kosakata bahasa melayu jambi dalam penamaan rupabumi

12
73 KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI The Vocabulary of Jambi Malay Language Used for Naming Topography. Ristanto, Sarwono Kantor Bahasa Jambi Jalan Arif Rahman Hakim No. 101, Telanaipura, Jambi Pos-el: [email protected], [email protected] (Diterima, 17 Mei, Disetujui, 10 Juni 2018) Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kosakata bahasa Melayu Jambi yang digunakan untuk penamaan rupabumi. Masalah dalam penelitian ini adalah “Kosakata bahasa Melayu Jambi apa saja yang digunakan dalam penamaan rupabumi?” Metode yang digunakan yaitu deskriptif. Sumber data berupa bahasa Melayu Jambi lisan dan tulisan. Metode pengambilan data menggunakan metode simak. Hasil penelitian ini berupa penamaan taman, kebun, hotel, perumahan, restoran, toko, dan kantor dapat menggunakan kosakata bahasa Melayu Jambi. Penamaan taman dan kebun dapat menggunakan kosakata bahasa Melayu Jambi seperti taman, kebon, rimbo, ilok ‘indah atau cantik’, jeramba ‘jembatan’, payo ‘rawa’, pematang ‘sungai’, roban ‘kandang’,talang ‘kebun’, nio ‘kelapa’, dan buluh ‘bambu’. Penamaan hotel dapat menggunakan kata serambi ‘kamar’, tengganai ‘ruang pertemuan’, penteh ‘loteng’, gaho ‘dapur’, dan masinding ‘tempat pertemuan’. Penamaan perumahan dapat menggunakan kata jelutung, telanaipura, buluran, dan selincah. Penggunaan nama tokoh cerita seperti Tapah Malenggang, si Guntang, dan Sati Menggung. Penamaan restoran, toko, dan kantor dapat menggunakan kata tepek, nio, tekuyung, ibat, kawo, pudu, dan lempok. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan kosakata daerah untuk penamaan rupabumi dapat mengembangkan dan melestarikan bahasa Melayu Jambi. Selain itu, pemanfaatan kosakata daerah dapat menumbuhkan kecintaan terhadap budaya dan tradisi lokal, sehingga akan melahirkan perilaku santun, arif, dan bermartabat. Kata Kunci: kosakata, bahasa, Jambi, rupabumi Abstract This study aims to describe the vocabulary of Jambi Malay language used for naming topography. The problem in this study is “What kind of Malay Jambi vocabulary used in naming topography?” The method used is descriptive. The data source is Malay Jambi oral and written language. Data of this research collected by using listening methods. The results of this research are the naming of parks, gardens, hotels, housing, restaurants, shops, and offices can use the Malay Jambi language vocabulary. Naming parks and gardens can use Malay Jambi language vocabulary, such as taman (park), kebon (garden), rimbo (jungle), ilok (pretty or beautiful or beautiful), jeramba (bridge), payo (swamp), pematang (embankment), roban (cage), talang (garden), nio (coconut),

Upload: others

Post on 13-Jan-2022

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

73

KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

The Vocabulary of Jambi Malay Language Used for Naming Topography.

Ristanto, Sarwono

Kantor Bahasa Jambi

Jalan Arif Rahman Hakim No. 101, Telanaipura, Jambi

Pos-el: [email protected], [email protected]

(Diterima, 17 Mei, Disetujui, 10 Juni 2018)

AbstrakPenelitian ini bertujuan mendeskripsikan kosakata bahasa Melayu Jambi yang digunakan untuk penamaan rupabumi. Masalah dalam penelitian ini adalah “Kosakata bahasa Melayu Jambi apa saja yang digunakan dalam penamaan rupabumi?” Metode yang digunakan yaitu deskriptif. Sumber data berupa bahasa Melayu Jambi lisan dan tulisan. Metode pengambilan data menggunakan metode simak. Hasil penelitian ini berupa penamaan taman, kebun, hotel, perumahan, restoran, toko, dan kantor dapat menggunakan kosakata bahasa Melayu Jambi. Penamaan taman dan kebun dapat menggunakan kosakata bahasa Melayu Jambi seperti taman, kebon, rimbo, ilok ‘indah atau cantik’, jeramba ‘jembatan’, payo ‘rawa’, pematang ‘sungai’, roban ‘kandang’,talang ‘kebun’, nio ‘kelapa’, dan buluh ‘bambu’. Penamaan hotel dapat menggunakan kata serambi ‘kamar’, tengganai ‘ruang pertemuan’, penteh ‘loteng’, gaho ‘dapur’, dan masinding ‘tempat pertemuan’. Penamaan perumahan dapat menggunakan kata jelutung, telanaipura, buluran, dan selincah. Penggunaan nama tokoh cerita seperti Tapah Malenggang, si Guntang, dan Sati Menggung. Penamaan restoran, toko, dan kantor dapat menggunakan kata tepek, nio, tekuyung, ibat, kawo, pudu, dan lempok. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan kosakata daerah untuk penamaan rupabumi dapat mengembangkan dan melestarikan bahasa Melayu Jambi. Selain itu, pemanfaatan kosakata daerah dapat menumbuhkan kecintaan terhadap budaya dan tradisi lokal, sehingga akan melahirkan perilaku santun, arif, dan bermartabat.

Kata Kunci: kosakata, bahasa, Jambi, rupabumi

AbstractThis study aims to describe the vocabulary of Jambi Malay language used for naming topography. The problem in this study is “What kind of Malay Jambi vocabulary used in naming topography?” The method used is descriptive. The data source is Malay Jambi oral and written language. Data of this research collected by using listening methods. The results of this research are the naming of parks, gardens, hotels, housing, restaurants, shops, and offices can use the Malay Jambi language vocabulary. Naming parks and gardens can use Malay Jambi language vocabulary, such as taman (park), kebon (garden), rimbo (jungle), ilok (pretty or beautiful or beautiful), jeramba (bridge), payo (swamp), pematang (embankment), roban (cage), talang (garden), nio (coconut),

Page 2: KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

74

Mlangun Jurnal Ilmiah Kebahasaan & KesastraanVolume 15, Nomor 1, Juni 2018

and buluh (bamboo). The naming of hotels can use the word ‘serambi’ (bedroom), tengganai (meeting room), penteh (attic), gaho (kitchen), and masinding (meeting place). The namingof housing can use the word jelutung, telanaipura, buluran, and selincah. It is also used for the names of the story’s characters, such as Tapah Malenggang, si Guntang, and Sati Menggung. The naming of restaurants, shops, and offices can also use the word tepek, nio, tekuyung, ibat, kawo, pudu, and lempok. The conclusion of this research is the utilization of local vocabulary for naming topography can develop and preserve Jambi Malay language. In addition, the utilization of local vocabulary is able to foster the sense of belonging and love toward local culture and traditions so that it will bear the behavior of polite, wise, and dignified.

Keywords: vocabulary, language, Jambi, topography

I. PENDAHULUAN

Kosakata adalah himpunan kata yang

diketahui oleh seseorang atau kelompok.

Kosakata juga berarti perbendaharaan.

Pendapat ini dikemukakan oleh Alwi (2003)

yang mengemukakan bahwa kosakata

adalah perbendaharaan kata. Sementara itu,

Kridalaksana(1992) berpendapat kosakata

adalah kekayaan kata yang dimiliki oleh

seseorang. Jadi pada dasarnya kosakata adalah

perbendaharaan kata yang terdapat pada suatu

bahasa. Kosakata bahasa Melayu Jambi berati

kumpulan kata-kata yang digunakan secara

turun-temurun oleh masyarakat Melayu Jambi.

Kosakata sangat penting pada suatu bahasa

karena berfungsi sebagai daya ungkap dalam

mengemukakan pikiran. Suatu bahasa akan

mempunyai peran penting jika bahasa tersebut

mampu menjadi alat untuk mengungkapkan

ide dan pikiran terutama pada bidang ilmu

pengetahuan, teknologi, ekonomi, seni, budaya,

dan politik.

Istilah rupabumi digunakan pada Peraturan

Presiden Nomor 112 Tahun 2006 tentang

Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi.

Rupabumi adalah bagian dari permukaan bumi

yang dapat dikenal identitasnya sebagai unsur

alam dan unsur buatan manusia, misalnya

sungai, danau, gunung, tanjung, desa, dan

bendungan. Nama rupabumi adalah nama yang

diberikan pada bagian-bagian rupabumi baik

yang bersifat alamiah maupun yang bersifat

buatan. Nama rupabumi yang bersifat alami

seperti gunung, pegunungan, bukit, daratan,

lembah, danau, sungai, muara, selat, laut, dan

pulau. Nama rupabumi unsur buatan separti

dam, gedung, taman, kampung, kantor, pasar,

waduk, jalan, jembatan, kota, hotel, bandara,

pelabuhan, bendungan, kawasan administrasi

(provinsi, kabupaten, kecamatan, kota, desa),

kawasan cagar alam, kawasan konservasi,

taman nasional, dan kawasan permukiman.

Nama rupabumi unsur buatan seperti gedung,

kantor, dan hotel di dalamnya termasuk nama

ruangan dan kamar.

Nama pada dasarnya adalah identitas

yang berguna untuk memudahkan manusia

dalam berinteraksi . Nama rupabumi

merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari kehidupan manusia. Pembuatan nama

rupabumi akan terus berkembang seiring

dengan perkembangan kebutuhan manusia.

Pemberian nama rupabumi ini penting karena

dapat dipakai sebagai acuan bagi pemerintah,

masyarakat, media massa, buku pelajaran

sekolah, perencana, dan pembuat peta.

Nama rupabumi yang ada di Provinsi

Jambi akan menunjukkan identitas masyarakat

Page 3: KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

75

Kosakata Bahasa Melayu...Ristanto, Sarwono

Jambi. Sebuah nama rupabumi mengandung

makna sejarah dan mencerminkan peradaban

masyarakatnya. Aspek budaya juga bisa

memengaruhi pemberian nama rupabumi.

Pemberian nama rupabumi tidak boleh

dilakukan secara sembarangan karena dapat

menghilangkan identitas dan sejarah suatu

tempat. Penamaan yang keliru, misalnya

menggunakan istilah asing juga dapat

merugikan jati diri daerah. Oleh sebab itu, penting menggunakan nama-nama daerah

(lokal) agar tidak mengubah ikatan sejarah dan

mengaburkan identitas.

Pemberian nama rupabumi pada dasarnya

berdasarkan keadaan lingkungan setempat,

terutama berdasarkan penglihatan. Pemberian

nama berdasarkan apa yang dilihat seperti,

Kecamatan Nipahpanjang, Kelurahan

Rengascondong, Desa Sungaibuluh, dan Desa

Teluk Kijing. Pemberian nama juga diciptakan

berdasarkan legenda seperti Telanaipura,

Sungaiputri, dan Mayangmangurai.

M a s y a r a k a t s e h a r u s n y a d a p a t

memanfaatkan kosakata bahasa Melayu

Jambi dalam memberikan nama rupabumi

khususnya nama rupabumi yang bersifat

buatan seperti nama jalan, jembatan, gedung,

taman, permukiman, kampung, kantor, pasar,

dan bangunan. Pemberian nama ini diharapkan

dapat memperkuat jati diri daerah Jambi.

Untuk itu, jangan sampai nama-nama asing

menggantikan nama-nama lokal.

Masalah dalam penelitian ini yaitu (1)

kosakata bahasa Melayu Jambi apa saja yang

dapat digunakan dalam penamaan taman dan

hotel?, (2) kosakata bahasa Melayu Jambi apa

saja yang dapat digunakan dalam penamaan

perumahan?, (3) kosakata bahasa Melayu

Jambi apa saja yang dapat digunakan dalam

penamaan peusat perbelanjaan dan restoran?

Tujuan pene l i t i an in i ya i tu (1 )

mendeskripsikan kosakata bahasa Melayu

Jambi yang dapat digunakan dalam penamaan

taman dan hotel, (2) mendeskripsikan

kosakata bahasa Melayu Jambi yang dapat

digunakan dalam penamaan perumahan, (3)

mendeskripsikan kosakata bahasa Melayu

Jambi yang dapat digunakan dalam penamaan

pusat perbelanjaan dan restoran.

Kajian tentang penamaan rupabumi

telah dilakukan di antaranya, Cerita Rakyat Penamaan Desa di Kerinci (Irzal Amin dkk., 2013, hlm. 31—41). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penamaan desa-desa di

Kabupaten Kerinci banyak didasarkan pada

cerita rakyat yang berkembang di daerah

tersebut.

Sementara itu, penelitian yang berjudul

Nama Tempat yang Berhubungan dengan Air: Tinjauan Antropolinguistik (Umi Kalsum,

dkk.) mengungkapkan bahwa nama-nama

tempat, terutama kompleks perumahan, banyak

yang terasa asing dan banyak istilah-istilah

asing yang dipakai yang menyertai nama-

nama tersebut, seperti estate, garden, graha, regency, resort, vi/a, dan walk. Padahal, nenek-

moyang kita sudah memberi contoh yang baik

tentang penamaan daerahnya yang didasarkan

pada ciri geografis, sejarah, kehidupan sosial dan budaya. Ciri nama yang didasarkan pada

hal tersebut tercermin dalam nama tempat di

Kota Bandung yang berhubungan dengan air.

Berdasarkan penelitian terdahulu,

penelitian terkait penamaan rupabumi

telah banyak dilakukan. Penelitian tersebut

berpusat pada penamaan tempat. Namun

demikian, penelitian terkait kosakata bahasa

Melayu Jambi dalam penamaan rupabumi,

Page 4: KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

76

Mlangun Jurnal Ilmiah Kebahasaan & KesastraanVolume 15, Nomor 1, Juni 2018

sepengetahuan peneliti belum dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang

berhubungan dengan permassalahan tersebut.

Kerangka Teori

Penamaan rupabumi dapat digunakan

untuk mempelajari aspek budaya setempat

s eh ingga s anga t d ipe r lukan un tuk

melestarikan warisan budaya bangsa. Bahasa

yang digunakan dalam penamaan rupabumi

menunjukkan kekayaan budaya suatu bangsa.

Penamaan suatu daerah itu bersifat arbitrer,

tetapi ada makna dibalik nama tempat tersebut.

Penamaan rupabumi mengandung nilai-

nilai kehidupan atau filosofis yang menjadi ciri khas bahasa dan masyarakat daerah.

Ada dua pengalaman yang dipertimbangkan

untuk nama tempat. Pertama, pertimbangan

yang dihasilkan oleh proses-proses alam dan

nama dari hasil rekayasa manusia. Kedua,

pemberian nama tempat mungkin didasarkan

pada gagasan, harapan, cita-cita, dan citra

rasa manusia terhadap tempat tersebut. Hal

ini dimaksudkan agar sesuai dengan apa yang

dikehendakinya. Nama merupakan sebuah

simbol dari sebuah kebudayaan (Prihadi,

2015). Nama merupakan kata yang menjadi

label bagi setiap makhluk, benda, aktivitas,

dan peristiwa di dunia. Nama muncul dalam

kehidupan manusia yang kompleks dan

beragam. Ketika manusia mendiami suatu

wilayah, mereka cenderung memberi nama

pada semua unsur rupabumi, seperti nama

sungai, gunung, lembah, pulau, teluk, atau

selat yang berada di wilayahnya. Bahkan,

manusia juga cenderung memberi nama

pada daerah yang ditempatinya, seperti nama

permukiman, nama desa, nama kampung,

nama hutan, dan nama kota. Tujuan

pemberian nama pada unsur rupabumi itu

ialah untuk diidentifikasi, dijadikan patokan, atau dijadikan sebagai sarana komunikasi

antarsesama manusia.

Nama rupabumi dapat mengacu pada

setiap tempat, unsur atau area di atas muka

bumi. Menurut Sudaryat (2009) penamaan

tempat atau rupabumi memiliki tiga aspek,

yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek

kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan.

Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh

terhadap cara penamaan tempat dalam

kehidupan masyarakat. Aspek wujudiah

atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan

kehidupan manusia yang cenderung menyatu

dengan bumi sebagai tempat berpijak dan

lingkungan alam sebagai tempat hidupnya

(Sudaryat, 2009). Dalam kaitannya dengan

penamaan kampung, masyarakat memberi

nama kampung berdasarkan aspek lingkungan

alam yang dapat dilihat. Sudaryat membagi

lingkungan alam tersebut ke dalam tiga

kelompok, yaitu (1) latar perarian (hidrologis);

(2) latar rupabumi (geomorfologis); (3)

latar lingkungan alam (biologis-ekologis).

Ruspandi dan Mulyadi (2014) menyatakan

bahwa penamaan pupabumi dilatarbelakangi

aspek fisikal, aspek sosial, dan aspek kultural. Aspek fisikal meliputi (1) unsur biologis; (2) unsur hidrologis; dan (3) unsur geomorfologis.

Aspek sosial meliputi (1) tempat spesifik;

(2) aktivitas masa lampau; (3) harapan; (4)

nama bangunan bersejarah; dan (5) nama

tokoh. Aspek kultural yaitu legenda/cerita

rakyat. Saerheim (2014) dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa penamaan tempat

disesuaikan dengan tradisi budaya lokal

setempat. Penamaan juga dapat berdasarkan

tradisi lisan dari mitos ceritarakyat yang

Page 5: KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

77

Kosakata Bahasa Melayu...Ristanto, Sarwono

sudah secara turun temurun diwariskan nenek

moyang.

