kementerian pendidikan dan kabudayaan universitas …
TRANSCRIPT
KESIAPAN KEUCHIK DALAM PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN GAMPONG MENURUT PERATURAN
GUBERNUR ACEH NOMOR 25 TAHUN 2011 DI GAMPONG
PERSIAPAN PEUNAGA BARO KECAMATAN
MEUREUBO KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial
OLEH:
WAHYU SENTOSA
NIM: 09C20201002
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KABUDAYAAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
MEULABOH-ACEH BARAT
TAHUN 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada era reformasi dewasa ini membawa banyak perubahan dalam
kehidupan bernegara di Indonesia. Salah satunya adalah telah terjadinya
pergeseran paradigma sistem pemerintahan yang bercorak sentralistik di
pemerintahan pusat ke arah sistem pemerintahan yang desentralistik di dalam
pemerintah daerah. Sistem pemerintahan seperti ini memberikan keleluasaan
kepada daerah dalam wujud otonomi daerah dalam arti kewenangan daerah
otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, misalnya dalam rangka pelaksanaan Otonomi
Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi Aceh, diperlukan
pengaturan tentang susunan, kedudukan dan kewenangan pemerintahan gampong
di Propinsi Aceh sebagai unit pemerintahan terkecil. Hal ini disebabkan karena
dengan berlakunya otonomi khusus tersebut, maka diperlukan penataan kembali
tugas, fungsi, dan wewenang pemerintahan gampong dalam pemerintahan dan
peningkatan pelaksanaan Syariat Islam serta pengembangan adat dan adat istiadat.
Konsep otonomi khusus yang merupakan langkah yang diambil oleh
pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang responsif dan aspiratif
untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat Aceh yang dilanda konflik
yang berkepanjangan. Otonomi khusus dipandang sebagai bagian dari proses
besar demokratisasi yang lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi,
2
2
peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi
dan keanekaragaman daerah.
Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 115 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh yang menentukan bahwa: “1) Dalam
Wilayah Kabupaten/Kota dibentuk gampong atau nama lain Pemerintahan
Gampong terdiri dari Keuchik dan Badan Permusyarawatan Gampong yang
disebut dengan “Tuha Peut”, 2) Gampong dipimpin oleh Keuchik yang dipilih
secara langsung dan oleh anggota masyarakat untuk masa jabatan enam tahun
dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan”.
Penyelenggaraan pemerintahan gampong yang merupakan unit terkecil
dalam pemerintahan dan ujung tombak dalam public service (pelayanan
masyarakat) harus benar-benar menekankan prinsip-prinsip tersebut dan
memperhatikan potensi dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Pelaksanaan pemerintahan gampong yang dilaksanakan oleh keuchik dan tuha
peut serta imeum meunasah beserta unsur yang ada di dalam pemerintahan
gampong tersebut harus benar siap dalam melaksanakannya, karena pada awalnya
pelaksanaannya adalah tugas seluruh aparat gampong terutama gampong
persiapan atau gampong yang dibentuk dari pemisahan gampong lain.
Di dalam peraturan gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 Tentang
Pedoman penyelenggaraan pemerintahan gampong menyebutkan bahwa
pembentukan gampong adalah suatu tindakan untuk mengadakan atau
pembentukan gampong baru di luar gampong yang telah ada atau sebagai akibat
pemekaran dan penataan gampong. Tujuan pembentukan gampong adalah untuk
3
3
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat secara berdaya guna dan berhasil
guna sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan.
Pembentukan gampong dilaksanakan atas prakarsa masyarakat dengan
memperhatikan asas usul gampong dan persyarakatan yang ditentukan sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Petunjuk operasional tentang
pembentukan, penggabungan dan penghapusan gampong diatur dalam qanun
kabupaten/ kota.
Keinginan untuk membentuk daerah otonom baru, baik yang berupa
pemekaran maupun peningkatan status, tidak hanya dilakukan oleh daerah
kabupaten kota saja, akan tetapi hal ini juga terjadi pada pemerintahan desa atau
gampong. Seperti yang terjadi pada komplek perumahan Budha Tzuchi atau
Gampong Persiapan Peunaga Baro Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh
Barat, yang melakukan pemekaran atau pemisahan dari Gampong Paya Peunaga
Kecamatan Meureubo. Gampong Paya Peunaga merupakan salah satu gampong
yang terdapat komplek perumahan Budha Tzuchi, atau perumahan para korban
tsunami yang dihuni oleh 4000 jiwa dan 1.200 kepala keluarga.
Berdasarkan surat keputusan Keuchik dan Tuha puet Gampong Paya
Peunaga Nomor 92 Tahun 2013 Tentang Pembahasan sebagai wilayah Gampong
Paya Peunaga Kepada Gampong Persiapan Peunaga Baro di dalam wilayah
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, menyebutkan bahwa menyetujui
untuk memberikan sebagian wilayah Gampong Paya Peunaga kepada Gampong
Persiapan Peunaga Baro di dalam Kecamatan Meureubo dengan luas ± 65 Ha.
Pemekaran gampong merupakan aspirasi dari warga kompleks perumahan
Budha Tzu Chi yang berjumlah 4.000 jiwa (1.200 KK). Berdasarkan apa yang
4
4
diungkapkan oleh Almanuda selaku ketua pemekaran gampong mengatakan
“Harapan dimekarkan gampong juga sudah disetujui oleh pihak Gampong Paya
Peunaga, dan lokasi masyarakat menetap selama ini akan diberi nama menjadi
Gampong Persiapan Peunaga Baro. Pemekaran Gampong sudah mendapat
dukungan dari aparatur Gampong Paya Peunaga, sebab jumlah penduduk di
kompleks perumahan Budha Tzu Chi itu sudah sangat cukup menjadi sebuah
gampong. Apalagi di kompleks itu terdapat berbagai fasilitas pendukung. Seperti
sekolah, masjid, dan sarana olahraga”.
Namun demikian, pemekaran gampong belum berpengaruh terhadap
perubahan-perubahan yang mendorong kesiapan kinerja aparatur gampong dalam
penyelenggaraan pemerintahan gampong sebagaimana diatur dalam peraturan
gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pedoman penyelenggaraan
pemerintahan gampong pasal 4, bahwa dalam penyelenggaran pemerintahan
gampong menpunyai asas pengakuan dan penghormatan, desentralisasi serta tugas
pembantuan.
Dalam kesiapan pemerintahan Gampong Persiapan Peunaga Baro,
terutama keuchik selaku kepala pemerintahan gampong masih terlihat minimnya
rencana program-program kerja pemerintahan yang langsung dapat menyentuh ke
masyarakat, seperti halnya: program kerja untuk peningkatan perekonomian
masyarakat berupa program beras untuk warga miskin (Raskin), masalah
kesehatan, keamanan gampong, dan menyusun data base gampong yaitu data
Penduduk, Kesejahteraan, Pendidikan, Potensi gampong, dan Struktur
Pemerintahan gampong.
5
5
Dari program kerja pemerintahan Gampong persiapan Gampong Peunaga
Baro, maka pemekaran gampong tersebut tentu memiliki persiapan yang mantang
segala sesuatunya sudah dipersiapkan mulai dari dukungan hingga
mempersiapkan surat rekomendasi. Seluruh aparatur gampong yang ditunjuk
sementara oleh Pj. Keuchik Gampong Peunaga Baro telah siap melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan gampong, hal ini dibuktikan oleh berkas-berkas yang
telah dipersiapkan untuk pemekaran gampong.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis perlu melakukan
penelitian lebih mendalam dengan judul “Kesiapan Keuchik Dalam dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Gampong Menurut Peraturan Gubernur Aceh
Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan
Gampong di Gampong Persiapan Peunaga Baro Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kesiapan keuchik dalam penyelenggaraan pemerintahan
gampong menurut Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 di Gampong
Persiapan Peunaga Baro Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat?
2. Apa saja kendala keuchik dalam dalam penyelenggaraan pemerintahan
gampong menurut Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 di Gampong
Persiapan Peunaga Baro Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat?
6
6
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui kesiapan keuchik dalam penyelenggaraan pemerintahan
gampong menurut Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 di Gampong
Persiapan Peunaga Baro Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat?
2. Untuk mengetahui kendala keuchik dalam m dalam penyelenggaraan
pemerintahan gampong menurut Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 di
Gampong Persiapan Peunaga Baro Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh
Barat?
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat yang bersifat teoritis dan bersifat
praktis. Adapun nya yaitu sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat teoritis
Yaitu kegunaan yang sifatnya memberikan sumbangan pemikiran yang
berupa teori-teori dalam kaitannya dengan kesiapan aparatur gampong dalam
melaiksanakan pemerintahan gampong pasca pemekaran gampong, hal ini terkait
dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah sosial
yang sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan kondisi dan perkembangan
jaman, serta menambah kekhasanahan pengetahuan.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Memberikan informasi serta masukan kepada pihak-pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi lembaga atau instansi pemerintah.
7
7
2. Membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh lembaga
pemerintah gampong dalam usaha melaksanakan pemerintahan gampong
yang sesuai dengan peraturan gubernur, khusunya Gampong Peunaga Baro
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini, maka
sistematika skripsi ini ditulis dengan struktur berikut ini:
Bab I: Pendahuluan
Bab ini terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: Tinjauan Pustaka
Bab ini memuat tentang teori-teori yang mendukung penelitian.
Bab III: Metodologi Penelitian
Pada bab ini berisi tentang metodologi Penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data dan pengujian
kredibilitas data.
Bab IV: Hasil penelitian dan Pembahasan
Memuat tentang uraian laporan hasil penelitian dan pembahasan hasil
penelitian. Yakni deskripsi dari interprestasi data-data yang diperoleh.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Berisi kesimpulan dan saran
8
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
2.1.1 Penelitian Eliarnida (2013)
Analisis Peran Keuchik dalam mengimplementasikan tugas dan kewajiban
(Studi Gampong Peunaga Rayeuk Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat).
Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar.
Dari hasil penelitian yang didapat bahwa dapat direpresentasikan bahwa
peran keuchik dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sudah sesuai dengan
Qanun nomor 5 tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong, yang di situ
memuat semua tentang tugas dan kewajiban keuchik dalam penyelenggaraan
pemerintahan gampong. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban keuchik dalam
penyelenggaraan pemerintahan gampong, tidak terlepas dari kerja sama antara
Tuha Peut gampong. Kerja sama ini dilaksanakan guna melaksanakan tugas dan
kewajiban keuchik dalam penyelenggaraan pemerintah gampong berjalan dengan
baik, namun dari hasil penelitian yang didapat bahwa kurangnya kerja sama antara
keuchik dan perangkat gampong menghambat tugas dan kewajiban keuchik dalam
melaksanakan tugasnya.
Adapun persamaan dengan penelitian penulis ialah sama-sama membahas
tentang tugas dan kewajiban keuchik dalam melaksanakan pemerintahan
gampong. Kemudian perbedaanya dengan penelitian penulis yaitu, penelitian
penulis fokus permasalahannya tentang kesiapan keuchik gampong dalam
9
9
pelaksanaan dalam menyelenggarakan pemerintahan gampong Menurut Peraturan
Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pemerintahan Gampong. Sedangkan penelitian ini membahas tentang peran
keuchik dalam mengimplementasikan tugas dan kewajiban.
2.1.2 Penelitian Marwati (2013)
Penelitian dengan judul “Partisipasi Masyarakat dan Kepemimpinan
Keuchik dalam Mewujudkan Pembangunan Gampong” (Studi di Gampong Lhok
Timon Kecamatan Setia Bakti Kabupaten Aceh Jaya. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian maka diketahui bahwa masyarakat dan kepala
desa beserta seluruh aparat gampong memiliki peran serta dalam mewujudkan
pembangunan, mulai keterlibatan perumusan kebijakan, pelaksanaan, tanggung
jawab sampai pemanfaatan pembangunan. Namun dalam kenyataan di lapangan
ditemukan masalah, bahwa sebagian masyarakat tidak ikut serta dalam kegiatan
pembangunn yang telah direncanakan, karena masyarakat sibuk dengan runitas
mereka. Salah satu upaya masyarakat dan pemerintah Gampong Lhok Timon
untuk mewujudkan pembangunan secara efektif adalah dengan cara mengajak
masyarakat untuk bekerja sama, akan tetapi upaya tersebut tidak maksimal
dijalankan sepenuhnya sehingga dalam merealisasikan atau mewujudkan
pembangunan Gampong Lhok Timon kurang efektif.
