karakteristik fisiko-kimia dan uji toksisitas bubuk cu ... · perbandingan 3:1 pada tumbuhan...

12
TINJAUAN PUSTAKA Murbei (Morus alba L.) Tanaman murbei berasal dari Cina, tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 m diatas permukaan laut (dpl) dan memerlukan cukup sinar matahari. Tanaman murbei berbentuk perdu, tingginya mencapai 5–6 m. Di Indonesia terdapat sekitar 100 varietas murbei. Beberapa varietas tanaman murbei yang tumbuh dan berkembang dengan baik di Jawa Barat diantaranya murbei varietas Kanva-2 (400-1200 dpl), Cathayana (200-500 dpl), Multicaulis (700-1200 dpl), Lembang (200-500 dpl) (Sunanto 1997). Berdasarkan Systema Nature 2000 (Brands 1989) tanaman murbei termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Urticalis, famili Moraceae, genus Morus dan species Morus alba L. Daun Murbei Tanaman murbei berdaun tunggal dan terletak pada cabang spiral. Tulang daun berada di bagian bawah dan terlihat jelas. Bentuk dan ukuran daun bermacam-macam, tergantung jenis dan varietasnya. Murbei varietas Kanva mempunyai daun berbentuk jantung, ujung runcing, pangkal daun rata dan tepi daun bergerigi runcing tumpul. Warna daun hijau tua, susunan tulang daun menyirip dengan tekstur permukaan atas daun kasap dan bawah daun halus. Tipe daun tunggal dengan indeks P/L daun 1,27 dan panjang tangkai daun rata- rata 2,40 cm. Daun murbei rasanya pahit (Pudjiono & Septina 2008). Daun murbei yang selama ini digunakan sebagai pakan dalam budidaya ulat sutera memiliki khasiat sebagai obat. Daun murbei dapat menurunkan glukosa darah, bersifat diuretik dan menurunkan tekanan darah (Sianghal et al. 2001). Daun murbei juga dapat meredakan gejala gelisah (Yadav et al. 2008). Hahm et al. (2008) melakukan penelitian mengenai manfaat daun murbei yang dapat menurunkan tekanan darah sistol dan diastol. Penelitian dilakukan terhadap tikus dan hasilnya signifikan. Selain itu daun murbei juga dapat mengurangi perkembangan lesi aterosklerosis pada tikus dengan cara meningkatkan resistensi LDL terhadap oksidasi (Enkhma et al. 2008). Kandungan klorofil daun murbei varietas Kanva adalah 844 ppm (Kusharto et al. 2008). Kandungan klorofil daun murbei varietas ini paling tinggi dibandingkan verietas Multicaulis (682 ppm), Lembang (420 ppm), dan Cathayana (324 ppm). Daun murbei mengandung air sebesar 74,43%, protein sebesar 7,63%, lemak sebesar 0,59%, abu sebesar 2,56% dan karbohidrat

Upload: hoangnga

Post on 08-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

3

TINJAUAN PUSTAKA

Murbei (Morus alba L.)

Tanaman murbei berasal dari Cina, tumbuh baik pada ketinggian lebih dari

100 m diatas permukaan laut (dpl) dan memerlukan cukup sinar matahari.

Tanaman murbei berbentuk perdu, tingginya mencapai 5–6 m. Di Indonesia

terdapat sekitar 100 varietas murbei. Beberapa varietas tanaman murbei yang

tumbuh dan berkembang dengan baik di Jawa Barat diantaranya murbei varietas

Kanva-2 (400-1200 dpl), Cathayana (200-500 dpl), Multicaulis (700-1200 dpl),

Lembang (200-500 dpl) (Sunanto 1997). Berdasarkan Systema Nature 2000

(Brands 1989) tanaman murbei termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi

Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Urticalis,

famili Moraceae, genus Morus dan species Morus alba L.

Daun Murbei

Tanaman murbei berdaun tunggal dan terletak pada cabang spiral. Tulang

daun berada di bagian bawah dan terlihat jelas. Bentuk dan ukuran daun

bermacam-macam, tergantung jenis dan varietasnya. Murbei varietas Kanva

mempunyai daun berbentuk jantung, ujung runcing, pangkal daun rata dan tepi

daun bergerigi runcing tumpul. Warna daun hijau tua, susunan tulang daun

menyirip dengan tekstur permukaan atas daun kasap dan bawah daun halus.

Tipe daun tunggal dengan indeks P/L daun 1,27 dan panjang tangkai daun rata-

rata 2,40 cm. Daun murbei rasanya pahit (Pudjiono & Septina 2008).

Daun murbei yang selama ini digunakan sebagai pakan dalam budidaya

ulat sutera memiliki khasiat sebagai obat. Daun murbei dapat menurunkan

glukosa darah, bersifat diuretik dan menurunkan tekanan darah (Sianghal et al.

2001). Daun murbei juga dapat meredakan gejala gelisah (Yadav et al. 2008).

Hahm et al. (2008) melakukan penelitian mengenai manfaat daun murbei yang

dapat menurunkan tekanan darah sistol dan diastol. Penelitian dilakukan

terhadap tikus dan hasilnya signifikan. Selain itu daun murbei juga dapat

mengurangi perkembangan lesi aterosklerosis pada tikus dengan cara

meningkatkan resistensi LDL terhadap oksidasi (Enkhma et al. 2008).

Kandungan klorofil daun murbei varietas Kanva adalah 844 ppm (Kusharto

et al. 2008). Kandungan klorofil daun murbei varietas ini paling tinggi

dibandingkan verietas Multicaulis (682 ppm), Lembang (420 ppm), dan

Cathayana (324 ppm). Daun murbei mengandung air sebesar 74,43%, protein

sebesar 7,63%, lemak sebesar 0,59%, abu sebesar 2,56% dan karbohidrat

4

sebesar 8,45%. Selain itu kandungan serat kasar daun murbei varietas ini

sebesar 6,34% (Nurdin et al. 2009)

Klorofil dan Turunannya

Menurut Harbone (1987) klorofil merupakan katalisator dalam proses

fotosintesis yang memiliki peranan penting dan berada di alam sebagai pigmen

hijau dalam semua jaringan tumbuhan yang berfotosintesis. Gross (1991)

menjelaskan bahwa klorofil berfungsi menangkap energi cahaya untuk

mengubah karbondioksida menjadi karbohidrat. Karbohidrat dibentuk dalam

tumbuhan yang berklorofil melalui reaksi CO2 dan H2O dengan bantuan sinar

matahari yang disebut sebagai proses fotosintesis (Winarno 2008).

Klorofil a dan klorofil b terdapat pada semua tumbuhan hijau dengan

perbandingan 3:1 pada tumbuhan tinggi. Kondisi pertumbuhan dan faktor

lingkungan dapat mempengaruhi perbandingan tersebut (Gross 1991). Menurut

Sweetman (2005) berat molekul klorofil a adalah 893,5 dan klorofil b adalah

907,51. Klorofil a dan b terdapat dalam tumbuhan, ganggang dan bakteri,

sedangkan klorofil c, d dan e terdapat dalam ganggang (Hendry & Houghton

1996).

Tabel 1 Kandungan klorofil berbagai daun tumbuhan

No Jenis SayuranKadar Klorofil (ppm) daun

a b Total Rasio a:b1 Daun singkonga 2853,2 1114,3 3967,5 2,6:12 Daun katuka 1688,1 513,9 2202,0 3,3:13 Daun kangkunga 1493,5 519,9 2013,5 2,9:14 Daun bayama 1205,0 255,9 1460,9 4,7:16 Kacang panjanga 169,1 55,5 224,6 3,0:17 Buncisa 57,0 18,5 75,4 3,1:18 Seladaa 482,7 148,6 631,3 3,2:19 Daun kemangia 842,7 479,6 1322,7 1,8:110 Daun poh-pohana 1495,4 587,1 2082,5 2,5:111 Cincau hijaub 1300 408,7 1708,8 3,2:112 Daun murbei var. Kanvab 651,7 192,5 844,2 3,4:113 Daun pegaganb 612,5 219,0 831,5 2,8:1

Sumber: a Alsuhendra (2004), b Kusharto et al. (2008)

Jenis dan kandungan klorofil dalam jaringan tanaman tergantung pada

spesies, varietas dan tempat tumbuh. Klorofil dapat ditemukan pada daun dan

permukaan batang yaitu di dalam spongi di bawah kutikula. Oleh sebab itu

sayuran lebih banyak mengandung klorofil dibandingkan dengan buah-buahan

yang telah matang (Alsuhendra 2004).

5

Klorofil secara struktural merupakan porfirin yang mengandung cincin

dasar tetrapirol yang berikatan dengan ion Mg2+. Cincin dasar isosiklik yang

kelima berada dekat dengan cincin pirol ketiga. Substituen asam propionat

diesterifikasi pada cincin keempat oleh gugus fitol, suatu diterpen alkohol

(C20H39OH) yang bersifat hidrofobik. Jika gugus ini dihilangkan dari struktur

intinya maka klorofil berubah menjadi turunannya yang bersifat hidrofilik. Klorofil

merupakan ester dan larut dalam pelarut organik (Gross 1991).

Kelabilan yang ekstrim merupakan karakteristik penting dari klorofil. Klorofil

sensitif terhadap cahaya, panas, oksigen, degradasi kimia yang meliputi reaksi

feofitinisasi, reaksi pembentukan chlorophyllide dan reaksi oksidasi. Klorofil dapat

berubah menjadi turunannya baik secara in vivo maupun in vitro (Gross 1991).

Reaksi feofitinisasi adalah reaksi pembentukan pheophytin yang berwarna

hijau kecoklatan. Reaksi ini terjadi karena ion Mg di pusat molekul klorofil

terlepas dan diganti oleh ion H. Denaturasi protein pelindung dalam kloroplas

mengakibatkan ion magnesium mudah terlepas dan diganti oleh ion hidrogen

membentuk pheophytin. Reaksi pembentukan chlorophyllide terjadi pada hampir

semua tumbuhan hijau dimana terdapat enzim klorofilase yang dapat

menghidrolisis gugus fitol dari klorofil sehingga terlepas membentuk

chlorophyllide (Gross 1991).

Reaksi oksidasi dibagi menjadi reaksi oksidasi non enzimatik dan oksidasi

enzimatik. Reaksi oksidasi non enzimatik terjadi karena pemanasan dan selama

penyimpanan. Kecepatan degradasi oksidatif meningkat sejalan dengan lamanya

pertambahan waktu blansir dan penyimpanan. Pengaruh blansir tampak dalam

dua hal. Pertama, blansir menginaktivasi enzim-enzim yang membantu degradasi

klorofil, sehingga klorofil lebih stabil. Kedua, blansir dalam waktu yang lebih lama,

meskipun menginaktivasi enzim, tetapi merangsang reaksi oksidasi yang

mengakibatkan kehilangan klorofil. Waktu blansir yang paling optimum adalah 45

detik sampai 1 menit, dimana aktivasi enzim dan peransang reaksi oksidasi

dihambat. Reaksi oksidasi enzimatik terjadi dengan adanya enzim lipoksigenase

(linoleat oksidoreduktase) yang terdapat disebagian besar sayuran dan buah-

buahan. Enzim lipoksigenasi diidentifikasi sebagai enzim yang memberikan

pengaruh pemucatan pada klorofil a dan klorofil b dengan kehadiran lemak dan

oksigen (Eskin 1979 diacu dalam Prangdimurti 2007).

6

Turunan klorofil diantaranya:

1. Chlorophyllide, reaksi pembentukan chlorophyllide terjadi pada hampir semua

tumbuhan hijau dimana terdapat enzim klorofilase yang dapat menghidrolisis

gugus fitol dari klorofil sehingga terlepas membentuk chlorophyllide.

Chlorophyllide merupakan senyawa berwarna hijau mempunyai sifat spektral

yang sama dengan klorofil tetapi lebih larut dalam air. Chlorophyllide juga

dapat kehilangan ion magnesium yang diganti dengan ion hidrogen

membentuk pheophorbide. Klorofil dapat dengan mudah dihirolisis

menghasilkan chlorophyllide dan fitol pada kondisi asam maupun basa.

2. Pheophytin a dan b merupakan turunan klorofil bebas magnesium, dimana

pheophytin a dan b secara mudah diperolah dari klorofil dengan perlakuan

asam, sehingga melepaskan magnesium. Reaksi terjadi 1 sampai 2 menit

menggunakan HCl dengan konsentrasi 13%. Kecepatan terbentuknya

pheophytin merupakan reaksi ordo pertama terhadap konsentrasi asam.

Warna hijau dari sayuran dengan cepat berubah dari hijau terang menjadi

hjau kecoklatan karena pemanasan dan penyimpanan. Asam-asam yang

terbentuk adalah asam asetat dan asam pirolidon karboksilat (Gross 1991).

