kajian pustaka mitigasi bencana

Upload: rizal-anggara

Post on 16-Oct-2015

57 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pengurangan Resiko Bencana

TRANSCRIPT

A. Bencana Bencana menurut Undang-undang 27 tahun 2007Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana AlamBencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana Non AlamBencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana SosialBencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Bencana menurut UNISDRBencana didefinisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. (UNISDR Terminology on Disaster Risk Reduction 2009). Bencana merupakan hasil dari kombinasi: pengaruh bahaya (hazard), kondisi kerentanan (vulnerability) pada saat ini, kurangnya kapasitas maupun langkah-langkah untuk mengurangi atau mengatasi potensi dampak negatif.Menurut UN International Strategy for Disaster Reduction (UN/ISDR, 2002), terdapat dua jenis utama bencana yaitu bencana alam dan bencana teknologi. Bencana alam terdiri dari tiga:1. Bencana hydro-meteorological berupa banjir, topan, banjir bandang, kekeringan dan tanah longsor.2. Bencana geophysical berupa gempa, tsunami, dan aktifitas vulkanik3. Bencana biological berupa epidemi, penyakit tanaman dan hewan.Bencana teknologi terbagi menjadi tiga grup yaitu:1. Kecelakaan industri berupa kebocoran zat kimia, kerusakan infrastruktur industri, kebocoran gas, keracunan dan radiasi.2. Kecelakaan transportasi berupa kecelakaan udara, rail, jalan dan transportasi air.3. Kecelakaan miscellaneous berupa struktur domestic atau struktur nonindustrial, ledakan dan kebakaran. B. MitigasiMitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya (Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 ayat 9).

C. Pengurangan Resiko BencanaPengurangan risiko bencana (PRB) merupakan suatu kegiatan jangka panjang, sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan, dengan cara menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pengetahuan untuk membangun budaya selamat dan tangguh pada semua satuan pendidikan, seperti yang dinyatakan dalam Hyogo Framework, dan telah pula menjadi komitmen bangsa Indonesia. Prioritas pengurangan risiko bencana yang berkaitan dengan bidang pendidikan, dan sudah tercantum dalam Hyogo Framework, perlu menjadi program prioritas dalam sektor pendidikan yang diwujudkan dalam pendidikan pengurangan risiko bencana di sekolah. Pendidikan pengurangan risiko bencana, menurut UN-ISDR, adalah sebuah proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas. Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam. Berdasarkan definisi yang dikeluarkan oleh UN-ISDR tersebut, tampak jelas mengenai bagaimana proses pembelajaran pendidikan pengurangan risiko bencana harus dilakukan, luasnya cakupan materi dari pendidikan pengurangan risiko bencana, serta pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.Konsep pengarusutamaan PRB di dalam sistem pendidikan adalah proses memasukkan berbagai pertimbangan PRB ke dalam sistem pendidikan meliputi perluasan kerja dan hasil dari: kebijakan, kerangka strategis, perencanaan, implementasi, strukur kelembagaan, sarana prasarana, implementasi pembelajaran pada peserta belajar; atau pun menyusun dan mengembangka kegiatan-kegiatan pencegahan, mitigasi bencana dan kesiapsiagaan bencana di dalam lembaga pendidikan.Perlunya Pengurangan Resiko Bencana di sekolah, karena : Siswa (termasuk yang berkebutuhan khusus) merupakan anggota masyarakat yang rentan terhadap bencana alam. Komunitas sekolah, khususnya siswa, sebagai agen sekaligus komunikator untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang pendidikan bencana kepada orangtua dan lingkungannya. Siswa merupakan aset pembangunan dan masa depan bangsa, sehingga harus dilindungi dari berbagai ancaman bencana Materi Pengurangan Resiko Bencana 1. Pengetahuan tentang tahap penanggulangan bencana dan praktik-praktik tentang kebencanaan yang mencakup sebelum (pra) bencana, saat terjadi bencana, dan sesudah (pasca) kejadian bencana, dijabarkan di tingkat sekolah sesuai dengan kemampuan berpikir dan perkembangan fi sik peserta didik.2. Pengembangan budaya sadar bencana, berdasarkan pengetahuan dan sikap meliputi:a. Pengenalan, pengetahuan, pemahaman tentang jenis, sumber dan besarnya bahaya bencana alam di lingkungan sekolah dan tempat tinggal.b. Pemahaman tentang sejarah bencana di sekolah.c. Pemahaman tentang kerentanaan dan kapasitas sekolah.d. Pemahaman tentang upaya/usaha yang bisa dilakukan.e. Perilaku dan cara pandang terhadap risiko bencana.f. Kerentanan dan kapasitas.D. Pendidikan Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan; pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.Teori kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual, yaitu proses untuk membangun atau membimbing siswa dalam melatih kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek. Teori kognitif menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan dirinya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.Teori kognitif sangat besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran, akibatnya pembelajaran di Indonesia pada umumnya lebih cenderung cognitif oriented (berorientasi pada intelektual atau kognisi). Implikasinya lulusan pendidikan atau pembelajaran kaya intelektual tetapi miskin moral kepribadian. Mestinya proses pembelajaran harus mampu menjaga keseimbangan antara peran kognisi dengan peran afeksi, sehingga lulusan pendidikan memiliki kualitas intelektual dan moral kepribadian yang seimbang.Secara umum teori kognitif memiliki pandangan bahwa belajar atau pembelajaran adalah suatu proses yang lebih menitikberatkan proses membangun ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek yang bersifat intelektualitas lainnya. Oleh sebab itu, belajar juga dapat dikatakan bagian dari kegiatan yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks dan komprehensif. Diantara tokoh-tokoh aliran teori kognitivisme adalah J. Piaget dan Jerome S. Brunner.1) Teori Perkembangan PiagetMenurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang atau siswa adalah suatu proses yang bersifat genetik. Artinya proses belajar itu di dasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syarat. Oleh sebab itu makin bertambahnya umur seorang siswa, mengakibatkan kompleksnya susunan sel-sel syaraf dan juga makin meningkatkankemampuannya khususnya dalam bidang kualitas intelektual (kognitif).2) Teori Belajar BrunnerJerome S Brunner adalah seorang ahli pendidikan yang setuju dengan teori kognitif, hal ini didasarkan atas asumsi bahwa pembelajaran adalah proses untuk membangun kemampuan mengembangkan potensi kognitif yang ada dalam diri siswa. Perkembangan kualitas kognitif ditandai dengan ciri-ciri umum:a. Kualitas intelektual ditandai dengan adanya kemampuan menanggapi rangsangan yang datang pada dirinya. Artinya, semangkin mampu menanggapi rangsangan semangkin besar peluang kualitas kognisi diwujudkan. Pembelajaran merupakan salah satu upaya atau proses untuk melatih dan membimbing siswa dalam melakukan tanggapan terhadap rangsangan yang datang ke dalam dirinya.b. Kualitas atau peningkatan pengetahuan seseorang ditentukan oleh perkembangan sistempenyimpanan informasi secara realis. Artinya semangkin lama mampu menyimpan informasi maka kualitas dan peningkatan pengetahuan akan mudah diwujudkan. Pembelajaran merupakan salah satu proses untuk melatih dan membimbing siswa agar memiliki kemampuan menyimpan informasi yang diperoleh dari realitas lapangan.c. Perkembangan kualitas kognitif bisa dilakukan dengan cara melakukan interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua. Oleh sebab itu jaringan kerja sama intensif antara sekolah, masyarakat dan orang tua menjadi penting dalam konteks pembelajaran. Tri Sentra Pendidikan (tiga pusat pendidikan) perlu dikembangkan secara komprehensif dan simultan agar pengembangan kualitas intelektual (kognitif) siswa benar-benar dapat diwujudkan.d. Kemampuan kognitif juga ditentukan oleh kemampuan dalam mendeskripsikan bahasa, karena bahasa merupakan alat komunikasi manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.e. Kualitas perkembangan kognitif juga bisa ditandai dengan keterampilan untuk menggunakan beberapa alternatif penyelesaian masalah secara simultan dan melaksanakan alternatif sesuai dengan realitas.f. Jerume S Brunner mengemukakan bahwa pembelajaran itu dipengaruhi oleh dinamika perkembangan relitas yang ada disekitar kehidupan siswa. Asumsi ini lebih dikenal dengan teori free discovery learning, artinya proses pembelajaran akan efektif dan efesien jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang mereka jumpai dalam kehidupannya.E. Efikasi DiriEfikasi diri didefinisikan sebagai keyakinan seseorang tentang kemampuan mereka untuk mengatur dan melaksanakan program tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Bandura dalam teorinya tentang sosial kognitif menyatakan bahwa efikasi diri ini membantu seseorang dalam menentukan pilihan, usaha mereka untuk maju, kegigihan dan ketekunan yang mereka tunjukkan dalam menghadapi kesulitan dan derajat kecemasan atau ketenangan yang mereka alami saat mereka mempertahankan tugas-tugas yang mencakupi kehidupan mereka. (Bandura, 1977) Klasifikasi Efikasi DiriIndividu yang memiliki efikasi diri tinggi akan cenderung memilih terlibat langsung dalam mengerjakan suatu tugas, sedangkan individu yang memiliki efikasi diri rendah cenderung menghindari tugas tersebut. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung mengerjakan suatu tugas tertentu, atau meskipun tugas-tugas tersebut dirasa sulit. Mereka tidak memandang tugas sebagai suatu ancaman yang harus mereka hindari. Mereka yang gagal dalam melaksanakan sesuatu, biasanya cepat mendapatkan kembali efikasi diri setelah mengalami kegagalan tersebut (Bandura, 1977).Individu yang memiliki efikasi diri tinggi menganggap kegagalan sebagai akibat dari kurangnya usaha yang keras, pengetahuan dan keterampilan. Individu yang ragu akan kemampuan mereka (efikasi diri yang rendah) akan menjauhi tugas-tugas yang sulit karena tugas tersebut dipandang sebagai ancaman bagi mereka. Individu seperti ini memiliki aspirasi yang rendah serta komitmen yang rendah dalam mencapai tujuan yang mereka pilih atau mereka tetapkan. Individu yang memiliki efikasi diri rendah tidak berpikir tentang bagaimana cara yang baik dalam menghadapi tugas-tugas yang sulit. Mereka juga lamban dalam membenahi ataupun mendapatkan kembali efikasi diri mereka ketika menghadapi kegagalan (Bandura, 1977).individu yang memiliki efikasi diri tinggi dan rendah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:a. Efikasi Diri Tinggi1) Cenderung memilih terlibat langsung dalam mengerjakan suatu tugas.2) Cenderung mengerjakan tugas tertentu, sekaligus tugas yang dirasa sulit.3) Menganggap kegagalan sebagai akibat kurangnya usaha, pengetahuan dan keterampilan.4) Gigih dalam berusaha.5) Percaya pada kemampuan diri yang dimiliki.6) Hanya sedikit menampakkan keragu-raguan.7) Suka mencari situasi baru.b. Efikasi Diri Rendah1) Cenderung menghindari tugas.2) Ragu-ragu akan kemampuannya.3) Tugas yang sulit dipandang sebagai ancaman.4) Lamban dalam membenahi diri ketika mendapat kegagalan.5) Aspirasi dan komitmen pada tugas lemah.6) Tidak berfikir bagaimana cara menghadapi masalah.7) Tidak suka mencari situasi yang baru.Tinggi rendahnya efikasi diri seseorang tersebut sudah terbentuk dari kecil atau melalui tahap perkembangan dari mereka bayi hingga dewasa yang akan dijelaskan pada sub selanjutnya yaitu tahap perkembangan efikasi diri. Sumber Efikasi DiriPerubahan tingkah laku dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber (Alwisol 2009) diantaranya sebagai berikut:a. Pengalaman PerformansiMerupakan prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi.b. Pengalaman VikariusDiperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal.c. Persuasi SosialEfikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri.d. Keadaan EmosiKeadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi diri. Namun, bisa jadi, peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan efikasi diri. Aspek Efikasi DiriEfikasi diri memiliki beberapa aspek yang dikemukakan menurut (Bandura, 1977) terdapat 3 aspek efikasi diri pada diri individu yaitu:a. Tingkatan (level)Adanya perbedaan efikasi diri yang dipahami oleh masing-masing individu mungkin dikarenakan perbedaan tuntutan yang dihadapi. Tuntutan tugas merepresentasikan bermacam-macam tingkat kesulitan atau kesukaran untuk mencapai perfomansi optimal. Apabila halangan untuk mencapai tuntutan itu sedikit, maka aktivitas akan mudah untuk dilakukan dan akan membantu individu memiliki efikasi diri yang tinggi. Hal tersebut berhubungan dengan keyakinan siswa akan kemampuannya melakukan tugas-tugas, mengatur kegiatan belajar mereka sendiri dan hidup dengan harapan akademis mereka sendiri serta orang lain.b. Keadaan Umum (generality)Keadaan umum bervariasi dalam jumlah dari dimensi yang berbeda-beda diantaranya; tingkat kesamaan aktivitas, perasaan dimana kemampuan ditunjukkan (tingakah laku, kognitif, afektif) dan karakteristik individu menuju kepada siapa perilaku itu ditunjukkan. Hal tersebut berhubungan dengan keyakinan mereka akan kemampuannya membentuk dan mempertahankan hubungan, asertif dan melakukan kegiatan di waktu senggang.c. Kekuatan (strength)Pengalaman memiliki pengaruh terhadap efikasi diri yang diyakini seseorang. Pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinan pula. Individu yang memiliki keyakinan kuat pada kemampuan mereka akan teguh dalam berusaha untuk mengenyampingkan kesulitan yang dihadapi. Hal tersebut berhubungan dengan kemampuan menolak tekanan teman sebaya dan mencegah kegiatan beresiko. Strategi untuk Meningkatkan Efikasi DiriAda beberapa strategi untuk meningkatkan efikasi diri peserta didik menurut Bandura (1993) yaitu:a. Mengajarkan siswa suatu strategi khusus sehingga dapat meningkatkan kemampuannya untuk fokus pada tugas-tugasnya.b. Memandu siswa dalam menetapkan tujuan, khususnya dalam membuat tujuan jangka pendek setelah mereka membuat tujuan jangka panjang.c. Memberikan reward untuk performa siswa.d. Mengkombinasikan strategi training dengan menekankan pada tujuan dan memberi feedback pada siswa tentang hasil pembelajarannya.e. Memberikan support atau dukungan pada siswa. Dukungan yang positif dapat berasal dari guru seperti pernyataan kamu dapat melakukan ini, orang tua dan teman sebaya.f. Meyakinkan bahwa siswa tidak terlalu aroused dan cemas karena hal itu justru akan menurunkan efikasi diri siswa.g. Menyediakan siswa model yang bersifat positif seperti adult dan peer (rekan). Karakteristik tertentu dari model dapat meningkatkan efikasi diri siswa. Modelling efektif untuk meningkatkan efikasi diri khususnya ketika siswa mengobservasi keberhasilan teman peer-nya yang sebenarnya mempunyai kemampuan yang sama dengan mereka.F. Hasil Penelitian yang relevanPenelitian tentang efikasi diri ini telah dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang relevan ini sebagai pembanding keberhasilan penelitian yang akan dilakukan untuk menacapai hasil belajar yang maksimal.Berdasarkan hasil pnelitian yang dilakukan oleh Fima Herdwiyanti A. Dan Drs. Sudaryono, SU. (2013). Yang berjudul Perbedaan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Ditinjau dari Tingkat Self-Efficacy pada Anak Usia Sekolah Dasar di Daerah Dampak Bencana Gunung Kelud Hasil dari pengamatannya adalah bahwa jumlah anak yang memiliki tingkat efikasi diri rendah lebih banyak dari pada anak yang mempunyai efikasi diri tinggi. Hal ini dipengearuhi karena mereka belum mendapatkan pengalaman sebagai faktor yang paling mempengaruhi tingkat efikasi diri siswa.