Download - Laporan Diskusi Kelompok 3, Dk1p1
LAPORAN DISKUSI
MODUL BIOLOGI MOLEKULER
PEMICU I
Disusun Oleh:
Kelompok Diskusi 3
1. Nur’azmi Ayu N. (I11111009)
2. Prisa Dwicahmi (I11111010)
3. Heriyanto A. (I11111017)
4. Leo Rinaldi (I11111023)
5. Isma Resti P. (I11111029)
6. Agnes W.S. (I11111032)
7. Yunior Harris (I11111039)
8. Buddy Dayono (I11111055)
9. Fitrianto Dwi U. (I11111068)
10. Syarifi (I11111072)
11. Maria Enjelina (I11111077)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2011/2012
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK 3
PEMICU 1 :
Dewi dan teman sekelompoknya berdiskusi tentang peranan gen dalam
penentuan jenis kelamin sejak masa embrional. Mereka belajar bahwa jenis
kelamin ditentukan oleh gen SRY. Mereka menyimpulkan bawa molekul DNA
membawa infomasi genetik yang selanjutnya diekspresikan secara spesifik
didalam sel. Untuk mengidentifikasi DNA dan ekspresinya dapat dilakukan
dengan beberapa teknik di laboratorium biologi molekuler.
1. Klarifikasi dan Definisi
a. Gen
Gen adalah unit tunggal yang mengalami segregasi saat
pembelahan dan membawa informai tentang sifat-sifat yang diwariskan.
Gen dengan ciri dan fungsi tertentu mempunyai lokus dengan fungsi
tertentu pula. Gen juga merupakan rangkaian nukleotida pada lokus
genetik yang membawa informasi genetik.
b. Gen SRY
Gen SRY (Sex Determining reagion Y) adalah gen yang berperan
penting dalam penentuan jenis kelamin laki-laki dan pengkodean suatu
gen untuk merangsang pembentukan testis. Gen SRY terdapat di lengan
pendek kromosom Y dan jumlah ada 231 pasang.
c. Biologi Molekuler
Biologi Molekuler adalah semua senyawa yang terdapat di dalam sel
hidup yang mempelajari tentang struktur molekul dan kejadian yang
mendasari proses biologis. Selain itu, Biologi molekuler juga didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari fungsi dan organisasi jasad hidup
(organisme) ditinjau dari struktur dan regulasi molekuler unsur atau
komponen penyusunnya. Sedangkan biologi molekuler secara sempit
diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari organisasi, aktivitas dan
regulasi gen pada aras molekul. Termasuk di dalam batasan ini adalah
kajian mengenai replikasi DNA, transkripsi, translasi, rekombinasi, dan
translokasi.
d. Masa Embrional
Masa Embrional adalah perkembangan prenatal yang berlangsung
dari minggu kedua sampai minggu kedelapan, pada masa ini terjadi
difrensiasi organmembentuk sistem organ.
e. Ekspresi Gen
Ekspresi Gen adalah proses dimana informasi dari gen yang
digunakan dalam sintesis produk gen fungsional.
2. Kata Kunci
Gen SRY, penentuan jenis kelamin pada masa embrional, peranan gen,
mengidentifikasi DNA, informasi genetik, dan teknik uji laboratorium
molekuler.
3. Rumusan Masalah
Bagaimana mekanisme ekspresi gen di dalam sel dan peranannya, serta
teknik yang apakah yang dapat digunakan untuk identifikasi DNA dan
ekspresinya?
4. Analisis Masalah
5. Hipotesis
Mekanisme ekspresi gen di dalam sel meliputi transkipsi dan translasi,
salah satu peranannya adalah penentuan jenis kelamin sejak masa embrional
serta teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi DNA dan ekspresinya
adalah PCR.
Materi genetik
Definisi struktur Sifat fisikokimia
Ekspresi gen Teknik identifikasi
Sintesis protein
Transkipsi dan translasi
Peran gen dalam penentuan jenis
kelamin
mRNA
tRNA
rRNA
Asam nukleat
Watson & crick
Hukum chargaff
6. Pertanyaan Diskusi
1) Apa definisi materi genetik?
2) Bagaimana struktur materi genetik?
3) Bagaimana sifat fisikokimia asam nukleat?
4) Bagaimana mekanisme ekspresi gen?
5) Apa itu mRNA, tRNA, dan rRNA?
6) Bagaimana mekanisme ekspresi gen SRY dalam menentukan jenis
kelamin?
7) Bagaimana teknik isolasi dan purifikasi DNA dari sel?
8) Apa saja uji lab yang digunakan pada teknik identifikasi DNA dan prinsip
kerjanya?
PEMBAHASAN PERTANYAAN DISKUSI
I. Materi Genetik
I.1. Definisi materi genetik
a. DNA (Deoxyribonucleic Acid)
DNA (Deoxyribonucleic Acid) merupakan dasar kimiawi hereditas dan
disusun menjadi gen, unit dasar informasi genetik. DNA mengarah
kepada sintesis RNA, yang selanjutnya mengrah ke sintesis protein. DNA
juga merupakan polimer asam nukleat yang tersusun secara sistematis
dan merupakan pembawa informasi genetik yang diturunkan kepada
jasad keturunannya.
(sumber: Murray, Robert K. Dkk.2009.Biokimia Harper edisi
27.EGC.Jakarta ; Yuwono, Triwibowo. 2005.Biologi Molekuler. Erlangga.
Jakarta)
b. RNA ( Ribonucleic Acid)
RNA ( Ribonucleic Acid) merupakan polimer ribonukleotida purin dan
pirimidin yang disatukan oleh jembatan 3’,5’-fosfodiester yang analog
dengan jembatan fosfodiester di DNA.
(sumber: Yuwono, Triwibowo. 2005.Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta)
I.2. Struktur materi genetik
Materi genetik yang terdapat didalam suatu organisme eukariotik yaitu
berupa Asam nukleat. Asam nukleat merupakan salah satu makromolekul
yang memegang peranan sangat penting dalam kehidupan organisme
karena di dalamnya tersimpan informasi genetik. Asam nukleat sering
dinamakan juga polinukleotida karena tersusun dari sejumlah molekul
nukleotida sebagai monomernya. Tiap nukleotida mempunyai struktur
yang terdiri atas gugus fosfat, gula pentosa, dan basa nitrogen atau basa
nukleotida(basa N).
Ada dua macam asam nukleat, yaitu asam deoksiribonukleat atau
deoxyribonucleic acid (DNA) dan asam ribonukleat atau ribonucleic acid
(RNA). Dilihat dari strukturnya, perbedaan di antara kedua macam asam
nukleat ini terutama terletak pada komponen gula pentosanya. Pada RNA
gula pentosanya adalah ribosa, sedangkan pada DNA gula pentosanya
mengalami kehilangan satu atom O pada posisi C nomor 2’ sehingga
dinamakan gula 2’-deoksiribosa Perbedaan struktur lainnya antara DNA
dan RNA adalah pada basa N-nya. Basa N, baik pada DNA maupun pada
RNA, mempunyai struktur berupa cincin aromatik heterosiklik
(mengandung C dan N) dan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu purin dan pirimidin. Basa purin mempunyai dua buah cincin (bisiklik),
sedangkan basa pirimidin hanya mempunyai satu cincin (monosiklik).
Pada DNA, dan juga RNA, purin terdiri atas adenin(A) dan guanin (G).
Akan tetapi, untuk pirimidin ada perbedaan antara DNA dan RNA. Kalau
pada DNA basa pirimidin terdiri atas sitosin (C) dan timin (T), pada RNA
tidak ada timin dan sebagai gantinya terdapat urasil (U). Timin berbeda
dengan urasil hanya karena adanya gugus metil pada posisi nomor 5
sehingga timin dapat juga dikatakan sebagai 5-metilurasil.
Komponen utama Asam nukleat terdiri atas: gugus fosfat, gula
pentosa dan basa N. Di antara ketiga komponen monomer asam nukleat
tersebut, hanya basa N-lah yang memungkinkan terjadinya variasi. Pada
kenyataannya memang urutan (sekuens) basa N pada suatu molekul
asam nukleat merupakan penentu bagi spesifisitasnya. Dengan perkataan
lain, identifikasi asam nukleat dilakukan berdasarkan atas urutan basa N-
nya sehingga secara skema kita bisa menggambarkan suatu molekul
asam nukleat hanya dengan menuliskan urutan basanya saja.
Penomoran posisi atom C pada cincin gula dilakukan menggunakan
tanda aksen (1’, 2’, dan seterusnya), sekedar untuk membedakannya
dengan penomoran posisi pada cincin basa. Posisi 1’ pada gula akan
berikatan dengan posisi 9 (N-9) pada basa purin atau posisi 1 (N-1) pada
basa pirimidin melalui ikatan glikosidik atau glikosilik. Kompleks gula-basa
ini dinamakan nukleosida. Selain ikatan glikosidik yang menghubungkan
gula pentosa dengan basa N, pada asam nukleat terdapat pula ikatan
kovalen melalui gugus fosfat yang menghubungkan antara gugus hidroksil
(OH) pada posisi 5’ gula pentosa dan gugus hidroksil pada posisi 3’ gula
pentosa nukleotida berikutnya. Ikatan ini dinamakan ikatan fosfodiester
karena secara kimia gugus fosfat berada dalam bentuk diester
Di atas telah disinggung bahwa asam nukleat tersusun dari monomer-
monomer berupa nukleotida, yang masing-masing terdiri atas sebuah
gugus fosfat, sebuah gula pentosa, dan sebuah basa N. Dengan
demikian, setiap nukleotida pada asam nukleat dapat dilihat sebagai
nukleosida monofosfat. Namun, pengertian nukleotida secara umum
sebenarnya adalah nukleosida dengan sebuah atau lebih gugus fosfat.
Sebagai contoh, molekul ATP (adenosin trifosfat) adalah nukleotida yang
merupakan nukleosida dengan tiga gugus fosfat.
Jika gula pentosanya adalah ribosa seperti halnya pada RNA, maka
nukleosidanya dapat berupa adenosin, guanosin, sitidin, dan uridin.
Begitu pula, nukleotidanya akan ada empat macam, yaitu adenosin
monofosfat, guanosin monofosfat, sitidin monofosfat, dan uridin
monofosfat. Sementara itu, jika gula pentosanya adalah deoksiribosa
seperti halnya pada DNA, maka (2’-deoksiribo)nukleosidanya terdiri atas
deoksiadenosin, deoksiguanosin, deoksisitidin, dan deoksitimidin.
(sumber: Susanto,A.H.2002.Bahan Ajar Genetika Dasar,Fakultas Biologi
UNSOED Purwokerto)
Menurut Hukum Chargaff: di dalam molekul DNA, konsentrasi
nukleitida deoksiadenosin (A) setara dengan nukleotida timidin (T), (A=T),
sedangkan konsentrasi deoksiguanosin (G) setara dengan deoksitidin
(C), (G=C). Struktur yang diusulkan adalah bahwa molekul untai ganda
dalam bentuk heliks yang berubah ke kanan, memiliki alur besar dan
kecil, adalah antiparalel, dan memiliki A dua ikatan hidrogen membentuk
dengan T, dan C membentuk tiga ikatan hidrogen dengan G.
(sumber : Murray, Robert K. Dkk.2009.Biokimia Harper edisi
27.EGC.Jakarta; Khanna Pragya. 2010. Essentials of Genetics. New
Delhi: I. K. International.)
a. Struktur tangga berpilin (double helix) DNA
Secara strukturnya, DNA mempunya tiga bentuk yaitu DNA bentuk Z,
B dan A. Dalam bentuk Z, basa pada kedua untai DNA terletak kea rah
perifer heliks yang berputar ke kiri. Bentuk heliks ini ditandai “Z” karena
pada masing – masing untai garis yang menghubungkan fosfat adalah
berliku – liku (“zig” dan “zag”). Pada DNA bentuk B, heliks berputar ke
arah kanan (right – handed helix) sementara pada DNA bentuk A, heliks
berputar ke arah kiri (left – handed helix).
Dua orang ilmuwan, J.D.Watson dan F.H.C.Crick, mengajukan model
struktur molekul DNA yang hingga kini sangat diyakini kebenarannya dan
dijadikan dasar dalam berbagai teknik yang berkaitan dengan manipulasi
DNA. Model tersebut dikenal sebagai tangga berplilin (double helix).
Secara alami DNA pada umumnya mempunyai struktur molekul tangga
berpilin ini.
Model tangga berpilin menggambarkan struktur molekul DNA sebagai
dua rantai polinukleotida yang saling memilin membentuk spiral dengan
arah pilinan ke kanan. Fosfat dan gula pada masing-masing rantai
menghadap ke arah luar sumbu pilinan, sedangkan basa N menghadap
ke arah dalam sumbu pilinan dengan susunan yang sangat khas sebagai
pasangan – pasangan basa antara kedua rantai. Dalam hal ini, basa A
pada satu rantai akan berpasangan dengan basa T pada rantai lainnya,
sedangkan basa G berpasangan dengan basa C. Pasangan-pasangan
basa ini dihubungkan oleh ikatan hidrogen yang lemah (nonkovalen).
Basa A dan T dihubungkan oleh ikatan hidrogen rangkap dua, sedangkan
basa G dan C dihubungkan oleh ikatan hidrogen rangkap tiga. Adanya
ikatan hidrogen tersebut menjadikan kedua rantai polinukleotida terikat
satu sama lain dan saling komplementer. Artinya, begitu sekuens basa
pada salah satu rantai diketahui, maka sekuens pada rantai yang lainnya
dapat ditentukan.
Oleh karena basa bisiklik selalu berpasangan dengan basa monosiklik,
maka jarak antara kedua rantai polinukleotida di sepanjang molekul DNA
akan selalu tetap. Dengan perkataan lain, kedua rantai tersebut sejajar.
Akan tetapi, jika rantai yang satu dibaca dari arah 5’ ke 3’, maka rantai
pasangannya dibaca dari arah 3’ ke 5’. Jadi, kedua rantai tersebut sejajar
tetapi berlawanan arah (antiparalel).
Jarak antara dua pasangan basa yang berurutan adalah 0,34 nm.
Sementara itu, di dalam setiap putaran spiral terdapat 10 pasangan basa
sehingga jarak antara dua basa yang tegak lurus di dalam masing-masing
rantai menjadi 3,4 nm. Namun, kondisi semacam ini hanya dijumpai
apabila DNA berada dalam medium larutan fisiologis dengan kadar garam
rendah seperti halnya yang terdapat di dalam protoplasma sel hidup. DNA
semacam ini dikatakan berada dalam bentuk B atau bentuk yang sesuai
dengan model asli Watson-Crick. Bentuk yang lain, misalnya bentuk A,
akan dijumpai jika DNA berada dalam medium dengan kadar garam
tinggi. Pada bentuk A terdapat 11 pasangan basa dalam setiap putaran
spiral. Selain itu, ada pula bentuk Z, yaitu bentuk molekul DNA yang
mempunyai arah pilinan spiral ke kiri. Bermacam-macam bentuk DNA ini
sifatnya fleksibel, artinya dapat berubah dari yang satu ke yang lain
bergantung kepada kondisi lingkungannya.
b. Modifikasi struktur molekul RNA
Tidak seperti DNA, molekul RNA pada umumnya berupa untai tunggal
sehingga tidak memiliki struktur tangga berpilin. Namun, modifikasi
struktur juga terjadi akibat terbentuknya ikatan hidrogen di dalam untai
tunggal itu sendiri (intramolekuler).
Dengan adanya modifikasi struktur molekul RNA, kita mengenal tiga
macam RNA, yaitu RNA duta atau messenger RNA (mRNA), RNA
pemindah atau transfer RNA (tRNA), dan RNA ribosomal (rRNA). Struktur
mRNA dikatakan sebagai struktur primer, sedangkan struktur tRNA dan
rRNA dikatakan sebagai struktur sekunder. Perbedaan di antara ketiga
struktur molekul RNA tersebut berkaitan dengan perbedaan fungsinya
masing-masing.
(sumber: Susanto,A.H.2002.Bahan Ajar Genetika Dasar,Fakultas Biologi
UNSOED Purwokerto)
II. Sifat fisikokimia asam nukleat
Di bawah ini akan dibicarakan sekilas beberapa sifat fisika-kimia asam
nukleat. Sifat-sifat tersebut adalah stabilitas asam nukleat, pengaruh
asam, pengaruh alkali, denaturasi kimia, viskositas, dan kerapatan apung.
a. Stabilitas Asam Nukleat
Ketika kita melihat struktur tangga berpilin molekul DNA atau pun
struktur sekunder RNA, sepintas akan nampak bahwa struktur tersebut
menjadi stabil akibat adanya ikatan hidrogen di antara basa-basa yang
berpasangan. Padahal, sebenarnya tidaklah demikian. Ikatan hidrogen di
antara pasangan-pasangan basa hanya akan sama kuatnya dengan
ikatan hidrogen antara basa dan molekul air apabila DNA berada dalam
bentuk rantai tunggal. Jadi, ikatan hidrogen jelas tidak berpengaruh
terhadap stabilitas struktur asam nukleat, tetapi sekedar menentukan
spesifitas perpasangan basa. Penentu stabilitas struktur asam nukleat
terletak pada interaksi penempatan (stacking interactions) antara
pasangan-pasangan basa. Permukaan basa yang bersifat hidrofobik
menyebabkan molekul-molekul air dikeluarkan dari sela-sela
perpasangan basa sehingga perpasangan tersebut menjadi kuat.
b. Pengaruh Asam
Di dalam asam pekat dan suhu tinggi, misalnya HClO4 dengan suhu
lebih dari 100ºC, asam nukleat akan mengalami hidrolisis sempurna
menjadi komponen-komponennya. Namun, di dalam asam mineral yang
lebih encer, hanya ikatan glikosidik antara gula dan basa purin saja yang
putus sehingga asam nukleat dikatakan bersifat apurinik.
c. Pengaruh Alkali
Pengaruh alkali terhadap asam nukleat mengakibatkan terjadinya
perubahan status tautomerik basa. Sebagai contoh, peningkatan pH akan
menyebabkan perubahan struktur guanin dari bentuk keto menjadi bentuk
enolat karena molekul tersebut kehilangan sebuah proton. Selanjutnya,
perubahan ini akan menyebabkan terputusnya sejumlah ikatan hidrogen
sehingga pada akhirnya rantai ganda DNA mengalami denaturasi. Hal
yang sama terjadi pula pada RNA. Bahkan pada pH netral sekalipun,
RNA jauh lebih rentan terhadap hidrolisis bila dibadingkan dengan DNA
karena adanya gugus OH pada atom C nomor 2 di dalam gula ribosanya.
d. Denaturasi Kimia
Sejumlah bahan kimia diketahui dapat menyebabkan denaturasi asam
nukleat pada pH netral. Contoh yang paling dikenal adalah urea
(CO(NH2)2) dan formamid (COHNH2). Pada konsentrasi yang relatif tinggi,
senyawa-senyawa tersebut dapat merusak ikatan hidrogen. Artinya,
stabilitas struktur sekunder asam nukleat menjadi berkurang dan rantai
ganda mengalami denaturasi.
e. Viskositas
DNA kromosom dikatakan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi
karena diameternya hanya sekitar 2 nm, tetapi panjangnya dapat
mencapai beberapa sentimeter. Dengan demikian, DNA tersebut
berbentuk tipis memanjang. Selain itu, DNA merupakan molekul yang
relatif kaku sehingga larutan DNA akan mempunyai viskositas yang tinggi.
Karena sifatnya itulah molekul DNA menjadi sangat rentan terhadap
fragmentasi fisik. Hal ini menimbulkan masalah tersendiri ketika kita
hendak melakukan isolasi DNA yang utuh.
f. Kerapatan Apung
Analisis dan pemurnian DNA dapat dilakukan sesuai dengan
kerapatan apung (bouyant density)-nya. Di dalam larutan yang
mengandung garam pekat dengan berat molekul tinggi, misalnya sesium
klorid (CsCl) 8M, DNA mempunyai kerapatan yang sama dengan larutan
tersebut, yakni sekitar 1,7 g/cm3. Jika larutan ini disentrifugasi dengan
kecepatan yang sangat tinggi, maka garam CsCl yang pekat akan
bermigrasi ke dasar tabung dengan membentuk gradien kerapatan.
Begitu juga, sampel DNA akan bermigrasi menuju posisi gradien yang
sesuai dengan kerapatannya. Teknik ini dikenal sebagai sentrifugasi
seimbang dalam tingkat kerapatan (equilibrium density gradient
centrifugation) atau sentrifugasi isopiknik. Oleh karena dengan teknik
sentrifugasi tersebut pelet RNA akan berada di dasar tabung dan protein
akan mengapung, maka DNA dapat dimurnikan baik dari RNA maupun
dari protein. Selain itu, teknik tersebut juga berguna untuk keperluan
analisis DNA karena kerapatan apung DNA (ρ) merupakan fungsi linier
bagi kandungan GC-nya. Dalam hal ini, ρ = 1,66 + 0,098% (G + C).
Selain sifat fisikokimia asam nukleat juga memiliki sifat Spektroskopik-
Termal. Sifat spektroskopik-termal asam nukleat meliputi kemampuan
absorpsi sinar UV, hipokromisitas, penghitungan konsentrasi asam
nukleat, penentuan kemurnian DNA, serta denaturasi termal dan
renaturasi asam nukleat. Masing-masing akan dibicarakan sekilas berikut
ini.
a. Absorpsi UV
Asam nukleat dapat mengabsorpsi sinar UV karena adanya basa
nitrogen yang bersifat aromatik; fosfat dan gula tidak memberikan
kontribusi dalam absorpsi UV. Panjang gelombang untuk absorpsi
maksimum baik oleh DNA maupun RNA adalah 260 nm atau dikatakan
λmaks = 260 nm. Nilai ini jelas sangat berbeda dengan nilai untuk protein
yang mempunyai λmaks = 280 nm. Sifat-sifat absorpsi asam nukleat dapat
digunakan untuk deteksi, kuantifikasi, dan perkiraan kemurniannya.
b. Hipokromisitas
Meskipun λmaks untuk DNA dan RNA konstan, ternyata ada perbedaan
nilai yang bergantung kepada lingkungan di sekitar basa berada. Dalam
hal ini, absorbansi pada λ 260 nm (A260) memperlihatkan variasi di antara
basa-basa pada kondisi yang berbeda. Nilai tertinggi terlihat pada
nukleotida yang diisolasi, nilai sedang diperoleh pada molekul DNA rantai
tunggal (ssDNA) atau RNA, dan nilai terendah dijumpai pada DNA rantai
ganda (dsDNA). Efek ini disebabkan oleh pengikatan basa di dalam
lingkungan hidrofobik. Istilah klasik untuk menyatakan perbedaan nilai
absorbansi tersebut adalah hipokromisitas. Molekul dsDNA dikatakan
relatif hipokromik (kurang berwarna) bila dibandingkan dengan ssDNA.
Sebaliknya, ssDNA dikatakan hiperkromik terhadap dsDNA.
c. Penghitungan konsentrasi asam nukleat
Konsentrasi DNA dihitung atas dasar nilai A260-nya. Molekul dsDNA
dengan konsentrasi 1mg/ml mempunyai A260 sebesar 20, sedangkan
konsentrasi yang sama untuk molekul ssDNA atau RNA mempunyai A260
lebih kurang sebesar 25. Nilai A260 untuk ssDNA dan RNA hanya
merupakan perkiraan karena kandungan basa purin dan pirimidin pada
kedua molekul tersebut tidak selalu sama, dan nilai A260 purin tidak sama
dengan nilai A260 pirimidin. Pada dsDNA, yang selalu mempunyai
kandungan purin dan pirimidin sama, nilai A260 -nya sudah pasti.
d. Kemurnian asam nukleat
Tingkat kemurnian asam nukleat dapat diestimasi melalui penentuan
nisbah A260 terhadap A280. Molekul dsDNA murni mempunyai nisbah A260
/A280 sebesar 1,8. Sementara itu, RNA murni mempunyai nisbah A260 /A280
sekitar 2,0. Protein, dengan λmaks = 280 nm, tentu saja mempunyai nisbah
A260 /A280 kurang dari 1,0. Oleh karena itu, suatu sampel DNA yang
memperlihatkan nilai A260 /A280 lebih dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh
RNA. Sebaliknya, suatu sampel DNA yang memperlihatkan nilai A260 /A280
kurang dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh protein.
e. Denaturasi termal dan renaturasi
Di atas telah disinggung bahwa beberapa senyawa kimia tertentu
dapat menyebabkan terjadinya denaturasi asam nukleat. Ternyata, panas
juga dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat. Proses denaturasi ini
dapat diikuti melalui pengamatan nilai absorbansi yang meningkat karena
molekul rantai ganda (pada dsDNA dan sebagian daerah pada RNA)
akan berubah menjadi molekul rantai tunggal.
Denaturasi termal pada DNA dan RNA ternyata sangat berbeda. Pada
RNA denaturasi berlangsung perlahan dan bersifat acak karena bagian
rantai ganda yang pendek akan terdenaturasi lebih dahulu daripada
bagian rantai ganda yang panjang. Tidaklah demikian halnya pada DNA.
Denaturasi terjadi sangat cepat dan bersifat koperatif karena denaturasi
pada kedua ujung molekul dan pada daerah kaya AT akan
mendestabilisasi daerah-daerah di sekitarnya.
Suhu ketika molekul asam nukleat mulai mengalami denaturasi
dinamakan titik leleh atau melting temperature (Tm). Nilai Tm merupakan
fungsi kandungan GC sampel DNA, dan berkisar dari 80 ºC hingga 100ºC
untuk molekul-molekul DNA yang panjang.
DNA yang mengalami denaturasi termal dapat dipulihkan (direnaturasi)
dengan cara didinginkan. Laju pendinginan berpengaruh terhadap hasil
renaturasi yang diperoleh. Pendinginan yang berlangsung cepat hanya
memungkinkan renaturasi pada beberapa bagian/daerah tertentu.
Replikasi DNA RNA ProteinTranskripsi Translasi
Sebaliknya, pendinginan yang dilakukan perlahan-lahan dapat
mengembalikan seluruh molekul DNA ke bentuk rantai ganda seperti
semula. Renaturasi yang terjadi antara daerah komplementer dari dua
rantai asam nukleat yang berbeda dinamakan hibridisasi.
(sumber: Susanto,A.H.2002.Bahan Ajar Genetika Dasar,Fakultas Biologi
UNSOED Purwokerto)
III. Mekanisme ekspresi gen
Ekspresi genetik adalah suatu rangkaian proses kompleks yang
melibatkan banyak faktor. Salah satu ciri penting pada sistem jasad hidup
adalah keteraturan sistem. Oleh karena itu dalam ekspresi genetik proses
pengendalian (regulasi) sistem menjadi bagian yang mendasar dan
penting. Secara umum dapat dikatakan bahwa proses ekspresi gen
dimulai dan diatur sejak pra-inisiasi transkripsi. Pada organisme eukaryot
pengendalian ekspresi genetik terjadi mulai dari transkripsi sampai pasca-
translasi. Selain itu, Sifat yang tampak pada suatu organisme (fenotipe-
nya) sangat ditentukan oleh hasil interaksi-protein di dalam sel. Setiap
protein tersusun dari sejumlah asam amino dengan urutan tertentu, dan
setiap asam amino, pembentukannya disandi oleh urutan basa nitrogen di
dalam molekul DNA. Rangkaian proses ini, mulai dari DNA hingga
terbentuknya asam amino, dikenal sebagai dogma sentral biologi
molekuler.
Diagram Dogma Sentral Biologi Molekuler
Pada ekspresi gen terdapat beberapa proses yaitu :
a. Transkripsi
Transkipsi adalah proses penyalinan kode-kode genetik yang ada
pada urutan DNA menjadi molekul RNA. Transkipsi adalah proses yang
mengawali ekspresi sifat genetik yang nantinya akan muncul sebagai
fenotipe. Urutan nukleotida pada salah satu untaian molekul DNA
digunakan sebagai cetakan (template) untuk sintesis molekul RNA yang
komplementer. Molekul RNA yang disintesis pada garis besarnya dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok molekul RNA, yaitu: (1) mRNA
(messenger RNA), (2) tRNA ( transper RNA), dan (3) rRNA (ribosomal
RNA).
Ada beberapa tahap dalam proses transkipsi yaitu:
1. Pengenalan Promoter
Enzim RNA polymerase mengikat untaian DNA cetakan pada suatu
daerah yang mempunyai ururtan basa tertentu yang dinamakan
promoter. Promoter selalu membawa urutan basa yang tetap atau
hamper tetap sehingga urutan ini dinamakan urutan consensus. Pada
eukariot, urutan konsensusnya adalah TATAAAT dan disebut kotak
TATA. Urutan consensus ini akan menunjukkan kepada RNA
polymerase tempat sintesis dimulai.
2. Inisiasi
Setelah mengalami pengikatan oleh promoter, RNA polymerase akan
terikat pada suatu tempat di dekat daerah promoter, yang dinamakan
tempat awal polimerasi. Nukleotida trifosfat pertama akan diletakkan di
tempat ini dan sintesis RNA pun segera dimulai.
3. Elongasi
Selama sintesis RNA berlangsung, RNA polymerase bergerak di
sepanjang molekul DNA cetakan sambil menambahkan nukleotida demi
nukleotida kepada untai RNA yang sedang diperpanjang.
4. Terminasi
Molekul RNA yang baru saja selesai disintesis, dan juga enzim RNA
polymerase, segera terlepas dari untai DNA cetakan begitu enzim
tersebut mencapai urutan basa pengakhir (terminasi). Terminasi terdiri
dari terminasi diri (bergantung pada urutan basa cetakan) dan terminasi
oleh suatu protein yang disebut protein rho.
Pada eukariot, produk langsung transkripsi (transkrip primer) harus
mengalami processing DNA menjadi mRNA. Processing ini meliputi 2
tahap:
1. Modifikasi ujung transkrip primer:
a) Ujung 5` dimodifikasi dengan penambahan guanosin dalam ikatan
5`-5` membentuk cap
b) Ujung 3` dimodifikasi dengan urutan poliadenosin (poli A)
sepanjang +- 200 basa.
2. Pembuangan urutan basa pada transkrip yang tidak akan ditranslasi
(intron) and penyatuan ekson menjadi mRNA, disebut RNA splicing.
b. Translasi
Translasi adalah proses penerjemahan urutan nukleotida yang ada
pada molekul mRNA menjadi rangkaian asam-asam amino yang
menyusun suatu polipeptida atau protein. Pada proses translasi hanya
molekul mRNA yang ditranslasi sedangkan tRNA dan rRNA tidak
ditranslasi. Translasi berlangsung di dalam ribosom. Tiap ribosom
mempunyai dua tempat pengikatan tRNA, yang masing-masing
dinamakan tapak aminoasil (tapak A) dan tapak peptidil (tapak P).
Molekul aminoasil-tRNA yang baru memasuki ribosom akan terikat di
tapak A, sedangkan molekul tRNA yang membawa rantai polipeptida
yang sedang diperpanjang terikat di tapak P.
(sumber: Susanto,A.H.2002.Bahan Ajar Genetika Dasar,Fakultas Biologi
UNSOED Purwokerto)
1. Pada eukariot, pengikatan ribosom dilakukan di ujung 5` mRNA.
Selanjutnya, berbagai aminoasil t-RNA akan berdatangan satu per
satu ke kompleks ribosom mRNA ini dengan urutan sesuai dengan
antikodon dan asam amino yang dibawanya. Urutan ini ditentukan
oleh urutan triplet kodon pada mRNA. Ikatan peptide terbentuk di
antara asam-asam amino yang terangkai menjadi rantai polipeptida di
tapak P ribosom. Penggabungan asam-asam amino terjadi karena
gugus amino pada asam amino yang baru masuk berikatan dengan
gugus karboksil pada asam amino yang terdapat pada rantai
polipeptida yang sedang diperpanjang.
2. Translasi memerlukan keterlibatan tRNA dan rRNA
a) Molekul tRNA berukuran kecil, anjangnya hanya sekitar 70 – 90
nukleotida, dan berada dalam sitoplasma.
1) Setiap molekul tRNA berbentuk seperti daun semanggi tiga
dimensi. Salah satu ujung daun semanggi berisi anti-kodon.
Triplet basa nukleotida yang merupakan pelengkap dari kodon
mRNA.
2) Ujung lainnya berisi salah satu dari 20 jenis asam amino
(ditemukan bebas dalam sitoplasma), yang secara enzimatis
telah terikat pada ikatan berenergi tinggi (ATP).
b) Molekul rRNA membentuk anti struktural ribosom, kompleks yang
terdiri dari Rrna dan hampir 100 jenis protein. Ribosom berfungsi
sebagai sisi biokimia tempat molekul tRNA berada untuk
membaca pesan berbentuk kode pada mrna.
3. Inisiasi pemasangan protein
a) Satu ribosom memiliki satu sub-unit kecil dan satu sub-unit besar
Transkip rantai RNA yang baru, melekat pada sub-unit yang lebih
kecil dan berada pada suatu celah diantara sub-unit kecil dan
sub-unit ribosom yang lebih besar.
b) Antikodon dari molekul tRNA inisiator, membawa satu asam
amino, mengenali dan berikatan dengan kodon pembuka pada
mRNA untuk membentuk kompleks inisiasi.
1) Kodon pembuka selalu AUG, yang merupakan kode asam
amino mtionin. Molekul tRNA inisiator memiliki anti kodon
UAC dan membawa metionin.
2) Kompleks antikodon / kodon melekat pada titik yang tepat
untuk memulai rantai polipetida.
3) Ikatan tersebut mengelompokkan basa-basa nukleotida ke
dalam kerangka pembacaaan yang menentukan tempat
dimulainya pembacaan triplet nukleotida.
4. Pemanjangan rantai polipeptida
a. Selain sisi pengikat mRNA, setiap subunit ribosom yang lebih
besar memiliki pengikat tRNA.
1) Sisi P (untuk polipeptida) mengikat tRNA dengan rantai
polipeptida yang terus memanjang.
2) Sisi A (ntuk asam amino) mengikat tRNA dengan asam amino
beikutnya yang akan ditambahkan ke dalam rantai.
b. Molekul tRNA inisiator masuk dengan pas pada sisi P di subunit
ribosom asam amino pada molekul tersebut membentuk ujung
depan rantai polipeptida.
c. Jika inisiasi telah selesai, maka tRNA kedua (tRNA yang memiliki
antikodon yang sesuai untuk kodon pada mRNAbergerak masuk
ke sisi A. Asam amino tRNA kedua dihubungkan pada asam
amino pembuka oleh ikatan peptida.
d. tRNA pada sisi P keluar dari ribosom dan menjauhi Mrna.
Kemudian Trna melepas asam aminonya dan kembali bebas
untuk mengikat asam amino lain.
e. Saat ribosom menggerakkan tiga nukleotida ke sisi kanan molekul
mRNA, proses yang disebut translokasi, tRNA pada sisi A
pembawa polipeptida yang sedang memanjang, bergerak ke sisi P
dan membiarkan sisi A terbuka untuk tRNA ketiga yang akan
datang.
f. tRNA dengan asam amino yang melekat padanya bergerak ke sisi
A. Dengan demikian satu kodon pada saat itu telah ditranslasikan
yaitu dengan memakai molekul tRNA yang tepat untuk
menambahkan asam amino pada rantai polipeptida.
g. Setelah masing-masing asam amino berikatan dengan asam
amino tetangga, tRNA dibebaskan sehingga keluar ke sitoplasma
dan menjalani siklus ulang; yaitu, menarik asam amino lain.
5. Terminasi
a. Jika ribosom bergerak ke salah satu dari beberapa terminasi
mRNA atau kodon penghentian di sisi A, maka protein yang
dilepas akan berikatan dengan kodon penghentian untuk
mengakhiri proses translasi
b. Rantai polipeptida kemudian dilepas dari ribosom.
c. Protein yang dilepas bergerak menjauhi sisi A dan subunit
ribosom memisah dan bergerak ke dalam sitoplasma untuk
melakukan siklus sintesis protein yang berikutnya.
(sumber: Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Dasar. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.EGC)
IV. Molekul RNA
Disemua organisme prokariot dan eukariot, terdapat tiga kelas utama
molekul RNA: RNA messenger (mRNA), RNA transfer (tRNA), dan RNA
ribosom (rRNA).
a. mRNA (messenger RNA)
mRNA (messenger RNA) adalah RNA yang merupakan salinan kode-
genetik pada DNA yang dalam proses selanjutnya (yaitu proses translasi)
akan diterjemahkan menjadi urutan asam-asam amino yang menyusun
suatu polipeptida atau protein tertentu. RNA duta atau messenger RNA
(mRNA), yang mempunyai struktur linier kecuali bagian ujung terminasinya
yang berbentuk batang dan kala .Molekul mRNA membawa urutan basa
yang sebagian di antaranya akan ditranslasi menjadi urutan asam amino.
Urutan basa yang dinamakan urutan penyandi (coding sequences) ini
dibaca tiga demi tiga. Artinya, tiap tiga basa akan menyandi pembentukan
satu asam amino sehingga tiap tiga basa ini dinamakan triplet kodon. Pada
prokariot bagian mRNA yang tidak ditranslasi terletak di depan urutan
penyandi (disebut pengarah atau leader) dan di antara dua urutan
penyandi (disebut spacer sequences atau noncoding sequences).
Sementara itu, pada eukariot di samping kedua bagian tadi ada juga
bagian di dalam urutan penyandi yang tidak ditranslasi. Bagian inilah yang
dinamakan intron seperti telah dijelaskan di atas. Molekul mRNA pada
prokariot sering kali membawa sejumlah urutan penyandi bagi beberapa
polipeptida yang berbeda. Molekul mRNA seperti ini dinamakan mRNA
polisistronik. Dengan adanya mRNA polisistronik, sintesis beberapa protein
yang masih terkait satu sama lain dapat diatur dengan lebih efisien karena
hanya dibutuhkan satu sinyal. Pada eukariot hampir tidak pernah dijumpai
mRNA polisistronik. mRNA memiliki fungsi sebagai perantara yang
menyampaikan informasi dalam suatu gen ke mesin pembentuk protein,
dan masing-masing mRNA ini berfungsi sebagai cetakan untuk membentuk
polimer asam amino dengan sekuens spesifik sehingga membentuk
molekul protein spesifik. Pada mRNA terminal 5’ ditutup oleh ‘’tudung’’ 7
metil guanosin triposfat yang berikatan dengan 2-0-metil ribonukleosida
disebelahnya pada 5’-hidroxil melalui 3 posfatnya, peranan tudung adalah
agar mesin translasi dapat mengenali mRNA dengan mencegah serangan
5’ eksonuklease. mRNA eukariotik memiliki suatu struktur yang dikenal
sebagai cap di ujung 5’nya. Cap terdiri dari guanosin trifosfat termetilasi
yang melekat ke gugus hidroksil – 5’ pada ribose di ujung – 5’ mRNA.
Gugus hidroksil – 2’ pada bagian ribose dari nukleotida mRNA pertama dan
kedua juga dapat mengalami metilasi.
b. tRNA (transfer RNA)
tRNA (transfer RNA) adalah RNA yang berperan membawa asam-asam
amino spesifik yang akan digabungkan dalam proses sintesis protein
(translasi). RNA pemindah atau transfer RNA (tRNA), yang strukturnya
mengalami modifikasi hingga berbentuk seperti daun semanggi. Seperti
halnya struktur ujung terminasi mRNA, struktur seperti daun semanggi ini
terjadi karena adanya urutan palindrom yang diselingi oleh beberapa basa
(Gambar 3). Pada salah satu kalanya, tRNA membawa tiga buah basa
yang komplemeter dengan triplet kodon pada mRNA. Ketiga basa ini
dinamakan antikodon. Sementara itu, pada ujung 3’-nya terdapat tempat
pengikatan asam amino tertentu. Pengikatan yang membentuk molekul
aminoasil-tRNA ini terjadi dengan bantuan enzim aminoasil-tRNA sintetase.
Dalam hal ini gugus hidroksil (OH) pada ujung 3’ tRNA terikat sangat kuat
dengan gugus karboksil (COOH) asam amino. Macam asam amino yang
dibawa ditentukan oleh urutan basa pada antikodon. Jadi, ada beberapa
macam aminoasil-tRNA sesuai dengan antikodon dan macam asam amino
yang dibawanya. tRNA memiliki panjang 74-94 nukleotida, tRNA dihasilkan
oleh prekusor di nukleus. tRNA befungsi sebagai adaptor untuk translasi
informasi dalam sekuens nukleotida mRNA menjadi asam-asam amino
spesifik. tRNA mempunyai 4 lengan utama yaitu lengan akseptor, lengan
D, lengan T C dan lengan ekstra membantu penentuan tRNA spesifik.
Selama sintesis protein, molekul tRNA membawa asam amino ke ribosom
dan memastikan bahwa asam amino tersebut bergabung dengan posisi
yang tepat pada rantai polipeptida yang sedang tumbuh. Oleh karena itu,
sel memiliki paling sedikit 20 molekul tRNA yang berbeda, satu untuk
masing – masing asam amino yang digunakan dalam sintesis protein.
Banyak asam amino memiliki lebih dari satu tRNA. Molekul tRNA
mengandung tidak saja nukleotida yang biasa dijumpai, tetapi juga turunan
dari nukleotida tersebut yang dihasilkan melalui modifikasi pasca
transkripsional.
c. rRNA ( ribosomal RNA)
rRNA ( ribosomal RNA) adalah RNA yang digunakan untuk menyusun
ribosom, yaitu suatu partikel di dalam sel yang digunakan sebagai tempat
tempat sintesis protein. Molekul rRNA diperlukan untuk perakitan ribosomal
dan tampaknya berperan kunci dalam pengikatan mRNA pada ribosom dan
translasinya. Ribosom adalah struktur subsel tempat berlangsungnya
sintesis protein. Pada prokariot dan di dalam sitoplasma serta mitokondria
sel eukariotik ditemukan jenis ribosom yang berbeda. Ribosom prokariotik
mempunyai tiga jenis molekul rRNA dengan koefisien sedimentasi 16, 23
dan 5S. Sementara pada eukariotik terdapat empat jenis molekul rRNA
dengan koefisien sedimentasi 18, 25, 5 dan 5.8S.
(sumber: Murray, Robert K. Dkk.2009.Biokimia Harper edisi
27.EGC.Jakarta; Susanto,A.H.2002.Bahan Ajar Genetika Dasar,Fakultas
Biologi UNSOED Purwokerto )
V. Mekanisme ekspresi gen SRY
Embrio awal dari laki-laki dan perempuan - melalui minggu
keenam dari pertumbuhan dan perkembangan manusia - memiliki genitalia
yang identik dan belum terdiferensiasi. Kejadiannya, kromosom Y
mengandung sebuah gen, testes-determining factor (TDF), yang
menginduksi diferensiasi testis, yang dimana pada sekresi hormonalnya,
meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan laki-laki. Kromosom ini
juga disebut sebagai gen SRY (Sex-determining Region of Y) yang
mengkode 80 residu dari motif ikatan DNA.
VI. Teknik Isolasi dan purifikasi dasi sel
Ada 4 tahap dalam proses isolasi DNA atau purifikasi DNA dari sel :
a) melisiskan sel dengan cell lysis solution
b) melisiskan inti sel dengan nuclei lysis solution kemudian menguraikan atau merusak molekul DNA dengan RNase solution
c) mempresipitasikan protein dengan protein precipitation solution
d) mengkonsentrasikan DNA genom yang diperoleh
(Sumber: buku penuntun praktikum modul biologi molekular FKUI)
VII. Teknik Identifikasi DNA
Ada beberapa teknik untuk identifikasi DNA yaitu :
1. PCR
Pada pemeriksaan dengan metode pemeriksaan DNA berbasis PCR
mula-mula dilakukan penggandaan DNA pada lokus DNA target dengan
metode PCR. Proses selanjutnya yang dapat dilakukan terhadap produk
PCR antara lain:
a. Pemeriksaan amp-FLP
Produk PCR dipotong dengan menggunakan enzin restriksi tertentu,
lalu hasilnya dielektroforesis untuk dilihat pola pitanya. Polimorfisme
yang diharapkan dari pemeriksaan ini adalah ada tidaknya daerah
tertentu yang dapat dipotong dengan enzim restriksi. Untuk pemeriksaan
ini biasanya dilakukan pemotongan dengan berbagai enzim restriksi.
b. Pemeriksaan VNTR
Prodk PCR langsung dielektroforesis untuk dilihat pola pitanya pada
gel agarose atau poliakrilamid. Pada metode ini yang tampak pada gel
hanya sepasang alel yang masing-masingnya berasal dari salah satu
orangtua. Adanya banyak kemungkinan alel yang berbeda panjangnya
membuat metode pemeriksaan ini cukup akurat, terutama jika dilakukan
pemeriksaan pada bebrapa lokus. Pemeriksaan yang paling mutakhir
dari metode ini adalah pemeriksaan Short Tandem Repeats (STR) yang
merupakan VNTR dengan jumlah basa inti yang sangat pendek sehingga
memungkinkan untuk dilakukan pada bahan sampel yang amat
teregradasi serta jumlah sampel yang amat minim. Kelebihan lain dari
pemeriksaan STR ini adalah memungkinkannya dilakukan multiplex PCR,
yaitu proses PCR yang dilakukan terhadap beberapa lokus sekaligus
sehingga mempercepat dan mempermudah pemeriksaan.
c. Pemeriksaan based Polymorphism
Pada polimorfisme yang bersifat base polymorphism, panjang alel
adalah sama, tetapi urutan basa dalam ale-alel tersebut yang berbeda.
Untuk polimorfisme seperti ini pemeriksaan DNA hanya dapat dilakukan
dengan salah satu dari tiga metode berikut:
1) Metode dot blot
Pada metode ini produk PCR diimobilisasi pada beberapa kertas
nilon, lalu terhadap masing-masingnya dilakukan hibridisasi
dengan basa komplemen dari alel-alel yang mungkin. Adanya
hibridisasi, DNA dapat ditampilkan secara enzimatik byang
ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi biru. Adanya
alel tertentu tampak berupa bulatan biru pada alel yang sesuai.
2) Metode reverse dot blot
Pada metode ini, berbagai alel mungkin diimobilisasi pada satu
kertas nilon. Produk PCR lalu dihibridisasikan di atas kertas nilon
tersebut. Dengan proses enzimatik yang sama, adanya hibridisasi
pada alel yang sesuai akan tampak berupa bulatan biru.
Dibandingkan dengan metode dot blot, metode reverse dot blot ini
lebih banyak dipakai karena lebih praktis.
3) Metode sekuensing
Pada metode ini, produk PCR dianalisis urutan basanya dengan
proses sekuensing untuk dapat ditentukan jenis alelnya. Pada
sekuensing ini elektroforesis DNA dilakukan dengan
menggunakan gel yang berbeda yaitu gel poliakrilamid.
(sumber: Yuwono, Triwibowo. 2005.Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta)
2. Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan molekul seluler
berdasarkan atas ukurannya dengan menggunakan medan listrik yang
dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan
dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik
yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika
molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, misalnya
gel agarosa, kemudian dialiri arus listrik dari satu kutub ke kutub yang
berlawanan muatannya maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub
negatif ke kutub positif.kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada
nisbah (rasio) muatan terhada massanya, serta tergantung pula pada bentuk
molekulnya.teknik elektroforesis dapat digunakan untuk analisis DNA, RNA,
maupun protein.
(sumber: Yuwono, Triwibowo. 2005.Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta)
3. RFLP
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length
Polymorphism (RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat
adanya variasi panjang fragmen DNA setelah dipotong-potong dengan
enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi mempunyai kemampuan
untuk memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu pada lokasi
pemotongan DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga akan
menghasilkan potongan-potongan DNA tertentu. Adanya mutasi tertentu
pada lokasi pemotongan dapat membuat DNA yang biasanya dapat
dipotong menjadi tak dapat dipotong sehingga membentuk fragmen DNA
yang lebih panjang. Variasi inilah yang mendasari dasar metode analisis
RFLP.
4. Blot Transfer
Teknik blotting. Pada prosedur Southern blot, molekul DNA
dipisahkan oleh elektroforesis, didenaturasi, dipindahkan ke kertas
nitroselulosa (dengan cara blotting), dan dihibridisasi dengan probe
cDNA. Pada prosedur Northern blot, dilakukan elektroforesis dan
pengolahan dengan cara yang sama terhadap RNA, kecuali tidak
digunakan basa karena basa menyebabkan hidrolisis RNA. Pada
Western blot, dilakukan elektroforesis terhadap protein dan digunakan
probe bersama antibody spesifik. Probe diberi label untuk melihat pita –
pita yang membentuk hibridisasi dengan probe tersebut. Teknik Northen
untuk mengetahui ukuran dan jumlah molekul RNA dan protein spesifik,
pada teknik northen pada RNA dilakukan elektroforesis sebelum blot
transfer. Hal ini memerlukan beberapa tahap yang berbeda dengan
tahapan yang dilakukan dengan pemindahan DNA, terutama untuk
memastikan bahwa RNA gen utuh, dan umumnya agak lebih sulit.
(sumber: Murray, Robert K. Dkk.2009.Biokimia Harper edisi
27.EGC.Jakarta)
Kesimpulan:
Mekanisme ekspresi gen di dalam sel meliputi proses transkipsi dan
translasi, salah satu peranannya adalah penentuan jenis kelamin sejak masa
embrional serta teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi DNA dan
ekspresinya adalah PCR, Elektroforesis, RFLP, dan Blot transfer.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Penuntun Praktikum Modul Biologi Molekular FKUI
Khanna Pragya. 2010. Essentials of Genetics. New Delhi: I. K. International
Murray, Robert K. Dkk.2009.Biokimia Harper edisi 27.EGC.Jakarta
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Dasar. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. EGC
Susanto,A.H.2002.Bahan Ajar Genetika Dasar,Fakultas Biologi UNSOED
Purwokerto
Yuwono, Triwibowo. 2005.Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta