formulasi minuman serbuk fungsional berbahan dasar...
TRANSCRIPT
| Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011 123
FORMULASI MINUMAN SERBUK FUNGSIONAL BERBAHAN DASAR LINTAH LAUT (Discodoris sp)
Fitri Syaputri, Nurjanah, M. Agoes Jacob, Rosita A.J. Lintang
Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
Abstrak
Indonesia sebagai salah satu negara tropis memiliki keanekaragaman hayati yang
tinggi sebagai sumber bahan alami (natural product) yang berasal dari tumbuhan, hewan dan mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan untuk bahan pangan. Salah satunya adalah lintah laut (Discodoris sp.). Salah satu komponen gizi yang bermanfaat dalam kehidupan adalah asam lemak. Lintah laut mengandung asam lemak yang cukup tinggi. Penelitian tentang sumber asam lemak dalam minuman fungsional yang berasal dari lintah laut dalam bentuk bubuk belum dilakukan. Sejauh ini, hanya studi tentang pemanfaatan lintah laut sebagai dasar untuk minum fungsional dalam bentuk pasta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi kimia lintah laut dan untuk mendapatkan formulasi terbaik minuman serbuk fungsional. Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap, yaitu tahap preparasi bahan baku dan tahap formulasi minuman serbuk fungsional. Dalam penelitian ini menggunakan analisis data Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penentuan komposisi kimia menggunakan metode AOAC 2005, dan pengujian organoleptik untuk mendapatkan formulasi minuman serbuk terbaik. Komposisi kimia lintah laut kering terdiri dari kadar protein sebesar 56,09%, kadar air 9,95%, kadar abu 8,68%, lemak 3,27%, karbohidrat 23,23%, dan serat sebesar 0,90%. Sedangkan , formulasi yang terbaik pada tahap awal ini adalah minuman fungsional yang mengandung lintah laut 0,20; 0,24 dan 0,28 g.
Kata kunci: lintah laut, proksimat, organoleptik
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai salah satu negara tropis memiliki keanekaragaman hayati yang
tinggi sebagai sumber bahan alami (natural product) yang berasal dari tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan untuk bahan pangan. Tiga perempat wilayah
Indonesia, terdiri atas lautan dengan luas wilayah perairan sebesar 5,8 juta km2, serta
memiliki potensi sumber daya lestari 6,6 juta ton ikan per tahun. Di dalam perairan laut
tersebut selain tersimpan berbagai spesies ikan juga tersimpan berbagai jenis mineral dan
sumberdaya hayati lain yang tinggi nilai ekonominya salah satunya adalah lintah laut
(Discodoris sp.). Lintah laut (Discodoris sp.) merupakan gastropoda laut yang tidak
bercangkang dan biasanya berwarna coklat kehitam-hitaman dengan bintik putih dan garis
pada bagian atas badannya. Lintah laut tersebar ke seluruh penjuru dunia dengan jumlah
terbesar dengan berbagai macam jenis ditemukan di perairan tropis. Lintah laut merangkak
sepanjang dasar atau melekat pada permukaan tanaman, pada batu-batuan berlumpur atau
berpasir biasanya dalam air pada daerah pasang surut yang rendah, bergerak lambat, dan
menghasilkan lendir untuk mencegah kekeringan (Rumpho et al. 2001).
| Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011 124
Beberapa komponen bioaktif yang telah diteliti dari lintah laut dari ordo nudibranch
diantaranya adalah diterpenoid yang berperan sebagai pertahanan pada saat metabolisme
stress (Cavagnin 2003). Jenis Dysidea menghasilkan seskuiterpenoid yang mempunyai aktivitas
antibakteri, antimikotik, dan antifungi (Ciavatta et al. 2007). Hasil penelitian Nurjanah (2010)
dalam penelitiannya dapat membuktikan bahwa uji khasiat serbuk kering Discodoris sp. yang
telah dilakukan pada kelinci New Zealand White selama 12 minggu sebanyak 4% dari
pakan dapat menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, dan meningkatkan HDL,
sehingga lintah laut ini juga berpotensi selain sebagai antioksidan juga sebagai
antikolesterolemia. Hafiluddin (2011) menunjukkan bahwa lintah laut (Discodoris sp.)
mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SAFA) sebesar 27,53% (daging) dan
29,82% (jeroan), dan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) sebesar 34,66%
(daging) dan 17,95% (jeroan), terdiri atas asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsatuted
fatty acid/MUFA) yaitu oleat (C18:1,n-9) 8,13% dan asam lemak tidak jenuh jamak
(polyunsaturated fatty acid/PUFA) yaitu linoleat (C18:2,n-6) 5,63% dan linolenat (C18:3,n-3)
20,91%. Sedangkan Witjaksono (2005) melaporkan bahwa fraksi nonpolar dan minyak
yang terdapat pada daging lintah laut mengandung senyawa fenol, sterol, saturated fatty
acid dan unsaturated fatty acid (omega 3). Salah satu komponen gizi yang bermanfaat dalam
kehidupan adalah asam lemak. Asam lemak merupakan suatu asam monokarboksilat dengan
rantai yang panjang (Davenport dan Johnson 1971). Asam lemak dibedakan menjadi asam
lemak jenuh dan tak jenuh. Asam lemak tak jenuh yang paling banyak terdapat pada
komoditas perikanan adalah asam linoloeat dan linolenat. Turunan dari asam linolenat
adalah EPA dan DHA. Tingginya asam linoleat dapat menghambat laju biosintesis DHA dari
asam linolenat (Connor et al. 1992). Asam lemak tak jenuh digunakan untuk menjaga bagian-
bagian struktural dari membran sel dan mempunyai peran penting dalam perkembangan
otak. Komoditas perikanan merupakan sumber asam lemak omega 3 dengan lima hingga
enam ikatan rangkap yang terdapat didalamnya (Grosch 1999). Mengkonsumsi asam lemak
omega-3 dalam jumlah yang cukup mampu mengurangi kandungan kolesterol dalam darah
dan mengurangi resiko terkena penyakit jantung. Selain itu, dapat membantu mengurangi
nyeri pada persendian serta mengurangi kerusakan kulit.
Beberapa tahun belakangan ini, kebutuhan makanan dan minuman fungsional telah
berkembang. Penelitian yang memanfaatkan lintah laut sebagai basis dalam formulasi
minuman fungsional sudah pernah dilakukan oleh Naiu (2011). Namun hasilnya belum
maksimal karena masih menyisakan pasta yang merupakan bagian dari formula minuman
dalam kantong teh. Oleh karena itu pengembangan formulasi minuman menjadi penting untuk
keperluan pabrikasi sehingga dapat menghasilkan pangan fungsional yang bisa diterima
| Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011 125
oleh masyarakat dari segi sensorinya. Pencampuran rempah dalam formulasi minuman dapat
dilakukan untuk memberikan rasa dengan nilai sensori yang lebih tinggi pula. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan komposisi kimia lintah laut dan untuk mendapatkan formulasi
terbaik minuman serbuk fungsional.
METODE
Bahan dan Alat
Bahan baku lintah laut (Discodoris sp.) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari perairan Cirebon, Jawa Barat. Bahan-bahan tambahan untuk formulasi meliputi jahe,
asam sitrat, maltodekstri, dan kacang kedelai. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk
analisis proksimat adalah aquades, alkohol 96 %, NaOH 40%, H3BO3 2%, HCl 0,1 N, dan
indikator Brom Cresol Green-Metyl Red; untuk analisis mikrobiologi, yaitu PCA, PDA, dan asam
tartarat 10%. Bahan analisis asam lemak berupa natrium hidroksida, metanol, natrium klorida
dan heksana.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah inkubator, otoklaf, hand refractometer,
spektrofotometer model UV-VIS RIS UV 2500, neraca analitik, pH meter Orion Benchinp
model 410 A, GC-MS (Agilent Technologies), tanur, seperangkat alat Soxhlet, labu Kjeldahl,
alat-alat gelas, Aw meter untuk analisis aktivitas air (Aw), dan alat-alat uji organoleptik.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap preparasi dan verifikasi bahan baku,
dan tahap formulasi minuman fungsional.
Tahap preparasi dan verifikasi bahan baku
Contoh lintah laut (Discodoris sp.) diambil di perairan Cirebon dalam keadaan hidup
kemudian dimatikan. Contoh dicuci sampai bersih dengan air tawar kemudian dikeluarkan
jeroannya dan diblender dengan penambahan air 1:2. Kemudian sampel disaring untuk
diambil ekstraknya. Ekstrak lintah laut disimpan dalam wadah tertutup dan disimpan dalam
freezer hingga digunakan.
Contoh jahe segar dicuci dengan air dan dikupas kulitnya, selanjutnya diparut hingga
halus untuk diambil ekstraknya. Ekstrak jahe disimpan dalam wadah tertutup dan disimpan
dalam freezer hingga digunakan. Penambahan jahe dimaksudkan untuk menghilangkan bau
amis yang berasal dari lintah (Discodoris sp) dan diharapkan dapat menimbulkan efek yang
sinergis dengan taurin yang berasal dari lintah laut.
Contoh kacang kedelai segar dicuci dengan air dan dikupas kulitnya, selanjutnya
diblender untuk diambil ekstraknya. Ekstrak kacang kedelai disimpan dalam wadah tertutup
dan disimpan dalam freezer hingga digunakan. Fungsi penambahan kacang kedelai
| Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011 126
dimaksudkan untuk memberikan efek warna terhadap minuman fungsional ini dan diharapkan
dapat menimbulkan efek yang sinergis dengan asam lemak yang berasal dari lintah laut .
Analisis yang dilakukan pada tahap ini yaitu: (1) analisis kimia terhadap masing-
masing bahan meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein (AOAC
2005).
Tahap formulasi minuman fungsional
Pada tahap ini dilakukan formulasi minuman. Formulasi didasarkan pada hasil
percobaan trial and error terhadap karakteristik mutu organoleptik dari minuman fungsional.
Pada tahap ini, produk akhir hasil formulasi minuman adalah dalam bentuk serbuk dengan
metode spray drying. Komposisi dari bahan-bahan utama merupakan perlakuan dalam
penelitian ini. Analisis yang dilakukan meliputi: (1) analisis organoleptik menggunakan
pengujian hedonik (SNI 2006).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Kimia Lintah Laut (Discodoris sp.)
Lintah laut yang diambil langsung dimatikan dan dipisahkan dari jeroannya kemudian
dikeringkan. Tujuan dari pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan sehingga
lebih awet dan mudah dalam pengangkutan karena volume dan beratnya menjadi lebih kecil,
dan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia lintah laut (Discodoris sp.) kering
Jenis Gizi Kandungan (%)
Kadar air 9,95 Abu 8,68
Protein 56,09 Lemak 3,27
Karbohidrat 23,23 Serat 0,90
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena selain
berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan
pengatur (Budiyanto 2002). Berdasarkan hasil pengujian maka mantel lintah laut segar
mengandung protein yang cukup tinggi yaitu mencapai 56,09%. Jika dibandingkan dengan
lintah laut yang berasal dari P. Buton dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah (2008)
terhadap lintah laut kering yang utuh, menunjukkan hasil yang cukup berbeda (49,60%).
Namun bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andriyanti (2009)
menunjukkan nilai yang hampir sama untuk lintah laut kering tanpa jeroan, yaitu kadar air
10,45% dan kadar protein 59,11%.
| Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011 127
Kadar abu menunjukkan nilai yang cukup tinggi, yaitu 8,68%, demikian pula Nurjanah
(2008) dengan nilai kadar abu 11,74% dan 11,97% (Andriyanti 2009). Hal ini disebabkan
oleh habitat lintah laut khususnya jenis Discodoris sp. yang hidup menempel pada batu-batu
karang dan pasir berlumpur di perairan pantai. Holland (2009) menyatakan bahwa lintah
laut biasanya terdapat di perairan dangkal berpasir serta terumbu karang hingga di dasar
laut kelam lebih dari satu kilometer dalamnya.
Rendahnya kadar lemak dalam penelitian ini (3,27%) dibandingkan dengan yang
dilakukan oleh Nurjanah (2008) yang memperoleh nilai 4,58% kemungkinan karena
pengujian yang hanya dilakukan pada bagian mantel lintah laut. Seperti yang dinyatakan
oleh Almatsier (2006) bahwa lemak pada tubuh umumnya disimpan sebesar 45% di sekeliling
organ dan rongga perut.
Formulasi Awal Minuman Fungsional
Analisis organoleptik
Berdasarkan percobaan trial and error maka pada formulasi tahap pertama ini
diperoleh 3 perlakuan formulasi minuman fungsional yang terbaik berdasarkan uji
organoleptik. Dimana minuman fungsional ini terlebih dahulu dilarutkan kedalam 150 ml air
dengan suhu 70-90 °C. Adapun tiga formulasi yang terbaik pada tahap awal ini adalah
minuman fungsional yang mengadung lintah laut 0,20; 0,24 dan 0,28 g.
Dilihat dari hasil rata-rata penilaian panelis, maka secara organoleptik semua
formula dapat diterima. Hal ini disebabkan karena rasa amis dan bau anyir dari lintah laut
dapat dinetralisir oleh jahe. Selain karena komposisi lintah laut dalam formulasi yang jauh
lebih sedikit, jahe kering dengan kandungan shogaol dan zingeronnya menyumbangkan rasa
pedas, rasa pedas dan asam ini yang diduga memberikan citarasa yang enak dalam formula
minuman fungsional menyebabkan nilai organoleptiknya berada pada kisaran disukai oleh
panelis. Seperti yang dinyatakan oleh (Purseglove et al. 1981) bahwa aroma harum khas
jahe disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan rasa pedasnya disebabkan oleh oleoresin
yang komponennya mengandung gingerol, shogaol, dan zingeron.
KESIMPULAN
Lintah laut (Discodoris sp.) mengandung nilai protein yang cukup tinggi yaitu mencapai
56,09% yang berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Berdasarkan uji organoleptik
lintah laut berpotensi menjadi bahan dasar untuk pembuatan minuman serbuk, formulasi
terbaik pada tahap awal ini adalah minuman fungsional yang mengandung lintah laut
0,20; 0,24 dan 0,28 g.
| Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011 128
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier Y. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan keenam. Jakarta: Gramedia.
Association of Official Analytical Chemist [AOAC]. 1999. Official Method of Analysis of The
Association of Official Analytical of Chemist. Arlington, Virginia, USA: Association of
Official Analytical Chemist, Inc.
Association of Official Analytical Chemist [AOAC]. 2005. Official Methods of Analysis (18 Edn). Association of Official Analytical Chemist Inc. Mayland. USA.
Budiyanto AK. 2002. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Cavagnin M, Carbone M, Mollo E, Cimino G. 2003. Austrodoral and austrodoric acid: New
sesquiterpenes with a new carbon skeleton from the antartic nudibranch Austodoris
kerguelensis. Tetrahedron 44(7):1495-1498.
Chow CK. 1992. Fatty Acids in Foods and Their Health Implication. University of Kentucky. Lexington, Kentucky. USA.
Ciavitta et al. 2007. Studies of puupehenon-metabolites of Dysidea sp. structure and
biological activity. Tetrahedron Lett 63(6):1380-1384.
Connor WE, Neuringer M, dan Reisbick S. 1992. Essential fatty acid : the important of n-3
fatty acid in the retina and brain. Nutr, Rev 50: 21-29.
Davenport JB, Johnson AR. 1971. The nomenclature and classification of lipids. Di dalam Davenport JB, Johnson AR, editors. Biochemistry and Methodology of Lipids. Sydney
:Wiley-Interscience.
Grosch B. 1999. Food Chemistry. Second Ed. Di dalam: Burghagen MM, Hadziyev D, Hessel P,
Jordan S, Sprinz C. Fourth German Edition. Berlin: Springer. Ackman 1994).
Hafiluddin. 2011. Ekstraksi dan Identifikasi Senyawa Bioaktif Lintah Laut (Discodoris sp.)
Sebagai Antioksidan [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Jandachek RJ. 1992. Commercial Application of Fatty Acis Derivatives in Food. The Procter and Gamble Company. Miami Valley Laboratories, Cincinnati, Ohio.
Naiu AS. 2011. Formulasi Minuman Fungsional Berbahan Baku Lintah Laut. [Makalah Seminar Nasional MPHPI]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Nurjanah, Hardjito L, Monintja DR, Bintang M, Priyono DRA. 2009. Karakterisasi lintah laut (Discodoris sp.) sebagai Antikolesterolemia pada Kelinci New Zealand White. Jurnal Kelautan Nasional. Vol 2 2009.
Rumpho ME. 2001. Molusca/alga Chloroplast Symbiosis: How Can Isolated Chloroplast Continue to Function for Months in The Cytosol of a Sea Slug in the Absence of an
Alga Nucleus. Zoology. Departement of Biochemistry.
Prasastyane A. 2009. Karakteristik asam lemak dan kolesterol kijing lokal (Pilsbryoconcha
exillis) dari situ gede bogor akibat proses pengukusan [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robbin SRJ. 1981. Spices. Vol 2. New York:
Longman Inc.
Witjaksono. 2005. Komposisi Kimi Ekstrak dan Minyak dari Lintah Laut (Discodoris boholensis).
[Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. SNI 01-2346-2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori.