IMPLEMENTASI HOLDING COMPANY PADA PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA III MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara
Oleh:
IVO ERISKA GINTING
120200373
Departemen Hukum Perdata
Program Kekhususan Perdata BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik yang berjudul
Implementasi Holding Company Pada PT.Perkebunan Nusantara III Medan.
Penulisan Skripsi ini ditunjukan untuk memberikan informasi kepada para
pembaca mengenai penerapan Holding Company di perusahaan perusahaan yang
berstatus BUMN Khususnya PT. Perkebunan Nusantara III Medan, juga dalam
rangka memenuhi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di
Universitas Sumatera Utara.
Pada penyajiannya, penulis menyadari terdapat berbagai kekurangan dan
kesalahan, yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan ilmiah yang dimiliki
oleh penulis, oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk kesempurnaan dari karya ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis berterima kasih kepada semua
pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dalam
menyelesaikan Skripsi ini. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Papa dan Mama yang sangat
berjasa dan berperan luar biasa serta menjadi penyemangat terpenting dalam
kehidupan penulis sehingga penulis dapat tumbuh sampai pada saat ini dan
mampu menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
Universitas Sumatera Utara
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring., SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen
Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga Dosen
Pembimbing I yang banyak membantu memberikan saran, masukan serta
arahan dalam penyelesaian Skripsi ini.
4. Bapak M. Husni, SH., M.Hum selaku Pembimbing II, yang telah banyak
memberikan saran, masukan, arahan yang berkaitan dalam penyelesain
penulisan Skripsi ini.
5. Seluruh Guru Besar Universitas Sumatera Utara dan seluruh Staff Pengajar
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya
dan mendidik penulis dalam proses perkuliahan.
6. Pegawai Fakultas Hukum departemen Hukum Perdata Program Kekhususan
Perdata Fakultas Hukum USU yang telah membantu dan memberi
kemudahan administrasi kepada penulis selama mengikuti Perkuliahan.
Medan, Oktober 2019
Penulis
Ivo Eriska Ginting
120200373
Universitas Sumatera Utara
IMPLEMENTASI HOLDING COMPANY PADA PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA III MEDAN
ABSTRAK
Holding company adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki
saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/ atau mengatur satu atau lebih
perusahaan lain tersebut. Biasanya, suatu perusahaan holding memiliki banyak
perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang bisnis yang berbeda-beda.
Melalui holding company dianggap lebih memberikan manfaat ekonomi
dibandingkan dengan perusahaan tunggal. Holding company yang bertujuan untuk
mengoptimalkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, termasuk anak
perusahaan dan juga afiliasi-afiliasinya tidak serta merta mengartikan bahwa
pembentukan holding company tidak akan terjadi masalah di dalamnya
Adapun rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimana pengaturan hukum
holding company dalam perseroan terbatas sebagai badan usaha miliki negara,
bagaimana pembentukan holding company dalam perseroan terbatas di indonesia,
bagaimana implementasi holding company pada PT. Perkebunan Nusantara III di
Medan. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif yang
menggunakan data sekunder yang didukung dengan wawancara.
Pada dasarnya belum ada ketentuan hukum tentang holding company di
Indonesia, namun untuk dapat mencari dasar hukumnya dapat ditemukan
dibeberapa peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak serta Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 ada
beberapa pasal yang membahas mengenai holding company. Holding company
dalam perseroan terbatas di Indonesia dapat terbentuk melalui pendirian suatu
perseroan oleh perseroan lain, melalui pembentukan perusahaan grup
pengambilalihan, berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 11 Undang-undang No.
40 Tahun 2007, serta Pembentukan perusahaan grup melalui pemisahan. Bentuk
holding company yang dijalankan oleh PTPN III Medan adalah operating holding
company. Holding company di PTPN III Medan terbentuk melalui adanya
prosedur terprogram, Holding company pada PT. Perkebunan Nusantara juga
dilakukan melalui pengambilalihan.
Kata Kunci: Holding Company, Perusahaan, PT.Perkebunan Nusantara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... ......... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian............................................................................................ 9
D. Manfaat Penelitian....................................................................................... 10
E. Keaslian Penelitian ...................................................................................... 10
F. Metode Penelitian ......................................................................................... 13
1. Jenis Penelitian ....................................................................................... 13
2. Sifat Penelitian ......................................................................................... 14
3. Sumber Data ............................................................................................ 14
4. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 16
5. Analisis Data .......................................................................................... 16
G. Sistematika Penulisan ................................................................................... 16
BAB II PENGATURAN HUKUM HOLDING COMPANY DALAM
PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN USAHA MILIK
NEGARA
A. Pengaturan Hukum Badan Usaha Milik Negara ...................................... 19
1. Pengertian dan Pengaturan Hukum Badan Usaha Milik Negara ......... 19
2. Tujuan dan Bentuk Badan Usaha Milik Negara .................................. 24
Universitas Sumatera Utara
3. Restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara ........................................... 27
B. Pengaturan Hukum Perseroan Terbatas Menurut Hukum di Indonesia ...... 33
C. Pengaturan Holding Company di Indonesia ................................................ 48
1. Pengertian dan Jenis-Jenis Holding Company ........................................ 48
2. Tujuan dan Manfaat Holding Company .................................................. 52
3. Pengaturan Hukum Holding Company di Indonesia.............................56
BAB III PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY DALAM PERSEROAN
TERBATAS DI INDONESIA
A. Pembentukan Holding Company di Indonesia ............................................59
B. Pembentukan Holding Company Berdasarkan Undang-Undang Perseroan
Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 .................................................................. 63
C. Hubungan Hukum Antara Holding Company Dengan Anak Perusahaan ... 66
D. Penggunaan Teori Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company
Dalam Kaitannya Dengan Anak Perusahaan di Indonesia .......................... 73
BAB IV IMPLEMENTASI HOLDING COMPANY PADA PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA III MEDAN
A. Sejarah Pendirian PT. Perkebunan Nusantara III Medan ...................... .....81
B. Tujuan dan Kegiatan Usaha pada PT. Perkebunan Nusantara III ...............84
C. Fungsi Pengawasan PT. Perkebunan Nusantara III Medan .........................86
D. Implementasi Holding Company Pada PT. Perkebunan Nusantara III
Medan ..........................................................................................................87
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................. 93
B. Saran ............................................................................................................ 95
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 96
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang terus melakukan pembangunan.
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang terus menuju ke arah
perbaikan disegala bidang kehidupan masyarakat yang bersandar pada
seperangkat nilai-nilai yang dianutnya, yang menuntut para pengusaha untuk
mencapai keadaan dan tingkat kehidupan yang didambakan.1
Pembangunan hendaknya diarahkan ke pengembangan potensi, inisiatif,
daya kreasi dan kepribadian setiap warga negara masyarakat. Proses
pembangunan ini pada hakekatnya merupakan proses transformasi sosial, untuk
itu perlu dipelihara “perimbangan segitiga” antara perubahan, ketertiban dan
keadilan, dengan cara tertentu yang akan memperkukuh kebebasan manusia dalam
masyarakat.2
Tingkat kemakmuran suatu negara dapat diukur dalam bidang
perekonomiannya, sebab manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi ini merupakan kegiatan
yang melibatkan lebih dari satu individu maupun satu organ maka dari itu
pembentuk berjalannya kegiatan ekonomi adalah organ yang dapat berupa
individu maupun korporasi dalam jumlah lebih dari satu yang saling
1Luqman Rahmadi, Analisis Pengesahan Pendirian Perseroan Terbatas Sebagai
Badan Hukum Melalui Sistim Administrasi Badan Hukum (SABH), Tesis, Magister Kenotariatan,
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2009, hlm. 2 2 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
2
membutuhkan dan saling melengkapi dalam proses kegiatan ekonomi. Para pelaku
ekonomi saling berinteraksi hingga terjadinya transaksi ekonomi.3
Pelaksanaan pembangunan ekonomi juga bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan nasional, juga ditujukan untuk mempercepat pertumbuhan kesempatan
kerja dan pengurangan angka pengangguran. Atas dasar hal tersebut, seluruh
potensi dalam negeri dan kemampuan modal yang dimiliki haruslah dimanfaatkan
sedemikian rupa secara maksimal dengan disertai langkah-langkah bijaksana dari
pemerintahan agar pembangunan dapat berjalan dengan lancar.
Salah satu unsur yang mempunyai peranan penting dalam upaya
mengarahkan pembentukan kegiatan pembangunan adalah melalui kesempatan
usaha yang berbentuk badan usaha. Di Indonesia, ada beberapa bentuk badan
usaha yang dikenal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satunya adalah Perseroan Terbatas.
Perseroan Terbatas atau disingkat menjadi PT di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), Pasal 1 ayat (1) menyebutkan:
“Perseroan Terbatas atau yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini.”
Perseroan tentu memiliki peran yang sangat penting di Indonesia, yaitu
sebagai pendukung pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan
berdasarkan demokrasi ekonomi yang bertujuan menjaga keseimbangan,
3Sri Rejeki Hartono, Pengembangan Berbagai Bentuk Korporasi Sebagai Pelaku
Ekonomi di Indonesia, Paper Presented at Makalah Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum
Nasional VIII, Denpasar, 14-18 Juli 2003, hlm. 5
Universitas Sumatera Utara
3
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Peningkatan pembangunan nasional dan perkembangan kegiatan
ekonomi menyebabkan berkembangnya dunia usaha dan perusahaan. Semakin
banyak usaha yang dibangun menjadi sebuah perusahaan, maka perekonomian
negara semakin maju.4
Suatu perusahaan dapat berbentuk perusahaan Badan Usaha Milik Swasta
maupun Badan Usaha Milik Negara atau BUMN. Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara diartikan sebagai:
“Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN,
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki
oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan.”
BUMN dalam perkembangannya mengalami perubahan-perubahan antara
lain adalah adanya BUMN yang berbentuk Perusahaan Umum (PERUM) maupun
Perusahaan Perseroan (PERSERO). Perum adalah BUMN yang bertujuan untuk
kemanfaatan umun berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi
dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolahan perusahaan.
Sedangkan yang dimaksud dengan Persero adalah BUMN yang berbentuk
Perseroan Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh negara sedikitnya 51% (lima
puluh satu persen) tujuan utamanya mengejar keuntungan.
4Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2010, hlm.13
Universitas Sumatera Utara
4
Perusahaan atau persero sebagai Badan Usaha Milik Negara pada saat ini,
bentuk-bentuknya semakin beragam. Salah satu yang tengah marak adalah
perusahaan yang berbentuk sebagai perusahaan group. Perusahaan group ini
dikenal juga dengan istilah holding company. Perusahaan group ini terdiri dari
induk perusahaan dan anak perusahaan. Kemunculan perusahaan group ini
ditandai oleh perubahan struktur organisasi perusahaan tunggal dengan model
bisnis yang sederhana menjadi perusahaan group dengan model bisnis yang lebih
kompleks.5
Perusahaan holding company, biasanya terbentuk, karena adanya proses
konglomerasi, yang dalam istilah ekonomi berarti proses pemusatan beberapa
perusahaan anak untuk kemudian bergabung dalam perusahaan induk. Dengan
adanya perkembangan grup-grup usaha konglomerat di Indonesia sejak dasawarsa
tujuh puluhan, maka pengendalian usaha lewat holding company sudah
merupakan suatu trend dan kebutuhan bisnis yang tidak dapat dan tidak perlu
dihindari.6
Holding company ini berasal dari terminology hukum Amerika. Ada
banyak batasan yang diberikan oleh para sarjana tentang istilah ini. M. Manullang,
misalnya mengartikan holding company adalah suatu badan usaha yang berbentuk
corporation yang memiliki sebagian dari saham-saham beberapa badan usaha.7
5Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia,
Jakarta: Erlangga, 2010, hlm. 31 6Jhon F. Sipayung, dkk, Tinjauan Yuridis Holdingisasi BUMN Dalam Rangka
Peningkatan Kinerja Menurut Perspektif Hukum Perusahaan, Transparency, Jurnal Hukum
Ekonomi, Nomor 1, Volume 1, 2013, hlm.1 7Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
5
Holding company sering juga disebut dengan holding company, parent
company, atau controlling company. Pada intinya, holding company adalah suatu
perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih
perusahaan lain dan/ atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut.
Biasanya, suatu perusahaan holding memiliki banyak perusahaan yang bergerak
dalam bidang-bidang bisnis yang berbeda-beda.8 Melalui holding company
dianggap lebih memberikan manfaat ekonomi dibandingkan dengan perusahaan
tunggal.9
Pembentukan atau pertumbuhan perusahaan grup (Holding Company) ini
tidak dapat dilepaskan dari realitas bisnis yang terjadi, ketika pengelolahan usaha
Melalui pengelompokan BUMN kedalam Holding dimungkinkan terjadinya
peningkatan penciptaan nilai pasar perusahaan (market value creation) yakni
usaha untuk melipat gandakan nilai perusahaan yang ada saat ini. Disamping itu
melalui Holding diharapkan pula akan dapat meningkatkan keunggulan kompetitif
karena akan memberikan fokus dan skala usaha yang lebih ekonomis, maupun
penggunaan asset dan sumber dana oleh perusahaan dimana dalam penggunaan
asset atau dana tersebut perusahaan harus mengeluarkan biaya tetap atau beban
tetap (corporate leverage) sehingga dapat menciptakan sinergi yang optimal.
Beberapa BUMN yang sudah berbentuk Holding adalah seperti BUMN semen,
BUMN pupuk, dan BUMN perkebunan. Kementerian BUMN akan
merealisasikan pembentukan induk usaha (Holding) pada beberapa sektor sebagai
8 Ibid.,
9 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Jakarta: Citra
Aditya Bakti, 2002, hlm.84
Universitas Sumatera Utara
6
bagian dari peta jalan BUMN tahun 2015-2019. Sektor holding tersebut yaitu
logistik dan perdagangan, farmasi, perkapalan, konstruksi dan infrastruktur,
tambang dan pertanahan.10
UUPT pada dasarnya dapat dijadikan rujukan yuridis tentang pembentukan
holding company, yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) yang dalam ketentuannya
memberikan hak konstitusional bagi orang perseorangan ataupun badan hukum
untuk mendirikan sebuah perusahaan baru dengan syarat didirikan oleh dua orang.
Perseroan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas menganut prinsip kemandirian, artinya direksi dalam suatu
perseroan melaksanakan usaha tidak dapat dipengaruhi atau diintervasi pihak luar
selain karena stakeholdersnya11
, dan pemegang saham hanyalah memberikan
modalnya kepada perseroan berdasarkan Prinsip Kepercayaan (Fiduciary Duty)
untuk dikelola direksi berdasarkan prinsip Bussiness The Judgement Rule12
.
Perusahaan group (Holding Company) terkadang tidak ada pemisahan yang jelas,
bagaimana perbedaan dan pemisahaan mengenai asset, pertanggungjawaban dan
eksistensi ekonomi antara perusahaan induk dengan perusahaan anak. Holding
company sendiri dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
10
Nur Aini, “Daftar perusahaan yang akan masuk Holding BUMN”,
http://www.republik.co.id/berita/ekonomi/makro/16/01/14/o0xr5q382-daftar-perusahaan-yang-
akan-masuk-holding-bumn, diakses 06 Oktober 2019 11
Stakeholders adalah pemegang kepenting atau dengan kata lain, stakeholder adalah
setiap kelompok yang berada didalam maupun diluar perusahaan yang mempunya peran dalam
menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Helpris Estaswara, Stakeholder Relation, Jakarta:
Universitas Pancasila, 2010, hlm.2 12
Bussiness Judgement Rule adalah salah satu dari beberapa doktrin dalam hukum
perusahaan, yaitu bahwa dikreksi perseroan tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul
dari suatau tindakan pengambilan putusan, apabila tindakan tersebut didasarkan pada itikad baik
dan hati-hati. Dikutip dari Prasetio, Dilema BUMN, Benturan Penerapan Business Judgement Rule
(BJR) dalam Keputusan Bisnis Direksi BUMN, Cetakan ke-1, Jakarta: Rayyana Komunikasindo,
2014, hlm. 143
Universitas Sumatera Utara
7
Terbatas tidak dijelaskan secara jelas seperti apa konsep holding company yang
dikehendaki.13
Holding company yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja
perusahaan secara keseluruhan, termasuk anak perusahaan dan juga afiliasi-
afiliasinya tidak serta merta mengartikan bahwa pembentukan holding company
tidak akan terjadi masalah di dalamnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh
Bismar Bhaktiar selaku direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan
Pertambangan (PUSHEP) bahwa adanya pembentukan holding company di
perusahaan tambang membuat suatu masalah sebab pembentukan holding
company di tambang tidak melalui kajian yang mendalam dari pemerintah.
Pembentukan holding tersebut terlalu buru-buru yang akhirnya mengakibatkan
menurunnya nilai aset pertambangan.14
Prakteknya, Holding company yang merupakan perusahaan induk jarang
sekali untuk bisa ditembus pertanggungjawabannya, karena dalam UUPT belum
diatur secara lebih spesifik, maka diperlukan untuk memahami dan mengkaji lebih
dalam lagi konstruksi apa yang digunakan untuk menjerat tindakan hukum anak
perusahaan yang tentunya berhubungan dengan holding company dalam
melakukan kejahatan atau pelanggaran di tatanan hukum perusahaan Indonesia.
adapun untuk melakukan pendekatan agar holding company dapat
bertanggungjawab adalah melirik sebuah teori piercing the corporate veil yang
13
Ratna Yuliani, Tanggung Jawab Induk Perusahaan Terhadap Anak Perusahaan
Dalam Suatu Perusahaan Kelompok, Skripsi, Surakarta, Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2013, hlm.5 14 Gemal AN Panggabean, Pasca Holding, Bagaimana Nilai Aset Perusahaan
Tambang., https://www.google.com.sg/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20180214/44/738883/pasca-
holding-bagaimana-nilai-aset-perusahaan-tambang, diakses pada tanggal 24 Oktober 2019 Pukul
8.04 WIB.
Universitas Sumatera Utara
8
semestinya didalam perusahaan haruslah dapat benar-benar diterapkan, agar
mendapatkan kebenaran materiil maupun formil mengenai suatu permasalahan
kejahatan atau pelanggaran suatu korporasi. Makna dalam piercing the corporate
veil memiliki arti penyingkapan tirai atau penerobosan terbatas perusahaan yang
hampir disemua sistem hukum modern mengadopsi teori ini, namun yang
membedakannya adalah pengakuan derajat dan variasi dari pengaplikasiannya.15
Berdasarkan ada tidaknya kegiatan usaha dari induk perusahaan, holding
company dapat dibedakan atas investment dan operating holding company. Pada
investment holding company, induk perusahaan hanya melakukan penyertaan
saham pada anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan pendukung maupun
kegiatan operasional, sehingga induk perusahaan memperoleh pendapat hanya
dari dividen16
yang diberikan oleh anak perusahaan. Pada operating holding
company, induk perusahaan menjalankan kegiatan usaha maupun mengendalikan
anak perusahaan. Kegiatan usaha induk perusahaan biasanya akan menentukan
jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh induk perusahaan tersebut.17
Seperti yang dijelaskan dalam paragraf sebelumnya, salah satu Perseroan
Terbatas yang telah melakukan Holding company adalah PT. Perkebunan
Nusantara, Pada bulan Oktober 2014 PT. Perkebunan Nusantara (PTPN III) resmi
menjadi holding company bagi perusahaan-perusahaan perkebunan di Indonesia
15
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2014, hlm.1 16
Dividen adalah bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada para
pemegang saham sesuai dengan jumlah kepemilikan saham dalam perusahaan tersebut.
https://wartaekonomi.co.id/berita223516/apa-itu-dividen.html. diakses pada tanggal 02 Oktober
2019 Pukul 19.29 17
Sulistiowati, Tanggungjawab Hukum Pada Perusahaan Grup di Indonesia, Jakarta:
Erlangga, 2013, hlm. 23
Universitas Sumatera Utara
9
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 tentang
Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Kedalam Modal
Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara III. PT.
Perkebunan Nusantara III berstatus sebagai induk perusahaan atas PTPN I, PTPN
II, PTPN IV s.d PTPN XIV (sebagai anak perusahaan). Prakteknya dalam
pembentukan holding company perkebunan timbul hal-hal yang menarik seputar
permasalahan hukum terkait dengan pendirian holding tersebut. Bagaimana
implementasi holding company yang dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara III
di Medan. Apakah pendirian holding company perkebunan sudah sesuai dengan
tujuan yang dikehendaki oleh Pemerintah Indonesia dan bagaimana implementasi
holding company yang dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara III di Medan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dikemukakan perumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Pengaturan Hukum Holding Company Dalam Perseroan
Terbatas Sebagai Badan Usaha Miliki Negara?
2. Bagaimana Pembentukan Holding Company Dalam Perseroan Terbatas di
Indonesia?
3. Bagaimana Implementasi Holding Company Pada PT. Perkebunan
Nusantara III Di Medan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
10
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum holding company dalam perseroan
terbatas sebagai badan usaha miliki negara.
2. Untuk mengetahui pembentukan holding company dalam perseroan
terbatas di Indonesia.
3. Untuk mengetahui implementasi holding company pada PT. Perkebunan
Nusantara III Di Medan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis dibidang Hukum Perdata yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan akan memberi sumbangan
pengetahuan dalam hukum perusahaan. Dan disisi lain, hasil penulisan ini juga
diharapkan dapat menyumbangkan pemahaman baru bagi para pelaku-pelaku
usaha.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat menjadi refrensi terhadap
penelitian selanjutnya dalam menyusun karya tulis ilmiah yang lebih
mendalam sehubugan dengan bidang keperdataan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum yang ada di Indonesia baik
secara fisik maupun online tidak ditemukan judul yang sama mengenai Analisis
Yuridis Terhadap Implementasi Holding Company pada PT. Perkebunan
Universitas Sumatera Utara
11
Nusantara III Medan, namun ada beberapa penelitian yang membahas holding
company, antara lain:
1. Ratna Yulianti, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
(2013).
Judul: Tanggung Jawab Induk Perusahaan Dengan Anak
Perusahaan Dalam Suatu Perusahaan Kelompok.
Permasalahan: a) Bagaimana hubungan hukum antara induk perusahaan
dengan anak perusahaan dalam perusahaan kelompok?
b) Bagaimana kewenangan anak perusahaan dalam
melakukan perikatan?
c) Bagaimana tanggungjawab induk perusahaan terhadap
perikatan anak perusahaan?
Kesimpulan: Tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak
perusahaan dalam suatu perusahaan kelompok adalah
hubungan hukum yang terjadi antara induk perusahaan
dengan anak perusahaan setelah terjadiya merger
merupakan induk perusahaan sebagai pemegang saham
mayoritas dari anak perusahaannya sehingga dengan
demikian induk perusahaan dapat mengontrol jalannya
perusahaan dengan kepemilikan mayoritas saham. Antara
aak perusahaan dengan induk perusahaan masing-masing
kedudukannya berdiri sendiri. Induk perusahaan dan anak
perusahaan mempunyai anggara dasar sendiri-sendiri yang
Universitas Sumatera Utara
12
merupakan hukum positif bagi perseroan terbatas itu yang
apabila dilanggar akan mengakibatkan transaksi yang
dibuat menjadi batal.
2. Dea Claudia, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2012)
Judul : Aspek Hukum Holding Company Dalam Perusahaan
Dengan Status Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus
Terhadap Pemisahan Usaha PT. Pupuk Sriwijaya Dalam
Kaitannya Dengan Status Holding Company BUMN di
Bidang Pupuk)
Permasalahan : a) Bagaimana pembentukan perusahaan dengan status
Badan Usaha Milik Negara?
b) Bagaimana pengaturan holding company dalam aturan
hukum yang berlaku di Indonesia?
c) Bagaimana status PT. PUSRI sebagai investment
Holding Company diperbolehkan berdasarkan hukum
yang berlaku di Indonesia?
Kesimpulan : Belum terdapatnya instrument pengaturan yang jelas
megenai holding company di Indonesia, sehingga
terdapat bentuk-bentuk yang menyimpang dari
pengaturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas. Dengan demikian untuk
mengatasi permasalahan tersebut maka diperlukan
Universitas Sumatera Utara
13
suatu mekanisme hukum untuk mengatur mengenai
holding company secara jelas.
F. Metode Penelitian
Istilah “Metodologi” berasal dari kata “Metode” yan berarti “jalan ke”
namun demikian menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan-
kemungkinan sebagai berikut :18
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.
2. Suatu tehnik yang umum bagi ilmu pengetahuan.
3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.
Metode Penelitian adalah cara berfikir dan berbuat yaitu dipersiapkan
dengan baik-baik untuk mengadakan penelitian dan untuk mencapai suatu tujuan
penelitian.19
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan yang bersifat yuridis normatif yaitu mengkaji permasalahan-
permasalahan hukum yang terjadi kemudian mengolahnya berdasarkan peraturan-
peraturan, doktrin hukum ataupun data-data hukum yang ada.20
Penelitian ini juga
disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen, karena penelitian ini
18
Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah
Sosial, Bandung : Alumni, 1982, hlm.5. 19
Kartini Kartono, Pengantar Metodelogi Riset Sosial, Bandung : Alumni, 2005,
hlm.15. 20
Definisi Undang-Undang, http://artikata com/arti-3888081-undang-undang.html.
diakses tanggal 16 Desember 2016.
Universitas Sumatera Utara
14
dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-
bahan hukum lainnya.21
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif adalah penelitian yang
dapat menghasilkan gambaran dengan menguraikan fakta-fakta, yaitu akan
dipaparkan tentang ketentuan holding company dan aplikasinya pada Perusahaan
yang berstatus Badan Usaha Milik Negara. Analitis adalah bersifat membentang
fakta-fakta dalam PT. Perkebunan Nusantara III Medan. Sehingga lebih mudah
untuk disimpulkan dalam usaha menganalisanya. Dengan kata lain penelitian
deskriptif analitis mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada
masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan, hasil
penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya.22
3. Sumber Data
Dalam penelitian lazimnya jenis data dibedakan antara data primer dan
data sekunder. Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian
kepustakaan yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertamanya,
melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumen dalam bentuk bahan-
bahan hukum. Adapun data sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini,
antara lain:23
21
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika,1996,
hlm.13. 22
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung,
2009, hlm.29 23
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Jakarta: Rajawali Pers,2001, hlm.13.
Universitas Sumatera Utara
15
a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian.24
Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah :
1) Undang-undang nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara
2) Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 Tentang Penambahan
Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal
Saham Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. Perkebunan Nusantara
III.
4) Anggaran Dasar PT.Perkebunan Nusantara III (Persero) sesuai dengan
Akta Nomor 3 yang telah mendapat persetujuan Menteri Hukum dan
HAM No.AHU-0002765.AH.01.02 Tahun 2016
b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti : wawancara, hasil-hasil penelitian dan
karya ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian.
c) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan penjelasan tentang
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier yang
24
Ronny Hanitjo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:
Ghalia Indonesia,1990, hlm. 53
Universitas Sumatera Utara
16
digunakan dalam penelitian ini antara lain Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus
Hukum, Ensiklopedia yang berkaitan dengan penelitian
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk
mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas, dan hasil-
hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Selain
itu penelitian ini didukung oleh data primer yang diperoleh dari penelitian
lapangan (field research), dalam hal ini penelitian di Kantor PT. Perkebunana
Nusantara III Medan.
5. Analisis Data
Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini berguna
untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dikarenakan penelitian ini
merupakan analisis data dari hasil penelitian dengan menggunakan norma hukum,
asas hukum dan pengertian hukum, sehingga dapat diperoleh kesimpulan jawaban
yang jelas dan benar.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima ) bab, yang tiap bab dibagi
pula atas beberapa sub bab yang disesuaikan dengan isi dan maksud dari
penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini secara singkat
adalah:
Universitas Sumatera Utara
17
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, permasalahan yang akan diangkat,
tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode serta
sistematika penulisan.
BAB II PENGATURAN HUKUM HOLDING COMPANY DALAM
PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN USAHA
MILIK NEGARA
Bab ini berisikan mengenai pengaturan hukum BUMN, tujuan dan
bentuk BUMN, serta retrukturisasi BUMN. Mengenai aturan
hukum Perseroan Terbatas menurut hukum di Indonesia serta
membahas pengaturan, pengertian, tujuan dan maanfaat dari
holding company di Indonesia.
BAB III PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY DALAM
PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA
Bab ini berisikan mengenai tinjauan pembentukan holding
company di Indonesia yang berdasarkan UUPT, membahas
mengenai hubungan hukum antara holding company dan anak
perusahaan serta mengenai penggunaan teori the piercing
corporate veil terhadap holding company dalam kaitannya dengan
anak perusahaan di Indonesia.
BAB IV IMPLEMENTASI HOLDING COMPANY PADA PT.
PERKEBUNAN NUSANTARA III MEDAN
Universitas Sumatera Utara
18
Bab ini berisikan tentan sejarah pendirian PT. Perkebunan
Nusantara III Medan, penerapan holding company di PT.
Perkebunan Nusantara III Medan dan kendala apa saja yang terjadi
dalam menerapkan holding company di PT. Perkebunan Nusantara
III Medan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir dari isi skripsi ini. Pada bagian ini,
dikemukakan kesimpulan dan saran yang didapat sewaktu
mengerjakan skripsi dari awal hingga akhir.
Universitas Sumatera Utara
19
BAB II
PENGATURAN HUKUM HOLDING COMPANY DALAM PERSEROAN
TERBATAS SEBAGAI BADAN USAHA MILIK NEGARA
A. Pengaturan Hukum Badan Usaha Milik Negara
1. Pengertian dan Pengaturan Hukum Badan Usaha Milik Negara
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan
ekonomi yang penting di dalam perekonomian nasional, bersama-sama dengan
pelaku ekonomi lain seperti swasta (besar-kecil, domestik-asing) dan koperasi.
BUMN memberikan kontribusi positif untuk perekonomian Indonesia. Pada
sistem ekonomi kerakyatan, BUMN merupakan pengejawantahan dari bentuk
bangun demokrasi ekonomi yang akan terus dikembangkan secara bertahap dan
berkelanjutan.25
Adapun sejarah keberadaan BUMN sudah dimulai sejak Indonesia
merdeka, pada saat itu fungsi dan peranan perusahaan negara sudah menjadi
perdebatan dikalangan founding fathers, terutama pada kata dikuasai oleh negara.
Bung Karno menafsirkan bahwa, karena kondisi perekonomian masih lemah
pasca kemerdekaan, maka negara harus menguasai sebagian besar bidang usaha
yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi. Sedangkan, Bung Hatta menentukan
pendapat ini dan memandang bahwa Negara hanya cukup menguasai perusahaan
yang benar-benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat seperti listrik dan
transportasi. Pandangan Hatta ini kemudian lebih sesuai dengan paham ekonomi
25
BPHN, Policy Brief Analisis dan Evaluasi Hukum Pokja Peningkatan Badan Usaha
Milik Negara Sebagai Agen Pembangunan di Bidang Pangan, Infrastuktur dan Perumahan,
https://www.bphn.go.id/data/documents/policy_brief_bumn.pdf, diakses pada tanggal 10 Oktober
2019 Pukul 7.30 WIB
Universitas Sumatera Utara
20
modern, dimana posisi Negara hanya cukup menyediakan infrastruktur yang
mendukung proses pembangunan.26
Dasar keberadaan BUMN adalah pasal 33 ayat 2 Undang Undang Dasar
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi
Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara. Dalam
melaksanakan tugas konstitusional tersebut, Negara melakukan penguasaan atas
seluruh kekuatan ekonomi melalui regulasi sektoral yang merupakan kewenangan
Menteri teknis dan kepemilikan Negara pada unit-unit usaha milik Negara yang
menjadi kewenangan menteri BUMN. Sebagai turunan dari UUD 1945 tersebut,
kebijakan pembinaan BUMN dituangkan dalam Undang-undang nomor 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).27
Ketika dikeluarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara (UU BUMN), terjadi perkembangan baru dalam pengaturan
BUMN. Undang-undang ini mencabut beberapa undang-undang yang sebelumnya
menjadi dasar bagi eksistensi dan kegiatan BUMN, yakni Indonesiche
Bedrijvenwet (Staatsblaad Tahun 1927 Nomor 419) sebagaimana telah diubah
dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1955, Undang-
Undang Nomor 19 PRP Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, dan Undang-
26
Roziq M. Kaelani, Landasan Hukum dan Sejarah BUMN di Indonesia ,bulletin
KAHMI FE Universitas Brawijaya, Edisi 1 Tahun I/2007, dalam
http://ketawanggede.tripod.com/edisi1.pdf.atau.dalamhttp://www.blogster.com/ketawanggede/land
asan-hukum-dan-sejarah diakses pada tanggal 14 Oktober 2019 Pukul. 8.20 WIB 27
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
21
Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara.28
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha
Milik Negara disebutkan pengertian BUMN dalam Pasal 1 angka 1, Badan Usaha
Milik Negara atau yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Berdasarkan pengertian BUMN diatas, didapati unsur-unsur dari BUMN
itu sendiri yaitu:
a) Badan usaha;
b) Seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara;
c) Melalui penyertaan langsung; dan
d) Berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.
Berdasarkan pengertian tersebut, berikut penjelasan terkait unsur-unsur dari
BUMN, yaitu:29
a) Badan Usaha
Menurut pemerintah Belanda ketika membacakan Memorie van Toelichting
(penjelasan) Rencana Perubahan Undang-Undang Wetboek van Koophandel di
muka parlemen, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara
terus menerus, dengan terang-terangan dalam kedudukan tertentu, dan untuk
mencari laba bagi dirinya sendiri.
28 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang, Yogyakarta: FHUII Press, 2013,
hlm. 159. 29
Ibid., hlm.160-163
Universitas Sumatera Utara
22
Menurut Molengraaf, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang
dilakukan terus menerus, bertindak keluar untuk mendapatkan penghasilan,
dengan cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian
perdagangan. Polak berpendapat bahwa, baru ada perusahaan jika diperlukan
adanya perhitungan laba-rugi yang dapat diperkirakan dan segala sesuatu dicatat
dalam pembukuan.
Jika makna perusahaan tersebut mengacu kepada kegiatan yang tujuan
akhirnya mencari keuntungan, badan usaha adalah wadah atau organisasi bisnis
untuk mengelola atau melaksanakan kegiatan yang bermaksud mencari
keuntungan tersebut. Jadi, BUMN adalah organisasi bisnis yang bertujuan
mengelola bisnis.
b) Seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara
Seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Negara Sebuah badan usaha
dapat dikategorikan sebuah BUMN jika modal badan usaha seluruhnya (100%)
dimiliki oleh Negara atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara. Jika
modal tersebut tidak seluruhnya dikuasi oleh Negara, maka agar tetap
dikategorikan sebagai BUMN, negara minimum harus menguasai 51% modal
tersebut. Jika penyertaan modal Negara Republik Indonesia di suatu badan usaha
kurang dari 51%, tidak dapat disebut sebagai sebuah BUMN.
c) Penyertaan secara langsung
Mengingat disini ada penyertaan langsung, maka Negara terlibat dalam
menanggung risiko untung dan ruginya perusahaan. Menurut penjelasan Pasal
ayat (3), pemisahaan kekayaan Negara untuk dijadikan penyertaan modal Negara
Universitas Sumatera Utara
23
ke BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung Negara ke
BUMN, sehingga setiap penyertaan tersebut harus ditetapkan dengan peraturan
pemerintah (PP). Misalnya PT Garuda Indonesia (Tbk) adalah BUMN karena
sebagian modal perseroan tersebut berasal dari modal penyertaan langsung di
Negara Republik Indonesia, tetapi PT. Garuda Maintenance Facilities Aero Asia
tidak dapat dikategorikan sebagai BUMN, karena modal penyertaannya berasal
dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Perseroan tersebut adalah anak
perusahaan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
d) Modal Penyertaan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Kekayaan yang dipisahkan di sini adalah pemisahan kekayaan Negara dari
Anggaran Pendapatan dari Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan
modal Negara pada BUMN untuk dijadikan modal BUMN. Setelah pembinaan
dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada system APBN, namun pembinaan
dan pengelolaannya pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Dengan
pemisahan ini, maka begitu negara melakukan penyertaan di perusahaan tersebut,
menjadi kekayaaan badan usaha.
Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada
BUMN menurut Penjelasan Pasal 4 ayat (2) huruf b UUBUMN, bersumber dari:
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2) Termasuk dalam APBN yang meliputi proyek-proyek APBN yang
dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang
dijadikan sebagi penyertaan modal,
Universitas Sumatera Utara
24
3) Kapitalisasi cadangan, adalah penambahan modal yang disetor yang
berasal dari cadangan,
4) Sumber lainnya, antara lain keuntungan revaluasi aset.
2. Tujuan dan Bentuk Badan Usaha Milik Negara
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang BUMN menyatakan secara tegas, bahwa
tujuan dan maksud diadakannya Badan Usaha Milik Negara, adalah:
a) Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan negara pada khususnya,
b) mengejar keuntungan;
c) menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat
hidup orang banyak;
d) menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan
oleh sektor swasta dan koperasi;
e) turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Selanjutnya, dalam Pasal 2 ayat (2) dijelaskan bahwa segala kegiatan
Badan Usaha Milik Negara haruslah sesuai dengan maksud dan tujuannya serta
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan
atau kesusilaan.
