grace wuaten

7
1 Pendahuluan Permasalahan terhadap penyakit menular masih tetap dirasakan, terutama oleh penduduk di negara yang sedang  berkemba ng. Penyakit menular adalah  penyakit yang disebabkan oleh sejenis mikroba atau jasad renik. Mikroba ini  berada dalam tubuh manusia dalam rangka melangsungkan keturunannya agar tidak  punah keberadaa nnya, namun dalam melangsungkan kehidupannya mikroba ini menggunakan cara merusak sel-sel atau organ tubuh manusia. Saat ini salah satu  penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan penting dewasa ini yaitu Tuberculosis (TB) Paru (Achmadi, 2008). Menurut laporan World Health Organisation  (WHO) tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus  baru Tuberkulosis pada ta hun 2002 dimana 3,9 juta adalah kasus dengan BTA (Basil Tahan Asam) positif dengan 1,9 juta kematian setiap tahun (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2002). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2010 Periode Prevalenc e TB paru pada penduduk dengan umur 15 tahun per Provinsi, Sulawesi Utara menempati urutan ketiga  periode  prevalence TB terbesar dengan jumlah 1.221 per 100.000 penduduk, setelah Papua diurutan pertama dengan jumlah 1.441 per 100.000 penduduk dan Banten di urutan ke dua dengan jumlah 1.282 per 100.000 penduduk (Riskesdas, 2010). Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes, 2007). Faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit TB  paru, antara lain kondisi sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, status gizi dan kebiasaan merokok (Zainul, 2009). WHO menyatakan tembakau menyeba bkan kematian lebih dari lima juta orang per tahun dan diproyeksikan akan menyebabkan kematian 10 juta orang sampai tahun 2020. Lembaga demografi Universitas Indonesia mencatat, angka kematian akibat penyakit yang disebabkan rokok tahun 2004 adalah 427.948 jiwa,  berarti 1.172 jiwa per hari atau sekitar 22.5% dari total kematian yang terjadi di Indonesia (Bustan, 2007). Menurut hasil data Riskesda 2010, prevalensi perokok umur 15 tahun per Provinsi, Sulawesi Utara tidak masuk dalam kelompok lima  besar. Jumlah perokok di Sulawesi Utara total berjumlah 36,2% dengan jumlah  perokok setiap hari 29,1% dan perokok kadang-kadang berjumlah 7,1% (Riskesdas, 2010). Walaupun merokok bukanlah  penyebab utama terjadinya penyakit TB  paru, namun kebiasaan merokok yang sulit untuk dihentikan bisa menimbulkan masalah bagi kesehatan perokok itu sendiri dan orang-orang disekitarmya. Kebiasaan merokok yang sulit dihentikan dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga memudahkan masuknya kuman  penyakit, seperti kuman penyakit TB. Menurut Doll dan Hill, dua orang peneliti terkenal asal Inggris, membagi hubungan antara penyakit dan kebiasaan merokok menjadi dua, yaitu penyakit yang di sebabkan oleh merokok dan penyakit yang mungkin sebagian disebabkan oleh merokok, dimana salah satunya adalah  penyakit TB Paru. Berdasa rkan penelitian yang dilakukan Hsien-Ho Lin dan timnya dari Harvard School of Public Health, Amerika Serikat tahun 2009. Lin menyatakan adanya hubungan antara kebiasaan merokok, perokok pasif, dan  polusi udara di dalam ruangan dari kayu  bakar dan batu bara terha dap risiko infeksi,  penyakit, dan kematian akibat TBC (PPTI, 2010). Studi epidemiolog i di Afrika Selatan didaptka 50% kematian akibat infeksi TB berhubungan dengan merokok. Studi ini menunjukka perokok atau bekas  perokok mempuny ai resiko lebih tinggi terjadi infeksi  Microbacterium Tuberkulosis  dibanding yang bukan  perokok. Alcaide, dkk mendapa tkan hubungan antara jumlah rokok per hari terhadap terjadinya infeksi  Myceobacte rium Tuberkulosis , mekanismenya tidak diketahui tapi diperkirakan nikotin pada asap rokok

Upload: kafriyantomakruf

Post on 11-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

co dalam darah

TRANSCRIPT

  • 1

    Pendahuluan

    Permasalahan terhadap penyakit

    menular masih tetap dirasakan, terutama

    oleh penduduk di negara yang sedang

    berkembang. Penyakit menular adalah

    penyakit yang disebabkan oleh sejenis

    mikroba atau jasad renik. Mikroba ini

    berada dalam tubuh manusia dalam rangka

    melangsungkan keturunannya agar tidak

    punah keberadaannya, namun dalam

    melangsungkan kehidupannya mikroba ini

    menggunakan cara merusak sel-sel atau

    organ tubuh manusia. Saat ini salah satu

    penyakit menular yang masih menjadi

    masalah kesehatan penting dewasa ini

    yaitu Tuberculosis (TB) Paru (Achmadi,

    2008).

    Menurut laporan World Health

    Organisation (WHO) tahun 2004

    menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus

    baru Tuberkulosis pada tahun 2002 dimana

    3,9 juta adalah kasus dengan BTA (Basil

    Tahan Asam) positif dengan 1,9 juta

    kematian setiap tahun (Perhimpunan

    Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2002).

    Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar

    (Riskesda) tahun 2010 Periode Prevalence

    TB paru pada penduduk dengan umur 15 tahun per Provinsi, Sulawesi Utara

    menempati urutan ketiga periode

    prevalence TB terbesar dengan jumlah

    1.221 per 100.000 penduduk, setelah

    Papua diurutan pertama dengan jumlah

    1.441 per 100.000 penduduk dan Banten di

    urutan ke dua dengan jumlah 1.282 per

    100.000 penduduk (Riskesdas, 2010).

    Tuberkulosis paru adalah penyakit

    menular langsung yang di sebabkan oleh

    kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis).

    Sebagian besar kuman TB menyerang paru

    tetapi dapat juga mengenai organ tubuh

    lainnya (Depkes, 2007). Faktor yang

    mempengaruhi terjadinya penyakit TB

    paru, antara lain kondisi sosial ekonomi,

    umur, jenis kelamin, status gizi dan

    kebiasaan merokok (Zainul, 2009).

    WHO menyatakan tembakau

    menyebabkan kematian lebih dari lima juta

    orang per tahun dan diproyeksikan akan

    menyebabkan kematian 10 juta orang

    sampai tahun 2020. Lembaga demografi

    Universitas Indonesia mencatat, angka

    kematian akibat penyakit yang disebabkan

    rokok tahun 2004 adalah 427.948 jiwa,

    berarti 1.172 jiwa per hari atau sekitar

    22.5% dari total kematian yang terjadi di

    Indonesia (Bustan, 2007). Menurut hasil

    data Riskesda 2010, prevalensi perokok

    umur 15 tahun per Provinsi, Sulawesi Utara tidak masuk dalam kelompok lima

    besar. Jumlah perokok di Sulawesi Utara

    total berjumlah 36,2% dengan jumlah

    perokok setiap hari 29,1% dan perokok

    kadang-kadang berjumlah 7,1%

    (Riskesdas, 2010).

    Walaupun merokok bukanlah

    penyebab utama terjadinya penyakit TB

    paru, namun kebiasaan merokok yang sulit

    untuk dihentikan bisa menimbulkan

    masalah bagi kesehatan perokok itu sendiri

    dan orang-orang disekitarmya. Kebiasaan

    merokok yang sulit dihentikan dapat

    merusak mekanisme pertahanan paru

    sehingga memudahkan masuknya kuman

    penyakit, seperti kuman penyakit TB.

