kurikulum pemuda gbkp tinjauan kritis terhadap ......asas-asas kurikulum yang perlu diperhatikan...

38
1 KURIKULUM PEMUDA GBKP (Tinjauan Kritis terhadap Perancangan Kurikulum Pembinaan Pemuda Gereja Batak Karo Protestan) Oleh, Indah Sriulina NIM: 712009003 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol) Program Studi Teologi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2013

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    KURIKULUM PEMUDA GBKP

    (Tinjauan Kritis terhadap Perancangan Kurikulum Pembinaan Pemuda

    Gereja Batak Karo Protestan)

    Oleh,

    Indah Sriulina

    NIM: 712009003

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

    guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

    Teologi (S.Si Teol)

    Program Studi Teologi

    Fakultas Teologi

    Universitas Kristen Satya Wacana

    Salatiga

    2013

  • 2

  • 3

  • 4

  • 5

    KURIKULUM PEMUDA GBKP

    Tinjauan Kritis terhadap Perancangan Kurikulum Pembinaan Pemuda

    Gereja Batak Karo Protestan

    Oleh : Indah Sriulina

    Abstract:

    Youth Ministry is an important thing that must be observed by the Church. Coaching

    of young people is the duty and responsibility of the Church. Because the youth is the

    managing agent duties and Church services, as well as the next generation of the Church in

    the future. This paper reveals a critical review of the curriculum design of youth ministry in

    the Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). Youth in GBKP known as PERMATA that stands

    for "Persadaan Man Anak Gerejanta" which means unity of our Church's children. The

    process of curriculum design are still many of lack. Curriculum designers did not have a balanced attention to the principles of the curriculum, the approaches used are also not

    vary, and curriculum design process also has not been effective. The curriculum designers

    forget to evaluate the curriculum design every year. The author think that is a severe fault.

    This is caused by a variety of factors, namely the causes of differences in the context of

    youth, education, employment, and community development. Therefore, the author tried to

    criticize the process of curriculum design of PERMATA, based on the theory of curriculum

    development, with the goal to become the input for the development of coaching for GBKP’s

    youth in the future.

    Key Words: Youth Ministry, Curriculum Planning, Curriculum Design, PERMATA, The

    Principle of Curriculum Design

    Pendahuluan

    Gereja memiliki peran penting dalam pendidikan dan pembinaan umatnya. Hal ini

    diperkuat oleh salah satu fungsi gereja yakni, persekutuan belajar – mengajar; dimana

    gereja menyediakan kesempatan belajar bagi orang dari segala kategori usia. Dalam Gereja,

    orang mencari jawaban dari Injil terhadap pertanyaan yang ditimbulkan oleh pengalaman

    hidup.1 Dalam Pelayanan Kategorial Gereja, terdapat kaum muda yang juga merupakan

    bagian dari persekutuan Gereja. Kaum muda memiliki peran penting terhadap Gereja di

    masa depan. Kaum muda haruslah dibina dengan bekal yang cukup agar dapat menjadi

    pemimpin Gereja yang sesuai dengan kriteria Allah.

    1 Dien Sumiyatiningsih, “Mengajar dengan Kreatif dan Menarik,” (Yogyakarta: ANDI, 2006), 28

  • 6

    Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) adalah gereja yang mewarisi tradisi Calvinis

    yang tidak jauh berbeda dengan gereja-gereja calvinis pada umumnya. Tradisi Calvinis yang

    diwarisi GBKP antara lain tampak dalam sistem presbiterial sinodal. Kata presbiterial

    menunjukkan adanya otonomi gereja setempat yang dipimpin oleh Majelis Jemaat. Kata

    sinodal menjelaskan bahwa gereja-gereja yang telah menggabungkan diri pada sinode dan

    harus sejalan dengan sinode. Dalam sistem ini, GBKP secara keseluruhan memiliki tiga

    jenjang, yang mempengaruhi setiap sistem dan struktur organisasinya, yakni Sinode, Klasis,

    dan Runggun/Jemaat. GBKP merupakan Gereja suku yang berbasis di Tanah Karo,

    Sumatera Utara. Namun, dikarenakan mobilisasi penduduk maka GBKP sudah menyebar

    luas di beberapa daerah di luar Sumatera Utara – seperti Jakarta, Sumatera Selatan,

    Sumatera barat, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan dan daerah lainnya – yang

    anggotanya adalah orang Suku Karo yang merantau ke berbagai daerah tersebut.

    Dalam GBKP, persekutuan pemuda dikenal dengan sebutan “Permata”, yang

    merupakan singkatan dari “persadaan man anak Gerejanta” artinya, persatuan untuk anak

    gereja kita. Permata memiliki lembaga internal sendiri yang terdapat dalam ruang lingkup

    Runggun/Jemaat, Klasis, dan Sinode. Oleh karena itu, terdapat Komisi Permata dalam

    struktur organisasi Gereja. Tujuan utamanya adalah untuk membina kaum muda.

    Pembinaan terhadap kaum muda menjadi pelayanan yang sangat diperhatikan oleh

    GBKP. Karena melihat pentingnya hal ini, GBKP merancang kurikulum dalam

    pembinaan/pendidikan terhadap kaum muda. Kurikulum ini dibuat oleh Sinode dan dipakai

    di seluruh GBKP se-Indonesia. Jadi, boleh dikatakan bahwa Kurikulum Permata dirancang

    dan dikerjakan oleh Komisi Permata tingkat Sinode dibawah naungan Bidang Koinonia.2

    Total Runggun GBKP se-Indonesia yakni berjumlah 506, terdapat 326 runggun yang berada

    2 http://www.gbkp.or.id/ diakses pada tanggal 04 April 2013, pada pukul 14.25 WIB

    http://www.gbkp.or.id/

  • 7

    di luar Tanah Karo, Kabanjahe. Itu berarti bahwa prosentase runggun/jemaat perantauan

    lebih besar daripada runggun yang berada di sekitar Tanah Karo atau yang berdekatan

    dengan kantor Sinode.3

    Pada umumnya jemaat GBKP yang berbasis di Tanah Karo adalah jemaat/runggun

    yang berada dalam konteks desa dan juga semi kota, seperti di beberapa runggun di daerah

    Tigabinanga, Sibolangit, dan banyak daerah lainnya. Seperti yang dikatakan sebelumnya,

    terdapat mobilisasi penduduk yang mengakibatkan banyak orang Karo yang merantau ke

    luar Tanah Karo, tentu daerah-daerah tersebut memiliki konteks yang berbeda, yakni

    konteks perkotaan. Contohnya runggun-runggun yang berada di daerah Jakarta, Yogyakarta,

    Bandung, Semarang, dan sebagainya. Disinilah penulis melihat ada masalah yang timbul

    dimana kurikulum yang dirancang secara seragam oleh Sinode, diperuntukkan bagi kaum

    muda yang berada di pedesaan maupun perkotaan. Apakah kurikulum tersebut sesuai

    dengan kebutuhan Permata? Apakah asas-asas yang digunakan oleh Sinode GBKP dalam

    merancang kurikulum Permata? Pendekatan-pendekatan apa saja yang dipakai? Pertanyaan-

    pertanyaan ini membawa penulis kepada sebuah kesimpulan untuk mengetahui lebih jelas

    bagaimana proses perancangan Kurikulum Permata GBKP.

    Jadi topik dalam tulisan ini dapat dirumuskan yaitu proses perancangan kurikulum

    pembinaan Permata GBKP. Pertanyaan yang menuntun adalah bagaimana proses

    perancangan kurikulum pembinaan Permata di GBKP, asas-asas apa yang mendasari

    perancangan tersebut, dan pendekatan-pendekatan apa saja yang digunakan oleh perancang.

    Oleh sebab itu, penulis memulai dengan definisi, asas-asas, pendekatan-pendekatan, dan

    design kurikulum yang dikemukakan oleh Wyckoff. Teori dari Nasution juga mempertajam

    asas-asas kurikulum yang perlu diperhatikan dalam proses perancangan kurikulum. Selain

    itu, penulis juga melihat kepada definisi pemuda dan perkembangan pemuda menurut John

    3 Sinode GBKP, Data Statistik GBKP tahun 2012.

  • 8

    W. Santrock, Elizabeth B. Hurlock, serta beberapa tokoh lainnya. Penulis juga

    mengemukakan karateristik pembinaan pemuda Gereja yang dikemukakan oleh Doug Fields.

    Dimana pembinaan pemuda harusnya mengutamakan hubungan, sumber ide yang kreatif,

    kekuatan yang melebihi kepribadian, dan kejelasan tujuan orang-orang yang akan terlibat

    dalam kepemimpinan. Pada akhirnya penulis mencoba mengkritisi proses perancangan

    kurikulum pembinaan Permata berlandaskan teori yang digunakan guna terwujud

    pembinaan yang kontekstual.

