hemofilia
DESCRIPTION
hemofiliaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di
Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia
(haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann
Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928. Pada abad ke 20, para dokter terus mencari
penyebab timbulnya hemofilia. Hingga mereka percaya bahwa pembuluh darah dari penderita
hemofilia mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937, dua orang dokter dari Havard, Patek dan
Taylor, menemukan pemecahan masalah pada pembekuan darah, yaitu dengan menambahkan
suatu zat yang diambil dari plasma dalam darah. Zat tersebut disebut dengan "anti -
hemophilic globulin".
Penyakit ini, pertama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekitar abad kedua
sesudah masehi di Talmud. Pada awal abad ke 19, sejarah modern hemofilia baru dimulai
dengan dituliskannya silsilah keluarga kerajaan Inggris mengenai penyakit ini oleh Otto
( tahun 1803 ). Sejak itu, hemofilia dikenal sebagai kelainan pembekuan darah yang
diturunkan secara X-linked recessive, sekitar setengah abad sebelum hukum Mendel
diperkenalkan. Selanjutnya Legg pada tahun 1872 berhasil membedakan hemofilia dari
penyakit gangguan pembekuan darah lainnya berdasarkan gejala klinis; yaitu berupa kelainan
yang diturunkan dengan kecenderungan perdarahan otot serta sendi yang berlangsung seumur
hidup. Pada permulaan abad ke 20, hemofilia masih didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga
dan gangguan pembekuan darah. Pada tahun 1940-1950 para ahli baru berhasil
mengidentifikasi F VIII dan F IX pada hemofilia A dan hemofilia B. Pada tahun 1970 berhasil
diisolasi F VIII dari protein pembawanya di plasma, yaitu faktor non Willebrand.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang di atas, maka masalah yang dapat penulis angkat adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep dasar penyakit pada pasien hemofilia?
2. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada pasien hemofilia ?
1
C. Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah yang penulis angkat, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui konsep dasar pada penyakit hemofilia.
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien hemofilia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Pada Penyakit Hemofilia
1. Definisi
Hemofilia adalah penyakit pendarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah
yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh) (Nanda
Nic-Noc, 2013). Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-
linked recessive yaitu :
a. Hemofilia A (haemophilia klasik), akibat defisiensi atau disfungsi F IX
pembekuan VIII (F VIIIc).
b. Hemofilia B (cristmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi F IX (Faktor
Cristmas).
Sedangkan Hemofilia C merupakan penyakit pendarahan akibat kekurangan faktor XI
yang diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q35.
Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang dengan defisiensi
atau kelainan biologik faktor VIII dan (antihemophilic globulin) dan faktor IX dalam
plasma (David Ovedoff, Kapita Selekta Kedokteran).
Hemofilia adalah kelainan perdarahan yang disebabkan adanya kekurangan salah
satu faktor pembekuan darah. Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah
dan diturunkan oleh melalui kromoson X. Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki,
karena mereka hanya mempunyai satu kromosom X, sedangkan wanita umumnya sebagai
pembawa sifat saja (carier). Namun wanita juga bisa menderita hemofilia jika
mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier dan bersifat letal.
Mekanisme pembekuan pada penderita hemofilia mengalami gangguan, dimana dalam
mekanisme tersebut terdapat faktor pembekuan yang di beri nama dengan angka romawi, I
– XIII.
2. Epidemiologi
Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A
sekitar 1: 10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000 – 30.000 orang. Belum ada data
mengenai angka kekerapan di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 20.000 kasus dari
200 juta penduduk Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai
3
dibandingkan hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa
memandang ras, geografi, dan keadaan social ekonomi. Mutasi gen secara spontan
diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga.
3. Etiologi
Mutasi genetic yang didapat (acquired) atau diturunkan (herediter)
a. Hemofilia A disebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII (AHG).
b. Hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma
Tromboplastic Antecendent).
Hemofilia A maupun B dapat dibedakan menjadi 3 yaitu sebagai berikut.
a. Berat (kadar factor VIII atau IX < 1 %).
b. Sedang (kadar factor VIII atau IX antara 1% - 5%).
c. Ringan (kadar factor VIII atau IX antara 5 % - 30 %) (Nanda Nic-Noc, 2013).
Penyebab utama dari penyakit hemofilia adalah adanya faktor keturunan atau genetik,
walaupun sekitar 30% dari kasus hemofilia tidak mempunyai riwayat keluarga, hal ini
terjadi akibat mutasi spontan. Hemofilia diturunkan oleh ibu sebagai pembawa sifat yang
mempunyai 1 kromosom X normal dan 1 kromosom X hemofilia. Hemofilia adalah
kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-linked resesive. Oleh karena itu
kebanyakan penderitanya adalah laki – laki, sedangkan wanita merupakan karier atau
pembawa sifat. Sekitar 30% dari kasus hemofilia tidak mempunyai riwayat keluarga, hal
ini terjadi akibat mutasi spontan.
4. Manifestasi Klinik
Penyakit ini yang biasa sangat berat, ditandai dengan memar besar dan perdarahan
ke dalam otot, sendi, dan jaringan lunak meskipun hanya akibat trauma kecil. Pasien
sering merasakan nyeri pada sendi sebelum tampak adanya pembengkakan dan keterbatan
gerak. Perdarahan sendi berulang dapat mengakibatkan kerusakan berat sampai terjadi
nyeri kronis dan ankilosis (fiksasi ) sendi. Kebanyakan pasien mengalami kecacatan
akibat kerusakan sendi sebelum mereka dewasa. Diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Terdapat pendarahan.
b. Perdarahan timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang.
c. Dapat timbul saat bayi mulai merangkak.
d. Tanda pendarahan : hemartrosis, hematom subkutan/ intramuscular,
pendarahan mukosa mulut, pendarahan intracranial, epistaksis, hematuria.
4
e. Pendarahan berkelanjutan pasca operasi ( sirkumsisi, ekstrasi gigi).
f. Hemartosis sering terjadi di lokasi sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu,
pergelangan tangan (Nanda Nic-Noc, 2013).
5. Faktor Predisposisi
Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki,karena mereka hanya mempunyai
satu kromosom X, sedangkan wanita umumnya sebagai pembawa sifat saja (carier).
Seorang wanita diduga membawa sifat jika (hemofilia. or.id, 2006):
a. Ayahnya pengidap hemofilia
b. Mempunyai saudara laki-laki dan 1 anak laki-laki hemofilia
c. Mempunyai lebih dari 1 anak laki-laki hemofilia
6. Komplikasi
Komplikasi pada Hemofilia meliputi :
a. Perdarahan dengan menurunnya perfusi.
b. Kekakuan sendi akibat perdarahan.
c. Hematuria spontan.
d. Perdarahan Gastrointestinal.
e. Pada tahun terakhir ini, ditemukan bahwa pasien dengan menderita Hemofilia
mempunyai resiko tinggi menderita AIDS akibat transfuse darah dan
komponen darah yang pernah diterima. Semua darah yang didonorkan
sekarang diperiksa terhadap adanya antibodi virus AIDS. Konsentrat factor
komersial biasanya sudah dipanaskan sehingga kemungkinan penularan
penyakit infeksi melalui darah dapat diturunkan.
7. Patofisiologi
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada jaringan yang
letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainnya yang dapat terjadi kerena gangguan pada
tahap pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan pada tahap
pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme
pembekuan yang terdapat pada hemofili A dan B.
Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan
pembekuan, di awali ketika seseorang berusia ± 3 bulan atau saat – saat akan mulai
merangkak maka akan terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan
5
keluhan-keluhan berikutnya. Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan
berakibat fatal. Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada
pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh) → darah keluar
dari pembuluh. Pembuluh darah mengerut/ mengecil → Keping darah (trombosit) akan
menutup luka pada pembuluh→Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu,
mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna→darah tidak berhenti
mengalir keluar pembuluh → perdarahan (normalnya: Faktor-faktor pembeku darah
bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga
darah berhenti mengalir keluar pembuluh.
6
8. Pathway
Kerusakan darah atau berkontrak dengan kolagen
Mutasi genetik(aquired)Herediter
H. A pembekuan VIII(AHG)H. B pembekuan IX(PTA)
Mutasi gen
G3. Faktor VIII&XI
G3 pembekuan
Trombin tidak terbentuk Sintesa energi terganggu
Terjadi pendarahan
Terjadi luka pada pembuluh darah trombositopenia
Darah keluar dr pembuluh PK Anemia px bertanya-tanya
Pembuluh darah mengerut lemah,letih,lesu kurang informasi
Trombosit menutup luka
Trombosit menurun
Anyaman benang fibrin tidak sempurna
Pendarahan pada jaringan
P. sendi
P. berulang
Regeneratif kartilago
7
Intoleransi aktivitas
Kekurangan volume cairan
Nyeri akut
Kurang pengetahuan
Perubahan perfusi jaringan
Mobilitas Terganggu
9. Klasifikasi
Hemofilia berdasarkan etiologinya di bagi menjadi dua jenis:
a. Hemofilia A
Hemofilia disebabkan karena kurangnya faktor pembekuan VIII, biasanya
juga disebut dengan hemofilia klasik. Pewarisannya berkaitan dengan jenis
kelamin, tetapi hingga 33% pasien tidak mempunyai riwayat dalam keluarga dan
terjadi akibat mutasi spontan. Dapat muncul dengan bentuk ringan, berat, dan
sedang.
