laporan aas analisis cd

23
Laporan Praktikum Teknik Laboratorium Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M.Sc. Analisis Cd dalam Sampel Air Menggunakan Spektroskopi Serapan Atom (SSA)” Nama Kelompok : Made Yunarsih NIM 1092061006 I Made Adi Sukariawan NIM 1092061007 Made Rai Rahayu NIM 1092061008 Kadek Dewi Wirmandiyanthi NIM 1092061009 Page 1 of 23

Upload: adisoekariawan

Post on 04-Jul-2015

760 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan AAS Analisis CD

Laporan Praktikum Teknik Laboratorium Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M.Sc.

“Analisis Cd dalam Sampel Air Menggunakan Spektroskopi Serapan Atom (SSA)”

Nama Kelompok : Made Yunarsih NIM 1092061006I Made Adi Sukariawan NIM 1092061007Made Rai Rahayu NIM 1092061008Kadek Dewi Wirmandiyanthi NIM 1092061009

Program Studi Kimia Terapan Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

2011

“ANALISIS KADAR Cd DALAM SAMPEL AIR MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM (SSA)”

Page 1 of 16

Page 2: Laporan AAS Analisis CD

I. TANGGAL : Rabu, 30 Maret 2011

II. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Dapat mengetahui dan memahami teknik analisis dalam instrumentasi

Spektroskopi Serapan Atom (SSA).2. Dapat membuat kurva kalibrasi absorbansi terhadap konsentrasi logam Cd dan

menentukan persamaan regresi liniernya.

III. DASAR TEORI

1. Spektroskopi Serapan Atom (SSA)Spektroskopi Serapan Atom (SSA) atau Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)

merupakan salah satu jenis spektrofotometri dimana spesi pengabsorpsinya adalah atom.

Alat Spektroskopi Serapan Atom ditunjukkan pada Gambar 01.

Gambar 01. Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Metode AAS didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom netral dalam

keadaan gas. AAS memiliki rentang garis serapan yang sangat sempit, yaitu sekitar

0,002 Å. Hal ini disebabkan pita atomik tidak dipengaruhi oleh struktur rotasi dan

vibrasi seperti pada pita absorpsi molekul. Metode AAS dapat digunakan untuk

menganalisis unsur-unsur logam pada konsentrasi dari kuantitas trans (renik) sampai

kuantitas makro. Metode ini mampu menganalisis kadar logam dalam berbagai pelarut.

Dalam analisis secara AAS, unsur yang dianalisis harus dikembalikan ke keadaan dasar

sebagai atom netral. Proses ini berlangsung dengan jalan larutan sampel yang dianalisis

disedot lewat pipa kapiler dan selanjutnya disemprotkan sebagai kabut ke dalam nyala

api, pada temperatur terjadi penguraian senyawa organik .

Proses kerja alat AAS (Atomic Absorption spectroscopy) adalah sebagai berikut.

Larutan sampel yang dianalisis disedot lewat pipa kapiler dan selanjutnya disemprotkan

Page 2 of 16

(www.elchem.kaist.ac.id)

Page 3: Laporan AAS Analisis CD

kedalam nyala lewat alat pengkabut (nebulizer). Dalam nyala terjadi proses pengatoman

sampel. Atom yang terbentuk semula berada dalam keadaan dasar (ground state),

namun kemudian dengan menyerap cahaya dari lampu katoda, atom tersebut mengalami

eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Atom yang semula berada dalam keadaan

tereksitasi kembali ke tingkat energi dasar dengan melepaskan energi/cahaya.

Selanjutnya energi/cahaya tersebut ditangkap oleh monokromator, kemudian dibaca

oleh detektor dan diolah menjadi data output dalam bentuk skala meter atau data digital

(Khopkar, 2003). Keseluruhan dari proses ini seperti terlihat pada Gambar 02.

Gambar 02 . Diagram blok instrumen AAS

Suatu atom dikatakan dalam tingkat energi dasar apabila atom ini terdapat pada

tingkat energi yang paling paling rendah. Atom dalam keadaan ini dapat pindah ke

tingkat energi yang lebih tinggi bila atom tersebut menyerap energi/sinar. Bila atom

pindah/kembali ke tingkat energi yang lebih rendah maka akan memancarkan energi

dalam bentuk cahaya (Muderawan, 2010).

Kemampuan suatu atom untuk mengadsorpsi cahaya tergantung dari jenis atom

itu sendiri dan energi cahaya yang digunakan. Setiap atom memiliki kemampuan

menyerap cahaya sesuai dengan tingkat energi yang dimiliki oleh atom itu sendiri.

Sehingga di dalam metode AAS digunakan lampu katode khusus yang dibuat atau

dilapisi dengan logam yang sama dengan unsur logam dalam sampel yang dianalisis.

Penggunaan lampu katode khusus tersebut bertujuan untuk menghasilkan pancaran

cahaya/sinar dengan rentang penjang gelombang atau energi yang sempit, tepat sama

dengan energi atom-atom penyususn logam yang dianalisis (Day dan Underwood,

1983).

Page 3 of 16

Page 4: Laporan AAS Analisis CD

Dengan menggunakan lampu katode khusus yang mempunyai panjang gelombang

tetentu (sesuai dengan unsur yang dianalisis), AAS spesifik untuk setiap unsur. Besar

intensitas cahaya yang diserap tergantung dari kadar atomnya. Dalam hal ini berlaku

hukum Lambert Beer yang dapat ditulis dengan rumus:

dII = -k .C. db ...……………………………………………………… (1)

ln

I t

I = -k. C. db .…………………………………………………………. (2)

log

I0

I t = −k

2, 303. b .C atau …...………………………………. ……………….. (3)

logI0

I t =−ε . b . C …………….. …………………………………………... (4)

Dimana C adalah konsentrasi larutan dalam molar. Jika konsentrasi larutan dalam

bentuk gram/liter maka rumus 4 menjadi:

logI t

I0 = - a. b. C .……………………………………..…………………… (5)

It/I0 disebut konsentrasi trasmitan(T) maka

log T = -ε . b.C atau ……….……………………………………………… (6)

–log T =ε .b.C ……………………………………………………………... (7)

Dengan ketentuan:

I0 : intensitas cahaya dating

a : kofisien aktivitas

ε : koefisien aktivasi molar

C : konsentrasi

A : absorbansi

b : tebal kuvet

Cara untuk menentukan konsentrasi larutan sampel adalah dengan

membandingkan absorbansi (A) larutan sampel dengan absorbansi larutan standar yang

diketahui konsentrasinya. Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi yaitu grafik hubungan

Page 4 of 16

Page 5: Laporan AAS Analisis CD

C

antara absorbansi (A) terhadap konsentrasi larutan standar yang berupa garis lurus.

Larutan sampel diukur absorbansinya, kemudian diplot pada kurva kalibrasi tersebut.

Dengan demikian konsentrasi sampel dapat ditentukan (www.wikipedia.org/AAS).

Gambar 03. Kurva Hukum Lambert Beer (kurva kalibrasi)

2. Pencemaran Logam Cd

Logam kadmium ditemukan dalam bentuk mineralnya yaitu Greennockite (CdS)

dan selalu ditemukan bersamaan dengan mineral Spalerite (ZnS). Mineral greennockite

jarang ditemukan di alam sehingga dalam eksploitasi logam Cd biasanya merupakan

hasil sampingan dari peristwa peleburan dan refining bijih-bijh seng (Zn). Pada

konsentrat bijih Zn didapatkan 0,2 – 0,3 % logam Cd. Selain itu, logam Cd juga

diperoleh dari peleburan bijih-bijih logam Pb (timah hitam) dan Cu (tembaga).

Logam kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak

larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadium oksida bila dipanaskan.

Logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada di udara yang basah atau lembab serta

akan cepat mengalami kerusakan bila terkena uap amonia (NH3) dan sulfur hidroksida

(SO2). Logam kadmium memiliki titik didih 767 0C dan titik leleh 321 0C. Pada

umumnya logam kadmium didalam persenyawaan yang dibentuknya mempunyai

bilangan valensi 2+ dan sangat sedikit dalam bentuk valensi 1+. Pesenyawaan logam

kadmium biasanya dengan klor membentuk kadmium klorida (CdCl2) atau dengan

belerang membentuk kadmium sulfit (CdS). Logam kadmium jika digabungkan dengan

senyawa karbonat (CO32-), senyawa fosfat (PO4

3-), senyawa arsenat (ASO32-), atau

dengan senyawa oksalat-ferro dan ferri sianat maka akan terbentuk senyawa yang

berwarna kuning dimana senyawa ini akan larut dalam senyawa NH4OH dan akan

membentuk kation kompleks Cd dengan NH3.

Page 5 of 16

A

(Sumber: Khopkar, 2003)

Page 6: Laporan AAS Analisis CD

Logam kadmium dan persenyawaannya banyak digunakan dalam kehidupan

sehari-hari terutama dalam industri pencelupan, fotografi dan lain-lain. Pemanfaatan Cd

dan persenyawaannya dapat dilihat sebagai berikut.

1. Senyawa CdS dan CdSeS, banyak digunakan sebagai zat warna.

2. Senyawa CdSO4 digunakan dalam industri baterai yang berfungsi untuk pembuatan

sel wetson karena mempunyai potensial stabil, yaitu 1,0186 volt.

3. Senyawa CdBr2 dan CdI2 secara terbatas digunakan dalam dunia fotografi.

4. Senyawa (C2H5)2Cd digunakan dalam proses pembuatan tetraetil-Pb.

5. Senyawa Cd-stearat banyak digunakan dalam industri manufaktur polyvinilklorida

(PVC) sebagai bahan yang berfungsi untuk stabilizer.

Kadmium dalam konsentrasi rendah banyak digunakan dalam industri pada proses

pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman serta industri tekstil.

Sehubungan dengan beragamnya pemakaian kadmium, maka keberadaan kadmium di

alam dan ditambah dengan pelepasan kadmium dari limbah industri menyebabkan

terjadinya pencemaran lingkungan. Kadmium bisa berada di atmosfer, tanah dan

perairan.

Kadmium di atmosfer berasal dari penambangan/pengolahan bahan tambang,

peleburan, galvanisasi, pabrik pewarna, pabrik baterai dan elektroplating. Kadmium di

tanah berasal dari endapan atmosfer, debu, air limbah tambang, pupuk limbah lumpur,

pupuk fosfat, dan pestisida. Sedangkan kadmium di perairan berasal dari endapan

atmosfer, debu, air limbah tambang, air prosesing limbah, dan limbah cair industri.

Kadmium secara biologis belum diketahui fungsinya dan dipandang sebagai

xenobiotik dengan toksisitas yang tinggi dan merupakan unsur lingkungan yang

persisten. Efek toksik kadmium dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah

tingkat dan lamanya paparan, bentuk kimia dari logam berat Cd, kompleks protein-

logam ataupun kadmium bergabung dengan metalloprotein (suatu protein dengan bobot

molekul rendah), faktor penjamu Cd seperti toksikan lainnya, serta faktor-faktor diet

misalnya defisiensi protein, vitamin C, vitamin D, kalsium dan besi akan meningkatkan

toksisitas kadmium. Kadmium dalam bentuk asap atau gas dapat berakibat fatal bila

konsentrasi Cd 40-50 mg/m3 terinhalasi selama 1 jam dan konsentrasi kadmium 9

mg/m3 terinhalasi selama 5 jam. Konsentrasi yang lebih rendah tidak berakibat fatal.

Page 6 of 16

Page 7: Laporan AAS Analisis CD

Keracunan yang disebabkan oleh kadmium dapat bersifat akut dan kronis.

Keracunan yang dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru-paru, hati, tekanan darah

tinggi, gangguan pada sistem ginjal dan kelenjar pencernaan serta mengakibatkan

kerapuhan pada tulang (Saeni, 1997). Gejala keracunan akut dan kronis akibat logam Cd

(Kadmium) adalah sebagai berikut.

Gejala akut :

1. Sesak dada

2. Kerongkongan kering dan dada terasa sesak (constriction of chest)

3. Nafas pendek

4. Nafas terengah-engah dan bisa berkembang ke arah penyakit radang paru-paru

5. Sakit kepala dan menggigil

6. Mungkin dapat diikuti kematian.

Gejala kronis:

1. Nafas pendek

2. Kemampuan mencium bau menurun

3. Berat badan menurun

4. Gigi terasa ngilu dan berwarna kuning keemasan.

Selain menyerang pernafasan dan gigi, keracunan yang bersifat kronis menyerang

juga saluran pencernaan, ginjal, hati dan tulang. Masuknya kadmium ke dalam tubuh

manusia dan hewan dapat terjadi melalui berbagai cara diantaranya:

1. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara.

2. Melalui wadah atau tempat yang dilapisi oleh Cd yang digunakan untuk tempat

makanan dan minuman.

3. Melalui kontaminasi perairan dan hasil pertanian yang tercear Cd

4. Melalui jalur rantai makanan

5. Melalui konsumi daging yang menggunakan obat anthelminthes yang mengandung

Cd.

Adsorpsi kadmium dalam saluran pencernaan meliputi 2 tahap, yaitu:

1. Penyerapan Cd oleh lumen usus melewati membran brush border ke dalam sel

mukosa.

2. Transpor Cd ke dalam aliran darah dan deposisi dalam jaringan, terutama dideposit

di hati dan ginjal.

Page 7 of 16

Page 8: Laporan AAS Analisis CD

Sekitar 5-8% dari makanan yang mengandung kadmium diabsorpsi dalam tubuh.

Sebagian besar Cd masuk melalui saluran pencernaan, tetapi keluar lagi melalui feses

sekitar 3-4 minggu kemudian dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urin. Kadmium

dalam tubuh terakumulasi dalam ginjal dan hati terutama terikat sebagai metalothionein.

Metalotionein mengandung asam amino sistein, dimana Cd terikat dengan gugus

sulfhidril (-SH) dalam enzim karboksil sisteinil, histidil, hidroksil dan fosfatil dari

protein dan purin. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas Cd disebabkan oleh interaksi

antara Cd dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas

kerja enzim.

Kadmium lebih beracun bila terhisap melalui saluran pernafasan daripada saluran

pencernaan. Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan dari menghisap debu dan asap

kadmium, terutama kadmium oksida (CdO). Dalam beberapa jam setelah menghisap,

korban akan mengeluh gangguan saluran nafas, muntah, kepala pusing dan sakit

pinggang. Kematian disebabkan karena terjadinya edemi paru-paru. Apabila pasien

tetap bertahan, akan terjadi emfisema atau gangguan paru-paru yang jelas terlihat.

Keracunan kronis terjadi bila memakan atau inhalasi dosis kecil Cd dalam waktu

yang lama. Gejala akan terjadi setelah selang waktu beberapa lama dan kronik.

Kadmium pada keadaan ini menyebabkan nefrotoksisitas, yaitu gejala proteinuria,

glikosuria, dan aminoasidiuria disertai dengan penurunan laju filtrasi glumerolus ginjal.

Kasus keracunan Cd kronis juga menyebabkan gangguan kardiovaskuler dan hipertensi.

Hal tersebut terjadi karena tingginya afinitas jaringan ginjal terhadap kadmium. Gejala

hipertensi ini tidak selalu dijumpai pada kasus keracunan Cd kronis.

Kadmium dapat menyebabkan osteomalasea karena terjadinya gangguan daya

keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat dalam ginjal. Keracunan Cd kronik ini

dilaporkan didaerah Toyama, sepanjang sungai Jinzu di Jepang, yang menyebabkan

penyakit Itai-itai pada penduduk wanita umur 40 tahun keatas.

Page 8 of 16

Page 9: Laporan AAS Analisis CD

Gambar 05. Ginjal yang mengalami nekrotik, nephrosis dan gagal ginjal penderita penyakit itai-itai.Gambar 04. Seorang wanita penderita penyakit itai-itai.

Daya toksisitas Cd juga memengaruhi sistem reproduksi dan organ-organnya.

Pada konsentrasi tertentu Cd bisa mematikan sel-sel sperma pada laki-laki sehingga

terjadi impotensi. Hal ini dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testosteron dalam

darah.

IV. ALAT DAN BAHAN Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini disajikan dalam tabel

berikut. Tabel 01. Alat dan Bahan

Alat Jumlah Bahan KeteranganBotol wadah sampel 1 buah Aquades secukupnyaSSA 1 set Sampel ikan tuna dan kopi 7 sampel

V. PROSEDUR KERJA DAN HASIL PENGAMATAN

Tabel 02. Langkah kerja dan Hasil PengamatanNo Langkah Kerja Hasil Pengamatan1 Penyiapan larutan standar

a. Larutan standar telah disiapkan

sebelum dilakukan praktikum

Konsentrasi larutan standar untuk pembuatan

kurva kalibrasi adalah 0, 1, 2 dan 4 ppm.

2 Pengukuran larutan standar dan

sampel

a. Absorbansi larutan standar

Cadmium (Cd2+) 0, 1, 2, 4 ppm

dan larutan sampel Cd diukur

dengan SSA pada panjang

Hasil pengamatan pengukuran larutan standar[Cd2+] ppm A

0 0,0001 0,1352 0,2554 0,452

Page 9 of 16

Page 10: Laporan AAS Analisis CD

gelombang 228,8 nm. Kurva kalibrasi dari komputer SSA

Hasil pengamatan pengukuran sampel Sampel A

1 0,0082 0,0093 0,0024 0,0045 0,0036 0,0047 0.002

Gambar hasil pengukuran sampel dan standar

VI. PEMBAHASAN Pengukuran larutan standar dan sampel untuk Cd dilakukan dengan menggunakan

instrumentasi Spektroskopi Serapan Atom (SSA). Proses pengukuran menggunakan

SSA melalui proses pengatoman dengan nyala melalui mekanisme seperti yang

digambarkan pada gambar 6.

Sampel diserap lewat tabung kapiler oleh pengaruh udara yang dialirkan di ujung

kapiler. Sampel masuk ke bagian sistem pengkabut sehingga menjadi kabut. Sistem

pengkabut terdiri dari dua bagian yaitu nebulizer dan spray chamber. Nebulizer akan

memecah sampel menjadi aerosol berupa tetes kecil dengan berbagai diameter lewat.

Aerosol tersebut disemprotkan ke arah spray chamber dimana sebagian besar tetesan

akan jatuh ke pembakar dan mencapai nyala kabut atau aerosol dapat dibedakan

menjadi dua jenis yaitu kabut kasar dan kabut halus. Kabut kasar akan jatuh ke bawah

Page 10 of 16

Page 11: Laporan AAS Analisis CD

desolvation

larutan

vaporization

padat

aerosol

liquefaction

nebulization

cair

gas

gas

gas

gas

atomization

excitation

ionization

Cd2+

Cd2+

Cd2+

Cd2+

Cd2+

Cdo

Cd*

Cd2+ + 2e

E0

E1

E~

n = 1

n = 2

n = ~

dalam bentuk tetesan yang dikeluarkan lewat drain off sedangkan kabut halus didorong

menuju sistem pembakaran. Proses atomisasi dalam nyala dapat digambarkan seperti

bagan berikut.

Gambar 06. Proses atomisasi larutan standar dan sampel Cd dalam nyala SSA

Untuk Cd digunakan panjang gelombang maksimum (λmax) 228,80 nm. Ini

menunjukkan bahwa pada panjang gelombang tersebut Cd dapat diukur karena terjadi

eksitasi dari Cdo menjadi Cd*. Terjadinya eksitasi dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 07. Eksitasi atom

Page 11 of 16

Page 12: Laporan AAS Analisis CD

Energi radiasi elektromagnetik yang diperlukan untuk atom Cd sehingga terjadi

eksitasi dapat dihitung melalui perhitungan berikut.

Energi awal - Energi akhir = energi foton

Ei – Ef = hv

ΔE = h. c / λ

λ = 228,8 nm

ΔE = h cλ =

6,63 x 10−34 J . s .3 x108m / s228,8 x10−9

= 8,69 x 10-19 J = 5,36 eV

Jadi energi radiasi elektromagnetik yang digunakan atom Cd adalah 8,69 x 10-19 J atau

5,36 eV. Dari hasil perhitungan energi ini, dapat ditentukan eksitasi terjadi dari keadaan

dasar (n = 1) ke kulit yang di luar menggunakan persamaan berikut.

1λ=

−E1

ch ( 1nf

2−1ni

2 )1

228,8 x 10−9 =8,69 x 10−19

3 x108 . 6,63 x10−34 ( 11− 1

nf2 )

( 11− 1

nf2 ) 4.369 x 106 = 4,37 x 106

( 11− 1

nf2 )≈ 1

nf =

Jadi pada atom Cd, pada panjang gelombang maksimumnya terjadi eksitasi dari kulit K

(n = 1) ke kulit tak hingga.

Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi larutan standar Cd, diperoleh kurva

kalibrasi standar Cd menggunakan excel sebagai berikut.

Page 12 of 16

Page 13: Laporan AAS Analisis CD

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.50

0.050.1

0.150.2

0.250.3

0.350.4

0.450.5

f(x) = 0.116809523809524 xR² = 0.996452012160366

Kurva Kalibrasi

Konsentrasi

Absorbansi

Gambar 08. Kurva kalibrasi hasil pengukuran larutan standar Cd

Data dari pengukuran absorbansi larutan standar, diperoleh persamaan

regresinya sebagai berikut.

y = 0,116x

Dari persamaan ini, absorbansi hasil pengukuran sampel dapat dihitung sehingga

didapatkan konsentrasi. Perhitungan konsentrasi sampel dihitung sebagai berikut.

Sampel 1, dengan absorbansi 0,008

y = 0,116x

0,008 = 0,116x

x = 0,068

Sampel 2, dengan absorbansi 0,009

y = 0,116x

0,009 = 0,116x

x = 0,077

Sampel 3, dengan absorbansi 0,002

y = 0,116x

0,002 = 0,116x

x = 0,017

Sampel 4, dengan absorbansi 0,004

y = 0,116x

0,004 = 0,116x

x = 0,034

Sampel 5, dengan absorbansi 0,003

y = 0,116x

0,003 = 0,116x

x = 0,026

Sampel 6, dengan absorbansi 0,004

y = 0,116x

0,004 = 0,116x

x = 0,034

Sampel 7, dengan absorbansi 0,002

y = 0,116x

0,002 = 0,116x

x = 0,017

Page 13 of 16

Page 14: Laporan AAS Analisis CD

Kadar Cd yang terkandung pada semua sampel tidak dapat ditentukan, karena

sampel telah disiapkan sebelumnya tanpa diketahui massa sampel dan prosedur saat

dilarutkan.

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, kadar Cd hanya dapat ditentukan pada

sampel larutannya. Tabel berikut menyajikan kadar Cd pada larutan sampel dari hasil

perhitungan dan pengukuran kadar menggunakan AAS.

Tabel 04. Hasil perhitungan dan pengukuran kadar Cd

Sampel Pengukuran (AAS) Perhitungan1 (ikan tuna) 0,056 0,069

2 (ikan tuna ekor kuning)

0,067 0,078

3 (ikan tuna matang) 0,014 0,0174 (kopi 1) 0,033 0,0345 (kopi 2) 0,023 0,0266 (kopi 3) 0,032 0,0347 (kopi 4) 0,015 0,017

Penggunaan program microsoft excel dalam menentukan standar deviasi dan t-

test untuk mendapatkan signifikansi hasil perhitungan dan pengukuran. Standar deviasi

yang diperoleh dengan penggunaan program excel adalah 0,022. Dan hasil t-test

terhadap hasil pengukuran dan perhitungan (dua sampel independen) adalah 0,676. Jika

hasil t-test perhitungan dibandingkan dengan ttabel dengan taraf signifikansi 95% (1,94)

dan 99% (3,14) maka dapat dinyatakan bahwa hasil pengukuran dan perhitungan tidak

berbeda secara signifikan karena nilai t-test perhitungan lebih kecil dari ttabel.