    1. Pengembangan Kurikulum

    Kurikulum berasal dari bahasa latin yaitu currere yang berarti to run

    (menyelenggarakan) atau to run the course (menyelenggarakan suatu pengajaran).4 Di

    Indonesia istilah “Kurikulum” populer sejak tahun lima puluhan dan dipopulerkan oleh

    mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat.5 Dahulu kurikulum lebih dikenal

    dengan sebutan “rencana pelajaran.” Namun, dengan perkembangan zaman yang terjadi

    “rencana pelajaran” tidak lagi relevan. Pengertian kurikulum bukan sesederhana pengertian

    “rencana pelajaran,” kurikulum mencakup hal yang lebih luas yang berada di luar kelas

    yang mempengaruhi perubahan perilaku anak didik. Kurikulum adalah sesuatu yang

    direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan.6 Secara umum,

    kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar

    mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta

    staff pengajarnya.7 Dalam Gereja, Wyckoff mengatakan kurikulum dimengerti sebagai

    rencana dan program yang diusahakan oleh Gereja untuk memenuhi tugas dalam mendidik

    4 Rakhmat Hidayat, “Pengantar Sosiologi Kurikulum” (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), 2

    5 Prof. Dr. S. Nasution, M.A., “Asas-asas Kurikulum” (Jakarta: Bumi Aksara,2008), 2

    6 Ibid., 8

    7 Prof. Dr. S. Nasution M.A., “Kurikulum dan Pengajaran” (Jakarta: Bina Aksara, 1989), 5

  • 9

    jemaat.8 Kurikulum adalah pengalaman di bawah bimbingan menuju pemenuhan tujuan

    Pendidikan Agama Kristen – tidak seluruh situasi sosial dalam seseorang itu diperhatikan,

    contohnya tingkah laku orang tersebut dan dengan siapa ia berinteraksi, tapi bagian itu yang

    secara sadar direncanakan.9 Rencana tersebut terdiri dari prosedur pendidikan yang dipilih

    dan digunakan untuk membantu pelajar untuk melihat, menerima, dan memenuhi tujuan

    Allah melalui penebusan Yesus Kristus.10

    Itu berarti kurikulum adalah rencana pendidikan

    yang membantu jemaat untuk melihat, menerima, dan memenuhi tujuan Allah melalui

    penebusan Yesus Kristus, dengan merefleksikan pengalaman kehidupan mereka.

    Dalam merancang kurikulum, Gereja memerlukan subjek sebagai perancang

    kurikulum. Perancang kurikulum tersebut bisa terdiri dari beberapa ahli dari segala macam

    bidang. Dalam upaya merancang kurikulum tersebut, terdapat empat asas yang harus

    diperhatikan oleh perancang kurikulum, yakni yang pertama, Asas Filosofi; Asas Filosofi

    ini berkenaan dengan tujuan pendidikan. Kurikulum dalam Gereja mengajarkan Kebenaran

    Injil Allah dan hubungan antara manusia dengan Allah. Gereja dan Allah adalah pengajar

    dalam Gereja.11

    Pengajaran terbesebut dilakukan dalam otoritas Firman Allah dengan tujuan

    penebusan dan pemenuhan, bahwa orang akan ditebus dalam Kristus dan hidup di dalam

    Dia, dan mereka dapat menerima karunia hidup kekal dan bergabung dalam misi dan

    pelayanan.12

    Kedua, Asas Psikologis; Asas ini memberi perhatian kepada perkembangan anak

    yang merupakan aspek penting untuk diperhatikan dalam pengembangan kurikulum.

    8 D. Campbell Wyckoff, “Theory and Design of Christian Education Curriculum” (Philadelphia: The

    Westminster Press, 1961), 27 9 Ibid., 17

    10 Ibid.., 27

    11 D. Campbell Wyckoff, “Theory and Design of Christian Education Curriculum” 95

    12 Ibid.

  • 10

    Perkembangan tersebut meliputi fisik, emosional, sosial, dan mental (holistik). Anak harus

    dilihat sebagai sebuah kesatuan dan keutuhan. Anak harus dilihat secara keseluruhan.

    Ketiga, Asas Sosiologis; Tiap masyarakat memiliki norma-norma, adat kebiasaan

    yang harus dikenal dan diwujudkan oleh anak dalam pribadinya lalu dinyatakan dalam

    kelakuannya. Tiap masyarakat berlainan corak dan nilai-nilai yang dianutnya. Tiap anak

    akan berbeda latar belakang kebudayaannya. Juga perubahan masyarakat akibat

    perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pertimbangan dalam

    kurikulum.13

    Asas Sosiologis yaitu keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya,

    kebudayaan manusia, hasil kerja manusia berupa pengetahuan dan lain-lain.

    Asas terakhir yang harus diperhatikan adalah Asas Organisatoris; Asas ini

    berkenaan dengan masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan pelajaran akan disajikan.14

    Jemaat sebagai persekutuan orang percaya dalam misi Kristus merupakan petunjuk untuk

    perancangan dan perorganisasian mata pelajaran. Mengajar dan pengalaman belajar harus

    dilakukan oleh Gereja agar jemaat dapat merespon dengan Iman kepada Allah.15

    Asas-asas Kurikulum yang telah dikemukakan merupakan pegangan dalam

    pengembangan kurikulum, namun masih perlu pegangan terperinci yakni memilih

    pendekatan kurikulum yang serasi untuk merancang kurikulum.16

    Terdapat enam

    pendekatan yang dapat Gereja gunakan, antara lain Pendekatan Teologis adalah interpretasi

    dari Wahyu dan aplikasi dari isi Wahyu tersebut merujuk kepada seluruh permasalahan

    kehidupan. Orientasi dari pendekatan ini adalah Firman Tuhan itu sendiri. Metode yang

    dilakukan adalah analisa sumber utama – Kitab Suci, analisa pengalaman-pengalaman

    13

    Prof. Dr. S. Nasution, M.A., “Asas-asas Kurikulum” (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), 13 14

    Prof. Dr. S. Nasution, M.A., “Asas-asas Kurikulum,” 14 15

    D. Campbell Wyckoff, “Theory and Design of Christian Education Curriculum,” 96 16

    Prof. Dr. S. Nasution M.A., “Kurikulum dan Pengajaran” (Jakarta: Bina Aksara, 1989), 43

  • 11

    religius, kesimpulan logis, sistematik, dan konsensus17

    . Aktualisasi dari metode tersebut

    adalah ibadah, persekutuan, pelayanan. Pendekatan kedua, Pendekatan Filosofis; berkaitan

    dengan analisa dan interpretasi dari realitas, pengetahuan, dan nilai. Metode pengajaran

    yang digunakan berpusat pada pengalaman, intuisi, dan analisa yang logis. Ketiga,

    Pendekatan Historis; menekankan rekonstruksi bermakna dari setiap pengalaman yang

    dialami dan mengantisipasi peristiwa mendatang. Metode pengajaran yang digunakan

    memilah data-data berkompeten melalui berbagai hipotesis dan pengujian. Saat ini, sejarah

    sangat produktif dalam memprediksi dan mengontrol peristiwa yang akan datang. Keempat,

    Pendekatan Psikologi; menekankan kepada perkembangan dan kebiasaan dari setiap

    individu. Metode pengajaran dilakukan secara eksperimental dan fenomenologis18

    .

    Pendekatan berpusat pada nara didik. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan kebutuhan,

    minat, dan kemampuan siswa. Kelima, Pendekatan Sosial; menekankan kepada kelompok

    sosial dan perkembangannya. Metode pengajaran yang digunakan adalah empiris dan logis.

    Pendekatan Sosiologis memproduksi hipotesis yang berguna, berbicara tentang status

    sosial, dinamika budaya, dan hubungan antarkelompok. Pendekatan yang berorientasi pada

    kehidupan masyarakat. Pendekatan ini bertujuan mengintegrasikan masyarakat dan untuk

    memperbaiki kehidupan masyarakat. Pendekatan terakhir yakni Pendekatan Ilmu

    Komunikasi yang merupakan interpenetrasi ide-ide, perasaan, dan perilaku antar orang dan

    kelompok. Metode pengajaran yang digunakan adalah eksperimental dan logis.

    Setiap pendekatan yang digunakan oleh Gereja akan mempengaruhi metode apa

    yang digunakan. Pendekatan tersebut dapat dikombinasikan satu dengan yang lainnya, agar

    terwujud pengajaran yang kreatif. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam

    pengembangan kurikulum akan membantu dan mempengaruhi dalam proses perancangan

    17

    Konsensus adalah kesepakatan kata atau permufakatan bersama (mengenai pendapat, pendirian,

    dsb) yang dicapai melalui kebualatan suara. 18

    Fenomenologis adalah ilmu tentang perkembangan kesadaran dan pengenalan diri manusia sebagai

    ilmu yang mendahului ilmu filsafat atau bagian dari filsafat.

  • 12

    kurikulum. Dalam perancangan Kurikulum, para perancang kurikulum perlu memperhatikan

    setiap prinsip dasar yang dimasukkan dalam perancangan kurikulum, yakni: a) Konteks

    Pendidikan Agama Kristen, b) Ruang lingkup Pendidikan Agama Kristen, c) Tujuan dari

    Pendidikan Agama Kristen, d) Proses Pendidikan Agama Kristen, dan e) Prinsip

    Pengorganisasian Kurikulum.19

    Terdapat empat desain kurikulum yang dapat Gereja gunakan, yakni pertama desain

    kurikulum yang beorientasi pada anak; anak menjadi pusat dari isi kurikulum. Jadi, seluruh

    isi kurikulum tidak boleh terlepas dari kehidupan anak. Kedua, desain kurikulum yang

    berorientasi pada pengetahuan; desain ini berpusat kepada pengetahuan yang akan

    diajarkan, yakni konteks dari pendidikan agama Kristen itu sendiri dan Firman Tuhan.

    Ketiga, desain kurikulum yang berorientasi pada masyarakat; desain ini berpusat kepada

    kebutuhan masyarakat, dan keempat adalah desain kurikulum yang bersifat eklektik; desain

    ini memilih dari berbagai sumber (Longstreet dan Shane 1993).20

    Wyckoff mengemukakan

    garis besar proses perancangan kurikulum Pendidikan Agama Kristen yang dapat digunakan

    oleh Gereja, yakni21

    :

    1. Tentukan Topik

    2. Motivasi dan kebutuhan pribadi yang berhubungan dengan topik:

    a. Analisa pemahaman dan kesalahpahaman, pertanyaan, dan kebutuhan yang

    diharapkan dijelaskan oleh topik.

    b. Petunjuk untuk membantu mengidentifikasi kebutuhan yang tersirat dan

    menimbulkan motivasi lain.

    3. Tujuan dari topik yang berhubungan dengan tujuan Pendidikan Agama Kristen.

    19

    D. Campbell Wyckoff, “Theory and Design of Christian Education Curriculum,” 187 20

    Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., ”Kurikulum dan Pembelajaran; Teori dan Praktik

    Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)” (Jakarta: Kencana Predana Media Group,

    2008), 63 21

    D. Campbell Wyckoff, “Theory and Design of Christian Education Curriculum,” 190-192

  • 13

    4. Ruang lingkup dari topik tersebut:

    a. Topik yang mencakup Pendidikan Agama Kristen.

    b. Hubungan antara topik dengan keseluruhan Pendidikan Agama Kristen.

    5. Hasil yang diharapkan dari pengajaran kelompok atau individual:

    a. Bagaimana cara untuk mencapai tujuan/hasil dari pengajaran kelompok atau

    individual.

    - Tujuan utama yang berhubungan dengan topik dan permasalahannya meliputi

    urutan kebutuhan tujuan tersebut, yakni, berbagai tujuan pengantar, berbagai

    tujuan pembangunan, dan berbagai tujuan akhir.

    b. Analisa yang sangat penting dari tujuan yang ingin dicapai. Dalam menganalisa,

    perancang kurikulum perlu memperhatikan kepentingan dan kegunaan dari setiap

    materi pembelajaran. Perancang mendasari analisa tujuan dengan melihat apa

    manfaat dari kegiatan yang diajarkan, apa prosedur yang terlibat dalam

    pelaksanannya, apa bahan yang digunakan, siapa yang terlibat didalamnya, hasil

    yang bagaimana yang biasanya diharapkan, aspek apa yang berpengaruh di

    dalam perancangan kurikulum, dan apa tujuan atau kegiatan yang sewajarnya

    dapat dicapai atau dilaksanakan menurut topik yang diajarkan.

    6. Prosedur pengajaran yang dijelaskan secara terperinci. Prosedur tersebut terdiri dari

    berbagai macam metode, kegiatan, dan rancangan. Prosedur dimulai dengan

    mengembangkan dan menyelidiki pengalaman nara didik, dan diakhiri dengan

    penyatuan antara pengalaman dan topik yang telah diajarkan. Metode dijelaskan

    secara terperinci. Hal ini berguna untuk mengukur perkembangan yang terjadi,

    terutama untuk mencapai tujuan pengajaran. Hal ini juga dapat digunakan untuk

    menunjukkan bagaimana motivasi dapat dikembangkan, bagaimana mereka dapat

    berkembang dan apa yang harus dilakukan jika tidak berkembang.

  • 14

    7. Daftar sumber bahan bibliografi yang akan digunakan. Hal ini akan berisi materi

    pembelajaran dan alat bantu lainnya.

    8. Prosedur untuk evaluasi kurikulum, yang meliputi:

    a. Sebuah pendekatan untuk evaluasi terus-menerus.

    b. Sebuah pendekatan untuk evaluasi objektif, menimbang nilai-nilai kurikulum,

    menimbang isi kurikulum dan prosedur, dan memeriksa kerja individu dan

    kelompok.

    c. Melakukan pemeriksaan ulang kemajuan yang terjadi dan prestasi yang didapat,

    kemudian mempertimbangkan implikasi untuk langkah selanjutnya.

    2. Definisi Pemuda

    Istilah Adult berasal dari kata kerja Latin, seperti juga istilah adolescene –

    adolescere – yang berarti “tumbuh menjadi kedewasaan.” Menurut Elizabeth B. Hurlock,

    pemuda merupakan individu yang sedang memasuki masa dewasa awal atau dewasa dini.

    Pada masa ini, pemuda juga mengalami masa pengaturan, yaitu suatu masa dimana pemuda

    mempunyai kecenderungan untuk mencoba berbagai pola kehidupan sesuai dengan

    perkembangan mereka atau dikenal dengan masa “coba-coba.”22

    Oleh karena itu, orang

    dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima

    kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.23

    Kaum muda dimulai

    pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun.24

    Setiap kebudayaan membuat

    perbedaan usia kapan seseorang mencapai status dewasa secara resmi. Pada sebagian

    kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas sudah selesai atau

    22

    Drs. Ridwan Max Sijabat, “Psikologi Perkembangan,” (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980), 246. 23

    Elizabeth B. Hurlock, “Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

    Kehidupan” diterjemahkan Dra. Istiwidayanti & Drs. Soedarjo, M.Sc., Edisi Kelima, (Jakarta: Erlangga,

    1999), 246. 24

    Ibid.

  • 15

    hampir selesai dan apabila organ kelamin anak telah berkembang dan mampu bereproduksi.

    Di Indonesia batas kedewasaan dimulai sejak umur 21 tahun.25

    Hal ini berarti bahwa pada

    usia itu seseorang sudah dianggap dewasa dan bertanggung jawab akan perbuatannya.

    Pemuda mengalami perkembangan yang terbagi dalam perkembangan fisik, mental,

    spiritual, dan sosial. Awal perkembangan pemuda dimulai dari perkembangan fisik, dimana

    pemuda akan mengalami suatu masa lanjut dari masa puber yang sudah dialami

    sebelumnya.26

    Puncak dari perkembangan fisik ini dicapai pada usia 19-26 tahun.27

    Pada

    usia ini mereka akan mengalami perubahan-perubahan hormon, salah satunya perubahan

    pada bentuk dan konstitusi tubuh.28

    Perkembangan mental pemuda ditunjukkan dari salah

    satu aspek yaitu kemajuan dalam hal berkomunikasi.29

    Hal lain yang juga membuktikan

    bahwa pemuda semakin matang dalam perkembangan mentalnya yaitu bahwa mereka tidak

    hanya berpikir secara konkrit, tetapi juga mulai berpikir secara abstrak. Kemampuan

    berpikir secara abstrak ini merupakan hal yang sangat penting kaitannya dengan

    kepercayaannya pada Tuhan. Kepercayaan pada Tuhan merupakan dasar dari konsep yang

    abstrak. Dalam perkembangan spiritual, pemuda mulai untuk menentukan pandangan

    pribadi akan kepercayaannya dan pemahamannya mengenai Tuhan.30

    Periode usia

    duapuluhan disebut juga sebagai periode dalam kehidupan yang paling tidak religius.31

    Sikap kurang meminati agama ini tampak pada jarangnya pemuda pergi ke gereja, atau

    sikap acuh terhadap ibadah.32

    Perkembangan sosial pemuda ditandai dengan keterasingan

    sosial. Berakhirnya masa pendidikan formal, seseorang memasuki pola kehidupan orang

    25

    F. J. Mönks & A.M.P. Knöers, “ONTWIKKELINGS PSYCHOLOGIE” diterjemahkan Siti R.

    Haditono, Psikologi Perkembangan; Pengantar dalam berbagai bagiannya, (Yogyakarta: Gadjah Mada

    University Press, 1984), 242. 26

    Jan Corbett, “Creative Youth Leadership” ( Valley Forge: Judson Press, 1977), 40. 27

    John W. Santrock, “Perkembangan Masa Hidup” (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995), 75. 28

    Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, “Psikologi untuk muda-mudi” (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), 28. 29

    Jan Corbett, “Creative Youth Leadership” (Valley Forge: Judson Press, 1977), 42. 30

    Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 131. 31

    Peacocke, A. R. The Christian Faith in a scientific era. Religious Education (Psikologi

    perkembangan). (Jakarta: Erlangga, 1999), 257. 32

    Drs. Ridwan Max Sijabat, “Psikologi Perkembangan,” 263.

  • 16

    dewasa yakni karir, perkawinan dan rumah tangga, sehingga hubungan dengan kelompok

    teman sebaya masa remaja menjadi renggang. Sebagai akibatnya, mereka akan mengalami

    keterasingan sosial. Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat

    kuat untuk maju dalam karir dan mereka juga harus mencurahkan tenaga mereka untuk

    pekerjaan mereka, sehingga mereka memiliki waktu yang sangat sedikit untuk membina

    hubungan-hubungan yang akrab. Akibatnya, mereka menjadi egonsentris dan tentunya

    menambah kesepian mereka. Walaupun begitu, pemuda masih berusaha menjalin hubungan

    akrab dengan teman yang mempunyai kepentingan dan nilai yang sama dengan

    kepentingannya sendiri.

    Perkembangan yang terjadi pada pemuda, mempengaruhi kehidupan dari pemuda itu

    sendiri. Kehidupan pemuda adalah masa yang penuh dengan pengambilan keputusan, yang

    meliputi pertama, memutuskan tentang Iman; sewaktu menjadi dewasa, orang-orang muda

    mengalami perubahan tanggung jawab, maka mereka menentukan pola hidup baru, memikul

    tanggung jawab baru dan membuat komitmen-komitmen baru.33

    Mereka mengambil

    keputusan untuk memiliki komitmen pribadi dengan Tuhan yang sebelumnya masih

    dipengaruhi oleh pengajaran orang tua dan teman seumuran. Kedua, memutuskan tentang

    Pernikahan; masa dewasa dini sebagai masa produktif dikarenakan orang dewasa dapat

    memilih untuk memiliki keluarga besar pada awal masa dewasa.34

    Ketiga, memutuskan

    tentang Pendidikan dan Pekerjaan; mereka beralih kepada masa pengaturan dimana mereka

    harus menentukan pekerjaan yang paling tepat bagi mereka. Semua peralihan ini

    memerlukan waktu. Oleh sebab itu, sekalinya seseorang menemukan pola hidup yang

    diyakininya dapat memenuhi kebutuhannya, ia akan mengembangkan pola-pola perilaku

    sikap dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya. Dan

    yang terakhir, memutuskan tentang Hubungan Sosial; pemuda sangat memperhatikan

    33

    Elizabeth B. Hurlock, “Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

    Kehidupan,” 250. 34

    Ibid.., 247.

