gagasan pengawasanlahanmarjinal comment siegtie

9
GAGASAN AWAL PENCEGAHAN DINI PEMUKIM DAN USAHA LIAR melalui TUPOKSI KELURAHAN DALAM PENGAWASAN TATARUANG 0. MAKSUD USULAN Di sini diusulkan untuk mengembangkan rincian dari Tugas Pokok & Fungsi Kelurahan agar dapat mencegah pertumbuhan permukiman dan usaha liar di DKI. Usulan ini diharapkan dapat ditindaklanjuti peraturan daerah (bila perlu melalui penyusunan Naskah Akademik) yang dapat segera dilaksanakan untuk mencegah pertumbuhan liar lebih lanjut. Usulan ini juga membawa berbagai manfaat dan peluang lain. I. LATARBELAKANG DAN TITIK TOLAK PEMIKIRAN 1.1 Permukiman dan kegiatan yang tak sesuai tataguna lahan. Pertumbuhan permukiman dan pedagang kakilima yang tak terencana dan tanpa kepastian legal atau biasa dijuluki “permukiman liar”, “pedagang liar” dan sebagainya seringkali berakhir dengan penggusuran atau sering disebut “penertiban”. Penertiban yang biasa kita lihat membawa kerugian harta benda yang besar (terutama bagi warganya sendiri), kerugian ekonomi dan korban sosial yang lebih besar lagi, serta memakan biaya besar pula di pihak Pemerintah Daerah. Dalam banyak kasus, persoalan tidak selesai karena hanya berpindah ke lokasi lain di Jabodetabek. Beberapa faktor yang menimbulkan komplikasi di atas adalah: 1. Warga menempati lokasi tersebut berdasar informasi yang tidak jelas, melalui jaringan kekerabatan dari mulut ke mulut.

Upload: agus

Post on 09-Jul-2016

217 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gagasan PengawasanLahanMarjinal Comment SieGTie

GAGASAN AWAL PENCEGAHAN DINI PEMUKIM DAN USAHA LIAR

melaluiTUPOKSI KELURAHAN DALAM PENGAWASAN TATARUANG

0. MAKSUD USULAN

Di sini diusulkan untuk mengembangkan rincian dari Tugas Pokok & Fungsi Kelurahan agar dapat mencegah pertumbuhan permukiman dan usaha liar di DKI. Usulan ini diharapkan dapat ditindaklanjuti peraturan daerah (bila perlu melalui penyusunan Naskah Akademik) yang dapat segera dilaksanakan untuk mencegah pertumbuhan liar lebih lanjut. Usulan ini juga membawa berbagai manfaat dan peluang lain.

I. LATARBELAKANG DAN TITIK TOLAK PEMIKIRAN

1.1 Permukiman dan kegiatan yang tak sesuai tataguna lahan.

Pertumbuhan permukiman dan pedagang kakilima yang tak terencana dan tanpa kepastian legal atau biasa dijuluki “permukiman liar”, “pedagang liar” dan sebagainya seringkali berakhir dengan penggusuran atau sering disebut “penertiban”. Penertiban yang biasa kita lihat membawa kerugian harta benda yang besar (terutama bagi warganya sendiri), kerugian ekonomi dan korban sosial yang lebih besar lagi, serta memakan biaya besar pula di pihak Pemerintah Daerah. Dalam banyak kasus, persoalan tidak selesai karena hanya berpindah ke lokasi lain di Jabodetabek. Beberapa faktor yang menimbulkan komplikasi di atas adalah:

1. Warga menempati lokasi tersebut berdasar informasi yang tidak jelas, melalui jaringan kekerabatan dari mulut ke mulut.

2. Dalam banyak kasus kondisi tersebut dimanfaatkan oleh “preman”, bahkan pegawai dari berbagai instansi terkait untuk mencari keuntungan dengan memberikan kepastian palsu. Berbagai pihak yang “memancing di air keruh” ini pada akhirnya menjebak warga miskin atau yang kurang berpendidikan ke dalam semacam perasaan ‘false security’.

3. Beberapa instansi tetap memberikan pelayanan (sambungan dan meteran listrik dan air, kadang-kadang telpon. Terdapat kendala koordinasi dan komunikasi antar-lembaga.

4. Banyaknya lahan terlantar di DKI.5. Hilangnya batas fisik area yang tak boleh ditempati, sempadan dst – baik

karena disengaja atau kurang perawatan.6. Tidak dimiliki informasi yang akurat dari warga yang menempati lokasi liar,

dengan akibat penundaan kebijakan dan tindakan.

, 04/27/11,
Ini TUPOKSInya siapa? TATAKOTA, BPN & DPPK?
Page 2: Gagasan PengawasanLahanMarjinal Comment SieGTie

1.2 Masalah pokok = Pembiaran

Secara umum faktor-faktor di atas dapat dialamatkan kepada satu sebab utama, yaitu PEMBIARAN. Kondisi yang mendorong terjadinya pembiaran ini terutama karena adanya GAP dalam pengawasan ruang, yang mencakup:

- gap geografik: lahan di luar batas resmi kelurahan dan bukan kewenangan kelurahan, menjadi “tidak bertuan” karena tidak dapat diawasi secara rutin oleh lembaga yang memiliki hak penguasaan.

- koordinasi antar lembaga tidak terjadi.

Juga terjadi gap / kesenjangan dalam informasi, akibat keterbatasan sumberdaya dan kemampuan Pemerintah Daerah dalam hal

- pembinaan kepada warga pendatang melalui pengaturan dan pembimbingan, pendidikan dan pelatihan, pemberian bantuan dan kemudahan (Undang-undang Perumahan dan Permukiman);

- penyediaan informasi tentang peraturan bangunan dan tataruang yang seharusnya terbuka dan jelas.

1.3 Alternatif: pencegahan pertumbuhan rumah dan usaha liar

Disamping berbagai program yang mencoba menangani permukiman liar dan mengatur pedagang kaklimia dsb, harus ada kepastian bahwa gejala yang sama tidak terus terjadi kembali – baik oleh warga baru maupun oleh warga yang telah mengalami penertiban. Karenanya, secara paralel perlu upaya PENCEGAHAN secara sistematik.

Pencegahan harus diterapkan pada setiap area perkotaan yang tidak terpantau secara rutin, yaitu setiap bantaran dan sempadan jalan raya dan sungai, kolong jalan layang / tol, serta lahan yang terlantar (di sini disebut “lahan marjinal” 1). Upaya pencegahan yang diusulkan di sini tidak berdiri sendiri. Sebaiknya menjadi bagian dari strategi pengendalian perkembangan permukiman yang lebih luas, yang mencakup perencanaan, penataan lahan & alokasi lahan, pengarahan investasi, pendidikan masyarakat, kebijakan pertanahan, maupun upaya pencegahan.

1.4 Manfaat lain pengawasan lahan marjinal oleh kelurahan bersama warga

Selain pencegahan usaha dan permukiman liar, terdapat sejumlah manfaat lain dari pengawasan oleh kelurahan bersama warganya.

- bersarangnya kegiatan kriminal atau melanggar hukum;- kegiatan yang merusak kualitas lingkungan seperti pembuangan limbah atau

penggalian secara liar;- deteksi risiko kecelakaan atau bencana alam dan buatan manusia.

1 Dengan “lahan marjinal” di sini dimaksud area yang tidak termasuk dalam wewenang resmi kelurahan manapun, dan tidak terpantau oleh instansi penguasanya – bila ada. TIDAK BEGITU JELAS ARGUMENNYA.

, 04/27/11,
HOW? Usurpasi (penyerobotan dll) terjadi karena MARJINALISASI (tidak hanya MBR) – contoh Busway yg memarjinalisasi pergerakan semua lapisan masyarakat.
, 04/27/11,
HOW? Tidak Jelas persoalan pokoknya!
, 04/27/11,
Selama KAMPUNG itu wilayah ‘PRIVATE’ & dikelola secara ADAT dia ‘kebal’ hukum formal ; PENATAAN RUANG KOTA dapat dipicu melalui pembangunan infrastruktur yg menjamin berfungsinya kota secara menyeluruh & membatasi ruang gerak pembangunan ‘liar’.
, 04/27/11,
Lembaga apa yang membiarkan? DPGP?
Page 3: Gagasan PengawasanLahanMarjinal Comment SieGTie

1.5 Pemindaian (scanning) oleh aparat kelurahan dan warga aktif.

Setiap aparat kelurahan diharapkan mengenal benar wilayahnya, termasuk unsur-unsur yang berbatasan dengan wilayahnya. Sebagian “lahan marjinal” dapat terpantau dengan cukup mobilitas dalam ruang, termasuk perjalanan ke dan dari kantor. Bagian “lahan marjinal” lainnya sukar untuk diamati, karena berada di balik bangunan atau obyek lain tetapi karenanya justru lebih berpeluang untuk ditempati secara liar. Area seperti ini memerlukan upaya khusus dan berkala untuk dipindai. Peranserta warga dalam hal ini sangat penting, antara lain bagi mereka yang mempunyai asset bersebelahana dengan lahan marjinla tsb.

Pada saat terjadinya bencana, yang menentukan banyak sedikitnya korban dan kerusakan adalah kesiapan warga dan sistem penanggulangan risko yang ada. Berbagai risiko bencana dimulai di margin / pinggiran permukiman, tetapi seringkali justru tidak terjangkau oleh indera penglihatan atau penciuman, seperti genangan air (bahaya penyakit melular), kegiatan usaha yang berbahaya seperti mercon atau penumpukan bahan yang mudah terbakar, retak yang timbul di tepi tebing (pada area yang rentan longsor). Kembali di sini kesiagaan warga akan sangat menentukan besar-kecilnya dampak dari suatu bencana alam atau buatan manusia.

Hal yang serupa juga berlaku dalam rangka penanggulangan kriminalitas atau gangguan pada jalur-jalur sistem transportasi umum (jalan raya, rel maupun sungai).

II. LANDASAN HUKUM DAN ASAS ASAS

2.1 Landasan hukum

(masih harus di kembangkan) - Beberapa dasar legal bagi pencegahan permukiman dan usaha liar melalui penugasan kelurahan:

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia pasal 28H ayat (1) yang mengamanatkan “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan . . ..” Dalam hal ini warga yang menghadapi kesulitan memperoleh rumah seharusnya dibantu dengan alternatif yang layak oleh Pemerintah. Demikian juga warga yang tertipu oleh oknum tertentu dalam hal hak untuk menempati suatu area pun berhak mendapat perlindungan dari Pemerintah. Undang-undang juga menjamin hak setiap orang atas informasi yang menyangkut kepentingan umum.

Page 4: Gagasan PengawasanLahanMarjinal Comment SieGTie

Peraturan Gubernur Prov. DKI no. 147 tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan memberikan rincian tugas pokok dan fungsi kelurahan sbb:

a) penyusunan, dan pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kelurahan;b) pelaksanaan tugas pemerintahan daerah yang dilimpahkan dari Gubernur;c) pengendalian operasional pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban dan

penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur oleh Satuan Tugas Satpol PP Kelurahan;

d) pelaksanaan pemberdayaan masyarakat Kelurahan;e) pembinaan lembaga masyarakat;f) pemeliharaan prasarana dan sarana umum, termasuk saluran-saluran air lingkungan

serta saluran tersier lainnya;g) pemeliharaan dan pengembangan kebersihan dan lingkungan hidup;h) pemeliharaan dan pengembangan kesehatan lingkungan dan komunitas;i) pengoordinasian Puskesmas Kelurahan;j) pengawasan rumah kost dan rumah kontrakan;k) perawatan taman interaktif dan pengawasan pohon di jalan;l) pembinaan Rukun Warga dan Rukun Tetangga;m) pelaksanaan koordinasi dengan lembaga musyawarah Kelurahan;n) pelayanan kepada masyarakat (pelayanan perizinan dan non-perizinan yang

dilimpahkan dari Gubernur);o) pengendalian pelaksanaan anggaran Satpol PP Kelurahan.

Rincian Pergub:

Peta-peta: Kelurahan masih mengalami kendala terbatasnya peta-peta kelurahan yang cukup rinci dan mutakhir. Perubahan dalam bidang tanah atau prasarana seringkali tidak dicatat. Kendala ini juga dirasakan ketika melaksanakan Musrenbang-des, di mana keputusan diambil secara sumir dan tidak mampu mengungkapkan persoalan di lapangan secara akurat. Kelengkapan peta-peta kelurahan dan updating secara berkala akan sangat membantu dalam rembug warga Musrenbang. Untuk melaksanakan PerGub di atas, khususnya f), g), h) dan k) yang menyangkut lingkungan hidup, serta n) yang menyangkut perizinan, kelurahan aka banyak bergantung pada peta-peta tematik yang baik, seperti peta administratif dgn batas-batas, prasarana dan sarana, fasilitas sanitasi.

Di sini diusulkan untuk menyediakan peta kelurahan yang juga mencakup area marjinal di sekitarnya, sebagai acuan bagi (i) pengawasan oleh setiap perangkat kelurahan, serta (ii) kemungkinan untuk memanfaatkan area marjinal tersebut untuk kepentingan warga..Satpol PP: Pemeliharaan keamanan dan ketertiban dan penegakan peraturan sebagaimana ditetapkan pd butir c) dan o) masih memerlukan perincian lebih lanjut. Bagi Satpol PP tugas memberi peringatan dan mengusir satu keluarga akan jauh lebih ringan daripada menggusur permukiman yang sudah tumbuh beberapa generasi. Karena itu tindakan penertiban harus dilakukan sedini mungkin, ketika langkah awal baru terjadi dan warga pendatang yang bersangkutan belum sempat menginvestasikan sumber yang banyak.

Page 5: Gagasan PengawasanLahanMarjinal Comment SieGTie

2.2 Asas-asas

Wewenang pengawasan ≠ pengelolaan: Dalam hal ini dibedakan antara wewenang dan tanggungjawab untuk (a) mengelola wilayah tertentu, dan (b) mengawasi wilayah tersebut. Dalam batas wilayah kelurahan yang lazim kedua fungsi ini berimpitan; akan tetapi dalam hal pengamanan area di jalur-jalur publik, maka pihak yang berwenang & bertanggungjawab untuk (a) dapat berbeda dari pihak penanggungjawab untuk (b).

Disiplin dan sanksi: Tujuan mencegah permukiman liar sebagaiamna diusulkan di sini tidak dapat terlaksana tanpa kedisiplinan semua pihak. Disiplin - sebagai suatu kekurangan kronis bangsa kita yang harus diatasi secara sistematik - harus menjadi bagian dari sistem pencegahan permukiman liar dan diterjemahkan ke dalam aturan yang cukup rinci, termasuk sanksi.

III. USUL RINCIAN TUPOKSI KELURAHAN

3.1 Batas wilayah pengawasan

Batas tanggungjawab pengawasan oleh aparat kelurahan dapat mencakup “lahan marjinal” di sekitarnya, lebih luas daripada batas lahan yang dikuasai perorangan atau lembaga. Wilayah pengawasan oleh kelurahan berbatasan dengan wilayah pengawasan kelurahan tetangga di sebelahnya, atau dengan wilayah pengawasan lembaga pemerintah yang lain.

Dengan kata lain, tanggungjawab pengawasan berhenti pada batas wilayah kelurahan tetangga atau pada batas fungsi publik yang sudah ada petugas pengawasnya seperti jalan raya (oleh LLAJR dan polisi) atau kawasan pelabuhan dan stasiun.

3.2 Lahan yang menjadi sasaran

Sasaran pemantauan lahan marjinal oleh kelurahan mencakup lahan di dalam maupun di luar batas kelurahan yang tidak terjangkau pengawasan secara rutin / dari hari-ke-hari oleh pihak yang mempunyai hak / wewenang.

Lahan ini harus ditetapkan dengan peta yang direkam di basis data Pemda dan dimiliki pula oleh setiap pihak yang mempunyai wewenang & tanggungjawab pengelolaan lahan tersebut.

Page 6: Gagasan PengawasanLahanMarjinal Comment SieGTie

3.3 Tindakan bila terjadi pelanggaran

Bagi aparat kelurahan terbatas pada:a) pelaporan danb) peringatan kepada warga yang bersangkutan,

sementara siapa yang melakukan c) tindakan penertiban

bergantung pada siapa yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab pengelolaan area yang bersangkutan.

Seyogyanya Pemerintah Daerah mendorong agar masyarakat setempat berperanserta dalam melakukan pengawasan lahan marjinal, dan dengan demikian mengurangi beban aparat kelurahan. Pengawasan oleh warga akan lebih efektif lagi bila lahan marjinal tersebut mempunyai fungsi sosial.

3.4 Pemanfaatan ruang

Pemberian tanggungjawab pengawasan lahan marjinal dapat disertai hak mengelola lahan tersebut untuk kepentingan warga kelurahan, sesuai dengan tataguna lahan dan peraturan yang berlaku bagi lajur tanah yang bersangkutan. Selain merupakan insentif kepada aparat kelurahan dan warga, ini sekaligus memudahkan pengawasan terhadap lahan marjinal tersebut. Di sini dapat diaktifkan berbagai fungsi atau fasilitas umum yang sangat dibutuhkan oleh warga tetapi seringkali tidak dimungkinkan penyediaannya karena sempitnya lahan. Sesuai dengan kondisi fisik dan persyaratan pengamanan lahan marjinal tsb, fungsi tersebut dapat meliputi beberapa di antara yang berikut:

Taman, penghijauan; rekreasi dan olahraga. Daur-ulang sampah. Bila terdapat lapak, harus diberi rancangan cara menumpuk

dan bongkar-muat yang efisien dan tidak mengganggu lingkungan. Sebaiknya oleh organisasi warga setempat.

Taman kanak-kanak, PAUD, sarana pendidikan lainnya. Balai warga, kantor koperasi dst. Parkir Komponen prasarana / sarana tertentu seperti penjernihan air, pembangkit listrik.

Operasi dan perawatan sarana di atas memerlukan peranserta masyarakat setempat.

Terdapat beberapa contoh pemanfaatan lahan marjinal seperti pemanfaatan kolong-tol di Rawa Bebek – Penjaringan, yang berhasil menarik dukungan dana CSR / tanggung-jawab sosial perusahaan swasta. Lahan ini digunakan untuk taman kanak-kanak, perpustakaan, daur-ulang sampah dan berbagai kegiatan lain yang diperbolehkan oleh otoritas jalan tol. Hal ini mempunyai dampak sosial yang positif dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.

Page 7: Gagasan PengawasanLahanMarjinal Comment SieGTie

3.5 Implementasi

Implementasi pencegahan melalui kelurahan ini diperkirakan melalui langkah berikut.

SK Gubernur – Penerapan tugas tambahan kepada kelurahan, “Sistem Pengawasan dan Pencegahan dini Permukiman dan Usaha liar” (SK peralihan sebagai ujicoba).

a. Pembagian teritori tanggungjawab kelurahan dan warga mencakup pengawasan penggunaan lahan yag terintegrasi dengan tugas pengelolaan tata-hijau, pengelolaan sampah, fasilitas sosial, sistem pengelolaan risiko bencana.

b. TOR / SOP untuk petugas di kelurahan dan kecamatan. Bila diperlukan, rekomendasi penambahan petugas untuk menangani lingkup di atas.

c. Ujicoba di beberapa kelurahan.d. Pengorganisasian warga yang menempati area-area kritis untuk berperanserta

dalam pengawasan & pengendalian, dengan kontrak sosial / “pakta” tentang hak dan sanksi.