1) Berat (kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%)
2) Sedang (faktor VIII/IX antara 1%-5%) dan
3) Ringan (faktor VIII/X antara 5%-30%).
b. Hemofilia B
Hemofilia ini di sebabkan karena kurangnya faktor pembekuan IX . dapat
muncul dengan bentuk yang sama dengan tipe A. Gejala ke dua tipe hemofilia
adalah sama, namun yang membedakan tipe A / B adalah dari pengukuran waktu
tromboplastin partial deferensial.
10. Pemeriksaan Diagnotik
Pemeriksaan Lab. Darah :
a. Hemofilia A :
1) Defisiensi factor VIII
2) PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
3) PT (Prothrombin Time/ waktu protombin) memanjang
4) TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan plasma
abnormal
5) Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal
b. Hemofilia B :
1) Defisiensi factor IX
2) PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
3) PT (Prothrombin Time)/ waktu protombin dan waktu perdarahan normal
TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan serum
abnormal.
8
11. Therapy / Tindakan Penanganan
a. Terapi Suportif
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar factor anti hemofilia
yang kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
1) Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
2) Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
factor pembekuan sekitar 30-50%
3) Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan
pertama seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan.
4) Kortikosteroid, pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk
menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah
serangan akut hemartrosis. Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari
selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku
sendi(artrosis) yang menggangu aktivitas harian serta menurunkan kualitas
hidup pasien hemofilia.
5) Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis
dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu
agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan)
6) Rehabilitasi medic
b. Terapi pengganti Faktor pembekuan
Pemberian factor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari
kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan
aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebur dibutuhkan factor anti
hemofilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi. Terapi pengganti
factor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan dengan memberikan FVIII atau
FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah yang mengandung
cukup banyak factor-faktor pembekuan tersebut. Pemberian biasanya dilakukan
dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik, serta khususnya
selama fisioterapi.
9
12. Penatalaksanaan
a. Supportive
1) Menghindari luka
2) Merencanakan suatu kehendak operasi
3) RICE (Rest Ice Compression Evaluation)
4) Pemberian kortiko steroid
5) Pemberian analgetik
6) Rehabilitasi
b. Penggantian factor pembekuan
c. Pemberian factor VIII/ IX dalam bentuk rekombinan konsentrat maupun komponen
darah
d. Terapi gen
e. Lever transplantation
f. Pemberian vitamin K; menghindari aspirin, asam salisilat, AINS, heparin
g. Pemberian rekombinan factor VIII
h. Pada pembedahan (dengan dosis kg/BB)
i. Faktor VIII dalam bentuk recombinate dan coginate 10. Faktor IX dalam bentuk
mononin
B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hemofilia
1. Pengkajian
Pada pengkajian anak dengan hemophilia dapat ditemukan adanya pendarahan
kambuhan yang dapat timbul setelah trauma baik ringan maupun berat. Pada umumnya
pendarahan di daerah persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha ;
sedangkan otot yang paling sering terkena adalah fleksor lengan bawah. Khususnya pada
bayi dapat terlihat adanya perdarahan yang berkepanjangan setelah bayi dilakukan
sirkumsisi, adanya hematoma setelah terjadinya infeksi , sering pendarahan pada mukosa
oral dan jaringan lunak, sering awalnya disertai dengan nyeri kemudian setelah nyeri akan
menjadi bengkak, hangat, dan menurunnya mobilitas. Pada pemeriksaan laboratorium
dapat dijumpai jumlah trombositnya normal, masa protombinnya normal, masa
tromboplastin parsialnya meningkat.
a. Aktivitas
Gejala :Kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas.
Tanda :Kelemahan otot, somnolen
10
b. Sirkulasi
Gejala :Palpitasi
Tanda :Kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda perdarahan
serebra
c. Eliminasi
Gejala : Hematuria
d. Integritas ego
Gejala : Perasaan tak ada harapan, tak berdaya
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, marah
e. Nutrisi
Gajala : Anoreksia, penurunan berat badan
f. Nyeri
Gejala :Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel
g. Keamanan
Gejala :Riwayat trauma ringan, perdarahan spontan.
Tanda :Hematom
2. Diagnosa
a. Nyeri akut b/d agen cedera fisik.
b. Resiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan melalui rute abnormal
(perdarahan).
c. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan.
d. Hambatan mobilitas fisik b/d efek perdarahan pada sendi dan jaringan lain.
e. Kurang pengetahuan b/d keterbatasa paparan tentang penyakit hemofilia
11
3. Intervensi
a. Dx. 1 : Nyeri b/d agen cedera fisik.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapakan nyeri berkurang.
KH : Klien akan mengalami rasa nyeri yang minimal yang ditandai
dengan skala nyeri ringan (1-3).
Intervensi :
No
.
Intervensi Rasional
1 Observasi tingkat nyeri. membantu menentukan intervensi
dan mengindikasi terjadi komplikasi.
2. Awasi TTV, perhatikan petunjuk
non verbal.
Membantu mengevaluasi keefektifan
intervensi.
3. Ubah posisi secara periodic dan
berikan bantuan latihan rentang
gerak.
Memperbaiki sirkulasi jaringan dan
mobilisasi sendi
4. Ajarkan klien teknik relaksasi. Mengurangi efek nyeri dan
membantu merelaksasi.
5. Kolaborasi pemberian analgetik
secara teratur, catat rentang
keefektifan obat.
Analgetik dapat meredakan nyeri,
mencatat keefektifan obat membantu
menentukan tingkat kenyamanan
klien.
b. Dx. 2 : Resiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan melalui
rute abnormal (perdarahan)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapakan tidak terjadi cedera .
KH : Klien dan keluarga memahami factor yang dapat terlibat dalam
kemungkinan cedera, menimbulkan perubahan perilaku untuk melindungi diri dari
cedera dan mampu menciptakan lingkungan sesuai indikasi.
Intervensi :
No Intervensi Rasional
1. Awasi TTV Perubahan TTV kearah yang abnormal
12
dapat menunjukan terjadinya
peningkatan kehilangan cairan akibat
perdarahan / dehidrasi
2. Awasi haluaran dan pemasukan Perlu untuk menentukan fungsi ginjal,
kebutuhan penggantian cairan dan
membantu mengevaluasi status cairan
3. Perkirakan drainase luka dan
kehilangan yang tampak
Memberikan informasi tentang derajat
hipovolemi dan membantu
menentukan intervensi
4. Kolaborasi dalam pemberian
cairan adekuat.
Mempertahankan keseimbangan cairan
akibat perdarahan
c. Dx. 3 : Intoleran aktifitas b/d kelemahan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapakan resiko kerusakan fisik tidak terjadi.
KH : Klien dapat mempertahankan posisi yang optimal, mampu
melakukan aktivitas, mampu meningkatkan fungsi tubuh.
Intervensi :
No Intervensi Rasional
1. Elevasi dan imobilisasikan sendi
selama episode perdarahan.
Aktivitas dapat meningkatkan derajat
perdarahan.
2. Latihan ROM pasif sendi dan
otot.
Melatih sendi dan otot secara
perlahan agar fungsi tubuh dapat
ditingkatkan.
3. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
untuk program latihan.
Membantu program latihan dan
aktivitas serta dapat menentukan alat
bantu yang sesuai.
4. Kolaborasi dengan tim gizi dalam
pemberian diet yang sesuai .
Diet yang sesuai dapat membantu
mengatasi kelemahan.
5. Kolaborasi ke bagian orthopedic Menentukan terapi atau tindakan
13
dalam rehabilitasi sendi. yang tepat
d. Dx 4 : Hambatan mobilitas fisik b/d efek perdarahan pada sendi dan
jaringan lain.
Tujuan : Setelah diberikan asuham keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi.
KH : Mendemosntrasikan teknik/prilaku yang memungkinkan
melakukan aktifitas
Intervensi :
No Intervensi Rasional
1 Evaluasi/lanjutkan pemantauan
tingkat inflamasi/rasa sakit pada
sendi
Tingkat aktifitas/latihan tergantung
dari perkembangan/resolusi dari
proses inflamasi
2 Pertahankan istirahat tirah
baring/ duduk jika diperlukan.
Jadwal aktifitas untuk
memberikan periode istirahat
yang terus menerus dan tidur
malam hari yang tidak
menggangu
Ostirahat sistemik dianjurkan
selama eksaserbasi akut dan
seluruh fase penyakit yang penting
untuk mencegah kelelahan,
mempertahankan kekuatan
3 Ubah posisi dengan sering
dengan jumlah personel cukup.
Demonstrasikan/bantu teknik
pemindahan dan penggunaan
bantuan mobilitas. Mis: trapeze
Menghilangkan tekanan pada
jaringan dan meningkatkan
sirkulasi. Mempermudah perawatn
diri dan kemandirian pasien.
Teknik pemindahan pasien yang
tepat yang dapat mencegah robekan
abrasi kulit.
4 Konsultasi dengan ahli terapi
fsik/okupasi dan spesialis
vokasional
Berguna dalam memformulasikan
program latihan/aktifitas yang
berdasarkan pada kebutuhan
individual dan dalam
mengidentifikasi alat/bantuan
mobilitas
14
e. Dx 5 : Kurang pengetahuan b/d keterbatasan paparan tentang penyakit hemophilia.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapakan kurang
pengetahuan pasien dapat teratasi.
KH : klien mengerti dan paham akan penyakit yang di deritanya.
Intervensi:
No Intervensi Rasional
1 Ciptakan lingkungan saling
percaya dengan mendengarkan
penuh perhatian dan selalu ada
untuk pasien
Menanggapi dan memperhatikan
perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam
proses belajar
2 Bekerja dengan pasien dalam
menata tujuan belajar yang
diharapkan
Partisipasi dalam perencanaan dalam
meningkatkan antusias dan
kerjasama pasien dengan prinsip-
prinsip yang di pelajari
3 Diskusikan tentang rencana diet,
penggunaan makanan tinggi serat
dan cara untuk melakukan
makandiluar rumah
Kesadaran tentang pentingnya
control diet akan membantu pasien di
dalam perencanaan atau menaati
program
4 Tekankan pentingnya
mempertahankan dosis obat, diet,
aktivitas, perasaan atau sensasi di
dalam tubuh
Membantu dalam menciptakan
gambaran nyata dari keadaan pasien
untuk melakukan control
penyakitnya dengan lebih baik dan
meningkatkan perawatan diri atau
kemandiriannya
5 Identifikasi gejala hemofili dan
jelaskan penyebabnya
Dapat meningkatkan deteksi dan
pengobatan lebih awal dan
menycegah kejadiannya
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah direncanakan di atas
15
5. Evaluasi
No. Dx Evaluasi
1 Nyeri berkurang, skala nyeri ringan (1-3)
2 Perfusi jaringan adekuat, tidak terjadi penurunan kesadaran, pengisian
kapiler baik, perdarahan teratasi
3 Klien dan keluarga memahami factor yang dapat terlibat dalam
kemungkinan cedera, menunjukkan perubahan perilaku untuk melindungi
diri dari cedera, dan mampu menciptakan lingkungan sesuai indikasi.
4 Pasien dapat mempertahankan ataupun meningatkan kekuatan dan fungsi
dari dan atau konpensasi bagian tubuh
5 pasien mengerti dan paham akan penyakit yang di deritanya.
16
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Hemofilia adalah penyakit pendarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah
yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh) (Nanda Nic-
Noc, 2013). Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki,karena mereka hanya mempunyai
satu kromosom X, sedangkan wanita umumnya sebagai pembawa sifat saja (carier). Namun,
wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan
ibu pembawa carrier dan bersifat letal.
Hemofilia berdasarkan etiologinya di bagi menjadi dua jenis:Hemofilia A disebabkan
karena kurangnya faktor pembekuan VIII, biasanya juga disebut dengan hemofilia klasik.
Hemofilia B di sebabkan karena kurangnya faktor pembekuan IX , hemofilia ini juga dikenal
dengan Cristmas Disease. Salah satu tanda dan gejala hemofilia adalah terjadinya perdarahan
pada jaringan, karena dapat dengan mudah mengalami perdarahan jika terjadi trauma sedikit
saja.
B. Saran
Melalui makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep dasar penyakit
hemofilia, serta mahasiswa mampu menerapkannya dalam praktik dilapangan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada pasien hemofilia. Bagi para pembaca diharapkan dapat
memanfaatkan makalah ini dengan sebaik – baiknya sebagai penambah ilmu pengetahuan.
17