islam dan etos kerja studi tentang peranan majelis ta'lim ... · ketua yayasan wali songo...
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puja dan puji kehadirat Allah SWT Tuhan
semesta alam, Dialah Yang menggenggam semua makhluk-Nya, Dialah yang
menentukan takdir terhadap yang di ciptakan-Nya dan Dialah Yang telah memberikan
inayah-Nya kepada siapapun termasuk kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam tetap tercurah atas di baginda Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya yang setia
kepadanya.
Sejalan dengan selesainya skripsi ini, ada beberapa orang yang menjadi pijakan
untuk meraih keberhasilan dan kesuksesanserta selesainya penulisan skripsi ini. Peran
dari orang-orang yang berjasa tidak boleh kita lupakan. Untuk itu penulis menghaturkan
banyak terimakasih pada pihak-pihak yang telah membantu di antaranya adalah:
1. Dr. Amsal Bachtiar, MA., dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah
mengarahkan serta melayani seluruh kebutuhan administratif kepada penulis
selama penyusunan skripsi.
2. Drs. Yusron Razak, MA., dosen pembimbing I, dan Dra Marzuqoh, MA., dosen
pembimbing II, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
pengarahan serta motivasi dalam penulisan skripsi hingga selesai dengan baik.
3. Ketua Jurusan Sosiologi Agama Dra. Ida Rosyidah, MA, dan segenap Staf
Jurusan Sosiologi Agama yang telah membantu dalam melancarkan masalah
administratif dalam penulisan skripsi ini.
4. Ketua dan semua staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah memberikan pinjaman
buku untuk dijadikan bahan-bahan yang di perlukan.
5. Ketua Yayasan Wali Songo Asysyirbaany Drs. KH. Busrol Karim yang telah
memberikan keterangan-keterangan dalam penelitian atau penulisan skripsi ini.
6. Keluarga besar Sosiologi Agama angkatan 2000, untuk teman-temanku Bahrozie,
Rizal, Agus Dwiyono, Yasir, May, Yoyoh dan semuanya yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu. Kalian semua telah memberikan dorongan yang sangat
berharga dalam penulisan skripsi ini. Tidak lupa buat Bapak Drs. Muhammad
Ismail MA, dosen yang selalu memberikan semangat kepada saya.
7. Untuk orang-orang yang sangat saya cintai, Bapa, Mimi, Abah, Minde, Kang
Ozak, Kang Isa, Kang Echu, Kang Ochich, Kang Oom, Uun, D.Ika, Akhir, Non
Ci, Bunda, Ziyan, Alya, Ali, Humam, dan anakku yang masih ada di dalam
kandungan yang menjadi inspirasi hidup, yang memberikan motivasi dalam
pembuatan skripsi ini.
8. Drs. KH. Muhtadi Alawy terimakasih atas suportnya. Mr. Wiy Boss, yang telah
membantu tak kenal lelah siang dan malam menemani dan memfalisitasi segala
sesuatunya selama penulisan skripsi ini.
9. Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan semua responden yang telah memberikan
keterangan dan penjelasan dalam riset yang penulis lakukan.
10. Jamaah Majelis Ta’lim Ar-Ruhama dan Ar-Ridho yang selalu memberikan doa
dan dorongan kepada penulis, khususnya H. Rahmat Junus dan keluarga.
11. Semua pihak yang telah memmbantu penulis, yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Semoga semua pemberian dan bantuan apapun itu bentuknya sehingga dapat
membantu selesainya penulisan skripsi ini, dapat dibalas oleh Allah dalam bentuk yang
sebaik-baiknya dan semoga kalian mendapatkan hidup yang berkah di dunia dan akhirat.
Akhirnya apa yang penulis lakukan semoga dapat bermanfaat bagi orang banyak. Amin
ya Robbal ‘Alamin
Jakarta, 23 Februari 2007
Muhammad Amin
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….….. iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………… vi
Bab I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah…………………………… 5
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian………………………………….. 5
D. Metode Penelitian………………………………………………… 6
E. Sistematika Penulisan…………………………………………….. 8
Bab II : TINJAUAN TEORITIS
A. Islam……………………………………………………………... 10
1. Pengertian Islam……………………………………………. 10
2. Aspek ekonomi di dalam Islam……………………………. 11
B. Etos Kerja……………………………………………………….. 18
1. Pengertian Etos Kerja………………………………………. 18
2. Unsur-unsur Kerja………………………………………….. 19
3. Etos Kerja Dalam Perspektif Islam………………………… 22
4. Hubungan Agama dan Etos Kerja………………………….. 26
C. Peranan Majelis Ta’lim………………………………………….. 29
1. Pengertian Peranan…………………………………………. 29
2. Pengertian Majelis Ta’lim………………………………….. 30
3. Majelis Ta’lim, Agama Dan Masyarakat……………………. 30
Bab III : GAMBARAN UMUM TENTANG MAJELIS TA’LIM WALI SONGO DESA JOMBANG KECAMATAN CIPUTAT
A. Letak Geografis…………………………………………………. 32
B. Sejarah Singkat Majelis Ta’lim Wali Songo…………………….. 32
C. Kondisi Sosial dan Ekonomi Para Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo……………………………………… 35
D. Tujuan Didirikannya Majelis Ta’lim Wali Songo……………….. 42
Bab IV : PERANAN MAJELIS TA’LIM WALI SONGO DI KELURAHAN JOMBANG KECAMATAN CIPUTAT DALAM MENINGKATKAN ETOS KERJA PENGRAJIN KUSEN
A. Materi Yang Disampaikan………………………………………… 45
B. Kegiatan Sosial Keagamaan……………………………………… 48
C. Cara dan Hasil Berkarya………..………………………………… 53
D. Hasil Pendapatan…………….…………………………………… 56
Bab V : PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………….…………………… 59
B. Saran-saran……………………………………..………………… 59
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 61
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………… 64
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ………………………………………………………………………… 36
Tabel 2 ………………………………………………………………………… 37
Tabel 3 ………………………………………………………………………… 38
Tabel 4 ………………………………………………………………………… 40
Tabel 5 ………………………………………………………………………… 41
Tabel 6 ………………………………………………………………………… 42
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Memasuki abad ke-21, berarti menapaki abad global. Akibat perkembangan
teknologi dan transportasi, dunia internasional pada abad ini mengalami sebuah
perubahan besar, yang dikenal dengan era global. Dalam era demikian, situasi dunia
menjadi amat transparan, “jendela internasional” terdapat hampir di setiap rumah. Apa
yang terjadi di setiap sudut bumi dalam waktu singkat dapat ditangkap dari berbagai
belahan dunia, “pintu gerbang” antar negara semakin terbuka, sekat-sekat budaya
menjadi hilang, budaya antar bangsa semakin membaur, melebur, serta saling
mempengaruhi.
Dari sudut ekonomi, era global ini akan di tandai oleh sebuah aktivitas ekonomi
baru, yakni perdagangan bebas dan pasar global. Berbagai kawasan dunia, dalam era
global ini, akan menjadi pasar dagang dan lahan investasi internasional secara bebas dan
terbuka. Setiap individu dan kelompok bisnis dari suatu negara, akan berinteraksi dengan
individu dan kelompok dari manca negara, baik dalam bentuk kemitraan maupun
persaingan. Kondisi ini, pada tahap berikutnya, akan menggiring seluruh penduduk dunia,
memasuki ajang kompetisi global secara ketat, bebas dan terbuka.
Untuk memasuki ajang kompetisi global itu, tentu saja di perlukan sejumlah
kualifikasi, baik menyangkut sifat mental maupun keahlian profesi. Kualifikasi ini
penting untuk mempertajam kemampuan dan daya saing, agar tidak tergilas. Di antara
kualifikasi penting yang diperlukan dalam kompetisi global adalah etos kerja yang tinggi
.
Etos, menurut Clifford Geertz, adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia
yang dipancarkan hidup. Etos adalah aspek evaluatif yang bersifat menilai.1 Etos kerja,
dengan demikian, adalah sikap mental atau cara diri dalam memandang, mempersepsi,
menghayati, dan menghargai sebuah nilai kerja.
Etos kerja akan mempengaruhi semangat, kualitas dan produktifitas kerja. Etos
kerja juga dapat membentuk semangat transformatif. Sebuah semangat yang selalu
berusaha mengubah keadaan menuju kualitas yang lebih baik. Sebuah semangat dan
sikap mental yang selalu berpandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari
kehidupan kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Maka jelas, kualifikasi
mental yang demikian itu sangat diperlukan untuk memasuki kompetisi global.
Pentingnya etos kerja bukan saja dapat dilihat dari perannya dalam menjaga garis-
garis pembangunan nasional dan menghindarkan individu atau negara dari resiko-resiko
yang merugikan. Lebih dari itu, ia dapat memotifasi kegairahan berekonomi dan
meningkatkan produktifitas, hingga pada gilirannya dapat mempercepat laju
pertumbuhan ekonomi nasional. Orang mulai melihat pentingnya sikap dan kemajuan
ekonomi setelah berkembang menejemen berdasarkan ilmu tabiat (behavioral science).
“Agar menejemen perusahaan berjalan baik”, anjur Roethlisberger. “Di dalam organisasi
perusahaan terdapat ahli-ahli yang bertugas memberikan diagnosa pada keadaan-keadaan
1 Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, (Jakarta : Yayasan Obor, 1994)
h. 3
manusia……2 sesuatu yang lebih dalam dan mempengaruhi tabiat adalah sikap. Ia
bahkan, berdasarkan hasil riset di USA, memiliki kadar 90%, selebihnya pengetahuan
dalam menentukan mutu produk perusahaan.3 Padahal mutu produklah yang paling
menentukan maju-mundurnya perusahaan.
Etos itu dibentuk oleh nilai-nilai anutan, maka agama mendapat perhatian yang
lebih tinggi, sebagai sesuatu yang bukan saja memberikan aspek etis dari kerja, tapi juga
mengiringinya dengan implikasi yang ekonomis. Pengakuan akan hal ini juga terdengar
dari begawannya menejer dunia, Peter F. Drucker, yang mengaku bahwa saat ini, selaku
konsultan menejemen, ia lebih banyak belajar teologi, ketimbang sewaktu masih
mengajar agama.4 Max Weber pernah menjelaskan hubungan fungsional antara nilai
suatu ajaran dengan keberhasilan pemeluknya.5
Islam memiliki pandangan sangat positif terhadap etos kerja. Dalam Islam, kerja
bukan semata untuk kerja, kerja tidak murni perkara profan, tidak hanya prilaku duniawi,
bukan hanya mengejar untung atau gaji, juga bukan semata menepis gengsi, misalnya
dari tudingan sebagai pengangguran.
Islam adalah agama amal atau kerja, maka inti ajarannya adalah bahwa hamba
mendekati dan berusaha memperoleh ridho Allah SWT. Melalui kerja atau amal sholeh
2 F.J. Roethlisberger, Menejemen dan Moril Pekerja, (Jakarta : Aksara Baru, 1990), h. 171 3 M. Imaduddin Abdurrahim, Sikap Tauhid dan Motifasi Kerja, Ulumul Quran, II, 6 ( Juli –
september 1990 ) h. 40 4 M. Imaduddin Abdurrahim, Sikap Tauhid dan Motifasi Kerja, h. 45 5 Salah satu pernyataan Weber yang dikutip Taufik Abdullah adalah bahwa “hanya kerja keras saja
satu-satunya yang bisa menghilangkan keraguan religius dan memberikan kepastian akan rahmat Tuhan” Taufiq Abdullah (ed ), Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, h.8
dan dengan memurnikan sikap menyembah hanya kepada-Nya.6 Ini sesuai dengan
pendapat Max Weber, ia berpendapat bahwasanya ada saling ketergantungan timbal balik
antara kepercayaan agama dan motivasi di satu pihak dan gaya hidup serta kepentingan
material di pihak lain.7
Islam memiliki norma-norma yang mendorong manusia untuk bekerja keras dan
sungguh-sungguh, namun tetap mempersyaratkan tanggung jawab, pemenuhan hak-hak
diri dan orang lain, serta cara-cara yang halal. “Sistem etika Islam memperlihatkan
komitmennya dalam memberikan kondisi spiritual (psycho logical dynamics) kepada
umatnya untuk melakukan aktivitas keduniawian yang bermakna dan beraspek religius.8
Sebagai salah satu wadah, sarana atau tempat pendidikan nonformal, maka Majelis
Ta’lim Wali Songo selain efektif juga sangat berperan dalam membimbing para pengrajin
kusen untuk meningkatkan etos kerja melalui bimbingan keagamaan yang dilaksanakan
rutin setiap hari rabu pukul 20.00 WIB sampai selesai.
Arti bimbingan menurut bahasa adalah menunjukkan orang lain kepada suatu tujuan
yang bermanfaat bagi hidupnya.9 Artinya bimbingan merupakan suatu proses di dalam
membantu individu sesuai dengan nama kegiatan tersebut, bentuk yang ada adalah
bimbingan keagamaan yang mencakup nilai-nilai akhlak, syariah (muamalah), maupun
masalah-masalah aqidah.
6 Nurcholis Madjid, Islam Agama Kemanusiaan. Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam
Indonesia, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1995), cet., ke-5. h. 216 7 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Terjemahan oleh Robert M.Z, Lawang
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), h. 224 8 Sugeng Sugiono, Etos Kerja Wanita Bakul di Kotamadya Yogyakarta dan Kabupaten Sleman,
(Jurnal Penelitian Agama, 03, Januari 1993), h.38 9 Muhammad Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Agama, (Jakarta : PT. Golden
Terayon Press, 1982), cet., ke-5, h.1.
Melalui majelis ta’lim Wali Songo, para jamaah yang terdiri dari para pengusaha
(pengrajin) kusen, mereka berusaha mendapatkan arti hidup sebenarnya, yakni dari
berbagai literatur dan contoh kehidupan nabi-nabi serta para ahli hikmah seperti para wali
Allah, serta berusaha memahami keseimbangan antara hidup di dunia dan hidup di
akhirat yang disampaikan oleh pembimbing. Mereka sebagai pengrajin dan pedagang
mengharapkan ilmu agama Islam yang pada gilirannya akan mendorong mereka untuk
melakukan muamalah secara benar khususnya dalam etos kerja mereka dalam berkarya.