    Menurut Doll dan Hill, dua orang peneliti

    terkenal asal Inggris, membagi hubungan

    antara penyakit dan kebiasaan merokok

    menjadi dua, yaitu penyakit yang di

    sebabkan oleh merokok dan penyakit yang

    mungkin sebagian disebabkan oleh

    merokok, dimana salah satunya adalah

    penyakit TB Paru. Berdasarkan penelitian

    yang dilakukan Hsien-Ho Lin dan timnya

    dari Harvard School of Public Health,

    Amerika Serikat tahun 2009. Lin

    menyatakan adanya hubungan antara

    kebiasaan merokok, perokok pasif, dan

    polusi udara di dalam ruangan dari kayu

    bakar dan batu bara terhadap risiko infeksi,

    penyakit, dan kematian akibat TBC (PPTI,

    2010). Studi epidemiologi di Afrika

    Selatan didaptka 50% kematian akibat

    infeksi TB berhubungan dengan merokok.

    Studi ini menunjukka perokok atau bekas

    perokok mempunyai resiko lebih tinggi

    terjadi infeksi Microbacterium

    Tuberkulosis dibanding yang bukan

    perokok. Alcaide, dkk mendapatkan

    hubungan antara jumlah rokok per hari

    terhadap terjadinya infeksi

    Myceobacterium Tuberkulosis,

    mekanismenya tidak diketahui tapi

    diperkirakan nikotin pada asap rokok

  • 2

    menurunkan respons imun. Merokok

    dalam jangka waktu yang panjang

    berhubungan dengan perubahan makrofag

    dan limfosit (Amu, 2007).

    Penderita penyakit Tuberkulosis Paru

    di Kota Manado yang paling tinggi berada

    di Puskesmas Tuminting dari 15

    Puskesmas yang ada di wilayah kerja

    Dinas Kesehatan Kota Manado. Pada tahun

    2010 jumlah penderita TB paru (+)

    tertinggi berada di Puskesmas Tuminting

    dengan jumlah 163 orang dan yang paling

    rendah di Puskesmas Tongkeina dengan

    jumlah 9 orang (Dinkes Kota Manado,

    2010). Pada tahun 2011 terjadi

    peningkatan jumlah penderita TB paru,

    dimana untuk jumlah terbanyak masih di

    wilayah Puskesmas Tuminting dengan

    jumlah penderita TB (+) 236 orang dan

    terendah di Puskemas Tongkaina dengan

    jumlah penderita TB (+) 12 orang (Dinkes

    Kota Manado, 2011).

    Berkaitan dengan latar belakang diatas,

    maka peneliti terdorong untuk melakukan

    penelitian apakah terdapat hubungan antara

    kebiasaan merokok dengan penyakit TB

    paru di wilayah kerja Puskesmas

    Tuminting.

    Metode Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan ada lah

    metode survei analitik dengan pendekatan

    case control. Populasi dalam penelitian ini

    adalah seluruh pasien penderita TB paru

    dan yang bukan penderita TB paru yang

    melakukan pengobatan di Puskesmas

    Tuminting. Sampel dalam penelitian ini

    berjumlah 60 responden dengan 30

    responden kelompok kasus dan 30

    responden kelompok kontrol. Variabel

    terikat dalam penelitian ini adalah penyakit

    Tuberkulosis Paru. Variabel bebas dalam

    penelitian ini adalah kebiasaan merokok

    yang meliputi perilaku merokok, jumlah

    rokok yang dihisap, frekuensi merokok,

    lama merokok dan jenis rokok. Data

    dianalisis secara Analisis univariat

    bertujuan untuk menjelaskan atau

    mendeskripsikan karakteristik setiap

    variabel penelitian. Analisis univariat bisa

    menggambarkan karakteristik responden

    berdasarkan frekuensi dan distribusinya.

    Analisis Bivariat digunakan untuk

    mengetahui hubungan variabel bebas

    dengan variabel terikat dengan

    menggunakan Uji chi square dan Fisher

    Exact.

