Download - Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS FASILITAS PERPAJAKAN DAN PERENCANAAN PAJAK DALAM RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN
(STUDI KASUS PADA PT MMI, PT GII, PT IR, DAN PT SSK)
TESIS
BERNARDIN BELA NARADINA1106112031
FAKULTAS EKONOMIPROGRAM MAGISTER AKUNTANSI
SALEMBANOVEMBER 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS FASILITAS PERPAJAKAN DAN PERENCANAAN PAJAK DALAM RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN
(STUDI KASUS PADA PT MMI, PT GII, PT IR, DAN PT SSK)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Akuntansi
BERNARDIN BELA NARADINA1106112031
FAKULTAS EKONOMIPROGRAM MAGISTER AKUNTANSI
SALEMBANOVEMBER 2013
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Bernardin Bela Naradina
NPM : 1106112031
Tanda Tangan :
Tanggal : 5 Desember 2013
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan olehNama : Bernardin Bela NaradinaNPM : 1106112031Program Studi : Magister AkuntansiJudul Tesis : Analisis Fasilitas Perpajakan Dan Perencanaan Pajak
Dalam Restrukturisasi Perusahaan (Studi Kasus Pada PT MMI, PT GII, PT IR, DAN PT SSK)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Akuntansi pada program studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Jul Seventa Tarigan, Ak., MA., BAP ( )
Penguji : Yohanes, M.Si., Ak ( )
Penguji : Hadi Susilo, M.Ak. ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 5 Desember 2013
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat dan rahmat
yang diberikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini di saat banyaknya
beban pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu bersamaan. Penulis juga
menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna meskipun segala usaha yang
maksimal telah penulis lakukan dalam penyusunan tesis. Hal ini disebabkan
karena keterbatan waktu dan pengetahuan yang penulis miliki saat menyusun tesis
ini. Penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tesis ini.
Tesis yang berjudul “Analisis Fasilitas Perpajakan Dan Perencanaan Pajak
Dalam Restrukturisasi Perusahaan (Studi Kasus Pada PT MMI, PT GII, PT IR dan
PT SSK)” ini penulis ajukan sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar
Magister Akuntansi (M.Ak.) Program Studi Akuntansi, Program Magister
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari massa perkuliahan sampai pada massa penyusunan tesis ini, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1) Jul Seventa Tarigan, Ak., MA., BAP, selaku pembimbing tesis, yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
petunjuk dan masukan yang sangat berharga, mulai dari persiapan studi
mandiri sampai penyusunan tesis ini;
2) Dr. Siti Nurwahyuningsih Harahap selaku Ketua Program Studi Magister
Akuntansi, Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
3) Pihak manajemen perusahaan yang tergabung dalam grup BSMH yang telah
banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan;
4) Yohanes, M.Si., Ak dan Hadi Susilo, M.Ak. selaku penguji tesis. Terima kasih
untuk saran konstruktif yang diberikan demi penyempurnaan tesis ini hingga
layak disebut karya ilmiah
iv
5) Alm. Bapak Caesarius Ruddyanto, Ibu Christina Yuri, dan Benedictus Bina
Naratama selaku orang tua dan adik saya, yang selalu senantiasa memberikan
semangat, doa dan tentunya materi kepada saya sejak awal perkuliahan hingga
menyelesaikan tesis ini.
6) Keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, dorongan dan
semangat selama penulis menjalankan studi hingga menyelesaikan tesis ini.
7) Rekan-rekan penulis, baik dalam lingkup kampus maupun di luar kampus,
yang telah memberikan masukan, kritik, saran dan bantuan dalam
menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, semoga apa yang telah diberikan pihak-pihak tersebut di atas
akan mendapatkan berkat yang melimpah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Penulis
berharap hasil penelitian ini dapat memberikan masukan Wajib Pajak, orang-
orang di bidang akademik dan membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Salemba, 5 Desember 2013
Penulis
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASITUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Bernardin Bela NaradinaNPM : 1106112031Program Studi : Magister AkuntansiDepartemen : Akuntansi Fakultas : EkonomiJenis Karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:Analisis Fasilitas Perpajakan Dan Perencanaan Pajak Dalam Restrukturisasi
Perusahaan (Studi Kasus Pada PT MII, PT GII, PT IR, dan PT SSK)Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dam sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Jakarta
Pada tanggal: 5 Desember 2013
Yang menyatakan
(Bernardin Bela Naradina)
vi
ABSTRAK
Nama : Bernardin Bela NaradinaProgram Studi : Magister AkuntansiJudul : Analisis Fasilitas Perpajakan Dan Perencanaan Pajak
Dalam Restrukturisasi Perusahaan (Studi Kasus Pada PT MMI, PT GII, PT IR, DAN PT SSK)
Persaingan yang tinggi dengan perusahaan dalam industri yang sama menyebabkan perusahaan harus mampu mencari peluang yang memungkinkan untuk meminimalkan biaya dari penerapan strategi bisnis yang dijalankan. Restrukturisasi tidak lepas dari adanya perubahan strategi yang pada hakekatnya ingin memperbaiki performa organisasi, disamping adanya pengaruh struktur keuangan yang membebankan perusahaan. Dalam kaitan ini, melalui kebijakan perpajakan, pemerintah telah memberikan kemudahan (fasilitas) perpajakan bagi Wajib Pajak dalam melakukan kegiatan restrukturisasi.
Pihak manajemen MMI mempunyai strategi berupa penggabungan usaha atau likuidasi usaha. Manajemen perusahaan berusaha untuk memilih strategi yang memberikan beban pajak yang paling efisien sebagai salah satu biaya yang dikeluarkan, dengan memanfaatkan fasilitas perpajakan tersebut.
Metode penelitian yang dilakukan didasarkan pada metode deskriptif analisis, dengan melalui studi pustaka dan analisis atas kebijakan perpajakan, disandingkan dengan data keuangan dari MMI.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perusahaan bisa menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 untuk penggabungan usaha menggunakan nilai buku sehingga perusahaan dapat terhindar dari adanya pajak penghasilan capital gain atas harta perusahaan yang dialihkan dalam kegiatan restrukturisasi. Selain itu terdapat juga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2006 untuk mengurangi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan hingga mencapai 75%.
Kata kunci: Pajak, Perencanaan Pajak, Restrukturisasi Perusahaan, Merger, Likuidasi.
viiUniversitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Bernardin Bela NaradinaStudy Program : Magister of AccountingTitle : Analysis of Tax Facility and Tax Planning In
Corporate Restructuring (Case Study at PT MMI, PT GII, PT IR and PT SSK)
High competition with companies in the same industry led to the company to be able to look for opportunities that allow minimizing the cost of implementation of a business strategy. Restructuring cannot be separated from a change in strategy that is intrinsically targeted to improve the performance of the organization, in addition to the burden effect caused by the company's financial structure. In this regard, through a tax policy, the government has provided a tax facility for taxpayers in restructuring activities.
MMI’s management has strategic options to apply merger or liquidation strategy. The management is trying to choose the propriate strategy that gives the most efficient tax burden by utilizing the tax facility.
The research method performed based on the descriptive method of analysis, the literature study and analysis of tax policy and coupled with financial data from the MMI, GII, IR and SSK.
Based on the analysis it can be concluded that the Minister of Finance Regulation Number 43/PMK.03/2008 for business combinations is applicable by using the book value so the company can be prevented from the income tax due on capital gain on assets transferred. In addition, there is also the Minister of Finance Regulation Number 91/PMK.03/2006 to reduce Levy on Acquisition of Land and/or Buildings up to 75 %.
Key words: Tax, Tax Planning, Corporate Restructuring, Merger, Liquidation.
viiiUniversitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................iHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS......................................................iiHALAMAN PENGESAHAN..................................................................................iiiKATA PENGANTAR..............................................................................................ivHALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR.. .viABSTRAK...............................................................................................................viiDAFTAR ISI............................................................................................................ixDAFTAR GAMBAR................................................................................................xiDAFTAR TABEL....................................................................................................xiiDAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................xiv1. PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................11.2 Rumusan Massalah........................................................................................41.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................51.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................51.5 Batasan Penulisan..........................................................................................51.6 Metode Penelitian..........................................................................................51.7 Sistematika Penulisan....................................................................................6
2. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................72.1 Restrukturisasi Perusahaan............................................................................7
2.1.1 Strategi Restrukturisasi Perusahaan.....................................................72.1.2 Alasan Dilakukannya Restrukturisasi Perusahaan..............................102.1.3 Bentuk-Bentuk Restrukturisasi Perusahaan........................................12
2.1.3.1 Penggabungan Usaha..............................................................13 2.1.3.2 Likuidasi..................................................................................18
2.2 Perencanaan Pajak........................................................................................21 2.2.1 Lingkup Perencanaan Pajak................................................................22 2.2.2 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak........................................232.3 Ketentuan Perpajakan yang Terkait Restrukturisasi Perusahaan.................24
2.3.1 Undang-Undang Pajak Penghasilan....................................................242.3.2 Undang-Undang BPHTB....................................................................282.3.3 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai..........................................29
3. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN YANG TERKAIT DENGAN RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN.........................................................313.1 Gambaran Umum Perusahaan Pengambilalih dan Perusahaan Penerima Pengalihan..........................................................................................................31
3.1.1 PT MMI (Perusahaan yang Menerima Pengalihan)..................................31 3.1.2 PT GII (Perusahaan yang Mengalihkan)...................................................39 3.1.3 PT IR (Perusahaan yang Mengalihkan)....................................................44 3.1.4 PT SSK (Perusahaan yang Mengalihkan).................................................474. ANALISIS FASILITAS PERPAJAKAN DAN PERENCANAAN PAJAK.
524.1 Latar Belakang, Tujuan, dan Stratei Restrukturisasi....................................52
ix Universitas Indonesia
x
4.1.1 Latar Belakang....................................................................................52 4.1.2 Tujuan Restrukturisasi........................................................................52 4.1.3 Strategi Restrukturisasi.......................................................................544.2 Aspek Perpajakan Dalam Restrukturisasi....................................................54 4.2.1 Penggabungan Usaha..........................................................................54 4.2.1.1 Penggabungan Usaha Dengan Nilai Buku..............................55 4.2.1.2 Penggabungan Usaha Dengan Nilai Pasar..............................57 4.2.2 Jual dan Likuidasi...............................................................................584.3 Analisis Perencanaan Dalam Strategi Restrukturisasi.................................60 4.3.1 Analisis Penggabungan Usaha Dengan Nilai Buku............................62 4.3.2 Analisis Penggabungan Usaha Dengan Nilai Pasar............................69 4.3.3 Analisis Jual dan Likuidasi.................................................................754.4 Faktor-Faktor yang Menentukan..................................................................87
5. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................915.1 Kesimpulan..................................................................................................915.2 Saran.............................................................................................................92
DAFTAR REFERENSI.........................................................................................93LAMPIRAN............................................................................................................96
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Aset, Liabilitas, dan Ekuitas MMI........................................................6Gambar 4.1 Struktur Perusahaan Sebelum Restrukturisasi......................................53Gambar 4.2 Strukturi Perusahaan Setelah Restrukturisasi.......................................53
xi Universitas Indonesia
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Entitas Anak PT MMI.............................................................................32Tabel 3.2 Komposisi Pemegang Saham PT MMI...................................................33Tabel 3.3 Kepentingan Non Pengendali PT MMI..................................................33Tabel 3.4 Aset Tetap PT MMI................................................................................35Tabel 3.5 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT MMI................................................36Tabel 3.6 Rekonsialiasi Pajak PT MMI..................................................................37Tabel 3.7 Neraca PT MMI......................................................................................37Tabel 3.8 Laporan Laba Rugi PT MMI..................................................................39Tabel 3.9 Komposisi Pemegang Saham PT GII......................................................40Tabel 3.10 Aset Tetap PT GII..................................................................................41Tabel 3.11 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT GII..................................................41Tabel 3.12 Rekonsiliasi Pajak PT GII......................................................................42Tabel 3.13 Neraca PT GII........................................................................................42Tabel 3.14 Laporan Laba Rugi PT GII....................................................................43Tabel 3.15 Komposisi Pemegang Saham PT IR......................................................44Tabel 3.16 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT IR....................................................45Tabel 3.17 Kompensasi Kerugian PT IR.................................................................45Tabel 3.18 Neraca PT IR..........................................................................................46Tabel 3.19 Laporan Laba Rugi PT IR......................................................................47Tabel 3.20 Komposisi Pemegang Saham PT SSK...................................................48Tabel 3.21 Aset Tetap PT SSK................................................................................49Tabel 3.22 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT SSK................................................49Tabel 3.23 Rekonsiliasi Pajak PT SSK....................................................................50Tabel 3.24 Neraca PT SSK......................................................................................50Tabel 3.25 Laporan Laba Rugi PT SSK...................................................................51Tabel 4.1 Neraca Perusahaan Sebelum Restrukturisasi.........................................60Tabel 4.2 Laporan Laba Rugi Sebelum Restrukturisasi.........................................61Tabel 4.3 Nilai Pasar Aset Tetap PT GII dan PT SSK...........................................62Tabel 4.4 Akumulasi Rugi Fiskal PT GII..............................................................63Tabel 4.5 Akumulasi Rugi Fiskal PT IR................................................................64Tabel 4.6 Akumulasi Rugi Fiskal PT SSK.............................................................66Tabel 4.7 Perolehan Harta MMI Menurut Nilai Buku...........................................67Tabel 4.8 Kompensasi Fiskal Yang Tidak Dapat Digunakan PT MMI.................67Tabel 4.9 Konsekuensi Perpajakan dalam Penggabungan Usaha dengan Nilai Buku.........................................................................................................................68Tabel 4.10 Nilai Perolehan Harta PT MMI Menurut Nilai Pasar............................73Tabel 4.11 Kompensasi Fiskal Yang Dapat Digunakan PT MMI...........................73Tabel 4.12 Konsekuensi Perpajakan dalam Penggabungan Usaha dengan Nilai Pasar.........................................................................................................................74Tabel 4.13 Jurnal Penjualan Aset Tetap PT GII......................................................75Tabel 4.14 Jurnal Realisasi Aset Lancar PT GII......................................................76Tabel 4.15 Neraca PT GII Setelah Penjualan Aset dan Pelunasan Hutang..............77Tabel 4.16 Jurnal Eliminasi PT GII.........................................................................78Tabel 4.17 Jurnal Likuidasi PT IR...........................................................................79
Universitas Indonesia
xiii
Tabel 4.18 Jurnal Penjualan Aset Tetap PT SSK.....................................................81Tabel 4.19 Neraca PT SSK Setelah Penjualan Aset dan Pembayaran Hutang........82Tabel 4.20 Jurnal Eliminasi PT SSK........................................................................83Tabel 4.21 Nilai Perolehan Harta PT MMI Pada Strategi Likuidasi.......................84Tabel 4.22 PPN Masukan PT MMI..........................................................................85Tabel 4.23 Laba / (Rugi) Divestasi PT MMI...........................................................85Tabel 4.24 Konsekuensi Perpajakan dalam Strategi Jual dan Likuidasi..................86Tabel 4.25 Ikhtisar Konsekuensi Perpajakan...........................................................87Tabel 4.26 Total Capital Gain.................................................................................88Tabel 4.27 Total Kerugian dari Tidak Dimanfaatkannya Sisa Rugi Tahun Lalu....89Tabel 4.28 Total PPh Final.......................................................................................90Tabel 4.29 Total BPHTB.........................................................................................90
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkrip Wawancara...............................................................96
xiv Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Massalah
Media cetak merupakan media massa tertua diantara media massa lain. Ide
pembuatan media massa cetak awalnya sebagai sarana bagi masyarakat untuk
mengemukakan pendapat. Perkembangan industri media cetak saat ini semakin
pesat seiring dengan perkembangan teknologi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
macam koran, majalah maupun tabloid yang beredar secara nasional maupun di
area tertentu. Pesatnya media cetak yang beredar tidak terlepas dari adanya
kebutuhan masyarakat akan berbagai macam informasi yang semakin meningkat.
Dengan adanya kebutuhan masyarakat akan informasi yang semakin
meningkat, sebenarnya media cetak sedikit kalah bersaing dengan media massa
lainnya seperti televisi maupun media online. Kecanggihan teknologi keduanya
mampu mempengaruhi masyarakat untuk beralih mengonsumsi media massa
tersebut, jika dibandingkan dengan media cetak demi mendapatkan berita atau
informasi yang cenderung cepat saji.
Era globalisasi, yang ditandai dengan pergerakan bebas informasi, uang,
tenaga kerja, produk dan jasa melintasi batas negara, membuat berbagai
perusahaan termasuk di industri media untuk semakin berkompetisi, jika ingin
tetap bertahan. Pengusaha menyatakan bahwa setidaknya terdapat tiga hal yang
dapat ditingkatkan untuk menghadapi persaingan global tersebut, yaitu proses dan
operasi bisnis, hubungan dengan pelanggan dan relasi bisnis, dan karyawan
(Gunadi, 2001). Ketiga hal ini memerlukan serangkaian strategi yang
dilaksanakan secara terus menerus sehingga kinerja perusahaan semakin
meningkat dan dapat terus unggul dalam persaingan, atau minimal tetap dapat
bertahan.
Fungsi manajemen perusahaan dalam menganalisis, mengambil keputusan
dan melakukan aksi untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan
kompetitif perusahaan didefinisikan sebagai manajemen strategis. Sesuai
definisinya, manajemen strategis berfokus pada proses penetapan tujuan
1 Universitas Indonesia
2
organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran,
serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan
merencanakan pencapaian tujuan organisasi.
Strategi restrukturisasi merupakan salah satu strategi yang dapat
digunakan untuk mencari jalan keluar bagi perusahaan yang tidak berkembang,
sakit atau adanya ancaman bagi organisasi, atau industri diambang pintu
perubahan yang signifikan. Strategi restrukturisasi memerlukan tim manajemen
yang mempunyai wawasan untuk melihat ke depan, kapan perusahaan berada
pada titik undervalued atau industri pada posisi yang matang untuk transformasi.
Banyak perusahaan melakukan restrukturisasi perusahaan untuk
memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan. Beberapa bentuk
restrukturisasi perusahaan diantaranya adalah penggabungan usaha (merger),
peleburan usaha (konsolidasi), pembubaran usaha (likuidasi), pembangkrutan
(kepailitan), pemecahan usaha (split off), pemekaran usaha (spin off), penilaian
kembali aset tetap (revaluasi), rekapitalisasi (penataan kembali permodalan) dan
reorganisasi perusahaan.
MMI merupakan suatu badan usaha yang menjalankan usaha, dalam
bidang jasa telekomunikasi, jasa pengembangan perangkat lunak, dan jasa
periklanan dan reklame. Kegiatan bisnis utama MMI berinvestasi pada entitas
anak yang bergerak dalam bidang media massa cetak dan usaha lainnya yang
terkait dengan usaha tersebut. MMI mempunyai 7 entitas anak yaitu JGM, KMII,
GAI, MII, GII, IR, dan SSK, yang tergabung dalam grup media BSMH. Setiap
anak perusahaan mempunyai produk media cetak yang berbeda, yaitu koran dan
majalah. Target pasar maupun daerah pemassarannya pun juga berbeda.
MMI beserta entitas anak belum memberikan kinerja yang positif. Pada
tahun 2008 MMI mempunyai aset sebesar Rp 153.139.346.836,35, liabilitas
sebesar Rp 73.724.671.147,00, dan ekuitas sebesar Rp 79.416.675.689,35. Pada
tahun 2009 MMI melakukan ekspansi pasar untuk meningkatkan penjualan dan
pemassaran produknya sehingga mengakibatkan liabilitasnya bertambah menjadi
Rp 89.245.392.498,00 dan asetnya tergerus hingga menjadi Rp 7.923.173.887.22
dan ekuitasnya menjadi minus Rp 81.322.218.610,78. Pada tahun 2010 asetnya
Universitas Indonesia
3
mengalami kenaikan menjadi Rp 88.678.488.306,35, begitu juga dengan
liabilitasnya Rp 163.452.054.256,92, ekuitasnya mengalami kenaikan namun
tetap tercatat minus Rp 74.773.565.950,57. Pada tahun 2011 asetnya sedikut
meningkat menjadi Rp 98.339.792.115, sedangkan liabilitasnya meningkat pesat
menjadi Rp 263.063.804.622 sehingga mengakibatkan ekuitasnya tergerus
menjadi minus Rp 164.724.012.507. Pada tahun 2012 keadaannya tidak begitu
berubah MMI mencatat asetnya sebesar Rp 88.052.123.699, liabilitasnya sebesar
Rp 325.528.912.640, ekuitas minus menjadi Rp 237.476.788.941. Selama 4 tahun
terakhir, perusahaan terus berupaya meningkatkan omzet penjualan maupun
pemassangan iklan pada produk entitas anaknya, namun ternyata belum menutupi
biaya pokok produksi maupun non produksi lainnya mengakibatkan MMI terus
membutuhkan dana pinjaman untuk para anaknya.
Gambar 1.1 Aset, Liabilitas dan Ekuitas MMISumber: Diolah dari data MMI, GII, IR, dan SSK
Saat ini GII sudah tidak beroperasi sejak tahun 2011, sedangkan IR dan
SSK belum pernah beroperasi sejak berdirinya. Oleh karena itu, pihak manajemen
MMI melihat bahwa penerapan strategi restrukturisasi perusahaan dapat dilakukan
pada ketiga anak perusahaan, yaitu GII, IR dan SSK. Pihak manajemen
Universitas Indonesia
4
mempunyai opsi terhadap ketiga perusahaan ini, yaitu GII, IR dan SSK dilikuidasi
atau GII, IR dan SSK digabungkan pada MMI.
Sebagai transaksi ekonomi, kegiatan restrukturisasi perusahaan dalam
berbagai bentuknya memberikan tambahan kemampuan ekonomis kepada para
pelaku usaha atau pihak terkait. Oleh karena itu, kegiatan tersebut dapat
mengundang pemajakan. (Gunadi, 2001). Dalam praktik bisnis, sebagai
pengusaha berusaha untuk meminimalkan beban pajak tersebut guna
mengoptimalkan laba. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing maka
pihak manajemen MMI wajib menekan biaya seoptimal mungkin, termasuk
kewajiban membayar pajak. Biaya pajak akan menurunkan after tax profit dan
cash flow perusahaan. Oleh karena itu, pihak manajemen MMI akan melakukan
perencanaan pajak terlebih dahulu untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak
ataupun resiko maupun denda, sesuai dengan kebijakan perpajakan yang berlaku
saat ini.
Atas dasar hal di atas topik penulisan karya akhir ini difokuskan pada
seputar perencanaan pajak pada fasilitas pemajakan atas restrukturisasi
perusahaan. Pembahasan meliputi pihak manajemen perusahaan sebagai
pengambil keputusan yang cerdas dan bijaksana untuk memilih strategis
restrukturisasi yang tepat bagi perusahaan dan berusaha untuk mengoptimalkan
dampak pajak dengan menyeimbangkan beban pajak yang diharapkan terhadap
biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan strategi restrukturisasi tersebut.
1.2 Rumusan Massalah
1. Fasilitas-fasilitas perpajakan apa saja yang dapat dimanfaatkan
perusahaan dalam melakukan restrukturisasi perusahaan?
2. Strategi restrukturisasi apa yang paling efisien ditinjau dari pengenaan
pajaknya?
3. Faktor-faktor apa saja yang penting dari fasilitas perpajakan yang dapat
memberikan penghematan pajak?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui fasilitas-fasilitas perpajakan yang tersedia bagi perusahaan
dalam melakukan restrukturisasi bisnis.
Universitas Indonesia
5
2. Mengetahui strategi restrukturisasi yang bisa memberikan penghematan
pajak bagi perusahaan.
3. Mengetahui faktor-faktor yang penting dari fasilitas perpajakan yang
perlu dipertimbangkan dalam memilih fasilitas perpajakan yang
memberikan penghematan optimal.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi akademisi, penelitian ini dapat menambah wawasan serta
pengetahuan ilmu akuntansi, khususnya di bidang perpajakan, serta
sekaligus untuk melatih dalam memahami berbagai kelemahan
perusahaan dalam penetapan dan pelaksanaan perencanaan pajak maupun
administrasi perpajakannya.
2. Bagi perusahaan dan wajib pajak, penelitian ini dapat dijadikan kajian
dalam menyusun perencanaan pajak yang baik tanpa melakukan
pelanggaran peraturan yang berlaku sehingga dapat meningkatkan
kinerja.
1.5 Batasan Penulisan
Penelitian ini berfokus pada pembahasan mengenai perencanaan pajak atas
kegiatan restrukturisasi perusahaan berupa penggabungan usaha sehingga dapat
memberikan penghematan beban pajak yang optimal.
1.6 Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analisis.
2. Pendekatan Penelitian
Pendakatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
pendekatan penelitian kualitatif.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis selama
penelitian adalah wawancara kepada pihak manajemen perusahaan.
Universitas Indonesia
6
1.7 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Terdiri atas tujuh sub bab yang menguraikan tentang latar belakang penelitian,
rumusan massalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini akan memberikan gambaran
umum penelitian dalam penulisan karya akhir.
Bab II Tinjauan Literatur
Berisi tinjuan pustaka yang digunakan untuk membahas massalah yang diangkat
dalam penelitian ini. Dalam bab ini akan terdapat penjelasan mengenai teori
strategi restrukturisasi, alasan-alasan restrukturisasi pajak, bentuk-bentuk
restrukturisasi, perencanaan pajak, dan peraturan-peraturan perpajakan terkait
restrukturisasi.