Merekapun secara konsisten (istiqomah) melakukan kegiatan sosial, seperti memberikan
santunan kepada para kaum du’afa dan anak-anak yatim stiap bulan.
B. Pembatasan dan Perumuhan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi masalah pada
kegiatan Majelis Ta’lim Wali Songo dalam bimbingan keagamaan dan peranannya
terhadap peningkatan etos kerja para pengrajin kusen.
Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan dalam proses pemberian bimbingan
keagamaan terhadap pengrajin kusen.
2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan mendukung prilaku ekonomi dan
keagamaan para pengrajin kusen.
Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana peranan Majelis Ta’lim Wali
Songo dalam meningkatkan etos kerja pengrajin kusen yang dibimbing di Majelis
Ta’lim wali Songo Kelurahan Jombang Kecamatan Ciputat.
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin didapatkan dalam penelitian ini adalah :
1. Tujuan Khusus
Untuk mencapai gelar sarjana dalam Program Studi Sosiologi Agama Jurusan
Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui bagaimana peranan Majelis Ta’lim Wali Songo dalam
bimbingan keagamaan. Khususnya dalam meningkatkan etos kerja pengrajin
kusen.
b. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan dalam proses
pemberian bimbingan keagamaan terhadap para pengrajin kusen.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat dan mendukung
prilaku ekonomi dan keagamaan para pengrajin kusen.
Sesuai dengan tujuan di atas, maka manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini
adalah :
A. Diharapkan dapat bermanfaat untuk informasi masyarakat dan kalangan
pengusaha kecil maupun pengusaha yang berskala lebih besar dalam hal
peningkatan etos kerja.
B. Untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap Majelis Ta’lim Wali Songo
dalam memberikan bimbingan keagamaan sehingga diharapkan dapat lebih
meningkatkan etos kerja para pengrajin kusen.
D. Metodologi Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini bertempat di Jl. Jombang Raya Rt 01/04 No. 05 Kelurahan Jombang
Kecamatan Ciputat.
2. Sumber Data.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data yaitu:
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari respoden, berupa catatan
tertulis dari hasil wawancara, angket, observasi dan dokumentasi.
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sember-sumber tertulis yang
terdapat dalam buku dan literatur yang bersangkutan.
3. Jenis Data.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif dan
didukung dengan penelitian kuantitatif.
4. Teknik Pengumpulan Data.
Untuk mendapatkan data yang objektif, maka dalam penelitian langsung ini
menggunakan teknik:
a. Observasi, pengamatan pada objek penelitian yaitu Majelis Ta’lim Wali Songo
dan para pengrajin kusen, ini dilakukan untuk mengetahui keadaan daerah
penelitian guna penjagaan dan pengambilan data sekunder.
b. Wawancara, yaitu dilakukan dengan mengadakan komunikasi langsung secara
tanya jawab kepada pembimbing dan pengurus Majlis Ta’lim. Hasil
wawancara tersebut, digunakan untuk memperkuat temuan data yang
dibutuhkan. Model wawancara ini adalah wawancara terbuka.
5. Teknik Pengelolaan Data.
a. Editing, yaitu mempelajari kembali berkas-berkas data yang telah terkumpul,
sehingga keseluruhan berkas itu dapat diketahui dan dapat dinyatakan,
sehingga dapat disiapkan untuk proses selanjutnya.
b. Tabulating, yaitu memindahkan jawaban-jawaban responden ke dalam tabel
kemudian dicari prosentasenya untuk dideskripsikan.
6. Teknik Analisa Data.
Analisa data adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.10
Setelah data terkumpul, maka selanjutnya adalah pengelolaan data yang di
peroleh dari jenis data kualitatif. Data kualitatif ini diperoleh melalui observasi
dan wawancara. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan teknik analisa
deskriptif, yaitu penulis menganalisa dan mendiskriptifkan data-data tersebut
dalam bentuk pemaparan dengan memberikan penjelasan-penjelasan atau
keterangan-keterangan secara logis.
E. Sistematika Penulisan
Bab I; Merupakan bab pendahuluan yang diawali dengan latar belakang,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian serta sistematika penelitian.
Bab II; berisi tentang tinjauan teoritis, sub bab pertama berisi tentang Islam dan
pengertiannya, aspek ekonomi di dalam Islam. Sub bab yang kedua berisi tentang etos
kerja dan pengertiannya, unsur-unsur kerja, etos kerja dalam perspektif Islam serta
hubungan agama dan etos kerja. Sub bab yang ketiga berisi tentang peranan majelis
ta’lim, pengertian peranan, pengertian majelis ta’lim, serta tentang majelis ta’lim, agama
dan masyarakat.
10 Lexi. J Maleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000
), cet., Ke-1, h. 103.
Bab III; Berisi gambaran umum tentang Majelis Ta’lim Wali Songo desa
Jombang kecamatan Ciputat. Bab ini terdiri dari empat sub bab. Sub bab yang pertama
tentang letak geografis, sub bab yang kedua tentang sejarah singkat Majelis Ta’lim Wali
Songo, sub bab yang ketiga tentang tujuan didirikannya Majelis Ta’lim Wali Songo, dan
sub bab yang keempat tentang struktur organisasi Majelis Ta’lim Wali Songo.
Bab IV; Berisi analisa peranan Majelis ta’lim Wali Songo dalam meningkatkan
etos kerja pengrajin kusen. Bab ini terdiri dari empat sub bab. Sub bab yang pertama
tentang materi yang disampaikan pembimbing di Majelis Ta’lim Wali Songo. Sub bab
yang kedua tentang kegiatan sosial keagamaan di Majelis Ta’lim Wali Songo. Sub bab
yang ketiga tentang cara dan hasil berkarya para pengrajin kusen. Sub bab yang keempat
tentang hasil ekonomi para pengrajin kusen.
Bab V; Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Islam
1. Pengertian Islam
Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat
manusia melalui nabi Muhammad s.a.w. sebagai Rosul. Islam pada hakekatnya
membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai
segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek
itu ialah Al-Quran dan hadits.11
Di dalam agama ini, Nabi Muhammad s.a.w. menerima Al-Quran dari Tuhannya,
lalu disampaikannya sebagaimana beliau menerima. Dengan perintah Allah dan petunjuk-
Nya, beliau menerangkan keringkasannya, dan dengan perbuatannya, beliau menerapkan
ayat-ayatnya. Kemudian manusia menerimanya dari generasi ke generasi, sebagaimana
beliau menerima dari Tuhannya, hingga kepada kita pun seperti di turunkannya secara
berturut-turut, tanpa ada keraguan sedikitpun di dalamnya.12
Dunia Islam terbentang dari Afrika Utara sampai ke Asia tenggara dan meliputi
kira-kira empat puluh Negara merdeka yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Penganut agama Islam berjumlah kira-kira 750 juta orang, karena itu Islam merupakan
agama terbesar kedua di dunia. Suatu ciri khas ajaran Islam adalah keyakinan bahwa
Islam itu suatu cara hidup yang lengkap dan menyeluruh. Agama yang mempunyai yang
integral dan organic dengan politik dan masyarakat (sosial). Ideal Islam ini terbayang
11 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, (Jakarta : UI-Press, 1985), cet.,
ke-5, h. 24
12Prof.Dr. Mahmud Syaltut, Islam Aqidah dan Syariah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1998), cet, ke-2, h. 1
dalam perkembangan hukum Islam yang merupakan suatu hukum yang serba mencakup,
di mana termasuk di dalamnya tugas orang Islam terhadap Tuhan ( sholat, puasa, haji )
dan tugas sesama manusia (hukum keluarga, hukum perdagangan dan hukum pidana).
Karena itu ajaran Islam merupakan suatu system normative di mana agama berhubungan
secara integral dengan segala bidang kehidupan orang Islam, seperti politik, ekonomi,
hukum, pendidikan dan keluarga.13
2. Aspek Ekonomi dalam Islam
a. Arti Ekonomi
Ekonomi ialah kegiatan manusia dan kegiatan masyarakat untuk mempergunakan
unsur-unsur produksi dengan sebaik-baiknya guna maksud memenuhi berbagai rupa
kebutuhan, atau ekonomi adalah proses produksi dan penghasilan produksi.
b. Proses Ekonomi
Proses ekonomi meliputi:
- Proses produksi barang-barang dan jasa-jasa (pendapatan)
- Penukaran pendapatan tersebut
- Pembagian pendapatan-pendapatan itu antara golongan-golongan masyarakat
- Pemakaian (konsumsi) barang-barang dan jasa-jasa dalam kehidupan sehari-
hari.
c. Unsur-unsur Ekonomi atau Unsur Produksi
Unsur-unsur ekonomi atau unsur produksi meliputi:
- Kekayaan alam, yang meliputi : (1) tanah dan keadaan iklim, (2) kekayaan
hutan, (3) kekayaan di dalam tanah (bahan pertambangan), (4) kekayaan air
13 John L. Esposito, Identitas Islam Pada Perubahan Sosial Politik, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, tt),
h. 3
sebagai sumber bahan makanan (perikanan), sebagai sumber pengairan dan
lain sebagainya.
- Modal, yaitu barang-barang yang dipergunakan dalam proses produksi;
meliputi: peralatan, mesin, gedung, pabrik, alat pengangkutan, alat
pengolahan, tempat penjualan.
- Tenaga kerja, yaitu peranan manusia dalam proses produksi; dan
- Skill yaitu kepandaian, keahlian, kecerdasan untuk mengerjakan usaha-usaha
ekonomi,-- dalam arti memimpin perusahaan atau mengatur organisasi
perusahaan atau kecerdasan dalam arti teknis semata-mata.14
d. Prinsip Sistem Ekonomi
Prinsip setiap sistem ekonomi ialah:
- tercapainya pemuasan berbagai keperluan manusia, baik perorangan maupun
masyarakat.
- Tercapainya hasil yang sebesar-besarnya dengan tenaga dan biaya yang
sekecil-kecilnya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, …..menurut
ukuran akal atau rasio.15
Prinsip termaksud di atas juga berlaku untuk sistem ekonomi Islam. Hanya saja
Islam memberikan dan meletakkan norma-norma etik asasi tentang ekonomi itu, seperti
bersikap jujur, adil, tidak merugikan salah satu pihak dan lainnya.
Pada awalnya ekonomi itu menyatu dengan agama, tidak terpisah. Sampai akhir
tahun 1700-an di Barat pun ekonomi berkait dengan agama, ahli ekonomi Eropa adalah
14 Sumitro Djojohadikusumo, Ekonomi Umum I: Asas-asas Teori dan Kebijaksanaan, , (Jakarta:
Kanisius, 1960), cet. Ke-3, h. 15-36
15 H. Sjafruddin Prawiranegara, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta, 1967 ((Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1967), h.10-11.
Pendeta dan ahli agama. Pada zaman pertengahan Eropa ekonomi skolastik
dikembangakan oleh ahli gereja seperti Thomas Aquinas, Augustine dan lain-lain.
Bahkan Fisiokrat pada permulaan tahun 1700-an telah berfikir tentang tanah dan orang
berdasarkan kekristenan. Tetapi dengan adanya revolusi industri dan produksi massal,
ahli ekonomi mereka mulai memisahkan mulai memisahkan keterandalan agamanya. Kita
mengenal keadaan ini sebagai gejala asal revolusi menentang kekuatan gereja, dan
merupakan awal dari kajian ekonomi yang menjauhkan diri dari fikiran ekonomi
skolastik.
Sejak itu sejarah berjalan terus sampai pada keadan di mana revolusi kajian
ekonomi yang menentang agama mulai mendingin. Para ekonom kontemporer mulai
mencari-cari lagi sampai mereka menyadari kembali betapa pentingnya kajian kerangka
aksi ekonomi yang berkarakter religious, bermoral dan human. Ekonom Gunnar Myrdal
dalm bukunya “Asian Drama”, menyusun kembali ilmu ekonomi yang berkait dengan
nilai kemanusiaan, baik perorangan, masyarakat maupun bangsa. Munculnya penampilan
wajah kajian ekonomi baru dengan pendekatan humanistik dari Eugene Lovell dalam
bukunya yang terkenal Humanomics dan dari E.F. Schumacher Small is Beautiful,
Economics as if People Materred. Para ekonom ini telah menyadari sepenuhnya bahwa
meniadakan hubungan kajian ekonomi dengan nilai-nilai moral-humanis adalah
kekeliruan yang besar dan tidak bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan manusa
dan alam semesta. Kesadaran ini tumbuh setelah semua bangsa menyaksikan sendiri hasil
dari model pembangunan sosio-ekonomi yang berasaskan model liberal kapitalistik dan
teori pertumbuhan neo-klasikal, maupun model marxist dan neo-marxist, yang keduanya
ini mengutamakan kehidupan materialistik hedonisme. Hasil model ini misalnya:
kemiskinan di tengah kemakmuran, konsumerisme, budaya permissive, dan rupa-rupa
bentuk pop-hedonism, gaya hidup yang sekuler dan singkretis dan lainnya yang
bertentangan dengan nilai kemanusiaan serta nilai agama.
Islam sebagai sumber dan pedoman tingkah laku manusia, dan karena tingkah laku
ekonomi merupakan bagian dari ulah manusia juga, maka ilmu dan aktifitas ekonomi
haruslah berada dalam Islam. Keunikan pendekatan Islam terletak pada sistem nilai yang
mewarnai tingkah-laku ekonomi. Ilmu ekonomi adalah salah satu bagian saja dari Ilmu
agama Islam. Dan sistem ekonomi dengan sendirinya tidak mungkin dapat dipisahkan
dari suprasistemnya yaitu Islam, karena pemikiran Islam berdasarkan konsep segitiga
(triangle arrangement) yaitu Allah berada di sudut puncak, manusia dan kekayaan alam
masing-masing berada pada sudut bawahnya yang keduanya tunduk taat kepada-Nya.
