Microsoft PowerPoint By [email protected]&JuRaiZMicrosoft PowerPoint By [email protected]&JuRaiZ
1
Mengingkari kemungkaran adalah perkara syar’i lantarannya,
kebaikan bisa nampak dan tersebar. Demikian pola kebatilan
akan menipis, bahkan sirna.
Mengingkari kemungkaran merupakan ciri hkas kaum mukminin.
Allah ta’ala berfirman,
و�ن� ي�ن�ه� وف و� ع�ر� ون� بال�م� م�ر�لي�اء� ب�ع�ض� ي�أ� و�
� م� أ ه� ن�ات� ب�ع�ض� م ؤ� ال�م� ن�ون� و� م ؤ� ال�م� و�
ول�ه� س� ي�طيع�ون� الل"ه� و�ر� ك�اة� و� ت�ون� الز" ي�ؤ� ة� و� ال� يم�ون� الص" ي�ق ن�ك�ر و� ع�ن ال�م�
كيم/ م� الل"ه� إن" الل"ه� ع�زيز/ ح� ه� م� ح� ي�ر� أ�ول�ئك� س�
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian
yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf,
mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-
Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”. (QS. At-Taubah: 71)
2
Syaikh Abdus Salam bin Barjas Alu Abdil Karim-
rahimahullah- berkata, “Sungguh Allah telah
membedakan antara orang orang mukmindengan orang
orang munafiq dengan amar ma’ruf (mencintai hal yang
baik) dan nahi mungkar (mengingkari kemungkaran).
Hal itu menunjukan ciri khas sifat sifat orang beriman
adalah mereka melaksanakan hal itu.” [Lihat
Mu’amalah Al-Hukkam (hal.35)]
Kemudian, mengingkari kemungkaran perlu didudukkan
dengan baik dan diletakan sesuai porsinya. Oleh karena
itu, perlu dibedakan antara mengingkari kemungkaran
yang dilakukan oleh penguasa, dengan mengingkari
kemungkaran yang dibuat oleh rakyat. Sedang rakyat
pun harus disikapi dengan baik dan hikmah.
3
Apa bila anda bertanya tentang metode syar’i dalam mengingkari
penguasa, maka perkara ini telah dijelaskan oleh para ulama.
Dalam pembahasan berikut ini kami akan kupas metode mereka
mengingkari, dan menasihati penguasa. Ini perlu diketahui, karena
banyak orang yang tak paham.
Ibnul Jauziy-rahimahullah- berkata, “perkara yang dibolehkan
dalam amar ma’ruf dan nahi Mungkar hubungannya dengan
penguasa, yaitu memberikan pengertian dan nasihat. Adapun
berkata-kata kasar, seperti “Wahai orang zholim”, “wahai orang
yang tidak takut kepada Allah!” Jika hal itu
menggerakan/membangkitkan fitnah (musibah) yang menyebabkan
kejelekannya tertular kepada orang lain, maka tidak boleh
dilakukan. Jika ia tidak takut, kecuali atas dirinya, maka boleh
menurut jumhur ulama. Menurut pendapatku, hal itu terlarang.”
[ Lihat Al- Adab Asy-Syari’ah (1/195-197)]
4
Ibnu An-Nuhhas Asy-Syafi’iy-rahimahullah- berkata,
“Seseorang yang menasehati penguasa hendaknya
memilih pembicaraan empat mata bersama penguasa
dibandingkan berbicara bersamanya di depan publik,
bahkan diharapkan andaikan ia berbicara dengan
penguasa secara sirr ((rahasia), dan menasehatinya
secara tersembunyi, tanpa pihak ketiga.” [Tanbih Al-
Ghopilin (hal. 64)]
Apa yang ditetapkan oleh Ibnul Jauziy, dan Ibnu An-
Nahhas, bahwa menasihati penguasa dengan cara rahasia
dan tersembunyi, ini telah dikuatkan oleh hadits-hadits
dan atsar dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , para
sahabat, serta para ulama’ Ahlus Sunnah yang menapaki
jalan mereka..
5
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
ذ� بي�ده ل�كن� لي�أ�خ� م�ر� ف�ال ي�ب�د ل�ه� ع�ال�ني�ة8 و�ل�ط�ان� بأ� ح� لس� اد� أ�ن� ي�ن�ص� ر�
� أ م�ن�
�ل"ذي� ع�ل�ي�ه ل�ه� د� أ�د"ى ا إال" ك�ان� ق� ذ�اك� و� ن�ه� ف�� بل� م إن� ق� ل�و� به ف� ي�خ� .ف�
“Barangsiapa ingin menasihati penguasa dalam suatu
perkara, maka janganlah ia menampakkan secara terang
terangan. Akan tetapi hendaknya ia ia mengambil tangannya
agar ia bisa berduaan. Jika ia terima ,aka itulah yamg
diharap, jika tidak maka sungguh ia telah menunaikan tugas
yan ada pada pundaknya”. [HR Ahmad dalam Al-Musnad
(3/403-404) dan Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (1096,
1097, 1098). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy
dalam Zhilal Al-Jannah (hal. 514)]
6
As-Syaukaniy -rahimahullah- berkata, “Sesungguhnya bagi orang
yang nampak baginya kesalahan penguasa dalam sebagian masalah
agar ia menasihati penguasa, dan tidak menampakan celaan padanya
didepan publik”.[Lihat As-Sail Al-Jarrar (4/556)]
Dari sini, kita mengetahui kesalahan fatal sebagian orang, ketika
melihat penguasa bersalah dan bermaksiat, atau membiarkan
kemaksiatan, maka serta-merta mereka mengumpulkan manusia untuk
demontrasi sehingga tersebarlah aib penguasa. Demo sekalipun
diniatkan sebagai “nasihat”, namun tetap salah karena ia
merupakan sebuah sarana yang membeberkan aib penguasa.
Oleh karena itu, satu hal yang amat menyayat hati, dan membuat kita
sedih, ketika kita menyaksikan ada sebagian mahasiswa dan
masyarakat umum -bahkan terkadang ia adalah “aktivis dakwah
Islam”- memompa, dan mengompori semangat pemuda-pemuda Islam
untuk melakukan demonstrasi.
7
Al-Allamah Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz-
rahimahullah- berkata, “Bukan termasuk manhaj
salaf, membeberkan aib penguasa, dan
menyebutkannya di atas mimbar-mimbar, karena hal
itu akan mengantarkan kepada kudeta, tidak mau
dengar dan taat dalam perkara ma’ruf, dan
mengantarkan kepada pemberontakan yang merusak
dan tidak membawa manfaat. Tapi metode yang
diikuti di sisi salaf: menasehati secara empat
mata, menyurat, dan menghubungi para ulama
yang berhubungan langsung dengannya sehingga
penguasa bisa diarahkan kepada hal yang baik”.
[ Lihat Haquq Ar-Ro’iy wa Ar- Ro’iyyah (27)]
8
Jadi, seorang yang ingin menasihati
pemerintah, maka ia lakukan dengan cara
rahasia, dan empat mata. Bukan
menasihatinya secara terang-terangan di
depan publik. Oleh karena itu, termasuk di
antara kesalahan sebagian orang, menasihati
penguasa, lalu disebarkan nasihat dan hasil
pertemuannya dengan pemerintah, baik lewat
radio, televisi, koran, majalah, buletin,
mimbar, majelis taklim, pertemuan umum,
demonstrasi, dan lainnya.
9
Diantara metode yang paling buruk dalam menasihati
penguasa, keluar ke jalan-jalan berkonvoi dalam
rangka berdemo, apakah disertai kekacauan, ataukah,
tidak!! Dengarkan Al-Faqih Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-‘Utsaimin-rahimahullah- berkata,
“Demonstrasi merupakan perkara baru yang tidak
pernah dikenal di zaman Nabi –shollallahu alaih
wasallam- , dan tidak pula di zaman Al-Khulafa’ Ar-
Rasyidin dan para sahabat-radhiyallah anhum-.
Kemudian di dalamnya juga terdapat kerusuhan, dan
huru-hara yang menjadikannya terlarang, dimana juga
terjadi di dalamnya pemecahan kaca-kaca, pintu-pintu
dan lainnya.
10
Juga terjadi ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita,
antara anak muda dengan orang tua , serta perkara-perkara
yang semacamnya, berupa kerusakan dan
kemungkaran.Adapun masalah menekan dan mendesak
pemerintah, maka jika pemerintahnya muslim,
cukuplah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya –Shollallahu
alaih wasallam- sebagai pengingat baginya. Ini
merupakan sebaik-baik perkara (baca:nasihat) yang
disodorkan kepada seorang muslim. Jika pemerintahnya
kafir, maka jelas mereka (orang-orang kafir) itu tidak mau
mempedulikan para demonstran. Boleh jadi Pemerintah kafir
itu akan bersikap ramah dan baik di depan para demonstran,
sekalipun di batinnya tersembunyi kejelekan. Karenanya,
kami memandang bahwa demo merupakan perkaara munkar.
11
Adapun ucapan (baca: alasan) mereka: “Inikan
demo yang damai (tak ada kerusuhan,pent.)!!”,
maka boleh jadi demonya damai di awalnya atau awal
kalinya, kemudian berubah jadi demo perusakan.Aku
nasihatkan kepada para pemuda agar mereka
mengikuti jalan hidupnya para Salaf. Karena Allah telah
memuji orang-orang Muhajirin dan Anshor; Allah telah
memuji orang-orang yang mengikuti mereka dalam
kebaikan ”. [Lihat BuletinSilsilah Ad-Difa’ anis
Sunnah (7): “Aqwaal ‘Ulama’ As-Sunnah fil
Muzhaharat wa maa Yatarattab Alaih min Mafasid
‘Azhimah”, hal.2-3, cet. Maktabah Al-Furqon, UEA.]
12
Alangkah benarnya apa yang dikatakan beliau bahwa
demo-walaupun tanpa kerusuhan- merupakan perkara
baru dan bid’ah. Bid’ahnya orang-orang Khawarij.
Anggaplah demo itu damai, akan tetapi itu merupakan
sarana dalam menyebarkan aib penguasa, karena
dengan keluarnya seseorang ke jalan-jalan untuk
demo, akan memberikan opini bahwa mereka akan
pergi mengeritik, dan membongkar aib, dan
kekurangan penguasa. Membeberkan aib penguasa
muslim merupakan metode lama yang dipergunakan
oleh kaum Khawarij yang suka memberontak.
13
Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqolany – rahimahullah-
berkata dalam menjelaskan hakekat orang-orang Al-
Qo’diyyah (salah satu kelompok Khawarij), “Al-
Qo’diyyah: adalah kelompok Khawarij yang tidak
memandang (harusnya) memerangi (pemerintah).
Bahkan mereka hanya mengingkari pemerintah yang
zholim sesuai kemampuan, mereka mengajak kepada
pendapat mereka, dan juga mereka menghias-hiasi –
disamping hal tsb– untuk memberontak, serta
mengira itu baik” [ Lihat At-Tahdzib (8/114)
sebagaimana dalam Lamm Ad-Durr Al-Mantsur
(hal.60) karya Jamal Ibn Furoihan Al-Haritsy, cet. Dar
Al-Minhaj, Mesir.]
14
Dalam kitabnya yang lain, Al-Hafizh –
rahimahullah- berkata, ”Al-Qo’diyyah:
adalah orang-orang yang menghias-hiasi
pemberontakan atas pemerintah, sekalipun
mereka tidak melakukan (pemberontakan itu)
secara langsung”. [ Lihat Hadyus Sari (459)
yang dinukil dari Lamm Ad-Durr Al-
Mantsur, hal.60, cet. Dar Al-Minhaj.]
15
Jadi, tugas Al-Qo’diyyah dahulu sama persis
dengan tugas sebagian orang yang
membakar semangat pemuda-pemuda untuk
membangkang, dan tidak taat kepada
pemerintah, bahkan terkadang mengarahkan
mereka kepada pemberontakan fisik lewat
ajang demonstrasi. Ini adalah tercela dalam
pandangan ulama’ Ahlus Sunnah
berdasarkan dalil-dalil, baik naqli, maupun
aqli.
16
Syaikh Abdul Aziz bin Baz–rahimahullah- berkata: “Aku tidak
memandang bahwa demonya para wanita ataupun demonya para
laki-laki termasuk solusi. Akan tetapi, itu merupakan musibah, dan
termasuk sebab kejelekan; termasuk sebab dizhaliminya sebagian
orang, dengan cara yang tak benar. Akan tetapi cara-cara yang
syar’i adalah menyurat, menasihati, berda’wah kepada
kebaikan dengan cara damai. Demikianlah yang ditempuh
para ulama; demikianlah para sahabat Nabi –Shallallahu alaih
wasallam- dan para pengikut mereka dalam kebaikan : dengan
cara menyurat, berbicara langsung dengan orang yang
berbuat salah, dengan pemerintah, dan penguasa dengan
menghubunginya, menasihatinya, dan menyuratinya tanpa
membeberkannya di atas mimbar dan lainnya!! Katanya,
“Pemerintah melakukan begini dan begini!!”. Akhirnya, hasilnya
begini (kerusakan), Wallahul Musta’an“.
17
Beliau juga berkata: “Dikategorikan dalam masalah
ini (kesalahan dalam menasihati penguasa), apa
yang dilakukan oleh sebagian orang berupa demo
yang menimbulkan keburukan yang besar bagi para
da’i. Jadi, karnaval dan teriak-teriakan
bukanlah merupakan jalan untuk memperbaiki
dan da’wah. Jalan yang benar (dalam menasihati
pemerintah,pent.) adalah dengan cara berziarah
dan menyurati dengan cara yang baik”. [ Lihat
Buletin Silsilah Ad-Difa’ (7) (hal.1-2),cet.
Maktabah Al-Furqon, UEA]
18
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 06 Tahun I.
Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus
Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto
Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah).
Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul
Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus
Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir
Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk
berlangganan hubungi alamat di atas. (infaq Rp. 200,-/exp)
Di Buat Agar Mudah Di Baca Download PowerPoint Lain nya di http://mysalafy.wordpress.com
Sumber Artikel ini bisa di lihat di http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/mengingkari-penguasa.html