3. Pheophorbide a dan b adalah klorofil terhidrolisis tanpa fitol (chlorophyllide)

yang juga bebas Mg. Pheophorbide dihasilkan dari klorofil dengan suasana

asam (HCl 30%) atau chlorophyllide yang diasamkan (Gross 1991)

4. Pyrochlorophyll, turunan pyro dari klorofil atau turunannya adalah senyawa

yang kehilangan gugus karboksimetoksi (-COOCH3) pada C-10 dari cincin

isosiklik, suatu gugus yang diganti oleh hidrogen. Klorofil a, methyl

chlorophyllide a, pheophytin a atau methyl pheophorbide a bila dipanaskan

pada 1000C menghasilkan turunan pyro oleh dekarbometoksilasi (Gross 1991)

Menurut Gross (1991) klorofil a berwarna hijau kebiruan (blue-yellow) dan

klorofil b berwarna hijau kekuningan (yellow-green). Warna hijau yang tampak

pada klorofil dikarenakan klorofil menyerap secara kuat pada area merah dan

biru pada spektrum tampak. Klorofil a bersifat kurang polar serta larut dalam

alkohol, eter dan aseton sedangkan klorofil b bersifat lebih polar serta dalam

keadaan murni sedikit larut dalam petroleum eter namun tidak larut dalam air.

Klorofil b dan pheophytin b larut dalam alkohol, eter, aseton dan benzene, serta

dalam keadaan murni tidak larut dalam petroleum eter dan air. Chlorophyllide

dan pheophorbide tidak larut dalam pelarut organik tetapi larut air. Klorofil a dan

7

klorofil b bersifat fluoresen dalam larutan (Kusumaningsih 2003; Clydesdale et al.

1969 diacu dalam Nurdin 2009).

Gambar 1 Struktur kimia klorofil beserta turunannya (Ferruzzi & Blakeslee 2006)

Muchtadi (1992) menjelaskan bahwa protein dari senyawa kompleks pada

sayuran yang mengandung klorofil akan mengalami denaturasi selama

perebusan sehingga klorofil akan dibebaskan. Klorofil yang bebas tersebut

sangat tidak stabil dan Mg2+ yang terdapat di dalamnya dapat dengan mudah

digantikan oleh H+. Hal ini menyebabkan warna sayuran yang semula hijau

berubah menjadi kecoklatan karena terbentuknya pheophytin (Ferruzzi &

Schwartz 2001). Warna hijau terang (bright green) dari sayuran segar

menunjukkan kualitas daun yang dipengaruhi oleh umur (aging), pH, panas,

kompleks metal, oksidasi, enzim dan fermentasi. Semua faktor tersebut dapat

mempengaruhi warna alami klorofil yaitu menyebabkan degradasi klorofil

(Hutchings 1994). Perubahan warna inilah yang harus diperhatikan dalam

mengolah produk-produk yang mengandung klorofil. Warna merupakan salah

satu karakteristik penilaian pertama konsumen dalam membeli produk makanan

yaitu 45% dari keseluruhan mutu makanan (Eskin 1979 diacu dalam Kandiana

2010).

8

Manfaat Klorofil bagi Kesehatan

Hasil penelitian Kumar et al. (2004) menunjukkan bahwa klorofil dan

beberapa turunannya memiliki kemampuan antioksidatif baik secara in vitro

maupun in vivo. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Marquez

et al. (2005) dan Ferruzzi et al. (2002) yang menunjukkan bahwa klorofil dan

turunannya memiliki kemampuan antioksidan dan antimutagenik. Kemampuan

klorofil dan turunannya dimanfaatkan juga sebagai pewarna makanan,

penghilang bau badan (Limantara 2009) dan antikanker (Breinholt et al. 1995;

Hasegawa et al. 1995; Keller et al. 1996 & Tassetti et al. 1997; Barder et al.

2006).

Klorofil dan turunannya seperti pheophytin, pyropheophytin, pheophorbide

dan chlorophyllide telah menunjukkan antimutagenik secara in vitro melawan

mutagen seperti 3-methylcholanthrene, N-methyl-N’-nitri-N’-nitrosoguanidine

(MNNG) dan aflatoksin B1 (Dashwood et al. 1991). Klorofil dan chlorophyllin juga

telah menunjukkan efek antikarsinogenik pada hewan coba, dalam hal ini dalam

melawan karsinogen seperti alfatoksin B1 (Breinholt et al. 1995), 1,2

dimethylhydrazine (Robins & Nelson 1989) dan dibenzopyrene (Reddy et al.

1999). Mekanisme kerja antimutagenik dan antikarsinogenik dari klorofil dan

chlorophyllin tidak diketahui, diduga sifat antioksidan dari klorofil atau

chlorophyllin yang berperan disini. Kemungkinan lain adalah pembentukan

kompleks antara mutagen atau karsinogen dengan klorofil atau chlorophyllin

yang akan menginaktivasi mutagen atau karsinogen. Berdasarkan Physicians

Desk Reference (PDR) for Nutritional Supplement klorofil dan chlorophyllin dapat

dijadikan sebagai suplemen makanan (Hendler & Rorvik 2001).

Cu-Turunan Klorofil

Manfaat Cu (Tembaga) bagi Tubuh

Cu atau tembaga merupakan salah satu zat gizi mikro essensial yang

berfungsi sebagai bagian dari enzim dalam tubuh. Tembaga terlibat dalam

pembentukan energi di dalam mitokondria melalui transport elektron protein.

Tembaga yang berada dalam sel darah merah sebagian besar berbentuk

metaloenzim superoksida dismutase yang berfungsi sebagai antioksidan serta

membantu sintesis melanin dan katekolamin. Tembaga dalam seruloplasmin

berperan pada proses oksidasi besi sebelum ditransportasikan ke dalam plasma

(Anderson 2004).

9

Tembaga dalam enzim metaloprotein berperan pada proses sintesis

protein kompleks jaringan kolagen di dalam kerangka tubuh dan pembuluh darah

serta pada proses sintesis pembawa rangsangan saraf (neurotransmitter) seperti

noradrenalin dan neuropeptida seperti ensefalin (Almatsier 2009). Beberapa

enzim yang mengandung tembaga lainnya adalah tirosinase untuk memproduksi

pigmen dalam epidermis, urikase pada metabolisme asam urat di dalam hati dan

ginjal, lisis oksidase dalam kondensasi asam amino, amino oksidase pada

plasma dan jaringan ikat, serta tiol oksidase dalam pembentukan ikatan disulfida

(Garrow & James 1993). Orang dewasa mengandung tembaga sekitar 100 mg

yang umumnya terikat terhadap sekitar 30 jenis enzim dan protein (Buttriss &

Hughes 2000).

Menurut Anderson (2004) defisiensi tembaga dikategorikan sebagai

anemia, neutropenia dan kelainan skeletal terutama demineralisasi. Selain itu

defisiensi tembaga diduga menyebabkan subperiosteal hemorrhage,

depigmentasi rambut dan kulit. Namun belum ada bukti spesifik tentang

defisiensi tembaga yang terjadi pada manusia. Penyakit Menkes yang

merupakan kelainan genetik dapat menyebabkan defisiensi tembaga.

Angka Kecukupan Gizi untuk tembaga belum ditentukan di Indonesia

karena kekurangan tembaga karena makanan jarang terjadi. Jumlah tembaga

yang aman dikonsumsi yang ditentukan oleh Amerika Serikat adalah sebesar

1,5-3 mg sehari (Almatsier 2009). Keputusan Kepala Badan pengawas Obat dan

Makanan RI No. HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan

Suplemen Makanan menyebutkan bahwa batas maksimum Cu yang diizinkan

terdapat dalam suplemen makanan sebanyak 3 mg/hari (BPOM RI 2005). Angka

ini lebih rendah dibandingkan dengan UL-nya yaitu sebesar 10 mg/hari (Young

et al. 2001).

Nekrosis hati atau sekrosis hati merupakan akibat dari kelebihan tembaga

secara kronis yang menumpuk di dalam hati. Kelebihan tembaga dapat terjadi

karena konsumsi suplemen tembaga atau penggunaan alat memasak dari

tembaga terutama pada saat memasak cairan bersifat asam. Konsumsi

sebanyak 10-15 mg perhari dapat menyebabkan muntah dan diare (Almatsier

2009). Penyakit Wilson merupakan penyakit yang ditandai dengan akumulasi

tembaga yang berlebih di dalam jaringan tubuh seperti mata sebagai hasil dari

defisiensi genetik pada sintesis seruplasmin hati. Penyakit ini biasanya terjadi

10

pada orang yang melakukan diet vegetarian ketat karena sayuran dan buah

sedikit sekali mengandung tembaga (Anderson 2004).