Islam untuk ekonomi, atau ekonomi dalam Islam dapat digali dalam al-Quran dan hadits
Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan ketentuan mengenai tingkah-laku
ekonomi dari manusia dan masyarakat, dalam kegiatan-kegiatan produksi, distribusi dan
konsumsi barang maupun jasa.16
Berbeda dengan agama-agama besar lain, Islam memberikan kepada penganutnya
suatu ajaran terperinci tentang sistem ekonomi. Hal ini diberikan melalui al-Quran,
Sunnah, Ijma’ (consensus para mujtahid muslim, yaitu ilmuan agama) dan qiyas
(pendapat pribadi yang berdasarkan analogi dan ajaran agama). Terutama sekali masalah-
masalah perpajakan, pengeluaran pemerintah, warisan, hak milik pribadi, kesejahteraan
sosial dan ekonomi (pembagian pendapatan, kemiskinan, perdagangan dan lain-lain),
16 DR.Ir. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV.
Rajawali , 1987) , cet., ke-1, h., 55
bunga uang, pemilikan tanah, sumber akami, tingkat gaji, dan juga faktor-faktor lain,
telah mendapat perhatian, dan karena itu merupakan komponen Islam yang integral. 17
Kalau sedikit kita tinjau sejarah kehidupan bangsa Arab, mereka terkenal rasis,
mereka hidup bersuku-suku dan berkelompok, sering mengisolasi dirinya dari anggota
suku lain, hingga kemudian pada awal kelahiran Islam, bangsa Arab yang bersuku-suku
dan harta kekayaan hanya berputar di segelintir orang itu memicu dan rentan sekali
terjadi ketegangan sosial. Kemudian hal itu dihilangkan dengan cara perdagangan,
perdagangan itu bisa menembus pandangan rasis dikalangan bangsa Arab, mereka selalu
membedakan keturunan dan tidak mau menerima suku lain sebagai satu kesatuan
manusia yang mengemban amanat kelestarian bumi, masyarakat kaya secara sadar atau
tidak sadar membutuhkan konsumen yang rata-rata berasal dari kalangan ekonomi
bawah. Perdagangan membuka jalinan interaksi yang lebih inklusif, dan merupakan
embrio menuju harmonisasi.
Setelah perdagangan tumbuh di kalangan bengsa Arab dengan dukungan jalur
perdagangan Syam-Arab yang terkenal pada waktu itu, ternyata mampu mengangkat
tingkat kemiskinan yang melanda. Dengan arogansi dan kesombongan saudagar-saudagar
kaya, sejalan dengan pengembangan ekonomi yang semakin mapan banyak yang tidak
lagi mengindahkan norma agama dan etika sosial, mereka sibuk mengambil keuntungan
sendiri tanpa ada rasa kasihan kepada masyarakat bawah, keadaan semacam menelorkan
kesenjangan ekonomi dan ketegangan sosial, dan ini sangat dibenci oleh anggota
masyarakat lain di antara suku-suku ini. Konsep kesama-rataan menjadi slogan yang sia-
sia dan tak bermutu, karena bukan tujuan berbisnis.
17 Sumitro Djojohadikusumo, Ekonomi Umum I: Asas-asas Teori dan Kebijaksanaan, h. 54
Muhammad diutus untuk melepaskan kondisi sosial yang semacam itu. Sosok
Muhammad sendiri pemuda yang dibesarkan di lingkungan semacam itu sehingga tahu
persis dan menyelami kondisi yang terjadi.18 Muhammad berdagang dan mencontohkan
perdagangan yang adil yang menjauhkan dari kecurangan dalam takaran dan timbangan
serta memberikan kelebihan kepada masyarakat yang membutuhkan, hasil keuntungan
dalam jumlah setahun harus ada jumlah sebagian yang didistribusikan kepada masyarakat
yang lemah dengan secara adil, mengkampanyekan anti sistem riba, dan lain-lain.
Islam dalam hal ini al-Quran menyebutkan tentang prilaku ekonomi akan di
pertanggung jawabkan di hari pengadilan.
م أو وزنوهم وإذا آالوه)2(وا على الناس يستوفون الذين إذا اآتال)1(ويل للمطففين
يوم يقوم الناس لرب )5(ليوم عظيم) 4(ولئك أنهم مبعوثون ألا يظن أ)3(يخسرون
)6(العالمين
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?” (Q.S. Al-Muthaffifiin (83): 1-6)
Dan sebagai satu pilihan kritis lainnya dalam menentukan pola tingkah-laku
ekonomi, Nabi Syu’aib yang banyak di sebut sebagai Nabi Ilmu ekonomi mendasarkan
ekonomi kepada iman (tauhid) terhadap adanya Allah dan Hari Pengadilan:
وإلى مدين أخاهم شعيبا قال ياقوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره ولا تنقصوا المكيال
ال ويا قوم أوفوا المكي. والميزان إني أراآم بخير وإني أخاف عليكم عذاب يوم محيط
18 Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, terj. Agus Zaki, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2000), cet., ke-1, h. 249
بقية الله خير . والميزان بالقسط ولا تبخسوا الناس أشياءهم ولا تعثوا في الأرض مفسدين
رك ما يعبد قالوا ياشعيب أصلاتك تأمرك أن نت. لكم إن آنتم مؤمنين وما أنا عليكم بحفيظ
.ءاباؤنا أو أن نفعل في أموالنا ما نشاء إنك لأنت الحليم الرشيد
“Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu`aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." Dan Syu`aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu." Mereka berkata: "Hai Syu`aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal." (Q.S. Huud (11) : 84-87)
Dari ayat di atas dapat dilihat bahwa Islam mempunyai prinsip ekonomi yang
menekankan pada kejujuran serta keadilan. Setiap orang yang melakukan prilaku
ekonomi, maka setiap prilakunya akan di pertanggungjawabkan di akhirat yaitu di
pengadilan Tuhan yang maha adil. Orang yang beriman kepada hari akhir dan yakin
tentang adanya pengadilan Tuhan, maka ia tidak akan merugikan orang lain serta ia akan
melakukan tindakan ekonomi yang mempunyai prinsip keberkahan.
B. Etos Kerja
1. Pengertian Etos Kerja
Ethos, berasal dari bahasa Yunani yaitu ethikos, ethika, bermakna custom, usage,
characters19. Etos, menurut Cliffor Geertz, adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan
19 Webster’s Third New International Dictionary of English Language, (New York Merriam
Webster’s Inc, 1986), h. 877-878.
dunia yang dipancarkan hidup. Etos adalah aspek evaluatif yang bersifat hidup. Etos
adalah aspek evaluatif yang bersifat menilai.20 Kerja dapat didefinisikan sebagai:
Suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan fisik, psikologis maupun
sosial. Dengan pekerjaan manusia akan memperoleh kepuasan-kepuasan tertentu yang
meliputi semua kebutuhan fisik dan rasa aman, serta kebutuhan sosial da rasa ego. Selain
itu, kerja merupakan aktifitas yang mendapat dukungan sosial dan individu itu sendiri.
Dukungan sosial ini dapat berupa penghargaan masyarakat terhadap aktifitas yang di
tekuni. Sedangkan dukungan individu dapat berupa kebutuhan-kebutuhan yang
melatarbelakangi aktifitas kerja seperti kebutuhan untuk aktif, berproduksi, berkreasi,
untuk memperoleh pengakuan dari orang lain, memperoleh nama baik dan lainnya.21
Adapun pengertian ethos kerja adalah:
a. Dasar motivasi yang terdapat dalam budaya suatu masyarakat yang menjadi
penggerak bathin anggota masyarakat yang mendukung budaya itu untuk
melakukan suatu kerja.
b. Nilai-nilai tertinggi dalam gagasan budaya terhadap kerja yang dapat menjadi
bagian penggerak bathin masyarakat yang melakukan
c. Pandangan hidup yang khas dari suatu masyarakat terhadap kerja yang dapat
mendorong keinginannya untuk melakukan pekerjaan itu.22
Etos kerja, dengan demikian, adalah sikap mental atau cara diri dalam
memandang, mempersepsi, menghayati, dan menghargai sebuah nilai kerja..
20 Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, (Jakarta : Yayasan Obor) h.3
21 Ali Sumanto Al-Kindi, Bekerja Sebagai Ibadah: Konsep Membrantas Kemiskinan, Kebodohan
dan Keterbelakangan Umat, (Solo: Aneka, 1996), cet., ke-1, h. 41 22 Made Purna (ed), Etos Kerja Dalam Ungkapan Tradisional, (Jakarta: Depdikbud, 1991), h.73
Etos kerja akan mempengaruhi semangat, kualitas dan produktifitas kerja. Etos
kerja juga dapat membentuk semangat transformatif. Sebuah smangat yang selalu
berusaha mengubah keadaan menuju kualitas yang lebih baik. Sebuah semangat dan
sikap mental yang selalu berpandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari
kehidupan kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Maka jelas, kualifikasi
mental yang demikian itu sangat diperlukan untuk memasuki kompetisi global.
2. Unsur-unsur Etos Kerja
Dalam pembahasan etos kerja, maka yang menjadi unsur-unsurnya adalah:
a. Cara Pandang
Bekerja sangatlah penting sebagaimana pentingnya ibadah, bekerja juga
merupakan salah satu ciri orang yang bertaqwa yakni sebuah ketaatan kepada
sang Kholik, karena orang yang bekerja dan berpenghasilan akan sanggup
memberi makan, pakaian dan tempat tinggal kepada keluarga yang di
tanggungnya. Kewajiban bagi seorang pemimpin rumah tangga misalnya,
termaktub di dalam al-Quran surah al-Baqarah/2:233 berikut:
وعلى المولود له رزقهن وآسوتهن بالمعروف
“… Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf...”
Islam mewajibkan kepada semua pengikutnya untuk bekerja. Ia tidak mengizinkan
adanya kaum yang menjauhkan diri dari pencaharian rizki dan hanya berpangku
tangan atau mengharap dikasihani orang. Kerja merupakan pendekatan (taqorrub)
kepada Allah dan pencapaian ridho-Nya (ibtigha’u mardhatihi) harus dilakukan
melalui kerja nyata atau amal sholeh.
ياأيها الإنسان إنك آادح إلى ربك آدحا فملاقيه .
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya”. (Q.S. Al-Insyiqaq(84): 6)
b. Motivasi Kerja
Motivasi kerja menurut Sergiovanni yang dikutip oleh Ibrahim Bafadal menyatakan
bahwa motivasi kerja adalah keinginan dan kemauan seseorang untuk mengambil
keputusan, bertindak dan menggunakan seluruh kemampuan psikis, sosial dan
kekuatan fisiknya dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang adalah atasan, rekan,
sarana fisik kebijaksanaan dan peraturan perusahaan, imbalan jasa uang atau non-
uang, dan jenis pekerjaan.
c. Disiplin Kerja
Disiplin kerja adalah suatu sikap, perbuatan untuk selalu mentaati tata
tertib.23Sedangkan disiplin dalam kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau
kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau memetuyhi segala
peraturan yang telah ditentukan.24Kedisiplinan dalam bekerja antara lain tercermin
melalui sikap tanggung jawab terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya
sehingga seseorang itu mampu menghargai waktu, rajin mengerjakan apa yang
menjadi tugasnya serta mampu mematuhi segala peraturan dan tata tertib dimana ia
23 Pandji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 46
24 Panji Anoraga dan Sri Suryati, Perilaku Keorganisasian, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), cet., ke-1,
h.123
bekerja. Orang yang mempunyai kedisiplinan juga bisa memanfaatkan waktu
dengan sebaik-baiknya.
d. Produktivitas
Produktivitas sangat penting dalam upaya untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan perluasan kerja. Produktivitas mengandung pengertian
yang berkenaan dengan konsep ekonomis, filosofis dan sistem.
Sebagai konsep ekonomis, produktivitas berkenaan dengan usaha-usaha atau
kegiatan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk
pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan masyarakat pada umumnya.
Sebagai konsep filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap
mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan dimana hari ini
harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari kemarin.
Sedangkan konsep sistem, memberikan pedoman pemikiran bahwa pencapaian
suatu tujuan harus ada kerjasama atau suatu keterpaduan dari unsur-unsur yang
relevan sebagai sistem. Produktivitas kerja sebagai sistem tidak mungkin dapat
ditingkatkan tanpa dukungan subsistem yang antara lain berupa pendidikan,
teknologi, tata nilai, iklim kerja, derajat kesehatan, pengalaman dan tingkat upah
minimal.
e. Prestasi Kerja
Prestasi kerja berasal dari bahasa Belanda (prestatie) yang memiliki pengertian
“apa yang telah diciptakan; hasil belajar; hasil yang menyenangkan hati yang
diperoleh dari jalan keuletan”. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia
(1990) prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Yang termasuk aspek-aspek
prestasi kerja adalah: 1. Kesetiaan, 2. Kualitas kerja, 3. Tanggung jawab, 4.
Ketaatan dan 5. Kejujuran.
3. Etos Kerja Dalam Perspektif Islam
Etos kerja termasuk salah satu di antara global narrative, pembicaraan global. Salah
satu di antara ciri sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan oleh negara-negara maju
dan berkembang adalah warga yang memiliki etos kerja tinggi. Dalam menejemen
Industri, ada empat parameter yang biasanya digunakan untuk melihat seseorang atau
kelompok memiliki etos kerja atau tidak. Pertama, bagaimana pandangan seseorang
tentang kerja. Orang yang memiliki etos kerja tinggi dan baik pasti mempunyai
pandangan bahwa kerja sebagai hal yang mulia. Karena sebagai hal yang mulia, dia
menghargai kerja. Parameter kedua, ada atu tidakadanya semangat untuk melakukan
pekerjaan, semangat bekerja atau menyelesaikan pekerjaan. Orang-orang yang memiliki
etos kerja yang baik, apabila ditugasi melakukan pekerjaan akan tumbuh semangatnya
untuk menyelesaikan pekerjaan itu dengan baik. Parameter ketiga adalah adnya upaya
untuk menyempurnakan suatu kerja agar menjadi lebih produktif. Dia tidak hanya
melakukan suatu pekerjaan berdasarkan semangat atau perintah saja, tetapi berusaha
menjadikan cara kerja, model kerja, atau sistem kerja menjadi lebih baik dan bernilai
produktif. Adapun parameter keempat, adanya kebanggaan dapat melakukan pekerjaan
yang menjadi tugasnya. Dia merasa bangga dan puas kalau dapat melakukan pekerjaan
itu dengan baik. Orang yang memiliki empat parameter tersebut dianggap orang ang
memiliki etos kerja yang tinggi.
Bagaimana Islam memandang kerja? Dalam kajian tasawuf, posisi manusia
terhadap kerja dapat dibagi ke dalam dua kategori atu dua tipe. Tipe pertama, adalah
orang yang berada di maqom tajrid, artinya orang yang posisinya sudah tidak lagi
membutuhkan kerja. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak membutuhkan
kerja misalnya karena usia yang telah lanjut, atau kemungkinannya sangat kecil untuk
melakukan pekerjaan, atau karena orang tersebut sudah mempunyai satu tingkat tertentu
dalam hidupnya sehingga tidak menginginkan berbagai kesenangan yang mengharuskan
dia kerja. Misalnya, orang yang hidupnya sudah mapan atau karena ia memilih hidup
sederhana. Dia tidak mempunyai keinginan-keinginan lain secara berlebihan kecuali
kebutuhan yang sangat primer. Mungkin orang tersebut sudah menyerahkan hidupnya
untuk kepentingan lain, misalnya beribadah. Tapi sebaliknya, ada tipe kedua yaitu orang
yang berada pada maqom ikhtiar, masih memerlukan usaha. Sebab dia masih
membutuhkan rumah, kendaraan, baju baru, menyekolahkan anak, dan berbagi kebutuhan
lain. Oleh sebab itu, jika ada orang yang masih menginginkan makan enak, tetepi tidak
mau bekerja pada dasarnya ia menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Mestinya ia
berada pada maqom ikhtiar tetapi ia menempatkan dirinya pada maqom tajrid.
Kajian ini akan menafikan orang-orang yang sudah membebaskan diri dari
kebutuhan kerja (maqom tajrid). Fokus pembahasan ini adalah berkenaan dengan orang
yang berada di maqom ikhtiar. Islam sebagai agama yang mempunyai konsep mengenai
suatu kehidupan bahagia (way of life) memberi petunjuk bahwa bekerja adalah sesuatu
yang harus dilakukan, khususnya bagi orang-orang yang berada pada maqom ikhtiar.
Etos kerja dalam Islam merupakan manifestasi kepercayaan seorang muslim bahwa
kerja memiliki kaitan dengan tujuan hidupnya, yaitu memperoleh perkenan Allah. Dalam
kata lain, etos kerja dalam Islam adalah cara pandang yang diyakini seorang mukmin
bahwa bekerja adalah bukan hanya untuk memuliakan dirinya, atau untuk menampakkan
kemanusiannya, tetapi juga sebagai manifestasi amal sholih (karya produktif), yang
karenanya, memiliki nilai ibadah yang sangat luhur. Penghargaan hasil kerja dalam Islam
lebih setara dengan iman, bahkan bekerja dapat dijadikan jaminan atas ampunan dosa,
sebagaiman yang disbdakan Rosulullah saw. Yang berbunyi:
“Barang siapa yang di waktu sorenya merasa kelelahan karena bekerja, berkarya dengan tangannya sendiri, maka di sore itulah ia diampuni dosanya.” (H.R. Ibnu ‘Abbas)
Sebagaimana cara pandang diatas, kerja keras memiliki kaitan organik dengan
tanggung jawab umat Islam yang diberi atribut oleh Allah sebagai umat terbaik (khaira
ummah) yang dilahirkan untuk manusia, dengan tugas menyeru kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar. Gelar khaira ummah ini hanya akan menjadi slogan yang
kosong, lipstick, serta retorika tanpa makna, bila tidak di iringi dengan semangat kerja
serta kesadaran berkreasi, berinovasi, dan berproduksi. Hanya pribadi yang menghargai
nilai kerja yang kelak mampu membentuk masyarakat yang tangguh. Sebaliknya pribadi
yang malas dan bermental pengemis, hanya akan mengorbankan dan menjerumuskan
masyarakat dan generasinya ke dalam situasi sulit.
Sejalan dengan tanggung jawab sebagai khaira ummah tersebut, Islam senantiasa
memotivasi pemeluknya untuk bekerja tanpa kenal lelah, bersemangat seakan hidup tak
akan pernah berakhir. Rasulullah saw. Bersabda yang berbunyi:
آانك تموت غداعيش ابدا واعمل الخرتكلدنياك آانك تاعمل
“Berusahalah kamu untuk duniamu, seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan berusahalah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari.” (H.R. Ibn ‘Asakir)
Dalam hadits lain Rasulallah saw. Bersabda yang artinya:
“Berpagi-pagilah kamu mencari rizki dan kebutuhan hidup, sebab waktu pagi itu mengandung berkah keberhasilan”. (H.R. ‘Aisyah)
Islam mengancam pemeluknya yang malas, suka mengkhayal, dan hanya bersandar
pada angan-angan kosong. Ali bin Abi Thalib melarang anaknya yang bersandar pada
angan-angan kosong, karena menurutnya, perbuatan demikian adalah pakaian orang-
orang bodoh. Nabi juga sangat cemas dan khawatir terhadap umatnya yang suka berfoya-
foya, tidak produktif, serta rendah etos kerjanya. Dalam sebuah riwayat Daruquthni,
Nabi bersabda yang berbunyi:
“Yang paling aku khawatirkan menimpa umatku adalah banyak makan, tidur berkepanjangan, pemalas dan lemah keyakinan.” (H.R. Ad-Daruquthni)
Dari hadits ini jelas sekali Islam mengajak umatnya untuk bekerje keras dan tidak
boleh menjadi pemalas yang mempunyai cita-cita tetapi tanpa adanya suaru tindakan
yang dapat merubah nasibnya.
4. Hubungan Agama dan Etos Kerja
Agama sangat berperan terhadap pola tindakan, keagamaan pada diri seseorang
disebut religiitas. Menurut Glock dan Stark, ada lima macam dimensi religusitas yaitu
dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau praktek keagamaan, dimensi penghayatan,
dimensi pengamalan, dan dimensi pengetahuan agama25. Penjelasan dimensi-dimensi
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Dimensi keyakinan
25 Djamaluddin Ancok, Psikologi Islam, Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1995) cet., ke-2, h. 70
Dimensi ini berisi tentang pengakuan akan kebenaran ajaran-ajaran agama. Seorang
yang beragama akan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran yang diyakininya dan
mengakui akan kebenaran doktrin-doktrin yang di terimanya.
b. Dimensi peribadatan atau praktek agama
Dimensi ini mencakup prilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal lain yang dilakukan
untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.
c. Dimensi pengalaman atau penghayatan
Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan dan
sensasi-sensasi yang dialami oleh seseorang.
d. Dimensi pengetahuan agama
Pengetahuan ini berhubungan dengan sejauh mana pengetahuan yang dimiliki
seseorang tentang agama.
e. Dimensi pengamalan
Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat dari keyakinan keagamaan, praktek,
pengalaman, dan pengetahuan seseorang tentang agama yang dianutnya. Dimensi
pengamalan yaitu sejauh mana implikasi ajaran agama mempengaruhi prilaku
pemeluknya.26
Max Weber, sosiolog berkebangsaan Jerman adalah yang pertama kali membahas
hubungan antara agama dan prilaku ekonomi atau agama dengan etos kerja. Dari sekian
banyak sumbangan Weber terhadap pengembangan sosiologi ekonomi ada beberapa
tulisannya yang penting dibahas, salah satunya, adalah The Protestan Ethic and The
Spirit of Capitalism. Dalam tulisan tersebut Weber menyatakan bahwa ketelitian yang
khusus, perhitungan dan kerja keras dari bisnis Barat didorong oleh perkembangan etika
26 Djamaluddin Ancok, Psikologi Islam, Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi, h. 71
protestan yang muncul pada abad ke-16 dan digerakkan oleh doktrin Calvinisme yaitu
doktrin tentang takdir. Pemahaman tentang takdir menurut adanya kepercayaan bahwa
tuhan telah memutuskan tentang keselamatan dan kecelakaan. Selain itu doktrin tersebut
menegaskan bahwa tidak seorangpun dapat mengetahui apakah dia termasuk orang yang
terpilih. Dalam kondisi seperti ini, menurut Weber, pemeluk Calvinisme mengalami
“panik terhadap keselamatan”. Cara untuk menenangkan kepanikan tersebut adalah
orang harus berfikir bahawa seseorang tidak akan berhasil tanpa diberkahi Tuhan. Oleh
karena itu keberhasilan adalah tanda dari keterpilihan. Untuk mencapai keberhasilan
seseorang harus mencapai aktivitas kehidupan, termasuk aktivitas ekonomi, yang
dilandasi oleh disiplin dan bersahaja, yang didorong oleh keagamaan. Menurut Weber
etika kerja Calvinisme yang berkombinasi dengan semangat kapitalisme membawa
masyarakt barat kepada perkembangan masyarakat kapitalis modern. Jadi, doktrin
Calvinisme tentang takdir memberikan daya dorong psikologis bagi rasionalisasi.27
Menurut Weber, bahwa ada saling ketergantungan antara kepercayaan agama dan
motivasi di satu pihak dan gaya hidup serta kepentingan material di pihak lain. Observasi
awal Weber dari fakta sosiologis yang di temukan di Jerman, bahwa sebagian besar dari
pimpinan perusahaan pemilik modal dan personal teknik dan komersial tingkat atas
adalah orang Protestan bukannya Katolik. Weber bertolak dari suatu asumsi dasar bahwa
rasionalitas adalah unsure pokok yang menyebabkan peradaban mempunyai arti nilai dan
pengaruhyang universal. Prilaku ekonomi kapitalis kata weber bertolak pada keuntungan
yang di dapat dengan mempergunakan kesempatan bagi tukar-menukar secara formal
berdasarkan kesempatan mendapatkan untung yang damai.
27 Drs. Damsar. MA, Sosiologi Ekonomi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997) cet., 1, h. 18
Kapitalisme modern timbul sebagai hasil kumulatif kekuatan-kekuatan sosial,
politik, ekonomi, dan agama yang berakar jauh di dalam sejarah Eropa. Mulai dari masa
reformasi sampai kira-kira abad ke- 18 pengaruh agama sangat menentukan. “
Protestanisme dan Calvinisme, menimbulkan semacam etika tertentu yang bersumbu
pada kapitalisme, melahirkan suatu panggilan (beruf calling),” demikian ungkap Weber.
Ia menjelaskan bahwa “ beruf” atau panggilan adalah konsepsi agama yang ditentukan
Tuhan, suatu tugas hidup, suatu lapangan yang jelas dimana harus bekerja.28
Pendapat lain mengenai hubungan agama dengan etos kerja ialah yang
dikemukakan oleh sosiolog Robert N. Bellah, ia mengatakan:
Adanya hubungan dinamis antar agama Tokugawa dan kebangkitan ekonomi
Jepang modern. Baginya, etika ekonomi Jepang modern bersumber dari etika kelas
samurai yang merupakan tulang punggung pembaharuan Meiji (1869-1911), dan etika
samurai sendiri berakar dalam ajaran-ajaran Tokugawa. Salah satu ajaran agama
Tokugawa tentang etika samurai yaitu,” bekerja keraslah dan hiduplah sederhana, dan
penuh perhatian kepada orang lain”.29
Dari teori-teori diatas sangat jelas, bahwa agama memang sangat berkaitan dengan
etos kerja seseorang. Sebagaimana kita ketahui, agama, selain fungsinya sebagai sistem
keyakinan dan sistem peribadatan, agama juga sebagai sistem kemasyarakan termasuk di
dalamnya tentang prilaku ekonomi dalam hal ini etos kerja seseorang. Agama
mengajarkan untuk menghargai bentuk-bentuk dan hasil kerja sebagai wujud dari usaha
dalam mencapai tujuan beragama, sehingga mendorong umatnya untuk bekerja keras.
28 Max Weber, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, Talcott Parsons (terj.), (Charles
Scribner’s Son, 1998), h. 80
29Max Weber, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, h. 144
C. Peranan Majelis Ta’lim
a. Pengertian Peranan
Dalam kamus bahasa Indonesia arti kata peranan berasal dari kata peran yang
berarti mengambil bagian atau pemain atau turut aktif dalam suatu kegiatan30. Sedangkan
peranan adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau sesuatu yang terutama dalam
terjadinya suatu hal atau peristiwa.
b. Pengertian Majelis Ta’lim
“Ta’lim” berasal dari bahasa Arab, yang dalam kamus Arab Indonesia karangan
Mahmud Yunus diterjemahkan dengan “hal mengajar, melatih”.31 Biasanya istilah ta’lim
digabungkan dengan kata majelis, sehingga menjadi Majelis Ta’lim yang diartikan
dengan tempat menuntut ilmu agama Islam.
c. Majelis Ta’lim, Agama Dan Masyarakat
Majelis Ta’lim sebagai tempat bagi umat Islam untuk menuntut ilmu tentang agama
Islam adalah sesuatu yang sangat berperan dalam pembentukan pola pikir orang yang
beragama yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap pola tindakan manusia.
Banyak hal penting dalam perkembangan sosiologi agama, salah satunya adalah dikenal
dengan teori fungsional sebagai kerangka acuan dalam penelitian empiris terhadap
agama. Masyarakat dipandang sebagai lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan,
yang memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama serta
30 Prof. Dr. J.S. Badudu dan Prof. sultan M. Zain, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996) h. 1037 31 H. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah
Penafsiran Al-Quran,1973), hal. 273
di anggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Agama (Islam) sebagai
sistem kepercayaan, yang memberi pegangan bagi manusia dalam hal aqidahnya,
sehingga memiliki kepastian mengenai cita dan tujuan hidupnya di masa datang, agama
sebagai sistem ibadah, yang memberi petunjuk bagi manusia tentang tata cara
berkomunikasi dengan Tuhannya, sehingga si hamba dapat mengadakan audiensi dengan
Tuhannya, untuk mengadukan berbagai persoalan hidup yang dialaminya, sehingga ia
tetap memperoleh ketenengan, dan agama sebagai sistem kemasyarakatan, yang memberi
pedoman-pedoman dasar bagi manusia dalam menata hubungannya secara horizontal
dengan manusia lain, dengan makhluk lain dan dengan alam semesta seluruhnya.
Termasuk dalam hal ini adalah petunjuk-petunjuk dalam bertingkahlaku dan berbuat yang
baik dan menjauhi hal-hal yang buruk dan mungkarat.
Menurut Emile Durkheim, sebagaimana yang dikutip oleh Betty R. Scharf agama
mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun
makro. Menurut Durkheim, di dalam memahami fungsi agama banyak peristilahan. Ia
menyatakan “berbagai peribadatan terlihat memiliki fungsi sosial tertentu, peribadatan-
peribadatan itu berfungsi untuk mengatur, memperkokoh dan mentransmisikan berbagai
sentimen, dari satu generasi kepada generasi lainnya, sebagai tempat bergantung bagi
terbentuknya aturan masyarakat yang bersangkutan.32
Sedangkan Thomas F. Odea menuliskan enam fungsi agama, yaitu:
Pertama, agama sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi. Kedua, agama sebagai sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan
upacara adat. Ketiga, agama sebagai penganut norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada. Keempat, agama sebagai pengkoreksian fungsi yang sudah ada. Kelima, agama sebagi pemberi identitas diri.
32 Betty R. Scharf, Kajian Sosiologi Agama, penterjemah Machnun Husein, (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya, 1995), cet., ke-1, h. 65
Keenam, agama sebagai sebagai pendewasaan agama. 33
Apabila dilihat dari fungsi-fungsi agama di atas, maka sungguh sangat tak
terpisahkan kegiatan masyarakat (apapun bentuknya) dari agama. Kegiatan ekonomi
misalnya, agama sangat berfungsi untuk mengatur, mengkoreksi segala sesuatu yang
berkaitan dengan kegiatan tersebut agar tercapai suatu hasil yang bersifat adil (tidak
merugikan siapapun).
33 Thomas F, O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, (Jakarta: CV Rajawali,1985) h., 26
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG MAJELIS TA’LIM WALI SONGO DESA
JOMBNG KECAMATAN CIPUTAT
A. Letak Geografis
Majelis Ta’lim Wali Songo berada di kelurahan Jombang kecamatan Ciputat
kabupaten Tangerang propinsi Banten. Majelis ta’lim ini berada di samping stasiun kereta
api Sudimara dan bangunannya berada di atas tanah seluas + 500 M2. Untuk menuju
majelis ta’lim para jama’ah rata-rata membutuhkan waktu sepuluh sampai tiga puluh
menit dari tempat tinggal masing-masing.
Secara geografis desa Jombang berada di ketinggian 80 M diatas permukaan laut.
Banyaknya curah hujan 3000 mm dan suhu udara rata-rata 21° C. Jarak desa Jombang
dari pusat pemerintahan kecamatan adalah 1 km, dari pusat kota administrative 7 km,
dari ibu kota kabupaten 60 km, dari provinsi Banten 80 km, dan dari ibu kota negara 10
km, berdasarkan sensus bulan Desember tahun 2003.
Bengkel (tempat tinggal) para jama’ah majelis ta’lim mayoritas berada di 4 wilayah
kecamatan, yaitu kecamatan Pamulang, kecamatan Ciputat, kecamatan Pondok Aren, dan
kecamatan Ciledug, walaupun ada sebagian dari anggota majelis ta’lim berasal dari
Jakarta.
B. Sejarah Singkat Majelis Ta’lim Wali Songo
Pada pertengahan tahun 1999 terbentuk sebuah pengajian yang di namakan
pengajian Syarif Hidayatullah di kawasan Gaplek Ciputat yang diadakan di pangkalan
kusen milik H. Ikhwan, dimana pembimbingnya terdiri dari 2 orang yaitu K.H. Wawan
Arwani dan K.H Busrol Karim keduanya berasal dari Pondok Pesantren Buntet Cirebon
Jawa Barat. Pengajian ini diadakan setiap malam minggu ba’da Isya. Pengajian yang
beranggotakan (jamaah) para pengrajin kusen ini pun ternyata dibarengi dengan kegiatan
arisan. Atas beberapa pertimbangan, maka pengajian ini dibelah menjadi dua nama yakni
Syarif Hidayatullah dan Wali Songo. Pertimbangannya adalah saking banyaknya jamaah
yang berasal dari Ciledug dan sekitarnya.
Pada tanggal 12 bulan Juni tahun 2001 para jamaah memusyawarahkan masalah ini
sehingga diambillah keputusan bahwa pengajian dibelah menjadi dua dan lahirlah Majelis
Ta’lim Wali Songo di kediaman salah satu guru pembimbing yaitu K.H. Busrol Karim di
kelurahan Jombang kecamatan Ciputat.
Nama Wali Songo di ambil dari nama sebuah kelompok para wali yang
menyeberkan agama Islam di daerah Jawa, nama ini terinspirasi oleh semangat da’wah
para wali yang tak pernah putus asa untuk berdakwah baik melalui budaya, pernikahan
dan bahkan melalui perdagangan.
Mereka semua adalah pedagang yang mengagumi para wali, maka nama Wali
Songo yang popular itupun dijadikan sebagai nama pengajian agar mudah di ingat dan
diharapkan mempunyai pengaruh terhadap semanagt dakwah dan kehidupan para jamaah.
Setelah berlangsung sekitar kurang lebih 2 tahun, para pengurus majelis ta’lim
mengusulkan kepada pembimbing agar membuat Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Wali
Songo, yakni pendidikan anak seperti Taman Pendidikan Al-Quran (TPA). Usulan ini di
izinkan oleh pembimbing. Dan sampai saat ini kegiaan TPA itupun masih berlangsung
bahkan mempunyai anak didik ratusan orang. 34
34 Drs. K.H. Busrol Karim, Guru sekaligus Ketua Yayasan Wali Songo, wawancara pribadi,
Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006, pukul 20.30 wib
Lembaga ini memiliki staf pengajar 10 orang. Baru tahun 2003 Lembaga ini
mendaftarkan diri menjadi sebuah Yayasan. Sebagaimana layaknya sebuah Yayasan
maka dibentuklah kepengurusan Yayasan Wali Songo, yakni sebagai berikut:
Kepengurusan
Masih pada tahun 2003, diadakan pertemuan untuk menyempurnakan kepengurusan
dalam rangka upaya mengorganisir secara baik dan solid agar lebih berkembang, lebih
berdaya guna, berhasil guna, dapat diserap dihayati dan diamalkan oleh para angota
pengajian Majelis Ta’lim.
Susunan Pengurus Yayasan
Ketua : KH. Drs. Busrol Karim
Sekretaris : Heri Azhari
Bendahara : Hj. Hamidah Anwar
Humas : H. Sukanta
Susunan Pengurus Majelis Ta’lim Wali Songo
Ketua Umum : Aim Muntaim
Wakil Ketua I : H. Yanto
Wakil Ketua II : Uspuri
Sekertaris I : Utomo
Sekretaris II : Dede Rifqi
Bendahara : Muhammad Juhdi
Seksi-seksi
Seksi Kerohanian : H. Udin Uka
Seksi Sosial : Ir. Yulisman
Seksi Darmawisata : Junaidi Salat
Seksi Logistik : H. Fuad Hasan
Seksi Humas : H. Somari
C. Kondisi Sosial dan Ekonomi Para Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo
Mengenai kondisi sosial keagamaan para pengrajin kusen terjalin hubungan yang
sangat erat antar satu dengan yang lainnya. Jamaah yang mayoritas berasal dari satu
daerah, mempunyai budaya serta bahasa yang sama, yaitu budaya dan bahasa Cirebon,
maka hal ini sangat menunjang akan kebersamaan atau paguyuban di antara mereka.
Sebagaimana sifat atau karakter orang desa adalah paguyuban, berbeda dengan orang
kota lebih bersifat individualistis.
Selain itu mereka mempunyai prinsip yang sangat kuat dalam memahami arti
persaudaraan sesama muslim. Urusan apapun yang berkaitan dengan agama, maka
mereka pasti merespon dengan baik, sebagaimana yang tercantum dalam kegiatan sosial
para jamaah yang salah satunya terbukti dengan solidaritas dan persatuan mereka dalam
mengangkat generasi muda dalam hal pendidikan terutama pendidikan agama, yaitu
dengan memfalisitasi anak-anak yatim dan dhuafa untuk belajar ilmu agama di lembaga
non formal yang dilaksanakan oleh yayasan Wali Songo, termasuk ketika diadakannya
peringatan-peringatan hari besar Islam pun mereka sangat antusias berusaha
menyukseskan untuk syiar agama, hal ini di sampaikan oleh ketua Majelis Ta’lim Wali
Songo yaitu bapak Aim Muntaim, hal ini termasuk salah satu agenda sosial yang di
lakukan setiap tahunnya.
Dalam pekerjaan sehari-haripun sangat terlihat betapa mereka saling membantu satu
dengan yang lainnya, seperti apabila daiantara jamaah yang sedang membutuhkan alat
atau mesin untuk kerja, maka yang lain sangat bersedia apabila diminta bantuannya.
Suatu kenyataan yang sangat mengagumkan adalah ketika di antara mereka sedang dalam
keadaan sulit mencari (mendapatkan) konsumen atau pemesan, maka ada istilah pad
mereka “bagi-bagi order”, sebagai bentuk solideritas sosial, hal ini diungkapkan oleh
H.Sukanta yaitu salah satu dari jamaah.
Jama’ah majelis ta’lim Wali Songo 99 % adalah pengrajin kusen, adapun kondisi
pendidikan para jamaah sangat beragam, ada yang lulusan SD, SMP, SMA, serta S1.
Tabel berikut ini adalah table kondisi pendidikan para jamaah:
Tabel 1
Kondisi Pendidikan Jamaah MT. Wali Songo
NO Pendidikan Jumlah Jamaah
1 Tidak Lulus SD 1
2 Lulusan SD 13
3 Lulusan SLTP 37
4 Lulusan SLTA 59
5 Lulusan S1 3
Jumlah 113
Sumber : Data anggota Majelis Ta’lim di Yayasan Wali Songo
Dari data di atas terlihat bahwa kondisi pendidikan para pengrajin kusen sangat
beragam. Sehingga ini adalah salah satu kewajiban para pembimbing untuk memberikan
bimbingan yang seimbang dan mngenai sasaran, yakni mengimbangi daya nalar serta
daya tangkap para jamaah agar setiap jamaah memahami materi yang di sampaikan
termasuk orang yang hanya berluluskan sekolah dasar. Walaupun kondisi pendidikan
formal para jamaah sangat beragam, tapi hal tersebut tidak mempengaruhi secara
signifikan terhadap penghasilan mereka, karena dalam kerajinan ini yang dibutuhkan
sebagian besar adalah pengalaman.
Yayasan Wali Songo memiliki lembaga pendidikan formal dan nonformal,
pendidikan formal yang dimiliki Yayasan ini adalah Roudhatul Athfal (RA) yaitu
lembaga pendidikan formal setingkat Taman Kanak-kanak (TK). Sedangkan pendidikan
nonformalnya yaitu Taman Pendidikan Al-Quran (TPA), majelis ta’lim dan Pondok
Pesantren.
Tabel 2
Tabel sarana pendidikan dan jumlah murid yang dimiliki
Yayasan Wali Songo
Nama Sarana Jumlah Murid Waktu Belajar
RA 90 Pagi
TPA 100 Pagi
TPA 115 Sore
Majelis Ta’lim bapak-bapak 112 Setiap malam kamis
Majelis Ta’lim Ibu-ibu 130 Setiap hari rabu
Sumber: Data Administrasi Yayasan Wali Songo
Data diatas menunjukkan bahwa Yayasan Wali Songo sangat konsern terhadap
pendidikan ummat, bahkan ketika penulis mewawancarai ketua yayasan Wali Songo
yaitu Drs. KH. Busrol Karim di kediamannya, beliau mengatakan “ kita harus
memberantas kebodohan, kita harus berdakwah, kita harus memberikan pendidikan
agama terutama anak-anak kita yang berusia dini, yakni usia seperti anak-anak TK dan
TPA yang ada di yayasan ini”.35
Adapun kondisi ekonomi para jamaah menurut pengamatan penulis sangatlah
bervariasi, ini bisa dilihat dari beberapa kondisi yaitu kondisi perusahaan dan kondisi
rumah para jamaah termasuk kebutuhan sehari-hari keluarga para jamaah. Walaupun
penulis tidak mengetahui secara detail, tapi penulis berusaha mendapatkan data-data
kekayaan para jamaah dengan cara pengamatan dan wawancara yang menghasilkan data
sebagai berikut:
Tabel 3 Tabel Kondisi Ekonomi Para Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo
Nama Jamaah Nama PD Aset Perusahaan Kekayaan di luar
Perusahaan (pribadi) Jumlah Kekeyaan
Aim M. Sinar Makmur 350.000.0000,- 150.000.000,- 500.000.000,-
H. Sukanta Cipta Karya Prantama 300.000.000,- 125.000.000,- 425.000.000,-
H. Yanto Sinar Kampung Utan 100.000.000,- 175.000.000,- 275.000.000,-
Utomo Kamper Utama 135.000.000,- 78.000.000,- 213.000.000,-
H. somari Sinar Jati Utama 350.000.000,- 215.000.000,- 565.000.000,-
H. Hilmi Pamulang Jaya 425.000.000,- 275.000.000,- 700.000.000,-
Junaidi Salat Sinar Jaya 400.000.000,- 225.000.000,- 625.000.000,-
H. Ahmad Fikri Jati Utama 135.000.000,- 75.000.000,- 210.000.000,-
Juanda Agung Jaya 75.000.000,- 50.000.000,- 125.000.000,-
Abdurrozak Berkah Laksana 87.000.000,- 65.000.000,- 152.000.000,-
35 Drs. K.H. Busrol Karim, Guru sekaligus Ketua Yayasan Wali Songo, wawancara pribadi,
Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006, pukul 20.30 wib
Abduri Fajar 115.000.000,- 100.000.000,- 215.000.000,-
H. Ibrahim Mulya Jaya 112.000.000,- 87.000.000,- 199.000.000,-
H. Fuad A Jati Indah 450.000.000,- 350.000.000,- 800.000.000,-
Moh. Amien Amanah Jaya 245.000.000,- 230.000.000,- 475.000.000,-
H. Syukur Syukur 157.000.000,- 210.000.000,- 367.000.000,-
H.M. Arsyad Mirah Jaya 425.000.000,- 345.000.000,- 770.000.000,-
Makhfud Jati Makmur Jaya 358.000.000,- 250.000.000,- 608.000.000,-
Maftuch Mega Jaya 230.000.000,- 320.000.000,- 550.000.000,-
Suhadi Panji Bangun Perkasa 200.000.000,- 270.000.000,- 470.000.000,-
H. Musthofa S. Jati Unggul 450.000.000,- 350.000.000,- 800.000.000,-
Eka Sunar Harapan Jaya 310.000.000,- 245.000.000,- 555.000.000,-
MS. Kimin Putra Sejati 150.000.000,- 250.000.000,- 400.000.000,-
H. Gito A Alam Jati Indah 300.000.000,- 350.000.000,- 650.000.000,-
A. Latief M Gunung Jaya 240.000.000,- 230.000.000,- 470.000.000,-
Djalaludin Pondok Indah 350.000.000,- 180.000.000,- 530.000.000,-
Sumber : Wawancara pribadi dengan 25 responden.36
Data di atas menunjukkan bahwa para pengrajin kusen, yakni para jamaah majelis
ta’lim Wali Songo kondisi ekonominya sangat bervariasi, diukur dari gaya hidup dan
fasilitas kehidupan rumah tangga mereka 75% termasuk golongan menengah ke atas.
Penulis mewawancari istri para pengrajin kusen bermaksud mengetahui berapa
pengeluaran kebutuhan rumah tangga dalam sehari, dari hasil wawancara 10 orang
36 25 responden, Pengrajin kusen, Wawancara terbuka Majelis Ta’lim Wali Songo, Jombang,
Ciputat, 16 Agustus 2006, pukul 22.00 wib.
penulis menyimpulkan bahawa kebutuhan rumah tangga mereka rata-rata adalah
100.000,- per-hari termasuk uang saku sekolah anak-anak.37
Status tanah dan bangunan bengkel atau perusahaan pengrajin kusenpun bervariasi
dalam hal kepemilikan, ada yang merupakan milik pribadi, ada yang menyewa (kontrak)
dan ada juga yang sistem kerjasama antar pemilik tanah atau bengkel dengan pengrajin
kusen. Adapun penghasilan yang didapat oleh para pengrajin kusen sangat bervariasi,
tergantung pada banyaknya pemesan, hasil ekonominya dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Tabel 4
Data Penghasilan para pengrajin Kusen / Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo
No Penghasilan Perbulan (Rp) Prosentase
1 Di bawah 1.000.000,- 3 %
2 1.000.000,- 15 %
3 1.500.000,- 13 %
4 2.000.000,- 25 %
5 2.500.000,- 17 %
6 Di atas 2.500.000,- 27 %
Jumlah 100 %
Sumber : Wawancara dengan H. Hilmi Pimpinan PD. Pamulang Jaya, Pamulang, Ciputat.
Data di atas menunjukkan penghasilan para pengrajin kusen yang sangat
bervariasi. Tinggi rendahnya penghasilan mereka sangat berhubungan dengan etos kerja
37 Roasiah, Jamaah Pengajian, Wawancara Pribadi, Jombang, Ciputat, 18 Agustus 2006, pukul
13.20 wib
yang mereka miliki, salah satunya seperti sejauh mana kegigihan mereka dalam mencari
atau mendapatkan konsumen.
Tabel 5
Harga Peralatan Perusahaan Sebagai Salah Satu Aset Perusahaan
No Nama Alat Harga (Rp) Keterangan
1 Mesin Planer 9 juta Mesin duduk
2 Mesin Bobok 7,5 juta Mesin duduk
3 Mesin Larap 4,5 juta Mesin duduk
4 Mesin Sircle 4,5 juta Mesin duduk
5 Mesin Panel 9,5 juta Mesin duduk
6 Mesin bobok (bor) 950 ribu Mesin tangan
7 Mesin Sircle 1,6 juta Mesin tangan
8 Mesin Serut 1,25 juta Mesin tangan
9 Mesin Profil 1,25 juta Mesin tangan
10 Mesin Penghalus Kayu 950 ribu Mesin tangan
11 Mesin Pemaku (tembak) 2,5 juta Mesin tangan
Sumber : Wawancara dengan H.Sukanta, Pimpinan PD. Cipta Karya Prantama
Jombang, Ciputat.38
Data tersebut di atas dapat dijadikan ukuran kekayaan para pengrajin kusen serta
termasuk maju atau mundurnya sebuah perusahaan kusen dengan melihat aset (peralatan)
yang dimiliki perusahaan pengrajin kusen.
38 H. Sukanta, Pimpinan PD. Karya Cipta Prantama, wawancara pribadi , Jombang, Ciputat, 16
Agustus 2006, pukul 14.30, wib.
Tabel 6
Data harga kayu sampai akhir tahun 2006
No Jenis Kayu Harga Per-Kubik(Rp)
1 Kayu Jati Super Kelas I 40.000.000,-
2 Kayu Jati Kelas II 34.000.000,-
3 Kayu Kamper Samarinda Oven 6.000.000
4 Kamper Samarinda Basah 5.500.000,-
5 Kayu Meranti 3.000.000,-
6 Kayu Singkil 4.000.000,-
7 Kayu Kapur 4.000.000,-
8 Kayu Kruing Banjar 4.000.000,-
9 Kayu Kampung (Duren, Rambutan,
Kecapi)
2.500.000,-
Sumber: Wawancara dengan Abdurrozak Pimpinan PD. Berkah Laksana, Kampung Sawah Ciputat.
Harga kayu dapat mempengaruhi harga barang yang dijual. Semakin mahal harga
kayu, maka semakin mahal nilai jual yang ditawarkan kepada konsumen, sebaliknya
semakin murah harga kayu, maka semakin murah harga barang yang ditawarkan kepada
konsumen.39
D. Tujuan Didirikannya Majelis ta’lim Wali Songo
Secara global tujuan didirikannya Majelis Ta’lim Wali Songo adalah sebagai
berikut:
39 Abdurrozak, Jamaah majelis ta’lim Wali Songo, Wawancara Pribadi, Kampung Sawah, Ciputat, 22 September 2006, pukul 14.00 wib
a. Ikut aktif dalam program pembangunan bidang pendidikan, kesejahteraan sosial
dalam rangka membentuk manusia seutuhnya yang bertaqwa kepada Allah SWT.
b. Bergerak di bidang sosial, amaliyah, pendidikan dan dakwah dengan membantu
masyarakat Islam Indonesia untuk mencapai taraf hidup yang bermoral dan
memiliki al-akhlaqul karimah.
c. Menghimpun dan menyalurkan dana-dana sosial untuk menghidupkan Ukhuwah
Islamiyah.
d. Sebagai alat pemersatu yang mencerminkan pandangan hidup dan sebagai pusat
inspirasi serta rasa cinta kasih para jamaah serta antar sesama muslim.
Drs. KH. Busrol Karim, memaparkan tentang tujuan didirikannya yayasan ini
khususnya Majelis Ta’lim Wali Songo adalah sama dengan majelis ta’lim lainnya yaitu
membentuk jamaah atau muslim yang komitmen terhadap Islam.
“Mari kita lihat al-Quran surat al-‘Ashr” tegasnya.
Dari surat al-ashr dapatlah antara lain disimpulkan bahwa komitmen (rasa terikat
diri) muslim terhadap Islam dapat diterangakan sebagai berikut:
(1) Muslim mengimani Islam, yaitu meyakini secara penuh bahwa agama Islam
adalah agama yang benar yang datang dari Allah dan meyakini secara totalitas
segala apa yang diajarkan di dalam agama Islam.
(2) Muslim mengilmui Islam, yaitu mempelajari ilmu-ilmu agama Islam sehingga
mampu memahami Islam dan apa yang ada di dalamnya secara benar.
(3) Muslim mengamalkan Islam, yaitu mengamalkan ajaran atau doktrin agama Islam
di dalam setiap sendi kehidupan termasuk berkarya.
(4) Muslim mendakwahkan Islam, yaitu berusaha menyampaikan kebenaran agama
Islam kepada siapapun, dimanapun dan kapanpun.
(5) Muslim bersabar dalam ber-Islam, yaitu bersabar dalam menjalani semua perinta
Allah, sabar dalam menjauhi larangan Allah, sabar juga adalah suatu tindakan
yang tidak sembrono dalam menyikapi segala permasalahan yang ada, serta ikhlas
dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya seaya berdoa dan berusaha untuk
mencapai cita-citanya yaitu mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.40
Dengan melihat uraian diatas jelaslah bahwa Majelis Ta’lim Wali Songo sangat di
butuhkan keberadaannya oleh para pengrajin kusen. Tempatnya yang strategis dan mudah
dijangkau serta program dan tujuan didirikannya majelis ta’lim ini adalah menjadi salah
satu alasan majelis ta’lim ini selalu dipenuhi oleh jamaah yang mayoritas para pengrajin
kusen untuk menambah wawasan keilmuan di dalam beragama, serta untuk
mengembangkan etos kerja.
’
40 Drs. K.H. Busrol Karim, Pembimbing sekaligus Ketua Yayasan Wali Songo, wawancara pribadi,
Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006 pukul 20.30 wib
BAB IV
PERANAN MAJELIS TA’LIM WALI SONGO DALAM MENINGKATKAN
ETOS KERJA PARA PENGRAJIN KUSEN
A. Materi Yang disampaikan
Majelis Ta’lim Wali Songo sangat berperan dalam meningkatkan etos kerja para
pengrajin kusen, terutama memotivasi untuk meningkatkan produktivitas dengan
dibarengi nilai-nilai kerja secara Islami. Dalam meningkatkan produktivitas umat
(jamaah/ anggota Majelis Ta’lim) ini, maka diadakan bimbingan terhadap para jamaah
yang dilaksanakan setiap malam kamis pukul 19.30 WIB sampai pukul 22.30 WIB
dengan materi yang bervariasi.
Materi-materi yang disampaikan tentu saja adalah pengetahuan agama Islam yang
memuat berbagai macam kajian ilmu, seperti tauhid, fiqih, akhlak, serta ilmu Tasawuf.
Adapun guru-gurunya adalah KH.Drs. Busrol Karim, KH. Drs. Nuruddin Munawar
(pimpinan Pondok Pesantren Tapak Sunan, Condet), dan Ustadz Ahmad Faiz Al-Hakam
M.Ag. (pimpinan Pondok Pesantren Ibnu Tholhah).
Kitab yang digunakan sebagai rujukan pemateri adalah kebanyakan kitab-kitab salaf
(kitab kuning) seperti kitab Hik>m, al-Um, Ihya ‘UlφmuddΤn, Fathul Qorib dan lain-lain.
Materi yang disampaikan adalah menjelaskan aspek tauhid, akhlak dan fiqih. KH. Busrol
Karim mengatakan, “ Yang terpenting di dalam pengajian ini, adalah pemantapan
keimanan para jamaah terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah, juga menanamkan
kesadaran bahwa setiap manusia melakukan kegiatannya, semua akan dinilai oleh Allah
SWT”.41 Hal ini selaras dengan apa yang telah ditulis oleh KH. Toto Tasmara “ Yes we
41 Drs. K.H. Busrol Karim, Guru sekaligus Ketua Yayasan Wali Songo, wawancara pribadi,
Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006 pukul 20.30 wib
are a player, we are a winner!” Allah telah memberikan kesempatan yang sama.
Dihamparkannya alam semesta untuk menjadi ujian dan tantangan siapakah yang paling
baik prestasinya. Hukum Allah berlaku Universal tidak membedakan agama, bangsa
maupun gender (jenis kelamin). Allah pasti akan memberikan balasan kepada mereka
yang bekerja keras, berilmu dan berbuat adil sesuai hokum Allah walaupun ia kafir, dan
Allah tidak akan menolong mereka yang hidup malas, bodoh dan zhalim walaupun dia
mengaku Islam.42
Pada aspek akhlak, para jamaah di anjurkan untuk menjadi orang yang baik.
Sebagai muslim yang baik, maka hendaknya dia bertindak positif kepada siapapun dan
setiap tindakannya harus bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.43 Ketika penulis
mendatangi para pimpinan perusahaan kusen, penulis menemukan pendapat yang selaras
dengan itu,”Orang hidup mah yang penting tidak merugikan orang lain, kita hidup perlu
bantuan orang lain, maka hendaknya kita berbuat baik kepada orang lain, kalau kita
berbuat baik dalam hal apapun insya Allah orang pun akan berbuat baik pada kita, iya tah
(logat Cirebon).44 Ditekankan pula kepada para jamaah untuk memperhatikan nilai-nilai
agama di dalam berdagang, yakni bagaiman menjadi pedagang yang jujur, dan lain
sebaginya. Sehingga apapun yang menjadi maslah di dalam berdagang jangan sampai
42 K.H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami (Jakarta, Gema Insani Press, 2002), cet., ke-1, h, 51
43 Drs. K.H. Busrol Karim, Guru sekaligus Ketua Yayasan Wali Songo, wawancara pribadi,
Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006 pukul 20.30 wib 44 H. Sukanta, Pimpinan PD. Karya Cipta Prantama, wawancara pribadi , Jombang, Ciputat, 16
Agustus 2006, pukul 14.30 wib.
melupakan rambu-rambu agama Islam. Hal ini pun disampaikan oleh salah seorang guru
pembimbing Majelis Ta’lim Wali Songo yaitu Ustadz Ahmad Faiz Al-Hakam, MA.45
Setiap pengajian, sebelum dilakukan penyampaian materi, guru memimpin para
jamaah untuk bersama-sama berdzikir atau semacamnya. Sering pula dilakukan
pembacaan Manakib Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani, tahlil, sholawat Tafrijiyah atau
sholawat Naariyah, dan lainnya.
Dengan media dzikir ini diharapkan ketenangan batin bagi setiap jamaah setelah
mereka melakukan aktifitas di siang harinya. Dzikir yang dianggap sangat berpengaruh
terhadap perbaikan jiwa mereka, juga mempunyai efek terhadap etos kerja seperti
menumbuhkan keyakinan tentang keberkahan akan didapatkan oleh orang yang
senantiasa berusaha seraya berdoa kepada Allah dengan washilah bacaan-bacaan di atas,
hal ini dilakukan bukan hanya pada saat pengajian berlangsung akan tetapi dianjurkan
setiap harinya setelah sholat hajat an tahajjud.46 Kenyataan ini menunjukkan bahwa para
jamaah adalah orang –orang yang tergolong panatik terhadap agama Islam. Dan kegiatan
pengajian atau bimbingan keagamaan serta dzikir sangat berpengaruh atau berdampak
positif terhadap kegiatan ekonomi mereka yaitu pendistribusian ilmu muamalah yang di
sampaikan oleh para pembimbing, pembinaan ketenangan jiwa yang berakibat pada
ketenangan bekerja serta mengindahkan norma-norma agama yang harus dilakukan
mereka sehingga menjadi pedagang yang muslim, jujur, dan mempunyai etos kerja
sehingga mampu bertahan mengimbangi era global ini.
B. Kegiatan Sosial Keagamaan
45 Ustadz Ahmad Faiz Al-Hakam, Wawancara pribadi, Jombang, 12 September 2006 pukul 17.00
wib 46 H. Yanto, Pimpinan PD. Sinar Kamper Jaya, Wawancara pribadi, Pondok ranji, Ciputat, 20
September 2006, pukul 17.00 wib
Kegiatan sosial keagamaan, yaitu salah satu kegiatan ekstra Majelis Ta’lim yang
berada dibawah pimpinan bapak Aim Muntaim dan bimbingan Drs. KH Busrol Karim ini
selalu selalu memikirkan dan memunculkan ide-ide baru untuk kemajuan dan
perkembangan pengajian, dapat di catat sebagai bonus pahala dari sejumlah amal sholih
yang mereka amalkan. Ide-ide yang muncul dalam upaya menambah wawasan keislaman
yang lebih luas, dituangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan ekstra yang secara didaktis
metodis cukup berpengaruh dalam penebalan keimanan dan ketakwaan para anggota
majelisnya. Inventarisasi kegiatan tersebut, tercatat sebagi berikut:
1). Penyelenggaraan rutin setiap bulan suci Ramadhan yaitu:
a. Jamaah tadarrus al-Qur’an dan khatamannya.
b. Buka puasa bersama, sholat tarawih berjamaah dan dilanjutkan ceramah
c. Pertemuan anggota peserta pengajian dan guru-guru setiap tahun menjelang
akhir bulan Ramadhan, dengan acara pokok:
- Penyampaian tanda terima kasih
- Penyaluran zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) kepada yang berhak.
- Penyaluran pakaian layak pakai.
2). Penyelenggaraan acara Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), seperti Isra Mi’raj,
Maulid Nabi Muhammad SAW, Nuzulul Quran, tahun baru Hijriyah
(Muharraman), Halal bi halal, dan penyembelihan hewan Qurban.
3). Konsultasi Agama
Para peserta anggota pengajian Majelis Ta’lim Wali Songo yang mempunyai
masalah memerlukan fatwa, nasihat, petunjuk agama boleh bertanya tentang
berbagai problem yang dihadapi baik yang menyangkut pribadi, keluarga,
pekerjaan maupun masalah agama yang belum dipahami. Konsultasi ini
dilaksanakan setiap hari rabu pagi pukul 09.00- 11.00 dan malam hari pukul 19.30-
20.30 secara langsung pada narasumbernya yaitu Drs. KH. Busrol Karim dan
Ustadz Ahmad Faiz Al-Hakam, MA.
4). Study Tour/ Karya Wisata:
Kegiatan ini bertujuan:
a. Bertafakur dan bersyukur kepada Allah SWT.
b. Memahami situasi perkembangan Islam melalui sejarah
c. Menimba ilmu pengetahuan dan menjalin kekeluargaan
d. Rekreasi penyegaran tugas-tugas dari kejenuhan dan kesibukan berdagang. Lokasi
wisata yang di tuju yaitu hanya berkisar pulau jawa khususnya tempat-tempat
bersejarah termasuk makam para wali dan tokoh-tokoh besar seperti makam Bung
Karno serta makam para Ulama.
Kegiatan tersebut di atas sangat berperan dalam meningkatkan religiusitas para
pengrajin kusen. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab II religusitas adalah sikap
yang terpancar dari setiap orang yang beragama dari apa yang ia peroleh dalam beragama
yang mempunyai berbagai macam dimensi.
Keberagamaan atau religiusitas di wujudkan dalam berbagai sisi kehidupan dan
setiap aktivitas. Islam menyuruh umatnya untuk beragama (ber-Islam) secara menyeluruh
(QS 2: 208). Setiap Muslim, baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak
diperintahkan untuk ber-Islam. Setiap Muslim harus menjalani apa saja yang
diperintahkan Allah, dan menjauhi larangan Allah, dalam Islam Majelis Ta’lim adalah
salah satu tempat yang sangat potensial dalam menyampaikan ajaran-ajaran atau doktrin-
doktrin, Majelis Ta’lim Wali Songo adalah salah satunya. Majelis Ta’lim Wali Songo
sangat berpengaruh terhadap religiusitas para pengrajin kusen. Menurut hasil wawancara
dengan para pengrajin kusen, mereka termasuk orang-orang yang mencintai pengajian
dan di setiap pengajian yang mereka jalani pada malam kamis di majelis ta’lim, selain
menjalin keakraban serta mempererat tali silaturrahmi dalam hubungan antara para
jamaah juga tampak keseriusan untuk mendengarkan serta memahami materi-materi yang
disampaikan oleh pembimbing. Dan setelah penulis melekukan penelitian di setiap
bengkel pengrajin kusen banyak sekali tanda-tanda hasil atau pengaruh majelis ta’lim
terhadap religiusitas, contohnya mereka senang mengkoleksi kaligrafi dan foto-foto tokoh
agama di setiap sudut ruangan. Ini adalah sebuah ciri atau tanda bahwa mereka termasuk
orang-orang yang mencintai agama Islam dan tokoh agamanya, salah satu media untuk
memunculkan rasa tenang di dalam bathin dan juga sebagai simbol pengakuan terhadap
diri yang beragama Islam.47 Sholat sebagai salah satu dimensi religusitas seseorang yang
beragama Islam juga selalu dilaksanakan oleh para jamaah,” Sholat adalah tiang agama,
kalau kita tidak sholat maka agama kita runtuh, kalau agama yang ada pada diri kita
runtuh berarti sama saja kita dengan orang yang tidak beragama, dan kalau tidak
beragama apa gunanya kita hidup, kan kita diciptakan oleh Allah untuk beragama atau
beribadah”.48
Di samping itu penulis juga mendapatkan 75% dari pengrajin kusen yang berada di
majelis ta’lim Wali Songo sudah menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Sebuah ibadah
yang membutuhkan pengorbanan jiwa, raga serta harta yang tidak sedikit, tapi mereka
47 H. Ibrahim, Jamaah Majelis Ta’lim Wali songo, Wawancara pribadi, Kampung Utan, Ciputat, 23
September 2006, pukul 15.00 wib
48 H. Junaidi Salat, Pimpinan PD. Sinar Jaya, Wawancara pribadi, BSD, 19 Agustus 2006 pukul 15.30 wib
dengan ikhlas penuh semangat melaksanakannya demi mendapat ridho dari Allah.
Membaca al-Quran adalah salah satu ibadah serta dzikir yang rutin dilakukan jamaah di
setiap selesai melakuakan ibadah sholat wajib, bahkan diantara mereka sudah banyak
yang istiqomah dalam melaksanakan sholat sunnah dhuha. Shalat dhuha diyakini
menambah keberkahan dalam hidup khususnya masalah ekonomi. Kemudian dari hasil
wawancara banyak yang ditemukan, bahwa keberadaan majelis ta’lim sangat membantu
dalam kegiatan keagamaan dan praktek keagamaan mereka sehari-hari seperti sholat dan
puasa sunnah. “Dari pengajian kami dapat ilmu dan pelajaran tentang sholat dan ibadah-
ibadah lainnya, dulu kami sempat lupa pelajaran-pelajaran ubudiyah, tapi sekarang kami
sangat terbantu dengan adanya pengajian di majelis ta’lim Wali Songo.”49Manusia dan
takdirnya ada di tangan Allah, akan tetapi manusia tetap harus berusaha dan berdoa,
ketika penulis menanyakan kepada salah seorang jamaah tentang hal ini, maka
jawabannya adalah “ Kami pedagang atau pengrajin kusen selalu berusaha semaksimal
mungkin agar kami mendapatkan rizki, akan tetapi kami tidak pernah lupa bahwa rizki
itu datangya dari Allah, maka kami tidak akan bosan berdoa agar rizki kami dapatkan
dengan penuh keberkahan serta kami selalu meminta kepada-Nya agar Ia memberikan
rizki yang halal kepada kami.”50
Pengaruh majelis ta’lim terhadap religiusitas yang paling berhubungan dengan
kegiatan ekonomi adalah terlihat bagaimana para jamaah menjadikan agama sebagai
pedoman. Misalnya moral ekonomi yang Islami, yakni yang mengutamakan kejujuran
49 H. Machfud, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Jati Makmur Jaya,
Wawancara Pribadi, Rempoa, 23 September 2006 pukul 15.30 wib
50 H. Aim Muntaim, Ketua Majelis Ta’lim Wali Songo, Wawancara Pribadi, Bumi Serpong Damai 16 Juli 2006 pukul 15.30 wib
sekaligus menghindari kecurangan dalam berkarya. Kayu yang jenis dan harganya sangat
bervariasi adalah salah satu bagian yang berpotensi bagi setiap pedagang untuk
melakukan kecurangan terhadap konsumen, tapi merka pantang untuk melakukan
kecurangan.51
Mjelis ta’lim, melalui bimbingan dari setiap pembimbing sangat menganjurkan
kepada setiap jamaah agar memelihara sifat kedermawanan. Karena orang yang
dermawan akan mendapatkan kehidupan yang berkah. “Shodaqohlah karena shodaqoh
itu berkembang”, begitu yang di ucapkan oleh salah satu pembimbing sekaligus ketua
Yayasan Wali Songo yaitu Drs. KH. Busrol Karim. Hal ini senada dengan Gerzt yang
mengatakan bahwa kedermawanan, keterlibatan dalam urusan masyarakat, berziarah
menunaikan ibadah haji yang dilakukan oleh santri memberi dampak kepada akumulasi
modal budaya yang dimiliki, hal ini menghindari dari cemoohan masyarakat sebagai
orang kikir dan tamak harta dan malah sebaliknya dianggap orang yang berbudi baik dan
bermurah hati. Dalam kata lain, peningkatan akumulasi modal budaya (status
kehormatan) berarti peningkatan derajat kepercayaan masyarakat sehingga memudahkan
pedagang untuk meningkatkan aktivitasnya.52
C. Cara dan Hasil Berkarya
Dari jenis usahanya, pengrajin kusen adalah pengusaha atau pekerja swasta dan
mempunyai menejemen masing-masing. Dalam hal menejemen biasanya dilakukan
langsung oleh pimpinan perusahaan, karena perusahaan kerajianan kusen ini tergolong
perusahaan pribadi. Cara kerja yang dilakukan para pengrajin kusen tidak jauh dari
51 Abdurrozak, Jamaah majelis ta’lim Wali Songo, Wawancara Pribadi, Kampung Sawah, Ciputat,
22 September 2006, pukul 14.00 wib
52 Drs. Damsar, MA., Sosiologi Ekonomi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997) cet., ke-1, h. 95
pengrajin-pengrajin lainnya seperti pengrajin rotan, bambu dan lain sebaginya. Dari
bahan yang sudah siap di olah sampai pengiriman barang. Dalam usaha kerajinan kusen
ini bahan utamanya adalah kayu, adapun alat-alatnya 90 menggunakan mesin, dan dalam
menjalankan usaha ini biasanya perusahaan membutuhkan tenaga pekerja minimal 1
orang tukang (pembuat pesanan) dan 2 orang kenek atau tukang dempul, dan menurut
penemuan penulis pekerja yang dimiliki perusahaan paling banyak adalah 15 orang. Cara
kerjanya adalah pertama, pimpinan perusahaan membuat gambar pesanan, kedua, setelah
gambar selesai, kemudian di serahkan kepada tukang, dan tukang menggarap pesanan
yang telah ia terima, ketiga, setelah pesanan selesai di garap oleh tukang, maka
selanjutnya dilakukan finishing dan ini adalah tugas tukang dempul, dan keempat apabila
finishing selesai dilakukan, maka barang dikirim ke tempat yang di tuju. Hal ini
dilakukan setiap hari kecuali hari minggu mereka libur karena menyesuaikan dengan
orang-orang yang bekerja di perkantoran, akan tetepi pada hari minggu kadang mereka
gunakan untuk bersilaturrahmi dengan teman seprofesi yang dilakukan dengan cara
arisan.
