efi cardiorespiratory arrest

11
CARDIORESPIRATORY ARREST Gol Penyakit SKDI : 3B Efi Nazarita Agustina NIM: 0907101050005 1. Definisi Cardiorespiratory arrest disebut juga cardiac arrest, cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest. Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung maupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association, 2010) 2. Prevalensi Di Amerika Serikat angka kejadian cardiac arrest mencapai 250.000 orang per tahun, dan 95% nya diperkirakan meninggal sebelum sampai di rumah sakit (Ulfah, 2009). Tidak ada data statistic mengenai kepastian jumlah kejadian cardiac arrest tiap tahunnya di Indonesia, tetapi diperkirakan adalah 10.000 warga, yang berarti 30 orang per hari. Kejadian terbanyak dialami oleh penderita jantung koroner (Romdoni, 2010). Di Jakarta sendiri, berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional 1999 terdapat 1.114 pasien meninggal karena penyakit kardiovaskuler (Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).

Upload: sigaret

Post on 27-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

Page 1: Efi Cardiorespiratory Arrest

CARDIORESPIRATORY ARRESTGol Penyakit SKDI : 3B

Efi Nazarita AgustinaNIM: 0907101050005

1. Definisi

Cardiorespiratory arrest disebut juga cardiac arrest, cardiopulmonary

arrest, atau circulatory arrest. Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung

secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang

didiagnosa dengan penyakit jantung maupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa

diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak

(American Heart Association, 2010)

2. Prevalensi

Di Amerika Serikat angka kejadian cardiac arrest mencapai 250.000 orang

per tahun, dan 95% nya diperkirakan meninggal sebelum sampai di rumah sakit

(Ulfah, 2009). Tidak ada data statistic mengenai kepastian jumlah kejadian

cardiac arrest tiap tahunnya di Indonesia, tetapi diperkirakan adalah 10.000

warga, yang berarti 30 orang per hari. Kejadian terbanyak dialami oleh penderita

jantung koroner (Romdoni, 2010). Di Jakarta sendiri, berdasarkan data Survei

Kesehatan Nasional 1999 terdapat 1.114 pasien meninggal karena penyakit

kardiovaskuler (Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).

3. Etiologi

Etiologi menurut Sudoyo (2010) terbagi atas :

Etiologi Primer

a. Fibrilasi ventrikel dan asistol, yang terjadi karena:

Ischemic myocard

Heart block

Obat-obatan

Electric shock

Page 2: Efi Cardiorespiratory Arrest

Etiologi sekunder

a. Rapid secondary cardiac arrest

Asphyxia, oleh karena obstruksi jalan nafas, apnea

Kehilangan darah yang cepat

Alveola anoksia, terjadi oleh karena edema paru akut, menghirup gas yang

tidak mengandung oksigen

b. Slow secondary cardiac arrest

Severe hipoksemia

Edema paru

Konsolidasi paru

Kardiogenik shock

4. Patofisiologi

Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya.

Beberapa sebab dapat menyebabkan ritme denyut jantung menjadi tidak normal,

dan keadaan ini sering disebut aritmia. Selama aritmia, jantung dapat berdenyut

terlalu cepat atau terlalu lambat bahkan berhenti berdenyut. Empat macam ritme

yang dapat menyebabkan pulseless cardiac arrest yaitu Ventricular Fibrillation

(VF), Rapid Ventricular Tachycardia (VT), Pulseless Electrical Activity (PEA)

dan asistol (American Heart Association, 2010).

Kematian akibat henti jantung paling banyak disebabkan oleh ventrikular

fibrilasi dimana terjadi pola eksitasi quasi periodic pada ventrikel dan

menyebabkan jantung kehilangan kemampuan untuk memompa darah secara

adekuat. Volume sekuncup jantung (cardiac output) akan mengalami penurunan

sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan sistemik tubuh, otak dan organ vital

lain termasuk miokardium jantung (American Heart Association, 2010).

Ventrikular takikardi (VT) adalah takidisritmia yang disebabkan oleh

kontraksi ventrikel dimana jantung berdenyut ≥ 120 denyut/menit GRS kompleks

yang memanjang. VT dapat monomorfik (ditemukan QRS kompleks tunggal) atau

polimorfik (ritme irregular dengan QRS yang bervariasi baik amplitude dan

bentuknya) (American Heart Association, 2010).

Page 3: Efi Cardiorespiratory Arrest

Adapun asistol dapat juga menyebabkan SCA. Asistol adalah keadaan

dimana tidak terdapatnya depolarisasi ventrikel sehingga jantung tidak memiliki

cardiac output. Asistol dapat dibagi menjadi 2 yaitu asistol primer (ketika sistem

elektrik jantung gagal untuk mendepolarisasi ventrikel) dan asistol sekunder

(ketika sistem elektrik jantung gagal untuk mendepolarisasi seluruh bagian

jantung). Asistol primer dapat disebabkan iskemia atau degenerasi (sklerosis) dari

nodus sinoatrial (Nodus SA) atau system konduksi atrioventrikular (AV system)

(Sudoyo, 2010).

Sedangkan ritme lain yang dapat menyebabkan SCA adalah Pulseless

Electrical Activity (PEA). Kondisi jantung yang mengalami ritme disritmia

heterogen tanpa diikuti oleh denyut nadi yang terdeteksi. Ritme bradiasistol

adalah ritme lambat, dimana pada kondisi tersebut dapat ditemukan kompleks

yang meluas atau menyempit, dengan atau tanpa nadi juga dikatakan sebagai

asistol (Sudoyo, 2010).

Walaupun patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang

mendasarinya. Namun pada umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah

sama. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti.

Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh.

Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai

oksigen, termasuk otak. Hipoksia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,

menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal.

Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit

dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Topol, 2007).

5. Gambaran Klinis

Tanda-tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118

(2010) yaitu:

a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan

di pundak ataupun cubitan.

b. Ketiadaan pernapasan normal; tidak terdapat pernapasan normal ketika jalan

pernapasan dibuka.

c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).

Page 4: Efi Cardiorespiratory Arrest

6. Diagnosis

Pola nafas tidak efektif b.d paralisis otot pernafasan

Resiko bersihan tidak efektif jalan nafas b.d penurunan kesadaran

Penurunan curah jantung b.d berhentinya fungsi jantung

Gangguan perfusi jaringan b.d hipoksia ditandai dengan perubahan tingkat

kesadaran

(Kristanty et al., 2009)

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Kristanty (2009) pemeriksaan penunjang untuk cardiopulmonary

arrest yaitu:

a. Elektrokardiogram

Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG).

Ketika dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang

dibagian tubuh lainnya missal tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan

durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada

irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik

normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. EKG

dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan,

yang meningkatkan resiko kematian mendadak.

b. Tes Darah

1. Pemeriksaan enzim jantung

Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung

terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu

sudden cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui

enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan

jantung.

2. Elektrolit jantung

Melalui sampel darah, dapat diketahui elektrolit-elektrolit yang ada

pada jantung, di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit

adalah mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu

Page 5: Efi Cardiorespiratory Arrest

menghasilkan impuls listrik. Ketidakseimbangan pada elektrolit dapat

memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.

c. Imaging test

1. Pemeriksaan foto torak

Foto torak menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh

darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal

jantung.

2. Pemeriksaan nuklir

Biasanya dilakukan bersama dengan tes stress, membantu

mengidentifikasi masalah aliran darah kejantung. Radioaktif yang

dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran

darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif

mengalir melalui jantung dan paru-paru.

3. Ekokardigram

Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran

jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah

daerah jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa

secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah

ada kelainan katup.

d. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping

Tes ini jika diperlukan biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang

sudah sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung belum

ditemukan.

e. Ejection fraction testing

Salah satu prediksi yang paling penting dari resiko sudden cardiac

arrest adalah seberapa baik jantung memompa darah. Tes fraksi ejeksi ini

dapat menentukan kapasitas pompa jantung. Hal ini mengacu pada persentase

darah yang dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung.

f. Coronary catheterization (angiogram)

Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi

penyempitan atau penyumbatan.

Page 6: Efi Cardiorespiratory Arrest

8. Differential Diagnosis

Aortic aneurism

Myocardial infarction

Ventricular fibrillation

Ventricular tachycardia

(Ulfah, 2000)

9. Penatalaksanaan

RJP (Resusitasi Jantung Paru) adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha

untuk mengembalikan keadaan henti nafas/henti jantung atau (yang dikenal

dengan istilah kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian

biologis (Nettina, 2006).

Menurut Thygerson (2006) tahap-tahap resusitasi jantung paru pada

dasarnya dibagi dalam 3 tahap:

a. Pertolongan dasar (Basic Life Support)

Airway control, yaitu membebaskan jalan nafas agar tetap terbuka dan

bersih.

Breathing support, yaitu mempertahankan ventilasi dan oksigenasi paru

secara adekuat.

Circulation support, yaitu mempertahankan sirkulasi darah dengan cara

memijat jantung.

b. Pertolongan lanjut (Advanced Life Support)

Drug & fluid, yaitu pemberian obat-obatan dan cairan

Electrocardiography, yaitu penetuan irama jantung

Fibrillation treatment, mengatasi fibrilasi ventrikel

c. Pertolongan jangka panjang (Prolonged Life Support)

Gauging, yaitu memantau dan mengevaluasi resusitasi jantung paru,

pemeriksaan dan penentuan penyebab dasar serta penilaian dapat tidaknya

penderita diselamatkandan diteruskan pengobatannya.

Human mentation, yaitu penetuan kerusakan otak dan resusitasi cerebral

Intensive care, yaitu perawatan intensif jangka panjang

Page 7: Efi Cardiorespiratory Arrest

10. Komplikasi

Fraktur sternum, sering terjadi pada orang tua

Robekan paru

Perdarahan intra abdominal, terjadi karena terlalu rendah menekan

Processus xiphoideus kea rah hepar atau limpa

Distensi labung, terjadi karena pernapasan buatan

(Sudoyo et al., 2010)

11. Prognosis

Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka

waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung (Diklat

Ambulans Gawat Darurat 118, 2010). Kondisi tersebut dapat dicegah dengan

pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum melebihi batas

maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat mungkin

mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru dan defibrilasi

yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung,

akan memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai

45%. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan penyedian defibrillator yang

mudah diakses di tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti

meningkatkan kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi)

sesegera mungkin, akan meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban

cardiac arrest sebesar 64% (American Heart Association, 2010).

Page 8: Efi Cardiorespiratory Arrest

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2010. Cardiopulmonary Resuscitation. Available from: http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=4479 [Accesed at 13 Maret 2013]

Kristanty et al., 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.

Nettina, Sandra, M., 2006. Lippincot Manual of Nursing Practice. Eight Edition. Philadelphia. London. New York. Lippincot Williams and Wilkins. A Wolter Kluwer Company.

Romdoni, Rochmad. 2010. Bahaya Mengancam Kita Setiap Saat: Henti jantung dan Serangan Jantung. Available http://www.olx.co.id [Aceesed at 13 Maret 2013]

Sudoyo, Aru, W., 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

Thygerson, Alton, L., 2006. First Aid, CPR, and AED. 5th Ed. American College of Emergency Physicians, London W67pA; Jones and Batlett Publisher International.

Topol, Eric, J., 2002. Textbook of Cardiovaskular Medicine. 2nd ed. Philadelphia.

Ulfah, R., 2000. Gejala Awal dan Deteksi Dini Penyakit jantung Koroner. Available http://www.pdpersi.co.id [Accesed at 13 Maret 2013]