Download - Lapkas Bronkopneumonia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
pada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Bronkopneumonia ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas untuk penilaian kegiatan
kepaniteraan klinik stase Pediatri tahun 2015. Dan juga untuk memperdalam pemahaman
tinjauan pustaka yang telah dipelajari sebelumnya.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan laporan kasus ini. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan laporan selanjutnya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing laporan kasus ini DR. dr. Effek
Alamsyah, SpA, MPH. yang telah membimbing dalam penyusunan laporan kasus. Terima
kasih juga pada semua pihak yang telah membantu dalam tahap pengumpulan referensi,
analisis materi dan penyusunan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi instansi
kepaniteraan klinik FKK UMJ dan RSIJ Cempaka Putih pada umumnya.
Jakarta, 27 Oktober 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernafasan yang terjadi pada
bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumoni lebih sering dijumpai pada anak
kecil dan bayi dan biasanya sering disebabkan oleh bakteri Streptokokus pneumoniae dan
Haemofilus influenzae yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi.
Berdasarkan data WHO, kejadian bronkopneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan
antara 10-20% pertahun.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
bronkopneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun. Insiden bronkopneumonia pada anak ≤ 5 tahun di negara maju adalah
2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.
Bronkopneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita
dinegara berkembang. (Price, 2005)
BAB II
1
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : An. Ny
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 5 tahun 1 bulan
Alamat : Cakung
No RM : 00-78-58-68
Tgl Masuk : 19 Oktober 2015
Ruang perawatan : Melati
No Kamar : 4
Dokter Anak : dr. Prastowo, Sp.A
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan orangtua pasien di bangsal
anak ruangan Melati kelas II, pada tanggal 19 Oktober 2015.
a. Keluhan Utama
Sesak sejak 2 hari SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang
± 5 hari SMRS
Ot Os mengeluh Os batuk pilek sejak 5 hari SMRS. Batuk berhadak berwarna
kekuningan. Demam sejak 2 hari SMRS, demam timbul secara perlahan dan naik
turun tak menentu. BAB cair sejak 1 hari SMRS, BAB berwarna kuning dan
berlendir dengan frekuensi kira-kira 3x dalam satu hari. Kejang (-), mual (-)
muntah (-).
± 2 hari SMRS
Ot Os mengatakan os sesak nafas. Sesak yang dirasakan pasien terus menerus, dan
memberat ketika berbaring, nafas menjadi cepat, saat bernafas terdengar suara
‘grok-grok’ seperti adanya cairan di dalam saluran nafas. Os menjadi sulit tidur
pada malam hari dan gelisah karena keluhan sesak yang dialaminya. Tidak terlihat
kebiruan di daerah bibir dan ujung ujung kuku. Saat ini os menjadi sulit untuk
makan karena sesak yang dialaminya. Muntah (-), BAB konsistensi cair (+),
2
berlendir (+), darah (-) dengan frekuensi kurang dari 3 kali dalam 1 hari. BAK
seperti biasanya dengan warna urin jernih, tidak pekat.
HMRS
Os sesak napas, terlihat gelisah, tidak demam (suhu axilla 36,7ºC), kejang (-).
Batuk berdahak (+), pilek (+), muntah (-), BAK normal
Os masuk melalui UGD kemudian dipindahkan ke ruang perawatan melati.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Os sering batuk pilek dan demam sebelumnya tapi tidak pernah sesak napas
d. Riwayat Penyakit keluarga
Di keluarga tidak sedang ada yang mengalami keluhan yang sama seperti os dan
riwayat penyakit atopik di keluarga tidak ada.
e. Riwayat pengobatan
Os belum berobat dan belum minum obat apapun untuk mengatasi keluhan yang
dirasakan saat ini.
f. Riwayat Alergi
Os Tidak mempunyai riwayat alergi sebelumnya. Tidak ada alergi obat, makanan,
cuaca maupun debu.
g. Riwayat Psikososial
Os tinggal dirumah bersama kedua orang tuanya. Os merupakan anak
pertama dan dirawat oleh ibunya tidak pernah dititipkan ke orang lain. Rumah OS
terletak di pinggir jalan raya, yang memungkinkan banyak debu dan polusi udara
yang masuk ke dalam rumah dan dihirup oleh OS. Sumber air bersih tersedia,
mempunyai jamban keluarga, untuk keseharian meminum menggunakan air galon.
h. Riwayat kehamilan
Orang Tua Os rutin memeriksakan kandungannya ke bidan.
• Perawatan antenatal: Ibu kontrol secara teratur ke bidan setiap bulan. Tidak ada
masalah selama kehamilan dan janin di dalam kandungan dinyatakan sehat.
3
• Penyakit selama kehamilan: Riwayat masalah dan penyakit selama masa
kehamilan tidak ada.
• Obat-obatan yang diminum: Ibu mendapatkan vitamin setiap kali melakukan
pemeriksaan kehamilan, dan rutin untuk meminum vitamin yang diberikan.
i. Riwayat persalinan
Penolong persalinan : bidan
Cara persalinan : normal
Masa gestasi : 38 minggu
Keadaan bayi
Berat lahir : 2800 gr
Panjang badan : 43 cm
Lingkar kepala : Ibu tidak tahu
Menurut Ibu, bayinya ketika lahir langsung menangis dan kulit bayi
berwarna merah merata. Tidak ada cacat.
j. Riwayat Nutrisi
Os minum ASI sampai usia 4 bulan, selanjutkan diberikan susu formula karena ASI
ibu sudah tidak keluar. Usia 6 bulan os diberikan makanan pendamping berupa nasi
tim, bubur atau biskuit yang dilumatkan.
KESAN : Os tidak mendapatkan asi eksklusif
k. Riwayat perkembangan
Tengkurap : usia tidak diketahui
Duduk : usia 9 bulan
Berdiri sendiri : usia 1 tahun
Bicara mama papa : usia 10 bulan
Motorik kasar : Berdiri dengan satu kaki
Motorik halus : Mengerti kata-kata
Bahasa : Menghitung kubus
Interaksi social : Mengambil makanan sendiri
KESAN : perkembangan sesuai usia
4
l. Riwayat Imunisasi
Hepatitis B : 2x saat usia lahir, 1 bulan
BCG : 1x saat usia 2 bulan
Polio : 3x saat usia lahir, 2, 4 bulan
DPT : 2x saat usia 2, 4 bulan
Campak : 1x saat usia 9 bulan
Kesan : imunisasi wajib lengkap.
C. Pemeriksaan fisis
Status Generalisata pada tanggal 19 Oktober 2015
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda Vital :
Nadi : 112 kali/menit (takikardi)
Laju Pernapasan : 42 kali/menit (takipneu)
Suhu Tubuh : 36,8⁰C
Antropometri:
BB : 11 kg
PB : 86 cm
Lingkar Kepala : 48 cm
LILA : 18 cm
5
Status Gizi
• BB/U = 11/18 x 100% = 68% (gizi kurang)
• TB/U = 86/108 x 100% = 80% (tinggi kurang)
• BB/TB= 11/12 x 100% = 91% (gizi cukup/baik)
• Kesan : Gizi cukup (baik)
Kepala :
Bentuk dan ukuran : Normocephal, Ubun-ubun tidak cekung, Tidak terdapat
tanda peradangan.
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Mata tidak cekung, Konjungtiva Anemis (-/-) ,Sklera
Ikterik (-/-), Refleks Cahaya (+/+), Edema palpebra (-/-)
Hidung : Normonasi, Nafas cuping hidung (+/+) Epitaksis (-/-),
Bekas trauma (-/-), Sekret (+/+)
Mulut : Sianosis (-), Mukosa bibir tidak kering
Lidah : Tidak kotor
Tenggorokan : Tonsil T1/T1 tidak hiperemis.
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Thorax :
Jantung
Inspeksi: : iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : iktus kordis kuat angkat teraba.
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung murni I dan II, tidak ditemukan gallop atau
murmur.
Paru-paru
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, bantuan otot nafas (+)
Palpasi : vokal fremitus kanan dan kiri normal.
Perkusi : sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi : vesikuler (-/-), Ronkhi +/+ (basah halus), wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada benjolan.
Auskultasi : Bising usus (+) normal
6
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani dikeempat kuadran abdomen.
Ekstremitas superior
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)
Ekstremitas inferior
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)
STATUS NEUROLOGIS
GCS : E4 M6 V5 (15)
R. Meningens : Kaku Kuduk (-)
Lasegue & Kernig (-)
Brd I, II (-)
R. Fisiologis : -
R. Patologis : Babinski (-/-)
Chaddok (-/-)
D. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 19 Oktober 2015
TANGGAL JAM PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
NORMAL
19/10/15 19.50 Hb 11,5 g/dL 10,8-12,8
Jumlah Leukosit 9,02 103/mL 6,00-17,00
Eosinofil 0 (L) % 2-4
Limfosit 56 (H) % 25-50
Monosit 8 (H) % 1-6
LED 22 (H) Mm 0-20
Jumlah trombosit 333 103/mL 229-553
Eritrosit 4,16 106/mL 3,60-5,2
7
MCV/VER 80 Fl 73-101
MCH/HER 28 Pg 23-31
MCHC/KHER 35 g/dL 26-34
E. Resume
An. Perempuan, usia 4 tahun 1 bulan dengan keluhan sesak sejak 2 hari SMRS,
sesak terasa memberat tapi tidak terlihat kebiruan, tidak bisa tidur dan gelisah. Sebelumnya
ada keluhan batuk pilek sejak 5 hari SMRS, batuk berdahak berwarna kekuningan. Demam
naik turun sejak 2 hari SMRS dan BAB cair dengan frekuensi 3x dalam 1 hari, BAK jernih
tidak keruh.
Pada pemeriksaan fisik: Suhu 36,7°C, RR: 42x/ menit, HR 112x/menit. Cuping hidung
(+/+), sekret pada hidung (+/+),Otot bantu nafas (+), Ronki (+/+).
Pada pemeriksaan laboratorium : penurunan eosinofil, peningkatan limfosit, monosit dan
LED.
F. Assesment :
Febris H3
Dispneu
ISPA
G. Rencana Pemeriksaan penunjang :
- Foto rontgen PA
H. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Bronkopneumonia
Diagnosis Gizi : Gizi baik
Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
Diagnosis Tum-Bang : sesuai usia
8
I. Penatalaksanaan
Medikamentosa:
IVFD RL maintenence:
Kebutuhan cairan :10x100= (1000+(1x50))= 1050 cc
Perhitungan TPM : 1050 x 20/24 x 60 = 14 tpm (makro)
• Antibiotik Ceftriaxon
Dosis terapi : 50-100mg/kgBB/hari
50 x 11 = 550 mg
100 x 11 = 1100 mg
Range Dose : 550 – 1100mg/ hari
Injeksi : 1 x 1000mg/ 1x 1gr
• Antipiretik Paracetamol
Dosis terapi : 10-15mg/KgBB/kali (waktu paruh 8 jam)
10 x 11 = 110 mg
15 x 11 = 165 mg
Range Dose :110 – 165 mg/ kali (3x sehari)
Syr : 3 x 1 sendok obat (mengandung 125 mg)
• Mucolitic Ambroksol
Dosis terapi : 0,5mg/KgBB/x (waktu paruh 8 jam)
0,5x11 = 5,5 mg
Syrup (15mg/5cc) = 3 x1/2 sendok obat
• Steroid (Dexamethasone)
Dosis terapi : IV 3 x 2mg
Inhalasi Nebulizer: : combivent (1 amp) + Nacl 2cc
9
FOLLOW UP PASIEN SELAMA DI RAWAT
Follow up Tanggal 14 Agustus 2014
FOLLOW UP
10
20-10-2015 (06.00)S : Sesak nafas (+) , Demam (-), kejang (-), batuk (+) pilek (+)O: KU: sakit sedang, Kes: somnolen
TTV Suhu : 36,7 oC
Nadi : 100x/menit
RR : 36 x/menit
Kepala : UUB tidak cekung, LK : 48 cm Nafas cuping hidung (+)
Bibir sianosis (-)Thorax : Paru : simetris, retraksi -/-, ronki+/+, wheezing -/-Cor : dbn Abdomen : dbnEkstrimitas sup & inf : Sianosis (-), edema (-)Lab : Hb (11,5g/dL), LED (22 mm) meningkat.A : Bronkopneumonia delay development ISPAP : Periksa AGD Rontgen thoraks
21-10-2015 (06.00)S : Sesak nafas (+) , Demam (-), kejang (-), batuk (+) pilek (+)O: KU: sakit sedang, Kes: somnolen
TTV Suhu : 37 oC
Nadi : 92x/menit
RR : 28 x/menit
Kepala : UUB tidak cekung, LK : 48 cm Nafas cuping hidung (-)
Bibir sianosis (-)Thorax : Paru : simetris, retraksi -/-, ronki+/+, wheezing -/-Cor : dbn Abdomen : dbnEkstrimitas sup & inf : Sianosis (-), edema (-)Rontgent thorax : gambaran infiltrat perihiller kanan-kiri dan infiltrat paracardial kanan-kiri. A : Bronkopneumonia delay development ISPAP : Periksa AGD
11
22-10-2015 (06.00)S : Sesak nafas berkurang , Demam (-), kejang (-), batuk (+) pilek (+)O: KU: sakit sedang, Kes:composmentis
TTV Suhu : 36,6 oC
Nadi : 90x/menit
RR : 24 x/menit
Kepala : UUB tidak cekung, LK : 48 cm Nafas cuping hidung (-)
Bibir sianosis (-)Thorax : Paru : simetris, retraksi -/-, ronki+/+, wheezing -/-Cor : dbn Abdomen : dbnEkstrimitas sup & inf : Sianosis (-), edema (-)Rontgent thorax : gambaran infiltrat perihiller kanan-kiri dan infiltrat paracardial kanan-kiri. A : Bronkopneumonia delay development ISPAP : lanjutkan terapi
23-10-2015 (06.00)S : Sesak nafas (-), Demam (-), kejang (-), batuk (+) pilek (+)O: KU: sakit sedang, Kes:composmentis
TTV Suhu : 36,7 oC
Nadi : 88x/menit
RR : 22 x/menit
Kepala : UUB tidak cekung, LK : 48 cm Nafas cuping hidung (-)
Bibir sianosis (-)Thorax : Paru : simetris, retraksi -/-, ronki+/+, wheezing -/-Cor : dbn Abdomen : dbnEkstrimitas sup & inf : Sianosis (-), edema (-)Rontgent thorax : gambaran infiltrat perihiller kanan-kiri dan infiltrat paracardial kanan-kiri. A : Bronkopneumonia delay development ISPAP : lanjutkan terapi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKOPNEUMONIA
A. DEFINISI
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah
dari parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pada pemeriksaan histologis terdapat reaksi
inflamasi dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab
dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. (Suzanne G. Bare, 2003)
B. EPIDEMIOLOGI
Bronkopneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Bronkopneumonia merupakan salah satu penyebab
utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita).
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta
anak balita, meninggal setiap tahun akibat bronkopneumonia, sebagian besar terjadi di
Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6%
kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem
repiratori, terutama bronkopneumonia.
Menurut WHO, 95% pneumonia pada anak-anak di dunia terdapat di negara-negara
berkembang. Infeksi saluran napas bawah menjadi kedua teratas penyebab kematian
pada anak-anak di bawah 5 tahun (sekitar 2,1 juta [19,6%]).
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
bronkopneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut
adalah: bronkopneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah
(BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi,
defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan
tingginya pajanan terhadap polusi udara. (Lakshmi, 2008)
12
C. ETIOLOGI
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan
dan kekhasna bronkopneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran
klinis dan strategi pengobatan. Spectrum mikrooranisme penyebab pada neonatus
dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar . Etiologi pada neonatus dan
bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri gram negative E.colli,
pseudomonas sp, atau klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak nalita,
bronkopneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza tipe B dan Staphylococcus aureus.
Tabel 1. Etiologi pada anak sesuai dengan kelompok usia dinegara maju
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari
Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3
bulan
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza Virus
Respiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo
4 bulan – 5
tahun
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
13
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza
Virus Parainfluenza 1, 2, 3
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
5 tahun –
remaja
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster
Sumber : Opstapchuk M, Roberts DM, Haddy R. Community-acquired Pneumonia in
infants and children. Am Fam Physician 2004;70 : 899-90.
D. PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri
di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai
cara, antara lain :
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen
14
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi
yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja
sebagai antimikroba yang non spesifik. (IKA FK Unpad, 2010)
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu (Fredrick, 2006) :
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
15
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
16
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
17
Gambar. 1 Patomekanisme Bronkopneumoni
Gambar. 2 Algoritma Patomekanisme Bronkopneumonia
18
E. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar gambaran klinis bronkopneumonia pada anak berkisar antara
ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang
berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan
perawatan di RS.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis bronkopneumonia pada
anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,
gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya
penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering,
dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor
penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu
dipertimbangkan dalam tatalaksananya.
Gambaran klinis pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut (Poesponegoro, 2009) :
A. Gejala infeksi umum:
Demam
Sakit kepala
Gelisah
Malaise
Penurunan napsu makan
Keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare
Kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
B. Gejala gangguan respiratori :
Batuk
Sesak napas
Retraksi dada
Takipnea
Napas cuping hidung
Air hunger
Merintih
Sianosis
19
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perfusi, suara
napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda
bronkopneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan
auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Perifer Lengkap
Pada penyebab virus dan juga pada mikroplasma umumnya ditemukan
leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada penyebab
bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan
predominan PMN. Leukopenia (< 5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk.
Leukositosis hebat (> 30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi
bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan resiko terjadinya
komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang-kadang
ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN
berkisar antara 300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih
rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju
endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri
secara pasti.
Pemeriksaan Radiologi
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien
bayi. Pada bronkopneumonia gambaran radiologi mempunyai bentuk difus bilateral
dengan corak infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru .
20
Gambar 4 : Foto toraks PA pada bronkopneumonia.
C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama
interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP
digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non
infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-kadang digunakan
untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
Uji Serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
Pemeriksaan Mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan
mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi
trakhea, fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik
dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab
spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.
21
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Infeksi perinatal/kongenital (pada neonatus)
2. Hyalin membrane disease/HMD (pada neonatus)
3. Aspirasi pneumonia
4. Edema paru
5. Atelektasis
6. Perdarahan paru
7. Kelainan kongenital parenkim paru
8. Tuberkulosis
9. Gagal jantung kongestif
10. Neoplasma
11. Reaksi hipersensitivitas (pneumonitis)
H. PENATALAKSANAAN
Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya
toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil
dengan kemungkinan klinis bronkopneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana
rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan
suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen,
koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk
nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.. Penyakit penyerta harus
ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan
diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena
tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih
berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan
pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan
klinis pasien serta faktor epidemiologi. (Garna, 2010)
22
1. Pneumococcus
a. Penatalaksanaan
Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan
pneumococcus sangat peka terhadap obat tersebut. Pada bayi dan anak-anak,
pengobatan awal dimulai dengan pemberian penisilin G dengan dosis 50.000
unit/kgBB/hari secara intramuskular tanpa penyulit. Terapi ini dilanjutkan
sampai 10 hari atau paling tidak sampai 2 hari setelah suhu badan pasien
normal. Bila didapatkan penderita alergi penisilin maka diberikan sefalosporin
dengan dosis 50 mg/kgBB/hari.
Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin untuk
mengatasi demam tinggi, merupakan tambahan utama untuk pengobatan
penyakit ini. Pemberian oksigen segera untuk penderita kesukaran bernafas
sebelum menjadi sianosis.
b. Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara dini
pada perjalanan penyakit tersebut, maka mortalitas bronkopneumonia akibat
bakteri pneumococcus selama masa bayi dan masa kanak-kanak sekarang
menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya morbiditas yang berlangsung lama
juga menjadi rendah.
2. Staphylococcus aureus
a. Penatalaksanaan
Penisilin G dengan dosis 25.000-50.000 unit/kgBB/6 jam secara
intravena. Cefuroxime diberikan sebagai obat tunggal efektif untuk
bronkopneumonia dengan dosis 75 mg/kgBB/hari.
Selain itu bisa pula dilakukan drainase pus yang terkumpul, pemberian
oksigen disertai posisi penderita setengah miring untuk mengurangi sianosis
dan kecemasan. Bila paru sudah mulai mengembang, maka pipa-pipa drainase
bisa dilepaskan. Hal ini dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh berada di
dalam rongga toraks lebih dari 5-7 hari.
b. Prognosis
Angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan
penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10-30% dan
23
bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur
penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit yang menyertai.
3. Streptococcus hemolyticus
a. Penatalaksanaan
Obat pilihan yang diberikan adalah penisilin G dengan dosis 100.000
unit/kgBB/hari. Awal pemberiannya secara parenteral, kemudian
disempurnakan dengan pemberian oral selama 2-3 minggu setelah terlihat
adanya kemajuan klinis. Cefuroxime bisa diberikan sebelum kultur bakteri
dilakukan dengan dosis 75 mg/kgBB/hari, ini merupakan terapi yang efektif
dan sebaiknya dilanjutkan selama 10 hari.
Bila pada penderita sudah terjadi empiema, maka harus dilakukan
torasentesis untuk tujuan penegakan diagnosa dan mengeluarkan cairan supaya
paru-paru dapat kembali mengembang secara optimal.
b. Prognosis
Angka mortalitas dan morbiditas menurun setelah pengobatan dengan
antibiotika yang sesuai segera diberikan. Selebihnya penyebaran penyakit
selanjutnya jarang terjadi.
4. Haemophilus influenzae
a. Penatalaksanaan
Obat antibiotika pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis 100
mg/kgBB/hari. Pemberian kloramfenikol ini dikatakan efektif karena obat
sangat aktif mengatasi hasil produksi bakteri ini yaitu berupa beta laktamase
dan tidak menimbulkan efek pada cairan serebrospinal serta memberikan efek
bakterisidal yang lebih bagus dibanding dengan ampicillin.
b. Prognosis
Bila respon awal terhadap pengobatan baik maka diharapkan bakteri
penyebab akan melemah dan tidak mampu lagi menyebar terlalu jauh. Namun
apabila terdapat penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema maka hal
tersebut akan memperburuk prognosisnya.
24
5. Klebsiella pneumoniae
Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga sangat
dianjurkan karena obat ini terbukti efektif dalam melawan bakteri ini. Terapi yang
diperpanjang diindikasikan untuk penyebaran infeksi pada kavitas paru.
Bila sudah terdapat empiema, drainase perlu dilakukan untuk fungsi
pengembangan parunya.
F. PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
G. PENCEGAHAN
• Menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini
• Pola hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, istirahat
yang cukup
• Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi
antara lain: Vaksinasi Pneumokokus, Vaksinasi H. influenza, Vaksinasi Varisela
yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah, Vaksin influenza yang
diberikan pada anak sebelum sakit.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Fredric D. Burg, MD. Et all. Pneumonia. in: Current Pediatric Therapy. 18th ed.
Saunders. Elsevier. Philadelphia. 2006.
2. Poesponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia: Jakarta. 2009.
3. Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta. 2002.
4. Garna H dan Heda M.2005. Pneumonia Dalam Pedoman Diagnosis Dan Terapi 3rd
Ed : Bagian IKA FK UNPAD Bandung.th ; 2010.Hal; 403 – 8
5. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2000.
6. Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4, Penerbit
EGC, Jakarta, hal:
7. Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi
12, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628.
8. Saharso, Darto. Hidayati, Siti Nurul. Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat.
9. Soetomenggolo, Taslim S. Ismael, Sofyan. Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak.
Cetakan ke-2. Jakarta. Ikatan Dokter Indonesia. 2000
10. Poerwadi, Troboes. 1992. Encephalitis. Surabaya, Aksona VI: 3-19.
11. Mardjono, Mahar, Prof, dr. 2004. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakya.
12. IDAI. Standar pelayanan medis kesehatan anak.edisi 1.2004
13. Prober, Charles G. Meningoensefalitis. Nelson, Waldo E. Dalam: Nelson Ilmu
Kesehatan Anak ed. 15 vol 2. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC. 1996
26