Bab III Gambaran Umum Perusahaan
Bab ini menjelaskan tentang gambaran perusahaan secara umum, data historis
perusahaan tersebut, berikut juga tentang historis perusahaan tersebut dari segi
pemenuhan kewajiban perpajakan secara rinci.
Bab IV Analisis dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang pengujian atas pembahasan tentang peraturan-peraturan
perpajakan, terkait konsekuensi perpajakan bagi perusahaa-perusahaan yang
terlibat dalam setiap opsi restrukturisasi; yaitu penggabungan usaha dan
pembubaran usaha.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan kesimpulan dari keseluruhan analisis dan pembahasan yang
telah dikemukakan di bab sebelumnya, dan saran yang dapat dipertimbangkan
dalam penelitian selanjutnya.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Restrukturisasi Perusahaan
2.1.1 Strategi Restrukturisasi Perusahaan
Kata restrukturisasi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008)
yaitu “penataan kembali (supaya struktur atau tatanannya baik).” Bila
dihubungkan dengan perusahaan maka restrukturisasi itu secara tersirat
mempunyai arti menata ulang kegiatan bisnis untuk meningkatkan efisiensi dan
keuntungan. Dengan kata lain, restrukturisasi perusahaan adalah proses yang
komprehensif dimana perusahaan dapat menyatukan kegiatan bisnisnya dan
memperkuat posisinya untuk mencapai tujuan perusahaan dan berkelanjutan
sebagai entitas yang kompetitif dan sukses.
Kapan saja perusahaan dapat melakukan restrukturisasi meskipun
perusahaan tersebut secara keuangan sehat (Lydia Rahardjo, 2011). Suatu induk
perusahaan dapat melakukan restrukturisasi karena tertarik dengan bisnis yang
lain, bisa juga karena pemilik perusahaan tidak lagi ingin menangani bisnis
tersebut dan beralih ke jenis bisnis lainnya. Ada juga perusahaan yang mendapat
penawaran pembelian dari perusahaan lainnya, yang menarik bagi pemilik
perusahaan atau sebab lainnya.
Restrukturisasi perusahaan yang diakibatkan oleh kondisi keuangan dan
menyebabkan perampingan perusahaan akan berpengaruh pada mekanisme kerja
dalam perusahaan, seperti berakibat pada pelayanan pada pelanggan. Ada kriteria
perusahaan yang laik direstrukturisasi (Dean Novel, 2002) , yaitu 1) perusahaan
dapat dibuktikan memiliki kapasitas pendanaan (proven financing capacity) dan
memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan nilai likuidasi atas aset
perusahaan tersebut; 2) adanya komitmen dan leadership yang solid, dan kondisi
strategic usaha yang laik (appropriate strategic condition).
Perusahaan melakukan strategi restrukturisasi tidak terlepas dari fungsi
manajemen perusahaan dalam menganalisis, mengambil keputusan dan
melakukan aksi untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif
7 Universitas Indonesia
8
perusahaan. Satu set fungsi manajemen seperti itulah yang dinamakan manajemen
strategis. Pearce dan Robinson (2008) membagi manajemen strategis ke dalam 9
tugas penting, yaitu:
1) Merumuskan misi perusahaan, termasuk pernyataan yang luas mengenai
maksud, filosofi, dan sasaran perusahaan.
2) Melakukan suatu analisis yang mencerminkan kondisi dan kapabilitas internal
perusahaan.
3) Menilai lingkungan eksternal perusahaan, termasuk faktor persaingan dan
faktor konstektual umum lainnya.
4) Menganalisis pilihan-pilihan yang dimiliki oleh perusahaan dengan cara
menyesuaikan sumber dayanya dengan lingkungan eksternal.
5) Mengidentifikasikan pilihan paling menguntungkan dengan cara mengevaluasi
setiap pilihan berdasarkan misi perusahaan.
6) Memilih satu set tujuan jangka panjang dan strategi utama yang akan
menghasilkan pilihan paling menguntungkan tersebut.
7) Mengembangkan tujuan tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai
dengan tujuan jangka panjang dan strategi utama yang telah ditentukan.
8) Mengimplementasikan strategi yang telah dipilih melalui alokasi sumber daya
yang dianggarkan, di mana penyesuaian antara tugas kerja, manusia, struktur,
teknologi, dan sistem penghargaan ditekankan.
9) Mengevaluasi keberhasilan proses strategis sebagai masukan pengambilan
keputusan di massa mendatang.
Lebih lanjut Pearce dan Robinson (2008) menjelaskan bahwa suatu
perusahaan dapat mengadopsi satu atau lebih strategi umum (generic strategies)
untuk berkompetisi di pasar, yaitu biaya rendah, difrensiasi, atau fokus. Pihak
manajer perusahaan biasanya menggabungkan kapabilitas-kapabilitas itu dengan
rencana umum yang komprehensif. Rencana umum tersebut terdiri atas tindakan-
tindakan utama dengan mana perusahaan bermaksud mencapai tujuan jangka
panjangnya. Itulah yang dinamakan strategi utama (grand strategies). Terdapat 15
pendekatan dasar yang dapat diindentifikasi pada strategi utama: konsentrasi
pengembangan pasar, pengembangan produk, inovasi, integrasi horizontal,
Universitas Indonesia
9
integrasi vertikal, usaha patungan, aliansi strategis, konsorsium, diversifikasi
konsentris, diversifikasi konsentris, diversifikasi konglemerasi, perputaran,
divestasi, kepailitan dan likuidasi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Bramantyo (2004), yang membagi
kegiatan restrukturisasi ke dalam tiga jenis, yaitu
1) Restrukturisasi Portofolio/Asset
Restrukturisasi portofolio merupakan kegiatan penyusunan portofolio
perusahaan supaya kinerja perusahaan menjadi semakin baik. Yang termasuk
ke dalam portofolio perusahaan adalah setiap aset, lini bisnis, divisi, unit
usaha atau SBU (Strategic Business Unit), maupun anak perusahaan.
2) Restrukturisasi Modal/Keuangan
Restrukturisasi keuangan atau modal adalah penyusunan ulang komposisi
modal perusahaan supaya kinerja keuangan menjadi lebih sehat. Kinerja
keuangan dapat dievaluasi berdasarkan laporan keuangan, yang terdiri dari:
neraca, Rugi/Laba, laporan arus kas, dan posisi modal perusahaan.
Berdasarkan data dalam laporan keuangan perusahaan, akan dapat diketahui
tingkat kesehatan perusahaan. Kesehatan perusahaan dapat diukur berdasar
rasio kesehatan, yang antara lain: tingkat efisiensi (efficiency ratio), tingkat
efektifitas (effectiveness ratio), profitabilitas (profitability ratio), tingkat
likuiditas (liquidity ratio), tingkat perputaran aset (asset turn over), leverage
ratio dan market ratio. Selain itu, tingkat kesehatan dapat dilihat dari profil
risiko tingkat pengembalian (risk return profile).
3) Restrukturisasi Manajemen/Organisasi
Restrukturisasi manajemen dan organisasi, merupakan penyusunan ulang
komposisi manajemen, struktur organisasi, pembagian kerja, sistem
operasional, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan massalah managerial dan
organisasi. Dalam hal restrukturisasi manajemen/organisasi, perbaikan kinerja
dapat diperoleh melalui berbagai cara, antara lain dengan pelaksanaan yang
lebih efisien dan efektif, pembagian wewenang yang lebih baik sehingga
keputusan tidak berbelit-belit, dan kompetensi staf yang lebih mampu
menjawab permassalahan di setiap unit kerja.
Universitas Indonesia
10
Arti kata restrukturisasi perusahaan cukup luas dan bervariasi. Perusahaan
merestrukturisasi bisnisnya, struktur keuangan dan organisasi dalam bentuk yang
berbeda, tergantung pada kebutuhan perusahaan. Restrukturisasi merupakan suatu
misi untuk merubah struktur organisasi, dapat memperbesar ataupun
memperkecil, untuk mencapai tujuan strategis atau mempertajam fokus dalam
mencapai visi perusahaan. Oleh karena itu, inti dari kegiatan restrukturisasi
perusahaan adalah usaha bisnis yang efisien dan kompetitif dengan meningkatkan
pangsa pasar, kekuatan produk dan sinergi dengan perusahaan lain.
Restrukturisasi juga merupakan suatu kegiatan yang dipergunakan untuk
menggambarkan kombinasi-kombinasi penggabungan usaha, pemecahan usaha
dan pembubaran usaha.
2.1.2 Alasan Dilakukannya Restrukturisasi Perusahaan
Dari berbagai macam bentuk restukturisasi, terdapat pula berbagai macam
tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Berikut ini alasan yang melatar
belakangi perusahaan (Van Horne dan Wachowicz Jr, 2007):
1) Peningkatan penjualan dan operasional yang ekonomis
Dengan mendapatkan tambahan pangsa pasar, perusahaan dapat meningkatkan
penjualan secara terus-menerus dan mendapatkan dominasi dalam pasar.
Keuntungan pemassaran dan strategis lainnya juga didapat.
2) Perbaikan manajemen
Perusahaan-perusahaan yang dikelola secara tidak efisien, dengan hasil
profitabilitas lebih rendah daripada yang dikelola secara efisien. Selama
restrukturisasi dapat menyediakan manajemen yang lebih baik, tindakan ini
masuk akal demi alasan ini saja. Motivasi ini menandakan bahwa perusahaan
yang imbal hasilnya rendah dengan pendapatan yang buruk adalah kandidat
restrukturisasi yang bagus.
3) Pengaruh informasi
Nilai juga dapat timbul jika informasi baru diungkapkan sebagai akibat dari
restrukturisasi perusahaan. Kondisi ini mengandung arti adanya informasi
Universitas Indonesia
11
asimetris (tidak seimbang) yang dimiliki oleh pihak manajemen dan pasar
secara umum untuk saham biasa perusahaan.
4) Transfer kesejahteraan
Alasan lain bagi perusahaan kesejahteraan para pemegang saham adalah
transfer kesejahteraan dari para pemegang saham kepada para pemiliki hutang,
dan sebaliknya. Jika penggabungan usaha variabilitas arus kas relatif lancar,
misalnya, para pemilik hutang akan diuntungkan karena memiliki klaim yang
lebih bernilai. Akibatnya, nilai pasar klaim tersebut akan naik, jika hal lainnya
tetap. Jika keseluruhan nilai tidak berubah dalam cara lainnya, keuntungan
mereka akan merugikan para pemegang saham.
5) Alasan-alasan perpajakan
Motivasi dalam beberapa merger adalah untuk menurunkan beban pajak.
Dalam hal kerugian pajak dipindahkan ke pembukuan tahun berikutnya,
perusahaan dengan kerugian pajak kumulatif mungkin prospek lebih kecil
untuk menghasilkan laba yang memadai di massa mendatang agar dapat
secara penuh menggunakan kerugian pajak yang dipindahkan tersebut.
Melalui penggabungan usaha dengan perusahaan yang menguntungkan,
mungkin saham perusahaan yang tetap hidup secara lebih efektif
menggunakan pemindahan tersebut. Akan tetapi, terdapat batasan-batasan
yang menghambat penggunaannya sampai persentase tertentu dari nilai pasar
wajar perusahaan yang diakuisisi. Walaupun demikian, masih mungkin
terdapat keuntungan ekonomis, dengan tanggungan pemerintah, yang tidak
dapat direalisasikan oleh perusahaan-perusahaan tersebut secara terpisah.
6) Keuntungan leverage
Nilai bisa juga muncul melalui penggunaan leverage keuangan. Dalam banyak
restrukturisasi perusahaan, jumlah leverage keuangan sering kali naik. Ketika
hal ini terjadi, nilai dapat diciptakan bagi para pemegang saham. Terdapat
trade-off di antara pengaruh pajak badan, pengaruh pajak perorangan, biaya
kepailitan dan agensi, serta pengaruh insentif.
7) Hipotesis hubris
Universitas Indonesia
12
Hubris merujuk pada semangat yang terlalu besar dari harga diri yang arogan
dan percaya diri. Orang-orang yang memiliki hubris dikatakan tidak memiliki
perilaku rasional yang dibutuhkan untuk mundur dari penawaran yang
berlebihan. Hipotesis hubris menyatakan bahwa premi lebih banyak dibayar
untuk perusahaan target menguntungkan para pemegang saham perusahaan
yang diakuisisi, akan tetapi para pemegang saham perusahaan saham
perusahaan pengakuisi mengalami penurunan kesejahtetaan.
8) Agenda Pribadi Manajemen
Sebagai ganti akibat dari hubris, kelebihan pembayaran yang dilakukan
perusahaan pengakuisisi mungkin merupakan hasil dari pihak manajemen
yang mengejar tujuan pribadi bukan tujuan memaksimalkan kesejahteraan
pemegang saham.
2.1.3 Bentuk-Bentuk Restrukturisasi Perusahaan
Restrukturisasi perusahaan dilakukan dalam persiapan menghadapi
persaingan global dalam rangka meningkatkan efesiensi dan daya saingnya.
Beberapa bentuk restrukturisasi perusahaan antara lain adalah konsolidasi,
likuidasi, akuisisi, kepailitan (pembangkrutan), pemecahan usaha (split off),
pemekaran usaha (spin off), penilaian kembali aset tetap (revaluasi), rekapitalisasi
(penataan kembali permodalan), dan reorganisasi usaha. Sementara itu, untuk
mengurangi ekuitas negatif karena beban hhutang dilakukan beberapa tindakan
misalnya penjadwalan kembali pelunasan hhutang, pengurangan hhutang,
pembebasan hhutang, konversi hhutang menjadi ekuitas, dan penyitaan barang-
barang jaminan hutang.
Berkaitan dengan restrukturisasi, di dalam buku “Restrukturisasi
Perusahaan Dalam Berbagai Bentuk dan Pemajakannya” Gunadi (2001, p.11)
mengutip pernyataan Suad Husnan bahwa restrukturisasi merupakan kegiatan
untuk merubah struktur perusahaan, baik memperbesar atau memperkecil struktur
perusahaan tersebut. Penggabungan usaha (merger dan akuisi) dan peleburan
usaha (konsolidasi) merupakan kegiatan untuk memperbesar struktur perusahaan.
Sedangkan penjualan unit usaha (sell off), pemisahan unit usaha (spin off) dan
Universitas Indonesia
13
pemecahan usaha (split off) merupakan kegiatan untuk memperkecil
(merampingkan) struktur usaha.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat Suad Husnan, Fred Weston et all
(1991) membagi ke dalam empat bentuk, yaitu: 1) expension (perluasan usaha)
yang dapat ditempuh melalui merger, melalui cara merger, penawaran tender
(tender offers), dan usaha patungan (joint ventures); 2) sell-off (penjualan unit
usaha) yang dilakukan melalui spin-off dan divestasi; 3) corporate control
(pengendalian perusahaan) dilakukan dengan cara membuat suatu kontrak
sukarela terhadap beberapa para pemegang saham perusahaan untuk tidak
mengambil alih perusahaan dengan cara membeli lebih banyak lagi saham
perusahaan yang beredar; 4) perubahan struktur kepemilikan melalui pertukaran
penawaran, yang memungkin yaitu pertukaran hutang atau saham preferen untuk
saham biasa, atau sebaliknya.
Selain itu ketika perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan,
perusahaan dapat melibatkan restrukturisasi pada aset maupun kewajibannya.
Salah satu bentuk restrukturisasi tersebut dinamakan kuasi reorganisasi. Kuasi
reorganisasi adalah reorganisasi tanpa melalui reorganisasi nyata yang dilakukan
dengan menilai kembali akun-akun dan kewajiban pada nilai wajar dan
mengeliminasi saldo negatif atau defisit (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 51). Berdasarkan pengertian tersebut
Dalam tugas karya akhir ini, bentuk restrukturisasi yang menjadi fokus
utama pembahasan adalah kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
penggabungan usaha dan likuidasi. Sedangkan bentuk restrukturisasi usaha yang
lain tidak akan dibahas, dikarenakan kesuaian pada topik tugas karya akhir ini.
2.1.3.1 Penggabungan Usaha
Untuk pengembangan usaha biasa beberapa perusahaan menempuh
metode restrukturisasi perusahaan seperti pengambilalihan usaha (akuisisi),
penggabungan usaha (merger), peleburan usaha (konsolidasi). Metode-metode
restrukturisasi tersebut lebih cenderung ditempuh oleh beberapa perusahaan
karena waktunya cenderung relatif lebih cepat, dibandingkan dengan cara merintis
Universitas Indonesia
14
perusahaan baru dari awal yang lebih memakan waktu dan terdapat resiko gagal
usaha.
Konsep penggabungan usaha berupa merger, akuisisi dan konsolidasi
mempunyai arti luas. Banyak penulis mengemukakan pengertian merger, akuisisi,
dan konsolidasi berbeda-beda, seperti definisi-definisi di bawah ini:
1) Floyd Beams et al. (2010) menggunakan istilah kombinasi bisnis (business
combination) sebagai istilah umum untuk merujuk pada semua bentuk
penggabungan badan usaha yang sebelumnya terpisah. Semua bentuk
penggabungan merupakan akuisisi ketika salah satu perusahaan mengakuisisi
aset produktif badan usaha lain dan mengintegrasikan aset tersebut ke dalam
operasi sendiri. Kombinasi bisnis juga akuisisi ketika salah satu perusahaan
memperoleh kendali operasi atas fasilitas produksi entitas lain dengan
mengakuisisi mayoritas saham dan perusahaan yang diakuisisi tidak perlu
dibubarkan.
2) Abdul Moin (2010) menjelaskan bahwa merger merupakan salah satu bentuk
penyerapan oleh satu perusahaan terhadap perusahaan lain. Hanya akan ada
satu perusahaan yang berdiri bila dua perusahaan atau lebih melakukan
merger. Perusahaan yang memiliki ukuran nilai perusahaan yang lebih besar
dipertahankan hidup dan tetap mempertahankan nama dan status hukumnya,
sedangkan perusahaan yang ukuran nilainya lebih kecil akan menghentikan
aktivitas atau dibubarkan sebagai badan hukum. Sedangkan akuisisi
merupakan bentuk pengambilalihan perusahaan oleh pihak pengakuisisi
(acquirer) sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali atas
perusahaan yang diambilalih (acquiree) tersebut, perusahaan yang diambilalih
akan bubar. Konsolidasi atau peleburan merupakan bentuk khusus merger
dimana dua atau lebih perusahaan bersama-sama meleburkan diri dan
membentuk perusahaan baru.
Metode restrukturisasi yang sama juga diberikan oleh The Institute of
Company Secretaries of India, pada modul pembelajarannya yang berjudul
“Corporate Restructuring and Insolvence” memberikan beberapa metode
diantaranya adalah merger (penggabungan usaha), acquisitions (akuisisi)
Universitas Indonesia
15
amalgamation (peleburan usaha), dan takeover (pengambilalihan). Berikut ini
penjelasan dari masing-masing metode tersebut:
1) Merger sebagai penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian
hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara
yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar karena telah mentransfer
bisnis mereka, termasuk semua aset dan kewajiban lainnya kepada perusahaan
baru. Para pemegang saham perusahaan yang identitasnya telah digabungkan
mendapatkan kepemilikan saham substansial dalam perusahaan gabungan.
2) Akuisisi merupakan sebuah aksi korporasi di mana sebuah perusahaan
membeli sebagian besar, jika tidak semua, dari kepemilikan saham perusahaan
sasaran dalam rangka untuk mengambil kendali dari perusahaan target.
Akuisisi sering dibuat sebagai bagian dari strategi pertumbuhan perusahaan
dimana lebih menguntungkan untuk mengambilalih bisnis usaha sebuah
perusahaan yang ada, dibandingkan dengan memperluas sendiri.
3) Dalam peleburan usaha (amalgamation), dua perusahaan atau lebih bergabung
bersama atau membentuk perusahaan baru dengan tetap melihat kepentingan
bisnis jangka panjang mereka. Perusahaan pengalih kehilangan keberadaan
mereka dan pemegang saham mereka menjadi pemegang saham dari
perusahaan baru.
4) Pengambilalihan (take over) adalah strategi untuk memperoleh kontrol atas
pengelolaan perusahaan lain, baik secara langsung dengan mengakuisisi
saham atau tidak langsung dengan berpartisipasi dalam manajemen.
Berdasarkan berbagai macam uraian konsep penggabungan di atas, dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa merger adalah suatu bentuk penggabungan usaha
dua perusahaan atau lebih, badan usaha yang diambilalih menghentikan kegiatan
usahanya dan secara hukum lenyap. Sebelum dinyatakan secara hukum lenyap,
seluruh aset, hak dan kewajiban dari perusahaan yang lenyap tersebut diambilalih
oleh perusahaan yang masih tetap ada, tidak lenyap sama sekali. Konsolidasi atau
nama lainnya adalah amalgamation merupakan suatu bentuk usaha dari dua
perusahaan atau lebih menjadi suatu perusahaan yang benar-benar baru.
Kemudian yang terakhir, akuisisi merupakan bentuk penggabungan usaha di mana
Universitas Indonesia
16
suatu perusahaan membeli seluruh atau sebagian saham perusahaan lain dalam
rangka untuk mendapatkan pengendalian perusahaan target dan menimbulkan
hubungan entitas sepengendali.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada perbuatan hukum
penggabungan usaha (merger, akuisisi, dan konsolidasi), yaitu (Elsi dan Advendi,
2007):
1) Perbuatan hukum penggabungan usaha adalah: a) kepentingan perseroan,
pemegang saham minoritas dan karyawan perseroan, dan b) kepentingan
masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
2) Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan tidak mengurangi
hak pemegang saham minoritas untuk menjual saham-sahamnya dengan harga
yang wajar. Pemegang saham minoritas mempunyai hak untuk menjual
sahamnya sesuai dengan harga yang wajar. Dalam hal hak menjual sahamnya
tidak dapat terlaksana maka pemegang saham minoritas dapat tidak
menyetujui rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang
diajukan oleh direksi dan melaksanakan haknya sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
Transaksi merger dan akuisisi tidak terjadi begitu saja tanpa ada biaya
yang harus dikeluarkan oleh pihak-pihak yang terkait. Pembayaran transaksi
merger dan akuisisi bisa menggunakan berbagai jenis pembayaran, tentunya yang
dipilih oleh pihak pengakuisi adalah jenis pembayaran yang paling
menguntungkan dari segi biaya dan waktu. Atas dasar metode pembiayaan merger
dan akuisisi, Edwin L Miller Jr. (2008), dan Abdul Moin (2010) membaginya ke
dalam beberapa klasfikasi, yang terbagi dalam kas, hutang, saham, atau kombinasi
ketiganya.
Penggunaan kas sebagai alat pembayaran adalah yang paling sering
dilakukan dan paling disukai baik oleh pengakuisisi ataupun yang diakuisisi.
Pengakuisisi menyerahkan sejumlah kas kepada pemegang saham perusahaan
target atas penyerahan saham atau aset. Pembayaran secara tunai ini dilakukan
ketika perusahaan memiliki uang tunai yang cukup besar dan uang tersebut telah
direncanakan untuk mendanai transaksi.
Universitas Indonesia
17
Jika pengakusisi menggunakan kas untuk membiayai transaksi tersebut,
tetapi uang kas tersebut sebagian besar berasal dari pinjaman pihak ketiga
(hutang), maka hal ini dinamakan leverage buyout. Dengan kata lain, pembiayaan
akuisisi dilakukan melalui hutang dan hanya sebagian kecil dibiayai dengan uang
tunai pengakuisisi. Dalam leverage buyout ini pengakuisisi dapat menerbitkan
surat hutang baik obligasi biasa atau obligasi konversi dan dapat meminjam uang
dari pihak lain misalnya bank atau investment banker. Tingkat bunga hutang
untuk pembiayaan akuisisi ini relatif tinggi untuk menarik kreditor dan
pengakuisisi mengharapkan agar dana untuk membiayai transaksi ini secepat
mungkin bisa kembali bahkan jika perlu dengan menjual aset perusahaan yang
diakuisisi. Dalam hal penerbitan obligasi konversi, maka pemegang obligasi
diberi hak untuk menukarkannya dengan saham setelah jangka waktu tertentu atau
menerima kembali pokok obligasi setelah jatuh tempo.
Jika pengakuisisi tidak memiliki cukup kas atau pemegang saham
perusahaan target masih tetap mempertahankan kepemilikan pada perusahaan
hasil merger, maka pengakuisi bisa menggunakan saham sebagai alat pembayaran.
Pembiayaan melalui saham terjadi ketika saham perusahaan target diganti atau
ditukar dengan saham perusahaan hasil merger. Rasio pertukaran antar saham
tersebut didasarkan pada harga masing-masing saham berdasarkan kesepakatan
kedua pihak. Berbagai tipe saham bisa digunakan dalam pertukaran ini misalnya
saham biasa, saham preferen, atau saham-saham jenis lainnya. Keuntungan
penggunaan saham sebagai alat pembayaran ini adalah pengakuisisi tidak perlu
mengeluarkan sejumlah kas sehingga tidak mempengaruhi cash flow pengakusisi.
Jika pengakuisisi tidak memiliki cukup kas, tidak ingin menggunakan
saham seluruhnya, atau tidak ingin menggunakan hutang seluruhnya untuk
membiayai transaksi, maka pengakuisisi bisa mengkombinasi dua atau tiga cara
pembayaran tersebut. Dengan demikian pengakuisisi dapat menggunakan kas dan
hutang, kas dan saham, hutang dan saham atau kas, hutang dan saham sebagai alat
pembayaran. Manfaat bagi pengakuisisi adalah ia tidak harus membayar secara
tunai seluruh nilai transaksi.
Universitas Indonesia
18
Penggabungan usaha secara fisik juga melibatkan pemindahan aset bersih
dari perusahaan yang bergabung. Akuntan dituntut untuk dapat menganalisis
permassalahan serta berbagai konsekuensi dari pemindahan untuk menentukan
perlakuan akuntansi bagi penggabungan usaha secara fisik ini (Stevanus Hadi dan
Yuliawati Tan, 2005. p.17), yaitu metode penggabungan kepentingan (pooling of
interest method) dan metode pembelian (purchase method):
1) Metode penggabungan kepentingan (pooling of interest method) pada
dasarnya berpedoman pada asumsi bahwa suatu penggabungan usaha adalah
upaya untuk menggabungkan semua potensi yang ada dari seluruh perusahaan
yang bergabung sehingga perlakuan akuntansinya adalah dengan
mengakumulasikan semua aset bersih dengan berdasar pada nilai bukunya
masing-masing. Dengan demikian, metode penggabungan kepentingan tidak
mengakui adanya revaluasi dari penggabungan usaha.
2) Metode pembelian (purchase method) memandang suatu penggabungan usaha
adalah suatu upaya dari perusahaan yang bergabung untuk mengakumulasikan
semua aset bersih dengan prinsip bahwa perushaan yang baru terbentuk dari
hasil penggabungan usaha ini harus memperhitungkan nilai wajar (fair values)
dari aset bersih perusahan yang terlibat dalam penggabungan usaha sehingga
dimungkin adanya revaluasi terhadap aset bersih tersebut. Selisih revaluasi
tersebut dapat dikompensasikan pada jenis aset bersih tertentu, atau
diberlakukan sebagai goodwill dengan massa manfaat tidak lebih dari 40
tahun.
2.1.3.2 Likuidasi
Likuidasi menjadi salah satu strategi utama perusahaan dalam melakukan
restrukturisasi perusahaan (Pearce dan Robinson, 2008. p.284). Likuidasi biasanya
dilakukan dengan cara menjual bagian-bagian aset perusahaan secara terpisah,
kadang kala bisa juga dijual secara keseluruhan, tetapi hanya seharga nilai aset
berwujudnya dan bukan sebagai perusahaan yang masih memiliki kelangsungan
usaha. Ketika perusahaan memilih likuidasi sebagai salah satu strategi
restrukturisasi berarti pihak manajemen maupun pemilik perusahaan telah
Universitas Indonesia
19
mengakui kegagalan dan menyadari bahwa tindakan ini kemungkinan besar akan
menimbulkan dampak bagi semua pihak terkait seperti pemegang saham, kreditor,
karyawan, masyarakat sekitar, pemerintah, pemasok, dan distributor.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), likuidasi merupakan proses
membubarkan perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran
kewajiban kepada para kreditor dan pembagian harta yang tersisa kepada para
pemegang saham (persero). Pengertian likuidasi yang berbeda diberikan oleh
beberapa penulis, berikut ini definisi-definisinya:
a) Menurut Zainal Asikin (2004, p.80) dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum
Perbankan di Indonesia, menyebutkan likuidasi sebagai suatu tindakan untuk
membubarkan suatu perusahaan atau badan hukum.
b) Menurut Rachmadi Usman (2001, p.97), likuidasi adalah pembubaran
perusahaan diikuti dengan proses penjualan harta perusahaan, penagihan
piutang, pelunasan hutang, serta penyelesaian sisa harta atau hutang antara
para pemegang saham.
Dari definisi-definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
likuidasi adalah merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban
sebagai akibat pencabutan izin usaha yang pembubaran badan hukum. Jadi
likuidasi perusahaan bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran
badan hukum, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian segala hak dan
kewajiban dari suatu perusahaan yang dicabut izin usahanya. Setelah suatu
perusahaan dicabut izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses pembubaran
badan hukum yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses pemberesan
berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban (piutang dan hutang) sebagai
akibat dari pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum perusahaan.
Berdasarkan Pasal 114 Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, pembubaran dan likuidasi perseoran terbatas dapat terjadi
karena:
1) Keputusan RUPS;
2) Jangka waktu berdirinya yang ditentukan dalam anggaran dasar telah berakhir;
Universitas Indonesia
20
3) Penetapan pengadilan, apabila terjadi a) permohonan kejaksaan berdasarkan
alasan yang kuat bahwa perseroan telah melanggar kepentingan umum, b)
permohonan satu orang atau lebih pemegang saham atau yang mewakilinya, c)
permohonan kreditor berdasarkan alasan perseroan tidak mampu membayar
hutangnya setelah dinyatakan pailit, atau harta kekayaan perseroan tidak
cukup untuk melunasi seluruh hutangnya setelah pernyataan pailit dicabut.
Dengan demikian, jika perseroan telah bubar maka perseroan tidak dapat
melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaanya dalam
proses likuidasi. Di sisi lain, pembubaran perseroan akibat merger atau
konsolidasi tidak perlu diikuti dengan likuidasi (pemberesan aset dan kewajiban).
Perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan (financial distress)
karena berbagai hal, yaitu: 1) cash flow yang terlalu kecil untuk membayar
hutang, 2) kesalahan dalam kebijakan keuangan seperti kredit macet, dan 3)
terdapat kerugian yang besar sehingga mengganggu jalannya operasi perusahaan.
Jika kesulitan keuangan ini tidak segera di atas maka perusahaan bisa dituntut
untuk dilikuidasi misalnya oleh pihak kreditor.
Likuiditas diukur dengan rasio aset lancar dibagi dengan kewajiban lancar.
Perusahaan yang memiliki likuiditas sehat paling tidak memiliki rasio lancar
sebesar 100%. Ukuran likuiditas perusahaan yang lebih menggambarkan tingkat
likuiditas perusahaan ditunjukkan dengan rasio kas (perbandingan kas terhadap
kewajiban lancar). Rasio likuiditas antara lain terdiri dari: Current Ratio adalah
membandingkan antara total aset lancar dengan kewajiban lancar. Quick Ratio
adalah membandingkan antara total aset lancar yang dikurangi dengan inventory
kemudian dibagi dengan kewajiban lancar.
Dalam hal pembubaran perseroan terjadi berdasarkan keputusan RUPS,
jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau
dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS
tidak menunjuk likuidator, maka Direksi bertindak selaku likuidator. Pembubaran
perseroan wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau
kurator; dan perseroan tersebut tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali
dalam hal membereskan semua urusan perseroan yang berkaitan dengan likuidasi.
Universitas Indonesia
21
Apabila anggota Direksi, Dewan Komisaris dan Perseroan melanggar hal tersebut,
maka mereka dapat dikenakan tanggung jawab hukum secara tanggung renteng.
Dalam hal pembubaran perseroan terjadi karena pencabutan kepailitan, maka
pengadilan niaga dapat sekaligus memutuskan memberhentikan kurator sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang.
Likuidasi merupakan langkah terakhir yang bisa dilakukan manajemen
setelah semua strategi penyelamatan tidak ada hasilnya. Karena alasan-alasan
tersebut, likuidasi biasanya dipandang sebagai strategi utama yang paling tidak
menarik. Namun, untuk strategi jangka panjang, strategi ini meminimalkan
kerugian bagi seluruh pemegang saham perusahaan. Jika menghadapi kepailitan,
perusahaan yang melakukan likuidasi biasanya mencoba untuk mengembangkan
sistem yang terencana dan teratur guna menghasilkan tingkat pengembalian dan
konversi kas setinggi mungkin ketika perusahaan tersebut perlahan-lahan
melepaskan pangsa pasarnya.
2.2 Perencanaan Pajak
Pengusaha sebagai Wajib Pajak tentu tidak dapat menghindari karena
pajak dapat dikenakan secara langsung maupun tidak langsung kepada dirinya.
Seperti halnya restrukturisasi yang merupakan transaksi ekonomi dimana kegiatan
tersebut mengundang pemajakan. Karena tidak dapat menghindari pengenaan
pajak, pengusaha seharusnya sadar dan berusahaa memahami ketentuan
perpajakan dengan benar. Tentunya dengan adanya pemajakan berarti beban
perusahaan akan semakin bertambah dimana hal itu akan mengurangi laba bersih.
Perusahaan memerlukan suatu cara untuk meminimalkan beban pajak tersebut.
Perencanaan pajak merupakan upaya untuk meminimalkan pengenaan
pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan
perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan
dilakukan (Early Suandy, 2008, p.8). Hal ini dapat dilihat dari definisi
perencanaan pajak di bawah ini:
Universitas Indonesia
22
1) Perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak orang
pribadi maupun badan usaha sedemikian rupa dengan memanfaatkan berbagai
celah kemungkinan yang dapt ditempuh oleh perusahaan dalam koridor
ketentuan peraturan perpajakan, agar perusahaan dapat membayar pajak dalam
jumlah minimum. (Charil Anwar Pohan, 2013, p.18).
2) Perencanaan pajak sebagai suatu proses pengintegrasian usaha-usaha Wajib
Pajak atau sekelompok Wajib Pajak untuk meminimalkan beban atau
kewajiban pajaknya baik yang berupa Pajak Penghasilan maupun pajak-pajak
yang lain; melalui pemanfaatan fasilitas perpajakan, penghematan pajak (tax
saving), dan penghindaran pajak (tax avoidance) yang sesuai dengan atau
tidak menyimpang dari ketentuan perundang-undang perpajakan. (Harnanto,
2013, p.3).
Dari definisi perencanaan pajak di atas dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa pada umumnya perencanaan pajak yang benar adalah meminimalkan
pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu
sehingga dapat menghindari adanya pemborosan beban.
2.2.1 Lingkup Perencanaan Pajak
Harnanto (2013, p.3) juga membagi ruang lingkup perencanaan pajak
dapat digeneralisasi ke dalam dua aspek:
1) Aspek Formal
Kewajiban perpajakan bermula dari implementasi undang-undang perpajakan.
Ketidakpatuhan terhadap undang-undang dalam pemenuhan administrasi dari
kewajiban perpajakan dapat dikenai sanksi, baik administratif maupun pidana.
Selain itu juga, dapat membantu Wajib Pajak dalam menghadapi pemeriksaan
pajak. Secara garis besar, komponen perencanaan aspek formal meliputi:
a) Mematuhi peraturan perundang-undangn perpajakan;
b) Kejelasan akun/rekening pembukuan
c) Ketepatan waktu membayar dan melaporkan pajak, dan
d) Dokumentasi yang memadai.
2) Aspek Material
Universitas Indonesia
23
Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan,
maupun peristiwa. Basis penghitungan pajak adalah objek pajak.
Dilakukannya perencanaan aspek material untuk memperoleh penghematan
beban pajak secara legal (tidak melanggar hukum dan ketentuan perpajakan).
Perencanaan aspek material meliputi perumusan strategi dan penerapan teknik
perencanaan/penghematan pajak.
2.2.2 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak
Early Suandy (2008. p.8) menyebutkan motivasi yang mendasari
dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga unsur
perpajakan, yaitu:
1) Kebijakan perpajakan (tax policy)
Kebijakan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak
dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak, terdapat
faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak.
2) Undang-Undang perpajakan (tax law)
Kenyataan menunjukkan bahwa di mana pun tidak ada undang-undang yang
mengatur setiap permassalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan lain (Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Dirjen
Pajak). Tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan
undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat
kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya
terbuka celah (loopholes) bagi Wajib Pajak untuk menganalisis kesempatan
tersebut dengan cermat untuk perencanaan pajak yang baik.
3) Administrasi perpajakan (tax administration)
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk
memaksimalakan laba setelah pajak (after tax return), karena pajak ikut
mempengaruhi pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam operasi
perusahaan untuk melakukan investasi melalui analisis yang cermat dan
pemanfaatan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan
Universitas Indonesia
24
yang sengaja dibuat oleh pemerintah, untuk memberikan perlakuan yang
berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama dengan
memanfaatkan:
a) Perbedaan tarif pajak,
b) Perbedaan perlakukan atas objek Pajak sebagi dasar pengenaan pajak,
c) Loopholes, shelters, dan havens.
2.3 Ketentuan Perpajakan yang Terkait Restrukturisasi Perusahaan
Ada banyak pertimbangan Pemerintah perlu membentuk undang-undang
mengenai kegiatan restrukturisasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di
Indonesia. Salah satu pertimbangannya adalah kegiatan restrukturisasi perusahan
bisa dikatakan sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu
diberikan landasan hukum untuk memacu pembangunan nasional. Dengan adanya
undang-undang tersebut maka perusahaan-perusahaan yang melakukan bisnis di
Indonesia terjamin kedudukannya di mata hukum (perlindungan hukum) dan
dapat melakukan transaksi bisnis yang sah dan benar menurut ketentuan-ketentuan
pemerintah. Ketentuan perpajakan yang terkait dengan kegiatan restrukturisasi
perusahaan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan),
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang BPHTB), dan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai).
2.3.1 Undang-Undang Pajak Penghasilan
Pada tahun 1984 sistem perpajakan Indonesia mengalami reformasi, hal ini
dimulai dengan diberlakukannya undang-undang perpajakan yang menganut
Universitas Indonesia
25
sistem self assessment. Self assessment diterapkan sepenuhnya diterapkan pada
Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Wajib Pajak diberi kepercayaan
dan tanggung jawab untuk menghitung pajak terhutang atas penghasilannya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Perhitungan pajak atas penghasilan pertama kali didasarkan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983, yang kemudian telah beberapa kali mengalami
perubahan:
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 Perubahan Pertama;
2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 Perubahan Kedua;
3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Perubahan Ketiga;
4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahan Keempat.
Pada Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 3 sedikit mengalami perubahan dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Dalam Pasal tersebut menjelaskan yang
menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk keuntungan karena likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha atau reorganisasi
dengan nama dan dalam bentuk apapun. Jadi, apabila suatu badan usaha
dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual
berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut merupakan obyek
pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa buku dalam
hal penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan
usaha merupakan penghasilan.
Namun untuk Pasal 10 ayat (3) tidak mengalami perubahan semenjak
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994. Pasal tersebut menjelaskan bahwa nilai
perolehan atas pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha
dalam jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar,
kecuali ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Universitas Indonesia
26
Dari uraian ketentuan perpajakan di atas, dapat diketahui apabila terjadi
pengalihan harta ketika dalam rangka pengembangan usaha, nilai perolehan atas
harta tersebut berdasarkan harga pasar. Pengembangan usaha tersebut berupa;
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha,
selain itu pengalihan tersebut daat dilakukan pula dalam rangka likuidasi usaha
atau sebab lainnya. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang
dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak (PPh). Bila nilai
perolehan atas harta yang dialihkan berdasarkan nilai sisa buku maka harus sesuai
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Ketentuan dari Menteri Keuangan yang berlaku hingga saat ini adalah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai
Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Atau
Pemekaran Usaha (selanjutnya disebut PMK 43/2008). Pada Pasal 1 menyatakan
bahwa Wajib Pajak yang melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha
dapat menggunakan nilai buku, dan bagi Wajib Pajak yang melakukan pemekaran
usaha dapat menggunakan nilai buku adalah ketika: a) Wajib Pajak yang belum
Go Public yang akan melakukan penawaran umum perdana; atau b) Wajib Pajak
yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan
penawaran umum perdana.
Pada Pasal 2 dijelaskan mengenai persyaratan bagi Wajib Pajak yang
melakukan merger dan pemekaran usaha menggunakan nilai buku. Wajib Pajak
wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger
dan pemekaran usaha; b) melunasi seluruh hutang pajak dari tiap badan usaha
yang terkait; dan c) memenuhi persyaratan tujuan bisnis. Wajib Pajak yang
menerima pengalihan harta dalam rangka kegiatan merger atau pemekaran usaha
dengan menggunakan nilai buku tidak boleh mengkompensasi kerugian / sisa
kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri / Wajib Pajak yang dilebur
(Pasal 3 PMK 43/2008).
Pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) dijelaskan bahwa Wajib Pajak yang
menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta tersebut sesuai dengan
Universitas Indonesia
27
nilai sisa buku dan penyusutan atas hartanya dilakukan berdasarkan massa
manfaat yang tersisa sebagaimana yang tecantum dalam pembukuan pihak atau
pihak yang mengalihkan. Pada Pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa jumlah Pajak
Penghasilan Pasal 25 dari pihak atau pihak yang menerima pengalihan tidak boleh
lebih kecil dari jumlah angsuran yang wajib dibayar oleh pihak atau pihak-pihak
yang mengalihkan. Kemudian pada ayat (2), dijelaskan bahwa pembayaran,
pemungutan, dan pemotongan Pajak Penghasilan yang telah dilakukan oleh pihak
atau pihak-pihak yang mengalihkan sebelum dilakukan merger atau pemekaran
usaha dapat dipindahbukukan menjadi pembayaran, pemungutan, atau
pemotongan Pajak Penghasilan dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan.
Pada saat kegiatan restrukturisasi pasti ada harta yang dialihkan dari
perusahaan target kepada perusahaan penerima pengalihan. Salah satu harta yang
dikenakan pajak penghasilan adalah tanah maupun bangunan. Pemajakan terjadi
pada pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut adalah Pajak
Penghasilan Final berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Sejak 2009, Pajak Penghasilan Final atas penghasilan ini
diberlakukan secara umum untuk seluruh jenis Wajib Pajak, tidak pandang
apapun jenis usaha atau kegiatannya. Pajak Penghasilan Final ini secara efektif
mulai dikenakan pada awal tahun 1995 melalui penerbitan Peraturan Pemerintah
Nomor 48 Tahun 1994. Peraturan Pemerintah tersebut secara berturut-turut
kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999, dan terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2008 (selanjutnya disebut PP 71/2008) yang mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2009.
Sebelum PP 71/2008 diberlakukan, sifat pengenaan Pajak Penghasilannya
beragam, tergantung dari jenis Wajib Pajak dan jenis usaha Wajib Pajak. Setelah
PP 71diberlakukan, Pajak Penghasilan ini bersifat final dan berlaku bagi semua
jenis Wajib Pajak apapun jenis usaha maupun kegiatan Wajib Pajak tersebut.
Sesuai dengan Pasal 1 ayat (2), pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
adalah: 1) penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain
Universitas Indonesia
28
selain pemerintah; 2) penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak,
atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus; dan 3) penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak,
penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Besarnya Pajak Penghasilan adalah sebesar 5% dari jumlah bruto nilai
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kecuali atas pengalihan hak atas
Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak
yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai, hal ini
sesuai dengan Pasal 4 ayat (1). Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi
antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak (Harga Peralihan) dengan Nilai Jual
Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan, sesuai dengan Pasal 4
ayat (1).
2.3.2 Undang-Undang BPHTB
Undang-Undang BPHTB pertama kali disahkan oleh pemerintah pada
tanggal 29 Mei 1997 melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997, yang
kemudian dilakukan perubahan terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2000 pada tanggal 2 Agustus 2000.
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang BPHTB, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Kemudian ayat (2)
dijelaskan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan. Pada Pasal 2 ayat (2) huruf a, perolehan
hak atas tanah dan bangunan tersebut antara lain meliputi pemindahan hak karena
jual beli, tukar-menukar, penggabungan usaha, peleburan usaha, dan pemekaran
usaha.
Universitas Indonesia
29
Pada Pasal 5 dan 6 dijelaskan mengenai tarif pajak dan dasar pengenaan
nilai pajaknya. BPHTB ini sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak. Apabila
Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual
Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada
tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual
Objek Pajak yang digunakan dalam Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, hal ini
sesuai dengan Pasal 6 ayat (3). Bila terjadi jual-beli, Nilai Jual Objek Pajak yang
dipakai adalah harga transaksi. Sedangkan, pada penggabungan, peleburan
maupun penggabungan usaha, Nilai Jual Objek Pajak adalah harga pasar.
Terdapat fasilitas perpajakan yang bisa dimanfaatkan Wajib Pajak untuk
pengenaan pajak BPHTB ini, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor
91/PMK.03/2006 (selanjutnya disebut PMK 91/2006) tentang Perubahan Kedua
Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2004 tentang Pemberian
Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan. Sesuai dengan Pasal
1 ayat (2) huruf b, atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam hal kondisi Wajib Pajak
Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas
pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan
restrukturisasi usaha dan atau hutang usaha sesuai dengan kebijaksanaan
pemerintah, besarnya pengurangan adalah 75% dari pajak terhutang. Namun,
Wajib Pajak harus mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan disertai alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama tiga
bulan sejak saat pembayaran sebesar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan terhutang setelah pengurangan, hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (5).
2.3.3 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai pertama kali disahkan oleh
pemerintah pada tahun 1983 melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1984, yang
kemudian dilakukan perubahan sebanyak tiga, terakhir kali Undang-Undang
Nomor 42 tahun 2009.
Universitas Indonesia
30
Dalam restrukturisasi perusahaan terdapat pengalihan (penyerahan) aset
termasuk di dalamnya adalah aset yang berbentuk Barang Kena Pajak. Hal ini
sesuai dengan ketentuan pada Pasal 1A ayat (1) huruf 3, yaitu penyerahan Barang
Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aset yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
merupakan objek pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Namun, lebih lanjut
Pemerintah memberikan fasilitas perpajakan berupa pengecualian pengertian
Barang Kena Pajak pada ayat (2) huruf d. Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa
pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang
melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena
Pajak.
Universitas Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN YANG TERKAIT
RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN
3.1 Gambaran Umum Perusahaan Pengambilalih dan Perusahaan
Penerima Pengalihan
Sebagaimana telah diungkapkan dalam uraian di awal Bab I, bahwa obyek
yang menjadi pembahasan selain kebijakan perpajakan yang berlaku atas kegiatan
restrukturisasi perusahaan, namun juga gambaran atau kondisi masing-masing
perusahaan yang akan terlibat dalam kegiatan restrukturisasi yaitu MMI selaku
entitas induk perusahaan, beserta entitas anak perusahaan antara lain GII, IR dan
SSK. Data yang dibahas meliputi permodalan perusahaan, daftar pemegang
saham, daftar aset tetap, dan laporan keuangan perusahaan.
3.1.1 PT MMI (Perusahaan yang Menerima Pengalihan)
1) Pendirian Perusahaan
PT MMI yang sebelumnya bernama PT MIO dan sebelumnya bernama PT
TNU didirikan berdasarkan Akta Nomor 103 yang dibuat di hadapan notaris
Toety Juniarto, SH, di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1999. Akta pendirian
ini telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia melalui surat keputusan Nomor C-
5229.HT.01.01.TH.2000 tanggal 6 Maret 2000. Anggaran dasar perusahaan
telah mengalami beberapa kali perubahan, pada tanggal; 28 Mei 2008,
berdasarkan Pernyataan Keputusan para Pemegang Saham yang dinyatakan
dalam Akta Nomor 54, antara lain mengenai peningktan modal dasar, dibuat
di hadapan Notaris Unita Christina Winata, SH, di Jakarta. Akta tersebut telah
memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
dengan Surat Keputusan Nomor AHU-47755.AH.01.02 pada tanggal 5
Agustus 2008.
Sesuai Pasal 3 anggaran dasar, maksud dan tujuan pendirian Perusahaan
adalah untuk menjalankan usaha, antara lain, dalam bidang jasa
31 Universitas Indonesia
32
telekomunikasi, jasa pengembangan perangkat lunak, serta jasa periklanan dan
reklame. Kegiatan utama Perusahan saat ini adalah berinvestasi pada entitas
anak yang bergerak dalam bidang media massa dan usaha lainnya yang terkait
dengan usaha tersebut. Entitas induk perusahaan adalah PT SP Tbk.
2) Struktur Perusahaan
Perusahaan memiliki lebih dari 50% saham entitas anak sebagai berikut:
Tabel 3.1 Entitas Anak PT MMI
2012PT JGM Jakarta Penerbit Majalah 2008 95% 44,730,863,216.00Rp PT KMII Jakarta Penerbit Koran 2001 99% 34,149,862,970.00Rp PT GAI Jakarta Penerbit Majalah 2006 99% 18,161,612,539.00Rp PT MII Jakarta Penerbit Majalah 1998 95% 7,938,131,147.00Rp PT GII Jakarta Penerbit Majalah 2002 99% 6,508,078,458.00Rp PT SSK Jakarta Perdangangan Umum - 98% 2,467,505,846.00Rp PT IR Jakarta Jasa Penyiaran Radio - 95% 1,253,461,600.00Rp
Nama Perusahaan Domisili Kegiatan Usaha Dimulainya
Kegiatan Operasi
Jumlah Aset Persentase Kepemilikan
Sumber: Diolah dari data MMI
Perusahaan memiliki 95% saham pada PT JGM, 99% saham PT KMII, 99%
saham PT GAI, 95% saham PT MII, 99% PT GII, 98% PT SSK, dan 95% PT
IR. PT JGM dan PT KMII mempunyai kegiatan usaha penerbit koran. PT
GAI, PT GII, PT MII mempunyai kegiatan usaha penerbit majalah. PT SSK
mempunyai kegiatan usaha di bidang perdagangan umum. PT IR mempunyai
kegiatan usaha di bidang jasa penyiaran radio. Sebagai catatan PT GII sudah
tidak beroperasi sejak tahun 2012, sedangkan PT IR dan PT SSK belum
pernah beroperasi.
Berdasarkan Akta Nomor 52, Notaris Myra Yuwona pada tanggal 17 Juni
2008, Perusahaan mengambil alih kepemilikan Perusahaan di PT GAI yang
sebelumnya dimiliki oleh PT KMII, sebesar 97,88 persen dengan nilai
transaksi Rp 247.500.000,00 Transaksi pengalihan kepemilikan tersebut
merupakan transaksi “Akuntansi Restrukturisasi Entitas Sepengendali” sesuai
dengan PSAK Nomor 38 (Revisi 2004), sehingga selisih bersih antara harga
pengalihan sebesar Rp 247.500.000,00 dan nilai buku aset bersih sebesar Rp
16.332.959.049,00 disajikan sebagai Selisih Transaksi Restrukturisasi Entitas
Universitas Indonesia
33
Sepengendali di dalam komponen ekuitas pada laporan keuangan masing-
masing entitas.
3) Modal Saham dan Kepentingan Non Pengendali
Jumlah modal saham dasar PT MMI adalah sebesar Rp 5.000.000.000,00 yang
terdiri atas 50.000.000 saham dengan nilai nominal masing-masing saham
sebesar Rp 100,00. Dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh
sebanyak 20.000.000 saham atau sebesar Rp 2.000.000.000,00. Susunan
pemegang saham perusahaan dan kepemilikannya pada tanggal 31 Desember
2012 dan 2011 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Komposisi Pemegang Saham PT MMI
Pemegang Saham Jumlah Lembar Saham Persentase Kepemilkan Jumlah Modal DisetorPT SP Tbk 1,997,999,815 99.90% 199,799,981,500.00Rp PT AM 2,000,185 1% 200,018,500.00Rp Jumlah 2,000,000,000 100% 200,000,000,000.00Rp
Sumber: Diolah dari data MMI
Berikut ini kepentingan non pengendali MMI pada tanggal 31 Desember 2012
dan 2011:
Tabel 3.3 Kepentingan Nonpengendali PT MMI
Bagian Kepentingan Non Pengendali Atas Modal Disetor Entitas Anak
2012 2011
PT JGM Rp 250,000,000.00 Rp 250,000,000.00PT MII Rp 185,000,000.00 Rp 185,000,000.00PT KMII Rp 150,000,000.00 Rp 150,000,000.00PT IR Rp 75,000,000.00 Rp 75,000,000.00PT GII Rp 5,000,000.00 Rp 5,000,000.00PT GAI Rp 2,500,000.00 Rp 2,500,000.00PT SSK Rp 500,000.00 Rp 500,000.00Jumlah Rp 668,000,000.00 Rp 668,000,000.00
Akumulasi Bagian Kepentingan Non
Pengendali Atas Rugi 2012 2011
Universitas Indonesia
34
Komprehensif Entitas AnakPT MII Rp (684,637,883.00) Rp (547,415,852.00)PT KMII Rp (298,311,141.00) Rp (200,760,128.00)PT JGM Rp (1,479,023,300.00) Rp (905,077,112.00)PT SSK Rp (5,202,546.00) Rp (3,482,010.00)PT IR Rp (12,082,145.00) Rp (12,979,709.00)PT GII Rp (19,237,578.00) Rp (16,192,202.00)PT GAI Rp (137,887,854.00) Rp (99,752,209.00)Jumlah Rp (2,636,382,447.00) Rp (1,785,659,222.00)Jumlah - Bersih Rp (1,968,382,447.00) Rp (1,117,659,222.00)
Sumber: Diolah dari data MMI
4) Aset Tetap
Perusahaan mencatat aset tetapnya dengan menggunakan model biaya (cost
model). Aset tetap, kecuali tanah, dinyatakan sebesar biaya perolehan setelah
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulusai penurunan nilai aset, jika
ada. Aset tetap disusutkan berdasarkan metode garis lurus (straight-line
method), berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aset tetap sebagai
berikut:
Tahun
Bangunan 20
Instalasi 5
Kendaraan 5
Peralatan Kantor 5-10
Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada laporan laba rugi
komprehensif pada saat terjadinya; pengeluaran yang memperpanjang masa
manfaat ekonomis di masa yang akan datang dikapitalisasi. Penangguhan
penyusutan atas kapitalisasi maupun atribusi peralatan kantor dapat dilakukan
dengan pertimbangan dari manajemen. Aset tetap yang sudah tidak digunakan
lagi atau yang dijual dikeluarkan dari kelompok aset tetap berikut akumulasi
penyusutannya. Keuntungan atau kerugian dari penjualan aset tetap tersebut
dibukukan dalam laporan laba rugi komprehensif pada tahun yang
bersangkutan. Pada Tabel 3.4 berikut ini menggambarkan aset tetap yang
Universitas Indonesia
35
dimiliki oleh MMI dan telah diaudit pada tanggal 31 Desember 2012 dan
2011.
Tabel 3.4 Aset Tetap PT MMI2012
Saldo Awal Pengurangan Reklasifikasi Saldo AkhirBiaya Perolehan
Pemilikan LangsungTanah ` -Rp -Rp -Rp Bangunan 20,440,138,202.00Rp -Rp 21,825,410,152.00Rp Peralatan Kantor 52,532,906,328.00Rp -Rp 54,964,205,907.00Rp Kendaraan 490,720,455.00Rp -Rp 1,094,720,455.00Rp Perlengkapan 16,607,137,194.00Rp -Rp 17,134,722,497.00Rp
Sewa PembiayaanPeralatan Kantor -Rp -Rp -Rp -Rp Perlengkapan -Rp -Rp -Rp -Rp
Jumlah 90,070,902,179.00Rp -Rp -Rp 95,019,059,011.00Rp Akumulasi Penyusutan
Pemilikan LangsungBangunan 7,185,085,852.00Rp -Rp -Rp 10,683,280,441.00Rp Peralatan Kantor 36,453,597,266.00Rp -Rp -Rp 43,335,732,438.00Rp Kendaraan 410,172,728.00Rp -Rp -Rp 469,115,153.00Rp Perlengkapan 8,937,816,600.00Rp -Rp -Rp 10,817,066,475.00Rp
Sewa PembiayaanPeralatan Kantor -Rp -Rp -Rp -Rp Perlengkapan -Rp -Rp -Rp
Jumlah 52,986,672,446.00Rp -Rp -Rp 65,305,194,507.00Rp Nilai Buku 37,084,229,733.00Rp 29,713,864,504.00Rp
2011Saldo Awal Pengurangan Reklasifikasi Saldo Akhir
Biaya PerolehanPemilikan Langsung
Tanah 2,613,933,757.00Rp -Rp -Rp 2,613,933,757.00Rp Bangunan 13,508,678,617.00Rp 4,021,597,515.00Rp -Rp 20,440,138,202.00Rp Peralatan Kantor 40,614,268,941.00Rp -Rp 7,818,628,548.00Rp 52,532,906,328.00Rp Kendaraan 746,675,000.00Rp 379,500,000.00Rp -Rp 490,720,455.00Rp Perlengkapan 6,535,620,520.00Rp 4,500,000,000.00Rp 757,206,778.00Rp 16,607,137,194.00Rp
Sewa PembiayaanPeralatan Kantor 5,592,876,491.00Rp -Rp (5,592,876,491.00)Rp -Rp Perlengkapan 1,770,723,275.00Rp -Rp (1,770,723,275.00)Rp -Rp
Jumlah 71,382,776,601.00Rp -Rp -Rp 92,684,835,936.00Rp Akumulasi Penyusutan
Pemilikan LangsungBangunan 5,691,908,605.00Rp 1,040,600,653.00Rp -Rp 7,185,085,852.00Rp Peralatan Kantor 19,905,455,895.00Rp -Rp 3,518,382,538.00Rp 36,453,597,266.00Rp Kendaraan 746,675,000.00Rp 379,500,000.00Rp -Rp 410,172,728.00Rp Perlengkapan 4,455,900,134.00Rp -Rp 343,376,831.00Rp 8,937,816,600.00Rp
Sewa PembiayaanPeralatan Kantor 2,519,427,977.00Rp -Rp (2,519,427,977.00)Rp -Rp Perlengkapan 1,342,331,392.00Rp -Rp (1,342,331,392.00)Rp -Rp
Jumlah 34,661,699,003.00Rp -Rp -Rp 52,986,672,446.00Rp Nilai Buku 36,721,077,598.00Rp 39,698,163,490.00Rp
-Rp -Rp
13,814,309,896.00Rp
52,986,672,446.00Rp
Penambahan
-Rp 10,953,057,100.00Rp 4,100,008,839.00Rp
123,545,455.00Rp
Penambahan
527,585,303.00Rp
92,684,835,936.00Rp
-Rp -Rp
-Rp 1,385,271,950.00Rp 2,431,299,579.00Rp
604,000,000.00Rp
58,942,425.00Rp 1,879,249,875.00Rp
-Rp -Rp
3,498,194,589.00Rp 6,882,135,172.00Rp
92,684,835,936.00Rp
2,533,777,900.00Rp 13,029,758,833.00Rp
42,997,728.00Rp 4,138,539,635.00Rp
-Rp -Rp
52,986,672,446.00Rp
Sumber: Diolah dari data MMI
Universitas Indonesia
36
Pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011, seluruh aset tetap telah
diasuransikan pada perusahaan asuransi PT Lippo General Insurance Tbk.,
terhadap berbagai resiko dengan nilai pertanggungan pada 31 Desember 2012
dan 2011 masing-masing sebesar Rp 7.650.000.000,00 dan Rp
6.295.797.486,00. Manajemen berpendapat bahwa nilai pertanggungan
tersebut cukup untuk menutupi kemungkinan kerugian atas aset yang
dipertanggungkan. Berdasarkan penelaahan aset tetap secara individual pada
tanggal 31 Desember 2012 dan 2011, manajemen berpendapat bahwa tidak
terdapat perubahan keadaan yang mengindikasikan adanya penurunan nilai
aset tetap.
5) Perpajakan
Berikut ini kewajiban-kewajiban perpajakan Perusahaan yang terjadi selama
tahun 2011 sampai dengan tahun 2012:
Tabel 3.5 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT MMI
KETERANGAN 2012 2011Pajak Dibayar Dimuka Pajak Penghasilan Pasal 22 109,091.00Rp -Rp Pajak Pertambahan Nilai -Rp 2,434,485,795.00Rp Jumlah Pajak Dibayar Dimuka 109,091.00Rp 2,434,485,795.00Rp Utang PajakPajak Penghasilan: Pasal 21 10,093,465,534.00Rp 9,722,548,273.00Rp Pasal 23 716,348,945.00Rp 834,094,552.00Rp Pasal 26 436,634,272.00Rp 494,857,349.00Rp Pajak Pertambahan Nilai 4,776,103,712.00Rp 2,691,316,738.00Rp Jumlah Utang Pajak 16,022,552,463.00Rp 13,742,816,912.00Rp Manfaat (Beban) Pajak PenghasilanPajak Kini Perusahaan - -Pajak Tangguhan Entitas Anak (2,028,923,911.00)Rp 2,664,355,113.00Rp Jumlah Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan (2,028,923,911.00)Rp (2,028,923,911.00)Rp
Sumber: Diolah dari data MMI
Universitas Indonesia
37
Rekonsiliasi antara rugi sebelum pajak penghasilan menurut laporan laba rugi
komprehensif konsolidasian dan taksiran rugi fiskal untuk tahun-tahun yang
berakhir pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011 adalah:
Tabel 3.6 Rekonsiliasi Pajak PT MMI
2012 2011Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif (70,723,852,523.00)Rp (90,769,279,119.00)Rp Rugi Entitas Anak - Sebelum Pajak Penghasilan 70,871,481,016.00Rp 90,670,073,762.00Rp Rugi Perusahaan Sebelum Pajak Penghasilan 147,628,493.00Rp (99,205,357.00)Rp Beda Tetap
Pendapatan Bunga Deposito dan Jasa Giro (6,890,542.00)Rp -Rp Lain-lain (187,315,217.00)Rp -Rp
Taksiran Rugi Fiskal (46,577,266.00)Rp (99,205,357.00)Rp Kompensasi Kerugian:
Tahun 2011 (99,205,357.00)Rp -Rp Akumulasi Rugi Fiskal (145,782,623.00)Rp (99,205,357.00)Rp
Sumber: Diolah dari data MMI
6) Neraca dan Laporan Laba Rugi
Pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.8 berikut ini menggambarkan data keuangan
konsolidasi Perusahaan dan Anak Perusahaan yang dikutip dari laporan
keuangan yang telah diaudit pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011.
Tabel 3.7 Neraca MMI per 31 Desember 2012 dan 2011
POS 2012 2011ASET LANCARKas dan Bank Rp 4,292,381,228.00 Rp 2,775,201,948.00Piutang Usaha Rp 33,961,676,987.00 Rp 31,551,736,381.00Aset Keuangan Lancar Lainnya Rp 1,682,011,328.00 Rp 1,281,168,108.00Beban Dibayar Dimuka dan Uang Muka Rp 3,919,768,005.00 Rp 6,602,265,486.00Pajak Dibayar Dimuka Rp 109,091.00 Rp 2,434,485,795.00Jumlah Aset Lancar Rp 43,855,946,639.00 Rp 44,644,857,718.00ASET TIDAK LANCARAktiva Tetap Rp 32,327,798,261.00 Rp 9,698,163,489.00Aset Pajak Tangguhan Rp 9,952,297,646.00 Rp 11,981,221,557.00
Universitas Indonesia
38
Aset Keuangan Tidak Lancar Rp 1,916,081,153.00 Rp 2,015,549,351.00Jumlah Aset Tidak Lancar Rp 44,196,177,060.00 Rp 53,694,934,397.00TOTAL ASET Rp 88,052,123,699.00 Rp 98,339,792,115.00LIABILITAS JANGKA PENDEKHutang Bank Rp 1,983,360,249.00 Rp 1,978,843,767.00Hutang Usaha Rp 16,629,722,007.00 Rp 21,518,181,763.00Beban Akrual Rp 17,527,899,200.00 Rp 23,874,040,076.00Hutang Pihak Berelasi - Non Usaha Rp 254,481,074,415.00 Rp 180,057,501,595.00Hutang Pajak Rp 16,696,296,333.00 Rp 14,349,139,118.00Pendapatan Diterima di Muka Rp 1,312,418,547.00 Rp 2,306,762,871.00Jumlah Liabilitas Jangka Pendek Rp 308,630,770,751.00 Rp 244,084,469,190.00LIABILITAS JANGKA PANJANGLiabilitas Imbalan Kerja Jangka Panjang Rp 16,898,141,889.00 Rp 18,979,335,432.00JUMLAH LIABILITAS Rp 325,528,912,640.00 Rp 263,063,804,622.00DEFISIENSI MODALModal Ditemparkan dan Disetor Penuh Rp 200,000,000,000.00 Rp 200,000,000,000.00Defisit Rp (435,508,406,494.00) Rp (363,606,353,284.00)Ekuitas Yang Dapat Diatribusikan Kepada Pemilik Entitas Induk Rp (235,508,406,494.00) Rp (163,606,353,284.00) Kepentingan Non Pengendali Rp (1,968,382,447.00) Rp (1,117,659,223.00)Jumlah Defisiensi Modal Rp (237,476,788,941.00) Rp (164,724,012,507.00)TOTAL LIABILITAS DAN DEFISIENSI MODAL Rp 88,052,123,699.00 Rp 98,339,792,115.00
Sumber: Diolah dari data MMI
Universitas Indonesia
39
Tabel 3.8 Laporan Laba rugi PT MMI Untuk Tahun-Tahun yang Berakhir Pada 31 Desember 2012 dan 2011KETERANGAN 2012 2011
PENDAPATAN 91,013,355,774.00Rp 97,168,136,751.00Rp BEBAN POKOK PENDAPATAN 71,028,122,052.00Rp 84,005,379,616.00Rp LABA (RUGI) BRUTO 19,985,233,722.00Rp 13,162,757,135.00Rp Beban Usaha (90,752,456,888.00)Rp (101,539,543,033.00)Rp Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain - Bersih 43,370,643.00Rp (2,392,493,222.00)Rp LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK PENGHASILAN (70,723,852,523.00)Rp (90,769,279,120.00)Rp Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan (2,028,923,911.00)Rp 2,664,355,113.00Rp JUMLAH LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN (72,752,776,434.00)Rp (88,104,924,007.00)Rp RUGI YANG DAPAT DIATRIBUSIKAN KEPADA: Pemilik Entitas Induk (71,902,053,210.00)Rp (86,925,244,492.00)Rp Kepentingan Nonpengendali (850,723,224.00)Rp (1,179,679,514.00)Rp
(72,752,776,434.00)Rp (88,104,924,006.00)Rp
Sumber: Diolah dari data MMI
3.1.2 Gambaran Umum PT GII (Perusahaan yang Dialihkan)
1) Pendirian Perusahaan
PT GII didirikan berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas Nomor 65
yang dibuat di hadapan Notaris Saal Bumela, SH, di Jakarta tanggal 30
Agustus 2000 Akta pendirian ini telah mendapatkan persetujuan dari Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam keputusan
Nomor C.6207.HT.01.01-TH.2001 tanggal 27 April 2001. Akta pendirian
perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Berita
Acara Rapat Nomor 36 tanggal 12 Agustus 2008 mengenai penyesuaian
maksud dan tujuan perusahaan di hadapan Notaris Myra Yuwono, SH. Akta
perubahan ini telah mendapat persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia surat penerimaan Nomor AHU-81984.AH.01.02
Tahun 2008 tanggal 4 November 2008. Sesuai Pasal 3 Anggaran Dasar
Perusahaan, maksud dan tujuan pendirian perusahaan adalah menjalankan
usaha dalam bidang jasa hiburan, agensi, periklanan, manajemen, dan
percetakan majalah dan tabloid (media cetak), penjilidan, kartonage, serta
pengepakan.
2) Modal Saham
Universitas Indonesia
40
Jumlah modal saham dasar PT GII adalah sebesar Rp 2.000.000.000,00 yang
terdiri atas 2.000.000 saham dengan nilai nominal masing-masing saham
sebesar Rp 1.000,00. Dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh
sebanyak 500.000 saham atau sebesar Rp 500.000.000,00. Daftar Pemegang
saham sebagai berikut:
Tabel 3.9 Komposisi Pemegang Saham PT GIIPemegang Saham Jumlah Lembar Saham Persentase Kepemilkan Jumlah Modal DisetorPT MMI 495,000 99% 495,000,000.00Rp PT AM 5,000 1% 5,000,000.00Rp Jumlah 500,000 100% 500,000,000.00Rp
Sumber: Diolah dari data GII
3) Aset Tetap
Perusahaan mencatat aset tetapnya dengan menggunakan model biaya (cost
model). Aset tetap, kecuali tanah, dinyatakan sebesar biaya perolehan setelah
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi penurunan nilai aset, jika ada.
Aset tetap disusutkan berdasarkan metode garis lurus (straight-line method),
berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aset tetap sebagai berikut:
Tahun
Peralatan Kantor 5
Pelengkapan 5
Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada laporan laba rugi
komprehensif pada saat terjadinya; pengeluaran yang memperpanjang masa
manfaat ekonomis di masa yang akan datang dikapitalisasi. Penangguhan
penyusutan atas kapitalisasi maupun atribusi peralatan kantor dapat dilakukan
dengan pertimbangan dari manajemen. Aset tetap yang sudah tidak digunakan
lagi atau yang dijual dikeluarkan dari kelompok aset tetap berikut akumulasi
penyusutannya. Keuntungan atau kerugian dari penjualan aset tetap tersebut
dibukukan dalam laporan laba rugi komprehensif pada tahun yang
bersangkutan. Pada Tabel 3.10 berikut ini menggambar aset tetap yang
Universitas Indonesia
41
dimiliki oleh PT GII dan telah diaudit pada tanggal 31 Desember 2012 dan
2011.
Tabel 3.10 Aset Tetap PT GII2012
Saldo Awal Pengurangan Reklasifikasi Saldo AkhirBiaya Perolehan
Perlengkapan Kantor 566,449,377.00Rp -Rp -Rp 566,449,377.00Rp Peralatan Kantor 1,734,707,789.00Rp -Rp -Rp 1,734,707,789.00Rp
Jumlah 566,449,377.00Rp -Rp -Rp 2,301,157,166.00Rp Akumulasi Penyusutan
Perlengkapan Kantor 490,476,605.00Rp 565,265,839.00Rp Peralatan Kantor 1,179,175,256.00Rp 1,459,330,368.00Rp
Jumlah 1,669,651,861.00Rp -Rp -Rp 2,024,596,207.00Rp Nilai Buku (1,103,202,484.00)Rp 276,560,959.00Rp
2011Saldo Awal Pengurangan Reklasifikasi Saldo Akhir
Biaya PerolehanPerlengkapan Kantor 566,449,377.00Rp -Rp -Rp 566,449,377.00Rp Peralatan Kantor 1,734,707,789.00Rp -Rp -Rp 1,734,707,789.00Rp
Jumlah 2,301,157,166.00Rp -Rp -Rp 2,301,157,166.00Rp Akumulasi Penyusutan
Perlengkapan Kantor 363,103,402.00Rp -Rp -Rp 490,476,605.00Rp Peralatan Kantor 922,126,897.00Rp -Rp -Rp 1,179,175,256.00Rp
Jumlah 1,285,230,299.00Rp -Rp -Rp 1,669,651,861.00Rp Nilai Buku 1,015,926,867.00Rp 631,505,305.00Rp
-Rp 92,684,835,936.00Rp
127,373,203.00Rp
-Rp
52,986,672,446.00Rp
Penambahan
Penambahan
-Rp
92,684,835,936.00Rp -Rp
74,789,234.00Rp 280,155,112.00Rp
52,986,672,446.00Rp 257,048,359.00Rp
Sumber: Diolah dari data GII
4) Perpajakan
Berikut ini kewajiban-kewajiban perpajakan Perusahaan yang terjadi selama
tahun 2011 sampai dengan tahun 2012:
Tabel 3.11 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT GII
KETERANGAN 2012 2011Utang PajakPajak Penghasilan: Pasal 21 -Rp Pasal 23 -Rp 7,439,428.00Rp Pasal 4 (2) -Rp 1,208,428.00Rp Pajak Pertambahan Nilai -Rp 199,059,895.00Rp Jumlah Utang Pajak -Rp 207,707,751.00Rp Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan -Rp -Rp Pajak Tangguhan 8,663,405.00Rp (30,877,128.00)Rp
Sumber: Diolah dari data GII
Universitas Indonesia
42
Rekonsiliasi antara rugi sebelum pajak penghasilan menurut laporan laba rugi
komprehensif konsolidasian dan taksiran rugi fiskal untuk tahun-tahun yang
berakhir pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011 adalah:
Tabel 3.12 Rekonsiliasi Pajak PT GII
2012 2011Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif (313,200,942.00)Rp (1,088,343,114.00)Rp Beda Waktu
Penyisihan (Pemulihan) Piutang Ragu-ragu -Rp 89,847,306.00Rp Penyusutan Aset Tetap 67,254,117.00Rp (33,661,220.00)Rp
Beda TetapBeban Pajak 198,517,060.00Rp 136,520,745.00Rp Lainnya (419,253,417.00)Rp -Rp
Taksiran Rugi Fiskal (466,683,182.00)Rp (895,636,283.00)Rp Kompensasi Kerugian:
Tahun 2011 (895,636,283.00)Rp -Rp Tahun 2010 (1,457,876,869.00)Rp (1,457,876,869.00)Rp Tahun 2009 (1,184,779,065.00)Rp (1,184,779,065.00)Rp
Akumulasi Rugi Fiskal (4,004,975,399.00)Rp (3,538,292,217.00)Rp
Sumber: Diolah dari data GII
5) Neraca dan Laporan Laba Rugi
Pada Tabel 3.13 dan Tabel 3.14 berikut ini menggambarkan data keuangan PT
GII yang dikutip dari laporan keuangan yang telah diaudit pada tanggal 31
Desember 2012 dan 2011.
Tabel 3.13 Neraca PT GII Per 31 Desember 2012 dan 2011POS 2012 2011
ASET LANCARKas dan Bank Rp 77,531,116.00 Rp 14,293,489.00Piutang Usaha Rp 533,115,065.00 Rp 533,115,065.00Aset Keuangan Lancar Lainnya Rp 5,100,080,278.00 Rp 5,178,118,251.00Biaya Dibayar di Muka - Rp 40,799,421.00Jumlah Aset Lancar Rp 5,710,726,459.00 Rp 5,766,326,226.00ASET TIDAK LANCARAktiva Tetap Rp 276,560,959.00 Rp 631,505,306.00Aset Pajak Tangguhan Rp 498,131,040.00 Rp 489,467,635.00
Universitas Indonesia
43
Aset Keuangan Tidak Lancar Rp 22,660,000.00 Rp 22,660,000.00Jumlah Aset Tidak Lancar Rp 797,351,999.00 Rp 1,143,632,941.00TOTAL ASET Rp 6,508,078,458.00 Rp 6,909,959,167.00LIABILITAS JANGKA PENDEKHutang Bank Rp - Rp 823,454,674.00Hutang Usaha Rp 438,781,618.00 Rp 373,255,417.00Beban Akrual - Rp 234,460,591.00Liabilitas Keuangan Jangka Pendek Lainnya - Rp 25,580,778.00Hutang Pajak - Rp 207,708,285.00Jumlah Liabilitas Jangka Pendek Rp 438,781,618.00 Rp 1,664,459,745.00LIABILITAS JANGKA PANJANGUtang Pihak Berelasi - Non Usaha Rp 10,423,760,113.00 Rp 9,295,425,158.00JUMLAH LIABILITAS Rp 10,862,541,731.00 Rp 10,959,884,903.00DEFISIENSI MODALModal Ditempatkan dan Disetor Penuh Rp 500,000,000.00 Rp 500,000,000.00Defisit Rp (4,854,463,273.00) Rp (4,549,925,736.00)Jumlah Defisiensi Modal Rp (4,354,463,273.00) Rp (4,049,925,736.00)TOTAL LIABILITAS DAN DEFISIENSI MODAL Rp 6,508,078,458.00 Rp 6,909,959,167.00
Sumber: Diolah dari data GII
Tabel 3.14 Laporan Laba Rugi PT GII Untuk Tahun-Tahun yang
Berakhir Pada 31 Desember 2012 dan 20112012 2011
Penjualan -Rp -Rp Beban Pokok Penjualan -Rp -Rp Laba Kotor -Rp -Rp Beban Usaha (452,623,761)Rp (773,025,135)Rp Pendapatan (Beban) Lain-Lain Bersih 139,422,819Rp (315,317,979)Rp Rugi Sebelum Pajak Penghasilan (313,200,942)Rp (1,088,343,114)Rp Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan 8,663,405Rp (30,877,128)Rp Rugi Tahun Berjalan (304,537,537)Rp (1,119,220,242)Rp Pendapatan Komprehensif Lain -Rp -Rp Jumlah Rugi Komprehensif Tahun Berjalan (304,537,537)Rp (1,119,220,242)Rp
Sumber: Diolah dari data GII
Universitas Indonesia
44
3.1.3 Gambaran Umum PT IR (Perusahaan yang Dialihkan)
1) Pendirian Perusahaan
PT IR didirikan berdasarkan Akta Nomor 64 yang dibuat di hadapan Notaris
Saal Bumela, SH, tanggal 30 Agustus 2000. Akta pendirian ini telah
mendapatkan pengesahan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor C2-23856.HT.01.01.TH.2000 tanggal 8 November
2000. Akta Pendirian Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan,
terakhir berdasarkan Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham Nomor 39
yang dibuat di hadapan Notaris Myra Suwono, SH, tanggal 12 Agustus 2008
mengenai penyesuaian seluruh anggaran dasar Perusahaan dengan Undang-
undang Nomor 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas. Akta tersebut
telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia melalui surat keputusan Nomor AHU-
73921.AH.01.02 Tahun 2008 tanggal 15 Oktober 2008. Sesuai Pasal 3
Anggaran Dasar Perusahaan, maksud dan tujuan pendirian perusahaan adalah
menjalankan usaha bisnis dalam bidang jasa penyiaran radio.
2) Modal Saham
Jumlah modal saham dasar PT IR adalah sebesar Rp 5.000.000.000,00 yang
terdiri atas 5.000.000 saham dengan nilai nominal masing-masing saham
sebesar Rp 1.000,00. Dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh
sebanyak 1.500.000 saham atau sebesar Rp 1.500.000.000,00. Daftar
Pemegang saham sebagai berikut:
Tabel 3.15 Komposisi Pemegang Saham PT IRPemegang Saham Jumlah Lembar Saham Persentase Kepemilikan Jumlah Modal DisetorPT MMI 1,425,000.00 95% 1,425,000,000.00Rp PT AM 75,000.00 5% 75,000,000.00Rp Jumlah 1,500,000.00 100% 1,500,000,000.00Rp
Sumber: Diolah dari data IR
3) Perpajakan
Berikut ini data perpajakan Perusahaan yang terjadi selama tahun 2011 sampai
dengan tahun 2012:
Universitas Indonesia
45
Tabel 3.16 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT IRKETERANGAN 2012 2011
Utang Pajak Pajak Penghasilan: Pasal 21 - Rp 89,474.00 Pasal 23 - Rp 128,500.00 Jumlah Utang Pajak - Rp217,974.00
Sumber: Diolah dari data IR
Saldo PPh Pasal 23 terutama merupakan pajak terhutang atas jasa konsultan
tahun 2008. Perusahaan tidak menyajikan beban pajak kini karena masih
mencatat rugi fiskal dan tidak menyajikan pajak tangguhan karena tidak
mempunyai perbedaan waktu atas aset dan liabilitas pada tahun 2012 dan
2011.
Perusahaan tidak menyajikan beban pajak kini karena masih mencatat rugi
fiskal dan tidak menyajikan pajak tangguhan karena tidak mempunyai
perbedaan waktu atas aset dan liabilitas pada tahun 2012 dan 2011.
Rekonsiliasi antara rugi sebelum pajak penghasilan menurut laporan laba rugi
komprehensif konsolidasian dan taksiran rugi fiskal untuk tahun-tahun yang
berakhir pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011 adalah
Tabel 3.17 Kompensasi Kerugian PT IR
2012 2011Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif 17,951,277.00Rp (4,895,500.00)Rp Beda Tetap (21,484,422.00)Rp Taksiran Rugi Fiskal (3,533,145.00)Rp (4,895,500.00)Rp Kompensasi Kerugian:
Tahun 2011 (4,895,500.00)Rp -Rp Tahun 2010 (8,760,829.00)Rp (8,760,829.00)Rp Tahun 2009 (7,161,948.00)Rp (7,161,948.00)Rp
Akumulasi Rugi Fiskal (24,351,422.00)Rp (20,818,277.00)Rp
Sumber: Diolah dari data IR
Universitas Indonesia
46
4) Neraca dan Laporan Laba Rugi
Pada Tabel 3.19 dan Tabel 3.20 berikut ini menggambarkan data keuangan PT
IR yang dikutip dari laporan keuangan yang telah diaudit pada tanggal 31
Desember 2012 dan 2011.
Tabel 3.18 Neraca IR per 31 Desember 2012 dan 2011
POS 2012 2011
ASET LANCARBank - 533,145 Jumlah Aset Lancar - 533,145
ASET TIDAK LANCARPiutang Pihak Berelasi - Non Usaha 1,253,461,600 1,253,461,600 Jumlah Aset Tidak Lancar 1,253,461,600 1,253,461,600
TOTAL ASET 1,253,461,600 1,253,994,745
LIABILITAS JANGKA PENDEKBeban Akrual - 5,387,500 Hutang Pajak - 217,974 Jumlah Liabilitas Jangka Pendek - 5,605,474
LIABILITAS JANGKA PANJANGUtang Pihak Berelasi - Non Usaha - 12,878,948
JUMLAH LIABILITAS - 18,484,422
DEFISIENSI MODALModal Ditemparkan dan Disetor Penuh 1,500,000,000 1,500,000,000 Defisit (246,538,400) (264,489,677) Jumlah Defisiensi Modal 1,253,461,600 1,235,510,323
TOTAL LIABILITAS DAN DEFISIENSI MODAL 1,253,461,600 1,253,994,745 Sumber: Diolah dari data IR
Universitas Indonesia
47
Tabel 3.19 Laporan Laba Rugi IR Untuk Tahun-Tahun yang Berakhir
Pada 31 Desember 2012 dan 2011
KETERANGAN 2012 2011PENDAPATAN - - BEBAN LANGSUNG - - LABA (RUGI) BRUTO - - Beban Umum dan Administrasi (3,000,000) (4,200,000) Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain - Bersih 20,951,277 (689,500) LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK PENGHASILAN 17,951,277 (4,889,500) Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan - - RUGI TAHUN BERJALAN 17,951,277 (4,889,500) Pendapatan Komprehensif Lain - - JUMLAH LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN 17,951,277 (4,889,500)
Sumber: Diolah dari data IR
3.1.4 Gambaran Umum PT SSK (Perusahaan yang Dialihkan)
1) Pendirian Perusahaan
PT SSK didirikan berdasarkan Akta Nomor 51 yang dibuat di hadapan Notaris
Veronika Lily Dharma, SH. tanggal 29 September 1997. Akta pendirian ini
telah mendapatkan pengesahan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor C2-635.HT.01.01.TH.98 tanggal 6 Februari 1998.
Akta Pendirian Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir
berdasarkan Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham Nomor 40 yang
dibuat di hadapan Notaris Myra Suwono, SH, tanggal 12 Agustus 2010
mengenai penyesuaian seluruh anggaran dasar Perusahaan dengan Undang-
undang Nomor 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas. Akta tersebut
telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia melalui surat keputusan Nomor AHU-
73921.AH.01.02 Tahun 2008 tanggal 15 Oktober 2008. Sesuai Pasal 3
Anggaran Dasar Perusahaan, maksud dan tujuan pendirian perusahaan adalah
menjalankan usaha dalam bidang perdagangan, pembangunan, industri,
agrobisnis, pertambangan, angkutan dan jasa.
Universitas Indonesia
48
2) Modal Saham
Jumlah modal saham dasar PT SSK adalah sebesar Rp 25.000.000,00 yang
terdiri atas 50 saham dengan nilai nominal masing-masing saham sebesar Rp
500.000,00. Seluruh modal saham ditempatkan dan disetor penuh. Daftar
Pemegang saham sebagai berikut:
Tabel 3.20 Komposisi Pemegang Saham PT SSKPemegang Saham Jumlah Lembar Saham Persentase Kepemilikan Jumlah Modal DisetorPT MMI 49.00 98% 24,500,000.00Rp PT AM 1.00 2% 500,000.00Rp Jumlah 50.00 100% 25,000,000.00Rp
Sumber: Diolah dari data SSK
3) Aset Tetap
Perusahaan mencatat aset tetapnya dengan menggunakan model biaya (cost
model). Aset tetap, kecuali tanah, dinyatakan sebesar biaya perolehan setelah
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi penurunan nilai aset, jika ada.
Aset tetap disusutkan berdasarkan metode garis lurus (straight-line method),
berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aset tetap sebagai berikut:
Tahun
Bangunan 20
Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada laporan laba rugi
komprehensif pada saat terjadinya; pengeluaran yang memperpanjang masa
manfaat ekonomis di masa yang akan datang dikapitalisasi. Penangguhan
penyusutan atas kapitalisasi maupun atribusi peralatan kantor dapat dilakukan
dengan pertimbangan dari manajemen. Aset tetap yang sudah tidak digunakan
lagi atau yang dijual dikeluarkan dari kelompok aset tetap berikut akumulasi
penyusutannya. Keuntungan atau kerugian dari penjualan aset tetap tersebut
dibukukan dalam laporan laba rugi komprehensif pada tahun yang
bersangkutan.
Pada Tabel 3.21 berikut ini menggambar aset tetap yang dimiliki oleh PT SSK
dan telah diaudit pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011.
Universitas Indonesia
49
Tabel 3.21 Aset Tetap PT SSK2012
Saldo Awal Pengurangan Reklasifikasi Saldo AkhirBiaya Perolehan
Pemilikan LangsungTanah 1,497,211,382.00Rp -Rp -Rp 1,497,211,382.00Rp Bangunan 2,242,048,226.00Rp -Rp -Rp 2,242,048,226.00Rp
Jumlah 3,739,259,608.00Rp -Rp -Rp 3,739,259,608.00Rp Akumulasi Penyusutan
Pemilikan LangsungBangunan 1,161,436,670.00Rp -Rp -Rp 1,273,539,081.00Rp
Jumlah 1,049,334,259.00Rp -Rp -Rp 1,273,539,081.00Rp Nilai Buku 2,689,925,349.00Rp 2,465,720,527.00Rp
2011Saldo Awal Pengurangan Reklasifikasi Saldo Akhir
Biaya PerolehanPemilikan Langsung
Tanah 1,497,211,382.00Rp -Rp -Rp 1,497,211,382.00Rp Bangunan 2,242,048,226.00Rp -Rp -Rp 2,242,048,226.00Rp
Jumlah 3,739,259,608.00Rp -Rp -Rp 3,739,259,608.00Rp Akumulasi Penyusutan
Pemilikan LangsungBangunan 1,049,334,259.00Rp -Rp -Rp 1,161,436,670.00Rp
Jumlah 1,049,334,259.00Rp -Rp -Rp 1,161,436,670.00Rp Nilai Buku 2,689,925,349.00Rp 2,577,822,938.00Rp
Penambahan
-Rp -Rp
-Rp
-Rp
112,102,411.00Rp 112,102,411.00Rp
Penambahan
112,102,411.00Rp
-Rp -Rp
112,102,411.00Rp
Sumber: Diolah dari data SSK
4) Perpajakan
Berikut ini data perpajakan Perusahaan yang terjadi selama tahun 2011 sampai
dengan tahun 2012:
Tabel 3.22 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT SSK
KETERANGAN 2012 2011Utang PajakPajak Penghasilan:Pasal 21 373,684Rp 373,684Rp Pasal 23 280,375Rp 280,375Rp Jumlah Utang Pajak 654,059Rp 654,059Rp
Sumber: Diolah dari data SSK
Perusahaan tidak menyajikan beban pajak kini karena masih mencatat rugi
fiskal dan tidak menyajikan pajak tangguhan karena tidak mempunyai
Universitas Indonesia
50
perbedaan waktu atas aset dan liabilitas pada tahun 2012 dan 2011.
Rekonsiliasi antara rugi sebelum pajak penghasilan menurut laporan laba
rugi komprehensif konsolidasian dan taksiran rugi fiskal untuk tahun-
tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011 adalah
Tabel 3.23 Rekonsiliasi Pajak PT SSK
2012 2011Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif (86,026,812.00)Rp (149,100,509.00)Rp Beda Tetap (39,187,500.00)Rp Taksiran Rugi Fiskal (125,214,312.00)Rp (149,100,509.00)Rp Kompensasi Kerugian:
Tahun 2011 (149,100,509.00)Rp -Rp Tahun 2010 (120,815,868.00)Rp (120,815,868.00)Rp Tahun 2009 (128,431,614.00)Rp (128,431,614.00)Rp
Akumulasi Rugi Fiskal (523,562,303.00)Rp (398,347,991.00)Rp
Sumber: Diolah dari data SSK
a) Neraca dan Laporan Laba Rugi
Pada Tabel 3.25 dan Tabel 3.26 berikut ini menggambarkan data keuangan PT
SSK yang dikutip dari laporan keuangan yang telah diaudit pada tanggal 31
Desember 2012 dan 2011.
Tabel 3.24 Neraca SSK Per 31 Desember 2012 dan 2011
POS 2012 2011
ASET LANCARBank Rp 682,585.00 Rp 1,330,585.00Biaya Dibayar Dimuka Rp 1,102,734.00 Rp 1,227,346.00Jumlah Aset Lancar Rp 1,785,319.00 Rp 2,557,931.00ASET TIDAK LANCARAktiva Tetap Rp 2,456,720,527.00 Rp 2,577,822,938.00Jumlah Aset Tidak Lancar Rp 2,456,720,527.00 Rp 2,577,822,938.00TOTAL ASET Rp 2,458,505,846.00 Rp 2,580,380,869.00
LIABILITAS JANGKA PENDEK
Universitas Indonesia
51
Beban Akrual Rp - Rp 39,187,500.00Hutang Pajak Rp 654,059.00 Rp 654,059.00Jumlah Liabilitas Jangka Pendek Rp 654,059.00 Rp 39,841,559.00
LIABILITAS JANGKA PANJANGUtang Pihak Berelasi - Non Usaha Rp 4,419,764,431.00 Rp 4,407,425,141.00
JUMLAH LIABILITAS Rp 4,420,418,490.00 Rp 4,447,266,700.00
DEFISIENSI MODALModal Ditemparkan dan Disetor Penuh Rp 25,000,000.00 Rp 25,000,000.00Defisit Rp (1,977,912,644.00) Rp (1,891,885,831.00)Jumlah Defisiensi Modal Rp (1,952,912,644.00) Rp (1,866,885,831.00)
TOTAL LIABILITAS DAN DEFISIENSI MODAL Rp 2,467,505,846.00 Rp 2,580,380,869.00
Sumber: Diolah dari data SSK
Tabel 3.25 Laporan Laba Rugi SSK Untuk Tahun-Tahun yang Berakhir Pada 31 Desember 2012 dan 2011
KETERANGAN 2012 2011PENDAPATAN -Rp -Rp BEBAN POKOK PENDAPATAN -Rp -Rp LABA (RUGI) BRUTO -Rp -Rp Beban Umum dan Administrasi (115,977,022)Rp (140,047,719)Rp Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain - Bersih 29,950,210Rp (9,052,790)Rp LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK PENGHASILAN (86,026,812)Rp (149,100,509)Rp Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan -Rp -Rp RUGI TAHUN BERJALAN (86,026,812)Rp (149,100,509)Rp Pendapatan Komprehensif Lain -Rp -Rp JUMLAH LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN (86,026,812)Rp (149,100,509)Rp
Sumber: Diolah dari data SSK
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS FASILITAS PERPAJAKAN DAN PERENCANAAN PAJAK
4.1 Latar Belakang, Tujuan, dan Strategi Restrukturisasi
4.1.1 Latar Belakang
MMI merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang media
massa dengan daerah pemassaran di wilayah Jabodetabek. Seiring dengan
peluang bisnis di industri media yang belum tergali maksimal, Direksi
mengatakan akan terus mengembangkan MMI. Namun, saat ini perseroan
belum berencana melakukan ekspansi lebih jauh dan tetap akan
mengembangkan usahanya di industri media massa, baik cetak maupun
portal.
Saat ini MMI beserta entitas anak perusahaannya, yang tergabung
dalam bendera grup BSMH, belum memberikan kontribusi yang positif.
Hal ini terlihat dari hutang yang terus bertambah dalam lima tahun
terakhir, sehingga struktur permodalannya terus tergerus. Kenaikan
pendapatan yang diraih perusahaan selama 5 tahun terakhir juga tidak
dapat menutupi biaya operasional, sehingga terus mengalami kerugian.
4.1.2 Tujuan Restrukturisasi
Persaingan yang tinggi dengan perusahaan dalam industri yang
sama di bidang media, menyebabkan Perusahaan harus mampu mencari
peluang yang memungkinkan untuk meminimalkan biaya dari penerapan
strategi bisnis yang dijalankan. Restrukturisasi tidak lepas dari adanya
perubahan strategi yang pada hakekatnya ingin memperbaiki performa
organisasi, disamping adanya pengaruh struktur keuangan yang
membebankan perusahaan. Salah satu implikasi dari restrukturisasi
menuntut perusahaan untuk membuat suatu perencanaan yang akan
digunakan sebagai pedoman dalam bertindak, yaitu perencanaan dalam
pembayaran pajak.
52 Universitas Indonesia
53
Tujuan utama restrukturisasi usaha GII, IR dan SSK ke dalam
MMI antara lain untuk menyatukan strategi dan mengkonsolidasikan
sumber daya yang dimiliki MMI dengan fokus pada perkembangan usaha
media massa yang pesat dengan melakukan reposisi GII, IR dan SSK.
Dengan melakukan restrukturisasi pada ketiga perusahaan ini diharapkan
dapat terjadi: 1) penghematan belanja modal dan biaya operasional, 2)
peningkatan fleksibilitas dalam struktur keuangan, 3) kemampuan untuk
mendapatkan pembiayaan baru, dan 4) memberikan sinergi yang optimal
antar anak perusahaan. Di bawah ini merupakan bagan struktur perusahaan
yang tergabung dalam grup BSMH sebelum dan sesudah restrukturisasi.
Gambar 4.1 Struktur Perusahaan Sebelum RestrukturisasiSumber: Diolah dari data MMI
Universitas Indonesia
54
Gambar 4.2 Struktur Perusahaan Setelah Restrukturisasi
Sumber: Diolah dari data MMI
4.1.3 Strategi Restrukturisasi
Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen perusahaan,
diketahui bahwa metode yang dapat digunakan dalam proses
penggabungan usaha adalah metode penyatuan kepentingan kepentingan
(pooling of interest method).Hal ini karena penggabungan usaha
merupakan kombinasi bisnis entitas sepengendali sesuai dengan PSAK 38
sehingga tidak ada laba atau rugi dikarenakan pengalihan hartanya. Opsi
selain penggabungan usaha adalah melakukan likuidasi perusahaan dengan
menjual seluruh aset kepada perusahaan induk, yaitu MMI. Namun
demikian, pihak manajemen perusahaan ingin mengetahui terlebih dahulu
kebijakan perpajakan berupa fasilitas pajak apa saja yang dapat
memberikan penghematan pada setiap strategi restrukturisasi yang akan
dijalankan.
4.2 Aspek Perpajakan Dalam Restrukturisasi
Pada subbab ini akan dianalisis ketentuan perpajakan yang dapat
digunakan Perusahaan sebagai fasilitas perpajakan dalam upaya
menghemat beban pajak dalam kegiatan restrukturisasi usaha melalui
penggabungan usaha ataupun likuidasi usaha. Aspek-aspek perpajakan
yang terkait dengan restrukturisasi perusahaan yaitu:
1) Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan;
2) Pajak Penghasilan atas pengalihan tanah dan/atau bangunan;
3) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan; dan
4) Pajak Pertambahan Nilai.
4.2.1. Penggabungan Usaha
Restrukturisasi dilakukan melalui penggabungan usaha maka
penggabungan usaha ini dapat digolongkan penggabungan usaha ke induk
perusahaan. MMI sebagai perusahaan induk akan menerima pengalihan
Universitas Indonesia
55
harta (acquiring company) dan GII, IR dan SSK sebagai perusahaan anak
yang akan mengalihkan harta (transferor company). Proses penggabungan
usahanya adalah sebagai berikut:
1) semua harta kecuali uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham
yang tidak setuju (disapproving shareholders), dan hutang anak perusahaan
dialihkan kepada induk perusahaan;
2) para pemegang saham minoritas (minority shareholders) dari anak perusahaan
dapat memilih menjadi pemegang saham dari induk perusahaan atau
menukarkan sahamnya pada anak perusahaan dengan uang tunai; dan
3) anak perusahaan menghentikan kegiatan usahanya dan digabung ke dalam
induk perusahaan.
4.3.1 Penggabungan Usaha dengan Nilai Buku
Ketentuan mengenai penggabungan usaha dengan menggunakan
nilai buku diatur dalam PMK-43/2008. Ketentuan tersebut merupakan
fasilitas perpajakan bagi perusahaan untuk dapat menggunakan nilai buku
dalam kegiatan penggabungan usaha. Namun demikian, terdapat beberapa
persyaratan untuk dapat menikmati fasilitas tersebut, yaitu Wajib Pajak
harus:
1) mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan alasan dan tujuan melakukan penggabungan usaha;
2) melunasi seluruh hutang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan
3) memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).
Jika persyaratan di atas dapat dipenuhi, maka dalam pengalihan
harta tidak terdapat selisih lebih nilai pengalihan harta dengan nilai buku
(capital gain) yang terhutang Pajak Penghasilan. Namun, terdapat
konsekuensi perpajakan bagi MMI selaku pihak yang menerima
pengalihan dan GII, IR, dan SSK selaku pihak yang mengalihkan, yaitu:
1) Konsekuensi perpajakan bagi GII, IR dan SSK:
a) Badan usaha yang mengalihkan harta (transferor company) tidak
memperoleh keuntungan atau kerugian sebagai akibat dari pengalihan
Universitas Indonesia
56
harta. Dengan demikian, tidak terdapat Pajak Penghasilan yang terhutang
dari transaksi pengalihan harta.
b) Sesuai PMK 43/2008 GII, IR dan SSK tidak dapat memanfaatkan sisa
kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian, terdapat
potensi kerugian akibat hilangnya kesempatan penghematan pajak.
c) Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan
usaha tidak dikecualikan dari pengenaan PPh Final sebagaimana PP
71/2008. Dengan demikian, meskipun pengalihan dengan menggunakan
nilai buku tidak menimbulkan capital gain, namun tetap terhutang PPh
Final sebesar 5% dari nilai yang paling besar antara nilai transaksi dengan
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
d) Terkait penyerahan harta perusahaan yang dialihkan pada saat
penggabungan usaha, penyerahan tersebut tidak termasuk dalam
pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, sehingga tidak terhutang PPN.
Fasilitas perpajakan ini dapat diperoleh apabila pihak-pihak yang terlibat
dalam penggabungan usaha adalah Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan
pajak tersebut mengacu pada Pasal 1A angka (2) huruf d Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai. Mengingat bahwa GII, IR, dan SSK adalah
Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka GII, IR, dan SSK tidak perlu
memungut PPN.
2) Konsekuensi perpajakan bagi MMI:
a) MMI mencatat nilai perolehan harta sesuai dengan nilai sisa buku pada
saat pengalihan harta oleh GII, IR, dan SSK. Selanjutnya, MMI melakukan
penyusutan selama massa manfaat harta tersebut.
b) MMI tidak dapat memanfaatkan sisa kerugian dari GII, IR dan SSK,
sehingga tidak dapat mengurang beban pajak MMI.
c) MMI dapat mengajukan permohonan pengurangan BPHTB sampai dengan
75% sesuai dengan Pasal 1 huruf b angka 3 PMK 91/2006. Perhitungan
BPHTB terhutang adalah: (NJOP atau harga pasar – Nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak) x 5%. Penulis memakai nilai NPOPTKP sebesar
Rp15.000.000,00 sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah
Universitas Indonesia
57
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 201 Tahun 2012 tentang Penetapan Nilai
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan
Dan Perkotaan Untuk Setiap Wajib Pajak.
4.3.2 Penggabungan Usaha dengan Nilai Pasar
Anak-anak perusahaan tidak dapat memenuhi salah satu
persyaratan ketentuan PMK-43/2008, misalnya tidak mendapatkan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak, maka nilai pengalihan harta dihitung
kembali berdasarkan nilai pasar. Langkah selanjutnya adalah aset yang
dapat diidentifikasi yang ada pada GII, IR, dan SSK terlebih dahulu dinilai
untuk mengetahui harga pasar wajarnya.
Berikut ini adalah konsekuensi perpajakan GII, IR, dan SSK
selaku pihak yang mengalihkan dan bagi MMI selaku pihak yang
menerima pengalihan:
1) Konsekuensi perpajakan bagi GII, IR dan SSK:
a) Badan usaha yang mengalihkan harta (transferor company) memperoleh
keuntungan (capital gain) atau kerugian (capital loss) sebagai akibat dari
adanya selisih nilai buku GII, IR dan SSK dengan nilai pasar wajarnya.
Apabila terjadi capital gain, maka badan usaha yang melakukan
pengalihan harta tersebut terhutang Pajak Penghasilan.
b) Sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dimiliki oleh GII,
IR, dan SSK dapat diperhitungkan dengan capital gain atas pengalihan
aset tetapnya.
c) Seperti pada penggabungan usaha dengan nilai buku, pengalihan hak atas
tanah dan bangunan dalam rangka penggabungan usaha terhutang PPh
Final sebesar 5% dari nilai yang paling besar antara nilai transaksi dengan
NJOP.
d) Penyerahan harta perusahaan yang dialihkan tidak termasuk dalam
pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga tidak terhutang PPN,
namun dengan syarat pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi
penggabungan usaha adalah Pengusaha Kena Pajak. Mengingat bahwa
Universitas Indonesia
58
GII, IR, dan SSK adalah PKP, maka GII, IR, dan SSK tidak perlu
memungut PPN.
2) Konsekuensi perpajakan bagi MMI:
a) MMI mencatat perolehan harta sesuai penilaian dengan menggunakan
harga pasar wajar. MMI melakukan penyusutan atas harta sesuai massa
manfaat harta tersebut. Dalam hal penyerahan harta menggunakan harga
pasar wajar yang lebih besar dari nilai buku, maka MMI dapat
membebankan biaya penyusutan dalam jumlah yang lebih besar.
b) MMI tidak dapat memanfaatkan sisa kerugian dari GII, IR dan SSK dalam
menghitung pajak MMI. Hal ini dikarenakan kelangsungan hidup GII, IR
dan SSK tidak dipertahankan.
c) MMI tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan BPHTB sampai
dengan 75% sesuai dengan Pasal 1 huruf b angka 3 PMK 91/2006.
Perhitungan BPHTB terhutang adalah: (NJOP atau harga pasar – Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak) x 5%. Penulis memakai nilai
NPOPTKP sebesar Rp15.000.000,00 sesuai dengan Peraturan Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 201 Tahun 2012 tentang
Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Pajak Bumi Dan
Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan Untuk Setiap Wajib Pajak.
4.2.2. Jual dan Likuidasi
Dalam proses ini, harta GII dan SSK dijual berdasarkan nilai
pasarnya dan harta yang tersisa (residu) pada GII, IR dan SSK
dikembalikan kepada pemegang saham. Selanjutnya GII, IR dan SSK
dibubarkan secara hukum. Atas dasar hal tersebut, terdapat konsekuensi
perpajakan bagi GII, IR, dan SSK selaku pihak yang dibubarkan dan MMI
selaku pihak yang menerima pengalihan harta dan residu, yaitu:
1) Konsekuensi perpajakan bagi GII, IR, dan SSK:
a) Badan usaha yang akan dibubarkan terlebih dahulu mengalihkan asetnya
ke MMI dengan menggunakan nilai pasar wajar. Apabila terjadi capital
Universitas Indonesia
59
gain, maka badan usaha yang melakukan pengalihan harta tersebut
terhutang Pajak Penghasilan.
b) Sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dimiliki oleh GII,
IR, dan SSK dapat diperhitungkan dengan capital gain atas pengalihan
aset tetapnya.
c) Seperti pada penggabungan usaha, pengalihan hak atas tanah dan
bangunan dalam rangka penggabungan usaha terhutang PPh Final sebesar
5% dari nilai yang paling besar antara nilai transaksi dengan NJOP.
d) Penyerahan harta perusahaan GII, IR, dan SSK termasuk dalam pengertian
penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN sebesar 10% dari
harga jual sesuai ketentuan Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai.
e) Dalam hal nilai residu yang dikembalikan kepada pemegang saham
melebih jumlah modal yang disetor, maka selisih lebih tersebut
diperlakukan sebagai dividen sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf g
Undang-Undang Pajak Penghasilan dan harus dipotong PPh Pasal 23
dengan tarif 15%.
2) Konsekuensi perpajakan bagi MMI:
a) MMI mencatat perolehan harta sesuai dengan harga pasar wajar. MMI
melakukan penyusutan atas harta sesuai massa manfaat harta tersebut.
Dalam hal penyerahan harta menggunakan harga pasar wajar yang lebih
besar dari nilai buku, maka MMI dapat membebankan biaya penyusutan
dalam jumlah yang lebih besar.
b) MMI tidak dapat memanfaatkan sisa kerugian dari GII, IR dan SSK dalam
menghitung pajak MMI. Hal ini dikarenakan kelangsungan hidup GII, IR
dan SSK tidak dipertahankan.
c) MMI tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan BPHTB
berdasarkan Pasal 1 huruf b angka 3 PMK-91/2006.
d) MMI dapat mengkreditkan PPN masukan atas perolehan harta dari GII,
IR, dan SSK sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai.
Universitas Indonesia
60
e) Apabila nilai residu yang diterima oleh MMI melebihi jumlah modal yang
disetor, maka selisih lebih tersebut diperlakukan sebagai dividen sesuai
Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan yang terhutang
Pajak Penghasilan.
4.3 Analisis Perencanaan Pajak Dalam Strategi Restrukturisasi Usaha
Dalam subbab ini akan diuraikan mengenai penghitungan pajak
dalam setiap transaksi restrukturisasi, yaitu: strategi penggabungan usaha
dengan nilai buku, strategi penggabungan usaha dengan nilai pasar, dan
strategi jual dan likuidasi. Data yang dipakai bersumber dari laporan
keuangan MMI, GII, IR dan SSK yang telah diaudit per 31 Desember
2012 sebelum restrukturisasi sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.1 dan
Tabel 4.2.
Tabel 4.1 Laporan Laba Rugi Perusahaan Sebelum RestrukturisasiUntuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2012
Sumber: Diolah dari data MMI, GII, IR, dan SSK
Universitas Indonesia
(dalam rupiah)KETERANGAN PT MMI PT SSK PT IR PT GII
PENDAPATAN 91,013,355,774.00 - - - BEBAN POKOK PENDAPATAN 71,028,122,052.00 - - - LABA (RUGI) BRUTO 19,985,233,722.00 - - - Beban Usaha (90,752,456,888.00) (115,977,022.00) (3,000,000.00) (452,623,761.00) Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain - Bersih 43,370,643.00 29,950,210.00 20,951,277.00 139,422,819.00 LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK PENGHASILAN (70,723,852,523.00) (86,026,812.00) 17,951,277.00 (313,200,942.00) Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan (2,028,923,911.00) - - 8,663,405.00 JUMLAH LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN (72,752,776,434.00) (86,026,812.00) 17,951,277.00 (304,537,537.00)
Sebelum Restrukturisasi
61
Tabel 4.2 Neraca Perusahaan Sebelum Restrukturisasi per 31 Desember 2012
POS PT MMI PT GII PT SSK PT IR
ASET LANCAR Kas dan Bank 4,292,381,228.00Rp 77,531,116.00Rp 682,585.00Rp -Rp Piutang Usaha 33,961,676,987.00Rp 533,115,065.00Rp -Rp -Rp Aset Keuangan Lancar Lainnya 1,682,011,328.00Rp 5,100,080,278.00Rp -Rp 1,253,461,600.00Rp Beban Dibayar Dimuka dan Uang Muka 3,919,768,005.00Rp -Rp 1,102,734.00Rp -Rp Pajak Dibayar Dimuka 109,091.00Rp -Rp -Rp -Rp Jumlah Aset Lancar 43,855,946,639.00Rp 5,710,726,459.00Rp 1,785,319.00Rp 1,253,461,600.00Rp ASET TIDAK LANCAR Aktiva Tetap - Bersih 32,327,798,261.00Rp 276,560,959.00Rp 2,465,720,527.00Rp -Rp Aset Pajak Tangguhan 9,952,297,646.00Rp 498,131,040.00Rp -Rp -Rp Aset Keuangan Tidak Lancar 1,916,081,153.00Rp 22,660,000.00Rp -Rp -Rp Jumlah Aset Tidak Lancar 44,196,177,060.00Rp 797,351,999.00Rp 2,465,720,527.00Rp -Rp TOTAL ASET 88,052,123,699.00Rp 6,508,078,458.00Rp 2,467,505,846.00Rp 1,253,461,600.00Rp
LIABILITAS JANGKA PENDEK Utang Bank 1,983,360,249.00Rp -Rp -Rp -Rp Utang Usaha 16,629,722,007.00Rp 438,781,618.00Rp -Rp -Rp Beban Akrual 17,527,899,200.00Rp -Rp -Rp -Rp Utang Pihak Berelasi - Non Usaha 254,481,074,415.00Rp -Rp -Rp -Rp Uutang Pajak Rp 16,696,296,333.00 -Rp Rp 654,059.00 Rp - Pendapatan Diterima di Muka 1,312,418,547.00Rp -Rp -Rp -Rp Jumlah Liabilitas Jangka Pendek 308,630,770,751.00Rp 438,781,618.00Rp 654,059.00Rp -Rp LIABILITAS JANGKA PANJANG Hutang Pihak Berelasi - Non Usaha -Rp 10,423,760,113.00Rp 4,419,764,431.00Rp -Rp Liabilitas Imbalan Kerja Jangka Panjang 16,898,141,889.00Rp -Rp -Rp -Rp JUMLAH LIABILITAS 325,528,912,640.00Rp 10,862,541,731.00Rp 4,420,418,490.00Rp -Rp
DEFISIENSI MODAL Modal Ditemparkan dan Disetor Penuh 200,000,000,000.00Rp 500,000,000.00Rp 25,000,000.00Rp Rp 1,500,000,000.00 Defisit (435,508,406,494.00)Rp (4,854,463,273.00)Rp (1,977,912,644.00)Rp (246,538,400.00)Rp Ekuitas Yang Dapat Diatribusikan Kepada Pemilik Entitas Induk (235,508,406,494.00)Rp -Rp -Rp -Rp Kepentingan Non Pengendali (1,968,382,447.00)Rp -Rp -Rp -Rp Jumlah Defisiensi Modal (237,476,788,941.00)Rp (4,354,463,273.00)Rp (1,952,912,644.00)Rp 1,253,461,600.00Rp TOTAL LIABILITAS DAN DEFISIENSI MODAL 88,052,123,699.00Rp 6,508,078,458.00Rp 2,467,505,846.00Rp 1,253,461,600.00Rp
Sebelum Restrukturisasi
Sumber: Diolah dari data MMI, GII, IR, dan SSK
Universitas Indonesia
62
Dalam kasus ini diasumsikan bahwa penilaian kembali aset tetap
untuk aset non bangunan GII harga wajar pasarnya sebesar 2x nilai buku,
dan akitiva tanah dan bangunan SSK harga wajar pasarnya sebesar 10x
nilai buku. Penentuan nilai pasar untuk aset tetap yang akan dialihkan
belum memiliki basis legal yang memadai dan seyogyanya penilaian
dilakukan oleh pihak penilai yang independen.
Tabel 4.3 Nilai Pasar Aset Tetap PT GII dan PT SSK
Jenis Aktiva Nilai Buku Fiskal Nilai Pasar Selisih PT GIINon Bangunan 276,560,959 553,121,918 276,560,959 Total 276,560,959 553,121,918 276,560,959
PT SSKTanah 1,497,211,382 14,972,113,820 13,474,902,438 Bangunan 968,509,145 9,685,091,450 8,716,582,305 Total 2,465,720,527 24,657,205,270 22,191,484,743
Sumber: Diolah dari data GII, dan SSK
4.3.1 Analisis Penggabungan Usaha dengan Nilai Buku
Berdasarkan Tabel 4.1, Tabel 4.2, dan Tabel 4.3 di atas, berikut ini
analisis konsekuensi perpajakan untuk masing-masing perusahaan yang
timbul dari penggabungan usaha dengan nilai buku.
1) Analisis konsekuensi perpajakan pada GII
a) PPh terhutang atas Capital Gain
Seluruh aset GII dialihkan ke MMI sesuai dengan nilai bukunya, termasuk
aset tetap bersih berupa non bangunan senilai Rp276.560.959,00. Tidak
terdapat keuntungan atau kerugian akibat pengalihan aset.
Berikut ini adalah perhitungan PPh terhutang atas capital gain di GII:
Total aset lancar = Rp 5.710.726.459,00
Aset tetap = Rp 276.560.959,00
Aset tidak lancar lainnya = Rp 520.791.040,00
Universitas Indonesia
63
Nilai Buku = Rp 6.508.078.458,00
Nilai pengalihan = Rp 6.508.078.458,00
Capital gain = Rp Nihil
PPh Terhutang (25%) = Rp Nihil
b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal
Berdasarkan Tabel 4.4 GII mempunyai total kerugian fiskal dari tahun
2009–2012 sebesar Rp4.004.975.399,00. Namun, akumulasi rugi fiskal ini
tidak bisa dimanfaatkan lagi untuk mengurangi PPh GII.
Tabel 4.4 Akumulasi Rugi Fiskal PT GII
2012Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif (313,200,942.00)Rp Beda Waktu
Penyisihan (Pemulihan) Piutang Ragu-ragu -Rp Penyusutan Aset Tetap 67,254,117.00Rp
Beda TetapBeban Pajak 198,517,060.00Rp Lainnya (419,253,417.00)Rp
Taksiran Rugi Fiskal (466,683,182.00)Rp Kompensasi Kerugian:
Tahun 2011 (895,636,283.00)Rp Tahun 2010 (1,457,876,869.00)Rp Tahun 2009 (1,184,779,065.00)Rp
Akumulasi Rugi Fiskal (4,004,975,399.00)Rp
Sumber: Diolah dari data GII
Dengan demikian, terdapat kerugian pajak akibat tidak dapat
dimanfaatkannya sisa rugi fiskal tesebut dengan perhitungan sebagai
berikut:
Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 4.004.975.399,00
Tarif PPh badan = 25%
Kerugian pajak = Rp 1.001.243.849,75
c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Tidak ada PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
terhutang karena aset tetap GII yang dialihkan berupa perlengkapan.
Universitas Indonesia
64
d) PPN
Tidak ada PPN yang terhutang karena sesuai ketentuan Pasal 1A Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset tersebut bukan
penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.
2) Analisis konsekuensi perpajakan pada IR
a) PPh terhutang atas capital gain
Seluruh aset lancar IR dialihkan ke MMI sesuai dengan nilai bukunya,
senilai Rp 1.253.461.600,00. Tidak terdapat keuntungan atau kerugian
akibat pengalihan aset.
Total aset lancar = Rp 1.253.461.600,00
Aset tetap = Rp -
Aset tidak lancar lainnya = Rp -
Nilai buku = Rp 1.253.461.600,00
Nilai pengalihan = Rp 1.253.461.600,00
Capital gain = Rp Nihil
PPh terhutang (25%) = Rp Nihil
b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal
Berdasarkan Tabel 4.5 di bawah ini, IR mempunyai total kerugian fiskal
dari tahun 2009–2012 sebesar Rp24.315.422,00. Namun, akumulasi rugi
fiskal ini tidak bisa dimanfaatkan lagi untuk mengurangi PPh IR.
Tabel 4.5 Akumulasi Rugi Fiskal PT IR
Universitas Indonesia
65
2012Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif 17,951,277.00Rp Beda Tetap (21,484,422.00)Rp Taksiran Rugi Fiskal (3,533,145.00)Rp Kompensasi Kerugian:
Tahun 2011 (4,895,500.00)Rp Tahun 2010 (8,760,829.00)Rp Tahun 2009 (7,161,948.00)Rp
Akumulasi Rugi Fiskal (24,351,422.00)Rp
Sumber: Diolah dari data IR
Dengan demikian, terdapat kerugian pajak akibat tidak dapat
dimanfaatkannya sisa rugi fiskal tesebut dengan perhitungan sebagai
berikut:
Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 24.351.422,00
Tarif PPh Badan = 25%
Kerugian pajak = Rp 6.087.855,50
c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Tidak ada PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
terhutang karena aset tetap GII berupa aset lancar saja.
d) PPN
Tidak ada PPN yang terhutang karena sesuai ketentuan Pasal 1A Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset tersebut bukan
penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.
3) Analisis konsekuensi perpajakan pada SSK
a) PPh terhutang atas Capital Gain
Seluruh aset SSK dialihkan ke MMI sesuai dengan nilai bukunya, termasuk
aset tetap berupa bangunan senilai Rp 2.456.720.527,00. Tidak terdapat
keuntungan atau kerugian akibat pengalihan aset.
Total aset lancar = Rp 1.785.319,00
Aset tetap = Rp 2.465.720.527,00
Aset tidak lancar lainnya = Rp -
Nilai Buku = Rp 2.467.505.846,00
Universitas Indonesia
66
Nilai Pengalihan = Rp 2.467.505.846,00
Capital Gain = Rp Nihil
PPh Terhutang (25%) = Rp Nihil
b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal
Berdasarkan Tabel 4.6 di bawah ini, SSK mempunyai total kerugian fiskal
dari tahun 2009–2012 sebesar Rp Rp 523.562.303,00 Namun, akumulasi
rugi fiskal ini tidak bisa dimanfaatkan lagi untuk mengurangi PPh SSK.
Tabel 4.6 Akumulasi Rugi Fiskal PT SSK2012
Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif (86,026,812.00)Rp Beda Tetap (39,187,500.00)Rp Taksiran Rugi Fiskal (125,214,312.00)Rp Kompensasi Kerugian:
Tahun 2011 (149,100,509.00)Rp Tahun 2010 (120,815,868.00)Rp Tahun 2009 (128,431,614.00)Rp
Akumulasi Rugi Fiskal (523,562,303.00)Rp
Sumber: Diolah dari data SSK
Dengan demikian, terdapat kerugian pajak akibat tidak dapat
dimanfaatkannya sisa rugi fiskal tesebut dengan perhitungan sebagai
berikut:
Akumulasi rugi fiskal (2009-2011) = Rp 523.562.303,00
Tarif PPh Badan = 25%
Kerugian pajak = Rp 130.890.575,75
c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Terdapat tanah dan bangunan yang dialihkan dengan nilai buku sebesar
Rp2.465.720.527,00. Dengan menggunakan asumsi bahwa nilai
pengalihan, lebih besar dari NJOP, maka besarnya PPh atas pengalihan
tanah dan/atau bangunan yang terhutang adalah sebagai berikut:
Nilai buku tanah dan/atau bangunan = Rp 2.465.720.527,00
Nilai pasar pengalihan = Rp 24.657.205.270,00
Universitas Indonesia
67
Tarif PPh Final = 5%
PPh Final terhutang = Rp 1.232.860.263,50
d) PPN
Tidak ada PPN yang terhutang karena sesuai ketentuan Pasal 1A Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset tersebut bukan
penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.
4) Analisis konsekuensi perpajakan pada MMI
a) Nilai Perolehan Harta dan Potensi Penghematan Pajak
Total perolehan aset yang didapat oleh MMI adalah sebesar
Rp10.220.045.904,00.
Tabel 4.7 Perolehan Harta MMI Menurut Nilai Buku
Jenis Aktiva GII IR SSK TotalTotal Aktiva Lancar 5,710,726,459.00Rp 1,253,461,600.00Rp 1,785,319.00Rp 6,965,973,378.00Rp Aktiva Tetap 276,560,959.00Rp -Rp 2,465,720,527.00Rp 2,742,281,486.00Rp Aktiva Tidak Lancar lainnya 520,791,040.00Rp -Rp -Rp 520,791,040.00Rp Nilai Buku Total Aktiva 6,508,078,458.00Rp 1,253,461,600.00Rp 2,467,505,846.00Rp 10,229,045,904.00Rp Nilai Pengalihan 6,508,078,458.00Rp 1,253,461,600.00Rp 2,467,505,846.00Rp 10,229,045,904.00Rp
Sumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK
Atas perolehan aset tetap, MMI memperoleh manfaat pajak yang berasal
dari pembebanan biaya penyusutan aset tetap sepanjang massa manfaat
ekonomis aset tetap dengan perhitungan sebagai berikut:
Total perolehan aset tetap yang dapat disusutkan = Rp 2.742.281.486,00
Tarif PPh Badan = 25%
Manfaat Pajak = Rp 685.570.371,50
b) Pemanfaatan Sisa Kerugian Fiskal
Total nilai kerugian yang diterima oleh MMI dari GII, IR dan SSK sebesar
Rp 4.151.113.853,00. Namun kerugian ini tidak bisa digunakan oleh MMI
pada tahun berikutnya.
Universitas Indonesia
68
Tabel 4.8 Kompensasi Fiskal Yang Tidak Dapat Digunakan PT
MMI
GII IR SSK TotalTahun 2012 466,683,182.00Rp 3,533,145.00Rp 125,214,312.00Rp 595,430,639.00Rp Tahun 2011 895,636,283.00Rp 4,895,500.00Rp 149,100,509.00Rp 1,049,632,292.00Rp Tahun 2010 1,457,876,869.00Rp 8,760,829.00Rp 120,815,868.00Rp 1,587,453,566.00Rp Tahun 2009 1,184,779,065.00Rp 7,161,948.00Rp 128,434,614.00Rp 1,320,375,627.00Rp
4,004,975,399.00Rp 24,351,422.00Rp 523,565,303.00Rp 4,552,892,124.00Rp
Kompensasi Kerugian
Akumulasi Rugi FiskalSumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK
c) BPHTB
Dari total aset Rp 10.229.045.904,00, terdapat aset berupa tanah dan
bangunan dari SSK, nilai bukunya adalah Rp 2.456.720.527,00 dan nilai
pasarnya adalah Rp 24.657.205.270,00. Dengan demikian, terdapat BPHTB
yang harus dibayar oleh MMI atas perolehan tanah dan bangunan dari SSK
dengan perhitungan sebagai berikut:
Nilai buku aset tetap = Rp 2.465.720.527,00
Harga pasar wajar (10x nilai buku) = Rp 24.657.205.270,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp (15.000.000,00)
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak = Rp 24.642.205.270,00
Tarif BPHTB = 5%
BPHTB terhutang = Rp 1.232.110.263,50
BPHTB terhutang setelah pengurangan 75% = Rp 308.027.565,88
d) PPN
Tidak ada PPN terhutang yang dibayar oleh MMI karena sesuai ketentuan
Pasal 1A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset
tersebut bukan penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.
Dari penghitungan pajak di atas, Penulis menyusun ikhtisar
konsekuensi perpajakan dalam Tabel 4.9 di bawah ini.
Universitas Indonesia
69
Tabel 4.9 Konsekuensi Perpajakan Dalam Penggabungan Usaha Dengan
Nilai Buku
GII IR SSK MMI TotalPPh atas capital gain Nihil Nihil Nihil Nihil
PPh Final Nihil Nihil 1,232,860,263.50Rp 1,232,860,263.50Rp BPHTB 308,027,565.88Rp 308,027,565.88Rp PPN Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil
Kerugian pajak dari tidak dimanfaatkannya sisa kerugian tahun sebelumnya
Rp (1,001,243,849.75) Rp (6,087,855.50) Rp (130,890,575.75)
Manfaat pajak dari penyusutan aktiva tetap Rp 685,570,371.50
Rp (1,138,222,281.00)
Rp 685,570,371.50
Sumber: Diolah dari data GII, IR, SSK dan MMI
4.3.2 Analisis Penggabungan Usaha dengan Nilai Pasar
Bila Wajib Pajak Badan tidak dapat memenuhi persyaratan
penggunaan fasilitas perpajakan dengan menggunakan nilai buku, maka
nilai pengalihan harta yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung
berdasarkan nilai pasar. Hal ini seperti terjadi pembelian seluruh aset dan
passiva GII, IR, dan SSK oleh MMI. Dalam hal ini Penulis membuat
asumsi bahwa MMI mengeluarkan dana untuk membeli aset neto GII, IR,
dan SSK.
Berdasarkan Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 berikut ini penghitungan
pembayaran pajak untuk GII, IR, SSK dan MMI, sesuai dengan
konsekuensi perpajakan yang timbul dari penggabungan usaha dengan
memakai metode nilai pasar tersebut, yaitu:
1) Analisis konsekuensi perpajakan pada GII
a) PPh terhutang atas Capital Gain
Nilai pengalihan aset tetap bersih GII menggunakan nilai pasar sehingga
menjadi Rp553.121.918,00, sisa aset lainnya masih menggunakan nilai
buku. Karena nilai pasar lebih tinggi daripada nilai bukunya, maka terdapat
capital gain. Namun demikian, mengingat GII masih memiliki sisa
kerugian tahun sebelumnya yang dapat diperhitungkan dengan capital gain,
maka besarnya PPh terhutang adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
70
Total aset lancar = Rp 5.710.726.459,00
Aset tetap = Rp 553.121.918,00
Aset tidak lancar lainnya = Rp 520.791.040,00
Nilai buku = Rp 6.508.078.458,00
Nilai pengalihan = Rp 6.784.639.417,00
Capital gain = Rp 276.560.959,00
Sisa kerugian tahun lalu = Rp (276.560.959,00)
PPh Terhutang (25%) = Rp Nihil
b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal
GII mempunyai total kerugian fiskal dari tahun 2009–2012, seperti yang
diuraikan pada subbab sebelumnya sebesar Rp4.004.975.399,00. Setelah
memperhitungkan pemakaian sisa rugi tersebut untuk diperhitungkan
dengan capital gain, masih terdapat sisa rugi yang tidak dapat
dimanfaatkan oleh GII.
Berikut ini adalah perhitungan kerugian pajak akibat tidak dapat
dimanfaatkannya sisa rugi fiskal tesebut:
Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 4.004.975.399,00
Diperhitungkan dengan capital gain = Rp (276.560.959,00)
Sisa rugi yang tidak dapat dimanfaatkan = Rp 3.728.414.440,00
Tarif PPh Badan = 25%
Kerugian pajak = Rp 932.103.610,00
c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Tidak ada PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
terhutang karena aset tetap GII berupa perlengkapan.
d) PPN
Tidak ada PPN yang terhutang karena sesuai ketentuan Pasal 1A Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset tersebut bukan
penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.
2) Analisis konsekuensi perpajakan pada IR
a) PPh terhutang atas Capital Gain
Universitas Indonesia
71
Nilai pengalihan aset IR hanya pada aset lancar di mana menggunakan nilai
bukunya. Dengan demikian, dalam transaksi ini tidak timbul capital gain.
Total Aset Lancar = Rp 1.253.461.600,00
Aset Tetap = Rp -
Aset Tidak Lancar lainnya = Rp -
Nilai Buku = Rp 1.253.461.600,00
Nilai Pengalihan = Rp 1.253.461.600,00
Capital Gain = Rp -
PPh Terhutang (25%) = Rp -
b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal
Berdasarkan subbab sebelumnya, IR mempunyai total kerugian fiskal dari
tahun 2009–2012 sebesar Rp 24.315.422,00. Namun, akumulasi rugi fiskal
ini tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh IR.
Dengan demikian, terdapat kerugian pajak akibat tidak dapat
dimanfaatkannya sisa rugi fiskal tesebut dengan perhitungan sebagai
berikut:
Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 24.351.422,00
Tarif PPh Badan = 25%
Kerugian pajak = Rp 6.087.855,50
c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Tidak ada PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
terhutang karena aset tetap GII berupa aset lancar saja.
d) PPN
Tidak ada PPN yang terhutang karena sesuai ketentuan Pasal 1A Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset tersebut bukan
penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.
3) Analisis konsekuensi perpajakan pada SSK
a) PPh terhutang atas Capital Gain
Nilai pengalihan aset tetap bersih SSK menggunakan nilai pasar sehingga
menjadi Rp 24.657.205.270,00, sisa aset lainnya masih menggunakan nilai
buku. Karena nilai pasar lebih tinggi daripada nilai bukunya, maka timbul
Universitas Indonesia
72
capital gain. Namun demikian, mengingat SSK masih memiliki sisa
kerugian tahun sebelumnya yang dapat diperhitungkan dengan capital gain,
maka besarnya PPh terhutang adalah sebagai berikut:
Total Aset Lancar = Rp 1.785.319,00
Aset Tetap = Rp 24.657.205.270,00
Aset Tidak Lancar lainnya = Rp -
Nilai Buku = Rp 2.467.505.846,00
Nilai Pengalihan = Rp 24.658.990.589,00
Capital Gain = Rp 22.191.484.743,00
Sisa Kerugian Tahun Lalu = Rp (523.562.303,00)
Capital gain terkena pajak = Rp 21.667.922.440,00
PPh Terhutang (25%) = Rp 5.416.980.610,00
b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal
SSK mempunyai total kerugian fiskal dari tahun 2009–2012 sebesar Rp
398.347.991,00 seperti yang diuraikan pada subbab sebelumnya. Kerugian
fiskal ini telah dimanfaatkan seluruhnya untuk mengurangi capital gain
yang terhutang PPh. Dengan demikian, tidak terdapat kerugian pajak atas
sisa kerugian fiskal yang tidak dapat dimanfaatkan seperti disajikan di
bawah ini.
Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 523.562.303,00
Diperhitungkan dengan capital gain = Rp (523.562.303,00)
Sisa rugi yang tidak dapat dimanfaatkan = Nihil
Tarif PPh Badan = 25%
Kerugian pajak = Nihil
c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Terdapat tanah dan bangunan yang dialihkan dengan nilai buku sebesar Rp
2.465.720.527,00. Dengan menggunakan asumsi bahwa nilai pasar, yaitu
nilai sebesar 10x nilai buku, lebih besar dari NJOP, maka besarnya PPh
atas pengalihan tanah dan/atau bangunan yang terhutang dihitung sebagai
berikut:
Universitas Indonesia
73
Nilai buku tanah dan/atau bangunan = Rp 2.465.720.527,00
Nilai pasar wajar (10x nilai buku) = Rp 24.657.205.270,00
Tarif PPh Final = 5%
PPh Final terhutang = Rp 1.232.860.263,50
d) PPN
Tidak ada PPN yang terhutang karena sesuai ketentuan Pasal 1A Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset tersebut bukan
penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.
4) Analisis konsekuensi perpajakan pada MMI
a) Nilai Perolehan Harta dan Potensi Penghematan Pajak
Seperti diuraikan dalam Tabel 4.10 total perolehan aset yang didapat oleh
MMI adalah sebesar Rp32.697.091.606,00. Nilai tersebut termasuk nilai
pasar atas aset tetap GII dan SSK, yaitu masing-masing sebesar
Rp553.121.918,00 dan Rp24.657.205.270,00.
Tabel 4.10 Nilai Perolehan Harta PT MMI Menurut Nilai Pasar
Jenis Aktiva GII IR SSK TotalTotal Aktiva Lancar 5,710,726,459.00Rp 1,253,461,600.00Rp 1,785,319.00Rp 6,965,973,378.00Rp Aktiva Tetap 553,121,918.00Rp -Rp 24,657,205,270.00Rp 25,210,327,188.00Rp Aktiva Tidak Lancar Lainnya 520,791,040.00Rp -Rp -Rp 520,791,040.00Rp Nilai Buku Total Aktiva 6,508,078,458.00Rp 1,253,461,600.00Rp 2,467,505,846.00Rp 10,229,045,904.00Rp Nilai Pengalihan 6,784,639,417.00Rp 1,253,461,600.00Rp 24,658,990,589.00Rp 32,697,091,606.00Rp
Sumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK
Atas perolehan aset tetap, MMI memperoleh manfaat pajak yang berasal
dari pembebanan biaya penyusutan aset tetap sepanjang massa manfaat
ekonomis aset tetap dengan perhitungan sebagai berikut:
Total perolehan aset tetap
yang dapat disusutkan = Rp 25.210.327.188,00
Tarif PPh Badan = 25%
Manfaat Pajak = Rp 6.302.581.797,00
b) Sisa Kerugian Fiskal
Universitas Indonesia
74
Total sisa nilai kerugian yang diterima oleh MMI dari GII, IR dan SSK
sebesar Rp3.752.765.862,00 seperti dijelaskan pada Tabel 4.11. Sisa rugi
fiskal tersebut tidak dapat dimanfaakan oleh MMI.
Tabel 4.11 Kompensasi Fiskal Yang Dapat Digunakan MMI
GII IR SSK TotalTahun 2012 (466,683,182.00)Rp (3,533,145.00)Rp -Rp (470,216,327.00)Rp Tahun 2011 (895,636,283.00)Rp (4,895,500.00)Rp -Rp (900,531,783.00)Rp Tahun 2010 (1,457,876,869.00)Rp (8,760,829.00)Rp -Rp (1,466,637,698.00)Rp Tahun 2009 (908,218,106.00)Rp (7,161,948.00)Rp -Rp (915,380,054.00)Rp
(3,728,414,440.00)Rp (24,351,422.00)Rp -Rp (3,752,765,862.00)Rp
Kompensasi Kerugian
Akumulasi Rugi FiskalSumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK
c) BPHTB
Dari total nilai aset Rp 32.697.091.606,00, terdapat aset berupa tanah dan
bangunan dari SSK sebesar Rp 25.210.327.188,00. Dengan demikian,
terdapat BPHTB yang harus dibayar oleh MMI atas perolehan tanah dan
bangunan dari SSK dengan perhitungan sebagai berikut:
Harga pasar wajar (10x nilai buku) = Rp 24.657.205.270,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp (15.000.000,00)
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak = Rp 24.642.205.270,00
Tarif BPHTB = 5%
BPHTB Terhutang = Rp 1.232.110.263,50
MMI tidak dapat memperoleh pengurangan BPHTB sebesar 75%, karena
transaksi yang dilakukan MMI adalah pembelian aset tetap dan bukan
dalam rangka penggabungan usaha dengan menggunakan nilai buku.
d) PPN
Tidak ada PPN terhutang yang dibayar oleh MMI karena sesuai ketentuan
Pasal 1A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset
tersebut bukan penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.
Dari penghitungan pajak di atas dapat disusun ikhtisar konsekuensi
perpajakan dalam Tabel 4.12 di bawah ini.
Universitas Indonesia
75
Tabel 4.12 Konsekuensi Perpajakan dalam Penggabungan Usaha dengan
Nilai PasarGII IR SSK MMI Total
PPh atas capital gain Nihil Nihil 5,416,980,610.00Rp 5,416,980,610.00Rp
PPh Final Nihil Nihil 1,232,860,263.50Rp 1,232,860,263.50Rp BPHTB 1,232,110,263.50Rp 1,232,110,263.50Rp PPN Nihil Nihil Nihil Nihil NihilManfaat pajak dari penyusutan aktiva tetap Rp 6,302,581,797.00
Kerugian pajak dari tidak dimanfaatkannya sisa kerugian tahun sebelumnya
Rp (932,103,610.00) Rp (6,087,855.50) Rp -
Rp 6,302,581,797.00
Rp (938,191,465.50)
Sumber: Diolah dari data GII, IR, SSK, dan MMI
4.3.3 Analisis Jual dan Likuidasi
Dalam strategi ini GII, IR, dan SSK masing-masing terlebih dahulu
menjual seluruh aset tetapnya kepada MMI, kemudian hasil penjualan
tersebut digunakan untuk membayar seluruh hutang perusahaan. Sisa kas
yang masih tersedia didistribusikan kepada para pemegang saham (MMI
dan AM). Penghitungan analisis strategi jual dan likuidasi menggunakan
informasi pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.3.
1) Analisis konsekuensi perpajakan pada GII
a) Penjualan Aset Tetap dan PPN
Dalam proses likuidasi, aset tetap GII diasumsikan akan dijual dengan
harga sebesar Rp553.121.918,00. Harga jual tersebut lebih tinggi dari
nilai bukunya sehingga GII memperoleh capital gain yang terhutang PPh.
Atas aset yang dialihkan terkena PPN sebesar 10% dari nilai pasarnya.
Dari penjualan aset tetap, GII mendapatkan penambahan kas sebesar Rp
608.434.109,80 Berikut ini adalah penghitungan PPh dan PPN yang
terkait:
Harga Pasar Aset = Rp 553.121.918,00
Nilai buku fiskal aset = Rp 276.560.959,00
Capital Gain = Rp 276.560.959,00
Universitas Indonesia
76
Sisa kerugian tahun lalu = Rp ( 276.560.959,00)
PPh Terhutang (25%) = Rp Nihil
PPN (10%) = Rp 55.312.191,80
Tabel 4.13 menyajikan jurnal pencatatan atas penjualan aset tetap.
Tabel 4.13 Jurnal Penjualan Aset Tetap PT GII
Debit KreditKas 608,434,109.80Rp Akumulasi Depresiasi 2,024,596,207.00Rp Aktiva Tetap 2,301,157,166.00Rp Utang PPN 55,312,191.80Rp Laba yang ditahan 276,560,959.00Rp
Sumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK
b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal
GII mempunyai total kerugian fiskal dari tahun 2009–2012, seperti yang
diuraikan pada subbab sebelumnya sebesar Rp4.004.975.399,00. Setelah
memperhitungkan pemakaian sisa rugi tersebut untuk diperhitungkan
dengan capital gain, masih terdapat sisa rugi yang tidak dapat
dimanfaatkan oleh GII.
Berikut ini adalah perhitungan kerugian pajak akibat tidak dapat
dimanfaatkannya sisa rugi fiskal tesebut:
Akumulasi rugi fiskal (2009-2011) = Rp 4.004.975.399,00
Diperhitungkan dengan capital gain = Rp (276.560.959,00)
Sisa rugi yang tidak dapat dimanfaatkan = Rp 3.728.414.440,00
Tarif PPh Badan = 25%
Kerugian pajak = Rp 932.103.610,00
c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Tidak ada PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
terhutang karena aset tetap GII berupa perlengkapan.
d) Penyelesaian hutang
Universitas Indonesia
77
Langkah selanjutnya dalam proses likuidasi adalah merealisasikan
pihutang usaha dan aset keuangan lancar lainnya menjadi kas. Dengan
membuat asumsi bahwa pihutang usaha dan aset keuangannya dapat
ditagih semua, jumlah kas bertambah menjadi Rp77.531.116,00 +
Rp533.115.065,00 + Rp5.100.080.278,00 + Rp608.434.109,80 =
Rp6.319.160.568, 80
Tabel 4.14 menyajikan jurnal realisasi kas.
Tabel 4.14 Jurnal Realisasi Aset Lancar PT GII
Debit KreditKas dan Bank 5,633,195,343.00Rp Piutang Usaha 533,115,065.00Rp Aset Keuangan Lancar Lainnya 5,100,080,278.00Rp
Sumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK
Selanjutnya, GII melakukan pelunasan hutang dan terdapat sisa kas yang
tersedia sebagai berikut:
Kas = Rp 6.319.160.568,80
Hutang Usaha = Rp (438.781.618,00)
Hutang PPN = Rp (55.312.191,80)
Hutang Pihak Berelasi = Rp (10.423.760.113,00)
Kekurangan Kas = Rp 4.598.693.354,00
Kas tidak mencukupi untuk melunasi hutang pihak terafiliasi, sehingga
hutang masih bersisa sebesar Rp 4.598.693.354,00
e) Proses Likuidasi
Berdasarkan hasil penghitungan transaksi di atas maka didapatkan neraca
GII sebagai berikut:
Tabel 4.15 Neraca PT GII Setelah Penjualan Aset dan Pelunasan Hutang Per 31 Desember 2012
POS PT GII
ASET LANCARKas dan Bank Rp -
Universitas Indonesia
78
Piutang Usaha Rp -Aset Keuangan Lancar Lainnya Rp -Beban Dibayar Dimuka dan Uang Muka Rp -Pajak Dibayar Dimuka Rp -Jumlah Aset Lancar Rp -ASET TIDAK LANCARAktiva Tetap - Bersih Rp -Aset Pajak Tangguhan Rp 498,131,040.00Aset Keuangan Tidak Lancar Rp 22,660,000.00Jumlah Aset Tidak Lancar Rp 520,791,040.00
TOTAL ASET Rp 520,791,040.00
LIABILITAS JANGKA PENDEKHutang Bank Rp -Hutang Usaha Rp -Beban Akrual Rp -Hutang Pihak Berelasi - Non Usaha Rp -Hutang Pajak Rp -Pendapatan Diterima di Muka Rp -Jumlah Liabilitas Jangka Pendek Rp -LIABILITAS JANGKA PANJANGHutang Pihak Berelasi - Non Usaha Rp 4,598,693,354.00JUMLAH LIABILITAS Rp 4,598,693,354.00
EKUITASModal Ditempatkan dan Disetor Penuh Rp 500,000,000.00Laba Ditahan Rp (4,577,902,314.00)Jumlah Ekuitas Rp (4,077,902,314.00)
TOTAL LIABILITAS DAN EKUITAS Rp 520,791,040.00Sumber: Diolah dari data GII
Proses likuidasi berarti kelangsungan hidup GII ditiadakan sehingga
semua akun-akun dalam laporan keuangan menjadi nol. Oleh karena itu,
atas sisa aset keuangan tidak lancar, aset pajak tangguhan, dan hutang
pihak berelasi dimasukkan ke dalam bagian ekuitas GII. Kemudian,
ekuitas GII dikembalikan kepada pemegang sahamnya. Tabel 4.16 di
bawah ini menyajikan jurnal eliminasi.
Universitas Indonesia
79
Tabel 4.16 Jurnal Eliminasi PT GII
Debit KreditHutang Pihak Berelasi - Non Usaha 4,598,693,354Rp Modal Saham 500,000,000Rp Defisit Modal 4,577,902,314Rp Aset Pajak Tangguhan 498,131,040Rp Aset Keuangan Tidak Lancar 22,660,000Rp
Sumber: Diolah dari data GII
Tidak terdapat residu yang dibagikan kepada pemegang saham dan tidak
terdapat dividen yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.
2) Analisis konsekuensi perpajakan pada IR
a) Penjualan Aset Tetap dan PPN
Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui bahwa aset IR hanya berupa aset lancar.
Dengan demikian tidak terdapat penjualan aset yang menimbulkan capital
gain bagi IR dan tidak terdapat PPN yang terhutang.
b) Potensi kerugian pajak atas Sisa Kerugian Fiskal
Besarnya kerugian pajak akibat tidak dapat dimanfaatkannya sisa rugi
fiskal dihitung sebagai berikut:
Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 24.351.422,00
Tarif PPh Badan = 25%
Kerugian pajak = Rp 6.087.855,50
c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Tidak ada PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
terhutang karena aset tetap GII berupa aset lancar saja.
d) Penyelesaian hutang
Seperti yang tertera pada Tabel 4.1 IR tidak mempunyai hutang.
e) Proses Likuidasi
Universitas Indonesia
80
Proses likuidasi berarti kelangsungan hidup IR ditiadakan sehingga semua
akun-akun dalam laporan keuangan menjadi nol. Oleh karena itu, atas aset
keuangan lancar dimasukkan ke dalam bagian ekuitas IR. Kemudian,
ekuitas IR dikembalikan kepada pemegang sahamnya. Tabel 4.17 di
bawah ini menyajikan jurnal eliminasi.
Tabel 4.17 Jurnal Likuidasi PT IRDebit Kredit
Modal Saham 1,500,000,000.00Rp Defisiensi Modal 246,538,400.00Rp Aset Keuangan Lancar Lainnya 1,253,461,600.00Rp
Sumber: Diolah dari data IR
Tidak terdapat residu yang dibagikan kepada pemegang saham dan tidak
terdapat dividen yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.
3) Analisis konsekuensi perpajakan pada SSK
a) Penjualan Aset Tetap dan PPN
Dalam proses likuidasi, aset tetap SSK diasumsikan dapat dijual dengan
harga Rp 24.657.205.270,00. Harga jual tersebut lebih tinggi dari nilai
bukunya sehingga timbul capital gain yang terhutang PPh. Atas aset yang
dialihkan terhutang PPN sebesar 10% dari nilai pasarnya. Sama halnya
dengan penggabungan usaha, dalam proses likuidasi juga terhutang PPh
atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebesar 5% dari harga
pasarnya. Berikut ini keseluruhan penghitungan pajaknya:
Harga pasar aset = Rp 24.657.205.270,00
Nilai buku fiskal aset = Rp 2.465.720.527,00
Capital gain = Rp 22.191.484.743,00
Sisa kerugian tahun lalu = Rp (523.562.303,00)
Capital gain terkena pajak = Rp 21.667.922.440,00
PPh Terhutang (25%) = Rp 5.416.980.610,00
PPN (10%) = Rp 2.465.720.527,00
b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal
Universitas Indonesia
81
Perhitungan kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal yang tidak dapat
dimanfaatkan seperti disajikan di bawah ini.
Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 523.562.303,00
Diperhitungkan dengan capital gain = Rp (523.562.303,00)
Sisa rugi yang tidak dapat dimanfaatkan = Nihil
Tarif PPh Badan = 25%
Kerugian pajak = Nihil
c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Terdapat tanah dan bangunan yang dialihkan dengan nilai buku sebesar Rp
2.465.720.527,00. Dengan menggunakan asumsi bahwa nilai pasar, yaitu
nilai sebesar 10x nilai buku, lebih besar dari NJOP, maka besarnya PPh
atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dihitung sebagai berikut:
Nilai buku tanah dan/atau bangunan = Rp 2.465.720.527,00
Nilai pasar wajar (10x nilai buku) = Rp 24.657.205.270,00
Tarif PPh Final = 5%
PPh Final terhutang = Rp 1.232.860.263,50
Tabel 4.18 Jurnal Penjualan Aset Tetap PT SSKDebit Kredit
Kas 25,890,065,533.50Rp Pajak dibayar dimuka 1,232,860,263.50Rp Akumulasi Depresiasi 1,273,539,081.00Rp Aktiva Tetap 3,739,259,608.00Rp Utang PPN 2,465,720,527.00Rp Laba yang ditahan 22,191,484,743.00Rp
Sumber: Diolah dari data SSK
d) Penyelesaian Hutang
Langkah selanjutnya dalam proses likuidasi adalah merealisasikan
pihutang usaha dan aset keuangan lancar lainnya menjadi kas. Setelah
menjual aset tetap, posisi menjadi kas sebesar Rp 25.890.748.118,50 (Rp
682.585,00 + Rp 25,890,065,533.50). Kas tersebut bisa digunakan untuk
melunasi hutang pihak berelasi sebesar Rp 4.419.764.431,00 dan hutang
Universitas Indonesia
82
pajak sebesar Rp 7.883.355.196,00 (Rp 654.059,00 + Rp 2,465,720,527.00
+ Rp 5.416.980.610,00) . Berikut ini perhitungan penyelesaian hutangnya:
Kas = Rp 25.890.748.118,50.
Hutang Pajak = Rp (7.883.355.196,00)
Hutang Berelasi = Rp (4.419.764.431,00)
Kelebihan Kas = Rp 13.587.628.491,50
e) Proses Likuidasi
Berdasarkan hasil penghitungan transaksi di atas maka didapatkan neraca
SSK sebagaimana disajikan pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19 Neraca PT SSK Setelah Penjualan Aset dan Pembayaran Hutang
Universitas Indonesia
83
Per 31 Desember 2012
POS PT SSK
ASET LANCARKas dan Bank 13,587,628,491.50Rp Piutang Usaha -Rp Aset Keuangan Lancar Lainnya -Rp Beban Dibayar Dimuka dan Uang Muka 1,102,734.00Rp Pajak Dibayar Dimuka 1,232,860,263.50Rp Jumlah Aset Lancar 14,821,591,489.00Rp ASET TIDAK LANCARAktiva Tetap - Bersih -Rp Aset Pajak Tangguhan -Rp Aset Keuangan Tidak Lancar -Rp Jumlah Aset Tidak Lancar -Rp
TOTAL ASET 14,821,591,489.00Rp
LIABILITAS JANGKA PENDEKHutang Bank -Rp Hutang Usaha -Rp Beban Akrual -Rp Hutang Pihak Berelasi - Non Usaha -Rp Hutang Pajak -Rp Pendapatan Diterima di Muka -Rp Jumlah Liabilitas Jangka Pendek -Rp LIABILITAS JANGKA PANJANGHutang Pihak Berelasi - Non Usaha -Rp JUMLAH LIABILITAS -Rp
EKUITAS Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh 25,000,000.00Rp Laba Ditahan 14,796,591,489.00Rp Jumlah Ekuitas 14,821,591,489.00Rp
TOTAL LIABILITAS DAN EKUITAS 14,821,591,489.00Rp
Sumber: Diolah dari data SSK
Proses likuidasi berarti kelangsungan hidup SSK ditiadakan sehingga
semua akun-akun dalam laporan keuangan menjadi nol. Oleh karena itu,
atas sisa aset keuangan lancar dimasukkan ke dalam modal SSK.
Universitas Indonesia
84
Kemudian, modal saham SSK dikembalikan kepada pemegang sahamnya.
Tabel 4.20 di bawah ini menyajikan jurnal eliminasi.
Tabel 4.20 Jurnal Eliminasi PT SSK
Debit KreditModal Saham 25,000,000.00Rp Laba Ditahan 14,796,591,489.00Rp Kas 13,587,628,491.50Rp Beban Dibayar Dimuka dan Uang Muka 1,102,734.00Rp Pajak Dibayar Dimuka 1,232,860,263.50Rp
Sumber: Diolah dari data SSK
Dengan demikian, terdapat residu yang dibagikan kepada pemegang
saham yang jumlahnya melebihi jumlah modal yang disetor pemegang
saham sehingga terdapat dividen yang wajib dilakukan pemotongan PPh
Pasal 23 sebesar:
Jumlah residu yang dibagikan = Rp 13.587.628.491,50
Jumlah modal disetor = Rp (25.000.000,00)
Selisih yang merupakan Dividen = Rp 13.562.628.491,50
Bagian MMI 98% = Rp 13.291.375.921,67
Tarif PPh Pasal 23 = 15%
PPh Pasal 23 dipotong oleh SSK = Rp 1.993.706.388,25
4) Analisis konsekuensi perpajakan pada MMI
a) Nilai Perolehan Harta dan Potensi Penghematan Pajak
Total perolehan aset yang didapat oleh MMI sebesar
Rp32.697.091.606,00. Nilai tersebut termasuk nilai pasar atas aset tetap
GII dan SSK, yaitu masing-masing sebesar Rp553.121.918,00 dan
Rp24.657.205.270,00 sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.21.
Tabel 4.21 Nilai Perolehan Harta MMI Pada Strategi Likuidasi
Universitas Indonesia
85
Sumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK
b) Atas perolehan aset tetap, MMI memperoleh manfaat pajak yang berasal
dari pembebanan biaya penyusutan aset tetap sepanjang massa manfaat
ekonomis aset tetap dengan perhitungan sebagai berikut:
Total perolehan aset tetap
yang dapat disusutkan = Rp 25.210.327.188,00
Tarif PPh Badan = 25%
Manfaat Pajak = Rp 6.302.581.797,00
c) Sisa Kerugian Fiskal
Tidak ada kerugian fiskal yang diterima oleh MMI dari GII, IR dan SSK
dari transaksi penjualan aset tetap.
d) BPHTB
Dari total nilai aset Rp 32.697.091.606,00, terdapat aset berupa tanah dan
bangunan dari SSK sebesar Rp 25.210.3327.188,00. Dengan demikian,
terdapat BPHTB yang harus dibayar oleh MMI atas perolehan tanah dan
bangunan dari SSK dengan perhitungan sebagai berikut:
Nilai Buku Aset Tetap = Rp 2.465.720.527,00
Harga pasar wajar (10x nilai buku) = Rp 24.657.205.270,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak= Rp (15.000.000,00)
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak = Rp 24.642.205.270,00
Tarif BPHTB = 5%
BPHTB Terhutang = Rp 1.232.110.263,50
MMI tidak dapat memperoleh pengurangan BPHTB sebesar 75%, karena
transaksi yang dilakukan MMI adalah pembelian aset tetap dan bukan
dalam rangka penggabungan usaha dengan menggunakan nilai buku.
Universitas Indonesia
86
e) PPN
Atas perolehan aset tetap dari GII dan SSK, terdapat PPN yang terhutang
yang dapat dikreditkan oleh MI sebesar Rp 2.521.032.718,80
Tabel 4.22 PPN Masukan PT MMIGII SSK Total
PPN Masukan 55,312,191.80Rp 2,465,720,527.00Rp 2,521,032,718.80Rp
Sumber: Diolah dari data GII dan SSK
f) Laba atau Rugi Divestasi
Dalam proses likuidasi ini, MMI akan menghapus investasinya pada
anak-anak perusahaan dan mendapatkan pengembalian investasi apabila
masih terdapat nilai yang tersisa di anak perusahaan.
MMI akan mengakui rugi atau laba likuidasi anak perusahaan sesuai
dengan persentase kepemilikannya, yaitu pada GII sebesar 99%, IR
sebesar 95%, dan SSK sebesar 98%. Atas keuntungan tersebut terhutang
PPh, sedangkan atas kerugian tersebut tidak dapat dibebankan sebagai
pengurang penghasilan bruto.
Tabel 4.23 berikut ini menyajikan ikhtisar laba atau rugi divestasi MMI.
Tabel 4.23 Laba / (Rugi) Divestasi PT MMI
Perusahaan Nilai Investasi Laba (Rugi) Divestasi Laba (Rugi) Fiskal Tax Loss / Tax SavingGII 495,000,000.00Rp (4,532,123,290.86)Rp Nihil NihilIR 1,425,000,000.00Rp (234,211,480.00)Rp Nihil NihilSSK 24,500,000.00Rp 14,500,659,659.22Rp 14,500,659,659.22Rp 3,625,164,914.81Rp
Sumber: Diolah dari data GII, IR, dan SSK
g) Dividen
Universitas Indonesia
87
MMI memperoleh pembagian residu dari SSK yang yang jumlahnya
melebihi jumlah modal yang disetor pemegang saham sehingga terdapat
dividen yang terhutang PPh dengan perhitungan sebagai berikut:
Jumlah residu yang dibagikan = Rp 13.587.628.491,50
Jumlah modal disetor = Rp (25.000.000,00)
Selisih yang merupakan Dividen = Rp 13.562.628.491,50
Bagian MMI 98% = Rp 13.291.375.921,67
Tarif PPh Badan = 25%
PPh Badan Terhutang = Rp 3.322.843.980,42
Dari penghitungan pajak di atas, Penulis menyusun ikhtisar
konsekuensi perpajakan dalam Tabel 4.24 di bawah ini.
Tabel 4.24 Konsekuensi Perpajakan dalam Strategi Jual dan Likuidasi
GII IR SSK MMI TotalPPh atas capital gain Nihil Nihil 5,416,980,610.00Rp 5,416,980,610.00Rp
PPh Final Nihil Nihil 1,232,860,263.50Rp 1,232,860,263.50Rp BPHTB 1,232,110,263.50Rp 1,232,110,263.50Rp PPN 55,312,191.80Rp Nihil 2,465,720,527.00Rp 2,521,032,718.80Rp Nihil
PPh atas keuntungan deviden 3,625,164,914.81Rp 3,625,164,914.81Rp PPh atas deviden 3,322,843,980.42Rp 3,322,843,980.42Rp
Rp 6,302,581,797.00
Kerugian pajak dari tidak dimanfaatkannya sisa kerugian tahun sebelumnya
Rp (932,103,610.00) Rp (6,087,855.50) Rp - Rp (938,191,465.50)
Manfaat pajak dari penyusutan aktiva tetap Rp 6,302,581,797.00
Sumber: Diolah dari data GII, IR, SSK dan MMI
Berdasarkan analisis dari ketiga strategi tersebut, Penulis dapat
melakukan perbandingan dari seluruh strategi tersebut sebagaimana
disajikan pada Tabel 4.25. PPN tidak diperhitungkan karena bersifat
netral, karena PPN tidak menjadi beban bagi pemungut dan PPN tersebut
dapat dikreditkan oleh pihak yang dipungut.
Tabel 4.25 Ikhtisar Konsekuensi Perpajakan
Universitas Indonesia
88
Jual dan likuidasi 5,416,980,610.00 1,232,860,263.50 1,232,110,263.50 6,948,008,895.22 14,829,960,032.22 (938,191,465.50)
PPh atas Capital Gain (GII, IR, dan
SSK)Strategi Total Pajak
1,540,887,829.38
7,881,951,137.00
- (1,138,222,281.00)
(938,191,465.50) - 1,232,110,263.50 1,232,860,263.50 Penggabungan usaha dengan nilai pasar
Penggabungan usaha dengan nilai buku
Nihil 1,232,860,263.50 308,027,565.88
5,416,980,610.00
Kerugian Pajak dari Sisa Rugi yang tidak dimanfaatkan (GII,
IR, dan SSK)
PPh atas Keuntungan Investasi dan
BPHTB (MMI)PPh Final (GII, IR, dan SSK)
Sumber: Diolah dari data GII, IR, SSK dan MMI
Dari perbandingan tersebut, nampak bahwa strategi penggabungan
usaha dengan menggunakan nilai buku mempunyai jumlah pajak yang
lebih efisien dibandingkan strategi-strategi lainnya. Hal ini disebabkan
karena dalam strategi penggabungan usaha dengan menggunakan nilai
buku mempunyai karakteristik yang unik yaitu diterapkannya nilai buku
yang memberikan manfaat yaitu tidak menimbulkan capital gain atas
pengalihan harta yang terhutang PPh, dan tersedianya fasilitas
pengurangan BPHTB dan tidak munculnya pajak sehubungan dengan
proses divestasi.
4.4 Faktor-Faktor yang Menentukan
Berdasarkan ilustrasi penghitungan atas beban pajak masing-
masing perusahaan, dapat diketahui faktor-faktor penentu dalam memilih
strategi restrukturisasi yang memberikan penghematan optimal bagi
perusahaan. Penulis membahasnya dalam aspek-aspek perpajakan yang
terkait dengan setiap strategi yang akan dijalankan oleh perusahaan:
1) Penerapan nilai buku atau nilai pasar
PPh atas capital gain merupakan beban pajak yang menjadi tanggungan dari
pihak yang mengalihkan harta. Beban PPh tersebut timbul apabila pengalihan
harta tidak dilakukan dengan menggunakan nilai buku.
Tabel 4.26 di bawah ini merupakan rangkuman capital gain yang didapat dari
ketiga strategi. Terlihat jelas bahwa bila restrukturisasi dilakukan dengan
strategi penggabungan usaha metode penyatuan kepemilikan (pooling of
Universitas Indonesia
89
interest method), dengan nilai buku, merupakan fasilitas bebas pajak yang
diberikan oleh pemerintah atas potensi keuntungan pengalihan aset. Namun,
pemerintah tidak begitu saja memberikan fasilitas bebas pajak ini, Wajib Pajak
harus memenuhi seluruh persyaratan.
Tabel 4.26 Capital Gain
Strategi GII IR SSK Total
Jual dan likuidasi Nihil Nihil Rp 5,416,980,610.00 Rp 5,416,980,610.00
Nihil Nihil
Nihil Rp 5,416,980,610.00 Rp 5,416,980,610.00
Penggabungan usaha dengan nilai bukuPenggabungan usaha dengan nilai pasar
Nihil
Nihil
Nihil
Sumber: Diolah dari data GII, IR, SSK dan MMI
2) Sisa rugi fiskal yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan
Sisa rugi fiskal yang terdapat pada perusahaan yang akan menjadi target
restrukturisasi sebenarnya dapat memberikan manfaat pajak yaitu:
a) Dapat mengurangi PPh yang terhutang atas capital gain dari pengalihan
harta, seperti yang terjadi pada transaksi penggabungan usaha dengan
nilai pasar dan strategi penjualan pada GII dan SSK.
b) Dapat mengurangi PPh yang terhutang dari perusahaan yang melakukan
pengambilalihan usaha (acquiring company), yaitu perusahaan yang
memiliki sisa kerugian tetap dipertahankan dan mengambilalih
perusahaan lain yang menghasilkan laba. Dalam kasus ini, manfaat ini
tidak dapat diperoleh mengingat MMI menjadi acquiring company
terhadap perusahaan (GII, IR, dan SSK) yang dibubarkan.
Dengan tidak dimanfaatkannya sisa rugi tahun-tahun sebelumnya akan
menyebabkan hilangnya manfaat pajak. Hal ini terjadi dalam transaksi
penggabungan usaha dengan menggunakan nilai buku, dimana
berdasarkan PMK-43/2008 diatur bahwa kerugian fiskal yang dialami
oleh perusahaan tidak dapat dimanfaatkan atau dikompensasikan. Sisa
rugi fiskal ini juga mempunyai batas waktu yaitu hanya dapat
dimanfaatkan selama 5 tahun, sehingga hanya dapat memberikan manfaat
Universitas Indonesia
90
dalam periode waktu tersebut. Dalam Tabel 4.27 disajikan ilustrasi
besarnya kerugian akibat tidak dapat dimanfaatkannya sisa rugi tahun
sebelumnya untuk setiap strategi.
Tabel 4.27 Kerugian dari Tidak Dimanfaatkannya Sisa Rugi Tahun Lalu
Strategi GII IR SSK Total
Jual dan likuidasi Rp (932,103,610.00) Rp (6,087,855.50) Rp - Rp (938,191,465.50)
Penggabungan usaha dengan nilai pasar
Rp (932,103,610.00) Rp (6,087,855.50) Rp - Rp (938,191,465.50)
Penggabungan usaha dengan nilai buku
Rp (1,001,243,849.75) Rp (6,087,855.50) Rp (130,890,575.75) Rp (130,890,575.75)
Sumber: Diolah dari data GII, IR, SSK dan MMI
Tidak ada kerugian fiskal yang diterima oleh MMI dari GII, IR dan SSK pada
strategi jual dan likuidasi karena dianggap transaksi penjualan aset tetap.
3) Pengalihan harta dalam bentuk tanah dan/atau Bangunan
Apabila dalam restrukturisasi terdapat pengalihan harta dalam bentuk tanah
dan/atau bangunan, maka pihak yang melakukan pengalihan akan terhutang
PPh Final dengan tarif 5% dari nilai tertinggi antara nilai transaksi dengan
NJOP dan bagi pihak yang menerima pengalihan akan terhutang BPHTB
dengan tarif 5%.
Dengan demikian, apabila harta yang dialihkan didominasi harta dalam bentuk
tanah dan/atau bangunan maka PPh Final yang terhutang akan semakin besar
apabila menggunakan strategi yang menerapkan nilai pasar wajar.
Dari analisis yang dilakukan sebelumnya, hanya SSK yang mempunyai harta
tetap berupa tanah dan bangunan sehingga potensi pemajakannya hanya pada
SSK. GII hanya memiliki harta berupa perlengkapan dan peralatan kantor dan
IR tidak mempunyai aset tetap sama sekali. Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, tidak terdapat pengecualian atau
pengurangan pemajakan atas pengalihan tanah dan/atau dalam rangka strategi
restrukturisasi.
Universitas Indonesia
91
Tabel 4.28 berikut ini menyajikan perbandingan PPh Final yang terhutang
untuk setiap jenis strategi.
Tabel 4.28 Total PPh Final
Strategi GII IR SSK Total
Jual dan likuidasi Nihil Nihil Rp 1,232,860,263.50 Rp 1,232,860,263.50
Penggabungan usaha dengan nilai buku
Nihil Nihil Rp 1,232,860,263.50 Rp 1,232,860,263.50
Penggabungan usaha dengan nilai pasar
Nihil Nihil Rp 1,232,860,263.50 Rp 1,232,860,263.50
Sumber: Diolah dari data GII, IR, dan SSK
Terkait dengan BPHTB, dalam strategi penggabungan usaha dengan
menggunakan nilai buku, pihak yang menerima pengalihan dapat diberikan
pengurangan BPHTB sebesar 75%. Sedangkan dalam transaksi penggabungan
usaha dengan nilai pasar dan strategi jual dan likuidasi tidak berhak atas
fasilitas pengurangan tersebut. Berikut ini adalah perbandingan besarnya
BPHTB yang terhutang untuk setiap strategi:
Tabel 4.29 Total BPHTBStrategi MMI
Jual dan likuidasi Rp 1,232,110,263.50
Penggabungan usaha dengan nilai buku
Rp 308,027,565.88
Penggabungan usaha dengan nilai pasar
Rp 1,232,110,263.50
Sumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK
4) Pajak atas Keuntungan Divestasi dan Dividen
Perlu diperhatikan bahwa dalam memilih strategi restrukturisasi dapat timbul
kewajiban pajak lainnya akibat diperolehnya keuntungan divestasi dan dividen
yang merupakan sisa lebih dari nilai residu dengan jumlah setoran modal
pemegang saham. Terlihat pada Tabel 4.24 hanya SSK yang memberikan laba
divestasi sebesar Rp 14.500.659.659.22 sehingga MMI terhutang PPh sebesar
Rp 3.625.164.914,81, dan sisa residu sebesar Rp 13.291.375.921,67 sehingga
MMI terhutang PPh sebesar Rp 3.322.843.980,42.
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
MMI ingin memperbaiki performa terhadap anak perusahaannya, yaitu
GII, IR dan SSK. Strategi yang ditempuh melalui resturkturisasi perusahaan,
yaitu: penggabungan usaha dengan metode penyatuan kepemilikan (menggunakan
nilai buku), penggabungan usaha dengan metode pembelian (menggunakan nilai
pasar), dan menjual seluruh asetnya dan dilikuidasi. Analisis dilakukan dengan
melakukan penghitungan beban pajak yang timbul pada masing-masing strategi
restrukturisasi. Penulis melakukan penghitungan beban pajak dengan memakai
acuan dalam ketentuan perpajakan yang berlaku sampai saat ini. Berdasarkan
uraian analisis pada Bab 4 dapat disimpulkan bahwa:
1) Fasilitas perpajakan yang dapat dimanfaatkan dalam restrukturisasi
perusahaan adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
43/PMK.03/2008 untuk penggabungan usaha dengan menggunakan nilai buku
dimana perusahaan tidak terhutang pajak penghasilan capital gain dari
pengalihan harta perusahaan. Disamping itu, terdapat Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 91/PMK.03/2006 yang memberikan fasilitas pengurangan
BPHTB hingga mencapai 75% untuk penggabungan usaha dengan
menggunakan nilai buku yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak.
2) Strategi restrukturisasi dengan metode penggabungan usaha dengan
menggunakan nilai buku menghasilkan beban pajak yang lebih efisien.
3) Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan strategi
restrukturisasi yang dapat memberikan penghematan optimal bagi perusahaan
adalah: a) penerapan nilai buku atau nilai pasar, b) sisa rugi fiskal yang dapat
dimanfaatkan perusahaan, c) harta yang dialihkan dalam bentuk tanah
dan/atau Bangunan, dan d) pajak atas keuntungan divestasi dan dividen.
92 Universitas Indonesia
93
5.2 Saran
Berdasarkan analisis tersebut maka dapat disampaikan saran-saran sebagai
berikut:
1. Perusahaan sebaiknya menerapkan strategi penggabungan usaha dengan
metode penggabungan usaha yang menggunakan nilai buku. Strategi ini
menghasilan beban pajak yang lebih kecil sebagai akibat dari pemberian
fasilitas-fasilitas perpajakan oleh pemerintah.
2. Untuk dapat memperoleh fasilitas penggunaan nilai buku, perusahaan perlu
mempertimbangkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat
menerapkan fasilitas perpajakan tersebut.
Universitas Indonesia
94
DAFTAR REFERENSI
Buku:
David, Fred R. (1997). Strategic Management. New Jersey: Prentice-Hall International.
Djohanpuro, Bramantyo. (2004). Restrukturisasi Perusahaan Berbasis Nilai. Strategi Menuju Keunggulan Bersaing. Jakarta: Penerbit PPM.
Dunil, Z. (2004). Kamus Istilah Perbankan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Floyd, Beams A., & Anthony Joseph A. (2010). Advanced Accounting (10th ed.). New Jerseys: Pearson Education.
Gunadi. (2001). Restrukturisasi Perusahaan Dalam Berbagai Bentuk dan Pemajakannya. Jakarta: Salemba Empat.
Harnanto. (2013). Perencanaan Pajak (edisi pertama). Yogyakarta: BPFE UGM.
IAI. (2004). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Miller, Edwin L. (2008). Mergers and Acquisitions: A Step-by-Step Legal and Practical Guide. New Jersey: John Wiley & Sons.
Moin, Abdul. (2010). Merger, Akuisisi & Divestasi (2nd ed.). Yogyakarta: Ekonisia.
Novel, Dean. (2002, Juni 1). Analisis Restrukturisasi Perusahaan. Panutan Bisnis Volume 5, 51-65.
Pearce, John A., & Robinson, Richard B. (2008). Manajemen Strategis: Formulasi, Implementasi, dan Pengendalian (Yanavi Bachtiar & Christine, Penerjemah.). Jakarta: Salemba Empat
Pohan, Charil Anwar. (2013). Manajemen Perpajakan: Strategi Perencanaan Pajak dan Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rahardjo, Jami Lydia. (2011). The Secrets of Bad Sales. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sari, Elsi Kartika & Advendi Simangunsong. (2007). Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: Grasindo.
Suandy, Early. (2008). Perencanaan Pajak (4th ed.). Jakarta: Salemba Empat.
Universitas Indonesia
95
Tim Redaksi. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia (4th ed.). Jakarta: Balai Pustaka.
Usman, Rachmadi. (2001). Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Van Horne, James C. & Wachowicz, John M. (2007). Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan (Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary, Penerjemah) (12th ed.). Jakarta: Salemba Empat.
Weston, Fred, Kwang Chung, & Susan Hoag. (1991). Mergers, Resctructuring, and Corporate Control. Singapura: Prentice-Hall International.
Peraturan-Peraturan:
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. 23 September 2008. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133. Jakarta
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 43/PMK.03/2008 Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Jakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2008 Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan. 4 November 2008. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 164. Jakarta
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
21 Tahun Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. 2 Agustus 2000. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130. Jakarta
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 91/PMK.03/2006 Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2004 Tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. 13 Oktober 2006. Jakarta
Universitas Indonesia
96
Lain-Lain:
Laporan Tahunan PT MMI Tahun 2012
Laporan Tahunan PT IR Tahun 2012
Laporan Tahunan PT GII Tahun 2012
Laporan Tahunan PT SSK Tahun 2012
Universitas Indonesia
97
Lampiran 1
TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN GENERAL MANAGER
ACCOUNTING & TAX BSMH
1. Menurut Bapak, bagaimana kondisi dunia media massa saat khususnya media
cetak di Indonesia?
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan media massa di Indonesia
cukup menakjubkan. Di bidang pertelevisian misalnya selain 10 stasiun
televisi swasta nasional, saat ini banyak bermunculan televisi berlangganan
mulai dari yang memakai parabola hingga internet. Media cetak sebagai media
massa yang tertua di Indonesia bahkan di dunia, juga mengalami
perkembangan yang sama. Ada ratusan media penerbitan antara lain surat
kabar, majalah dan tabloid, untuk jumlahnya bisa dicari di internet. Dengan
perkembangan seperti itu, baik dalam jumlah maupun jenisnya, mustahil
semua media massa menguasai seluruh pasar yang ada. Sebaliknya, kecil
sekali kemungkinan hanya satu media massa dapat menguasai seluruh pasar,
dalam arti memenuhi segala macam tuntutan pasar, karena tuntutan pasar juga
sangat bervariasi. Spesialisasi pada isi media cetak, yang disesuaikan dengan
karaterisitik kebutuhan segmen para pembacanya, ditempuh oleh berbagai
perusahaan media cetak sebagai upaya menembus situasi kompetisi yang
semakin ketat.
2. Bagaimana MMI menyikapi persaingan bisnis di dunia industri media cetak?
Saat ini seluruh perusahaan yang terkabung dalam grup BSMH masih tetap
terus akan bertahan dalam industri bisnis media cetak. Secara umum
perusahaan belum memberikan adanya laba operasi, namun dengan prinsip-
prinsip efisien dan efektivitas tinggi, perusahaan akan menunjukkan kinerja
yang prospektif di jangka panjang. Kegiatan usaha di bidang penerbitan media
massa yang dijalankan perusahaan adalah dengan memassarkan majalah dan
koran secara regional maupun nasional dengan segmentasi untuk kalangan
menengah ke atas. Dengan adanya spesialiasi pada tiap produknya, prospek
Universitas Indonesia
98
bisnis perusahaan diharapkan semakin menunjukkan prospek yang
menggembirakan sejalan dengan infrastruktur usaha yang telah terbangun dan
semakin memudahkan menjangkau masyarakat.
3. Strategi apa saja yang akan diterapkan dalam jangka pendek, menengah
maupun massa panjang?
Saat ini perusahaan sedang melakukan upaya dalam mempertahankan
ketahanan keuangan berupa kebijakan kas ketat dan efisiensi beban
operasional berupa perampingan pada jumlah karyawan. Proses perampingan
saat ini sedang berlangsung, diperkirakan hingga semester pertama tahun
2014. Selain itu, juga dilakukan offset biaya antar perusahaan. Kemudian
rencana dalam jangka panjang, perusahaan akan melakukan strategi
restrukturisasi lainnya yaitu penggabungan usaha terhadap anak perusahaan
yang tidak beroperasi. Seluruh aset, liabilitas maupun ekuitas yang dimiliki
oleh anak perusahaan tersebut, yaitu GII, IR dan SSK.
4. Apa tujuan utama atau misi perusahaan melakukan strategi restrukturisasi?
Tujuan utama restrukturisasi usaha GII, IR dan SSK ke MMI antara lain untuk
menyatukan strategi dan mengkonsolidasikan sumber daya yang dimiliki MMI
dengan fokus pada perkembangan usaha media massa yang pesat dengan
melakukan reposisi GII, IR dan SSK. Dengan melakukan restrukturisasi pada
ketiga perusahaan ini diharapkan dapat terjadi:
a. penghematan belanja modal dan biaya operasional
b. peningkatan fleksibilitas dalam struktur keuangan
c. kemampuan untuk mendapatkan pembiayaan baru, dan
d. memberikan sinergi yang optimal antar anak perusahaan.
5. Apa saja tahapan-tahapan dalam proses restrukturisasi tersebut?
Restrukturisasi dimulai dengan melakukan due diligence yang pada dasarnya
merupakan audit dan analisis kondisi perusahaan secara internal dan eksternal.
Hasil dan rekomendasi due diligence ini digunakan untuk menentukan
kelayakan strategi restrukturisasi. Dalam due diligence ini, terdapat analisis
yang berguna untuk mengetahui kinerja dan potensi perusahaan dalam bidang
operasional, struktur organisasi, dan keuangan perusahaan. Hasil dari analisis
Universitas Indonesia
99
ini kemudian digunakan untuk pengembangan program-program perusahaan
sehingga bisa digunakan untuk pemulihan usaha dan tahapan terakhir tentunya
implementasi dari program-program yang telah disetujui oleh pihak direksi
perusahaan.
6. Apakah terdapat perencanaan perpajakan dalam analisis yang digunakan
perusahaan dalam tahapan restrukturisasi?
Ya, tentu saja ada. Perusahaan harus memilih strategi restrukturisasi yang
memberikan beban pajak paling efisien ketika strategi restrukturisasi tersebut
dilaksanakan. Perusahaan terlebih dahulu menghitung beban pajak yang
dikenai dalam strategi restrukturisasi sesuai peraturan perpajakan yang berlaku
dan tentunya menggunakan fasilitas-fasilitas perpajakan yang tersedia untuk
mengurangi beban pajak tersebut.
Universitas Indonesia