fajar baru indonesia

8
APAKAH ADALAH KITA BULETIN GERAKAN MAHASISWA INDONESIA DAFTAR ISI Bergerak Semua, Berubah Semua! EDISI DESEMBER 2015 Subsidi itu Bohong........................... Kartelisasi Suara Rakyat ...................... Mahasiswa Bergerak ............................ Islam dan HAM...................................... 6 7 Essay Tentang Kapitalisme.............. Krisis Nilai,Krisis Ke-Diri-an, Krisis Kebudayaan:I......................... 3 OUT- SOURCING PELANG- GARAN HAM KAPITALISASI DAN KOMERSIALISASI PENDIDIKAN PENEM- BAKAN DI PAPUA KORUPSI KENAIKAN HARGA BBM POLITIK UPAH MURAH MEA 2015 ? EDISI PERDANA 3 5 8

Upload: abdul-hadi

Post on 07-Feb-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

buletin

TRANSCRIPT

Page 1: Fajar Baru Indonesia

APAKAH ADALAH KITA

BULETIN GERAKAN MAHASISWA INDONESIA

DAFTAR ISI

Bergerak Semua, Berubah Semua!

EDISI DESEMBER 2015

Subsidi itu Bohong........................... Kartelisasi Suara Rakyat ......................

Mahasiswa Bergerak ............................

Islam dan HAM......................................

6

7Essay Tentang Kapitalisme..............

Krisis Nilai,Krisis Ke-Diri-an,Krisis Kebudayaan:I.........................

3

OUT-SOURCING

PELANG-GARAN

HAM

KAPITALISASIDAN

KOMERSIALISASI PENDIDIKAN

PENEM-BAKAN

DI PAPUA

KORUPSI

KENAIKANHARGA BBM

POLITIKUPAH

MURAH

MEA 2015?

EDISIPERDANA

3

5 8

Page 2: Fajar Baru Indonesia

REDAKSI

Alhamdulillah , Om swastiastu, dan Salam sejahtera untuk kita semua. Akhirnya setelah sekian lama bertapa kami hadir kembali memenuhi ruang kosong eksistensi kolektif intelektual mahasiswa Indonesia, kami hadir kembali dengan gagasan, dan pemberitaan aktual dan analisa kritis mengenai kondisi obyektif berbangsa dan bernegara yang penting. Tentunya kami juga tidak menganggap bahwa diluar apa yang kami sampaikan adalah hal yang tidak penting, tapi melihat degradasi dan deradikalisasi budaya mahasiswa Indonesia saat ini yang mulai dan memang terasa “gagu” ketika berhadapan dengan Globalisasi disegala bidang, ketidakmampuan mengkreasi perubahan tranformatif konstruktif ditengah gempuran liberalisme yang menyingkirkan, dan sikap mayoritas kaum intelektual kita yang lebih senang mengasingkan diri dalam singgasana teori dan pengejaran karir akademik dalam predikat kesarjanaan sambil berkolusi dengan penguasa memproduksi pembodohan intelektual dengan tujuan memapankan status quo, adalah tidak mungkin bagi kami dan tentunya pembaca sekalian untuk membiarkan kondisi ini terus berlanjut terus-menerus bukan? Kepada kaum muda, mahasiswa dan intelektual progressive Indonesia lihatlah suramnya negeri kita yang dikuasai, dikangkangi oleh penguasa rakus, pengangguran yang luas, kemiskinan yang massive, kesehatan dan pendidikan yang mahal, pencurian berjuta-juta ton ikan di lautan kita, penggusuran rumah kaum miskin kota, ratusan ribu nelayan dan petani yang dimiskinkan karena regulasi dan alienasi alat-alat produksi, penguasaan sumber daya alam oleh asing, dan penderitaan yang kerap menimpa jutaan buruh kita akibat politik upah murah dan out shourching. Ini bukanlah hal yang mengada-ada tapi merupakan pengamatan obyektif atas kehidupan berbangsa dan bernegara kita saat ini yang jauh dari cita-cita kemerdekaan.Sudah saatnya bagi kita kaum muda generasi harapan bangsa untuk berkata; Lawan! Atas ketidakadilan yang terjadi saat ini, kami memahami bahwa saat ini diperlukan kerja bersama untuk mengusahakan sebuah visi terencana menuju perubahan bagi Indonesia yang lebih baik, kuat, adil dan makmur dan ini tentu tidak bisa kami lakukan sendirian tetapi memerlukan kerja kolektiv dari semua anak bangsa. kami yakin bahwa dengan kerja kolektiv kita mampu mewujudkan Indonesia raya yang jaya dan sejahtera. Bergerak Semua, Berubah Semua! Salam Redaksi.

Salam Redaksi FBI

Buletin Gerakan Mahasiswa

Indonesia

[email protected]

+62 8777 1702 699

@GMindonesia_id

Pemimpin Redaksi Andri Septiandy

Redaktur Pelaksana

Maslam Danuri (BC)

Dewan Redaksi

MustafaBuya

Ahmad BahroinRizqi

JoAziz

Sekretaris Redaksi

Haikal

Editor

Mia

Desain dan layout

Abdul Hadi

Fotografer

Ibnu Muhammad

Produksi

Muhammad IchsanAbdul Khaliq

Distribusi dan Langganan

Aldi

Konsultan Hukum

KPKConaction & PBHI

Viva Student

e,

,Hasta

La Victoria

Siempre

2 Fajar Baru Indonesia | Bergerak Semua, Berubah Semua 3Fajar Baru Indonesia | Bergerak Semua, Berubah Semua

HEADLINE

“ K e n a i k a n B B M h a n y a menguntungkan pihak swasta dan kapitalis asing, mereka menganggap bahwa telah berhasil memperalat pemerintah. Bagi rakyat miskin, kenaikan bbm membuat rakyat miskin yang menjadi korban”

arga misk in semakin wtertekan hidupnya jika p e m e r i n t a h a n b a r u

J o k o w i - J K b e r a m b i s i u n t u k menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM secara otomatis harga kebutuhan pokok dari sembako, harga pangan, listrik, transportasi dan yang lainnya akan ikut naik. Ketika segala kebutuhan pokok naik maka dapat meningkatkan kesenjangan ekonomi masyarakat (gini ratio). Artinya, dampak dar i kena ikan harga tersebut amat sangat memberatkan rakyat miskin dan menambah penderitaan rakyat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), gini ratio sudah mencapai 0,43% - 0,55%. meningkat dibanding 2005 yang mencapai 0,36 %. Maka, artinya angka kemiskinan dengan batas pengeluaran US$ 1,25 per hari tidak mencerminkan kondisi s e b e n a r n y a d e n g a n j u m l a h penduduk miskin berdasarkan BPS

11,27% atau 28,8 Juta jiwa. Angka kemiskinan diperkirakan lebih besar dari jumlah tersebut.

Obat Penenang Rakyat Pemerintah selalu berspekulasi bahwa kenaikan harga BBM sebagai solusi menghadapi inflasi, atau karena harga minyak dunia naik dan demi kesejahteraan rakyat. Perlu kita pertanyakan; Rakyat yang mana yang disejahterakan?, hari ini kita sama-sama tahu bahwa yang menikmati subsidi bbm adalah masyarakat kelas menengah-ke atas, karena merekalah yang memiliki mobil, motor perusahaan, industri. Rakyat di desa paling menghabiskan premium 2 liter sehari untuk ke pasar atau ke kebun dengan sepeda motor. Sedangkan k e l a s m e n e n g a h d i k o t a mengahbiskan 20-an liter sehari dengan mobilnya, subsidi lebih banyak dinikmati oleh mereka yang kaya, bukan oleh rakyat desa. Periode pemerintahan SBY, sudah ada tiga kali kebijakan menaikkan harga bbm, kemudian masyarakat diberikan angin surga be rupa konpensas i Ban tuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 1 5 0 . 0 0 0 p e r b u l a n . S e c a r a sederhana uang sebesar itu akan

habis dalam hitungan hari. Sama halnya dengan pemerintahan baru Jokowi -JK, member ikan obat penenang kepada rakyat, dengan menalokasikan dana subsidi ke Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), dari konpensasi uang tunai menjadi non-tunai. Hal tersebut sama saja, yang terpenting bagi masyarakat adalah harga sembako dan pangan tidak i k u t n a i k k e t i k a b b m n a i k . Konpensasi yang diberikan oleh pemerintah dalam bentuk apapun hanya bersifat sementara dan obat penenang agar rakyat tidak menjerit. Sedangkan dampak kenaikkan harga bbm akan menjadi beban yang panjang .

K e n a i k a n B B M h a n y a menguntungkan pihak swasta dan kapitalis asing, mereka menganggap bahwa telah berhasil memperalat pemerintah. Bagi rakyat miskin, kenaikan bbm membuat rakyat miskin yang menjadi korban, mereka akan mati secara perlahan karena menanggung beban hidup yang diperkirakan akan semakin sulit mereka hadapi .

*Kolumnis FBI/Penggiat Kajian STUDENTE/Aktifis GMI UIN Jakarta

Subsidi Itu BohongAhmad Bahroin*

Tentang Kapitalisme El-dhien dan Syafaat Izatus

apitalisme; Formasi Sistem

KS o s i a l P e r w u j u d a n Liberalisme Ekonomi

Kapitalisme atau Kapital didalam Oxford Dictionaries diartikan sebagai s i s t e m e k o n o m i d i m a n a perdagangan, industry dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan membuat keuntungan dalam ekonomi pasar. E b e n s t e i n ( 1 9 9 0 ) m e n y e b u t kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai

bagian dari gerakan individualisme. S e d a n g k a n H a y e k ( 1 9 7 8 ) memandang kapitalisme sebagai perwujudan l iberal isme dalam ekonomi. Heilbroner (1991) secara dinamis menyebut kapitalisme sebagai formasi sosial yang memiliki hakekat tertentu dan logika yang historis-unik. Logika formasi sosial yang dimaksud mengacu pada gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan dalam proses-proses kehidupan dan k o n fi g u r a s i - k o n fi g u r a s i kelembagaan dari suatu masyarakat.

I s t i l ah “ fo rmas i sos ia l ” yang diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga dipakai oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebut kapitalisme sebagai salah satu empat formasi s o s i a l ( p r i m i t i f , t r a d i s i o n a l , kapitalisme, post-kapitalisme). Tinjauan Sejarah Kapitalisme Robert E. Lerner dalam Western Civilization (1988) menyebutkan bahwa revolusi komersial dan industri pada dunia modern awal dipengaruhi oleh asumsi-asumsi

ESSAI

Page 3: Fajar Baru Indonesia

REDAKSI

Alhamdulillah , Om swastiastu, dan Salam sejahtera untuk kita semua. Akhirnya setelah sekian lama bertapa kami hadir kembali memenuhi ruang kosong eksistensi kolektif intelektual mahasiswa Indonesia, kami hadir kembali dengan gagasan, dan pemberitaan aktual dan analisa kritis mengenai kondisi obyektif berbangsa dan bernegara yang penting. Tentunya kami juga tidak menganggap bahwa diluar apa yang kami sampaikan adalah hal yang tidak penting, tapi melihat degradasi dan deradikalisasi budaya mahasiswa Indonesia saat ini yang mulai dan memang terasa “gagu” ketika berhadapan dengan Globalisasi disegala bidang, ketidakmampuan mengkreasi perubahan tranformatif konstruktif ditengah gempuran liberalisme yang menyingkirkan, dan sikap mayoritas kaum intelektual kita yang lebih senang mengasingkan diri dalam singgasana teori dan pengejaran karir akademik dalam predikat kesarjanaan sambil berkolusi dengan penguasa memproduksi pembodohan intelektual dengan tujuan memapankan status quo, adalah tidak mungkin bagi kami dan tentunya pembaca sekalian untuk membiarkan kondisi ini terus berlanjut terus-menerus bukan? Kepada kaum muda, mahasiswa dan intelektual progressive Indonesia lihatlah suramnya negeri kita yang dikuasai, dikangkangi oleh penguasa rakus, pengangguran yang luas, kemiskinan yang massive, kesehatan dan pendidikan yang mahal, pencurian berjuta-juta ton ikan di lautan kita, penggusuran rumah kaum miskin kota, ratusan ribu nelayan dan petani yang dimiskinkan karena regulasi dan alienasi alat-alat produksi, penguasaan sumber daya alam oleh asing, dan penderitaan yang kerap menimpa jutaan buruh kita akibat politik upah murah dan out shourching. Ini bukanlah hal yang mengada-ada tapi merupakan pengamatan obyektif atas kehidupan berbangsa dan bernegara kita saat ini yang jauh dari cita-cita kemerdekaan.Sudah saatnya bagi kita kaum muda generasi harapan bangsa untuk berkata; Lawan! Atas ketidakadilan yang terjadi saat ini, kami memahami bahwa saat ini diperlukan kerja bersama untuk mengusahakan sebuah visi terencana menuju perubahan bagi Indonesia yang lebih baik, kuat, adil dan makmur dan ini tentu tidak bisa kami lakukan sendirian tetapi memerlukan kerja kolektiv dari semua anak bangsa. kami yakin bahwa dengan kerja kolektiv kita mampu mewujudkan Indonesia raya yang jaya dan sejahtera. Bergerak Semua, Berubah Semua! Salam Redaksi.

Salam Redaksi FBI

Buletin Gerakan Mahasiswa

Indonesia

[email protected]

+62 8777 1702 699

@GMindonesia_id

Pemimpin Redaksi Andri Septiandy

Redaktur Pelaksana

Maslam Danuri (BC)

Dewan Redaksi

MustafaBuya

Ahmad BahroinRizqi

JoAziz

Sekretaris Redaksi

Haikal

Editor

Mia

Desain dan layout

Abdul Hadi

Fotografer

Ibnu Muhammad

Produksi

Muhammad IchsanAbdul Khaliq

Distribusi dan Langganan

Aldi

Konsultan Hukum

KPKConaction & PBHI

Viva Student

e,

,Hasta

La Victoria

Siempre

2 Fajar Baru Indonesia | Bergerak Semua, Berubah Semua 3Fajar Baru Indonesia | Bergerak Semua, Berubah Semua

HEADLINE

“ K e n a i k a n B B M h a n y a menguntungkan pihak swasta dan kapitalis asing, mereka menganggap bahwa telah berhasil memperalat pemerintah. Bagi rakyat miskin, kenaikan bbm membuat rakyat miskin yang menjadi korban”

arga misk in semakin wtertekan hidupnya jika p e m e r i n t a h a n b a r u

J o k o w i - J K b e r a m b i s i u n t u k menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM secara otomatis harga kebutuhan pokok dari sembako, harga pangan, listrik, transportasi dan yang lainnya akan ikut naik. Ketika segala kebutuhan pokok naik maka dapat meningkatkan kesenjangan ekonomi masyarakat (gini ratio). Artinya, dampak dar i kena ikan harga tersebut amat sangat memberatkan rakyat miskin dan menambah penderitaan rakyat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), gini ratio sudah mencapai 0,43% - 0,55%. meningkat dibanding 2005 yang mencapai 0,36 %. Maka, artinya angka kemiskinan dengan batas pengeluaran US$ 1,25 per hari tidak mencerminkan kondisi s e b e n a r n y a d e n g a n j u m l a h penduduk miskin berdasarkan BPS

11,27% atau 28,8 Juta jiwa. Angka kemiskinan diperkirakan lebih besar dari jumlah tersebut.

Obat Penenang Rakyat Pemerintah selalu berspekulasi bahwa kenaikan harga BBM sebagai solusi menghadapi inflasi, atau karena harga minyak dunia naik dan demi kesejahteraan rakyat. Perlu kita pertanyakan; Rakyat yang mana yang disejahterakan?, hari ini kita sama-sama tahu bahwa yang menikmati subsidi bbm adalah masyarakat kelas menengah-ke atas, karena merekalah yang memiliki mobil, motor perusahaan, industri. Rakyat di desa paling menghabiskan premium 2 liter sehari untuk ke pasar atau ke kebun dengan sepeda motor. Sedangkan k e l a s m e n e n g a h d i k o t a mengahbiskan 20-an liter sehari dengan mobilnya, subsidi lebih banyak dinikmati oleh mereka yang kaya, bukan oleh rakyat desa. Periode pemerintahan SBY, sudah ada tiga kali kebijakan menaikkan harga bbm, kemudian masyarakat diberikan angin surga be rupa konpensas i Ban tuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 1 5 0 . 0 0 0 p e r b u l a n . S e c a r a sederhana uang sebesar itu akan

habis dalam hitungan hari. Sama halnya dengan pemerintahan baru Jokowi -JK, member ikan obat penenang kepada rakyat, dengan menalokasikan dana subsidi ke Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), dari konpensasi uang tunai menjadi non-tunai. Hal tersebut sama saja, yang terpenting bagi masyarakat adalah harga sembako dan pangan tidak i k u t n a i k k e t i k a b b m n a i k . Konpensasi yang diberikan oleh pemerintah dalam bentuk apapun hanya bersifat sementara dan obat penenang agar rakyat tidak menjerit. Sedangkan dampak kenaikkan harga bbm akan menjadi beban yang panjang .

K e n a i k a n B B M h a n y a menguntungkan pihak swasta dan kapitalis asing, mereka menganggap bahwa telah berhasil memperalat pemerintah. Bagi rakyat miskin, kenaikan bbm membuat rakyat miskin yang menjadi korban, mereka akan mati secara perlahan karena menanggung beban hidup yang diperkirakan akan semakin sulit mereka hadapi .

*Kolumnis FBI/Penggiat Kajian STUDENTE/Aktifis GMI UIN Jakarta

Subsidi Itu BohongAhmad Bahroin*

Tentang Kapitalisme El-dhien dan Syafaat Izatus

apitalisme; Formasi Sistem

KS o s i a l P e r w u j u d a n Liberalisme Ekonomi

Kapitalisme atau Kapital didalam Oxford Dictionaries diartikan sebagai s i s t e m e k o n o m i d i m a n a perdagangan, industry dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan membuat keuntungan dalam ekonomi pasar. E b e n s t e i n ( 1 9 9 0 ) m e n y e b u t kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai

bagian dari gerakan individualisme. S e d a n g k a n H a y e k ( 1 9 7 8 ) memandang kapitalisme sebagai perwujudan l iberal isme dalam ekonomi. Heilbroner (1991) secara dinamis menyebut kapitalisme sebagai formasi sosial yang memiliki hakekat tertentu dan logika yang historis-unik. Logika formasi sosial yang dimaksud mengacu pada gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan dalam proses-proses kehidupan dan k o n fi g u r a s i - k o n fi g u r a s i kelembagaan dari suatu masyarakat.

