ebola.docx

17
TINJAUAN PUSTAKA ASPEK LABORATORIUM PENYAKIT VIRUS EBOLA Oleh : Aditya Sigit Pembimbing : dr. Maimun Z.A., MKes, SpPK LAB / SMF PATOLOGI KLINIK 1

Upload: elfiqi

Post on 27-Sep-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

ASPEK LABORATORIUM PENYAKIT VIRUS EBOLA

Oleh :Aditya Sigit

Pembimbing :dr. Maimun Z.A., MKes, SpPK

LAB / SMF PATOLOGI KLINIKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYARSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG 2014PENDAHULUAN

Penyakit virus Ebola, sering disebut juga demam berdarah Ebola, adalah suatu penyakit yang ditularkan dari binatang yang mengandung virus ebola kepada manusia. Kasus pertama penyakit virus ebola terjadi tahun 1976 secara luas di bagian selatan Sudan dan bagian utara Kongo, dari ditemukannya hingga sebelum wabah pada tahun 2014 setidaknya sudah terdapat kurang lebih 1000 kematian akibat penyakit virus ebola. Angka kematian dari penyakit virus ebola bervariasi dari 30-90% bergantung pada subtipe dari virus, dimana angka kematian tertinggi disebabkan oleh infeksi virus Ebola Zaire dan yang terendah oleh infeksi virus Ebola Bundibugyo.1Gejala klinis dari penyakit virus Ebola dimulai dari demam mendadak, sakit kepala, nyeri otot, sakit tenggorok, keluhan saluran pencernaan, mata merah, maculopapular rash, hipotensi postural, koma hingga meninggal. Manifestasi perdarahan terjadi kurang dari 50% kasus, dimana muncul pada akhir minggu pertama, muncul ptechiae, lebam hingga perdarahan saluran pencernaan.1Diagnosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya salah satu dari marker diagnostik seperti adanya RNA spesifik virus dengan menggunakan reverse transcription-PCR, adanya antibodi yang spesifik dari virus, dan isolasi virus.2 Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya leukopeni pada awalnya kemudian diikuti leukositosis, limfopeni dan limfositosis atipikal. SGOT dan SGPT sering meningkat, faal hemostasis memanjang.2

PENYAKIT VIRUS EBOLA

1. Etiologi dan EpidemiologiPenyakit virus ebola, sering juga disebut demam berdarah ebola, disebabkan oleh ebolavirus dan merupakan anggota dari famili Filoviridae. Ada 5 spesies dari ebola berdasarkan tempat ditemukannya:1,3 Ebolavirus Zaire (EBOV) Ebolavirus Sudan (SUDV) Ebolavirus Tai Forest (TAFV) Ebolavirus Bundibugyo (BOBV) Ebolavirus Reston (RESTV)Ebolavirus Reston menyebabkan penyakit selain pada manusia. Inang dari virus ebola adalah kelelawar buah di Afrika Tengah, namun tidak ada kasus yang mengenai manusia yang ditularkan langsung oleh kelelawar. Di hutan liar, virus Ebola menyebar dari kelelawar buah ke hewan lain seperti hewan pengerat, monyet dan simpanse, yang kemudian diikuti terinfeksinya manusia oleh karena makan hewan yang tidak dimasak dengan baik dan daging yang mentah.1Penyakit virus ebola diketahui pertama kali pada tahun 1976 pada wabah yang luas di Sudan bagian selatan dan bagian utara Kongo. Angka kematian dari penyakit virus ebola bervariasi dari 30-90% bergantung pada subtipe dari virus, dimana angka kematian tertinggi disebabkan oleh infeksi virus Ebola Zaire (penyebab wabah di Afrika Barat tahun 2014) dan yang terendah oleh infeksi virus Ebola Bundibugyo. Wabah pada tahun 2014 dimulai pada bulan Januari dan data terbesar dimana terdapat 2000 kasus dan 1000 kematian (hingga 60%) terjadi pada bulan Agustus 2014, dimana kasus dilaporkan di Guinea, Sierra Leone dan Liberia, dan menyebar terbatas di Nigeria.1

Gambar 1. Kasus Ebola di Afrika dari tahun 1979 hingga 2008

2. TransmisiPenyebaran infeksi pada manusia terjadi oleh karena kontak langsung dengan sekresi dan ekskresi dari pasien yang terinfeksi maupun jenasah, dan tidak ditularkan lewat udara. Virus memasuki tubuh manusia melalui permukaan mukosa, kulit yang luka maupun tergores, atau lewat rute aliran darah. Tenaga medis sering terinfeksi dari jarum suntik maupun alat pelindung diri yang rusak. Individu yang tidak menunjukkan gejala pada masa inkubasi tidak dilaporkan dapat menularkan infeksi.1,2

3. Gejala KlinisDemam berdarah ebola adalah kasus yang berat, merupakan salah satu penyakit virus akut yang ditandai dengan munculnya demam mendadak, dengan masa inkubasi 2-21 hari (dengan rata-rata 4-10 hari)1 dan ditunjukkan adanya gejala penyakit seperti flu, seperti demam, sakit kepala, malaise, nyeri otot, sakit tenggorok dan gangguan saluran pencernaan seperti mual muntah, diare dan nyeri perut.4 Dapat juga terjadi batuk, limfadenopati, tapi bukan gejala pertama dari penyakit ini. Maculopapular rash dan mata merah dapat terjadi. Hipotensi postural, kebingungan dan koma hingga kematian dapat terjadi juga. Manifestasi perdarahan, terjadi pada 50% kasus, muncul pada akhir minggu pertama termasuk ptechiae, lebam dan perdarahan saluran pencernaan.1Gejala sistem saraf pusat dapat muncul seperti psikosis, delirium, koma, kejang.1 Syok (dengan DIC dan kegagalan multi organ) sering terjadi pada minggu kedua dari perjalanan penyakit. Komplikasi yang lain seperti induksi aborsi pada wanita hamil, kehilangan pendengaran, orchitis, perikarditis, parotitis, kehilangan daya lihat dan artritis yang berpindah. Jika tidak terjadi proses pemulihan maka kematian akan terjadi dalam waktu 7-16 hari akibat kegagalan multi organ.Angka kematian setiap kasus penyakit vitrus Ebola bervariasi tergantung spesies:5 Ebola Zaire 60-90% Ebola Sudan 41-65% Ebola Tai Forest, hanya satu kasus yang dapat hidup Ebola Bundubigyo, 25% Ebola Reston, 0% (tidak diketahui dapat menyebabkan gejala klinis pada manusia)Semua usia rentan terhadap penyakit virus Ebola. Kasus kematian lebih tinggi pada wanita hamil, anak-anak yang lebih muda, individu dengan imunodefisiensi dan individu yang memiliki allele gen B*67 dan B*15.1,5 Kasus kematian juga bisa akibat dehidrasi karena keluhan saluran pencernaan.1

4. VirologiVirus Ebola mengandung single stranded, non-infectious RNA genomes. Genom virus Ebola berisi 7 gen diantaranya 3UTR-NP-VP35-VP40-GP-VP30-VP24-L-5-UTR. Secara umum ebolavirion memiliki ukuran dengan lebar 80 nanometer dan panjang sekitar 14.000 nanometer.Glikoprotein virus Ebola (dikenal sebagai GP1,2) bertanggung jawab terhadap kemampuan mengikat dan menginfeksi sel target.2

Gambar 1. Mikrograf elektron dari virion virus Ebola

5. PatofosiologiSerupa dengan golongan filoviridae, EBOV melakukan replikasi di dalam sel, memproduksi virus dalam jumlah yang sangat banyak di dalam monosit, makrofag, sel dendritik dan sel lain termasuk sel hati, fibroblas, dan sel kelenjar adrenal. Replikasi oleh virus di dalam monosit mencetuskan pelepasan sinyal inflamasi.EBOV menginfeksi manusia melalui kontak dengan membran mukosa atau melalui kulit yang terluka. Setelah terinfeksi, sel endotel, sel hati, dan beberapa sel imun seperti makrofag, monosit dan sel dendritik akan menjadi target utama infeksi. Kemudian sel imun akan membawa virus menuju kelenjar limfe terdekat dimana akan menjadi tempat reproduksi virus selanjutnya. Dari kelenjar limfe tersebut virus dapat memasuki aliran darah dan aliran limfe dan menyebar ke seluruh tubuh. Makrofag adalah sel pertama yang terinfeksi virus dan akan mengalami apoptosis. Sel darah putih seperti limfosit juga akan mengalami apoptosis sehingga menyebabkan limfopeni. Hal ini akan menyebabkan pelemahan respon imun individu yang terinfeksi EBOV.2Sel endotel akan terinfeksi kurang lebih 3 hari setelah terpapar dengan virus. Rusaknya sel endotel akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang disebebakan oleh glikoprotein EBOV. Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan edema dan syok hipovolemik. Kerusakan terhadap sel-sel tubuh, disebabkan oleh terinfeksinya sel endotel, akan menurunkan integritas pembuluh darah. Menurunnya integritas pembuluh darah akan meningkatkan sintesa glikoprotein, dimana akan mengurangi keberadaan integrin spesifik yang bertanggung jawab terhadap proses adhesi sel di interseluler dan akan menyebabkan kerusakan di hati sehingga menyebabkan clotting yang tidak sempurna. Gangguan perdarahan dan clotting sering terlihat pada penyakit virus ebola ditandai dengan meningkatnya aktivasi extrinsic pathway dari kaskade koagulasi akibat dari berlebihnya produksi tissue factor oleh makrofag dan monosit.2Setelah terinfeksi, gilkoprotein virus Ebola, small soluble glycoprotein (sGP) akan disintesa. Replikasi EBOV akan menyebabkan sintesa protein yang berlebihan oleh sel yang terinfeksi. Glikoprotein akan membentuk komplek trimerik yang akan melekatkan virus pada sel endotel. Sedangkan sGP akan membentuk protein dimerik yang akan mengganggu signaling netrofil, yang mengakibatkan virus dapat menghindari sistem imun dengan menghambat langkah awal aktivasi netrofil. Keberadaan partikel virus dan kerusakan sel menyebabkan pelepasan sinyal kimia (seperti TNF-, IL-6 dan IL-8) yang merupakan sinyal molekuler untuk demam dan inflamasi.2Protein EBOV dapat mengganggu respon sistem imun dengan menghambat kemampuan produksi sel dan respon protein interferon seperti interferon-, interferon-, dan interferon-. VP24 dan VP35 berperan penting terhadap proses interferensi tersebut. Ketika sebuah sel diinfeksi oleh EBOV, maka reseptor yang ada di dalam sitosol (seperti RIG-I dan MDA5) atau yang berada di luar sitosol (seperti TLR3, TLR7, TLR8 dan TLR9) akan mengenali molekul infeksius yang berkaitan dengan virus. Saat TLR teraktivasi, protein seperti IRF3 dan IRF7 akan mencetuskan kaskade sinyal yang akan mengekspresikan interferon tipe 1. Interferon tipe 1 kemudian dilepaskan dan berikatan dengan reseptor IFNAR1 dan IFNAR2. Saat interferon berikatan dengan reseptornya, protein sinyal STAT1 dan STAT2 akan teraktivasi dan berpindah ke inti sel. Hal ini akan mencetuskan ekspresi gen interferon-stimulated, yang mengkode protein dengan produk antiviral. VP24 berfungsi menghalangi produksi antiviral dengan mencegah STAT1 yang merupakan protein sinyal untuk masuk ke dalam inti sel. VP35 secara langsung menghambat produksi interferon-. Dengan menghambat respon imun, EBOV secara cepat menyebar ke seluruh tubuh.2

Gambar 2. Patogenesis penyakit virus Ebola

6. DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya salah satu dari marker diagnostik seperti adanya RNA spesifik virus dengan menggunakan reverse transcription-PCR, adanya antibodi yang spesifik dari virus dengan menggunakan ELISA, dan isolasi virus dari kultur sel. Antibodi IgM dapat dideteksi 2 hari setelah munculnya gejala dan antibodi IgG dapat dideteksi 6-18 hari setelah munculnya gejala.6Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya leukopeni pada awalnya, dan kemudian diikuti leukositosis, limfopeni dan limfositosis atipikal. SGOT dan SGPT sering meningkat, faal hemostasis memanjang.2

7. Penanganan Spesimen untuk Pemeriksaan EbolaCDC bekerja sama dengan WHO untuk merespon kejadian wabah penyakit Ebola. Sehingga diperlukan langkah-langkah yang tepat dalam menangani penyakit Ebola mulai dari pengambilan spesimen, isolasi maupun prosedur kontrol infeksi.Berikut panduan yang dikeluarkan oleh CDC :8 Kapan spesimen diambil untuk pemeriksaan EbolaVirus Ebola dapat dideteksi di dalam darah hanya setelah muncul gejala, biasanya demam. Butuh 3 hari setelah gejala muncul agar virus dapat mencapai kadar yang dapat dideteksi. Virus dapat dideteksi dengan menggunakan real time RT-PCR dari 3-10 hari setelah gejala muncul.Idealnya spesimen diambil saat penderita yang muncul gejala lapor ke fasilitas kesehatan dan diduga terpapar dengan Ebola. Bagaimanapun juga jika gejala kurang dari 3 hari, dibutuhkan pemeriksaan spesimen lebih lanjut, jika tes pertama hasilnya negatif. Persiapan sampel untuk pemeriksaan EbolaLebih baik menggunakan sediaan whole blood yang dicampur EDTA daripada whole blood yang dicampur sodium polyanetol sulfonate (SPS), minimal dibutuhkan 4 mililiter.Sampel sebaiknya dikirim dalam suhu 2-8oC atau dalam kotak es. Jangan mengirim sampel dalam kontainer kaca. Jangan mengirim sampel dalam tabung yang mengandung heparin.Spesimen dalam bentuk selain darah sebaiknya dikonsulkan terlebih dahulu sebelum dikirim.Pemberian label harus disertakan pada setiap spesimen. Pemeriksaan diagnostik untuk Ebola dilakukan di CDCBeberapa uji diagnostik telah tersedia untuk mendeteksi penyakit virus Ebola. Infeksi akut dapat dikonfimasi menggunakan real time RT-PCR assay. Isolasi virus juga dapat dikerjakan. Pemeriksaan serologis untuk antibodi IgM dan IgG dan pemantauan respon imun pada penderita virus Ebola juga dapat dikerjakan.Demam Lassa juga endemis di beberapa area di Afrika Barat dan mungkin juga menunjukkan gejala yang mirip dengan awal penyakit virus Ebola.

Gambar 3. Interim Guidance Ebola Virus Disease8. Manajemen TerapiTerapi yang dilakukan bersifat suportif, termasuk harus diawasi status volume intravaskular, terapi cairan lewat oral atau intravena, koreksi ketidakseimbangan elektrolit dan metabolik, koreksi gangguan koagulasi, koreksi nutrisi, dan antibiotik untuk infeksi bakteri sekunder. Terapi eksperimental dengan menggunakan antibodi monoklonal, small inhibitory RNA molecules, Ebola virus-specific convalescent plasma therapy, hyperimmune globulin, imunisasi pre- dan post-exposure, semuanya masih merupakan eksperimen tanpa bukti yang menguntungkan pada manusia.1 Pemberian terapi antikoagulan, NSAID dan injeksi intramuskular merupakan kontraindikasi.7Untuk individu yang dicurigai pernah ada riwayat kontak dengan penderita penyakit virus Ebola harus ditempatkan pada tempat khusus untuk dimonitor secara aktif setiap hari hingga 21 hari setelah kontak terakhir.2

KESIMPULAN

Dari beberapa referensi dapat disimpulkan bahwa virus Ebola merupakan virus yang single stranded dan non-infectious RNA genomes. Virus Ebola dapat menginfeksi manusia melalui membran mukosa atau kulit yang terluka, kemudian bereplikasi di dalam sel, memproduksi virus dalam jumlah banyak di dalam monosit, makrofag, sel dendritik dan sel lain termasuk sel hati, fibroblas, dan sel kelenjar adrenal, yang kemudian sel imun akan membawa virus menuju kelenjar limfe dan memasuki aliran darah kemudian menyebar ke seluruh tubuh.Pengambilan spesimen hingga pengiriman ke CDC membutuhkan prosedur khusus sehingga hasil pemeriksaan virus Ebola dapat dikonfimasi.Diagnosis penyakit virus Ebola dapat ditegakkan dengan ditemukannya RNA spesifik virus dengan menggunakan real time RT-PCR, antibodi spesifik dari virus dengan menggunakan ELISA, dan isolasi virus dari kultur sel.Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukopeni kemudian diikuti leukositosis, limfopeni dan limfositosis atipikal, peningkatan SGOT dan SGPT dan faal hemostasis yang memanjang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alberta Health. Public Health Notifiable Disease Management Guidelines. Ebola Haemorrhagic Fever. August 2014. Available at: http://www.health.alberta.ca/documents/Guidelines-Ebola-Haemorrhagic-Fever-2014.pdf.2. World Health Organization (WHO). Ebola Virus Disease. 2014. Available at: www.who.int/mediacentre/factsheets/fs103/en/.3. Public Health Agency of Canada. Pathogen Safety Data Sheets: Ebola Virus. 2014. Available at: www.phac-aspc.gc.ca/lab-bio/res/psds-ftss/ebola-eng.php.4. Dixon MG, Schafer IJ, Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Ebola viral disease outbreak-West Africa, 2014. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2014 Jun 27;63(25):548-551.5. World Health Organization (WHO). WHO experts consultation on Ebola Reston pathogenicity in humans. 2009.6. Centers for Disease Control (CDC). Update: filovirus infection in animal handlers. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 1990 Apr 6;39(13):221.7. Center for Infectious Disease Research and Policy (CIDRAP). VHF: Treatment, Postexposure Prophylaxis, and Vaccines. 2012. Available at: www.cidrap.umn.edu/infectious-diseasetopics/vhf#overview&1-6.8. Centers for Disease Control (CDC). Interim Guidance for Specimen Collection, Transport, Testing, and Submission for Persons Under Investigation for Ebola Virus Disease in the United States. 2014. Available at: http://www.cdc.gov/vhf/ebola/hcp/interim-guidance-specimen-collection-submission-patients-suspected-infection-ebola.html.12