Sampel 1, 2 dan 3 yaitu sampel ikan tuna yang mengandung Cd. Dalam larutan

sampel 1, 2 dan 3, kemungkinan terpapar melalui proses rantai makanan. Di mana ikan-

ikan tersebut memakan ikan yang telah terpapar Cd sebelumnya. Sumber pencemaran

logam Cd dimungkinkan berasal dari limbah industri yang dibuang ke laut. Sehingga

plankton dan organisme kecil lainnya mengabsorpsi logam tersebut, kemudian dimakan

oleh ikan kecil hingga akhirnya dimakan oleh ikan tuna blalalalal. Logam Cd ini dapat

terakumulasi di dalam tubuh sesuai dengan jumlah konsumsi ikan yang terpapar logam

Cd.

Sampel 4, 5, 6 dan 7 yaitu kopi, kemungkinan mengabsorpsi Cd dari tanah yang

telah tercemar dengan logam tersebut. Tanah tersebut tercemar logam Cd yang dapat

berasal dari pembuangan limbah industri. Air yang terkandung dalam tanah dapat

terserap oleh akar tanaman kopi hingga disimpan dalam tanaman kopi.

Page 14 of 16

Page 15: Laporan AAS Analisis CD

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan

kualitas air minum nilai ambang batas Cd pada air minum adalah 0,003 ppm. Jika hasil

pengukuran pada sampel-sampel ini ada yang melebihi nilai ambang batas dan ada yang

tidak. Terutama pada ikan tuna yang matang, kadar Cd menurun. Sehingga perlu

dilakukan pengolahan terhadap ikan tuna sebelum dikonsumsi. Sedangkan pada kopi,

perbedaan kadar Cd dimungkinkan karena perbedaan lokasi tanam kopi yang diukur

kadar kadmiumnya.

VII. SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut.

1. Pengukuran kadar Cd menggunakan instrumentasi Spektroskopi Serapan Atom

(SSA) melalui proses pengatoman Cd dalam larutan sampel, kemudian pada λmax

228,8 nm, larutan sampel diukur absorbansinya untuk menentukan kadar Cd

dalam sampel.

2. Kurva kalibrasi absorbansi terhadap konsentrasi logam Cd larutan standar

dengan intersep (0,0) didapatkan persamaan regresi liniernya adalah y = 0,116x.

3. Kadar Cd hasil pengukuran menggunakan AAS dalam larutan sampel 1 sampai 7

berturut-turut adalah 0,056; 0,067; 0,014; 0,033; 0,023; 0,032; 0,015 ppm.

4. Kadar Cd hasil perhitungan dari persamaan y = 0,116x dalam larutan sampel 1

sampai 7 berturut-turut adalah 0,069; 0,078; 0,017; 0,034; 0,026; 0,034; 0,017

ppm.

5. Kadar Cd dalam larutan sampel baik dari hasil pengukuran maupun perhitungan

tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan setelah dilakukan uji t-test dua

sampel independen menggunakan program microsoft excel dimana thitung (0,676)

< ttabel (1,94 dan 3,14).

6. Sumber Cd yang terkandung dalam ikan tuna kemungkinan dari proses rantai

makanan yang memakan ikan yang telah terpapar Cd. Sedangkan kopi yang

mengandung Cd kemungkinan dari absorpsi akar air pada tanah yang telah

tercemar logam Cd.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Page 15 of 16

Page 16: Laporan AAS Analisis CD

Anonim. 2009. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Diakses pada tanggal 21 Maret 2009 dari www.elchem.kaist.ac.kr

Gritter, Roy J., James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.

Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1983. Analisa Kimia Kuantitatif Cetakan ke-4. Diterjemahkan oleh R. Soendoro. Jakarta: Erlangga.

Dean, John A. 1976. Lange’s Handbook of Chemistry 5th Edition. McGraw-Hill, Inc

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum nilai ambang batas pada air minum

Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Diterjemahkan oleh A. Saptorahardjo. Jakarta: UI-Press

Nur, A. Anwar dan Hendra Adijuwana. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologis. Bogor: IPB.

Page 16 of 16