruk tempat mereka berlindung yang dapat mencegah titik jatuh

    mereka mengarah ke bibir P17. Lima korban yang terseret air tertahan di bibir

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    53/122

    Gambar 3.12 A. Gambaran saat para penelusur berlindung di ceruk (1) ketika banjir.Mereka menambatkan diri pada tali (2) yang terhubung dengan backup anchor (3)sebagai titik tambatan, yang titik jatuhnya mengarah ke bibir P 17 (4) tepat posisimengalirnya air ke dasar pitch.B. Gambaran saat para penelusur terseret air, tertahanpada bibir P17, menggantung pada tali yang titik jatuhnya berada di bibir P 17, tepatsebagai tempat mengalirnya air ke dasar pitch (Sumber: Hasil analisa berdasarkanwawancara dan rekonstruksi dengan Instruktur korban)

    Pada saat kejadian, dari Entrance (2) hingga dasar P17 ketinggian

    anchor terpasang dimasing-masing lintasan ada diposisi rendah mendekati

    lantai atau alur aliran air kecuali backup anchor untuk P17 Posisi main anchor

    BA

    1

    2

    4

    1

    23

    4

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    54/122

    3.4.3. Operasional Cave Rescue

    Usaha rescue dengan ancaman banjir menjadi sangat genting dalam sisi

    emergency respon, Juga sangat susah untuk menilai setiap tindakan yang

    diambil team maupun personel rescue karena terbatasnya gambaran/

    informasi kondisi gua (debit dan tinggi muka air), ancaman resiko banjir susulan,

    kondisi korban, jumlah peralatan, jumlah dan kemampuan teknis personel, jaring

    kerja dan komunikasi, dan lain-lainya. Aspek rescue yang dibahas hanya

    menampilkan fakta dan memberi gambaran pilihan keputusan yang mungkindilaksanakan.

    3.4.3.1.Instalasi Rescue

    Instalasi Lintasan Rescue dipilih melalui Entrance 1, karena titik ini akan

    aman dari jatuhan air banjir dan langsung menuju dasar P17. Di posisi Entrance 1

    terdapat 3 personil yang bertugas mengawasi dan mengontrol pergerakan

    korban ketika dievakuasi, juga komanado utama untuk personel hauling

    lainnya.

    3.4.3.1.1. Lintasan Searching (A)

    Lintasan Searching digunakan untuk rescuer ketika melakukan pencarian

    posisi korban kecelakaan ketika banjir. Lintasan ini dipasang melalui Entrance1,

    dengan sedikit lintasan traverse di bawah bibir pitch. Lintasan ini akan langsung

    menuju dasar P17, dengan panjang hampir 50 meter. Tambatan yang

    digunakan adalah gabungan beberapa lobang tembus di sekitar Entrance1.

    3.4.3.1.2. Lintasan Rescuer (B)Digunakan untuk rescuer mendampingi dan mengarahkan korban ketika

    dievakuasi keatas/ hauling. Lintasan ini dipasang melalui Entrance1, lintasan tali

    ini akan langsung menuju dasar P17, dengan panjang hampir 50 meter.

    3.4.3.1.3. Lintasan Hauling (C)

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    55/122

    Digunakan untuk mengevakuasi korban keatas, kearah luar gua. Lintasan

    ini dipasang melalui Entrance1, untuk melindungi tali dari gesekan , titik-titik friksi

    dipasang lembaran padding. Lintasan ini memanjang ke arah luar gua, dikunci

    pergerakan talinya dengan menggunakan dua buah jammer di pohon yang

    sama yang digunakan sebagai backup anchor lintasan P3. Di titik ini

    dioperasikan oleh 5 orang, sebagai operator kerjajammerdan penarik. Tali terus

    memanjang lebih ke arah luar, disebuah pohon dikunci pergerakannya dengan

    descender. Titik ini sebagai tempat menarik korban dari dasar gua sesuai aba-aba operator dan rescuer di Entrance 1. Tali ditarik oleh sekitar 30 orang, instalasi

    tanpa menggunakan Z-rig system adalah pilihan tepat mengingat adanya

    kemungkinan bahaya banjir kembali sehingga membutuhkan kecepatan, dan

    cukup banyaknya personel yang membantu menarik.

