ketika sakura berguguran

4
Ketika Sakura Berguguran Posted on Wed 10 Aug 2005 (40 reads) Hari masih pagi. Semburat merah sinar suria baru terlihat sedikit di ufuk timur. Raudah baru saja menyelesaikan solat subuh dan tilawah panjangnya. Biasanya dia kembali menyembunyikan diri disebalik selimut tebalnya. Entah mengapa, pagi ini dia ingin sekali menikmati indahnya mentari yang mulai menyapa bumi. Begitu menyenangkan, fikirnya. Baru beberapa minggu dia meninggalkan gerbang asrama ada suara akrab yang menyapanya, "Raudah-san ohayo...." Tanaka- san melambai ke arahnya. Rancangan untuk jalan-jalan hilang seketika. Nenek tua ini memang sahabat baiknya. Tanaka-san tinggal berdua dengan anak perempuannya. Rumahnya hanya selang beberapa rumah dari asrama Raudah. Jepun yang berkembang pesat membuatkan hampir semua penduduknya tenggelam dalam kesibukan. Termasuk Etsuko, puteri Tanaka-san yang bekerja seharian. Nenek ini kesepian di masa tuanya, Raudah selalu teringatkan neneknya di Malaysia menyebabkan dia bersahabat baik dengan Tanaka-san. Akhirnya pagi itu mereka menikmati cuaca pagi berdua. Taman besar di sudut jalan itu memang tempat yang menyenangkan bagi mereka. Memandang hijaunya tanaman memberi kesejukan tersendiri buat Raudah. Apalagi sambil mendengarkan cerita-cerita nenek ini. Meskipun ada beberapa cerita yang sudah dihafalnya, tak apalah pikirnya. Nenek di Malaysia juga senang sekali mengulang cerita perjuangannya. Tanaka-san juga tak pernah bosan mengulang kenangannya ketika masih bersama-sama suaminya. Sepuluh tahun dipisahkan oleh ajal ternyata tidak membuatkan dia lupa akan memorinya. Semua kenangan itu masih hidup di benaknya. Raudah sering takjub dibuatnya. Bagaimanapun ada juga beberapa ceritanya yang membuat Raudah dapat belajar banyak didalamnya. Tentang keunikan budaya

Upload: azraai-ahmad

Post on 26-Sep-2015

222 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Cerpen

TRANSCRIPT

Ketika Sakura Berguguran

Ketika Sakura Berguguran

Posted on Wed 10 Aug 2005 (40 reads)

Hari masih pagi. Semburat merah sinar suria baru terlihat sedikit di ufuk timur. Raudah baru saja menyelesaikan solat subuh dan tilawah panjangnya. Biasanya dia kembali menyembunyikan diri disebalik selimut tebalnya. Entah mengapa, pagi ini dia ingin sekali menikmati indahnya mentari yang mulai menyapa bumi. Begitu menyenangkan, fikirnya.

Baru beberapa minggu dia meninggalkan gerbang asrama ada suara akrab yang menyapanya, "Raudah-san ohayo...." Tanaka-san melambai ke arahnya. Rancangan untuk jalan-jalan hilang seketika. Nenek tua ini memang sahabat baiknya. Tanaka-san tinggal berdua dengan anak perempuannya. Rumahnya hanya selang beberapa rumah dari asrama Raudah.

Jepun yang berkembang pesat membuatkan hampir semua penduduknya tenggelam dalam kesibukan. Termasuk Etsuko, puteri Tanaka-san yang bekerja seharian. Nenek ini kesepian di masa tuanya, Raudah selalu teringatkan neneknya di Malaysia menyebabkan dia bersahabat baik dengan Tanaka-san. Akhirnya pagi itu mereka menikmati cuaca pagi berdua. Taman besar di sudut jalan itu memang tempat yang menyenangkan bagi mereka.

Memandang hijaunya tanaman memberi kesejukan tersendiri buat Raudah. Apalagi sambil mendengarkan cerita-cerita nenek ini. Meskipun ada beberapa cerita yang sudah dihafalnya, tak apalah pikirnya. Nenek di Malaysia juga senang sekali mengulang cerita perjuangannya. Tanaka-san juga tak pernah bosan mengulang kenangannya ketika masih bersama-sama suaminya. Sepuluh tahun dipisahkan oleh ajal ternyata tidak membuatkan dia lupa akan memorinya. Semua kenangan itu masih hidup di benaknya. Raudah sering takjub dibuatnya. Bagaimanapun ada juga beberapa ceritanya yang membuat Raudah dapat belajar banyak didalamnya. Tentang keunikan budaya dan.sosialisasi mayarakat Jepun, misalnya atau tentang tips-tips mengharungi ranjau kehidupan.

Pohon sakura berjajar di tepi taman. Sayang bunganya masih belum berkembang, namun kuncupnya sudah mula nampak. Biasanya pada ketika sakura sedang bermekaran Raudah akan lebih suka bermain ke taman, tentu saja di manfatkannya waktu senggangnya. Dia suka memandang bunga bersemu merah jambu itu. "Allahu akbar, Allah maha besar....", gumamnya setiap kali memandang bunga yang cantik itu. Di taman itu juga awalnya Raudah mengenal Tanaka-san. Nenek tua yang sering menghabiskan waktunya di sana sambil memberi makan merpati-merpati liar di taman. Melihat burung-burung itu berebut-rebut makan roti membuatkan pandangan Raudah sungguh mengasyikkan sekali.