    Hasil Berdasarkan hasil penelitian

    diketahui bahwa pada karakteristik umur

    diketahui bahwa paling banyak responden

    (26,7%) berada pada kelompok umur 45 54 tahun, disusul dengan reponden

    (23,3%) pada kelompok umur 25 34 tahun, selanjutnya responden (20%) pada

    kelompok umur 35 44 tahun, responden berikutnya (16,7%) berada pada kelompok

    umur 55 tahun dan yang paling sedikit responden (13,3%) berada pada kelompok

    umur 15 24 tahun. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, diketahui

    bahwa paling banyak responden (63,3%)

    yang ikut dalam penelitian ini adalah Laki

    laki sedangkan responden terkecil (36,7%) yang ikut dalam penelitian ini

    adalah perempuan.

    Distribusi responden berdasarkan

    kelurahan atau tempat tinggal, diketahui

    bahwa sebagian besar responden (20%)

    berdomisili di kelurahan Sindulang 1,

    responden selanjutnya (15%) adalah

    reponden yang bertempat tinggal di

    kelurahan Tuminting dan Mahawu,

    berikutnya responden yang tinggal di

    kelurahan Tumumpa 2 (11,7%), responden

    yang bertempat tinggal di kelurahan

    Maasing (10%), Sumompo (8,3%), Karang

    Ria (6,7%), disusul responden (5%)

    masing-masing di kelurahan Sindulang 2

    dan Kampung Islam dan yang terakhir

    adalah responden yang bertempat tinggal

    di Tumumpa 1 (3,3%).

    Berdasarkan pekerjaan, diketahui

    bahwa responden dengan presentase

    terbanyak (20%) adalah responden pekerja

    swasta/karyawan, selanjutnya presentase

    responden kedua terbanyak (16,7%)

    bekerja sebagai sopir, diikuti presentase

    responden (15%) yaitu responden yang

    bekerja sebagai Buruh, disusul responden

    (13,3%) ada 2 yaitu responden Ibu Rumah

    Tangga (IRT) dan responden yang bekerja

    sebagai nelayan berikutnya responden

    (11,7%) yang bekerja sebagai pedagang

    dan responden dengan presentase terkecil

  • 3

    (10%) bekerja sebagai Pegawai Negeri

    Sipil (PNS).

  • 4

    Berdasarkan tabel diatas dapat

    dilihat hasil uji statistik perilaku merokok

    diperoleh nilai p = 0,009, jumlah rokok

    yang dihisap per hari di peroleh nilai p =

    0,002, frekuensi merokok di peroleh nilai p

    = 0,011, lama merokok di peroleh nilai p =

    0,000, dan jenis rokok di peroleh nilai p =

    0,015 maka dapat disimpulkan bahwa

    terdapat hubungan antara kebiasaan

    merokok dengan penyakit TB paru di

    wilayah kerja Puskesmas Tuminting Kota

    Manado.

    Hasil penelitian tentang perilaku

    merokok sama dengan penelitian yang

    telah dilakukan oleh Zainul tentang

    Hubungan antara kebiasaan merokok

    dengan konversi sputum penderita TB paru

    di klinik Jemadi Medan dengan

    mengunakan analisis statistik dengan uji

    chi square menunjukkan adanya perbedaan

    yang signifikan antara konversi sputum

    pada kelompok studi dengan kelompok

    kontrol (nilai p = 0,001) dan penelitian

    yang dilakukan Rusnato,dkk 2006 juga

    menunjukan adanya hubungan yang

    bermakna antara perilaku merokok dengan

    kejadian TB paru di Balai Pencegahan Dan

    Pengobatan Penyakit Paru Pati. Proporsi

    mempunyai riwayat kebiasaan merokok

    pada kelompok TB paru 54,7 % lebih besar

    dari kelompok bukan TB 32,1 %. Hasil

    analisis dengan uji statistik menunjukkan

    adanya hubungan yang bermakna dengan

    didapatkan hasil odds ratio (OR) sebesar

    2,559 dengan 95 % Confidence Interval

    (CI) 1,1615,642, dengan nilai p = 0,019. Hasil penelitian untuk jumlah

    rokok sama dengan penelian yang

    dilakukan oleh Boon, dkk di Afrika

    Selatan, dimana jumlah bungkus

    rokoklebih dari 15 bungkus dalam setahun

    mempunyai resiko yang lebih tinggi terjadi

    infeksi Mycrobacterium Tuberkulosis.

    Selain itu Penelitian Aditama (2009)

    dikutip dari Zainul menunjukkan adanya

    hubungan antara faktor resiko terjadinya

    tuberculosis paru pada dewasa muda dan

    terdapat dose-response relationship antara

    penyakit TB paru dengan jumlah rokok

    yang dihisap per harinya.

    Penelitian yang dilakukan oleh

    Soejadi,dkk tentang analisis faktor-faktor

    yang mempengaruhi kejadian kasus

    tuberkulosis Paru di Kabupaten Karo

    didapatkan hasil bahwa dari 71 responden

    yang mempunyai untuk variabel frekuensi

    merokok terdapat 64 responden (70,3%)

    yang menderita tuberkulosis dengan nilai

    p=0,023. Penelitian yang dilakukan oleh

    Setiawan (2005) di Puskemas Kecamatan

    Gedong Tataan Lampung Selatan dengan

    jumlah sampel sebanyak 63 responden

    pada kelompok kasus dan 63 responden

    pada kelompok kontrol didapatkan hasil

    lama merokok dengan nilai OR=3,75,

    p=0,0005, CI (95%) = 1,64-8,67, ini berarti

    bahwa secara statistik terdapat hubungan

    yang bermakna antara kebiasaan merokok

    dengan kejadian penyakit TB paru.

    Pengaruh kebiasaan merokok

    terhadap penyakit TB paru dianggap

    sebagai faktor predisposisi, dimana zat zat kimia yang terkandung dalam asap

    rokok dan masuk ke dalam tubuh dapat

    merusak sebagian mekanisme pertahanan

    paru yang pembersihan mukosilia

    (muccociliary clearance) dan asap rokok

    dapat menghambat/merusak fungsi

    fagositik makrofag, khususnya dalam

    pembentukan dan pengeluaran surfaktan

    oleh sel lapisan alveolus (tipe II), sehingga

    bisa memudahkan masuknya

    bakteri/kuman, seperti Mycrobacterium

    tuberculosis yang masuk melalui inhalasi.

    Secara teoritis beberapa zat kimia

    dalam rokok bersifat kumulatif

    (ditambahkan), suatu saat dosis racunnya

    akan mencapai titik toksin sehingga mulai

    kelihatan gejala yang ditimbulkan sehingga

    pada perokok berat dengan jumlah rokok

    yang di hisap lebih dari 10 batang setiap

    hari akan merasakan dampak yang

    ditimbulkan oleh asap rokok tersebut lebih

    Tabel 1. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan penyakit TB paru

    Kebiasaan merokok Kasus Kontrol p

    value n % n %

    Perilaku merokok Merokok 22 73,3 12 40 0,009

    Tidak 8 26,7 18 60

    Jumlah rokok 10 batang 16 72,7 5 41,7 0,002

    < 10 batang 6 27,3 7 58,3

    Frekuensi merokok Setiap hari 12 54,5 1 8,3 0,011*

    Kadang-kadang 10 45,5 11 91,7

    Lama merokok 10 tahun 20 90,9 3 25 0,000*

    < 10 tahun 2 9,1 9 75

    Jenis rokok Non filter 3 13,6 7 58,3 0,015*

    Filter 19 86,4 5 41,7

    *Uji Fisher Exact

  • 5

    cepat di bandingkan perokok ringan

    dengan jumlah rokok yang dihisap kurang

    dari 10 batang setiap harinya.

    Dalam tubuh seorang perokok

    yang memiliki frekuensi merokok setiap

    hari toksin dari kandungan asap rokok

    akan lebih cepat menumpuk dibandingkan

    perokok yang merokok kadang-kadang.

    Secara teoritis beberapa zat kimia dalam

    rokok bersifat kumulatif dan suatu saat

    dosis racunnya akan mencapai titik toksin

    sehingga mulai kelihatan gejala yang di

    timbulkannya, selain itu kandungan racun

    dari asap rokok yang dihisap setiap hari

    akan tertimbun dalam tubuh, sedangkan

    tubuh sama sekali tidak dapat

    menghilangkan pengaruh nikotin dalam

    jumlah sekecil apapun (Caldwell, 2009).

    Rokok mempunyai dose-response

    effect, artinya semakin mudah usia

    merokok maka akan semakin besar

    pengaruhnya terhadap kesehatan, seperti

    munculnya gejala batuk yang terjadi pada

    para perokok (smokers cough) (Bustan, 2007).

    Rokok filter menyaring sebagian

    tar tembakau dan mengurangi kandungan

    nikotin 25-50%. Kadungan nikotin rata-

    rata pada rokok filter 8-12 mg per batang

    sedangkan rokok non filter memiliki

    kandungan nikotin dan tar yang lebih besar

    dari pada rokok filter. Kandungan nikotin

    rata-rata 14-28 mg per batang. Dengan

    kandungan nikotin dan tar yang lebih besar

    serta tidak terdapat penyaring pada

    pangkal rokok maka potensi masuknya

    nikotin dalam paru-paru pada rokok non

    filter lebih besar dari pada rokok filter

    (Caldwell, 2009).

    Kesimpulan dan Saran

    Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil

    kesimpulan sebagai berikut :

    1. Berdasarkan hasil uji statistic chi square di dapat nilai p = 0,009,

    sehingga dapat dikatakan bahwa

    terdapat hubungan yang bermakna

    antara perilaku merokok dengan

    kejadian penyakit TB paru.

    2. Berdasarkan hasil uji statistic chi square di dapat nilai p = 0,002,

    sehingga dapat dikatakan bahwa

    terdapat hubungan yang bermakna

    antara jumlah rokok yang dihisap

    per hari dengan kejadian penyakit

    TB.

    3. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakkan uji Fisher

    Exact diperoleh nilai p = 0,011 (p

    < 0,05) hasil ini menyatakan

    bahwa terdapat hubungan yang

    bermakna antara frekuensi

    merokok dengan kejadian penyakit

    TB paru pada responden di

    wilayah kerja Puskesmas

    Tuminting Kota Manado.

    4. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Fisher

    Exact di peroleh nilai p = 0,000 (p

    < 0,05) hasil ini menyatakan

    bahwa terdapat hubungan yang

    bermakna antara lama merokok

    responden dengan kejadian

    penyakit TB paru pada di wilayah

    kerja Puskesmas Tuminting Kota

    Manado.

    5. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Fisher

    Exact di peroleh nilai p = 0,015 (p

    < 0,05) hasil ini menyatakan

    bahwa terdapat hubungan yang

    bermakna antara jenis rokok yang

    di hisap responden dengan

    kejadian penyakit TB paru pada di

    wilayah kerja Puskesmas

    Tuminting Kota Manado.

    Saran

    1. Disarankan kepada seluruh petugas kesehatan yang ada di Puskesmas

    Tuminting khususnya di bagian

    promosi kesehatan agar dapat

    mensosialisasikan kepada masyarakat

    secara khusus masyarakat yang

    berdomisili diwilayah kerja Puskesmas

    Tuminting tentang dampak penyakit

    yang bisa di timbulkan akibat kebiasaan

    merokok.

    2. Perlu penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi faktor lain yang

    menjadi penyebab penyakit

    Tuberkulosis paru.

    Daftar Pustaka

  • 6

    Amu. 2007. Hubungan Merokok Dan

    Penyakit Tuberkulosis Paru. Jakarta

    : Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol

    5 hal 5 7.

    Achmadi, 2008. Horison Baru Kesehatan

    Masyarakat di Indonesia. Jakarta:

    Rineke Cipta.

    Ajis, Mulyani, dan Pramono. 2009.

    Hubungan antara Faktor faktor Eksternal Dengan Kejadian

    Tuberkulosis Paru. Yogyakarta :

    Berita Kedokteran Masyarakat Vol

    25 Fakultas Kedokteran Universitas

    Gadja Mada.

    Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit

    Tidak Menular. Jakarta: Rineke

    Cipta

    Caldwell. 2009. Berhenti Merokok.

    Diterjemahkan oleh Hasani

    Sraffudin dan Abdulla Supriyanto.

    Yogyakarta : Pustaka Populer.

    Departement Kesehatan Republik

    Indonesia. 2007. Pedoman Nasional

    Penanggulangan Tuberkulosis.

    Jakarta.

    Dinas Kesehatan Kota Manado. 2010.

    Profil Kesehatan Kota Manado.

    Dinas Kesehatan Kota Manado. 2011.

    Profil Kesehatan Kota Manado.

    Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi

    Kedokteran. Jakarta : EGC

    Guyton. 1990. Fisiologi Manusia dan

    Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC

    Ikatan Lulusan Universitas Indonesia

    Fakultas Kedokteran (ILUNI FK 83). 2007. Masalah Kesehatan dari

    dalam kandungan sampai lanjut

    usia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

    Kementerian Kesehatan Republik

    Indonesia. 2011. Terobosan Menuju

    Akses Universal Strategi Nasional

    Pengendalian TB di Indonesia 2010-

    2014. Jakarta: Direktorat Jenderal

    Pengendalian Penyakit dan

    Penyehatan Lingkunagan.

    Kementerian Kesehatan Republik

    Indonesia. 2011. Riset Kesehatan

    Dasar (RISKESDA) 2010. Jakarta:

    Badan Penelitian dan Pengembangan

    Kesehatan Kementrian Kesehatan

    Republik Indonesia.

    Kementerian Kesehatan Republik

    Indonesia. 2008. Riset Kesehatan

    Dasar (RISKESDA) 2007. Jakarta:

    Badan Penelitian dan Pengembangan

    Kesehatan Kementrian Kesehatan

    Republik Indonesia.

    Sitepoe.1997. Usaha Mencegah Bahaya

    Merokok. Jakarta: Gramedia

    Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

    (PDPI). 2002. Tuberkulosis

    Pedoman Diagnosis dan

    Penatalaksanaannya di Indonesia.

    Jakarat: Direktorat Jenderal

    Pemberantasan Penyakit dan

    Penyehatan Lingkungan (P2PL).

    Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis

    Indonesia (PPTI). 2010. Hubungan

    Rokok dan TBC. (online).

    (http://www.ppti.Info/index.php/com

    ponent/ conten /article/46-arsip-

    ppti/144-rokokdantbc) diakses 2

    Maret 2012.

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

    Nomor 19 Tahun 2003 tentang

    Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.

    Jakarta

    Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi

    Konsep Klinis dan Proses Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.

    Riyanto. 2011. Aplikasi Metodologi

    Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:

    Nuha Medika.

    Rusnoto, Rahmatullah, dan Udiono. 2006.

    Faktor faktor yang Berhubungan Dengan TB paru Pada Usia Dewasa.

    Studi Kasus (Online). Fakultas

    Kesehatan Masyarakat Universitas

    Diponegoro.

    (http://eprints.undip.ac.id/5970/1/

    0924.pdf), Diakses pada tanggal 8

    Juni 2012.

    Setiawan. 2005. Hubungan Keadaan Fisik

    Rumah dan Praktek Kebersihan Diri

    Dengan Kejadian Penyakit TB Paru

    di Puskesmas Kecamatan Gedong

    Tatataan Lampung Selatan. Medan :

    Universitas Sumatera Utara.

  • 7

    (Online),

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/

    123456789/6785/1/06003955.pdf,

    diakses pada tanggal 8 Juni 2012.