Bila dibandingkan dengan penelitian penulis maka akan terdapat
persamaan dan perbedaannya. Adapun persamaan dengan penelitian penulis yaitu
sama-sama membahas tentang kepemimpinan keuchik. Kemudian perbedaanya
dengan penelitian penulis yaitu, penelitian penulis membahas tentang kesiapan
10
10
keuchik gampong dalam dalam menyelenggarakan pemerintahan gampong
Menurut Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pemerintahan Gampong. Sedangkan penelitian ini membahas
tentang Partisipasi Masyarakat dan Kepemimpinan Keuchik dalam Mewujudkan
Pembangunan Gampong.
2.2 Pengertian Kesiapan
Jamies Drever dalam Slemto (2010: h. 110) menyatakan bahwa “Kesiapan
atau readiness adalah Preparedness to respond or reac”t. Sedangkan Menurut
Dalyono (2005: h.48) “Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang
membuatnya siap untuk memberi respons/jawaban di dalam cara tertentu terhadap
suatu situasi”. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga
berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk
melaksanakan kecakapan. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh
pada atau kecenderungan untuk memberi respons. Kondisi mencakup setidak-
tidaknya 3 aspek, yaitu:
a) Kondisi fisik, mental, dan emosional.
b) Kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan.
c) Keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari.
Ketiga aspek tersebut (yang dimiliki seseorang) akan mempengaruhinya
dan memenuhi/berbuat sesuatu atau jadi kecenderungan untuk berbuat sesuatu.
Dalam kondisi fisik tersebut tidak termasuk kematangan, walau kematangan
termasuk kondisi fisik.Kondisi fisik yang dimaksud misal kondisi fisik yang
temporer (lelah, keadaan, alat indera dan lain- lain) dan yang permanen (cacat
tubuh). Kondisi mental menyangkut kecerdasan. Kondisi emosional juga
11
11
mempengaruhi kesiapan untuk berbuat sesuatu, hal ini karena ada hubungannya
dengan motif (insentif positif, insentif negatif, hadiah, hukuman) dan itu akan
berpengaruh terhadap kesiapan.
Kesiapan menurut kamus psikologi adalah “Tingkat perkembangan dari
kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktikkan
sesuatu” (Chaplin, 2006: h.419). Dikemukakan juga bahwa “kesiapan meliputi
kemampuan untuk menempatkan dirinya jika akan memulai se rangkaian gerakan
yang berkaitan dengan kesiapan mental dan jasmani”.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Slameto (2010: h.113)
yang mendefinisikan kesiapan sebagai berikut: Kesiapan adalah keseluruhan
kondisi yang membuatnya siap untuk memberi respon/jawaban di dalam cara
tertentu terhadap suatu kecenderungan untuk memberi respon. Kondisi mencakup
setidak-tidaknya tiga aspek yaitu: (1) kondisi fisik, mental dan emosional, (2)
kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan, (3) keterampilan, pengetahuan dan
pengertian lain yang telah dipelajari.
Menurut Dalyono (2005: h.52) “Kesiapan adalah kemampuan yang
cukup baik fisik dan mental. Kesiapan fisik berarti tenaga yang cukup dan
kesehatan yang baik, sementara kesiapan mental, memiliki minat dan motivasi
yang cukup untuk melakukan suatu kegiatan”, sedangkan menurut Oemar
Hamalik (2008: h. 94) “kesiapan adalah tingkatan atau keadaaan yang harus
dicapai dalam proses perkembangan perorangan pada tingkatan pertumbuhan
mental, fisik, sosial dan emosional”.
12
12
2.3 Pengertian Keuchik
Keuchik adalah kepala pemerintahan gampong yang melaksanakan fungsi
kekuasaan eksekutif. Tuha peut adalah lembaga adat yang berwenang sebagai
lembaga legislatif gampong yang membuat aturan hukum di gampong. Keuchik
dan tuha peut mempunyai fungsi dan kewenangan yang berbeda namun saling
berhubungan satu sama lainnya. Selain itu, Keuchik dan Tuha Peuet Gampong
juga menjadi hakim perdamaian antara penduduk gampong, dan apabila ada
perselisihan antar warga gampong kedua lembaga ini harus bermusyawarah
bersama sehingga persoalan yang ada bisa terselesaikan dan tercipta
keharmonisan dalam hidup di gampong.
Dalam Qanun Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong
keuchik adalah kepala pemerintahan gampong yang melaksanakan fungsi
kekuasaan eksekutif. Sebagai kepala eksekutif gampong dalam menyelenggarakan
pemerintahan gampong, keuchik diberikan beberapa tugas dan kewajiban yang
harus dijalankan.
Dalam Pasal 18 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Lembaga
Adat, keuchik adalah eksekutif gampong yang menjalankan roda pemerintahan
gampong. Selaku pimpinan dalam suatu gampong, seorang keuchik harus benar-
benar memahami karakter sosial masyarakatnya (Puteh, 2012: h. 178).
Dalam Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang pemerintahan gampong
keuchik adalah kepala pemerintahan gampong yang melaksanakan fungsi
kekuasaan eksekutif. Sebagai kepala eksekutif gampong dalam menyelenggarakan
pemerintahan gampong, keuchik diberikan beberapa tugas dan kewajiban yang
harus dijalankan.
13
13
Keuchik adalah orang yang dituakan karena kearifan, kedaulatan dan
kemampuannya dalam memimpin. Sebagai seseorang yang dipercaya, ia juga
dipilih oleh masyarakat dan diangkat oleh pemerintah daerah/kota guna
memegang amanat sebagai orang yang bertanggung jawab dalam melaksanakan
pemerintahan gampong. Istilah keuchik mempunyai beberapa perbedaan bila
dibandingkan dengan pengertian Kepala desa (Ghazali dalam Puteh, 2012: h. 61).
Seorang keuchik tidak saja dituntut oleh masyarakat mampu memimpin
sebuah kampong(gampong), melainkan juga harus mengetahui sekedarnya hukum
agama (Islam) yang menjadi bagian masyarakat. Lebih dari itu seorang keuchik
harus mengetahui dengan baik hubungan-hubungan kekerabatan penduduk,
sejarah penduduk, luas tanah masyarakat dan kampung. Hal yang paling penting
bagi seorang keuchik adalah benar-benar menguasai adat istiadat dan hukum adat
yang berlaku dalam masyarakat gampong tersebut (Puteh, 2012: h. 62).
Sebagai sebuah lembaga, keuchik mempunyai otoritas dalam
pemerintahan, termasuk memelihara adat istiadat. Dalam posisi yang demikian
menurut Teuku Ibrahim Alfian, keuchik sering dianalogikan sebagai”bapak/ayah
kampong”, karena kepadanyalah dipercayakan kontrol dan pemeliharaan adat
/pemerintahan (Puteh, 2012: h. 62).
Meskipun demikian, keuchik tidak dapat memerintah atas kemauan
sendiri. Ia juga harus mempertimbangkan keberadaan tengku meunasah, yang
dalam pandangan masyarakat dianggap sebagai “ibu gampong” sebagai penerang
dalam kegelapan (orang yang memahami agama), sebagai imam, sebagai gure
(guru) dalam studi keislaman dan pengajian. Oleh karena itu, keuchik
memerlukan wibawa dan peran tengku meunasah untuk memudahkan pelaksanaan
14
14
tugasnya dalam pemerintahan sehari-hari ia dapat di umpamakan seperti sebuah
rumah tangga di mana peran bapak dan ibu kampung harus bekerja dalam
membina”anak-anak” mereka (warga masyarakat) untuk dapat hidup tentram dan
harmonis (Puteh, 2012: h. 62).
2.4 Pengertian Gampong
Gampong merupakan kesatuan hunian’asli’ Aceh yang dikenal sejak
sebelum Aceh menjadi wilayah kesultanan (Abad ke I6). Gampong adalah
kesatuan wilayah hukum terendah yang asli lahir dari masyarakat, bahkan
sebelumnya mukim yang merupakan kumpulan beberapa gampong, yang muncul
setelah masa kesultanan di abad ke 16 dan 17. Etnografer Belanda, Snouck
Hurgronje dalam laporan ekspedisinya di Aceh sebelum berlangsungnya
kolonialisme yang panjang di tanah itu mengemukakan bahwa gampong adalah
adat.
Dalam Pasal 2 dan 3 Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan
gampong, menyebutkan bahwa gampong merupakan organisasi pemerintahan
terendah yang berada di bawah mukim dalam struktur organisasi pemerintahan
Propinsi Aceh. Gampong mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan,
melaksanakan pembangunan, membina masyarakat dan meningkatkan
pelaksanaan Syari’at Islam.
Menurut T. Syamsuddin (dalam Jakfar Puteh 2012, h. 177) menjelaskan
bahwa “Gampong adalah daerah hukum kecil di Aceh, seperti desa di jawa, dusun
di sumatera selatan, Huta di Tapanuli dan Nagari di Minang Kabau dan Kampung
di Wilayah Melayu.”
15
15
Badruzzaman Ismail, Dkk (dalam Jakfar Puteh, 2012: h. 177 ) mengatakan
bahwa “Gampong adalah daerah yang memiliki rakyat dengan susunan
pemerintahan sendiri. Dia juga menambahkan bahw suatu gampong juga memiliki
tatanan aturan, harta kekayaan dan batas territorial. Gampong berwenang penuh
untuk mengembangkan adat dan istiadatnya, bahkan berfungsi menyelenggarakan
peradilan adat sesuai dengan tatanan adat yang mereka miliki”.
Pasal 1 Angka 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh bahwa Gampong adalah kesatuan masyarakat hukum yang
berada di bawah Mukim dan dipimpin oleh Keuchik atau nama lain dan berhak
menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.
Menurut T. M. Juned (2003: h. 35) menyatakan bahwa: “Gampong dapat
berarti sebagai tempat hunian penduduk atau persekutuan masyarakat hukum adat
dan dapat pula berarti sebagai suatu kesatuan unit pemerintahan di negara kita”.
Setiap gampong mempunyai sekurang-kurangnya sebuah Meunasah (Mushalla),
bahkan sekarang ini telah lebih dari satu Meunasah (Mushalla).
Selanjutnya T. Djuned (2003: h. 11) mengemukakan bahwa: “gampong
dalam arti fisik merupakan sebuah kesatuan wilayah yang meliputi tempat hunian,
blang, padang dan hutan. Dalam arti hukum gampong merupakan Persekutuan
Masyarakat Hukum Adat yang bersifat territorial.
Rusdi Sufi, dkk (2002: h. 33-39) berpendapat bahwa:
“Gampong terbentuk pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-
1636), yakni bentuk teritorial yang terkecil dari susunan
pemerintahan di Aceh. Pada masa itu, sebuah gampong terdiri dari
kelompok rumah yang letaknya berdekatan satu sama lain.
Pimpinan gampong disebut keuchik, yang dibantu seseorang yang
mahir dalam masalah keagamaan dengan sebutan teungku
16
16
meunasah. Gampong merupakan pemerintahan bawahan dari
mukim”.
Jadi Gampong adalah gabungan dari Jurong atau Dusun dan merupakan
kesatuan hukum yang bercorak agama serta pimpinan gampong disebut dengan
keuchik gampong. Dalam struktur pemerintahan kesultanan Aceh dikala itu,
kedudukan gampong merupakan suatu unit pemerintahan tingkat kelima setelah
Imeum Mukim pada tingkat Keempat, Ulee Balang pada tingkat Ke tiga,
pemerintahan Sagoe pada tingkat kedua dan kerajaan (raja) pada tingkat pertama.
Mengenai Pemerintahan Gampong beserta aparaturnya, dapat dijelaskan
lewat penelusuran berbagai peraturan perundangan-undangan. Dalam Penjelasan
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Aceh, disebutkan bahwa konsep gampong menurut Undang-
Undang ini adalah sama yang dimaksud dengan desa.
Sementara itu, Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus untuk Aceh dalam bentuk Nanggroe Aceh Darussalam,
menyebutkan bahwa: “Gampong adalah kesatuan masyarakat hukum yang
merupakan organisasi pemerintahan terendah langsung berada di bawah mukim
yang menempati wilayah tertentu yang dipimpin oleh keuchik atau nama lain dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri”.
Konsep gampong seperti di atas, terdapat dalam Pasal 1 ayat (5) Qanun
Nomor 3 Tahun 2003 tentang Susunan, Kedudukan dan Kewenangan
Pemerintahan Kecamatan dalam Propinsi Nanggro Aceh Darussalam, Pasal 1 ayat
(5) Qanun No. 4 Tahun 2003 tentang Susunan, Kedudukan dan Kewenangan
Mukim dalam Propinsi Nanggro Aceh Darussalam, dan Pasal 1 ayat (6) Qanun
Nomor 7 tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat.
17
17
Dari konsep gampong, jelas bahwa gampong terletak di bawah mukim
yang dipimpin keuchik dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.
Dalam Penjelasan Pasal 1 ayat (2) Qanun Nomor 3 Tahun 2003 tentang Susunan,
Kedudukan dan Kewenangan Pemerintahan Kecamatan dalam Propinsi Nanggro
Aceh Darussalam, disebutkan ”kedudukan gampong tidak lagi berada di bawah
kecamatan, tapi di bawah mukim”. Hal ini kemudian dipertegas dengan Pasal 2
Qanun Nomor 4 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Pemerintah
Mukim, ”Mukim membawahi gampong yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Camat.” Dalam Pasal 5 poin (d) Qanun Nomor 3 tahun 2003
tentang Pemerintahan Gampong, disebutkan bahwa posisi Camat berkenaan
dengan fungsi pembinaan pemerintahan mukim dan gampong. Dalam Pasal 39
Qanun Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong, dengan tegas diatur
bahwa kecamatan yang belum memiliki mukim tapi memiliki gampong, maka
perangkat pelaksana di wilayahnya adalah pemerintah gampong.
2.5 Pemerintah Gampong
Talizuduhu Ndraha (2004: h. 12) mengartikannya “pemerintahan adalah
proses pelayanan publik kepada masyarakat dan setiap individu masyarakat”.
Sedangkan menurut Pamudji (2002: h. 27) pemerintahan diartikan sebagai
berikut:
1. Pemerintahan dapat diartikan dalam arti luas adalah perbuatan memerintah
yang dilakukan oleh organ-organ atau badan-badan legislatif, eksekutif
dan yudikatif dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara (tujuan
nasional).
18
18
2. Pemerintah dalam arti sempit adalah perbuatan memerintah yang
dilakukan oleh organisasi eksekutif dan jajarannya dalam rangka mencapai
tujuan pemerintahan.
Kedudukan Aceh sebagai daerah propinsi dalam bingkai negara Kesatuan
Republik Indonesia mempunyai beberapa keistimewaan. Keistimewaan Aceh
ditentukan dalam Undang-Undang Nomor. 44 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan
Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh. Ruang lingkup keistimewaan Aceh
tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan
Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh, meliputi 4 (empat) macam bentuk yaitu
sebagai berikut:
1. Bidang agama.
2. Bidang Adat.
3. Bidang pendidikan.
4. Peran Ulama.
Berdasarkan ketentuan di atas tersebut maka dapat dikaji bahwa Aceh
merupakan daerah Propinsi yang bersifat istimewa. Salah satunya adalah bidang
adat istiadat. Kehidupan tatanan masyarakat Aceh identik dengan adat dan budaya
yang hidup. Peranan adat dalam kehidupan masyarakat Aceh menentukan prilaku
dan watak masyarakat Aceh.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan
Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh, disebutkan ada empat keistimewaan yang
dimiliki oleh Aceh diantaranya yaitu:
a. Penerapan syariat islam dalam seluruh aspek kehidupan beragama;
19
19
b. Penggunaan kurikulum pendidikan berdasarkan syariat islam tanpa
mengabaikan kurikulum umum;
c. Pemasukan unsur adat dalam struktur pemerintahan desa;
d. Pengakuan peran ulama dalam penentuan kebijakan daerah. (Ahmad
Syaukani dan A. Ahsin Thohari, 2004: h. 98).
Mengenai keberadaan organ ada 2 (dua) unsur pokok yang saling
berkaitan yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadah, sedangkan
functie adalah gerakan suatu wadah yang sesuai dengan maksud pembentukannya
(Jimly Asshiddiqie, 2006: h. 45). Hukum adat hidup dan berkembang dalam
masyarakat dimulai dari wilayah terkecil dari suatu daerah yaitu gampong.
Legitimasi gampong ditentukan dalam Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang
Pemerintahan Gampong. Pemerintahan gampong meliputi perangkat gampong
yaitu Keuchik dan Tuha Peut.
Dengan berlakunya otonomi khusus untuk Aceh, maka diperlukan
penataan kembali kedudukan, tugas, fungsi, dan wewenang pemerintahan
gampong dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelaksanaan
Syari'at Islam serta pengembangan adat dan adat istiadat. Salah satu peran
pemerintahan gampong dalam hal pengembangan adat adalah mewujudkan
perdamaian gampong dengan menyelesaikan sengketa secara adat oleh lembaga
adat.
Berdasarkan ketentuan diatas maka hubungan antara keuchik dan tuha
peut gampong adalah sebagai organ yang menjalankan fungsi peradilan adat di
gampong dengan tujuan menjaga perdamaian dan kelestarian adat di gampong.
20
20
Selain keuchik dan tuha peut yan menjadi pelaksana dalam peradilan adat di
gampong adalah Imeum Meunasah.
2.6 Tugas dan Kewajiban Keuchik Dalam Pemerintahan Gampong
2.6.1 Tugas Keuchik
Di dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 tentang
pedoman umum penyelenggaran pemerintahan gampong menyebutkan bahwa
tugas keuchik adalah sebagai berikut:
1. Keuchik memiliki peran penting dalam memimpin penyelenggaraan
Pemerintahan Gampong berdasarkan kebijakan yang ditetapkan tuha peut.
2. Keuchik memiliki tugas mengajukan rancangan qanun gampong.
3. Keuchik menetapkan qanun gampong yang telah mendapatkan persetujuan
tuha peut.
4. Keuchik menyusun dan mengajukan rancangan qanun gampong tentang
APBG untuk dibahas dan ditetapkan bersama tuha peut.
5. Keuchik membina kehidupan masyarakat gampong.
6. Keuchik membina perekonomian gampong.
7. Keuchik mengkordinasikan pembangunan gampong secara partisipatif.
8. Keuchik mewakili gampong di dalam dan di luar pengadilan dan dapat
menunjukkan kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
9. Melaksanakan dan menegakkan syariat Islam di wilayah Gampong
10. Keuchik membina dan mengembangkan adat- istiadat di gampong.
2.6.2 Kewajiban Keuchik
Di dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 tentang
pedoman umum penyelenggaran pemerintahan gampong menyebutkan bahwa
kewajiban keuchik adalah sebagai berikut:
1. Keuchik menjalankan syariat Islam
2. Memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan UUD 1945
serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara NKRI.
3. Keuchik meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4. Keuchik memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat
5. Keuchik melaksanakan kehidupan demokrasi
6. Keuchik melaksanakan prinsip tata pemerintahan gampong bersih dan
bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
7. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintah gampong
21
21
8. Keuchik mentaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-
undangan.
9. Keuchik menyelenggarakan administrasi pemerintahan gampong yang
baik.
10. Keuchik melaksanakan dan mempertanggung jawabkan pengelolaan
keuangan gampong.
11. Keuchik melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
gampong.
12. Keuchik mendamaikan perselihan masyarakat di gampong
13. Keuchik mengembangkan pendapatan masyarakat di gampong.
14. Keuchik membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya
dan adat- istiadat.
15. Keuchik memberdayakan dan kelembagaan di gampong
16. Keuchik mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan
lingkungan hidup.
Keuchik adalah kepala pemerintahan gampong yang melaksanakan fungsi
kekuasaan eksekutif. Sebagai kepala eksekutif gampong dalam menyelenggarakan
pemerintahan gampong, keuchik diberikan beberapa tugas dan kewajiban yang
harus dijalankan.
Di sini jelas bahwa Keuchik dalam menjalankan roda pemerintahan
gampong dan menetapkan suatu kebijakan tidak boleh sekehendak hati tanpa
meminta persetujuan dari Tuha Peuet Gampong, dan setelah itu harus
mempertanggung jawabkan kepada rakyat gampong atau Tuha Peuet gampong.
2.7 Penyelenggaraan Pemerintahan Gampong dalam Peraturan
Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011
Berdasarkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 tentang
penyelenggaraan pemerintahan Gampong Bab III Pasa 4, menyebutkan bahwa
dalam penyelenggaran pemerintahan gampong mempunyai asas meliputi
pengakuan dan penghormatan, desentralisasi serta tugas pembantuan. Kemudian
22
22
di dalam pasal 5 menyebutkan bahwa pedoman umum penyelenggaran
pemerintahan gampong yang diatur dalam peraturan gubernur meliputi:
1. Pendahuluan
2. Kewenangan gampong
3. Kelembagaan gampong
4. Pembentukan, penggabungan dan penghapusan gampong
5. Penyelesaian sengketa menurut hukum adat
6. Perencanaan pembangunan gampong
7. Badan usaha milik gampong
8. Kerja sama gampong
9. Administrasi pemerintahan gampong
10. Penyusunan Qanun gampong
11. Laporan penyelenggaran pemerintahan gampong
12. Penutup
Di dalam Undang-Undang nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh, dijelaskan bahwa pemerintahan desa di Aceh disebut gampong . Gampong
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempumyai organisasi pemerintahan
terendah langsung berada di bawah mukim atau nama lain yang menempati
wilayah tertentu, yang pimpin oleh Keuchik atau nama lain yang berhak
melaksanakan rumah tangganya sendiri (Soerjono Soekanto, 2002: h. 147).
Terdapat 3 (tiga) unsur pimpinan gampong yaitu Keuchik, Teungku
Meunasah dan Tuha Peut, akan tetapi dalam menjalankan kekuasaan lebur
menjadi satu dan dijalankan oleh keuchik.
23
23
Di dalam Qanun Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong,
terdapat gabungan gampong-gampong yang disebut Mukim di kepalai oleh Imum
Mukim. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Propinsi Aceh yang
terdiri atas gabungan beberapa gampong yang mempunyai batas-batas wilayah
tertentu dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah kecamatan,
yang dipimpin oleh Imum mukim .
Menurut Hilman Hadikusuma (2003: h. 174) jabatan ini dipegang secara
turun temurun. Karena di Aceh masyarakat pedesaannya kuat dipengaruhi agama
Islam maka peranan Teungku Meunasah di gampong sangat berpengaruh.
Biasanya pemerintahan desa disebut dilaksanakan oleh imuem. Keuchik dan
teungku meunasah bersama-sama dengan majelis ureng tuha.
Menurut T. Djuned Dkk (2002: h.11) “Gampong dalam arti phisik
merupakan sebuah kesatuan wilayah yang meliputi tempat hunian, blang, padang
dan hutan. Dalam arti hukum, gampong merupakan Persekutuan Masyarakat
Hukum Adat yang bersifat territorial. Sedangkan kampong merupakan tempat
hunian berbagai belah yang meliputi wilayah tempat hunian, padang, persawahan
dan hutan. Belah di Aceh Tengah merupakan persekutuan masyarakat hukum
adat. Persekutuan hukumnya bersifat geanologis (hubungan darah)”.
Menurut M. Junus Melalatoa (2006: h.226) pemerintahan di tingkat
gampong terdiri dari beberapa pejabat, yaitu:
a. Keuchik gampong (kepala desa). Keuchik gampong berkewajiban:
1) Menjaga ketertiban, keamanan dan adat dalam desanya
2) Menjalankan perintah atasan
3) Berusaha memakmurkan desanya
24
24
4) Menjalankan tugas sosial kemasyarakatan yang dikemas dalam
istilahkeureuja udep dan keureja mate
5) Ikut serta dala setiap peristiwa hukum seperti transaksi tanah,
perkawinan dan lain- lain
6) Memberi keadilan di dalam perselisihan-perselisihan
b. Teungku Imum Meunasah. Merupakan pimpinan di bidang keagamaan,
mulai dari mengaji Al Qur’an dan menanamkan dasar-dasar ketauhidan,
memimpin berbagai upacara keagamaan dan memberi nasehat-nasehat
spritual bagi Keuchik gampong apabila diperlukan.
c. Tuha Peut. Adalah dewan orang tua yang mempunyai pengetahuan yang
luas tentang adat dan agama. Tuha peut ini terdiri dari Keuchik gampong,
imum meunasah dan kepala jurong (kepala lorong)
d. Tuha lapan. Adalah dewan tertinggi di tingkat gampong yang terdiri
dari; tuha peut, guree semebeut (guru-guru ngaji), para cerdik pandai dan
tokoh-tokoh pemuda.