Pengalaman manusia terhadap tempat

menjadi sangat bermakna, sehingga manusia

menamai tempat sesuai dengan pengalaman

yang dirasakan. Nama yang telah diberikan

terhadap tempat diturunkan secara horizontal

dan selanjutnya secara vertikal dari generasi ke

generasi. Penurunan informasi antargenerasi

membuat penamaan tempat memiliki

nilai kultural. Mempertahankan nama

tempat dari waktu ke waktu membutuhkan

kekuatan kearifan lokal yang tinggi, karena

mempertimbangkan nilai historis daripada

dinamika ruang. Penamaan rupabumi suatu

tempat merupakan sebagai hasil budaya

secara historis dan simbolis. Menurut

Liliweri (2014, hlm. 7-8) “budaya secara

historis adalah bawaan sosial atau tradisi

yang melewati generasi yang lalu ke generasi

masa depan dan budaya secara simbolis

adalah pendasaran makna yang ditetapkan

bersama oleh masyarakat”. Penamaan suatu

tempat merupakan kesepakatan bersama dan

diturunkan antargenerasi. Sehingga untuk

mengetahui makna dari sebuah nama tempat

membutuhkan kajian budaya secara historis

dan simbolis. Halini selaras dengan pandangan

Danandjaja (1994), bahwa salah satu fungsi

folklor berkaitan dengan toponimi ini adalah

sebagai sistem proyeksi (projective system)

yakni sebagai alat perncerminan angan-angan

suatu kolektif. Selain itu toponimi juga sangat

dipengaruhi oleh faktor geografis (hidrologis, morfologis, biologis, dankondisi fisik alam lainnya), sehingga penamaan tempat dapat

dikatakan berdasarkan kondisi geografis, nilai historis, dan simbolis.

Metode Penelitian

Penelitian Kosakata Bahasa Melayu

Jambi dalam Penamaan Rupabumi pada

dasarnya menggunakan metode deskriptif.

Metode deskriptif dipahami sebagai metode

yang menekankan pada kualitas data alami.

Maksudnya, metode yang digunakan semata-

mata berdasarkan fakta kebahasaan yang

ada. Metode ini menggambarkan fenomena

yang terjadi pada masyarakat penuturnya

secara empiris. Hal ini sesuai dengan pendapat

Djajasudarma (1993) mengatakan bahwa data

yang digunakan bersifat akurat dan alamiah.

Data yang dihasilkan berupa deskripsi

yang tidak mempertimbangkan benar-salah

penggunaan bahasa oleh penuturnya, dalam hal

ini bahasa Melayu Jambi. Selain itu, Penelitian

deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang

ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-

fenomena yang ada, baik fenomena alamiah

maupun fenomena buatan manusia. Menurut

Sukmadinata (2006, hlm. 72) fenomena itu

dapat berupa bentuk, aktivitas, karakteristik,

perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaan

antara fenomena yang satu dengan fenomena

yang lainnya. Penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan

menginterpretasi sesuatu, misalnya kondisi

atau hubungan yang ada, pendapat yang

berkembang, proses yang sedang berlangsung,

akibat atau efek yang terjadi, atau tentang

kecenderungan yang tengah berlangsung.

Langkah-langkah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut. Pertama, melakukan

studi pustaka berhubungan dengan teori dan

konsep kajian. Kemudian dilanjutkan dengan

pengumpulan data dari berbagai sumber baik

lisan maupun tulisan. Selanjutnya, setelah

data terkumpul, penulis mencatat data

Page 6: KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

78

Mlangun Jurnal Ilmiah Kebahasaan & KesastraanVolume 15, Nomor 1, Juni 2018

yang sekiranya diperlukan atau dianggap

penting sebagai sumber informasi. Langkah

selanjutnya adalah menelaah data, termasuk

di dalamnya mereduksi data yang tidak

diperlukan. Setelah itu data disusun dan

dianalisis. Langkah terakhir adalah membuat

simpulan terhadap penelitian tersebut.

Data merupakan sumber informasi yang

didapatkan oleh penulis melalui penelitian

yang dilakukan. Data yang diperoleh nantinya

akan diolah sehingga menjadi informasi baru

yang dapat dimanfaatkan oleh pembacanya.

Dalam penelitian ini, data diperoleh

melalui dua sumber yaitu data primer dan

data sekunder. Data primer yaitu data yang

diperoleh secara langsung dari informan.

Dalam penulisan ini, data primer diperoleh

melalui hasil wawancara dengan informan.

Penetapan informan dengan menggunakan

purposive sampling atau sampel bertujuan.

Wawancara dilakukan dengan sebelas

orang enam orang laki-laki dan lima orang

perempuan. Wawancara dilengkapi dengan

cacatan tertulis dan menggunakan alat bantu

rekam telepon seluler. Data sekunder yaitu data

yang diperoleh penulis untuk mendukung data

primer. Data sekunder ini seperti buku-buku

mengenai teori-teori bahasa, budaya Jambi,

dan buku-buku lain sejenis yang berhubungan

dengan masyarakat Jambi. Data yang dijadikan

sumber dalam penelitian ini ialah bahasa

Melayu Jambi lisan dan tulisan. Data tulis

diperoleh dari koran daerah, tabloid, majalah,

internet, dan juga monografi yang memuat

informasi yang diperlukan. Sumber data

tertulis perlu digunakan karena beberapa nama

telah sering dipublikasikan, terutama nama

kecamatan, kelurahan, dan nama kampung.

Data lisan diperoleh dari informan-informan

yang mengetahui nama dan maknanya melalui

diskusi dan wawancara. Ragam lisan ini

lebih diutamakan karena merupakan data

primer. Kriteria dalam menentukan informan

berdasarkan teori Djajasudarma. Kriteria

informan tersebut antara lain: (1) keturunan

orang Melayu Jambi dan berbahasa ibu bahasa

Melayu Jambi, (2) menguasai bahasa Melayu

Jambi dan bahasa Indonesia, (3) memiliki alat

artikulasi yang baik, (4) sudah dewasa, dan (5)

bertempat tinggal di Provinsi Jambi. Jumlah

informan dalam penelitian ini sebanyak

sebelas orang. Informan tersebut berasal dari

sembilan kabupaten dan dua kota madya.