    3.4.3.2. Mekanisme Rescue

    Korban dievakuasi keatas dengan tetap menggunakan set SRT lengkap,

    tali hauling di tambatkan pada seat harness dan pada chest ascender, dan

    supaya posisi korban tetap dekat tali dibantu sebuah webbing. Tiap satu korban

    di hauling, dengan didampingi satu rescueruntuk memosisikan korban terutama

    saat melewati titik friksi/ overhang.

    Tiga orang operator di Entrance1 bertugas mengawasi dan mengontrol

    pergerakan korban. Memberi aba-aba kecepatan tarikan haulingkepada para

    personel penarik. Lima orang operator pada pohon pertama akan

    mengoperasikan pergerakan dua buah ascender sebagai pengunci gerakan

    dan ikut menarik tali hauling.

    Tiga puluh orang pada pohon kedua bertugas menarik tali hauling,dengan selalu memperhatikan aba-aba operator dan rescuer di Entrance 1,

    satu orang lainya mengoperasikan descender sebagai pengunci ke dua.

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    56/122

    Gambar 3.13. Gambaran instalasi dan mekanisme evakuasi korban dari Entrance1.(Sumber: Hasil analisa rekonstruksi lapangan, Foto-foto PMI Kabupaten Gunungkidul,Yogyakarta).

    3.5.Kronologi Kejadian

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    57/122

    3.5.1 Rangkuman Kronologi Kejadian

    Kronologi kejadian meliputi sebelum kecelakaan, pada saat kecelakaan,

    dan proses evakuasi korban dirangkum dalam Gambar 3.14. Warna hijau

    menunjukkan kronologi kegiatan, warna hitam menjelaskan krologi kejadian

    alam (hujan dan banjir).

    Gambar 3.14. Diagram Fish Bone yang memberikan gambaran Kronologi Kejadian-kejadian sebelum sampai sesudah terjadinya kecelakaan Luweng Serpeng 2 (Sumber:Hasil analisa Tim Investigasi berdasarkan kumpulan fakta dan rekonstruksi lapangan)

    3.5.2. Detil Kronologi Kecelakaan Luweng Serpeng 2

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    58/122

    Pada tulisan berikut ini disampaikan kronologi kecelakaan luweng serpeng

    2 yang terjadi pada kursus KDKL HIKESPI - 19 maret 2013 dalam bentuk rangkaian

    fakta-fakta yang dikumpulkan dari berbagai sumber.

    KRONOLOGI KECELAKAAN LUWENG SERPENG 2

    1. Waktu : 07.00 08.00 WIB

    Tempat : Pendopo resort Gua Jomblang

    Keterangan : Peserta mulai sarapan, pembagian kelompok

    Gambar 1 A, B : Foto suasana sarapan sebelum kegiatan, C : Foto pembagiankelompok (Sumber: pribadi peserta ( folder Inu Dimpa ), Kamera : Canon Power Shot)

    CA

    2. Waktu : 08.00 08.33 WIB

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    59/122

    Tempat : Gua Jomblang

    Keterangan : Briefing eksplorasi gua

    - Cahyo memberikan briefing kepeserta. Soal gambaran lokasi gua untuk

    kegiatan. (Sumber :Foto kegiatan gambar 2B )

    - Briefing pagi mulai sekitar dari jam 08.00. (Sumber : Ana,peserta)

    - Sebelum berangkat ada briefing terlebih dahulu dari Cahyo Alkantana

    yang menyampaikan SOP secara garis besar. Pada briefing deskripsi gua

    telah dijelaskan, pemetaan, peralatan, dan lain-lain. Pada saat itu cuaca

    cerah dan langit biru. (Sumber : Cahyo, Nafik, Cipit, Instruktur). Tim

    Ngingrong ditekankan untuk hati-hati karena bahaya saat musim hujan

    (sumber: Ana, peserta). Setelah itu Cahyo melakukan kegiatan lain di

    pantai Indrayanti.

    Gambar 2 A: Foto briefing oleh para instruktur/ pendamping, Gambar 2B : Foto briefing

    oleh Cahyo Alkantana (Sumber : pribadi peserta, folder Inu Dimpa, Kamera : Canon PowerShot)

    A B B

    3. Waktu : 09.00 - 10.00 11.00 WIB

    T t C J bl P j l Ti

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    60/122

    Tempat : Camp Jomblang, Perjalanan Tim

    Keterangan : Keberangkatan tim

    Kejadian Alam :

    - 10.30 - 11.00 WIB. Gerimis sebentar lalu terang (Sumber: Gunarto warga

    Serpeng)

    Kejadian Teknis :

    - Peserta mulai berangkat jam 09.00 dengan Tim Ceblok berangkat terlebih

    dahulu, Tim Serpeng 2 dan Ngingrong standby di Jomblang menunggutruk.

    - Tiga puluh menit kemudian ruk kembali lagi ke Jomblang dan berangkat

    mengangkut 2 tim. Dalam perjalanan ke Luweng Ngingrong cuaca

    sempat mendung dan grimis sebentar. (sumber : catatan harian Ana,

    peserta)

    - Tim Ngingrong turun di dekat lokasi. Tim Serpeng 2 melanjutkan

    perjalanan menuju lokasi, berteduh hujan turun lagi dan lumayan deras

    tapi cuma sebentar. Lima menit kemudian perjalanan sampai di jalan

    setapak menuju Luweng Serpeng 2. Rombongan sempat tersesat

    (Sumber : Ana,peserta)

    A

    4. Waktu : 11.20 WIB

    Tempat : Entrance Luweng Serpeng 2

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    61/122

    Tempat : Entrance Luweng Serpeng 2

    Keterangan : Sampai di Luweng Serpeng 2

    - Rombongan sampai di luweng Serpeng 2, tim dibagi 2, 10 orang

    eksplorasi gua, 10 orang lainnya Sosbud. Tim eksplorasi langsung

    dilakukan briefing dan membagi tim dalam 2 kelompok kerja, mapping,

    dan rigging. Waktu kegitan dibatasi sampai jam 17.00 WIB (Sumber :

    Cahyo, Nafik, Cipit)

    - Koordinator tim keseluruhan Dodon, tim rigging Dian dan Sam,koordinator tim mapping Dina dengan anggota Ana dan Hevin. (Sumber

    : Ana, peserta)

    - Di depan gua ada kubangan air tetapi di sekitarnya kering. Tim tidak

    membawa pelampung karena Luweng Serpeng 2 termasuk gua kering

    dan tanpa membawa HT. (Sumber : Cahyo,Nafik,Cipit)

    5. Waktu : 11.30 14.30 WIB

    Tempat : Luweng Serpeng 2

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    62/122

    Tempat : Luweng Serpeng 2

    Keterangan : Rigging lintasan, mapping, pengambilan data sosial

    budaya.

    Keterangan rinci :

    a.Waktu : 11.30 12.30 WIB

    Tempat : Luweng Serpeng 2

    Keterangan : Rigging Lintasan P3 dan P30, pemetaan, pelaksanaan

    sosial budaya- Seharusnya peserta yang membuat rigging sendiri karena ini kursus

    lanjutan. Karena kesulitan lalu diambil alih pendamping, membuat

    lintasan awal dari mulut gua (entrance 2) untuk melihat ke dalam

    karena pertimbangan tingkat kesulitan gua, jika pendamping bilang

    rope free berarti peserta ikut turun. Pendamping membuat lintasan

    dengan variasi sederhana (menggunakan 4 padding) karena

    pertimbangan kemampuan peserta baik karena ada wanita maupun

    beberapa peserta yang kemampuan SRTnya terbatas. (Sumber :

    Cipit,instruktur)

    - Peserta makan siang untuk persiapan turun ke Luweng Serpeng. Lalu

    peserta di beri waktu dari panitia untuk rigging P30, karena terlalu lama

    akhirnya rigging dibantu oleh instruktur yang bernama Cipit. (Sumber :

    Dina,peserta)

    - Tidak memilih lintasan di luar lintasan air di sebelah kanan karena

    peserta harus sedikit manjat dan kondisi batuan yang rawan runtuh. Jadi

    diputuskan membuat lintasan diposisi jalur air masuk tapi agak ke sisi kiri

    dengan pertimbangan kalau ada aliran air masuk yg tidak terlalu

    besar masih bisa dilewati.(Sumber: Nafik,Instruktur)

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    63/122

    Gambar 5 A : Dian dan Dodon masih didasar P3 (Sumber : 110_03 ok gambarIMG_6760, kamera : Canon Powershot A810 Tanggal:19 mar 2013, 12.25.)Gambar 5 B: Ana dan Dina di depan mulut gua melakukan pemetaan gua (Sumber :Foto : Dokumentasi peserta (Sumber : folder 110_03 ok gambar IMG_6758) kamera :Canon Powershot A810 Tanggal:19 mar 2013, 12.21.)

    A

    DC

    b.Waktu : 12.30 13.30

    Tempat : Luweng Serpeng 2

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    64/122

    Tempat : Luweng Serpeng 2

    Keterangan : Rigging Lintasan P30. Peserta mulai turun

    (Sam,Dodon,Dian). Pelaksanaan sosial budaya

    - Peserta yang pertama kali turun adalah Sam, kemudian Dodon, Dian,

    Dina.(Sumber : Dina)

    - Peserta mulai turun. Nafik disekitar lokasi mulut gua, Febri ada di bibir

    P3 m, Fransiskus (Anchor) di bibir P 30 meter, Cipit di dasar P30. Sam

    turun kesulitan melewati deviasi. Cipit naik lagi untuk memperbaiki

    lintasan, diganti dengan padding. Dodon turun tidak mengalami

    kesulitan, lalu Dina menyusul turun. Setelah itu diikuti Dian, dia merasa

    titik jatuh lintasan condong ke arah kiri, diperintahkan untuk berusaha

    menggeser pergerakan kearah kanan, Dian sampai bawah.(Sumber :

    Cipit,Instruktur)

    c.Waktu : 13.30 14.30

    Tempat : Luweng Serpeng 2

    Keterangan : Rigging Lintasan P17. Dina,Ana,Hevin mulai turun P3

    dan P30. Kepulangan tim sosial budaya

    - Mas Cipit ada rigging untuk P17. Awal menggunakan Y-anchor agak

    mepet dengan dinding jalur air. Dodon turun ke Dasar P17 disusul Sams

    dan Dina.(Sumber : Dodon,peserta)

    - Dina mulai menuruni lintasan P30, sesampai di dasar terlihat Dodon

    sudah sampai dasar P17. Setelah itu berurutan Sam dan Dina turun ke

    dasar P17.(Sumber : Dina,peserta)- 13.34 - 13.41 WIB. Ana dan Hevin masih didepan mulut gua, Peserta

    Sosbud kembali kedepan mulut Luweng Serpeng 2

    - 13.36 WIB. Nafik mengecek lintasan P30.

    Disarankan untuk tetep tenang jika ada banjir dan mencari tempat

    aman.

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    65/122

    - Setelah itu Dian mengutarakan keinginannya untuk turun. Hevin mulai

    turun dari bibir P30, dia adalah peserta yang terakhir turun P30. Setelah

    Sampai di dasar P30 Hevin hampir jatuh. (Sumber : Ana,peserta)

    Gambar 6 A: Ana masih didepan mulut Gua. (Sumber : Inu Dimpa gambar IMG_2979kamera: Canon Powershot Tanggal:19 mar 2013, 13.34.)

    6. Waktu : 14.30 15.30

    Tempat : Luweng Serpeng 2

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    66/122

    Keterangan : Kegiatan eksplorasi

    Kejadian Alam :

    - 14.30 - 15.00 WIB. Awan mulai gelap, bergerak, dari selatan ke timur,

    hujan sepertinya jatuh ( sumber : Gunarto, penduduk).

    - 15.15 WIB. Hujan dengan angin sampai dimulut gua (Sumber : Mbah Noto

    Daki, penduduk)

    Kejadian Teknis :

    - Nafik turun ke dasar P30 mengkondisikan peserta yang di dalam untuk

    naik.karena waktu eksplorasi akan habis. Tiga peserta didasar P3

    diperintahkan juga naik ke mulut gua. Beberapa lama kemudian gerimis

    dan berubah cerah. (Sumber : Nafik,instruktur)

    - Setelah Dina Sampai di dasar P17, Dodon naik ke dasar P30. Dian turun ke

    dasar P17 (lintasan digunakan bergantian). Komposisi di dasar P17

    menjadi bertiga yaitu Sam,Dian,Dina. (Sumber : Dina,peserta)

    - Wawan menuruni lintasan P30 sampai ditengah lintasan, menanyakan

    apa sisa talinya bisa digunakan untuk membuat satu lintasan di P30, agar

    peserta lebih cepat naiknya (Sumber Dodon, peserta).

    - Karena tidak ada sisa tali lagi lalu di instruksi penelusur dibawah untuk

    naik karena sudah sore dan takut hujan. Setelah sampai di atas Wawan

    berteriak rope free. (Sumber : Ana,peserta)

    - Wawan turun dan pada saat itu masih ada peserta yang naik dari P 17,

    sehingga wawan memtuskan untuk kembali dan mengintruksikan apabila

    yang P 17 sudah selesai akan dibawa naik sisa tali untuk membuat 2

    ada 5 orang Hevin, Ana, Cipit, Dodon dan Sam, didasar P17 ada 2 orang,

    Dina dan Dian. (Sumber : Dodon,peserta)

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    67/122

    - Setelah itu Cipit mengistruksikan ke Ana untuk naik duluan, Ana

    mengencangkan crollnya agar pada saat ascending menjadi

    cepat.(Sumber : Ana,peserta)

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    68/122

    Febri

    Fransiskus (Anchor)

    Cipit (Hitam Coklat)Dodon (Biru Putih)Sam (Orange Coklat)

    Ana (Kuning Kuning)Hevin (Merah putih)

    Dina (Biru Muda Putih)

    Dian (Merah hitam, Putih )

    7. Waktu : 15.30 17.00

    Tempat : Luweng Serpeng 2

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    69/122

    Keterangan : Banjir. Kecelakaan. Kegiatan pencarian, rescue Ana.

    a.Waktu : 15.30 15.44

    Tempat : Luweng Serpeng 2

    Kejadian Alam :

    - 15.45 WIB. Banjir fase 1

    Kejadian Teknis :Keterangan : Proses Ascending P30 (Ana), Ascending P17 (Dian), Nafik

    descending P3.

    - Dina menanyakan waktu ke Dian, kemudian Dian menjawab sekarang jam

    15.30, dan Dian menanyakan apakah Dina sudah sholat? Dina menjawab

    nanti saja di atas. Kemudian ada instruksi ke Dina untuk naik ke bibir P17,

    karena Dian yang akan melakukan cleaning lintasan P17. Lalu ada insruksi

    dari atas Dian yang duluan naik, saat itu Dian sedang mengambil wudhu.

    Instruksi berikutnya dari Cipit yang berada di bibir P17 adalah lintasan P17

    tidak usah di cleaning karena takut hujan. Walaupun Dina merasa takut di

    bawah, dia tetap menyuruh Dian untuk naik duluan karena Dian

    perempuan. (Sumber: Dina, Peserta)

    - Ana sudah mulai naik dari dasar pitch 30m. Dian naik dari dasar P 17,

    Peserta didasar P30 berlindung di cerukan dinding sebelah kanan. Dina

    tetep di dasar P17 karena sempitnya dasar P30. Ada informasi dari Wawan

    bahwa di luar mendung. (Sumber : Cipit, instruktur)

    - Baru ascending sekitar 3-5 meter Ana melihat simpul sambungan tali di

    lintasan, dan dia berhenti untuk melewati sambungan tali. Jammer baru

    pindah posisi di atas simpul dan croll masih dibawah simpul Ana

    saat Dian akan sampai di bibir P17, ada teriakan dari atas kalau di luar

    banjir, dalam hitungan detik air datang. Dina lari kesamping menuju

  • 7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II

    70/122

    batuan (keseberang air terjun,atas instruksi Cipit), setelah itu Dina berdiri

    disana sambil melihat atas. Dina melihat air datang tepat ke muka Dian,

    Dian sangat panik dan berteriak teriak. Pada saat itu juga Dina melihat

    ada yang menarik Dian dari bibir P17 (Cipit), tetapi tidak tahu siapa.

    Setelah mencoba untuk melihat lagi, Dina sudah tidak bisa melihat apa -

    apa karena tertutup air. Setelah lama berdiri di batuan air naik lalu Dina

    melepas sepatu dan memanjat me