2.8 Konsep Pemekaran Wilayah
Sejak otonomi daerah diberlakukan, proses pemekaran terjadi begitu pesat
dan cenderung tidak terkendali. Upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai
sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas
dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Pemekaran wilayah juga
merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah
dalam memperpendek rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan
efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan. Namun
bagaimana pemekaran sendiri secara definisinya.
25
25
Secara umum pemekaran wilayah adalah pembentukan wilayah
administratif baru di tingkat provisi maupun kota dan kabupaten dari induknya.
Pada dasarnya secara definisi pemekaran daerah adalah bentuk usaha dari
pemerintah kabupaten dalam melakukan pemerataan dan pembagian wilayah ke
tingkat yang lebih merata dan rapih, agar tidak terjadinya tumpang tindih, baik
secara administratif, maupun secara sumber potensi alam yang ada di daerah.
Landasan hukum terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, selain itu juga UU no 32
tersebut menyantumkan tentang pengertian daerah, yaitu penggabungan beberapa
daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah
atau lebih untuk kemudian membentuk pemerintahan sendiri. Untuk itu, harus
memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. (Bakor Cipasera,
2005: h. 12).
Sedangkan dari perspektif kewilayahan, terminologi “pemekaran” menurut
Profesor Eko Budihardjo dalam Herudjati Purwoko (2004: h. 49) pemekaran
merupakan istilah yang salah kaprah karena dalam “pemekaran” wilayah yang
terjadi bukan pemekaran tetapi lebih tepat penciutan atau penyempitan wilayah,
Dari perspektif kewilayahan memang istilah “pemekaran” tidak tepat digunakan
mengingat dengan “pemekaran” suatu daerah justru mengalami penyempitan
bukan perluasan wilayah. Dalam melihat pemekaran daerah banyak perspektif
yang bisa digunakan antara lain perspektif hukum dan kebijakan, perspektif
penataan wilayah, perspektif politik administrasi pemerintahan, dan lain- lain.
Sedangkan jika dilihat dari perspektif politik admistrasi pemerintahan
pusat, pemekaran wilayah merupakan penambahan jumlah daerah baru (kota,
26
26
daerah, propinsi, atau desa). Dengan penambahan daerah baru, maka semakin
besar pula beban yang harus ditanggung oleh pemerintah pusat, seperti
penambahan jumlah kepala daerah dan semua struktur yang ada di bawahnya, dan
hal demikian tersebut membutuhkan biaya rutin setiap bulan dan tahunnya.
Namun hal demikian kiranya kurang begitu berpengarung, artinya kita
juga harus memperhatikan potensi daerah juga yang dimiliki daerah pemekaran
baru ini. Oleh karena itu, substansi dari pemekaran wilayah adalah masyarakat
memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri demi tercapainya
cita-cita bersama untuk mewujudkan masyarakat yang aman, adil, makmur dan
sejahtera. (Bakor Cipasera, 2005: h. 16).
27
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam
Moleong, 2002: h. 3) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif bertujuan
untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan
data sedalam-dalamnya. Sedangkan tipe penelitian ini menggunakan tipe
deskriptif kualitatif, dimana peneliti mendeskripsikan wawancara mendalam
terhadap subjek penelitian.
Dengan dasar tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu
menganalisa tentang kesiapan keuchik dalam dalam menyelenggarakan
Gampong Menurut Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 di
Gampong Persiapan Peunaga Baro Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh
Barat.
3.2 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian dilakukan.
Dengan ditetapkan lokasi dalam penelitian, maka akan lebih mudah untuk
mengetahui tempat dimana suatu penelitian dilakukan.
28
Penelitian ini dilaksanakan di Gampong Persiapan Peunaga Baro
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Dipilihnya lokasi ini sebagai
tempat penelitian, merupakan atas pertimbangan penulis bahwa di gampong ini
merupakan gampong baru terbentuk beberapa bulan yang lalu, sehingga banyak
persoalan yang menarik untuk diteliti terutama persoalan tentang penyelenggaran
pemerintahan gampong.
3.2.2 Sumber Data
Adapun Sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer
Merupakan sumber data adalah sumber-sumber dasar yang merupakan
bukti saksi utama dari kejadian yang lalu, contohnya ialah catatan resmi yang
dibuat pada suatu acara atau upacara, suatu keterangan oleh saksi mata,
keputusan-keputusan rapat, foto-foto, dan sebagainya (Moh. Nazir, 2005: h. 51).
Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelitian langsung di
lapangan yang bersumber pada penelitian wawancara dan observasi. Data primer
dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dengan keuchik gampong,
masyarakat, dan beberapa orang aparatur gampong. Sedangkan observasi
dilakukan di lapangan terhadap kondisi lokasi penelitian.
2. Data Sekunder
Menurut Hasan (2002: h. 82) data sekunder adalah data yang diperoleh
oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. data
sekunder merupakan data yang didapat dari studi kepustakaan, dokumen, koran,
internet yang berkaitan dengan kajian penelitian yang diteliti oleh penulis. Untuk
melengkapi data penelitian, maka data sekunder juga diperoleh dari dokumen
29
29
RPJMG gampong, seperti data jumlah penduduk, luas wilayah, dan fasilitas
ekonomi dan sosial.
3.2.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi
Menurut Sukandarrumidi (2008: h. 35) “Observasi adalah melakukan
pengamatan dan pencatatan suatu objek, secara sistematik yang diselediki.
Observasi dapat dilakukan sesuai atau berulangkali. Dalam obervasi melibatkan
dua komponen, yaitu pelaku observasi (disebut sebagai observer), dan objek
yang diobservasi (disebut sebagai observee)”.
2. Wawancara
Menurut Soehartono (2008: h. 67) wawancara adalah pengumpulan data
dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewancara (pengumpulan
data) kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam
dengan alat perekam (tape recorder). Teknik wawancara dapat digunakan pada
responden yang buta huruf atau tidak terbiasa membaca dan menulis, termasuk
anak-anak. Wawancara dapat dilakukan dengan telepon.
3. Dokumentasi
Menurut Soehartono (2008: h. 70) studi dokumentasi merupakan teknik
pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian.
Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen
resmi.
Dokumen dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat,
catatan kasus (case record) dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya. Akan
30
tetapi, perlu diingat bahwa dokumen-dokumen ini ditulis tidak untuk tujuan
penelitian sehingga penggunaannya memerlukan kecermatan penelitian. Adapun
dokumentasi dalam penelitian ini berupa dokumen tertulis seperti buku RPJMG
dan dokumen foto-foto kegiatan penelitian.
3.2.4 Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, unsur yang terpenting adalah adanya
cakupan, keluasaan dan kedalaman data yang diperoleh dari beberapa informan
yang ditunjuk. Metode pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007: h.85). Teknik
pengambilan sasaran penelitian ini merupakan metode memilih atau menetapkan
sasaran penelitian berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu tanpa
mendasarkan dari resistensi atau keterwakilan dari populasi tetapi lebih
mengarah pada cakupan, kekhususan dan ke dalaman informasi yang dianggap
tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber yang kompeten dan dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.
Untuk pengecekan tentang kebenaran hasil wawancara yang didapat dari
informan, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai
sebagai berikut:
1. Keuchik 1 orang
2. Kaur pembangunan 1 orang
3. Kaur Kesra 1 orang
4. Kaur pemerintahan 1 orang
5. Sekdes 1 orang
31
31
6. Tuha peut 2 orang
7. Imum Meunasah 1 orang
8. Ketua Pemuda 1 orang
9. Masyarakat 6 orang
Jadi jumlah informan dipilih adalah 15 orang, karena pengumpulan data
di lapangan sudah memenuhi hadil yang dinginkan. Penentuan informan
berdasarkan maksud dan tujuan penulis, maka penulis menentukan jumlah di atas
sebagai informan, karena mereka mengerti dan memahami masalah di lapangan.
2.3.5 Jadwal Penelitian
Penelitian ini direncanakan berlangsung dalam empat tahapan. Pertama,
tahap persiapan yaitu, penjajkan ko lokasi, usulan penelitian dan penyusunan
pedoman wawancara. Kedua, pengumpulan data. Ketiga, pengolahan data,.
Keempat, penulisan atau penyusunan dan sidang. Secara rinci, jadwal penelitian
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Waktu
Kegiatan
April
2014
Mei
2014
Juni
2014
Juli
2014
Agts
2014
Sept
2014
Tahap persiapan :
1. Penjajakan ke Lokasi
2. Usulan penelitian.
3. Penyusunan pedoman
wawancara
Tahap pengumpulan data
Tahap pengolahan data
Tahap penulisan atau
penyusunan
Sidang
32
3.3 Instrumen Penelitian
Menurut Suyanto & Sutinah (2006: h. 59) “Instrumen penelitian adalah
perangkat untuk menggali data primer dari responden sebagai sumber data
terpenting dalam sebuah penelitian survei. Instrument penelitian ilmu sosial
umumnya berbentuk kusioner dan pedoman pertanyaan (interview guide). Semua
jenis instrumen penelitian ini berisi rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal
atau suatu permasalahan yang menjadi tema pokok penelitian.
Adapun instrumen penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas
penelitian baik atau sebaliknya. Adapun penelitian ini menggunakan instrumen
penelitian dengan cara peneliti terlebih dahulu mencari permasalahan awal,
selanjutnya peneliti mengembangkan penelitian dengan menerapkan instrumen
sederhana yaitu dengan melakukan perbandingan data melalui observasi dan
wawancara.
3.4 Teknik Analisa Data
Di dalam penelitian ini, data yang telah dikumpulkan akan dianalisa
secara kualitatif yakni data yang diperoleh akan dianalisis dalam bentuk kata-
kata lisan maupun tulisan. Teknik ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
yang umum dan menyeluruh dari obyek penelitian. Serta hasil-hasil penelitian
baik dari hasil studi lapangan maupun studi literatur untuk kemudian
memperjelas gambaran hasil penelitian yang berkenaan dengan kesiapan keuchik
dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban gampong.
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja (Moleong, 2002: h. 103). Analisis data
33
33
menggunakan metode deskriptif kualitatif, di mana pembahasan penelitian serta
hasilnya diuraikan melalui kata-kata berdasarkan data empiris yang diperoleh.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif,
maka analisis data yang digunakan non statistik.
Menurut (Miles, 2007: h. 15-19) analisis data dalam penelitian kualitatif
berlangsung secara interaktif, di mana pada setiap tahapan kegiatan tidak
berjalan sendiri-sendiri. Meskipun tahap penelitian dilakukan sesuai dengan
kegiatan yang direncanakan, akan tetapi kegiatan ini tetap harus dilakukan secara
berulang antara kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data serta
verifikasi atau penarikan suatu kesimpulan. Untuk menganalisis data dalam
penelitian ini, digunakan langkah langkah atau alur yang terjadi bersamaan yaitu
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau
alur verifikasi data.
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-catatan
yang tertulis di lapangan (Miles dan Huberman, 2007: h. 17). Reduksi data ini
bertujuan untuk menganalisis data yang lebih mengarahkan, membuang yang
tidak perlu dan mengorganisasikan data agar diperoleh kesimpulan yang dapat
ditarik atau verifikasi. Dalam penelitian ini, proses reduksi data dilakukan
dengan mengumpulkan data dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi
kemudian dipilih dan dikelompokkan berdasarkan kemiripan data.
34
2. Penyajian Data
Menurut Miles dan Huberman (2007: h. 18) penyajian data adalah
pengumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam hal ini, data yang telah
dikategorikan tersebut kemudian diorganisasikan sebagai bahan penyajian data.
Data tersebut disajikan secara deskriptif yang didasarkan pada aspek yang teliti,
yaitu kesiapan keuchik dalam melaksanakan tugas dan kewajiban Pemerintahan
Gampong Menurut Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 di
Gampong Persiapan Peunaga Baro Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh
Barat.
3. Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan
Verifikasi data adalah sebagian dari suatu kegiatan utuh, artinya makna -
makna yang muncul dari data telah disajikan dan diuji kebenarannya,
kekokohannya dan kecocokannya (Miles dan Huberman, 2007: h. 19). Penarikan
kesimpulan berdasarkan pada pemahaman terhadap data yang disajikan dan
dibuat dalam pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada
pokok permasalahan yang diteliti.
Menurut Miles dan Huberman (2007: h. 36) ada tiga komponen analisis
yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Aktivitas ketiga
komponen dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data
sebagai suatu proses siklus. Peneliti hanya bergerak di antara tiga komponen
analisis tersebut sesudah pengumpulan data selesai pada setiap unitnya dengan
memanfaatkan waktu yang masih tersisa dalam penelitian ini. Untuk lebih
35
35
Pengumpulan data
Penyajian data Reduksi data
Kesimpulan
jelasnya proses analisis interaktif dapat digambarkan dalam skema sebagai
berikut:
Sumber: Milles dan Michael Huberman (2007: h. 20)
Gambar di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pengumpulan Data, yaitu dilakukan dengan mengadakan wawancara,
observasi dan dokumentasi.
b. Reduksi Data
1) Data yang terkumpul dipilih dan dikelompokan berdasarkan data yang
mirip sama.
2) Data kemudian diorganisasikan untuk mendapat simpulan data sebagai
bahan penyajian data.
c. Penyajian Data, setelah data diorganisasikan kemudian data disajikan
dalam uraian-uraian naratif yang disertai dengan bagan atau tabel untuk
memperjelas data.
d. Penarikan kesimpulan atau verifikasi, setelah data disajikan maka
dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi serta intervikasi dari
ketiga komponen tersebut di atas.
36
3.5 Pengujian Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan
member check. Pengujian kredibilitas data digunakan untuk mendapatkan data
yang lebih mendalam mengenai subyek penelitian (Sugiyono, 2007: h. 270).
Adapun pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut:
1. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan karena berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan, dirasakan data yang diperoleh masih kurang
memadai. Menurut Moleong (2002: h. 327) perpanjangan pengamatan berarti
peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data
tercapai. Dalam pengumpulan data, pengamatan yang dilakukan tidak hanya
dilakukan dalam waktu yang singkat melainkan memerlukan perpanjangan
pengamatan dengan keikutsertaan pada latar belakang penelitian.
2. Peningkatan Ketekunan
Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
mendalam untuk memperoleh kepastian data. Meningkatkan ketekunan
dilakukan dengan membaca berbagai referensi baik buku maupun dokumen yang
terkait dengan temuan yang diteliti sehingga berguna untuk memeriksa data
apakah benar dan bisa dipercaya atau tidak.
3. Triangulasi
Analisa Triangulasi merupakan suatu metode analisis untuk mengatasi
masalah akibat dari kajian mengandalkan satu teori saja, satu macam data atau
37
37
satu metode penelitian saja (Sugiyono, 2007: h. 225). Triangulasi dapat diartikan
sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Menurut
Sugiyono (2007: h. 273) terdapat minimal tiga macam triangulasi, yaitu:
a. Triangulasi sumber data
Pada triangulasi sumber data, data dicek kredibilitasnya dari berbagai
sumber data yang berbeda dengan teknik yang sama misalnya, mengecek sumber
data antara bawahan, atasan dan teman.
b. Triangulasi teknik pengumpulan data
Pada triangulasi teknik pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya
dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda dengan sumber data yang
sama.
c. Triangulasi waktu pengumpulan data
Pada triangulasi waktu pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya
dengan waktu yang berbeda-beda namun dengan sumber data dan teknik yang
sama.
Triangulasi menjadikan data yang diperoleh dalam penelitian menjadi
lebih konsisten, tuntas dan pasti serta meningkatkan kekuatan data (Sugiyono,
2007: h. 241).
4. Pemeriksaan Teman Sejawat
Pemeriksaan teman sejawat dilakukan dengan mendiskusikan data hasil
temuan dengan rekan-rekan sesama mahasiswa maupun teman yang bukan
mahasiswa. Melalui diskusi ini diharapkan akan ada saran atau masukan yang
berguna untuk proses penelitian.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gampong Persiapan Peunaga Baro terletak di Kecamatan Meureubo, yang
merupakan pemekaran dari Gampong Paya Peunaga, Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat. Gampong Persiapan Peunaga Baro berdiri di atas tanah
seluas 2000 x 500 Meter, dengan jumlah rumah sebanyak 996 rumah yang
dulunya berada di Dusun H. Dariah Gampong Paya Peunaga dan berada dalam
pengawasan keuchik Paya Peunaga. Sekarang berubah menjadi Gampong
Peunaga Baro.
Letak geografis Gampong Persiapan Peunaga Baro. Berbatasan dengan
beberapa gampong yaitu:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Paya Peunaga.
2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Gunong Kleng.
3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Ujung Tanjong.
4. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Langung.
Gampong Persiapan Peunaga Baro terdapat perumahan Budha Tzu Chi
yang diperuntukkan bagi para pengungsi korban bencana alam gempa dan tsunami
yang terjadi pada 26 desember 2004 silam. Penduduk kompleks perumahan Cinta
Kasih Tzu Chi ini berasal dari beberapa gampong pinggiran pantai kota Meulaboh
(Aceh Barat) yang direlokasi.
39
39
Warga gampong yang direlokasi ke kompleks perumahan Cinta Kasih Tzu
Chi antara lain berasal dari Gampong Padang Seurahet, Panggong, Pasie Ujung
Kalak, Bubon, dan Suak Timah. Penduduk yang paling banyak berasal dari dua
desa, Padang Seurahet dan Panggong, jadi penduduknya bersifat heterogen.
Jumlah penduduk dari komplek perumahan Cinta Kasih Tzu Chi sendiri belum
dapat dipastikan karena belum adanya pendataan secara tertulis. Namun bila
dilihat dari hasil pengamatan kepala dusun komplek perumahan Cinta Kasih Tzu
Chi mengatakan bahwa jumlah penduduk berkisar + 4000 jiwa. Dengan jumlah
remaja (pria dan wanita) sekitar 30% dari jumlah seluruh penduduk.
4.1.1 Pencaharian Penduduk
Penduduk Gampong Persiapan Peunaga Baro terdiri dari berbagai profesi
sebagai mata pencaharian mereka, dari yang wiraswata, nelayan sungai dan laut,
buruh, angkutan (penarik becak), pedagang dan lain- lain. Dari keseluruhan
penduduk terdapat 25% yang tercatat sebagai PNS yang terdiri dari guru, TNI dan
lain- lain.
4.1.2 Agama
Dari segi agama penduduk Gampong Persiapan Peunaga Baro atau
kompleks perumahan Cinta Kasih Tzu Chi ini mayoritas beragama Islam.
Terdapat juga beberapa orang yang beragama non Islam seperti warga keturunan
Tionghoa yang beragama Budha sebanyak 25 orang ditambah 1 orang beragama
Islam (Mualaf), dan yang beragama kristiani sebanyak 4 orang.
40
40
4.1.3 Kondisi Pemerintahan
Gampong Persiapan Peunaga Baro Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh
Barat, memiliki pemerintahan sebagai berikut:
1. Keuchik : Almanudar
2. Sekdes : Samsuar
3. Kaur Kesra : Sahlan
4. Kaur Pembangunan : M. Jaka
5. Kaur Pemerintahan : Saifuddin
6. Kaur Humas : Bakhtiar
7. Bendahara Gampong : Syafrizal
Kemudian untuk lebih jelas, maka dapat dilihat pada bagan struktur di
bawah ini:
Struktur Organisasi Pemerintahan Gampong Persiapan Peunaga Baro Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat
Sumber: Monografi Gampong Persiapan Peunaga Baro tahun 2013
TUHAPEUT
KEUCHIK
Almanudar
KAUR
PEMBANGUNAN
M.Jaka
KAUR
PEMERINTAHAN
Saifuddin
KAUR HUMAS
Bahtiar
KAUR KESRA
Sahlan
Sekdes
Samsuar
Bendahara Gampong
Syafrizal
41
41
4.1.4 Fasilitas Sosial dan Ekonomi
Tabel : 4.1
Fasilitas Sosial dan Ekonomi
No Jenis Fasilitas Jumlah (unit)
1 Fasilitas Agama 1 unit 1 unit
1 unit
Mesjid Meunasah
Tempat Pengajian
2 Fasiltas Pendidikan
1 unit 1 unit
1 unit
SMP Negeri 6 Meureubo SD
TK dan PAUD
3
Fasilitas Kesehatan 1 Unit Posyandu
4 Fasilitas olahraga 1 unit 1 unit 1 unit
1 unit
Lapangan bola kaki Lapangan voli Lapangan futsal
Lapangan basket
4 Fasilitas Pemerintahan 1 unit Kantor Gampong /Balai Gampong
Kantor kepemudaan
5 Fasilitas Sarana
Kebersihan
2 Unit WC umum
Tempat Penampungan sampah Reol atau saluran air Fasilitas Sumur bor
Sumber : Profil Gampong Persiapan Peunaga Baro Tahun 2013
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Kesiapan keuchik dalam menyelenggarakan pemerintahan gampong
menurut Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 di Gampong Persiapan
Peunaga Baro
Dalam melaksanakan menyelenggarakan pemerintahan, keuchik selaku
kepala pemerintahan gampong, tentu perlu persiapan dari keuchik itu sendiri.
Salah satu contoh dalam kesiapan keuchik adalah mempersiapkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan pelaksanaan penyenggaraan pemerintahan gampong.
42
42
Demikian pula kebijakan pemekaran Gampong Persiapan Peunaga Baro, tanpa
persiapan yang mantang dari keuchik maupun masyarakat maka sangat mustahil
akan berhasil pemekaran gampong.
Untuk mengetahui Keuchik sebagai ujung tombak penyelenggara
pemerintah gampong, maka penulis mewawancarai Almanudar, selaku keuchik
Gampong Persiapan Peunaga Baro Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Adapun kesiapannya dalam menjalankan dalam menyelenggarakan dalam
melaksanakan kebijakan pembangunan gampong, maka Almanudar, mengatakan
bahwa:
“Ini bukan soal siap atau tidak siap. Sebagai kebijakan legal pemerintah yang memiliki sifat "memaksa" maka jika tiba waktunya kebijakan pembangunan yang saya ambil karena
kebijakan pembangunan tesebut merupakan tugas dan kewajiban keuchik selaku kepala pemerintahan gampong yang harus
dilaksanakan, suka tidak suka harus siap. Walaupun begitu, secara khusus saya menghadapi masalah serius yang perlu disikapi secara bijak oleh aparat tingkat atas. (wawancara, Sabtu 22 Maret
2014).
Berdasarkan hasi wawancara dengan Almanudar, maka M.Jaka selaku
Kaur Pembangunan, menambahkan bahwa:
“Kalau menurut saya, siap atau tidaknya dalam menyelenggarakan
pemerintahan gampong sebagaimana yang diamanatkan di dalam peraturan gubernur. Lagipula gampong sudah terbentuk, mau tidak mau harus siap karena jawaban sudah diberikan kepada bapak
keuchik. Iya dapat dikatakan bapak keuchik siap melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai keuchik gampong.(wawancara,
Sabtu 22 Maret 2014).
Menurut Sahlan Selaku Kaur Kesra, menyatakan bahwa:
“Banyak tugas dan kewajiban yang dijalankan keuchik
sebagaimana yang diatur di dalam peraturan gubernur nomor Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 tentang pedoman umum penyelenggaran pemerintahan gampong. Salah satu contoh saya
43
43
katakan misalnya tugas Keuchik menyusun dan mengajukan
rancangan qanun gampong tentang APBG untuk dibahas dan ditetapkan bersama tuha peut. Itu artinya bahwa pelaksanaan tugas
dan kewajiban itu terpisah. Jadi secara pribadi saya katakan bahwa keuchik sudah siap melaksanakan tugas sebagaimana yang diatur dalam peraturan gubernur. (wawancara, Sabtu 22 Maret 2014).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa dalam
dalam menyelenggarakan pemerintahan, sebagaimana yang diamatkan di dalam
peraturan gubernur nomor 25 tahun 2011 tentang pedoman umum
penyelenggaraan pemerintahan gampong, maka dalam pelaksanaannya keuchik
telah siap segala sesuatu, karena keuchik telah diberikan tugas dan tanggung
jawab sebagai pemimpin gampong. Kemudian di sisi lain penulis juga
mewancarai keuchik dan beberapa aparat gampong terkait dengan adanya
peraturan gubernur.
