fajar menyingsing di tanah aceh

150

Upload: muhammad-firdaus

Post on 16-Apr-2017

766 views

Category:

Education


9 download

TRANSCRIPT

  • i

    Fajar Menyingsing di Tanah Aceh 55 Tahun Fekon Unsyiah Mengabdi

  • ii

    PelindungRektor Universitas Syiah KualaProf. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng

    Penanggung Jawab:Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala

    Dr. Mirza Tabrani, MBA

    Penyusun NaskahJeliteng Pribadi, SE, MM, MA

    KontributorHertily Surviva, SE.Ak

    EditorProf. Dr. Said Muhammad, MA | Drs. Syamsuddin Yacob

    Julia Novrita, SE, MA | Said Muniruddin, SE.Ak., M.Sc | Hertily Surviva, SE.Ak

    Chief EditorJeliteng Pribadi, SE, MM, MA

    Editor FotoWahyu Andhika Fadwa, SE

    Sumber FotoWahyu Andhika Fadwa, SE | Dr. Iskandarsyah Madjid, SE, MM

    Safri Viena | Dahlia A. Hasjmy | Zulfikar, SE | Dokumentasi Fekon Unsyiah

    Desain Cover:Wahyu Andhika Fadwa, SE

    Layout Amir Faisal

    PenerbitFakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Darussalam,

    Banda Aceh Tel. 0651-51765, 0651-74100352

    Cetakan I/Oktober 2015Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

    Fajar Menyingsing di Tanah Aceh 55 Tahun Fekon Unsyiah Mengabdi

    Pribadi, JelitengFajar Menyingsing di Tanah Aceh | 55 Tahun Fekon Unsyiah Mengabdi

    Editor: Said Muhammad, Syamsuddin Yacob, Julia Novrita, Said Muniruddin. Layouter: Amir Faisal Ed. 1, cet. 1. Banda Aceh, 2007. 130 hlm: 20 x 20 cm

    HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

  • iii

    Assalamualaikum wr.wb.

    Penerbitan buku merupakan perwujudan harapan dan impian yang ditata dalam tulisan yang mengalir dari keikhlasan hati sebagai ungkapan kenangan, pengalaman, pemikiran, gagasan, pengamatan dan kepedulian. Alangkah berbahagianya manusia yang dapat memahami dan memaknai upaya ini, dalam usaha menghindari hilangnya jejak awal dan putusnya mata rantai suatu keberadaan. Dengan menulis kata sambutan dalam buku ini, agaknya saya berkesempatan mengajak pembaca lebih memahami perjalanan hidup sebuah fakultas yang menjadi cikal bakal bagi lahirnya sebuah universitas, yang dewasa ini cukup disegani di kalangan dunia akademis di Indonesia.

    Dalam perkembangannya, Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Fekon Unsyiah) telah melalui pasang surut kehidupan. Ribuan bahkan puluhan ribu alumni telah dihasilkan fakultas tertua ini. Tidak dapat disangkal bahwa kehadiran Fekon Unsyiah telah mewarnai pembangunan ekonomi Aceh dan bahkan pembangunan nasional.

    Di usianya ke lima puluh lima, kami yakin Fekon telah cukup dewasa. Sehingga kelak dapat berkiprah dalam pembangunan dunia yang lebih luas. Memainkan peranan tidak hanya lokal, tetapi juga nasional dan internasional. Tentu saja hal ini membutuhkan kerja keras dan kebersamaan. Dirgahayu Fekon Unsyiah, semoga tetap jaya selalu.

    Wassalamualaikum wr.wb.

    Darussalam, September 2015

    Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng Rektor

    Sambutan Rektor Universitas Syiah Kuala

    iii

  • iv

    Assalamualaikum wr.wb.

    Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena atas ridha-Nya, buku sejarah fakultas tertua di Universitas Syiah Kuala ini dapat terselesaikan. Tidak lupa pula kita ucapkan salawat dan salam kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang menjadi tauladan dan inspirasi semangat pengabdian dan pengorbanan. Penulisan buku ini merupakan suatu upaya menyambung mata rantai sejarah sekaligus updating buku

    yang pernah diterbitkan pada enam dan dua puluh sembilan tahun lampau. Apabila tidak diperbaharui, kami khawatir ada sesuatu yang hilang. Karya dan dharma bakti para guru dan pendahulu akan musnah di telan masa sehingga generasi penerus akan terputus informasi dan sejarah.

    Kami berharap, penulisan kembali buku sejarah Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Fekon Unsyiah) ini, dapat memberikan ketauladanan, wawasan, dan pengetahuan bagi generasi masa. Generasi penerus cita-cita mulia para endatu, para pendahulu yang setia mengabdi untuk kemuliaan rakyat dan tanah Aceh tercinta.

    Di usianya ke lima puluh lima tahun ini, kami berharap generasi Fekon ke depan dapat mencontoh tauladan para pendiri dan orang-orang tua terdahulu. Semangat penagbdian dan gotong royong, saling asah dan asuh telah menghasilkan apa yang kita rasakan saat ini. Bagaimanapun juga, untaian sejarah yang dituangkan dalam buku ini tidak akan mampu menggambarkan betapa besar jasa-jasa dan pengorbanan mereka.

    Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada para guru, pendiri fakultas, dan tim yang telah mengeksplorasi, mengumpulkan data dan informasi, menyusun dan menulis buku hingga dapat diterbitkan hari ini.

    Wassalamualaikum wr.wb. Darussalam, September 2015

    Dr. Mirza Tabrani, MBA Dekan

    Sambutan DekanFakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala

    iv

  • vv

    Usia lima puluh lima tahun bagi sebuah lembaga pendidikan tinggi bukanlah bilangan yang sedikit. Sejarah Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Fekon Unsyiah) adalah suatu perjalanan panjang, penuh suka, duka, kenangan, dan memori. Hingga kini, FEkon Unsyiah telah menghasilkan lebih 15.000 alumni dari berbagai program studi D III, S1 reguler, S1 Ekstensi, S2, dan S3 yang tersebar di berbagai kota di Indonesia dan bahkan di luar negeri.

    Pada usia ke-55 ini, Fakultas Ekonomi merupakan salah satu fakultas paling populer dan paling bergengsi di Universitas Syiah Kuala. Prestasi ini bahkan diakui pada tingkat nasional sebagai fakultas ekonomi terbaik di luar Pulau Jawa. Tercatat segelintir nama-nama besar di fakultas ini antara lain: Prof. Dr. T. Iskandar (Alm.) pelopor histologi melayu dari Leiden University, Belanda; Prof. A. Madjid Ibrahim (Alm.) yang merupakan pelopor berdirinya Aceh Development Board (Bappeda-kini) hingga melahirkan Bappenas di tingkat nasional. Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA (Alm.) yang telah berhasil mengangkat pembangunan Aceh sejajar dengan daerah-daerah lainnya di Sumatera yang sudah lebih dulu maju. Prof. Dr. Said Zainal Abidin, MPA yang berhasil berkiprah di pusat sebagai staf ahli menteri sejak masa pemerintahan Orde Baru. Prof. Dr. Zulkifli Husin, M.Sc yang berhasil mendirikan 2 buah program Pasca Sarjana bidang Ekonomi Pembangunan dan Manajemen dalam kurun waktu relatif singkat. Hingga kini masa Prof. Dr. Said Muhammad, MA dan Dr. Mirza Tabrani, MBA yang berhasil meningkatkan kualitas akademik dan kesejahteraan dosen dan karyawan, peningkatan fasilitas laboratorium, pembukaan program non-reguler, serta peningkatan kegiatan ekstra kurikuler mahasiswa dan internasionalisasi fakultas.

    Pasang surut gelombang sejarah Fakultas Ekonomi Unsyiah telah melewati kita semua. Masyarakat Aceh yang hidup pada kurun waktu berdirinya fakultas ini dan Unsyiah pada umumnya telah melihat perkembangan yang sangat luar biasa. Dari sebuah lahan perkebunan kelapa yang tandus dan gundukan tanah kuburan era penjajahan telah dilahirkan beribu-ribu sarjana yang saat ini memimpin negeri.

    Untuk menghormati, mengenang dan mentauladani sikap, perjuangan, semangat pengorbanan dan jasa-jasa para pendiri dan pendahulu, buku ini kami persembahkan. Panjangnya rentang sejarah yang hilang mengharuskan kami meluangkan waktu lebih lima tahun untuk mengurainya dalam buku singkat ini. Tentulah tidak sempurna, tapi mungkin bermanfaat. Semoga kita dapat memetik hikmah dari perjalanan panjang lembaga jantung hati rakyat Aceh ini. Di sini kami belajar...memperkaya iman dan ilmu. Di sini..di sini..di tempat tercinta, Universitas Syiah Kuala.

    Jeliteng Pribadi

    Sekapur Sirih

  • vi

    Dafta

    r Is

    i

    FEKON UNSYIAH, RIWAYATMU DULU

    TEKAD BULAT MEWUJUDKAN PERBUATAN NYATA

    DARUSSALAM MENUJU PELAKSANAAN CITA-CITA

    MENYONGSONG MASA DEPAN

    01

    15

    91

    43

    1. Senandung Tanah Harapan ~ 22. Romantisme Kampus Ikon Darussalam ~ 10

    3. Fajar Menyingsing di Tanah Aceh ~ 164. Langkah Pertama ~ 245. Kuliah Perdana ~ 306. Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing ~ 347. Lahirnya Universitas Syiah Kuala ~ 38

    8. Haru Biru Sarjana Muda ~ 449. Afiliasi dengan UI ~ 5210. Sarjana Pertama ~ 5811. Kerjasama dengan USU ~ 62

    16. Menuju Center of Excelence ~ 9217. Konflik dan Bencana Tsunami ~ 10018. Perkembangan Staf Pengajar ~ 10419. Kiprah dan Pesan Alumni ~ 121

    12. Mentari Mulai Bersinar ~ 6813. Masa Keemasan ~ 7214. Memperkuat Pondasi Institusi ~ 7615. Pascasarjana Pertama ~ 82

    LAMPIRAN 1 ~ 132LAMPIRAN 2 ~ 134LAMPIRAN 3 ~ 136

    Sambutan Rektor Universitas Syiah Kuala ~ iiiSambutan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala ~ ivSekapur Sirih ~ vDaftar Isi ~ vi

    Bagian Satu

    Bagian Dua

    Bagian Tiga

    Bagian Empat

  • 1

    Bagia

    n Satu

    FEKON UNSYIAH, RIWAYATMU DULU

  • 2

    FAKULTAS EKONOMI TAHUN 1960

  • 3

    Di sini kami belajar memperkaya iman....Di sini kami belajar mengembangkan ilmu....Di sini, di sini di tempat tercinta ...Universitas Syiah Kuala..............

    (W.S. Rendra)

    Mentari beranjak turun perlahan. Menyisakan kehangatan lebih lama senja itu. Padahal, sudah beberapa

    hari hujan turun dengan deras. Hembusan angin pun sedang masa puncaknya. Selalu begitu bila musim Barat

    tiba. Beberapa titik genangan masih tersisa di rerumputan Tugu Darussalam. Pedagang kaki lima sedari tadi sibuk

    menjajakan barang dagangan. Beberapa di antaranya saling bersenda gurau riang. Berharap dagangan lebih

    banyak laku hari ini. Sementara jalanan mulai sepi ditinggalkan pembeli.

    Gema azan dari corong pengeras suara mesjid mulai terdengar bersahutan. Warga Darussalam larut

    dalam ibadah. Lampu-lampu mulai menyala. Gedung Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) nampak

    begitu megah. Kota kecil Darussalam pun nampak begitu bersahaja. Bekas kebun kelapa yang pernah menjadi

    medan pertempuran kini telah jauh berbeda. Semakin hidup namun juga semakin sesak.

    Suasana malam itu terlihat sedikit berbeda, lebih semarak. Sederetan papan bunga warna-warni

    menghiasi jalanan utama Darussalam. Semua terpusat di halaman gedung Academic Activity Center (AAC) Dayan

    Dawood. Deretan lainnya tampak menyesaki pintu gerbang lapangan Tugu Darussalam. Ya, peringatan Hari

    Pendidikan Aceh akan dilangsungkan esok hari 2 September 2014. Tanggal ini ditabalkan sebagai bentuk syukur

    dan kebanggaan masyarakat atas lahirnya lembaga pendidikan tinggi yang pertama di Aceh, Universitas Syiah

    Kuala, khususnya Fakultas Ekonomi sebagai fakultas tertua, pada 55 tahun silam.

    SENANDUNG TANAH HARAPAN

  • 4

    Malam itu menutup perjalanan lima puluh lima tahun Fakultas Ekonomi dengan indah. Lima puluh lima

    tahun sudah berbakti. Menorehkan guratan indah pada sejarah panjang almamater. Menyemai benih pengetahuan

    di ladang negeri nan permai. Satu, sepuluh, seratus bahkan ribuan alumni silih berganti. Satu persatu guru dan

    tauladan telah pergi mendahului. Tak terhitung budi yang mereka semai. Tak terbilang buah yang kita tuai.

    Dharma bakti fakultas yang populer dengan sebutan Fekon ini telah ditorehkan putera-puteri terbaik

    negeri. Terpancang megah di bumi Serambi Mekkah. Semerbak mewangi sampai ke pelosok negeri. Masa telah

    mencatat sederetan panjang para pengabdi. Yang telah mencurahkan hidup dan pemikiran untuk kemakmuran

    negeri. Mulai dari generasi pendiri, perintis, pembangun, hingga tokoh pengembangan dewasa ini. Bagaimanapun

    juga, figur Prof. Ali Hasjmy dan Kolonel Sjamaun Gaharu tidak dapat dipisahkan dari sejarah Fakultas Ekonomi dan

    Unsyiah pada umumnya. Dari pemikiran dan kepemimpinan merekalah Fekon Unsyiah ada.

    Mengabdi Tanpa Henti

    Tekad bulat melahirkan perbuatan njang njata, Darussalam menudju kepada pelaksanaan tjita2,

    demikian tulis Bung Karno pada prasasti yang diabadikan di Tugu Darussalam. Karya nyata para pendiri yang

    tergabung dalam Panitia Persiapan Pendirian Fakultas Ekonomi lebih setengah abad silam, telah membentuk

    wajah pembangunan Aceh dewasa ini. Buah karya mereka telah melahirkan ribuan sarjana. Tidak sedikit pula

    yang berhasil menembus pendidikan lanjutan di luar negeri. Hingga meraih gelar doktor dan profesor, pimpinan

    birokrasi, pekerja profesional, maupun wirausahawan.

    Pengabdian tokoh-tokoh perintis juga

    tak kalah seru. Sebut saja sederet nama besar yang

    menjabat dekan sejak periode pertama seperti Dr.

    Teuku Iskandar (1959-1961), Prof. Abdullah Ibrahim

    (Pj. Dekan, 1962), Prof. A. Madjid Ibrahim (1963-1966),

    Prof. Dr. Ibrahim Hasan (1966-1975), dan Prof. T. Risyad

    (1975-1977). Demikian pula kegigihan para dekan

    berikutnya yang dapat dikatagorikan sebagai tokoh

    pembangunan dan pengembangan seperti Prof.

    Dr. Syamsuddin Mahmud (1977-1981), Drs. Tabrani

    Ibrahim (1981-1987), Prof. Dr. Zulkifli Husin, MSc (1988-

    1994), dan Prof. Dr. Chairul Ichsan (1994-1997).

  • 5

    Prof. Ali Hasjmy dilahirkan di Seulimeum, Aceh Besar pada 28 Maret 1914. Di masa mudanya, ia merupakan idola dan panutan di kalangan pemuda karena kecerdasan, jiwa kepemimpinan, ketekunan dalam beribadah, serta ketampanannya. Drs. M. Asyek Ali, mantan Kepala Kantor Wilayah Perdagangan Provinsi Aceh yang merupakan salah satu anak buahnya dalam pasukan Tentara Pelajar mengisahkan rasa hormatnya yang besar kepada Ali Hasjmy. Sejak masa mudanya dulu, beliau sudah menjadi idola dan panutan di kalangan pemuda dan pemudi saat itu. Ia menjadi teladan bagi anak laki-laki dan menjadi pusat perhatian bagi anak perempuan. Banyak gadis-gadis yang menaruh hati padanya, tutur Asyek Ali.

    Semasa hidupnya, alumnus pondok pesantren Thawalib di Padang Panjang, Sumatera Barat tahun 1935 ini menaruh perhatian amat besar terhadap dunia pendidikan. Hasjmy yang haus ilmu inipun sempat menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan tahun 19521953. Mantan guru pada Perguruan Islam di Seulimum, pemimpin umum Aceh Shimbun dan Semangat Merdeka ini pernah dipenjara oleh Pemerintah Orde Lama di Jl. Listrik, Medan karena dianggap membantu perjuangan DI/TII. Karena tidak terbukti, ia dikeluarkan dari penjara dan kemudian terpilih menjadi Gubernur Aceh pada 27 Januari 1957-1964.

    Menurut Asyek Ali, ide mendirikan Fekon Unsyiah berasal dari A. Hasjmy sendiri. Sepengetahuannya, sejak masa mudanya, A. Hasjmy yang sangat tekun belajar, menginginkan berdirinya lembaga pendidikan tinggi di Aceh. Cita-cita ini semakin membara sewaktu ia menjabat Gubernur Aceh. Namun karena waktu itu Aceh tengah dalam konflik, ia cenderung mendorong Letkol Sjamaun Gaharu, Penguasa Perang Aceh sebagai Ketua Panitia Persiapan Pendirian Fakultas Ekonomi Kutaradja. Nama Syiah Kuala sendiri diangkat dari nama seorang guru sekaligus ulama besar yang pernah hidup di Aceh dan menjadi penasihat Sultan Iskandar Muda, Raja Kerajaan Aceh yang berkuasa pada waktu itu.

    Prof. Dr. T Iskandar, mantan Dekan FE yang pertama meyakini bahwa logo Unsyiah yang terdiri dari lima lembar daun seulanga juga dirancang oleh A. Hasjmy, sedangkan desain tugu Unsyiah dirancang oleh Kolonel Hamzah. Usai mendirikan Unsyiah, Ali Hasjmy juga menjadi pionir bagi berdirinya IAIN Jami`ah Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh, dimana ia kemudian diangkat menjadi rektor pada tahun 1963-1965.

    Semasa hidupnya, Ali Hasjmy banyak menulis buku, puisi dan novel. Dia telah mengarang tidak kurang dari 40 judul buku, meliputi Seni Budaya, Sejarah, Politik, Tata Negara, Dakwah dan Pendidikan. Karya-karyanya antara lain: Kisah Seorang Pengembara (1936), Sayap Terkulai (1936), Bermandi Cahaya Bulan (1937), Melalui Jalan Raya Dunia (1939), Dewan Sajak (1940), Dewi Fajar (1940), Suara Azan dan Lonceng Gereja (1940), Di Bawah Naungan Pohon Kemuning (1940), Puisi Islam Indonesia (1940), Kesusastraan Indonesia dari Zaman ke Zaman (1951), Rindu Bahagia (1960), Asmara dalam Pelukan Pelangi (1963), Semangat Kemerdekaan dalam sajak Indonesia (1963), Jalan Kembali (1964), Hikayat Perang Sabil Menjiwai Perang Aceh Lawan Belanda (1971), Rubai Hamzah Fansyuri (1976), Tanah Merah (Digul Bumi Pahlawan Kemerdekaan Indonesia) (1980), Sejarah Kebudayaan Islam, Di Bawah Pemerintahan Ratu, Sumbangan Kesusastraan Aceh dalam Pembinaan Kesusastraan Indonesia, dan Semangat Merdeka (1985).

    Ali Hasjmy meninggal di Banda Aceh pada tanggal 18 Januari 1998, menjelang ulang tahunnya yang ke 84. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman keluarga yang kemudian diwakafkan menjadi pemakaman umum di Desa Geuce Kayee Jato, Jl. Sudirman, Banda Aceh. Di bekas kediamannya, didirikan sebuah perpustakaan Ali Hasjmy yang menyimpan banyak buku koleksinya dan catatan sejarah pembangunan Aceh. [ ]

  • 6

    Masa-masa sulit seakan terulang ketika konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memuncak di tahun 1999

    disusul gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004. Dekan periode ini dijabat oleh Prof. Dr. T. Iskandar Daoed

    (1997-2001) dan Prof. Dr. Said Muhammad, MA (2001-2008). Meski tidak sama persis, konflik ini telah membawa

    fakultas kembali ke masa-masa awal berdirinya dulu, ketika pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia

    (DI/TII) terjadi. Bahkan, dapat dikatakan lebih parah lagi.

    Memasuki masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami, Fekon Unsyiah menapaki era baru, periode

    internasionalisasi yang dirintis oleh Prof. Dr. Raja Masbar, M.Sc (2009-2013) dan Dr. Mirza Tabrani, MBA yang

    memimpin sejak tahun 2013 hingga saat ini. Periode ini ditandai dengan dibukanya kelas pre-internasional di dua

    prodi Akuntansi dan Manajemen. Setelah tiga tahun masa percobaan, prodi akuntansi meningkatkan programnya

    menjadi International Accounting Program (IAP) pada tahun 2010.

    Berbagai prestasi dan prestise telah dan akan terus diukir Fekon Unsyiah. Sejarah pun mencatat

    sumbangsihnya terhadap pembangunan Aceh maupun Bangsa Indonesia. Sebut saja pembentukan Aceh

    Development Board yang melahirkan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) hingga akhirnya

    membentuk Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) yang diprakarsai Prof. A. Madjid Ibrahim.

    Penyusunan konsep 10 Terobosan Pembangunan Aceh oleh Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA yang membebaskan

    daerah-daerah pantai Barat Aceh dan daerah terpencil dari keterisoliran. Dukungan tehadap pembentukan kantor

    Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Aceh oleh Pusat Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)

    pimpinan Prof. Nadir Abdul Kadir. Inisiator sekaligus perintis Program Pelatihan Teknik Manajemen Perencana

    Pembangunan (TMPP) kini Jenjang Fungsional Perencana (JFP) yang dilaksanakan Bappenas sejak tahun 1993

    untuk aparatur pemerintah oleh Prof. Dr. Zulkifli Husin, MSc. Kiprah dalam pembinaan dan penguatan lembaga

    usaha mikro, kecil, menengah di Aceh juga tak luput. Adalah Prof. Dr. A. Rahman Lubis, MSc. yang getol mendorong

    penguatan UMKM di Aceh melalui Klinik Konsultasi Bisnis (KKB) bekerjasama dengan Dinas Koperasi dan UMKM

    Provinsi Aceh. Juga, Inkubator Teknologi Bisnis (Intekbis) besutan duo karib Mukhlis Yunus dan Rustam Efendi.

    Memasuki era desentralisasi tahun 2000, Fekon Unsyiah mengambil peranan penting dalam menghitung

    dana bagi hasil migas untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang dimotori oleh Prof. Dr. Raja Masbar,

    MSc dan Dr. Islahuddin, M.Econ. Pasca tsunami, Fekon Unsyiah terus mewarnai pembangunan Aceh melalui

    pembentukan UKM Centre dan Aceh Micro Finance (Aismif ) yang sangat dominan kiprahnya waktu itu. Kedua

    lembaga ini masing-masing dikawal oleh Dr. Iskandarsyah Madjid, MM, dan Dr. Muslim A. Djalil, MBA. Terakhir, Prof.

    Dr. Jasman J. Maruf, MBA berhasil meyakinkan Pemerintah Provinsi Aceh untuk menerapkan fit and proper test -

    yang pertama kali dilakukan di Indonesia - terhadap calon kepala dinas dan badan pada awal tahun 2008 lalu.

  • 7

    Sejarah juga mencatat kepercayaan masyarakat terhadap guru-guru besar dan civitas academica Fekon

    Unsyiah untuk duduk sebagai pejabat publik di Aceh dan bahkan di tingkat nasional. Mereka yang dipercaya

    menjadi Gubernur Aceh antara lain: Prof. A. Madjid Ibrahim (1978-1981), Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA (2 periode,

    1986-1993), dan Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud (2 periode, 1993-2000). Prof. Ibrahim Hasan memiliki kisah sukses

    tersendiri. Dinilai cakap dalam kepemimpinannya, ia dipercaya menjadi Menteri Pangan/Kabulog dalam Kabinet

    Pembangunan VI (1993 1998) pada era Presiden Suharto.

    Masih ingat dengan Bupati Nurdin AR? Drs Nurdin Abdul Rahman, MSi, dilahirkan di Sigli pada 12

    April 1940. Penulis antologi tunggal Derita Kami (Pustaka Peradaban, 1985) ini merupakan salah

    satu figur dosen Fekon Unsyiah yang dipercaya masyarakat sebagai Bupati di tanah kelahirannya,

    Pidie selama dua periode berturut-turut (1980-1990). Gaya kepemimpinannya yang merakyat

    mengantarkan Kabupaten Pidie pada masa kegemilangan hingga berhasil meraih penghargaan

    tertinggi Prasamya Purnakarya Nugraha pada 10 September 1984. Pada masa itu, Kabupaten

    Pidie berhasil mencapai swasembada beras dan selalu surplus produksi hingga 150 ribu ton lebih

    hingga dijuluki sebagai Lumbung Beras di Aceh.

    Alumni Fekon Unsyiah tahun 1973 ini pernah aktif sebagai ketua presidium KAMI Aceh 1966-1970 dan Anggota

    DPRD Aceh. Selain menulis puisi dan berbagai artikel di media cetak daerah dan nasional, ia juga pernah membacakan

    puisi-puisinya di sejumlah kota, seperti kampus Jabal Ghafur, Taman Budaya Aceh dan TIM Jakarta. Beberapa karyanya

    juga dimuat dalam antologi sastra Seulawah (1995).

    Ayah dari artis ibukota Nova Eliza ini merupakan pemimpin yang flamboyan dan nyentrik. Tidak jarang ia

    duduk di warung kopi bersama masyarakat, kemudian mentraktir semua yang duduk di warung tersebut. Ia juga biasa

    nongol dimana saja tanpa peduli di tempat apa. Pada saat menjabat, banyak pengusaha kelimpungan saat menunggu

    Pak Bupati karena ternyata ia lebih suka istirahat siang di Jambo Bak Rt (Gubuk kayu dengan atap daun nipah, biasanya

    dibangun di atas saluran air di pinggir pematang sawah-red) daripada di Pendopo. Saat memberikan kuliah, tokoh di

    belakang layar dalam film Cut Nyak Dhien ini membolehkan mahasiswa untuk merokok asal mendapat izin dari teman

    mahasiswi yang duduk di sebelahnya. Dengan lengan baju dilipat, kancing baju belahan dada terbuka, ia memberi

    kuliah Ilmu Budaya Dasar dengan sangat lugas.

    Ide-ide dan kerja keras beliau dalam membangun tanah kelahirannya membuat masyarakat tetap

    mengenangnya. Wajar jika hingga kini masyarakat tetap menyebutnya sebagai Pak Bupati meskipun ia sudah tiada.

    Kalau anda bertanya pada orang-orang tua di Pidie, di mana gampong Pak Bupati, maka mereka akan menunjukkan

    daerah kampung Pak Nurdin AR, di Caleu. Salah satu peninggalan bersejarah Pak Nurdin AR adalah Universitas Jabal

    Gafur dan pembangunan Kota Baru Beureunun. [ ]

  • 8

    Beberapa jabatan Bupati/Walikota pun demikian. Sebut saja misalnya, Drs. Syamsunan Mahmud, tercatat sebagai staf pengajar Fekon Unsyiah yang pertama kali dipercaya sebagai Bupati di Aceh Barat (1973-1978). Syamsunan menjabat Bupati pada usia relatif muda, yakni 34 tahun. Kemudian Drs. M. Yusuf Walad (Alm) yang dipercaya menjadi Walikota Sabang periode 1976-1983. Selanjutnya Prof. Dr. Jakfar Ahmad yang tercatat sebagai Walikota Banda Aceh periode 1978-1983. Hampir sama dengan Syamsunan, ia menjabat Walikota Kota Banda Aceh pada usia 35 tahun. Beberapa nama besar lainnya seperti Drs. Nurdin Abdul Rahman, Bupati Pidie periode 1980-1990. Drs. Sanusi Wahab, Bupati Aceh Besar periode 1988-1993. Drs. Karimuddin Hasybullah menjabat Bupati Aceh Utara periode 1993-1998. Selanjutnya, dosen luar biasa yang kerap mengajar perpajakan, Drs. Sofyan Harun juga dipercaya menjabat Walikota Sabang periode 2001-2006. Terakhir, Prof. Dr. Jasman J. Maruf, MBA tercatat sebagai Pj. Bupati Aceh Jaya pada tahun 2012 setelah menjabat Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Aceh selama hampir 2 tahun.

    Pedagang kaki lima di Unsyiah

  • 9

    Beberapa di antara civitas academica Fekon juga terpilih menjadi anggota Dewan Pewakilan Rakyat (DPR)

    baik di tingkat pusat maupun daerah antara lain : Drs. Asnawi Husin (DPR RI), Prof. T. A. Hamid, MAB (MPR RI), Drs.

    Samsunan Mahmud (DPR Dista Aceh, 1971-1973), Drs. Saaduddin Jamal (DPR Dista. Aceh), Prof. Dr. Jamaluddin

    Ahmad (DPR NAD), Dra. Naimah Hasan, MA (DPR NAD, 1997-1999), dan terakhir Drs. Hasbi A. Wahab, MSi (Ketua

    DPR Aceh, 2009-2014).

    Selain jabatan politis, dosen-dosen Fekon Unsyiah juga dipercaya mengisi posisi pada jabatan profesional

    di dinas maupun badan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Beberapa dosen yang dipercaya menjadi

    Kepala Bappeda Aceh antara lain: Prof. A. Madjid Ibrahim (Aceh Development Board, 1968-1973), Prof. Dr. Ibrahim

    Hasan (1973-1982), Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud (1982-1993), Prof. Dr. Dayan Dawood (1996-1998), Prof. Dr. T.

    Iskandar Daoed (2001-2002), Prof. Dr. Chairul Ichsan (2002-2005), dan Prof. Dr. A. Rahman Lubis (2006-2008). Pada

    Bappeda kabupaten juga terdapat beberapa nama antara lain: Drs. Fahdlon Miga (Aceh Besar periode 1987-1995),

    Murkhana, SE, MBA (Aceh Barat Daya periode 2004-2007), Weri, MA (Aceh Barat Daya periode 2012-sekarang). Untuk

    dinas dan badan terdapat beberapa nama misalnya Prof. Dr. Jasman J. Maruf, MBA (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

    Aceh periode 2010-2012), Jalaluddin, SE, MBA (Badan Pelayanan Perizinan Terpadu periode 2012-2017).

    Peranan akademia Fekon Unsyiah juga dominan pada pengembangan bank milik Pemda Aceh, Bank

    Aceh. Beberapa dosen yang pernah menjabat posisi penting di Bank Aceh antara lain Drs. Syamsunan Mahmud

    (Direktur Utama), Prof. Dr. Raja Masbar (Komisaris periode 2006-2010), Dr. Mirza Tabrani, MBA (Komisaris periode

    2010-2012) dan Dr. Islahuddin, M.Ec (Komisaris periode 2011-sekarang). Selain itu, Drs. M. Jacob Abdi, MM juga

    pernah tercatat sebagai Manajer Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) Provinsi Aceh, Prof. T. A. Hamid, MAB pernah

    menjabat Kepala Badan Pengelola Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET), Sabang. Dan terakhir, Prof. Dr. A. Rahman

    Lubis tercatat sebagai Direktur PD. Geunap Mufakat.

    Dalam era rekonstruksi dan rehabilitasi pasca tsunami, dosen-dosen Fekon juga dipercaya mengisi

    beberapa posisi di lembaga setingkat kementerian Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias seperti

    Dr. Nazamuddin, MA yang dipercaya sebagai Direktur Perencana, dan Dr. Syafruddin Chan, MBA sebagai Ketua

    International Outreach Office (IOO).

    Tidak dapat dipungkiri bahwa pengabdian para guru Fekon Unsyiah sedikit banyak telah mewarnai

    pembangunan Aceh hingga dapat bangkit dari ketertinggalan dan keterasingan dewasa ini. Tidak dapat

    dipungkiri bahwa sudah sejak dulu, civitas academica Fekon Unsyiah sangat dominan hampir di semua sektor

    pembangunan di Aceh. Baik dalam bidang penelitian, pelatihan, maupun dalam konteks penyusunan kebijakan

    pembangunan. [ ]

  • 10

    MAHASISWA FEKON UNSYIAH

  • 11

    Hari ini telah mengingatkan kita kembali pada sejarah panjang ke belakang. Pada sederet tawa dan

    untaian air mata. Pada saat bahagia dan nestapa. Hari ini kembali mengingatkan kita pada sejumlah guru, senior,

    teman yang telah mendahului. Teringat pada mereka yang pergi karena sakit, konflik, atau musibah tsunami.

    Tinggallah kita yang tersisa, berusaha bangkit dari puing-puing bencana. Membenahi kembali ruang yang usang,

    mengumpulkan tenaga yang tersisa, serta menyatukan gagasan yang berserak.

    Hari ini kita dapat melihat Fekon Unsyiah telah berdiri megah. Siapa nyana, kampus nan megah ini, yang

    lama menjadi ikon Unsyiah dan bahkan ikon Darussalam dibangun hanya bermodalkan semangat, gotong royong,

    dan tekad yang membara. Mencerdaskan rakyat Aceh!

    Seorang jurnalis, Darmansyah, melukiskan perasaannya ketika menyambangi kampus tercinta beberapa

    waktu lalu.

    Suasana kampus di sisi Barat gerbang Kopelma (Kota pelajar dan mahasiswa) itu, ketika kami datang di

    sebuah siang yang mendung, nampak lengang. Di bangku taman, di sudut kanan gedung utama, yang dulunya bekas

    kolam teratai, kini dirindangi pepohonan, hanya terlihat dua atau tiga mahasiswa sedang menyepi.

    Tak ada hingar bingar dan semarak celotehan lepas, khas anak muda, ketika kami menyusuri teras samping

    gedung aula, yang dulunya gedung terbaik di kampus itu, dari arah lapangan parkir dengan mobil berjejer dari

    berbagai merek.

    Aula megah itu, kini, ketika kami melongok dan menjalarkan kenangan ke masa jayanya, sudah

    dialihfungsikan menjadi laboratorium dan lapangan bulu tangkis . Kami hanya bisa mengingatnya, itulah aula satu-

    satunya di kampus jantong hate poma dan milik fakultas ekonomi, tempat acara prestise, seperi kuliah gabungan,

    kuliah umum, orasi ilmiah, dies natalis dan wisuda sarjana berlangsung.

    Ketika langkah kami terhenti di pintu samping aula, dan disergap oleh selember kertas yang ditempelkan

    ROMANTISME KAMPUS IKON DARUSSALAM

  • 12

    dengan tulisan, Lab dan Aula, kami tergagap

    dan terlempar ke 45 tahun lalu ketika di aula itu

    pernah berlangsung kuliah bersama untuk mata

    pelajaran Pancasila, Sosiologi, Pengantar Ekonomi

    dan Antropologi. Sebuah kuliah wajib untuk tingkat

    pertama, kala itu belum dikenal sistem semester,

    yang diikuti oleh seluruh mahasiswa dengan dosen

    yang sama pula.

    Dari teras aula kami masuk ke pintu

    samping menuju ruang tunggu, yang dulunya

    merupakan kantin fakultas. Menghadap taman terbuka yang sudah ditata rapi dengan rumput beton, kami hanya

    bisa mengingat di taman itu, ketika masih lapangan rumput, pernah dipentaskan sebuah drama kolosal Odipus

    Berpulang karya adaptasi Oedipus Rex atau Oidipus Sang Raja, karya seniman besar Sophocles, yang disadur

    oleh Rendra yang menceritakan tragedi negeri Thebes, Athena, Yunani Kuno tentang intrik dan kedukaan di sebuah

    kerajaan.

    Pentas Bengkel Teater di taman rumput itu, yang juga disutradarai oleh penyair dan dramawan beken Wahyu

    Sulaiman Rendra atau Willy Brodus Su Rendra di tahun 1972 itu, melambungkan nama Fakultas Ekonomi tidak hanya

    sebagai tempat persemaian ilmu tapi juga peduli dengan berkesenian untuk kemudiannya dikenang bertahun-tahun

    setelahnya sebagai salah satu almamater terbaik.

    Dari perkenalan mensponsori pertunjukan drama oidipus berpulang dan kasidah berjanji ini pulalah

    anak-anak ekonomi meminta Rendra menciptakan hymne Unsyiah yang monumental dan dipahatkankan dalam

    bentuk tulisan di pintu masuk gedung sidang utama DPR Aceh.

    Dari lokal-lokal berukuran enam kali empat meter, di Barat komplek bangunan, menjelang azan zuhur

    berhamburan mahasiswa yang baru saja ujian semester pendek. Di sini mulai terasa aroma kampus dengan suara

    hhaa.hhiii huuu yang ribet tentang soal tak terjawab atau kelupaan mengisi angka. Aroma kampus yang cair

    berisi teriakan sapa cascisscuss.. yang kadang ditingkahi umpatan kejengkelan kesalahan jawaban.

    Aroma khas mahasiswa itu, ketika kami menelusuri satu persatu lokal dan gedung di komplek itu menguapkan

    berkembangnya strata keilmuan di kampus itu sesuai dengan tuntutan kebutuhan pengajaran, yang oleh seorang

    dosen, ketika kami singgah di ruangnya, dikatakan pengembangan yang disesusaikan untuk memenuhi tuntutan ..

    uang danilmu.

  • 13

    Memang demikianlah adanya. Di usianya yang tidak lagi muda, fakultas yang diisi dan menghasilkan

    pimpinan lembaga penting di Aceh ini kini telah berkembang menjadi kampus yang modern dan meng-

    internasional.

    Dari hanya seorang guru biasa, hingga 13 guru besar termasuk beberapa yang memasuki masa pensiun

    baru-baru ini. Tidak kurang 43 orang di antaranya bergelar doktor dan 102 bergelar master lulusan dalam dan luar

    negeri. Saat ini, terdapat 23 orang yang sedang menempuh pendidikan doktoral di dalam dan luar negeri. Dari

    tidak punya ruang belajar, kini memiliki 26 ruang belajar berkapasitas 30 hingga 200 mahasiswa. Juga ada 3 ruang

    seminar, 6 laboratorium dan 9 pustaka mini di masing-masing jurusan. Dari puluhan mahasiswa hingga ribuan

    kini jumlahnya.

    Berkat kerja keras seluruh civitas academica, Jurusan Manajemen dan Jurusan Studi Pembangunan

    berhasil memperoleh akreditasi A dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). Sedangkan untuk

    Jurusan Akuntansi, tahun ini akan kembali melakukan re-akreditasi yang sebelumnya hanya kurang 12 poin untuk

    mendapat A. Sedangkan keenam Prodi D III yang ada, semuanya telah terakreditasi B.

    Akreditasi yang cukup prestisius ini menunjukkan bahwa Relevance, Academic Atmospheres, Internal

    Management, Sustainability, Efficiency, plus Access and Equity, and Norms (RAISE++) di lingkungan Fekon Unsyiah

    relatif sudah sangat baik. Dalam lingkup sistem informasi, Fekon Unsyiah telah menggunakan sistem komputerisasi

    online untuk pengisian kartu rencana studi mahasiswa. Tidak hanya itu, seluruh ruang administrasi dan pusat

    studi telah disambungkan dengan jaringan internet baik melalui kabel maupun nirkabel. Untuk menambah rasa

    nyaman, semua ruang belajar, laboratorium,

    dan kantor telah dilengkapi dengan

    pendingin udara (AC). Ruang-ruang kuliah

    dan Balai Sidang di gedung utama telah pula

    dilengkapi dengan proyektor permanen dan

    layar gantung. Kegiatan mahasiswa semakin

    bertambah lancar saja karena tersedia dana

    untuk masing-masing jenis kegiatan yang

    tertera dalam budget program mahasiswa.

    Tidak cukup sampai di situ, pusat-

    pusat studi yang dimiliki, mulai dari Pusat Studi

    Pembangunan (CDS), Lembaga Manajemen,

  • 14

    dan Lembaga Akuntansi memberikan kontribusi berarti dalam berbagai kegiatan penelitian, pelatihan, dan

    capacity building lembaga-lembaga bisnis dan pemerintah di Aceh. Lembaga Manajemen (LM) misalnya,

    sudah lima tahun terakhir dipercaya melakukan rekruitmen karyawan perusahaan-perusahaan besar di Aceh

    seperti PT. Pupuk Iskanda Muda (PIM), Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh, PT. Bank BNI, PT. Semen Andalas

    Indonesia (SAI), dan PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami,

    lembaga ini mendapat kepercayaan dari FAO menyusun Analisa Jabatan bagi Dinas Kelautan dan Perikanan di

    9 Kabupaten di Aceh. Juga, melakukan rekruitmen tenaga keamanan untuk PT. Angkasa Pura yang mengelola

    Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda sebelum diresmikan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).

    Juga, melakukan studi kelayakan pengembangan kantor cabang Bank Aceh Syariah di beberapa Kabupaten/Kota

    di Aceh baru-baru ini. Sedangkan Lembaga Akuntansi, dipercaya oleh beberapa organisasi internasional seperti

    UNDP untuk mempersiapkan tenaga akuntan muda terdiri dari lulusan dan mahasiswa senior untuk membantu

    pembukuan perusahaan mikro kecil menengah (UMKM) di beberapa daerah di Provinsi Aceh.

    Sungguh, apa yang dihasilkan kini merupakan buah perjuangan panjang para guru dan pendahulu.

    Siapa sangka kalau Fekon Unsyiah yang kini megah hanya dibangun oleh modal tekad dan semangat saja? Tanpa

    dana, tanpa tenaga pengajar, dan bahkan tanpa ruang belajar? Siapa nyana kalau halaman hijau nan asri ini dulu

    hanyalah hamparan ilalang dan kebun kelapa? Siapa pula dapat mengira kalau dari tanah kebun dan kolam

    kangkung ini telah lahir ribuan sarjana dan umara? [ ]

    Bazar di FE Unsyiah

    Back to Nature

    Mahasiswi PDPK Mahasiswa di Koridor Aula

  • 15

    Bagia

    n Dua

    TEKAD BULAT MELAHIRKAN PERBUATAN NYATA

  • 16

  • 17

    Tahun 1957. Aceh masih diselimuti kabut konflik. Pemberontakan DI/TII di bawah pimpinan Tgk. Daud

    Beureueh yang pecah sejak 1953 semakin meluas. Muhammad Ali Hasyim atau lebih dikenal A. Hasjmy, yang

    diangkat menjadi Gubernur Aceh pada 27 Januari 1957 sadar bahwa hanya melalui perdamaian-lah, pembangunan

    akan dapat terlaksana dengan baik. Setidaknya ini yang dirasakan A. Hasjmy, ulama dan sastrawan yang pernah

    mendekam dalam penjara Jl. Listrik, Medan karena dituduh mendukung DI/TII pada September 1953 Mei 1954.

    Bagaimana bisa membangun dalam perang? ungkap A. Hasjmy suatu hari pada Letkol. Sjamaun Gaharu,

    Panglima Komando Daerah Militer I (Pangdam) Iskandar Muda (IM) yang pertama, Ketua Penguasa Perang Daerah

    Swatantra Tk. I Atjeh kala itu.

    Maka digagaslah jalan menuju perdamaian. Akhirnya, pada pertengahan Juli 19571, Gubernur Ali Hasjmy

    dan Pangdam IM mengikat perjanjian dengan DI/TII dalam Ikrar Lamteh. Gejolak di Aceh mereda untuk sementara.

    Namun, awal 1958 konflik kembali pecah. Kali ini, DI/TII Aceh pimpinan Daud Beureueh yang sudah

    memutus hubungan dengan DI/TII Kartosuwirjo bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia

    (PRRI) dan Perdjuangan Semesta (Permesta). PRRI, Permesta dan DI/TII Aceh mengadakan operasi bersama

    menumpas orang-orang Soekarno dengan sandi Operasi Sabang-Merauke.

    Guna meyelesaikan konflik yang tak kunjung usai, A. Hasjmy bertekad membangun sebuah pusat

    perkampungan pelajar mahasiswa, lengkap dengan sekolah dan pemukimannya. Perkampungan ini kelak akan

    menjadi ladang yang menghasilkan para pemimpin Aceh yang berakhlak, berilmu dan berpengetahuan. Dengan

    harapan, ilmu pengetahuan dapat membantu masyarakat meningkatkan taraf hidup ekonomi dan sosialnya.

    Saya pikir, dalam keadaan sulit seperti itu butuh pendidikan yang berkualitas, tutur A. Hasjmy dalam

    memoarnya.

    1 Adi Warsidi, seorang jurnalis di Banda Aceh menulis perjanjian ini terjadi pada tanggal 8 April 1957.

    FAJAR MENYINGSING DI TANAH ACEH

  • 18

    Untuk mewujudkan impian ini, dibentuklah

    Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh (YDKA) pada 21 April

    1958. Lembaga yang kemudian dikenal sebagai cikal

    bakal Bank Pembangunan Daerah Aceh ini awalnya

    dipimpin oleh M. Husein, Bupati Aceh Besar, kemudian

    digantikan oleh A. Hasjmy sendiri.

    Rupanya, apa yang difikirkan A. Hasjmy juga

    dirasakan oleh Letkol. Sjamaun Gaharu. Sjamaun berfikir,

    konflik yang seakan tak kunjung reda di Aceh merupakan

    dampak dari keterbelakangan pendidikan dan kemiskinan.

    Pemikiran ini dituangkannya dalam sambutan peringatan

    Dies Natalis Fekon yang pertama pada 2 September 1960.

    Dalam abad ke-20 ini kedudukan suatu bangsa ditentukan oleh tinggi rendahnja taraf pengetahuan jang

    dipunjai oleh bangsa itu sendiri. .........Kedudukan kita jang setaraf dengan bangsa2 lain hanja dapat kita tjapai dengan

    mentale omvorming masjarakat kita, agar dapat melihat segala sesuatu dengan pandangan jang universeel, .........

    Salah satu djalan untuk memperoleh alam fikiran jang universeel ini adalah universitas, ungkap Letkol. Sjamaun

    Gaharu pada acara tersebut. 2

    Untuk mendukung gagasan tersebut, Pangdam IM Letkol. Sjamaun Gaharu membentuk Komisi Perencana

    dan Pencipta Kota Pelajar/Mahasiswa pada tanggal 29 Juni 1958. Tugasnya adalah merancang, memikirkan, dan

    memberi inspirasi bagi YDKA dalam mewujudkan pembangunan perkampungan pelajar/mahasiswa.

    Dalam tempo kurang dari dua bulan, kerja keras YDKA dan komisi perencana membuahkan hasil. Pada

    tanggal 17 Agustus 1958, atas nama pemerintah pusat, Menteri Agama K.H. Mohd. Ilyas datang ke Banda Aceh

    untuk melakukan peletakan batu pertama pembangunan Kota Pelajar/Mahasiswa (KOPELMA) Darussalam.

    Setelah upacara peletakan batu pertama pembangunan Kopelma Darussalam dilakukan, niat untuk

    mewujudkan pendidikan tinggi di Aceh semakin menggelora. Berangkat dari keinginan untuk membangun

    Aceh ke depan yang makmur, rakyat yang cerdas, berakhlak karimah, sekaligus mendukung kebijakan pemulihan

    keamanan, Letkol Sjamaun Gaharu, Ali Hasjmy, dan beberapa tokoh masyarakat Aceh hanya memiliki satu tekad

    sebagai solusi, majukan pendidikan!

    2 Dikutip dari Buku Peringatan Ulang Tahun (Dies Natalis) Pertama Fakultas Ekonomi USU di Kutaradja, tanggal 2 September 1960 yang berlangsung di Aula Fekon, Darussalam.

    Abu Beureueh di gunung

  • 19

    Ide pendirian universitas ini tentu saja mendapat sambutan luas dari segenap masyarakat yang memang

    sudah lama menantikan kehadiran pendidikan tinggi di tanah rencong. Beberapa tokoh masyarakat Aceh seperti

    Dr. Zainoel Abidin (Inspektur/Kepala Dinas Kesehatan Rakyat Propinsi Aceh), Ibrahim Abduh (Anggota Dewan

    Pemerintah Daerah Peralihan Propinsi Aceh), Nyak Yusda, Nazaruddin, Achmid Abdullah, dan beberapa lainnya

    sangat antusias. Mereka yakin dapat mewujudkan ide untuk memajukan Aceh guna melahirkan anak cucu

    generasi penerus tanah Aceh yang cerdas dan bermartabat. Maka, ide untuk mendirikan perguruan tinggi pun

    sudah menjadi tekad bulat.

    Namun muncul pertanyaan, bidang ilmu apa yang akan dibangun? Sumbang saran bermunculan dari

    beberapa tokoh. Antara lain yang berkembang pada waktu itu adalah bidang ilmu yang dibutuhkan untuk

    meningkatkan perekonomian rakyat. Hal ini seirama dengan kehendak, bakat, serta sejarah masyarakat Aceh

    yang sejak ratusan tahun lampau terkenal sebagai saudagar yang berdagang sampai ke negeri Hindia dan Eropa.

    Atas dasar pertimbangan itulah, maka muncul kesepatakan untuk mendirikan fakultas ekonomi sebagai cikal

    bakal pendidikan tinggi di Aceh.

    Sewaktu Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (Menteri PP&K) Prof. Dr. Priyono berkunjung

    ke Aceh pada tanggal 24 Agustus 1958, beliau diminta untuk mengukuhkan Panitia Persiapan Pendirian Fakultas

    Ekonomi Kutaradja (Panitia PPFE). Permintaan ini melahirkan SK Menteri PP&K No. 1/S/Atjeh yang menetapkan 15

    orang anggota panitia persiapan yang terdiri dari:

    1. Letkol Sjamaun Gaharu, anggota merangkap sebagai

    Ketua Umum.

    2. Ali Hasjmy, anggota merangkap sebagai Wakil Ketua

    Umum.

    3. Dokter Zainoel Abidin, anggota merangkap sebagai

    Ketua I.

    4. Ibrahim Abduh, anggota merangkap sebagai Ketua II.

    5. Njak Yusda (Pegawai Administrasi Dinas Pendidkan

    dan Kebudayaan Tk.A), anggota merangkap sebagai

    Sekretaris I.

    6. Nazaruddin (Pemeriksa Kepala pada Kantor Pendidikan

    Masyarakat Kabupaten Aceh Besar) anggota merangkap

    sebagai Sekretaris II. Ir. Soekarno menantagani piagam pendirian FE, 2 Sep 1959

  • 20

    7. A. Gani Adam (Pelaksana Kepala Dinas Perindustrian Propinsi Aceh), anggota merangkap sebagai Bendahara I.

    8. T. Sulaiman Polem (Pegawai Bank Nasional Indonesia Cabang Kutaradja), anggota merangkap sebagai

    Bendahara II.

    9. Overste Dokter Mas Abdullah (Kepala Jawatan Kesehatan Angkatan Darat).

    10. Ir. M. Tahir (Kepala Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Aceh).

    11. Dokter. Mlasowsky (Dokter Pemerintah di Kutaradja).

    12. Dokter. R. Midi (Kepala Rumah Sakit Umum Kutaradja).

    Ali Hasjmy menuliskan idenya tentang Kota Darussalam dalam sebuah artikel yang berjudul Konsep Ideal Darussalam pada buku 10 tahun Darussalam dan Hari Pendidikan Propinsi Daerah Istimewa Atjeh yang diterbitkan Jajasan Pembina Darussalam sebagai berikut:Sedjarah perdjuangan Islam di Tanah air kita, dan perdjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan, serta kelandjutan perdjuangan untuk mengisi kemerdekaan, merupakan beban tanggungdjawab jang kontinu, jang harus dituangkan dalam usaha2 kongkrit dan positif ...Dengan irama dan tjirinja jang chas, jang melambangkan bahwa seluruh perdjuangan dan djihad kemerdekaan Rakjat di Daerah Atjeh, didjiwai dan dipanasi oleh semangat Islam, sehingga mendjadi

    suatu keharusan mutlak bahwa pengisian dan kelandjutan tjita2 itu, hendaknja tertjermin pula dalam kehidupan masjarakat disegala bidang kehidupan.

    Hasrat sutji itu dituangkan dalam suatu rentjana dan tjipta njata, jang per-tama2 dalam bidang pendidikan perguruan. Pusat tjita dan konsep ideal dari hasrat itu didjelmakan dengan pembinaan suatu komplek pendidikan : KOPELMA DARUSSALAM, "Kampus Model" jang ideal.

    Dengan tjita dan tjiri chasnja, DARUSSALAM jang lahirnja berlandaskan tjita Islam, haruslah dapat mendjiwai setiap insan jang berorientasi ke Darussalam dalam bentuk dan sifat apapun, sehingga setiap petugas, pengemban dan pelandjut usaha2 Darussalam, benar2 menjadari bahwa kehadirannja di Darussalam adalah dalam tugas sutji dan chalis.

    Dengan demikian, setiap siswa peladjar dan mahasiswa jang mendjatuhkan pilihannja untuk mengambil peladjaran-studinja di Darussalam, berarti pilihannja itu telah diawali dengan tekad dan dasar tjita akan mendjadi Manusia Pantjasila jang benar2 ber-Tuhan, insan mendatang jang diinginkan dan diidamkan oleh konsepsi ideal dan tjiri chas pembinaan Darussalam...

    Ilmu pengetahuan untuk diamalkan sebagai sendjata alat pembangunan mental dan pisik, adalah tugas dan hasrat bina dari Darussalam, dimana ilmu dan amal mendjadi satu, diikat erat oleh iman dan taqwa. Berbahagialah setiap partisipan jang menjadari kehadirannja di Darussalam, djauh atau dekat, moril atau materiil, pisik atau semangat, jang didasarkan atas tekad bina Darussalam jang bertjiri chas dan ideal itu. [ ]

  • 21

    13. Letnan I Mr. Darsosugondo (Penasehat Hukum Komando Daerah Militer Aceh/ KDMA).

    14. Tgk. Ainal Mardhiah Ali (Anggota Yayasan Universitas Islam Kutaradja).

    15. Achmid Abdullah (Kepala Jawatan Penerangan Propinsi Aceh).

    Dengan terbentuknya panitia persiapan ini, jalan menuju cita-cita mulia sedikit lebih terbuka. Berbekal

    tekad dan semangat gotong royong yang tinggi, komplitlah pasukan ini. Namun, panitia mengalami tantangan

    yang tidak mudah. Upaya merintis pendirian fakultas ekonomi ini mengalami banyak kendala. Mulai dari ketiadaan

    dana, minimnya pengetahuan dan pengalaman mendirikan sebuah sekolah tinggi, tidak ada staf pengajar, tidak

    ada prasarana dan segudang hambatan lainnya. Yang dimiliki hanya satu; Tekad bulat!

    Tahun 1959. Konflik bersenjata masih terus terjadi secara sporadis. Gubernur Ali Hasjmy bersama Kol.

    Sjamaun Gaharu dan Wakil Ketua Dewan Revolusi Aceh Hasan Saleh sangat intensif melobi Jakarta. Sebagai orang

    dekat Daud Beureueh yang selama bertahun-tahun di hutan, Hasan paham betul bagaimana keinginan teman-

    teman yang berada di luar pagar. Hasilnya, pada 16 Mei 1959, Wakil Perdana Menteri RI Mr. Hardi mengeluarkan

    Surat Keputusan Nomor 1/Missi/1959. Intinya, SK ini memberikan otonomi bidang pendidikan, agama dan adat

    istiadat serta status Daerah Istimewa kepada Pemerintah Aceh. Meskipun otonomi disambut hangat segenap

    warga Aceh, namun konflik tidak serta merta mereda.

    Status keistimewaan Aceh, khususnya dalam bidang pendidikan semakin menguatkan semangat

    kerja panitia PPFE. Setelah berjibaku dan bermandi peluh selama setahun menggalang dana, mengumpulkan

    putera-puteri terbaik daerah, sukarelawan dari dalam dan luar daerah, melobi pemerintah pusat, izin mendirikan

    sebuah perguruan tinggi di Aceh pun diraih. Pendirian ini

    dikukuhkan melalui Surat Keputusan Menteri PP dan K No.

    3328/S, antara lain berbunyi, .........mulai tanggal 1 September

    1959 dibuka Fakultas Ekonomi di Kutaraja yang merupakan

    bahagian dari Universitas Sumatera Utara, Medan.

    Pada tanggal 2 September 1959, Presiden

    Soekarno didampingi Menteri PP dan K, Prof. Dr. Priyono

    meresmikan hasil kerja keras segenap lapisan masyarakat

    Aceh ini dengan membuka selubung Tugu Kota

    Darussalam dan menuliskan kata-kata berhikmah: Tekad

    bulat melahirkan perbuatan jang njata, Darussalam menuju

    kepada pelaksanaan tjita-tjita. Peresmian Kota Darussalam

  • 22

    Soekarno membuat kata-kata hikmah

    Di hadapan ribuan masyarakat di lapangan Tugu Darussalam, sebagaimana ciri khasnya, Bung Karno

    dengan lantang menyatakan, Untuk memenuhi hasrat masyarakat di Daerah Istimewa Aceh, guna mempertinggi

    kecerdasan Bangsa Indonesia dalam arti kata yang seluas-luasnya dalam berbagai ilmu pengetahuan, maka pada

    hari ini Rabu, tanggal 2 September tahun 1959, kami resmikan Fakultas Ekonomi di Kota Darussalam, Kutaraja,

    pekiknya sembari disambut tepuk tangan yang meriah dari para hadirin.

    Dalam amarannya, Presiden Soekarno berpesan agar pendidikan ekonomi di Fakultas Ekonomi ini jangan

    mengajarkan ekonomi Liberal, akan tetapi sesuai dengan semangat revolusi dan masyarakat kita dari Sabang

    sampai Marauke, yaitu sosial ekonomi, adil dan makmur dengan ekonomi terpimpin.

    Meskipun bukan kali pertama Soekarno datang ke Aceh, namun kunjungannya kali ini menjadi spesial.

    Karena. tanggal 2 September 1959 telah menjadi momentum bagi kebangkitan dunia pendidikan tinggi di

    Aceh. Pendirian Fakultas Ekonomi merupakan cikal bakal bagi lahirnya beberapa fakultas lainnya dan berdirinya

    Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Kampus dimana sedikitnya 32.000 mahasiswa yang tersebar di 12 fakultas saat

    ini menuntut ilmu dan amal. Menawarkan 6 jenjang studi D2, D3, S1, program profesi, S2, dan S3. Memiliki lebih

    1.500-an staf pengajar bergelar Sarjana, Master, dan Doktor dari berbagai perguruan tinggi terkemuka di seluruh

    dunia. Menghasilkan 15.000 lebih alumni yang tersebar di seluruh pelosok nusantara dan bahkan di mancanegara.

    Sejak saat itu, tanggal 2 September ditetapkan sebagai Hari Kebangunan Kembali Pendidikan di Daerah

    Istimewa Aceh. Hingga kini, tanggal 2 September diperingati sebagai Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) dalam

    sebuah upacara resmi yang dihadiri segenap komponen Pemerintah Provinsi Aceh dan civitas academica Unsyiah

    di lapangan Tugu Darussalam. [ ]

    Menteri Prijono tanda tangan Piagam Fekon

  • 23

    Syamaun Gaharu dan Ali Hasjmy

    Tekad bulat melahirkan perbuatan jang njata, Darussalam menuju kepada pelaksanaan tjita-tjita.

  • 24

    ALI HASJMY DI RUANG KERJANYA

  • 25

    "The journey of a thousand miles begins beneath one's feet," ungkap filsuf China termashur Lao-tzu (604

    SM - 531 SM). Perjalanan seribu mil bermula dari langkah pertama, demikian kurang lebih terjemahan bebasnya.

    Apa yang diraih Universitas Syiah Kuala, khususnya Fakultas Ekonomi Unsyiah saat ini, tidak luput dari ide dan

    upaya Ali Hasjmy yang mendesak Dr. T. Iskandar untuk kembali ke Aceh. Putera Aceh kelahiran Trieng Gadeng, Pidie,

    19 Oktober 1924 ini diminta untuk mempersiapkan pendirian Fakultas Ekonomi di Kutaradja. Waktu itu T. Iskandar

    masih bekerja sebagai asisten Prof. G.W. J. Drewes yang sedang menyusun Kamus Belanda-Melayu yang pertama.

    Ia memperoleh gelar Doktor dari Rijksuniversiteit Leiden, Belanda dalam bidang Sastra dan Sosial. Sarjananya juga

    diperoleh di sana dalam bidang administrasi dimana mata kuliah ekonomi merupakan pelajaran utama.

    Dapat dikatakan bahwa T. Iskandar merupakan putera Aceh pertama yang berhasil memperoleh gelar

    Doktor, justru di luar negeri. Gubernur Ali Hasjmy sangat menghormatinya dan berkeinginan agar ia bisa kembali

    pulang membangun Aceh. Pada awal 1959, T. Iskandar pun kembali ke Indonesia.

    Pertama kali kembali dari Belanda, Saya tidak langsung ke Kutaradja. Oleh panitia yang mengurus

    perjalanan, Saya ditempatkan di Medan, diberikan rumah. Pada awalnya saya bekerja di Medan pada sebuah bank

    milik orang Aceh, Bank of Sumatra. Saya diangkat menjadi salah satu Board of Director di sana. Sambil bekerja,

    saya selalu datang ke Aceh untuk mempersiapkan pembukaan fakultas ekonomi. Gedung Aula sedang dikerjakan

    ketika pertama kali saya tiba di Darussalam. Pertempuran masih terus terjadi, terutama di malam hari. Panitia

    pendirian hanya memikir tentang pembangunan gedung-gedung yang tidak berjalan lancar, kenang Iskandar

    dalam sebuah wawancara ekslusif sehari setelah detik-detik peringatan Dies Natalis Fekon Unsyiah ke-50 pada

    tanggal 4 September 2009, enam tahun silam.

    Pada Juli 1959, T. Iskandar mulai menetap di Aceh dan dimasukkan dalam struktur Panitia Pembangunan

    Universitas Syiah Kuala. Setelah melihat suasana pembangunan dari dekat, ia mengusulkan agar panitia menyusun

    LANGKAH PERTAMA

  • 26

    prioritas, terutama menjelang kedatangan Presiden Soekarno pada 2 September.

    Yang perlu dicari adalah dosen-dosen. Karena arti universitas sejak zaman Yunani kuno adalah

    masyarakat professor dan mahasiswa. Memberi kuliah boleh di bawah pohon kelapa, tambah Iskandar dengan

    nada prihatin mengenang keadaan saat itu.

    Untuk itu, bersama seorang Hakim TNI (Iskandar lupa namanya, kemungkinan besar adalah Letnan I

    Prof. Dr. T. Iskandar dilahirkan di Trieng Gadeng, Pidie pada 19 Oktober 1924. Anak pertama dari 7 bersaudara ini mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat (SR) di Trieng Gadeng, Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Sigli, dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Kutaradja (Banda Aceh kini). Tahun 1942, sang anak petani ini berhasil menyelesaikan pendidikan Algemeene Middlebare School (AMS) di Jakarta dan kembali ke Aceh. Tak lama kemudian, ia mendaftar menjadi tentara (TNI) dan mendapat pangkat Letnan Muda. Karier akademik dimulai dari pelariannya saat Agressi Belanda ke-2. Waktu itu, pasukan TNI di Sumatera Utara berhasil dipukul mundur. Iskandar yang bertugas di Pematang Siantar sempat melarikan diri dengan memaksa masinis kereta Api untuk berbalik arah menuju Tebing Tinggi. Namun, tentara Belanda terus mengejar dan

    menembaki mereka. Akibatnya, kereta api ini bertabrakan dengan kereta api lainnya yang menuju Pematang Siantar. Banyak penumpang cedera termasuk Iskandar yang mengalami patah tulang punggung. Oleh masyarakat setempat ia diobati dan dilindungi dari kejaran tentara Belanda.

    Setelah sembuh, ia mendengar kalau ada tentara yang tertangkap akan disiksa. Seorang temannya asal Maluku sempat disabet bayonet sehingga putus urat tumit kakinya dan lumpuh. Menghindari kejadian serupa, ia pergi ke rumah seorang perwira Belanda untuk menyerahkan diri. Furcht, yang pernah bertugas di Aceh menawarinya 3 pilihan untuk bekerja, tinggal di camp tentara Belanda, atau melanjutkan studi. Pilihan terakhir inilah yang kemudian mengantarnya menjadi Professor bidang sastra dan sejarah Melayu-Aceh. Asisten Prof. G.W.J. Drewes di Leiden University ini kembali ke Aceh setelah didesak oleh A. Hasjmy yang menjabat Gubernur Provinsi Aceh kala itu.

    Pada awal tahun 1961, Dr T. Iskandar menghadiri pembukaan Universitas Malaya di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia menjadi satu-satunya utusan universitas dari Indonesia yang menghadiri acara tersebut karena waktu itu tengah terjadi sentimen anti Malaysia di Indonesia. Perdana Menteri Malaysia Tengku Abdurrahman sangat menghargai kedatangannya dan menyebutkan nama Universitas Syiah Kuala, sebagai utusan universitas dari Indonesia dalam pidatonya. Suatu hari, T. Iskandar diundang makan malam oleh PM Abdurrahman. Saat itulah Perdana Menteri memintanya menetap di sana untuk membangun universitas muda ini sekaligus dianugerahi gelar Profesor penuh. Tidak hanya itu, T. Iskandar juga mendapat tawaran serupa dari Kerajaan Brunei Darussalam untuk membuka University Brunei Darussalam. T. Iskandar merasa bahwa perlakuan istimewa yang diberikan negara tetangga jauh dari apa yang ia rasakan di negeri sendiri. Namun demi pengabdiannya, ia tak pernah merasa kecil hati. [ ]

  • 27

    Mr. Darsosugondo, penasihat hukum KDMA-red)

    ia pun berangkat ke Medan, menjumpai teman-

    temannya sewaktu kuliah di Belanda seperti

    Tengku Mustafa (Dosen Fakultas Ekonomi USU), L.

    Tobing dan Barus Siregar (keduanya Dosen pada

    Fakultas Ekonomi Nommensen).

    Mereka bersedia mengajar sebagai

    dosen terbang tapi menolak menjadi dosen

    tetap, tutur Iskandar.

    Setelah itu, Iskandar melanjutkan

    perjalanan untuk mencari tenaga pengajar ke

    Jakarta, Bandung dan Jogya.

    Di Jakarta saya diperkenalkan hakim tentara tersebut dengan professornya. Namun penerimaan

    Professor tersebut dingin. Tidak seorang sarjanapun mau pergi ke Aceh meski dijanjikan mendapat tunjangan

    daerah sebesar gaji, imbuh Iskandar pula.

    Perjalanan dilanjutkan ke Bandung, bertemu teman lama Iskandar, Prof. Mr. Utrecht. Setelah

    memaparkan tujuan kedatangan kami, saya malah ditawari untuk bekerja di Bandung dan langsung diberikan

    rumah, kenangnya.

    Demikian pula ketika bertemu bekas pelajar di Leiden asal

    Makassar. Ia juga meminta saya menjadi Dekan Fakultas Sastra di

    Makasar karena Dekannya Prof. Tobing, alumni Leiden telah berhenti

    karena berselisih dengan Rektor Mononutu. Alhasil, tak seorang

    sarjana pun mau ke Aceh, kecuali sarjana-sarjana asal Aceh. Itupun

    kalau langsung mendapat gelar Profesor, jabatan Dekan, atau Rektor,

    papar Iskandar lebih lanjut.

    Sambil menahan nafas, Prof. T. Iskandar mengambil

    kesimpulan sendiri.

    Mungkin mereka enggan ke Aceh karena kondisi daerah

    yang belum stabil. Perang masih terus berkecamuk. Tidak terus

    menerus memang, tapi terus terjadi di beberapa daerah, khususnya

    Dr. T. Iskandar di Leiden University

    Drs. M. Asyek Ali

  • 28

    di malam hari. Fasilitas umum dan kondisi masyarakat masih sangat

    menyedihkan. Listrik dan alat transportasi masih menjadi barang

    langka kala itu, imbuhnya perlahan.

    Kondisi ini juga dialami oleh Asyek Ali, Ibrahim Abdullah,

    Syamsuddin Mahmud dll. yang memutuskan kembali ke Aceh usai

    menyelesaikan sarjananya di Pulau Jawa. Teman-teman mereka di

    Jakarta dan Medan selalu mengolok-olok.

    Keu peu kah jak wou lam uteun nyang hana harapan (Untuk

    apa kamu kembali ke hutan yang tidak ada harapan), ejek mereka

    sambil tertawa. Namun olok-olokan ini justru dijadikan cemeti untuk

    membuktikan bahwa mereka mampu membangun Aceh.

    Minimnya tenaga pengajar yang tersedia tidak menyurutkan

    langkah T. Iskandar. Beberapa staf Pemda Aceh dikerahkan menjadi

    pengajar luar biasa. Demikian pula dari angkatan bersenjata yang dikomandoi Letkol. Sjamaun Gaharu. Tokoh-

    tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah daerah yang dimotori Ali Hasjmy bekerja siang malam, bahu-membahu

    untuk segera mewujudkan impian mulia itu. Lambat laun, dukungan berdatangan bak mata air memancar dari

    celah pegunungan.

    Drs. M. Asyek Ali, alumnus FE Universitas Gajah Mada (UGM), Jogyakarta mengisahkan dukungan Pemda

    Aceh untuk Fekon.

    Waktu itu saya baru saja selesai sarjana dan akan diberangkatkan ke Wisconsin, Amerika Serikat, sebagai

    calon staf pengajar. Namun Gubernur A. Hasjmy meminta saya pulang ke Aceh membantu beliau. Pak Hasjmy

    meminta langsung kepada Menteri Perdagangan agar saya diangkat menjadi Kepala Kantor Wilayah (Kanwil)

    Departemen Perdagangan Aceh, tapi dengan syarat juga ditugaskan untuk mengajar di Ekonomi sebagai

    tenaga pengajar luar biasa. Setahun kemudian, saya merekomendasikan Pak Ibrahim Abdullah (kini Prof. Ibrahim

    Abdullah, BSC, MIE, MA, akrab dipangil Utoe Him) kepada Pak Hasjmy untuk membantu mengajar. Akhirnya,

    dengan cara yang sama, pada tahun 1961 Utoe Him juga diboyong ke Aceh dan ditempatkan sebagai Kepala

    Kanwil Departemen Perindustrian sekaligus membantu mengajar di Ekonomi, paparnya panjang lebar.

    Saya mengajar analisa neraca dan marketing waktu itu. Belakangan mata kuliah marketing saya alihkan

    kepada Pak Ibrahim, kenangnya sambil menunjuk Utoe Him yang duduk di sebelah sambil termangut.

    Saya malah mengajar sampai delapan mata kuliah waktu itu, timpal Utoe Him yang mengajar akuntansi,

    Syamsuddin Mahmud

  • 29

    kalkulus, linear programming, ekonometrik, statistik, marketing, sejarah perekonomian, dan seminar ekonomi.

    Dahlia, putri kelima Ali Hasjmy dari 6 bersaudara masih dapat mengenang sibuknya panitia persiapan

    pendirian Fekon kala itu.

    Saya tidak begitu banyak tahu tentang pendirian Unsyiah karena saya masih kecil. Namun yang saya

    ingat, sering kali mereka (sambil menunjukkan tokoh-tokoh yang ada dalam foto) datang ke rumah sampai larut

    malam untuk berdiskusi, kenangnya.

    Para politikus yang diprakarsai Ibrahim Abduh juga tak kalah semangatnya. Demikian pula andil para

    pengusaha. Beberapa perusahaan yang sangat besar kontribusinya terhadap pembangunan Darussalam antara

    lain CV. Aceh Kongsi, PT. Meiwa, PT. Puspa, PT. Bahruni, Persik Lsm, NV Permai, Sabang Co, Finex dan lain-lain. Salah

    satu gedung bersejarah yang sampai sekarang masih berdiri megah yang dibantu Aceh Kongsi yakni Aula Fekon

    Unsyiah dan Wisma Tamu Unsyiah. Di sebelah Wisma Tamu, Gedung Pusat Penelitian Ilmu Sosial dan Budaya

    (PPISB) dibangun oleh NV Permai.

    Begitu pula antusiasme dan dukungan tenaga, moril dan material dari para tokoh pemuda dan pelajar

    bersatu padu bersama alim ulama, umara, dan orang-orang tua. Tercatat tokoh-tokoh muda yang sangat antusias

    atas upaya ini seperti Drs. A. Gani Adam, (menjabat sebagai Kepala Dinas Perindustrian Prop. Aceh kala itu) dan Drs.

    A. Madjid Ibrahim yang bersedia meninggalkan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Jakarta, tempat

    ia bersekolah dan kemudian menjadi staf pengajar. Semua bahu

    membahu, bergotong royong, menyumbangkan fikiran, tenaga,

    waktu, dan dana, dengan tujuan yang satu, berdirinya Fakultas

    Ekonomi di Tanah Serambi Mekkah.

    Prof. Dr. Yusny Saby, MA, mantan Rektor UIN Ar-Raniry

    Banda Aceh mengisahkan peranan pelajar dalam pembangunan

    gedung ekonomi dulu.

    Saya masih MTsN di Jambo Tape waktu itu. Kami, para

    pelajar dikerahkan dari sekolah secara bergiliran. Dijemput

    pakai truk tentara untuk ikut membantu pembangunan gedung

    Ekonomi. Ada yang bertugas mengangkat batu, pasir, dll. Tidak

    diberi gaji, hanya dikasih nasi bungkus sekedarnya. Tapi semua

    pelajar bekerja penuh suka cita, kenangnya. [ ]Prof. Ibrahim Abdullah, BSC, MIE, MA

  • 30

  • 31

    Usai peresmian, Panitia PPFE semakin bertam bah

    semangat saja. Upaya penerimaan mahasiswa baru-pun dilakukan.

    Banyak peserta yang justru datang dari Medan setelah membaca

    pengumuman di Harian Mimbar Umum. Tercatat 164 orang yang

    resmi terdaftar ketika itu dengan SPP hanya Rp 2.500 per tahun

    (lumayan besar untuk sebuah fakultas yang baru berdiri di propinsi

    terpencil tahun 1959 kala itu-red). Termasuklah diantaranya seorang

    anak muda kelahiran Meuredu, Pidie, T.A. Hamid (alm. Prof. T.A.

    Hamid, MAB) yang justru pada saat itu sudah kuliah satu semester

    di Fakultas Sastra USU Medan. Atas desakan pakciknya, ia disarankan

    untuk kuliah ekonomi guna meneruskan usaha keluarga.

    Leubh get kah wou gampong mantong Mid, kuliah bak

    ekonomi untok neu uroh usaha keluarga entreuk (lebih baik kamu

    pulang kampung saja Mid, kuliah di Ekonomi untuk mengurus usaha keluarga nanti), kenang T. A. Hamid.

    Panitia PPFE mengurus seluruh kegiatan demi berlangsungnya perkuliahan. Mulai dari seleksi

    penerimaan mahasiswa, penjadwalan kuliah sampai mencari dosen. Meskipun dengan segala keterbatasan,

    kegiatan perkuliahan dapat berjalan normal. Sementara itu, proses pembentukan struktur organisasi kedekanan

    terus dilakukan. Lebih kurang tiga bulan lamanya PPFE menangani kegiatan akademik, hingga terpilihnya dekan

    defenitif.

    Lalu, pada tanggal 1 Januari 1960, serah terima kepada pejabat dekan pun dilakukan. Dr. T. Iskandar yang

    memang sudah dipersiapkan sejak awal dilantik menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

    KULIAH PERDANA

    Prof Drs. T. A Hamid, MAB

  • 32

    (USU) di Kutaradja. Putera Aceh kelahiran Trieng

    Gadeng, Pidie, 19 Oktober 1924 ini tercatat sebagai

    Dekan pertama Fakultas Ekonomi. Sementara, Drs.

    Anwar Abubakar yang juga merupakan salah satu

    Board of Directors pada Bank of Sumatra ditunjuk

    sebagai Sekretaris. Sejak saat itu, T. Iskandar mulai

    menetap di Kutaradja (Banda Aceh-sekarang).

    Oleh Pemerintah Aceh, ia disediakan rumah di

    Lampriet, sementara Anwar Abubakar tetap tinggal

    di Medan. Istri T. Iskandar, Gerarda Cornelis Herder

    yang merupakan putri Belanda tulen, dengan

    setia mendampinginya. Dalam waktu singkat,

    Kerrie panggilan Gerarda telah akrab dengan

    lingkungannya di Lamprit dan mulai mengenal satu dua tetangga terdekat meskipun jarak rumahnya agak

    berjauhan satu sama lain.

    Agaknya pilihan A. Hasjmy tidak berlebihan. T. Iskandar merupakan sosok yang sangat rajin, peduli dan

    komit terhadap kelangsungan hidup fakultas ini. Ia merupakan pekerja keras dan disiplin. Ia jualah yang pontang-

    panting ke Medan, Jakarta, Bandung dan Jogyakarta untuk meminta beberapa koleganya mengajar di Kutaraja.

    Tidak luput putera-puteri kelahiran Aceh lainnya yang lagi menimba ilmu di luar daerah juga diminta pulang

    untuk mengabdi.

    Figur Dr. Teuku Iskandar yang sangat berwibawa digambarkan dengan jelas oleh Drs. Alfian Ibrahim, MSi,

    mantan Rektor Universitas Teuku Umar dan mantan Pembantu Rektor II Unsyiah.

    Bila beliau duduk di ruangannya yang hanya dibatasi jendela kaca (bekas ruang Pembantu Dekan I dulu-

    red), maka mahasiswa tidak berani lewat di depan ruangannya, apalagi berbicara, demikian kenang Alfian.

    Sejak kepulangan T. Iskandar ke Aceh, tantangan demi tantangan terus dialami Profesor Histografi

    Melayu ini. Mantan perwira pertama TNI yang dikukuhkan sebagai profesor di empat universitas di luar negeri

    a.l.: Leiden University, Universiti Malaya, Universiti Kebangsaan Malaysia, dan University of Brunei Darussalam ini

    berusaha sekuat tenaga untuk dapat bertahan. Meskipun kedekanan praktis dijalaninya sendiri karena Sekretaris

    tidak berfungsi, namun sistem perkuliahan berjalan aktif dan berfungsi penuh. Masa-masa sulit di awal perjalanan

    Fakultas Ekonomi kelihatannya masih belum akan berakhir dalam waktu dekat.

    Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsyiah sedang melihat pengumuman ujian.

  • 33

    Setahun pertama menjabat Dekan, saya tinggal di Lampriet. Lampriet dulu merupakan tempat di luar

    lingkar kota. Pos pertahanan militer terluar ada di Jambo Tape sekitar 1 km dari tempat saya tinggal. Bila malam,

    suasana sangat mencekam. Dentuman senjata sering terdengar. Pertama mendengar suara peluru, anak saya

    berlari ke luar untuk melihat ada apa gerangan. Dikiranya ada pesta kembang api. Saya dan istri panik menariknya

    kembali masuk ke dalam rumah dan tiarap di lantai. Suatu malam, terjadi dentuman seperti suara bom meledak

    sangat keras. Kol. T. Hamzah dan ajudannya Kapten L.B. Moerdani datang menjenguk. Mereka kira rumah kami

    sudah meledak, kenangnya.

    Selang setahun semenjak dilantik, konflik bersenjata kembali memuncak. Kegiatan perkuliahan hampir

    terhenti karena tidak ada dosen yang mau pergi mengajar ke Darussalam.

    Terkadang saya pergi dari rumah di Lamprit dengan dikawal konvoi tentara, kenang T. Iskandar.

    Akhirnya, Penguasa Militer memaksa T. Iskandar untuk menetap di Darussalam. Iskandar mengisahkan

    bahwa jika ia tidak mau tinggal di Darussalam, maka Fakultas Ekonomi akan ditutup. Akhirnya, dengan setengah

    terpaksa dan mempertimbangkan kelangsungan hidup Fakultas Ekonomi, T. Iskandar memberanikan diri tinggal

    di Darussalam.

    Saya tinggal di rumah di sebelah fakultas yang sekarang ditempati T. Risyad (Prof. T. Risyad-red). Suasana

    sedikit mencekam terutama di malam hari. Tidak ada listrik waktu itu. Terkadang pasukan DI/TII datang di malam

    hari ke Fakultas Ekonomi, meminta rokok dan kopi kepada pekerja. Tetapi mereka tidak mengganggu, kenang T.

    Iskandar lebih jauh. Dalam tempo singkat, Iskandar sudah terbiasa dengan kehidupan di Darussalam.

    Istri saya segera bisa beradaptasi dan sangat senang tinggal di Darussalam. Ia sudah berkenalan dengan

    beberapa ibu-ibu yang biasa memetik kangkung di belakang rumah. Ia pun sudah bisa berbahasa Aceh sedikit-

    sedikit, tambahnya pula.

    Selama masa-masa sulit mengemban tugas di Darussalam, Bupati Aceh Besar Zaini Bahri sangat perhatian

    kepadanya.

    Ia pulalah yang meminjamkan mobil untuk digunakan Dekan Fakultas Ekonomi sebelum saya

    memperoleh mobil dinas, kenang T. Iskandar.

    Meski dalam kondisi serba memprihatinkan, tidak membuat T. Iskandar patah semangat. Bila kita

    kembalikan pada konsep agama, demikianlah takdir yang ditetapkan Allah SWT. Karena sesungguhnya,

    sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sungguh sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Al-Quran, Surat Al-

    Asrah Ayat 5-6) [ ]

  • 34

  • 35

    Jerih payah mendirikan fakultas terbayar sudah. Namun, mempertahankan eksistensi lembaga tidaklah mudah. Dr. Teuku Iskandar berusaha sekuat tenaga mengatasi berbagai kendala yang ada. Mulai dari minimnya infrastruktur, ketiadaan staf pengajar, kondisi keamanan yang belum stabil, dan berbagai tantangan lainnya. Hanya tekad kuat dan tanggung jawab untuk memajukan Aceh menjadi motivator dan modal dasar untuk terus maju dan berkembang hingga saat ini.

    Meskipun ada sekretaris, Dekan T. Iskandar praktis harus bekerja sendiri. Anwar Abubakar, yang juga merupakan salah satu direksi pada Bank of Sumatra tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai Sekretaris karena kesibukannya di Medan. T. Iskandar memikul hampir semua beban pekerjaan dengan penuh kesabaran, ketekunan, dan tanpa mengenal lelah.

    Kendala utama yang paling dirasakan kala itu adalah ketiadaan staf pengajar, peralatan dan perlengkapan kuliah, serta dana operasional. Dosen yang ada pada waktu itu hanya 8 orang yakni Dr. T. Iskandar, Mr. Eddymurthy Abdulkadir, Miss Elaine M. Wills B.A., Dra. Dalipah Sjamsuddin, A.T. Baros M.Sc. Drs. Toga Tobing, Drs. Barus Siregar, dan S. Suwargadi yang kemudian digantikan T. Sembiring karena harus berangkat ke Amerika. Di antara 8 orang dosen ini, hanya 2 orang yang menetap di Kutaradja, yakni Dr. T. Iskandar dan Mr. Eddymurthy Abdulkadir yang bertugas di Kodam I Iskandar Muda, sedangkan yang lainnya tinggal di Medan.

    BERAT SAMA DIPIKUL, RINGAN SAMA DIJINJING

    Rektor memberi hadiah kepada tiga orang pegawai Fakultas Ekonomi yang terlama mengabdi. M. Thaib Kays, M. Yasni Ishak dan M. Yusuf Amin.

  • 36

    Mr. Eddymurthy pun tidak bisa bekerja penuh di fakultas. Sebagai seorang pejabat militer, ia juga banyak kesibukan. Otomatis tinggal saya sendiri yang harus mengelola fakultas, kenang T. Iskandar.

    Sungguh sulit membangun suasana akademik dan membina mahasiswa dengan kondisi seperti ini, ungkap T. Iskandar. Kondisi Fakultas Ekonomi bak sekuntum bunga yang baru mekar, tumbuh di atas tanah yang gersang yang senantiasa harus dipupuk dan disiram agar dapat terus hidup, katanya dalam sambutan Dies Natalis Fekon pertama.

    Mantan Ketua Program Pasca Sarjana Program Ilmu Studi Pembangunan, Prof. Dr. Jakfar Ahmad, MA, mengenang peristiwa kuliah dulu dengan penuh canda.

    Perkuliahan waktu itu tidak seperti saat ini yang sudah teratur rapi. Dulu kami terpaksa menunggu dosen berjam-jam di bawah-bawah pohon. Ada tidaknya kuliah tergantung pesawat. Kalau ada suara pesawat mendarat di Blang Bintang weingzzzzzz....., berarti ada kuliah karena dosennya sudah datang dan mereka pun bergegas ke ruang belajar, kenang Jafar sambil tersenyum.

    Prof. T. A. Hamid, MAB mengisahkan sebagian mahasiswa menunggu di Stasiun Kereta Api di deretan toko Sinbun Sibreh. Kalau ada suara pesawat wuueeingzz...serentak mahasiswa mengayuh sepedanya seperti sedang balapan, kenangnya sambil tersenyum riang.

    Tidak dapat dipungkiri bahwa bantuan staf Penghubung KDMA di Medan dan Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida) di Kutaradja dalam mengatur perjalanan dosen terbang ini sangat menentukan kelancaran kuliah pada saat itu. Sungguh merupakan perwujudan komitmen dan semangat gotong royong yang mulai jarang kita temukan dalam kehidupan dunia modern dewasa ini.

    Sederet nama-nama besar seperti: Prof. T.A. Hamid, MAB, Prof. Dr. Jakfar Ahmad, Prof. Dr. Ali Basyah Amin, Drs. Syamsunan Mahmud, dll merupakan alumni angkatan pertama Fekon Unsyiah. Mereka lahir dari segenap keterbatasan kampus Darussalam.

    Saat itu belum ada ruang kuliah tetap. Kuliah perdana, pada September 1959 dilakukan di Aula SMA Negeri Darussalam. Belakangan gedung ini dijadikan Gedung FKIP dan sekarang telah dibangun gedung bertaraf internasional, Gedung Academic Activity Center (AAC) Prof. Dr. Dayan Dawood, MA. Administrasi perkantoran dan akademik dilaksanakan oleh hanya 4 orang pegawai honor antara lain: M. Yusuf Amin, M. Thaib Kaoy, M. Yasin Ishak (terakhir, ketiganya tercatat sebagai pensiunan Fekon), dan Pocut Zubaidah (berhenti). Sementara itu, pekerjaan pembantu umum atau kini populer disebut office boy dilakukan

    Prof Dr Teuku Syarif Thayeb

    Prof. Dr. Jakfar Ahmad

  • 37

    oleh Tgk. Hadjad dan Tgk. M Yunus Husin. Menyadari minimnya ruang belajar, para

    pendiri Unsyiah terus berupaya menggalang dukungan. Sarana dan prasarana kuliah secara perlahan terus ditingkatkan. Bantuan demi bantuan terus mengalir. Antara lain yang bersumber dari Aceh Kongsi yang disalurkan melalui Yayasan Pembangunan Darussalam (YPD) yang juga dipimpin Ali Hasjmy. Selang setahun, tepatnya akhir tahun 1960, gedung Fakultas Ekonomi (kini

    gedung utama) berhasil didirikan. Sejak saat itu, kegiatan belajar mengajar mulai terpusat dan tertata baik. Upaya meningkatkan kualitas akademik terus dilakukan. Pada awal tahun 1961, Dekan T. Iskandar

    menemui Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Sjarief Thayeb di Salemba-Jakarta. Kebetulan, Prof. Sjarief Thayeb juga merupakan seorang putera Aceh yang sangat peduli terhadap dunia pendidikan. Sontak saja, tokoh pendiri Universitas Trisakti ini segera memanggil beberapa asisten serta mahasiswa tingkat akhir ke ruang sidang rektorat untuk bertemu dengan Dr. T. Iskandar dan meminta mereka untuk menjadi staf pengajar di Fakultas Ekonomi yang baru didirikan di Kutaradja.

    Waktu itu kita janjikan kepada mereka untuk langsung diangkat menjadi Dosen penuh dan diberi tunjangan daerah sebesar gaji, jelas Iskandar.

    Meskipun tidak serta merta memperoleh respons, namun T. Iskandar cukup berbesar hati. Akhirnya, salah seorang putera terbaik daerah berhasil dibawa pulang ke Aceh pada bulan September tahun itu juga, yakni Drs. Ibrahim Hasan (Prof. Dr., MBA) yang baru saja menyelesaikan sarjananya dan menjadi asisten Prof. Dr. M. Sadli.

    Waktu pertama kali bertemu Ibrahim Hasan, saya sudah melihat bright future beliau, aku T. Iskandar waktu pertama kali mengenal Ibrahim Hasan.

    Selain itu, beberapa staf pengajar tetap lainnya berhasil dirangkul seperti Drs. Abbas Abdullah yang kemudian menjabat Kepala Bagian Pendidikan dan Drs. M. Manullang yang kemudian menjabat Direktur Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (waktu itu namanya Biro Penyelidikan Ekonomi dan Sosial). Mereka ini kebetulan teman-teman T. Iskandar dulu. Terakhir, Drs. M. Manullang pindah ke Medan sebagai dosen tetap di Unimed (dulu IKIP Medan). [ ]

    Prof. Dr. Emil Salim

    Prof. Widjojo Nitisastro

    Prof.Dr.Ali Wardhana

  • 38

    IR. SOEKARNO SAAT MERESMIKAN PENDIRIAN FAKULTAS EKONOMI

    USU-KUTARAJA

  • 39

    Waktu terus bergulir. Sebagai fakultas muda, kegiatan akademik Fakultas Ekonomi USU di Kutaraja

    berjalan perlahan. Namun tidak dengan Dr. T. Iskandar, ia bertambah sibuk saja. Selain menjabat dekan, ia juga

    merupakan anggota komisi Persiapan Pendirian Universitas Syiah Kuala. Semua tumpuan harapan rakyat Aceh

    akan hadirnya perguruan tinggi di bumi Iskandar Muda dibebankan pada mereka. Beban inilah yang mendorong

    panitia untuk bekerja keras.

    Guna melengkapi syarat sebuah universitas, panitia pun mempersiapkan pendirian beberapa fakultas

    lainnya. Maka, pada tanggal 9 Januari 1960, dibentuklah Panitia Persiapan Pembangunan FKHP (Fakultas

    Kedokteran Hewan dan Peternakan). Ketua umum dan wakil ketua umum tetap dipegang oleh Letkol Sjamaun

    Gaharu dan Ali Hasjmy.

    Selanjutnya, untuk mendukung berbagai tugas seperti mencari tenaga pengajar, mengadakan

    pendekatan dengan FKHP / FKH lain yang ada di Indonesia, menghubungi menteri PP dan K, serta menyediakan

    perumahan untuk calon tenaga pengajar, tim panitia persiapan FKHP dibagi dua. Seksi A dipimpin oleh T.

    Sulaiman dibantu oleh Nazaruddin Noor sebagai sekretaris. Sedangkan seksi B dipimpin oleh drh. R. M. Soedjono

    Ronowinoto, Kepala Dinas Kehewanan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan dibantu oleh seorang sekretaris, Anwar.

    Sedangkan Dr. T. Iskandar tercatat sebagai anggota seksi B bersama dr. Zainoel Abidin, Mayor Eddy Murthy dan

    tiga orang lainnya.

    Setelah melalui proses marathon, akhirnya Menteri PP dan K menyetujui pendirian FKHP sebagai bagian

    dari Universitas Sumatera Utara, Medan melalui Surat Keputusan Menteri PP dan K No. 79966/UU tertanggal 17

    Oktober 1960. Upacara peresmian dilaksanakan di Aula Fakultas Ekonomi, Darussalam pada tanggal 17 Oktober

    1960. Piagam Pendirian FKHP ditandatangi oleh Direktur Jenderal Direktorat Pendidikan Tinggi Prof. Dr. R. Soegiono

    D. Poesponegoro atas nama Menteri P.P. dan K. Pada kesempatan yang sama, kalung jabatan dikenakan kepada

    LAHIRNYA UNIVERSITAS SYIAH KUALA

  • 40

    Pejabat Dekan drh. R. M. Soedjono Ronowinoto yang dilakukan

    oleh Presiden Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. A. Sofyan.

    Setelah FKHP berdiri, komisi persiapan Unsyiah

    semakin giat bekerja. Marzuki Nyakman, mantan Rektor

    Unsyiah menuliskan kenangannya tentang kesibukan komisi

    ini sbb1 :

    Komisi ini sering mengadakan rapat dan diskusi2 jang

    melahirkan konsep-konsep untuk merealisir tjita-tita pembangun

    sebuah universitas bagi Atjeh. Diantara anggota2 komisi ini saja

    ingat Dr. T. Iskandar, Dr. R. Sugianto dan Tgk. H. Usman Jahja Tiba dan

    kemudian menjusul saudara Ibrahim Husin M.A.

    Komisi ini sering mengadakan rapat sampai larut

    malam sebagai sumbangan pikiran jang sangat diperlukan oleh

    Pemerintah Daerah. Setelah diadakan persiapan2 seperlunja, atas

    usut Pemerintah Daerah bersama Penguasa Perang, keluarlah

    Surat Keputusan Menteri PDK tanggal 17 November 1960 No.

    96450/UU tentang pengangkatan Panitia Persiapan Universitas

    Negeri Shahkuala dan FKIP, jang terdiri dari para pediabat

    pemerintah sipil dan militer serta tokoh-tokoh masjarakat, jang diketuai oleh Gubernur A. Hasjmy dan Sekretaris Drs.

    Marzuki Njakman.

    Rapat pertama dari Panitia tersebut berlangsung pada tanggal 17 Desember 1960 dibawah pimpinan Ketua

    Umum Gubernur A. Hasjmy. Kolonel M. Jasin (sekarang Majdjen) Pangdam I/Iskandarmuda selaku Wakil Ketua Umum

    Panitia dan Kolonel Sjammaun Gaharu (sekarang Brigdjen) selaku Penasehat Panitia turut memberikan kata-kata

    nasehat dan bimbingan didalam rapat tersebut. Gubernur A. Hasjmy dalam pertemuan tersebut mengharapkan

    kebulatan tekad seluruh anggota Panitia untuk bekerdja keras dengan penuh kesungguhan dan keichlasan sehingga

    tjita-tjita rakjat Atjeh untuk mewudjudkan pendirian universitas di Atjeh benar2 dalam waktu dekat mendjadi

    kenjataan.

    Kebetulan pada saat hampir bersamaan, tepatnya tanggal 20 November 1960, beberapa anggota panitia

    persiapan Unsyiah seperti Dr. T. Iskandar, Ibrahim Husein, M.A., Drs. Marzuki Nyakman, Overste Sri Hardiman,

    1 10 tahun Darussalam dan Hari Pendidikan Propinsi Daerah Istimewa Atjeh, Jajasan Pembina Darussalam, Juli 1969

    Kunjungan Ir. Soekarno 7 April 1972 melantik Kolonel M. Jasmin presiden Unsyiah

  • 41

    BcHK, beserta Yahya Zamzami, dan Drs. Ahmad Sadiq mendirikan Perguruan Tinggi Rakyat Ilmu Hukum dan

    Pengetahuan Masyarakat. Perguruan tinggi swasta ini kemudian menjadi cikal bakal Fakultas Hukum Unsyiah.

    Sesuai dengan mandat SK Menteri PDK, panitia bertekad mendirikan beberapa fakultas lainnya. Maka,

    sambil mempersiapkan pendirian Unsyiah, panitia pun terus menggodok lahirnya FKIP dan Fakultas Hukum.

    Akhirnya, kerja keras Panitia Persiapan Pendirian Unsyiah pun terbayar. Pada tanggal 20 Juni 1961,

    Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) mengeluarkan Surat Keputusan No. 9/1961 yang

    menetapkan pendirian FKIP dalam lingkungan Unsyiah, terdiri dari 4 Jurusan, yaitu Jurusan Ilmu Pendidikan,

    Jurusan Pendidikan, Jurusan Ekonomi, Jurusan Ilmu Hayat dan Jurusan Ilmu Pasti.

    Tidak hanya itu, Menteri PTIP juga mengeluarkan SK No. 10/1961 dengan tanggal yang sama 20 Juni 1961

    yang menetapkan Perguruan Tinggi Rakyat Ilmu Hukum dan Pengetahuan Masyarakat menjadi Fakultas Hukum

    dan Pengetahuan Masyarakat, dan dimasukkan dalam lingkungan Unsyiah.

    Sehari kemudian, menyusul Surat Keputusan Menteri PTIP No. 11 Tahun 1961, tanggal 21 Juni 1961 yang

    menetapkan berdirinya Universitas Syiah Kuala dengan empat buah fakultas yakni: Fakultas Ekonomi, Fakultas

    Kedokteran Hewan dan Ilmu Peternakan, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, serta Fakultas Keguruan

    dan Ilmu Pendidikan.

    Untuk mengabadikan hari kebangkitan pendidikan di Aceh (Hari Pendidikan Daerah Istimewa

    Aceh) seiring berdirinya Fakultas Ekonomi di Kutaraja,

    persemian pendirian Universitas Syiah Kuala beserta dua

    fakultas terakhir, FKIP dan Fakultas Hukum dilaksanakan

    pada tanggal 2 September 1961. Sedangkan Upacara

    Peresmiannya dilaksanakan oleh Presiden Republik

    Insonesia Ir. Soekarno bersama Menteri PTIP pada tanggal

    27 April 1962.

    Bersamaan dengan peresmian Universitas Syiah

    Kuala, Kolonel Inf. M. Jasin (Pangdam I Iskandar Muda

    menggantikan Letkol. Sjamaun Gaharu) diangkat sebagai

    Presiden Universitas Syiah Kuala berdasarkan SK Menteri

    PTIP tanggal 20 Januari 1962 dan SK Presiden RI tanggal

    30 April 1962. Sedangkan, Dr. T. Iskandar diangkat sebagai

    Wakil Presiden Unsyiah merangkap Dekan Fakultas Bung Karno saat mengunjungi Aceh

  • 42

    Ekonomi dan Fakultas Hukum. Kemudian, Drs. Ibrahim Hasan diangkat sebagai Sekretaris Fakultas Ekonomi

    menggantikan Drs. Anwar Abubakar.

    Sejak saat itu pula, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara di Kutaraja secara resmi berubah nama

    menjadi Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Fekon Unsyiah). Nama yang kemudian menjadi ciri khas kaum

    intelektual khas Darussalam.

    Darmansyah, seorang alumni menuliskan bahwa Fekon Unsyiah telah menjadi ikon lembaga pendidikan

    tinggi di kampung jantong hate poma ini.

    Mereka begitu lama mencengkeram berbagai medan jabatan, penelitian dan pelatihan sehingga

    untuk menyebut nama ekonomi berarti sudah identik dengan Unsyiah, ungkapnya. [ ]

    Dari kiri Drs. Alfian Ibrahim, Drs. A. Malik Sani dan Drs. Agussalim

  • 43

    Bagia

    n Tiga

    DARUSSALAM MENUJU PELAKSANAAN CITA-CITA

  • 44

    PROF. DR. TEUKU ISKANDAR

  • 45

    Sejak berdirinya Unsyiah, aktivitas akademik di Fekon semakin padat saja. Maklum, hanya Fekon yang

    memiliki aula dan gedung permanen ketika itu. Sebagai satu-satunya gedung megah dengan kapasitas yang

    sangat besar, Aula Fekon selalu dipenuhi mahasiswa dari berbagai fakultas yang mengambil mata kuliah dasar

    umum seperti Pancasila, Sosiologi, Pengantar Ekonomi dan Antropologi.

    Di sisi lain, tanggung jawab dan beban kerja Dekan T. Iskandar semakin bertambah saja. Presiden

    Unsyiah Kol. M. Jasin yang juga Panglima Kodam Iskandar Muda tidak dapat duduk di kampus setiap hari. Jadilah

    T. Iskandar selaku sekretaris yang mengawal kegiatan Unsyiah sehari-hari.

    Sebagai seorang tentara sekaligus Panglima Kodam, Kol. M. Jasin selaku Presiden Unsyiah hanya datang

    sebulan sekali untuk memimpin rapat universitas, jelas T. Iskandar yang juga merangkap Dekan Fekon dan

    Fakultas Hukum sekaligus. Kondisi seperti ini terpaksa dilakoninya mengingat terbatasnya sumber daya yang ada.

    Memasuki tahun ketiga, perjuangan para pendiri dan pionir fakultas mulai berbuah manis. Pertengahan

    bulan Oktober 1962, Fekon Unsyiah berhasil menelurkan sarjana muda yang pertama. Keberhasilan ini disambut

    suka cita segenap civitas academica Fekon dan juga Unsyiah pada umumnya.

    Kebahagiaan menghasilkan sarjana muda dirasakan hanya sesaat. Suasana hari biru ini justru memberi

    tekanan baru bagi fakultas muda ini, yakni perlunya membuka jenjang pendidikan tingkat sarjana. Maka,

    dijajakilah upaya membuka program tingkat sarjana.

    Tantangan baru ini terasa semakin bertambah berat saja. Secara tiba-tiba, Dekan Dr. T. Iskandar terbang

    meninggalkan Aceh menuju Jakarta. Di Jakarta, selain melakukan beberapa urusan pribadi, ia sempatkan diri

    untuk menjumpai dan membujuk Drs. A Madjid Ibrahim, dosen Universitas Indonesia kala itu, agar mau pulang

    ke Aceh untuk menggantikannya sebagai Dekan Ekonomi. Rupanya T. Iskandar sudah berniat untuk tak kembali.

    Setelah itu, ia melanjutkan perjalanannya dan menetap di Malaysia sebagai Profesor di University of Malaya.

    HARU BIRU SARJANA MUDA DAN KEPERGIAN SANG PERINTIS

  • 46

    Dalam otobiografinya, Ibrahim Hasan

    menduga bahwa kepergian Dr. Teuku Iskandar

    diakibatkan oleh rasa ketidaknyamanan selama

    tinggal di Darussalam karena minimnya sarana

    dan prasarana, seperti listrik dan air bersih.

    Listrik menjadi barang mewah kala itu,

    karena hanya ada di seputar Merduati saja, tidak

    sampai ke Darussalam, tulis Ibrahim Hasan yang

    menjadi Sekretaris Dekan waktu itu.

    Masalah keamanan juga menjadi salah

    satu penyebab kepergian T. Iskandar.

    Ban ta adee ija ka gadoh (kain baru dijemur, sudah hilang), ungkapnya pada Ibrahim Hasan tentang

    pengalamannya sewaktu kehilangan jemuran.

    Ketidakharmonisan hubungan dengan pejabat pemerintahan kota juga disinyalir menjadi salah satu

    faktor kepergiannya.

    Dulu ada bantuan kenderaan dinas untuk Dekan dari pengusaha-pengusaha Aceh yang tergabung

    dalam Aceh Kongsi. Tapi entah karena alasan apa, Walikota mengambil kenderaan tersebut. Hal-hal inilah yang

    membuat Dr. Iskandar marah, ungkap Ibrahim Hasan.

    Menanggapi perdebatan tentang

    kepergiannya, T. Iskandar mengisahkan panjang

    lebar tentang pengalamannya mengabdi

    di Darussalam. Intinya, ia merasa bahwa

    sumbangsihnya tidak banyak berarti di mata

    segelintir elit yang justru memiliki peran penting

    dalam menunjang kemajuan Fakultas Ekonomi

    dan Unsyiah pada umumnya.

    Disamping itu, ia sadar bahwa isu politik

    menjelang pemilihan Gubernur Aceh yang

    menyudutkannya dengan kata-kata kasar neo

    kolonialisme dan feodal membuatnya sakit

    Dosen dan para sarjana muda foto bersama

    Ibrahim Abdullah (Baju batik dua kiri)

  • 47

    hati. Dari Nyak Yusda - anggota DPRD, ia dengar

    namanya digadang-gadang sebagai salah

    seorang kandidat Gubernur Aceh waktu itu. Isu ini

    sampai menimbulkan perselisihan faham antara

    Kol. Sjamaun Gaharu dan Let. Kol. M. Jasin yang

    mendiskreditkannya hendak merebut kekuasaan.

    Belum lagi perlakuan kurang layak yang ia terima

    dari Dewan Penyantun dan Dana Kesejahteraan

    Aceh yang menu