kasus ambalat ri-malaysia dalam pertahanan nkri

Upload: melanda-kucing

Post on 14-Oct-2015

97 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

keutuhan NKRI kembali diuji setelah Pulau Sipadan dan Ligigtan jatuh ke tangan Malaysia.

TRANSCRIPT

SENGKETA INTERNASIONAL BATAS WILAYAH (AMBALAT) ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA

SENGKETA INTERNASIONAL BATAS WILAYAH (AMBALAT) ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIAKewarganegaraanOleh Kelompok 1:

Devita R08Hasyidan M R11Inam A N12Melanda D P14PendahuluanSalah satu persoalan yang dapat memicu persengketaan antar negara adalah masalah perbatasan. Indonesia juga menghadapi masalah ini, terutama mengenai garis perbatasan di wilayah perairan laut dengan negara-negara tetanggaRepublik Indonesia adalah Negara kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985. Indonesia memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautanLATAR BELAKANG TERJADINYA SENGKETA INTENASIONAL

Kesalahpahaman tentang suatu hal.Salah satu pihak sengaja melanggar hak / kepentingan negara lain.Dua negara berselisih pendirian tentang suatu hal.Pelanggaran hukum / perjanjian internasional.

Sebab timbulnya sengketa internasional yang sangat potensial terjadinya perang terbuka :Segi Politis Batas WilayahSegi PolitisPasca Perang Dunia II (1945) muncul dua kekuatan besar yaitu Blok Barat (NATO pimpinan AS) dan Blok Timur (PAKTA WARSAWA pimpinan Uni Soviet). Mereka bersaing berebut pengaruh di bidang Ideologi, Ekonomi, dan Persenjataan. Akibatnya sering terjadi konflik di berbagai negara.Batas WilayahSuatu Negara berbatasan dengan wilayah Negara lain. Kadang antar Negara terjadi ketidak sepakatan tentang batas wilayah masing masing. Misalnya Indonesia dengan Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan (Kalimantan). Sengketa ini diserahkan kepada Mahkamah Internasional dan pada tahun 2003 sengketa itu dimenangkan oleh MalaysiaKRONOLOGI SENGKETA AMBALATTahun 1967Pertama kali dilakukan pertemuan teknis hukum laut antaraIndonesiadan Malaysiakedua belah pihak akhirnya sepakat (kecuali Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo)27 Oktober 1969Dilakukan penanda tanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia disebut sebagaiPerjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia Malaysia, kedua negara masing2 melakukan ratifikasi pada 7 November 1969,

Tahun1969Malaysia membuat peta baru yang memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) tentunya hal ini membingungkanIndonesiadanSingapuradan pada akhirnya Indonesia maupun Singapuratidak mengakuipeta baru Malaysia tersebut

17 Maret1970Kembali ditanda tanganiPersetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia akan tetapi, kembali pada tahun1979pihak Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan serta merta menyatakan dirinya sebagainegara kepulauandan secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat kedalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4 10 arah utara melewati pulau Sebatik. Tentu peta inipun sama nasibnya dengan terbitan Malaysia pada tahun 1969 yaitu diprotes dan tidak diakui oleh pihak Indonesia dengan berkali-kali pihak Malaysia membuat sendiri peta sendiri padahal telah adanya perjanjianPerjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia Malaysiatahun 1969 danPersetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysiatahun 1970, masyarakat Indonesia melihatnya sebagai perbuatan secara terus menerus dari pihakMalaysiaseperti ingin melakukanekspansiterhadap wilayah Indonesia.

1979Malaysia melalui perusahaan minyak nasionalnya, Petronas, memberikan konsesi minyak (production sharing contract) kepada perusahaan minyak Shell, atas cadangan minyak yang terletak di Laut Sulawesi (perairan sebelah timur Kalimantan). Pemerintah Indonesia mengajukan protes atas hal ini karena merasa bahwa wilayah itu berada dalam kedaulatan negara Indonesia.

Sebenarnya klaim Malaysia terhadap cadangan minyak di wilayah itu sudah diprotes Indonesia sejak tahun 1980, menyusul diterbitkannya peta wilayah Malaysia pada tahun 1979. Peta tersebut mengklaim wilayah di Laut Sulawesi sebagai milik Malaysia dengan didasarkan pada kepemilikan negara itu atas pulau Sipadan dan Ligitan. Malaysia beranggapan bahwa dengan dimasukkannya Sipadan dan Ligitan sebagai wilayah kedaulatan Malaysia, secara otomatis perairan di Laut Sulawesi tersebut masuk dalam garis wilayahnya. Indonesia menolak klaim demikian dengan alasan bahwa klaim tersebut bertentangan dengan hukum internasional.Melda Kamil Ariadno, Pengajar Hukum Laut Fakultas Hukum UI, Ketua Lembaga Pengkajian Hukum Internasional (LPHI) FHUI, yang dimuat di Kompas, 8 Maret 2005

Mengapa Ambalat Menjadi RebutanBlok Ambalat seluas 15.235 km2, ditengarai mengandung kandungan minyak dan gas yang besar. Bagi masyarakat perbatasan, Ambalat adalah asset berharga karena di sana diketahui memiliki deposit minyak dan gas yang cukup besar. Lapangan Aster Blok Ambalat terindikasi awal mengandung cadangan minyak cukup besar. Blok yang saat ini di kelola perusahaan minyak dan gas bumi asal Italia ENI tersebut, produksinya diperkirakan sekitar 30.000-40.000 barel per hari(menteri ESDM RI)Mengingat zaman telah berubah dan hubungan antarbangsa telah berkembang menuju hubungan yang lebih mengedepankan penghargaan pada martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, perang yang ganas dan keji tidak lagi menjadi pilihan populer sebagai resolusi konflik antarbangsapemimpin kedua negara berusaha mengedepankan dialog dan perundingan dalam menyelesaikan sengketa perbatasan dan pemilikan wilayah Ambalat tersebut. Hal itu bisa dilihat dari statemen kedua pemimpin, baik dari Malaysia maupun Indonesia, tentang perlunya menyelesaikan kasus tersebut dengan cara-cara damai bukan perang.Upaya Pemerintah MempertahankanKedaulatan NKRI

Beberapa kapal perang laut dan patroli rutin dikerahkan TNI AL untuk menjaga wilayah perairan Ambalat.Menteri Pertahanan, Juwono Sudarsono mengatakan hingga kini perundinganIndonesiadanMalaysia tentang status perbatasan Blok Ambalat masih berlangsung dan belum menemukan kesepakatan di antara kedua negara. Sumber : Mediaindonesia.comSolusi saranOleh karena itu dalam menyelesaikan sengketa Blok Ambalat, pemerintah RI mesti menggunakan cara-cara damai melalui diplomasi antar kedua negara, sehingga dapat mencegah penggunaan kekerasan atau perang. Penggunaan cara-cara diplomasi ditentukan pula oleh pasal 33 Piagam PBB yakni melalui negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbritase, penyelesaian pengadilan, atau penyelesaian melalui agen-agen regional atau cara-cara lain menurut pilihan masing-masing negara.Perspektif Sosial Politik Kasus AmbalatKasus Blok Ambalat seharusnya mendorong dan menggerakan kemauan politik (political will) yang lebih kuat dan terarah dari pemerintah RI untuk secara riil, koordinatif dan terfokus semakin memberikan aksentuasi pada pembangunan dan pengawasan di wilayah perbatasan, termasuk dan terutama di kawasan yang oleh suatu faktor tertentu dapat menjadi lahan perebutan antar negara.Kurangnya kemampuan pemerintah pusat membangun dan mengawasi wilayah perbatasan RI menjadi salah satu kelemahan fundamental yang mengakibatkan mudahnya terjadi tindak pencurian ikan (illegal fishing) ataupun pencurian dan penyelundupan kayu (illegal logging) serta berbagai kekayaan Indonesia lainnya.Dari perspektif sosial-politik, hal ini sesungguhnya mencerminkan bahwa kedaulatan kita atas negara/wilayah sendiri masih sangat rapuh dan rentan, sehingga memungkinkan terjadinya pelanggaran perbatasan bahkan yang lebih merugikan lagi pencaplokan wilayah perbatasan sebagaimana yang nyaris terjadi di Blok Ambalat.

Dari perspektif sosial, sebenarnya pemerintah hendaknya menginsyafi bahwa konstruksi sosial dan kultural masyarakat di daerah perbatasan (terutama yang terisolir dari berbagai dimensi: sosial, politik, ekonomi, komunikasi, dan sebagainya), sangat berbeda dengan masyarakat di dekat sentrum kekuasaan/pemerintahan.Gradasi kesadaran sosial-politik masyarakat di Blok Ambalat dan sekitarnya tentu tidak sama kuat dengan masyarakat di pulau Jawa, begitupun dengan perasaan termajinalisasi dari proses pembangunan nasional yang begitu deras di Jawa.Oleh karena itu sebagai bagian integral dari wilayah kedaulatan NKRI, pembangunan masyakakat dan pengelolaan segala sumber daya di wilayah-wilayah perbatasan memerlukan kerangka penanganan yang menyeluruh dengan mencakup berbagai sektor pembangunan secara terkoordinasi, baik dan efektif mulai dari tataran pemerintah pusat hingga level pemerintah daerah.

Sebuah negara yang berkembang pesat dan kemungkinan tidak seimbang, karena ragu dengan identitasnya, yang belum mengadopsi perilaku dewasa, yang secara berlebihan memperhatikan wilayah dan statusnya.

Terima kasih