Metode pengambilan data dalam penelitian

ini menggunakan metode simak. Metode

simak merupakan metode untuk menyimak

penggunaan bahasa. Di dalam metode simak

digunakan teknik simak. Sudaryanto (1988)

mengatakan bahwa teknik merupakan cara

melaksanakan metode. Teknik-teknik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

pancing dan teknik catat. Teknik pancing

digunakan untuk memancing munculnya

data yang diinginkan peneliti. Teknik catat

digunakan untuk mencatat data pada ‘kartu

data’. Setelah dilakukan pencatatan dan

pengartuan, kemudian dilanjutkan dengan

klasifikasi data dan analisis data.Metode pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ialah metode wawancara

(interview method) dan studi pustaka. Pada

prinsipnya, metode wawancara adalah metode

penyediaan data dengan cara tanya jawab antara

peneliti dengan informan secara langsung.

Penulis dalam penelitian ini menggunakan

teknik wawancara terstruktur yaitu wawancara

menggunakan daftar pertanyaannya yang telah

disusun sebelumnya. Penulis menggunakan

Page 7: KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

79

Kosakata Bahasa Melayu...Ristanto, Sarwono

wawancara terstruktur agar pertanyaan lebih

terfokus, sehingga data yang diperoleh tidak

akan melenceng dari pokok permasalahan.

Studi pustaka merupakan metode pengumpulan

data yang diarahkan kepada pencarian data

dan informasi melalui dokumen-dokumen,

baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar,

maupun dokumen elektronik yang dapat

mendukung dalam proses penulisan. ”Hasil

penelitian juga akan semakin kredibel apabila

didukung foto-foto atau karya tulis akademik

dan seni yang telah ada. ”(Sugiyono, 2012,

hlm. 83). Studi pustaka merupakan langkah

awal dalam metode pengumpulan data. Studi

pustaka merupakan metode pengumpulan data

yang diarahkan kepada pencarian data dan

informasi melalui dokumen-dokumen, baik

dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun

dokumen elektronik yang dapat mendukung

dalam proses penulisan.”Hasil penelitian juga

akan semakin kredibel apabila didukung foto-

foto atau karya tulis akademik dan seni yang

telah ada.”(Sugiyono,2012, hlm. 83).

Observasi merupakan langkah kedua dalam melakukan pengumpulan data setelah

penulis melakukan studi pustaka. Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan

cara melakukan pengamatan tentang keadaan

yang ada di lapangan. Dengan melakukan

observasi, penulis menjadi lebih memahami

tentang subjek dan objek yang sedang diteliti.

Wawancara merupakan langkah yang diambil

selanjutnya setelah observasi dilakukan.

Wawancara atau interviu merupakan teknik

pengumpulandata dengan cara bertatap muka

secara langsung antara pewawancara dengan

informan. Wawancara dilakukan jika data yang

diperoleh melalui observasi kurang mendalam.

Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan

(Sugiyono,2012, hlm. 72) bahwa “wawancara

digunakan sebagai teknik pengumpulan data

apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari

informan yang lebih mendalam”.

Adapun langkah pengumpulan data

adalahmencatat semua nama rupabumi

di wilayah Jambi, terkait dengan proses

penamaan. Pada tahap analisis data,

penelitian ini dianalisis secara kuantitatif

dengan cara mengelompokan nama–nama

wilayahperkampungan di ProvinsiJambi

kemudian mengklasifikasikanya serta

memetakan sejarah penamaan perkampungan

tersebut. Hasil penelitian ini akan disajikan

secara deskriptif.

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penamaan Taman dan Hotel

Saat ini sedang marak munculnya

penamaan rupabumi yang menggunakan

bahasa asing. Penamaan taman misalnya

ada nama Pedestrian Jomblo, Jambi Garden City, dan Jambi Paradise. Penamaan tersebut

dapat menggunakan kosakata daerah Jambi

seperti menggunakan kata taman, kebon,

rimbo, dan ilok ‘indah atau cantik’. Kita dapat

menggali kembali penggunaan kosakata yang

berhubungan dengan alam. Kosakata seperti

jeramba ‘jembatan’, payo ‘rawa’, pematang

‘sungai’, roban ‘kandang’, talang ‘kebun’, nio

‘kelapa’, dan buluh ‘bambu’ sangat menarik

digunakan untuk nama taman, kebun, dan

rumah makan.

Penamaan hotel masih didominasi oleh

bahasa asing seperti Grand Hotel, Golden Harvest Hotel, Aston Jambi Hotel, Swiss-Belhotel Jambi, Abadi Suite Hotel, dan

Wiltop Hotel Jambi. Penamaan hotel yang

menggunakan ciri daerah Jambi juga ada

Page 8: KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

80

Mlangun Jurnal Ilmiah Kebahasaan & KesastraanVolume 15, Nomor 1, Juni 2018

seperti Hotel Tepian Angso, Hotel Bungo

Kincai, Hotel Putri Pinang Masak, dan Hotel

Tepian Batanghari tetapi penamaan seperti itu

masih terbatas. Kosakata yang berhubungan

dengan rumah terasa sangat unik. Bagian-

bagian rumah yang dapat dimanfaatkan untuk

penamaan seperti larik ‘rumah orang Kerinci’,

buncu ‘sudut atau pojok’, kejang lako ‘rumah

adat suku Batin’, jogan ‘tempat istirahat dan

meletakkan air’, serambi ‘kamar’, pelamban

‘ruang untuk mencuci piring, menjemur

pakaian, dan menyimpan peralatan’, laren

‘tempat menerima tamu’, garang ‘ruangan

untuk menumbuk padi’, tengganai ‘ruang

pertemuan’, penteh ‘loteng’, gaho ‘dapur’,

dan masinding ‘ tempat pertemuan’,

bakholek ‘penganten’, bungo ‘bunga’, dan

balumbun ‘banyak’. Kosakata tersebut dapat

dimanfaatkan untuk nama hotel dan bagian-

bagian dari hotel seperti kamar, dapur, dan

ruangan.

Penamaan Perumahan

Penamaan nama perumahan banyak yang

menggunakan kosakata asing. Hal ini jika

tidak segera ditangani, tentu akan mengancam

keberadaan bahasa daerah Jambi. Penggunaan

istilah asing juga dapat mereduksi budaya

daerah. Perumahan menggunakan nama-

nama asing seperti Citra Raya City Mendalo, Lazio Residence, Green Golf Residence, Argentina Residence, Parma Residence, Monaco Residence, Arsenal Estate, Liverpool Estate, Aston Regency, Barcelona Regency, dan Atalanta Regency. Nama wilayah seperti

nama kabupaten, kecamatan, dan kelurahan

dapat dimanfaatkan sebagai nama perumahan.

Kosakata seperti jambi, mayang, kenali,

selincah, telanaipura, buluran, aurduri, dan

masurai dapat menunjukkan identitas daerah

atau wilayah.

Penggunaan nama-nama pahlawan sebagai

nama perumahan dapat menjadi pilihan.

Nama-nama pahlawan yang bisa dijadikan

nama perumahan seperti nama Sultan Thaha

Syaifuddin, Kolonel Abunjani, Depati Parbo,

Raden MatTahir, H. Abdul Manap, Makallam,

Mayjen A. Thalib, Letnan Kolonel Teuku

Mohd Isya, Mayor H. Syamsuddin Uban,

Orang Kayo Hitam, Putri Pinang Masak, Raden Pamuk, Raden Perang, OrangKayo Pingai, dan Sersan Zuraida. Selama ini nama-

nama pahlawan lebih banyak digunakan

sebagai nama jalan. Nama pahlawan yang

digunakan pada penamaan rumah sakit,

sekolah, universitas, masjid, dan gedung

masih belum optimal. Nama perumahan juga

dapat menggunakan nama pahlawan, tokoh

kerajaan, dan tokoh cerita yang ada di daerah.

Pahlawan dari daerah yang dapat dimanfaatkan

untuk nama perumahan seperti Letnan Satu

Lebay Hasan, Nurdin Hamzah, K.H.M.

Daud Arief, Prof. DR.H.M. Chatib Quzwain,

Ahmad Ripin, dan H. Hanafie. Tokoh-tokoh kerajaan seperti Datuk Paduko Berhalo, Putri

Mayang Mangurai, Temenggung Merah Mato,

Datuk Darah Putih, Datuk Temenggung Rajo

Api, Datuk Lengkui, Orang Kayo Kadataran, Orang Kayo Gemuk, Raden Ahmad, Raden Kusen, dan Panglima Betung Besalai (Raden

Saman). Tokoh-tokoh cerita rakyat Jambi

yang selama ini belum dikenal secara luas juga

dapat digunakan seperti Tapah Malenggang, si

Guntang, si Gombok, Tapa Malenggang, Tapa

Kudung, Tapa Tima, dan Sati Menggung. Nama

perumahan juga dapat menggunakan kata

griya, gerha, puri, hunian, bumi, pondok, vila,

atau kediaman.Nama-nama perumahan yang

Page 9: KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

81

Kosakata Bahasa Melayu...Ristanto, Sarwono

memanfaatkan kosakata daerah Jambi seperti

Perumahan Puri Masurai, Puri Mayang, Griya

Kenali Asri, Perumahan Selincah Permai, dan

Perumahan Aurduri Permai. Nama perumahan

yang memanfaatkan kosakata lokal seperti itu

akan mempertahankan identitas daerah Jambi.

Penamaan Pusat Perbelanjaan dan

Restoran

Nama-nama pusat perbelanjaan yang

menggunakan kosakata asing seperti Jambi Town Square (Jamtos), Jambi Prima Mall, Wiltop Trade Center (WTC), dan Batanghari Business Center (BBC). Pusat-pusat

perbelanjaan tersebut dapat menggunakan

kosakata lokal seperti Simpang Tiga Kota

Jambi untuk Jambi Town Square (Jamtos),

Mal Prima Jambi untuk Jambi Prima Mall, Pusat Perbelanjaan Wiltop Jambi untuk

Wiltop Trade Center (WTC), dan Pusat Bisnis

Batanghari untuk Batanghari Business Center

(BBC).

Nama-nama restoran masih banyak

yang menggunakan istilah asing terutama

penggunaan kata restaurant (belum

diindonesiakan). Kata restaurant dapat

dipadankan menjadi restoran. Penggunaan

nama asing pada nama restoran seperti,

Restaurant Happy Family, Jump Bee Squce, Restaurant Hollywood, Restaurant Jumbo, Restaurant Holala, Restaurant Lucky Star, Restaurant Hongkong, dan Restaurant Shanghay . Penggunaan nama as ing

pada restoran cepat saji seperti Kentucky Fried Chicken, Texas Fried Chicken, dan

California Fried Chicken. Pusat jajanan yang

menggunakan istilah asing seperti WTC Food Court, Dast Ramayana Food Court, dan

Matahari Food Bazaar termasuk toko roti

seperti Saimen Bakery, Christine Bakery, Shinta Bakery, dan Bread One. Penamaan

restoran, toko roti, dan pusat jajanan dapat

menggunakan kosakata daerah Jambi

sepertikata tepek, nio, tekuyung, ibat, kawo, pudu, dan lempok. Istilah tepek merujuk pada

gulai tepek ikan yaitu makanan khas daerah

Jambi yang berbahan dasar ikan gabus atau

ikan tenggiri. Kata nio ‘kelapa’ berasal dari

sambal nio yaitu sambal yang terbuat dari

parutan kelapa, sambal ini adalah sambal

khas Dusun Rantau Embacang, Kecamatan

Tanah sepenggal lintas, Kabupaten Bungo.

Begitu juga istilah tekuyung ‘siput sungai‘

berasal dari gulai tekuyung. Istilah ibat berasal

dari nasi ibat, yaitu nasi khas Desa Semabu,

Kabupaten Tebo. Nasi ibat mampu bertahan

tiga hari walaupun tanpa pengawet. Kata kawo

berasal dari air kawo yaitu air yang berasal dari

tunas muda pohon kopi. Air kawo merupakan

minuman khas dari Kabupaten Kerinci. Kata

pudu berasal dari pudu ikan yaitu masakan

yang bahan utamanya ikan kelemak. Masakan

ini merupakan makanan khas orang Batin dan

Penghulu yang ada di Kabupaten Sarolangun.

Kata lempok berasal dari lempok durian yaitu

jajanan khas daerah Jambi.

Selain dari Kabupaten Kerinci, daerah

la in sepert i Kabupaten Sarolangun,

Kabupaten Merangin, Kabupaten Bungo,

Kabupaten Tanjungjabung Timur, Kabupaten

Muarojambi, Kabupaten Batanghari ,

Kabupaten Tebo, Kabupaten Merangin,

Kabupaten Tanjungjabung Barat, dan Kota

Madya Jambi juga memiliki seni, budaya,

dan tradisi yang kaya.Kabupaten Sarolangun

mempunyai tari liang asak, kisan, dan

mangkurberentak, tradisi lisannya seperti

kijang salai, anak imau, dan mantau. Tari

Page 10: KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

82

Mlangun Jurnal Ilmiah Kebahasaan & KesastraanVolume 15, Nomor 1, Juni 2018

liang asak ‘lubang kecil tempat menabur

benih’ adalah tari yang menggambarkan

proses menugal dan menanam padi. Tari kisan adalah tari yang menggambarkan masyarakat

dalam mengolah padi menjadi beras. Tari

mangkurberentak ‘mencangkul dan bergerak’

adalah tarian yang menggambarkan kebiasaan

masyarakat dalam menggarap lahan pertanian

dengan mencangkul dan menimbulkan

bunyi. Kabupaten Merangin mempunyai

tari burung daro, skin, dan lenggang kipas layang, dan ketalang petang. Tari burung daro ‘burung merpati’ adalah tari muda-mudi.

Tari skin ‘senjata tajam’ adalah tari yang

menggambarkan semangat kepahlawanan

dalam menghadapi musuh. Tari lenggang kipas layang adalah tari muda-mudi yang

menceritakan kegembiraan setelah bekerja.

Tari ketalang petang ‘ke ladang pada sore

hari’ adalah tari yang menggambarkan orang

yang akan bekerja ke ladang pada sore hari

dengan mengajak para bujang dan gadis.

Nama-nama tersebut dapat dimanfaatkan

untuk nama kamar, ruangan, dan bangunan.

Kabupaten Bungo mempunyai tari dan tradisi

lisan seperti tari tauh dan klik elang. Tradisi

lisannya seperti krinok, rampi-rampo, anak imau, dan dideng. Kabupaten Tanjungjabung

Timur mempunyai tari inai dan tradisi lisannya

kelintang perunggu. Kabupaten Muarojambi

mempunyai tradisi lisan zikir bardah dan

senandung jolo. Kabupaten Batanghari

mempunyai tradisi lisan bakohak dan dadung.

Kabupaten Tebo mempunyai tradisi lisan

seperti gandai, badudu,dan doak. Kabupaten

Merangin mempunyai tradisi lisan ketalang petang. Kabupaten Tanjungjabung Barat

mempunyai tradisi lisan musik piul tantang badendang. Kota Madya Jambi mempunyai

tradisi lisan kulintang anak. Tarian dari

Provinsi Jambi seperti tari sekapur sirih, selampit delapan, sekato, kelintang kayu, dan

serengkuh dayung. Nama-nama tarian dan

tradisi lisan tersebut belum dimanfaatkan,

bahkan masih banyak yang belum dikenal

oleh masyarakat. Penggunaan kosakata daerah

dapat melestarikan seni dan tradisi yang di

dalamnya banyak terdapat kearifan lokal.

Pemanfaatan kosakata daerah Jambi

dapat menggunakan nama-nama yang

berhubungan dengan Candi Muarojambi.

Kosakata yang berhubungan dengan candi

seperti kotomahligai, kedaton, gedong satu, gedong dua, gumpung, tinggi, kembar batu, astano, teluk satu, teluk dua, menapo

‘gundukan tanah’, kelari ‘nama kanal’, telago, prajnaparamita, dwarapala, gajahsimha, umpakbatu, lumpang, lesung batu, sengalo, dan bukit perak. Kosakata tersebut menarik

untuk digunakan sebagai nama ruangan,

toko, dan kamar. Penggunaan kosakata yang

berhubungan dengan candi dapat menarik

wisatawan untuk berkunjung ke Candi

Muarojambi.

Orang Kubu juga mempunyai kosakata yang menarik. Kosakata orang Kubu seperti

sialong ‘kayu kruing’, sentubung, tenggeris, jernang, tengganas, pedeho ‘lengkeng’,

mencong ‘mangga’, akokobu (embilia coreacea), akar satolu (pericamphylus glaucus), bungaron ‘hutan lebat’, moyang segayo, maalau sesat, beranjau ‘berjalan-

jalan’, kujur ‘tombak’, nangku ‘babi hutan’,

merapah, malim ‘pemimpin upacara’, sesap, belukor, benuaron ‘sumber makanan’, kenoan biso (tetrastigms lanceolaris), melangun ‘pindah’, hompongan ‘batas’, besale

‘memanggil dewa’, tumenggung, mangku,

Page 11: KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

83

Kosakata Bahasa Melayu...Ristanto, Sarwono

menti, piawang, sanak ‘saudara’ dan jenang. Kosakata tersebut belum dimanfaatkan secara

maksimal sebagai nama di Provinsi Jambi.

Penggunaan kosakata orang Kubu dapat

melestarikan tradisi dan budaya mereka.

Bahasa sering dianggap sebagai simbol

identitas kesukuan atau identitas kebangsaan.

Jadi, ketika seseorang kehilangan bahasanya,

itu berarti ia telah kehilangan identitas

etnis atau identitas kebangsaannya. Kata

mutur misalnya, kata ini digunakan untuk

mengungkapkan makan di antara waktu

sarapan dan waktu makan siang, biasanya

yang dimakan berupa ketan tumis atau ketupat

sayur. Istilah cuci kampung dapat digunakan

untuk memberi hukuman pada pasangan

muda-mudi yang berbuat zina yaitu dengan

membayar uang denda. Istilah cuci kampung

dapat juga digunakan untuk penggantian

para pejabat yang tidak berkualitas dengan

pejabat yang berkualitas secara massal. Kata

kompangan digunakan untuk nama gendang

pipih bundar, dibuat dari tabung kayu pendek,

ujungnya agak lebar, satu ujungnya diberi

tutup kulit.

III. SIMPULAN

Penamaan taman dan kebun dapat

menggunakan kosakata bahasa Melayu Jambi

seperti taman, kebon, rimbo, ilok ‘indah atau

cantik’, jeramba ‘jembatan’, payo ‘rawa’,

pematang ‘sungai’, roban ‘kandang’, talang

‘kebun’, nio ‘kelapa’, dan buluh ‘bambu’.

Penamaan hotel dan bagian-bagian dari hotel

seperti kamar, dapur, dan ruangan dapat

menggunakan kata seperti larik ‘rumah

orang Kerinci’, buncu ‘sudut atau pojok’,

kejang lako ‘rumah adat suku Batin’, jogan ‘tempat istirahat dan meletakkan air’, serambi

‘kamar’, pelamban ‘ruang untuk mencuci

piring, menjemur pakaian, dan menyimpan

peralatan’, laren ‘tempat menerima tamu’,

garang ‘ruangan untuk menumbuk padi’,

tengganai ‘ruang pertemuan’, penteh ‘loteng’,

gaho ‘dapur’, dan masinding ‘tempat

pertemuan’, bakholek ‘penganten’, bungo

‘bunga’, dan balumbun ‘banyak’.

Penamaan perumahan dapat menggunakan

kosakata bahasa Melayu Jambi seperti

nama kecamatan, kelurahan, pahlawan, dan

tokoh cerita. Penggunaan nama kecamatan

seperti jelutung, telanaipura dan kotabaru.

Penggunaan nama kelurahan seperti buluran,

kenali, dan selincah. Penggunaan nama

pahlawan seperti Sultan Thaha Syaifuddin,

Kolonel Abunjani, Depati Parbo, dan H. Abdul

Manap. Penggunaan nama tokoh cerita seperti

Tapah Malenggang, si Guntang, dan Sati

Menggung. Penamaan restoran, toko roti, dan

pusat jajanan dapat menggunakan kosakata

daerah Jambi seperti kata tepek, nio, tekuyung, ibat, kawo, pudu, dan lempok.

Pemanfaatan kosakata daerah terutama

kosakata daerah Jambi harus terus dilakukan

dalam usaha pengembangan dan pelestarian

bahasa daerah Jambi. Kosakata bahasa daerah

Jambi ternyata mempunyai keunikan dan

berisi nilai-nilai kearifan lokal yang tidak

dijumpai pada bahasa lain.Kosakata bahasa

daerah merupakan sumber dan benih kearifan

lokal. Oleh karena itu, kepunahan yang terjadi pada bahasa daerah berarti juga hilangnya

kearifan lokal yang ada pada budaya daerah.

Tradisi dan budaya lokal pada dasarnya adalah

cara berpikir dan berekspresi yang merupakan

warisan yang tak ternilai. Pemanfaatan kosakata

daerah Jambi dalam penamaan rupabumi

merupakan bentuk kecintaan terhadap budaya

Page 12: KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI

84

Mlangun Jurnal Ilmiah Kebahasaan & KesastraanVolume 15, Nomor 1, Juni 2018

dan tradisi lokal. Melestarikan budaya, tradisi,

dan kearifan lokal akan melahirkan perilaku

santun, arif, dan bermartabat.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

______________. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi III, cetakan VI.

Jakarta: Balai Pustaka.

Amin, Irzal. (2013) “Cerita Rakyat Penamaan

Desa Di Kerinci: Kategori Dan Fungsi

Sosial Teks”. Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajaran 1( 1), 31—41.

Danandjaja, J. (1994). Folklor Indonesia (Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain). Jakarta:Grafiti.

Djajasudarma, T. F. (1993). Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:

Eresco.

Kulsum, Umi dkk.. (2008). Nama Tempat yang Berhubungan dengan Air: Tiniauan Antropolinguistik. Bandung: Balai Bahasa

Bandung.

Kridalaksana, Harimurti. (1992). Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:

Gramedia.

Liliweri, Alo. (2014). Pengantar Studi Kebudayaan. Nusa Media: Bandung.

Mutakin, A. (1999). Suatu Strategi dan Implikasi Pembelajaran Nama Tempat pada Pembelajaran Geografi. Bandung:

Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI.Prihadi. (2015). The Linguistic Structure

o f Toponim Sys tem o f Hamle ts /Villagesin Yogyakarta Special Province (Anantropolinguistic Study)(1-16).

European Journal of Engineering and

Technologi.

Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia No. 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Kepala Biro Hukum dan

Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

________________. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,ser ta Lagu Kebangsaan .

Sekretariat Negara. Jakarta

________________. (2006). Undang-Undang No. 112 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. Sekretariat

Negara. Jakarta.

Ruspandi, J., & Mulyadi. (2014). “Fenomena Geografis di Balik Makna Toponimi di Kota Cirebon”. Jurnal Geografi Gea, 1—13.

Saerheim, I. (2014). Place Names in Oraltradition: Sources of Local Language and Cultural History (25-29 August 2014.

pp. 285-292). Proceedings of the 25 th

International Congress of Onomastic Sciences Glasgow.

Sudaryanto. (1988). Metode Linguistik:

Bagian Pertama. ke Arah Memahami Metode Linguistik.Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.

Sudaryat, Yayat. (2009). Toponimi Jawa Barat (Berdasarkan Cerita Rakyat). Bandung:

Disbudar Jawa Barat.

Sudjana, T. D. (2001). Kamus Bahasa Cirebon.

Bandung: Humaniora Utama Press.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Alfabeta: Bandung.

S u k m a d i n a t a . ( 2 0 0 6 ) . M e t o d e PenelitianPendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya.