grace wuaten
DESCRIPTION
co dalam darahTRANSCRIPT
-
1
Pendahuluan
Permasalahan terhadap penyakit
menular masih tetap dirasakan, terutama
oleh penduduk di negara yang sedang
berkembang. Penyakit menular adalah
penyakit yang disebabkan oleh sejenis
mikroba atau jasad renik. Mikroba ini
berada dalam tubuh manusia dalam rangka
melangsungkan keturunannya agar tidak
punah keberadaannya, namun dalam
melangsungkan kehidupannya mikroba ini
menggunakan cara merusak sel-sel atau
organ tubuh manusia. Saat ini salah satu
penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan penting dewasa ini
yaitu Tuberculosis (TB) Paru (Achmadi,
2008).
Menurut laporan World Health
Organisation (WHO) tahun 2004
menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus
baru Tuberkulosis pada tahun 2002 dimana
3,9 juta adalah kasus dengan BTA (Basil
Tahan Asam) positif dengan 1,9 juta
kematian setiap tahun (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2002).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesda) tahun 2010 Periode Prevalence
TB paru pada penduduk dengan umur 15 tahun per Provinsi, Sulawesi Utara
menempati urutan ketiga periode
prevalence TB terbesar dengan jumlah
1.221 per 100.000 penduduk, setelah
Papua diurutan pertama dengan jumlah
1.441 per 100.000 penduduk dan Banten di
urutan ke dua dengan jumlah 1.282 per
100.000 penduduk (Riskesdas, 2010).
Tuberkulosis paru adalah penyakit
menular langsung yang di sebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya (Depkes, 2007). Faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit TB
paru, antara lain kondisi sosial ekonomi,
umur, jenis kelamin, status gizi dan
kebiasaan merokok (Zainul, 2009).
WHO menyatakan tembakau
menyebabkan kematian lebih dari lima juta
orang per tahun dan diproyeksikan akan
menyebabkan kematian 10 juta orang
sampai tahun 2020. Lembaga demografi
Universitas Indonesia mencatat, angka
kematian akibat penyakit yang disebabkan
rokok tahun 2004 adalah 427.948 jiwa,
berarti 1.172 jiwa per hari atau sekitar
22.5% dari total kematian yang terjadi di
Indonesia (Bustan, 2007). Menurut hasil
data Riskesda 2010, prevalensi perokok
umur 15 tahun per Provinsi, Sulawesi Utara tidak masuk dalam kelompok lima
besar. Jumlah perokok di Sulawesi Utara
total berjumlah 36,2% dengan jumlah
perokok setiap hari 29,1% dan perokok
kadang-kadang berjumlah 7,1%
(Riskesdas, 2010).
Walaupun merokok bukanlah
penyebab utama terjadinya penyakit TB
paru, namun kebiasaan merokok yang sulit
untuk dihentikan bisa menimbulkan
masalah bagi kesehatan perokok itu sendiri
dan orang-orang disekitarmya. Kebiasaan
merokok yang sulit dihentikan dapat
merusak mekanisme pertahanan paru
sehingga memudahkan masuknya kuman
penyakit, seperti kuman penyakit TB.
Menurut Doll dan Hill, dua orang peneliti
terkenal asal Inggris, membagi hubungan
antara penyakit dan kebiasaan merokok
menjadi dua, yaitu penyakit yang di
sebabkan oleh merokok dan penyakit yang
mungkin sebagian disebabkan oleh
merokok, dimana salah satunya adalah
penyakit TB Paru. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Hsien-Ho Lin dan timnya
dari Harvard School of Public Health,
Amerika Serikat tahun 2009. Lin
menyatakan adanya hubungan antara
kebiasaan merokok, perokok pasif, dan
polusi udara di dalam ruangan dari kayu
bakar dan batu bara terhadap risiko infeksi,
penyakit, dan kematian akibat TBC (PPTI,
2010). Studi epidemiologi di Afrika
Selatan didaptka 50% kematian akibat
infeksi TB berhubungan dengan merokok.
Studi ini menunjukka perokok atau bekas
perokok mempunyai resiko lebih tinggi
terjadi infeksi Microbacterium
Tuberkulosis dibanding yang bukan
perokok. Alcaide, dkk mendapatkan
hubungan antara jumlah rokok per hari
terhadap terjadinya infeksi
Myceobacterium Tuberkulosis,
mekanismenya tidak diketahui tapi
diperkirakan nikotin pada asap rokok
-
2
menurunkan respons imun. Merokok
dalam jangka waktu yang panjang
berhubungan dengan perubahan makrofag
dan limfosit (Amu, 2007).
Penderita penyakit Tuberkulosis Paru
di Kota Manado yang paling tinggi berada
di Puskesmas Tuminting dari 15
Puskesmas yang ada di wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kota Manado. Pada tahun
2010 jumlah penderita TB paru (+)
tertinggi berada di Puskesmas Tuminting
dengan jumlah 163 orang dan yang paling
rendah di Puskesmas Tongkeina dengan
jumlah 9 orang (Dinkes Kota Manado,
2010). Pada tahun 2011 terjadi
peningkatan jumlah penderita TB paru,
dimana untuk jumlah terbanyak masih di
wilayah Puskesmas Tuminting dengan
jumlah penderita TB (+) 236 orang dan
terendah di Puskemas Tongkaina dengan
jumlah penderita TB (+) 12 orang (Dinkes
Kota Manado, 2011).
Berkaitan dengan latar belakang diatas,
maka peneliti terdorong untuk melakukan
penelitian apakah terdapat hubungan antara
kebiasaan merokok dengan penyakit TB
paru di wilayah kerja Puskesmas
Tuminting.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan ada lah
metode survei analitik dengan pendekatan
case control. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien penderita TB paru
dan yang bukan penderita TB paru yang
melakukan pengobatan di Puskesmas
Tuminting. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 60 responden dengan 30
responden kelompok kasus dan 30
responden kelompok kontrol. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah penyakit
Tuberkulosis Paru. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah kebiasaan merokok
yang meliputi perilaku merokok, jumlah
rokok yang dihisap, frekuensi merokok,
lama merokok dan jenis rokok. Data
dianalisis secara Analisis univariat
bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian. Analisis univariat bisa
menggambarkan karakteristik responden
berdasarkan frekuensi dan distribusinya.
Analisis Bivariat digunakan untuk
mengetahui hubungan variabel bebas
dengan variabel terikat dengan
menggunakan Uji chi square dan Fisher
Exact.
Hasil Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa pada karakteristik umur
diketahui bahwa paling banyak responden
(26,7%) berada pada kelompok umur 45 54 tahun, disusul dengan reponden
(23,3%) pada kelompok umur 25 34 tahun, selanjutnya responden (20%) pada
kelompok umur 35 44 tahun, responden berikutnya (16,7%) berada pada kelompok
umur 55 tahun dan yang paling sedikit responden (13,3%) berada pada kelompok
umur 15 24 tahun. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, diketahui
bahwa paling banyak responden (63,3%)
yang ikut dalam penelitian ini adalah Laki
laki sedangkan responden terkecil (36,7%) yang ikut dalam penelitian ini
adalah perempuan.
Distribusi responden berdasarkan
kelurahan atau tempat tinggal, diketahui
bahwa sebagian besar responden (20%)
berdomisili di kelurahan Sindulang 1,
responden selanjutnya (15%) adalah
reponden yang bertempat tinggal di
kelurahan Tuminting dan Mahawu,
berikutnya responden yang tinggal di
kelurahan Tumumpa 2 (11,7%), responden
yang bertempat tinggal di kelurahan
Maasing (10%), Sumompo (8,3%), Karang
Ria (6,7%), disusul responden (5%)
masing-masing di kelurahan Sindulang 2
dan Kampung Islam dan yang terakhir
adalah responden yang bertempat tinggal
di Tumumpa 1 (3,3%).
Berdasarkan pekerjaan, diketahui
bahwa responden dengan presentase
terbanyak (20%) adalah responden pekerja
swasta/karyawan, selanjutnya presentase
responden kedua terbanyak (16,7%)
bekerja sebagai sopir, diikuti presentase
responden (15%) yaitu responden yang
bekerja sebagai Buruh, disusul responden
(13,3%) ada 2 yaitu responden Ibu Rumah
Tangga (IRT) dan responden yang bekerja
sebagai nelayan berikutnya responden
(11,7%) yang bekerja sebagai pedagang
dan responden dengan presentase terkecil
-
3
(10%) bekerja sebagai Pegawai Negeri
Sipil (PNS).
-
4
Berdasarkan tabel diatas dapat
dilihat hasil uji statistik perilaku merokok
diperoleh nilai p = 0,009, jumlah rokok
yang dihisap per hari di peroleh nilai p =
0,002, frekuensi merokok di peroleh nilai p
= 0,011, lama merokok di peroleh nilai p =
0,000, dan jenis rokok di peroleh nilai p =
0,015 maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara kebiasaan
merokok dengan penyakit TB paru di
wilayah kerja Puskesmas Tuminting Kota
Manado.
Hasil penelitian tentang perilaku
merokok sama dengan penelitian yang
telah dilakukan oleh Zainul tentang
Hubungan antara kebiasaan merokok
dengan konversi sputum penderita TB paru
di klinik Jemadi Medan dengan
mengunakan analisis statistik dengan uji
chi square menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan antara konversi sputum
pada kelompok studi dengan kelompok
kontrol (nilai p = 0,001) dan penelitian
yang dilakukan Rusnato,dkk 2006 juga
menunjukan adanya hubungan yang
bermakna antara perilaku merokok dengan
kejadian TB paru di Balai Pencegahan Dan
Pengobatan Penyakit Paru Pati. Proporsi
mempunyai riwayat kebiasaan merokok
pada kelompok TB paru 54,7 % lebih besar
dari kelompok bukan TB 32,1 %. Hasil
analisis dengan uji statistik menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna dengan
didapatkan hasil odds ratio (OR) sebesar
2,559 dengan 95 % Confidence Interval
(CI) 1,1615,642, dengan nilai p = 0,019. Hasil penelitian untuk jumlah
rokok sama dengan penelian yang
dilakukan oleh Boon, dkk di Afrika
Selatan, dimana jumlah bungkus
rokoklebih dari 15 bungkus dalam setahun
mempunyai resiko yang lebih tinggi terjadi
infeksi Mycrobacterium Tuberkulosis.
Selain itu Penelitian Aditama (2009)
dikutip dari Zainul menunjukkan adanya
hubungan antara faktor resiko terjadinya
tuberculosis paru pada dewasa muda dan
terdapat dose-response relationship antara
penyakit TB paru dengan jumlah rokok
yang dihisap per harinya.
Penelitian yang dilakukan oleh
Soejadi,dkk tentang analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi kejadian kasus
tuberkulosis Paru di Kabupaten Karo
didapatkan hasil bahwa dari 71 responden
yang mempunyai untuk variabel frekuensi
merokok terdapat 64 responden (70,3%)
yang menderita tuberkulosis dengan nilai
p=0,023. Penelitian yang dilakukan oleh
Setiawan (2005) di Puskemas Kecamatan
Gedong Tataan Lampung Selatan dengan
jumlah sampel sebanyak 63 responden
pada kelompok kasus dan 63 responden
pada kelompok kontrol didapatkan hasil
lama merokok dengan nilai OR=3,75,
p=0,0005, CI (95%) = 1,64-8,67, ini berarti
bahwa secara statistik terdapat hubungan
yang bermakna antara kebiasaan merokok
dengan kejadian penyakit TB paru.
Pengaruh kebiasaan merokok
terhadap penyakit TB paru dianggap
sebagai faktor predisposisi, dimana zat zat kimia yang terkandung dalam asap
rokok dan masuk ke dalam tubuh dapat
merusak sebagian mekanisme pertahanan
paru yang pembersihan mukosilia
(muccociliary clearance) dan asap rokok
dapat menghambat/merusak fungsi
fagositik makrofag, khususnya dalam
pembentukan dan pengeluaran surfaktan
oleh sel lapisan alveolus (tipe II), sehingga
bisa memudahkan masuknya
bakteri/kuman, seperti Mycrobacterium
tuberculosis yang masuk melalui inhalasi.
Secara teoritis beberapa zat kimia
dalam rokok bersifat kumulatif
(ditambahkan), suatu saat dosis racunnya
akan mencapai titik toksin sehingga mulai
kelihatan gejala yang ditimbulkan sehingga
pada perokok berat dengan jumlah rokok
yang di hisap lebih dari 10 batang setiap
hari akan merasakan dampak yang
ditimbulkan oleh asap rokok tersebut lebih
Tabel 1. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan penyakit TB paru
Kebiasaan merokok Kasus Kontrol p
value n % n %
Perilaku merokok Merokok 22 73,3 12 40 0,009
Tidak 8 26,7 18 60
Jumlah rokok 10 batang 16 72,7 5 41,7 0,002
< 10 batang 6 27,3 7 58,3
Frekuensi merokok Setiap hari 12 54,5 1 8,3 0,011*
Kadang-kadang 10 45,5 11 91,7
Lama merokok 10 tahun 20 90,9 3 25 0,000*
< 10 tahun 2 9,1 9 75
Jenis rokok Non filter 3 13,6 7 58,3 0,015*
Filter 19 86,4 5 41,7
*Uji Fisher Exact
-
5
cepat di bandingkan perokok ringan
dengan jumlah rokok yang dihisap kurang
dari 10 batang setiap harinya.
Dalam tubuh seorang perokok
yang memiliki frekuensi merokok setiap
hari toksin dari kandungan asap rokok
akan lebih cepat menumpuk dibandingkan
perokok yang merokok kadang-kadang.
Secara teoritis beberapa zat kimia dalam
rokok bersifat kumulatif dan suatu saat
dosis racunnya akan mencapai titik toksin
sehingga mulai kelihatan gejala yang di
timbulkannya, selain itu kandungan racun
dari asap rokok yang dihisap setiap hari
akan tertimbun dalam tubuh, sedangkan
tubuh sama sekali tidak dapat
menghilangkan pengaruh nikotin dalam
jumlah sekecil apapun (Caldwell, 2009).
Rokok mempunyai dose-response
effect, artinya semakin mudah usia
merokok maka akan semakin besar
pengaruhnya terhadap kesehatan, seperti
munculnya gejala batuk yang terjadi pada
para perokok (smokers cough) (Bustan, 2007).
Rokok filter menyaring sebagian
tar tembakau dan mengurangi kandungan
nikotin 25-50%. Kadungan nikotin rata-
rata pada rokok filter 8-12 mg per batang
sedangkan rokok non filter memiliki
kandungan nikotin dan tar yang lebih besar
dari pada rokok filter. Kandungan nikotin
rata-rata 14-28 mg per batang. Dengan
kandungan nikotin dan tar yang lebih besar
serta tidak terdapat penyaring pada
pangkal rokok maka potensi masuknya
nikotin dalam paru-paru pada rokok non
filter lebih besar dari pada rokok filter
(Caldwell, 2009).
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil uji statistic chi square di dapat nilai p = 0,009,
sehingga dapat dikatakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna
antara perilaku merokok dengan
kejadian penyakit TB paru.
2. Berdasarkan hasil uji statistic chi square di dapat nilai p = 0,002,
sehingga dapat dikatakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna
antara jumlah rokok yang dihisap
per hari dengan kejadian penyakit
TB.
3. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakkan uji Fisher
Exact diperoleh nilai p = 0,011 (p
< 0,05) hasil ini menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara frekuensi
merokok dengan kejadian penyakit
TB paru pada responden di
wilayah kerja Puskesmas
Tuminting Kota Manado.
4. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Fisher
Exact di peroleh nilai p = 0,000 (p
< 0,05) hasil ini menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara lama merokok
responden dengan kejadian
penyakit TB paru pada di wilayah
kerja Puskesmas Tuminting Kota
Manado.
5. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Fisher
Exact di peroleh nilai p = 0,015 (p
< 0,05) hasil ini menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis rokok yang
di hisap responden dengan
kejadian penyakit TB paru pada di
wilayah kerja Puskesmas
Tuminting Kota Manado.
Saran
1. Disarankan kepada seluruh petugas kesehatan yang ada di Puskesmas
Tuminting khususnya di bagian
promosi kesehatan agar dapat
mensosialisasikan kepada masyarakat
secara khusus masyarakat yang
berdomisili diwilayah kerja Puskesmas
Tuminting tentang dampak penyakit
yang bisa di timbulkan akibat kebiasaan
merokok.
2. Perlu penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi faktor lain yang
menjadi penyebab penyakit
Tuberkulosis paru.
Daftar Pustaka
-
6
Amu. 2007. Hubungan Merokok Dan
Penyakit Tuberkulosis Paru. Jakarta
: Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol
5 hal 5 7.
Achmadi, 2008. Horison Baru Kesehatan
Masyarakat di Indonesia. Jakarta:
Rineke Cipta.
Ajis, Mulyani, dan Pramono. 2009.
Hubungan antara Faktor faktor Eksternal Dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru. Yogyakarta :
Berita Kedokteran Masyarakat Vol
25 Fakultas Kedokteran Universitas
Gadja Mada.
Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit
Tidak Menular. Jakarta: Rineke
Cipta
Caldwell. 2009. Berhenti Merokok.
Diterjemahkan oleh Hasani
Sraffudin dan Abdulla Supriyanto.
Yogyakarta : Pustaka Populer.
Departement Kesehatan Republik
Indonesia. 2007. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta.
Dinas Kesehatan Kota Manado. 2010.
Profil Kesehatan Kota Manado.
Dinas Kesehatan Kota Manado. 2011.
Profil Kesehatan Kota Manado.
Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta : EGC
Guyton. 1990. Fisiologi Manusia dan
Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC
Ikatan Lulusan Universitas Indonesia
Fakultas Kedokteran (ILUNI FK 83). 2007. Masalah Kesehatan dari
dalam kandungan sampai lanjut
usia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2011. Terobosan Menuju
Akses Universal Strategi Nasional
Pengendalian TB di Indonesia 2010-
2014. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkunagan.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2011. Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDA) 2010. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2008. Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDA) 2007. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Sitepoe.1997. Usaha Mencegah Bahaya
Merokok. Jakarta: Gramedia
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(PDPI). 2002. Tuberkulosis
Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaannya di Indonesia.
Jakarat: Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (P2PL).
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis
Indonesia (PPTI). 2010. Hubungan
Rokok dan TBC. (online).
(http://www.ppti.Info/index.php/com
ponent/ conten /article/46-arsip-
ppti/144-rokokdantbc) diakses 2
Maret 2012.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2003 tentang
Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
Jakarta
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi
Konsep Klinis dan Proses Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.
Riyanto. 2011. Aplikasi Metodologi
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Rusnoto, Rahmatullah, dan Udiono. 2006.
Faktor faktor yang Berhubungan Dengan TB paru Pada Usia Dewasa.
Studi Kasus (Online). Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro.
(http://eprints.undip.ac.id/5970/1/
0924.pdf), Diakses pada tanggal 8
Juni 2012.
Setiawan. 2005. Hubungan Keadaan Fisik
Rumah dan Praktek Kebersihan Diri
Dengan Kejadian Penyakit TB Paru
di Puskesmas Kecamatan Gedong
Tatataan Lampung Selatan. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
-
7
(Online),
http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/6785/1/06003955.pdf,
diakses pada tanggal 8 Juni 2012.