Menurut Jhon Sipayung, jika ditelaah lebih lanjut mengenai tujuan
diadakannya BUMN berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUBUMN tersebut, maka
adapun yang menjadi tujuan diadakannya BUMN, yaitu:30
a) Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya. BUMN diharapkan
dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus
30
Jhon F. Sipayung, dkk, Tinjauan Yuridis Holdingisasi BUMN Dalam Rangka
Peningkatan Kinerja Menurut Perspektif Hukum Perusahaan, Transparency, Jurnal Hukum
Ekonomi, Nomor 1, Volume 1, 2013, hlm.3-4
Universitas Sumatera Utara
25
memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional dan membantu penerimaan keuangan Negara.
b) Mengejar keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk
mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan
pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan
memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat. Dengan demikian,
penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi)
berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk perum
yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum,
dalam pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan
perusahaaan yang sehat.
c) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa
yang bermutu tinggi serta memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang
banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari
BUMN, baik barang dan jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
d) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan
oleh sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan merupakan suatu
kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta
dan koperasi karena sacara komersial tidak menguntungkan. Dalam hal
adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula
menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan
umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha
golongan ekonomi lemah.
e) Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Badan Usaha Milik Negara juga mempunyai berbagai macam bentuk.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN,
berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969, BUMN diklasifikasikan
dalam tiga badan usaha, yakni:31
a) Perusahaan Jawatan, yaitu salah satu bentuk Badan Usaha Milik
Negara yang modalnya sendiri didapat dari dana milik negara yang
dikelola oleh pemerintah melalui departemen terkait. perusahaan
jawatan ini memiliki tujuan yang lebih berorientasi pada kepentingan
31
Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, Jakarta:
Kharisma Putra Utama, 2012, hlm. 78
Universitas Sumatera Utara
26
dan pelayanan umum dan bukannya berorientasi keuntungan atau
komersial saja.
b) Perusahaan Umum (Perum); dan
c) Perusahaan Perseroan (Persero).
Kemudian berdasarkan UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, Badan
Usaha Milik Negara hanya dikelompokkan menjadi 2 (dua) badan usaha
perusahaan, yakni:
a) Perusahaan Perseroan; dan
b) Perusahaan Umum.
Perusahaan Perseroan mengenai pengertian perusahaan persero dapat
ditemukan di Pasal 1 angka 2 UUBUMN bahwa perusahaan persero yang
selanjutnya disebut persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas
yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau sedikit 51% (lima
puluh satu persen) sahamnya dimiliki negara Republik Indonesia yang tujuannya
mengejar keuntungan.
Perusahaan Umum, diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU BUMN yang
menyebutkan bahwa perusahaan Umum atau yang disebut Perum adalah BUMN
yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang
bertujuan untuk memanfaatkan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa
yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
27
3. Restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara
Suatu perusahaan perlu untuk mengevaluasi kinerjanya serta melakukan
serangkaian perbaikan, agar tetap tumbuh dan dapat bersaing. Perbaikan ini akan
dilakasanakan secara terus menerus, sehingga kinerja perusahaan makin baik dan
dapat terus unggul dalam persaingan, atau minimal tetap dapat bertahan. Pasal 1
angka 11 Undang-Undang BUMN, menyebutkan bahwa restrukturisasi adalah
upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah
satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna
memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
Pasal 72 ayat (1) UUBUMN juga menyatakan bahwa Restrukturisasi
dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi
secara efisien, transparan, dan profesional. Adapun tujuan Retrukturisasi diatur
dalam Pasal 72 ayat (2) yaitu untuk:
a) Meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan
b) Memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara
c) Menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada
konsumen
d) Memudahkan pelaksanaan privatisasi.
Restrukturisasi juga tetap harus memperhatikan asas biaya dan manfaat
yang diperoleh sebagaimana yang dimaksud Pasal 72 ayat (3) UU BUMN.
Restrukturisasi yang diatur dalam UUBUMN tepatnya dalam Pasal 73, meliputi:
a. Restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan
kebijakan sektor dan /atau peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
28
b. Restrukturisasi perusahaan/korporasi yang meliputi:
1) Peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor
yang terdapat monopoli, baik yang diregulasi maupun monopoli
alamiah.
2) Penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan
BUMN selaku badan usaha, termasuk didalamnya penerapan prinsip-
prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan menetapkan arah dalam
rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik.
3) Restrukturisasi internal yang mencakup keuangan,
organisasi/manajemen, operasional, sistem, dan prosedur.
Dalam rangka restrukturisasi, ada dua cara yang dominan dilakukan oleh
Kementerian BUMN yaitu Privatisasi dan Rightsizing.
a) Privatisasi
Pengertian dan maksud privatisasi terdapat dalam Pasal 1 angka 12
UUBUMN, adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya
kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan,
memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan
saham oleh masyarakat.
Dengan dilakukannya privatisasi diharapkan akan terjadi perubahan atas
budaya perusahaan sebagai akibat dari masuknya pemegang saham baru, baik
melalui penawaran umum ataupun melalui persyaratan langsung. Perusahaan akan
dihadapkan pada kewajiban pemenuhan persyaratan keterbukaan yang merupakan
persyaratan utama dari suatu proses go public, atau adanya sasaran-sasaran
Universitas Sumatera Utara
29
perusahaan yang harus dicapai sebagai akibat masuknya perusahaan pemegang
saham baru. Budaya perusahaan yang berubah tersebut akan dapat mempertinggi
daya saing perusahaan dalam berkompetisi dengan pesaing-pesaing, baik nasional,
regional, bahkan global sehingga pada akhirnya akan dapat memberikan
kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian nasional dalam bentuk barang
dan jasa yang semakin berkualitas dan terjangkau harganya, serta penerimaan
negara dalam bentuk pajak yang akan semakin besar pula.32
Dengan demikian, maksud dan tujuan privatisasi pada dasarnya adalah
untuk meningkatkan peran persero dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
umum dengan memperluas kepemilikan masyarakat atas persero, serta untuk
menunjang stabilitas perekonomian nasional.33
Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi
kriteria sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 75 UU BUMN, yaitu:
1) Industri/sektor usahanya kompetitif34
.
2) Industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah.
b) Rightsizing
Pokok tujuan utama kegiatan restrukturisasi adalah regrouping/konsolidasi
BUMN secara sektoral untuk memetakan kembali jumlah masing-masing
BUMN/Sektoral tersebut, untuk mendapatkan jumlah dan skala yang lebih ideal
(rightsizing) sampai dengan akhir 2009 memang belum dapat dilaksanakan
sepenuhnya. Langkah rightsizing yang ingin dilakukan pemerintah pada dasarnya
32
Penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara Nomor 19 Tahun
2003 33
Ibid., 34
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan Kompetitif sebagai berhubungan
dengan kompetisi atau persaingan kompetisi
Universitas Sumatera Utara
30
adalah untuk menyederhanakan jumlah dari BUMN yang ada sehingga akan
menjadi lebih teratur. Pada dasarnya, pelaksanaan rightsizing melalui cara-cara
berikut:35
1) Merger/Penggabungan
Penggabungan ini diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas
Nomor 40 Tahun 2007, pada Pasal 1 angka 9, yaitu:
“penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain
yang telah ada yang mengakibatkan aktiva36
dan pasiva37
dari perseroan
yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang
menerima penggabungan dan selanjutnya badan hukum perseroan yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum.”
Berdasarkan Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa:38
a. Penggabungan merupakan merger dari dua perseroan atau lebih ke
dalam satu perseroan.
b. Perseroan yang menggabungkan diri menjadi berakhir dan bubar
karena hukum.
Akibat hukum terhadap perseroan yang menggabungkan diri maka
perseroan tersebut lenyap dan berakhir statusnya sebagai badan hukum sejak
tanggal penggabungan mulai berlaku.39
35
Kementerian BUMN, Master Plan Kementerian BUMN Periode 2010-2014, hlm.
51 36
Aktiva adalah segala kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang dimaksud
dengan kekayaan ini adalah sumber daya yang dapat berupa benda atau hak yang dikuasai oleh
perusahaan sebagai peristiwa masa lalu dan darinya manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan
akan diraih oleh Perusahaan. Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim, Manajemen Keuangan,
Yogyakarta: UPP MPP YKPN, 2004, hlm.24 37
Pasiva adalah suatu pengorbanan ekonomi yang dilakukan oleh suatu entitas bisnis
atau perusahaan karena adanya suatu aktivitas usaha. Kriswangsa Bagus, Definisi Pasiva,
Finansialku, https://www.finansialku.com/definisi-pasiva-adalah/amp, diakses pada tanggal 15
Oktober 2019 Pukul 8. 56 WIB 38
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan
ke-5, 2015, hlm. 483
Universitas Sumatera Utara
31
2) Holding Company
Menurut Ningrum Natasya, yang dimaksud dengan perusahaan holding
adalah perusahaan kelompok sebagai satuan ekonomi dimana badan-badan
hukum/perseroan secara organisasi terikat sedemikian rupa dibawah satu
pimpinan netral. Di dalam pengertian tersebut diatas pada prinsipnya memiliki
poin yang sama dalam aspek ekonomi, dimana adanya perusahaan sentral yang
memimpin anak-anak perusahaan.40
Pembentukan holding menjadi pilihan rasional untuk BUMN yang
berada dalam sektor yang sama namun memiliki produk maupun sasaran pasar
yang berbeda, tingkat kompetisi yang tinggi, prospek bisnis yang cerah dan
kepemilikan Pemerintah yang masih dominan. Beberapa kriteria utama BUMN-
BUMN yang akan di holding adalah sebagai berikut:41
1. Sektor usaha yang sama
2. Jenis usaha dan segmen pasar berlainan
3. Kompetisi tinggi
4. Masih ada prospek/bisnis prospektif
5. Pemerintah merupakan pemilik mayoritas.
39
Ibid., hlm.485 40
Ningrum N. Sirait, Modul Hukum Perusahaan, Medan: Program Studi Magister
Ilmu Hukum USU, 2006, hlm. 68 41
Kementerian BUMN, Op.Cit., hlm.53
Universitas Sumatera Utara
32
3) Stand Alone
Kebijakan stand alone, BUMN tetap seperti sedia kala diterapkan untuk
mempertahankan keberadaan BUMN-BUMN tertentu utamanya yang memiliki
salah satu kriteria sebagai berikut:42
1. Market share cukup signifikan
2. Single player atau masuk sebagai pemain utama
3. Belum memiliki potensi untuk di merger ataupun di holding
4. Keberadaannya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan
umunya captive market.
4) Divestasi
Divestasi merupakan kebijakan yang diutamakan bagi investor dalam
negeri atau melalui proses akuisisi43
dan atau merger oleh BUMN lain dengan
kriteria tambahan, yaitu:44
1. Berbentuk persero
2. Berada pada sektor usaha atau industri yang kompetetif atau unsur
teknologinya cepat berubah
3. Bidang usahanya menurut undang-undang tidak secara khusus dikelola
oleh BUMN
4. Tidak bergerak di sektor pertahanan dan keamanan
42
Ibid., 43
Akuisisi merupakan salah satu jenis merger dimana salah satu perusahaan
mengambil alih kepemilikan perusahaan lain sehingga meskipun nama target perusahaan tetap ada
tetapi kepemilikannya telah beralih kepada perusahaan yang mengakuisisi. Josua Tariga, dkk,
Merger dan Akuisis: Dari Perspektif Strategis dan Kondisi Indonesia (Pendekatan Konsep dan
Studi Kasus), Yogyakarta: Ekuilibria, 2016, hlm.7 44
Ibid., hlm. 54
Universitas Sumatera Utara
33
5. Tidak mengelola sumber daya alam yang menurut peraturan
perundang-undangan tidak boleh di privatisasi
6. Tidak bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas
khusus untuk melaksanakan kegiataan tertentu yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat.
7. Memenuhi ketentuan dan peraturan pasar modal apabila privatisasi
dilakukan melalui pasar modal.
5) Likuidasi. Kebijakan likuidasi dilakukan untuk BUMN-BUMN yang
tidak memiliki kewajiban Public Service Obligation (PSO)45
, berada
dalam sektor yang kompetitif, skala usaha kecil, mengalami kerugian
selama beberapa tahun dan mempunyai ekuitas yang negatif.46
B. Pengaturan Hukum Perseroan Terbatas Menurut Hukum di Indonesia
Pengaturan hukum perusahaan dalam KUHPerdata sebagian besar terletak
pada BUKU III tentang perikatan. Masuknya hukum perusahaan kedalam hukum
perikatan, karena hukum perusahaan juga mengatur perikatan-perikatan yang
timbul dari lapangan harta kekayaan yang bersumber dari perjanjian, misalnya
jual beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, check, firma (fa),
Persekutuan Komanditer (CV), PT, dan sebagainya.47
Adapun aturan yang paling
45
PSO adalah bantuan uang pemerintah terhadap margin antara harga pokok dengan
harga jual. Contohnya biaya operasional harga pokok kereta api itu besar, tidak cukup dengan
pemasukan tiket ekonomi yang murah, maka diberikanlah dana bantuan pemerintah untuk
menutupi margin itu, yaitu PSO. https://www.google.com/amp/s/austengineer.worpress.com/,
diakses pada tanggal 15 Oktober Pukul 9.02 WIB 46
Kementerian BUMN, Op.Cit., hlm. 54 47
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek
Hukum Dalam Ekonomi) Bagian I, Jakarta: Pradnya Paramita, 2005, hlm. 5
Universitas Sumatera Utara
34
mendasar bagi ketentuan Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Pasal 1 angka 1 UUPT
dengan tegas menyatakan bahwa perseroan adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian. Ketentuan ini mengakibatkan bahwa pendirian perseroan
harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata.
Berdasarkan KUHD terdapat beberapa jenis perseroan yang ada, yaitu
Firma (Fa), diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD, persekutuan
komanditer (CV) diatur dalam Pasal 19 sampai dengan 21 KUHD. Sementara itu
Pengaturan PT yang pada awalnya terdapat dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal
56 KUHD telah dihapus karena dalam perkembangannya ketentuan-ketentuan
dalam KUHD tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan
kebutuhan masyarakat sebagai akibat dari pertumbuhan keadaan ekonomi serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat, terutama
dalam era globalisasi seperti saat ini.48
Pada hakikatnya suatu Perseroan Terbatas memiliki dua sisi, yaitu pertama
sebagai suatu badan hukum dan kedua pada sisi yang lain adalah wadah atau
tempat diwujudkannya kerjasama antara para pemegang saham atau pemilik
modal.49
Didalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) tersebut diatas menunjukkan rumusan bahwa
perseroan terbatas merupakan suatu “artificial person”, yaitu suatu badan hukum
yang dengan sengaja diciptakan. Dengan demikian, PT adalah suatu subjek
48
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009, hlm.36 49
Chatamarrasjid Ais, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil)
KapitaSelekta Hukum Perusahaan, Bandung : PT. Cipta Aditya Bakti, 2000, hlm. 23
Universitas Sumatera Utara
35
hukum yang mandiri, yang mempunyai hak dan kewajiban, yang pada dasarnya
tidak berbeda dengan hak dan kewajiban subjek hukum manusia.50
Perbedaan antara manusia dan badan hukum adalah bahwa manusia dapat
melakukan apa saja yang tidak dilarang oleh hukum, sedangkan badan hukum
hanya dapat melakukan apa yang secara eksplisit atau implisit diizinkan oleh
hukum dan atau anggaran dasarnya. Dengan demikian maksud dan tujuan
Perseroan Terbatas mempunyai dua segi, di satu pihak merupakan sumber
kewenangan bertindak bagi perseroan, dan di lain pihak menjadi pembatasan dari
ruang lingkup kewenangan bertindak perseroan terbatas yang bersangkutan.51
Suatu PT sebagai badan hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
yaitu:52
1. Adanya harta kekayaan yang terpisah
Bahwa perseroan mempunyai harta kekayaan yang terpisah dari harta para
pemegang sahamnya. Didapat dari pemasukan para pemegang saham yang berupa
modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal disetor
2. Mempunyai tujuan tertentu
Yaitu tujuan tertentu dari suatu perseroan dapat diketahui dalam Anggaran
Dasarnya sebagaimana dalam Pasal 15 angka 1 Undang-Undang tentang
Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa anggaran dasar memuat sekurang-
kurangnya:
50
Ibid., hlm. 25 51
Ibid., hlm.28 52
Freddy Haris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban
Pemberitahuan oleh Direksi, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010, hlm. 14-15
Universitas Sumatera Utara
36
a) Nama dan tempat kedudukan perseroan
b) Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan
c) Jangka waktu berdirinya perseroan
d) Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor
e) Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk
tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, nilai nominal
setiap saham.
f) Nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan Dewan Komisaris
g) Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS
h) Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan
Dewan Komisaris.
i) Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
3. Mempunyai kepentingan sendiri
Yaitu hak-hak subjektif sebagai akibat dari peristiwa hukum yang dialami
yang merupakan kepentingan yang dilindungi hukum dan dapat menuntut serta
mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga
4. Ada organisasi yang teratur
Yaitu badan hukum mempunyai organisasi yang teratur, demikian pula
dengan perseroan mempunyai anggaran dasar yang terdapat dalam akta
pendiriannya yang menandakannya adanya organisasi yang teratur.
Menurut Pasal 7 ayat (4) UUPT, menyatakan bahwa PT memperoleh
status sebagai badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri
mengenai pengesahan badan hukum perseroan (Kemenkumham dalam UUPT).
Universitas Sumatera Utara
37
Sebelum pengesahan maka suatu PT bukanlah subjek hukum, karena itu PT tidak
dapat melakukan perbuatan hukum atau tidak dapat mengikatkan diri sebagai
suatu pihak dalam perjanjian. Tetapi setelah PT mendapat pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM maka saat itu pula PT ada secara hukum sebagai suatu
subjek hukum yang berbentuk badan hukum. Barulah PT itu dapat melakukan
perbuatan hukum.
Suatu PT berdiri atau ada semata-mata karena perjanjian oleh dua orang
atau lebih dengan akta resmi atau akta notaris. Demikian ditentukan dalam Pasal 7
ayat (1) UUPT, yang menyatakan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau
lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pasal
tersebut, dapat dikatakan bahwa untuk mendirikan suatu PT haruslah dipenuhi
unsur-unsur sebagai berikut :
1. Adanya dua orang atau lebih untuk mendirikan perseroan
2. Ada pernyataan kehendak dari pendiri untuk persetujuan mendirikan
perseroan dengan mewajibkan setiap pendiri mengambil bagian saham
pada saat perseroan didirikan.
Ketentuan mengenai dua orang pendiri atau lebih ini tidak berlaku lagi
terhadap :
1. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara,
2. Persero yang mengolah bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian dan lembaga lain
sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Pasar Modal.
Universitas Sumatera Utara
38
Ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) ini juga menegaskan bahwa akta notaris
merupakan syarat mutlak untuk adanya suatu PT. Tanpa adanya akta otentik ini
akan meniadakan eksistensi PT, sebab akta pendirian inilah nantinya yang harus
disahkan oleh Kementerian hukum dan ham.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam mendirikan suatu PT adalah
sebagai berikut :
1. Syarat subjek sebagai pendiri PT
Secara sederhana, orang yang bermaksud mendirikan PT disebut sebagai
calon pendiri, kemudian mulai disebut sebagai pendiri apabila hadir pada saat akta
pendirian PT ditandatangani di hadapan notaris. Jadi, pendiri adalah pihak yang
menandatangani akta pendirian. Kemudian status pendiri PT berubah menjadi
pemegang saham pada saat PT telah berbadan hukum, yakni setelah akta
pendirian PT mendapatkan pengesahan Menteri Hukum dan HAM. Setelah PT
disahkan lalu pemegang saham menjadi kurang dari dua orang maka dalam waktu
paling lambat enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang
bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain.53
2. Syarat permodalan PT
Perseroan terbatas merupakan persekutuan modal, maka tujuan perseroan
adalah mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Untuk mencapai tujuan
itu, perseroan harus melakukan kegiatan usaha. Adapun modal dalam melakukan
kegiatan usaha Perseroan Terbatas terbagi dalam saham.54
53
Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya , Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996, hlm. 51. 54
Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, Yogyakarta: FH UII Press, 2014,
hlm.59
Universitas Sumatera Utara
39
UUPT mengatur struktur permodalan terbagi menjadi 3 (tiga) macam,
yaitu :
a. Modal dasar (authorized capital/statute capital)
Yaitu jumlah modal yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar PT jumlah
modal ini harus habis terbagi dalam nominal saham yang dikeluarkan oleh
perseroan.
b. Modal ditempatkan (subscribed capital/issued capital)
Yaitu jumlah modal (saham) yang telah diambil baik oleh pendiri maupun
orang lain. Dan karenanya telah terjual. Tetapi harga saham tersebut belum
dibayar secara penuh. Oleh karenanya, yang telah mengambil saham ini wajib
untuk menyetor ke perseroan sejumlah harga saham yang diambilnya tersebut.
c. Modal disetor (Paid in Capital)
Yaitu adalah modal yang telah diambil (baik oleh pendiri maupun orang
lain) dan harga saham tersebut telah disetorkan ke kas perseroan.
Pasal 31 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa modal perseroan terdiri
seluruh nilai nominal saham. Modal dasar merupakan keseluruhan nilai nominal
saham yang ada dalam perseroan. Pasal 32 ayat (2) menyebutkan bahwa modal
dasar perseroan terbatas paling sedikit sejumlah Rp. 50.000.000 (Lima Puluh Juta
rupiah). Namun, telah terbit aturan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016
tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas, dalam Pasal 1 ayat (3)
dikatakan bahwa besaran modal dasar Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kesepakatan para pendiri Perseroan
Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
40
3. Syarat dokumen-dokumen yang diperlukan
Perlu digaris bawahi bahwa pendirian PT dilakukan dihadapan notaris
(akta notaris) dengan prosedur pembuatan akta pendirian. Akta notaris memuat
sekurang-kurangnya sebagai berikut:
a. Nama dan tempat kedudukan perseroan
b. jangka waktu berdirinya perseroan
c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan
d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor
e. Alamat lengkap
4. Ketentuan lainnya
Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah mengenai perjanjian-
perjanjian, prapendirian. Perjanjian ini dibuat oleh seluruh pendiri mengenai hal-
hal, seperti suatu perbuatan hukum pendiri yang boleh atau tidak boleh dilakukan,
yang pada nantinya setelah PT berdiri akan diakui sebagai perbuatan hukum PT
atau pengeluaran PT yang dapat diakui nantinya sebagai bagian dari setoran
modal saham dari pendiri ke PT.
Layaknya tubuh manusia yang dilengkapi organ-organ dengan fungsi
fisiologisnya masing-masing untuk membantu bertahan hidup, perseroan juga
memerlukan organ untuk menggerakkan „roda‟ perseroan sehari-hari. Organ-
organ inilah yang kemudian akan saling berkoordinasi untuk membuat perseroan
tetap berjalan dan survive. Dan organ-organ tersebut merupakan pengurus dalam
Universitas Sumatera Utara
41
PT. Organ-organ tersebut, seperti tercantum dalam UUPT Pasal 1 angka 2
dikatakan bahwa Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham,
Direksi, dan Dewan Komisaris.55
a) Rapat Umum Pemegang Saham
Rapat Umum Pemegang Saham merupakan organ perusahaan yang
kedudukannya adalah sebagai organ yang memegang kekusaan tertinggi dalam
perseroan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 4 UUPT yang
mengatakan bahwa :
“Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah
Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada
Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar”.
Bunyi kalimat “memegang segala wewenang yang tidak diserahkan
kepada Direksi atau Komisaris”, maka apa yang dimaksud di dalam Pasal 1 angka
4 UUPT tersebut di atas sebenarnya kekuasaan RUPS adalah tidak mutlak.
Artinya, kekuasaan tertinggi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada RUPS
tidak berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang
telah diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepada direksi dan komisaris.
Kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh RUPS hanya mengenai wewenang yang
tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris. Dengan demikian, dapat pula
dimaknai bahwa direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dapat
dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban, dan wewenang dari setiap organ,
55
Orinton Purba, Petunjuk Praktis bagi RUPS, Komisaris, dan Direksi Perseroan
Terbatas Agar Terhindar Dari Jerat Hukum, Jakarta : Raih Asa Sukses, 2011, hlm. 26
Universitas Sumatera Utara
42
termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2007.56
Beberapa hal yang menjadi wewenang dari RUPS yang ditetapkan dalam
UUPT antara lain :
a. Penetapan perubahan anggaran dasar (terdapat dalam Pasal 19 UUPT)
b. Penetapan pengurangan modal (terdapat dalam Pasal Pasal 44 UUPT)
c. Pemeriksaan, persetujuan dan pengesahan laporan tahunan (terdapat dalam
Pasal 69 UUPT)
d. Penetapan penggunaan laba (terdapat dalam Pasal 71 UUPT)
e. Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris (terdapat dalam
Pasal 94, 105, 111 UUPT).
f. Penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
(terdapat dalam Pasal 127 UUPT).
g. Penetapan pembubaran perseroan ( terdapat dalam Pasal 142 UUPT).
b) Direksi
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan. Mewakili perseroan, didalam maupun diluar
pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.57
Kedudukan direksi
didalam PT terlihat dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang PT yang menentukan
bahwa direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab
56
Agus Budiarto, Kedudukan Dewan dan Tanggung Jawab Perseroan Terbatas,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009, hlm.57 57
Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Kepailitan, Jakarta:
Erlangga, 2016, hlm.97
Universitas Sumatera Utara
43
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan baik didalam maupun di
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Ketentuan tersebut ditegaskan kembali dalam Pasal 97 ayat (1) yang
menentukan bahwa direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan. Ayat
(2) Pasal 97 tersebut menegaskan bahwa pengurusan wajib dilaksanakan oleh
setiap anggota direksi dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Tugas dan
tanggung jawab tersebut dikenal dengan Prinsip fiduciary duties, yaitu seorang
direktur memiliki hubungan kepercayaan dengan persero, dimana direktur telah
mengikatkan diri dengan/atau kepada persero untuk bertindak dengan iktikad baik
demi kemanfaatan atau keuntungan persero.58
Adapun kewenangan, tugas dan kewajiban direksi adalah:59
a. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah
rapat direksi.
b. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan perseroan dan
dokumen perseroan lainnya.
c. Meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan perseroan dan
menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari
50% jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih,
baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
Pasal 103 UUPT juga menegaskan bahwa direksi dapat memberi kuasa
tertulis kepada satu orang karyawan perseroan atau lebih ataupun kepada orang
lain, untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu
sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa.
58
Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas, Jakarta:
Sinar Grafika, 2009, hlm.39 59
Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm.89-99
Universitas Sumatera Utara
44
c) Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan umum atau khusus sesuai dengan Anggaran Dasar serta memberi
nasihat kepada Direksi. Ketentuan yang berkaitan dengan Dewan Komisaris diatur
dalam Pasal 1 ayat (6), Pasal 108 sampai dengan Pasal 121 UUPT.
Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih. Dewan
komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan majelis dan
setiap anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri tetapi
berdasarkan keputusan dewan komisaris. Hal ini berbeda dengan setiap anggota
direksi dimungkinkan untuk bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas
direksi.60
Menurut Pasal 116 UUPT, kewajiban dewan Komisaris dirumuskan
sebagai berikut:
1. Membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya.
2. Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau
keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.
3. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukannya
selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.
Tidak hanya direksi saja yang dapat menerapkan prinsip fiduciary duties,
tetapi komisaris pun juga mempunyai prinsip tersebut, Fiduciary duties adalah
suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang
memanfaatkan seorang lain, dimana kepentingan pribadi seseoang yang diurus
oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang
yang mempunyai kewajiban ini harus melaksanakannya berdasarkan suatu standar
60
Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU nomor 40 Tahun 2007), Bandung:
PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 130
Universitas Sumatera Utara
45
dari kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai dengan yang
ditentukan oleh hukum. Sedangkan fiduciary ini adalah seseorang yang
memegang peran sebagai suatu wakil (trustee) atau suatu peran yang disamakan
dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini peran tersebut
didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran
ini meliputi, ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterusterangan
(candor).61
Fiduciary ini termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola,
pengawas, wakil atau wali, dan pelindung (guardian). Termasuk juga di dalamnya
seoranglawyeryang mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya.
Pengelolaan perseroan atau perusahaan, para anggota direksi dan komisaris
sebagai salah satu organ vital dalam perusahaan tersebut merupakan pemegang
amanah (fiduciary) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang
kepercayaan.62
PT dapat menjadi bubar karena alasan tertentu. Pembubaran perseroan
sejatinya merupakan tindakan penghapusan entitas hukum tersebut sebagai subjek
hukum.63
Menurut Pasal 142 UUPT, pembubaran perseroan bisa terjadi karena hal
berikut:64
61 Palayukan,dkk, Analisis Terhadap Larangan Praktik Insider Trading Di Pasar
Modal, USU LawJournal,Volume 2,Nomor 2, hlm.92-111 62
Putri Sari Harahap dan Tumanggor, Penerapan Asas Piercing The Corporate Veil:
Perspektif Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas, Jurnal Nuansa Kenotariatan, Volume 1,
Nomor 1, hlm.49 63
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Bandung:
CV. Nuansa Aulia, 2002, hlm. 79 64
Zaeni Asyahadie dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm.111-113
Universitas Sumatera Utara
46
1. Berdasarkan keputusan RUPS
Direksi dapat mengajukan usul pembubaran perseroan keada RUPS.
Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan sah apabila diambil sesuai
dengan ketentuan Pasal 87 UUPT yaitu berdasarkan musyawarah untuk mufakat,
dan Pasal 89 UUPT yaitu dalam hal penggabungan, peleburan, pengambilalihan,
kepailitan, dan pembubaran perseroan, keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh
pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit
¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.
2. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar
telah berakhir
Dalam hal perseroan bubar karena jangka waktu berdirinya berakhir
sebagaimana ditetapkan dalam anggaran asar, maka Menteri Hukum dan Ham atas
permohonan direksi dapat memperpanjang jangka waktu tersebut. Permohonan
untuk memperpanjang jangka waktu tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan
keputusan RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling
sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah
suara tersebut
3. Berdasarkan penetapan pengadilan
Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan atas:
a. Permohonan kejaksaan berdasarkan alasan yang kuat perseroan melanggar
kepentingan umum.
Universitas Sumatera Utara
47
b. Permohonan satu orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling
sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah.
c. Permohonan kreditor berdasarkan alasan:
1) Perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit.
Atau
2) Harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh
utangnya setelah pernyataan pailit dicabut
4. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup
untuk membayar biaya kepailitan
5. Karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam
keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
6. Karena dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan perseroan
melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Yang dimaksud dengan “dicabutnya izin usaha perseroan
sehingga mewajibkan perseroan melakukan likuidasi” adalah ketentuan
yang tidak memungkinkan perseroan untuk berusaha dalam bidang lain
setelah izin usahanya dicabut. Misalnya, izin usaha perbankan dan izin
usaha perasuransian.
Universitas Sumatera Utara
48
C. Pengaturan Holding Company di Indonesia
1. Pengertian dan Jenis-Jenis Holding Company
Beberapa sarjana memberikan pengertian mengenai holding company ini
diantaranya adalah:
a) Komaruddin
Holding company yaitu suatu badan usaha yang didirikan dengan tujuan
untuk menguasai sebagian besar saham dari badan usaha yang akan
dipengaruhinya.65
b) Ray August
Holding company adalah perusahaan yang dimiliki oleh induk perusahaan
atau beberapa induk perusahaan yang bertugas mengawasi,
mengkordinasikan dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak
perusahaannya.66
c) Munir Fuady
Munir fuady mengistilah holding company dengan istilah perusahaan
holding yaitu suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham
dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih
perusahaan lain tersebut. Biasanya (walaupun tidak selamanya) suatu
perusahaan holding memiliki banyak perusahaan yang bergerak dalam
bidang-bidang bisnis yang sangat berbeda-beda.67
65
Julian Br. Hutasoit, Analisis Yuridis Atas Pembentukan Holding Company BUMN,
Tesis Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum USU, Medan, 2017, hlm.30 66
Ibid., 67
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era global,
Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2005, hlm.83
Universitas Sumatera Utara
49
d) Raaijmakers
Raaijmakers mengunakan istilah holding company dengan perusahaan
grup bahwa perusahaan grup dikonstruksikan oleh keterkaitan antara induk
dan anak perusahaan yang berbadan hukum mandiri. Induk perusahaan
bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan dan
mengordinasikan anak-anak perusahaan dalam suatu kesatuan manajemen
bagi terciptanya tujuan kolektif perusahaan grup sebagai kesatuan
ekonomi.68
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Suatu
perusahaan dikatakan menjadi perusahaan grup yakni bila telah memegang
kendali atas perusahaan lainnya apabila perusahaan tersebut memiliki lebih dari
setengah dari keseluruhan nilai nominal saham yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan lainnya, atau apabila perusahaan memiliki kewenangan untuk
menentukan komposisi direksi suatu perusahaan. Perusahaan grup merupakan
gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri,
yang terkait satu sama lain begitu erat, sehingga membentuk suatu kesatuan
ekonomi yang tunduk kepada suatu pimpinan sentral dari suatu perusahaan induk
sebagai pimpinan sentral.69
68
Nita Aryani, Tanggung jawab hukum dalam kontruksi perusahaan induk (Holding
company) dan anak perusahaan dalam perusahaan grup,
http://lawandbeuty.blogspot.com/2013/07/tanggung-jawab-hukum-dalam-kontruksi.html , diakses
06 Oktober 2019 Pukul 7.08 WIB. 69
Julian Br. Hutasoit, Analisis Yuridis Atas Pembentukan Holding Company BUMN,
Tesis Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum USU, Medan, 2017, hlm.34
Universitas Sumatera Utara
50
Dalam pembentukan holding company terdapat beberapa ciri-ciri holding
company diantaranya adalah:70
1) Terdiri dari dua orang atau lebih
2) Adanya melakukan kerjasama.
3) Adanya komunikasi antara satu anggota dengan yang lain.
4) Adanya tujuan yang hendak dicapai.
5) Memiliki induk perusahaan yaitu holding company itu sendiri
6) Memiliki anak perusahaan yaitu badan-badan usaha yang dikuasainya
7) Menyerahkan pengelolahan bisnis yang dimilikinya pada manajemen yang
terpisah
8) Menguasai mayoritas saham dari masing-masing saham di anak
perusahaan holding serta mengendalikan semua jalannya proses usaha
pada setiap badan usaha yang telah dikuasai sahamnya.
9) Setiap anak perusahaan holding memiliki line bisnis yang berbedabeda.
Yang dimana hubungan anatara induk perusahaan dengan anak perusahaan
disebut hubungan affiliasi.
10) Membeli dan menguasai sebagian besar saham dari beberapa badan usaha
lain.
11) Sumber pendapatan utama bagi Holding company (Perusahaan induk)
adalah pendapatan deviden yang diperoleh dari saham-saham yang
dimilikinya.
12) Kekayaan holding company diperoleh dari saham-saham masing-masing
badan usaha yang dikuasainya.
Holding company dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu Investment
Holding Company dan Operating Holding Company, dimana keduanya ditinjau
dari kegiatan usaha perusahaan induk yaitu:71
1) Investment Holding Company72
Pada Investment Holding Company, induk perusahaan hanya melakukan
penyetaraan saham pada anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan pendukung
ataupun kegiatan operasional. Induk perusahaan memperoleh pendapatan hanya
dari deviden yang diberikan oleh anak perusahaan. Dalam Keputusan Ketua
70
Ibid., hlm.35-36 71
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Peraturan Bapepam-LK
Tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha Di Pasar Modal, Peraturan
Bapepam- LK Nomor VIII.C.3. 72
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
51
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Tentang Pedoman
Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha Di Pasar Modal memberikan
defenisi mengenai Investment Holding Company yaitu Pasal 1 huruf a butir ke 24:
“Perusahaan induk (Holding Company) atau Perusahaan Investasi
(Investment Company) adalah suatu perusahaan yang sebagian besar
pendapatannya hanya berasal dari pernyetaraan pada
perusahaanperusahaan lain.”
2) Operating Holding Company73
Pada Operating Holding Company, induk perusahaan menjalankan
kegiatan usaha dan mengendalikan anak perusahaan. Kegiatan usaha induk
perusahaan biasanya akan menentukan jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh
induk perusahaan tersebut. Dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan Tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian
Laporan Penilaian Usaha Di Pasar Modal memberikan defenisi mengenai
Operating Holding Company yaitu: Pasal 1 huruf a butir ke 25:
“Perusahaan induk operasional (Operating Holding Company) adalah
suatu perusahaan yang pendapatannya berasal dari pernyataan pada
perusahaan lain dan kegiatan usaha lainnya.”
73
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
52
2. Tujuan dan Manfaat Holding Company
Adapun tujuan pendirian holding company pada umumnya untuk membuat
suatu kelompok usaha yang kuat dengan satu induk pemilik saham mayoritas
sehingga kegiatan dari anak perusahaan lebih terkontrol dan terarah. Adapun yang
menjadi tujuan dari pembentukan holding company yang juga merupakan menjadi
keuntungan suatu kelompok usaha, yaitu:74
1. Kemandirian Resiko, oleh karena masing-masing anak perusahaan
merupakan badan hukum berdiri sendiri yang secara sah terpisah satu
sama lain, maka pada prinsipnya setiap kewajiban, resiko, dan klaim dari
pihak ketiga terhadap suatu anak perusahaan tidak dapat dibebankan
kepada anak perusahaan yang lain, walaupun masing-masing anak
perusahaan tersebut masih dalam suatu grup usaha, atau dimiliki oleh
pihak yang sama. Akan tetapi, prinsip kemandirian anak perusahaan ini
dalam beberapa hal dapat diterobos.
2. Hak pengawasan yang lebih besar. Untuk beberapa kasus, perusahaan
holding dapat melakukan kontrol yang lebih besar terhadap anak
perusahaan, sekalipun misalnya memiliki saham di anak perusahaan
kurang dari 50%. Hal ini dapat terjadi karena eksistensi perusahaan
holding dalam anak perusahaan sangat diharapkan oleh anak perusahaan.
Bisa jadi disebabkan karena perusahaan holding dan atau pemiliknya
sudah sangat terkenal, jika pemegang saham lain selain perusahaan
74
Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, hlm.91-94
Universitas Sumatera Utara
53
holding tersebut banyak dan terpisah-pisah dan jika perusahaan holding
diberikan hak veto.
3. Pengontrolan yang lebih mudah dan efektif. Perusahaan holding dapat
mengontrol seluruh anak perusahaan dalam suatu grup usaha, sehingga
kaitannya lebih mudah diawasi.
4. Operasional yang lebih efisien, dapat terjadi bahwa atas prakarsa dari
perusahaan holding, masing-masing anak perusahaan dapat saling bekerja
sama, saling membantu satu sama lain. Disamping itu kegiatan masing-
masing anak perusahaan tidak overlapping, sehingga dapat meningkatkan
efisiensi perusahaan.
5. Kemudahan sumber modal, karena masing-masing anak perusahaan lebih
besar dan lebih bonafid dalam suatu kesatuan dibandingkan jika masing-
masing lepas satu sama lain, maka kemungkinan mendapatkan dana oleh
anak perusahaan dari pihak ketiga relatif lebih besar. Disamping itu,
perusahaan holding maupun anak perusahaan lainnya dalam grup yang
bersangkutan dapat memberikan berbagai jaminan hutang terhadap
hutangnya anak perusahaan yang lain dalam grup yang bersangkutan.
6. Keakuratan keputusan yang diambil, Karena keputusan diambil secara
sentral oleh perusahaan holding, maka tingkat akurasi keputusan yang
diambil dapat lebih terjamin dan lebih prospektif. Hal ini disebabkan,
disamping karena staf manajemen perusahaan holding kemungkinan lebih
bermutu dari perusahaan anak, tetapi juga staf manajemen perusahaan
holding mempunyai kesempatan untuk mengetahui persoalan bisnis lebih
Universitas Sumatera Utara
54
banyak, karena dapat memperbandingkan dengan anak perusahaan lain
dalam grup yang sama, bahkan mungkin belajar dari pengalaman anak
perusahaan lain tersebut. Walaupun begitu, manfaat seperti ini tidak
dipunyai perusahaan dalam grup konglomerat investasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa holding company yang
fungsinya menjadi perusahaan induk yang mempunyai peranan dalam
perencanaan, pengkoordinasian, pengkonsolidasikan, pengembangan dan juga
pengendalian bertujuan untuk pengoptimalan kinerja perusahaan secara
menyeluruh, termasuk anak perusahaan dan juga afiliasi-afiliasinya.
Adanya perusahaan grup juga memudahkan perusahaan yang bersangkutan
untuk mengatasi berbagai permasalahan menyangkut operasional perusahaan yang
berada pada wilayah yurisdiksi berbeda.75
Selain itu, struktur perusahaan grup
juga berfungsi sebagai wahana yang digunakan untuk melindungi kepentingan
bisnis anggota perusahaan grup dari berbagai hambatan regulasi yang ada.
Sedangkan kerugian dari eksistensi holding company antara lain adalah:76
1. Pajak ganda. Dengan adanya perusahaan holding, maka terjadilah
pembayaran pajak berganda. Hal ini disebabkan karena adanya
kemungkinan pemungutan pajak ketika deviden diberikan kepada
perusahaan holding sebagai pemegang saham. Kecuali perusahaan holding
merupakan perusahaaan modal ventura, yang memegang saham sebagai
penanaman modal pada investee company. Dalam hal ini undang-undang
pajak yang sekarang tidak memberikan pajak ganda.
75
Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia,
hlm.64 76
Munir Fuady, Op.Cit., hlm. 93-94
Universitas Sumatera Utara
55
2. Lebih birokratis. Karena harus diputuskan oleh manajemen perusahaan
holding maka mata rantai pengambilan keputusan akan menjadi lebih
panjang dan lamban. Kecuali pasca perusahaan holding investasi yang
memang tidak ikut terlibat dalam manajemen perusahaan holding.
3. Management one man show. Keberadaan perusahaan holding dapat lebih
memberikan kemungkinan akan adanya management one man show oleh
perusahaan holding. Ini akan berbahaya, terlebih lagi terhadap kelompok
usaha yang horizontal atau model kombinasi, dimana kegiatan bisnisnya
sangat beraneka ragam. Sehingga, masing-masing bidang bisnis tersebut
membutuhkan skill dan pengambilan keputusan sendiri yang berbeda-beda
satu sama lain.
4. Conglomerate game. Terdapat kecenderungan terjadinya conglomerate
game yang dalam hal ini berkonotasi negatif, seperti manipulasi pelaporan
income perusahaan, transfer pricing, atau membesar-besarkan informasi
tertentu.
5. Penutupan usaha. Terdapat kecenderungan yang lebih besar untuk
menutup usaha dari satu atau lebih anak perusahaan jika usaha tersebut
mengalami kerugian usaha.
6. Risiko usaha. Membesarnya risiko kerugian seiring dengan membesarnya
keuntungan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
56
3. Pengaturan Holding Company di Indonesia
Sehubungan dengan belum lengkapnya ketentuan hukum tentang holding
company di Indonesia, maka untuk dapat mencari dasar hukumnya dapat
ditemukan dibeberapa peraturan perundang-undangan, yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
Undang-undang ini mengartikan mengenai pengertian afiliasi, yaitu pada
Pasal 1 butir 1 dimana salah satu hubungan yang dianggap sebagai afiliasi adalah
hubungan antara dua perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi
atau dewan komisaris yang sama, hubungan antara perusahaan dari pihak, baik
langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang sama, serta hubungan antara
perusahaan dan pemegang saham utama. Afiliasi dalam undang-undang ini dapat
dimaknai sebagai pengertian atau kata lain dari Holding Company.
b. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Undang-undang ini melihat hubungan antara holding company dengan
subsidiary sebagai hubungan yang istimewa, yaitu hubungan kepemilikan antara
satu perusahaan dengan perusahaan lain dimana hubungan ini terjadi karena
adanya keterkaitan, pertalian atau ketergantungan satu pihak dengan pihak yang
lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa, faktor kepemilikan atau
penyetaraan, adanya hubungan darah atau karena perkawinan merupakan faktor
penyebab utama timbulnya hubungan istimewa. Hubungan istimewa ini diatur
dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
57
“Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan
ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada
apabila:
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak
langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak
lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah
25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau
hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib
Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun
tidak langsung;
c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam
garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Adapun bunyi Pasal 18 ayat (3c) adalah:
“Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit
company atau special purpose company) yang didirikan atau bertempat
kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven
country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha
tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan
saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
atau bentuk usaha tetap di Indonesia.”
c. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007
Pada UUPT ada beberapa pasal yang membahas mengenai holding
company, walaupun dalam pasal tersebut tidak secara langsung menyebutkan
mengenai induk dan anak perusahaan yakni seperti pada Pasal 7 ayat (1)
menyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta
notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Dalam Pasal 7 ayat 1 telah
memberikan legitimasi kepada perseroan untuk memiliki saham pada perseroan
lain. Dalam Pasal 7 ayat 1 ini juga telah mengizinkan kepada seseorang untuk
mendirikan suatu perseroan. Memori penjelasan Pasal 7 ayat 1 menjabarkan
bahwa yang dimaksud dengan “Orang” adalah orang perorangan, baik warga
Universitas Sumatera Utara
58
negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia atau
asing. Memori penjelasan pasal ini memang tidak ditujukan secara khusus sebagai
bentuk pengaturan perusahaan grup.
Namun, perbuatan hukum suatu badan hukum untuk mendirikan perseroan
lain berimplikasi kepada timbulnya keterkaitan antara dua perseroan melalui
kepemilikan saham. Perusahaan memiliki berbagai macam cara untuk
menciptakan keterkaitan di antara anggota perusahaan grup, baik melalui kontrak,
kepemilikan saham, ataupun kendali dalam penempatan direksi. Pasal 84
menyatakan bahwa ayat (2) mengatakan bahwa Hak suara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
1. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;
2. saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara
langsung atau tidak langsung; atau
3. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara
langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
Berdasarkan peraturan-peraturan diatas dapat dilihat bahwa Undang-
Undang Perseroan Terbatas nomor 40 tahun 2007 sebenarnya mengakui
keberadaan induk dan anak perusahaan hanya saja dalam undang-undang tersebut
tidak ada pengaturan secara khusus dan baku mengenai holding company yakni
bagaimana pembentukannya, bagaimana keterkaitannya dan siapa yang dikatakan
induk dan anak perusahaan tidak jelas diatur dalam Undang-undang Perseroan
Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
59
BAB III
PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY DALAM PERSEROAN
TERBATAS DI INDONESIA
A. Pembentukan Holding Company Di Indonesia
Merujuk praktek yang dijalankan dibanyak negara, terdapat beberapa
pilihan metode atau cara restrukturisasi, seperti pembentukan Holding Company,
penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan (merger dan akuisisi), penjualan
saham kepada publik (IPO)77
, penjualan kepada mitra strategis (Strategic Sale),
penjualan kepada manajemen pengelola (MBO), Kontrak Manajemen, serta
aliansi strategis lainnya.78
Ide awal dari pembentukan holding company sebagai pilihan untuk
restrukturisasi BUMN adalah untuk optimalisasi manajemen. Jika beberapa
BUMN disektor yang sama di‐holding‐kan maka akan ada share support di dalam
holding tersebut, misalkan human capital, distribution, information
communication and technology) dan sebagainya. Selain itu pembentukan holding
company BUMN akan meningkatkan fleksibilitas perusahaan, yang pada
gilirannya anak perusahaan akan bergerak sebagai pure corporate. Bentuknya
dapat berupa: financial (investment) holding company, atau operational holding
company, yang tergantung dari perbedaan karakteristik anak perusahaan.
77 IPO atau Initial Public Offerings adalah penawaran atau penjualan saham suatu
perusahaan untuk pertama kalinya kepada masyarakat atau publik di pasar modal atau bursa. Sri
Remuningsih, Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Initial Return Setelah Initial Public Offerings
(IPO) Pada Perusahaan Publik di Indonesia, Jurnal Universitas Paramadina, Volume 11, Nomor
3, Desember, 2014, hlm.2 78
Toto Pranoto dan Willem A. Makaliwe, Restrukturisasi BUMN Menjadi Holding
Company, Lembaga Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, hlm.2
Universitas Sumatera Utara
60
Pembentukan holding company ini berbeda dengan perusahaan induk yang sudah
berdiri dan membentuk anak‐anak perusahaan untuk menunjang aktivitasnya.79
Perusahaan dikatakan menjadi pemegang kendali atas perusahaan lainnya
apabila perusahaan tersebut dimiliki lebih dari setengah dari keseluruhan nilai
nominal saham yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan lainnya, dapat juga
apabila perusahaan memiliki kewenangan untuk menentukan komposisi Direksi
suatau perusahaan lainnya.80
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa holding
company adalah suatu perusahaan yang mengendalikan atau menentukan organ
kepentingan dan memegang lebih dari setengah dari total jumlah saham yang
dikeluarkan oleh perusahaan lain. Oleh karena itu holding company dapat
diartikan sebagai induk perusahaan (Parent Company) atau controlling company
disebabkan perusahaan tersebut memiliki kepentingan terhadap anak-anak
perusahaan.81
Sedangkan definisi anak perusahaan dapat dilihat dalam Keputusan
Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good
Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara Pasal 1 huruf e anak
perusahaan diartikan sebagai:82
Anak Perusahaan adalah Perseroan Terbatas yang dikendalikan oleh
BUMN secara langsung atau tidak langsung melalui anak perusahaan
dengan memiliki lebih dari 50% (lima puluh persen) saham dengan hak
79
Ibid., 80
Dea Claudia “Aspek Hukum Holding Company dalam Perusahaan dengan Status
Badan Usaha Milik Negara”. Skripsi, Universitas Indonesia, , Depok, 2012, Sebuah kutipan dari
Company Law (London: Blackstone Press limited, 1989 hlm. 28 81
Munir Fuady, Op.Cit,hlm. 83 82
Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek
Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara Pasal 1 huruf e,
Universitas Sumatera Utara
61
suara, atau memiliki 50% (lima puluh persen) saham dengan hak suara
atau kurang dari 50% (lima puluh satu persen) saham dengan hak suara
memenuhin ketentuan sebagai berikut:
1. Memiliki lebih dari 50 % (lima puluh persen) hak suara berdasarkan
perjanjian dengan pemegang saham pemilik modal lain.
2. Memiliki hak untuk menentukan kebijakan dibidang keuangan dan
operasional perusahaan berdasarkan Anggaran Dasar atau perjanjian;
3. Mempunyai kemampuan untuk mengangkat atau memberhentikan
mayoritas anggota Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas, dan atau;
4. Mempunyai kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam
rapat Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas perusahaan.
Salah satu contoh perusahaan Holding Company di Indonesia atau yang
dikenal juga dengan perusahaan grup adalah Sinar Mas Group, Salim Group,
Bakrie Group, Lippo Group, dan lain sebagainya.
Ada dua alasan utama pembentukan atau pengembangan perusahaan
grup:83
1. Upaya mengakomodasi peraturan perundangan-perundangan.
Peraturan perundang-undangan, yang berimplikasi kepada terbentuknya
perusahaan grup biasanya melibatkan kepentingan ekonomi pengelolaan kekayaan
negara/daerah dari badan usaha milik negara atau daerah
2. Strategi perusahaan untuk memperoleh manfaat ekonomi konstruksi
perusahaan grup
Alasan kedua yang mendorong pembentukan atau pengembangan
perusahaan grup adalah bagian strategi perusahaan untuk memperoleh manfaat
ekonomi atas pembentukan atau pengembangan perusahaan grup. Pembentukan
atau pengembangan konstruksi perusahaan grup merupakan artikulasi strategi
perusahaan melalui ekspansi usaha bagi tercapainya penguasaan ekonomi dalam
83
Sulistiowati, Op.Cit, hlm.67-69
Universitas Sumatera Utara
62
skala yang lebih besar atau menjamin ketersediaan penyediaan bahan yang lebih
kontinu.
Ada tiga proses dalam pembentukan perusahaan holding di Indonesia
yaitu: 84
1. Prosedur residu, yaitu perusahaan akan dipecah-pecah sesuai dengan
masing-masing sektor usaha. Perusahaan yang dipecah-pecah tersebut telah
menjadi perusahaan yang mandiri sementara sisanya (residu) dari
perusahaan asal dikonversi menjadi perusahaan holding yang juga
memegang saham pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-
perusahaan lainnya jika ada.
2. Prosedur penuh, yang biasanya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu
banyak terjadi pemecahan atau pemandirian perusahaan, tetapi masing-
masing perusahaan dengan kepemilikan yang sama atau bersama hubungan
saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu perusahaan induk.
Dalam hal ini, yang menjadi perusahaan induk bukan sisa dari perusahaan
asal seperti pada prosedur residu, tetapi perusahaan penuh dan mandiri.
3. Prosedur terpogram, yang dilakukan jika sejak semula pemilik telah
menyadari pentingnya perusahaan holding sehingga sejak awal sudah
terpikir untuk membentuk suatu perusahaan holding. Karena itu perusahaan
yang pertama kali didirikan dalam grupnya adalah perusahaan
holding/induk. Kemudian untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan dibentuk
atau mengakuisisi perusahaan lain, dimana perusahaan induk sebagai
84
Neni Sri Imaniyati, Hukum Bisnis: Telaah Tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi,
Edisi Pertama, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, hlm. 195
Universitas Sumatera Utara
63
pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai partner
bisnis. Demikianlah, maka jumlah perusahaan-perusahaan baru sebagai anak
perusahaan dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan
perkembangan bisnis dari grup usaha yang bersangkutan.
B. Pembentukan Holding Company Berdasarkan Undang-Undang Perseroan
Terbatas Nomor 40 Tahun 2007
Holding Company di Indonesia pada dasarnya terbentuk akibat adanya
kepemilikan saham perseroan atas perseroan lainnya yang menyebabkan
holding company memiliki hak untuk menerima dividen atau pembagian
keuntungan sejumlah beserta saham yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan
apa yang diatur dalam Pasal 71 ayat (2) UUPT yaitu:
“Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyelisihan untuk cadangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) dibagikan kepada
pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan lain dalam RUPS.”
Ketentuan dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas yang memberikan legitimasi bagi pendirian/pembentukan perusahaan
grup, terdapat pada pasal-pasal berikut.
1. Pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain.
Pasal 7 Ayat (1) menyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua)
orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Terdapat dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (1) yang dimaksud dengan “orang”
adalah orang perseorangan, baik warga Negara Indonesia maupun asing, atau
Universitas Sumatera Utara
64
badan hukum Indonesia atau asing. Memori penjelasan pasal ini memberi
legitimasi bagi suatu badan hukum perseroan untuk mendirikan perseroan lain.
Pendirian suatu perseroan oleh perseroan menimbulkan keterkaitan antara induk
dan anak perusahaan yang selanjutnya membentuk suatu perusahaan grup.85
2. Pembentukan perusahaan grup melalui pengambilalihan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 11 Undang-undang No. 40 Tahun
2007, perusahaan grup dapat dibentuk melalui pengambilalihan kepemilikan
saham anak perusahaan oleh induk perusahaan dengan implikasi yuridis berupa
beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Pengendalian suatu perseroan
oleh perseroan lain melalui pengambilalihan saham merupakan bentuk
intercorporate control yang menjadi suatu konstitutif dari pembentukan
perusahaan grup.86
Pengambilalihan atau yang biasa disebut dengan akuisisi menurut pasal
125 ayat 3 UUPT 40 Tahun 2007 akan mengakibatkan secara hukum adanya
peralihan pengendalian oleh pihak yang mengambil alih perseroan, atau pihak
yang mengakuisisi, dan perseroan yang di ambil alih sahamnya tidak menjadi
bubar dan tetap eksis seperti sediakala.87
3. Pembentukan perusahaan grup melalui pemisahan.
Diatur pada pasal 1 Angka (12) UUPT, Pasal tersebut tidak secara eksplisit
menyatakan bahwa pemisahan perseroan berimplikasi kepada pembentukan
perusahaan grup ataupun timbulnya pengendalian satu perseroan terhadap
85
Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia., hlm.
111. 86
Ibid.,. hal. 111 87
Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan Lbo, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2001, hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
65
perseroan lain, tetapi materi pasal ini memberikan legitimasi bagi pembentukan
perusahaan grup yang dihasilkan dari pemisahan satu perseroan menjadi dua atau
lebih perseroan. Syarat terbentuknya perusahaan grup dari pemisahan adalah satu
perseroan bertindak sebagai induk perusahaan yang mengendalikan satu atau lebih
perseroan lain dari pemisahan yuridis.88
UUPT mengenal dua jenis pemisahan yaitu:89
a) Pemisahan murni, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 135 ayat (2)
mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan terbatas beralih karena
hukum kepada dua perseroan atau lebih yang menerima peralihan dan
perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum.
b) Pemisahan tidak murni, yang dimaksud dengan pemisahan tidak murni
jika dilihat dalam Pasal 135 ayat (1) huruf b dan ayat (3) yaitu pemisahan
tidak murni mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih
karena hukum kepada satu perseroan lain atau lebih yang menerima
peralihan, dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada.
R. Murjiyanto menjelaskan bahwa perusahaan holding atau induk adalah
suatu perusahaan yang sudah besar dan berkembang, kemudian membentuk
beberapa perusahaan sebagai anak perusahaan, maka perusahaan besar itulah yang
menjadi perusahaan induk.90
88
Sulistiowati, Op.Cit., hlm. 112 89
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Op.Cit., hlm. 521 90
R. Murjiyanto, Pengantar Hukum Dagang: Aspek-aspek Hukum Perusahaan dan
Larangan Praktek Monopoli, Yogyakarta: Liberty, 2002, hlm.66.
Universitas Sumatera Utara
66
C. Hubungan Hukum Antara Holding Company Dengan Anak
Perusahaan
Sebagaimana diketahui bahwa dalam holding company terdapat induk
perusahaan dan anak perusahaan, hubungan hukum yang timbul antara induk
perusahaan dengan anak perusahaan merupakan hubungan antara pemegang
saham.91
Keberadaan perusahaan grup merupakan representasi keterkaitan antara
kesatuan ekonomi serta jumlah jamak secara yuridis. Pengendalian induk terhadap
anak perusahaan mengacu kepada aktualisasi kewenangan induk perusahaan
melalui kebijakan atau intruksi untuk mengarahkan kegiatan usaha anak
perusahaan dalam mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup sebagai
kesatuan ekonomi.92
Keterkaitan antara induk perusahaan terhadap anak perusahaan dalam
konstruksi holding company disebabkan oleh adanya hal-hal berikut, antara lain:93
1) Kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan. Kepemilikan
induk atas saham anak perusahaan dalam jumlah signifikan memberikan
kewenangan kepada induk perusahaan untuk bertindak sebagai pemimpin
sentral yang mengendalikan anak-anak perusahaan sebagai kesatuan
manajemen. Salah satu fungsi kepemilikan saham induk perusahaan pada
anak perusahaan adalah zeggenschapsfunctie. Zeggenschapsfunctie
kepemilikan saham pada anak perusahaan memberikan hak suara kepada
induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan melalui berbagai
91
Sulistiowati, Op.Cit., hlm.96 92
Emmy Panggaribuan, Perusahaan Kelompok, Yogyakarta: Seri Hukum Dagang,
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1994, hlm.2 93
Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia,
Op.Cit., hlm.96-97
Universitas Sumatera Utara
67
mekanisme pengendalian yang ada. Seperti RUPS untuk mendukung
beleggings function dari konstruksi perusahaan kelompok sebagai
kesatuan ekonomi.
2) Rapat Umum Pemegang Saham
Induk perusahaan tentu memiliki kewenangan untuk mengendalikan anak
peusahaan melalui mekanisme RUPS anak perusahaan. Dalam RUPS anak
perusahaan, induk perusahaan dapat menetapkan hal-hal stratejik yang dapat
mendukung pencapaian tujuan perusahaan kelompok sebagai kesatuan ekonomi,
antara lain melalui penetapan sasaran jangka panjang perusahaan dalam bentuk
business plan selama lima tahun yang dikenal dengan rencana stratejik. Dalam
rencana stratejik ini, direksi induk perusahaan menetapkan kebijakan dasar
perusahaan yang terdiri dari visi, misi, budaya serta sasaran strategi perusahaa.
Kebijakan dasar induk perusahaan ini diikuti oleh semua anak perusahaan dalam
menyusun perencanaan jangka masing-masing.
3) Penempatan anggota direksi dan/atau dewan komisaris anak perusahaan.
Melalui kepemilikan hak atas saham anak perusahaan, induk perusahaan
memiliki kewenangan untuk menempatkan anggota direksi dan/atau dewan
komisaris induk perusahaan untuk merangkap menjadi direksi dan/atau dewan
komisaris induk perusahaan untuk merangkap menjadi direksi atau dewan
komisaris anak perusahaan. Penempatan orang-orang induk perusahaan pada
anak-anak perusahaan merupakan bentuk pengendalian secara tidak langsung
terhadap kegiatan operasional anak perusahaan. Dengan fungsi pengendalian
Universitas Sumatera Utara
68
tersebut, induk perusahaan dapat memgetahui perkembangan kegiatan usaha
masing-masing anak perusahaan.
4) Keterkaitan melalui Perjanjian Hak Bersama
Hubungan antara induk perusahaan dengan anak perusahaan juga dapat
terjadi karena adanya perjanjian hak bersuara yang dilakukan antara pemegang
direksi dan dewan komisaris ditentukan oleh salah satu pemegang saham pendiri.
Perjanjian semacam ini terjadi karena perusahaan kelompok yang merupakan
badan usaha milik negara yang sering disebut dengan saham merah putih dan
biasanya disebut dengan saham seri A.
5) Keterkaitan melalui Kontrak
Suatu perseroan dapat membuat suatu perjanjian pengelolaan perusahaan
dengan menyerahkan kendali atas manajemen kepada perseroan.
Anak perusahaan juga pada umumnya juga berbentuk Perseroan Terbatas,
yang tentu mempunyai kedudukan yang mandiri. Sebagai badan hukum, maka
anak perusahaan merupakan penyandang hak dan kewajiban sendiri dan juga
mempunyai kekayaan sendiri, yang terpisah secara yuridis dengan harta
pemegang sahamnya.94
Terhadap induk dan anak perusahaan yang berbadan hukum mandiri,
berlaku prinsip hukum yang menjadi pondasi dasar perseroan terbatas yang
meliputi pengesahan badan hukum, status badan hukum perseroan sebagai subjek
hukum mandiri atau separate legal entity dan limited liability. Kemandirian
yuridis anak perusahaan tidaklah menghalangi kewenangan induk perusahaan
94
Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, hlm. 133
Universitas Sumatera Utara
69
untuk mengendalikan anak perusahaan. Sebaliknya, pengendalian induk
perusahaan tidak menghapuskan kemandirian yuridis status badan hukum anak
perusahaan. Berdasarkan prinsip kemandirian badan hukum tersebut, maka pada
prinsipnya secara hukum, maka perusahaan holding dalam kedudukannya sebagai
induk perusahaan tidak punya kewenangan hukum untuk mencapuri manajemen
dan policy anak perusahaan.95
Prinsip hukum limited liability merupakan prinsip hukum mengenai
alokasi resiko dan biaya perseroan yang didisain dan diciptakan pada kasus
perseroan tunggal, dan tidak ada pemisahan grup, dimana penerapan prinsip
hukum limited liability merupakan respons terhadap aspek ekonomi perseroan
tunggal yang tidak diarahkan kepada perusahaan grup. Limited liability menjadi
semacam garis pemisahan antara badan hukum dan pemegang saham.
Pertimbangan terhadap perlindungan kepada pemegang saham perseorangan dari
tanggung jawab, biaya, dan risiko diluar investasinya, berimplikasi kepada
penerapan prinsip limited liability, berupa larangan kepada suatu perseroan untuk
memiliki saham perusahaan lain.
Prinsip limited liability atau prinsip keterbatasan tanggung jawab kepada
induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan sesuai mengacu pada
ketentuan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dimana dinyatakan bahwa pemegang saham perseroan tidak
bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimilikinya,
95 Sulistiowati , Op.Cit, hlm. 98
Universitas Sumatera Utara
70
namun Induk perusahaan akan bertanggungjawab terhadap permasalahan hukum
anak perusahaan dalam hal-hal:96
1) Induk perusahan turut menandatangani perjanjian yang dilakukan anak
perusahaan dengan pihak ketiga anak perusahaan
2) Induk Perusahaan bertindak sebagai corporate guarantee atas perjanjian
anak perusahaan dengan kreditor
3) Induk perusahaan melakukan perbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan kerugian bagi pihak ketiga dari anak perusahaan.
Pada prinsipnya induk perusahaan dapat dikenakan tanggung jawab hukum
sebagai akibat dominasi induk perusahaan terhadap pengurusan anak perusahaan
yang menjalankan instruksi induk perusahaan, namun hukum perseroan masih
mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan anak
perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Hukum perseroan memberikan
perlindungan kepada induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan
dengan berlakunya prinsip limited liability atas ketidakmampuan anak perusahaan
menyelesaikan seluruh tanggung jawab hukum pada pihak ketiga.97
Keterkaitan induk perusahaan dan anak perusahaan dalam konstruksi
perusahaan grup menyebabkan induk perusahaan memiliki peran ganda sebagai
pemegang saham anak perusahaan sekaligus pimpinan sentral perusahaan grup.
Kedudukan induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan
menyebabkan induk perusahaan tidak hanya bertanggungjawab sebesar nilai
96
http://lawandbeauty.blogspot.co.id/2013/07/tanggung-jawab-hukum-dalam-
kontruksi.htmldiakses pada tanggal 12 Oktober 2019 pukul 21.45 WIB 97
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/67472/Chapter%20III-
V.pdf?sequence=2&isAllowed=y, diakses pada tanggal 12 Oktober 2019 Pukul 22.04 WIB
Universitas Sumatera Utara
71
saham mengingat peran ganda perusahaan induk. Tanggung jawab ini diarahkan
kepada perluasan tanggung jawab hukum induk perusahaan sebagai pemegang
saham sekaligus sebagai pimpinan sentral perusahaan grup dengan menerapkan
prinsip Piercing the corporate veil dan prinsip keseimbangan yang berkeadilan
antara hak dan kewajiban induk perusahaan sehingga induk perusahaan memiliki
kewajiban untuk bertanggungjawab atas segala akibat hukum yang muncul dari
hubungan tersebut.98
Berdasarkan prinsip kemandirian perusahaan anak sebagai badan hukum,
maka Holding Company tidak mempunyai kewenangan hukum untuk mencampuri
manajemen dan kebijakan perusahaan anak. Adapun keterlibatan holding
company terhadap bisnis perusahaan anaknya hanya dimungkinkan dalam hal-hal
sebagai berikut:99
a) Melalui direktur dan komisaris yang diangkat oleh holding company
sebagai pemegang saham, sejauh tidak bertentangan dengan anggaran
dasar holding company.
b) Melalui hubungan yang kontraktual, juga sejauh tidak bertentangan
dengan anggaran dasar perusahaan.
Adapun sebagai pemegang saham holding company juga mendapatkan
hak-hak sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (1) UUPT yaitu:
“Saham memberikan hak kepada pemiliknya usaha :
a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
b. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
98
Ibid., 99
Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, hlm.133
Universitas Sumatera Utara
72
c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini.”
Dapat disimpulkan bahwa sebagai pemegang saham mayoritas atas sebuah
perusahaan maka holding company memiliki kekuatan mayoritas suara dalam
RUPS. Pada dasarnya perseroan dalam bentuk holding company dilihat sebagai
entitas hukum yang terpisah sehingga kewajiban dari perusahaan induk dapat juga
dilihar sebagai kewajiban pemegang saham pada umumnya yaitu memberikan
modal kepada perseroan yang bersifat grup (group of company), dimana
perusahaan anak (subsidiary):100
a) Dimodali oleh holding, sehingga subsidiary tersebut benar-benar
dibawah permodalan holding atau under capitalize, dan
b) Dalam keadaan under capitalize tersebut, subsidiary berada dalam
keadaan tidak independen eksistensi ekonomi dan perusahaannya.
c) Subsidiary itu semata-mata berperan dan berfungsi sebagai wakil
melakukan bisnis holding.
Maka perseroan holding atau perusahaan induk bertanggungjawab
terhadap hutang perseroan anak (subsidiary). Dengan demikian dapat dilihat
tanggung jawab hukum perusahaan induk terhadap anak perusahaan jika dilihat
dari ciri atau unsur dari suatu holding company, dapat dikaitkan bahwa masalah
hukum mengenai perusahaan grup atau concern bersumber pada yang dua yaitu
masalah kesatuan ekonomi dan kebinekaan yuridis yang ada.101
Jika dilihat dari segi kesatuan ekonomi, maka perusahaan yang akan di
holding bukan merupakan suatu permasalahan yang mewarnai hubungan anak dan
100
M.Yahya Harahap, Op.Cit., hlm.82 101
Jhon Sipayung, Op.Cit., hlm. 6
Universitas Sumatera Utara
73
induk perusahaannya karena memang dapat dikatakan anak perusahaan tersebut
yang sudah di holding merupakan perpanjangan tangan dari induk perusahaan.102
D. Penggunaan Teori Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding
Company Dalam Kaitannya Dengan Anak Perusahaan di Indonesia
Hubungan hukum yang terjadi di antara perusahaan induk dan perusahaan
anaknya pada dasarnya merupakan hubungan antara pemegang saham
(perusahaan induk) dengan perusahaan anak. Hubungan hukum tersebut diatur
secara tegas di dalam Anggaran Dasar perusahaan anak dengan memperhatikan
ketentuan yang berlaku. Hubungan antara perusahaan induk dengan perusahaan
anak tersebut pada dasarnya juga termasukhubungan kerja, yakni hubungan antara
pengusaha/orang perorangan yang mempunyai badan usaha dan pekerja yang
didasarkan pada perjanjian kerja.103
Hubungan kerja pada dasarnya merupakan perikatan yang terjadi antara
pemberi kerja dan penerima kerja berdasarkan suatu perjanjian. Hubungan kerja
dalam hal ini dapat berupa menjalankan perusahaan atau menjalankan pekerjaan.
Selain hubungan kerja, hubungan antara perusahaan induk dengan perusahaan
anak juga dapat dikategorikan sebagai hubungan lain dalam lingkup kerja badan
usaha. Pada dasarnya, orang-orang berdasarkan hubungan lain merupakan orang-
orang yang memiliki hubungan lain selain hubungan kerja dengan korporasi, di
102
Ibid., 103
Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH,
Jakarta: PT Sofmedia, 2011, hlm. 80-81
Universitas Sumatera Utara
74
mana mereka merupakan orang yang mewakili korporasi untuk melakukan
perbuatan hukum untuk dan atas nama korporasi berdasarkan:104
1) Pemberian kuasa;
2) Berdasarkan perjanjian dengan pemberian kuasa (pemberian kuasa
bukan diberikan dengan surat kuasa tersendiri, tetapi dicantumkan
dalam perjanjian itu sehingga merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari perjanjian tersebut);
3) Berdasarkan pendelegasian wewenang.
Doktrin piercing the corporate veil pada dasarnya merupakan suatu
doktrin atau teori yang diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung
jawab ke pundak orang atau perusahaan lain, atas perbuatan hukum yang
dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku (badan hukum), tanpa melihat kepada
fakta bahwa perbuatan tersebut sebenarnya dilakukan oleh perseroan pelaku
tersebut. 105
Dalam hal seperti ini pengadilan akan mengabaikan status badan hukum
dari perusahaan tersebut dan membebankan tanggung jawab kepada pihak
“organizers” dan “managers” dari perseroan tersebut dengan mengabaikan prinsip
tanggung jawab terbatas dari perseroan sebagai badan hukum yang biasanya
dinikmati oleh mereka. Dalam melakukan hal tersebut, biasanya dikatakan bahwa
pengadilan telah mengoyak /menyingkapi tirai/kerudung perusahaan (to pierce the
104
Ibid., hlm.153 105
Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya
Dalam Hukum Indonesia, Op.Cit.,,hlm.8
Universitas Sumatera Utara
75
corporate veil). Doktrin ini biasanya muncul dan diterapkan apabila ada kerugian
atau tuntutan hukum dari pihak ketiga terhadap perseroan tersebut.106
Pasal 3 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa pemegang saham perseroan
tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama
perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham
yang dimiliki. Namun, dalam Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak
terpenuhi.
2. Pemegang Saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung dengan iktikad buruk memanfaatkan perseroan untuk
kepentingan pribadi.
3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Perseroan.
4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan,
yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk
melunasi utang perseroan.
Antara perseroan dan pemegang saham ada satu tabir pemisahan sesuai
apa yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT. Menurut Ridwan Khairandy,
ada tiga tujuan adanya tanggung jawab terbatas bagi pemegang saham, yaitu:107
106
Ibid., 107
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan
dan Yurisprudensi, Yogyakarta: Penerbit Kreasi Total Media, 2008, hlm. 262
Universitas Sumatera Utara
76
1. Tanggung jawab terbatas bertujuan untuk melindungi pemegang saham
dari kerugian yang lebih besar di luar apa yang telah mereka
investasikan.
2. Pemegang saham mampu mengalihkan risiki kegagalan bisnis yang
potensial kepada kreditor perusahaan.
3. Untuk mendorong investasi dan memfasilitasi akumulasi modal
perusahaan.
Kemudian, ada dua keuntungan terhadap prinsip pertanggung jawaban
terbatas, yaitu tanggung jawab terbatas dapat mendorong terciptanya efesiensi
ekonomi dan tanggung jawab terbatas memberikan akses bagi setiap orang untuk
meminimalisasi risiko dalam kegiatan usahanya, sehingga orang tersebut dapat
menghasilkan keuntungan yang diharapkan.108
Dilihat dari ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUPT dan doctrine of separate
legal personality of a company, yaitu antara perseroan dan pemegang saham ada
satu tabir pemisahan dapat dipahami bahwa tanggung jawab terbatas tersebut
merupakan penentuan pembatasan tanggung jawab pribadi pemegang saham atas
kewajiban perusahaan. Artinya, pada saat perseroan tidak mampu untuk
memenuhi kewajibannya, maka pemegang saham hanya bertanggung jawab
sebesar jumlah modal yang disertakannya dalam perseroan.109
Doktrin piercing the corporate veil dapat dilihat dari ketentuan Pasal 3
ayat (2) UUPT. Doktrin piercing the corporate veil ini pada dasarnya bertujuan
untuk menghindari terjadinya ketidakadilan terutama bagi pihak luar perseroan
108
Ibid., hlm.263 109
Bismar Nasution, Bahan Kuliah Hukum Perusahaan (Bahan Ajar), Program Studi
Ilmu Hukum Fakultas Hukum USU, Medan, hlm.2
Universitas Sumatera Utara
77
dari tindakan sewenang-wenang atau tindakan tidak layak yang dilakukan atas
nama perseroan, baik yang terbit dari suatu transaksi dengan pihak ketiga maupun
yang timbul dari perbuatan menyesatkan atau perbuatan melawan hukum.110
Dengan demikian, di satu sisi UUPT mengakomodasi doctrine of separate
legal personality of a company dan disisi lain UUPT tersebut juga
mengakomodasi doktrin piercing the corporate veil. Artinya, dalam hal-hal
tertentu tanggung jawab pemegang saham itu tidak berlaku, sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 3 ayat (2) UUPT.
Penerapan prinsip piercing the corporate veil dapat dilakukan dalam
kasus-kasus seperti penipuan, modal yang tidak mencukupi, kegagalan untuk
memenuhi formalitas pendirian perusahaan, dan menyalahgunakan kewenangan
dalam perusahaan sebagai akibat adanya dominasi satu atau lebih pemegang
saham. Prinsip piercing the corporate veil juga dapat dikenakan untuk kasus
penghindaran kewajiban hukum, melanggar fiduciary duty dan agency, deviden
yang tidak dibayarkan atau pembayaran deviden yang berlebihan kepada
pemegang saham, dan pemegang saham mayoritas menggunakan jaminan
perorangan atas diri mereka pribadi untuk menanggung kewajiban perusahaan.111
Prinsip piercing the corporate veil juga dapat diterapkan dalam hal
terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh
anak perusahaan. Perusahaan induk dapat dikenakan pertanggungjawaban atas
tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh
perusahaan anaknya dengan menerapkan doktrin piercing the corporate veil.
110 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung:
Penerbit PT. Alumni, 2004 ,hlm. 154 111
Bismar Nasution, Op.Cit., hlm.3
Universitas Sumatera Utara
78
Apabila kemudian dapat dibuktikan keterkaitannya bahwa perusahaan induk
memegang kontrol pengendalian pada tindakan operasional perusahaan anak dan
terbukti bahwa kontrol pengendalian tersebut digunakan oleh perusahaan induk
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang termasuk ke dalam lingkup penerapan
doktrin piercing the corporate veil, seperti memanfaatkan perusahaan anak
dengan itikad buruk untuk kepentingan pribadi perusahaan induk atau perusahaan
induk turut melakukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
perusahaan anak, serta secara melawan hukum menggunakan kekayaan
perusahaan anak, yang mengakibatkan kekayaan perusahaan anak menjadi tidak
cukup untuk melunasi utang perusahaan anak, maka perusahaan induk dapat
dikenakan pertanggungjawaban atas tindakan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak.112
Perusahaan anak yakni ada atau tidaknya fakta pengendalian oleh
perusahaan induk. Fakta pengendalian tersebut menjadi penting dikarenakan fakta
tersebut berkaitan dengan pembebanan tanggung jawab hukum perusahaan induk
terhadap implikasi perbuatan hukum perusahaan anak yang kehilangan
kemandirian yuridis karena menjalankan instruksi/kebijakan perusahaan induk
kepada pihak ketiga dari perusahaan anak (pemegang saham minoritas, kreditor,
ataupun karyawan). Dengan demikian, adanya fakta bahwa perusahaan induk
mengendalikan perusahaan anak dapat dijadikan dasar bagi pemberlakuan doktrin
112
Miranda Chairunnisa, Pertanggungjawaban Perusahaan Induk Terhadap
Perusahaan Anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup,
Usu Law Journal, Volume II, Nomor 2, November, 2013, hlm.32
Universitas Sumatera Utara
79
piercing the corporate veil agar perusahaan induk dapat bertanggung jawab
terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perusahaan anak.113
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemegang saham
bertanggung jawab terbatas saham yang disetornya sesuai dengan doctrine of
separate legal personality of a company. Namun, pemegang saham berdasarkan
doktrin piercing the corporate veil dapat dipertanggung jawabkan sampai kepada
harta pribadi. Begitu pula, perusahaan induk dapat dipertanggungjawabkan
bersama-sama dengan anak perusahaan.
Adapun keadaan Holding Company harus bertanggung Jawab terhadap
Tindakan Hukum Anak Perusahannya yakni dalam hal :
1. Holding harus bertanggung jawab terhadap tindakan anak hukum
perusahannya dalam Kontraktual yang bersifat pelengkap.
2. Dalam hal Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
pelengkap secara sukarela.
3. Permodalan Rendah (Undercapitalization),
4. Dalam hal atas dasar penyalahgunaan aturan.
Bentuk Tanggung Jawab Holding Company Terhadap tindakan hukum
Anak Perusahaan setelah diterapkan Piercing The corporate veil adalah Ganti
rugi. Ganti rugi yang dibebankan kepada holding company setelah diterapkannya
Piercing the corporate viel terhadap tindakan hukum anak perusahaan ditentukan
dari segi prinsip tanggung jawab hukum, dimana berdasarkan tanggung jawab
berdasarkan kesalahan, atau berdasarkan tanggung jawab mutlak. Ganti rugi yang
113
Sulistiowati, Op.Cit., hlm.119
Universitas Sumatera Utara
80
dilakukan Holding terhadap tindakan hukum anak perusahaan dapat terpenuhi
setelah melalui prinsip tanggung jawab di atas, maka dapat disimpulkan
bahwasanya, ganti ruginya merupakan ganti rugi penghukuman. Ganti rugi
penghukuman merupakan suatu ganti rugi dalam jumlah besar yang melebihi dari
jumlah kerugian yang sebenarnya. Besarnya jumlah ganti rugi tersebut
dimaksudkan sebagai hukuman bagi si pelaku dalam hal ini adalah holding yang
melakukan realitas bisnis terhadap tindakan anak hukum perusahaan.114
114
Muhammad Syafi‟i, Piercing The Corporate Veil Terhdap Holding Company
Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan, Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Yogyakarta, 2016, hlm.10
Universitas Sumatera Utara
81
BAB IV
IMPLEMENTASI HOLDING COMPANY PADA PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA III MEDAN
A. Sejarah Pendirian PT. Perkebunan Nusantara III Medan
Adapun Sejarah Perseroan (PT. Perkebunan Nusantara III Medan) diawali
dengan proses pengambilalihan perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda
oleh Pemerintah RI yang dikenal sebagai proses nasionalisasi perusahaan
perkebunan asing menjadi Perseroan Perkebunan Negara (PPN). Kemudian pada
tahun 1968 Perseroan Perkebunan Negara (PPN) direstrukturisasi menjadi
beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP), tahun 1974
Bentuk badan hukumnya diubah menjadi PT Perkebunan (Persero). Guna
meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan usaha perusahaan BUMN.
Pemerintah merestrukturisasi BUMN subsektor perkebunan dengan melakukan
penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan perampingan struktur
organisasi. Diawali dengan langkah penggabungan manajemen, maka tahun 1994,
3 (tiga) BUMN Perkebunan yang terdiri dari PT Perkebunan III (Persero), PT
Perkebunan IV (Persero) dan PT Perkebunan V (Persero) pengelolaannya ke
dalam satu manajemen.115
Pada tahun 1996, melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1996 tanggal
14 Pebruari 1996, ketiga perseroan tersebut digabung dan diberi nama PT
Perkebunan Nusantara III (Persero) yang berkedudukan di Medan, Sumatera
Utara. PT Perkebunan Nusantara III (Persero) didirikan dengan Akte Notaris
115
http://www.ptpn3.co.id/sejarah.php?h=tentang-kami, diakses pada tanggal 11
Oktober 2019 Pukul 20.18 WIB
Universitas Sumatera Utara
82
Harun Kamil, SH, No . 36 tanggal 11 Maret 1996 dan telah disahkan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-
8331.HT.01.01.TH.96 tanggal 8 Agustus 1996 yang dimuat di dalam Berita
Negara Republik Indonesia No. 81 Tahun 1996 Tambahan Berita Negara No.
8674 Tahun 1996.116
Dapat dilihat sebenarnya awal mula penggabungan PT.Perkebunan
Nusantara ini telah terlihat sejak tahun 1996. Kemudian pada tahun 2014 setelah
keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 yang berlaku sejak
tanggal 17 September 2014, tentang penambahan Penyertaan Modal Negara
Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT.
Perkebunan Nusantara III maka PT. Perkebunan Nusantara III menjadi induk
(holding) bagi PT. Perkebunan Nusantara I, II, sampai dengan XIV.117
Peluncuran holding company BUMN Perkebunan pertama kali dilakukan
di surabaya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan,
meresmikan pembentukkan holding BUMN Perkebunan dan BUMN Kehutanan,
pada Kamis tanggal dua Oktober tahun 2014. Peresmian ini dilakukan di halaman
kantor PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI di Jalan Merak, Surabaya usai
Rapim BUMN.
Keputusan holding BUMN Perkebunan sesuai dengan surat Menteri
Keuangan (KMK), yakni KMK RI No 468/KMK.06/2014 tentang Penetapan Nilai
Tambah Penyertaan Modal Negara ke dalam modal PTPN III, tanggal 1 Oktober.
116
Ibid., 117
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
83
Tahap awal, holding BUMN kebun tetap memakai nama PT Perkebunan
Nusantara III (Persero). Begitu juga nama Perum Perhutani akan menjadi induk
dari beberapa PT Inhutani. PTPN III akan membawahi tiga belas PTPN pasca
diluncurkan sebagai holding company. Perubahan nama layaknya Semen
Indonesia dan Pupuk Indonesia akan dilakukan menyusul pasca peresmian.
Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan No.468/KMK.06/2014
Tentang Penetapan Nilai Penambahan Penyertaan Modal Negara kedalam Modal
PTPN III Pada 1 Oktober 2014, modal awal yang disetor pemerintah untuk
PT.Perkebunan Nusantara III sebagai holding sebesar Rp. 10 Triliun.
Adapun berdasarkan Anggaran Dasar sebagaimana ternyata dalam akta
notaris nomor 3 pada tanggal 03 Februari 2016 adanya perubahan mengenai
tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang semulanya berbunyi :118
“Maksud dan tujuan perseroan ini adalah melakukan usaha di bidang agro
bisnis dan agro industri, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya
perseroan untuk menghasilkan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi
dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan atau mengejar keuntungan
guna meningkatkan nilai perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip
perseroan terbatas”
Tujuan dan kegiatan usaha PT. Perkebunan Nusantara III Medan tersebut berubah
menjadi:
“Maksud dan tujuan Perseroan ini adalah melakukan usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui perseroan maupun anak
perusahaan di bidang agro bisnis dan agro industri, serta optimalisasi
pemanfaataan sumber daya perseroan untuk menghasilkan barang dan atau
jasa yang berumutu tinggi dan berdaya saing kuat agar mendapatkan atau
mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perseroan dengan
menerapkan prinsip-prinsip perseoan terbatas.”
118
Berdasarkan Akta Nomor 03 Tentang Pernyataan Keputusan Menteri Badan Usaha
Milik Negara Selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT.
PERKEBUNAN NUSANTARA III, yang dibuat di hadapan Notaris Nanda Fauz Fawzi.
Universitas Sumatera Utara
84
Adapun dengan diubahnya tujuan dan kegiatan usaha pada PT.PN III
maka menandakan bahwa telah terbentuknya holding pada PT. Perkebunan
Nusantara III Medan.
B. Tujuan dan Kegiatan Usaha pada PT. Perkebunan Nusantara III
Berdasarkan Anggaran Dasar yang terdapat pada Akta Notaris Nomor 3,
tanggal Tiga Februari 2016 yang dibuat di hadapan Notaris Nanda Fauz Iwan,
yang menjadi maksud dan tujuan serta kegiatan usaha PT. PN III terdapat dalam
Pasal 3, yaitu :
(1) Maksud dan tujuan perseroan ini adalah melakukan usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui Perseroan maupun anak
perusahaan di bidang agro bisnis dan agro industri, serta optimalisasi
pemanfaatan sumber daya Perseroan untuk menghasilkan barang dan atau
jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat agar
mendapatkan/mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perseroan
dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.
(2) Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut diatas, Perseroan dapat
melaksanakan usaha utama sebagai berikut:
a) Pengusahaan budidaya tanaman meliputi pembukaan dan pengolahan
lahan, pembibitan, penanaman dan pemeliharaan, serta pemungutan
hasil tanaman dan melakukan kegiatan-kegiatan lain yang
berhubungan dengan pengusahaan budidaya tanaman tersebut.
b) Produksi meliputi penerimaan dan pengolahan hasil tanaman sendiri
maupun dari pihak lain menjadi barang setengah jadi dan/atau barang
jadi serta produk turunannya.
c) Perdagangan meliputi penyelenggaraan kegiatan pemasaran berbagai
macam hasil produksi serta melakukan kegiatan perdagangan lainnya
yang berhubungan dengan kegiatan usaha Perseroan, baik hasil
produksi sendiri maupun hasil produksi pihak lain.
d) Pengembangan usaha bidang Perkebunan, Agro Wisata, Agro Bisnis,
Agro Industri dan Agro Forestry.
(3) Selain kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud pada ayat 2,
Perseroan dapat melakukan kegiatan usaha dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk :
a) Trading House, Real Estate, pergudangan, pariwisata, resort, olah raga
dan rekreasi, rest area, rumah sakit, jasa pelayanan kesehatan lainnya,
pendidikan, penelitian, prasarana telekomunikasi dan sumber daya
Universitas Sumatera Utara
85
energi (termasuk namun tidak terbatas (biofuel, green diesel ethanol),
jasa penyewaan dan pengusahaan sarana dan prasarana yang dimiliki
perusahaan, jalan bebas hambatan (tol), pusat perbelanjaan/mall,
perpupukan (industri dan perdagangan) jasa konsultasi bidang agro
bisnis dan agro industri dan atau pengolahan hasil perkebunan,
penyediaan air, pengelolaan limbah, penyediaan tenagan listrik dan
pembangkit tenaga listrik termasuk namun tidak terbatas pada yang
bersumber dari ethanol, biomasa dan biogas, jasa pembangunan kebun,
pertanian, perternakan, perkayuan, perkantoran, perikanan,
transportasi, kebandarudaraan, pertambangan, pelabuhan, alat mesin
pertanian, pakan ternak, penggemukan sapi, pembiakan sapi,
ketahanan pangan, karung goni, karung plastik, alkohol spiritus,
particle board, ragi, asam asetat, bumbu masak, kosmetik, bahan
bangunan, industri bio ethanol, jasa laboratorium, penyediaan air,
pengelolaab limbah, pelatihan, particle board, oleochemical, jasa
perbengkelan, rekayasa, pengadaan, dan konstruksi, industri
pengecoran logam, manufaktur, dan perkeretapian.
b) Pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus Meliputi:
1. Perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah serta penggunaaan
tanah untuk keperluan pengelolaan kawasan ekonomi khusus dan
melakukan penataan serta pembagian lebih lanjut dalam satuan-
satuan lingkungan tertentu dan melakukan pengembangan jasa-jasa
prasarana dan fasilitas fasilitas kawasan ekonomi khusus lainnya.
2. Penyerahaan dan penyewaan bagian-bagian tanah kepada pihak
ketiga untuk pemnbangunan sarana usaha berikut segala fasilitas
pendukungnya menurut persyaratan yang ditentukan oleh
Perseroan selaku pemegang hak, yang meliputi segi-segi
peruntukan, penggunaan, jangka wkatu berikut keuangannya,
dengan ketentuan pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga
dilakukan oleh pejabat yang berwenang.
3. Pembangunan, pembelian, penjualanan, dan pengelolaan properti
termasuk hotel, apartemen, kondominium, perumahan dan
agrowisata serta fasilitas penunjang lainnya.
c) Pengelolaan Kawasan Industri (Industrial complex), meliputi:
1. Perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah serta penggunaan
tanah untuk keperluan pengelolaan atau pengembangan kawasan
Industri, agro isndustrial complex, dan penataan serta pembagian
lebih lanjut dalam satuan-satuan lingkungan tertentu dan
pengembangan jasa-jasa prasarana dan fasilitas-fasilitas kawasan
industri (industrial complex) lainnya.
2. Penyerahan dan penyewaan bagian-bagian tanah kepada pihak
ketiga untuk pembangunan sarana usaha berikut segala fasilitas
pendukungnya menurut persyaratan yang ditentukan oleh
perseroan selaku pemegang hak, yang meliputi segi-segi
peruntukan, penggunaan, jangka waktu berikut keuangannya,
Universitas Sumatera Utara
86
dengan ketentuan pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga
dilakukan oleh pejabat yang berwenang.
3. Pembangunan, pembelian, penjualan, dan pengelolaan properti
termasuk hotel, apartemen, kondominium, perumahan dan
agrowisata serta fasilitas penunjang lainnya.
4. Kegiatan usaha ketenagalistrikan, meliputi kegiatan pembangkitan,
transmisi dan pendistribusian energi listrik kepada konsumen akhir,
pengoperasian fasilitas pembangkit yang menghasilkan energi
listrik, pengoperasian sistem transmisi hingga sistem distribusi ke
konsumen akhir, dan kegiatan penjualan ke konsumen.
5. Kegiatan usaha lainnya meliputi penjualan gas, air, telekomunikasi,
pengelolaan limbah dan kereta api.
C. Fungsi Pengawasan PT. Perkebunan Nusantara III Medan
Adapun yang melakukan fungsi pengawasan pada PT. Perkebunan
Nusantara III Medan dilakukan oleh Dewan Komisaris, sebagaimana tercantum
dalam Akta Notaris Nomor 3, tanggal Tiga Februari 2016 yang dibuat di hadapan
Notaris Nanda Fauz Iwan, pada Pasal 15:
1) Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan terhadap kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya baik mengenai
Perseroan maupun usaha perseroan yang dilakukan direksi serta
memberikan nasihat kepada direksi termasuk pengawasan terhadap
pelaksanaan rencana jangka panjang perseroan, rencana kerja dan
anggaran perseroanserta ketentuan anggaran dasar dan keputusan rapat
umum pemegang saham, serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku, untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan.
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, maka:
a) Dewan komisaris berwenang untuk:
1. Melihat buku-buku, surat-surat, serta dokumen-dokumen
lainnya, memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan lain lain
surat berharga dan memeriksa kekayaan Perseroan.
2. Memasuki pekarangan, gedung, dan kantor yang dipergunakan
oleh Perseroan.
3. Meminta penjelasna dari Direksi dan/atau pejabat lainnya
mengenai segala persoalan yang menyangkut pengelolaan
Perseroan
4. Mengetahui segala kebijakan dan tindakan yang telah dan akan
dijalankan oleh Direksi
Universitas Sumatera Utara
87
5. Meminta direksi dan atau pejabat lainnya dibawah direksi
dengan sepengetahuan direksi untuk menghadiri rapat Dewan
Komisaris
6. Mengangkat dan memberhentikan sekretaris Dewan Komisaris,
jika dianggap perlu
7. Memberhentikan sementara anggota direksi sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar ini.
8. Membentuk komite lain selain komite audit (komite audit wajib
dibentuk), jika dianggap perlu dengan memperhatikan
kemampuan perusahaan dan kebijakan yang ditetapkan oleh
Rapat Umum Pemegang Saham.
9. Menggunakan tenaga ahli untuk hal tertentu dan dalam jangka
waktu tertentu atas beban perseroan, jika dianggap perlu.
10. Melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan
tertentu untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar ini.
11. Menghadiri rapat direksi dan memberikan pandangan
pandangan terhadap hal-hal yang dibicarakan.
12. Melaksanakan kewenangan pengawasan lainnya sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
anggaran dasar, dan atau keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham.
D. Implementasi Holding Company Pada PT. Perkebunan Nusantara III
Medan
Kehadiran holding company dalam dunia bisnis merupakan suatu yang
Lumrah, mengingat banyak perusahaan yang telah melakukan kegiatan bisnis
yang sudah sedemikian besar dengan berbagai garapan kegiatan, sehingga
perusahaan itu perlu dipecah-pecah menurut penggolongan bisnisnya. Namun
dalam pelaksanaan bisnis yang dipecah-pecah tersebut, masing-masing akan
menjadi perseroan terbatas yang mandiri masih dalam kepemilikan yang sama
dengan pengontrolan yang masih tersentralisasi dalam batas-batas tertentu, artinya
Universitas Sumatera Utara
88
walaupun perusahaan tersebut telah dipecah-pecah dan menjadi perseroan terbatas
sendiri, tidak otomatis terpisah mutlak dari perusahaan holding119
.
Dengan demikian pemerintah selaku pemegang saham masih tetap
memantau pergerakan BUMN melalui mekanisme RUPS sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, kepemilikan saham pemerintah dalam
induk perusahaan holding tersebut dapat dijadikan sarana kontrol atas anak-anak
perusahaan yang berjalan sesuai mekanisme holding company.120
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2014 Tanggal 17
September 2014, Tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik
Indonesia kedalam modal PT. Perkebunan Nusantara III (Perseo) ditetapkan
bahwa Negara Republik Indonesia melakukan penambahan penyertaan modal
kedalam modal saham PT. Perkebunan Nusantara III sebesar 90% yang berasal
dari pengalihan saham milik Negara Republik Indonesia pada PT.Perkebunan
Nusantara III lainnya.
Nilai penambahan penyertaan modal Negara Republik Indonesia ke dalam
modal saham PT Perkebunan Nusantara III (Persero) sebesar Rp.
10.190.379.000.000 ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No.468/KMK.06/2014 tanggal 1 Oktober 2014, kemudian dilakukan
lagi penambahan Penyertaan Modal Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 Tahun 2015 Tentang Penambahan
Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham
Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara. Bahwa Nilai
119
Christian Orchard, Nasionalisme Di Perusahaan Nasionalisasi Menuju
Profesionalisme Perusahaan BUMN Perkebunan, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2017., hlm.194 120
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
89
Penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam saham Perusahaan Perseroan
(Persero) PT. Perkebunan Nusantara III adalah Rp. 3. 150.000.000.000,00 (Tiga
Triliun seratus lima puluh miliar rupiah).
PT. Perkebunan Nusantara III Medan, sebagai Perseroan Terbatas yang
berstatus Badan Usaha Milik Negara tentu tunduk pada aturan UU Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan tunduk pula pada aturan yang
terdapat dalam Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara. Sebagaimana telah
dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa holding company belum ada aturan yang
mengaturnya secara khusus, namun dapat dipastikan bahwa holding company
merupakan salah satu restrukturisasi BUMN dengan langkah rightsizing.
Salah satu rightsizing yang sedang dilaksanakan pemerintah yaitu holding
company. Tujuan utama dari diadakannya holding company ini ialah untuk
membuat suatu kelompok usaha yang kuat dengan satu induk pemilik saham
mayoritas sehingga kegiatan dari anak perusahaan lebih terkontrol dan terarah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Christian Orchard Perangin-
angin SH., MKn, mengatakan bahwa PT.Perkebunan Nusantara III Sebagai
holding mengawasi dan mengontrol kegiatan usaha anak perusahaan.121
Juga
berdasarkan anggaran dasar mengenai tugas Dewan Komisaris sebagai Pengawas,
maka, dapat dikatakan bahwa bentuk holding company yang dijalankan oleh
PTPN III Medan adalah operating holding company, dimana induk perusahaan
yaitu PTPN III Medan tidak hanya menjalankan kegiatan usaha tetapi juga
mengendalikan dan mengawasi anak perusahaan.
121
Wawancara terhadap Kasubbag Umum Bagian Umum PTPN III, Bapak Christian
Orchard Perangin-angin, pada hari Rabu Tanggal 09 Oktober 2019 di kantor PT.Perkebunan
Nusantara III Medan
Universitas Sumatera Utara
90
Jika ditelaah dari proses terbentuknya holding, berdasarkan sejarah yang
telah diuraikan dalam sub bab sebelumnya, bahwa awal mula adanya holding di
PT.Perkebunan Nusantara III Medan ini bermula pada tahun 1996, pada waktu itu
tiga persero digabungkan, berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan proses
terbentuknya holding company pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan adalah
adanya prosedur terprogram, dimana pemerintah dalam hal ini BUMN telah
menyadari pentingnya perusahaan holding, sehingga sejak awal sudah terpikir
untuk membentuk suatu perusahaan holding.
Dikaitkan terhadap cara pembentukan holding company dalam PT.
Perusahaan Perkebunan, maka holding company pada PT. Perkebunan Nusantara
dilakukan melalui pengambilalihan, hal ini dibenarkan dalam UUPT Pasal 1
angka 11 yang secara ekplisit mengatakan bahwa perusahaan group dapat
dibentuk melalui pengambil alihan kepemilikan saham anak perusahaan oleh
induk perusahaan dengan implikasi yuridis berupa beralihnya pengendalian atas
perseroan tersebut.
Pengambilalihan ini dapat dikatakan sebagai akuisisi yang mana diatur
dalam Pasal 125 ayat 3 UUPT bahwa :
“Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
perseroan tersebut.”
Menurut Munir Fuady, pengambil alihan akan mengakibatkan secara
hukum adanya peralihan pengendalian oleh pihak yang mengambil alih perseroan,
Universitas Sumatera Utara
91
atau pihak yang mengakuisisi, dan perseroan yang diambil sahamnya tidak
menjadi bubar dan tetap eksis seperti sediakala.122
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
hasil wawancara dan hasil pengamatan terhadap sejarah PT. Perkebunan
Nusantara penerapan holding company pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan
telah berdasarkan atau dibolehkan oleh Undang-Undang Badan Usaha Milik
Negara dan Undang-Undang perseroan Terbatas yang terbentuk melalui prosedur
terprogram melalui proses pengambilalihan dan diterapkan dalam bentuk
operating holding company.
Adapun tujuan dari diadakannya holding company di BUMN perkebunan
ditujukan untuk peningkatan daya saing BUMN, penciptaan nilai tambah, dan
peningkatan profesionalisme dalam mengelola perusahaan negara tersebut. Tujuan
pembentukan Holding BUMN Perkebunan bagi BUMN adalah konsolidasi
potensi untuk meningkatkan daya saing, memperkuat kemampuan pendanaan
serta efisiensi dan efektivitas usaha yang bermuara pada peningkatan kinerja
perusahaan serta kesejahteraan karyawan.123
Namun, berdasarkan hasil wawancara terhadap bapak Christian Orchard
Perangin-angin SH.,MKN, bahwa tujuan dari holding BUMN PT. Perkebunan
Nusantara justru dianggap kurang efesien, sebab terjadi penumpukan tugas dan
tanggung jawab pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan, selain itu
pembentukan holding ini tidak membuat berubahnya entitas bisnis PT.
Perkebunan Nusantara III Medan. Untuk itu maka diperlukan suatu aturan hukum
122
Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi Take Over dan Lbo, Op.Cit., hlm. 5 123
Christian Orchard Perangin-Angin, Op.Cit, hlm.199
Universitas Sumatera Utara
92
yang benar-benar mengatur tentang holding company yang mengatur tentang
konsep holding company itu sendiri dan mengatur tentang tanggungjawab induk
perusahaan terhadap anak perusahaan.124
Pendapat tersebut juga sejalan dengan pendapat M. Yahya Harahap yang
mengatakan bahwa sangat disayangkan Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak
menjelaskan maupun mengatur ketentuan tentang perseroan grup atau holding
company. Padahal dalam praktek perlu diketahui apa yang dimaksud dengan
perseroan grup atau perseroan holding yang berhadapan dengan perseroan anak
ataupun subsidiary company.125
124
Berdasarkan hasil wawancara terhadap Kasubbag Umum Bagian Umum PTPN III,
Bapak Christian Orchard Perangin-Angin SH.,MKN di Kantor PTPN III Medan. 125
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 49
Universitas Sumatera Utara
93
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pada dasarnya belum ada ketentuan hukum tentang holding company di
Indonesia, namun untuk dapat mencari dasar hukumnya dapat ditemukan
dibeberapa peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang mengartikan holding company
sebagai afiliasi, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan Undang-undang ini melihat hubungan antara holding company
dengan subsidiary sebagai hubungan yang istimewa, yaitu hubungan
kepemilikan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain dimana hubungan
ini terjadi karena adanya keterkaitan, Undang-Undang Perseroan Terbatas
Nomor 40 Tahun 2007 ada beberapa pasal yang membahas mengenai holding
company, walaupun dalam pasal tersebut tidak secara langsung menyebutkan
mengenai induk dan anak perusahaan yakni seperti pada Pasal 7 ayat (1)
menyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan
akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
2. Holding company dalam perseroan terbatas di Indonesia dapat terbentuk
melalui pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain. Pasal 7 Ayat (1)
menyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan
akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Terdapat dalam penjelasan
Pasal 7 Ayat (1) yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan,
baik warga Negara Indonesia maupun asing, atau badan hukum Indonesia
Universitas Sumatera Utara
94
atau asing. Pembentukan perusahaan grup melalui pengambilalihan,
berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 11 Undang-undang No. 40 Tahun 2007,
perusahaan grup dapat dibentuk melalui pengambilalihan kepemilikan saham
anak perusahaan oleh induk perusahaan dengan implikasi yuridis berupa
beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Pembentukan perusahaan
grup melalui pemisahan, Syarat terbentuknya perusahaan grup dari pemisahan
adalah satu perseroan bertindak sebagai induk perusahaan yang
mengendalikan satu atau lebih perseroan lain dari pemisahan yuridis
3. Bentuk holding company yang dijalankan oleh PTPN III Medan adalah
operating holding company, dimana induk perusahaan yaitu PTPN III Medan
tidak hanya menjalankan kegiatan usaha tetapi juga mengendalikan dan
mengawasi anak perusahaan. Holding company di PTPN III Medan terbentuk
melalui adanya prosedur terprogram, dimana pemerintah dalam hal ini
BUMN telah menyadari pentingnya perusahaan holding, sehingga sejak awal
sudah terpikir untuk membentuk suatu perusahaan holding. Holding company
pada PT. Perkebunan Nusantara dilakukan melalui pengambilalihan, hal ini
dibenarkan dalam UUPT Pasal 1 angka 11 yang secara ekplisit mengatakan
bahwa perusahaan group dapat dibentuk melalui pengambil alihan
kepemilikan saham anak perusahaan oleh induk perusahaan dengan implikasi
yuridis berupa beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
95
B. SARAN
1. Diharapkan agar pemerintah dapat membuat regulasi dan konstruksi
hukum dalam perusahaan grup atau holding company di Indonesia,
agar tidak menimbulkan penafsiran mengenai pengertian holding
company dan terdapat batasan-batasan ruang lingkup holding company
yang lebih jelas.
2. Diperlukan pula adanya Pembentukan Undang-Undang Holding
Company yang memfokuskan terhadap kedudukan perusahaan induk
dan perusahaan anak dalam kontruksi perusahaan grup.
3. Diharapkan kepada PTPN III Medan sebagai induk perusahaan agar
dalam mengawasi dan mengontrol anak perusahaan lebih fokus dan
hati-hati agar tidak terjadinya masalah yang akan mengakibatkan induk
perusahaan harus bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
96
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Ais, Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate
Veil) KapitaSelekta Hukum Perusahaan, Bandung : PT. Cipta Aditya
Bakti, 2000.
Asyhadie, Zaeni dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Kepailitan,
Jakarta: Erlangga, 2016.
Budiarto, Agus, Kedudukan Dewan dan Tanggung Jawab Perseroan Terbatas,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.
Estaswara, Helpris, Stakeholder Relation, Jakarta: Universitas Pancasila, 2010.
Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2014.
--------------, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Jakarta:
Citra Aditya Bakti.
---------------, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era global,
Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2005.
Ginting, Jamin, Hukum Perseroan Terbatas (UU nomor 40 Tahun 2007),
Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007.
Hanafi, Mamduh M. dan Abdul Halim, Manajemen Keuangan, Yogyakarta:
UPP MPP YKPN, 2003.
Harahap, M. Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika,
Cetakan ke-5, 2015.
Haris, Freddy dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban
Pemberitahuan oleh Direksi, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010.
Universitas Sumatera Utara
97
Ilmar, Aminuddin, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, Jakarta:
Kharisma Putra Utama, 2012.
Imaniyati, Neni Sri, Hukum Bisnis: Telaah Tentang Pelaku dan Kegiatan
Ekonomi, Edisi Pertama, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek
Hukum Dalam Ekonomi) Bagian I, Jakarta: Pradnya Paramita, 2005.
Kartono, Kartini, Pengantar Metodelogi Riset Sosial, Bandung : Alumni,
2005.
Kementerian BUMN, Master Plan Kementerian BUMN Periode 2010-2014.
Khairandy, Ridwan, Hukum Perseroan Terbatas, Yogyakarta: FH UII Press,
2014.
-----------------------------, Perseroan Terbatas Doktrin, Peraturan Perundang-
Undangan dan Yurisprudensi, Yogyakarta: Penerbit Kreasi Total Media,
2008.
----------------------------, Pokok-Pokok Hukum Dagang, Yogyakarta: FHUII
Press, 2013.
Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2010.
Murjiyanto, R., Pengantar Hukum Dagang: Aspek-aspek Hukum Perusahaan
dan Larangan Praktek Monopoli, Yogyakarta: Liberty, 2002.
Prasetio, Dilema BUMN, Benturan Penerapan Business Judgement Rule (BJR)
dalam Keputusan Bisnis Direksi BUMN, Cetakan ke-1, Jakarta: Rayyana
Komunikasindo, 2014.
Universitas Sumatera Utara
98
Purba, Orinton, Petunjuk Praktis bagi RUPS, Komisaris, dan Direksi
Perseroan Terbatas Agar Terhindar Dari Jerat Hukum, Jakarta : Raih Asa
Sukses, 2011.
Raharjo, Handri, Hukum Perusahaan, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009.
Rusli, Hardijan, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1996.
Sembiring, Sentosa, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas,
Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2002.
Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat), Jakarta: Rajawali Pers, 2001.
Soemitro, Ronny Hanitjo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Jakarta: Ghalia Indonesia,1990.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta,
Bandung, 2009.
Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia,
Jakarta: Erlangga, 2010.
-------------, Tanggungjawab Hukum Pada Perusahaan Grup di Indonesia,
Jakarta: Erlangga, 2013.
Tarigan, dkk, Merger dan Akuisis: Dari Perspektif Strategis dan Kondisi
Indonesia (Pendekatan Konsep dan Studi Kasus), Yogyakarta: Ekuilibria,
2016.
Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta : Sinar
Grafika,1996.
Universitas Sumatera Utara
99
B. JURNAL/SKRIPSI/TESIS
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Peraturan Bapepam-
LKTentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha Di
Pasar Modal, Peraturan Bapepam- LK Nomor VIII.C.3.
Chairunnisa, Miranda, Pertanggungjawaban Perusahaan Induk Terhadap
Perusahaan Anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan
Lingkungan Hidup, Usu Law Journal, Volume II, Nomor 2, November,
2013.
Dea Claudia Aspek Hukum Holding Company dalam Perusahaan dengan Status
Badan Usaha Milik Negara. Skripsi, Universitas Indonesia, Depok, 2012.
Harahap, Putri Sari dan Tumanggor, Penerapan Asas Piercing The Corporate
Veil: Perspektif Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas, Jurnal
Nuansa Kenotariatan, Volume 1, Nomor 1, 2018.
Hartono, Sri Rejeki, Pengembangan Berbagai Bentuk Korporasi Sebagai Pelaku
Ekonomi di Indonesia, Paper Presented at Makalah Seminar dan
Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII, Denpasar, 14-18 Juli
2003.
Hutasoit, Julian Br., Analisis Yuridis Atas Pembentukan Holding Company
BUMN, Tesis Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum USU, Medan, 2017.
Palayukan, dkk, Analisis Terhadap Larangan Praktik Insider Trading Di Pasar
Modal, USU LawJournal,Volume 2,Nomor 2.
Rahmadi, Luqman, Analisis Pengesahan Pendirian Perseroan Terbatas Sebagai
Badan Hukum Melalui Sistim Administrasi Badan Hukum (SABH), Tesis,
Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2009.
Ratna Yuliani, Tanggung Jawab Induk Perusahaan Terhadap Anak Perusahaan
Dalam Suatu Perusahaan Kelompok, Skripsi, Surakarta, Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.
Universitas Sumatera Utara
100
Remuningsih, Sri Remuningsih, Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Initial
Return Setelah Initial Public Offerings (IPO) Pada Perusahaan Publik di
Indonesia, Jurnal Universitas Paramadina, Volume 11, Nomor 3,
Desember, 2014.
Sipayung, Jhon F., dkk, Tinjauan Yuridis Holdingisasi BUMN Dalam Rangka
Peningkatan Kinerja Menurut Perspektif Hukum Perusahaan,
Transparency, Jurnal Hukum Ekonomi, Nomor 1, Volume 1, 2013.
Syafi‟i, Muhammad, Piercing The Corporate Veil Terhdap Holding Company Dalam
Tindakan Hukum Anak Perusahaan, Magister Ilmu Hukum Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 2016.
Roziq, M. Kaelani, Landasan Hukum dan Sejarah BUMN di Indonesia ,bulletin
KAHMI FE Universitas Brawijaya, Edisi 1 Tahun I, 2007.
C. INTERNET
Aini, Nur, Daftar perusahaan yang akan masuk Holding BUMN,
http://www.republik.co.id/berita/ekonomi/makro/16/01/14/o0xr5q382-
daftar-perusahaan-yang-akan-masuk-holding-bumn, diakses pada tanggal 06
Oktober 2019.
Aryani, Tanggung jawab hukum dalam kontruksi perusahaan induk (Holding
company) dan anak perusahaan dalam perusahaan grup,
http://lawandbeuty.blogspot.com/2013/07/tanggung-jawab-hukum-dalam-
kontruksi.html , diakses 06 Oktober 2019.
Bagus, Kriswangsa, Definisi Pasiva, Finansialku,
https://www.finansialku.com/definisi-pasiva-adalah/amp, diakses pada
tanggal 15 Oktober 2019.
http://artikata com/arti-3888081-undang-undang.html, Definisi Undang-Undang
diakses tanggal 16 Desember 2016.
http://lawandbeauty.blogspot.co.id/2013/07/tanggung-jawab-hukum-dalam-
kontruksi.htmldiakses pada tanggal 12 Oktober 2019.
Universitas Sumatera Utara
101
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/67472/Chapter%20III-
V.pdf?sequence=2&isAllowed=y, diakses pada tanggal 12 Oktober 2019.
http://www.ptpn3.co.id/sejarah.php?h=tentang-kami, diakses pada tanggal 11
Oktober 2019.
https://wartaekonomi.co.id/berita223516/apa-itu-dividen.html. diakses pada
tanggal 02 Oktober 2019.
https://www.google.com/amp/s/austengineer.worpress.com/, diakses pada tanggal
15 Oktober.
Universitas Sumatera Utara