Download - Referat Mata Print
BAB I
PENDAHULUAN
Panca indra adalah organ – organ akhir yang dikhusukan untuk menerima jenis
rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menangani merupakan alat perantara yang membawa
kesan rasa dari organ indra, menuju ke otak tempat perasaan ini ditafsirkan. Beberapa kesan
timbul dari luar seperti misalnya, penglihatan. Organ yang penting disini adalah mata.
Namun, masyarakat luas belum mengetahui bagaimana indra - indra kita ini
diciptakan dapat dioptimalkan fungsinya, cara menjaga indra tersebut yang sehat tetap sehat
dan yang terganggu supaya tidak menjadi lebih parah. Dari panca indra yaitu penglihatan,
pendengaran, perabaan, pengecap, dan penciuman. Dari kelima panca indra tersebut memiliki
fungsi masing-masing tetapi yang paling banyak berperan dalam kehidupan dan paling
sedikit dalam rangsangan yaitu indra penglihatan. Banyak manusia yang memiliki indra yang
lengkap dan sehat tetapi tidak dapat merawatnya dengan baik sehingga menyebabkan
gangguan terutama penglihatan yang khususnya jika terjadi kelainan refraksi.
Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai fungsi yang sangat
besar. Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi sangat membatasi fungsi tersebut. Ada
tiga kelainan refraksi, yaitu: miopia, hipermetropia, astigmatisme, atau campuran kelainan-
kelainan tersebut. Di antara kelainan refraksi tresebut, miopia adalah yang paling sering
dijumpai, kedua adalah hipermetropia, dan yang ketiga adalah astigmatisma Hasil survai
Morbiditas Mata dan Kebutaan di Indonesia yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan
RI bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia pada tahun 1982,
menunjukkan bahwa kelainan refraksi menduduki urutan paling atas dari 10 penyakit mata
utama.
Dari hasil survai kesehatan anak di daerah DKI Jaya yang dilakukan oleh Kanwil
Depkes DKI bersama PERDAMI Cabang DKI pada anak Sekolah Dasar dan lbtiddaiah di
seluruh wilayah DKI diketahui bahwa angka kelainan refraksi rata-rata sebesar 11,8%.
Sehingga di Indonesia dari ± 48,6 juta murid Sekolah Dasar diperkirakan terdapat 5,8 juta
orang anak yang menderita kelainan refraksi.
Miopia tinggi adalah salah satu penyebab kebutaan pada usia dibawah 40 tahun.
Miopia tinggi adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih. Penderita dengan minus di
atas 6 dioptri akan menyebabkan 3-4 kali lebih besar untuk terjadinya komplikasi pada mata.
1
Dalam bidang oftalmologi tercatat bahwa miopia merupakan objek penelitian yang
paling lama telah dilakukan. Hal ini disebabkan karena penglihatan sangat penting untuk
kehidupan. Dalam sejarahnya kelainan miopia telah diketahui sejak zaman Aristoteles, tetapi
penelitian yang lebih mendalam dan akurat serta sistematis baru dilakukan pada pertengahan
abad 19 oleh Von Jaegger, Donders, Von Graefe, Von Reuss dan Von Arlt. Pada permulaan
pertengahan abad ke 19 sejalan dengan kemajuan di bidang oftalmologi dan optik, Schnabel
& Herrnheiser telah membuktikan bahwa miopia antara lain dapat disebabkan oleh panjang
sumbu bola mata.
Sementara, walaupun gambaran jumlah hipermetropi telah dipublikasikan, angka pasti
hipermetropi di dunia tidak diketahui. Hipermetropia diyakini menyerang jutaan orang
Amerika dan ratusan juta orang di seluruh dunia (Manolette R Roque, 2008). Sementara
bangsa Hispanik menunjukkan prevalensi hipermetropia yang lebih tinggi daripada anak-
anak Afrika di Amerika (masing-masing 26,9% vs 20,8%, P <0,001). Prevalensi
hipermetropia mencapai titik terrendah di sekitar usia 24 bulan namun naik dan tetap lebih
tinggi setelah usia itu.
Astigmatisme idiopatik lebih sering. Secara klinis astigmatisme refraktif ditemukan
sebanyak 95% mata. Insidensi astigmatisme yang signifikan secara klinis dilaporkan 7,5-
75%, bergantung pada specific study dan defenisi derajat astigmatisma yang signifikan secara
klinis. Kira-kira 44% dari populasi umum memiliki astigmatisme lebiih dari 0.50 D, 10%
lebih dari 1.00 D, dan 8% lebih dari 1.50 D. astigmatisme ditemukan 22% pada Down
Syndrome.
Dibandingkan dengan seluruh kelainan refraksi mata manusia, miopia diketahui
merupakan masalah yang paling besar karena menyangkut jumlah penderita kelainan refraksi
yang tertinggi serta menyebabkan gangguan terhadap kehidupan serta pekerjaan sehari-hari.
2
BAB II
ANATOMI MATA
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media
refraksi targetnya di retina sentral (makula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus
turun (baik mendadak ataupun perlahan) (Marieb EN & Hoehn K, 2007). Bagian berpigmen
pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada pigmen melanin di lapisan
anterior iris (banyak pigmen = coklat, sedikit pigmen = biru, tidak ada pigmen = merah / pada
albino).
Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya
bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola
mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia
3
dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata
sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1. Epitel
Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
4
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40 μm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 μm.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan
menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana
40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Aqueous Humor (Cairan Mata)
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak
memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu
lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh
jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior.
Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika
aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh,
karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan ini dikenal
sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam
vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini
menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika
tidak diatasi.
5
Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola
mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari
zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis
pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam
kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus
lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat
lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional,
fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut
sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai
korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai
konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul
lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan
siliar.
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung.
Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan.
Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan
berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
Keruh atau apa yang disebut katarak,
Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.
Badan Vitreous (Badan Kaca)
6
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel
transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam
hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang
mensintesis kolagen dan asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi
ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan
tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan
badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi (H.
Sidarta Ilyas, 2004). Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang
sferis.
Panjang Bola Mata
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata
seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea
(mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek)
bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai
ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.
Fisiologi penglihatan normal
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan
sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda
kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aqueous, lensa, dan humor
vitreus. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung,
tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu
pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur.
Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya,
dan ini penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu
terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga
kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata
memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah- ubah (pupil), dan retina
yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas empat perbatasan
refraksi:
(1) perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara,
7
(2) perbatasan antara permukaan posterior kornea dan udara,
(3) perbatasan antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa kristalina, dan
(4) perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous.
Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias udara adalah 1,
kornea 1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalina (rata-rata) 1.40, dan humor vitreous 1.34.
Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan bayangan
sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat sederhana dan skemanya
sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat berguna untuk perhitungan
sederhana. Pada reduced eye dibayangkan hanya terdpat satu lensa dengan titik pusat 17
mm di depan retina, dan mempunyai daya bias total 59 dioptri pada saat mata melihat jauh.
Daya bias mata bukan dihasilkan oleh lensa kristalina melainkan oleh permukaan anterior
kornea. Alasan utama dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh berbeda
dari indeks bias udara. Sebaliknya, lensa kristalina dalam mata, yang secara normal
bersinggungan dengan cairan di setiap permukaannya, memiliki daya bias total hanya 20
dioptri, yaitu kira-kira sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata. Bila lensa ini
diambil dari mata dan kemudian lingkungannya adalah udara, maka daya biasnya akan
menjadi 6 kali lipat. Sebab dari perbedaan ini ialah karena cairan yang mengelilingi lensa
mempunyai indeks bias yang tidak jauh berbeda dari indeks bias lensa. Namun lensa
kristalina adalah penting karena lengkung permukaannya dapat mencembung sehingga
memungkinkan terjadinya “akomodasi”. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk
menambah daya bias lensa dengan kontraksi otot siliar yang menyebabkan penambahan
tebal dan kecembungan lensa sehingga bayangan benda pada jarak yang berbeda-beda akan
terfokus di retina.
Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa
kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk bayangan di retina.
Bayangan ini terbalik dari benda aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap benda
tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena
otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.
Mata kita menjalani serangkaian proses untuk dapat melihat. Proses ini mirip
dengan proses yang terjadi dalam sebuah kamera saat digunakan untuk memotret.
Gelombang cahaya masuk melewati sejumlah lensa kamera yang kemudian memfokuskan
gambar yang kita potret serta memproyeksikannya ke permukaan film. Pada mata kita,
yang berfungsi sebagai film adalah retina. Saat mata kita melihat suatu benda, mata kita
menerima cahaya yang dipantulkan oleh benda tersebut. Cahaya masuk melalui lensa mata
8
yang memfokuskan gambar dan memproyeksikannya ke retina yang terletak di belakang.
Retina merupakan lapisan sel-sel yang sangat sensitif terhadap cahaya. Bagian retina yang
dapat menerima dan meneruskan detil-detil gambar disebut makula. Makula tersusun dari
lapisan-lapisan sel yang dapat mengubah energi cahaya menjadi impuls elektrokimia.
Informasi ini kemudian dikirim ke saraf optik yang akan meneruskannya ke otak yang
kemudian memprosesnya sehingga dapat mengenali gambar tersebut. Itulah cara kita
melihat sesuatu.
Sel-sel yang menyusun retina pada mata kita terdiri dari sel-sel berbentuk batang
(rod), kerucut (cone), dan sel-sel ganglia. Total sel yang berbentuk batang dan kerucut bisa
mencapai jumlah 125 juta sel. Semuanya berfungsi sebagai sensor cahaya atau
photoreceptor. Rasio perbandingan rod dan cone bisa mencapai 18 banding 1 (rod lebih
banyak dari cone). Rod merupakan sel-sel yang paling sensitif karena walaupun hanya ada
sedikit cahaya (misalnya hanya ada satu partikel foton) sel-sel ini masih tetap dapat
mendeteksinya. Sel-sel ini juga dapat memproduksi gambar hitam-putih tanpa memerlukan
banyak cahaya. Cone baru berfungsi saat ada cukup cahaya, misalnya saat siang hari atau
saat kita sedang menyalakan lampu yang terang di dalam ruangan. Cone berfungsi untuk
memberikan kita detil-detil obyek beserta warnanya. Informasi-informasi yang diterima
sel-sel rod dan cone ini kemudian dikirimkan ke sel-sel ganglia (ada sekitar satu juta sel)
dalam retina. Ganglia inilah yang kemudian mengartikan informasi tersebut dan
mengirimkannya ke otak dengan bantuan syaraf optik.
Penglihatan binokular adalah kesinkronan penglihatan dengan kedua mata.
Penglihatan binokular ini lebih bersifat stereoskopis dan 3-dimensi. Banyak faktor juga
turut mempengaruhi bagaimana seorang manusia mempersepsikan apa yang dilihatnya.
Misalnya ukuran benda, cahaya di sekitarnya, intervensi cahaya lain, panjang dan ukuran
bayangan, aspek perspektif, sudut pandang, akomodasi mata, dan usaha konvergensi
penglihatan (agar benda yang dilihat tampak jelas). Faal penglihatan yang optimal dicapai
seseorang apabila benda yang dilihat oleh kedua mata dapat diterima setajam-tajamnya
oleh kedua fovea, kemudian secara simultan dikirim ke susunan saraf pusat untuk diolah
menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal. Faal penglihatan optimal seperti tersebut
di atas, yang terjadi pada semua arah penglihatan disebut sebagai penglihatan binokular
yang normal.
Faal penglihatan yang normal dapat membedakan bentuk, warna dan intensitas
cahaya. Visus yang normal dapat terjadi apabila disertai fiksasi dan proyeksi yang normal
pula. Seorang bayi yang baru lahir, hanya dapat membedakan gelap dan terang, belum ada
9
daya fiksasi. Perkembangan fovea sentralis terbaik terdapat pada umur 3-6 bulan setelah
lahir. Bila setelah berumur 6 bulan bayi masih terdapat kelainan deviasi, harus segera
diberi tindakan dengan maksud untuk mendapat pembentukan visus yang baik dan juga
mempertinggi kemungkinan hasil fungsional untuk melihat binokular yang baik.Agar
terjadi penglihatan binokular yang normal, diperlukan persyaratan utama, berupa :
1. Bayangan yang jatuh pada kedua fovea sebanding dalam ketajaman maupun
ukurannya, hal ini berarti bahwa tajam penglihatan pada kedua mata tidak terlalu berbeda
sesudah koreksi dan tidak terdapat aniseikonia, yang baik disebabkan karena refraksi
maupun perbedaan susunan reseptor.
2. Posisi kedua mata dalam setiap arah penglihatan adalah sedemikian rupa
sehingga bayangan benda yang menjadi perhatiannya akan selalu jatuh tepat pada kedua
fovea. Posisi kedua mata ini adalah hasil kerjasama seluruh otot-otot ekstrinsik pergerakan
bola mata.
Susunan saraf pusat mampu menerima rangsangan yang datang dari kedua retina
dan mensintesa menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal. Apabila salah satu dari
ketiga persyaratan tersebut di atas tidak dipenuhi, maka akan timbul keadaan penglihatan
binokuler yang tidak normal.
10
BAB III
KELAINAN REFRAKSI
Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara
umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di
belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan
terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan
panjang sumbu bola mata.
Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata
yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia
dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat),
dan astigmat.
Pemeriksaan Refraksi
Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi obyektif.
Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi refraksi yang
memberikan tajam penglihatan terbaik.
Optotipi Snellen
Visus adalah jarak kemampuan melihat seseorang, yang dinilai sebelum dan sesudah koreksi
dengan cara menilai kemampuan melihat optotipi atau menghitung jari atau gerakan tangan.
Jarak pemerksaan sebaiknya adalah 5-6 meter
Tajam peglihatan diperiksa satu persatu, mata kanan lebih dahulu kemudian mata kiri
Tajam penglihatan dinyatakan dengan: Pembilang
Penyebut
11
Visus 6/6 pada jarak 6m dapat melihat huruf yang seharusnya terlihat pada jarak 6m
Visus 6/10 - pada jarak 6m hanya dapat melihat huruf yang seharusnya dapat dilihat
pada jarak 10m.
Hitung jari digunakan bila visus kurang dari 6/60, pada orang normal jari dapat dilihat
terpisah jarak 60m
Visus 1/60 - hanya dapat menghitung jari pada jarak l meter.
Bila tidak dapat melihat jari pada jarak l m, maka diakukan dengan cara uji lambaian
tangan.
Visus 1/300 - hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak lm.
Bila lambaian tangan juga tidak terlihat, dilakukan penilaian dengan pen light pada
mata pasien (light perception). Pada orang normal dapat melihat adanya sinar pada
jarak tak terhingga.
Visus l/~ - hanya dapat melihat gelap dan terang saja.
Bila pasien tidak dapat mengenali adanya sinar, maka dikatakan penglihatanya adalah
0 (nol) atau buta total.
Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Mayoritas retinoskopi menggunakan
sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland. Retinoskopi dilakukan saat
akomodasi pasien relaksasi dan pasien disuruh melihat ke suatu benda pada jarak tertentu
yang diperkirakan tidak membutuhkan daya akomodasi.
Idealnya, pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan saat akomodasi mata pasien
istirahat. Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai pada anak sebelum usia 5 tahun. Pada usia 20
12
– 50 tahun dan mata tidak memperlihatkan kelainan, maka pemeriksaan mata perlu dilakukan
setiap 1 – 2 tahun. Setelah usia 50 tahun, pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun.
MIOPIA
Definisi
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar sumbu optic yang jatuh
pada mata tanpa akomodasi yang dibiaskan di depan retina. Gambaran kelainan pemfokusan
cahaya di retina pada miopia, dimana cahaya sejajar difokuskan di depan retina.
Gambar : Pembentukan fokus pada mata miopia
Kata miopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang mana
terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti mata. Ini memang
menyiratkan salah satu ciri – ciri penderita myopia yang suka menyipitkan matanya ketika
melihat sesuatu yang baginya tampak kurang jelas, karena dengan cara ini akan
terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang tadinya berada di
depan retina, akan bergeser ke belakang mendekati retina. Sebenarnya, miopia juga dapat
13
dikatakan merupakan keadaan di mana panjang fokus media refraksi lebih pendek dari sumbu
orbita (mudahnya, panjang aksial bola mata jika diukur dari kornea hingga makula lutea di
retina).
Klasifikasi
Miopia dibagi berdasarkan beberapa karakteristik sebagai berikut :
Berdasarkan jenis kelainan :
Miopia aksial : Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari
normal. Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3
dioptri.
Miopia kurvatura : Kurvatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misal pada
keratoconus, kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga
menyebabkan miopia kurvatura, misal pada stadium intumesen dari katarak.
Perubahan kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi
sebesar 6 dioptri.
Perubahan indeks bias media refraksi : Peningkatan indeks bias media refraksi terjadi
pada penderita diabetes mellitus.
Berdasarkan penyebab myopia :
Miopia refraktif adalah bertambahnya indeks bias media penglihatan, seperti pada
katarak.
Miopia aksial adalah akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan
kornea dan lensa yang normal.
Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas :
Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.
Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
Miopia maligna, yaitu keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.
14
Faktor-faktor yang mempengaruhi progresifitas miopia antara lain :
Usia, makin muda usia anak semakin besar pertumbuhan anatomis bola matanya.
Penyakit pada mata.
Kerja dekat.
Intensitas cahaya.
Posisi tubuh.
Beberapa hal yang mempengaruhi resiko terjadinya myopia, antara lain:
Keturunan : Orang tua yang mempunyai sumbu bola mata yang lebih panjang dari
normal akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bola mata yang lebih
panjang dari normal pula.
Ras/etnis : Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan miopia yang lebih besar
(70% – 90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% – 40%). Paling kecil adalah
Afrika (10% – 20%).
Perilaku : Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat memperbesar
resiko miopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan penerangan yang kurang
memadai.
Berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksinya :
Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
Sedang: lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
Berat: lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita miopia kategori ini rawan terhadap
bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.
Berdasarkan umur :
Kongenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
Youth-onset myopia (< 20 tahun)
Early adult-onset myopia (2-40 tahun)
15
Late adult-onset myopia (> 40 tahun)
Secara klinik dan berdasarkan perkembangan patologik yang timbul pada mata maka miopia
dapat dibagi dalam:
Miopia simpleks: pada miopia simplek biasanya tidak disertai kelainan patologik
fundus akan tetapi dapat disertai kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang ringan
ini dapat berupa kresen miopia (myopiaic crecent) yang ringan yang berkembang
sangat lambat. Biasanya tidak terdapat perubahan organik. Tajam penglihatan dengan
koreksi yang sesui dapat mencapai normal. Berat kelainan refraktif yang biasanya
kurang dari -5D atau -6D. Keadaan ini dapat juga disebut sebagai miopia fisiologik.
Miopia patologik: miopia patologik disebut juga miopia degeneratif, miopia maligna
atau miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi
sejak lahir. Tanda-tanda miopia maligna, adalah adanya progresifitas kelainan fundus
yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah
dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya miopia dengan waktu yang relatif
pendek. Kelainan refraktif yang terdapat pada miopia patologik biasanya melebihi -6
D.
Gejala subyektif:
Kabur bila melihat jauh.
Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi),
astenovergens.
Gejala obyektif:
Miopia simpleks:
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar.
Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil syaraf optik.
16
Miopia patologik:
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada:
1. Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi
yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan
kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan miopia.
2. Papil saraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke
seluruh lingkaran papil, sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid
yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur
3. Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
4. Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan
disebut sebagai fundus tigroid.
Klasifikasi miopia secara klinis adalah :
Simpel miopia: adalah miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu
panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.
Nokturnal myopia: adalah miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi sekeliling
kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap level
pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang
membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga
menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.
17
Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme
akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang memegang lensa
kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia
ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk
kasus ini, tidak boleh buru – buru memberikan lensa koreksi.
Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological, atau progressive myopia.
Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah
normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari
waktu ke waktu.
Induced (acquired) myopia: merupakan miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat
– obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa, dan
sebagainya.
Etiologi Miopia
Etiologi miopia belum diketahui secara pasti. Ada beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan timbulnya miopia seperti alergi, gangguan endokrin, kekurangan makanan,
herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium,
kekurangan vitamin).
Pada mata miopia fokus sistem optik mata terletak di depan retina, sinar sejajar yang
masuk ke dalam mata difokuskan di dalam badan kaca. Jika penderita miopia tanpa koreksi
melihat ke objek yang jauh, sinar divergenlah yang akan mencapai retina sehingga bayangan
menjadi kabur. Ada dua penyebab yaitu : daya refraksi terlalu kuat atau sumbu mata terlalu
panjang.
Miopia yang sering dijumpai adalah miopia aksial. Miopia aksial adalah bayangan
jatuh di depan retina dapat terjadi jika bola mata terlalu panjang. Penyebab dari miopia aksial
adalah perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada
waktu awal kelahiran, yang dinamakan tipe herediter. Bila karena peningkatan kurvatura
kornea atau lensa, kelainan ini disebut miopia kurvatura.
Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan :
Tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan.
18
Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan
yang dihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala sebagai akibat dari posisi tubuh
yang membungkuk.
Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang
berlebihan.
Patofisiologi Miopia
Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan disebut
sebagai miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang tinggi, atau akibat
indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini disebut sebagai miopia
refraktif.
Miopia degenertif atau miopia maligna biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri
disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk
stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi
korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-
kadang terjadi ruptur membrane Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya
neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen
epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi
papil saraf optik.
Gambaran Klinik Miopia
Sebahagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada jarak
pandang. Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita telah diperiksa.
Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita miopia
hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan penglihatan kabur bila
melihat objek jauh.
Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari miopianya
dapat disembuhkan.
Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk
mendapatkan efek “pinhole” agar dapat melihat dengan lebih jelas.
19
Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa usaha
akomodasi.
Diagnosis Miopia
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan objektif, setelah
diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan organik.
Cara Subyektif
Cara subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di periksa.
Pemeriksaan dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk
memperbaiki tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan
terbaik. Alat yang digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan dan sebuah set lensa
coba.
Tehnik pemeriksaan :
1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter (minimal 5 meter), jika
kurang dari 5 meter akan terjadi akomodasi.
2. Pada mata dipasang bingkai percobaan/trial frame dan satu mata ditutup dengan
occlude, didahului dengan mata kanan.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan sampai
huruf terkecil yang masih dapat terbaca.
4. Lensa sferis negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan
menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat terbaca
huruf pada baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6.
20
6. Jika ditambah lensa sferis masih tidak bisa, kemungkinan pasien mempunyai
astigmatisma. Dilakukan Fogging Test.
7. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
Cara Obyektif
Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah atau
kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu yaitu retinoskop.
Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara mengamati gerakan bayangan
cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh retina. Pada saat pemeriksaan retinoskop
tanpa sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi), pasien harus menatap jauh. Mata kiri
diperiksa dengan mata kiri, mata kanan dengan mata kanan dan jangan terlalu jauh arahnya
dengan poros visual mata. Jarak pemeriksaan biasanya ½ meter dan dipakai sinar yang sejajar
atau sedikit divergen berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak di
pupil bergerak searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus tambah
sampai tampak hampir diam atau hampir terbalik arahnya. Keadaan ini dikatakan point of
reversal (POR), sebaliknya bila terbalik tambahkan lensa minus sampai diam. Nilai refraksi
sama dengan nilai POR dikurangi dengan ekivalen dioptri untuk jarak tersebut, misalnya
untuk jarak ½ meter dikurangi 2 dioptri.
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada setiap pasien. Cara
ini sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak kooperatif, cukup dengan
pemeriksaan objektif. Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan subjektif saja pada umumnya
bisa dilakukan.
-Penatalaksanaan Miopia
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata
difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :
Cara optik
Cara operasi
Cara optik
Kacamata (Lensa Konkaf)
21
Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf
(cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar.
Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu
panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis
konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum
masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina
.
Lensa kontak
Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini
tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa
kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah menghilangkan
hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air
mata mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea sehingga permukaan anterior
kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan optik mata. Sehingga permukaan
anterior lensa kontaklah yang berperan penting.
Cara operasi pada kornea
Ada beberapa cara, yaitu :
1. Radikal keratotomy (dengan pisau) yaitu operasi dengan menginsisi kornea
perifer sehingga kornea sentral menjadi datar. Hal ini menyebabkan sinar yang
masuk ke mata menjadi lebih dekat ke retina.
2. Excimer laser (dengan sinar laser) yaitu operasi dengan menggunakan tenaga
laser untuk mengurangi kecembungannya dan dilengketkan kembali.
3. Keratomileusis yaitu bila kornea yang terlalu cembung di insisi kemudian
dikurangi kecembungannya dan dilengketkan kembali.
4. Epiratopati yaitu operasi dengan melakukan penjahitan keratolens yang sesuai
dengan koreksi refraksi ke kornea penderita yang telah di buang epitelnya.
22
Cara operasi di atas masih mempunyai kekurangan – kekurangan, oleh karena itu para
ahli mencoba untuk mencari jalan lain yang dapat mengatasi kekurangan tersebut dengan
jalan mengambil lensa mata yang masih jernih (clear lens extraction/CLE) atau (refractive
lens extraction/RLE).
Prognosis Miopia
Pada tingkat ringan dan sedang dari miopia simple prognosisnya baik bila penderita miopia
memakai kacamata yang sesuai dan mengikuti petunjuk kesehatan. Bila progresif miopia
prognosisnya buruk terutama bila di sertai oleh perubahan koroid dan vitreus, sedangkan
pada miopia maligna prognosisnya sangat jelek.
HIPERMETROPIA
Definisi
Hipermetropia merupakan keadaan dimana kekuatan pembiasan sinar pada mata tidak
cukup kuat untuk memfokuskan sinar pada bintik kuning (makula lutea), sehingga mata
memfokuskan sinar tersebut di belakang bintik kuning atau makula lutea retina. Keluhan
akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk
akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa.
Sebab hipermetropia
Keadaan dimana kekuatan pembiasan sinar pada mata tidak cukup kuat untuk
memfokuskan sinar pada makula lutea, sehingga bayangan jatuh di belakang makula lutea.
Hipermetropia aksial/sumbu akibat bola mata terlalu pendek
Hipermetropia kurvatura kelengkungan komea atau lensa berkurang
Hipermetropia indeks retraktif - indeks bias kurang
23
Bentuk hipermetropia
1. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan
siklopegik.
2. Hipermetropia manifest, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata
positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini
didapatkan tanpa siklopegik dan dapat dilihat dengan koreksi kacamata.
Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia
fakultatif.
3. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi
dan memerlukan kacamata untuk melihat jauh.
4. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan
akomodasi ataupun dengan kacamata positif.
5. Hipermetropia laten, ialah hipermetropia tanpa siklopepegik diimbangi seluruhnya
dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan siklopegik.
Gejala pada hipermetropia
Keluhan pasien hipermetropia adalah melihat dekat kabur demikian pula melihat jauh.
Pasien dengan hipermetropia akibat harus berakomodasi terus untuk dapa melihat jelas akan
mengeluh mata lelah dan sakit kepala terutama didaerah frontal, silau dan kadang rasa juling
atau lihat ganda.
Koreksi hipermetropia
Mata hipermetropia memerlukan lensa cembung untuk mematahka sinar lebih kuat ke
dalam mata. Pengobatan dengan diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa
siklopegik didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal.
Bila didapatkan esotropia, diberikan kacamata koreksi hipermetropia total. Bila
terdapat tanda eksotropia maka diberikan kacamata koreksi positif kurang. Bila terlihat tanda
ambliopia diberikan koreksi hipermetropia total.
24
ASTIGMATISMA
Definisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan
garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu
titik.
Etiologi
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:
25
1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refraksi
yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai
80% s/d 90% dari astigmatismus,sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin.
Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea
dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital,
kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat
pembedahan kornea.
2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin jugasemakin berkurang dan
lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan
astigmatismus.
3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada post keratoplasty.
4. Trauma pada kornea.
5. Tumor
Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1. Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling
tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang
lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa
cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak
disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain. Bila ditinjau dari letak daya bias
terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
Astigmatisme With the Rule : Bila pada bidang vertikal mempunyai daya bias yang
lebih kuat dari pada bidang horizontal.
Astigmatisme Against the Rule : Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias
yang lebih kuat dari pada bidang vertikal.
26
2. Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur. Berdasarkan letak titik vertikal dan horizontal
pada retina, astigmatisme dibagis ebagai berikut:
Astigmatisme Miopia Simpleks : Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina,
sedangkan titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias
terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa
koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atauSph -X Cyl +Y di mana X dan Y
memiliki angka yang sama.
Astigmatisme Hiperopia Simpleks : Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina,
sedangkan titik B berada di belakang retina.
Astigmatisme Miopia Kompositus : Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina,
sedangkan titik B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.
27
Astigmatisme Hiperopia Kompositus : Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang
retina, sedangkan titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.
Astigmatisme Mixtus : Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik
B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis iniadalah Sph +X
Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X
menjadi nol, atau notasi X dan Ymenjadi sama - sama + atau -.
28
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :
1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukurannya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatismus rendah tidak perlu
menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka
koreksi kacamata sangat perlu diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukurannya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri. Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukurannya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat mutlak diberikan
kacamata koreksi.
Tanda Dan Gejala
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-gejala
sebagai berikut :
Memiringkan kepala atau disebut dengan ³titling his head´, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblik yang tinggi.
Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
29
Menyipitkan mata seperti halnya penderita miopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita miopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala sebagai
berikut :-
Sakit kepala pada bagian frontal.
Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.
Diagnosis
1) Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan
diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina
lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien
tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan
berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang
menggangu penglihatan.
2) Uji refraksi.
Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan metoda trial and error. Jarak pemeriksaan 6
meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
30
penderita, Mata diperiksa satu persatu, dibiasakan mata kanan terlebih dahulu
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak
6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam
penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan
menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah
kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan
tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia.
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan
maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini
lakukan uji pengaburan (fogging technique).
Objektif
Autorefraktometer
Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi
yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.
3) Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk miopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada
kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta
melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat.
Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu
lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-lahan
kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat
31
vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring
sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan.
Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa
negatif sampai pasien melihat jelas.
4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa
memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, “ring”
tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk
sempurna.
5) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman
akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.
Terapi
1) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena
dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar
sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari
satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan
miopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada
astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak
teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai
32
lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup
rata dan terisi oleh film air mata.
3) Bedah refraksi
Metode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah
dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada
ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea.
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy
dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang
menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi.
33
BAB IV
AMBLIOPIA
Definisi
Ambliopia berasal dari bahasa yunani, yang berarti penglihatan yang tumpul atau
pudar. (amblus = pudar, ops = mata). Ambliopia atau “mata malas” adalah berkurangnya
visus atau tajam penglihatan unilateral (satu mata) bisa juga bilateral (dua mata) walaupun
sudah dengan koreksi terbaik tanpa ditemukannya kelainan struktur pada mata atau lintasan
visual bagian belakang. Hal ini akibat pengalaman visual yang abnormal pada masa lalu
(masa perkembangan visual) penyebabnya adalah strabismus atau mata juling, anisometropia
atau bilateral ametrop yang tinggi, serta ambliopia exanopsia. Penurunan tajam penglihatan
mungkin sangat ringan sehingga sulit dideteksi atau sedemikian parah sehingga tidak mampu
membedakan bentuk walaupun masih bisa melihat cahaya.
Epidemiologi
Ambliopia merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang penting oleh karena
menyebabkan penderitaan seumur hidup. Usaha-usaha untuk mengatasinya memerlukan
biaya yang besar, kedisiplinan yang tinggi baik pasien maupun dokternya, dan membutuhkan
waktu yang panjang. Studi mengenai insiden dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan.
Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya ambliopia yaitu pada
periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang perkembangannya
terlambat, prematur dan / atau dijumpai adanya riwayat keluarga ambliopia.
34
Patofisiologi
Ambliopia seharusnya tidak dilihat dari masalah di mata saja, tetapi juga kelaianan di
otak akibat rangsangan visual abnormal selama periode sensitif perkembangan penglihatan.
Penelitian pada hewan, bila ada pola distorsi pada retina dan strabismus pada perkembangan
penglihatan awal, bisa mengtakibatkan kerusakan struktur dan fungsional nukleus
genikulatum lateral dan korteks striata. Ambang sistem penglihatan pada bayi baru lahir
adalah dibawah orang dewasa meskipun sistem optik normal mata melihat kejernihan 20/20.
Pada ambliopia terdapat defek pada visus sentral, sedangkan medan penglihatan perifer tetap
normal.
Klasifikasi Secara Klinis
1. Ambliopia strabismus (ambliopia mata juling)
Ambliopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang berdeviasi konstan.
Konstan, tropia yang tidak bergantian (nonalternating, khususnya esodeviasi) sering
menyebabkan ambliopia yang signifikan. Ambliopia umumnya tidak terjadi bila terdapat
fiksasi yang bergantian, sehingga masing – masing mata mendapat jalan/ akses yang sama ke
pusat penglihatan yang lebih tinggi, atau bila deviasi strabismus berlangsung intermiten maka
akan ada suatu periode interaksi binokular yang normal sehingga kesatuan sistem penglihatan
tetap terjaga baik. Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau
terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu (fusi) dari
kedua mata, yang akhirnya akan terjadi dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang
berfiksasi dan lama kelamaan terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak
berfiksasi. Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan binokular ini
tampaknya merupakan faktor utama terjadinya ambliopia strabismik, namun pengaburan
bayangan foveal oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi faktor
tambahan. Hal tersebut di atas terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi untuk
menghilangkan diplopia dan konfusi. (konfusi adalah melihat 2 objek visual yang berlainan
tapi berhimpitan, satu di atas yang lain). Ketika kita menyebut amblyopia strabismik, kita
langsung mengacu pada esotropi bukan eksotropia. Perlu diingat, tanpa ada gangguan lain,
esotropia primer-lah, bukan eksotropia, yang sering diasosiasikan dengan amblyopia . Hal ini
disebabkan karena eksotropia sering berlangsung intermiten dan / atau deviasi alternat
35
dibanding deviasi unilateral konstan, yang merupakan ”prasyarat” untuk terjadinya
ambliopia.
Fiksasi eksentrik mengacu kepada penggunaan regio non foveal retina terus menerus
untuk penglihatan monokular oleh mata ambliopia. Fiksasi eksentrik terdapat sekitar 80%
dari penderita amblyopia. Fiksasi eksentrik ringan (derajat minor), hanya dapat dideteksi
dengan uji khusus, seperti visuskop, banyak dijumpai pada penderita ambliopia strabismik
dan hilangnya tajam penglihatan ringan. Secara klinis bukti adanya fiksasi eksentrik, dapat
dideteksi dengan melihat refleks kornea pada mata ambliopia tidak pada posisi sentral,
dimana ia memfiksasi cahaya, dengan mata dominan ditutup.1Umumnya tajam penglihatan
adalah 20/200 (6/60) lebih buruk lagi.1,14 Penggunaan regio nonfoveal untuk fiksasi tidak
dapat disimpulkan sebagai penyebab utama menurunnya penglihatan pada mata yang
ambliopia. Mekanisme fenomena ini masih belum diketahui
2. Ambliopia anisometropia
Ambliopia anisometrik terjadi bila ada kelaianan refraksi yang tidak seimbang antara
kedua mata sehingga bayangan yang jatuh pada salah satu mata tidak fokus. Kaburnya
bayangan retina asimetris atau unilateral dapat menyebakan ambliopia pada distorsi
monokuler dan hilangnya binokularis.
Anisometropia miopia ringan biasanya tidak menimbulkan ambliopia, tetapi miopia
unilateral (-6D) sering mengakibatkan ambliopia berat. Anisometropia miopia yang
bermakna bila terdapat perbedaan kelaian refraksi lebih dari 5D. Asimometropia
hipermetropia atau astigmatisma anisomteropia +1,50D dapat menyebabkan ambliopia,
sedangkan anisometropia hipermetropia sedang (+3,00D) dapat menimbulkan ambliopia
berat. Anisometropia dan astigmatisma oblik merupakan faktor resiko ambliopia.
Astigmatisma oblik lebih sering menyebabkan ambliopia. Biasanya sikap tubuh dan mata
anak tersebut dari luar tampak normal, sehingga deteksi dini dan penanganan sering
terlambat. Sedangkan kalau diperhatikan betul, seringkali anak tersebut memicingkan satu
matanya agar sinar yang masuk mata yang paling mendekati aksis dan terrhindar dari sinar
hambur sehingga tampak lebih jelas.
3. Ambliopia ametropia
Timbul pada pematangan visual yang berlanjut pada pengaruh kedua bayangan retina
yang kabur. Keadaaan ini disebut juga ambliopia dengan pola distorsi binokular. Secara klinis
36
terdapat pada hipermetropia tinggi bilateral +5D atau lebih dan miopia tinggi lebih dari sama
dengan 10D dan astigmatisma bilateral simetris. Pola distorsi bilateral menyebabkan
buruknya penglihatan bilateral tetapi tidak menghalangi perkembangan penglihatan binokular
dengan stereopsis kasar. Kaburnya bayangan tersebut menimbulkan ambliopia bilateral dan
nistagmus. Anak-anak dengan kelaian tersebut, biasanya akan bergerak maju mendekati
objek yang dilihat untuk mendapatkan penglihatan yang baik.
Anak-anak dengan kelainan refraksi kalau melihat harus maju mendekati objek.
Ambliopia meridional bilateral merupakan pola distorsi sekunder dan bilateral dengan
astigmatisma +3.00 atau lebih. Astigmatisma dengan aksis oblik akan menyebabkan
ambliopia lebih sering daripada astigmatisma dengan aksis 15 derajat dari sumbu tegak atau
mendatar.
4. Ambliopia deprivasi
Ambliopia deprivasi disebut juga ambliopia exanopsia atau difuse amblyopia. Ambliopia
ini disebabkan oleh karena kelainan kongenital bawaan pada mata atau terdapatnya
kekeruhan media refraksi sejak awal. Bila terjadi hanya pada satu mata maka ambliopia yang
diderita memiliki pola distorsi monokular, sedangkan bila kedua mata menderita kelainan,
maka akan timbul ambliopia dengan pola distorsi binokular. Bentuk ambliopia deprivasi ini
paling jarang, tetapi paling merusak dan sulit ditangani.
Diagnosis
Terdapat kecurigaan ambliopia unilateral bila ditemukan:
Fiksasi kedua mata berbeda (pada bayi dan anak yang belum bisa berkomunikasi),
atau terdapat perbedaan tajam penglihatan antara kedua mata sebanyak dua baris
optotipe Snellen atau lebih (pada anak yang sudah dapat berkomunikasi dan
membaca)
Visus tidak berubah meskipun sudah diberikan lensa koreksi
Perbedaan visus sepenuhnya tidak berkaitan dengan kelaiana struktural lintas visual.
Adanya efek density filter dan efek crowding phenomenon
37
Kadang-kala ambliopia sangat ringan sehingga hanya terdapat perbedaan visus 1
baris. Karena pada anak pemeriksaan ini sangat sulit, kadangkala diagnosis hanya
berdasarkan penemuan kelaian yang berhubungan seperti adanya anisometropia atau
strabismus sudut kecil (mikropia)
Terdapat kecurigaan ambliopia bilateral apabila ada kelaian refraksi yang bermakna diikuti
dengan kelainan atau kebiasaan sebgaai berikut:
Anak harus maju pada saat melihat TV ataupun di dalam kelas
Fiksasi dibawah kisaran rata-rata pada setiap tiap mata ( bayi dan anak yang belum
bisa berkomunikasi)
Visus tidak mencapai normal dengan lensa koreksi
Penurunana visus sepenuhnya tidak berkaitan dengan kelainan struktural lintas visual
Adanya kekeruhan pada kornea atau lensa disertai nistagmus atau mata bergoyang
tanpa disadari
Gejala klinis ambliopia adanya penurunan penglihatan yang tidak bisa dikoreksi.
Defisit penglihatan yang berhubungan dengan ambliopia mempunyai karakater
tertentu yang meliputi: crowding phenomenon, neutral density filter effect dan fiksasi
eksentris.
Anamnesis
Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan harus
dijawab dengan lengkap, yaitu :
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? (seperti strabismus, anisometropia,
dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan ?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu ?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam membuat
prognosisnya. Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita
38
strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan predisposisi seorang
anak menderita ambliopia. Strabismus dijumpai sekitar 4% dari keseluruhan populasi.
Frekuensi strabismus yang ”diwariskan” berkisar antara 22% - 66%. Frekuensi esotropia
diantara saudara sekandung, dimana pada orang tua tidak dijumpai kelainan tersebut, adalah
15%. Jika salah satu orang tuanya esotropia, frekuensi meningkat hingga 40%. ( Informasi ini
tidak mempengaruhi prognosis, tapi penting untuk keturunannya).
Pemeriksaan penunjang
Tajam penglihatan
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat dan
mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam penglihatan yang
dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar kepada kedua fungsi tadi, selalu subnormal.
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang tersusun
linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita lakukan dengan
meletakkan balok disekitar huruf tunggal. Hal ini disebut ”Crowding Phenomenon”.
Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf isolasi dapat
turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour interaction). Perbedaan yang
besar ini terkadang muncul juga sewaktu pasien yang sedang diobati kontrol, dimana tajam
penglihatannya jauh lebih baik pada huruf isolasi daripada huruf linear Oleh karena itu,
ambliopia belum dikatakan sembuh hingga tajam penglihatan linear kembali normal.
Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada anak adalah pemeriksaan yang
paling penting. Walaupun untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit
pada pasien anak – anak, tapi untungnya penatalaksanaan ambliopia sangat efektif dan efisien
pada anak – anak. Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan kartu
Snellen standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes ”E” dan tes
”HOTV”. Tes lain adalah dengan simbol LEA. Bentuk ini mudah bagi anak usia ± 1 tahun
(todler), dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya sama dengan tes HOTV.
NEUTRAL DENSITY (ND) FILTER TEST
39
Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan organik. Filter
densitas netral (Kodak No.96, ND 2.00 dan 0,50) dengan densitas yang cukup unruk
menurunkan tajam penglihatan mata normal dari 20/20 (6/6) menjadi 20/40 (6/12)
ditempatkan di depan mata yang ambliopik. Bila pasien menderita ambliopia, tajam
penglihatan dengan NDF tetap sama dengan visus semula atau sedikit membaik.
Jika ada ambliopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata bila digunakan
filter, misalnya 20/100 (6/30) menjadi hitung jari atau lambaian tangan. Keuntungan tes ini
bisa, digunakan untuk screening secara cepat sebelum, dikerjakan terapi oklusi, apabila
penyebab ambliopia tidak jelas.
Keterangan : Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata yang
ambliopik selama 1 menit sebelum diperiksa visusnya. Tanpa filter pasien bisa membaca
20/40. Dengan filter, visus tetap 20/40 (atau membaik 1 atau 2 baris) pada ambliopia
fungsional. Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus-kasus ambliopia
organik.
MENENTUKAN SIFAT FIKSASI
Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi haruslah ditentukan. Penglihatan sentral terletak pada
foveal; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat adalah daerah retina parafoveal
– hal ini sering dijumpai pada pasien dengan strabismik ambliopia daripada anisometropik
ambliopia. Fiksasi eksentrik ditandai dengan tajam penglihatan 20/200 (6/60) atau lebih
buruk lagi.Tidak cukup kiranya menentukan sifat fiksasi hanya pada posisi refleks cahaya
korneal. Fiksasi didiagnosis dengan menggunakan visuskop dan dapat didokumentasi dengan
kamera fundus Zeiss. Tes lain dapat dengan tes tutup alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral.
Visuskop
Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang memproyeksikan target fiksasi ke
fundus. Mata yang tidak diuji ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi ke dekat
makula, dan pasien mengarahkan pandangannya ke tanda bintik hitam (asterisk). Posisi tanda
asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang beberapa kali untuk menentukan
ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi sentral,tanda asterisk terletak di fovea. Pada
fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga asterisk bergerak ke daerah ekstra foveal dari
fiksasi retina.
40
Tes Tutup Alternat (Alternat Cover Test) untuk Fiksasi Eksentrik Bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan terjadi pada pasien
– pasien dengan ambliopia kongenital kedua belah mata dan dalam hal ini pada penyakit
makula bilateral dalam jangka lama. Misalnya bila kedua mata ekstropia atau esotropia, maka
bila mata kontralateral ditutup, mata yang satunya tetap pada posisi semula, tidak ada usaha
untuk refiksasi bayangan. Tes visuskop akan menunjukkan adanya fiksasi eksentrik pada
kedua belah mata.
Penatalaksanaan
Ambliopia, pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu
dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula
peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin
penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi harus tetap waspada dan bersiap
untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).
Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah – langkah berikut :
1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak .
2. Koreksi kelainan refraksi.
3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata
yang lebih baik.
4. Pengangkatan Katarak. Katarak yang dapat menyebabkan amblyopia harus segera
dioperasi, tidak perlu ditunda – tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3
bulan pertama kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih
dengan optimal. Pada kasus katarak bilateral, interval operasi pada mata yang pertama
dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1- 2 minggu. Terbentuknya katarak traumatika
berat dan akut pada anak dibawah umur tahun harus diangkat dalam beberapa minggu
setelah kejadian trauma, bila memungkinkan. Yang mana katarak traumatika itu
sangat bersifat amblyopiogenik. Kegagalan dalam “menjernihkan” media,
memperbaiki optikal, dan penggunaan reguler mata yang terluka, akan mengakibatkan
41
ambliopia berat dalam beberapa bulan, selambat lambatnya pada usia 6 hingga 8
tahun.
Koreksi refraktif
Pada ambliopia kelaianan refraksi baik isometropia maupun anisometropia, sanagt
penting dilakukan perbaikan visus dan pemberian kacamata dengan koreksi maksimal
berdasarkan hasil streak retinoskopi yang dilakukan sejak awal dan digunakan secara terus
menerus serta konstan. Lensa kontak dapat mengurangi anisokonia pada kasus anisometropia,
bagus secara kosmetik, megurangi atau menghilangkan efek prisma, mengurangi distorsi
perifer, dan pengecilan lapangan pandang yang diakibatkan oleh pemakaian kacamata pada
pasien dengan miopia tinggi. Kacamata juga memberikan keuntungan karena lebih ekonomis,
perawatan lebih mudah, memberikan perlindungan pada mata, dan dapat diberikan pada
pasien yang memerlukan kacamata bifokal atau prisma.
Pada penderita hipermetropia, kacamata harus diberikan sesuai hasil pemeriksaan
streak retinoskopi, dan bila anak ternyata merasa tidak nyaman serta menolak menggunakan
kacamata, dapat diberika tetes mata atropin satu tetes pada malam hari sampai anak tersebut
dapat menerima dan mau memakai kacamata yang telah ditetapkan.
Oklusi dan Degradasi Optikal
1. Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan, yang
keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau paruh
waktu (part-time).
A. Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk semua atau
setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga. (Occlusion for all or all but onewaking hour),
arti ini sangat penting dalam pentalaksanaan ambliopia dengan cara penggunaan mata
yang ”rusak”. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah penutup adesif
(adhesive patches) yang tersedia secara komersial. Penutup (patch) dapat dibiarkan
terpasang pada malam hari atau dibuka sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle
mounted ocluder) atau lensa kontak opak, atau Annisa’s Fun Patches dapat juga
menjadi alternatif full-time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya
42
kurang lengket. Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus konstan
menghambat penglihatan binokular, karena full-time patching mempunyai sedikit
resiko, yaitu bingung dalam hal penglihatan binokular. Ada suatu aturan / standar
mengatakan full-time patching diberi selama 1 minggu untuk setiap tahun usia,
misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus memakai full-
time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk menghindarkan
terjadinya ambliopia pada mata yang baik.
B. Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil sama
dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung
dariderajat amblyopia. Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam
penjelasan peranan full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut
menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun dengan ambliopia berat (tajam penglihatan antara
20/100 = 6/30 dan20/400 = 6/120 ), full-time patching memberi efek sama dengan
penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi lain, patching 2 jam/hari menunjukkan
kemajuan tajam penglihatan hampir sama dengan patching 6jam/hari pada ambliopia
sedang / moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 – 7 tahun.
Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekatselama 1 jam/
hari. Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam
penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing – masing mata. Hasil ini
tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka
penatalaksanaan harus tetap diteruskan.
2. Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan kualitas
bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk dari
mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik (biasanya
atropin tetes 1% atau homatropin tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih
baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat. ATS menunjukkan
metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan patching untuk ambliopia sedang
(tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100). ATS tersebut dilakukan pada anak usia 3 – 7
tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropin pada akhir minggu (weekend)
memberi perbaikan tajam penglihatan sama dengan pemberian atropin harian yang dilakukan
43
pada kelompok anak usia 3 – 7 tahun dengan ambliopia sedang. Ada juga studi terbaru yang
membandingkan atropin dengan patching pada 419 orang anak usia 3-7 tahun, menunjukkan
atropin merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli mata yang tadinya masih ragu – ragu,
memilih atropin sebagai pilihan pertama daripada patching. Pendekatan ini mempunyai
beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi, yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih baik
dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi, anak sulit untuk ”menggagalkan” metode ini.
Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi.
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa positif
dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping
farmakologik atropin. Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi pada
pasien dengan mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi
memungkinkan penglihatan binokular.
Komplikasi
Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk terjadinya ambliopia
pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling beresiko tinggi dan harus dipantau
dengan ketat, terutama pada anak balita. Follow-up pertama setelah pemberian oklusi
dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4
minggu untuk anak usia 4 tahun). Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak
perlu sesering oklusi full-time, tapi follow-up reguler tetap penting. Hasil akhir terapi
ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat, tajam penglihatan dengan
Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata. Waktu yang diperlukan
untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut: derajat ambliopia, pilihan terapeutik yang
digunakan, kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih, usia pasien, semakin berat
ambliopia, dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan yang lebih lama. Oklusi full-
time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan ambliopia strabismik berat dalam 1
minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai penutup hanya
seusai sekolah dan pada akhir minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih untuk
dapat berhasil.
Kekambuhan
Bila penatalaksanaan ambliopia dihentikan setelah perbaikan penuh atau masih
sebagian tercapai, sekitar setengah dari pasien-pasien akan mengalami kekambuhan, yang
44
selalu dapat disembuhkan lagi dengan usaha terapeutik baru. Kegagalan dapat dicegah
dengan memakai pengaturan pada penglihatan, seperti patching selama 1 – 3 jam per hari,
penalisasi optikal dengan kacamata, atau penalisasi farmakologik dengan atropin selama 1
atau 2 hari per minggu. Pengaturan ini diteruskan hingga ketajaman penglihatan telah stabil
tanpa terapi lain selain kacamata biasa. Keadaan ini perlu tetap dipantau secara periodik
sampai usia 8 – 10 tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan untuk follow-
up dapat dilakukan tiap 6 bulan.
Prognosis
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi
pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal
ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang
dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun. Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia
adalah sebagai berikut :
Jenis Ambliopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan
organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia strabismik
prognosisnya paling baik.
Usia dimana penatalaksanaan dimulai : Semakin muda pasien maka prognosis
semakin baik.
Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam penglihatan awal
pada mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin baik.
45
BAB V
PRESBIOPIA
Presbiopia adalah suatu keadaan dimana kemampuan akomodasi lensa untuk melihat
dekat perlahan-lahan berkurang yang disebabkan berkurangnya kekenyalan lensa mata dan
berkurangnya kemampuan kontraksi otot akomodasinya. Terjadi penurunan amplitudo
akomodasi sehingga pungtum proksimum menjadi semakin jauh. Hal ini biasa terjadi pada
usia diatas 40 tahun, sehingga pada umumnya seseorang akan memerlukan kacamata bifokus,
yaitu kacamata untuk melihat jauh dan dekat.
Gejala presbiopia
Setelah membaca mata akan menjadi lelah, berair dan sering terasa pedas
Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca
Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
Sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca
Koreksi presbiopia
Adalah untuk membantu daya akomodasi lensa mata dengan lensa positif untuk membaca
dekat. Perbedaan dioptri antara koreksi jauh dengan koreksi dekat total diketahui sebagai
addisi. Addisi yang dipergunakan biasanya disesuaikan dengan umur :
46
40 tahun +1,00 D
45 tahun+1,50 D
50 tahun +2,00 D
55 tahun +2,50 D
60 tahun +3,00 D
Karena jarak baca biasanya 33cm, maka addisi +3,00 D adalah lensa positif terkuat yang
dapat diberikan pada seseorang.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Brahm P (Alih
Bahasa). Diana S (Editor Edisi Bahasa Indonesia). Ed. 17. Jakarta: EGC. 2009. Hal:
1-18, 382-398.
2. Sidarta I, Muzakkir T, Salamun, Zainal A. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Jakarta. 2008. Hal: 3-6.
3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3438/1/09E01854.pdf . Accessed
March 26, 2012.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Optik dan Refraksi dalam Ilmu
Penyakit Mata . Sagung Seto. 2002. Hal: 41-56.
5. Sidarta I. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna dalam Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Jakarta. 2005. hal: 64-83.
6. Sidarta I. Pemeriksaan Tajam Penglihatan dalam Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam
Ilmu Penyakit Mata. Ed. 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Jakarta. 2009.
Hal: 10-44.
47
7. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21388/5/Chapter%20I.pdf. Accessed
March 26, 2012.
8. http://library.usu.ac.id/download/fk/pnymata-halima.pdf. Accessed March 26, 2012.
9. http://www.scribd.com/doc/62090097/Astigmatism. Accessed March 26, 2012.
10. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23267/4/Chapter%20II.pdf. Accessed
March 26, 2012.
11. Ambliopia. Available from URL:
http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/1079_pp0911248.pdf. Accessed March 26, 2012.
12. Ambliopia. http://www.scribd.com/doc/38569442/ambliopia
48