Download - Laporan Praktikum Ekologi Kelompok 12
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI INVENTORY DAERAH ALIRAN SUNGAI
DI KABUPATEN BANYUMAS
Kelompok : 12
Lokasi : 3 Pandak
Dosen Pendamping : Drs. Edy Yani, M.Si.
Asisten : Sri Wahyuni
Disususn Oleh :
Bayu Awifan Dwijaya B1J011030
Ihdina Fitria Munajat B1J011032
Windy Nurul Wulandari B1J011034
Chayyu Latifah B1J011036
Rizki Amalia B1J011038
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
Ekologi didefinisikan sebagai pengkajian hubungan organisme-organisme
atau kelompok organisme terhadap lingkungannya, atau ilmu hubungan timbal
balik antara organisme-organisme hidup dan lingkungannya. Pernyataan
organisme-organisme hidup dan lingkungan tidak hidupnya berhubungan erat tak
terpisahkan dan saling pengaruh-mempengaruhi satu sama lain. Satuan yang
mencakup semua organisme (yakni “komunitas”) di dalam suatu daerah yang
saling mempengaruhi dengan lingkungan fisiknya sehingga arus energi mengarah
ke struktur makanan, keanekaragaman biotik, dan daur-daur bahan yang jelas
(yakni, pertukaran bahan-bahan antara bagian-agian yang hidup dan tidak hidup)
di dalam sistem, merupakan sistem ekologi atau ekosistem (Odum, 1994).
Daerah yang dapat menggambarkan dua ekosistem yaitu ekosistem darat
dan ekosistem perairan adalah daerah aliran sungai. Daerah aliran sungai (DAS)
merupakan padanan istiah drainage area, drainage basin, atau river basin dalam
bahasa Inggris, atau stroom gebied dalam bahasa Belanda. Batas DAS dirupakan
oleh garis bayangan sepanjang punggung pegunungan atau lahan meninggi, yang
memisahkan sistem aliran yang satu dari sistem aliran tetangganya. Atas dasar
pengertian ini maka secara teori semua kawasan darat habis terbagi menjadi
sejumlah DAS. Suatu DAS terdiri atas dua bagian utama, yaitu daerah tadahan
(catchment area) yang membentuk daerah hulu atau “daerah kepala sungai” dan
daerah penyaluran air yang berada di bawah daerah tadahan. Daerah penyaluran
air dapat dibagi menjadi dua daerah, yaitu daerah tengah dan daerah hilir (As-
syakur, 2008).
Menurut Heddy (1989), bahwa Daerah Aliran Sungai dapat dibedakan
menjadi ekosistem sungai dan daratan :
Sungai
Bagian-bagian dari sungai bisa dikategorikan menjadi tiga, yaitu bagian
hulu, bagian tengah dan bagian hilir.
a. Bagian Hulu.
Bagian hulu memiliki ciri-ciri: arusnya deras, daya erosinya besar, arah
erosinya (terutama bagian dasar sungai) vertikal. Palung sungai berbentuk V dan
lerengnya cembung (conveks), kadang-kadang terdapat air terjun atau jeram dan
tidak terjadi pengendapan.
b. Bagian Tengah.
Bagian tengah mempunyai ciri-ciri: arusnya tidak begitu deras, daya
erosinya mulai berkurang, arah erosi ke bagian dasar dan samping (vertikal dan
horizontal) palung sungai berbentuk U (konkaf), mulai terjadi pengendapan
(sedimentasi) dan sering terjadi meander yaitu kelokan sungai yang mencapai
180° atau lebih.
c. Bagian Hilir.
Bagian hilir memiliki ciri-ciri: arusnya tenang, daya erosi kecil dengan arah
ke samping (horizontal), banyak terjadi pengendapan, di bagian muara kadang-
kadang terjadi delta serta palungnya lebar.
Menurut Heddy (1989), perbedaan pokok antara ekosistem darat dan air
terletak pada ukuran tumbuhan hijau, di mana autotrof daratan cenderung lebih
sedikit, akan tetapi ukurannya lebih besar. Perbedaan antara habitat daratan dan
air adalah sebagai berikut:
1. Habitat daratan, kelembaban merupakan faktor pembatas, organisme
daratan selalu dihadapkan pada masalah kekeringan. Evaporasi dan
transpirasi merupakan proses yang unik dari kehilangan energi pada
ingkungan daratan.
2. Variasi suhu dan suhu ekstrem lebih banyak di udara daripada media air.
3. Sirkulasi udara yang cepat di permukaan bumi akan menghasilkan isi-
campuran O2 dan CO2 yang tetap.
4. Meskipun tanah sebagai penyangga yang padat bukan udara, kerangka
yang kuat telah berkembang di tanah yaitu tanaman dan binatang yang
akhir-akhir ini mempunyai arti khusus bagi perkembangan.
5. Tanah tidak seperti lautan yang selalu berhubungan dimana tanah sebagai
barier geografi terpenting dala gerak bebasnya.
6. Sebagai substrat alam, meskipun yang terpenting adalah di air. Namun,
yang paling khusus adalah dalam lingkngan daratan. Tanah adalah sumber
terbesar dari bermacam-macam nutrisi nitrit, fosfor, dan sebagainya) yang
merupakan perkembangan besar dari subsistem ekologi.
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan pada prakikum ini adalah termometer 2 buah (udara
dan air), patok 2 set (untukbambu dan moluska), botol kosong 1 buah(mengukur
kecepatan arus air), tali rafia 3 utas (untuk kecepatan arus, plot kuadrat 0,5 x 0,5
m dan 10 x 10 m), kantong plastik (untuk sampelbambu dan tanah), topless
beserta tutupnya (untuk sampel moluska), kertas pH universal, penggaris,
timbangan, meteran,jangka sorong, laptop, dan kamera.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sampel moluska, sampel
bambu, dan sampel tanah.
B. Metode
Praktikum kali ini menggunakan metode survei dan teknik sampling
stratified random sampling. Sungai dibagi menjadi tiga strata yaitu bagian hulu,
tengah, dan hilir. Analisa data dengan deskriptif untuk membandingkan.
Acara 1. Ekosistem
Diamati tipe pemanfaatan lahan dan aktivitas masyarakat yang dominan di
daerah sekitar sungai.
Diamati komponen biotik dan abiotik yang dapat ditemukan di lokasi
pengamatan pada badan sungai dan daratan di sekitar sungai dan dicatat
pada tabel.
Dibuat model interaksi antara faktor biotik dan abiotik.
Dibuat skema hubungan antara komponen biotik dan abiotik.
Dari data yang diperoleh, ditentukan peranan (fungsi ekologis) dari
organisme tersebut.
Acara 2. Komunitas
Pengambilan sampel moluska
1. Sampel diambil dengan metode kuadrat.
2. Dibuat kuadrat dengan menggunakan 4 patok dan tali dengan ukuran
0,5 x 0,5 m.
3. Diplih lokasi yang menjadi habitat moluska dan diletakan kuadrat
tersebut.
4. Dikumpulkan moluska yang ada dalam kuadrat lalu dimasukan dalam
topless.
5. Diamati bentuk cangkang, warna, arah lingkarannya, dan diberi kode.
6. Diidentifikasi dan dihitung di laboratorium secara online.
Pengambilan sampel bambu sebagai tumbuhan tepian atau riparian
1. Sampel diambil dengan metode kuadrat.
2. Dibuat kuadrat dengan menggunakan 4 patok dan tali dengan ukuran
10 x 10 m.
3. Diplih lokasi yang menjadi habitat bambu, dibentangkan kuadrat
tersebut pada kawasan bambu.
4. Diamati daun pelepah dan warna buluh.
5. Diambil foto pada masing-masing bagian tersebut dan beberapa contoh
bagian bambu untuk diidentifikasi di laboratorium.
6. Dihitung jumlah batang bambu yang terdapat pada kuadrat lalu
diidentifikasi secara online.
Acara 3. Populasi
Populasi moluska dan bambu dideskripsikan dengan membuat piramida
berdasarkan beberapa cohort yang terdapat dalam suatu populasi.
Digunakan spesies yang dominan pada lokasi dan setiap individudari
setiap spesies yang dominan dilakukan pengukuran panjang cangkang
untuk populasi moluska dan diameter batang bambu setinggi dada orang
dewasa.
Diukur keliling batang bambu kemudian dihitung diameternya.
Pengukuran moluska dilakukan di laboratorium, sedangkan pengukuran
bambu dilakukan di lapangan.
Diidentifikasi bambu dan moluska dilakukan di laboratorium.
Dibuat dua piramida populasi berdasarkan ukuran panjang cangkang
moluska dan diameter batang bambu dari data.
Piramida disusun dengan meletakkan jumlah terbanyak pada bagian dasar
piramida disusul dengan jumlah terbanyak kedua dan seterusnya.
Acara 4. Faktor Lingkungan
Kondisi lingkungan diukur dengan parameter lingkungan
sepertitemperatur udara, air, kecepatan arus, tipe substrat, dan pH air pada
ekosistem perairan, temperatur udara dan pH tanah pada ekosistem
daratan.
Diambil sampeltanah sebanyak 250 gr yang kemudian diukur pH nya di
laboratorium.
Acara 5. Distribusi organisme dan Faktor Lingkungannya
Dibuat tabel kehadiran spesies yang ditemukan di sungai.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
a. Pemodelan interaksi antara abiotik dan biotik
Tabel 1. Tipe pemanfaatan lahan
Lokasi Tipe pemanfaatan lahan (landuse) Aktivitas masyarakatSungai PelusNo. Lokasi: 3
Waktu pengamatan : 12.15-13.45
Lahan ditanami pohon pisang, pemukiman warga, bambu-bambu, dan peternakan.
MCK Mencari ikan Memecah batu
Sungai PelusNo. Lokasi: 6
Waktu pengamatan : 12.15-13.45
Perikanan dan aktivitas masyarakat. Mencuci Memancing ikan Membuang sampah Mandi Buang air kecil dan
besar Berenang
Sungai PelusNo. Lokasi: 8
Waktu pengamatan : 12.15-13.45
Membuang limbah Mencuci baju Membuang limbah Memancing Mencari kerikil, batu,
dan pasir
Tabel 2. Komponen abiotik dan biotik
No Abiotik (benda mati) Biotik (benda hidup)
1 Batu Pohon bambu
2 Air Moluska
3 Tanah Kepiting (yuyu)
4 Pasir Ikan
5 Lumpur Capung
6 Kerikil Ulat
7 Sampah Cacing
8 Udara Jamur
9 Cahaya matahari Lumut
10 Serasah Semut
11 Pohon Pisang
12 Mikroorganisme
13 Rumput
14 Manusia
15 Nyamuk
16 Anggang-anggang
17 Lebah
18 Laba- laba
19 Kupu- kupu
20 Tumbuhan Paku
21 Lalat
Gambar 1. Model interaksi dalam ekosistem daratan
Gambar 2. Model interaksi dalam ekosistem sungaiJaring-jaring makananKeterangan: ------ : menggambarkan hubungan dalam bentuk lainnya.
: menggambarkan hubungan makan memakan.
b. Komponen penyusun ekosistemTabel 3. Komponen penyusun ekosistem
No Komponen penyusun Organisme
1. Produser BambuLumut
Rumput-rumputan
Tumbuhan Paku
Pohon Pisang 2. Makro konsumer tingkat I Ulat
Capung MoluskaCrustacea
Semut Kupu-kupu
Anggang-anggang Nyamuk Lebah Lalat
3. Makro konsumer tingkat II Laba-labaIkan
Manusia 4. Dekomposer Cacing
Mikroorganisme Jamur
Tabel 4a. Kekayaan spesies dan kelimpahan moluska
No Nama spesies Jumlah Individu1. Brotia insolita (Thiaridae) 422. Semisulcospira libertina (Pleuroceridae) 2
Tabel 4b. Kekayaan spesies dan kepadatan bambuNo Nama spesies Jumlah Individu1. Bambusa sp. 121
Tabel 5. Populasi yang dominan
Lokasi/ waktu Spesies yang dominan
Pandak12.15-13.45
Nama spesies moluska yang dominan: Brotia insolita dengan kelimpahan 42 individu/250 cm2.Nama spesies bambu yang dominan: Bambusa sp. dengan kepadatan 121 individu/100 m2.
Tabel 6.Tabel Ukuran Moluska dan Bambu
No. Panjang Cangkang Moluska (cm) Diameter Batang Bambu (cm)
1. 1,53 8,4
2. 1,59 8,34
3. 1,00 5,8
4. 1,56 4,58
5. 1,29 8,28
6. 1,34 6,94
7. 1,43 9,08
8. 1,22 6,34
9. 0,88 5,8
10. 0,98 5,62
11. 0,87 6,74
12. 0,71 8,02
13. 1,26 8,46
14. 0,74 6,44
15 0,46 9,24
16. 1,27 7,22
17. 1,32
18. 0,72
19. 0,69
20. 1,00
21. 0,63
22. 1,4
23. 0,75
24. 1,19
25. 1,04
26. 0,72
27. 0,94
28. 0,78
29. 1,16
30. 1,5
31. 1,09
32. 1,16
33. 0,92
34. 1,85
35. 0,64
36. 0,63
37. 0,5
38. 0,59
39. 0,62
40. 0,29
41. 0,65
42. 0,58
Tabel 7a. Struktur populasi moluska Brotia insolita
Ukuran ( panjang cangkang) Jumlah individu
0,1 cm sampai dengan 0,59 cm 5
0,6 cm sampai dengan 1,09 cm 20
1,1 cm sampai dengan1,59 cm 16
1,6 cm sampai dengan 2,09 cm 1
Piramida populasi moluska berdasarkan ukuran
Keterangan :
: 1,6-2,09 cm
: 0,1-0,59cm
: 1,1-1,59 cm
: 0,69-1,09 cm
Tabel 7b.Struktur populasiBambusa sp.
Ukuran ( diameter batang) Jumlah individu
4,00 cm sampai dengan 5,49 cm 1
5,5 cm sampai dengan 6,99 cm 7
7,00 cm sampai dengan 7,49 cm 6
7,5 cm sampai dengan 10,99 cm 2
Piramida populasi bambu berdasarkan ukuran
Keterangan :
: 4,00-5,49 cm
: 8,5-10,99 cm
: 7,0-8,49 cm
: 5,5-6,99 cm
Tabel 8. Distribusi Longitudinal Moluska
Spesies Hulu Tengah Hilir Brotia insolita + +Semisulcospira libertina +Melanoides sp. +Clea hilena +Doryssa cachoeirae +Brotia costula +Melanoides maculata +Melanoides denisoniensis +Melanoides granifera +
Tabel 9. Kondisi perairan
Parameter Lingkungan Hulu Tengah Hilir Temperatur udara 300C 310C 310CTemperatur air 260C 290C 290CArus 0,43 m/s 0,158 m/s 0,53 m/sSubstrat yang dominan Batu berpasir Batu berpasir Batu pH 5 6 7
Tabel 10. Distribusi Bambu
Spesies Hulu Tengah Hilir Bambusa sp. +Bambusa polymorpha +Bambusa vulgaris +
Tabel 11. Kondisi daratan
Parameter Hulu Tengah Hilir Temperatur udara 300C 310C 310CTipe tanah Tanah gambut Tanah gambut Tanah PH tanah 7 6,8 6,5
B. PEMBAHASAN
Ekosistem yang diamati sepanjang Daerah Aliran Sungai Pelus di Desa
Pandak terdiri dari ekosistem daratan dan perairan. Komponen abiotik pembentuk
ekosistem daratan Daerah Aliran Sungai Pelus terdiri dari batu, air, tanah, pasir,
cahaya matahari, kerikil, udara, dan sampah. Komponen biotik pembentuk
ekosistem daratan DAS Sungai Pelus antara lain lumut, nyamuk, cacing, semut,
laba-laba, kupu-kupu, capung, jamur, pohon bambu, tumbuhan paku, lalat, lebah,
rumput, moluska, ikan, anggang-anggang, yuyu (crustacea), pohon pisang,
manusia, serasah, mikroorganisme, dan ulat.Daerah Aliran Sungai Pelus
dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk melakukan beberapa aktivitas seperti
MCK, mencari ikan, memecah batu, dan membuang limbah.Ekosistem merupakan
tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap komponen lingkungan
hidup (abiotik dan biotik) yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang
teratur (Soemarwoto, 1987).
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah dan termasuk
dalam ekosistem perairan tawar yang memiliki ciri-ciri antara lain variasi suhu
tidak menyolok, penetrasi cahaya, dan terpengaruh oleh iklim, cuaca serta bentang
alam (topografi dan kemiringan). Menurut Odum (1988), terdapat dua zona utama
pada aliran sungai yaitu :
1. Zona air deras, yaitu daerah yang dangkal dimana kecepatan arus cukup tinggi
untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang
lepas, sehingga zona ini padat. Zona ini umumnya terdapat di hulu
pegunungan.
2. Zona air tenang, yaitu bagian sungai yang dimana kecepatan arus mulai
berkurang, maka lumpur dan materi lepas mulai mengendapan di dasar
sehingga dasar sungai menjadi lunak. Zona ini di jumpai pada daerah landai.
Berdasarkan pengelompokan diatas habitat Sungai Pelus termasuk
perairan darat dengan zona utama aliran sungai termasuk zona air deras. Macam-
macam komunitas yang terdapat di alam secara garis besar dapat dibagi dalam dua
bagian yaitu:
1. Komunitas akuatik, yaitu kelompok organisme yang terdapat di perairan
misalnya di laut, di danau, di sungai, di parit atau di kolam.
2. Komunitas terrestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat di daratan
misalnya di pekarangan, di hutan, di padang rumput, atau di padang pasir.
Makhluk hidup dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu
tempatmembentuk kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan
lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kelompok yang hidup
secara bersama telah menyesuaikan diri dan menghuni suatu tempat alami disebut
komunitas. Karakteristik komunitas pada suatu lingkungan adalah
keanekaragaman. Makin beranekaragam komponen biotik (biodiversitas), maka
makin tinggi keanekaragaman. Sebaliknya makin kurang beranekaragaman maka
dikatakan keanekaragaman rendah(Kastolani, .....).
Komponen biotik penyusun komunitas di daerah aliran Sungai Pelus
bagian hulu, terdiri dari beberapa spesies yang menempati daerah tersebut.
Produsen sebagai makhluk hidup yang dapat menghasilkan makananya sendiri,
dengan cara mengubah zat anorganik untuk menghasilkan zat organik yang dapat
digunakan individu itu sendiri. Produsen yang berperan dalam ekosistem tersebut
adalah bambu, rumput, tumbuhan paku, pohon pisang dan lumut. Makro
konsumer tingkat I adalah konsumen yang memanfaatkan energi dari produsen.
Konsumen ini bersifat herbivora. Konsumen tersebut meliputi capung, ulat,
moluska, crustacea, anggang-anggang, nyamuk, lebah, lalat, semut, kupu-kupu.
Makro konsumer tingkat II adalah konsumen yang memakan konsumen tingkat I
dan mereka bersifat herbivora. Makro konsumer tingkat II di area ini meliputi,
ikan, laba-laba, Manusia. Dekomposer merupakan konsumen yang dapat merubah
zat organik dan anorganik. Dalam aliran Sungai Pelus dekomposer yang ada yaitu
jamur, mikroorganisme, cacing.
Menurut Odum (1994), penggolongan organisme dalam air dapat
berdasarkan pada:
1. Berdasarkan aliran energi
Organisme dibagi menjadi autotrof (tumbuhan), dan fagotrof
(makrokonsumen), yaitu karnivora predator, parasit, dan saprotrof atau
organisme yang hidup pada substrat sisa-sisa organisme.
2. Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut.
a. Plankton;
Terdiri atas fitoplankton dan zooplankton, biasanya melayang-layang
(bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air.
b. Nekton;
Hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.
c. Neuston;
Organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau
bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
d. Perifiton;
Merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan
atau benda lain, misalnya keong.
e. Bentos;
Hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan.Bentos
dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan remis.
Adaptasi yang dilakukan oleh organisme air tawar dengan cara sebagai
berikut:
1. Adaptasi tumbuhan
Tumbuhan yang hidup di air tawar biasanya bersel satu dan dinding selnya
kuat seperti beberapa alga biru dan alga hijau.Tumbuhan tingkat tinggi, seperti
teratai (Nymphaea gigantea), mempunyai akar jangkar (akar sulur).
Tumbuhan rendah yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya sama dengan
tekanan osmosis lingkungan atau isotonis.
2. Adaptasi hewan
Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton.Nekton merupakan hewan yang
bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat.Hewan tingkat tinggi yang
hidup di ekosistem air tawar, misalnya ikan.Mekanisme ikan dalam mengatasi
perbedaan tekanan osmosis adalah dengan melakukan osmoregulasi untuk
memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem ekskresi,
insang, dan pencernaan.
Salah satu organisme yang terdapat di Sungai Pelus adalah moluska.Ciri-
ciri Moluska adalah :
- Merupakan hewan multiselular yang tidak mempunyai tulang belakang.
- Habitatnya di ait maupun darat
- Merupakan hewan triploblastik selomata.
- Struktur tubuhnya simetri bilateral.
- Tubuh terdiri dari kaki, massa viseral, dan mantel.
- Memiliki sistem syaraf berupa cincin syaraf
- Organ ekskresi berupa nefridia
- Memiliki radula (lidah bergigi)
- Hidup secara heterotrof
Salah satu kelas yang di Moluska adalah Gastropoda.Gastropoda termasuk
hewan yang sangat berhasil menyesuaikan diri untuk di beberapa tempat dan
cuaca.Distribusi penyebaran gastropoda air tawar ini umumnya meliputi daerah
yang sangat luas, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang
mempunyai ketinggian 2.000 m dpl (Benthem, 1953).
Semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara
komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya. Interaksi
antarkomponen ekologi, yaitu:
(a) Interaksi antar organisme.
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain.
Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain
jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi
lain.
(b) Interaksi antarpopulasi, yaitu antara populasi yang satu dengan populasi lain
selalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya.
(c) Interaksi antarkomunitas, yaitu kumpulan populasi yang berbeda di suatu
daerah yang sama dan saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas
sawah dan sungai.Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam organisme,
misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma.Komunitas sungai terdiri dari
ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer.Antara komunitas
sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air sungai
ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut.Interaksi
antarkomunitas cukup kompleks karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi
juga terjadi aliran energi.
Interaksi antarkomponen biotik dengan komponen abiotik yaitu
hubunganantara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran
energi dalam sistem itu.Selain aliran energi, di dalam ekosistem juga
terdapatstruktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi.
Spesies moluska yang dominan di Sungai Pelus yaitu Brotia insolita.
Klasifikasi menurut Encyclopedia of life (2013) yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Klas : Gastropoda
Ordo : Cerithioidea
Famili : Thiaridae/Pachychilidae
Genus : Brotia
Spesies : Brotia insolita
Moluska mempunyai bentuk tubuh yang beranekaragam. Berdasarkan
bentuk tubuh, jumlah serta keping cangkang filum moluska terbagi ke dalam 7
kelas yaitu: Aplacophora, Monoplacophora, Polyplacophora, Gastrophoda,
Bivalvia, Scaphopoda, dan Cephalopoda. Filum moluska merupakan anggota
yang terbanyak kedua setelah filum Arthropoda. Terdapat lebih dari 60.000
spesies hidup dan 15.000 spesies fosil (Brusca &Brusca, 1990).
Brotia insolita merupakan salah satu moluska yang termasuk ke dalam
kelas gastropoda. yaitu berjalan dengan menggunakan perutnya, yang termasuk
filum ini adalah: siput, cumi-cumi dan sebagainya yang prinsip tubuhnya bilateral
simetris, tak beruas-ruas dan mempunyai cangkok dari CaCO3 (kalsium karbonat).
Cangkok tersebut berfungsi sebagai rumah (rangka luar) yang terbuat dari zat
kapur misalnya kerang, tiram, siput sawah dan bekicot.Namun ada pula Mollusca
yang tidak memiliki cangkok, seperti cumi-cumi, sotong, gurita atau siput
telanjang (Barnes, 1974).
Brotiaadalah genus siputair tawardariAsiaTenggara, moluskaini
termasukdalamfamili Pachychilidae.Nama umum Brotia dipakai untuk
menghormatimalacologistSwissAugusteLouisBrot(1821-
1896).SpesiesBrotiaterdapat padahabitatair tawardariAsia Tenggara, mulai
dariIndia Utaradi sebelah baratsampaike Sumateradi timur.Kisaran
inimeliputiIndia, Myanmar, Bangladesh, Thailand, Laos, Vietnam, Cina (1
spesies),Kamboja,Malaysia dan Indonesia(Sumatra dan
Kalimantan).Spesiesiniditemukanterutama pada perairan dengan arus sungaiyang
deras, cukup oksigen, kadang-kadangjuga ditemukan di danau. ( Encyclopedia of
life, 2013).
Gambar 2.Brotia insolita (Thiaridae)
Spesies yang ditemukan di Sungai Pelus selain Brotia insolita di dalam
petakan yang dibuat dengan ukuran 0,5x0,5 m yaitu Semisulcospira libertina.
Klasifikasi menurut Encyclopedia of life (2013):
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Klas : Gastropoda
Ordo : Cerithioidea
Famili : Pleuroceridae
Genus : Semisulcospira
Spesies : Semisulcospira libertina
Semisulcospiraadalahmoluskagastropodaairdalam
familiSemisulcospiridae.Spesiesdalam genusSemisulcospiraadalahvivipar dan
memilikioperkulum (Oniwa and Kimura, 1986). Berdasarkan pengamatan
distribusi moluska di Sungai Pelus pada daerah hulu, tengah, dan hilir didapatkan
moluska di daerah hulu, yaitu Brotia insolita dan Semisulcospira libertina dengan
parameter lingkungannya antara lain, temperatur air260C, arus air 2,296 m/s,
substrat dominan batu berpasir dengan pH 5. Distribusi moluska didaerah tengah
yaitu, Melanoides sp., Clea hilena, Doryssa cachoeirae, Brotia costula, dan
Melanoides maculata. Parameter lingkungannya antara lain, temperatur air290C,
arus air 1,3 m/s, substrat dominanbatu berpasir dan pH 6. Distribusi moluska
didaaerah hilir yaitu, Melanoides denisoniensis, Brotia insolita dan Melanoides
granifera. Parameter lingkungannya antara lain: temperatur air 290C, arus air 0,53
m/s, substrat dominanbatu dan pH 7.Penyebaran distribusi longitudinal moluska
di Sungai Pelusyang ditemukan pada bagian hulu dan hilir yaitu Brotia insolita.
Spesies bambu yang berada di Sungai Pelus Desa PandakyaituBambusa
sp. Menurut Cronquist (1981), klasifikasi bambu yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Liliopsida
Subclassis : Commelinidae
Ordo : Cyperales
Familia : Poaceae
Genus : Bambusa
Spesies : Bambusa sp.
(a) (b)
Gambar 1. (a) Pelepah buluh, (b) rumpun Bambusa sp.
Gambar2.Batang Bambusa sp.
Bambu adalah tumbuhan yang mempunyai batang berbentuk buluh,
beruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang, berimpang dan mempunyai
daun buluh yang menonjol. Bambu adalah nama bagi kumpulan rumput-rumputan
berbentuk pohon kayu atau perdu yang melempeng, dengan batang-batangnya
yang biasanya tegak, kadang memanjat, mengayu dan bercabang-cabang, dapat
mencapai umur panjang yaitu 40–60 tahun (Heyne 1987).
Permukaan bawah daun agak berbulu, kuping pelepah daun kecil
danmembulat, gundul, ligula rata dan gundul.Pelepah buluhmemiliki
morfologitidak mudah luruh, tertutup bulu coklatkuping pelepah buluh seperti
bingkai, daun pelepah buluh berketuk balik menyegi tiga dengan ujung
sempit.Buluhnya timbul dari buku-buku rimpang yang menjulur/menjalar pada
pertumbuhannya yang kuat, rimpang bercabang-cabang banyak. Bambu
merupakan tanaman tahunan dan dibedakan atas dua kelompok berdasarkan cara
tumbuhnya. Pertama, jenis yang tumbuhnya berumpun (simpodial) dan kedua,
jenis yang tumbuhnya tidak membentuk rumpun (monopodial). Ada juga yang
bersifat intermediet. Tipe rumpun di Indonesia umumnya adalah simpodial
(Sutarno 1996). Akar rimpang terdapat di bawah tanah dan membentuk sistem
percabangan yang dapat dipakai untuk membedakan kelompok bambu. Rebung
tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam tanah atau dari pangkal buluh yang
tua. Rebung dapat digunakan untuk membedakan jenis bambu karena
menunjukkan ciri yang khas pada pelepahnya. Bulu pelepah rebung umumnya
hitam, tetapi ada juga yang coklat atau putih, dan beberapa buluh dapat
menyebabkan kulit menjadi terasa gatal sedangkan yang lainnya tidak. Rebung
selalu ditutupi oleh pelepah buluh yang juga tumbuh memanjang mengikuti
perpanjangan ruasnya (Widjaja 2001).
Bambu adalah tanaman serbaguna dan menempati tempat yang istimewa
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bambu juga merupakan bahan baku yang
cukup tersedia dan murah untuk membuat alat-alat dan perabotan rumah tangga,
bahan bangunan, pipa untuk distribusi air, instrumen musik, dan keperluan
keagamaan. Selain itu, beberapa jenis bambu merupakan tanaman hias maupun
pengolah penyaring limbah dan pencegah erosi.Bambu tergolong ke dalam hasil
hutan non kayu yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kayu.
Hasil pengamatan distribusi bambu di Sungai Pelus pada daerah hulu,
tengah, dan hilir didapatkan sebagai berikut:
Daerah hulu
Distrubusi bambu (Bambusa sp.) dengan kepadatan 121 individu/100 m2.
Kondisi daratan pada daerah hulu dengan parameter lingkungan temperatur udara
300C, tipe tanah gambut dengan pH 7.
Daerah Tengah
Distrubusi bambu (Bambusa vulgaris) dengan kepadatan 37 individu/100
m2. Kondisi daratan pada daerah tengah dengan parameter lingkungan temperatur
udara 310C, tipe tanah gambut dengan pH 6,8.
Daerah Hilir
Distrubusi bambu hijau(Bambusa polymorpha) dengan kepadatan 24
individu/100 m2. Kondisi daratan pada daerah hilir dengan parameter lingkungan
temperatur udara 310C, tipe tanah “tanah” dengan pH 6,5.
Penyebaran distribusi bambu yang paling dominan di Sungai Pelus
adalah bagian hulu yaitu Bambusa sp.sebanyak 121individu/m2 dengan ukuran
diameter batang yang paling dominan 5,5-6,99 cm.
Tanaman : Tingginya mencapai 15-20 m, dan bergaris tengah 10 cm. Merumpun
simpodial.
Batang : Batang tegak dan rapat. Rebung berwarna hijau kehitaman dengan
ujung jingga, tertutup oleh bulu coklat hingga hitam.
Pelepah : Panjang ruas 40-50 cm, berdiameter 6-8 cm, dindingnya tebal
mencapai 8 mm. tinggi kuping pelepah 3-5 mm dengan panjang bulu
kejur 7 mm. pelepah bulu tertutup bulu hitam sampai coklat dan
mudah luruh. Percabangan tumbuh jauh di permukaan tanah. Satu
cabang lateral lebih besar daripada cabang lainnya, dengan ujung
yang melengkung.
Daun : Daun pelepah buluh terkeluk balik, kuping pelepah buluh kecil dengan
tinggi 1 mm.
Penyebaran bambu yang luas ini sangat dipengaruhi oleh faktor iklim
antara lain suhu, curah hujan, kelembaban yang berkaitan satu dengan yang lain
(Sutiyono, et al., 1992). Menurut Huberman (1959) daerah yang memiliki curah
hujan tahunanan minimal 1020 mm dan kelembaban udara minimal 80% dengan
suhu optimum antara 8,8-360C merupakan daerah yang cocok untuk pertumbuhan
bambu. Bambu dapat tumbuh baik di berbagai jenis tanah, kecuali tanah yang
berada di dekat pantai.Pada tanah tersebut, bambu dapat tumbuh tetapi
pertumbuhannya lambat dan buluh kecil. Umumnya bambu dapat tumbuh di
tempat dengan ketinggian 1-1200 m dpl dengan keadaan pH tanah antara 5,0-6,5
(Alrasyid, 1990). Verhoef (1957) menyatakan bahwa berbagai keadaan tanah
dapat ditumbuhi oleh bambu mulai dari tanah ringan sampai tanah berat, tanah
kering sampai tanah becek dan dari tanah yang subur sampai ke tanah yang
kurang subur.
Daerah di sekitar ekosistem sungai biasanya terdapat vegetasi berupa
pohon maupun semak dan beberapa hewan seperti moluska. Daerah Sungai Pelus
bagian hulu banyak terdapat populasi bambu dan gastropoda.Berdasarkan relung
ekologinya bambu termasuk dalam produsen dan gastropoda termasuk dalam
konsumen. Moluska dalam ekosistem perairan sering disebut juga sebagai
makrobentos.Kehidupan makrobentos pada perairan ini sangat ditentukan oleh
faktor biotik. Keberadaan moluska juga dapat digunakan sebagai penanda kualitas
air sungai. Berikut ini adalah faktor-faktor biotik yang mempengaruhi keberadaan
moluska pada ekosistem sungai:
a. Gas terlarut
Presentase oksigen di perairan jauh lebih rendah daripada yang ada di
atmosfer yaitu sekitar sepersepuluh atau kurang.Jumlah oksigen dalam air tidak
sekonstan seperti di udara, tetapi berfluktuasi dengan nyata tergantung pada
kedalaman, suhu,angin dan banyaknya kegiatan biologis.Kenaikan suhu atau
keragaman air menyebabkan penurunan dalam kandungan oksigen.
Karbondioksida (yang tergabung dalam `air membentuk asam karbonat.),
amoniak dan hidrogen sulfida juga merupakan gas terlarut yang berada dalam
air.Moluska yang ditemukan pada ekosistem Sungai Kranji daerah hulu
ditemukan hanya sedikit sekali. Hal itu disebabkan karena kadar oksigen rendah
yang disebabkan oleh adanya amonia hasil dari kegiatan sehari-hari masyarakat
sekitar meskipun permukaan air cukup dangkal dan angin cukup kencang
sehingga dapat diperkirakan oksigen cukup.
a. Kejernihan
Kejernihan berpengaruh terhadap distribusi moluska pada
perairan.Kejernihan disebabkan oleh warna perairan.Curah hujan juga
menyebabkan kejernihan terganggu. Saat hujan turun maka tanah di atasnya akan
larut terbawa dan membawa humus, hal itu yang menyebabkan kejernihan air
berkurang, akan tetapi pada saat itu juga plankton banyak tersebar di sungai yang
dapat dimanfaatkan oleh moluskasebagai makanan.
b. Suhu
Suhu perairandi daerah tropik tentu lebih hangat daripada di daerah tidak
beriklim tropik. Suhu permukaan pada perairan tropik umumnya 250C-280C dan
pada perairan yang dangkal biasanya lebih tinggi yaitu 280C-320C.Praktikum ini
menghasilkan suhu di daerah Sungai Pelus yaitu 30oC, namun hasil yang didapat
tidak salah dikarenakan waktu pengambilan sample dilakukan disiang hari. Suhu
yang lebih tinggi menyebabkan berkurangnya kadar oksigen terutama pada malam
hari. Sungai Pelusdaerah hulu, tengah, dan hilir mempunyai suhu yang cukup
tinggi sehingga apabila dikaitkan dengan teori yang ada maka perairan Sungai
Pelus daerah hulu, tengah dan hilir mempunyai kadar oksigen sedikit sehingga
untuk keberadaan distribusi moluska sedikit.
c. Cahaya
Cahaya sangat diperlukan pada ekosistem perairan sungai.Cahaya
dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk berfotosintesis, dan nantinya fitoplankton
tersebut mempunyai peranan produsen pada relung ekologi.Cahaya pada Sungai
Pelusdaerah hulu, tengah dan hilir mempunyai intensitas yang cukup.
d. Arus air.
Sungai merupakan ekosistem lotik sehinggaekosistem ini dipengaruhi oleh
aliran dan arus air. Kecepatan arus bervariasi pada tempat yang berbeda yaitu dari
suatu aliran air yang samaatau dari satu waktu ke waktu. Arus air yang didapatkan
pada hulu 0,43 m/s, tengah 0,158 m/s dan hilir 0,53m/s.
e. pH
pH pada Sungai Pelusekosistem darat dan sungai daerah hulu, tengah dan
hilir semuanya bersifat asam.pH yang baik di perairan adalah normal.
f. Substrat
Substrat pada Sungai Pelusdaerah hulu, tengah dan hilir umumnya batu
berpasir.Substrat yang cocok untuk keberadaan moluska sebenarnya adalah tanah
berlumpur. Tanah berpasir tidak cocok untuk moluska, dan biasanya pada substrat
batuan berpasir tersebut moluska akan menguburkan dirinya dalam-dalam pada
batuan pasir tersebut (Ewusie, 1990).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat diperoleh
kesimpulansebagai berikut:
1. Penyebaran distribusi bambu yang paling dominan di Sungai Kranji adalah
bagian tengah yaitu Schizostachycum brachycladium, sedangkan penyebaran
ditribusi moluska yang paling dominan di daerah tengah.
2. Perpindahan energi akan terjadi melalui proses makan-memakan atau disebut
rantai makanan yang kemudian bergabung membentuk jaring-jaring makanan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi moluska dan distribusi bambu
antara lain: kejernihan, arus air, suhu, penetrasi cahaya, pH, dan substrat.
4. Faktor lingkungan yang penting untuk daratan yaitu cahaya, temperatur dan air,
sedangkan cahaya, temperatur dan kadar garam merupakan faktor tiga besar
untuk perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Daerah Aliran Sungai. http://www.satuiku.com/2009/12/daerah-aliran-sungai.html
Anonim. 2010. Pengertian Ekosistem. http://www.g-excess.com/id/pengertian-ekosistem-adalah.html
Anonim. 2012. Bambu Gombong. http://www . d2landscape. birojasabali.Com/ 2012/10/gigantochloa-verticillata-bambu-gombong.html
Desanto, R.S. 1978. Consepts of Applied Ecology. Springer- Verlad. New York.
Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB. Bandung.
Gunawan , 2008. “Kajian Sifat-sifat Finishing Anyaman Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes) Kurz)”. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Heddy, S. dan K. Metty. 1989 . Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
I N.S. Miwada, I. M. Wirapartha dan I. N. Wirayasa, 2008.“Kualitas Susu Sapi Terfermentasi Dalam Bambu Ampel Dengan Penambahan Lactobacillus bulgaricus Dan Streptococcus thermophilus”.Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar
Marfuah Wardani. 2009. Budidaya bambu tali (Gigantochloa apusKurz.)
Odum, E. P. 1988. Dasar-Dasar Ekologi Edisi 3. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sutiyono, Hendromono, M., Wardani dan I. Sukardi. 1992. Teknik Budidaya Bambu. Pusat Penilitian dan Pengembangan Hutan.Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor. (15). 1-25
Verhoef, L. 1957. Tanaman bambu di Jawa. Lembaga Pusat Penilitian Kehutanan. Bogor. 25 hal
Widjaja, E.A. 2001.Identikit Jenis-jenis Bambu di Jawa. Bogor: Balai PenelitianBotani, Herbarium Bogoriense-LIPI.
Barnes, R.D, Invertebrata Zoology, London: Saunder College Publishing, 1974.http://eol.org/data_objects/23783506 encyclopedia of lifeOniwa K. & Kimura M. (1986)."Genetic variability and relationships in six snail species of the genus Semisulcospira".The Japanese journal of genetics61(5): 503-514