Cu-Turunan Klorofil

Logam Zn, Cu, Fe, Ni dan Co adalah logam yang biasa digunakan untuk

membentuk kompleks turunan klorofil atau molekul porfirin. Namun yang umum

digunakan dalam hubungannya dengan kesehatan adalah logam Zn dan Cu. Zn

dan Cu bersama dengan kompleks cincin porfirin membentuk suatu ikatan kuat

yang lebih tahan panas dan asam dibandingkan dengan klorofil asal. Beberapa

penelitian yang menggunakan sayuran telah membuktikan hal tersebut (Canjura

et al. 1999). Laborde dan Von elbe (1994) menyatakan bahwa ion logam tidak

bereaksi dengan klorofil alami, namun hanya bereaksi dengan turunan klorofil.

Berbagai penelitian in vitro menunjukkan bahwa klorofil dan turunannya

dapat digunakan sebagai antikanker, antiimflamasi dan antioksidan. Hasil

penelitian membuktikan bahwa Cu-chlorophyllin mempunyai aktivitas antioksidan

yang lebih tinggi dibandingkan klorofil alami (Marquez et al. 2005) dan turunan

klorofil alami (Ferruzi et al. 2002). Hal ini menandakan pentingnya logam terikat

dalam porfirin. Prangdimurti (2007) juga menyatakan bahwa ekstrak daun suji

dengan kadar klorofil 0,082 mg/ml, klorofil suji dan Cu-Chlorophyllin dengan

kadar klorofil semuanya setara 0,041 mg/ml mampu menghambat oksidasi LDL

secara in vitro sebesar 54%, 40% dan 100% secara berturut-turut. Berdasarkan

hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Cu-Chlorophyllin memiliki aktivitas

menahan oksidasi LDL yang lebih besar dibandingkan dengan klorofil alami.

Hasil penelitian Nurdin (2009) memperkuat pernyataan tersebut dimana bubuk

ekstrak Cu-turunan klorofil sebanyak 16,7 mg/kg BB/hari lebih berpotensi

mencegah pembentukan lesi aterosklerosis dibanding dengan klorofil alami

maupun klorofil komersil.

Karakteristik fisiko-kimia bubuk Cu-turunan klorofil dari daun murbei

varietas Kanva (Nurdin et al. 2009) dan daun cincau hijau (Premna oblongifolia

Merr.) (Nurdin 2009 dan Kandiana 2010) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakter fisiko-kimia bubuk Cu-turunan klorofilKarakteristik Bubuk Cu-turunan klorofil

daun cincau hijaua,bBubuk Cu-turunan klorofil

daun cincau hijauc

Rendemen (%) 14,20 5,325 -pH 7,64 6,275 6,48Kelarutan (%) 98,04 93,44 62,99

Sumber: a Nurdin (2009), b Kandiana (2010), c Nurdin et al. (2009)

11

Selain itu Nurdin (2009) dan Nurdin et al. (2009) juga melakukan uji warna,

analisis proksimat, analisis serat kasar dan kandungan beta karoten bubuk Cu-

turunan klorofil daun cincau hijau dan daun murbei. Uji warna dilakukan pada

bubuk Cu-turunan klorofil sebelum dan sesudah dipanaskan. Tingkat kecerahan

dan kekuningan relatif stabil, penurunan hanya terjadi pada tingkat kehijauan

namun relatif kecil.

Tabel 3 Nilai uji proksimat, serat makanan dan beta-karoten bubuk Cu-turunan klorofil daun cincau hijau dan daun murbei

Jenis AnalisisBubuk Cu-turunan

klorofil daun cincau hijaua

Bubuk Cu-turunan klorofil daun murbeib

Air (%) 6,93 6,35Protein (%) 0,89 2,79Lemak (%) 7,11 5,85Abu (%) 2,63 2,26Karbohidrat (%) 82,44 78,87Serat kasar (%) 3,31 3,88Beta-karoten (mg/100 g) 3,38 -

Sumber: a Nurdin (2009), b Nurdin et al. (2009)

Nurdin et al. (2009) melakukan uji fitokimia terhadap bubuk Cu-turunan

klorofil daun murbei. Tanin, steroid dan glikosida merupakan zat fitokimia yang

paling dominan (positif sangat kuat). Selain itu kandungan alkaloid, saponin dan

flavonoidnya tergolong positif kuat sekali. Bubuk Cu-turunan klorofil ini juga

mengandung sedikit (positif lemah) fenolik dan triterpenoid.

Zat fitokimia memiliki potensi sebagai obat alternatif untuk meningkatkan

derajat kesehatan. Alkaloid memiliki manfaat bagi tubuh untuk menghilangkan

rasa sakit (analgesik), menurunkan tekanan darah dan antimalaria. Glikosida

dapat dijadikan sebagai obat jantung, melancarkan buang air kecil,

mengencerkan dahak dan prekursor hormon steroid. Manfaat saponin adalah

menstimulasi jaringan tertentu seperti epitel hidung, bronkus, dan ginjal.

Stimulasi pada ginjal diduga menimbulkan efek diuretika (Sirait 2007). Tanin

merupakan senyawa polifenol dari kelompok flavonoid yang berfungsi sebagai

antioksidan kuat, anti peradangan dan antikanker. Tanin pada umumnya

dimanfaatkan sebagai pengencang kulit dalam kosmetik (Yuliarti 2008). Sifat

tanin dapat menciutkan dan mengendapkan protein dari larutan dengan

membentuk senyawa yang tidak larut (Sirait 2007). Kandungan tanin dalam

bubuk Cu-turunan klorofil juga menjadi nilai tambah tersendiri. Tanin dapat

12

digunakan untuk membunuh bakteri Stroptococcus pyogenes dan Pasteurella

multicida secara in vitro (Siswantoro 2008).

Uji Toksisitas

Toksikologi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari sifat-sifat racun zat

kimia terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Setiap zat kimia pada dasarnya

bersifat racun, namun keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian.

Setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosisnya yaitu dosis kecil yang

tidak berefek sama sekali atau dosis besar yang dapat menimbulkan keracunan

dan kematian (Darmansjah 1995).

Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia merupakan bagian penting

dari toksikologi, karena setiap zat kimia yang baru disintesis dan akan

dipergunakan harus diuji toksisitas dan keamanannya. Sebelum percobaan

toksikologi dilakukan sebaiknya telah ada data mengenai identifikasi, sifat obat

dan rencana penggunaannya. Data ini dapat dipakai untuk mengarahkan

percobaan toksisitas yang akan dilakukan. Tujuan utama percobaan toksisitas

akut adalah mencari efek toksik, sedangkan tujuan utama percobaan toksisitas

kronik ialah menguji keamanan obat atau zat kimia. Menafsirkan keamanan obat

atau zat kimia untuk manusia dapat dilakukan melalui serangkaian percobaan

toksisitas terhadap hewan. Istilah menafsirkan ini digunakan, karena ekstrapolasi

dari data hewan ke manusia tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa

mempertimbangkan segala faktor perbedaan antara hewan dan manusia.

Pendekatan penilaian keamanan obat atau zat kimia dapat dilakukan dengan

tahapan berikut: (1) menentukan LD50; (2) melakukan percobaan toksisitas

subakut dan kronik untuk menentukan no effect level; dan (3) melakukan

percobaan karsinogenisitas, teratogenitas dan mutagenisitas yang merupakan

bagian dari screening rutin mengenai keamanan (Darmansjah 1995).

Metoda uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

BSLT merupakan salah satu metoda screening bahan yang berpotensi

sebagai tanaman berkhasiat serta merupakan metode screening farmakologi

awal yang relatif murah dan telah teruji hasilnya dengan tingkat kepercayaan

95% (Meyer et al. 1982). Metode ini menggunakan larva udang laut (Artemia

salina Leach.) sebagai bioindikator. Larva udang laut merupakan organisme

sederhana dari biota laut yang sangat kecil dan mempunyai kepekaan yang

cukup tinggi terhadap toksik (Parwati & Simanjuntak 1998; Carballo et al. 2002).

Telurnya memiliki daya tahan hidup selama beberapa tahun dalam keadaan

13

kering. Telur udang dalam air laut akan menetas menjadi larva dalam waktu 24-

28 jam (Pujiati 2002). Bila bahan yang diuji memberikan efek toksik terhadap

larva udang laut, maka hal itu merupakan indikasi awal dari efek farmakologi

yang terkandung dalam bahan tersebut. Metode ini juga banyak digunakan

dalam berbagai analisis biosistem seperti analisis terhadap residu pestisida,

mikotoksin, polusi, senyawa turunan morfin, dan karsinogenik dari phorbol ester

(Meyer et al. 1982).

Hasil uji toksisitas dengan metode BSLT dapat diketahui dari jumlah

kematian larva udang akibat pengaruh ekstrak atau senyawa bahan alam

tumbuhan tertentu dari dosis yang telah ditentukan dengan melihat nilai LC50

(lethal concentration). Apabila nilai LC50 kurang dari 1000 ppm, ekstrak tumbuhan

tersebut dikatakan toksik. Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna

terhadap potensi aktivitasnya sebagai antikanker. Metode BSLT ini mempunyai

keunggulan yaitu waktu pelaksanaan cepat, biaya relatif murah, praktis, tidak

memerlukan teknik aseptis, tidak memerlukan perawatan khusus, menggunakan

sampel relatif sedikit, tidak memerlukan serum hewan. Prinsip uji BSLT adalah

mencari hubungan antara konsentrasi larutan fraksi atau ekstrak terhadap respon

kematian larva udang (Meyer et al. 1982).

Suplemen Makanan

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM RI) mendefinisikan

suplemen makanan sebagai produk yang dimaksudkan untuk melengkapi

kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin,

mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan

tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah

terkonsentrasi (BPOM RI 2005).

Suplemen makanan berfungsi sebagai zat tambahan yang berguna untuk

memperbaiki dan mengingkatkan daya tahan tubuh. Zat aktif yang dikandungnya

hanya mempengaruhi struktur atau fungsi tubuh, tidak dapat mengobati atau

mencegah suatu penyakit. Oleh karena itu tidak dibenarkan untuk mengklaim

suplemen sebagai obat (Sudarisman 1997; Winarno & Kartawidjajaputra 2007),

namun suplemen makanan dapat mencantumkan klaim kesehatan pada labelnya

(Winarno & Kartawidjajaputra 2007). Penggunaan produk suplemen dalam

kebutuhan sehari-hari masih diperbincangkan oleh para ahli. Anjuran

penggunaan suplemen hanya diberikan bila asupan zat gizi seseorang tidak

mencukupi kebutuhannya (Loni 2001).

14

Peraturan Perundang-undangan dibidang Suplemen Makanan menyatakan

bahwa suplemen makanan harus memiliki kriteria sebagai berikut: (a)

Menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan

serta standar dan persyaratan yang ditetapkan; (b) Kemanfaatan yang dinilai dari

komposisi dan atau didukung oleh data pembuktian; (c) Diproduksi dengan

menerapkan Cara Pembuatan yang Baik; (d) Penandaan yang harus

mencantumkan informasi yang lengkap, obyektif, benar dan tidak menyesatkan;

(e) Dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, serbuk, granul, setengah padat dan

cairan yang tidak dimaksud untuk pangan. Selain itu, suplemen makanan harus

diproduksi dengan menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu sesuai

dengan Farmakope Indonesia, Materia Medika Indonesia atau standar lain yang

diakui (BPOM RI 2005).

Komposisi suplemen makanan merupakan susunan kualitatif dan kuantitatif

bahan utama dalam suplemen makanan. BPOM RI telah menetapkan daftar

batas maksimum per hari untuk penggunaan vitamin, mineral, asam amino dan

bahan lain yang diizinkan serta bahan (tumbuhan, hewan, mineral) yang dilarang

dalam suplemen makanan. Vitamin, mineral dan asam amino yang diizinkan

terdapat dalam suplemen makanan diantaranya vitamin A, B1, B2,B3, B6, B12,

D, E, C, K, beta karoten, biotin asam folat, besi, boron, fosfor, kalium, kalsium,

kromium, magnesium, mangan, molibdium, selenium, tembaga, vanadium,

iodium, zink, inositol, glutamine, glutation, karnitin, ko enzim Q 10. Kolin, l-

arginin, leusin, lisin, metal sistein, taurin dan tirosin. Bahan lain yang diizinkan

diantaranya bioflavonoid, citosan, fluor, glukosamin, kafein, kondroitin sulfat,

metilsulfonilmetan dan silika (BPOM RI 2005).