Mereka semua adalah wiraswastawan, sebagai wiraswastawan tentu saja mereka
harus mempunyai jiwa wiraswasta yang tinggi, yaitu kesadaran dan kemempuan yang
sangat mendalam (ulil albab) untuk melihat segala fenomena yang ada di sekitarnya,
merenung dan kemudian bergelora semangatnya untuk mewujudkan setiap perenungan
batinnya dalam bentuk nyata dan realistis. Nuraninya sangat halus dan tanggap terhadap
lingkungan dan setiap tindakannya di perhitungkan dengan laba rugi.53
53 K.H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami (Jakarta, Gema Insani Press, 2002), cet.,
ke-1, h., 107
Majelis ta’lim Wali Songo, sesuai dengan tujuannya untuk membentuk muslim
yang bertaqwa, Muslim yang ber-Islam secara menyeluruh, tentu sangat berpengaruh
dalam membina para pengrajin kusen termasuk dalam cara bekerja atau berkarya. “
Agama Islam dalam hal ini majelis ta’lim adalah aspek normatif yang tidak boleh
diabaikan oleh siapapun dan dalam profesi apapun termasuk para pengrajin kusen, aspek
normatif yang kemudian memberi arah pembamgunan masyarakat manusia seutuhnya
bersumber dari nilai hak-batil, halal-haram, adil-zhalim, manfaat-madharat, dan baik-
buruk. Majelis Ta’lim Wali Songo sangat menekankan kepada para jamaah agar
memperhatikan hal tersebut, dan alhamdulillah hal ini sangat terlihat di dalam aktivitas
jamaah atau para pengrajin kusen”.54
Islam sangat menganjurkan kepada umatnya bekerja keras untuk mendapatkan ridha
dari Allah, maka hendaknya seorang muslim yang berkarya tidak keluar dari aturan-
aturan yang telah di tetapkan Allah. Di dalam pekerjaan terdapat dua aspek yang harus
dipenuhi secara nalar, yaitu:
Pertama aktivitasnya di lakukan karena ada dorongan untuk mewujudkan sesuatau
sehingga tumbuh rasa tanggung jawab yang besar untuk menghasilkan karya atau produk
yang berkualitas. Bekerja bukan hanya untuk mencari uang tetapi juga ingin
mengaktualisasikannya secara optimal serta memiliki nilai transendental yang sangat
luhur. “ Kerja itu kan ibadah, apalagi kita kan sudah punya anak cucu yang wajib kita
berikan nafkah yang halal, nafkah yang halal atau rizki yang halal akan didapatkan
dengan cara yang halal seperti sikap jujur atau jangan menipu orang, memberi gajian dan
uang makan kepeda pekerja yang seimbang dengan pekerjaannya, jangan sampai kita
54 Ustadz Ahmad Faiz Al-Hakam, MA, Pembimbing Majelis Ta’lim Wali Songo, Wawancara
Pribadi, Jombang, Ciputat, 17 Agustus 2006, pukul 17.00 wib
berbuat zholim kepada mereka, kadang-kadang kan ada yang memberi gaji tukang
diundur-undur karena kehabisan uang, entah menejemen perusahaannya yang kurang
baik atau terlalu boros dalam memenuhi kebutuhan hidup.”55 Apa yang di sampaikan H.
Musthofa adalah prinsip yang dimiliki oleh setiap jamaah. Senada dengan H. Hilmi,
katanya: Prinsip kami adalah keberkahan dalam hidup, menggapai hasil kraya yang baik
apabila mencari atau mendapatkan dengan cara yang baik, kami tidak mungkin
memberikan makan kepada anak dan istri kami dari hasil yang tidak dibenarkan oleh
agama”.56
Kedua, Apa yang dia lakukan tersebut karena kesengajaan, sesuatu yang
direncanakan. Karenanya di dalamnya terkandung suatu gairah, semangat untuk
mengerahkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga apa yang dikerjakannya benar-
benar memberikan kepuasan dan manfaat bagi diri dan orang lain. “ Kami berkarya
dengan menggunakan segenap kemempuan yang kami miliki, kayu kami usahakan yang
sbaik dan semurah mungkin, model atau bentuk barang yang kami kerjakan untuk
pemesan, kami garap sebaik mungkin, mudah-mudahan mereka puas. Kalau mereka puas
kamipun sebagai pengarajin sekaligus pedagang merasa puas.”57
D. Hasil Pendapatan
Kerja yang di lakukan seseorang adalah bermaksud untuk mencapai tujuan atau
cita-citanya termasuk hasil ekonomi. Hasil pendapatan bisa dikatakan sebagai tolok ukur
55 H. Musthofa S., Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Jati Unggul, Wawancara
Pribadi, Pondok Aren, 20 Agustus 2006, pukul 15.30 wib
56 H. Hilmi, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Pamulang Jaya, Wawancara Pribadi, Pamulang, 01 September 2006 , pukul 14.00 wib
57 Djalaluddin, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Pondok Indah, Wawancara
Pribadi, Bukit Nusa Indah, Ciputat 01 September 2006, pukul 09.30 wib
kesuksesan sebuah perusahaan. Tentang hasil pendapatan yang didapatkan oleh pengrajin
kusen sangat bervariasi, yaitu dari yang berpenghasilan di bawah satu juta sampai yang
berpenghasilan di atas dua juta setengah perbulan. Bagi pengrajin kusen yang memiliki
menejemen serta pemasaran yang baik maka ia akan mendapatkan hasil yang baik,
keuntungan yang banyak dalam setiap bulannya, karena banyaknya konsumen yang
memesan barang pada perusahaan tersebut. Agama Islam melalui al-Quran menegaskan
bahwa maju mundurnya seseorang dalam aspek kehidupan apapun tergantung pada
individu masing-masing, Allah berfirman:
...سهم ن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفإ...
“...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum hingga mereka mengubah kondisi mereka sendiri…” (Ar-Raad : 11)
Ayat di atas hampir setiap pengajian disampaikan oleh pembimbing, yakni
bertujuan agar seluruh jamaah agar selalu termotivasi untuk maju dalam usaha yang
digelutinya serta memperbaiki apapun yang kurang baik.58 Ayat di atas adalah sebuah
perintah untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi menguntungkan. Dari
hasil pengamatan dan wawancara bahwa para pengrajin kusen atau jamaah Majelis ta’lim
Wali Songo termasuk wiraswastawan yang berpenghasilan cukup baik. Walaupun kondisi
ekonomi tidak menentu mereka masih tetap konsisten untuk menggeluti dalam bidang
kerajinan kusen. Diakui oleh sebagian pengrajin kusen bahwa pada tahun 2005 -2006
banyak yang mengalami kesulitan atau kendala di karenakan naiknya BBM, listrik, kayu,
suku cadang peralatan mesin, bahan material dan sebagainya. Terlebih lagi banyak terjadi
58 H. Sukanta, Jamaah dan Pimpinan PD. Cipta Karya Prantama, Wawancara Pribadi, Jombang 19
Agustus 2006, pukul 14.20 wib
kasus ilegal loging, karena bahan baku kayu yang sulit didapat, kalaupun ada sangat
mahal harganya.
Menurut H. Ibrahim bahwa kondisi pengusaha-pengusaha kusen pada setahun ini
sangat tidak menentu: “ Konsumen sangat jarang yang memesan, kalaupun ada, paling
jendala satu atau dua. Ya saya sih maklumin saja karena memang kondisi ekonomi
nasional juga lagi sulit, apalagi sekarang banyak saingan dengan produk-produk yang
terbuat dari alumunium”.59 Walaupun begitu tetap saja mereka tidak putus asa,
sebagaimana yang disampaikan H. Machfud : “ Sesulit apapun kondisinya kita tak pernah
begitu saja berputus asa, putus asa kan dosa. Yang penting kita tetap berikhtiar dan
berdoa, mencari ide kreatif demi berjalannya perusahaan kita”.60
Dari hasil wawancara dengan H. Hilmi bahwa: “Seberapapun sulitnya, kita
alhamdulillah masih bisa hidup dengan cukup, bisa menyekolahkan anak, mobil belum
terjual, masih bisa shodaqoh untuk anak yatim, yang penting kita bersyukur insya Allah
rizki kita akan bertambah”.61
Dari uraian di atas penulis mempunyai kesimpulan bahwa hasil ekonomi para
pengrajin kusen yang mengikuti pengajian di majelis ta’lim Wali Songo tergolong baik,
serta kondisi ekonominya mapan dan dalam kategori kelompok yang berekonomi
menengah ke atas.
59 H.Ibrahim, Jamaah dan Pimpinan PD. Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Kampung Utan, 23
September 2006 pukul 15.00 wib
60 H. Machfud, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Jati Makmur Jaya, Wawancara Pribadi, Rempoa, 23 September 2006, pukul 16.00 wib
61 H. Hilmi, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Pamulang Jaya, Wawancara
Pribadi, Pamulang, 01 September 2006, pukul 20.00 wib
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dalam bab-bab terdahulu, maka penulis dapat mengambil kesimpulan
yang menjelaskan tentang Islam dan etos kerja studi tentang peranan Majelis Ta’lim Wali
Songo di Kelurahan Jombang Kecamatan Ciputat dalam meningkatkan etos kerja
Pengrajin Kusen sebagai berikut:
Majelis Ta’lim Wali Songo dalam kegiatan bimbingannya yang dilaksanakan setiap
malam kamis sangat berperan dalam meningkatkan etos kerja para pengrajin kusen.
Dengan menanamkan nilai-nilai agama kepada mereka majelis ta’lim mampu
memberikan pemahaman bahwa bekerja bukan sekedar mencari uang, atau menepis
gengsi dari tuduhan sebagai pengangguran, akan tetapi bekerja keras dengan penuh
kejujuran dan keadilan serta melihat unsur manfaat adalah merupakan ibadah dan
bertujuan untuk mendapat ridha dari Allah SWT. Pada akhirnya mereka akan
mendapatkan rizki yang berkah dan benar-benar menjadi umat yang mampu memberikan
contoh kepada umat yang lain.
B. Saran-saran
Sebagai penutup dari karya tulis atau skripsi ini, penulis menyarankan kepada para
pekerja hendaklah tetap konsisten pada kemandirian hidup, jangan menjadi beban orang
lain, jadilah pekerja atau pengrajin kusen yang inovatif serta istiqomahlah dalam nilai
atau norma yang di ajarkan oleh agama Islam, karena siapapun kita, Allah tidak
meridhainya andaikan kita melakukan tindakan yang tidak adil atau kecurangan dalam
berkarya.
Adapun saran kepada para pembimbing dan pengelola Majelis Ta’lim Wali Songo
adalh agar lebih banyak memberikan informasi tentang peranan para nabi dan sahabat
dalam mendorong etos kerja dan produktivitas umat, memberikan materi kepada jamaah
tentang Islam dan etika ekonomi, serta materi yang berimplikasi langsung kepada
perubahan etos kerja umat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quranul Karim dan terjemahnya. Abdullah, Taufik. Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1994. Abdurrahim, M. Imaduddin. Sikap Tauhid dan Motifasi Kerja. Ulumul Quran, II, 6. Juli –
september 1990. Al-Kindi, Ali Sumanto. Bekerja Sebagai Ibadah: Konsep Membrantas Kemiskinan,
Kebodohan dan Keterbelakangan Umat. Solo: Aneka, 1996. Ancok, Djamaluddin. Psikologi Islam, Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Anoraga, Pandji, Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta, 2001. Anoraga, Panji dan Sri Suryati. Perilaku Keorganisasian. Jakarta: Pustaka Jaya, 1995. Arifin, Muhammad. Pedoman Pelaksanaan Bimmbingan Penyuluhan Agama, Jakarta :
PT. Golden Terayon Press, 1982. Badudu, J.S. dan Sultan M. Zain, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996. Damsar. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997. Djojohadikusumo, Sumitro. Ekonomi Umum I: Asas-asas Teori dan Kebijaksanaan.
Jakarta: Kanisius, 1960. Engineer, Asghar Ali. Devolusi Negara Islam. terj. Agus Zaki. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2000. Esposito, John L. Identitas Islam Pada Perubahan Sosial Politik. Jakarta: PT. Bulan
Bintang, tt Johnson, Doyle Paul. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terjemahan oleh Robert M.Z,
Lawang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994. Madjid, Nurcholis. Islam Agama Kemanusiaan. Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam
Indonesia. Jakarta: Yayasan Paramadina, 1995. Maleong, Lexi. J. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya,
2000.
Max Weber, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, Talcott Parsons. terj. Charles Scribner’s Son, 1998.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid 1. Jakarta : UI-Press,
1985. O’dea, Thomas F. Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal. Jakarta: CV Rajawali,
1985. Prawiranegara, Sjafruddin Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1967. Purna, Made, ed. Etos Kerja Dalam Ungkapan Tradisional.Jakarta: Depdikbud, 1991. Roethlisberger, F.J. Menejemen dan Moril Pekerja. Jakarta: Aksara Baru, tt. Saefuddin, Ahmad M. Ekonomi dan Masyarakat Dalam Perspektif Islam. Jakarta: CV.
Rajawali , 1987. Scharf, Betty R. Kajian Sosiologi Agama. penterjemah Machnun Husein.Yogyakarta: PT.
Tiara Wacana Yogya, 1995. Sugiono, Sugeng. Etos Kerja Wanita Bakul di Kotamadya Yogyakarta dan Kabupaten
Sleman, Jurnal Penelitian Agama, 03, Januari 1993. Syaltut, Mahmud. Islam Aqidah dan Syariah.Jakarta: Pustaka Amani, 1998. Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta, Gema Insani Press, 2002. Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah
Penafsiran Al-Quran, 1973. Webster’s Third New International Dictionary of English Language, (New York
Merriam Webster’s Inc, 1986). Wawancara Pribadi dengan Abdurrozak, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan
Pimpinan PD. Berkah Laksana, Kampung Sawah, Ciputat, 22 September 2006. Wawancara Pribadi dengan Djalaluddin, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan
Pimpinan PD. Pondok Indah, Wawancara Pribadi, Bukit Nusa Indah, Ciputat, 01 September 2006.
Wawancara Pribadi dengan Busrol Karim, Pembimbing sekaligus Ketua Yayasan Wali
Songo. Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Aim Muntaim, Ketua Majelis Ta’lim Wali Songo. Bumi
Serpong Damai 16 Juli 2006.
Wawancara Pribadi dengan Hilmi, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Pamulang Jaya. Pamulang, 01 September 2006.
Wawancara Pribadi dengan Ibrahim, Jamaah Majelis Ta’lim Wali songo, wawancara
pribadi, Kampung Utan, Ciputat, 23 September 2006 Wawancara Pribadi dengan Junaidi Salat, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan
Pimpinan PD. Sinar Jaya. BSD, 19 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Machfud, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan
PD. Jati Makmur Jaya, Wawancara Pribadi, Rempoa, 23 September 2006. Wawancara Pribadi dengan Musthofa S., Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan
Pimpinan PD. Jati Unggul. Pondok Aren, 20 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Sukanta, Pimpinan PD. Karya Cipta Prantama. Jombang,
Ciputat, 16 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Yanto, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD.
Sinar Kamper Jaya. Pondok ranji, Ciputat, 20 September 2006. Wawancara Pribadi dengan Roasiah, Jamaah Pengajian. Jombang, Ciputat, 18 Agustus
2006. Wawancara Pribadi dengan Ahmad Faiz Al-Hakam. Salah satu Pembimbing Majelis
Ta’lim Wali Songo. Jombang, Ciputat, 12 September 2006.