hadharah dan madaniyah

4
HADHARAH DAN MADANIYAH Pendahuluan Kata Hadharah dan Madaniyah merupakan terminologi yang sering kita dengar belakangan ini. Dalam membahas terma hadharah secara umum maupun hadharah Islam secara khusus, sudah selayaknya untuk memahami terlebih dahulu makna yang ditunjukkan dua kata tersebut, terlebih lagi kata pertama; hadharah, sehingga pembaca memahami apa yang dimaksudkan mengenai makna tersebut ketika dituturkan. Adalah suatu hal yang tak terbantahkan bahwa pembatasan makna yang ditunjukkan oleh suatu istilah ketika dipergunakan adalah perkara yang sangat penting, sehingga tidak terjadi pengaburan makna bagi para pendengar atau pembaca. Pengertian Hadharah dan Madaniyah Dalam Lisan al ‘Arab, makna kata hadharah secara etimologis adalah al Iqamah fi al hadhar (berdomisili di kota). Adapun hadhar, hadlarah, hadhirah adalah antonim kata badiyah yang artinya kota, desa, sehingga ketika ada kata hadharah secara etimologis maka yang dimaksudkan adalah kebalikan dari pedalaman yaitu; tempat tinggal berupa kota atau desa. Akan tetapi penggunaan makna etimologis ini bukanlah yang dimaksudkan ketika berbicara mengenai hadharah dalam konteks pemikiran, sejarah dan politik kontemporer. Kata hadharah telah menjadi suatu terminologi baru yang menunjukkan arti yang berbeda dari arti bahasa. Pertumbuhan istilah ini bermula dari pembahasan di Eropa, ketika orang-orang Barat mempopulerkan penggunaan istilah civilization yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan hadharah atau madaniyah yang kemudian diartikan sebagai tersebarnya benda-benda dan hasil- hasil karya yang tersebar dengan cepat di masa sebelum abad 15 M yang kemudian diartikan juga sebagai masa kebangkitan. Hanya saja ungkapan ini berubah dari maknanya ke makna lain bersamaan dengan berlalunya waktu. Pada akhirnya dikatakan sebagai sesuatu yang dimiliki oleh suatu bangsa, masyarakat atau umat berupa warisan, kekhususan dan karya-karya yang membedakannya dengan masyarakat lain. M aka kemudian para sejarawan, pemikir dan pengarang berbicara mengenai hadharah seperti hadharah Mesir Kuno, Yunani, Sumeria, Romawi, Persia, China, India, Eropa abad pertengahan, hadharah Islam, dan hadharah Barat kini, komunis dsb. Dan berpindahlah istilah Barat ini ke bahasa Arab dengan menggunakan dua ungkapan yaitu hadharah dan madaniyah, dan digunakan untuk menunjukkan arti baru. Hanya saja, kemusykilan dalam istilah ini adalah bahwa sebagian besar orang yang menggunakan istilah ini memasukan segala sesuatu yang dimiliki masyarakat baik warisan ataupun hasil-hasil karya berupa pemikiran, hukum-hukum, prestasi-prestasi ilmiah dan benda-benda lainnya ke dalam makna hadharah tanpa memperhatikan hal-hal yang menjadi ciri khas masyarakat itu dan mana yang tidak. Ketika kita membahas Hadharah suatu masyarakat di antara masyarakat-masyarakat yang lain, sesungguhnya kita membahas mengenai metode menjalani kehidupan yang membedakan suatu masyarakat dari masyarakat yang lain. Amat gamblang, baik dulu maupun sekarang bahwa masing-masing masyarakat memiliki metode menjalani hidupnya tersendiri yang membedakannya dengan masyarakat yang lain, dan menjadikannya sebagai kelompok manusia yang memiliki kepribadian tertentu, corak, maupun identitas yang khusus. Metode inilah yang kemudian dikenal sebagai Hadharah. Oleh karena itu di dalam menggunakan maupun memberikan definisi atas istilah ini janganlah memasukkan hal-hal selain pendukung kepribadian masyarakat yang menjadikannya masyarakat khusus yang berbeda dengan yang lain dalam pola hidupnya. Maka janganlah memasukkan benda-benda dan sarana-sarana materi yang dipergunakan oleh masyarakat dalam urusan hidupnya, sementara, semuanya itu bukanlah hal yang membedakan ciri suatu masyarakat. Pabrik-pabrik, beraneka ragam mobil, kapal terbang dan semua prestasi kebendaan yang dihasilkan oleh suatu masyarakat, bukanlah hal yang memberi corak identitas suatu masyarakat. Masyarakat yang berpegang teguh pada Hadharahnya akan bersikap tegas terhadap hal-hal baru yang berdatangan baik berupa pemikiran, peraturan-peraturan dan pandangan hidup, meskipun pada waktu yang bersamaan mereka mengadopsi benda-benda dan sarana-sarana materi yang dihasilkan oleh suatu bangsa atau masyarakat selagi tidak bertentangan dengan Hadharahnya yang membentuk ciri khas masyarakat dalam kehidupannya. Bahkan kita bisa melihat bahwa sebuah negara maju yang memegang teguh hadharahnya senantiasa ingin beraliansi dengan negara lain untuk menyempurnakan penemuan-penemuannya, yaitu berupa inovasi, seni, tehnik, dan keilmuan karena semuanya itu merupakan sebab kekuatan yang senantiasa diincar oleh umat-umat yang maju untuk dikuasainya. Oleh karena itu tidaklah asing bagi kita bahwa masing-masing blok, Timur dan Barat pada waktu perang dingin antara pasukan komunis dan kapitalis, masing-masing saling berusaha mengungguli musuh dalam hal penemuan dan industri-industri. Bahkan terkadang keduanya sampai pada pencurian siasat perang dan teori-teori ilmiah perindustrian, tehnik dan kemiliteran. Hal ini menunjukkan bahwa penemuan dan inovasi benda-benda dan sarana materi ini bukanlah yang membentuk ciri khas dan identitas masyarakat. Adapun dalam perkara yang berhubungan dengan aqidah (keyakinan), ideologi, pendidikan, politik dsb masing-masing keduanya bersiap siaga terus menerus untuk berhadapan, adakalanya dengan membuat dinding yang tebal untuk menjaga masuknya pemikiran-pemikiran kepada masyarakatnya ada pula dengan propaganda anti lawan supaya bisa memobilisir para p emikir, pengarang, dan kritikus yang memperluas pemikiran-pemikiran baru untuk memukul, membantah dan memutarbalikkan fakta. Kesemuanya itu mewajibkan kita untuk memberi batasan antara istilah yang menunjukkan arti metode kehidupan dan identitas masyarakat, dengan kumpulan benda dan sarana-sarana yang terindera yang digunakan dalam urusan kehidupan, yang bersifat umum untuk suatu bangsa dan masyarakat. Kemudian oleh karena itu kita mengkhususkan kata hadharah untuk menunjukkan sesuatu yang menjadi ciri khas suatu masyarakat dan metode kehidupannya yang unik, sementara madaniyyah adalah kumpulan benda-benda dan sarana-sarana yang dipergunakan dalam urusan kehidupan. Dengan demikian perkara yang memberi corak khusus pada masyarakat adalah mafahim yang dipegangi oleh masyarakat tertentu. Tidak mungkin ada suatu yang bernama masyarakat kecuali dengan adanya individu-individu yang berinteraksi secara terus menerus. Adapun ciri dari interaksi di masyarakat inilah yang menentukan identitas dan kepribadian suatu masyrakat.