  • 17

    kelompok sosial, pertemanan, hubungan bertetangga, dan lainnya. Gereja adalah tempat

    dimana pemuda harus merasa tertantang untuk berhubungan dengan orang lain tanpa rasa

    malu. Hubungan sosial orang kota berbeda dengan orang desa. Orang kota memiliki

    hubungan sosial yang bersifat kompetitif, yang mendorong masyarakatnya mencapai

    prestasi tinggi.35

    Hubungan-hubungan sosialnya menjadi lebih bersifat sekunder36

    . Begitu

    sebaliknya dengan hubungan sosial orang desa, yang lebih bersifat gotong royong, dan

    masyarakatnya bersifat homogen. Dalam perkembangannya, pergaulan kota lebih

    mendominasi daripada pergaulan desa.37

    Pembinaan Pemuda Gereja

    Melihat kepada kebutuhan psikis pemuda seperti diatas, Gereja harus merancang

    sebuah pembinaan yang membantu pemuda untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

    Pembinaan-pembinaan pada pemuda gereja harus memiliki tujuan yang Alkitabiah. Tujuan-

    tujuan yang dimaksudkan yaitu penginjilan, persekutuan, ibadah, pemuridan dan

    pelayanan38

    . Tujuan-tujuan ini merupakan komponen penting dalam pembinaan pemuda

    sebagai dasar untuk merancangkan kurikulum yang efektif. Pertama, penginjilan adalah hal-

    hal yang berkaitan dengan membagikan kabar baik tentang Yesus Kristus pada mereka yang

    belum memiliki hubungan pribadi dengan-Nya. Pada prakteknya, penginjilan kurang

    diekspresikan sebagai salah satu tujuan dalam pembinaan pemuda karena penginjilan

    merupakan tugas yang tidak mudah dan dianggap sebagai ancaman untuk tidak diterima

    bagi pemuda yang berpartisipasi di dalamnya. Kedua, berbeda dengan penginjilan yang

    dianggap sebagai tujuan yang lemah, persekutuan biasanya menjadi tujuan utama dalam

    pembinaan pemuda. Pada dasarnya Allah tidak ingin orang-orang Kristen hidup menyendiri,

    35

    S. Menno dan Mustamin Alwi, “Antropologi Perkotaan” (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), 83. 36

    Hubungan sekunder adalah hubungan yang terbatas pada bidang kehidupan tertentu, dan hanya menurut perhatian antar pihak.

    37 S. Menno dan Mustamin Alwi, “Antropologi Perkotaan,” 91.

    38 Doug Fields, “Purpose Driven Youth Ministry” (Jawa Timur: Gandum Mas, 2000), 64.

  • 18

    tetapi hidup dan memusatkan perhatian dalam persekutuan dengan orang-orang percaya

    lainnya yang dikenali sebagai tubuh Kristus. Ketiga, Ibadah didefinisikan sebagai perayaan

    kehadiran Allah dan memuliakan-Nya melalui gaya hidup setiap individu. Ibadah

    diekspresikan dalam beberapa cara, seperti berdoa, puji-pujian yang dinaikkan melalui

    nyanyian, mendengarkan Firman Allah, memberi persembahan, baptis, bersaat teduh dan

    mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus. Keempat, pemuridan adalah suatu istilah yang

    digunakan untuk menggambarkan kegiatan membangun atau menguatkan orang-orang

    percaya dalam pergumulan mereka menjadi seperti Kristus. Pemuridan dapat juga dikatakan

    sebagai proses seumur hidup yang dipakai oleh Allah untuk membawa para pemuda pada

    kedewasaan dalam Kristus. Tujuan terakhir, pelayanan didefinisikan sebagai upaya

    pemenuhan kebutuhan dengan kasih. Ketika tujuan pembinaan pemuda diterapkan, maka

    akan dihasilkan para pemuda tidak hanya mampu membuat program-program saja akan

    tetapi yang mau untuk melayani.

    Tujuan-tujuan diatas merupakan hal yang penting dalam proses perancangan

    kurikulum karena tujuan merupakan penentu arah dari perkembangan pemuda. Dalam

    pembinaan pemuda, para pembina harus mengetahui tujuan yang akan dipenuhi melalui

    kurikulum tersebut. Dengan demikian maka diharapkan pembinaan dapat berjalan dengan

    baik dan maksimal.

    Dalam mencapai tujuan ini, pembinaan pemuda gereja harus dirancang dengan

    mengutamakan hubungan, sumber ide yang kreatif, kekuatan yang melebihi kepribadian,

    dan kejelasan tujuan orang-orang yang akan terlibat dalam kepemimpinan.39

    Pembinaan

    perlu mengutamakan hubungan. Pembinaan melalui hubungan yang baik dapat membantu

    menekankan dan memperkuat komitmen untuk bertumbuh dalam suatu komunitas. Oleh

    39

    Doug Fields, Purpose Driven Youth Ministry, 246.

  • 19

    karena itu sudah seharusnya para pemimpin membangun hubungan yang baik dengan para

    pemuda karena hubungan ini membuat pelayanan menjadi lebih efektif.

    Pembinaan memerlukan sumber ide yang kreatif. Inti dari penyusunan pembinaan

    yang kreatif yaitu mengenai kemampuan seseorang dalam menemukan suatu gagasan dan

    menyesuaikannya dengan situasi. Ada banyak para pelayan pemuda yang kreatif tetapi tidak

    efektif. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara kreativitas dan keefektifan di

    dalam pelayanan kepemudaan.

    Pembinaan memerlukan kekuatan yang melebihi kepribadian pemimpin. Pernyataan

    ini merupakan hal yang penting karena ketika seorang pemimpin meninggalkan pelayanan

    para pemuda yang dibangun tanpa landasan yang kuat dari kepemimpinan tambahan, maka

    pelayanan tersebut akan segera berakhir. Pemimpin yang berkembang adalah seorang

    pemimpin yang berbagi tanggung jawab, menjadwal ketidakhadiran yang direncanakan dan

    melatih para pengganti.

    Pembinaan membutuhkan orang-orang yang terlibat dalam pelayanan para pemuda.

    Para pelayan yang bergabung di dalamnya adalah bagian penting bagi kehidupan para

    pemimpin pemuda. Semakin mereka mendapatkan informasi lebih baik, semakin mereka

    akan memberikan dukungannya. Orang-orang yang tidak mendukung seringkali adalah

    orang-orang yang tidak mendapatkan informasi dengan baik. Jadi komunikasi yang baik

    sangat mendukung dalam kerjasama para pelayan yang tergabung tersebut.

    Dalam menciptakan pembinaan pemuda yang kreatif, perancang dapat

    memperhatikan berbagai macam kecerdasan ganda yang dimiliki oleh setiap individu

    pemuda. Howard Gardner mengemukakan teori tentang kecerdasan yang merupakan

    pendobrakan dari tradisi yang umum. Dua asumsi dasar yang selama ini dikembangkan

    adalah kognisi manusia bersifat suatu kesatuan dan setiap individu dapat dijelaskan sebagai

  • 20

    makhluk yang memiliki kecerdasan yang dapat dinilai dan diukur secara tunggal.40

    Gardner

    mengartikan kecerdasan ganda sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang

    terjadi dalam kehidupan manusia, kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan

    baru untuk diselesaikan, kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa

    yang akan menimbulkan penghargaan pada diri seseorang.

    Gardner mengemukakan berbagai macam kecerdasan ganda yang terdiri dari

    pertama, kecerdasan Bahasa yang merupakan kemampuan untuk memanipulasi tata dan

    struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, semantik atau makna bahasa dan penggunaan

    bahasa secara praktis. Aktivitas pengajaran yang ditawarkan adalah memberi

    kuliah/ceramah, berkhotbah, diskusi, permainan kata, mendongeng, bercerita, menulis

    jurnal, dan membaca.

    Kedua, kecerdasan Logis Matematis yang berarti kepekaan terhadap pola-pola

    hubungan logis, pernyataan dan dalil (sebab-akibat, jika-maka), fungsi logika, dan

    kemampuan berabstraksi. Aktivitas pengajaran terdiri dari brainstorming/curah pendapat,

    pemecahan masalah, bereksperimen, kalkulasi data, permainan angka, berpikir kritis, dan

    metode ilmiah.

    Ketiga, kecerdasan Ruang yang berarti kepekaan terhadap bentuk, ruang, warna,

    garis, dan hubungan antara unsur-unsur tersebut. Aktivitas pengajaran terdiri dari presentasi

    secara visual, permainan secara imajinasi, aktivitas seni, membuat peta konsep, metafora,

    dan visualisasi.

    Keempat, kecerdasan Bodi Kinestik yang merupakan kemampuan menggunakan

    tubuh untuk mengungkapkan ide maupun perasaan dan terampil menggunakan tangannya

    untuk menciptakan atau mengubah sesuatu. Aktivitas pengajaran terdiri dari membuat

    40

    Dien Sumiyatiningsih, “Mengajar dengan Kreatif dan Menarik,” 139

  • 21

    pekerjaan tangan/prakarya, drama, tarian, olahraga, hal yang berkaitan dengan sentuhan,

    relaksasi, latihan-latihan tubuh, membuat sesuatu, dan melakukan sesuatu.

    Kelima, kecerdasan Musik yang berarti kepekaan terhadap suara/bunyi-bunyian dan

    ritme, pola titik nada/melodi, dan warna nada/warna suara suatu lagu. Aktivitas pengajaran

    terdiri dari menyanyi, memakai ritme, membuat jingle, menyanyikan lagu rapping, dan

    mendengarkan musik saat belajar.

    Keenam, kecerdasan Antarpribadi yang merupakan memahami dan bekerja dengan

    orang lain, kemampuan mempersepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi,

    dan perasaan orang lain. Aktivitas pengajaran terdiri dari belajar bersama, berdiskusi,

    tutorial berpasangan, melibatkan komunitas, pertemuan sosial, simulasi, debat, dan tukar

    peran.

    Ketujuh, kecerdasan Intrapribadi yang mengartikan kemampuan memahami diri

    sendiri, bertindak berdasarkan pengetahuan tentang diri pribadi yang sebenarnya, dan

    mengetahui kekuatan maupun kelemahan diri. Aktivitas pengajaran terdiri dari intruksi

    individual, belajar mandiri, tawaran untuk belajar mandiri, dan membangun harga diri.

    Kecerdasan terakhir adalah kecerdasan Naturalis yang merupakan kemampuan

    mengenali bentuk-bentuk alam sekitar, mengenali dan mengklasifikasi spesies, mengetahui

    flora/tumbuh-tumbuhan dan fauna/hewan, kepekaan terhadap fenomena alam, dan kepekaan

    terhadap situasi perkotaan dan pedesaan. Aktivitas pengajaran yang terdiri dari mengenal

    alam sekitar, mengidentifikasi bentuk-bentuk flora dan fauna, dan mengenali kekhasan

    benda-benda mati dan hidup.

  • 22

    3. Sejarah Permata

    Penulis mengambil Sinode Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) sebagai lokasi

    penelitian yang terletak di Kabanjahe, Sumatera Utara. GBKP berdiri pertama kali di daerah

    Buluh Awar tahun 1890.41

    Pada awal mula berdirinya, sangat terasa manfaat yang dapat

    dirasakan langsung oleh para jemaat pertama. Perkabaran injil pun berkembang yang

    disponsori oleh para Pendeta Zending Belanda ditambah dengan kader-kader yang

    dipersiapkan oleh mereka. Dalam perkembangan yang semakin pesat, pada tanggal 31

    Desember 1945, tercetus oleh Penatua Mbaba Bangun untuk membentuk suatu wadah bagi

    para pemuda-pemudi Kristen, dikarenakan melihat pentingnya wadah untuk berorganisasi

    bagi pemuda.42

    Prakarsa ini kemudian ditindaklanjuti oleh perkumpulan Pemuda dan

    Pemudi GBKP di Kabanjahe yang pada saat itu masih bergabung dengan Perkumpulan

    Perende-rende “Gung Leto” di bawah pimpinan Penatua Pa Wangi. Saat itu disepakati

    nama wadah tersebut adalah Permata (Pesatuan Memajukan/Mempertahankan Agama dan

    Tanah Air). Pendirian Permata ini sendiri erat hubungannya dengan Proklamasi

    Kemerdekaan Indonesia. Itu berarti pada masa awal wadah ini memiliki prinsip untuk

    mempertahankan kemerdekaan RI dan memajukan GBKP. Segala macam program

    dirancang dengan tujuan Kerajaan Allah dan Kepentingan Indonesia. Permata pada saat itu

    sangat berperan dalam beberapa organisasi Gereja maupun Nasional. Sampai pada akhirnya,

    pada tanggal 12 September 1948 diadakanlah Kongres/Konfrensi Permata se-GBKP di

    Kabanjahe, dan diputuskan untuk mengganti kepanjangan Permata menjadi “Perpulungen

    Man Anak Gerejanta” yang memiliki arti persekutuan anak gereja kita. Setelah Permata

    dilembagakan, peran dan kinerjanya tak pernah surut. Permata turut aktif dalam kegiatan

    Koor, PA, dan Perkabaran Injil ke dusun-dusun sebagai kegiatan rutin. Pada tahun 1950,

    41

    Gunawan S. Kembaren & Eva HandayaniS. Gurkie, “Bunga Rampai; Sejarah Permata GBKP;

    Dahulu, Sekarang dan yang akan datang” (Sibolangit: Chek-Pro, 1998) ,2 42

    Ibid., 4

  • 23

    Dewan Gereja Indonesia (DGI) mengesahkan Permata sebagai anggota dari Majelis

    Pemuda Kristen Oikumene (MPKO). Permata adalah satu-satunya organisasi pemuda dalam

    lingkungan GBKP. Pada kongres Permata XI tahun 1978, kembali terjadi perubahan

    singkatan Permata menjadi “Persadaan Man Anak Gerejanta” yang memiliki arti

    persatuan anak gereja kita. Singkatan inilah yang dikenal sampai dengan saat ini.

    4. Proses Perancangan Kurikulum Pembinaan Pemuda GBKP

    Dalam perkembangannya, Permata semakin mandiri dalam menjalankan setiap

    program dan pembinaan. Permata memiliki kurikulum secara mandiri dimulai sejak awal

    tahun 2002, pada masa transisi dari kepengurusan Gemar Tarigan sampai kepengurusan

    Benyamin Pinem, S.T.43

    Pada saat itu, proses perancangan belum rapi, penekanan apa yang

    akan direleasasikan dalam buku pembinaan belum jelas, telebih nilai-nilai dasar dari ajaran

    teologi Calvinis yang dianut GBKP juga belum terangkum jelas dalam buku pembinaan

    Permata. Sampai pada akhirnya tahun 2007 dicetuskan untuk membentuk sebuah Komisi

    Teologi yang terdiri dari lima orang pendeta atau vikaris.44

    Dengan tujuan, agar Komisi

    Teologi dapat bekerja sama dengan Bidang Pembinaan dalam kepengurusan Permata untuk

    merancang kurikulum Pembinaan Permata sehingga dasar ajaran Calvinis dapat

    tereleasasikan dalam kurikulum pembinaan tersebut. Komisi Teologi memiliki masa jabatan

    sesuai dengan masa kerja kepengurusan Permata Pusat yakni selama empat tahun. Komisi

    Teologi disahkan oleh Pengurus Permata Pusat dibawah naungan Bidang Koinonia dan

    Sinode. Sampai saat ini, Komisi Teologi masih berperan aktif dalam merancang Kurikulum

    Pembinaan Permata GBKP.45

    43

    Hasil wawancara dengan Penatua Benyamin Pinem, S.T selaku Ketua Umum Permata Pusat tahun

    2002-2006 pada hari Jumat, 02 Agustus 2013 pada pukul 13.15 WIB 44

    Hasil wawancara dengan Penatua Endriko Tarigan selaku Ketua Umum Permata Pusat tahun 2006-

    2010 pada hari Kamis, 01 Agustus 2013 pada pukul 09.52 WIB 45

    Hasil wawancara dengan Budiman Sitepu selaku Ketua Umum Permata Pusat 2010-2014 dan Pdt.

    Samuel Tarigan selaku Pendeta Permata pada hari Rabu, 31 Juli 2013 pada pukul 10.35 WIB

  • 24

    Perancangan kurikulum mengalami peningkatan yang cukup baik. Sejak tahun 2011,

    proses perancangan dimulai dengan rapat internal yang membahas isu-isu yang terjadi

    dalam kehidupan Permata se-Indonesia. Rapat Internal ini diadakan oleh Bidang Pembinaan

    Permata Pusat, Pendeta Permata dan Komisi Teologi Permata.46

    Setelah itu diadakan

    Brainstroming yang mengundang Ketua Sinode, Sekertaris Umum Sinode, dan Ketua

    (Pendeta) Pusat Pembinaan Warga Jemaat (PPWG). Brainstroming adalah teknik

    pemecahan kelompok di mana anggota secara spontan berbagi ide-ide dan solusi. Dalam

    brainstorming dilakukan pembahasan dan tanggapan dari Sinode mengenai isu-isu yang

    telah dirangkum oleh Permata Pusat bersama dengan Komisi Teologia. Brainstroming ini

    dilakukan selama 2 sampai 3 kali pertemuan.47

    Isu-isu yang dibahas selalu disesuaikan

    dengan Peristiwa Nasionalis, Tahun Gerejawi, Program tahunan Sinode, aspirasi dari

    Permata Klasis, dan Program Permata Pusat.

    Setelah brainstorming dilakukan, direncanakan sebuah pertemuan selama dua hari

    satu malam untuk menyusun kurikulum pembinaan Permata secara lengkap. Pertemuan ini

    dilakukan pada bulan April setiap tahunnya. Pertemuan ini dihadiri oleh Pendeta Permata,

    Ketua Permata Pusat, Bidang Pembinaan Permata Pusat, Komisi Teologi (yang terdiri dari

    lima orang Pendeta), Ketua (Pendeta) PPWG, dan tiga sampai lima orang Pendeta yang

    memiliki perhatian terhadap perkembangan Permata. Pendeta-pendeta ini merupakan

    Pendeta jemaat yang berada di daerah Sumatera Utara. Terdapat kurang lebih lima belas

    orang yang menjadi perancang Kurikulum Pembinaan Permata. Lima belas orang tersebut

    dibagi dalam lima kelompok yang terdiri dari tiga orang, agar lebih memudahkan dalam

    merancang kurikulum. Dalam pertemuan ini, isu-isu yang telah dirangkum oleh Permata

    Pusat dan Komisi Teologi melalui brainstroming, dijabarkan terperinci dalam bentuk thema,

    46

    Hasil wawancara dengan Pdt. Prananta Jaya Manik selaku Ketua Umum Permata Pusat tahun

    1994-1999 dan Wakil Sekertaris Umum Sinode GBKP tahun 2010-2015 pada hari Kamis, 01 Agustus 2013

    pada pukul 11.34 WIB 47

    Ibid.

  • 25

    tujuan khusus, metode, dan nats bimbingan untuk pembinaan dalam jangka waktu setahun.

    Bagian ini disebut sebagai draft awal.

    Setelah penyusunan kurikulum selesai dilaksanakan, draft awal tersebut disebar

    kepada penulis. Penulis terdiri dari beberapa vikaris dan pendeta yang memiliki pengalaman

    dan perhatian kepada Permata. Itu berarti bahwa sebelum menjadi vikaris atau pendeta,

    penulis tersebut pernah terlibat aktif dalam kelembagaan Permata. Selain disebar, draft awal

    ini juga diberikan kepada Ketua Bidang Koinonia, Pendeta PPWG, Pendeta Permata,

    Komisi Teologi Permata bahkan Ketua dan Sekertaris Umum Sinode untuk turut menulis.

    Pengurus Permata Pusat juga menyebar draft awal ini kepada beberapa ahli dalam bidang-

    bidang tertentu untuk menjadi penulis, seperti contohnya Ahli Teknologi, HIV AIDS, dan

    lainnya. Itu berarti tidak semua penulis buku pembinaan adalah seorang Pendeta.48

    Penyebaran draft awal ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus. Akhir Agustus

    sampai dengan awal September dikumpulkan kembali oleh Bidang Pembinaan Permata

    Pusat. Namun, pada kenyataannya sering kali pengumpulan tulisan mengalami

    keterlambatan dikarenakan kesibukan penulis.

    Demi mewujudkan pembinaan yang kontekstual dan relevan, Permata pusat

    mencoba menjaring aspirasi dari Permata Klasis melalui email dan Rapat Sidang Pengurus

    Lengkap (SPL). Penjaringan aspirasi dari Permata Klasis melalui email dilakukan sebelum

    penyusunan Kurikulum pada bulan April, sedangkan Sidang Pengurus Lengkap diadakan

    satu kali setiap tahunnya. Biasanya Sidang Pengurus Lengkap diadakan sebelum buku

    Pembinaan Permata siap untuk diterbitkan dan disebarluaskan.

    Dalam merancang Kurikulum, perancang perlu memperhatikan asas-asas yang

    mendasari proses perancangan. Begitu juga dengan Kurikulum Pembinaan Permata GBKP.

    48

    Hasil wawancara dengan Budiman Sitepu selaku Ketua Umum Permata Pusat 2010-2014 dan Pdt.

    Samuel Tarigan selaku Pendeta Permata pada hari Rabu, 31 Juli 2013 pada pukul 10.35 WIB

  • 26

    Asas Filosofis yang berkaitan dengan tujuan pengajaran dan pembinaan telah mendasari

    perancangan kurikulum. Perancang harus memperhatikan tujuan dari pembinaan pemuda.

    Doug Fields mengemukakan bahwa tujuan-tujuan yang dimaksudkan yaitu penginjilan,

    persekutuan, ibadah, pemuridan dan pelayanan. Penulis beranggaan bahwa tujuan ini sudah

    tereleasasikan dengan baik dalam kurikulum pembinaan Permata. Perancang memberi

    perhatian yang baik terhadap tujuan dari kurikulum tersebut, karena tujuan ini yang akan

    menentukan arah dari kurikulum pembinaan. Hal ini terlihat dengan materi pembinaan yang

    mengungkap thema-thema yang dirancang guna mencapai tujuan-tujuan tersebut.

    Selain itu ajaran Calvinis, kini sudah mulai mewarnai kurikulum pembinaan

    Permata dengan tujuan untuk mengungkapkan identitas dari Permata itu sendiri yang

    adalah bagian internal dari GBKP. Oleh sebab itu, thema-thema yang diangkat selalu

    dikaitkan dengan ajaran Calvinis dan sangatlah bersifat Alkitabiah. Tentu Alkitab menjadi

    pedoman terhadap perancangan kurikulum pembinaan Permata. Kurikulum pembinaan

    Permata lima tahun terakhir tidak bisa dipisahkan dari visi Permata GBKP tahun 2010-

    2014, yakni “Berlaku sebagai Tubuh Kristus,”49

    ; visi yang mengacu kepada visi GBKP

    tahun 2010-2015. Oleh sebab itu, setiap tahunnya Permata berupaya merancang kurikulum

    yang akan mewujudkan visi tersebut. Seperti pada tahun 2011 dan 2012, proses perancangan

    kurikulum didasari dengan tujuan pendidikan yang mengacu pada misi GBKP, yakni

    meningkatkan Teologia, Spiritualitas dan Mutu Ibadah; menghargai kemanusiaan;

    melakukan keadilan, kebenaraan, kejujuran, dan kasih; mewujudkan warga yang dapat

    dipercaya; dan meningkatkan perekonomian jemaat.50

    Perancang kurikulum juga mengacu

    kepada thema tahunan GBKP, dimana tahun 2011 adalah tahun peningkatan Teologia,

    Spiritualitas dan Mutu Ibadah; dan tahun 2012 adalah tahun peningkatan solidaritas internal

    49

    Permata GBKP Pusat, “Pokok-pokok Peraturan Rumah Tangga dan Garis Besar Pelayanan

    Permata GBKP 2010-2014” , 30 50

    Budiman Sitepu, “Draft kurikulum Pendalaman Alkitab Permata thn 2012”

  • 27

    GBKP.51

    Perancang kurikulum mengadopsi visi dan thema tahunan guna mencapai tujuan

    pembinaan pemuda.

    Penulis dapat mengatakan bahwa perancang sudah memperhatikan Asas Sosiologis

    sebagai dasar perancangan kurikulum. Hal ini tampak dengan proses perancangan

    kurikulum, dimana perancang menjaring aspirasi dari Permata Klasis dan

    mendiskusikannya agar dapat terwujud dalam pembinaan. Penulis dapat mengatakan bahwa

    pada tahun 2012, Asas Sosiologis lebih ditekankan oleh perancang kurikulum daripada pada

    tahun 2011. Hal ini disebabkan oleh thema tahunan yang sangat mempengaruhi. Dalam

    thema mingguan tahun 2011 yang telah diterbitkan dan disebarkan kepada setiap Permata

    Runggun, sangat jelas bahwa perancang hanya menekankan kepada ajaran dan tujuan tanpa

    terlalu memperhatikan perkembangan sosial yang terjadi dalam kehidupan Permata.

    Dikarenakan dari 44 thema mingguan yang telah dirancang, hanya tujuh thema yang

    mencoba menjelaskan perkembangan sosial yang terjadi.52

    Hal ini berbeda jika

    dibandingkan kurikulum pembinaan pada tahun 2012 yang lebih memperhatikan

    perkembangan sosial, terlihat dari 13 thema mingguan dari jumlah keseluruhan yakni 42

    thema.53

    Perancang juga memperhatikan Asas Organisatoris, dimana Permata Pusat mencoba

    melibatkan Komisi Teologi beserta Pendeta lainnya untuk turut merancang bagaimana

    ajaran itu akan diajarkan kepada Permata. Berbicara tentang pengorganisasian materi yang

    akan diajarkan, dalam kurikulum pembinaan telah dijelaskan secara terperinci apa yang

    ingin disampaikan, bagaimana untuk menyampaikan ajaran tersebut (metode pengajaran),

    51

    http://www.gbkp.or.id/index.php/tentang-gbkp/visi-misi diakses pada tanggal 20 Agustus 2013

    pada pukul 17.58 WIB 52

    Permata GBKP Pusat, ”Bahan Pendalaman Alkitab Permata GBKP tahun 2011.” 53

    Permata GBKP Pusat, “Bahan Pendalaman Alkitab Permata GBKP tahun 2012.”

    http://www.gbkp.or.id/index.php/tentang-gbkp/visi-misi

  • 28

    dan tujuan dari pembinaan tersebut. Dalam asas ini, perancang kurikulum berusaha sebaik

    mungkin, agar dapat membuat pembinaan jauh lebih menarik dari sebelumnya.

    Sayangnya, perancang kurikulum tidak terlalu menekankan pada Asas Psikologis.

    Mengapa penulis berkata demikian? Penulis mencoba mengungkapkan beberapa alasan,

    yakni, pertama adalah sering kali terjadi gap-gap diantara Permata. Gap-gap tersebut terdiri

    dari Permata yang sudah bekerja dan Permata yang masih duduk di Perguruan Tinggi

    maupun Sekolah Menengah Atas (SMA). Ada upaya untuk menjawab permasalahan ini,

    dimana Permata Pusat mengesahkan Pendalaman Alkitab (PA) Mahanaim bagi Permata

    yang sudah bekerja. Permata pusat memberi kebebasan kepada setiap runggun jemaat untuk

    mengadakannya atau tidak. Mengartikan PA Mahanaim ini tidak secara seragam terjadi di

    GBKP se-Indonesia. Ia hanya terjadi sesuai kebutuhan dari Permata Runggun atau Klasis.

    PA Mahanaim ini disahkan pada tahun 2010 dibawah Bidang Pembinaan Permata Pusat.

    Dengan kebebasan seperti ini, kurikulum tidak dirancang oleh Pengurus Permata Pusat guna

    PA Mahanaim. Mengartikan setiap pengurus Permata Runggun atau Klasis dapat

    merancang atau mengadopsi kurikulum pembinaan sendiri.54

    Alasan kedua adalah dimana perancang kurikulum tidak mendasarkan perancangan

    kurikulum pada teori batasan umur dan perkembangan psikologis dari Permata. Hal ini

    mengakibatkan perancang tidak mengelompokkan kebutuhan-kebutuhan psikis dari

    Permata. Sudah banyak ahli yang dapat menggelompokkan kebutuhan pemuda sesuai

    dengan batasan umurnya. Seperti contohnya, Hurlock yang mengelompokkan masa dewasa

    dini dimulai dari usia 18 tahun sampai dengan kira-kria 40 tahun.55

    Dari batasan ini akan

    terlihat kebutuhan-kebutuhan apa yang ingin dipenuhi oleh orang-orang dalam masa ini.

    Seperti yang dikemukakan oleh Fred Jobb bahwa pemuda berada dalam kehidupan yang

    54

    Hasil wawancara dengan Budiman Sitepu selaku Ketua Umum Permata Pusat 2010-2014 dan Pdt.

    Samuel Tarigan selaku Pendeta Permata pada hari Rabu, 31 Juli 2013 pada pukul 10.35 WIB 55

    Elizabeth B. Hurlock, “Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

    Kehidupan,” 246

  • 29

    penuh dengan pengambilan keputusan. Keputusan perihal iman, pendidikan dan pekerjaan,

    hubungan sosial, dan pernikahan. Jika perancang memperhatikan setiap kebutuhan ini dalam

    merancang kurikulum, pembinaan pemuda akan membantu pemuda dalam pengambilan

    keputusan. Hal ini akan berdampak positif dimasa mendatang, dimana pemuda dapat

    menjalankan tugas panggilannya sebagai generasi penerus Gereja.

    Alasan yang ketiga adalah, terfokusnya perancang pada perihal ajaran yang akan

    diajarkan dan perkembangan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

    Perancang kurikulum tidak melihat Permata secara holistik (mental, spiritual, fisik, dan

    sosial). Seperti yang dikemukakan oleh Santrock perihal perkembangan yang terjadi pada

    pemuda secara fisik, mental, spiritual dan sosial. Perkembangan ini tidak terlalu

    diperhatikan oleh perancang dalam proses perancangan. Padahal dengan memperhatikan

    perkembangan dari pemuda, perancang dapat merancang sebuah kurikulum yang sesuai bagi

    pemuda. Hal ini mengakibatkan pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh perancang

    tidak begitu bervariasi. Karena perancang hanya berorientasi pada pengetahuan dan

    perkembangan masyarakat saja. Tidak melihat kepada perkembangan kualitas dari Permata

    itu sendiri, melainkan hanya kepada kwantitas. Asas Psikologis akan membantu perancang

    untuk mengetahui bagaimana proses belajar yang baik sesuai dengan rentan umum dari

    pemuda. Dengan mengetahui hal tersebut, perancang kurikulum akan memiliki kemudahan

    untuk menentukan pendekatan-pendekatan apa saja yang dapat dituangkan dalam kurikulum

    dan sesuai.

    Penulis telah mengungkapkan beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh

    Wyckoff. Pendekatan tersebut terdiri dari Ppendekatan Teologis, Filosofis, Historis,

    Psikologis, Sosial dan Ilmu Komunikasi. Dalam kurikulum Pembinaan Permata GBKP,

    perancang kurikulum hanya menggunakan pendekatan Teologis dan Sosial. Dengan

    pendekatan Teologis, perancang mencoba menginterpretasikan dan mengaplikasikan isi dari

  • 30

    Wahyu kepada seluruh permasalahan kehidupan pemuda. Sedangkan dengan pendekatan

    Sosial, perancang melihat kepada perkembangan suatu kelompok masyarakat yang terjadi

    dalam kehidupan pemuda. Keduanya dikombinasikan oleh perancang guna pembinaan yang

    efektif. Hal ini terlihat dari metode-metode yang sering kali digunakan dan disarankan yakni

    diskusi dan pernenungan atau ibadah. Namun, sayangnya harapan untuk menciptakan

    pembinaan yang efektif, belum tercapai. Penulis melihat bahwa pendekatan-pendekatan

    yang digunakan oleh perancang kurikulum sangatlah minim. Menghasilkan bahan yang

    kurang menarik perhatian Permata. Hal ini bisa terjadi berulang-ulang setiap tahunnya.

    5. Tinjauan Kritis

    Penulis mencoba mengkritisi proses perancangan kurikulum pembinaan Permata

    berdasarkan teori pengembangan kurikulum dan pemuda yang telah dikemukakan

    sebelumnya. Setiap langkah yang dilakukan oleh perancang sudah cukup baik. Namun,

    penulis melihat beberapa kekurangan yang terjadi. Pertama, tidak adanya evaluasi terhadap

    kurikulum yang telah dirancang. Dua tahun terakhir (2011-2012), minat Permata Klasis

    maupun Runggun di daerah konteks Kota terhadap penggunakan Buku Pendalaman Alkitab

    (PA) sangat minim. Hal ini dikarenakan bahan yang dianggap tidak lagi relevan dengan

    konteks jemaat. Seperti contohnya Permata Klasis Jakarta – Banten hanya menggunakan

    125 buku bagi 900 jumlah Permata Klasis.56

    Penulis beranggapan, hal ini merupakan

    masalah yang harus diperhatikan. Oleh sebab itu, diperlukan evaluasi terhadap nilai-nilai

    kurikulum, mengoreksi secara objektif terhadap isi dan prosedur kurikulum, dan memeriksa

    kemajuan yang terjadi. Dengan adanya evaluasi, akan terlihat bagian kurikulum yang perlu

    dikembangan atau bahkan perlu dihilangkan. Proses evaluasi kurikulum bagi kurikulum

    56

    Hasil wawancara dengan Tulus Barus selaku Ketua Umum Permata Klasis Jakarta – Banten tahun

    2010-2013 pada tangal 29 April 2013 pukul 20.00 WIB

  • 31

    pembinaan Permata dapat dilakukan secara terus-menerus setiap tahunnya, agar terwujud

    pembinaan yang semakin kontekstual dan relevan.

    Kedua, ketidakseimbangan dalam memperhatikan asas-asas kurikulum sebagai

    dasar perancangan kurikulum. Telah dikemukakan bahwa dalam merancang kurikulum

    keempat asas (Filosofi, Sosiologis, Psikologis, Organisatoris) harus diperhatikan secara

    seimbang, bukan hanya berfokus kepada salah satu asas saja. Hal ini mengakibatkan

    kurikulum yang timpang dan tidak sesuai konteks. Dalam kurikulum pembinaan Permata

    GBKP, perancang kurang dalam memperhatikan Asas Psikologis, sehingga pembinaan yang

    ingin diajarakan tidak sesuai dengan kebutuhan psikis dari Permata itu sendiri. Padahal

    dengan Asas Psikologis, perancang akan lebih mengetahui kebutuhan-kebutuhan pemuda,

    yang sebenarnya belum tentu diketahui oleh Permata sendiri sebagai pemuda. Penulis

    beranggapan bahwa sebenarnya Asas Psikologis sama pentingnya dengan ketiga asas

    lainnya, dikarenakan keempatnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

    Ketiga, struktur kurikulum yang mendahulukan thema daripada tujuan. Kurikulum

    pembinaan Permata tahun 2011 dan 2012, memiliki struktur penulisan yang dimulai dengan

    menentukan thema kemudian tujuan khusus. Penulis beranggapan bahwa hal ini kurang

    efektif untuk dilakukan, walaupun ini bukan suatu kesalahan besar. Namun, lebih baik

    ketika tujuan umum yang telah dirancang dengan memperhatikan keempat asas kurikulum,

    diikuti dengan tujuan khusus yang akan merujuk kepada thema mingguan. Tujuan khusus

    yang digunakan setiap minggunya mengacu kepada tujuan umum kurikulum, bukan kepada

    thema mingguan. Dengan begitu, thema yang dirancang merupakan usaha demi mencapai

    tujuan umum dan tujuan khusus dari kurikulum tersebut, bukan sebaliknya dimana tujuan

    dirancang untuk menjelaskan thema tersebut.

  • 32

    Keempat, pendekatan yang monoton. Ada enam pendekatan yang dikemukakan

    oleh Wyckoff, namun yang digunakan oleh perancang kurikulum pada pembinaannya hanya

    dua pendekatan, yakni pendekatan teologis dan sosial. Metode-metode yang ditawarkan oleh

    perancang sangat mononton, hanya diskusi dan perenungan atau ibadah. Hal ini banyak

    terjadi pada tahun 2011, dimana metode yang ditawarkan hanya diskusi. Dari jumlah

    keseluruhan thema selama setahun yakni 44, terdapat 39 thema yang memakai metode

    diskusi. Alangkah lebih baik ketika perancang menggunakan pendekatan yang beragam,

    demi mewujudkan pengajaran yang kreatif. Memang tidak dapat langsung dipersalahkan

    kepada perancang kurikulum di tingkat pusat, karena metode yang digunakan tergantung

    kepada majelis Gereja yang akan memimpin pembinaan tersebut. Namun, penulis

    beranggapan bahwa sebaiknya perancang dapat menyediakan berbagai macam pendekatan

    dan metode pengajaran yang kreatif di setiap buku pembinaan Permata. Doug Fields

    mengemukakan bahwa pembinaan memerlukan sumber ide yang kreatif. Inti dari

    penyusunan pembinaan yang kreatif yaitu mengenai kemampuan seseorang dalam

    menemukan suatu gagasan dan menyesuaikannya dengan situasi. Ada banyak para pelayan

    pemuda yang kreatif tetapi tidak efektif. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara

    kreativitas dan keefektifan di dalam pelayanan kepemudaan. Dengan menyediakan berbagai

    metode pengajaran proses pembinaan akan semakin lebih menarik dan kreatif. Selain

    membantu pemenuhan kebutuhan psikis pemuda, hal ini juga akan membantu pemimpin

    pembinaan. Melalui pendekatan yang kreatif, Permata akan terdorong untuk meningkatkan

    kreatifitasnya sebagai pemuda. Karena pemuda berada dalam masa yang penuh dengan

    kreatifitas, dimana kreatifitas tersebut akan berkembang berdasarkan minat dan

    kemampuan, dan akan tertuang dalam pekerjaan mereka.

    Kelima, penulis pembinaan kurikulum pembinaan. Dalam proses perancangan

    kurikulum pembinaan Permata, terdapat perbedaan antara perancang dan penulis. Draft

  • 33

    awal yang telah dirancang yang berisikan thema, tujuan khusus, metode, dan nats

    bimbingan, disebarkan kepada penulis selama kurang lebih dua bulan lamanya. Pada proses

    penyebaran ini, penulis beranggapan akan terjadi sebuah kesalahpahaman dimana penulis

    kurikulum tidak memiliki konsep yang sama seperti perancang kurikulum. Mengartikan,

    tujuan umum tidak sampai kepada penulis kurikulum. Oleh sebab itu, tulisan dalam buku

    pembinaan jauh dari harapan maupun target perancang kurikulum. Hal ini telah diakui oleh

    beberapa perancang, namun hal ini tidak ditindaklanjuti. Sebaiknya perancang kurikulum

    adalah yang juga berjabat sebagai penulis kurikulum. Karena perancang sudah

    memperhatikan asas-asas yang mendasari proses perancangan dan merancang tujuan umum

    dari kurikulum pembinaan tersebut. Memang penyebaran kepada penulis merupakan hal

    yang memudahkan perancang dalam menyelesaikan kurikulum pembinaan, tetapi ini tidak

    menjamin sebuah penulisan yang efektif. Mengapa? Karena penulis juga tidak diberi sebuah

    pelatihan bagaimana cara menulis yang baik guna pembinaan Permata. Penulis beranggapan

    belum tentu semua penulis kurikulum pembinaan yang adalah seorang Pendeta dan

    beberapa orang yang ahli dalam bidangnya, dapat menulis dengan baik. Oleh sebab itu,

    alangkah baiknya yang menulis kurikulum pembinaan adalah perancang dari kurikulum

    tersebut. Kalaupun hal ini tidak dapat terwujud, penulis menyarankan untuk diselenggarakan

    sebuah pelatihan khusus bagi para penulis kurikulum pembinaan.

    Selain itu, penulis kurikulum tidak memiliki keahlian khusus dalam hal pemuda.

    Penulis hanya memiliki penerawangan umum perihal kehidupan pemuda di masyarakat. Hal

    ini mengakitbatkan tulisan yang hanya mengena pada perihal umum saja yang sering terjadi,

    dan cenderung membosankan. Akan jauh lebih baik jika penulis memiliki pengetahuan yang

    baik tentang pemuda. Seminim mungkin, penulis mengetahui perkembangan spesifik dari

    pemuda, yakni perkembangan fisik, sosial, mental dan spiritual. Hal ini merupakan salah

  • 34

    satu bukti, betapa pentingnya asas Psikologi mendasari perancangan maupun penulisan

    kurikulum pembinaan.

    Keenam, sering terjadi pengulangan materi pembinaan. Dalam kurikulum

    pembinaan tahun 2011 dan 2012, terdapat materi kurikulum yang sama dan memiliki tujuan

    yang sama pula. Memang dalam setiap tahunnya akan ada materi yang sama sehubungan

    dengan Tahun Gerejawi seperti Paskah, Natal, HUT kaum Ibu, Bapa, Pemuda, dan Sekolah

    Minggu, serta peristiwa Nasionalis. Namun, hal yang menarik terjadi yakni, terdapat satu

    thema mingguan yang sama pada tanggal 28 Maret – 03 April 2011 dan 28 Oktober – 03

    November 2012 dengan thema “Hidup Dalam Keanekaragaman.” Tujuan khususnya adalah

    agar Permata dapat mengetahui, memahami, dan menghargai keanekaragaman dalam hidup,

    dan dapat menyuarakan kasih Allah dalam keanekaragaman tersebut. Kedua tanggal ini

    memiliki thema dan tujuan khusus yang sama. Walaupun memang nats bimbingan kedua

    thema ini berbeda; pada tahun 2011 memakai nats Yohanes 4:1-42 sedangkan tahun 2012

    memakai nats Galatia 6:9-10. Namun, jelas bahwa hal ini merupakan kerugian besar dalam

    perkembangan pembinaan Permata. Hal ini merupakan akibat daripada tidak adanya

    evaluasi kurikulum pembinaan.

    6. Penutup

    Kaum muda adalah generasi penerus Gereja di masa mendatang. Oleh sebab itu,

    pembinaan terhadap kaum muda merupakan tugas penting yang harus diperhatikan secara

    serius oleh Gereja. Pembinaan terhadap kaum muda tidak terlepas dari kurikulum yang

    mendasari pembinaan tersebut. Kurikulum yang memiliki tujuan untuk membantu kaum

    muda melihat, menerima, dan memenuhi tujuan Allah melalui penebusan Yesus Kristus.

    Dalam mewujudkan pembinaan yang efektif memang tidaklah mudah. Terlebih perbedaan

    konteks kehidupan, pendidikan, pekerjaan, sosial dan lainnya yang terjadi ditengah-tengah

  • 35

    jemaat, terkhusus kaum muda. Hal ini akan terus menjadi tantangan Gereja untuk dapat

    menyederhanakan perbedaan yang ada dan merancang sebuah kurikulum pembinaan yang

    kontekstual dan relevan. Setiap tahunnya, Gereja harus memiliki peningkatan dalam

    mewujudkan pembinaan yang sesuai dengan kehendak Allah.

    Perhatian Permata Pusat dan Komisi Teologia terhadap perancangan kurikulum

    pembinaan masih kurang baik dalam mewujudkan pembinaan yang efektif. Masih banyak

    hal yang perlu diperbaiki dan dikoreksi kedepannya. Setiap tahunnya haruslah diadakan

    evaluasi guna perkembangan kurikulum pembinaan. Ini menjadi tantangan Permata sebagai

    wadah pemuda Kristen Karo satu-satunya dibawah naungan GBKP. Permata memiliki

    peran penting demi masa depan Gereja. Perancang juga belum memperhatikan asas-asas

    kurikulum sebagai dasar perancangan dengan seimbang. Terkhusus dalam memperhatikan

    asas Psikologis. Keempat asas kurikulum yang mendasari harus diperhatikan secara

    seimbang agar terwujud pembinaan yang baik.

    Tinjauan kritis yang telah dibuat diharapkan menjadi sebuah kritikan yang positif

    guna perkembangan pembinaan Permata GBKP. Tulisan ini juga diharapkan dapat menjadi

    masukan bagi Permata Pusat bahkan Sinode GBKP. Bagaimana pentingnya sebuah proses

    perancangan kurikulum yang akan berdampak bagi perkembangan pembinaan pemuda dan

    masa depan Gereja. Masa depan Gereja dibentuk sedini mungkin dengan pembinaan yang

    baik dan efektif terhadap warga gereja, terkhusus pemuda yang merupakan agen

    pelaksanaan tugas panggilan Gereja.

  • 36

    DAFTAR PUSTAKA

    Budiman Sitepu. Draft kurikulum Pendalaman Alkitab Permata thn 2012.

    Corbett, Jan. Creative Youth Leadership. Valley Forge: Judson Press, 1977.

    Creasy Dean, Kenda & Ron Foster. The God Bearing Life; The Art of Soul Tending for

    Youth Ministry. Nashville: Upper Room Books, 1998.

    D. Gunarsa, Y. Singgih. Psikologi untuk muda-mudi. Jakarta: Gunung Mulia, 2004.

    Fields, Doug. Purpose Driven Youth Ministry. Jawa Timur: Gandum Mas, 2000.

    F. Pinar, William & William M. Reynolds. Understanding Curriculum as

    Phenomenological and Deconstructed Text. New York: Teacher College,

    Colombia University, 1992.

    Hidayat, Rakhmat. Pengantar Sosiologi Kurikulum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

    2011.

    Homrighausen, Dr. E. G. dan Dr. I. H. Enklaar. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK

    Gunung Mulia, 1985.

    Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

    Kehidupan. Diterjemahkan Dra. Istiwidayanti & Drs. Soedarjo, M.Sc., Edisi Kelima.

    Jakarta: Erlangga, 1999.

    Max Sijabat, Drs. Ridwan. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980.

    Menno, S. dan Mustamin Alwi. Antropologi Perkotaan. Jakarta: Rajawali Pers, 1992.

    Mulyasa, M.Pd., Dr. E. Kuriukulum Berbasis Kompetensi; Konsep, Karateristik, dan

    Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004.

    Mönks, F. J. & A.M.P. Knöers. ONTWIKKELINGS PSYCHOLOGIE. Diterjemahkan Siti R.

    Haditono. Psikologi Perkembangan; Pengantar dalam berbagai bagiannya.

    Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984.

    Nasution, M.A., Prof. Dr. S. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

    Natsir, Mo. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia 1988.

    Nuhamara M.Th, Dr. Daniel. Pendidikan Agama Kristen Dewasa. Bandung: Jurnal Info

    Media, 2008.

    O. Richards, Lawrence. Youth Ministry is Renewal in The Local Church. Michigan:

    Zondervan Publishing, 1972.

    Permata GBKP Pusat. Pokok-pokok Peraturan Rumah Tangga dan Garis Besar Pelayanan

    Permata GBKP 2010-2014.

  • 37

    R, Peacocke, A.. The Christian Faith in a scientific era. Religious Education (Psikologi

    perkembangan). Jakarta: Erlangga, 1999.

    S. Kembaren, Gunawan & Eva HandayaniS. Gurkie. Bunga Rampai; Sejarah Permata

    GBKP; Dahulu, Sekarang dan yang akan datang. Sibolangit: Chek-Pro, 1998.

    Sanjaya, Prof. Dr. H. Wina, M.Pd. Kurikulum dan Pembelajaran; Teori dan Praktik

    Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana

    Predana Media Group, 2008.

    Santrock, John W. Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995.

    Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif; Dasar-dasar. Jakarta: PT Indeks, 2012.

    Sumiyatiningsih, Dr. Dien. Mengajar dengan Kreatif dan Menarik. Yogyakarta: ANDI,

    2006.

    Slattery, Patrick. Curricilum Development in the Postmodern Era. New York & London:

    Garland Publishing, Inc, 1995.

    White, Roger Crombie. Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice.

    Jakarta: Grasindo, 2005.

    Wyckoff, D. Campbell. Theory and Design of Christian Education Curriculum.

    Philadelphia: The Westminster Press, 1961.

    Fred Joob. Introducton for Christian Education.

    http://www.gbkp.or.id/index.php/tentang-gbkp/visi-misi diakses pada tanggal 20 Agustus

    2013 pada pukul 17.58 WIB

    http://www.gbkp.or.id/ diakses pada tanggal 04 April 2013, pada pukul 14.25 WIB

    http://www.gbkp.or.id/index.php/tentang-gbkp/visi-misihttp://www.gbkp.or.id/