I s t i l ah “ fo rmas i sos ia l ” yang diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga dipakai oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebut kapitalisme sebagai salah satu empat formasi s o s i a l ( p r i m i t i f , t r a d i s i o n a l , kapitalisme, post-kapitalisme). Tinjauan Sejarah Kapitalisme Robert E. Lerner dalam Western Civilization (1988) menyebutkan bahwa revolusi komersial dan industri pada dunia modern awal dipengaruhi oleh asumsi-asumsi

ESSAI

Page 4: Fajar Baru Indonesia

ESSAI

4 Fajar Baru Indonesia | Bergerak Semua, Berubah Semua

kapitalisme dan merkantilisme. Direduksi kepada pengertian yang sederhana, kapitalisme adalah sebuah sistem produksi, distribusi, dan pertukaran di mana kekayaan yang terakumulasi diinvestasikan kembali oleh pemilik pribadi untuk memperoleh keuntungan. Kapitalisme adalah sebuah sistem yang didisain untuk mendorong ekspansi komersial melewati batas-batas lokal menuju skala nasional dan internasional. Pengusaha kapitalis mempelajari pola-pola perdagangan internasional di mana pasar berada dan bagaimana m e m a n i p u l a s i p a s a r u n t u k keuntungan mereka. Penjelasan Robert Learner ini paralel dengan t u d i n g a n K a r l M a r x b a h w a imperialisme adalah kepanjangan tangan dari kapitalisme. Sistem kapitalisme, menurut Ebenstein (1990), mulai berkembang di Inggris pada abad 18 M dan kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa Barat laut dan Amerika Utara. Risalah terkenal Adam Smith, yaitu The Wealth of Nations (1776), diakui sebagai tonggak utama k a p i t a l i s m e k l a s i k y a n g mengekspresikan gagasan (“laissez f a i r e ” 1 ) d a l a m e k o n o m i . Be r ten tangan seka l i dengan m e r k a n t i l i s m e y a i t u a d a n y a intervensi pemerintah dalam urusan negara. Smith berpendapat bahwa jalan yang terbaik untuk memperoleh kemakmuran ada lah dengan membiarkan ind iv idu- ind iv idu mengejar kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa keterlibatan perusahaan-perusahaan negara (Robert Lerner, 1988). Awal abad 20 kapitalisme harus menghadapi berbagai tekanan dan ketegangan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Munculnya kerajaan-kerajaan industri yang cenderung menjadi birokratis uniform dan terjadinya konsentrasinya pemilikan saham oleh segelintir individu kapitalis memaksa pemerintah (Barat) mengintervensi mekanisme pasar melalui kebijakan-kebijakan seper t i undang-undang an t i -monopoli, sistem perpajakan, dan jaminan kesejahteraan. Fenomena intervensi negara terhadap sistem pasar dan meningkatnya tanggung jawab pemerintah dalam masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi merupakan indikasi terjadinya t r a n s f o r m a s i k a p i t a l i s m e .

Transformasi ini, menurut Ebenstein, dilakukan agar kapitalisme dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan ekonomi dan sosial. L a h i r l a h k o n s e p n e g a r a kemakmuran (welfare state) yang oleh Ebenstein disebut sebagai “perekonomian campuran” (mixed economy) yang mengkombinasikan

inisiatif dan milik swasta dengan tanggungjawab negara untuk kemakmuran social. H a b e r m a s m e m a n d a n g transformasi itu sebagai peralihan dari kapitalisme liberal kepada kapitalisme lanjut (late capitalism. organized capitalism, advanced capitalism). Dalam Legitimation C r i s i s ( 1 9 8 8 ) , H a b e r m a s menyebutkan bahwa state regulated capitalism (nama lain kapitalisme lan ju t ) mengacu kepada dua fenomena: (a) terjadinya proses konsen t ras i ekonomi seper t i korporasi-korporasi nasional dan internasional yang menciptakan struktur pasar oligopolistik, dan (b) intervensi negara dalam pasar. Untuk melegit imasi intervensi negara yang secara esensial kontradiktif dengan kapitalisme liberal, maka menurut Habermas, d i lakukan repol i t isasi massa, sebagai kebalikan dari depolitisasi massa dalam masyarakat kapitalis liberal. Upaya ini terwujud dalam sistem demokrasi formal.

Monopoli Kontrol; Sifat dan bentuk Kapitalisme Sekali lagi kita perlu memahami bahwa secara ringkas kapitalisme adalah sistem dimana minoritas p e n g u a s a m o d a l ( k a p i t a l )

memonopoli alat-alat produksi (pabrik, tambang, mall, bank, dan seterusnya), mengeksploitasi kelas buruh, serta beroperasi dengan dorongan proses akumulasi kapital tanpa henti. Pertentangan pokok dalam sistem ekonomi kapitalisme d e n g a n d e m i k i a n b u k a n l a h pertentangan antara perusahaan negeri (semacam BUMN) dengan perusahaan-perusahaan swasta. Pemikiran-pemikiran Marxisme menyumbangkan peranan penting da lam ha l ana l i s i s te rhadap kapitalisme disini. Karl Marx sendiri m i s a l n y a s a m a s e k a l i t i d a k menganggap bahwa kepemilikan alat-alat produksi oleh individu swasta merupakan masalah utama kapitalisme. Apa yang ditentang Marx adalah monopoli kontrol terhadap alat-alat produksi oleh kaum elit minoritas dalam berbagai bentuk untuk mengeksploitasi mayoritas rakyat pekerja. Eksploitasi demikian bisa berbentuk hubungan sosial di tempat kerja dimana buruh-buruh yang tidak memiliki perangkat produksi, dan tidak memiliki komoditas untuk dijual sehingga mereka harus menjual tenaga kerjanya untuk gaji (wage labour system). Ini berarti mereka tidak memiliki kontrol dari hasil kerjanya. Dalam sebuah sistem ekonomi seperti ini, tidak ada kemungkinan untuk merencanakan perekonomian demi kepentingan masyarakat luas. Sebal iknya, set iap kapital is didorong oleh kompetisi untuk membangun usaha dengan saling menjatuhkan pesaingnya, saling mengorbankan pihak lain yang dianggap penghalang bisnisnya, ser ta beror ientasi menumpuk keuntungan bukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Persis yang d ika takan Marx , ‘Akumulas i ! Akumulasi! itu adalah nabi-nabi baginya’. Ini berarti yang kuat modalnya atau kapitalnya memakan yang lemah kapitalnya, khususnya mereka yang tidak punya kapital dan alat produksi sehingga hidupnya harus bergantung pada menjual tenaga kerja pada kapitalis. Inilah yang mengakibatkan eksploitasi dan alienasi pada kelas buruh serta mengarahnya kapitalisme pada krisis ekonomi... (Bersambung)

*Essais Berkala FBI/Penggiat Kajian STUDENTE/Aktivis GM-I UIN Jakarta

kapitalisme adalah

sistem

dimana minoritas penguasa

modal (kapital) memonopoli

alat-alat produksi,

mengeksploitasi

kelas buruh, serta

beroperasi

dengan dorongan proses

akumulasi kapital tanpa

henti.

OPINI

5Fajar Baru Indonesia | Bergerak Semua, Berubah Semua

Beberapa tahun terakhir ini, geliat membaca, menulis, berdiskusi di wilayah Ciputat, khususnya UIN Jakarta, mengalami penurunan yang sangat drastis. Entah apa penyebab pastinya. Terlepas dari subyektifitas penulis, mahasiswa di era gadget ini sudah kehilangan jatidiri kemahasiswaannya. Konon, menurut ceritera dari alumni-alumni senior, taman-taman yang mengelingi kampus UIN Jakarta ini selalu diramaikan dengan adanya kegiatan-kegiatan diskusi. Sekarang? Hampir tidak ditemukan pemandangan aktivitas intelektual seperti itu. Dalam tulisan sederhana ini, mula-mula penulis secara jujur sepakat dengan tesis Yasraf Amir Piliang tentang “post realitas”. Yasraf, dalam bukunya Post Realitas, mengatakan bahwa perkembangan sains dan teknologi mutakhir telah menciptakan sebuah dunia realitas. Dunia realitas baru itu bisa dijelaskan sebagai sebuah kondisi matinya realitas, dalam pengertian diambilalihnya posisi realitas itu oleh apa yang sebelumnya disebut sebagai non-realitas (non-reality). Kemudian penulis kembangkan untuk menjadi sebuah cara baca terhadap fenomena kelesuan minat belajar dan diskusi mahasiswa. Pemilihan cara baca demik ian bukan tanpa dasar a tau “memaksakan”, melainkan berdasarkan amatan-amatan yang telah penulis lakukan. Di samping menggunakan

cara baca post realitas tersebut, dalam tulisan ini penulis juga menyinggung bahwa melemahnya minat diskusi di kalangan mahasiswa ini merupakan krisis nilai, krisis diri, dan pada akhirnya adalah krisis kebudayaan.

Melesatnya Teknologi Melemahnya Diskusi.Laju perkembangan teknologi jika tidak diimbangi dengan kesadaran dan kesiapan masyarakatnya justru akan menjadi sebuah “boomerang” bagi masyarakat tersebut. Manusia kian hari kian dimanjakan dengan kemunculan teknologi-teknologi baru yang pada kondisi tertentu menjadikan manusia kian malas. Dalam menyelesaikan beberapa tugas dan kegiatannya mereka cenderung akan mencari sesuatu yang instan, praktis, dan tidak merepotkannya. Sebagai misal, kecanggihan google dalam membrowsing, kian memanjakan dan seolah meninabobokan manusia dari budaya membaca dan berdiskusi. Sebagai contoh kongkretnya, mahasiswa dengan mudah menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya hanya dengan membuka google, kemudian mengcopy-paste-kan artikel sesuai dengan kebutuhan tugasnya. Lebih ironis lagi, skripsi, yang merupakan tugas akhir dan merupakan karya “otentik” bagi mahasiswa digarap dengan hanya meminta bantuan “mbah google”. Globalisasi teknologi memang tidak bisa dihindari, karena kata Giddens, globalisasi ibarat juggernaut (truk besar) yang sedang melaju kencang tanpa rem kendali. Ia bisa menabrak siapa pun dan kapan pun.

“…Kini kita tidak melihat lagi sesuatu yang akan bertumbuh besar; sebaliknya, kita curiga bahwa segalanya akan terus merosot turun…” Nietzshe

Krisis Nilai, Krisis Ke-Diri-an dan Krisis Kebudayaan:I

Ahmad Bahroin*

Page 5: Fajar Baru Indonesia

ESSAI

4 Fajar Baru Indonesia | Bergerak Semua, Berubah Semua

kapitalisme dan merkantilisme. Direduksi kepada pengertian yang sederhana, kapitalisme adalah sebuah sistem produksi, distribusi, dan pertukaran di mana kekayaan yang terakumulasi diinvestasikan kembali oleh pemilik pribadi untuk memperoleh keuntungan. Kapitalisme adalah sebuah sistem yang didisain untuk mendorong ekspansi komersial melewati batas-batas lokal menuju skala nasional dan internasional. Pengusaha kapitalis mempelajari pola-pola perdagangan internasional di mana pasar berada dan bagaimana m e m a n i p u l a s i p a s a r u n t u k keuntungan mereka. Penjelasan Robert Learner ini paralel dengan t u d i n g a n K a r l M a r x b a h w a imperialisme adalah kepanjangan tangan dari kapitalisme. Sistem kapitalisme, menurut Ebenstein (1990), mulai berkembang di Inggris pada abad 18 M dan kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa Barat laut dan Amerika Utara. Risalah terkenal Adam Smith, yaitu The Wealth of Nations (1776), diakui sebagai tonggak utama k a p i t a l i s m e k l a s i k y a n g mengekspresikan gagasan (“laissez f a i r e ” 1 ) d a l a m e k o n o m i . Be r ten tangan seka l i dengan m e r k a n t i l i s m e y a i t u a d a n y a intervensi pemerintah dalam urusan negara. Smith berpendapat bahwa jalan yang terbaik untuk memperoleh kemakmuran ada lah dengan membiarkan ind iv idu- ind iv idu mengejar kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa keterlibatan perusahaan-perusahaan negara (Robert Lerner, 1988). Awal abad 20 kapitalisme harus menghadapi berbagai tekanan dan ketegangan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Munculnya kerajaan-kerajaan industri yang cenderung menjadi birokratis uniform dan terjadinya konsentrasinya pemilikan saham oleh segelintir individu kapitalis memaksa pemerintah (Barat) mengintervensi mekanisme pasar melalui kebijakan-kebijakan seper t i undang-undang an t i -monopoli, sistem perpajakan, dan jaminan kesejahteraan. Fenomena intervensi negara terhadap sistem pasar dan meningkatnya tanggung jawab pemerintah dalam masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi merupakan indikasi terjadinya t r a n s f o r m a s i k a p i t a l i s m e .

Transformasi ini, menurut Ebenstein, dilakukan agar kapitalisme dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan ekonomi dan sosial. L a h i r l a h k o n s e p n e g a r a kemakmuran (welfare state) yang oleh Ebenstein disebut sebagai “perekonomian campuran” (mixed economy) yang mengkombinasikan

inisiatif dan milik swasta dengan tanggungjawab negara untuk kemakmuran social. H a b e r m a s m e m a n d a n g transformasi itu sebagai peralihan dari kapitalisme liberal kepada kapitalisme lanjut (late capitalism. organized capitalism, advanced capitalism). Dalam Legitimation C r i s i s ( 1 9 8 8 ) , H a b e r m a s menyebutkan bahwa state regulated capitalism (nama lain kapitalisme lan ju t ) mengacu kepada dua fenomena: (a) terjadinya proses konsen t ras i ekonomi seper t i korporasi-korporasi nasional dan internasional yang menciptakan struktur pasar oligopolistik, dan (b) intervensi negara dalam pasar. Untuk melegit imasi intervensi negara yang secara esensial kontradiktif dengan kapitalisme liberal, maka menurut Habermas, d i lakukan repol i t isasi massa, sebagai kebalikan dari depolitisasi massa dalam masyarakat kapitalis liberal. Upaya ini terwujud dalam sistem demokrasi formal.

Monopoli Kontrol; Sifat dan bentuk Kapitalisme Sekali lagi kita perlu memahami bahwa secara ringkas kapitalisme adalah sistem dimana minoritas p e n g u a s a m o d a l ( k a p i t a l )

memonopoli alat-alat produksi (pabrik, tambang, mall, bank, dan seterusnya), mengeksploitasi kelas buruh, serta beroperasi dengan dorongan proses akumulasi kapital tanpa henti. Pertentangan pokok dalam sistem ekonomi kapitalisme d e n g a n d e m i k i a n b u k a n l a h pertentangan antara perusahaan negeri (semacam BUMN) dengan perusahaan-perusahaan swasta. Pemikiran-pemikiran Marxisme menyumbangkan peranan penting da lam ha l ana l i s i s te rhadap kapitalisme disini. Karl Marx sendiri m i s a l n y a s a m a s e k a l i t i d a k menganggap bahwa kepemilikan alat-alat produksi oleh individu swasta merupakan masalah utama kapitalisme. Apa yang ditentang Marx adalah monopoli kontrol terhadap alat-alat produksi oleh kaum elit minoritas dalam berbagai bentuk untuk mengeksploitasi mayoritas rakyat pekerja. Eksploitasi demikian bisa berbentuk hubungan sosial di tempat kerja dimana buruh-buruh yang tidak memiliki perangkat produksi, dan tidak memiliki komoditas untuk dijual sehingga mereka harus menjual tenaga kerjanya untuk gaji (wage labour system). Ini berarti mereka tidak memiliki kontrol dari hasil kerjanya. Dalam sebuah sistem ekonomi seperti ini, tidak ada kemungkinan untuk merencanakan perekonomian demi kepentingan masyarakat luas. Sebal iknya, set iap kapital is didorong oleh kompetisi untuk membangun usaha dengan saling menjatuhkan pesaingnya, saling mengorbankan pihak lain yang dianggap penghalang bisnisnya, ser ta beror ientasi menumpuk keuntungan bukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Persis yang d ika takan Marx , ‘Akumulas i ! Akumulasi! itu adalah nabi-nabi baginya’. Ini berarti yang kuat modalnya atau kapitalnya memakan yang lemah kapitalnya, khususnya mereka yang tidak punya kapital dan alat produksi sehingga hidupnya harus bergantung pada menjual tenaga kerja pada kapitalis. Inilah yang mengakibatkan eksploitasi dan alienasi pada kelas buruh serta mengarahnya kapitalisme pada krisis ekonomi... (Bersambung)

*Essais Berkala FBI/Penggiat Kajian STUDENTE/Aktivis GM-I UIN Jakarta

kapitalisme adalah

sistem

dimana minoritas penguasa

modal (kapital) memonopoli

alat-alat produksi,

mengeksploitasi

kelas buruh, serta

beroperasi

dengan dorongan proses

akumulasi kapital tanpa

henti.

OPINI

5Fajar Baru Indonesia | Bergerak Semua, Berubah Semua

Beberapa tahun terakhir ini, geliat membaca, menulis, berdiskusi di wilayah Ciputat, khususnya UIN Jakarta, mengalami penurunan yang sangat drastis. Entah apa penyebab pastinya. Terlepas dari subyektifitas penulis, mahasiswa di era gadget ini sudah kehilangan jatidiri kemahasiswaannya. Konon, menurut ceritera dari alumni-alumni senior, taman-taman yang mengelingi kampus UIN Jakarta ini selalu diramaikan dengan adanya kegiatan-kegiatan diskusi. Sekarang? Hampir tidak ditemukan pemandangan aktivitas intelektual seperti itu. Dalam tulisan sederhana ini, mula-mula penulis secara jujur sepakat dengan tesis Yasraf Amir Piliang tentang “post realitas”. Yasraf, dalam bukunya Post Realitas, mengatakan bahwa perkembangan sains dan teknologi mutakhir telah menciptakan sebuah dunia realitas. Dunia realitas baru itu bisa dijelaskan sebagai sebuah kondisi matinya realitas, dalam pengertian diambilalihnya posisi realitas itu oleh apa yang sebelumnya disebut sebagai non-realitas (non-reality). Kemudian penulis kembangkan untuk menjadi sebuah cara baca terhadap fenomena kelesuan minat belajar dan diskusi mahasiswa. Pemilihan cara baca demik ian bukan tanpa dasar a tau “memaksakan”, melainkan berdasarkan amatan-amatan yang telah penulis lakukan. Di samping menggunakan

cara baca post realitas tersebut, dalam tulisan ini penulis juga menyinggung bahwa melemahnya minat diskusi di kalangan mahasiswa ini merupakan krisis nilai, krisis diri, dan pada akhirnya adalah krisis kebudayaan.

Melesatnya Teknologi Melemahnya Diskusi.Laju perkembangan teknologi jika tidak diimbangi dengan kesadaran dan kesiapan masyarakatnya justru akan menjadi sebuah “boomerang” bagi masyarakat tersebut. Manusia kian hari kian dimanjakan dengan kemunculan teknologi-teknologi baru yang pada kondisi tertentu menjadikan manusia kian malas. Dalam menyelesaikan beberapa tugas dan kegiatannya mereka cenderung akan mencari sesuatu yang instan, praktis, dan tidak merepotkannya. Sebagai misal, kecanggihan google dalam membrowsing, kian memanjakan dan seolah meninabobokan manusia dari budaya membaca dan berdiskusi. Sebagai contoh kongkretnya, mahasiswa dengan mudah menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya hanya dengan membuka google, kemudian mengcopy-paste-kan artikel sesuai dengan kebutuhan tugasnya. Lebih ironis lagi, skripsi, yang merupakan tugas akhir dan merupakan karya “otentik” bagi mahasiswa digarap dengan hanya meminta bantuan “mbah google”. Globalisasi teknologi memang tidak bisa dihindari, karena kata Giddens, globalisasi ibarat juggernaut (truk besar) yang sedang melaju kencang tanpa rem kendali. Ia bisa menabrak siapa pun dan kapan pun.

“…Kini kita tidak melihat lagi sesuatu yang akan bertumbuh besar; sebaliknya, kita curiga bahwa segalanya akan terus merosot turun…” Nietzshe

Krisis Nilai, Krisis Ke-Diri-an dan Krisis Kebudayaan:I

Ahmad Bahroin*

Page 6: Fajar Baru Indonesia

OPINI Pada sisi lain, kemajuan teknologi yang diantaranya adalah kecanggihan dalam bentuk gadget (smartphone dan sejenisnya), secara sadar maupun tidak sadar, memiliki efek buruk yang bagi penulis, bisa menjadi salah satu faktor di mana diskusi dan kajian-kajian di wilayah Ciputat kian lesu dan melemah. Mahasiswa kian sibuk untuk menggerakkan jari-jemarinya berselancar di dunia maya. Pada titik ini, kecanggihan teknologi seolah tidak dibarengi dengan kesadaran komunal dalam kaitannya pada penggunaan yang bersifat kebutuhan (hajiyyah). Dalam kajian Maqashid Syariah, hemat penulis, posisi teknologi, dalam hal ini smartphone berada pada tingkat komplementer (tahsiniyyah). Ia hanya menjadi bagian pelengkap dari kehidupan manusia sesungguhnya. Ironisnya, manusia membaliknya menjadi tingkat kebutuhan yang bersifat primer (dharuriyat). Seolah sehari tanpa memegang gadget, mengupdate status di facebook, twitter, sama halnya dengan tidak makan.

Krisis Nilai, Krisis Ke-Diri-an, Krisis Kebudayaan Dalam diskursus kebudayaan terdapat empat unsur konstitutif; bahasa, adat atau kebiasaan, teknik serta nilai. Krisis nilai menurut Romo Mudji Sutrisno mengoyak dua bidang pokok kehidupan secara langsung yang berkaitan dengan kebudayaan. Pertama, bidang pendidikan. Goresan krisis nilai di bidang pendidikan ini terjadi ketika sekolah (kampus) sebagai lingkungan yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan, kini tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga yang memonopoli pembinaan pendidikan kepribadian murid-mur idnya. Kedua, b idang kemasyarakatan. Dalam kemasyarakatan, nilai-nilai umum dan nilai-nilai kebersamaan menghilang dan pudar. Hal ini ditandai dengan semakin menjamurnya nilai-nilai kepentingan diri, kepentingan kelompok kecil. Pendidikan tidak lagi menjadi tujuan utama, karena pencarian gelar untuk mendapatkan kemudahan dalam mencari pekerjaan seolah menjadi tujuan utama. Jika pencarian gelar demi sebuah pekerjaan menjadi spirit utama kuliah, maka belajar, berdiskusi, berkarya adalah sesuatu yang dianggap sia-sia. Toh ujung-ujungnya adalah gelar dan pekerjaan bukan? Jika mau menilik konsep tasawuf dalam kaitannya terhadap fenomena niat belajar semata-mata demi mendapatkan sebuah gelar, maka hal itu merupakan sesuatu yang amat hina. Nabi Saw. Bersabda, “Barang siapa yang mencari ilmu semata-semata bukan karena untuk mencari ridha Allah, maka disiapkan baginya sebuah tempat di neraka. Krisis nilai ini pada gilirannya menjadi sebuah krisis ke-diri-an dan ujungnya adalah krisis

kebudayaan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Gus Dur yang menyatakan: “Jika mengetahui merupakan kodrat hidup, maka sistem pendidikan adalah kebudayaan sehingga ketika sistem tersebut menjauhkan manusia dari pengetahuan diri, krisis pendidikan secara sah menjadi krisis kebudayaan..” Artinya, jika tujuan pendidikan bukan lagi untuk sebuah pengetahuan akan ilmu, dan berubah menjadi pencarian sebuah gelar dan pekerjaan, maka pendidikan semacam ini sudah tidak memiliki nilai (value), karena ia sama halnya dengan makelar-makelar pekerjaan dan pembuat sertifikat/lisensi. Dengan demikian, pendidikan kita sedang mengalami sebuah krisis, dan krisis pendidikan adalah bagian dari krisis kebudayaan.

Strategi Kebudayaan; Upaya Mengembalikan Semangat BelajarIslam mengajarkan bahwa mencari ilmu pengetahuan, baik dengan jalan belajar maupun berdiskusi tidak ada ujung pangkalnya. Sebagai akibat dari ajaran-ajaran ini maka salah satu aspek terpenting dalam belajar adalah tidak mencukupkan diri belajar di satu tempat. Dalam konteks mahasiswa adalah tidak mencukupkan diri belajar di kampus. Kemunduran dan kelesuan minat belajar pada titik tertentu menandakan adanya degradasi peradaban, yang dalam hal ini adalah peradaban membaca dan berdiskusi. Faktor utamanya adalah nilai-nilai penyangga peradaban tidak lagi dijadikan sebagai sebuah kunci pengukur, tidak lagi dihidupi. Romo Mudji Sutrisno dalam bukunya berjudul Filsafat Kebudayaan menegaskan bahwa untuk menempatkan kembali manusia sebagai titik sentral dengan nilai pada dirinya sendiri merupakan syarat pertama. Syarat kedua, kiranya setiap usaha merumuskan kembali strategi budaya yang sadar, yang bermula pada nilai hakiki, penghormatan pada apa yang suci, yang esensial, dan apa yang spiritual dari manusia. Dari uraian singkat ini, penulis ingin menegaskan sekaligus mengingatkan bahwa kesadaran komunal tidak akan tergerak bila kesadaran-kesadaran individual tidak terjadi. Oleh karenanya untuk kembali membangkitkan semangat belajar dan meramaikan diskusi di ruang-ruang kajian. Belajar sebagai kebutuhan primer (dharuriyat) di jadikan sebagai sesuatu yang paling utama, bukan menjadikan gadget yang bersifat pelengkap (tahsiniyat) itu menjadi sesuatu yang primer.

*Kolumnis Tetap FBI UIN /Penggiat Kajian PSPP UIN Jakarta

Adalah ebuah contoh demokrasi yang sungguh tak elok ketika sejumlah anggota DPR yang terhormat secara kasatmata menampilkan dramaturgi perebutan kuasa dengan melakukan penjarahan kekuasaan pimpinan dan kartelisasi suara rakyat justru di rumah rakyat. Koalisi telah mengikis representasi dan mekanisme pilihan para pimpinan sejak dari posisi pucuk pimpinan DPR hingga posisi ketua komisi. Ini semua dengan telanjang mempertontonkan permainan p e r s e k o n g k o l a n d a r p a d a permusyawaratan. U n d a n g - U n d a n g M D 3 y a n g dipaksakan hadir menjelang pergantian

anggota DPR yang dilanjutkan dengan pembuatan tata tertib DPR yang sarat dengan libido nafsu berkuasa telah mengawali proses kartelisasi suara rakyat di Senayan. Amputasi hak-hak politik sejumlah anggota DPR telah melumpuhkan nalar sehat yang menyebabkan kursi pucuk pimpinan di rumah rakyat tersebut justru direbut dengan cara-cara unfairness Tak puas dengan hal itu, kursi-kursi ketua komisi yang nantinya akan menjadi mitra strategis kementerian sektoral untuk membahas dan mengeksekusi program/kegiatan yang digunakan melayani kepentingan rakyat sebagai

pemberi mandat kekuasaaan kepada legislatif dan eksekutif tak luput untuk dikartelisasi. Di titik inilah, para wakil rakyat telah menggadaikan suara rakyat di arena polit ik transaksional dan persekongkolan. S e j u m l a h w a k i l r a k y a t y a n g mengartelisasi suara rakyat tersebut tak paham mengenai ungkapan filsuf Emanuel Levinas yang menolak untuk membangun dunia dengan sekadar bertitik tolak dari ”ego”. Jika hal itu dilakukan, ”yang lain” akan diobyekkan oleh ”sang ego”. Dengan bertindak dibimbing oleh hasrat-kuasa, sang wakil rakyat telah bertindak

KARTELISASI SUARA RAKYAT*W Riawan Tjandra

6 Fajar Baru Indonesia | Bergerak Semua, Berubah Semua

EKONOMI POLITIKmelampaui kuasa yang diterimanya dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan sejati.

Hasrat berkuasa Para wakil rakyat telah membuat distansi dengan yang diwakili ketika suara dari sang pemilik telah direduksi sekadar menjadi hasrat berkuasa.Maka, tak salah jika sang pemilik suara berkehendak untuk mencabut kuasa yang telanjur diberikan di kala pemilu legislatif digelar dengan sederet janji manis politik. Hal ini karena kewajiban representasi yang harus dilaksanakan oleh sang wakil sebagaimana diamanatkan dalam UU MD3 hanya menjelma menjadi naluri barbar untuk mengartelisasi kursi sebagai pelampiasan ambisi. Delegitimasi pimpinan Senayan dan kini memunculkan pimpinan bayangan, yang dalam pandangan pemikiran psikoanalisa Lacan dalam bukunya The Mirror of Stage, perlu dimaknai sebagai mani festas i subyek-subyek yang

teralienasi dan suara rakyat yang dikartelisasi. Matinya kedaulatan rakyat di tangan sang wakil rakyat merupakan lonceng kematian sebuah negara yang kini sedang merangkak untuk melepaskan diri dari kuasa totalitarian dan oligarki di masa lalu. Arus Orde Reformasi terancam diputarbal ikkan kembal i ke rezim hegemoni, di saat para wakil rakyat menyubstitusi mandat yang diberikan rakyat untuk membeli tiket koalisi agar bisa turut berpesta pora dalam pesta kuasa di tengah puluhan juta rakyat miskin menunggu kucuran subsidi. Ketika filsuf Levort mengisahkan sebuah ”revolusi demokratik” di Perancis yang telah menjadi wilayah baru yang mengandaikan adanya pergeseran pada aras simbolik yang berujung pada kebaruan penataan sosial, tentu tak sempat membayangkan bahwa di rumah perwakilan rakyat yang merupakan buah

dari revolusi demokratik di Senayan justru bisa direduksi menjadi sebuah permainan dominasi dan hegemoni. Sila Pancasila ”Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” kini mengalami pendangkalan makna yang justru dilakukan oleh para wakil rakyat yang seharusnya menjadi barisan terdepan untuk melaksanakan sila tersebut. Sebagian dari mereka kini lebih memilih menjadi budak totalitarianisme yang selalu berkeinginan menghadirkan logika kepenuhan dan kepemilikan kuasa s e c a r a p e n u h d e n g a n mengatasnamakan ruang kosong kedaulatan rakyat. Rumah rakyat tersebut kini telah menjadi tempat persemaian benih-benih totalitarianisme bagi kembalinya rezim totaliter.

*Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta

MAHSISWA BERGERAK

KBM UIN, HAMAS UNAS, STT dan PERSADA Tolak Kenaikan Harga BBM R a t u s a n C i v i t a s A c a d e m i c a Mahasiswa UIN Jakarta menyambut keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan melakukan demonstrasi pada selasa malam pkl.19.00 wib. Aksi Massa yang berlangsung selama lima hari berturut-turut ini berujung dipukul mundurnya para demonstran oleh represivitas gas air mata dan pentungan aparat kepolisian pada Jum’at malam, pkl. 20.30 wib didepan gerbang keluar kampus UIN Jakarta. Aksi massa yang digawangi oleh Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMI) beserta elemen mahasiswa dari LS-ADI, G P P I , I C I , K A M - J a k a r t a , P M I I Ushuluddin, HMI, dan IMM yang terkonsolidasi dalam Keluarga Besar Mahasiswa UIN Jakarta (KBM-UIN) bersama-sama Civitas Academica STT, UNAS dan PERSADA bersatu sehati menolak kebijakan Jokowi/JK yang dinilai merugikan rakyat.Belum genap 100 hari menjabat di istana, kini rakyat dipaksa kembali menelan pil pahit dengan diputuskannya harga baru BBM yang katanya bersubsidi. Pasca ditetapkan sebagai pemenang PILPRES 2014 Jokowi/JK disimbolkan sebagai pemimpin baru ideal bangsa yang lahir untuk menjadi anti thesa rezim SBY/Boediono yang liberalis dan kroni kapi ta l is t ik , tapi ternyata semua

sangkaan diatas adalah ilusi semata ketika Jokowi/JK menarik subsidi BBM yang berakibat terkerek naiknya inflasi, lantas masihkah Jokowi Jusuf Kala adalah kita? Sekali lagi rakyat dibuat kecewa dengan slogan dan topeng baru wajah istana yang tetap saja tidak berpihak pada rakyat. Apakah Jokowi/JK lupa bahwa dirinya dimenangkan oleh Rakyat bukan oleh elit dan partai politik yang hanya mengklaim bersuara Rakyat?

Saat ini tak ada pilihan lain bagi kita selain menyatakan sikap, bergerak bersama dan melawan bersama bahwa rakyat tidak butuh janji surga slogan Kabinet Kerja.

“Menderita, Bergerak, Berjuang dan Menang Bersama Rakyat.

Hidup Mahasiswa!”

*BC (Kolumnis Tetap FBI/Penggiat Kajian STUDENTE/Aktivis GMI UIN Jakarta)

7Fajar Baru Indonesia | Bergerak Semua, Berubah Semua

POLITIK

Page 7: Fajar Baru Indonesia

OPINI Pada sisi lain, kemajuan teknologi yang diantaranya adalah kecanggihan dalam bentuk gadget (smartphone dan sejenisnya), secara sadar maupun tidak sadar, memiliki efek buruk yang bagi penulis, bisa menjadi salah satu faktor di mana diskusi dan kajian-kajian di wilayah Ciputat kian lesu dan melemah. Mahasiswa kian sibuk untuk menggerakkan jari-jemarinya berselancar di dunia maya. Pada titik ini, kecanggihan teknologi seolah tidak dibarengi dengan kesadaran komunal dalam kaitannya pada penggunaan yang bersifat kebutuhan (hajiyyah). Dalam kajian Maqashid Syariah, hemat penulis, posisi teknologi, dalam hal ini smartphone berada pada tingkat komplementer (tahsiniyyah). Ia hanya menjadi bagian pelengkap dari kehidupan manusia sesungguhnya. Ironisnya, manusia membaliknya menjadi tingkat kebutuhan yang bersifat primer (dharuriyat). Seolah sehari tanpa memegang gadget, mengupdate status di facebook, twitter, sama halnya dengan tidak makan.

Krisis Nilai, Krisis Ke-Diri-an, Krisis Kebudayaan Dalam diskursus kebudayaan terdapat empat unsur konstitutif; bahasa, adat atau kebiasaan, teknik serta nilai. Krisis nilai menurut Romo Mudji Sutrisno mengoyak dua bidang pokok kehidupan secara langsung yang berkaitan dengan kebudayaan. Pertama, bidang pendidikan. Goresan krisis nilai di bidang pendidikan ini terjadi ketika sekolah (kampus) sebagai lingkungan yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan, kini tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga yang memonopoli pembinaan pendidikan kepribadian murid-mur idnya. Kedua, b idang kemasyarakatan. Dalam kemasyarakatan, nilai-nilai umum dan nilai-nilai kebersamaan menghilang dan pudar. Hal ini ditandai dengan semakin menjamurnya nilai-nilai kepentingan diri, kepentingan kelompok kecil. Pendidikan tidak lagi menjadi tujuan utama, karena pencarian gelar untuk mendapatkan kemudahan dalam mencari pekerjaan seolah menjadi tujuan utama. Jika pencarian gelar demi sebuah pekerjaan menjadi spirit utama kuliah, maka belajar, berdiskusi, berkarya adalah sesuatu yang dianggap sia-sia. Toh ujung-ujungnya adalah gelar dan pekerjaan bukan? Jika mau menilik konsep tasawuf dalam kaitannya terhadap fenomena niat belajar semata-mata demi mendapatkan sebuah gelar, maka hal itu merupakan sesuatu yang amat hina. Nabi Saw. Bersabda, “Barang siapa yang mencari ilmu semata-semata bukan karena untuk mencari ridha Allah, maka disiapkan baginya sebuah tempat di neraka. Krisis nilai ini pada gilirannya menjadi sebuah krisis ke-diri-an dan ujungnya adalah krisis

kebudayaan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Gus Dur yang menyatakan: “Jika mengetahui merupakan kodrat hidup, maka sistem pendidikan adalah kebudayaan sehingga ketika sistem tersebut menjauhkan manusia dari pengetahuan diri, krisis pendidikan secara sah menjadi krisis kebudayaan..” Artinya, jika tujuan pendidikan bukan lagi untuk sebuah pengetahuan akan ilmu, dan berubah menjadi pencarian sebuah gelar dan pekerjaan, maka pendidikan semacam ini sudah tidak memiliki nilai (value), karena ia sama halnya dengan makelar-makelar pekerjaan dan pembuat sertifikat/lisensi. Dengan demikian, pendidikan kita sedang mengalami sebuah krisis, dan krisis pendidikan adalah bagian dari krisis kebudayaan.

Strategi Kebudayaan; Upaya Mengembalikan Semangat BelajarIslam mengajarkan bahwa mencari ilmu pengetahuan, baik dengan jalan belajar maupun berdiskusi tidak ada ujung pangkalnya. Sebagai akibat dari ajaran-ajaran ini maka salah satu aspek terpenting dalam belajar adalah tidak mencukupkan diri belajar di satu tempat. Dalam konteks mahasiswa adalah tidak mencukupkan diri belajar di kampus. Kemunduran dan kelesuan minat belajar pada titik tertentu menandakan adanya degradasi peradaban, yang dalam hal ini adalah peradaban membaca dan berdiskusi. Faktor utamanya adalah nilai-nilai penyangga peradaban tidak lagi dijadikan sebagai sebuah kunci pengukur, tidak lagi dihidupi. Romo Mudji Sutrisno dalam bukunya berjudul Filsafat Kebudayaan menegaskan bahwa untuk menempatkan kembali manusia sebagai titik sentral dengan nilai pada dirinya sendiri merupakan syarat pertama. Syarat kedua, kiranya setiap usaha merumuskan kembali strategi budaya yang sadar, yang bermula pada nilai hakiki, penghormatan pada apa yang suci, yang esensial, dan apa yang spiritual dari manusia. Dari uraian singkat ini, penulis ingin menegaskan sekaligus mengingatkan bahwa kesadaran komunal tidak akan tergerak bila kesadaran-kesadaran individual tidak terjadi. Oleh karenanya untuk kembali membangkitkan semangat belajar dan meramaikan diskusi di ruang-ruang kajian. Belajar sebagai kebutuhan primer (dharuriyat) di jadikan sebagai sesuatu yang paling utama, bukan menjadikan gadget yang bersifat pelengkap (tahsiniyat) itu menjadi sesuatu yang primer.

*Kolumnis Tetap FBI UIN /Penggiat Kajian PSPP UIN Jakarta

Adalah ebuah contoh demokrasi yang sungguh tak elok ketika sejumlah anggota DPR yang terhormat secara kasatmata menampilkan dramaturgi perebutan kuasa dengan melakukan penjarahan kekuasaan pimpinan dan kartelisasi suara rakyat justru di rumah rakyat. Koalisi telah mengikis representasi dan mekanisme pilihan para pimpinan sejak dari posisi pucuk pimpinan DPR hingga posisi ketua komisi. Ini semua dengan telanjang mempertontonkan permainan p e r s e k o n g k o l a n d a r p a d a permusyawaratan. U n d a n g - U n d a n g M D 3 y a n g dipaksakan hadir menjelang pergantian

anggota DPR yang dilanjutkan dengan pembuatan tata tertib DPR yang sarat dengan libido nafsu berkuasa telah mengawali proses kartelisasi suara rakyat di Senayan. Amputasi hak-hak politik sejumlah anggota DPR telah melumpuhkan nalar sehat yang menyebabkan kursi pucuk pimpinan di rumah rakyat tersebut justru direbut dengan cara-cara unfairness Tak puas dengan hal itu, kursi-kursi ketua komisi yang nantinya akan menjadi mitra strategis kementerian sektoral untuk membahas dan mengeksekusi program/kegiatan yang digunakan melayani kepentingan rakyat sebagai

pemberi mandat kekuasaaan kepada legislatif dan eksekutif tak luput untuk dikartelisasi. Di titik inilah, para wakil rakyat telah menggadaikan suara rakyat di arena polit ik transaksional dan persekongkolan. S e j u m l a h w a k i l r a k y a t y a n g mengartelisasi suara rakyat tersebut tak paham mengenai ungkapan filsuf Emanuel Levinas yang menolak untuk membangun dunia dengan sekadar bertitik tolak dari ”ego”. Jika hal itu dilakukan, ”yang lain” akan diobyekkan oleh ”sang ego”. Dengan bertindak dibimbing oleh hasrat-kuasa, sang wakil rakyat telah bertindak

KARTELISASI SUARA RAKYAT*W Riawan Tjandra

6 Fajar Baru Indonesia | Bergerak Semua, Berubah Semua

EKONOMI POLITIKmelampaui kuasa yang diterimanya dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan sejati.

Hasrat berkuasa Para wakil rakyat telah membuat distansi dengan yang diwakili ketika suara dari sang pemilik telah direduksi sekadar menjadi hasrat berkuasa.Maka, tak salah jika sang pemilik suara berkehendak untuk mencabut kuasa yang telanjur diberikan di kala pemilu legislatif digelar dengan sederet janji manis politik. Hal ini karena kewajiban representasi yang harus dilaksanakan oleh sang wakil sebagaimana diamanatkan dalam UU MD3 hanya menjelma menjadi naluri barbar untuk mengartelisasi kursi sebagai pelampiasan ambisi. Delegitimasi pimpinan Senayan dan kini memunculkan pimpinan bayangan, yang dalam pandangan pemikiran psikoanalisa Lacan dalam bukunya The Mirror of Stage, perlu dimaknai sebagai mani festas i subyek-subyek yang

teralienasi dan suara rakyat yang dikartelisasi. Matinya kedaulatan rakyat di tangan sang wakil rakyat merupakan lonceng kematian sebuah negara yang kini sedang merangkak untuk melepaskan diri dari kuasa totalitarian dan oligarki di masa lalu. Arus Orde Reformasi terancam diputarbal ikkan kembal i ke rezim hegemoni, di saat para wakil rakyat menyubstitusi mandat yang diberikan rakyat untuk membeli tiket koalisi agar bisa turut berpesta pora dalam pesta kuasa di tengah puluhan juta rakyat miskin menunggu kucuran subsidi. Ketika filsuf Levort mengisahkan sebuah ”revolusi demokratik” di Perancis yang telah menjadi wilayah baru yang mengandaikan adanya pergeseran pada aras simbolik yang berujung pada kebaruan penataan sosial, tentu tak sempat membayangkan bahwa di rumah perwakilan rakyat yang merupakan buah

dari revolusi demokratik di Senayan justru bisa direduksi menjadi sebuah permainan dominasi dan hegemoni. Sila Pancasila ”Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” kini mengalami pendangkalan makna yang justru dilakukan oleh para wakil rakyat yang seharusnya menjadi barisan terdepan untuk melaksanakan sila tersebut. Sebagian dari mereka kini lebih memilih menjadi budak totalitarianisme yang selalu berkeinginan menghadirkan logika kepenuhan dan kepemilikan kuasa s e c a r a p e n u h d e n g a n mengatasnamakan ruang kosong kedaulatan rakyat. Rumah rakyat tersebut kini telah menjadi tempat persemaian benih-benih totalitarianisme bagi kembalinya rezim totaliter.

*Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta

MAHSISWA BERGERAK

KBM UIN, HAMAS UNAS, STT dan PERSADA Tolak Kenaikan Harga BBM R a t u s a n C i v i t a s A c a d e m i c a Mahasiswa UIN Jakarta menyambut keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan melakukan demonstrasi pada selasa malam pkl.19.00 wib. Aksi Massa yang berlangsung selama lima hari berturut-turut ini berujung dipukul mundurnya para demonstran oleh represivitas gas air mata dan pentungan aparat kepolisian pada Jum’at malam, pkl. 20.30 wib didepan gerbang keluar kampus UIN Jakarta. Aksi massa yang digawangi oleh Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMI) beserta elemen mahasiswa dari LS-ADI, G P P I , I C I , K A M - J a k a r t a , P M I I Ushuluddin, HMI, dan IMM yang terkonsolidasi dalam Keluarga Besar Mahasiswa UIN Jakarta (KBM-UIN) bersama-sama Civitas Academica STT, UNAS dan PERSADA bersatu sehati menolak kebijakan Jokowi/JK yang dinilai merugikan rakyat.Belum genap 100 hari menjabat di istana, kini rakyat dipaksa kembali menelan pil pahit dengan diputuskannya harga baru BBM yang katanya bersubsidi. Pasca ditetapkan sebagai pemenang PILPRES 2014 Jokowi/JK disimbolkan sebagai pemimpin baru ideal bangsa yang lahir untuk menjadi anti thesa rezim SBY/Boediono yang liberalis dan kroni kapi ta l is t ik , tapi ternyata semua

sangkaan diatas adalah ilusi semata ketika Jokowi/JK menarik subsidi BBM yang berakibat terkerek naiknya inflasi, lantas masihkah Jokowi Jusuf Kala adalah kita? Sekali lagi rakyat dibuat kecewa dengan slogan dan topeng baru wajah istana yang tetap saja tidak berpihak pada rakyat. Apakah Jokowi/JK lupa bahwa dirinya dimenangkan oleh Rakyat bukan oleh elit dan partai politik yang hanya mengklaim bersuara Rakyat?

Saat ini tak ada pilihan lain bagi kita selain menyatakan sikap, bergerak bersama dan melawan bersama bahwa rakyat tidak butuh janji surga slogan Kabinet Kerja.

“Menderita, Bergerak, Berjuang dan Menang Bersama Rakyat.

Hidup Mahasiswa!”

*BC (Kolumnis Tetap FBI/Penggiat Kajian STUDENTE/Aktivis GMI UIN Jakarta)

7Fajar Baru Indonesia | Bergerak Semua, Berubah Semua

POLITIK

Page 8: Fajar Baru Indonesia

Dalam rangka memperingati Hari HAM se-dunia redaksi FBI menurunkan pemikiran Alm-Gus Dur tentang HAM dan Islam –Terus Berjuang ungkap penculikan aktivis 98', pembunuhan Munir dan penderitaan rakyat Indonesia ditanah Papua karena kekerasan (Penembakan) - kami tundukan kepala untuk mereka yang menjadi korban semoga kita bisa lebih memahami situasi kebangsaan kita, selamat membaca.

ulisan-tulisan yang menyatakan

TIslam melindungi Hak Asasi Manusia (HAM), ser ingkal i

menyebutkan Islam sebagai agama yang paling demokratis. Pernyataan itu, ser ingka l i t idak sesua i dengan kenyataan yang terjadi. Justru di negeri-negeri muslim-lah terjadi banyak pelanggaran yang berat atas HAM, termasuk di Indonesia. Kalau kita tidak mau mengakui hal ini, berarti kita melihat Islam sebagai acuan ideal, yang sama sekali tidak tersangkut dengan HAM. Dalam keadaaan demikian, klaim Islam sebagai agama pelindung HAM hanya akan terasa kosong saja, tidak memiliki pelaksanaan dalam praktek kehidupan. Di sisi lain, kita melihat para penulis seperti Al-Maudoodi, seorang pemimpin muslim yang lahir di India dan kemudian pindah ke Pakistan di abad yang lalu, justru tidak mempedulikan hubungan antara Islam dan HAM. Baginya, bahkan hubungan antara Islam dan Nasionalisme justru tidak ada. Nasionalisme adalah idiologi buatan manusia, sedangkan Islam adalah buatan Allah swt. Bagaimana mungkin mempersamakan sesuatu buatan Allah swt dengan sesuatu buatan manusia? L a n t a s , b a g a i m a n a k a h h a r u s d i t e r a n g k a n h u b u n g a n a n t a r a perkembangan Islam dalam kehidupan yang dipenuhi oleh tindakan-tindakan manusia? Al-Maudoodi tidak mau menjawab pertanyaan ini, sebuah sikap yang pada akhirnya menghilangkan arti acuan yang digunakannya. Bukankah Liga Muslim (Muslim League) yang didukung- nya adalah buatan Ali Jinnah dan Lia Quat Ali Khan, yang kemudaian melahirkan Pakistan, yang tiga kali bergant i nama antara Republ ik Pakistan dan Republik Islam Pakistan? Bukankah ini berarti campur tangan manusia yang sangat besar dalam pertumbuhan negeri muslim itu? Dan, bagaimanakah harus dibaca tindakan Pervez Musharraf yang pada bulan lalu

telah memenangkan kepresidenan negeri itu melalui plebisit, bukannya melalui pemilu? Dan bagaimana dengan tuduhan-tuduhannya, bahwa para pemuka partai politik, termasuk Liga Muslim, sebagai orang-orang yang korup dan hanya mementingkan diri sendiri?

***** Banyak negeri-negeri muslim yang telah melakukan ratifikasi atas deklarasi universal HAM, yang dikumandangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam tahun 1948. Dalam deklarasi itu, tercantum dengan jelas bahwa berpindah agama adalah Hak Asasi Manusia. Padahal Fiqh /Hukum Islam sampai hari ini masih berpegang pada ketentuan, bahwa berpindah dari agama Islam ke agama lain adalah tindak kemurtadan (apostasy), yang pa tu t d i hukum ma t i . Ka lau i n i diberlakukan di negeri kita, maka lebih dari 20 juta jiwa manusia Indonesia yang berpindah agama dari Islam ke Kristen sejak tahun 1965, haruslah dihukum mati . Dapatkah hal i tu dilakukan? Sebuah pertanyaan yang tidak akan ada jawabnya, karena hal itu merupakan kenyataan yang demikian besar mengguncang perasaan kita. Dengan demikian menjadi jelas, bahwa dihadapan kita hanya ada satu dari dua kemungkinan: menolak deklarasi universal HAM itu sebagai sesuatu yang asing bagi Islam, seperti yang dilakukan Al-Maudoodi terhadap Nasionalisme atau justru merubah diktum fiqh/Hukum Islam itu sendiri. Sikap menolak, hanya akan berakibat seperti sikap burung onta yang menolak kenyataan dan menghindarinya, dengan bersandar kepada lamunan indah tentang keselamatan diri sendiri. Sikap seperti ini, hanya akan berarti menyakiti diri sendiri dalam jangka panjang. Dengan demikian, mau tak mau kita harus m e n e m u k a n m e k a n i s m e u n t u k merubah ketentuan fiqh/Hukum Islam, yang secara formal sudah berabad- abad diikuti. Tetapi disinilah terletak kebesaran I s lam, yang secara sederhana menetapkan keimanan kita pada Allah dan utusan-Nya sebagai sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi. Beserta beberapa Hukum Muhkamat lainnya, kita harus memiliki keyakinan akan kebenaran hal itu. Apabila yang demikian itu juga dapat diubah-ubah maka hilanglah ke-islaman kita

***** Sebuah contoh menarik dalam hal ini adalah tentang budak sahaya (slaves), yang justru banyak menghiasi

Al-Qur 'an dan Al-Hadi ts ( t radis i kenabian). Sekarang, perbudakan dan sejenisnya tidak lagi diakui oleh bangsa muslim manapun, hingga secara tidak terasa ia hilang dari perbendaharaan pemikiran kaum muslimin. Praktek-praktek perbudakan, kalaupun masih ada, tidak diakui lagi oleh negeri muslim manapun dan paling hanya dilakukan oleh kelompok-kelompok muslimin yang kecil tanpa perlindungan negara. Dalam jangka tidak lama lagi, praktek semacam itu akan hilang dengan sendirinya.Nah, kita harus mampu melihat ufuk kejauhan, dalam hal ini mereka yang mengalami konversi ke agama lain. Ini merupakan keharusan, kalau kita ingin Islam dapat menjawab tantangan masa kini dan masa depan. Firman Kitab Suci Al-qur'an, “tiadalah yang tetap dalam kehidupan kecuali wajah Tuhan” (walam yabqa illa wajha Allah) menunjukkan hal itu dengan jelas. Ketentuan Ushul Fiqh (Islamic L e g a l T h e o r y ) “ h u k u m a g a m a sepenuhnya tergantung kepada sebab-sebabnya, baik ada ataupun tidak adanya hukum itu sendiri” (yaduuru al-hukmu ma'a ' i l latihi wujudan wa 'adaman) jelas menunjuk kepada kemungkinan perubahan diktum seperti ini. Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) telah melakukan antisipasi terhadap hal ini. Dalam salah sebuah muktamarnya, NU te lah mengambi l keputusan “perumusan hukum haruslah sesuai d e n g a n p r i n s i p - p r i n s i p y a n g digunakan”. Ambil contoh masalah Keluarga Berencana (KB), yang dahulu di larang karena pembatasan kelahiran, yang menjadi hak reproduksi di tangan Allah semata. Sekarang, karena pertimbangan biaya pendidikan yang s e m a k i n t i n g g i m e m b o l e h k a n perencanaan keluarga, dengan tetap membiarkan hak reproduksi di tangan Allah. Kalau diinginkan memperoleh anak lagi, tinggal membuang kondom atau menjauhi obat-obat yang dapat mengatur kelahiran. Jelaslah dengan demikian, bahwa Islam patut menjadi agama di setiap masa dan tempat (yasluhu kulla zamanin wa makan). Indah bukan, untuk mengetahui hal ini semasa kita masih hidup?

Paso, 23/5/2002*Penulis adalah ketua umum dewan

syura DPP PKB

Islam dan HAM PEMIKIRAN TOKOH

8 Bergerak Semua, Berubah Semua

Gus Dur-Alm*