-
HUKUM BERTAQLID DALAM SATU MAZHAB (KAJIAN
PERBANDINGAN ANTARA SYAIKH SAID RAMADHAN AL-BUTHI
DAN SYAIKH ABDUL AZIZ BIN BAZ)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Dalam Perbandingan Mazhab
Pada Fakultas Syariah
Oleh:
CYRIL METHODIUS AIK
SPM 103170020
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2019/1440H
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
-
vi
MOTTO
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”1
1 An-Nisa (4): 59
-
vii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Hukum Bertaqlid Dalam Satu Mazhab (Kajian Perbandingan
Antara Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi dan Syaikh Abdul Aziz Bin Baz). Kajian
ini ingin mengetahui hukum bertaqlid dalam satu mazhab menurut pandangan
antara dua tokoh Syaikh Said Ramadhan al-Buthi dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah kepustakaan “library research”
(kualitatif) dengan menggunakan instrumen analisa perbandingan hukum.
Pembahasan dan kesimpulan kajian ini adalah seperti berikut. Pertama, pandangan
Syaikh Said Ramadhan al-Buthi dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz berbeda tentang
hukum bertaqlid kepada Mazhab. Syaikh Said Ramadhan Al Buthi memberi
pandangan hukum muqallid yang bertaqlid dalam satu mazhab adalah wajib.
Manakala Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang menyatakan bahwa hukum bertaqlid
kepada mazhab, adalah hukumnya tidak wajib melainkan hanya sekadar harus.
Kedua, Perbedaan pendapat yang terjadi antara Syaikh Said Ramadhan al-Buthi
dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz adalah disebabkan beberapa faktor. Antara faktor
tersebut adalah dari sudut dalil Al-Quran, ijma‟ dan qiyas yang digunakan oleh
mereka. Ketiga, Pandangan yang lebih relevan untuk diimplementasikan dalam
konteks zaman sekarang tentang hukum bertaqlid kepada mazhab adalah pendapat
yang dikeluarkan oleh Syaikh Said Ramadhan al-Buthi. Pandangan beliau dilihat
lebih memahami kondisi masyarakat Islam mutakhir ini yang berhajat kepada
sandaran terutamanya dalam persoalan fiqh.
-
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini istimewa untuk orang yang amat kucintai:
Ayahnda Aik@Mohd. Imran bin Abdullah dan Ibnuda Lunek@Siti leyla binti
Abdullah yang telah mendidik, mengasuh dan membesarkan anakanda dari kecil
hingga dewasa dengan penuh kasih sayang dan cinta.
Yang kusayangi, saudara-saudaraku Necholas, Charles, Felisiah, Rayner Alfred,
Patricilah, Nor Hafizah, Siti Zuraine, Nurul Masyitah, abang dan kakak ipar,
ponaan, keluarga sebelah ibu dan keluarga sebelah bapa. Terima kasih ke atas
segala perhatian dan doa yang diberikan, sesungguhnya segala sesuatu yang
terjadi di antara kita merupakan rahmat, anugerah yang terindah selamanya dan
moga sampai syurga.
Terima kasih juga kepada teman-teman saya Aizat Hasbullah, Ahmad Syaqirin,
Muhammad Adli, Muhammad Mirza, Yusuf dan Afrizal dan semua teman
seperjuangan yang berada di Jambi dalam Persatuan Kebangsaan Pelajar-Pelajar
Malaysia di Indonesia serta tidak lupa juga teman-teman di Malaysia yang banyak
memberikan semangat, dorongan dan bantuan ketika susah dan senang dalam
menyelesaikan skripsi ini, semoga persahabatan kita tetap terjaga dengan baik
selamanya
-
ix
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Alhamdulillah, rasa puji dan syukur yang sedalam-
dalamnya penulis ucapkan ke hadrat Allah SWT, sumber segala inspirasi, yang
telah menuntun penulis menyelesaikan penelitian ini, rahmat dan inayahnya tidak
pernah luput dan setiap detik kehidupan kita. Shalawat dan salam buat junjungan
alam. Nabi Muhammad SAW, perjuangannya bersama keluarga dan para
sahabatnya telah mengantarkan kita menuju dunia yang penuh berakhlak dan
kasih sayang. Semoga kita mendapatkan syafaatnya di akhirat kelak. Skripsi ini
diberi judul Hukum Bertaqlid Dalam Satu Mazhab (Kajian Perbandingan
Antara Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi dan Syaikh Abdul Aziz Bin Baz).
Skripsi ini juga disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap ilmu syariah di
bahagian hukum serta pedoman untuk masyarakat. Dan ianya juga disusun untuk
memenuhi tugas dan sebagai sebagian persyaratan guna memperoleh gelar
Program Sarjana Strata Satu (S1) dalam Jurusan Perbandingan Mazhab pada
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi,
Indonesia. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis akui tidak terlepas dari
menerima hambatan dan halangan baik dalam masa pengumpulan data maupun
penyusunannya. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud
dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih banyak dan
yang dengan tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN STS Jambi, Indonesia.
Bapak Dr. H. Su‟aidi, Ma,.Ph.D selaku Wakil Rektor 1, Dr. H. Hidayat,
M.Pd Selaku Wakil Rektor 2, dan ibu Dr. Hj. Fadlillah, M.Pd selaku
Wakil Rektor 3.
2. Bapak Dr. A. A. Miftah, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS
Jambi, Indonesia.
3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc M. HI,. Ph.D selau Wakil Dekan Bidang
Akademik sekaligus Pembimbing 1 Skripsi saya, Ibu Dr. Rahmi Hidayati,
-
x
S. Ag, M.Hi, selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum,
Perancanaan dan Keuangan dan Ibu Dr. Yuliatin, M. HI. Selaku Wakil
Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama di Fakultas Syariah UIN
STS Jambi, Indonesia.
4. Al. Husni, Ag. M.HI, selaku Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab
Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.
5. Bapak dan ibu dosen, asiten dosen dan seluruh karyawan dan kryawati
Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
6. Seluruh karyawan dan karyawati Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Perpustakaan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi yang bersangkutan.
Di samping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih ada
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segi teknis penulisan,
analisis data, penyusunan maklumat maupun dalam mengungkapkan
argumentasi pada bahan skripsi ini. Oleh karenanya diharapkan kepada
semua pihak dapat memberikan kontribusi pemikiran, tanggapan dan
masukan berupa saran, nasihat dan kritik demi kebaikan skripsi ini.
Semoga apa yang diberikan dicatatkan sebagai amal jariah di sisi Allah
SWT dan mendapatkan ganjaran yang selayaknya kelak.
Jambi, 21 September 2019,
Penulis,
Cyril Methodius Aik
NIM: SPM 103170020
-
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………...............................................i
PERNYATAAN KEASLIAN……………………………………………............ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………...……iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN......................................................................iv
SURAT PERNYATAAN……....................…………………………………..….v
MOTTO………………………………………………………………………….vi
ABSTRAK………………………………………………………………………vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ix
DAFTAR ISI………………………………………………………….....……....xii
DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................xii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......………………………….............. 1
B. Rumusan Masala..............……………………………………. 5
C. Tujuan Masalah dan Manfaat Penelitian……………………... 5
D. Kerangka Teori……………………………………………….. 6
E. Tinjauan Pustaka……………………………………………… 17
F. Metode Penelitian…………………………………………….. 19
G. Sistemmatika Penulisan…………………………...………….. 20
BAB II: LATAR BELAKANG TOKOH
A. Biografi Syaikh Said Ramadhan al-Buthi………...…………… 22
B. Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz……………………...…… 39
-
xii
BAB III: HUKUM BERTAQLID DALAM SATU MAZHAB
A. Hukum Bertaqlid Dalam Satu Mazhab Menurut Syaikh Said
Ramadhan Al-Buthi……………………………………............. 50
B. Hukum Bertaqlid Dalam Satu Mazhab Menurut Syaikh Abdul Aziz bin
Baz................................................................................................. 62
BAB IV: PANDANGAN HUKUM BERTAQLID DALAM SATU MAZHAB
YANG LEBIH RELEVAN PADA KONTEKS ZAMAN SEKARANG
A. Analisa Hujjah dan Dalil................................................................. 69
B. Analisa Perbandingan Hukum Bertaqlid Dizaman Sekarang Yang
Lebih Relevan……………………………………………………. 76
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………… 81
B. Saran-saran……………………………………………………… 83
C. Kata Penutup……………………………………………………. 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
-
xiii
DAFTAR SINGKATAN
UIN STS : Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
SWT : Subhanahuwataa‟la
SAW : Sallallahua‟laihiwassallam
r.a : Huj Radiallahua‟n
cet : Cetakan
hlm : Halaman
vol : Voliume
WIB : Waktu Indonesia Barat
JAKIM : Jabatan Kemajuan Islam Malaysia
Bil : Bilangan
H : Hijrah
M : Masehi
-
1
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang Masalah
Islam diturunkan Allah swt untuk umat manusia yang mempunyai tujuan
utama mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Ia memuat ketetapan-ketetapan
Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun suruhan, meliputi
seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Ketentuan-ketentuan itu selanjutnya
disebut dengan Syariah yang memuat tiga hal, yaitu al-ahkam al-i’tiqadiyyah2, al-
ahkam al-wujdaniyyah3, dan al-ahkam al-‘amaliyyah.
4
Hasil pemahaman tentang al-ahkam al-‘amaliyyah disusun secara sistematis
dalam kitab-kitab fiqh. Sebagai hukum yang diterapkan pada kasus tertentu dalam
kondisi konkrit, hukum fiqh mungkin berubah dari masa ke masa dan mungkin
juga berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain.
Seiring dengan perkembangan zaman dan penyebaran Islam ke berbagai
wilayah, maka hal tersebut berpengaruh terhadap pemahaman teks. Pemahaman
ayat dan hadis berkembang sesuai dengan konteks sosio-kultural masyarakat dan
perkembangan waktu. Hal ini juga memberi dampak pada metode penemuan
2 Al-ahkam al-‘itiqadiyyah yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan keyakinan
separti iman kepada Allah, Rasul, Malaikat, Hari akhir dan lain-lain. Semua ini dibahas dalam
ilmu kalam atau ilmu Tauhid.
3 Al-ahkam al-wujdaniyyah, adalah yang berhubungan dengan akhlak, separti zuhud,
sabar, Ridha, dan lain-lain yang dibahas dalam ilmu tersendiri yang disebut dengan ilmu akhlak
atau ilmu tasawuf.
4 Al-ahkam al-‘amaliyyah adalah yang berhubungan dengan perbuatan seseorang, separti
shalat, puasa, jual beli, zakat dan lain-lain yang menjadi objek bahasan ilmu fiqh.
-
2
hukum dari teks yang kemudian dirumuskan dalam bentuk fiqh. Masing-masing
ulama dari satu daerah mempunyai metode dan karakteristik dalam berijtihad
dalam menemukan hukum. Metode ijtihad dengan produk fiqhnya inilah yang
memunculkan istilah mazhab fiqh.5
Fiqh Imam mazhab berarti satu aturan furu’ yang merupakan hasil ijtihad
oleh imam mazhab. Mazhab yang paling terkenal dalam khazanah hukum Islam
adalah empat mazhab, Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi‟i dan Imam
Hanbali. Masing-masing imam mazhab mempunyai karakteristik dan metode
yang berbeda dalam melakukan ijtihad, sehingga juga berpengaruh pada
perbedaan produk ijtihadnya yang bersifat furu’. Oleh itu, fiqih mazhab pada
tataran furu’ merupakan suatu produk pemikiran, bukan metode.6
Islam pada dasarnya tidak mengenal ajaran bermazhab.7 Namun demikian,
setelah kewafatan Nabi Muhammad SAW, dalam menjalankan syariat Islam,
khususnya pada tataran fiqh. Umat Islam secara tidak teratur telah mengikut
pendapat tokoh tertentu. Tradisi ini sudah bermula pada masa sahabat hingga
zaman tabin dan tabi‟-tabi‟in. Bahkan pada hari ini masih terdapat sebahagian
masyarakat masih gagal faham dalam memaknai taqlid mazhab itu sendiri.
5 Abdul Mufid, 2012, “Talfiq Antara Mazhab Dalam Kajian Hukum Islam”. Volume 11,
Nomor 1, STAI Khozinatul Ulum Blora Jawa Tengah. hlm 3. 6 Ibid. hlm. 4. 7https://www.academia.edu/7094198/Sejarah_Timbulnya_Madzhad_madzhab_Dalam_Isl
am_oleh_ade_nurfaizin? ( Terakhir kali dikunjungi pada 20 Januari 2019).
https://www.academia.edu/7094198/Sejarah_Timbulnya_Madzhad_madzhab_Dalam_Islam_oleh_ade_nurfaizinhttps://www.academia.edu/7094198/Sejarah_Timbulnya_Madzhad_madzhab_Dalam_Islam_oleh_ade_nurfaizin
-
3
Selain itu, tekad dan keyakinan seseorang untuk berpegang pada satu
mazhab tertentu seringkali tidak dapat dipertahankan secara konsisten karena
kondisi dan situasi tertentu. Seseorang yang berpegang pada mazhab fiqih Syafi‟i
suatu saat karena alasan tertentu, atau bahkan dengan tanpa ada alasan
mencampurnya dengan ajaran mazhab Maliki, Hanafi atau hanbali. Ada pula yang
tidak berpegang pada mazhab tertentu, akan tetapi menggunakan pendapat fiqih
dari berbagai mazhab. Tindakan semacam ini dalam ilmu ushul fiqih disebut
dengan talfiq. Hal ini menjadi trend akhir-akhir ini dimana fanatisme bermazhab
telah bermunculan seiring dengan perkembangan zaman, bahkan ada sebahagian
masyarakat yang mengambil pandagan dari tokoh-tokoh salafi yang tidak
mewajibkan meniru orang lain (taqlid) mazhab, lebih parah lagi ada yang
mengatakan bermazhab itu tidak wajib kepada seseorang karena golongan ini
mengatakan dengan alasan ketidak perluan mazhab itu karena ajaran Islam itu
sedikit sekali dan sangat mudah serta sederhana sekali, sehingga setiap orang
mampu untuk memahaminya secara langsung dari al-Quran dan al-Sunnah. Justru
itu, tiada keperluan buat umat Islam untuk bermazhab dengan para mujtahid,
karena mereka sendiri dibenarkan untuk menggalinya dari al-Quran dan al-
Sunnah.8
8 Mohd Azim Mas‟od, Bahaya Anti Mazhab (Cawangan Aqidah Bagian Penyelidikan
JAKIM, Malaysia), hlm 2.
-
4
Selain itu juga terdapat segelintir masyarakat atau pihak-pihak yang tidak
berasa senang dengan kondisi ini karena bagi mereka budaya bertaqlid dalam satu
mazhab boleh mengongkong umat Islam malah boleh menyampitkan umat Islam
dalam suatu permasalahan fiqh serta menimbulkan budaya taqlid buta dalam
masyarakat Islam.
Permaslahan dan kesalafahaman yang wujud inilah yang mendorong penulis
untuk menulis skripsi yang melihat permasalahan taqlid dalam kalangan
masyarakat. Mesikipun telah banyak kitab-kitab yang membahas mengenai
permasalahan taqlid ini, namun penulis ingin mengetahui lebih rinci permasalahan
taqlid ini pada sudut pebandingan pandangan antara dua tokoh ilmuan yaitu
Syaikh Said Ramadhan al-Buthi dan Syaikh Abdul Aziz bin baz.
Sekilas biografi mengenai tokoh dalam kajian skripsi ini. Syaikh Said
Ramadhan Al-Buthi dengan gelar yang diberi oleh kalangan ulama Islam
manakala gelar dalam sosial beliau mendapat gelar Dr. Muhammad Said
Ramadhan Al-Buthi. Nama penuh beliau adalah Mohamed Said bin Ramadhan
bin Umar bin Murad, dilahirkan pada tahun 1929, di sebuah perkampungan kecil
di Turki bernama Jilika. Perkampungan tersebut berada di semenanjung Buthan,
Turki. Mazhab Fikih beliau adalah mazhab Syafi‟i, Mazhab Aqidah Asy‟ariyah.
Manakala Dakwah, ketokohan dan Pengaruh beliau banyak dipengaruhi oleh
penulisan Said Nursi, Ibnul Arabi, Imam Asy-Syafi‟i, Imam An-Nawawi dan
Imam Al-Ghazali. Minat utama beliau dalam bidang Fikih, Sastra, Tasawuf,
Filsafat, Aqidah. Manakala beliau wafat pada tanggal 21 Maret 2013 ketika
-
5
berumur 84 tahun yang dibunuh dengan letupan bom ketika beliau sedang
menyampaikan kuliah mingguan di masjid Jami‟ al-Iman, Syria.
Manakala sekilas beografi Syaikh Abdul Aziz Bin Baz. Nama beliau Abdul
Aziz bin Abdullah bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah Baz Lahir
pada tanggal 12 Dzulhijjah 1330H (1912M) di Riyadh ibu kota Saudi Arabia.
Dakwah, Ketokohan dan Pengaruh beliau banyak dipengaruhi oleh pemikirannya
Ibnu Taymiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahab. Minat utama beliau
Pemurniah Syariat Islam sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW. Beliau menentang
keras orang yang bertaqlid buta dan orang-orang yang melakukan bida‟ah.
Mazhab Fikih beliau Hanbali, namun beliau menegaskan beliau bukan bertaqlid
mana-mana mazhab melainkan hanya meggambil jalan metode ushul fikih
mazhab imam Ahmad bin hambal, mazhab Aqidah beliau Ahlus Sunnah Wal
Jamma‟ah, beliau wafat pada hari khamis, 27 Muharram 1420 H (1999 M) pada
usia beliau 90 tahun (Mekkah)
Kedua tokoh ini masing-masing adalah ilmuan Islam yang memiliki ilmu
dan pemahaman yang mendalam dalam persoalan hukum bertaqlid dalam satu
mazhab. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui bagaimana status hukum
bertalid dalam mazhab itu sendiri di zaman moderen ini pada sudut pandang
kajian Islam? Bagaimana landasan taqlid? Kajian ini akan membahaskan
perbandingan pendapat Syaikh Said Ramadhan al-Buthi dengan Syaikh Abdul
Aziz bin Baz, dalam mengeluarkan hukum seseorang haruskah bertaqlid dalam
satu mazhab ataupun sebaliknya mengikut metode dan istinbath hukum masing-
masing
-
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan dalam latar belakang permasalahan diatas, maka
yang menjadi rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana pandangan Syaikh Said Ramadhan al-Buthi dan Syaikh Abdul
Aziz bin Baz tentang hukum bertaqlid dalam Mazhab?
2. Mengapa terjadi perbedaan pendapat antara Syaikh Said Ramadhan al-
Buthi dengan Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengenai hukum bertaqlid
dalam mazhab?
3. Pendapat manakah yang lebih relevan dalam konteks zaman sekarang?
C. Tujuan Masalah Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berpedoman pada uraian yang terdapat dalam perumusan masalah, maka
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pandagan Syaikh Said Ramdhan al-Buthi dan Syaikh
Abdul Aziz bin Baz tentang hukum bertqlid dalam satu Mazhab.
2. Untuk mengetahui mengapa terjadi perbedan pendapat antara Syaikh
Said Ramadhan al-Buthi dengan Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengenai
hukum bertaqlid dalam satu mazhab.
3. Untuk mengetahui pendapat manakah yang lebih relevan dalam konteks
zaman sekarang.
-
7
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Dapat meluaskan wawasan pembaca terhadap hukum bertaqlid dalam satu
mazhab yang pada hari ini masih ramai masyarakat tidak memahaminya.
2. Bagi akademisi sebagai sumbangsih khasanah keilmuan tentang ilmu
berkaitan dengan bermazhab.
3. Dapat memberi pengetahuan lebih jauh dalam pembahasan dan pandagan
permasalahan hukum bertaqlid dalam satu mazhab, satu kajian
perbandingan antara dua tokoh yaitu Syaikh Said Ramadhan al-Buthi dan
Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
4. Sebagai Referensi bagi masyarakat dalam memahami problematika yang
berkaitan dengan taqlid mazhab.
D. Kerangka Teori
Perkataan taqlid Secara bahasa berasal dari kata (qallada) (yuqollidu)
(taqlîdan)Yang mengandung arti mengalungi, menghiasi, meniru, menyerahkan,
dan mengikuti.9 Adapun taqlid ini secara harfiah juga berarti rantai atau barang
sejenisnya yang diikatkan pada leher.10
Mankala pengertian taqlid menurut istilah
9 https://annurriri.files.wordpress.com/2016/06/ijtihad.pdf ( Terakhir kali dikunjungi,
pada 12 December 2018).
10Yusuf Qardhawi, Muhamad Madani, Mu‟inuddin Qadri, Dasar Pemikiran Hukum
Islam, Terjemahan H. Husein Muhammad (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 15.
https://annurriri.files.wordpress.com/2016/06/ijtihad.pdf
-
8
adalah orang yang beramal dengan pendapat seorang faqih atau seorang imam,
tanpa mengetahui hujah, dalil atau sumber hukumnya.11
Ulama ushul fiqh mendefinisikan taqlid “penerimaan perkataan seseorang
sedangkan engkau tidak mengetahui dari mana asal kata itu”. Menurut
Muhammad Rasyid Ridha, taqlid ialah mengikuti pandapat orang lain yang
dianggap terhormat dalam masyarakat serta dipercaya tentang suatu hukum agama
Islam tanpa memperhatikan benar atau salahnya, baik atau buruknya, manfaat atau
mudarat hukum itu. Sedangkan menurut istilah taqlid adalah mengikuti perkataan
(pendapat) yang tidak ada hujjahnya atau tidak mengetahui darimana sumber atau
dasar perkataan (pendapat) itu. ketika seseorang mengikuti orang lain tanpa dalil
yang jelas, baik dalam hal ibadah, maupun dalam hal adat istiadat. Baik yang
diikuti itu masih hidup, atau pun sudah mati. Baik kepada orang tua maupun
nenek moyang, hal seperti itulah yang disebut dengan taqlid buta. Sifat inilah
yang disandang oleh orang-orang kafir dan dungu, dari dahulu kala hingga pada
zaman kita sekarang ini, dimana mereka menjalankan ibadah mereka sehari-hari
berdasarkan taqlid buta dan mengikuti perbuatan nenek-nenek moyang mereka
yang tidak mempunyai dalil dan argumen sama sekali.12
Allah swt berfirman:
ُ َّللَّ َِّبُعوْإ َمآ َٱنَزَل ٱ ت
َذإ ِقيَل لَهُُم ٱ
ِٓۚٓ ٱََولَۡو ََكَن َءإََبُٓؤُُهۡ ََل َوإ َِّبُع َمآ َٱلَۡفۡينَا عَلَۡيِه َءإََبَٓءَن قَالُوْإ بَۡل نَت
يۡ يَۡعِقلُونَ ا َوََلَۡهۡدَُوونَ ٔ ش َ
11 Latif Muda dan Rosmawati Ali, Penghantar Usul Fiqh, (Kuala Lumpur, Pustaka Salam
SDN. BHD. 2012) hlm. 350. 12 https://annurriri.files.wordpress.com/2016/06/ijtihad.pdf ( Terakhir kali dikunjungi,
pada 12 December 2018).
https://annurriri.files.wordpress.com/2016/06/ijtihad.pdf
-
9
Artinya:“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang
kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk?"13
Pada zaman kini, taqlid merupakan perkara yang harus diambil tahu dalam
kalangan umat Islam zaman moderen ini, ini karena taqlid menjadi isu yang sering
diperbahaskan oleh sebahagian kelompok yang kurang senang dengan taqlid
kepada mazhab ini atau boleh di sebut sebagai kolompok fanatik dalam mazhab,
mereka melarang orang yang bertaqlid mana-mana mazhab dengan alasan cukup
kembali kepada Al-Quran dan Al-Hadits tanpa merujuk kepada pandagan para
imam mazhab karena mereka juga manusia biasa yang jauh dari sifat maksum.
Namun, masikah relevan hukum bertaqlid ini dalam kontes zaman moderen
ini yang dapat kita lihat dalam akhir-akhir ini agama Islam hanyalah menjadi
suatu lambang atau Identitas gama saja atau bisa disebut agama yang diwarisi dari
orang tuanya yakni Islam KTP. Mereka hanya mengikut apa yang dilihat dan apa
yang perbuatan orang lain. Ini yang menmbulkan permasalahan dalam kalangan
orang yang kurang senang dengan taqlid ini. Maka dalam perbahasan pada bab
berikutnya penulis akan memperjelas secara rinci mengenai hukum bertaqlid
dalam satu mazhab dengan melihat kontes kehidupan zaman moderen ini
13 Surah Al-Baqarah. 2. (170)
-
10
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah uraian hasil-hasil penelitian terdahulu (penelitian-
penelitian lain) yang terkait dengan penelitian ini pada aspek fokus atau tema
yang diteliti. Dalam kajian pustaka ini, penelitian akan memaparkan tentang
beberapa penelitian mengenai taqlid dalam mazhab seterusnya pembahsan dalam
mazhab itu sendiri.
Mohd Aizam Mas‟od, dalam penulisan jurnal yang berjudul Bahaya Anti
Mazhab14
yang telah membahagikan beberapa pembahasan mengenai hukum
bermazhab pada orang yang mampu berijtihad dalam suatu permasalahan hukum
fiqih dan hukum bermazhab bagi orang awam, penulis tersebut juga turut
membahaskan mengenai golongan yang menolak mazhab yang muktabar yang
telah diperakui tentang keilmuan mereka dalam mengeluarkan Ijithad, di
karenakan sifat fanatisme terhadap mazhab itu sendiri golongan ini telah menolak
bertaqlid dan ittiba’ dalam bermazhab.
Imam Mustofa, juga dalam penulisan jurnal yang berjudul Relevansi
Bermazhab menyimpulkan dalam penulisannya produk ijtihad suatu generasi
tidak akan selalu relevan dengan kehidupan dan kondisi generasi zaman
berikutnya. Bahkan biasa jadi tidak relevan dengan generasi suatu zaman yang
berbeda tempat atau budaya, maka bagi orang yang mempunyai kemampuan
berijtihad untuk menemukan hukum tidak diperkenankan bermazhab atau
bertaqlid pada mujtahid tertentu pada tataran produk, pada tataran fiqh atau
14 Mohd Aizam Mas‟od, Bahaya Anti Mazhab. (Cawangan Aqidah Bahagaian
Penyelidikan JAKIM, Malaysia) hlm. 1
-
11
bertaqlid. Bermazhab pada tataran produk diperbolehkan, bahkan diharuskan
hanya terbatas untuk orang yang tidak mempunyai kapasitas untuk melaksanakan
ijtihad15
.
Manakala, Fathur Rohman juga dalam penulisan jurnalnya yang berjudul
Kontribusi Para Fuqaha‟ Periode Taqlid yang mengkaji seberapa jauh para
fuqaha‟ berkontribusi dalam perkembangan hukum Islam pada masa taqlid dan
jumud yang diyakini terjadi pada perode Abbasiyah. Pada periode ini, ulama
cenderung mengalami kelesuan gairah intelektualnya karena disebabkan adanya
sikap merasa cukup hanya dengan mengikuti pendapat para ulama mujtahid yang
sudah mapan. Keadaan tersebut berimbas pada munculnya kecenderungan baru di
kalangan umat Islam, yaitu yang mempertahankan kebenaran mazhab yang
diyakininya, dengan mengabaikan mazhab lain, sehingga tidak lah berlebihan
dapat dikatakan bahwa pada periode ini terjadi pergeseran orentasi dari Al-Quran
dan Al-Hadits ke pendapat para imam mazhab. Sikap taqlid tersebut mengurat
akar di kalangan umat Islam dan para pakar Fiqih sehingga bisa dikatakan bahwa
ajaran Islam seolah-olah menjadi tersadar oleh jerat-jerat kerangka mazhab fiqih,
sehingga berakhir pada kemerdekaan berfikir.16
Kesimpulannya kesemua tinjauan pustaka yang digunakan penulis,
membahsakan persoalan taqlid walaupun ada kajian yang tidak secara khusus
membahas tentang taqlid. Namun bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai
15 Imam Mustofa, “Relevansi Bermazhab (Reorintasi dari Bermazhab Qauli menuju
Bermazhab Manhaji)”. Jurnal Fakultas Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Metro
Lampung, Vol. 12, No, 1, juni 2013, hlm, 31. 16 Fathur Rohman, Kontribusi Para Fuqaha’ Periode Taqlid, jurnal Studi Hukum Islam,
Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara. Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017. hlm. 76
-
12
rujukan bagi mengumpul semua data supaya analisis penulis terhadap skripsi ini
dapat dicapai. Adapun buku yang tidak dinyatakan di atas adalah sebagai
tambahan fakta judul skripsi.
Maka dengan berdasarkan pada kenyataan, selanjutnya dalam penelitian ini
penulis mencoba meneliti tentang HUKUM BERTAQLID DALAM SATU
MAZHAB (KAJIAN PERBANDINGAN ANTARA SYAIKH SAID
RAMADHAN AL-BUTHI DAN SYAIKH ABDUL AZIZ BIN BAZ) yang
mana penulis membuat perbandingan pandangan antara dua tokoh Ilmuan ini
dalam persoalan hukum taqlid dalam mazhab, penulis juga ingin mengkaji
pemikiran dua tokoh ini dalam tataran menyingkapi permaslahan taqlid pada
sudut sebab mengapa kedua tokoh ini mengeluarkan pandangan yang berbeda,
semua ini akan dijadikan paparan dan pembahasan dalam proposal skripsi ini.
Maka penulisan skripsi ini berbeda dengan kajian-kajian terdahulu karena kajian
ini penulis membuat komparatif dalil dan hujjah diantara dua tokoh kemudian
menyimpulkan di akhir bab dengan meneliti hujjah manakah yang relevan di
gunapakai dalam konteks zaman moderen ini.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ini adalah pendekatan
secara kuantitatif dengan menggunakan metode komparatif. Analisis komparatif
ditujukan untuk menganalisa pandagan hukum taqlid dalam mazhab antara Syaikh
-
13
Said Ramadhan Al-Buthi dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Dengan menggunakan
data yang akurat dan menghasilkan analisa hujjah yang berbeda.
2. Sumber Data
Untuk memperoleh data informasi sesuaian dengan tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a) Data primer merupakan data pokok yang diperlukan dalam penelitian
penulis yang diperoleh secara langsung dari kitab terjemahan ‘Allaa
Madzhabiyyatu Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu Asy-Syariiata Al-
Islamiyyah’. yang di ditulis oleh Syaikh Ramadhan al-Buthi dan kitab
himpunan fatawa-fatawa terkini dari Syaikh Abdul Aziz bin Baz .
b) Data sekunder yaitu data yang diperoleh hasil dari bacaan perpustakaan
serta via internet yang memiliki hubungan dengan penelitian ini sebagai
penguat dari data primer dalam bentuk buku, artikel dan jurnal yang
terkait dengan mazhab dan makalah-makalah ilmiah di bidang hukum
yang berkaitan dengan masalah taqlid dalam mazhab dari pendekatannya.
3. Instrument Pengumpulan Data
a) Dokumentasi
Dalam pengumpulan data, untuk membahas permasalahan yang ada
kaitannya dengan judul skripsi ini, penulis menggunakan metode
dokumen, yaitu suatu cara untuk pemgumpulan data melalui informasi
yang sedia ada berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku ilmiah
tentang pendapat hukum, teori dan lain-lain yang berhubung dengan
-
14
masalah penyelidikan. Hal ini akan membantu penulis menganalisis
hukum bertaqlid dalam satu mazhab menurut dua tokoh Syaikh Said
Ramadhan Al-Buthi dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
4. Teknis Analisis Data
Setelah data terkumpul sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan
kemudian dipelajari serta dipahami, maka penulis menggunakan metode seperti
berikut:17
a) Pengumpulan Data
Metode ini digunakan dalam memproses pemilihan data, maka untuk
menggolongkan, membuang yang tidak perlu dan megorganisaikan data
sehingga dapat ditarikdan diverifikasikan. Data-data yang akurat dari
penulisan kitab-kitab rujukan dijadikan data penulisan skripsi dengan
memilih data-data yang sesuai untuk dianalisis. Data-data ini berhubungan
dengan apa yang diteliti.
b) Penyajian data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat dan terkait dengan
hubungan antara kategori supaya memudahkan untuk memahami apa yang
terjadi.
17 Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi. (Jambi: Fakultas Syariah IAIN STS Jambi dan
Syariah Press, 2012), hlm 52-53.
-
15
c) Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan salah satu teknis analisis data yang
penulis lakukan yaitu dengan cara menyatukan hasil analisis yang dapat
digunakan untuk mengambil tindakan sebuah fakta itu diterima atau ditolak.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini di bagi kepada lima bab. Dan masing-masing babnya memiliki
pembahasan-pembahasan tersendiri untuk memudahkan mendapat gambaran
tentang isi kandungan skripsi ini akan dijelaskan sebagai berikut:
BAB I : Dalam bab satu merupakan bab Pendahuluan yang mengurai
tantang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Tinjauan Pustaka
Metode Penelitian dan Sistemmatika Penelitian. Setelah itu penulis
akan melanjutkan bab dua.
BAB II : Dalam bab dua ini penulis akan memaparkan gambaran latar
belakang dua tokoh yaitu Syaikh Said Ramadhan al-Buthi dengan
Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Stelah uraian bab dua penulis
melangkah kepada bab tiga.
BAB III : Dalam bab tiga penulis menyampaikan uraian pandangan Syaikh
Said Ramadhan al-Buthi dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkaitan
dengan hukum bertaqlid dalam satu mazhab, selain itu syarat yang
membenarkan dan tidak membenarkan seorang untuk bertaqlid
dalam mazhab yang muktabar pada pandagan Syaikh Said
-
16
Ramadhan al-Buthi dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang
digunakan oleh kedua tokoh ini. Setelah uraian bab tiga penulis
melangkah kepada bab empat.
BAB IV : Dalam bab empat ini penulis menyampaikan pembahasan analisa
perbandingan hukum dan pandagan antara Syaikh Said Ramadhan
al-Buthi dengan Syaikh Abdullah bin Baz. Manakah pandagan
yang lebih relevan pada konteks zaman sekarang.
BAB V : Dalam bab lima ini penulis akan menjadikannya bab penutup berisi
kesimpulan, saran-saran dan kata penutup.
-
17
BAB II
LATAR BELAKANG TOKOH
A. Biografi Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi
1. Riwayat Hidup Syaikh Said Ramadhan al-Buthi
Nama penuh al-Buthi Mohamed Said bin Ramadhan bin Umar bin Murad.
Syaikh Said Ramadhan al-Buthi dilahirkan pada tahun 1929 di sebuah
perkampungan kecil di Turki bernama Jilika. Perkampungan itu terletak di sebuah
pulau bernama Semenanjung Butan menurut bahasa Kurdi. Manakala menurut
bahasa Arab, ia dikenali sebagai Semenanjung Ibnu Umar. Gelaran al-Buthi
adalah nisbah kepada tempat kelahiran beliau, yaitu Butan. Bapa Syaikh Said
Ramadhan al-Buthi adalah seorang ulama Kurdi yang lahir pada tahun 1888, lebih
masyhur dengan nama Syaikh Mulla Ramadhan dalam masyarakat kebanyakan.
Bapanya berkerja sebagai petani. Menurut Syaikh Said Ramadhan al-Buthi beliau
hanya mengetahui nama salasilah keluarga di sebelah bapanya sehingga
moyangnya sahaja, begitu juga dengan salasilah keluarga di sebelah ibunya yang
bernama Manji, yaitu seorang wanita yang solehah dan bertakwa.18
Hasil perkawinan kedua-dua orang tuanya itu dikurniakan empat orang anak
yang diberi nama Zainab, Muhammad Said, Rokiah, dan Naimah. al-Buthi adalah
anak kedua dan anak lelaki tunggal dalam keluarganya. Pada asalnya, bapanya
ingin menamakan al-buthi dengan nama Muhammad Fadil, tetapi bapa beliau
mengubah pikiran dan menamakan al-Buthi dengan nama Muhammad Said
18 Zulkifli Mohamad al-Bakri, Imam Mohamed Said Ramadhan al-Buthi Dalam
Kenangan, (PUBLISHING HOUSE Sdn, Bhd, Selangor) hlm. 3.
-
18
sempena nama orang ulama di tempatnya, yaitu Said al-Mashur. Pada tahun 1933,
ketika Syaikh Said Ramadhan al-Buthi berumur empat tahun, mereka sekeluarga
melarikan diri dari pemerintahan sekular Kamal Ataturk di Turki ke berapa tempat
sehingga sampai di Damsyik, Syria. Semasa di Syria, ketiga-tiga saudara
perempuannya itu meninggal dunia ketika mereka masih kecil. Selepas itu, pada
tahun 1942, ibunya pula meninggal dunia karena sakit. Pada ketika itu, Syaikh
Said Ramadhan al-Buthi berusia 13 tahun. Bapa beliau berkawin semula dengan
seorang wanita tempatan untuk kali kedua.19
Ketika usia beliau 18 tahun, bapa beliau ingin menjodohkan beliau dengan
saudara perempuan isteri keduanya yang lebih tua dari Syaikh Said Ramadhan al-
Buthi. Pada awalnya, beliau tidak bersetuju untuk berkawin dalam usia yang
muda. Namun bapanya menjelaskan kepentingan dan kelebihan berkawin pada
usia muda sebagaimana keterangan al-Ghazali dalam karyanya Ihya’ Ulumuddin.
Bahkan bapanya turut menjelaskan tanggung jawabnya sebagai sebagai seorang
bapa selepas anaknya baligh, yaitu mencari pasangan hidup yang sesuai untuk
anaknya.20
Akhirnya Syaikh Said Ramadhan al-Buthi bersetuju untuk berkawin karena
beliau tidak ingin dianggap sebagai menderhakai keinginan bapanya itu. Justru,
hasil dari perkawinan itu, Syaikh Said Ramadhan al-Buthi memperoleh
kebahagian dan mendapat banyak kebaikan dari perkawian itu. Beliau dikurniakan
tujuh orang anak yang terdiri dari enam orang lelaki dan seorang perempuan.
19 Ibid. hlm 4. 20 Ibid. hlm 4.
-
19
Bapanya meninggal dunia di Damsyik pada hari selasa, 20 Syawal 1410
bersamaan 15 Mei 1990 ketika berusia 102 tahun. Manakala Syaikh Said
Ramadhan al-Buthi pula terus menjalani kehidupan seharian Bersama keluarganya
di Damsyik sehingga beliau meninggal dunia pada 21 Mac 2013, yaitu akibat
dibunuh dengan letupan bom ketika beliau sedang menyampaikan kuliah
mingguan di masjid Jami‟ al-Iman, Syria.
Kematian Syaikh Said Ramadhan al-Buthi meninggalkan misteri karena
tidak ada sesiapa pun yang menggaku melakukan serangan tersebut sama ada
daripada pihak kerajaan ataupun pemberontak. Solat jenazah beliau diimamkan
oleh anaknya, Dr. Taufik Ramadhan di Masjid Al-Umawi dan dikebumikan
bersebelahan makan Salahuddin Al-Ayyubi di perkerangan Masjid Al-Umawi.
2. Pendidikan Dan Pengajian Syaikh Said Ramadhan al-Buthi
Seawal usia enam tahun, Syaikh Said Ramadhan al-Buthi mula mempelajari
dan menghafal Al-Quran dari seorang guru wanita. Beliau Berjaya menghabiskan
bacaan al-Quran dalam usia semuda enam tahun. Bapanya mengadakan
kesyukuran atas kejayaan anaknya itu, selepas itu, Syaikh Said Ramadhan al-
Buthi dihantar belajar agama, bahasa Arab, matematika dan ilmu-ilmu lain di
sekolah persenderian Zaqaq al-Qarmani berdekatan Suq Sarujah.
Selain belajar secara formal di sekolah, bapanya juga menjadi guru utama
Syaikh Said Ramadhan al-Buthi dengan mengajarkan beliau ilmu agama. Beliau
diajar dengan ilmu akidah Islam kemudian sirah Rasulullah SAW manakala dalam
pengajian ilmu nawhu serta saraf, beliau dikehendaki menghafal beberapa karya.
-
20
Antaranya adalah karya Al-Fiyyah karangan Ibnu Malik. Bapanya akan
menjelaskan isi kandungan Al-Fiyyah itu kepadanya pada setiap hari kamis atau
sabtu. Selain itu, bapanya turut mengajar ilmu balaghah, mantik, syair, dan fiqh.
Beliau juga menghafal beberapa karya ulama silam seperti karya As-Suyuti
bertajuk ‘Ukud al-Jaaman. Jelasnya, Syaikh Said Ramadhan al-Buthi mendapat
semua asas didikan agama sama ada berkaitan dengan ilmu akidah, fiqih, ataupun
tasawuf dari pengajaran bapanya sendiri.21
Tidak hanya dalam aspek keilmuan sahaja, beliau juga dididik dengan
aspek kerohanian dan akhlak, sehinggakan ketika makan pun bapanya turut
mengajar setiap anaknya supanya beradab bagi menikmati rezeki Allah SWT.
Selain itu, bapanya sering berpesan kepada seluruh ahli keluarganya supaya
sentiasa mengingati dan berzikir kepada Allah SWT. Pada setiap waktu. Oleh itu,
sudah menjadi satu kelaziman pada setiap hari isnin dan kamis untuk beliau serta
ahli keluarganya berzikir selepas solat subuh secara berjemaah. Syaikh Ramadhan
al-Buthi turut menerima biah zikir secara talqin dari bapanya.
Selain itu, Syaikh Said Ramadhan al-Buthi menuntut ilmu dengan seorang
ulama besar Damsyik, yaitu al-„Allamah Hasan Habannakah al-Maydani di
sebuah masjid bernama Jami‟ Manjak di al-Midan. Masjid itu kemudian bertukar
menjadi Maahad al-Tawjiyyah al-Islami. Kebanyakan penuntut di situ lebih
dewasa dari beliau. Kadangkala beliau belajar dari mereka yang lebih dewasa bagi
memantapkan kefahamannya. Beliau belajar di sana sehingga tahun 1953. Al-
„Allamah Hasan Habannakah al-Maydani dikenali sebagai guru utama beliau
21 Ibid: hlm 5.
-
21
selepas bapanya sendiri mengajar Syaikh Said Ramadhan al-Buthi berbagai ilmu
keagamaan termasuklah ilmu akidah, fiqih, dan selepas menamatkan pengajian di
Maahad At-Tawjiyyah Al-Islami, beliau dikehendaki mengikuti latihan
ketenteraan oleh kerajaan Syria memandangkan beliau adalah pelajar lepas
sekolah tinggi. Bagi mengelakkan diri dari menjalani latihan ketenteraan ini,
beliau memohon bagi memasuki Kuliah Syariah di Universitas Damsyik, Syiria.
Namun pendaftaran kemasukan ke Universitas Damsyik sedikit lewat dan beliau
perlu menjalani latihan ketenteraan lebih dulu. Akhirnya beliau memilih bagi
memasuki pengajian kuliah di Universitas Al-Azhar, Mesir. Keadaan ini
membolehkan beliau terlepas dari menjalani latihan ketenteraan itu. Pada tahun
1956, Syaikh Said Ramadhan al-Buthi mendapat Ijazah pertamanya dalam bidang
Syariah dari fakultas Syariah dan juga Diploma Pendidikan dari fakultas bahasa
Arab di Universitas Al-Azhar, Mesir.
Syaikh Said Ramadhan al-Buthi pulang ke Damsyik dan mempunyai
kenlayakan untuk mengajar. Kementerian Pendidikan Syria meletakkan syarat
untuk setiap guru baru yang mahu mengajar agama dikehendaki menjalani
musabaqah al-Quran terlebih dahulu, pada awalnya beliau tidak menerima
pekerjaan itu karena bapanya menganggap bekerja dengan kerajaan ataupun
sebarang urusan agama karena uang adalah suatu dosa. Namun bapanya berubah
pikiran selepas mendengar beberapa alasan seterusnya membenarkan beliau
bekerja sebagai pengajar di sebuah sekolah di bandar Hims, pada penghujung
-
22
tahun 1960, beliau diterima menjadi dosen di fakultas keagamaan, Universitas
Damsyik, Syria.22
Kemudian Syaikh Said Ramadhan al-Buthi dihantar oleh Universitas
Damsyik bagi meneruskan pelajaranya ke peringkat sarjana dan doctor falsafah
dalam bidang Syariah di Universitas Al-Azhar sehingga tamat pada tahun 1965.
Beliau pulang ke Syria bagi meneruskan pekerjaannya sebagai dosen di
Universitas Damsyik sehingga beliau meninggal dunia.
3. Pengaruh Terhadap Pemikiran al-Buthi
Selain bapanya Syaikh Mullah Ramadhan, Syaikh Said Ramadhan al-Buthi
turut terpengaruh dengan didikan guru utamanya, yaitu al-„Allamah al-Madyani.
Gurunya itu dilihat memainkan peranan penting terhadap perkembangan
pemikiran dalam kehidupan peribadi Syaikh Said Ramadhan al-Buthi. Bahkan
bapanya juga terpengaruh dengan al-„Allamah al-Maydani sehingga menjadi
penyokong kuat gurunya itu dalam pemikiran sebagai Mufti Syria. Bapanya yang
berpegang dengan mazhab Syafi‟i berperanan meyakinkan para ulama lain tentang
ketokohan al-„Allamah al-Mydani yang seorang alim dalam mazhab Syafi‟i.
Selain itu, ketika usia Syaikh Said Ramadhan al-Buthi 18 hingga 23 tahun,
beliau dilihat terpengaruh dengan kebanyakan tulisan dari Mustafa Sadiq Ar-
Rafa‟i, Ali at-Tantawi, Ahmad Hassan Az-Ziyat, dan Ibrahim Abdul Qadir al-
Mazani. Menurut Syaikh Said Ramadhan al-Buthi, beliau meminati tulisan-tulisan
mereka ini karena dapat meningkatkan penguasaan bahasanya disamping
22 Ibid, hlm. 7.
-
23
mempunyai kesan psikologi yang mendalam. Kondisi ini mampu menjadikan
beliau sebagai seorang yang mahir dalam bahasa Arab dan mempunyai jati diri
yang kuat. Manakala ketika Syaikh Said Ramadhan al-Buthi menyambung
pembelajaranya dalam peringkat doctor falsafah di Universitas al-Azhar,
pemikiran beliau banyak dipengaruhi oleh didikan para ulama besar Al-Azhar,
terutamanya Al-„Allamah Mustafa Abdul Khalid (penyelia Ph.D Syaikh Al-
Buthi). Imam Mahmud Shaltut yang terkenal dengan kealimannya dalam berbagai
bidang keilmuan Islam menjadi Syaikh Al-Azhar pada ketika itu.
Kelantangan dan kebencian bapanya terhadap sekularisme di Turki dan
Syria membolehkan Syaikh Said Ramadhan al-Buthi berhubung rapat dengan
Ikhwan Al-Muslimin di Syria yang mempunyai kekuatan pengaruh Politik. Pada
ketika itu, Syaikh Dr. Mustafa As-Siba‟i yang menjadi pemimpin utama Ikhwan
Al-Muslimin Syria dilantik sebagai professor dan dekan di Fakultas Syariah
semasa beliau memulakan kerjayanya sebagai dosen di Universitas Damsyik.
Kedua-dua keluarga ini sering berziarah antara satu sama lain untuk bertukar-
tukar pikiran. Ini memberi peluang dan ruang kepada beliau untuk lebih
mendekatkan diri dengan pergerakan Ikhwan al-Muslimin di Syria walaupun
beliau tidak berminat melibatkan diri secara aktif dalam politik kepartaian.23
Syaikh Said Ramadhan al-Buthi juga dilihat terpengaruh dengan seorang
tokoh reformasi dalam era terakhir pemerintahan Turki Uthmaniyyah, yaitu Badi‟
Az-Zaman Said An-Nursi. Beliau dengan penuh emosi menyatakn
kegembiraannya dapat menulis tentang biografi Badi‟ Az-Zaman Said An-Nursi.
23 Ibid, hlm. 9.
-
24
Beliau melihat sosok peribadi Badi‟ Az-Zaman Said An-Nursi sebagai seorang
tokoh ulama dan pendakwah yang hebat dan perlu dicontohi pada masa ini. Ini
memberi gambaran bahwa beliau terpengaruh dengan sifat yang dapat Badi‟ Az-
Zaman Said An-Nursi seperti ikhlas, bersungguh-sungguh, dedikasi, dan
sebagainya terutamanya ketika berdepan dengan suasana tekanan pemerintah dan
politik yang tidak menentu.
Selain Badi‟ Az-Zaman Said An-Nursi, Syaikh Said Ramadhan al-Buthi
dilihat terpengaruh dengan pemikiran Imam Al-Ghazali sehingga kebanyakan
ulama dan umat Islam di Syria menggelar beliau sebagai Iman Al-Ghazali
kontemporer. Namun begitu, Syaikh Said Ramadhan al-Buthi tetap merendah diri
dengan gelaran itu dan menganggap diri beliau masih banyak kekurangan jika
dibandingkan dengan Imam Al-Ghazali yang memiliki ilmu pengetahuan yang
luas dan banyak berkorban bagi menegakkan agama Islam. Sekiranya diperhati
dari pelbagai sudut, gelar tersebut dilihat sesuai dengan peran dan sumbangan
beliau terhadap memperkukuh akidah Ahli Sunnah Wal Jamaah sesuai dengan
tuntutan zaman kontamporer ini. Pengaruh Imam Al-Ghazali terhadap pemikiran
beliau berkemungkinan dari didikan bapa beliau yang turut terpengaruh dengan
pemikiran Imam Al-Ghazali.
4. Kerjaya Dan Sumbangan Akademik Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi
Syaikh Said Ramadhan al-Buthi memulakan kerjayanya sebagai guru
Syariah selepas beliau menamatkan pengajian diploma dan ijazah pertama di
Universitas Al-Azhar. Kemudian, beliau diterima menjadi dosen di Fakultas
-
25
keagamaan, Universitas Damsyik. Selepas selesai menghabiskan pengajiannya di
peringkat doctor falsafah, beliau kembali bertugas di Universitas Damsyik sebagai
dosen Fakultas Syariah sebelum dilantik menjadi dekan serta profesor dalam
bidang Akidah dan Agama sehingga beliau meninggal dunia.24
Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi terlibat secara aktif dalam banyak
presentasi seminar ataupun konvensyen di peringkat antarabangsa. Beliau juga
dijemput menjadi ahli jawatankuasa untuk berapa badan akademik. Antaranya
adalah Royal Society of The Islamic Civilization Researches di Amman dan High
Council of Oxford Academy di England. Malah beliau dilantik sebagai Presiden,
kesatuan ulama Syria sehingga kematiannya. Jawatan itu kemudiannya dipegang
oleh anaknya Muhammad Tawfiq. Menurut Muhammad Tawfiq lagi. Bapanya
pernah menerima anugerah Tokoh Dunia Islam dari Yayasan Diraja Muhammad
bin Rashid di Dubai pada tahun 2004. Anugerah buku terbaik; Fiqh As-Sirah An-
Nabawiyyah dari kerajaan Jordan dan Syria pada tahun 2007.
Sehingga hari ini, beliau sudah menghasilkan hampir 70 karya ilmiah dalam
berbagai bidang disiplin ilmu Islam. Sebahagian besar penulisan beliau dijadikan
rujukan dan panduan oleh universitas dan sarjana Islam di seluruh dunia
termasuklah di Malaysia dan Indonesia. Bahkan beberapa penulisannya turut
diterjemah dalam berbagai bahasa, anataranya dalam bahasa Inggris dan juga
dalam bahasa Indonesia.
24 Ibid, hlm. 15.
-
26
Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi juga sering dijemput bagi menyampaikan
ceramahnya melalui media sama ada di radio ataupun televisi. Pada setiap hari
jumaat, beliau akan menyampaikan khutbah di Masjid Jami‟ Mawlana Ar-Rifa‟I
dan kuliah dua kali seminggu di Masjid Jami‟ Tinjik. Beliau juga turut menulis
artikel di akbar-akbar dan majalah-majalah serta aktif menjawab sebarang
persoalan yang ditujukan kepadanya sama ada melalui blog peribadinya ataupun
portal yang dibina khusus oleh pengikutnya bagi mengumpulkan pandangan-
pandangan serta ucapan-ucapan beliau. Mereka juga melantik beliau sebagai panel
pemberi fatwa di blog tersebut.
5. Pengaruh Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi Dalam Masyarakat
Reputasi Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi sebagai seorang tokoh ulama
dilihat banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat Syria dan dunia Islam pada
ketika ini. Siri ceramahnya di beberapa buah masjid sekitar Damsyik mengundang
ribuan pendengar sehingga mereka terpaksa berdiri di luar masjid semata-mata
mahu megikuti ceramahnya melalui pembesar suara. Setiap kata dan perkataan
yang keluar dari mulut Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi didengari oleh semua
orang dengan penuh perasaan sehingga ceramahnya habis. Semakin lama Syaikh
Said Ramadhan Al-Buthi bercakap. Semakin ramai pendengar yang menangis
menghayati isi kandungan ceramah beliau.
Sebagai seorang tenaga pengajar di Universitas Damsyik pula. Syaikh Said
Ramadhan Al-Buthi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pengajar agama
yang lain. Segala tingkah lakunya dan pandangan beliau sentiasa mendapat
-
27
perhatian umum. Pengaruh ini terbina disebabkan Syaikh Said Ramadhan Al-
Buthi mempunyai kebolehan dalam menyampaikan ilmu penegtahuan serta
mampu menyelesaikan masalah terhadap sebarang persoalan yang timbul. Bahkan
pengaruh Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi tersebar dalam kalangan guru di
sekolah rendah dan menengah di Syria sehinggakan orang Islam di Syria yang
tidak berpegang kuat dengan agama juga mengenali beliau sebagai seorang ulama
yang cerdas. Apa yang lebih menarik, orang bukan Islam juga menghadiri
ceramahnya sekurangnya sekali bagi melihat sendiri kehebatan beliau berbanding
ulama lain. Tegasnya, nama Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi sentiasa disebut-
sebut di bibir seluruh masyarakat Islam di Syria, tidak seperti ulama lain yang
jarang menjadi sebutan masyarakat di sana.
Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi mula menjadi terkenal dalam kalangan
masyarakat Islam selepas beliau terlibat dengan perdebatan ilmiah dengan
Nasruddin Al-Albani sekitar awal tahun 70-an. Perdebatan golongan Wahabiyyah
(Salafiyyah). Nasaruddin Al-Albani Bersama para sahabatnya berpendirian bahwa
orang Islam tidak memerlukan mazhab, manakala Syaikh Said Ramadhan Al-
Buthi berpandangan sebaliknya. Hasil perbincangan ini, Nasruddin Al-Albani
tidak dapat mengemukakan hujah balas yang meyakinkan bahwa bermazhab
adalah dilarang atau diharamkan dalam Islam. Hasil dari perdebatan tersebut,
beliau menulis sebuah kitab yang berjudul Al-Lamadhhabiyyah akthar Bida’ah
Tuhaddid As-Syar’iah Al-Islamiyyah bagi menjelaskan kepincangan kelompok
pemikiran anti mazhab, yaitu selepas Nasruddin Al-Albani menulis sebuah buku
mengkritik perdebatan itu secara tidak amanah.
-
28
Pada sekitar akhir tahun 70-an, nama Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi
sekali lagi menjadi perhatian masyarakat Islam di Syria dan Timur Tengah selepas
beliau mengadakan perdebatan sengit bagi menghadapi tokoh Barat yang
berfahaman Marxsisme. Perdebatan yang disiarkan di televisi itu menyaksikan
Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi mempertahankan pahaman Islam dan mengkritik
fahaman Marxsisme dengan tegasnya. Sejak itu, beliau semakin mendapat tempat
di hati masyarakat Islam di Timur Tengah sebagai seorang ulama yang memiliki
ilmu yang luas. Beliau menjelaskan tentang hasil perdebatan dan pahaman ini
dalam karyanya Nakd Awham AlMadiyyah Al-Jidaliyyah. Dan Al-Islam wa Al-
‘Asr Tahdiyyat wa Aafat.
Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi turut menjadi tumpuan ramai selepas
beliau bersetuju dengan permintaan Kementerian Penerangan Syria bagi
mengutuk pembunuhan terhadap pemimpin partai kerajaan, polisi, serta tentara di
stasion televisi. Beliau berpandangan, tindakan sebilangan militan Ikhwan Al-
Muslimin itu tidak bertepatan dengan kehendak syarak. Selain itu, pada bulan
Ramadhan pada pertengahan tahun 80-an, beliau menerima jemputan dari stasion
televisi untuk membincangkan tentang tindakan Presiden Syria ketika itu Hafid
Al-Asad yang mengharamkan penerbitan dan siaran agama serta melarang wanita
Islam memakai krudung dan cadar. Beliau menyindir keras tindakan sekatan itu.
Kenyataan seperti ini adalah satu dari bentuk nasihat dan ajaran bapanya kepada
beliau.
-
29
Namun kondisi pada tahun 2011 hingga 2013 memperlihatkan pengaruh
Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi terhadap masyarakat Syria semakin menurun
selepas beliau dikatakan menyokong Presiden Syria, Bashar Al-Asad dalam
penentangan rakyat Syria terhadap pemerintah. Namun kenyataan ini dinafikan
oleh beliau sendiri dengan menyatakan bahwa beliau tidak sesekali menyokong
sebarang bentuk keganasan ataupun pembunuhan sama ada ia dilakukan oleh
pihak polisi dan tentara yang membunuh rakyat Syria yang tidak berdosa tanpa
balas kasihan. Beliau memfatwakan masyarakat awam yang terbunuh itu sebagai
mati syahid. Namun pandangan beliau tentang perkara ini tidak dihebohkan
sepenuhnya melalui media sehingga menimbulkan fitnah terhadap beliau.
6. Anak Murid Dan Kitab Penulisan Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi
Untuk disenaraikan satu persatu anak murid beliau terlalu ramai dan tidak
dapat dihitung jumlahnya karena beliau mengajar sejak tahun 1966 sehingga akhir
hayatnya. Namun penulisan hanya menyatakan anak murid beliau yang sudah
menjadi tokoh ulama saja berdasarkan laporan anak beliau, yaitu Muhammad
Tawfiq. Antaranya adalah:
1. Syaikh Mustafa Al-Bugha (Syria)
2. Syaikh Muhammad Az-Zuhayli (Syria)
3. Syaikh Nuziyah Hamad (Syria)
4. Syaikh Abdul Satar Abu Ghudah (Syria)
5. Syaikh Badi‟ As-Sayyid Al-Laham ( Syria)
6. Syaikh Nuruddin „Itir (Syria)
-
30
7. Syaikh Muhmud Al-Bakhit (Jordan)
8. Syaikh Nuh Al-Qudah (Jordan)
9. Syaikh Faruq Hamadah (Jordan)
Begitu juga dengan anaknya sendiri, Syaikh Muhammad Tawfiq (Syria) dan
ramai lagi sehingga tidak dapat dihitung jumlahnya secara tepat.
Manakala karya penulisan Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi yang pertama
adalah Mamu Zain yang ditulis ketika beliau berumur 14 tahun. Karya ini pada
asalnya sebuah puisi penyair terkemuka Kurdi pada ketika itu, yaitu Ahmad Al-
Khan. Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi mengubah puisi tersebut menjadi sebuah
cerita berbentuk novel dan diterjemahkan dalam bahasa Arab. Ini jelas
membuktikan, beliau seorang yang cerdas mindanya sejak kecil sehingga mampu
menghasilkan karya seawal usia itu. Oleh itu, tidak hairanlah sekiranya beliau
berkemampuan menulis karya-karya ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu melebihi
70 buah semuanya. Namun begitu, beliau dengan rasa rendah hati menjelaskan
tentang kelebihan dan kemampuan menulis yang ada pada beliau berkat dari doa
seluruh saudara Islam sama ada yang dikenal atau tidak dikenalinya dari seluruh
masyarakat kepadanya sebagai penyebab beliau terus menulis dan menyebarkan
ilmu.
-
31
Di sini penulis senaraikan karya-karya Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi
mengikut kategori tertentu seperti mana berikut:
a) Akidah dan Falsafah
1. Kubra Al-Yaqiniyyat Al-Kaqniyyat: Wujud Al-Khalid Wa Wazifah
Al-Makhluk
2. Mabadi‟ Al-Tawhidiyyah wa Al-Falsafat Al-Mu‟asir
3. Nakd Awham Al-„Asr Tahdiyyah Al-Jidaliyyah
4. Al-Islam Wa Al-„Asr Tahdiyyah wa Aafat
5. As-Salafiyyah: Marhalah Zamaniyyah Mubarakah la Madhab Islami
6. Al-Madhhab Al-Iqtisadi baina As-Syuyu‟iyyah wa Al-Islam
7. Al-Mar‟ah baina Tughyan An-Nizam Al-Gharbi wa Lata‟if At-Tashri‟
Ar- Rabbani
8. At-Ta‟rif „ala Ad-Dhat Huwa At-Tariq Al-Mu‟abbat ila Al-Islam
9. At-Taghayyir Mafhumah wa Tarai‟qah
10. Ad-Din wa Al-Falsafah
11. Dur Al-Adyan fi Al-Islam Al-„Alami
12. Al-Bidayat Bakurrah A‟mali Al-Fikriyyah
13. Az-Zilamiyyun An-Nuraniyyun
14. Al-Insan Musayyar am Mukhayyar
15. Al-Islam wa Al-Gharib
b) Fiqih dan Perundangan
1. Muhadharat fi Al-Fiqh Al-Muqaran
2. Al-jihad fi Al-Islam: Kaifa Tafhamuh? Wa kaifa Numarisuh?
-
32
3. Dawabit Al-Maslahah fi As-Shari‟ah Al-Islamiyyah
4. Ishkaliyyat Tajdid Usul Fiqh Al-Hiwariyyah
5. Ma‟a An-Nas Mushawarat wa Fatwa Jilid 1 dan Jilid 2
6. Al-Lamazhabiyyah: Akthar Bida‟ah Tuhaddid As-Shari‟ah Al-
Islamiyyah
7. Al-Hiwar Sabil At-Ta‟ayish ma‟a Al-Ya‟addad wa Al-Ikhtilaf
8. Mas‟alah Tahdid An-Nasl
9. Mushawarat Ijtimai‟yyah
10. Qadaya Fiqhiyyah Mu‟asirah
C). Tasawuf dan Akhlak
1. Al-Hikam Al-„Ataiyyah –Sharh wa Tahlil Jilid 1, 2, 3, 4 dan Jilid 5
2. Min Asrar Al-Manhaj Ar-Rabbani
3. Sakhsiyyat Istauqafatani
4. Urubbah min At-Taqniyyah ila Ar-Ruhaniyyah
D). Lain-lain
1. Mamu Zain
2. Hadha Walidi
3. Fiqh As-Sirah An-Nabawiyyah
4. La Ya‟tihil Batil
5. Manhaj Al-Hadharah Al-Insaniyyah fi Al-Quran
6. Ala Tariq Al-„Audah Ila Al-Islam: Rasm li Manhaj wa Hal li
Muskilat
-
33
7. „Aishah Umm Al-Mu‟minin
8. Al-Islam Maladh Kullu Al-Mujtama‟at Al-Insaniyyah: Limaza?
Wa Kaifa?
9. Allah am Al-Insan: Ayyuhuma Aqdar‟ala Ri‟ayah Huquq Al-
Insan?
10. Barnamij Dirasat Qur‟aniyyah Jilid 1, Jilid 2 dan Jilid 3
11. Difa‟‟an Al-Islami wa Al-Tarikh
12. Dirasat Qu‟aniyyah Jilid 1, 2 dan Jilid 3
13. Fi Sabilillah wa Al-Haq
14. Hadha Huwa Al-Islam Jilid 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan Jilid 7(Silsilah)
15. Hadha ma Qatlah: Amam Ba‟d Ar-Rawasa‟ wa Al-Maluk
16. Hadhihi Mushkilatum
17. Haqai‟q „an Nasha‟ah Al-Qaumiyyah
18. Hiwar Haul Mushkilat Hadariyyah
19. Hurriyyah Al-Insan fi Zil „Ubudiyyah Lilah
20. Ila Kulli Fatat Tu‟min Billah
21. Kalimat fi Munashibat
22. Min Rawa‟I‟ Al-Quran
23. Muhadharat fi Khutb Al-Jum‟ah
24. Salsalah Abhath fi Al-Qimah
25. Siyamid Ibn Al-Adngal
26. Tajribat At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah fi Mizan Al-Bahth
27. Al-Hubb fi Al-Quran
-
34
28. Al-Mar‟ah Baina Tughyan An-Nizam Al-Gharbi wa Lata‟if At-
Tashri‟ Ar-Rabbani
Selain karya-karya yang dinyatakan, beliau turut menghasilkan proposal di
perbagai konvensyen dan seminar akademik di seluruh dunia sama ada dari dalam
ataupun luar Syria. namun jumlah proposal tersebut tidak dapat dipastikan oleh
karena terlalu banyak dan tidak pernah dikumpul secara tersusun oleh beliau
sendiri. Ia juga tidak diterbitkan oleh mana-mana syarikat penerbitan untuk tujuan
penyebaran kepada umum. Malah proposal yang ditulis oleh Syaikh Said
Ramadhan Al-Buthi selalunya akan diberi oleh penganjur program ketika sesuatu
konvensyen ataupun seminar tersebut berlangsung. Ini menyebabkan sukar untuk
penulis bagi menentukan bilangannya yang sebenar.
B. Biografi Syaikh Abdul Aziz Bin Baz
1. Riwayat Hidup Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Lahir di sebuah kota Riyadh pada bulan Dzulhijjah 1330 H. dan wafat pada
tahun 1999 M/1420 H. Beliau adalah seorang ulama kontemporer yang ahli
bidang Hadis, Aqidah, dan Fiqih dan pernah menjabat sebagai mufti (penasehat
agung) kerajaan Arab Saudi. Namun lengkapnya ialah Abdul Aziz bin Abdillah
bin Muhammad bin Abdillah Ali Baz.25
Syaikh Abdul Aziz bin Baz telah mampu
menghafal al-Qur‟an disaat usia beliau sangat kecil, pada saat menghafalnya
beliau rutin bermurajaah kepada Syaikh Abdullah bin Furaj. Setelah itu, beliau
pun mempelajari ilmu-ilmu syariat dan bahasa Arab melalui bimbingan ulama-
25 http://digilib.uinsby.ac.id/695/ pemikiran yusuf Qardawi dan Abdul Aziz bin Baz
tentang bank konvensional, Studi komparatif. Diakses pada 9 September 2019.
http://digilib.uinsby.ac.id/695/
-
35
ulama disekitar kota Riyadh. Ketika mulai belajar agama (ketika masih kecil)
beliau boleh melihat dengan baik dan normal, namun pada tahun 1346 H (diusia
sekitar 16 tahun) mata beliau terkena infeksi yang berangsur membuatnya sakit
dan rabun, dan lama-kelamaan mata beliau tidak dapat melihat sama sekali .
kebutaan total ini terjadi pada tahun 1350 H (sekitar usia 20-an tahun).26
Meskipun tuna netra, namun Syaikh Abdul Aziz bin Baz terkenal memiliki
tingkat intelegensi yang luar biasa dan juga kemampuan hafalan yang baik,
mampu menghafal dan memahami suatu artikel hanya dengan sekali dibacakan,
ini adalah rasiah dibalik majunya ilmu serta wawasan yang dimiliki Syaikh
Abdul Aziz bin Baz dalam ilmu agama pada kondisi beliau memiliki kekurangan
semacam itu, dan ini merupakan suatu kelebihan yang dimiliki oleh Syaikh
Abdul Aziz bin Baz.
2. Guru-guru (Masyayikh) Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Seorang yang mencintai ilmu, tumbuh kembangnya di atas ilmu, dan
mempelajarinya dengan penuh kesungguhan tentu mempunyai banyak guru.
Demikianlah dengan Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Lebih tepat berdomisili beliau
adalah kota Riyadh. Ibu kota kerajaan Saudi Arabia yang dipenuhi oleh ulama
besar. Beliau berhasil menimba berbagai disiplin ilmu agama dan bahasa Arab
26 „Abdul Aziz bin „Abdullah bin Baz, Fatwa-Fatwa Terkini, Ter. Musthofa Aini (Jakarta:
Darul Haq, Jilid 1, 2003) hlm. 14.
-
36
dari banyak ulama di kota tersebut. Diantara guru-guru beliau yang paling kesohor
adalah:27
1. Syaikh Muhammad bin „Abdil Latif bin „Abdirrahman bin Hasan bin As
Syaikh Muhammad bin „Abdul Wahhab, seorang hakim di kota Riyadh.
2. Syaikh Sa‟ad bin Hamid bin Atiq, hakim di kota Riyadh
3. Syaikh Hamid bin Faris, seorang pejabat wakil urusan Baitul mal, kota
Riyadh.
4. Syaikh Sa‟ad Qadhi negeri Bukhara, seorang ulama Makkah. Beliau
menimba ilmu tauhid dari nya pada tahun 1355 H.
5. Sumahat us Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin „Abdul Lathief Ali
Syaikh, beliau belajar padanya untuk mempelajari banyak ilmu agama,
antara lain: „Aqidah, fiqh, hadits, nahwu, faraidh (ilmu waris), tafsir, sirah,
selama kurang lebih 10 tahun. Mulai 1347 sampai tahun 1357 H.
Beliaulah guru besar Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam berbagai disiplin
ilmu agama. Kurang lebih 10 tahun lamanya dari tahun 1347 H sampai 1357 H.
beliau selalu menghadiri majelis-majelis ilmu sang guru yang mulia ini. Dari pada
ulam inilah Syaikh Abdul Aziz bin Baz meguasai al-Qur‟an dan Sunnah
Rasulullah SAW dengan pemahaman generasi terbaik umat ini (salaful ummah).
Dari mereka pula, beliau mendapat bimbingan untuk selalu meggikuti jejak
Rasulullah SAW dan meninggalkan semua yang diada-adakan dalam agama ini
(bid‟ah). Belaiu juga dididik untuk selalu bersikap ilmiah dalam beragama dengan
27 https://asysyariah.com/biografi-as-y-syaikh-abdul-aziz-bin-baz-rahimahullah/. Diakses
pada 9 September 2019.
https://asysyariah.com/biografi-as-y-syaikh-abdul-aziz-bin-baz-rahimahullah/
-
37
memilih pendapat yang kuat (rajih) dan tegak diatas dalil dari al-Qur‟an ataupun
sunnah, walaupun bertentangan dengan mazhab yang dianut. Dengan demikian,
sikap fanatik terhadap mazhab tertentu tidak didapati dalam kehidupan beragama
beliau. Dengan perkembangan ilmu beliau terus mananjak hingga sampai pada
level ulama senior Arab Saudi, bahkan beliau diberi keparcayaan oleh kerajaan
Arab Saudi untuk Menjadi Mufti (penasehat agung) mengepalai Dewan Ilmu dan
Fatwa kerajaan (al-Lajnah ad-Daimah Lil al-Ilmiah wa al Ifta), dan beliau juga
mengepalai Hai’ah Kibarul Ulama (Majelis Besar Ulama Senior)
Dalam hal fiqih, Syaikh Abdul Aziz bin Baz banyak menukil pendapat
imam Ahmad bin Hambal, namun beliau menegaskan bahwa hal ini bukan karena
taklid (Syaikh Abdul Aziz bin Baz bukanlah termasuk pengikut mazhab tertentu
diantara 4 mazhab para Imam). Dalam menghadapi ikhtilaf (perbedaan pendapat)
fiqih dikalangan para Imam Mazhab dan para ulama, beliau menggunakan metode
tarjih dan ijma‟, yaitu manakah diantara pendapat Ulama itu memiliki hujjah
paling kuat menurut sandaran utamanya (yaitu al-Qur‟an dan as-Sunnah) dan
ketika sudah diketahui manakah yang kuat maka pendapat itulah yang akan
diambil dan diikuti. Dan ketika menghadapi suatu persoalan yang belum
disebutkan didalam al-Qur‟an maupun Hadis secara terperinci, maka Syaikh
Abdul Aziz bin Baz akan mengambil pendapat ijma‟ (mayoritas) para ulama.
Beliau sangat mengecam keras perselisihan diantara kaum muslimin yang berasal
dari iktilaf para Imam Mazhab (yang disebutkan fanatisme mazhab maupun
taklid), beliau juga menasehati ummat untuk selalu berpegang teguh pada al-
-
38
Qur‟an dan as-Sunnah serta Bersatu dibawah panji para Salafusshalih agar umat
Islam bisa kembali besatu sebagaimana Islam di zaman Rasulullah SAW.28
3. Sumbangan Dalam Masyarakat
Perkembangan ilmu beliau terus menanjak hingga sampai level ulama senior
Arab Saudi, bahkan beliau diberi kepercayaan oleh kerajaan Arab Saudi untuk
menjadi Mufti (penasehat agung) mengepalai Dewan Ilmu dan Fatwa Kerajaan
(al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiah wa al Ifta), dan beliau juga
mengepalai Hai’ah Kibarul Ulama (Majelis Besar Ulama Senior).29
Perjalanan Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah yang panjang dalam
menuntut ilmu dan penguasaan beliau yang bagus atas berbagai disiplin ilmu
agama mendapatkan nilai penghormatan dari guru beliau, Samahatusy Syaikh
Muhammad bin Ibrahim rahimahullah yang saat itu menjabat sebagai Mufti
Kerajaan Saudi Arabia. Beliau diproyeksikan menjadi qadhi (hakim agama) yang
menangani berbagai problem sosial kemasyarakatan dan dakwah. Saat itu beliau
baru berusia 27 tahun. Pada Jumadal Akhir 1357 H, keluarlah surat penunjukan
beliau sebagai qadhi (hakim agama) untuk kota Kharj dan seluruh wilayah
cakupannya.
28 http://digilib.uinsby.ac.id/695/ pemikiran yusuf Qardawi dan Abdul Aziz bin Baz
tentag bank konvensional, Studi komperatif. Diakses pada 9 September 2019. 29 „Abdul Aziz bin Baz, Ensiklopedia Bida’ah, Ter. Amir Hamzah Faharudin dkk,
(Jakarta: Darul Haq, 2005), hlm. 4.
http://digilib.uinsby.ac.id/695/
-
39
Tugas baru sebagai qadhi (hakim agama) diterima oleh beliau dengan penuh
tawadhu‟ (rendah hati). Beliau menyakini bahwa jabatan itu adalah amanat yang
harus dijalankan dengan sebaik-baiknya dan kelak akan dipertanggungjawabkan
di sisi Allah. Tidak lama kemudian beliau meninggalkan kota Riyadh dan pindah
ke kota Kharj, tepatnya di daerah Dalm yang merupakan pusat pemerintahan kota
Kharj. Satu hal yang menarik bahwa tugas sebagai qadhi (hakim agama) yang
diemban oleh beliau tidak menghalangi beliau dari kegiatan dakwah dan
penyebaran ilmu agama. Bahkan, beliau sangat antusias memberikan yang terbaik
untuk masyarakat kota Kharj dengan mencurahkan segenap kemampuan yang
dimiliki.
Setelah tiba di tempat penugasan, gayung pun bersambut. Tugas beliau di
kota Kharj ternyata tak sebatas sebagai qadhi (hakim agama). Beliau juga diberi
amanat sebagai imam Masjid Jami‟, khatib jum‟at, nazhir wakaf, penanggung
jawab anak-anak yatim, da‟i (pegiat dakwah), penanggung jawab di bidang
pertanian dan pelayanan umum. Karena itu, semangat beliau untuk memberikan
yang terbaik untuk masyarakat kota Kharj dapat terealisasi melalui berbagai
media tersebut. Pada saat jam kerja, beliau aktif di Kantor Pengadilan Agama
(Mahkamah Syar‟iyah) menangani beragam kasus yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat.30
30 https://asysyariah.com/biografi-as-y-syaikh-abdul-aziz-bin-baz-rahimahullah/. Diakses
pada 9 September 2019.
https://asysyariah.com/biografi-as-y-syaikh-abdul-aziz-bin-baz-rahimahullah/
-
40
Dalam hal ini, beliau dikenal sebagai seorang hakim yang adil dan bijak. Di
luar jam kerja, sejak usai shalat subuh hingga waktu isya. beliau sibuk membina
umat dengan mengajarkan berbagai disiplin ilmu agama di Masjid Jami‟. Bahkan,
di hari-hari berpasarnya masyarakat, yaitu Senin dan Kamis tepatnya pukul 08.00
pagi, beliau melakukan ceramah agama di pasar yang dihadiri oleh khalayak
ramai terkhusus kalangan pedagang. Dengan khidmat mereka mengikuti acara
pengajian tersebut. Kota Kharj bercahayakan ilmu, sehingga ramai dikunjungi
oleh para penuntut ilmu (thullabul ilmi) dari berbagai kota. Dalam hal ini pun,
beliau dikenal sebagai da‟i (pegiat dakwah), guru agama, dan pendidik yang
sukses dalam membina masyarakatnya. Di bidang pelayanan umum, kinerja
beliau diakui oleh masyarakat Kharj. Ketika kendaraan roda empat alias mobil
semakin banyak, sedangkan jalanan umum masih tergolong sempit maka beliau
mencanangkan proyek pelebaran jalan. Ketika datang musim penghujan dan jalan-
jalan tergenang oleh air hujan, beliau mencanangkan pembuatan sanitasi air yang
sekiranya bisa mengatasi problem tersebut. Ketika banjir mengancam daerah
Dalm yang letak geografisnya di dataran rendah, beliau menggalakkan kerja bakti
massal untuk pembuatan tanggul, sebagai langkah antisipasi.
Di bidang pertanian, beliau pun berupaya untuk menyatu dengan para
petani. Berbagai program beliau canangkan untuk kemajuan pertanian di kota
Kharj. Termasuk program pemberantasan hama, beliau langsung terjun di
lapangan bersama para petani. Selain itu, asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz adalah
seorang yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap masyarakat. Rumah beliau
selalu terbuka bagi para tamu dan siapa saja yang membutuhkan bantuan. Selama
-
41
14 tahun (1357 H-1371 H) berkiprah di kota Kharj, beliau telah memberikan yang
terbaik untuk masyarakatnya. Tak mengherankan apabila masyarakat kota Kharj
dari berbagai strata sosial sangat menghormati dan mencintai beliau.31
Berikut ini beberapa jabatan yang pernah di jawat oleh Syaikh Abdul Aziz
bin Baz:32
1. Menjadi hakim tinggi, dan jabatan ini beliau pegang selama 14 tahun
Dosen Ma‟had Ilmi Riyadh.
2. Menjadi Wakil Rektor Universitas Islam Madinah dan kemudian naik
jabatan menjadi Rektor Universitas Islam Madinah
3. Ketua Dewan Riset Ilmu dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabian al-Lajnah ad-
Daimah Iil Buhuts al-Ilmiah wal Ifta‟
4. Ketua Hai‟ah Kibrul Ulama di Makkah
5. Ketua Pimpinan Majelis Rabithah Alam Islami (Liga Islam Dunia)
6. Pimpinan Majelis Tinggi Masjid-masjid diseluruh Arab Saudi
7. Pimpinan Asosiasi Penelti Fiqh Islam di Mekkah di bawah naungan
Organisai Rabithah Alam Islami
8. Anggota Lembaga Tinggi untuk dakwah Islami yang berkedudukan di
Makkah
32 https://asysyariah.com/biografi-as-y-syaikh-abdul-aziz-bin-baz-rahimahullah/. Diakses pada 9 September 2019.
https://asysyariah.com/biografi-as-y-syaikh-abdul-aziz-bin-baz-rahimahullah/
-
42
4. Karya Ilmiah Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Karya ilmiah beliau sangat banyak, baik dalam bentuk tulisan murni
maupun hasil transkrip dari rekaman suara. Sebagian karya ilmiah beliau itu telah
disusun dan didokumentasikan dalam beberapa bentuk media cetak ataupun
elektronik. Di antaranya terdapat dalam program komputer al-Maktabah asy-
Syamilah. Adapula yang terkoleksi dalam bentuk kumpulan fatwa,
seperti Majmu’ Fatawa asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz (30 juz), dan Fatawa Nur
Alad Darb (14 juz). Ada juga yang terkoleksi dalam bentuk transkrip ceramah,
wawancara, dan yang semisalnya, seperti Durus lisy Syaikh Abdil Aziz bin Baz.
Adapula yang terkoleksi secara terpisah dalam bentuk satuan buku. Karya-karya
ilmiah beliau mempunyai ciri khas tersendiri. Ilmiah, ringkas, padat, berbobot,
dan mudah dipahami. Oleh karena itu, karya-karya ilmiah beliau itu selalu
diminati oleh umat, bahkan menjadi rujukan utama terutama dalam menyibak hal-
hal kekinian yang bersifat musykil. Hampir-hampir pada setiap sendi kehidupan
beragama ada karya ilmiah beliau, di samping untaian-untaian fatwa berharga
tentunya.33
1. Dalam masalah akidah; al-Aqidah ash-Shahihah wama Yudhadduha,
Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyyah, Syarh al- Aqidah al-Wasithiyyah,
Iqamatul Barahin ala Hukmi Man Istaghatsa Bighairillah au Shaddaqal
Kahanah wal Arrafin, dll.
2. Dalam masalah rukun iman; Ushulul Iman.
33 https://asysyariah.com/biografi-as-y-syaikh-abdul-aziz-bin-baz-rahimahullah/. Diakses
pada 9 September 2019.
https://asysyariah.com/biografi-as-y-syaikh-abdul-aziz-bin-baz-rahimahullah/
-
43
3. Dalam masalah rukun Islam; Tuhfatul Ikhwan bi Ajwibah
Muhimmah Tata‟allaqu bi Arkanil Islam, Nawaqidhul Islam, Kaifiyah
Shalatin Nabi, Fatawa fiz Zakati wash Shiyam, at-Tahqiq wal Idhah li
Katsirin min Masailil Hajji wal Umrah waz Ziyarah, Fatawa Tata‟allqu
bi Ahkamil Hajji wal Umrah waz Ziyarah, dll.
4. Dalam masalah berpegang teguh dengan Sunnah Nabi n; Wujub
Luzumis Sunnah wal Hadzar Minal Bid‟ah, at- Tahdzir Minal Bida‟,
Wujubul Amal bi Sunnatir Rasul wa Kufru Man Ankaraha, dll.
5. Dalam masalah ilmu waris; al- Fawaid al-Jaliyyah fil Mabahits al-
Faradhiyyah.
6. Dalam masalah keagungan al- Quran dan Rasulullah n; Hukmul Islam fi
Man Tha‟ana fil Quran au fi Rasulillah.
7. Dalam masalah dakwah dan para da‟inya; ad-Da‟watu Ilallah wa
Akhlaqud Da‟iyah, dll.
8. Dalam masalah realitas kekinian; Naqdul Qaumiyyah al-Arabiyyah
ala Dhau‟il Islam wal Waqi‟, al-Ghazwul Fikri, al-Adillah an-Naqliyyah
wal Hissiyyah ala Jarayanisy Syamsi wa Sukunil Ardhi wa Imkanish
Shu‟ud ilal Kawakib, dll.
9. Dalam masalah bimbingan kemasyarakatan; ad-Durus al-Muhimmah li
Ammatil Ummah, „Awamil Ishlahil Mujtama‟, dll.
10. Dalam masalah jihad; al-Jihad fi Sabilillah dan beberapa risalah yang
mengimbau umat Islam untuk berpartisispasi dalam jihad
Afghnistan melawan Uni Soviet, dll.
-
44
11. Dalam bidang hadits; Hasyiyah Mufidah ala Fathil Bari sampai Kitabul
Hajji.
12. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; Wujubut Tahkim ala
Syar‟illah, Fi Zhilli asy-Syari‟ah Yatahaqqaqul Amnu wal Hayah lil
Muslimin, berbagai risalah dan nasihat tentang sikap yang syar‟i terhadap
pemerintah, dll.
-
45
BAB III
PANDANGAN SYAIKH SAID RAMADHAN AL-BUTHI DAN SYAIKH
ABDUL AZIZ BIN BAZ TENTANG HUKUM BERTAQLID SATU
MAZHAB
A. Hukum Bertaqlid Dalam Satu Mazhab Menurut Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi
Setiap orang apabila menemui suatu masalah fiqhiyyah, pilihannya hanya
dua, yaitu antara berfikir dan berijtihad sendiri sambil terus mencari dalil yang
dapat menjawab atau bertaqlid mengikuti pendapat mujtahid terdahulu. Pilihan
berijtihad tidak diperuntukan kesemua orang karena tidak mungkin semua orang
harus menggunakan waktunya untuk mencari, berfikir, mempelajari peringkat-
peringkat ijtihad yang akan memakan waktu lama. Ijtihad tidak bisa hanya
sekedar membaca satu dua buku, dan bahkan tanpa guru yang memiliki sanad
keilmuan. Bila itu terjadi maka rusaklah syariat agama.34
Bahkan dalam buku-buku Ushul Fiqih (Dasar-dasar fiqih) sudah diuraikan
berbagai persoalan yang berkaitan dengan masalah ijtihad. Antara lain, adanya
persyaratan ilmiah yang harus dimiliki oleh mujtahid. Ia harus memiliki
pengetahuan luas dan mendalam menegnai bahasa Arab, kandungan al-Qur‟an
dan hadits-hadits Nabi SAW, hukum-hukum yang menjadi kesepakatan ulama,
dasar-dasar fiqih, cara-cara pemikiran analogi (qiyas) dan penganalisaan masalah.
Ia juga harus berwawasan luas tentang tujuan dan dasar-dasar umum syariat
Islam. Bidang pengetahuan yang terakhir ini menjadi sasaran paling penting
34
http://www.nupringsewu.or.id/2017/06/01/jawaban-dr-ramadahan-al-buthi-ini-bugkam-
al-albani-soal-pentingnya-taqlid-pada-ulama. Diakses pada 15 september 2019.
http://www.nupringsewu.or.id/2017/06/01/jawaban-dr-ramadahan-al-buthi-ini-bugkam-al-albani-soal-pentingnya-taqlid-pada-ulamahttp://www.nupringsewu.or.id/2017/06/01/jawaban-dr-ramadahan-al-buthi-ini-bugkam-al-albani-soal-pentingnya-taqlid-pada-ulama
-
46
dalam berbagai tulisan Imam asy-Syatibi. Ia bahkan menganggapnya sebagai
syarat paling pokok dalam berijtihad.35
Jika disoroti dalam kemampuan berijtihad ini tidak memungkinkan setiap
orang Islam itu mampu berijtihad dengan pandangannya sendiri yang dalilnya
tidak ada dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadits dan tanpa harus bertaqlid dari mana-
mana mazhab yang mu‟tabar. Oleh karena ketidak mampuan setiap orang Islam
mengeluarkan ijtihadnya maka pilihannya adalah bertaqlid salah satu mazhab.
Syaikh Said Ramadhan al-Buthi telah memberikan pandangannya dalam
permasalahan taqlid ini yang mana Syaikh Said Ramadhan al-Buthi membahaskan
hukum taqlid antaranya:
A) Hukum Bertaqlid Salah Satu Mazhab
Syaikh Said Ramadhan al-Buthi memberikan pandangan hukum bertaqlid
dalam salah satu mazhab itu adalah wajib. Karena Sesungguhnya taqlid adalah
masalah yang tidak dapat dihindarkan dari kaum muslimin dan ia tetap berjalan
dan dipakai. Bagi orang yang taqlid (muqallid), bila ia boleh menetapi salah satu
mazhab tertentu dan tidak pindah ke mazhab lain. Dengan perbuatnya itu, ia tidak
dianggap melakukan perbuatan terlarang atau mengerjakan sesuatu yang haram.36
35 Yusuf Qardhawi, Muhamad Madani, Mu‟inuddin Qadri, Dasar Pemikiran Hukum
Islam, Terjemahan H. Husein Muhammad (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994) hlm. 77. 36 Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, bahaya bebas mazha, Terj. Abdullah Zakiy Al-
Kaaf, (Jawa Barat: CV Pustaka Setia, 2001). hlm. 82.
-
47
Kemudian, apakah dalil-dalil yang menunjukkan bahwa taqlid itu wajib
dilaksanakan bila tidak mampu berijtihad.
i. Pertama:
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika
kamu tidak mengetahui,”37
Para ulama telah sepakat bahwa ayat di atas merupakan perintah kepada
orang yang tidak mengerti hukum dalil agar mengikuti orang yang memahaminya.
Seluruh ulama ushul telah menetapkan ayat ini sebagai dasar pertama untuk
mewajibkan orang awam agar taqlid pada mujtahid. Semakna dengan ayat di atas
ialah firman Allah SWT:
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”38
37 An-Nahal (16): 43
38 At-Taubah (9): 122
-
48
Dalam ayat ini, Allah SWT melarang semua orang pergi berperang dan
melakukan jihad, tetapi memerintahkan agar segolongan dari mereka tetap tinggal
di tempatnya untuk mempelajari ilmu agama sehingga bila yang pergi berperang
telah kembali, maka akan mendapatkan orang-orang yang dapat memberikan
fatwa tentang urusan halal dan haram serta menjelaskan hukum-hukum Allah
SWT lainnya.
Adanya ijam’ yang menunjukkan bahwa para sahabat Nabi Muhammad
SAW, tidak sama tingkatan ilmu dan tidak kesemuanya ahli fatwa sebagai mana
dinyatakan ilmu oleh Ibnu Khaldun, dan masalah agama pun tidak diambil dari
mereka semua. Di antara mereka ada yang menjadi mufti dan mujtahid, tetapi
jumlahnya sangat sedikit dan pula yang meminta fatwa dan menjadi muqallid
yang jumlahnya sangat banyak.39
Para sahabat yang menjadi mufti (mujtahid) dalam menerangkan hukum
agama, tidak selalu menerangkan dalil-dalil kepada yang meminta fatwa.
Rasulullah SAW telah mengutus para sahabatnya yang ahli hukum ke daerah-
daerah yang penduduknya tidak mengenal Islam, selain hanya mengetahui akidah
dan rukun-rukunya saja. Kemudian para penduduk daerah tersebut mengikuti
fatwa utusan Rasulullah SAW dengan mengamalkan ibadah dan muamalah, serta
segala macam urusan yang ada sangkut pautnya dengan halal dan haram.40
39Ibid.hlm.85 40Ibid. hlm. 85.
-
49
Apabila para utusan Rasulullah SAW menjumpai masalah yang tidak
ditemukan dalilnya dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah, ia melakukan ijtihad dan
memberi fatwa menurut petunjuk dari hasil ijtihadnya. Selanjutnya, penduduk
setempat mengikuti fatwa tersebut. Imam Al-Ghazali Rahimahumullah dalam
kitabnya Al-Mustashfa pada bab taqlid dan istisfa’, “Dalil orang awam harus
taqlid ialah ijma’ sahabat. Mereka memberikan fatwa kepada orang awam, tanpa
mempertahankannya untuk mencapai darjat ijtihad’ . Hal ini dapat diketahui
dengan pasti dan dengan cara mutawatir, baik dari kalangan ulama maupun para
awam.”
ii. Ketiga:
Adanya dalil akal yang nyata. Setelah para ulama melihat dail-dalil yang
cukup sempurna dari Al-Qur‟an dan Al-Hadits, serta dalil akal yang menegaskan
bahwa bagi orang awam dan orang alim yang belum sampai tingkatan mampu
melakukan istinbath dan ijtihad harus taqlid pada mujtahid. Para ulama pun
menyatakan bahwa kedudukan fatwa mujtahid terhadap orang awam adalah
seperti dalil Al-Qur‟an dan Al-Hadits bagi seorang mujtahid. Hal ini karena Al-
Qur‟an selain mewajibkan orang yang alim agar berpegang pada dalil-dalil dan
keterangan didalamnya, juga mewajibkan kepada orang awam berpegang pada
fatwanya orang alim dan hasil ijtihad