Upload: ahmad-harmoko

Post on 19-Jul-2015

107 views

Category:

Education


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hadharah dan madaniyah

HADHARAH DAN MADANIYAH

Pendahuluan

Kata Hadharah dan Madaniyah merupakan terminologi yang sering kita dengar belakangan ini. Dalam membahas terma hadharah secara umum maupun hadharah Islam secara khusus, sudah selayaknya untuk memahami terlebih dahulu makna yang ditunjukkan dua kata tersebut, terlebih

lagi kata pertama; hadharah, sehingga pembaca memahami apa yang dimaksudkan mengenai makna tersebut ketika dituturkan. Adalah suatu hal

yang tak terbantahkan bahwa pembatasan makna yang ditunjukkan oleh suatu istilah ketika dipergunakan adalah perkara yang sangat penting,

sehingga tidak terjadi pengaburan makna bagi para pendengar atau pembaca.

Pengertian Hadharah dan Madaniyah

Dalam Lisan al ‘Arab, makna kata hadharah secara etimologis adalah al Iqamah fi al hadhar (berdomisili di kota). Adapun hadhar, hadlarah,

hadhirah adalah antonim kata badiyah yang artinya kota, desa, sehingga ketika ada kata hadharah secara etimologis maka yang dimaksudkan adalah kebalikan dari pedalaman yaitu; tempat tinggal berupa kota atau desa.

Akan tetapi penggunaan makna etimologis ini bukanlah yang dimaksudkan ketika berbicara mengenai hadharah dalam konteks pemikiran,

sejarah dan politik kontemporer. Kata hadharah telah menjadi suatu terminologi baru yang menunjukkan arti yang berbeda dari arti bahasa. Pertumbuhan istilah ini bermula dari pembahasan di Eropa, ketika orang-orang Barat mempopulerkan penggunaan istilah civilization yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan hadharah atau madaniyah yang kemudian diartikan sebagai tersebarnya benda-benda dan hasil-

hasil karya yang tersebar dengan cepat di masa sebelum abad 15 M yang kemudian diartikan juga sebagai masa kebangkitan. Hanya saja

ungkapan ini berubah dari maknanya ke makna lain bersamaan dengan berlalunya waktu. Pada akhirnya dikatakan sebagai sesuatu yang dimiliki

oleh suatu bangsa, masyarakat atau umat berupa warisan, kekhususan dan karya-karya yang membedakannya dengan masyarakat lain.

Maka kemudian para sejarawan, pemikir dan pengarang berbicara mengenai hadharah seperti hadharah Mesir Kuno, Yunani, Sumeria,

Romawi, Persia, China, India, Eropa abad pertengahan, hadharah Islam, dan hadharah Barat kini, komunis dsb. Dan berpindahlah istilah Barat

ini ke bahasa Arab dengan menggunakan dua ungkapan yaitu hadharah dan madaniyah, dan digunakan untuk menunjukkan arti baru.

Hanya saja, kemusykilan dalam istilah ini adalah bahwa sebagian besar orang yang menggunakan istilah ini memasukan segala sesuatu yang

dimiliki masyarakat baik warisan ataupun hasil-hasil karya berupa pemikiran, hukum-hukum, prestasi-prestasi ilmiah dan benda-benda lainnya

ke dalam makna hadharah tanpa memperhatikan hal-hal yang menjadi ciri khas masyarakat itu dan mana yang tidak.

Ketika kita membahas Hadharah suatu masyarakat di antara masyarakat-masyarakat yang lain, sesungguhnya kita membahas mengenai metode

menjalani kehidupan yang membedakan suatu masyarakat dari masyarakat yang lain. Amat gamblang, baik dulu maupun sekarang bahwa

masing-masing masyarakat memiliki metode menjalani hidupnya tersendiri yang membedakannya dengan masyarakat yang lain, dan

menjadikannya sebagai kelompok manusia yang memiliki kepribadian tertentu, corak, maupun identitas yang khusus. Metode inilah yang kemudian dikenal sebagai Hadharah.

Oleh karena itu di dalam menggunakan maupun memberikan definisi atas istilah ini janganlah memasukkan hal-hal selain pendukung

kepribadian masyarakat yang menjadikannya masyarakat khusus yang berbeda dengan yang lain dalam pola hidupnya. Maka janganlah memasukkan benda-benda dan sarana-sarana materi yang dipergunakan oleh masyarakat dalam urusan hidupnya, sementara, semuanya itu

bukanlah hal yang membedakan ciri suatu masyarakat. Pabrik-pabrik, beraneka ragam mobil, kapal terbang dan semua prestasi kebendaan yang

dihasilkan oleh suatu masyarakat, bukanlah hal yang memberi corak identitas suatu masyarakat.

Masyarakat yang berpegang teguh pada Hadharahnya akan bersikap tegas terhadap hal-hal baru yang berdatangan baik berupa pemikiran, peraturan-peraturan dan pandangan hidup, meskipun pada waktu yang bersamaan mereka mengadopsi benda-benda dan sarana-sarana materi

yang dihasilkan oleh suatu bangsa atau masyarakat selagi tidak bertentangan dengan Hadharahnya yang membentuk ciri khas masyarakat dalam

kehidupannya. Bahkan kita bisa melihat bahwa sebuah negara maju yang memegang teguh hadharahnya senantiasa ingin beraliansi dengan

negara lain untuk menyempurnakan penemuan-penemuannya, yaitu berupa inovasi, seni, tehnik, dan keilmuan karena semuanya itu merupakan

sebab kekuatan yang senantiasa diincar oleh umat-umat yang maju untuk dikuasainya.

Oleh karena itu tidaklah asing bagi kita bahwa masing-masing blok, Timur dan Barat pada waktu perang dingin antara pasukan komunis dan

kapitalis, masing-masing saling berusaha mengungguli musuh dalam hal penemuan dan industri-industri. Bahkan terkadang keduanya sampai

pada pencurian siasat perang dan teori-teori ilmiah perindustrian, tehnik dan kemiliteran. Hal ini menunjukkan bahwa penemuan dan inovasi benda-benda dan sarana materi ini bukanlah yang membentuk ciri khas dan identitas masyarakat.

Adapun dalam perkara yang berhubungan dengan aqidah (keyakinan), ideologi, pendidikan, politik dsb masing-masing keduanya bersiap siaga

terus menerus untuk berhadapan, adakalanya dengan membuat dinding yang tebal untuk menjaga masuknya pemikiran-pemikiran kepada masyarakatnya ada pula dengan propaganda anti lawan supaya bisa memobilisir para p emikir, pengarang, dan kritikus yang memperluas

pemikiran-pemikiran baru untuk memukul, membantah dan memutarbalikkan fakta. Kesemuanya itu mewajibkan kita untuk memberi batasan

antara istilah yang menunjukkan arti metode kehidupan dan identitas masyarakat , dengan kumpulan benda dan sarana-sarana yang terindera

yang digunakan dalam urusan kehidupan, yang bersifat umum untuk suatu bangsa dan masyarakat.

Kemudian oleh karena itu kita mengkhususkan kata hadharah untuk menunjukkan sesuatu yang menjadi ciri khas suatu masyarakat dan metode

kehidupannya yang unik, sementara madaniyyah adalah kumpulan benda-benda dan sarana-sarana yang dipergunakan dalam urusan kehidupan.

Dengan demikian perkara yang memberi corak khusus pada masyarakat adalah mafahim yang dipegangi oleh masyarakat tertentu. Tidak

mungkin ada suatu yang bernama masyarakat kecuali dengan adanya individu-individu yang berinteraksi secara terus menerus. Adapun ciri dari

interaksi di masyarakat inilah yang menentukan identitas dan kepribadian suatu masyrakat.

Page 2: Hadharah dan madaniyah

Berdasarkan hal itu kita mengartikan hadharah sebagai sekumpulan mafahim (konsep) mengenai kehidupan. Sedang madaniyah, adalah benda-

benda atau sarana-sarana yang digunakan dalam berbagai urusan sehari-hari.

Menyikapi Hadharah dan Madaniyah Asing

Kita, umat Islam lebih perlu untuk membedakan antara hadharah dan madaniyah karena Islam menjadikan umatnya umat yang khas, hidup

dengan pola yang khas dan tersendiri dari pola kehidupan umat-umat yang lain. Hal itu karena masyarakat Islam tegak di atas asas aqidah yang bersumber dari wahyu Ilahi, yang terpancar darinya peraturan-peraturan yang sama. Islam mengatur interaksi antar manusia dalam masyarakat

Islami. Dengan demikian hadharah Islam yang terpancar dalam masyarakat Islam menjadi hadharah yang tersendiri, khas, luhur mengalahkan

semua peradaban- peradaban manusia yang lain.

Ketika istilah ini tidak ada pada masa-masa kebangkitan Islam maka kaum muslimin harus memisahkan secara praktis benda-benda dan sarana

yang boleh diadopsi baik berupa aqidah, filsafat, hukum maupun peraturan-peraturan yang lain.

Dewasa ini, bersamaan dengan tersebarnya istilah hadharah, interaksi peradaban, dan pergantian kebudayaan dihadapan perang hadharah dan tsaqafah yang datang dari Barat ke negeri muslim maka wajib bagi kita untuk memberikan pemahaman Islam sejelas-jelasnya mengenai hal

yang boleh diterima dan yang tidak boleh diterima. Termasuk hal-hal yang datang dari negara lain yang bermanfaat bagi umat Islam.