Adapun pernyataan penulis ajukan adalah apakah keuchik maupun aparat
gampong mengatahui adanya peraturan gubernur Aceh. Agar lebih jelas maka
hasil wawancara dengan Almanudar selaku keuchik Gampong Persiapan Peunaga
Baro, menyatakan bahwa:
“Iya tahu saya ada peraturan gubernur Aceh, semasa Irwandi Yusuf
menjabat. Namun isi peraturan tersebut saya kurang tahu. Masalah
pelaksanaan tugas dan kewajiban keuchik telah disebutkan di
dalam peraturan tersebut” . (wawancara, Sabtu 22 Maret 2014).
Menurut Guntur, selaku ketua pemuda Gampong Persiapan
Peunaga Baro, mengatakan bahwa: “ masalah dijalankan tugas dan
kewajiban keuchik memang ada dijalankan sebagaimana yang
diamanatkan di dalam Qanun tersebut. Kemudian untuk saat ini
persiapan yang dijalankan oleh keuchik seperti SK-SK Sekdes,
Tuha peut dan anggota lainnya”.(wawancara, Sabtu 22 Maret
2014).
44
44
Berbeda dengan pernyataan Samsuar, selaku Sekdes Gampong Persiapan
Peunaga Baro, yaitu:
“Kalau masalah pelaksanaan tugas dan kewajiban keuchik untuk saat ini saya tahu, tapi tidak sepenuhnya tahu karena jarang
berkomunikasi dengan beliau sebab kamipun sibuk kerja. Kadang rapatpun jarang diadakan, paling-paling kalau ada perlu, baru ada
panggilan baru ke rumah pak keuchik. Kemudian untuk saat ini tugas yang dilaksanakan pak keuchik yaitu masalah anggaran gampong, karena keuchikpun belum ada gaji.(wawancara, Sabtu 22
Maret 2014).
Hasil wawancara dengan Saifuddin Kaur Pemerintahan, mengatakan
bahwa:
“Ketika saya membaca peraturan gubernur Aceh, bahwa banyak ternyata tugas dan kewajiban yang dilaksanakan keuchik. Jadi siap
atau tidak keuchik harus tetap siap menjalankannya, sebab sudah diberikan amanat. Dengan melihat tugas dan kewajiban yang
sangat banyak. Maka keuchik perlu kerja sama antara sesam aparat gampong. Sebelumnya saya tidak membaca peraturan gubernur, sebab saya tidak tahu ada peraturan gubernur yang mengatur
tentang pedoman penyelenggaraan pemerintahan gampong. (wawancara, Minggu 23 Maret 2014).
Hasil wawancara dengan Efendi, selaku masyarakat mengatakan bahwa:
“Kalau ditanyakan masalah siapkah keuchik jika diberi jabatan untuk menjalan tugas dan kewajiban. Iya menurut saya harus siap,
kalau tidak siap untuk apa menjabat sebagai keuchik. (wawancara, Minggu 23 Maret 2014).
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Razali, selaku masyarakat, mengatakan
bahwa:
“Memang benar apa yang dikatakan oleh Efendi, kalau sudah jadi
keuchik iya harus siap atas segala tugas dan kewajiban yang
diamanatkan. (wawancara, Minggu 23 Maret 2014).
Menurut Nazir, “selaku masyarakat, keuchik Gampong Persiapan Peunaga Baro sudah siap melaksanakan tugas dan kewajiban karena dari sejak ingin dimekarkan perumahan Budha Tzu Chi
45
45
menjadi gampong, segala sesuatu untuk pemekaran sudah
disiapkan”. (wawancara, Minggu 23 Maret 2014).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa
kesiapan keuchik dalam melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan
gampong. Hal itu ditandai dengan persiapan yang matang oleh keuchik Gampong
Persiapan Peunaga Baro. Tugas dan kewajiban yang diberikan kepada keuchik
juga diatur di dalam peraturan gubernur nomor 25 tahun 2011 tentang pedoman
penyelenggaran pemerintahan gampong dan Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang
pemerintahan gampong dapat dikatakan cukup berat, karena banyak poin-poin
tentang tugas dan kewajiban keuchik yang harus dilaksanakan. Oleh sebab itu
perlunya persiapan yang baik, agar tugas dan kewajiban yang diamatkan dapat
dijalankan dengan baik.
Salah satu tugas yang harus dijalankan sebagaimana yang diatur di dalam
peraturan gubernur Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan
pemerintahan gampong adalah memiliki peran penting dalam memimpin
penyelenggaraan Pemerintahan Gampong berdasarkan kebijakan yang ditetapkan
tuha peut dan keuchik mengkordinasikan pembangunan gampong secara
partisipatif.
Sedangkan kewajiban yang harus dijalankan oleh keuchik sebagaimana
peraturan gubernur Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan
pemerintahan gampong salah satunya adalah keuchik mendamaikan perselihan
masyarakat di gampong. Untuk melaksanakan tugas tersebut maka perlunya
persiapan yang baik keuchik, agar pelaksanaan tugas dan kewajiban berjalan
46
46
dengan baik. Hal ini juga dituturkan oleh Saifuddin selaku Kaur Pemerintahan,
menyatakan bahwa:
“Kalau menurut saya tugas dan kewajiban keuchik sangat perlu persiapan yang baik. Contohnya saya katakan tugas yang perlu
persiapan adalah masalah pembangunan gampong. Karena kenapa saya perlu persiapan yang baik, sebab pembangunan gampong
prosesnya lama dan harus dijalankan perencanaan dengan baik. (wawancara, Minggu 23 Maret 2014).
Hasil wawancara dengan Zulkifli, selaku masyarakat mengenai kesiapan
keuchik selama pemekaran gampong yang telah dijalankan kewajiban keuchik,
yaitu:
“Menurut saya selama pemekaran gampong belum terlalu nampak
persiapan yang dilakukan oleh keuchik, karena pemekaran gampong masih berjalan beberapa bulan. Jadi bisa dikatakan bahwa tugas dan kewajiban yang telah dijalankan misalnya pelaksanaan
pembangunan, administrasi gampong dan memelihara ketentraman serta ketertiban masyarakat belum terlalu dijalankan. Karena
keuchik baru menjabat, oleh itu tugas-tugas yang dilaksanakan terasa berat bagi seorang keuchik. (wawancara, Senin 24 Maret 2014).
Kemudian pernyataan Asmanidar selaku Warga Gampong Persiapan
Peunaga Baro mengenai pelaksanaan tugas dan kewajiban keuchik sebagaimana
disebutkan dalam peraturan gubernur, yaitu:
“Masalah peraturan Gubernur saya kurang tahu, sebab yang namanya keuchik wajib melaksanakan tugas dan kewajibannya. Misalnya tugas keuchik dalam menyelenggaraan pemerintahan di
tingkat gampong harus benar dilaksanakan dan kewajiban contohnya melaksanakan syariat Islam. Oke bisa kita katakan
keuchik sendiri melaksanakan syariat Islam. Bagaimana dengan warganya. Kalau menurut saya iya tidak semua tugas dan kewajiban dilaksanakan sebagaimana yang diatur di dalam
peraturan gubernur, karena di dalam peraturan gubernur banyak sekali poin-poin yang harus dilaksanakan. (wawancara, Senin 24
Maret 2014).
47
47
Hasil wawancara dengan Samsuar, selaku Sekretaris Gampong ketika
ditanyai masalah peraturan Gubernur, beliau menjawab:
“Iya saya tahu ada peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2011 tentang pedoman penyelenggaraan pemerintahan gampong. Namun
saya tidak tahu apa saja tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh keuchik. Sebab kami di sini baru menjabat
sebagai aparat gampong termasuk keuchik baru juga menjabat. Mana tahu semua tentang isi peraturan tersebut. (wawancara, Senin 24 Maret 2014).
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Saifuddin, selaku Kaur
Pemerintahan mengatakan bahwa:
“ Saya tidak tahu ada atau tidak peraturan gubernur, sebab saya tidak melihatnya dalam bentuk buku maupun dalam bentuk lain
sebagainya, karena saya menjalankan tugas pemerintahan gampong sebagaimana mestinya”. (wawancara, Senin 24 Maret 2014).
Menurut Syafrizal, selaku bendara gampong mengatakan bahwa “juga tidak mengetahui peraturan gubernur. Apalagi menyangkut
masalah tugas dan kewajiban keuchik.” (wawancara, Senin 24 Maret 2014). Hal tersebut juga diungkapkan oleh Bakhtiar selaku Kaur Humas mengatakan juga tidak tahu dengan adanya peraturan
gubernur, tapi masalah tugas dan kewajiban keuchik saya tahu”. (wawancara, Senin 24 Maret 2014).
Berdasarkan kutipan wawancara di atas, maka jelas bahwa kesiapan
keuchik dalam melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan gampong belum
terlalu maksimal, karena sebagian aparat gampong dan keuchik kurang tahu
tentang peraturan gubernur. Hal ini jelas bahwa pelaksanaan tugas dan kewajiban
keuchik hanya sebagian saja, seperti yang tercantum dalam isi peraturan gubernur
nomor 25 tahun 2011 tentang pedoman penyelengaraan pemerintahan gampong,
misalnya pelaksanaan tugas keuchik dalam menyelenggaraan pemerintahan dan
kewajiban contohnya melaksanakan syariat Islam.
48
48
Jika melihat tugas dan fungsi keuchik menurut peraturan gubernur nomor
25 Tahun 2011 Tentang Pedoman penyelenggaraan pemerintahan gampong di
Provinsi Aceh, dapat dikatakan cukup berat bagi pemerintahan gampong yang
selama ini tidak memiliki kemandirian dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya. Menurut peraturan tersebut keuchik gampong memiliki tugas
menyelenggaran pemerintahan, melaksanakan pembangunan, membina
masyarakat dan meningkatkan pelaksanaan syariat Islam. Sedangkan fungsinya
adalah penyelenggaraan pemerintahan, baik berdasarkan asas desentrasilisasi,
dekonsentrasi dan urusan tugas pembantuan serta segala urusan pemerintahan
lainnya yang berada di gampong dan pelaksanaan pembangunan, baik
pembangunan fisik dan pelestarian lingkungan hidup maupun pembangunan
mental spiritual di gampong.
Sebagai kepala eksekutif penyelenggaraan pemerintahan di gampong,
keuchik harus menjalankan pelaksanaan pemerintahannya sesuai dengan peraturan
gubernur. Tugas dan kewajiban keuchik sebagaiman yang diatur di dalam
peraturan gubernur, pada dasarnya bukanlah hal yang baru bagi keuchik. Namun
karena selama ini tugas dan fungsi tersebut ditangani oleh instansi berwenang
seperti membuat anggaran pembangunan gampong dilakukan oleh pemerintah
kecamatan, mendamaikan perkara dilakukan oleh pihak kepolisian, maka
terjadilah kecanggungan-kecanggungan dan bahkan tidak dilaksanakannya tigas
dan fungsi keuchik.
Dari keterangan yang diperoleh dari M.Jaka bahwa:
“Pelaksanaan tugas dan kewajiban keuchik agak sangat sulit sedikit, sebab membuat anggaran pembanguuan dan mendamaikan
49
49
perlu pihak-pihak kecamatan. Artinya bahwa pelaksanaan tugas
dan fungsi keuchik yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan gampong masih perlu mendapat bantuan dari
pemerintah kecamatan. (wawancara, Senin 24 Maret 2014). Dari pernyataan di atas jelas bahwa pelaksanaan kewajiban keuchik masih
mendapat kesulitan, karena masih rendahnya sumberdaya manusia sehingga
pelaksanaan tugas dan kewajiban keuchik selaku pemerintahan gampong masih
perlu pihak pemerintah kecamatan dalam memberikan bantuan atau bimbingan
agar proses pelaksanaan pemerintahan gampong dapat berjalan dengan baik.
Pemerintah yang ada di gampong merupakan suatu organisasi yang ada di
pemerintah daerah dan wujud penyelenggaraan urusan pemerintahan, oleh
pemerintah gampong dan anggota tuha peut gampong dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat. Salah satunya adalah masalah tugas
yang harus dilaksanakan pemerintahan gampong yaitu pemerataan suatu
pembangunan gampong agar berpengaruh terhadap aktvitas-ativitas warga
masyarakat, dan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan kelangsungan
gampong, sehigga bukan hanya tugas pemerintah gampong dalam pembangunan
infrastruktur fisik, tetapi seperti apa solusi yang diberikan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam menyeleksi proyek-proyek pembangunan di suatu desa.