Raudah tidak mampu melupakan peristiwa ketika nenek ini terkejut sekali melihat penampilan berjilbabnya pertama kali. "Kenapa kau menutupi rambutmu yang indah itu?" tanyanya atau, "kenapa warna tudungmu berbeza dengan kemarin?" .Sulit bagi Raudah menceritakan bagaimana Kak Dini, senior kelas pelajar muslim satu-satunya di kampus mereka telah banyak membimbingnya menggapai hidayah itu. Unik sekali, di negara yang majoriti penduduknya non-muslim ini membuatkan Raudah menemukan cahaya itu. Sinarnya begitu indah. Entah mengapa dulu tidak diabaikannya hidayah itu.

Mama dan semua keluarganya di Malaysia juga sempat menentangnya ketika Raudah menceritakan keinginannya memakai tudung. Alhamdulillah, dengan berkat kesabarannya menjelaskan sedikit demi sedikit dalam surat-suratnya, dan usahanya melakukan sujud panjangnya ditengah malam. Mama luluh juga hatinya. "Terima kasih Ma.." esaknya di telefon ketika akhirnya ia mengizinkan. Mama memang menaruh harapan besar terhadap Raudah, puteri sulungnya. Apalagi ketika Raudah menang dalam pertandingan penulisan hadiah belajar bahasa Jepun yang telah diadakan di kampusnya sempena bulan Mencintai Bahasa Jepun. Kuliah semester dua di Fakulti Kedoktoran akhirnya ditinggalkan buat sementara waktu.

Raudah memutuskan untuk tidak pulang ke tanah air ketika kursusnya berakhir. Beberapa bulan dia sempat bekerja mengumpulkan dana untuk meneruskan kuliahnya di Jepun. Dia bekerja di sebuah restoren untuk menampung kos keperluan hidupnya. Hanya itu peluang yang ada. Musim dingin merupakan musim yang paling sukar dia hadapi, apalagi sambil berdiri sepanjang waktu melayani pembeli. Namun Raudah masih beruntung, tidak lama setelah itu permohonan biasiswanya diluluskan. Sekarang dia di semester 4 kedoktoran di sebuah universiti terkemuka di Jepun, dan setahun yang lalu dia memutuskan untuk menutup auratnya. Hidayah itu menembus seluruh relung-relung dalam hatinya.

Sejak itu juga, nenek ini bertanya banyak perkara tentang Islam kepadanya . Dia tidak mampu menyembunyikan kesusahannya ketika dia berada dalam bulan Ramadhan. Tepat di akhir Ramadhan nenek ini menelefonnya "Raudah-san apakah kamu susah dan memerlukan pertolongan?.." Raudah selalu tersenyum setiap kali dia ingat kejadian itu.

Ufs...Raudah cepat menarikkan selimutnya. Matahari sudah tinggi benar. Cahayanya masuk di celah-celah jendela menghangati setiap sudut yang ada. Membaca bahan-bahan kuliah semalam membuat dia terlalu letih. Apa boleh buat Raudah berhempas pulas lagi selepas solat subuh tadi. Pada hari minggu membuatkan matanya segera terbuka. Raudah teringat janjinya kepada nenek untuk menemaninya ke taman. Sakura sedang bermekaran bahkan sudah sejak beberapa watu yang lalu. Sayangnya sudah beberapa hari ini Raudah sibuk di kampusnya. "walaupun agak terlambat, hari ini dia berjanji, dan dia perlu tunaikan" ujarnya perlahan serentak membuka jendela kamar luas-luas. Dari jendela kamarnya di lantai 4, dia dapat melihat atap dan sebahagian kecil rumah nenek.

Tidak lama kemudian Raudah keluar. Rumah nenek yang biasanya sunyi dan lengang kelihatan agak ramai dengan orang berlalu lalang. Ada desir dalam dadanya. Cemas yang melintas di benaknya terjawab seusai dia mendengar suara ambulans dan deringan telefon Etsuko mengkhabarkan, nenek menghembuskan nafasnya yang terakhir beberapa saat yang lalu. "Nenek....." Raudah tersedu disudut kamar. Ada sesal yang dalam, ada sesuatu yang hilang.

Musim semi masih mensisakan dinginnya. Pagi masih belum beranjak benar. Tudungnya melambai-lambai perlahan. Langkahnya longlai dan perlahan.. Hatinya perih dan tidak tertahan. Suara nenek terngiang di telinganya "Mengapa wajahmu teduh sekali sejak tudung itu engkau kenakan. Saya ingin menjadi Islam. Saya ingin sekali merasakan ketenteraman yang sering engkau ceritakan...".

Tiba di tepi taman, Raudah merasakan kekosongan hatinya yang tidak terkira. Semua kenangan bersama nenek terus muncul. Sesal dan sedih bertumpuk dalam hatinya. Dia tidak lagi mampu mencerna apa yang dia rasakan. Semua berkecamuk menjadi satu. Apalagi ketika Etsuko mengkhabarkan semalam tentang upacara pembakaran nenek yang telah selesai dilaksanakan.

Sakura sudah mulai berguguran. Satu demi satu kelopaknya berjatuhan ke permukaan bumi. Tanah yang basah kerana hujan semalam membuat bunga-bunga itu tidak lagi bersinar. Semuram Raudah yang menunduk dalam sambil meninggalkan taman. "Maafkan saya Nek....." bisiknya perlahan seraya mengusap sudut matanya yang basah.

Copyright Paksi.Net 2004 All Rights Reserved