gullian bare
TRANSCRIPT
Case Report Session
Sindroma Guillain-barre
OLEH
Tia Amalia Puti (07923022)
Preseptor :
Prof.DR.dr.Darwin Amir Sp.S (K)
Dr.Syarif Indra ,Sp.S
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
2014
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Sindroma Guillain-barre (SGB) adalah suatu jenis poliradikuloneuropati yang progesif
dan akut dengan gejala kelemahan, parestesia dan hiporefleksia, yang biasanya terjadi setelah
suatu febris atau infeksi virus. Penyakit ini digambarkan dengan kelumpuhan motorik yang
progesif dan berjalan asenden, disertai protein yang meninggi dan sel yang normal (disosiasi
sitoalbuminik) pada likuor serebrospinalis. Setelah polio, GBS ini adalah yang paling sering
ditemukan sebagai penyebab dari paralisis akut neuromuskuler.
EPIDEMIOLOGI
Sindroma Guillain-Barre menyerang 1-4 per 100.000 populasi di dunia per tahun. Dapat
menyerang semua kelompok usia. Namun usia yang sering terkena adalah usia 30-50 tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, perbandingan pria dan wanita 1,5 : 1. Di Amerika Serikat insiden
SGB berkisar antara 0,4 – 2,0 /100.000 orang/ tahun, tidak diketahui jumlah kasus terbanyak
menurut musim yang ada di Amerika Serikat. Di dunia angka kejadian sama yakni 1 – 3 per
100.000 orang per tahun untuk semua iklim dan sesama suku bangsa, kecuali di China yang
dihubungkan dengan musim dan infeksi Campylobacter memiliki predileksi pada musim panas.
ETIOLOGI
SGB bukan penyakit yang menular. Penyebabnya hingga kini masih belum diketahui pasti. Penyakit ini dikaitkan dengan riwayat infeksi saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Dibawah ini adalah beberapa keadaan yang mendahului SGB:
1. Campylobacter jejuni
2. Cytomegalovirus (CMV)
3. Mycoplasma
4. Zoster
5. Human Immunodeficiency Virus (HIV)
6. Epstein-Barr Virus (EBV)
PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang terjadi pada penyakit ini adalah autoimun. Dimana terjadi aktivasi
komplemen saat terjadi infeksi di dalam tubuh. Respon imun yang salah terhadap antigen asing
tubuh sendiri yang terjadi pada serabut saraf perifer dengan target organ gangliosida.
GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala kelemahan motorik terjadi dengan cepat, tetapi progresifitasnya akan berhenti setelah berjalan selama 4 minggu, lebih kurang 50% akan terjadi kelemahan menjelang 2 minggu, 80% menjelang 3 minggu, dan lebih dari 90% selama 4 minggu.
1. Kelainan Motorik
Manifestasi utama adalah kelemahan otot-otot tubuh yang berkembang secara simetris
atau tidak simetris (jarang) sepanjang waktu dalam beberapa hari atau minggu. Kelumpuhan
dapat ringan dan terbatas pada kedua tungkai saja dan dapat pula terjadi paralysis total keempat
anggota gerak terjadii secara cepat, dalam waktu kurang dari 72 jam. Umumnya kelemahan
dimulai dari tungkai bawah lalu meluas ke tubuh, otot-otot interkostal, leher dan otot-otot wajah
atau kranial yang terkena belakangan (Paralisis Ascendens). Biasanya yang mengalami
kelemahan lebih berat pada daerah distal dibandingkan proksimal..
Kelemahan otot dapat berkembang sangat cepat sehingga atrofi otot tidak terjadi. Tonus otot
menurun, refleks-refleks tendon menurun atau hilang, tidak terdapat refleks patologik. Refleks
kulit superfisial masih tetap ada atau sedikit mengalami penurunan.
Bila kelemahan meluas sampai mengenai saraf otak, maka terjadi kelemahan otot-otot kranial
yang memperlihatkan gejala disfagi, disartri, facial plegi, diplopia. Bila kelemahan memberat
dapat terjadi kelumpuhan motorik total sehingga menyebabkan gagal nafas dan kematian.
2. Kelainan Sensorik
Adanya parestesi (kesemutan) pada bagian distal anggota tubuh bawah yang dapat
terjadi bersamaan dengan kelemahan otot. Sebagian besar kesemutan ini didapat kaki dan
kemudian baru tangan. Kadang-kadang terdapat penurunan rasa raba dan nyeri pada
distribusi ”glove” dan ”stocking”. Rasa nyeri biasanya jarang dan muncul belakangan.
Nyeri dapat terlokalisasi pada punggung, paha bagian posterior dan bahu. Nyeri
mungkin diperkirakan sebagai akibat dari inflamasi dan edema atau karena mionekrosis,
karena serum kreatin kinase sering meningkat pada penderita yang mengalami nyeri
berat. Kram otot dan otot sering lembek bila diraba.
3. Kelainan Otonom
Gejala yang timbul mempunyai bentuk sesuai dengan saraf otonom yang rusak,
dapat berupa penurunan fungsi simpatis atau parasimpatis atau menunjukan salah satu
fungsi yang berlebihan. Gangguan yang tampak berupa :
Sinus takhikardia bahkan sampai terjadi aritmia jantung. Postural Hipotensi ( Merupakan gejala pokok ). Penurunan tekanan sistolik pada pembuluh darah. Karena hilangnya sistem simpatik pada refleks pembuluh darah atau gangguan sistem
aferen dari arteriol baroreseptor. Gejala Hipertensi.
Diduga ada kaitannya dengan peningkatan aktivitas renin - angiostensin.
Inkontinensia urine atau Retensio urine.
Gangguan fungsi kandung kencing mungkin oleh karena gangguan pada otot sfingter, tetapi sangat jarang dan bersifat sementara.
Hilangnya fungsi kelenjar keringat. Flushing pada wajah ( kemerahan )
Proses penyembuhan biasanya dimulai setelah 2-4 minggu terhentinya progesifitas klinik.
Namun demikian, proses penyembuhan bisa tertunda selama 4 bulan. Secara klinis banyak
penderita yang bisa sembuh secara fungsional.
DIAGNOSIS
Anamnesis
1. Merasa mati rasa (parestesi) pada ujung-ujung anggota gerak tubuh (ekstremitas), seperti tangan dan atau kaki
2. Kelumpuhan anggota gerak tubuh, biasanya dimulai dari anggota gerak bawah, menjalar ke badan, anggota gerak atas
3. Riwayat infeksi virus 2-4 minggu sebelumnya
4. Nyeri setelah aktivitas fisik
Pemeriksaan Fisik
1. Penurunan kekuatan hingga kelumpuhan anggota gerak. Dimulai dari distal ke proximal. Refleks fisiologis menurun.
2. Gloves and stocking signs. Pemeriksaan sensibiltas terdapat gangguan.
3. Abnormalitas nervi kranialis terutama N.VII yaitu kelemahan otot wajah.
4. Gangguan saraf otonom seperti takikardi, aritmia jantung, hipotensi postural serta sekresi keringat yang abnormal
Pemeriksaan Laboratorium:
- Punksi Lumbal
Hasil analisa CSS normal dalam 48 jam pertama, kemudian diikuti kenaikan kadar protein CSS pada minggu II tanpa atau disertai sedikit kenaikan lekosit (albuminocytologic dissociation).
Pemeriksaan Elektrofisiologi:
- EMG dan Kecepatan Hantaran Saraf (KHS):
Minggu I: terjadi pemanjangan atau hilangnya F-response (88%), prolong distal latencies (75%), blok pada konduksi (58%) dan penurunan kecepatan konduksi (50%). Minggu II: terjadi penurunan potensial aksi otot (100%), prolong distal latencies (92%) dan penurunan kecepatan konduksi (84%).
Pemeriksaan Radiologi:
- MRI: Sebaiknya MRI dilakukan pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala SGB. Pemeriksaan MRI dengan menggunakan kontras gadolinium memberikan gambaran peningkatan penyerapan kontras di daerah lumbosakral terutama di kauda equina. Sensitivitas pemeriksaan ini pada SGB adalah 83%.
-
DIAGNOSIS BANDING
• Poliomielitis
• Miositis akut
PENATALAKSANAAN
1. Intravenous Imunoglobulin (IVIG) 0,4 g/KgBB/hari IV, selama 5 hari. Perbaikan klinis mulai tampak setelah hari ke 2-3. Terapi ini dapat menurunkan beratnya penyakit dan mempersingkat lamanya sakit.
2. Plasmafaresis dilakukan 4-5 kali dalam waktu 7-10 hari (hati-hati dapat terjadi hiperkalsemia, perdarahan karena kelainan pembekuan darah dan gangguan otonom).
3. Dexamethasone 0,5 mg/Kg/hari dibagi dalam 3 dosis.
4. Rehabilitasi medis diperlukan pada penderita yang sakit lama.
5. Alat bantu pernafasan (respirator): apabila terjadi kelumpuhan pada otot-otot pernafasan.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien laki-laki berusia 40 tahun dirawat di bangsal Saraf RSUP Dr.M.Djamil Padang sejak 19April 2014 dengan :
Keluhan Utama
Kelemahan keempat anggota gerak
Riwayat Penyakit Sekarang
- Kelemahan keempat anggota gerak sejak 2 minggu yang lalu. Kelemahan diawali pada
tungkai kiri. Muncul secara tiba-tiba saat pasien sedang beraktivitas, pasien langsung tidak bisa
berjalan. Kelemahan tidak disertai dengan penurunan kesadaran. Kelemahan tungkai kiri diikuti
dengan kelemahan pada tungkai kanan serta lengan kanan dan kiri pada waktu yang bersamaan
dalam 24 jam. Kelemahan dirasakan lebih berat di ujung-ujung anggota gerak tubuh seperti
tangan dan kaki. Kelemahan disertai rasa baal dan kesemutan di ujung-ujung tangan dan kaki.
Kelemahan tidak membaik dengan istirahat.
- Riwayat batuk-batuk disangkal
- Riwayat sesak nafas disangkal
- Buang air besar biasa
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan kelemahan seperti ini sebelumnya
- Demam 20 hari yang lalu selama 2 hari. Demam tidak tinggi dan tidak menggigil. Demam hilang dengan obat dari dokter. Pasien lupa nama obatnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang wiraswasta
Riwayat merokok tidak ada, riwayat minum kopi tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Tinggi Badan : 156 cm
Kesadaran : GCS15 (E 4V 6M5) Berat Badan : 56 kg
Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
Frekuensi nadi : 96x/menit
Frekuensi nafas : 22x/menit
Suhu : 36,90C
Status Internus
Kulit : tidak ada kelainan
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Kepala : Wajah simetris
KGB : Tidak ada pembesaran
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Telinga : Pendengaran baik
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak hiperemis
Mulut : caries tidak ada
Leher : Jugular Venous Pressure 5-2 cmH2O
Thorax
Paru : Inspeksi : normochest,simetris kanan dan kiri ,statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi: suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung : Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba pada 1 jari medial linea midklavikularis sinistra RIC
V
Perkusi : Batas jantung kanan : linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : 1 jari medial linea midklavikularis RIC V
Batas jantung atas : Linea parasternalis RIC II
Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, HR 96x/i, bising tidak ada, gallop tidak ada, M1>M2, P1<A2
Abdomen : Inspeksi : perut tidak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi: bising usus (+) normal
Punggung : deformitas tidak ada
Status Neurologikus
• Tanda perangsangan selaput otak
Kaku kuduk : - Brudzinsky II : -
Brudzinsky I : - Kernig : -
• Tanda peningkatan Tekanan Intra Kranial
Muntah proyektil -
Sakit kepala progresif -
Pupil isokor Ø ukuran 3 mm/3mm
• Nervi Kranialis
N.I : Penghiduan baik
N.II : Penglihatan baik
N.III, IV, VI : Bola mata baik dan bisa digerakkan ke segala arah
N.V : membuka mulut (+), mengunyah (+), mengigit (+), refleks kornea
+/+
N.VII : bisa menutup mata sempurna, menggerakkan dahi dan bersiul
N.VIII : pendengaran baik
N.IX : refleks muntah (+)
N.X : bisa menelan, artikulasi baik
N.XI : bisa menoleh dan mengangkat bahu kanan dan kiri
N.XII : kedudukan lidah normal, deviasi lidah (-), tremor (-)
• Motorik
Kekuatan 344/443
444/222
Tonus : eutonus
Trofi : eutrofi
• Sensorik
Stocking and gloves phenomenon (-)
Nyeri : +
Sensibilitas : tidak ditemukan kelainan
• Fungsi Otonom
Miksi : normal terkontrol
Defekasi : normal terkontrol
Sekresi keringat: dalam batas normal
• Refleks fisiologis
Biseps : +/+ Dinding perut : +
Triseps: +/+ APR : +/+
KPR : +/+
• Reflex patologis
Babinsky : -/- Chadok : -/-
Opppenheim : -/- Gordon : -/-
Schaefer : -/- Hoffman : +/+
• Fungsi luhur
Tidak terganggu
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Na+ : 139 mMol/L K+ : 4,6 mMol/L Cl- : 99 mMol/L
DIAGNOSA
Diagnosis Klinik : Sindroma Guillain-Barre
Diagnosis Topik : Radiks
Diagnosis Etiologi : Autoimun
Diagnosis Sekunder : -
DIAGNOSIS BANDING
Myositis
Poliomyelitis
PENATALAKSANAAN
Umum : Diet Makanan Biasa
Fisioterapi
Khusus: Kortikosteroid : metil prednisolon 4x125 mg iv
Antihistamin-H2 Bloker : ranitidine 2x50mg iv
Neurotropik : metycobal 1x1 amp iv, bio ATP 3x1 tab
RENCANA PEMERIKSAAN SELANJUTNYA
Darah : rutin : Hb, Ht, Leukosit, Trombosit
: kimia klinik : Gula darah, Total kolesterol, HDL, LDL, Trigliserida, Asam urat,
ureum, kreatinin
Rontgen foto servikal posisi AP, Lateral, Oblique
Lumbal Punksi
Elektromyografi (EMG)
PROGNOSIS
Quo Ad Sanam : dubia et bonam
Quo Ad Vitam : dubia et bonam
Quo Ad Functionam : dubia et bonam
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 40 tahun dirawat di bangsal Saraf RSUP
Dr.M.Djamil Padang dengan diagnosis klinik Sindroma Guillain Barre, diagnosis topik di radiks
dan diagnosis etiologi autoimun.
Diagnosis Sindroma Guillain Barre ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pada anamnesis diketahui pasien merasakan kelemahan pada kedua lengan dan tungkai.
Kelemahan bersifat ascendens dimana kelemahan dirasakan lebih dulu pada tungkai kemudian
dalam 24 jam berikutnya kelemahan dirasakan di kedua lengan. Bagian tangan dan kaki
dirasakan lebih lemah dibandingkan lengan maupun tungkai. Kelemahan yang dialami tanpa
diserrtai penurunan kesadaran. Kelemahan disertai rasa baal dan kesemutan di ujung tangan dan
kaki. Sebelum kelemahan terjadi, pasien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi dan tidak
menggigil.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kekuatan tungkai kiri dari proksimal 2, media 2 dan distal 2.
Pada tungkai kanan kekuatan pada bagian proximal 4, media 4, distal 4. Kekuatan kedua lengan
dari proximal 4, media 4 dan distal 3 yang eutonus dan eutrofi. Sedangkan untuk gangguan
sensorik dan otonom tidak didapatkan pada pasien ini.
Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah fisioterapi untuk memperbaiki activities
daily living (ADL). Penatalaksanaan secara khusus adalah dengan pemberian kortikosteroid
untuk mendapatkan efek anti inflamasi pada mielin. Kemudian pemberian AH-2 bloker untuk
mengurangi efek samping gastrointestinal pada pemberian kortikosteroid. Obat berikutnya
adalah neurotropik untuk nutrisi dan pertumbuhan jaringan saraf seperti metycobalamin dan bio
ATP.