Hukum Hadharah

Hadharah tidak boleh diadopsi dari umat ataupun masyarakat yang lain karena hadharah umat Islam adalah sekumpulan ide-ide Islam mengenai kehidupan. Ide-ide ini terpancar dari pemikiran Islam maupun terbangun diatasnya. Islam, sebagai agama yang datang dari Allah yang

diwahyukan kepada Rasul saw tidak menerima percampuran dengan mazhab, peraturan, dan prinsip selain Islam. Islam juga terlepas dari klaim

penjiplakan atas hadharah lain. Tampak sangat jelas dalam sejarah bahwa hadharah Islam berbeda secara diametral dari semua hadharah yang

lain. Karena itu, umat Islam tidak boleh mencampur adukkan aqidahnya dengan aqidah, filsafat, maupun peraturan-peraturan selain Islam. Allah

berfirman:

“ Sesungguhnya telah datang kepadamu nur (cahaya) dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itu Allah menunjuki orang yang mengharapkan keridhaan-Nya kepada jalan selamat dan mengeluarkan mereka dari gelap gulita ke dalam terang benderang dengan izin-Nya

serta menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al Ma’idah [5]: 15-16).

“Ikutilah apa-apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu turuti wali (Tuhan-tuhan) lain selain-Nya. Sedikit sekali di

antaramu yang menerima peringatan.” (QS. Al A’raf [7] :3)

“Pada hari ini (Arafah) aku sempurnakan bagimu agamamu dan aku cukupkan untukmu nikmat-Ku dan aku ridhai Islam menjadi agamamu”

(QS. Al Ma’idah [5 ]:3)

Rasulullah bersabda :

“Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, seburuk-buruk perkara adalah

hal-hal yang baru, dan semua bid’ah itu sesat” (HR. Muslim, Kitab al Jum’ah :43)

Beliau juga bersabda:

“Sungguh kamu akan mengikuti aturan orang-orang sebelummu sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sampai andaikan mereka masuk

ke lobang biawak pun, pasti kalian akan mengikutinya. Maka sahabat bertanya:” Wahai Rosulullah, apakah mereka kaum Yahudi dan

Nasrani? Rasul saw menjawab : Siapa lagi “(HR. Muslim, Kitab al Aqdhiyah: 17)

Berdasarkan hal itu, kita tidak diperbolehkan mengambil filsafat dan aqidah kufur untuk diadopsi dan diambil manfaatnya meskipun boleh untuk

mempelajarinya sekedar untuk menolak dan mendebat para pengikutnya. Tidak boleh juga mengadopsi prinsip -prinsi liberal dan teori Marx,

hukum demokrasi, republik, kerajaan, diktator, dan sebagainya. Begitu pula mengambil sistem ekonomi kapitalisme, sosialisme dan sebagainya,

serta tidak boleh pula mengambil pandangan hidup kebebasan, eksitensialisme, feodalisme, marxisme, Hegelisme, dan sebagainya. Karena semua itu adalah mafahim mengenai kehidupan, alam dan manusia yang dihasilkan oleh akal manusia yang bertentangan dengan hadharah

Islam.

Page 3: Hadharah dan madaniyah

Hukum Madaniyah

Adapun madaniyah yang berarti sekumpulan benda-benda dan sarana-sarana materi yang dipergunakan dalam urusan kehidupan boleh diambil

dan dimanfaatkan selagi tidak berasal dari hadharah selain Islam ataupun bertentangan dengan hadharah Islam. Dia hanyalah produk manusia

yang netral, tidak menggambarkan suatu pandangan hidup maupun metode kehidupan, ataupun hadharah yang lain. Sebagai contoh, Rasul saw

mengambil uslub (tehnik) menggali parit dari persia pada perang Ahzab yang diusulkan Salman al Farisi ra. Begitu juga Umar ra,

beliau mengambil teori perkantoran dari persia, yaitu suatu sistem penghitungan harta dan manajemen kerja kantor. Begitu juga umat Islam pada masa kebangkitannya, mereka mengambil ilmu-ilmu dan hasil karya cipta yang dihasilkan oleh bangsa-bangsa terdahulu maupun yang

semasa dengan mereka, karena semua itu sesuai dengan kaidah syar’i yang mengatakan bahwa :

Al-ashlu fi al-asy-yaa` al-ibahah maa lam yarud daliil at-tahriim

“Asal hukum benda adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkan.”

Oleh karena itu kaum muslimin dewasa ini boleh mengadopsi sistem kemiliteran, hasil-hasil kerajinan yang dihasilkan oleh bangsa lain seperti kapal terbang, mobil, peralatan perang, alat-alat kedokteran, tehnik, laboratorium dan teori-teori ilmiah. Bahkan hal itu bisa menjadi wajib

ketika sarana-sarana itu menjadi sebab kekuatan sebagaimana firman Allah SWT :

“Persiapkan olehmu untuk melawan mereka kekuatan dan senjata apa saja” (QS Al-Anfal [8]:60)

Atau dapat juga dipahami, sarana-sarana itu wajib keberadaannya karena masuk dalam kategori “Ma la yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajib”.

Misalnya ketika pekerjaan pada institusi Daulah menuntut sistem kerja kantor menggunakan komputer atau dalam mengurusi urusan umat

dalam mengatur lalu lintas perhubungan dan pasar membutuhkan tehnik-tehnik modern maka boleh menggunakan tehnik dari negaraa lain

asalkan kesemuanya itu tidak berkaitan erat dengan hadharah bangsa lain.Ada pun jika sarana sarana itu bersumber pada hadharah selain Islam maka ia dianggap sebagai hadharah dan tidak boleh diambil dan dimanfaatkan seperti gambar wanita telanjang. Di negara Barat hal itu adalah

bentuk madaniyah yang berkaitan dengan hadharah Barat yang menunjukkan kemerosotan dan kerusakan akhlak yang berlabelkan kebebasan

segala hal. Hal itu haram diadopsi oleh umat Islam yang mengganggap wanita sebagai kehormatan yang wajib dijaga. Begitu pula pabrik

minuman keras, alat-alat penyembelihan binatang yang tidak sesuai dengan syari’at, pasar bursa yang tegak di atas uang riba dan sejenisnya.

Semuanya ini adalah sarana-sarana dan benda-benda yang dihasilkan oleh suatu hadharah selain Islam dan nyata-nyata bertentangan dengan Islam.

Hukum mengenai sarana-sarana dan juga benda-benda ini berlaku pula pada seni dan pakaian. Maka jika berkaitan erat dengan pandangan hidup

atau hadharah atau agama selain Islam maka hadharah itu tidak boleh diambil oleh kaum muslimin. Maka tidak boleh kaum muslimin mengenakan baju pendeta, paranormal dan sejenisnya karena umat Islam haram hukumnya menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil kuffaar).

Sabda Rasulullah SAW:

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia adalah bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Dawud)

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah mengatakan dalam syarahnya mengenai hadits ini :

“Hadits tersebut paling sedikit mengandung tuntutan keharaman menyerupai (tasyabbuh) kepada orang kafir, walaupun zhahir dari hadits tersebut menetapkan kufurnya bertasyabbuh dengan mereka…”

(Lihat Ali Belhaj, Ad Damghah Al Qawiyyah li Nasfi Aqidah Ad Dimuqrathiyah, hal. 19)

Kesimpulannya, hadharah adalah sekumpulan ide mengenai kehidupan yang haram bagi umat Islam untuk mengambil keseluruhannyanya

ataupun sebagiannya dari selain Islam karena Islam telah telah memberikan pada mereka (kaum muslimin) hadharah yang sempurna dan unik.

Adapun madaniyah adalah sekumpulan benda-benda dan sarana yang dipergunakan dalam urusan kehidupan yang bersifat umum bagi semua

manusia dan masyarakat, dan boleh bagi umat Islam untuk mengambilnya selagi tidak bertentangan dengan Islam dan hadharahnya.

Menyikapi Peradaban Barat dan Peradaban Komunisme

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka kaum muslimin tidak boleh mengambil peradaban Barat, beserta segala peraturan dan undang-undang yang terlahir darinya. Sebab, peradaban tersebut bertentangan dengan peradaban Islam. Kecuali peraturan dan undang-

undang administratif yang bersifat mubah dan boleh diambil, sebagaimana Umar bin Khaththab telah mengambil peraturan administrasi

perkantoran dari Persia dan Romawi.

Peradaban Barat berdiri di atas aqidah pemisahan agama dari kehidupan, serta pemisahan agama dari negara.Sementara peradaban Islam berlandaskan pada Aqidah Islamiyah, yang telah mewajibkan pelaksanaan kehidupan bernegara berdasarkan perintah dan larangan Allah, yakni

hukum-hukum syara’.

Peradaban Barat berdiri di atas asas manfaat (utilitarisnisme/pragmatisme), dan menjadikannya sebagai tolok ukur bagi seluruh perbuatan. Dengan demikian, peradaban Barat adalah peradaban yang hanya mempertim-bangkan nilai manfaat saja, serta tidak memperhi-tungkan nilai

apa pun selain nilai manfaat yang bersifat materialistik. Karena itu, dalam peradaban Barat tidak akan dijumpai nilai kerohanian, nilai akhlak,

dan nilai kemanusiaan.

Sementara itu peradaban Islam berdiri di atas landasan rohani (spiritual), yakni iman kepada Allah, dan menjadikan prinsip halal-haram sebagai

tolok ukur seluruh perbuatan manusia dalam kehidupan, serta mengendalikan seluruh aktivitas dan nilai berdasarkan perintah dan larangan

Page 4: Hadharah dan madaniyah

Allah.Peradaban Barat menganggap kebahagiaan adalah memberikan kenikmatan jasmani yang sebesar-besarnya kepada manusia dan segala

sarana untuk memperolehnya.

Sementara itu peradaban Islam menganggap kebahagiaan adalah diraihnya ridla Allah SWT. Peradaban tersebut mengatur pemenuhan

kebutuhan naluri dan jasmani manusia berdasarkan hukum-hukum syara’.

Atas dasar itulah, maka kaum muslimin tidak boleh mengambil sistem pemerintahan demokrasi, sistem ekonomi kapitalisme, dan sistem kebebasan individu yang ada di negara-negara Barat. Dengan demikian, kaum muslimin tidak boleh mengambil konstitusi dan undang-undang

demokrasi, sistem pemerintahan kerajaan dan republik, bank-bank ribawi, dan sistem bursa dan pasar uang internasional. Kaum muslimin tidak

boleh mengambil semua peraturan ini karena semuanya merupakan peraturan dan undang-undang kufur yang sangat bertentangan dengan

hukum dan peraturan Islam.

Sebagaimana tidak boleh mengambil peradaban Barat beserta segenap ide dan peraturan yang terlahir darinya, maka kaum muslimin juga

tidak boleh mengambil peradaban/kultur komunisme. Sebab, peradaban ini juga bertentangan dengan peradaban Islam secara menyeluruh.

Peradaban komunisme berdiri di atas suatu aqidah yaitu bahwa tidak ada pencip ta terhadap alam semesta ini, dan bahwa materilah yang menjadi

asal usul segala benda. Seluruh benda di alam semesta ini dianggapnya berasal dari materi melalui jalan evolusi materi.Sedangkan peradaban

Islam berdiri di atas prinsip bahwa Allah sajalah yang menjadi pencipta alam semesta ini, dan bahwa seluruh benda yang ada di alam semesta

merupakan makhluk Allah SWT. Allah telah mengutus para nabi dan rasul dengan membawa agama-Nya kepada umat manusia dan mewajibkan

mereka untuk mengikuti perintah dan larangan-Nya yang telah diturunkan kepada mereka.Peradaban komunisme menganggap bahwa peraturan hanya diambil dari alat-alat produksi. Masyarakat feodal menggunakan kapak sebagai alat produksinya, maka dari alat tersebut diambil

peraturan feodalisme. Dan jika masyarakat itu berkembang menjadi masyarakat kapitalisme, maka mesin menjadi alat produksi, dan dari alat ini

diambil peraturan kapitalisme. Jadi peraturan komunisme diambil dari evolusi materi.Sedangkan peradaban Islam, menganggap bahwa Allah

SWT telah menetapkan suatu peraturan bagi manusia untuk dilaksanakan dalam hidupnya, dan mengutus Sayyidina Muhammad SAW untuk

membawa peraturan ini, dan Rasul telah menyampaikan peraturan tersebut kepada manusia, dan mewajibkan mereka untuk melaksanakannya.

Peradaban komunisme memandang bahwa peraturan materi adalah tolok ukur dalam kehidupan. Dengan berkembangnya peraturan materi

tersebut, maka berkembanglah tolok ukur dalam kehidupan.

Sementara itu peradaban Islam memandang halal-haram —yakni perintah dan larangan Allah— sebagai tolok ukur perbuatan dalam kehidupan.

Yang halal dikerjakan, dan yang haram ditinggalkan. Dan bahwasanya hukum-hukum ini tidak akan berevolusi dan atau berubah. Prinsip halal-

haram ini juga tidak akan ditetapkan berdasarkan asas manfaat ataup un materialisme, malinkan ditetapkan atas dasar syara’ semata. Dari sinilah

jelas terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara peradaban komunisme dan peradaban Islam. Dengan demikian, kaum muslimin tidak

boleh mengambil peradaban komunisme beserta segala ide dan peraturan yang berasal darinya.

Karenanya, kaum muslimin tidak boleh mengambil ide evolusi materi, ide penghapusan kepemilikan individu, penghapusan kepemilikian pabrik

dan alat produksi, dan penghapusan kepemilikan tanah bagi individu. Begitu pula kaum muslimin tidak boleh mengambil ide mempertuhankan

manusia, ide menyembah manusia, dan seluruh ide atau peraturan dari peradaban yang atheistik ini. Sebab, semuanya adalah ide dan peraturan kufur yang bertentangan dengan Aqidah Islam serta ide-ide dan hukum-hukum Islam.

Peradaban Barat : Membawa Derita

Jika kita melihat selintas saja pada hadlarah Barat yang berkuasa di dunia dewasa ini, maka kita dapati bahwa hadlarah ini tidak mampu

menjamin ketenangan dan ketenteraman manusia. Malah sebaliknya, hadlarah ini telah menyebabkan kesengsaraan yang diderita oleh seluruh dunia. Hadlarah yang dasarnya memisahkan agama dari kehidupan, yang bertentangan dengan fitrah manusia, dan tidak memandang aspek

spritual sedikit pun dalam kehidupan umum, memandang bahwa kehidupan dunia sebagai manfaat belaka, serta menjadikan hubungan sesama

manusia berdasarkan pada manfaat saja. Hadlarah semacam ini tidak menghasilkan apa-apa selain kesengsaraan dan keresahan yang terus-

menerus. Sebab, selama manfaat dijadikan asas, akan mengakibatkan perselisihan dan baku hantam dalam memperebutkannya serta membina

hubungan sesama manusia dengan mengandalkan kekuatan, menjadi sesuatu yang wajar.

Oleh karena itu, penjajahan merupakan hal yang wajar bagi penganut hadlarah ini. Akhlak pun menjadi guncang. Sebab, hanya manfaat saja

yang tetap menjadi asas kehidupan. Dengan demikian, wajarlah jika akhlak telah tergeser dari kehidupan masyarakat Barat, sama halnya dengan

tergesernya nilai-nilai kerohanian. Bahkan menjadi wajar pula bila kehidupan ini berjalan atas dasar persaingan, permusuhan, baku hantam, dan penjajahan. Adanya krisis kerohanian dalam diri manusia, keresahan yang kronis, serta kejahatan yang merajalela di seluruh dunia merupakan

bukti nyata dari dampak hadlarah Barat. Sebab, hadlarah inilah yang kini berkuasa di seluruh dunia, dialah yang menimbulkan berbagai

dampak yang berbahaya dan membahayakan kelangsungan hidup umat manusia.

Namun apabila kita mengamati hadlarah Islam yang pernah berkuasa di dunia sejak abad VI hingga akhir abad XVIII M, kita dapati betapa hadlarah ini belum pernah menjadi penjajah karena memang bukan tabiatnya untuk menjajah. Hadlarah ini tidak membedakan antara kaum

muslimin dengan yang lainnya. Dengan demikian, keadilan terjamin bagi seluruh bangsa yang pernah tunduk di bawahnya selama masa

kekuasaan Islam. Karena hadlarah ini berdiri atas dasar ruh yang berusaha mewujudkan seluruh nilai-nilai kehidupan, baik itu nilai materi,

spiritual, moral, maupun kemanusiaan; disamping menjadikan aqidah sebagai titik perhatian dalam hidup ini. Kehidupan pun dipandang sebagai

kehidupan yang berjalan sesuai dengan perintah Allah dan larangan-Nya. Adapun kebahagian hidup adalah dengan meraih keridlaan Allah SWT. Apabila hadlarah Islam kembali berkuasa di dunia ini sebagaimana pada masa sebelumnya, tentu hadlarah ini akan mampu menangani berbagai

krisis yang melanda dunia dan akan mampu menjamin kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. [ ]