Dalam menjalankan Pemerintah gampong di Gampong Persiapan Peunaga
Baro penulis mengamati ketika mengadakan observasi, gejala yang nampak oleh
penulis adalah ketika proses kegiatan pelayanan kepada masyarakat berlangsung
lambat sehingga banyak keluhan dari masyarakat mengenai kinerja pemerintahan
gampong dan keuchik. Dari hal tersebut memahami bahwa pelaksanaan tugas dan
kewajiban keuchik gampong Persiapan Peunaga Baro belum sepenuhnya berjalan
50
50
sebagaimana diatur di dalam peraturan gubernur, akan tetapi secara teknis
pemerintahan gampong telah siap melaksanakannya terutama keuchik gampong.
4.2.2 Kendala Keuchik Dalam dalam menyelenggarakan Pemerintahan
Gampong Menurut Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 di Gampong
Persiapan Peunaga Baro
Keuchik adalah kepala pemerintahan gampong yang melaksanakan fungsi
kekuasaan eksekutif. Dalam menyelenggarakan pemerintahan gampong, Keuchik
diberikan beberapa tugas dan kewajiban yang harus dijalankan. Adapun tugas dan
kewajiban tersebut diatur dalam peraturan Gubernur nomor 25 Tahun 2011
Tentang Pedoman penyelengaaraan pemerintahan gampong. Namun pelaksanaan
tugas dan kewajiban pemerintahan gampong tidak terlepas dari kendala dan
tantangan tersendiri. Begitupula dengan kendala yang dialami oleh Keuchik
Gampong Persiapan Peunaga, bahwa mengingat masih baru menjabat sebagai
keuchik tentu banyak sekali kendala dan rintangan, karena masih minimnya
pengalaman dalam menjalan tugas pemerintahan gampong.
Dalam hal ini penulis, mewancarai Almanudar, selaku keuchik Gampong
Persiapan Peunaga Baro, mengatakan bahwa:
“Sebenarnya banyak kendala yang saya hadapi, sebab baru menjabat keuchik pasti ada kendala, apalagi sumber daya yang saya
miliki sangat minim. Pengalamanpun belum pernah”. (wawancara, Rabu 26 Maret 2014).
Kemudian wawancara dengan Syaifuddin, selaku Kaur Pemerintahan
mengatakan bahwa:
”Kalau menurut saya, kendala yang dialami keuchik ada, yang
namanya baru menjabat tetap ada. Misalnya saya beri contoh di dalam peraturan gubernur ada disebutkan tugas keuchik menyusun
dan mengajukan rancangan qanun gampong tentang APBG untuk dibahas dan ditetapkan bersama tuha peut. Sedangkan tuha peut
51
51
dan keuchik belum terlalu kompak dalam menjalankan tugas
masing, apalagi menyusun qanun APBG, perlu bantuan dari pihak kecamatan. Dalam menyusunan qanun APBG gampong mendapat
kendala karena kemampuan sumber daya manusia yang minim. (wawancara, Rabu 26 Maret 2014).
Hal yang Senada Juga diungkapkan oleh, Bakhtiar selaku Kaur hubungan masyarakat, mengatakan: “Memang ada kendala dalam
melaksanakan tugas dan kewajiban keuchik, sebab baru saja menjabat sebagai keuchik. Kemudian kerja sama antara sesame aparat gampong belum terlalu berjalan. Itulah yang menjadi
penghambat yang sangat berat. (wawancara, Rabu 26 Maret 2014).
Kemudian menurut Samsudin selaku masyarakat, Gampong Persiapan
Peunaga Baro, mengatakan bahwa:
“Menurut saya, keuchik kami di sini tentu saja ada kendala dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, misalnya saja antara aparat gampong saja belum terlalu kompak. Kemudian sarana penunjang belum memadai seperti kantor desa dan hal-hal lain yang dianggap
perlu. Lagipula belum ada kegiatan yang berkaitan dengan gampong atau tugas dan kewajiban keuchik belum ada dampaknya
bagi gampong. Itu artinya keuchik masih mendapat kendala dalam melaksanakannya. (wawancara, Rabu 26 Maret 2014).
Berdasarkan pernyataan Samsudin, maka dibenarkan oleh Mahmud, selaku
masyarakat, mengatakan:
“Iya benar apa yang dikatakan Samsudi, kalau masalah kendala
tetap ada, karena bukan enak menjadi pemimpin gampong apalagi sangat sulit mengatur masyarakat perumahan Budha Tzu chi yang
banyak penduduknya. Nah kalau menurut saya Kendala yang paling berat adalah ketika melaksanakan kerja sama antara sesama aparat gampong. Misalnya keuchik dan Kaur maupun Sekdes
karena mereka belum terlalu menyatu dalam melaksanakan tugasnya. (wawancara, Rabu 26 Maret 2014).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa dalam
melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan gampong, keuchik mendapatkan
Kendala karena belum terlalu berpengalaman dalam menjalankan tugasnya serta
kurangnya kerja sama antara aparat gampong sehingga menyebabkan terjadinya
52
52
kendala dalam proses pelaksanaan tugas keuchik yaitu salah satunya adalam
menyusun qanun tetang APBG.
Penyelenggaraann pemerintahan gampong tidak terlepas dari peran
masyarakat dan seluruh aparat gampong, karena penyelenggaraan pemerintahan
yang dijalankan oleh keuchik perlunya kerja sama dengan seluruh aparat gampong
dan masyarakat. Apabila hal tersebut tidak ada, maka proses pelaksanaan tugas
dan kewajiban selalu akan mendapatkan kendala.
Kemudian pada kesempatan yang berbeda, Almunadar (Keuchik
gampong) memberikan penjelasan untuk kendala-kendala pelaksanaan tugas dan
fungsi pemerintah Gampong Persiapan Peunaga Baro khususnya keuchik yaitu,
selain belum adanya sarana tulis seperti komputer, yang sekarang ini dirasakan
menjadi kendala adalah belum adanya sekretariat atau kantor desa yang tetap,
karena gampong masih baru saja dimekarkan, sebagaimana penuturanya saat
diwawancarai berikut ini:
“Memang di gampong kami belum punya sekretariat, atau kantor desa mengingat masih baru pemekaran beberapa bulan. Hal itu tentu menjadi kendala bagi kami dalam menjalankan tugas
pemerintahan gampong”. (Wawancara, Rabu 26 Maret 2014).
Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa keuchik tidak
mempunyai kantor karena masih belum dibangun oleh pemerintah mengingat
masih baru. Kemudian hal yang senada juga diungkapkan oleh Syaifuddin selaku
Kaur Pemerintahan mengatakan bahwa:
“Memang belum ada kantor desa, oleh karena itu menjadi kendala bagi kami dalam melaksanakan tugas pemerintahan gampong,
sebab menurut kami perlu adanya prasarana penunjang bagi pemerintahan gampong agar pelaksanaan tugas tidak ada kendala”. (Wawancara, Rabu 26 Maret 2014).
53
53
Lebih lanjut Almanudar, selaku keuchik mengatakan bahwa:
“Sarana dan prasarana pemerintahan gampong belum terlalu
memadai misalnya kantor desa tidak ada. Kantornya hanya di rumah keuchik. Kalau alat-alat kantor seperti komputer dan printer ada, karena untuk proses pembuatan surat-surat. (Wawancara, Rabu
26 Maret 2014).
Dari sekian banyak kendala, sebagaimana dijelaskan di atas, hanya yang
paling mendasar adalah kendala sarana dan prasarana pemerintahan yang belum
memadai. Kemudian kendala lain adalah kapasitas sumber daya manusia aparatur
gampong yang merupakan sebuah hal yang sangat dibutuhkan dan tidak bisa
ditawar-tawar lagi dalam rangka meningkatkan mutu kinerja aparat gampong,
karena tuntutan kapasitas tidak hanya dibutuhkan oleh individu pemegang dan
penyelenggara pemerintahan secara personal tetapi juga kolektifitas kelembagaan
baik meliputi institusi maupun kapasitas kebijakannya. Untuk lebih jelasnya apa
sasaran yang hendak dicapai dari membangun kapasitas, adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan ketrampilan menejemen dan Sumber Daya Manusia
sehingga mampu bersaing dalam percaturan global.
Dari uraian di atas bila dikaitkan dengan permasalahan yang ada dalam
intern pemerintah Gampong Persiapan Peunaga Baro, kiranya masih sangat
dibutuhkan dalam rangka peningkatan mutu kerja yang berkaitan dengan SDM
yang ada. Perlu diingat bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi pembangunan
kapasitas adalah sebagai berikut:
1. Komitmen bersama dari seluruh aktor yang terlibat dalam sebuah
organisasi.
2. Kepemimpinan.
54
54
3. Reformasi Kelembagaan, reformasi ini menunjuk pengembangan iklim
dan budaya yang kondusif bagi penyelenggaraan program kapasiitas
personal dan kelembagan menuju pada realisasi pada tujuan yang ingin
dicapai.
4. Pengakuan kelemahan dan kekuatan yang dimiliki.
Keempat hal tersebut di atas akan sangat berpengaruh terhadap
pembangunan kapasitas SDM yang pada akhirnya akan menghasilkan kinerja
yang optimal dan profesional serta mampu mengikuti perkembangan globalisasi.
Terkait dengan kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi keuchik sebagaimana diuraikan di dalam peraturan Gubernur nomor 25
tahun 2011 tentang pedoman penyelenggaraan pemerintahan gampong, maka
Samsuar (Sekdes) menjelaskan bahwa:
“Selama ini yang menjadi kendala selain sarana dan prasarana seperti halnya alat tulis, tapi yang paling berat kendalanya adalah
sumber daya yang dimiliki keuchik. Selain hal tersebut yang menjadi kendala dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban adalah
terkait dengan keterbatasan untuk menyusun Qanun serta program pembangunan gampong. (Wawancara, Rabu 26 Maret 2014).
Halnya yang sama juga diungkapkan oleh Lasmi (anggota tuha peut),
mengatakan bahwa:
“Menurut saya masalah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
tugas dan kewajiban keuchik ada kaitannya dengan kelancaran administrasi pada masing-masing perangkat khusunya berkaitan
dengan SDM masih meragukan karena memang keuchik maupun perangkat gampong masih kurang berkompeten dalam hal sumber daya manusia dalam pelaksanaan segala tugas yang diberikan.
(Wawancara, Rabu 26 Maret 2014).
55
55
Menurut Almanudar, selaku keuchik mengatakan bahwa:
“Jumlah pegawai telah mencukupi, tapi sumber daya aparatur
gampong tersebut belum siap melaksanakan tugasnya karena faktor sumber daya manusianya. Kualitas SDM yang dimiliki belum memadai. Hal ini terlihat banyak aparat gampong tidak melakukan
tugasnya sebagainya yang diatur dalam peraturan gubernur. (Wawancara, Rabu 26 Maret 2014).
Berdasarkan wawancara di atas, jelas bahwa pelaksanaan tugas dan
kewajiban memiliki kendala, karena dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia
yang dimiliki setiap invidu. Kendala yang dihadapi merupakan tolak ukur untuk
melihat kinerja pemerintahan gampong teruma keuchik yang terkait dengan
pelaksanaan tugas dan kewajiban pemerintahan gampong sebagaimana yang
diamanatkan di dalam peraturan gubernur nomo 25 tahun 2011 tentang pedoman
penyelenggaraan pemerintahan tentu ada kendala disetiap tugas dan kewajiban
yang dilaksanakan.
2.3 Pembahasan
4.3.1 Kesiapan Keuchik dalam dalam Menyelenggarakan Pemerintahan
Gampong menurut Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 di Gampong
Persiapan Peunaga Baro
Gampong Persiapan Peunaga Baro merupakan salah satu Gampong di
Kecamatan Meureubo yang sekaligus sebagai gampong yang baru dimekarkan
dari Gampong Paya Peunaga, apabila dibandingkan dengan gampong-gampong
lain yang ada di Kecamatan Meureubo, Gampong Persiapan Peunaga Baro secara
hukum masih berjalan beberapa bulan, tentu pemerintahannya masih lambat
dalam menjalankan roda pemerintahan.
56
56
Pemerintahan Gampong Persiapan Peunaga Baro, khususnya keuchik tentu
memiliki tugas dan kewajiban dalam dalam menyelenggarakan pemerintahan
gampong, karena keuchik sudah diberikan tanggung jawab yang diatur dalam
undang-undang maupun peraturan Gubernur Nomor 25 tahun 2011 tentang
pedoman penyelenggaraan pemerintahan gampong.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan gampong tentu perlu persiapan
dari keuchik agar tugas dan kewajiban terlaksana sebagaimana mestinya. Meski
secara sumber daya keuchik tidak mampu untuk melaksanakan, namun keuchik
harus siap karena telah dipilih oleh masyarakat yang otomatis sudah ada tanggung
jawab. Dalam kesiapannya tentu keuchik sendiri memiliki masalah yang serius
yang perlu disikapi oleh masyarakat maupun pemerintahan tingkat atas.
Pelaksanaan tugas keuchik sebagaimana yang diamanatkan di dalam
peraturan Gubernur Nomor 25 tahun 2011, tentu sangat banyak salah satunya
adalah menyusun dan mengajukan rancangan qanun gampong tentang APBG
untuk dibahas dan ditetapkan bersama anggota tuha peut. Adapun tugas yang lain
yang perlu dilaksanakan tentu banyak persiapan keuchik terutama persiapan
kemampuan keuchik dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah diembankan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan tugas dan
kewajiban keuchik tidak banyak persiapan sehingga secara administratif keuc hik
belum siap melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Qanun
atau peraturan gubernur. Dari segi sumber daya atau tingkat pengetahuan keuchik
terhadap peraturan gubernur membuktikan bahwa keuchik tidak memahami isi
peraturan gubernur tersebut.
57
57
Kemudian pelaksanaan tugas dan kewajiban keuchik di Gampong
Persiapan Peunaga Baro belum sepenuhnya dijalankan oleh keuchik dan aparat
gampong seperti Sekdes, tuha peut dan kepala urusan (KAUR). Hal ini
disebabkan oleh jabatan-jabatan yang diberikan kepada aparat gampong tidak
dilaksanakan dengan baik, sebab aparat gampong tersebut memiliki pekerjaan
lain, sehingga ketika diadakan rapat oleh keuchik pada siang hari aparat gampong
tidak bisa hadir. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada kesiapan khusus oleh
keuchik dan aparat pemerintahannya.
Secara keseluruhan keuchik belum memiliki persiapan khusus terutama
masalah pemahaman tentang tugas yang mesti dilaksanakan. Oleh sebab itu
jabatan yang diberikan belum terlaksana sebagaimana mestinya. Walaupun secara
pribadi tidak siap, namun secara administratif, keuchik seharusnya siap
melaksanakan tugas dan kewajiban. Keuchik mengalami kesulitan dalam tugas
dan kewajiban yang tertera dalam peraturan gubernur seperti membuat anggaran
pembangunan dan menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi di dalam
masyarakat.
Berbagai usaha dari pemerintah gampong sehubungan dengan
penyelenggaraan pemerintahan gampong dalam rangka untuk menyempurnaan
lembaga pemerintahan gampong telah menempatkan keuchik dalam posisi yang
penting dan luas. Penting, karena ikut menentukan maju mundurnya masyarakat
di gampongnya, dan luas, karena menangani hampir semua segi kehidupan
masyarakat gampong. Kedudukannya adalah sebagai wakil pemerintah, sebagai
58
58
pemimpin yang paling bawah yang melaksanakan tugas-tugas untuk kepentingan
negara.
Tugas untuk menjalankan administrasi pemerintahan dan pembangunan
merupakan tugas baru bagi keuchik Gampong Persiapan Peunaga Baro.
Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa keuchik belum terbiasa dengan
pekerjaan administrasi, berkantor, membuat program gampong dan sebagainya.
Dalam melaksanakan tugasnya, keuchik masih kaku dalam melaksanakan tugas-
tugas mereka yang berhubungan dengan hal-hal tersebut di atas meskipun keuchik
telah memperoleh bantuan dari pemerintah berupa alat-alat penunjang
administrasi, namun ada yang belum pernah gunakan.
4.3.2 Kendala Keuchik Dalam dalam menyelenggarakan Pemerintahan
Gampong Menurut Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 di Gampong
Persiapan Peunaga Baro
Pelaksanaan pemerintahan gampong yang dilaksanakan oleh keuchik
Gampong Persiapan Peunaga Baro dalam hal menciptakan perubahan yang
mendorong terhadap kemajuan gampong. Kesiapan untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban keuchik di Gampong Persiapan Peunaga Baro sebagaimana diatur di
dalam peraturan gubernur Nomor 25 Tahun 2011 tentang pedoman
penyelenggaraan pemerintahan, masih terdapat kendala. Kendala tersebut
disebabkan oleh pengalaman dan pengetahun keuchik tentang pelaksanaan
pemerintahan gampong masih minim.
Kemudian kendala lainnya adalah sangat minimnya program-program
kerja pemerintah gampong yang terkait dengan tugas dan kewajiban keuchik,
seperti meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat, meningkatkan
59
59
kesejahteraan masyarakat, membina kehidupan masyarakat gampong dan
mengkordinasikan pembangunan gampong secara partisipatif. Artinya keuchik
belum mampu melaksanakan tugas-tugas yang diamanatkan dalam peraturan
gubernur secara keseluruhan.
Dari yang dijelaskan di atas, pemerintah Gampong Persiapan Peunaga
Baro terutama keuchik, masih terdapat sisi yang menjadi kelemahan dalam
pelaksanaan roda kepemerintahan selama ini yaitu masih kakunya keuchik dalam
menjalankan tugas-tugas pemerintahan gampong seperti pelaksanaan administrasi
gampong dan perencanaan pembangunan gampong. Apalagi bila dikaitkan dengan
pelaksanaan tugas dan kewajiban keuchik yang harus didukung dengan sumber
daya manusia yang memadai. Dalam hal ini kemampuan aparatur pemerintah
Gampong Persiapan Peunaga Baro yang cerdas dan profesional, maupun potensi
sumber daya alam yang ada dalam hal ini sektor sektor lain yang dapat dijadikan
sebagai pendapatan gampong. Titik-titik kelemahan pemerintah Gampong
Persiapan Peunaga Baro dalam melaksanakan segala tugas tanggung jawab adalah
terletak pada rendahnya kemampuan sumber daya manusia yang ada (perangkat)
serta rendahnya potensi alam sebagai pendapatan asli gampong.
Masalah utama yang terjadi di Gampong Persiapan Peunaga Baro ialah
bukan semata-mata kekurangan sumber daya khususnya keuangan. Akan tetapi,
masalah yang terjadi ialah pengelolaan keuangan itu sendiri. Ketidakmampuan
pengelolaan ini menjadi jelas manakala kita melihat kenyataan bahwa masih
minimnya pembangunan infrastruktur desa, karena proses pengelolaan
60
60
keuangannya untuk pembangunan gampong masih kurang maksimal dalam
pengelolaannya.
Kinerja pemerintah gampong adalah gambaran proses dan pencapaian
hasil suatu kegiatan program/kebijakan pemerintah gampong dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya dalam pembangunan infrastruktur. Maka hal ini banyak
ini terdapat indikator dalam keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewajiban
keuchik Gampong Peunaga Baro di antaranya adalah produktivitas, responsivitas,
responsibilitas, dan akuntabilitas.
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis memberikan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam menyelenggarakan pemerintahan gampong, keuchik Gampong
Persiapan Peunaga Baro, belum siap untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25
tahun 2011 tentang pedoman penyelenggaraan pemerintahan Gampong,
seperti menjalankan administrasi gampong dan pembangunan gampong.
Oleh karena itu keuchik belum siap menerima tugas semacam itu. Keuchik
belum terbiasa dengan pekerjaan administrasi, berkantor, membuat
program gampong dan sebagainya.
2. Selama menjalankan pemerintahan gampong, keuchik mengalami banyak
kendala yang dihadapi yaitu minimnya sumber daya manusia yang dimiliki
keuchik dalam mengelola keuangan, perencanaan pembangunan dan
pelaksanaan administratif gampong. Tugas dan kewajiban yang
dilaksanakan oleh keuchik sebagaimana yang diamanatkan dalam
peraturan gubernur tentu ada kendala, mengingat masih baru menjabat
sebagai keuchik tentu pelaksanaan tugas masih kurang maksimal.
Walaupun alat-alat penunjang administrasi gampong seperti komputer,
namun belum terlalu bisa menggunakannya untuk membuat surat-surat dan
dokumen-dokumen gampong.
62
62
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan alternatif
pemecahan masalah dengan memberikan beberapa saran diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Masalah tugas dan kewajiban Keuchik dan aparat gampong sebaiknya
dapat diperbaiki dengan merujuk kepada Peraturan Gubernur nomor 25
tahun 2011 yang mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan
gampong. Hal ini dapat menjadi salah satu solusi bagi Gampong Persiapan
Peunaga Baro agar dapat memperbaiki kinerja pemerintahan gampong
agar lebih profesional dan memberikan pelayanan yang baik bagi
masyarakat.
2. Hendaknya untuk keuchik diberikan pemahaman tentang tugas dan kewajiban
yang harus dilaksanakan agar gampong yang beru dimekarkan bisa dijalankan
dengan baik oleh keuchik. Kemudian sebaiknya perlu pelatihan-pelatiahan,
pembinanan keuchik beserta aparat gampong guna meningkatkan SDM
yang ada di gampong pemekaran. SDM merupakan salah satu pendorong
untuk mendorong kemajuan gampong sehingga pelaksanaan tugas dan
kewajiban keuchik tidak ada lagi hambatan.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2006. Sengketa Konstitusional Lembaga Negara, Konstitusi Press, Jakarta.
B. Miles Matthew dan A. Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia.
Bakor Cipasera. 2005. Menuju Kota Cipasera, Copyright Proposal Tangsel.
Chaplin. 2002, Manajemen Kualitas, Gramedia, Jakarta.
Dedy Sumardi. 2009. Aceh Madani Dalam Wacana, Format Ideal Imlementasi Syariat Islam di Aceh, Aceh Justice Resource Centre, Banda Aceh.
DJuned, T. M. 2003. Menuju Revitalisasi Hukum dan Adat Aceh, Yayasan
Rumpun Bambu dan CSSP, Jakarta.
Djuned. T. Dkk. 2002. Inventarisir Hukum Adat dan Adat Aceh, Laporan
Penelitian, Fakultas Hukum UNSYIAH dan Pemerintah Daerah P rovinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Dalyono. 2005. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya.
CV.Rajawali, Jakarta. Eliarnida. 2013. Analisis Peran Keuchik dalam mengimplementasikan tugas dan
kewajiban (Studi Gampong Peunaga Rayeuk Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat). Skripsi Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi
Negara, FISIP-UTU. Meulaboh. Hamalik, Oemar. 2008. Teknik mengukur dan Strategi Meningkatkan kepuasan
pelanggan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Herudjati Purwoko, 2004. dkk, Desentralisasi Dalam perspektif Lokal, Salatiga Pustaka Percik, Jakarta.
Hilman, Hadikusuma. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Adat di Indonesia, Mandar Maju, bandung.
Iqbal, Hasan, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Koentjaraningrat. 2004. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia. Kushandayani, 2001. Good Governance Dalam Rangka Otonomi Daerah. Mandar
Maju. Bandung.
Linton, Ralph. 2004. Studi Of Man. Terjemahan Firmansya, CV Jemmars.
Bandung.
M. Puteh, Jakfar. 2012. Sistem Sosial Budaya dan Adat Masyarakat Aceh. Grafindo Litera Media. Jakarta.
Marwati, 2013. Partisipasi Masyarakat dan Kepemimpinan Keuchik dalam Mewujudkan Pembangunan Gampong” (Studi di Gampong Lhok Timon
Kecamatan Setia Bakti Kabupaten Aceh Jaya. Skripsi Mahasiswa Jurusan Admnistrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar. Alue Peunyareng. Meulaboh.
Moleong, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Moh, Nasir. 2005. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor.
Slameto, 2010. Kepemimpinan Dalam Manajemen Suatu Pendekatan Perilaku,
PT. Grafindo Persada, Jakarta.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta,
Bandung.
Suyanto, Bagong & Sutinah. 2006. Metodologi Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Ed. Pertama. Cet. Kedua. Kencana. Jakarta.
Soehartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial. PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Soekanto, Soerjono. 2002. Hukum adat Indonesia, PT Raja Grafindi Persada,
Jakarta. Syaukani, Ahmad dan A. Ahsin Thohari. 2004. Dasar-dasar Politik Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Rusdi Sufi, dkk, 2002, Adat Istiadat Masyarakat Aceh, Dinas Kebudayaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh.
Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong dalam
Provinsi Aceh.
Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 tentang pedoman umum penyelenggaran pemerintahan gampong.