ii. tinjauan pustaka a. minyak jarak - repository.ipb.ac.id · minyak jarak atau castor oil...

14
3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Jarak Minyak jarak atau castor oil diperoleh dari biji tanaman jarak jenis Ricinus communis L. (dengan kandungan minyak sekitar 50%), merupakan minyak komersial penting yang mengandung asam hidroksi dalam jumlah besar. Minyak jarak tidak digunakan dalam pembuatan produk makanan, tetapi dapat digunakan untuk keperluan medis (Widodo, 2007). Menurut pengelompokkan berdasarkan jenis, minyak jarak merupakan salah satu dari grup minyak asam hidroksi yang unik dimana terdapat trigliserida yang mengandung asam risinoleat (12- hydroxy-9-octadecenoic) dan sejumlah kecil dari asam 9,10-dihydrorotary karena adanya atom karbon yang asimetris pada posisi ke-12 dari asam risinoleat yang merupakan komponen asam lemak dominan (Ketaren, 1989). Minyak jarak mempunyai komposisi kimia tidak seperti minyak nabati pada umumnya, sehingga minyak ini bernilai tinggi. Asam lemak pada minyak kastor 90% terdiri atas risinoleat, hanya sedikit mengandung asam dihidroksi stearat, linoleat, oleat, dan stearat. Bahan yang tidak tersaponifikasi terdiri atas β–sitosterol. Asam risinoleat adalah asam lemak yang tersusun dari 18 atom karbon, satu ikatan rangkap (tidak jenuh), dan mempunyai gugus fungsional hidroksil pada atom C ke-12. Gugus fungsional ini menyebabkan minyak kastor bersifat polar (Widodo, 2007). Tabel 1 berikut menunjukkan komposisi asam lemak pada minyak jarak. Tabel 1. Kandungan asam lemak minyak biji jarak Asam lemak Jumlah (%) Asam risinoleat 86 Asam oleat 8,5 Asam linoleat 3,5 Asam stearat 0,5-2,0 Asam dihidroksi stearat 1-2 Sumber : Bailey (1950) Minyak jarak mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan dengan trigliserida lainnya karena bobot jenis, kekentalan dan bilangan asetil serta kelarutannya dalam alkohol nilainya relatif tinggi. Minyak jarak larut dalam etil alkohol 95% pada suhu kamar serta pelarut organik yang polar, dan sedikit larut dalam golongan hidrokarbon alifatis. Nilai kelarutan dalam petroleum eter relatif lebih rendah, dan dapat dipakai untuk membedakannya dengan golongan trigliserida lainnya. Kandungan tokoferol relatif kecil (0,05%), serta kandungan asam lemak esensialnya yang sangat rendah menyebabkan minyak jarak tersebut berbeda dengan minyak nabati lainnya (Ketaren, 1989). Sifat fisiko kimia minyak jarak dapat dilihat pada Tabel 2.

Upload: phamphuc

Post on 13-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak Jarak

Minyak jarak atau castor oil diperoleh dari biji tanaman jarak jenis Ricinus communis L.

(dengan kandungan minyak sekitar 50%), merupakan minyak komersial penting yang mengandung

asam hidroksi dalam jumlah besar. Minyak jarak tidak digunakan dalam pembuatan produk makanan,

tetapi dapat digunakan untuk keperluan medis (Widodo, 2007).

Menurut pengelompokkan berdasarkan jenis, minyak jarak merupakan salah satu dari grup

minyak asam hidroksi yang unik dimana terdapat trigliserida yang mengandung asam risinoleat (12-

hydroxy-9-octadecenoic) dan sejumlah kecil dari asam 9,10-dihydrorotary karena adanya atom karbon

yang asimetris pada posisi ke-12 dari asam risinoleat yang merupakan komponen asam lemak

dominan (Ketaren, 1989).

Minyak jarak mempunyai komposisi kimia tidak seperti minyak nabati pada umumnya,

sehingga minyak ini bernilai tinggi. Asam lemak pada minyak kastor 90% terdiri atas risinoleat, hanya

sedikit mengandung asam dihidroksi stearat, linoleat, oleat, dan stearat. Bahan yang tidak

tersaponifikasi terdiri atas β–sitosterol. Asam risinoleat adalah asam lemak yang tersusun dari 18 atom

karbon, satu ikatan rangkap (tidak jenuh), dan mempunyai gugus fungsional hidroksil pada atom C

ke-12. Gugus fungsional ini menyebabkan minyak kastor bersifat polar (Widodo, 2007). Tabel 1

berikut menunjukkan komposisi asam lemak pada minyak jarak.

Tabel 1. Kandungan asam lemak minyak biji jarak

Asam lemak Jumlah (%)

Asam risinoleat 86

Asam oleat 8,5

Asam linoleat 3,5

Asam stearat 0,5-2,0

Asam dihidroksi stearat 1-2

Sumber : Bailey (1950)

Minyak jarak mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan dengan trigliserida lainnya karena

bobot jenis, kekentalan dan bilangan asetil serta kelarutannya dalam alkohol nilainya relatif tinggi.

Minyak jarak larut dalam etil alkohol 95% pada suhu kamar serta pelarut organik yang polar, dan

sedikit larut dalam golongan hidrokarbon alifatis. Nilai kelarutan dalam petroleum eter relatif lebih

rendah, dan dapat dipakai untuk membedakannya dengan golongan trigliserida lainnya. Kandungan

tokoferol relatif kecil (0,05%), serta kandungan asam lemak esensialnya yang sangat rendah

menyebabkan minyak jarak tersebut berbeda dengan minyak nabati lainnya (Ketaren, 1989). Sifat

fisiko kimia minyak jarak dapat dilihat pada Tabel 2.

4

Tabel 2. Sifat fisiko kimia minyak jarak

Sifat a

Viskositas (Gardner Hold), 250C U-V (6,3-8,8 st)

Bobot Jenis 20/200C 0,967 - 0,963

Bilangan Asam 0,4 - 4,0

Bilangan Penyabunan 176 – 181

Bilangan Tak Tersabunkan 0,7

Bilangan Iod (Wijs) 82 - 88

Warna (Appearance) Bening

Indeks Bias, 250C 1,477 – 1,478

Kelarutan dalam Alkohol 200C (1:2) Jernih

Bilangan Asetil 145 -154

Sumber : Bailey (1950)

Minyak jarak tidak akan mengering ketika terpapar udara, bobot jenis meningkat ketika

bilangan iod dan bilangan asam mengalami sedikit perubahan atau tidak sama sekali, selain itu

memiliki kualitas penyimpanan yang baik (Jamieson, 1932). Minyak jarak dan turunannya digunakan

dalam industri cat, varnish, lacquer, pelumas, tinta cetak, linoleum, oil cloth, dan sebagai bahan baku

dalam industri-industri plastik dan nilon. Dalam jumlah kecil minyak jarak dan turunannya juga

digunakan untuk pembuatan kosmetik, semir dan lilin (Ketaren, 1986).

B. Faktis

Faktis diambil dari bahasa Perancis yaitu “caoutchouc factice” yang sama artinya dengan

“rubber substitute” (Reynolds, 1962). Faktis merupakan material padat, agak elastis yang terbuat dari

minyak nabati melalui vulkanisasi dengan sulfur atau sulfur klorida (Harrison, 1952). Faktis dapat

dibuat dari minyak nabati yang kandungan asam lemak tak jenuhnya tinggi atau dari minyak ikan

tertentu (Clark, 1962).

Secara umum, faktis terdiri dari dua jenis, yaitu faktis gelap dan faktis putih. Faktis gelap

diperoleh melalui reaksi antara minyak dengan sulfur pada suhu tinggi, sedangkan faktis putih

diperoleh melalui reaksi antara minyak dengan sulfur klorida pada suhu yang lebih rendah (Harrison,

1952). Reaksi pembentukan faktis gelap berlangsung pada suhu yang cukup tinggi, sekitar 130-1600C

(Alfa dan Honggokosumo, 1998). Faktis gelap memiliki kerapatan yang rendah, kenyal seperti karet,

permukaan yang mengkilap, mudah hancur dan ulet jika ditekan, bertambah luasnya oleh tekanan, dan

jika digiling menjadi serbuk berwarna hitam (Flint, 1955). Variasi warna gelap faktis terdapat dalam

berbagai kategori, yaitu: hitam, coklat tua, coklat, dan coklat muda (Lever, 1951).

Menurut Fernando (1971), warna faktis berbanding lurus dengan nilai bilangan iod dari

minyak nabati yang digunakan. Semakin tinggi nilai bilangan iod, maka akan semakin gelap warna

faktis yang dihasilkan. Ikatan-ikatan rangkap dalam asam lemak tidak jenuh minyak akan diadisi oleh

sulfur sehingga terbentuk ikatan-ikatan silang. Dengan demikian kandungan asam lemak tidak jenuh

dalam minyak yang semakin tinggi akan menghasilkan faktis dengan kualitas semakin tinggi pula

(Fernando, 1971). Menurut Carrington (1962), faktis dapat dibuat dari minyak yang memiliki bilangan

iod 80-185. Carrington (1962), menyatakan bahwa warna faktis dipengaruhi oleh suhu vulkanisasi

5

yang digunakan. Semakin rendah suhu vulkanisasi maka faktis akan semakin cerah. Konsentrasi

sulfur yang digunakan juga mempengaruhi mutu faktis. Semakin besar jumlah sulfur, maka faktis

akan semakin keras dan tidak elastis. Sebaliknya, jika jumlah sulfur yang digunakan terlalu sedikit

maka akan menghasilkan faktis yang lengket.

Faktis gelap yang diinginkan konsumen adalah yang mempunyai warna lebih cerah, plastis

dan kandungan abu serta sulfur bebas yang rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu faktis

adalah suhu yang digunakan, konsentrasi sulfur dan kandungan asam dalam bahan baku minyak yang

digunakan (Alfa dan Hanggokusumo, 1998). Faktis gelap sesuai untuk berbagai bahan karet terutama

untuk aplikasi warna gelap. Faktis gelap dapat diaplikasikan dalam pembuatan selang air,

pembungkus kawat, pembungkus kabel, produk karet cetakan, perabot rumah tangga, keset,

penghapus, rol, spons dan sebagainya.

Parameter utama dalam penggolongan mutu faktis adalah kadar ekstrak aseton. Analisa kadar

ekstrak aseton bertujuan untuk mengetahui bagian minyak yang tervulkanisasi atau terbentuk faktis.

Kadar ekstrak aseton yang rendah menandakan bahwa semakin banyak minyak yang tervulkanisasi

atau terbentuk faktis. Selain itu, faktis yang bermutu baik harus memiliki kadar sulfur bebas kurang

dari 2%, kadar abu kurang dari 5% dan memiliki pH netral (Fernando, 1971). Kadar sulfur bebas yang

terlalu tinggi dikhawatirkan akan merusak sistem vulkanisasi karet (Harrison, 1952). Secara umum

terdapat tiga tingkat mutu faktis gelap berdasarkan kadar ekstrak aseton seperti pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Tingkat mutu faktis berdasarkan kelarutannya dalam aseton

Tingkat Mutu Kadar Ekstrak Aseton (%)

Mutu 1 < 20

Mutu 2 20-35

Mutu 3 >35

Sumber: Harrison (1952)

Parameter lain yang menentukan mutu faktis adalah kadar sulfur bebas, kadar abu, dan pH.

Analisa kadar sulfur bebas bertujuan mengukur jumlah sulfur dalam faktis yang tidak berikatan

dengan asam lemak tak jenuh. Dalam minyak kandungan sulfur bebas ini menunjukan bahwa jumlah

sulfur yang ditambahkan melebihi jumlah ikatan rangkap pada asam lemak yang seharusnya diadisi.

Kadar sulfur bebas yang diharapkan tidak lebih dari 2%. Analisa kadar abu menunjukan banyaknya

kandungan garam mineral logam dan bahan tambahan anorganik dalam faktis. Diharapkan faktis

memiliki kadar abu kurang dari 5% dan pH netral (Fernando, 1971). Faktis gelap diharapkan memiliki

pH netral dan kadar sulfur bebasnya serendah mungkin (dibawah 2%), kadar sulfur bebas yang terlalu

tinggi dikhawatirkan merusak sistem vulkanisasi karet.

Mutu faktis juga dapat ditentukan melalui pengamatan fisik yaitu warna dan kekerasan.

Warna faktis berbanding lurus dengan nilai bilangan iod dari minyak nabati yang digunakan. Semakin

tinggi nilai bilangan iod, maka semakin gelap faktis yang dihasilkan. Kesimpulan yang terpercaya

dapat diambil setelah mengaplikasikan faktis ke dalam karet. Namun, pada umumnya faktis sebagai

bahan bantu olah karet hanya sedikit atau bahkan tidak mempengaruhi sifat fisik karet (Harrison,

1952). Berikut disajikan spesifikasi teknis faktis gelap komersial mutu II dan mutu III.

Tabel 4. Spesifikasi teknis faktis komersial mutu II dan mutu III

Parameter Faktis Komersial

Mutu II

Faktis Komersial

Mutu III

Kadar Ekstrak Aseton (%) 26-35 47,2

6

Kadar Sulfur Bebas (%) 1,8 0,9

Kadar Abu (%) 1,5 5,8

pH Netral Netral

Warna Coklat Coklat tua

Sumber: Alfa dan Honggokusumo (1998)

Carrington (1962) menyatakan faktis merupakan material yang bersifat non termoplastik

(stabil pada suhu tinggi) dan tidak larut dalam pelarut organik. Sifat non termoplastik dapat

diperkirakan dengan mengetahui kelarutan faktis dalam aseton. Rendahnya kelarutan dalam aseton

menandakan bahwa semakin banyak bagian minyak yang tervulkanisasi oleh sulfur atau terbentuk

faktis sehingga faktis cenderung lebih bersifat non termoplastik.

Menurut Reynolds (1962), faktis komersial yang banyak diperdagangkan terbuat dari minyak

rami, minyak lobak, dan minyak jarak. Pemilihan minyak untuk diolah menjadi faktis dipengaruhi

oleh ketersediaan sumber bahan baku dan tingkat harga. Harga minyak sangat bervariasi, sehingga

negara-negara produsen faktis misalnya Negara Eropa lebih banyak memproduksi faktis dari minyak

kedelai. Jenis-jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis dapat dilihat

pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Jenis-jenis minyak untuk bahan baku faktis

No Jenis Minyak Bilangan Iod

1 Minyak Kacang Tanah 82-99

2 Minyak Jarak (Castor Oil) 82-90

3 Minyak Kanola 97-107

4 Minyak Biji Kapas 103-113

5 Minyak Jagung 103-125

6 Minyak Biji Bunga Matahari 120-140

7 Minyak Biji Tembakau 135

8 Minyak Perilla 140

9 Minyak Kedelai 129-143

10 Minyak Kembang Candu 132-143

11 Minyak Biji Karet 127-144

12 Minyak Tung 160-180

13 Minyak Rami 175-185

14 Minyak Ikan Paus 110-150

15 Minyak Hati Ikan Cod 155-170

16 Minyak Ikan Herring 123-146

Sumber : Reynolds (1962)

Minyak yang bilangan iodnya tinggi, ketika ditambahkan sulfur maka reaksinya akan lebih

cepat berikatan dengan karbon tak jenuh secara mono atau disulfida. Waktu proses pembentukan

faktis gelap juga dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pencepat dan konsentrasi sulfur. Konsentrasi

7

sulfur yang tinggi menyebabkan asam lemak tak jenuh minyak lebih cepat teradisi dan membentuk

ikatan sulfida.

Ikatan-ikatan rangkap dalam asam lemak tidak jenuh dalam minyak nabati (jarak) akan

diadisi oleh sulfur sehingga terbentuk ikatan-ikatan silang. Sulfur yang ditambahkan akan mengikat

rantai karbon tidak jenuh secara intramolekul dan intermolekul pada saat minyak mengalami proses

vulkanisasi seperti pada Gambar 7. Intramolekul adalah proses pengikatan sulfur dengan rantai karbon

tidak jenuh pada asam lemak lain dalam satu trigliserida. Intermolekul adalah proses pengikatan sulfur

dengan rantai karbon tidak jenuh pada trigliserida yang lain (Flint, 1955).

Gambar 1. Reaksi adisi sulfur pada pembentukan faktis gelap (Flint, 1955)

Menurut Carrington (1962), untuk mendapatkan faktis keras dengan ekstrak aseton rendah

dan warna yang baik, digunakan minyak yang mempunyai kandungan asam lemak jenuh kurang dari

5%, bilangan iod 80-110 dan mempunyai asam polyolefin lain disamping asam linoleat. Jika

kandungan asam lemak jenuh dari minyak lebih dari 5%, faktis akan memiliki tekstur yang lunak.

Bilangan asam yang tinggi (lebih dari 5%) akan menyebabkan faktis memiliki tekstur yang

lengket. Jika bilangan asam pada minyak lebih dari 5%, maka perlu dilakukan penetralan terlebih

dahulu, yaitu dengan menambahkan NaOH atau Na2CO3 pada campuran. Selain itu, penambahan

Na2CO3 pada minyak akan menghasilkan faktis dengan tekstur yang lebih padat (Alfa dan

Honggokusumo, 1998). Menurut Flint (1955), untuk membuat faktis gelap ada dua tahap yang dapat

dilalui, yaitu:

a. Pembentukan minyak vulkanisasi

Minyak sebagai bahan baku akan tervulkanisasi pada suhu tinggi dan masih berwujud cair.

Kemudian campuran tersebut akan menjadi padatan yang elastis jika dibiarkan pada suhu normal.

Akan tetapi, padatan elastis tersebut akan larut jika dicuci dengan larutan organik. Tahapan

terbentuknya padatan elastis biasa disebut vulcanized oil atau minyak vulkanisasi.

b. Pembentukan faktis gelap

Dengan pemanasan lebih lanjut, maka minyak vulakanisasi tersebut berubah menjadi bentuk

gel. Padatan gel tersebut disebut dengan faktis yang tidak mencair bila dipanaskan lagi. Tahap ini

disebut dengan tahap terbentuknya faktis gelap.

C C

C C

4S

S

C C

S

S

C C

S

8

Menurut Flint (1955), asam lemak tak jenuh penyusun molekul trigliserida yang umumnya

digambarkan dalam bentuk “E” yang ditunjukkan pada Gambar 2 (a). namun struktur molekul

trigliserida demikian tidak dapat membentuk faktis. Struktur molekul trigliserida yang tepat diperoleh

dengan memutar cabang terbawah (R3) ke posisi perpanjangan cabang kedua (R2). Hasil akhir

perputaran cabang ketiga ini akan membentuk struktur trigliserida seperti “garpu tala” (tuning fork)

yang ditunjukkan pada Gambar 2 (b). Perputaran ini dapat terjadi karena asam lemak pada cabang

ketiga trigliserida tidak sama dengan asam lemak pertama dan kedua.

(a)

(a) (b)

Gambar 2. (a) Molekul trigliserida bentuk “E” dan (b) “tuning fork” (garpu) (Flint, 1955)

Pengikatan antar trigliserida yang satu dengan yang lain melalui ikatan mono atau disulfida

akan membentuk suatu makromolekul dengan susunan menyerupai susunan tumpukan buku (book

file) atau susunan bata dinding (brick in wall) yang memanjang dengan bobot molekul sekitar 7.000

seperti pada Gambar 3. Kedua jenis susunan ini juga dapat bergabung membentuk struktur

makromolekul faktis. Struktur molekul seperti ini memungkinkan mudahnya terjadi sliding effect

(diantara rantai molekul lurus) yang memberikan sifat berorientasi menyebar dan mengikat bahan-

bahan sewaktu dilakukan pencampuran dan mempercepat tercapainya homogenitas campuran. Tipe

susunan bata dinding akan menghasilkan struktur makromolekul yang lebih kuat, hal tersebut juga

dapat mempengaruhi mutu faktis (Flint, 1955).

(a)

CH3 O C R1

CH3 O C R2

CH3 O C R3

O

O

CH3 O C R1

O

R3 C O CH3 CH O C R2

9

(b)

Gambar 3. Tipe susunan unit pokok faktis: (a) bata dalam dinding (bricks in a wall) dan (b)

tumpukan buku (pile of book) (Flint, 1955)

Penambahan faktis ke dalam kompon karet menurut Alfa dan Honggokusumo (1998) dapat

memberikan beberapa keuntungan teknis antara lain memudahkan pencampuran karet dengan bahan

kimia karet, mengurangi porositas, meningkatkan kestabilan, memperhalus permukaan, dan

meningkatkan daya retak. Selain itu, faktis juga digunakan untuk berbagai tujuan seperti dalam

pembuatan karet penghapus, pelapis kabel, barang jadi karet selular, barang jadi karet dari lateks, serta

dalam pembuatan barang jadi karet yang menggunakan alat kalender, ekstruder dan alat cetak injeksi.

Aplikasi faktis cukup luas karena meliputi penggunaan dalam pengolahan karet alam maupun karet

sintetis. Penggunaan faktis dalam pengolahan kompon karet memberikan manfaat, antara lain

mengurangi konsumsi energi dan mempercepat waktu pencampuran, membantu dalam mengontrol

ketebalan lembaran karet dalam proses kalendering, dan menghasilkan permukaan produk yang

mengkilap dan halus (Lever, 1951).

C. Netralisasi

Netralisasi merupakan salah satu tahap dalam proses pemurnian minyak. Netralisasi adalah

suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan

asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 1986).

Hendrix (1990) menyatakan bahwa kotoran yang akan dibuang dalam netralisasi adalah asam lemak

bebas, fosfatida, ion logam, zat warna, karbohidrat protein, hasil samping oksidasi, hidrokarbon, dan

zat padat. Selain itu dijelaskan pula oleh Thieme (1968), bahwa netralisasi sebagai salah satu tahapan

proses pemurnian minyak bertujuan untuk mengurangi gum yang masih tertinggal, untuk

memperbaiki rasa dan mengurangi warna gelap dari minyak tersebut.

Netralisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan basa,

natrium karbonat, ammonia ataupun dengan menggunakan uap. Pada umumnya, dikenal 4 macam

metode netralisasi minyak dan lemak yang sering digunakan dalam industri yaitu metode kimia, fisik,

fisiko kimia dan dengan cara esterifikasi. Menurut Thieme (1968), netralisasi secara kimia dapat

dilakukan dengan 2 macam cara yaitu cara kering dan cara basah. Cara kering dilakukan dengan

menggunakan larutan basa pekat dan suhu yang relatif rendah. Sedangkan cara basah dilakukan

dengan menggunakan larutan basa yang relatif encer dan suhu yang relatif tinggi. Suhu yang

digunakan antara 60-650C, tetapi dapat juga digunakan suhu yang lebih tinggi (hingga 980C). Sabun

yang terbentuk dicuci dengan air dan diulang beberapa kali sampai sabun terpisah dari minyak dan pH

air hasil pencucian menjadi netral.

Menurut Bernardini (1983), netralisasi secara fisik dilakukan dengan pemisahan melalui

destilasi dengan steam terinjeksi dari asam lemak dalam minyak. Cara ini diterapkan pada industri

besar dan tidak dapat berlaku umum karena minyak atau lemak dipanaskan pada suhu tinggi (220-

2400C) sehingga termodifikasi secara kimia dan fisik, minyak atau lemak harus mengalami purifikasi

10

dan pemucatan secara sempurna terlebih dahulu sehingga biaya menjadi sangat mahal, serta

kandungan asam lemak bebas minyak tidak boleh terlalu tinggi.

Cara netralisasi dengan esterifikasi secara teori tidak menyebabkan kehilangan minyak netral,

namun digunakan hanya untuk menetralkan asam organik dalam minyak atau lemak. Reaksi ini

merupakan kebalikan dari hidrolisis dan pemecahan minyak atau lemak. Kondisi optimum reaksi akan

terjadi keadaan sangat vakum, pada suhu 200-2200C dengan kontak yang cukup dekat dan lama antar

minyak, gliserol dan katalis yang digunakan. Proses ini hanya akan efektif pada netralisasi minyak

dengan jumlah asam lemak bebas yang sangat tinggi (20-30%), serta untuk esterifikasi asam lemak

terdistilasi (Bernardini, 1983).

Netralisasi dengan pelarut dilakukan dengan menggunakan pelarut heksana, isopropilat

alkohol atau air. Cara netralisasi ini dilakukan untuk minyak dengan kandungan asam lemak bebas

tinggi. Pemisahan resin, oksi-asida dan gum, yang tidak larut dalam campuran dan membentuk lapisan

di daerah pemisahan selama pengendapan akan mempengaruhi hasil yang diperoleh sehingga

perlakuan pendahuluan harus dapat membuang semua komponen tersebut (Bernardini, 1983).

Netralisasi minyak dan lemak dengan metode kimia merupakan proses penyabunan asam

lemak bebas oleh larutan NaOH maupun bahan kimia lain seperti KOH dan Na2CO3 (Mahatta, 1975).

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam netralisasi secara kimia, yaitu kemurnian minyak,

suhu, kepekatan larutan basa dan lama penyabunan (Bernardini, 1983). Netralisasi dengan kaustik

soda (NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri karena lebih efisien dan lebih murah

dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Penggunaan kautik soda juga dapat membantu

mengurangi zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara emulsi. Sabun atau

emulsi ini dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi (ketaren, 1986). Larutan alkali yang

lebih lemah seperti soda abu (Na2CO3) dan ammonium hidroksida tidak dapat digunakan oleh industri

karena efek dekolorisasinya yang rendah dan memerlukan peralatan tambahan sehingga dapat

meningkatkan biaya produksi. Reaksi antara asam lemak bebas pada minyak dengan Na2CO3 dapat

dilihat pada Gambar 4 berikut.

Trigliserida Basa Sabun (garam) Asam karbonat

Gambar 4. Reaksi netralisasi asam lemak bebas menggunakan natrium karbonat (Ketaren, 1986)

Menurut Andersen (1953), proses netralisasi minyak dengan menggunakan kaustik soda yang

pekat (10-240B3) mempunyai efek antara lain menghasilkan refining loss yang tinggi, pemucatan

warna minyak, mengurangi kandungan asam lemak bebas dalam minyak serta pada suhu 60-700C

akan memperbanyak minyak yang tersabunkan. Penentuan konsentrasi larutan basa yang digunakan

didasarkan pada kandungan asam lemak bebasnya. Makin tinggi kandungan asam lemak bebas maka

makin banyak jumlah basa yang diperlukan. Tetapi penggunaan basa yang terlalu tinggi menyebabkan

makin banyak trigliserida yang tersabunkan, sedangkan konsentrasi basa yang rendah menyebabkan

makin banyak emulsi sabun dalam minyak, sehingga akan menurunkan rendemen minyak (Swern,

1979). Reaksi penyabunan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.

O O CO2

R C + Na2CO3 R C + H2CO3

OH Na H2O

11

Trigliserida Basa Sabun (garam) Air

Gambar 5. Reaksi penyabunan asam lemak bebas dengan NaOH (Ketaren, 1986)

Konsentrasi larutan basa untuk netralisasi biasanya dinyatakan dengan derajat Baume (0Be).

Untuk minyak dengan kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 1% biasanya digunakan larutan

basa yang lebih lunak (8-120Be), sedangkan untuk minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang

lebih tinggi digunakan larutan basa dengan kepekaan 200Be. Larutan yang lebih pekat dari 200Be

hanya digunakan jika keasaman minyak tinggi, yaitu jika lebih dari 6% (Bernardini,1983).

Menurut Thieme (1968), kaustik soda yang digunakan dalam proses netralisasi adalah dalam

bentuk larutan dengan konsentrasi antara 10-200Be. Reaksi penyabunan dilakukan pada suhu 60-650C,

dan dapat juga digunakan suhu yang lebih tinggi (hingga 980C). Sedangkan Hendrix (1990),

menyatakan bahwa untuk menetralkan asam lemak bebas digunakan kaustik soda dengan kisaran

antara 12-300Be atau biasanya 12-200Be. Suhu reaksi yang digunakan berkisar antara 20-400C dan

dilanjutkan dengan pemanasan untuk memecahkan emulsi sabun minyak pada suhu 60-800C.

D. Agitasi (Kecepatan Pengadukan)

Pencampuran secara umum merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mendapatkan

campuran yang homogen dari dua komponen atau lebih. Salah satu metoda pencampuran adalah

dengan pengadukan (agitasi). Pada dasarnya pencampuran mencakup dua faktor kunci yaitu peralatan

yang digunakan dan bahan yang akan dicampur. Kedua faktor tersebut harus memiliki hubungan yang

erat untuk memperoleh hasil pencampuran yang baik. Geometri peralatan dapat mempengaruhi

produk secara umum, kondisi operasi proses khususnya aerasi dan pengadukan serta konsumsi energi

(Sailah, 1994).

Tatterson (1991) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen alat dalam pencampuran secara

konvensional yaitu tangki (vessel), pengaduk (impeler), dan baffle. Vessel merupakan tangki

berbentuk silinder yang memanjang secara vertikal. Tangki ini akan diisi dengan fluida sampai

kedalaman yang sama dengan diameter tangki. Diameter tangki dapat dimulai dari 0,1 meter pada

skala kecil sampai 10 meter atau lebih yaitu pada instalasi industri besar (Edwards dan baker, 1992).

Pada teknik tracer digunakan detektor pada beberapa posisi yang berbeda-beda. Detektor tersebut

dapat berupa conductivity meter, pH meter, thermometer, spektrofotometer, dan lain-lain.

Untuk mencegah terjadinya vortex pada pengadukan cairan yang memiliki kekentalan yang

rendah, dapat digunakan bafle yang biasanya terdiri dari empat buah yang dilekatkan pada dinding

tangki. Vortex yaitu terbentuknya cekungan permukaan media pada bagian tengah tangki yang

disebabkan oleh adanya gaya tangensial. Vortex ini menyebabkan aliran pada tangki tersebut bersifat

horizontal, sehingga pencampuran tidak dapat berlangsung dengan baik. Bafle umumnya tidak

dibutuhkan pada fluida yang memiliki kekentalan tinggi dimana vortex tidak menjadi suatu masalah

(Edwards dan baker, 1992).

O O

R C + NaOH R C + H2O

OH ONa

12

Pengaduk mempunyai dua fungsi utama yaitu: 1) mengurangi ukuran gelembung-gelembung

udara untuk memberi luasan permukaan yang lebih besar untuk perpindahan oksigen dan untuk

mengurangi laju difusi, serta 2) untuk menjaga kondisi lingkungan yang seragam pada seluruh isi

tangki. Beberapa jenis pengaduk yang sering digunakan untuk mengaduk antara lain: propeller,

turbine, paddle, anchor, helical ribbon, dan helical screw. Propellers, turbine, dan paddle secara

umum digunakan pada sistem yang kekentalannya rendah dan beroperasi pada putaran dengan

kecepatan tinggi. Ketiga jenis pengaduk tersebut baik digunakan untuk mencampur bahan yang

memiliki viskositas rendah seperti cairan dengan cairan, gas dengan cairan, maupun padat dengan

cairan. Sedangkan pengaduk tipe anchor, helical ribbon dan helical screw dapat digunakan untuk

pencampuran bahan yang memiliki viskositas tinggi (kental) (Edwards dan Baker, 1992).

Bentuk pengaduk berpengaruh terhadap pola aliran yang dihasilkannya. Berdasarkan pola

aliran yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu menghasilkan pola aliran

radial, axial, laminar dan turbulen. Aliran radial yaitu aliran mendatar dari blade pengaduk ke dinding

vessel (tangki) dan membentuk dua daerah, yaitu daerah atas dan daerah bawah. Sedangkan aliran

axial adalah aliran vertikal ke atas dan bawah pengaduk. Pola aliran yang dihasilkan juga dipengaruhi

oleh sifat reologi dari bahan yang diaduk (Sailah, 1993). Pola aliran laminar adalah pola aliran yang

mengalir dalam lapisan dan alirannya lebih tenang (Hudges dan Brighton, 1967). Aliran turbulen

adalah aliran yang bersifat bergejolak (Earle, 1969).

Pada proses pencampuran, salah satu sifat bahan yang sangat penting untuk dipertimbangkan

adalah sifat reoligi bahan. Reologi menurut Mackay (1988) adalah ilmu tentang sifat aliran suatu

bahan. Menurut sifat reologinya, fluida dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu fluida

Newtonian dan fluida non-Newtonian. Pada fluida Newtonian, nilai kekentalan adalah konstan dan

tidak dipengaruhi oleh nilai laju geser, tetapi dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Sedangkan fluida

non-Newtonian, nilai kekentalan merupakan fungsi dari laju geser.

Pola aliran pada suatu tangki berpengaduk sangat dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan,

jenis pengaduk, dan sifat reologi bahan yang diaduk (Ranade dan Joshi, 1990). Meskipun dengan

fluida dan kecepatan pengadukan yang sama, penggunaan pengaduk yang berbeda akan menghasilkan

pola aliran yang berbeda pula.

Waktu pencampuran merupakan parameter yang penting pada suatu proses pencampuran.

Waktu campur didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk memperoleh derajat pencampuran

tertentu, setelah penjejak dimasukkan ke dalam tangki (Edwards, 1992). Waktu pencampuran

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kecepatan pengadukan, tipe pengaduk, geometri tangki,

aerasi, sifat fluida dan metoda pengukuran waktu pencampuran tersebut.

13

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

a. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor faktis skala semi-pilot, neraca

analitik, corong pemisah, corong, pH-meter, oven, tanur, buret, soxlet, labu takar, pipet, dan alat-

alat gelas lainnya.

b. Bahan

Bahan baku utama yang digunakan adalah minyak jarak (castor oil) yang telah tersedia

di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor. Bahan kimia teknis untuk pembuatan faktis

gelap antara lain sulfur, seng oksida (ZnO), natrium karbonat (Na2CO3), dan natrium hidroksida

(NaOH). Bahan kimia untuk karakterisasi bahan baku minyak, meliputi: natrium tiosulfat

(Na2S2O3), pereaksi hanus, indikator kanji, kloroform, kalium iodida (KI), kalium hidroksida

(KOH), alkohol netral 95%, indikator phenolpthalein (PP), akuades, asam oksalat, kalium

dikromat (K2Cr2O7), dan HCl. Sedangkan bahan kimia untuk uji sifat kimia faktis gelap, meliputi:

aseton, natrium sulfit (Na2SO3), suspensi Na-strearat, parafin, stronsium klorida (SrCl2), kadmium

asetat (Cd-asetat), asam asetat glasial, formaldehid, kalium iodida (KI), indikator kanji, iodin, dan

akuades.

B. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, mulai bulan Juli sampai dengan September 2010

di Laboratorium Penelitian Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor.

C. Metode Penelitian

a. Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan, dilakukan karakterisasi minyak jarak yang meliputi

pengujian bilangan asam dan bilangan iod. Metode pengujian karakterisasi minyak jarak

tercantum pada Lampiran 1.

b. Penelitian Utama

i) Pembuatan Faktis Metode 1 (Netralisasi Menggunakan Na2CO3)

Minyak jarak sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam reaktor faktis kemudian

ditambahkan Na2CO3 sebanyak 1 bsm (bagian per seratus gram minyak) atau 10 gram.

Setelah itu, dilakukan pemanasan serta pengadukan sesuai perlakuan (130, 145 atau 160

rpm). Setelah 15 menit, ZnO dan sulfur masing-masing sebanyak 5 bsm (50 gram) dan 25

bsm (250 gram) dimasukkan ke dalam reaktor. Bahan dipanaskan hingga tercapai suhu reaksi

sebesar 1500C. Setelah suhu tercapai, pemanasan dihentikan. Pengadukan terus dilakukan

hingga suhu kembali ke suhu 1500C setelah melewati suhu eksotermis tertinggi. Setelah

14

reaksi selesai, faktis dibiarkan mendingin dan memadat lalu dihitung rendemennya. Padatan

faktis dihancurkan dengan crusher kemudian diuji sifat fisik dan kimianya. Diagram alir

pembuatan faktis dengan perlakuan netralisasi menggunakan Na2CO3 disajikan dalam

Gambar 6 berikut.

Gambar 6. Diagram alir pembuatan faktis gelap metode 1 (netralisasi menggunakan Na2CO3)

ii) Pembuatan Faktis Metode 2 (Netralisasi Menggunakan NaOH)

Minyak jarak dipanaskan hingga suhu berkisar antara 60-700C sambil diaduk.

Setelah suhu tercapai, ke dalam minyak ditambahkan larutan NaOH 140Be (derajat Baume)

(10,4 mg NaOH/ 100 ml aquades) sebanyak 276,13 ml/6000 gram minyak. Hasil perhitungan

jumlah NaOH terdapat pada Lampiran 2. Kemudian dilakukan pengadukan dan pemanasan

selama 15 menit kemudian didiamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, minyak dicuci

dengan menggunakan air hangat hingga pHnya netral. Jika warna minyak masih keruh,

pemanasan diulang kembali hingga warna minyak menjadi jernih. Minyak jarak sebanyak 1

kg dimasukkan ke dalam reaktor faktis kemudian dilakukan pemanasan serta pengadukan

sesuai perlakuan (130, 145 atau 160 rpm). Setelah 15 menit, ZnO dan sulfur masing-masing

sebanyak 5 bsm (50 gram) dan 25 bsm (250 gram) dimasukkan ke dalam reaktor. Bahan

dipanaskan hingga tercapai suhu reaksi sebesar 1500C. Setelah suhu tercapai, pemanasan

dihentikan. Pengadukan terus dilakukan hingga suhu kembali ke suhu 1500C setelah

Minyak jarak 1

kg

Faktis

gelap

Pemanasan hingga suhu 1500C dan pengadukan

sesuai perlakuan (130, 145, dan 160 rpm)

Netralisasi

Pencampuran dan

homogenisasi

Vulkanisasi

Na2CO3

10 gram

Sulfur 250 gram

dan ZnO 50 gram

15

melewati suhu eksotermis tertinggi. Setelah reaksi selesai, faktis dibiarkan mendingin dan

memadat lalu dihitung rendemennya. Padatan faktis dihancurkan dengan crusher kemudian

diuji sifat fisik dan kimianya. Diagram alir pembuatan faktis dengan perlakuan netralisasi

menggunakan NaOH disajikan dalam Gambar 7 berikut.

Gambar 7. Diagram alir pembuatan faktis gelap metode 2 (netralisasi menggunakan NaOH)

iii) Analisis Sifat Kimia Faktis Gelap

Pengujian sifat kimia faktis gelap bertujuan untuk mengetahui tingkatan mutu faktis

gelap yang dihasilkan. Parameter mutu faktis secara kimia terdiri dari kadar ekstrak

petroleum eter, kadar sulfur bebas, kadar abu dan nilai pH. Prosedur analisis sifat kimia

faktis dapat dilihat pada Lampiran 3.

iv) Pengamatan Sifat Fisik Faktis Gelap

Parameter sifat fisik faktis terdiri dari pengujian warna dan tingkat kekerasan.

Pengamatan warna faktis dilakukan melalui pengamatan secara visual terhadap penampakan

warna faktis. Penilaian kualitatif warna faktis gelap dibagi dalam empat tingkat, yaitu: coklat

muda, coklat, coklat tua, dan hitam. Pengamatan terhadap tingkat kekerasan faktis gelap

dilakukan dengan mengamati struktur molekul faktis gelap secara fisik dan

membandingkannya dengan faktis komersial. Dalam penelitian ini, penentuan kekerasan

Minyak jarak 1

kg

Faktis gelap

Pemanasan hingga suhu 1500C dan pengadukan

sesuai perlakuan (130, 145, dan 160 rpm)

Netralisasi

Pencampuran dan

homogenisasi

Vulkanisasi

NaOH

28,71 gram

Sulfur 250 gram

dan ZnO 50 gram

16

faktis yang dihasilkan, digunakan skala “keras” untuk konsistensi yang sama dengan mutu

faktis komersial, digunakan keterangan “+” untuk konsistensi yang lebih keras daripada

faktis komersial. Semakin keras konsistensi faktis, semakin banyak skala “+” yang diberikan

(“++”, “+++”). Untuk faktis yang konsistensinya lebih lembek daripada faktis gelap mutu

komersial diberi keterangan “-“.

C. Rancangan Percobaan

Pada penelitian utama, rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

faktorial yang terdiri dari dua faktor dan dua kali ulangan. Faktor pertama (A) adalah kecepatan

pengadukan (agitasi) dengan tiga taraf, yaitu 130, 145 dan 160 rpm. Faktor kedua (B) adalah metode

netralisasi dengan dua taraf yaitu: netralisasi menggunakan Na2CO3 dan netralisasi menggunakan

NaOH. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + ε k(ij)

Dengan :

Y ijk = parameter respon dari pengaruh taraf ke-1 faktor A, pada ulangan ke-k

μ = nilai tengah populasi (rata-rata sebenarnya)

Ai = pengaruh taraf ke-i faktor A

Bj = pengaruh taraf ke-j faktor B

(AB)ij = pengaruh taraf ke-i faktor A dan taraf ke-k faktor B

ε k(ij) = pengaruh kesalahan percobaan pada ulangan ke-k

Bila analisis varian dari perlakuan yang diberikan diperoleh pengaruh yang nyata/ signifikan,

maka dilakukan uji lanjut dengan metode Duncan. Dari hasil uji tersebut dapat diketahui taraf

perlakuan yang mempunyai pengaruh berbeda nyata/signifikan.