bernardin bela naradina-tesis-fe-2013

173
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS FASILITAS PERPAJAKAN DAN PERENCANAAN PAJAK DALAM RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN (STUDI KASUS PADA PT MMI, PT GII, PT IR, DAN PT SSK) TESIS BERNARDIN BELA NARADINA 1106112031 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI SALEMBA NOVEMBER 2013

Upload: bernardinus-naradina

Post on 12-Apr-2017

418 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS FASILITAS PERPAJAKAN DAN PERENCANAAN PAJAK DALAM RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN

(STUDI KASUS PADA PT MMI, PT GII, PT IR, DAN PT SSK)

TESIS

BERNARDIN BELA NARADINA1106112031

FAKULTAS EKONOMIPROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

SALEMBANOVEMBER 2013

Page 2: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS FASILITAS PERPAJAKAN DAN PERENCANAAN PAJAK DALAM RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN

(STUDI KASUS PADA PT MMI, PT GII, PT IR, DAN PT SSK)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Akuntansi

BERNARDIN BELA NARADINA1106112031

FAKULTAS EKONOMIPROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

SALEMBANOVEMBER 2013

i

Page 3: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang

dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Bernardin Bela Naradina

NPM : 1106112031

Tanda Tangan :

Tanggal : 5 Desember 2013

ii

Page 4: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan olehNama : Bernardin Bela NaradinaNPM : 1106112031Program Studi : Magister AkuntansiJudul Tesis : Analisis Fasilitas Perpajakan Dan Perencanaan Pajak

Dalam Restrukturisasi Perusahaan (Studi Kasus Pada PT MMI, PT GII, PT IR, DAN PT SSK)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Akuntansi pada program studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Jul Seventa Tarigan, Ak., MA., BAP ( )

Penguji : Yohanes, M.Si., Ak ( )

Penguji : Hadi Susilo, M.Ak. ( )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 5 Desember 2013

iii

Page 5: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat dan rahmat

yang diberikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini di saat banyaknya

beban pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu bersamaan. Penulis juga

menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna meskipun segala usaha yang

maksimal telah penulis lakukan dalam penyusunan tesis. Hal ini disebabkan

karena keterbatan waktu dan pengetahuan yang penulis miliki saat menyusun tesis

ini. Penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan tesis ini.

Tesis yang berjudul “Analisis Fasilitas Perpajakan Dan Perencanaan Pajak

Dalam Restrukturisasi Perusahaan (Studi Kasus Pada PT MMI, PT GII, PT IR dan

PT SSK)” ini penulis ajukan sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar

Magister Akuntansi (M.Ak.) Program Studi Akuntansi, Program Magister

Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

dari massa perkuliahan sampai pada massa penyusunan tesis ini, sangatlah sulit

bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan

terima kasih kepada:

1) Jul Seventa Tarigan, Ak., MA., BAP, selaku pembimbing tesis, yang telah

menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan,

petunjuk dan masukan yang sangat berharga, mulai dari persiapan studi

mandiri sampai penyusunan tesis ini;

2) Dr. Siti Nurwahyuningsih Harahap selaku Ketua Program Studi Magister

Akuntansi, Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

3) Pihak manajemen perusahaan yang tergabung dalam grup BSMH yang telah

banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan;

4) Yohanes, M.Si., Ak dan Hadi Susilo, M.Ak. selaku penguji tesis. Terima kasih

untuk saran konstruktif yang diberikan demi penyempurnaan tesis ini hingga

layak disebut karya ilmiah

iv

Page 6: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

5) Alm. Bapak Caesarius Ruddyanto, Ibu Christina Yuri, dan Benedictus Bina

Naratama selaku orang tua dan adik saya, yang selalu senantiasa memberikan

semangat, doa dan tentunya materi kepada saya sejak awal perkuliahan hingga

menyelesaikan tesis ini.

6) Keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, dorongan dan

semangat selama penulis menjalankan studi hingga menyelesaikan tesis ini.

7) Rekan-rekan penulis, baik dalam lingkup kampus maupun di luar kampus,

yang telah memberikan masukan, kritik, saran dan bantuan dalam

menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata, semoga apa yang telah diberikan pihak-pihak tersebut di atas

akan mendapatkan berkat yang melimpah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Penulis

berharap hasil penelitian ini dapat memberikan masukan Wajib Pajak, orang-

orang di bidang akademik dan membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Salemba, 5 Desember 2013

Penulis

v

Page 7: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASITUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Bernardin Bela NaradinaNPM : 1106112031Program Studi : Magister AkuntansiDepartemen : Akuntansi Fakultas : EkonomiJenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:Analisis Fasilitas Perpajakan Dan Perencanaan Pajak Dalam Restrukturisasi

Perusahaan (Studi Kasus Pada PT MII, PT GII, PT IR, dan PT SSK)Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dam sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Jakarta

Pada tanggal: 5 Desember 2013

Yang menyatakan

(Bernardin Bela Naradina)

vi

Page 8: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

ABSTRAK

Nama : Bernardin Bela NaradinaProgram Studi : Magister AkuntansiJudul : Analisis Fasilitas Perpajakan Dan Perencanaan Pajak

Dalam Restrukturisasi Perusahaan (Studi Kasus Pada PT MMI, PT GII, PT IR, DAN PT SSK)

Persaingan yang tinggi dengan perusahaan dalam industri yang sama menyebabkan perusahaan harus mampu mencari peluang yang memungkinkan untuk meminimalkan biaya dari penerapan strategi bisnis yang dijalankan. Restrukturisasi tidak lepas dari adanya perubahan strategi yang pada hakekatnya ingin memperbaiki performa organisasi, disamping adanya pengaruh struktur keuangan yang membebankan perusahaan. Dalam kaitan ini, melalui kebijakan perpajakan, pemerintah telah memberikan kemudahan (fasilitas) perpajakan bagi Wajib Pajak dalam melakukan kegiatan restrukturisasi.

Pihak manajemen MMI mempunyai strategi berupa penggabungan usaha atau likuidasi usaha. Manajemen perusahaan berusaha untuk memilih strategi yang memberikan beban pajak yang paling efisien sebagai salah satu biaya yang dikeluarkan, dengan memanfaatkan fasilitas perpajakan tersebut.

Metode penelitian yang dilakukan didasarkan pada metode deskriptif analisis, dengan melalui studi pustaka dan analisis atas kebijakan perpajakan, disandingkan dengan data keuangan dari MMI.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perusahaan bisa menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 untuk penggabungan usaha menggunakan nilai buku sehingga perusahaan dapat terhindar dari adanya pajak penghasilan capital gain atas harta perusahaan yang dialihkan dalam kegiatan restrukturisasi. Selain itu terdapat juga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2006 untuk mengurangi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan hingga mencapai 75%.

Kata kunci: Pajak, Perencanaan Pajak, Restrukturisasi Perusahaan, Merger, Likuidasi.

viiUniversitas Indonesia

Page 9: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

ABSTRACT

Name : Bernardin Bela NaradinaStudy Program : Magister of AccountingTitle : Analysis of Tax Facility and Tax Planning In

Corporate Restructuring (Case Study at PT MMI, PT GII, PT IR and PT SSK)

High competition with companies in the same industry led to the company to be able to look for opportunities that allow minimizing the cost of implementation of a business strategy. Restructuring cannot be separated from a change in strategy that is intrinsically targeted to improve the performance of the organization, in addition to the burden effect caused by the company's financial structure. In this regard, through a tax policy, the government has provided a tax facility for taxpayers in restructuring activities.

MMI’s management has strategic options to apply merger or liquidation strategy. The management is trying to choose the propriate strategy that gives the most efficient tax burden by utilizing the tax facility.

The research method performed based on the descriptive method of analysis, the literature study and analysis of tax policy and coupled with financial data from the MMI, GII, IR and SSK.

Based on the analysis it can be concluded that the Minister of Finance Regulation Number 43/PMK.03/2008 for business combinations is applicable by using the book value so the company can be prevented from the income tax due on capital gain on assets transferred. In addition, there is also the Minister of Finance Regulation Number 91/PMK.03/2006 to reduce Levy on Acquisition of Land and/or Buildings up to 75 %.

Key words: Tax, Tax Planning, Corporate Restructuring, Merger, Liquidation.

viiiUniversitas Indonesia

Page 10: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................iHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS......................................................iiHALAMAN PENGESAHAN..................................................................................iiiKATA PENGANTAR..............................................................................................ivHALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR.. .viABSTRAK...............................................................................................................viiDAFTAR ISI............................................................................................................ixDAFTAR GAMBAR................................................................................................xiDAFTAR TABEL....................................................................................................xiiDAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................xiv1. PENDAHULUAN..............................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................11.2 Rumusan Massalah........................................................................................41.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................51.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................51.5 Batasan Penulisan..........................................................................................51.6 Metode Penelitian..........................................................................................51.7 Sistematika Penulisan....................................................................................6

2. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................72.1 Restrukturisasi Perusahaan............................................................................7

2.1.1 Strategi Restrukturisasi Perusahaan.....................................................72.1.2 Alasan Dilakukannya Restrukturisasi Perusahaan..............................102.1.3 Bentuk-Bentuk Restrukturisasi Perusahaan........................................12

2.1.3.1 Penggabungan Usaha..............................................................13 2.1.3.2 Likuidasi..................................................................................18

2.2 Perencanaan Pajak........................................................................................21 2.2.1 Lingkup Perencanaan Pajak................................................................22 2.2.2 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak........................................232.3 Ketentuan Perpajakan yang Terkait Restrukturisasi Perusahaan.................24

2.3.1 Undang-Undang Pajak Penghasilan....................................................242.3.2 Undang-Undang BPHTB....................................................................282.3.3 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai..........................................29

3. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN YANG TERKAIT DENGAN RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN.........................................................313.1 Gambaran Umum Perusahaan Pengambilalih dan Perusahaan Penerima Pengalihan..........................................................................................................31

3.1.1 PT MMI (Perusahaan yang Menerima Pengalihan)..................................31 3.1.2 PT GII (Perusahaan yang Mengalihkan)...................................................39 3.1.3 PT IR (Perusahaan yang Mengalihkan)....................................................44 3.1.4 PT SSK (Perusahaan yang Mengalihkan).................................................474. ANALISIS FASILITAS PERPAJAKAN DAN PERENCANAAN PAJAK.

524.1 Latar Belakang, Tujuan, dan Stratei Restrukturisasi....................................52

ix Universitas Indonesia

Page 11: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

x

4.1.1 Latar Belakang....................................................................................52 4.1.2 Tujuan Restrukturisasi........................................................................52 4.1.3 Strategi Restrukturisasi.......................................................................544.2 Aspek Perpajakan Dalam Restrukturisasi....................................................54 4.2.1 Penggabungan Usaha..........................................................................54 4.2.1.1 Penggabungan Usaha Dengan Nilai Buku..............................55 4.2.1.2 Penggabungan Usaha Dengan Nilai Pasar..............................57 4.2.2 Jual dan Likuidasi...............................................................................584.3 Analisis Perencanaan Dalam Strategi Restrukturisasi.................................60 4.3.1 Analisis Penggabungan Usaha Dengan Nilai Buku............................62 4.3.2 Analisis Penggabungan Usaha Dengan Nilai Pasar............................69 4.3.3 Analisis Jual dan Likuidasi.................................................................754.4 Faktor-Faktor yang Menentukan..................................................................87

5. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................915.1 Kesimpulan..................................................................................................915.2 Saran.............................................................................................................92

DAFTAR REFERENSI.........................................................................................93LAMPIRAN............................................................................................................96

Universitas Indonesia

Page 12: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Aset, Liabilitas, dan Ekuitas MMI........................................................6Gambar 4.1 Struktur Perusahaan Sebelum Restrukturisasi......................................53Gambar 4.2 Strukturi Perusahaan Setelah Restrukturisasi.......................................53

xi Universitas Indonesia

Page 13: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Entitas Anak PT MMI.............................................................................32Tabel 3.2 Komposisi Pemegang Saham PT MMI...................................................33Tabel 3.3 Kepentingan Non Pengendali PT MMI..................................................33Tabel 3.4 Aset Tetap PT MMI................................................................................35Tabel 3.5 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT MMI................................................36Tabel 3.6 Rekonsialiasi Pajak PT MMI..................................................................37Tabel 3.7 Neraca PT MMI......................................................................................37Tabel 3.8 Laporan Laba Rugi PT MMI..................................................................39Tabel 3.9 Komposisi Pemegang Saham PT GII......................................................40Tabel 3.10 Aset Tetap PT GII..................................................................................41Tabel 3.11 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT GII..................................................41Tabel 3.12 Rekonsiliasi Pajak PT GII......................................................................42Tabel 3.13 Neraca PT GII........................................................................................42Tabel 3.14 Laporan Laba Rugi PT GII....................................................................43Tabel 3.15 Komposisi Pemegang Saham PT IR......................................................44Tabel 3.16 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT IR....................................................45Tabel 3.17 Kompensasi Kerugian PT IR.................................................................45Tabel 3.18 Neraca PT IR..........................................................................................46Tabel 3.19 Laporan Laba Rugi PT IR......................................................................47Tabel 3.20 Komposisi Pemegang Saham PT SSK...................................................48Tabel 3.21 Aset Tetap PT SSK................................................................................49Tabel 3.22 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT SSK................................................49Tabel 3.23 Rekonsiliasi Pajak PT SSK....................................................................50Tabel 3.24 Neraca PT SSK......................................................................................50Tabel 3.25 Laporan Laba Rugi PT SSK...................................................................51Tabel 4.1 Neraca Perusahaan Sebelum Restrukturisasi.........................................60Tabel 4.2 Laporan Laba Rugi Sebelum Restrukturisasi.........................................61Tabel 4.3 Nilai Pasar Aset Tetap PT GII dan PT SSK...........................................62Tabel 4.4 Akumulasi Rugi Fiskal PT GII..............................................................63Tabel 4.5 Akumulasi Rugi Fiskal PT IR................................................................64Tabel 4.6 Akumulasi Rugi Fiskal PT SSK.............................................................66Tabel 4.7 Perolehan Harta MMI Menurut Nilai Buku...........................................67Tabel 4.8 Kompensasi Fiskal Yang Tidak Dapat Digunakan PT MMI.................67Tabel 4.9 Konsekuensi Perpajakan dalam Penggabungan Usaha dengan Nilai Buku.........................................................................................................................68Tabel 4.10 Nilai Perolehan Harta PT MMI Menurut Nilai Pasar............................73Tabel 4.11 Kompensasi Fiskal Yang Dapat Digunakan PT MMI...........................73Tabel 4.12 Konsekuensi Perpajakan dalam Penggabungan Usaha dengan Nilai Pasar.........................................................................................................................74Tabel 4.13 Jurnal Penjualan Aset Tetap PT GII......................................................75Tabel 4.14 Jurnal Realisasi Aset Lancar PT GII......................................................76Tabel 4.15 Neraca PT GII Setelah Penjualan Aset dan Pelunasan Hutang..............77Tabel 4.16 Jurnal Eliminasi PT GII.........................................................................78Tabel 4.17 Jurnal Likuidasi PT IR...........................................................................79

Universitas Indonesia

Page 14: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

xiii

Tabel 4.18 Jurnal Penjualan Aset Tetap PT SSK.....................................................81Tabel 4.19 Neraca PT SSK Setelah Penjualan Aset dan Pembayaran Hutang........82Tabel 4.20 Jurnal Eliminasi PT SSK........................................................................83Tabel 4.21 Nilai Perolehan Harta PT MMI Pada Strategi Likuidasi.......................84Tabel 4.22 PPN Masukan PT MMI..........................................................................85Tabel 4.23 Laba / (Rugi) Divestasi PT MMI...........................................................85Tabel 4.24 Konsekuensi Perpajakan dalam Strategi Jual dan Likuidasi..................86Tabel 4.25 Ikhtisar Konsekuensi Perpajakan...........................................................87Tabel 4.26 Total Capital Gain.................................................................................88Tabel 4.27 Total Kerugian dari Tidak Dimanfaatkannya Sisa Rugi Tahun Lalu....89Tabel 4.28 Total PPh Final.......................................................................................90Tabel 4.29 Total BPHTB.........................................................................................90

Universitas Indonesia

Page 15: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Transkrip Wawancara...............................................................96

xiv Universitas Indonesia

Page 16: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Massalah

Media cetak merupakan media massa tertua diantara media massa lain. Ide

pembuatan media massa cetak awalnya sebagai sarana bagi masyarakat untuk

mengemukakan pendapat. Perkembangan industri media cetak saat ini semakin

pesat seiring dengan perkembangan teknologi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

macam koran, majalah maupun tabloid yang beredar secara nasional maupun di

area tertentu. Pesatnya media cetak yang beredar tidak terlepas dari adanya

kebutuhan masyarakat akan berbagai macam informasi yang semakin meningkat.

Dengan adanya kebutuhan masyarakat akan informasi yang semakin

meningkat, sebenarnya media cetak sedikit kalah bersaing dengan media massa

lainnya seperti televisi maupun media online. Kecanggihan teknologi keduanya

mampu mempengaruhi masyarakat untuk beralih mengonsumsi media massa

tersebut, jika dibandingkan dengan media cetak demi mendapatkan berita atau

informasi yang cenderung cepat saji.

Era globalisasi, yang ditandai dengan pergerakan bebas informasi, uang,

tenaga kerja, produk dan jasa melintasi batas negara, membuat berbagai

perusahaan termasuk di industri media untuk semakin berkompetisi, jika ingin

tetap bertahan. Pengusaha menyatakan bahwa setidaknya terdapat tiga hal yang

dapat ditingkatkan untuk menghadapi persaingan global tersebut, yaitu proses dan

operasi bisnis, hubungan dengan pelanggan dan relasi bisnis, dan karyawan

(Gunadi, 2001). Ketiga hal ini memerlukan serangkaian strategi yang

dilaksanakan secara terus menerus sehingga kinerja perusahaan semakin

meningkat dan dapat terus unggul dalam persaingan, atau minimal tetap dapat

bertahan.

Fungsi manajemen perusahaan dalam menganalisis, mengambil keputusan

dan melakukan aksi untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan

kompetitif perusahaan didefinisikan sebagai manajemen strategis. Sesuai

definisinya, manajemen strategis berfokus pada proses penetapan tujuan

1 Universitas Indonesia

Page 17: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

2

organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran,

serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan

merencanakan pencapaian tujuan organisasi.

Strategi restrukturisasi merupakan salah satu strategi yang dapat

digunakan untuk mencari jalan keluar bagi perusahaan yang tidak berkembang,

sakit atau adanya ancaman bagi organisasi, atau industri diambang pintu

perubahan yang signifikan. Strategi restrukturisasi memerlukan tim manajemen

yang mempunyai wawasan untuk melihat ke depan, kapan perusahaan berada

pada titik undervalued atau industri pada posisi yang matang untuk transformasi.

Banyak perusahaan melakukan restrukturisasi perusahaan untuk

memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan. Beberapa bentuk

restrukturisasi perusahaan diantaranya adalah penggabungan usaha (merger),

peleburan usaha (konsolidasi), pembubaran usaha (likuidasi), pembangkrutan

(kepailitan), pemecahan usaha (split off), pemekaran usaha (spin off), penilaian

kembali aset tetap (revaluasi), rekapitalisasi (penataan kembali permodalan) dan

reorganisasi perusahaan.

MMI merupakan suatu badan usaha yang menjalankan usaha, dalam

bidang jasa telekomunikasi, jasa pengembangan perangkat lunak, dan jasa

periklanan dan reklame. Kegiatan bisnis utama MMI berinvestasi pada entitas

anak yang bergerak dalam bidang media massa cetak dan usaha lainnya yang

terkait dengan usaha tersebut. MMI mempunyai 7 entitas anak yaitu JGM, KMII,

GAI, MII, GII, IR, dan SSK, yang tergabung dalam grup media BSMH. Setiap

anak perusahaan mempunyai produk media cetak yang berbeda, yaitu koran dan

majalah. Target pasar maupun daerah pemassarannya pun juga berbeda.

MMI beserta entitas anak belum memberikan kinerja yang positif. Pada

tahun 2008 MMI mempunyai aset sebesar Rp 153.139.346.836,35, liabilitas

sebesar Rp 73.724.671.147,00, dan ekuitas sebesar Rp 79.416.675.689,35. Pada

tahun 2009 MMI melakukan ekspansi pasar untuk meningkatkan penjualan dan

pemassaran produknya sehingga mengakibatkan liabilitasnya bertambah menjadi

Rp 89.245.392.498,00 dan asetnya tergerus hingga menjadi Rp 7.923.173.887.22

dan ekuitasnya menjadi minus Rp 81.322.218.610,78. Pada tahun 2010 asetnya

Universitas Indonesia

Page 18: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

3

mengalami kenaikan menjadi Rp 88.678.488.306,35, begitu juga dengan

liabilitasnya Rp 163.452.054.256,92, ekuitasnya mengalami kenaikan namun

tetap tercatat minus Rp 74.773.565.950,57. Pada tahun 2011 asetnya sedikut

meningkat menjadi Rp 98.339.792.115, sedangkan liabilitasnya meningkat pesat

menjadi Rp 263.063.804.622 sehingga mengakibatkan ekuitasnya tergerus

menjadi minus Rp 164.724.012.507. Pada tahun 2012 keadaannya tidak begitu

berubah MMI mencatat asetnya sebesar Rp 88.052.123.699, liabilitasnya sebesar

Rp 325.528.912.640, ekuitas minus menjadi Rp 237.476.788.941. Selama 4 tahun

terakhir, perusahaan terus berupaya meningkatkan omzet penjualan maupun

pemassangan iklan pada produk entitas anaknya, namun ternyata belum menutupi

biaya pokok produksi maupun non produksi lainnya mengakibatkan MMI terus

membutuhkan dana pinjaman untuk para anaknya.

Gambar 1.1 Aset, Liabilitas dan Ekuitas MMISumber: Diolah dari data MMI, GII, IR, dan SSK

Saat ini GII sudah tidak beroperasi sejak tahun 2011, sedangkan IR dan

SSK belum pernah beroperasi sejak berdirinya. Oleh karena itu, pihak manajemen

MMI melihat bahwa penerapan strategi restrukturisasi perusahaan dapat dilakukan

pada ketiga anak perusahaan, yaitu GII, IR dan SSK. Pihak manajemen

Universitas Indonesia

Page 19: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

4

mempunyai opsi terhadap ketiga perusahaan ini, yaitu GII, IR dan SSK dilikuidasi

atau GII, IR dan SSK digabungkan pada MMI.

Sebagai transaksi ekonomi, kegiatan restrukturisasi perusahaan dalam

berbagai bentuknya memberikan tambahan kemampuan ekonomis kepada para

pelaku usaha atau pihak terkait. Oleh karena itu, kegiatan tersebut dapat

mengundang pemajakan. (Gunadi, 2001). Dalam praktik bisnis, sebagai

pengusaha berusaha untuk meminimalkan beban pajak tersebut guna

mengoptimalkan laba. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing maka

pihak manajemen MMI wajib menekan biaya seoptimal mungkin, termasuk

kewajiban membayar pajak. Biaya pajak akan menurunkan after tax profit dan

cash flow perusahaan. Oleh karena itu, pihak manajemen MMI akan melakukan

perencanaan pajak terlebih dahulu untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak

ataupun resiko maupun denda, sesuai dengan kebijakan perpajakan yang berlaku

saat ini.

Atas dasar hal di atas topik penulisan karya akhir ini difokuskan pada

seputar perencanaan pajak pada fasilitas pemajakan atas restrukturisasi

perusahaan. Pembahasan meliputi pihak manajemen perusahaan sebagai

pengambil keputusan yang cerdas dan bijaksana untuk memilih strategis

restrukturisasi yang tepat bagi perusahaan dan berusaha untuk mengoptimalkan

dampak pajak dengan menyeimbangkan beban pajak yang diharapkan terhadap

biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan strategi restrukturisasi tersebut.

1.2 Rumusan Massalah

1. Fasilitas-fasilitas perpajakan apa saja yang dapat dimanfaatkan

perusahaan dalam melakukan restrukturisasi perusahaan?

2. Strategi restrukturisasi apa yang paling efisien ditinjau dari pengenaan

pajaknya?

3. Faktor-faktor apa saja yang penting dari fasilitas perpajakan yang dapat

memberikan penghematan pajak?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui fasilitas-fasilitas perpajakan yang tersedia bagi perusahaan

dalam melakukan restrukturisasi bisnis.

Universitas Indonesia

Page 20: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

5

2. Mengetahui strategi restrukturisasi yang bisa memberikan penghematan

pajak bagi perusahaan.

3. Mengetahui faktor-faktor yang penting dari fasilitas perpajakan yang

perlu dipertimbangkan dalam memilih fasilitas perpajakan yang

memberikan penghematan optimal.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi akademisi, penelitian ini dapat menambah wawasan serta

pengetahuan ilmu akuntansi, khususnya di bidang perpajakan, serta

sekaligus untuk melatih dalam memahami berbagai kelemahan

perusahaan dalam penetapan dan pelaksanaan perencanaan pajak maupun

administrasi perpajakannya.

2. Bagi perusahaan dan wajib pajak, penelitian ini dapat dijadikan kajian

dalam menyusun perencanaan pajak yang baik tanpa melakukan

pelanggaran peraturan yang berlaku sehingga dapat meningkatkan

kinerja.

1.5 Batasan Penulisan

Penelitian ini berfokus pada pembahasan mengenai perencanaan pajak atas

kegiatan restrukturisasi perusahaan berupa penggabungan usaha sehingga dapat

memberikan penghematan beban pajak yang optimal.

1.6 Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

analisis.

2. Pendekatan Penelitian

Pendakatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

pendekatan penelitian kualitatif.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis selama

penelitian adalah wawancara kepada pihak manajemen perusahaan.

Universitas Indonesia

Page 21: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

6

1.7 Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Terdiri atas tujuh sub bab yang menguraikan tentang latar belakang penelitian,

rumusan massalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini akan memberikan gambaran

umum penelitian dalam penulisan karya akhir.

Bab II Tinjauan Literatur

Berisi tinjuan pustaka yang digunakan untuk membahas massalah yang diangkat

dalam penelitian ini. Dalam bab ini akan terdapat penjelasan mengenai teori

strategi restrukturisasi, alasan-alasan restrukturisasi pajak, bentuk-bentuk

restrukturisasi, perencanaan pajak, dan peraturan-peraturan perpajakan terkait

restrukturisasi.

Bab III Gambaran Umum Perusahaan

Bab ini menjelaskan tentang gambaran perusahaan secara umum, data historis

perusahaan tersebut, berikut juga tentang historis perusahaan tersebut dari segi

pemenuhan kewajiban perpajakan secara rinci.

Bab IV Analisis dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang pengujian atas pembahasan tentang peraturan-peraturan

perpajakan, terkait konsekuensi perpajakan bagi perusahaa-perusahaan yang

terlibat dalam setiap opsi restrukturisasi; yaitu penggabungan usaha dan

pembubaran usaha.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan kesimpulan dari keseluruhan analisis dan pembahasan yang

telah dikemukakan di bab sebelumnya, dan saran yang dapat dipertimbangkan

dalam penelitian selanjutnya.

Universitas Indonesia

Page 22: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Restrukturisasi Perusahaan

2.1.1 Strategi Restrukturisasi Perusahaan

Kata restrukturisasi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008)

yaitu “penataan kembali (supaya struktur atau tatanannya baik).” Bila

dihubungkan dengan perusahaan maka restrukturisasi itu secara tersirat

mempunyai arti menata ulang kegiatan bisnis untuk meningkatkan efisiensi dan

keuntungan. Dengan kata lain, restrukturisasi perusahaan adalah proses yang

komprehensif dimana perusahaan dapat menyatukan kegiatan bisnisnya dan

memperkuat posisinya untuk mencapai tujuan perusahaan dan berkelanjutan

sebagai entitas yang kompetitif dan sukses.

Kapan saja perusahaan dapat melakukan restrukturisasi meskipun

perusahaan tersebut secara keuangan sehat (Lydia Rahardjo, 2011). Suatu induk

perusahaan dapat melakukan restrukturisasi karena tertarik dengan bisnis yang

lain, bisa juga karena pemilik perusahaan tidak lagi ingin menangani bisnis

tersebut dan beralih ke jenis bisnis lainnya. Ada juga perusahaan yang mendapat

penawaran pembelian dari perusahaan lainnya, yang menarik bagi pemilik

perusahaan atau sebab lainnya.

Restrukturisasi perusahaan yang diakibatkan oleh kondisi keuangan dan

menyebabkan perampingan perusahaan akan berpengaruh pada mekanisme kerja

dalam perusahaan, seperti berakibat pada pelayanan pada pelanggan. Ada kriteria

perusahaan yang laik direstrukturisasi (Dean Novel, 2002) , yaitu 1) perusahaan

dapat dibuktikan memiliki kapasitas pendanaan (proven financing capacity) dan

memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan nilai likuidasi atas aset

perusahaan tersebut; 2) adanya komitmen dan leadership yang solid, dan kondisi

strategic usaha yang laik (appropriate strategic condition).

Perusahaan melakukan strategi restrukturisasi tidak terlepas dari fungsi

manajemen perusahaan dalam menganalisis, mengambil keputusan dan

melakukan aksi untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif

7 Universitas Indonesia

Page 23: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

8

perusahaan. Satu set fungsi manajemen seperti itulah yang dinamakan manajemen

strategis. Pearce dan Robinson (2008) membagi manajemen strategis ke dalam 9

tugas penting, yaitu:

1) Merumuskan misi perusahaan, termasuk pernyataan yang luas mengenai

maksud, filosofi, dan sasaran perusahaan.

2) Melakukan suatu analisis yang mencerminkan kondisi dan kapabilitas internal

perusahaan.

3) Menilai lingkungan eksternal perusahaan, termasuk faktor persaingan dan

faktor konstektual umum lainnya.

4) Menganalisis pilihan-pilihan yang dimiliki oleh perusahaan dengan cara

menyesuaikan sumber dayanya dengan lingkungan eksternal.

5) Mengidentifikasikan pilihan paling menguntungkan dengan cara mengevaluasi

setiap pilihan berdasarkan misi perusahaan.

6) Memilih satu set tujuan jangka panjang dan strategi utama yang akan

menghasilkan pilihan paling menguntungkan tersebut.

7) Mengembangkan tujuan tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai

dengan tujuan jangka panjang dan strategi utama yang telah ditentukan.

8) Mengimplementasikan strategi yang telah dipilih melalui alokasi sumber daya

yang dianggarkan, di mana penyesuaian antara tugas kerja, manusia, struktur,

teknologi, dan sistem penghargaan ditekankan.

9) Mengevaluasi keberhasilan proses strategis sebagai masukan pengambilan

keputusan di massa mendatang.

Lebih lanjut Pearce dan Robinson (2008) menjelaskan bahwa suatu

perusahaan dapat mengadopsi satu atau lebih strategi umum (generic strategies)

untuk berkompetisi di pasar, yaitu biaya rendah, difrensiasi, atau fokus. Pihak

manajer perusahaan biasanya menggabungkan kapabilitas-kapabilitas itu dengan

rencana umum yang komprehensif. Rencana umum tersebut terdiri atas tindakan-

tindakan utama dengan mana perusahaan bermaksud mencapai tujuan jangka

panjangnya. Itulah yang dinamakan strategi utama (grand strategies). Terdapat 15

pendekatan dasar yang dapat diindentifikasi pada strategi utama: konsentrasi

pengembangan pasar, pengembangan produk, inovasi, integrasi horizontal,

Universitas Indonesia

Page 24: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

9

integrasi vertikal, usaha patungan, aliansi strategis, konsorsium, diversifikasi

konsentris, diversifikasi konsentris, diversifikasi konglemerasi, perputaran,

divestasi, kepailitan dan likuidasi.

Pendapat lain dikemukakan oleh Bramantyo (2004), yang membagi

kegiatan restrukturisasi ke dalam tiga jenis, yaitu

1) Restrukturisasi Portofolio/Asset

Restrukturisasi portofolio merupakan kegiatan penyusunan portofolio

perusahaan supaya kinerja perusahaan menjadi semakin baik. Yang termasuk

ke dalam portofolio perusahaan adalah setiap aset, lini bisnis, divisi, unit

usaha atau SBU (Strategic Business Unit), maupun anak perusahaan.

2) Restrukturisasi Modal/Keuangan

Restrukturisasi keuangan atau modal adalah penyusunan ulang komposisi

modal perusahaan supaya kinerja keuangan menjadi lebih sehat. Kinerja

keuangan dapat dievaluasi berdasarkan laporan keuangan, yang terdiri dari:

neraca, Rugi/Laba, laporan arus kas, dan posisi modal perusahaan.

Berdasarkan data dalam laporan keuangan perusahaan, akan dapat diketahui

tingkat kesehatan perusahaan. Kesehatan perusahaan dapat diukur berdasar

rasio kesehatan, yang antara lain: tingkat efisiensi (efficiency ratio), tingkat

efektifitas (effectiveness ratio), profitabilitas (profitability ratio), tingkat

likuiditas (liquidity ratio), tingkat perputaran aset (asset turn over), leverage

ratio dan market ratio. Selain itu, tingkat kesehatan dapat dilihat dari profil

risiko tingkat pengembalian (risk return profile).

3) Restrukturisasi Manajemen/Organisasi

Restrukturisasi manajemen dan organisasi, merupakan penyusunan ulang

komposisi manajemen, struktur organisasi, pembagian kerja, sistem

operasional, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan massalah managerial dan

organisasi. Dalam hal restrukturisasi manajemen/organisasi, perbaikan kinerja

dapat diperoleh melalui berbagai cara, antara lain dengan pelaksanaan yang

lebih efisien dan efektif, pembagian wewenang yang lebih baik sehingga

keputusan tidak berbelit-belit, dan kompetensi staf yang lebih mampu

menjawab permassalahan di setiap unit kerja.

Universitas Indonesia

Page 25: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

10

Arti kata restrukturisasi perusahaan cukup luas dan bervariasi. Perusahaan

merestrukturisasi bisnisnya, struktur keuangan dan organisasi dalam bentuk yang

berbeda, tergantung pada kebutuhan perusahaan. Restrukturisasi merupakan suatu

misi untuk merubah struktur organisasi, dapat memperbesar ataupun

memperkecil, untuk mencapai tujuan strategis atau mempertajam fokus dalam

mencapai visi perusahaan. Oleh karena itu, inti dari kegiatan restrukturisasi

perusahaan adalah usaha bisnis yang efisien dan kompetitif dengan meningkatkan

pangsa pasar, kekuatan produk dan sinergi dengan perusahaan lain.

Restrukturisasi juga merupakan suatu kegiatan yang dipergunakan untuk

menggambarkan kombinasi-kombinasi penggabungan usaha, pemecahan usaha

dan pembubaran usaha.

2.1.2 Alasan Dilakukannya Restrukturisasi Perusahaan

Dari berbagai macam bentuk restukturisasi, terdapat pula berbagai macam

tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Berikut ini alasan yang melatar

belakangi perusahaan (Van Horne dan Wachowicz Jr, 2007):

1) Peningkatan penjualan dan operasional yang ekonomis

Dengan mendapatkan tambahan pangsa pasar, perusahaan dapat meningkatkan

penjualan secara terus-menerus dan mendapatkan dominasi dalam pasar.

Keuntungan pemassaran dan strategis lainnya juga didapat.

2) Perbaikan manajemen

Perusahaan-perusahaan yang dikelola secara tidak efisien, dengan hasil

profitabilitas lebih rendah daripada yang dikelola secara efisien. Selama

restrukturisasi dapat menyediakan manajemen yang lebih baik, tindakan ini

masuk akal demi alasan ini saja. Motivasi ini menandakan bahwa perusahaan

yang imbal hasilnya rendah dengan pendapatan yang buruk adalah kandidat

restrukturisasi yang bagus.

3) Pengaruh informasi

Nilai juga dapat timbul jika informasi baru diungkapkan sebagai akibat dari

restrukturisasi perusahaan. Kondisi ini mengandung arti adanya informasi

Universitas Indonesia

Page 26: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

11

asimetris (tidak seimbang) yang dimiliki oleh pihak manajemen dan pasar

secara umum untuk saham biasa perusahaan.

4) Transfer kesejahteraan

Alasan lain bagi perusahaan kesejahteraan para pemegang saham adalah

transfer kesejahteraan dari para pemegang saham kepada para pemiliki hutang,

dan sebaliknya. Jika penggabungan usaha variabilitas arus kas relatif lancar,

misalnya, para pemilik hutang akan diuntungkan karena memiliki klaim yang

lebih bernilai. Akibatnya, nilai pasar klaim tersebut akan naik, jika hal lainnya

tetap. Jika keseluruhan nilai tidak berubah dalam cara lainnya, keuntungan

mereka akan merugikan para pemegang saham.

5) Alasan-alasan perpajakan

Motivasi dalam beberapa merger adalah untuk menurunkan beban pajak.

Dalam hal kerugian pajak dipindahkan ke pembukuan tahun berikutnya,

perusahaan dengan kerugian pajak kumulatif mungkin prospek lebih kecil

untuk menghasilkan laba yang memadai di massa mendatang agar dapat

secara penuh menggunakan kerugian pajak yang dipindahkan tersebut.

Melalui penggabungan usaha dengan perusahaan yang menguntungkan,

mungkin saham perusahaan yang tetap hidup secara lebih efektif

menggunakan pemindahan tersebut. Akan tetapi, terdapat batasan-batasan

yang menghambat penggunaannya sampai persentase tertentu dari nilai pasar

wajar perusahaan yang diakuisisi. Walaupun demikian, masih mungkin

terdapat keuntungan ekonomis, dengan tanggungan pemerintah, yang tidak

dapat direalisasikan oleh perusahaan-perusahaan tersebut secara terpisah.

6) Keuntungan leverage

Nilai bisa juga muncul melalui penggunaan leverage keuangan. Dalam banyak

restrukturisasi perusahaan, jumlah leverage keuangan sering kali naik. Ketika

hal ini terjadi, nilai dapat diciptakan bagi para pemegang saham. Terdapat

trade-off di antara pengaruh pajak badan, pengaruh pajak perorangan, biaya

kepailitan dan agensi, serta pengaruh insentif.

7) Hipotesis hubris

Universitas Indonesia

Page 27: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

12

Hubris merujuk pada semangat yang terlalu besar dari harga diri yang arogan

dan percaya diri. Orang-orang yang memiliki hubris dikatakan tidak memiliki

perilaku rasional yang dibutuhkan untuk mundur dari penawaran yang

berlebihan. Hipotesis hubris menyatakan bahwa premi lebih banyak dibayar

untuk perusahaan target menguntungkan para pemegang saham perusahaan

yang diakuisisi, akan tetapi para pemegang saham perusahaan saham

perusahaan pengakuisi mengalami penurunan kesejahtetaan.

8) Agenda Pribadi Manajemen

Sebagai ganti akibat dari hubris, kelebihan pembayaran yang dilakukan

perusahaan pengakuisisi mungkin merupakan hasil dari pihak manajemen

yang mengejar tujuan pribadi bukan tujuan memaksimalkan kesejahteraan

pemegang saham.

2.1.3 Bentuk-Bentuk Restrukturisasi Perusahaan

Restrukturisasi perusahaan dilakukan dalam persiapan menghadapi

persaingan global dalam rangka meningkatkan efesiensi dan daya saingnya.

Beberapa bentuk restrukturisasi perusahaan antara lain adalah konsolidasi,

likuidasi, akuisisi, kepailitan (pembangkrutan), pemecahan usaha (split off),

pemekaran usaha (spin off), penilaian kembali aset tetap (revaluasi), rekapitalisasi

(penataan kembali permodalan), dan reorganisasi usaha. Sementara itu, untuk

mengurangi ekuitas negatif karena beban hhutang dilakukan beberapa tindakan

misalnya penjadwalan kembali pelunasan hhutang, pengurangan hhutang,

pembebasan hhutang, konversi hhutang menjadi ekuitas, dan penyitaan barang-

barang jaminan hutang.

Berkaitan dengan restrukturisasi, di dalam buku “Restrukturisasi

Perusahaan Dalam Berbagai Bentuk dan Pemajakannya” Gunadi (2001, p.11)

mengutip pernyataan Suad Husnan bahwa restrukturisasi merupakan kegiatan

untuk merubah struktur perusahaan, baik memperbesar atau memperkecil struktur

perusahaan tersebut. Penggabungan usaha (merger dan akuisi) dan peleburan

usaha (konsolidasi) merupakan kegiatan untuk memperbesar struktur perusahaan.

Sedangkan penjualan unit usaha (sell off), pemisahan unit usaha (spin off) dan

Universitas Indonesia

Page 28: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

13

pemecahan usaha (split off) merupakan kegiatan untuk memperkecil

(merampingkan) struktur usaha.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Suad Husnan, Fred Weston et all

(1991) membagi ke dalam empat bentuk, yaitu: 1) expension (perluasan usaha)

yang dapat ditempuh melalui merger, melalui cara merger, penawaran tender

(tender offers), dan usaha patungan (joint ventures); 2) sell-off (penjualan unit

usaha) yang dilakukan melalui spin-off dan divestasi; 3) corporate control

(pengendalian perusahaan) dilakukan dengan cara membuat suatu kontrak

sukarela terhadap beberapa para pemegang saham perusahaan untuk tidak

mengambil alih perusahaan dengan cara membeli lebih banyak lagi saham

perusahaan yang beredar; 4) perubahan struktur kepemilikan melalui pertukaran

penawaran, yang memungkin yaitu pertukaran hutang atau saham preferen untuk

saham biasa, atau sebaliknya.

Selain itu ketika perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan,

perusahaan dapat melibatkan restrukturisasi pada aset maupun kewajibannya.

Salah satu bentuk restrukturisasi tersebut dinamakan kuasi reorganisasi. Kuasi

reorganisasi adalah reorganisasi tanpa melalui reorganisasi nyata yang dilakukan

dengan menilai kembali akun-akun dan kewajiban pada nilai wajar dan

mengeliminasi saldo negatif atau defisit (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

Nomor 51). Berdasarkan pengertian tersebut

Dalam tugas karya akhir ini, bentuk restrukturisasi yang menjadi fokus

utama pembahasan adalah kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan

penggabungan usaha dan likuidasi. Sedangkan bentuk restrukturisasi usaha yang

lain tidak akan dibahas, dikarenakan kesuaian pada topik tugas karya akhir ini.

2.1.3.1 Penggabungan Usaha

Untuk pengembangan usaha biasa beberapa perusahaan menempuh

metode restrukturisasi perusahaan seperti pengambilalihan usaha (akuisisi),

penggabungan usaha (merger), peleburan usaha (konsolidasi). Metode-metode

restrukturisasi tersebut lebih cenderung ditempuh oleh beberapa perusahaan

karena waktunya cenderung relatif lebih cepat, dibandingkan dengan cara merintis

Universitas Indonesia

Page 29: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

14

perusahaan baru dari awal yang lebih memakan waktu dan terdapat resiko gagal

usaha.

Konsep penggabungan usaha berupa merger, akuisisi dan konsolidasi

mempunyai arti luas. Banyak penulis mengemukakan pengertian merger, akuisisi,

dan konsolidasi berbeda-beda, seperti definisi-definisi di bawah ini:

1) Floyd Beams et al. (2010) menggunakan istilah kombinasi bisnis (business

combination) sebagai istilah umum untuk merujuk pada semua bentuk

penggabungan badan usaha yang sebelumnya terpisah. Semua bentuk

penggabungan merupakan akuisisi ketika salah satu perusahaan mengakuisisi

aset produktif badan usaha lain dan mengintegrasikan aset tersebut ke dalam

operasi sendiri. Kombinasi bisnis juga akuisisi ketika salah satu perusahaan

memperoleh kendali operasi atas fasilitas produksi entitas lain dengan

mengakuisisi mayoritas saham dan perusahaan yang diakuisisi tidak perlu

dibubarkan.

2) Abdul Moin (2010) menjelaskan bahwa merger merupakan salah satu bentuk

penyerapan oleh satu perusahaan terhadap perusahaan lain. Hanya akan ada

satu perusahaan yang berdiri bila dua perusahaan atau lebih melakukan

merger. Perusahaan yang memiliki ukuran nilai perusahaan yang lebih besar

dipertahankan hidup dan tetap mempertahankan nama dan status hukumnya,

sedangkan perusahaan yang ukuran nilainya lebih kecil akan menghentikan

aktivitas atau dibubarkan sebagai badan hukum. Sedangkan akuisisi

merupakan bentuk pengambilalihan perusahaan oleh pihak pengakuisisi

(acquirer) sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali atas

perusahaan yang diambilalih (acquiree) tersebut, perusahaan yang diambilalih

akan bubar. Konsolidasi atau peleburan merupakan bentuk khusus merger

dimana dua atau lebih perusahaan bersama-sama meleburkan diri dan

membentuk perusahaan baru.

Metode restrukturisasi yang sama juga diberikan oleh The Institute of

Company Secretaries of India, pada modul pembelajarannya yang berjudul

“Corporate Restructuring and Insolvence” memberikan beberapa metode

diantaranya adalah merger (penggabungan usaha), acquisitions (akuisisi)

Universitas Indonesia

Page 30: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

15

amalgamation (peleburan usaha), dan takeover (pengambilalihan). Berikut ini

penjelasan dari masing-masing metode tersebut:

1) Merger sebagai penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian

hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara

yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar karena telah mentransfer

bisnis mereka, termasuk semua aset dan kewajiban lainnya kepada perusahaan

baru. Para pemegang saham perusahaan yang identitasnya telah digabungkan

mendapatkan kepemilikan saham substansial dalam perusahaan gabungan.

2) Akuisisi merupakan sebuah aksi korporasi di mana sebuah perusahaan

membeli sebagian besar, jika tidak semua, dari kepemilikan saham perusahaan

sasaran dalam rangka untuk mengambil kendali dari perusahaan target.

Akuisisi sering dibuat sebagai bagian dari strategi pertumbuhan perusahaan

dimana lebih menguntungkan untuk mengambilalih bisnis usaha sebuah

perusahaan yang ada, dibandingkan dengan memperluas sendiri.

3) Dalam peleburan usaha (amalgamation), dua perusahaan atau lebih bergabung

bersama atau membentuk perusahaan baru dengan tetap melihat kepentingan

bisnis jangka panjang mereka. Perusahaan pengalih kehilangan keberadaan

mereka dan pemegang saham mereka menjadi pemegang saham dari

perusahaan baru.

4) Pengambilalihan (take over) adalah strategi untuk memperoleh kontrol atas

pengelolaan perusahaan lain, baik secara langsung dengan mengakuisisi

saham atau tidak langsung dengan berpartisipasi dalam manajemen.

Berdasarkan berbagai macam uraian konsep penggabungan di atas, dapat

diambil suatu kesimpulan bahwa merger adalah suatu bentuk penggabungan usaha

dua perusahaan atau lebih, badan usaha yang diambilalih menghentikan kegiatan

usahanya dan secara hukum lenyap. Sebelum dinyatakan secara hukum lenyap,

seluruh aset, hak dan kewajiban dari perusahaan yang lenyap tersebut diambilalih

oleh perusahaan yang masih tetap ada, tidak lenyap sama sekali. Konsolidasi atau

nama lainnya adalah amalgamation merupakan suatu bentuk usaha dari dua

perusahaan atau lebih menjadi suatu perusahaan yang benar-benar baru.

Kemudian yang terakhir, akuisisi merupakan bentuk penggabungan usaha di mana

Universitas Indonesia

Page 31: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

16

suatu perusahaan membeli seluruh atau sebagian saham perusahaan lain dalam

rangka untuk mendapatkan pengendalian perusahaan target dan menimbulkan

hubungan entitas sepengendali.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada perbuatan hukum

penggabungan usaha (merger, akuisisi, dan konsolidasi), yaitu (Elsi dan Advendi,

2007):

1) Perbuatan hukum penggabungan usaha adalah: a) kepentingan perseroan,

pemegang saham minoritas dan karyawan perseroan, dan b) kepentingan

masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

2) Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan tidak mengurangi

hak pemegang saham minoritas untuk menjual saham-sahamnya dengan harga

yang wajar. Pemegang saham minoritas mempunyai hak untuk menjual

sahamnya sesuai dengan harga yang wajar. Dalam hal hak menjual sahamnya

tidak dapat terlaksana maka pemegang saham minoritas dapat tidak

menyetujui rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang

diajukan oleh direksi dan melaksanakan haknya sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku.

Transaksi merger dan akuisisi tidak terjadi begitu saja tanpa ada biaya

yang harus dikeluarkan oleh pihak-pihak yang terkait. Pembayaran transaksi

merger dan akuisisi bisa menggunakan berbagai jenis pembayaran, tentunya yang

dipilih oleh pihak pengakuisi adalah jenis pembayaran yang paling

menguntungkan dari segi biaya dan waktu. Atas dasar metode pembiayaan merger

dan akuisisi, Edwin L Miller Jr. (2008), dan Abdul Moin (2010) membaginya ke

dalam beberapa klasfikasi, yang terbagi dalam kas, hutang, saham, atau kombinasi

ketiganya.

Penggunaan kas sebagai alat pembayaran adalah yang paling sering

dilakukan dan paling disukai baik oleh pengakuisisi ataupun yang diakuisisi.

Pengakuisisi menyerahkan sejumlah kas kepada pemegang saham perusahaan

target atas penyerahan saham atau aset. Pembayaran secara tunai ini dilakukan

ketika perusahaan memiliki uang tunai yang cukup besar dan uang tersebut telah

direncanakan untuk mendanai transaksi.

Universitas Indonesia

Page 32: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

17

Jika pengakusisi menggunakan kas untuk membiayai transaksi tersebut,

tetapi uang kas tersebut sebagian besar berasal dari pinjaman pihak ketiga

(hutang), maka hal ini dinamakan leverage buyout. Dengan kata lain, pembiayaan

akuisisi dilakukan melalui hutang dan hanya sebagian kecil dibiayai dengan uang

tunai pengakuisisi. Dalam leverage buyout ini pengakuisisi dapat menerbitkan

surat hutang baik obligasi biasa atau obligasi konversi dan dapat meminjam uang

dari pihak lain misalnya bank atau investment banker. Tingkat bunga hutang

untuk pembiayaan akuisisi ini relatif tinggi untuk menarik kreditor dan

pengakuisisi mengharapkan agar dana untuk membiayai transaksi ini secepat

mungkin bisa kembali bahkan jika perlu dengan menjual aset perusahaan yang

diakuisisi. Dalam hal penerbitan obligasi konversi, maka pemegang obligasi

diberi hak untuk menukarkannya dengan saham setelah jangka waktu tertentu atau

menerima kembali pokok obligasi setelah jatuh tempo.

Jika pengakuisisi tidak memiliki cukup kas atau pemegang saham

perusahaan target masih tetap mempertahankan kepemilikan pada perusahaan

hasil merger, maka pengakuisi bisa menggunakan saham sebagai alat pembayaran.

Pembiayaan melalui saham terjadi ketika saham perusahaan target diganti atau

ditukar dengan saham perusahaan hasil merger. Rasio pertukaran antar saham

tersebut didasarkan pada harga masing-masing saham berdasarkan kesepakatan

kedua pihak. Berbagai tipe saham bisa digunakan dalam pertukaran ini misalnya

saham biasa, saham preferen, atau saham-saham jenis lainnya. Keuntungan

penggunaan saham sebagai alat pembayaran ini adalah pengakuisisi tidak perlu

mengeluarkan sejumlah kas sehingga tidak mempengaruhi cash flow pengakusisi.

Jika pengakuisisi tidak memiliki cukup kas, tidak ingin menggunakan

saham seluruhnya, atau tidak ingin menggunakan hutang seluruhnya untuk

membiayai transaksi, maka pengakuisisi bisa mengkombinasi dua atau tiga cara

pembayaran tersebut. Dengan demikian pengakuisisi dapat menggunakan kas dan

hutang, kas dan saham, hutang dan saham atau kas, hutang dan saham sebagai alat

pembayaran. Manfaat bagi pengakuisisi adalah ia tidak harus membayar secara

tunai seluruh nilai transaksi.

Universitas Indonesia

Page 33: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

18

Penggabungan usaha secara fisik juga melibatkan pemindahan aset bersih

dari perusahaan yang bergabung. Akuntan dituntut untuk dapat menganalisis

permassalahan serta berbagai konsekuensi dari pemindahan untuk menentukan

perlakuan akuntansi bagi penggabungan usaha secara fisik ini (Stevanus Hadi dan

Yuliawati Tan, 2005. p.17), yaitu metode penggabungan kepentingan (pooling of

interest method) dan metode pembelian (purchase method):

1) Metode penggabungan kepentingan (pooling of interest method) pada

dasarnya berpedoman pada asumsi bahwa suatu penggabungan usaha adalah

upaya untuk menggabungkan semua potensi yang ada dari seluruh perusahaan

yang bergabung sehingga perlakuan akuntansinya adalah dengan

mengakumulasikan semua aset bersih dengan berdasar pada nilai bukunya

masing-masing. Dengan demikian, metode penggabungan kepentingan tidak

mengakui adanya revaluasi dari penggabungan usaha.

2) Metode pembelian (purchase method) memandang suatu penggabungan usaha

adalah suatu upaya dari perusahaan yang bergabung untuk mengakumulasikan

semua aset bersih dengan prinsip bahwa perushaan yang baru terbentuk dari

hasil penggabungan usaha ini harus memperhitungkan nilai wajar (fair values)

dari aset bersih perusahan yang terlibat dalam penggabungan usaha sehingga

dimungkin adanya revaluasi terhadap aset bersih tersebut. Selisih revaluasi

tersebut dapat dikompensasikan pada jenis aset bersih tertentu, atau

diberlakukan sebagai goodwill dengan massa manfaat tidak lebih dari 40

tahun.

2.1.3.2 Likuidasi

Likuidasi menjadi salah satu strategi utama perusahaan dalam melakukan

restrukturisasi perusahaan (Pearce dan Robinson, 2008. p.284). Likuidasi biasanya

dilakukan dengan cara menjual bagian-bagian aset perusahaan secara terpisah,

kadang kala bisa juga dijual secara keseluruhan, tetapi hanya seharga nilai aset

berwujudnya dan bukan sebagai perusahaan yang masih memiliki kelangsungan

usaha. Ketika perusahaan memilih likuidasi sebagai salah satu strategi

restrukturisasi berarti pihak manajemen maupun pemilik perusahaan telah

Universitas Indonesia

Page 34: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

19

mengakui kegagalan dan menyadari bahwa tindakan ini kemungkinan besar akan

menimbulkan dampak bagi semua pihak terkait seperti pemegang saham, kreditor,

karyawan, masyarakat sekitar, pemerintah, pemasok, dan distributor.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), likuidasi merupakan proses

membubarkan perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran

kewajiban kepada para kreditor dan pembagian harta yang tersisa kepada para

pemegang saham (persero). Pengertian likuidasi yang berbeda diberikan oleh

beberapa penulis, berikut ini definisi-definisinya:

a) Menurut Zainal Asikin (2004, p.80) dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum

Perbankan di Indonesia, menyebutkan likuidasi sebagai suatu tindakan untuk

membubarkan suatu perusahaan atau badan hukum.

b) Menurut Rachmadi Usman (2001, p.97), likuidasi adalah pembubaran

perusahaan diikuti dengan proses penjualan harta perusahaan, penagihan

piutang, pelunasan hutang, serta penyelesaian sisa harta atau hutang antara

para pemegang saham.

Dari definisi-definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

likuidasi adalah merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban

sebagai akibat pencabutan izin usaha yang pembubaran badan hukum. Jadi

likuidasi perusahaan bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran

badan hukum, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian segala hak dan

kewajiban dari suatu perusahaan yang dicabut izin usahanya. Setelah suatu

perusahaan dicabut izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses pembubaran

badan hukum yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses pemberesan

berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban (piutang dan hutang) sebagai

akibat dari pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum perusahaan.

Berdasarkan Pasal 114 Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, pembubaran dan likuidasi perseoran terbatas dapat terjadi

karena:

1) Keputusan RUPS;

2) Jangka waktu berdirinya yang ditentukan dalam anggaran dasar telah berakhir;

Universitas Indonesia

Page 35: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

20

3) Penetapan pengadilan, apabila terjadi a) permohonan kejaksaan berdasarkan

alasan yang kuat bahwa perseroan telah melanggar kepentingan umum, b)

permohonan satu orang atau lebih pemegang saham atau yang mewakilinya, c)

permohonan kreditor berdasarkan alasan perseroan tidak mampu membayar

hutangnya setelah dinyatakan pailit, atau harta kekayaan perseroan tidak

cukup untuk melunasi seluruh hutangnya setelah pernyataan pailit dicabut.

Dengan demikian, jika perseroan telah bubar maka perseroan tidak dapat

melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaanya dalam

proses likuidasi. Di sisi lain, pembubaran perseroan akibat merger atau

konsolidasi tidak perlu diikuti dengan likuidasi (pemberesan aset dan kewajiban).

Perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan (financial distress)

karena berbagai hal, yaitu: 1) cash flow yang terlalu kecil untuk membayar

hutang, 2) kesalahan dalam kebijakan keuangan seperti kredit macet, dan 3)

terdapat kerugian yang besar sehingga mengganggu jalannya operasi perusahaan.

Jika kesulitan keuangan ini tidak segera di atas maka perusahaan bisa dituntut

untuk dilikuidasi misalnya oleh pihak kreditor.

Likuiditas diukur dengan rasio aset lancar dibagi dengan kewajiban lancar.

Perusahaan yang memiliki likuiditas sehat paling tidak memiliki rasio lancar

sebesar 100%. Ukuran likuiditas perusahaan yang lebih menggambarkan tingkat

likuiditas perusahaan ditunjukkan dengan rasio kas (perbandingan kas terhadap

kewajiban lancar). Rasio likuiditas antara lain terdiri dari: Current Ratio adalah

membandingkan antara total aset lancar dengan kewajiban lancar. Quick Ratio

adalah membandingkan antara total aset lancar yang dikurangi dengan inventory

kemudian dibagi dengan kewajiban lancar.

Dalam hal pembubaran perseroan terjadi berdasarkan keputusan RUPS,

jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau

dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS

tidak menunjuk likuidator, maka Direksi bertindak selaku likuidator. Pembubaran

perseroan wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau

kurator; dan perseroan tersebut tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali

dalam hal membereskan semua urusan perseroan yang berkaitan dengan likuidasi.

Universitas Indonesia

Page 36: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

21

Apabila anggota Direksi, Dewan Komisaris dan Perseroan melanggar hal tersebut,

maka mereka dapat dikenakan tanggung jawab hukum secara tanggung renteng.

Dalam hal pembubaran perseroan terjadi karena pencabutan kepailitan, maka

pengadilan niaga dapat sekaligus memutuskan memberhentikan kurator sesuai

dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang.

Likuidasi merupakan langkah terakhir yang bisa dilakukan manajemen

setelah semua strategi penyelamatan tidak ada hasilnya. Karena alasan-alasan

tersebut, likuidasi biasanya dipandang sebagai strategi utama yang paling tidak

menarik. Namun, untuk strategi jangka panjang, strategi ini meminimalkan

kerugian bagi seluruh pemegang saham perusahaan. Jika menghadapi kepailitan,

perusahaan yang melakukan likuidasi biasanya mencoba untuk mengembangkan

sistem yang terencana dan teratur guna menghasilkan tingkat pengembalian dan

konversi kas setinggi mungkin ketika perusahaan tersebut perlahan-lahan

melepaskan pangsa pasarnya.

2.2 Perencanaan Pajak

Pengusaha sebagai Wajib Pajak tentu tidak dapat menghindari karena

pajak dapat dikenakan secara langsung maupun tidak langsung kepada dirinya.

Seperti halnya restrukturisasi yang merupakan transaksi ekonomi dimana kegiatan

tersebut mengundang pemajakan. Karena tidak dapat menghindari pengenaan

pajak, pengusaha seharusnya sadar dan berusahaa memahami ketentuan

perpajakan dengan benar. Tentunya dengan adanya pemajakan berarti beban

perusahaan akan semakin bertambah dimana hal itu akan mengurangi laba bersih.

Perusahaan memerlukan suatu cara untuk meminimalkan beban pajak tersebut.

Perencanaan pajak merupakan upaya untuk meminimalkan pengenaan

pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan

perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan

dilakukan (Early Suandy, 2008, p.8). Hal ini dapat dilihat dari definisi

perencanaan pajak di bawah ini:

Universitas Indonesia

Page 37: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

22

1) Perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak orang

pribadi maupun badan usaha sedemikian rupa dengan memanfaatkan berbagai

celah kemungkinan yang dapt ditempuh oleh perusahaan dalam koridor

ketentuan peraturan perpajakan, agar perusahaan dapat membayar pajak dalam

jumlah minimum. (Charil Anwar Pohan, 2013, p.18).

2) Perencanaan pajak sebagai suatu proses pengintegrasian usaha-usaha Wajib

Pajak atau sekelompok Wajib Pajak untuk meminimalkan beban atau

kewajiban pajaknya baik yang berupa Pajak Penghasilan maupun pajak-pajak

yang lain; melalui pemanfaatan fasilitas perpajakan, penghematan pajak (tax

saving), dan penghindaran pajak (tax avoidance) yang sesuai dengan atau

tidak menyimpang dari ketentuan perundang-undang perpajakan. (Harnanto,

2013, p.3).

Dari definisi perencanaan pajak di atas dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa pada umumnya perencanaan pajak yang benar adalah meminimalkan

pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu

sehingga dapat menghindari adanya pemborosan beban.

2.2.1 Lingkup Perencanaan Pajak

Harnanto (2013, p.3) juga membagi ruang lingkup perencanaan pajak

dapat digeneralisasi ke dalam dua aspek:

1) Aspek Formal

Kewajiban perpajakan bermula dari implementasi undang-undang perpajakan.

Ketidakpatuhan terhadap undang-undang dalam pemenuhan administrasi dari

kewajiban perpajakan dapat dikenai sanksi, baik administratif maupun pidana.

Selain itu juga, dapat membantu Wajib Pajak dalam menghadapi pemeriksaan

pajak. Secara garis besar, komponen perencanaan aspek formal meliputi:

a) Mematuhi peraturan perundang-undangn perpajakan;

b) Kejelasan akun/rekening pembukuan

c) Ketepatan waktu membayar dan melaporkan pajak, dan

d) Dokumentasi yang memadai.

2) Aspek Material

Universitas Indonesia

Page 38: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

23

Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan,

maupun peristiwa. Basis penghitungan pajak adalah objek pajak.

Dilakukannya perencanaan aspek material untuk memperoleh penghematan

beban pajak secara legal (tidak melanggar hukum dan ketentuan perpajakan).

Perencanaan aspek material meliputi perumusan strategi dan penerapan teknik

perencanaan/penghematan pajak.

2.2.2 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak

Early Suandy (2008. p.8) menyebutkan motivasi yang mendasari

dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga unsur

perpajakan, yaitu:

1) Kebijakan perpajakan (tax policy)

Kebijakan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak

dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak, terdapat

faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak.

2) Undang-Undang perpajakan (tax law)

Kenyataan menunjukkan bahwa di mana pun tidak ada undang-undang yang

mengatur setiap permassalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam

pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan lain (Peraturan Pemerintah,

Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Dirjen

Pajak). Tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan

undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat

kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya

terbuka celah (loopholes) bagi Wajib Pajak untuk menganalisis kesempatan

tersebut dengan cermat untuk perencanaan pajak yang baik.

3) Administrasi perpajakan (tax administration)

Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk

memaksimalakan laba setelah pajak (after tax return), karena pajak ikut

mempengaruhi pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam operasi

perusahaan untuk melakukan investasi melalui analisis yang cermat dan

pemanfaatan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan

Universitas Indonesia

Page 39: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

24

yang sengaja dibuat oleh pemerintah, untuk memberikan perlakuan yang

berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama dengan

memanfaatkan:

a) Perbedaan tarif pajak,

b) Perbedaan perlakukan atas objek Pajak sebagi dasar pengenaan pajak,

c) Loopholes, shelters, dan havens.

2.3 Ketentuan Perpajakan yang Terkait Restrukturisasi Perusahaan

Ada banyak pertimbangan Pemerintah perlu membentuk undang-undang

mengenai kegiatan restrukturisasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di

Indonesia. Salah satu pertimbangannya adalah kegiatan restrukturisasi perusahan

bisa dikatakan sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu

diberikan landasan hukum untuk memacu pembangunan nasional. Dengan adanya

undang-undang tersebut maka perusahaan-perusahaan yang melakukan bisnis di

Indonesia terjamin kedudukannya di mata hukum (perlindungan hukum) dan

dapat melakukan transaksi bisnis yang sah dan benar menurut ketentuan-ketentuan

pemerintah. Ketentuan perpajakan yang terkait dengan kegiatan restrukturisasi

perusahaan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak

Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan),

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah

dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang BPHTB), dan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang

Pajak Pertambahan Nilai).

2.3.1 Undang-Undang Pajak Penghasilan

Pada tahun 1984 sistem perpajakan Indonesia mengalami reformasi, hal ini

dimulai dengan diberlakukannya undang-undang perpajakan yang menganut

Universitas Indonesia

Page 40: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

25

sistem self assessment. Self assessment diterapkan sepenuhnya diterapkan pada

Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Wajib Pajak diberi kepercayaan

dan tanggung jawab untuk menghitung pajak terhutang atas penghasilannya sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Perhitungan pajak atas penghasilan pertama kali didasarkan atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983, yang kemudian telah beberapa kali mengalami

perubahan:

1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 Perubahan Pertama;

2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 Perubahan Kedua;

3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Perubahan Ketiga;

4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahan Keempat.

Pada Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 3 sedikit mengalami perubahan dalam

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Dalam Pasal tersebut menjelaskan yang

menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari

Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau

untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan

dalam bentuk apa pun, termasuk keuntungan karena likuidasi, penggabungan,

peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha atau reorganisasi

dengan nama dan dalam bentuk apapun. Jadi, apabila suatu badan usaha

dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual

berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut merupakan obyek

pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa buku dalam

hal penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan

usaha merupakan penghasilan.

Namun untuk Pasal 10 ayat (3) tidak mengalami perubahan semenjak

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994. Pasal tersebut menjelaskan bahwa nilai

perolehan atas pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,

penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha

dalam jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar,

kecuali ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Universitas Indonesia

Page 41: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

26

Dari uraian ketentuan perpajakan di atas, dapat diketahui apabila terjadi

pengalihan harta ketika dalam rangka pengembangan usaha, nilai perolehan atas

harta tersebut berdasarkan harga pasar. Pengembangan usaha tersebut berupa;

penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha,

selain itu pengalihan tersebut daat dilakukan pula dalam rangka likuidasi usaha

atau sebab lainnya. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang

dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak (PPh). Bila nilai

perolehan atas harta yang dialihkan berdasarkan nilai sisa buku maka harus sesuai

dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Ketentuan dari Menteri Keuangan yang berlaku hingga saat ini adalah

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai

Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Atau

Pemekaran Usaha (selanjutnya disebut PMK 43/2008). Pada Pasal 1 menyatakan

bahwa Wajib Pajak yang melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha

dapat menggunakan nilai buku, dan bagi Wajib Pajak yang melakukan pemekaran

usaha dapat menggunakan nilai buku adalah ketika: a) Wajib Pajak yang belum

Go Public yang akan melakukan penawaran umum perdana; atau b) Wajib Pajak

yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan

penawaran umum perdana.

Pada Pasal 2 dijelaskan mengenai persyaratan bagi Wajib Pajak yang

melakukan merger dan pemekaran usaha menggunakan nilai buku. Wajib Pajak

wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) mengajukan permohonan kepada

Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger

dan pemekaran usaha; b) melunasi seluruh hutang pajak dari tiap badan usaha

yang terkait; dan c) memenuhi persyaratan tujuan bisnis. Wajib Pajak yang

menerima pengalihan harta dalam rangka kegiatan merger atau pemekaran usaha

dengan menggunakan nilai buku tidak boleh mengkompensasi kerugian / sisa

kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri / Wajib Pajak yang dilebur

(Pasal 3 PMK 43/2008).

Pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) dijelaskan bahwa Wajib Pajak yang

menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta tersebut sesuai dengan

Universitas Indonesia

Page 42: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

27

nilai sisa buku dan penyusutan atas hartanya dilakukan berdasarkan massa

manfaat yang tersisa sebagaimana yang tecantum dalam pembukuan pihak atau

pihak yang mengalihkan. Pada Pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa jumlah Pajak

Penghasilan Pasal 25 dari pihak atau pihak yang menerima pengalihan tidak boleh

lebih kecil dari jumlah angsuran yang wajib dibayar oleh pihak atau pihak-pihak

yang mengalihkan. Kemudian pada ayat (2), dijelaskan bahwa pembayaran,

pemungutan, dan pemotongan Pajak Penghasilan yang telah dilakukan oleh pihak

atau pihak-pihak yang mengalihkan sebelum dilakukan merger atau pemekaran

usaha dapat dipindahbukukan menjadi pembayaran, pemungutan, atau

pemotongan Pajak Penghasilan dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan.

Pada saat kegiatan restrukturisasi pasti ada harta yang dialihkan dari

perusahaan target kepada perusahaan penerima pengalihan. Salah satu harta yang

dikenakan pajak penghasilan adalah tanah maupun bangunan. Pemajakan terjadi

pada pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut adalah Pajak

Penghasilan Final berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak

Penghasilan. Sejak 2009, Pajak Penghasilan Final atas penghasilan ini

diberlakukan secara umum untuk seluruh jenis Wajib Pajak, tidak pandang

apapun jenis usaha atau kegiatannya. Pajak Penghasilan Final ini secara efektif

mulai dikenakan pada awal tahun 1995 melalui penerbitan Peraturan Pemerintah

Nomor 48 Tahun 1994. Peraturan Pemerintah tersebut secara berturut-turut

kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, Peraturan

Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999, dan terakhir dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 71 Tahun 2008 (selanjutnya disebut PP 71/2008) yang mulai berlaku pada

tanggal 1 Januari 2009.

Sebelum PP 71/2008 diberlakukan, sifat pengenaan Pajak Penghasilannya

beragam, tergantung dari jenis Wajib Pajak dan jenis usaha Wajib Pajak. Setelah

PP 71diberlakukan, Pajak Penghasilan ini bersifat final dan berlaku bagi semua

jenis Wajib Pajak apapun jenis usaha maupun kegiatan Wajib Pajak tersebut.

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (2), pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

adalah: 1) penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,

penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain

Universitas Indonesia

Page 43: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

28

selain pemerintah; 2) penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak,

atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan

pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak

memerlukan persyaratan khusus; dan 3) penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak,

penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

Besarnya Pajak Penghasilan adalah sebesar 5% dari jumlah bruto nilai

pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kecuali atas pengalihan hak atas

Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak

yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai, hal ini

sesuai dengan Pasal 4 ayat (1). Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi

antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak (Harga Peralihan) dengan Nilai Jual

Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan, sesuai dengan Pasal 4

ayat (1).

2.3.2 Undang-Undang BPHTB

Undang-Undang BPHTB pertama kali disahkan oleh pemerintah pada

tanggal 29 Mei 1997 melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997, yang

kemudian dilakukan perubahan terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2000 pada tanggal 2 Agustus 2000.

Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang BPHTB, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang

dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Kemudian ayat (2)

dijelaskan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau

peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau

bangunan oleh orang pribadi atau badan. Pada Pasal 2 ayat (2) huruf a, perolehan

hak atas tanah dan bangunan tersebut antara lain meliputi pemindahan hak karena

jual beli, tukar-menukar, penggabungan usaha, peleburan usaha, dan pemekaran

usaha.

Universitas Indonesia

Page 44: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

29

Pada Pasal 5 dan 6 dijelaskan mengenai tarif pajak dan dasar pengenaan

nilai pajaknya. BPHTB ini sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak. Apabila

Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual

Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada

tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual

Objek Pajak yang digunakan dalam Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, hal ini

sesuai dengan Pasal 6 ayat (3). Bila terjadi jual-beli, Nilai Jual Objek Pajak yang

dipakai adalah harga transaksi. Sedangkan, pada penggabungan, peleburan

maupun penggabungan usaha, Nilai Jual Objek Pajak adalah harga pasar.

Terdapat fasilitas perpajakan yang bisa dimanfaatkan Wajib Pajak untuk

pengenaan pajak BPHTB ini, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor

91/PMK.03/2006 (selanjutnya disebut PMK 91/2006) tentang Perubahan Kedua

Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2004 tentang Pemberian

Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan. Sesuai dengan Pasal

1 ayat (2) huruf b, atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam hal kondisi Wajib Pajak

Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas

pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan

restrukturisasi usaha dan atau hutang usaha sesuai dengan kebijaksanaan

pemerintah, besarnya pengurangan adalah 75% dari pajak terhutang. Namun,

Wajib Pajak harus mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa

Indonesia dengan disertai alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama tiga

bulan sejak saat pembayaran sebesar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan terhutang setelah pengurangan, hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (5).

2.3.3 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai

Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai pertama kali disahkan oleh

pemerintah pada tahun 1983 melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1984, yang

kemudian dilakukan perubahan sebanyak tiga, terakhir kali Undang-Undang

Nomor 42 tahun 2009.

Universitas Indonesia

Page 45: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

30

Dalam restrukturisasi perusahaan terdapat pengalihan (penyerahan) aset

termasuk di dalamnya adalah aset yang berbentuk Barang Kena Pajak. Hal ini

sesuai dengan ketentuan pada Pasal 1A ayat (1) huruf 3, yaitu penyerahan Barang

Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aset yang menurut tujuan semula tidak

untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan

merupakan objek pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Namun, lebih lanjut

Pemerintah memberikan fasilitas perpajakan berupa pengecualian pengertian

Barang Kena Pajak pada ayat (2) huruf d. Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa

pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang

melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena

Pajak.

Universitas Indonesia

Page 46: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

BAB 3

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN YANG TERKAIT

RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN

3.1 Gambaran Umum Perusahaan Pengambilalih dan Perusahaan

Penerima Pengalihan

Sebagaimana telah diungkapkan dalam uraian di awal Bab I, bahwa obyek

yang menjadi pembahasan selain kebijakan perpajakan yang berlaku atas kegiatan

restrukturisasi perusahaan, namun juga gambaran atau kondisi masing-masing

perusahaan yang akan terlibat dalam kegiatan restrukturisasi yaitu MMI selaku

entitas induk perusahaan, beserta entitas anak perusahaan antara lain GII, IR dan

SSK. Data yang dibahas meliputi permodalan perusahaan, daftar pemegang

saham, daftar aset tetap, dan laporan keuangan perusahaan.

3.1.1 PT MMI (Perusahaan yang Menerima Pengalihan)

1) Pendirian Perusahaan

PT MMI yang sebelumnya bernama PT MIO dan sebelumnya bernama PT

TNU didirikan berdasarkan Akta Nomor 103 yang dibuat di hadapan notaris

Toety Juniarto, SH, di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1999. Akta pendirian

ini telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia melalui surat keputusan Nomor C-

5229.HT.01.01.TH.2000 tanggal 6 Maret 2000. Anggaran dasar perusahaan

telah mengalami beberapa kali perubahan, pada tanggal; 28 Mei 2008,

berdasarkan Pernyataan Keputusan para Pemegang Saham yang dinyatakan

dalam Akta Nomor 54, antara lain mengenai peningktan modal dasar, dibuat

di hadapan Notaris Unita Christina Winata, SH, di Jakarta. Akta tersebut telah

memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

dengan Surat Keputusan Nomor AHU-47755.AH.01.02 pada tanggal 5

Agustus 2008.

Sesuai Pasal 3 anggaran dasar, maksud dan tujuan pendirian Perusahaan

adalah untuk menjalankan usaha, antara lain, dalam bidang jasa

31 Universitas Indonesia

Page 47: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

32

telekomunikasi, jasa pengembangan perangkat lunak, serta jasa periklanan dan

reklame. Kegiatan utama Perusahan saat ini adalah berinvestasi pada entitas

anak yang bergerak dalam bidang media massa dan usaha lainnya yang terkait

dengan usaha tersebut. Entitas induk perusahaan adalah PT SP Tbk.

2) Struktur Perusahaan

Perusahaan memiliki lebih dari 50% saham entitas anak sebagai berikut:

Tabel 3.1 Entitas Anak PT MMI

2012PT JGM Jakarta Penerbit Majalah 2008 95% 44,730,863,216.00Rp PT KMII Jakarta Penerbit Koran 2001 99% 34,149,862,970.00Rp PT GAI Jakarta Penerbit Majalah 2006 99% 18,161,612,539.00Rp PT MII Jakarta Penerbit Majalah 1998 95% 7,938,131,147.00Rp PT GII Jakarta Penerbit Majalah 2002 99% 6,508,078,458.00Rp PT SSK Jakarta Perdangangan Umum - 98% 2,467,505,846.00Rp PT IR Jakarta Jasa Penyiaran Radio - 95% 1,253,461,600.00Rp

Nama Perusahaan Domisili Kegiatan Usaha Dimulainya

Kegiatan Operasi

Jumlah Aset Persentase Kepemilikan

Sumber: Diolah dari data MMI

Perusahaan memiliki 95% saham pada PT JGM, 99% saham PT KMII, 99%

saham PT GAI, 95% saham PT MII, 99% PT GII, 98% PT SSK, dan 95% PT

IR. PT JGM dan PT KMII mempunyai kegiatan usaha penerbit koran. PT

GAI, PT GII, PT MII mempunyai kegiatan usaha penerbit majalah. PT SSK

mempunyai kegiatan usaha di bidang perdagangan umum. PT IR mempunyai

kegiatan usaha di bidang jasa penyiaran radio. Sebagai catatan PT GII sudah

tidak beroperasi sejak tahun 2012, sedangkan PT IR dan PT SSK belum

pernah beroperasi.

Berdasarkan Akta Nomor 52, Notaris Myra Yuwona pada tanggal 17 Juni

2008, Perusahaan mengambil alih kepemilikan Perusahaan di PT GAI yang

sebelumnya dimiliki oleh PT KMII, sebesar 97,88 persen dengan nilai

transaksi Rp 247.500.000,00 Transaksi pengalihan kepemilikan tersebut

merupakan transaksi “Akuntansi Restrukturisasi Entitas Sepengendali” sesuai

dengan PSAK Nomor 38 (Revisi 2004), sehingga selisih bersih antara harga

pengalihan sebesar Rp 247.500.000,00 dan nilai buku aset bersih sebesar Rp

16.332.959.049,00 disajikan sebagai Selisih Transaksi Restrukturisasi Entitas

Universitas Indonesia

Page 48: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

33

Sepengendali di dalam komponen ekuitas pada laporan keuangan masing-

masing entitas.

3) Modal Saham dan Kepentingan Non Pengendali

Jumlah modal saham dasar PT MMI adalah sebesar Rp 5.000.000.000,00 yang

terdiri atas 50.000.000 saham dengan nilai nominal masing-masing saham

sebesar Rp 100,00. Dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh

sebanyak 20.000.000 saham atau sebesar Rp 2.000.000.000,00. Susunan

pemegang saham perusahaan dan kepemilikannya pada tanggal 31 Desember

2012 dan 2011 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Komposisi Pemegang Saham PT MMI

Pemegang Saham Jumlah Lembar Saham Persentase Kepemilkan Jumlah Modal DisetorPT SP Tbk 1,997,999,815 99.90% 199,799,981,500.00Rp PT AM 2,000,185 1% 200,018,500.00Rp Jumlah 2,000,000,000 100% 200,000,000,000.00Rp

Sumber: Diolah dari data MMI

Berikut ini kepentingan non pengendali MMI pada tanggal 31 Desember 2012

dan 2011:

Tabel 3.3 Kepentingan Nonpengendali PT MMI

Bagian Kepentingan Non Pengendali Atas Modal Disetor Entitas Anak

2012 2011

PT JGM Rp 250,000,000.00 Rp 250,000,000.00PT MII Rp 185,000,000.00 Rp 185,000,000.00PT KMII Rp 150,000,000.00 Rp 150,000,000.00PT IR Rp 75,000,000.00 Rp 75,000,000.00PT GII Rp 5,000,000.00 Rp 5,000,000.00PT GAI Rp 2,500,000.00 Rp 2,500,000.00PT SSK Rp 500,000.00 Rp 500,000.00Jumlah Rp 668,000,000.00 Rp 668,000,000.00

Akumulasi Bagian Kepentingan Non

Pengendali Atas Rugi 2012 2011

Universitas Indonesia

Page 49: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

34

Komprehensif Entitas AnakPT MII Rp (684,637,883.00) Rp (547,415,852.00)PT KMII Rp (298,311,141.00) Rp (200,760,128.00)PT JGM Rp (1,479,023,300.00) Rp (905,077,112.00)PT SSK Rp (5,202,546.00) Rp (3,482,010.00)PT IR Rp (12,082,145.00) Rp (12,979,709.00)PT GII Rp (19,237,578.00) Rp (16,192,202.00)PT GAI Rp (137,887,854.00) Rp (99,752,209.00)Jumlah Rp (2,636,382,447.00) Rp (1,785,659,222.00)Jumlah - Bersih Rp (1,968,382,447.00) Rp (1,117,659,222.00)

Sumber: Diolah dari data MMI

4) Aset Tetap

Perusahaan mencatat aset tetapnya dengan menggunakan model biaya (cost

model). Aset tetap, kecuali tanah, dinyatakan sebesar biaya perolehan setelah

dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulusai penurunan nilai aset, jika

ada. Aset tetap disusutkan berdasarkan metode garis lurus (straight-line

method), berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aset tetap sebagai

berikut:

Tahun

Bangunan 20

Instalasi 5

Kendaraan 5

Peralatan Kantor 5-10

Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada laporan laba rugi

komprehensif pada saat terjadinya; pengeluaran yang memperpanjang masa

manfaat ekonomis di masa yang akan datang dikapitalisasi. Penangguhan

penyusutan atas kapitalisasi maupun atribusi peralatan kantor dapat dilakukan

dengan pertimbangan dari manajemen. Aset tetap yang sudah tidak digunakan

lagi atau yang dijual dikeluarkan dari kelompok aset tetap berikut akumulasi

penyusutannya. Keuntungan atau kerugian dari penjualan aset tetap tersebut

dibukukan dalam laporan laba rugi komprehensif pada tahun yang

bersangkutan. Pada Tabel 3.4 berikut ini menggambarkan aset tetap yang

Universitas Indonesia

Page 50: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

35

dimiliki oleh MMI dan telah diaudit pada tanggal 31 Desember 2012 dan

2011.

Tabel 3.4 Aset Tetap PT MMI2012

Saldo Awal Pengurangan Reklasifikasi Saldo AkhirBiaya Perolehan

Pemilikan LangsungTanah ` -Rp -Rp -Rp Bangunan 20,440,138,202.00Rp -Rp 21,825,410,152.00Rp Peralatan Kantor 52,532,906,328.00Rp -Rp 54,964,205,907.00Rp Kendaraan 490,720,455.00Rp -Rp 1,094,720,455.00Rp Perlengkapan 16,607,137,194.00Rp -Rp 17,134,722,497.00Rp

Sewa PembiayaanPeralatan Kantor -Rp -Rp -Rp -Rp Perlengkapan -Rp -Rp -Rp -Rp

Jumlah 90,070,902,179.00Rp -Rp -Rp 95,019,059,011.00Rp Akumulasi Penyusutan

Pemilikan LangsungBangunan 7,185,085,852.00Rp -Rp -Rp 10,683,280,441.00Rp Peralatan Kantor 36,453,597,266.00Rp -Rp -Rp 43,335,732,438.00Rp Kendaraan 410,172,728.00Rp -Rp -Rp 469,115,153.00Rp Perlengkapan 8,937,816,600.00Rp -Rp -Rp 10,817,066,475.00Rp

Sewa PembiayaanPeralatan Kantor -Rp -Rp -Rp -Rp Perlengkapan -Rp -Rp -Rp

Jumlah 52,986,672,446.00Rp -Rp -Rp 65,305,194,507.00Rp Nilai Buku 37,084,229,733.00Rp 29,713,864,504.00Rp

2011Saldo Awal Pengurangan Reklasifikasi Saldo Akhir

Biaya PerolehanPemilikan Langsung

Tanah 2,613,933,757.00Rp -Rp -Rp 2,613,933,757.00Rp Bangunan 13,508,678,617.00Rp 4,021,597,515.00Rp -Rp 20,440,138,202.00Rp Peralatan Kantor 40,614,268,941.00Rp -Rp 7,818,628,548.00Rp 52,532,906,328.00Rp Kendaraan 746,675,000.00Rp 379,500,000.00Rp -Rp 490,720,455.00Rp Perlengkapan 6,535,620,520.00Rp 4,500,000,000.00Rp 757,206,778.00Rp 16,607,137,194.00Rp

Sewa PembiayaanPeralatan Kantor 5,592,876,491.00Rp -Rp (5,592,876,491.00)Rp -Rp Perlengkapan 1,770,723,275.00Rp -Rp (1,770,723,275.00)Rp -Rp

Jumlah 71,382,776,601.00Rp -Rp -Rp 92,684,835,936.00Rp Akumulasi Penyusutan

Pemilikan LangsungBangunan 5,691,908,605.00Rp 1,040,600,653.00Rp -Rp 7,185,085,852.00Rp Peralatan Kantor 19,905,455,895.00Rp -Rp 3,518,382,538.00Rp 36,453,597,266.00Rp Kendaraan 746,675,000.00Rp 379,500,000.00Rp -Rp 410,172,728.00Rp Perlengkapan 4,455,900,134.00Rp -Rp 343,376,831.00Rp 8,937,816,600.00Rp

Sewa PembiayaanPeralatan Kantor 2,519,427,977.00Rp -Rp (2,519,427,977.00)Rp -Rp Perlengkapan 1,342,331,392.00Rp -Rp (1,342,331,392.00)Rp -Rp

Jumlah 34,661,699,003.00Rp -Rp -Rp 52,986,672,446.00Rp Nilai Buku 36,721,077,598.00Rp 39,698,163,490.00Rp

-Rp -Rp

13,814,309,896.00Rp

52,986,672,446.00Rp

Penambahan

-Rp 10,953,057,100.00Rp 4,100,008,839.00Rp

123,545,455.00Rp

Penambahan

527,585,303.00Rp

92,684,835,936.00Rp

-Rp -Rp

-Rp 1,385,271,950.00Rp 2,431,299,579.00Rp

604,000,000.00Rp

58,942,425.00Rp 1,879,249,875.00Rp

-Rp -Rp

3,498,194,589.00Rp 6,882,135,172.00Rp

92,684,835,936.00Rp

2,533,777,900.00Rp 13,029,758,833.00Rp

42,997,728.00Rp 4,138,539,635.00Rp

-Rp -Rp

52,986,672,446.00Rp

Sumber: Diolah dari data MMI

Universitas Indonesia

Page 51: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

36

Pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011, seluruh aset tetap telah

diasuransikan pada perusahaan asuransi PT Lippo General Insurance Tbk.,

terhadap berbagai resiko dengan nilai pertanggungan pada 31 Desember 2012

dan 2011 masing-masing sebesar Rp 7.650.000.000,00 dan Rp

6.295.797.486,00. Manajemen berpendapat bahwa nilai pertanggungan

tersebut cukup untuk menutupi kemungkinan kerugian atas aset yang

dipertanggungkan. Berdasarkan penelaahan aset tetap secara individual pada

tanggal 31 Desember 2012 dan 2011, manajemen berpendapat bahwa tidak

terdapat perubahan keadaan yang mengindikasikan adanya penurunan nilai

aset tetap.

5) Perpajakan

Berikut ini kewajiban-kewajiban perpajakan Perusahaan yang terjadi selama

tahun 2011 sampai dengan tahun 2012:

Tabel 3.5 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT MMI

KETERANGAN 2012 2011Pajak Dibayar Dimuka Pajak Penghasilan Pasal 22 109,091.00Rp -Rp Pajak Pertambahan Nilai -Rp 2,434,485,795.00Rp Jumlah Pajak Dibayar Dimuka 109,091.00Rp 2,434,485,795.00Rp Utang PajakPajak Penghasilan: Pasal 21 10,093,465,534.00Rp 9,722,548,273.00Rp Pasal 23 716,348,945.00Rp 834,094,552.00Rp Pasal 26 436,634,272.00Rp 494,857,349.00Rp Pajak Pertambahan Nilai 4,776,103,712.00Rp 2,691,316,738.00Rp Jumlah Utang Pajak 16,022,552,463.00Rp 13,742,816,912.00Rp Manfaat (Beban) Pajak PenghasilanPajak Kini Perusahaan - -Pajak Tangguhan Entitas Anak (2,028,923,911.00)Rp 2,664,355,113.00Rp Jumlah Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan (2,028,923,911.00)Rp (2,028,923,911.00)Rp

Sumber: Diolah dari data MMI

Universitas Indonesia

Page 52: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

37

Rekonsiliasi antara rugi sebelum pajak penghasilan menurut laporan laba rugi

komprehensif konsolidasian dan taksiran rugi fiskal untuk tahun-tahun yang

berakhir pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011 adalah:

Tabel 3.6 Rekonsiliasi Pajak PT MMI

2012 2011Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif (70,723,852,523.00)Rp (90,769,279,119.00)Rp Rugi Entitas Anak - Sebelum Pajak Penghasilan 70,871,481,016.00Rp 90,670,073,762.00Rp Rugi Perusahaan Sebelum Pajak Penghasilan 147,628,493.00Rp (99,205,357.00)Rp Beda Tetap

Pendapatan Bunga Deposito dan Jasa Giro (6,890,542.00)Rp -Rp Lain-lain (187,315,217.00)Rp -Rp

Taksiran Rugi Fiskal (46,577,266.00)Rp (99,205,357.00)Rp Kompensasi Kerugian:

Tahun 2011 (99,205,357.00)Rp -Rp Akumulasi Rugi Fiskal (145,782,623.00)Rp (99,205,357.00)Rp

Sumber: Diolah dari data MMI

6) Neraca dan Laporan Laba Rugi

Pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.8 berikut ini menggambarkan data keuangan

konsolidasi Perusahaan dan Anak Perusahaan yang dikutip dari laporan

keuangan yang telah diaudit pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011.

Tabel 3.7 Neraca MMI per 31 Desember 2012 dan 2011

POS 2012 2011ASET LANCARKas dan Bank Rp 4,292,381,228.00 Rp 2,775,201,948.00Piutang Usaha Rp 33,961,676,987.00 Rp 31,551,736,381.00Aset Keuangan Lancar Lainnya Rp 1,682,011,328.00 Rp 1,281,168,108.00Beban Dibayar Dimuka dan Uang Muka Rp 3,919,768,005.00 Rp 6,602,265,486.00Pajak Dibayar Dimuka Rp 109,091.00 Rp 2,434,485,795.00Jumlah Aset Lancar Rp 43,855,946,639.00 Rp 44,644,857,718.00ASET TIDAK LANCARAktiva Tetap Rp 32,327,798,261.00 Rp 9,698,163,489.00Aset Pajak Tangguhan Rp 9,952,297,646.00 Rp 11,981,221,557.00

Universitas Indonesia

Page 53: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

38

Aset Keuangan Tidak Lancar Rp 1,916,081,153.00 Rp 2,015,549,351.00Jumlah Aset Tidak Lancar Rp 44,196,177,060.00 Rp 53,694,934,397.00TOTAL ASET Rp 88,052,123,699.00 Rp 98,339,792,115.00LIABILITAS JANGKA PENDEKHutang Bank Rp 1,983,360,249.00 Rp 1,978,843,767.00Hutang Usaha Rp 16,629,722,007.00 Rp 21,518,181,763.00Beban Akrual Rp 17,527,899,200.00 Rp 23,874,040,076.00Hutang Pihak Berelasi - Non Usaha Rp 254,481,074,415.00 Rp 180,057,501,595.00Hutang Pajak Rp 16,696,296,333.00 Rp 14,349,139,118.00Pendapatan Diterima di Muka Rp 1,312,418,547.00 Rp 2,306,762,871.00Jumlah Liabilitas Jangka Pendek Rp 308,630,770,751.00 Rp 244,084,469,190.00LIABILITAS JANGKA PANJANGLiabilitas Imbalan Kerja Jangka Panjang Rp 16,898,141,889.00 Rp 18,979,335,432.00JUMLAH LIABILITAS Rp 325,528,912,640.00 Rp 263,063,804,622.00DEFISIENSI MODALModal Ditemparkan dan Disetor Penuh Rp 200,000,000,000.00 Rp 200,000,000,000.00Defisit Rp (435,508,406,494.00) Rp (363,606,353,284.00)Ekuitas Yang Dapat Diatribusikan Kepada Pemilik Entitas Induk Rp (235,508,406,494.00) Rp (163,606,353,284.00) Kepentingan Non Pengendali Rp (1,968,382,447.00) Rp (1,117,659,223.00)Jumlah Defisiensi Modal Rp (237,476,788,941.00) Rp (164,724,012,507.00)TOTAL LIABILITAS DAN DEFISIENSI MODAL Rp 88,052,123,699.00 Rp 98,339,792,115.00

Sumber: Diolah dari data MMI

Universitas Indonesia

Page 54: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

39

Tabel 3.8 Laporan Laba rugi PT MMI Untuk Tahun-Tahun yang Berakhir Pada 31 Desember 2012 dan 2011KETERANGAN 2012 2011

PENDAPATAN 91,013,355,774.00Rp 97,168,136,751.00Rp BEBAN POKOK PENDAPATAN 71,028,122,052.00Rp 84,005,379,616.00Rp LABA (RUGI) BRUTO 19,985,233,722.00Rp 13,162,757,135.00Rp Beban Usaha (90,752,456,888.00)Rp (101,539,543,033.00)Rp Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain - Bersih 43,370,643.00Rp (2,392,493,222.00)Rp LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK PENGHASILAN (70,723,852,523.00)Rp (90,769,279,120.00)Rp Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan (2,028,923,911.00)Rp 2,664,355,113.00Rp JUMLAH LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN (72,752,776,434.00)Rp (88,104,924,007.00)Rp RUGI YANG DAPAT DIATRIBUSIKAN KEPADA: Pemilik Entitas Induk (71,902,053,210.00)Rp (86,925,244,492.00)Rp Kepentingan Nonpengendali (850,723,224.00)Rp (1,179,679,514.00)Rp

(72,752,776,434.00)Rp (88,104,924,006.00)Rp

Sumber: Diolah dari data MMI

3.1.2 Gambaran Umum PT GII (Perusahaan yang Dialihkan)

1) Pendirian Perusahaan

PT GII didirikan berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas Nomor 65

yang dibuat di hadapan Notaris Saal Bumela, SH, di Jakarta tanggal 30

Agustus 2000 Akta pendirian ini telah mendapatkan persetujuan dari Menteri

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam keputusan

Nomor C.6207.HT.01.01-TH.2001 tanggal 27 April 2001. Akta pendirian

perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Berita

Acara Rapat Nomor 36 tanggal 12 Agustus 2008 mengenai penyesuaian

maksud dan tujuan perusahaan di hadapan Notaris Myra Yuwono, SH. Akta

perubahan ini telah mendapat persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia surat penerimaan Nomor AHU-81984.AH.01.02

Tahun 2008 tanggal 4 November 2008. Sesuai Pasal 3 Anggaran Dasar

Perusahaan, maksud dan tujuan pendirian perusahaan adalah menjalankan

usaha dalam bidang jasa hiburan, agensi, periklanan, manajemen, dan

percetakan majalah dan tabloid (media cetak), penjilidan, kartonage, serta

pengepakan.

2) Modal Saham

Universitas Indonesia

Page 55: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

40

Jumlah modal saham dasar PT GII adalah sebesar Rp 2.000.000.000,00 yang

terdiri atas 2.000.000 saham dengan nilai nominal masing-masing saham

sebesar Rp 1.000,00. Dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh

sebanyak 500.000 saham atau sebesar Rp 500.000.000,00. Daftar Pemegang

saham sebagai berikut:

Tabel 3.9 Komposisi Pemegang Saham PT GIIPemegang Saham Jumlah Lembar Saham Persentase Kepemilkan Jumlah Modal DisetorPT MMI 495,000 99% 495,000,000.00Rp PT AM 5,000 1% 5,000,000.00Rp Jumlah 500,000 100% 500,000,000.00Rp

Sumber: Diolah dari data GII

3) Aset Tetap

Perusahaan mencatat aset tetapnya dengan menggunakan model biaya (cost

model). Aset tetap, kecuali tanah, dinyatakan sebesar biaya perolehan setelah

dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi penurunan nilai aset, jika ada.

Aset tetap disusutkan berdasarkan metode garis lurus (straight-line method),

berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aset tetap sebagai berikut:

Tahun

Peralatan Kantor 5

Pelengkapan 5

Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada laporan laba rugi

komprehensif pada saat terjadinya; pengeluaran yang memperpanjang masa

manfaat ekonomis di masa yang akan datang dikapitalisasi. Penangguhan

penyusutan atas kapitalisasi maupun atribusi peralatan kantor dapat dilakukan

dengan pertimbangan dari manajemen. Aset tetap yang sudah tidak digunakan

lagi atau yang dijual dikeluarkan dari kelompok aset tetap berikut akumulasi

penyusutannya. Keuntungan atau kerugian dari penjualan aset tetap tersebut

dibukukan dalam laporan laba rugi komprehensif pada tahun yang

bersangkutan. Pada Tabel 3.10 berikut ini menggambar aset tetap yang

Universitas Indonesia

Page 56: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

41

dimiliki oleh PT GII dan telah diaudit pada tanggal 31 Desember 2012 dan

2011.

Tabel 3.10 Aset Tetap PT GII2012

Saldo Awal Pengurangan Reklasifikasi Saldo AkhirBiaya Perolehan

Perlengkapan Kantor 566,449,377.00Rp -Rp -Rp 566,449,377.00Rp Peralatan Kantor 1,734,707,789.00Rp -Rp -Rp 1,734,707,789.00Rp

Jumlah 566,449,377.00Rp -Rp -Rp 2,301,157,166.00Rp Akumulasi Penyusutan

Perlengkapan Kantor 490,476,605.00Rp 565,265,839.00Rp Peralatan Kantor 1,179,175,256.00Rp 1,459,330,368.00Rp

Jumlah 1,669,651,861.00Rp -Rp -Rp 2,024,596,207.00Rp Nilai Buku (1,103,202,484.00)Rp 276,560,959.00Rp

2011Saldo Awal Pengurangan Reklasifikasi Saldo Akhir

Biaya PerolehanPerlengkapan Kantor 566,449,377.00Rp -Rp -Rp 566,449,377.00Rp Peralatan Kantor 1,734,707,789.00Rp -Rp -Rp 1,734,707,789.00Rp

Jumlah 2,301,157,166.00Rp -Rp -Rp 2,301,157,166.00Rp Akumulasi Penyusutan

Perlengkapan Kantor 363,103,402.00Rp -Rp -Rp 490,476,605.00Rp Peralatan Kantor 922,126,897.00Rp -Rp -Rp 1,179,175,256.00Rp

Jumlah 1,285,230,299.00Rp -Rp -Rp 1,669,651,861.00Rp Nilai Buku 1,015,926,867.00Rp 631,505,305.00Rp

-Rp 92,684,835,936.00Rp

127,373,203.00Rp

-Rp

52,986,672,446.00Rp

Penambahan

Penambahan

-Rp

92,684,835,936.00Rp -Rp

74,789,234.00Rp 280,155,112.00Rp

52,986,672,446.00Rp 257,048,359.00Rp

Sumber: Diolah dari data GII

4) Perpajakan

Berikut ini kewajiban-kewajiban perpajakan Perusahaan yang terjadi selama

tahun 2011 sampai dengan tahun 2012:

Tabel 3.11 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT GII

KETERANGAN 2012 2011Utang PajakPajak Penghasilan: Pasal 21 -Rp Pasal 23 -Rp 7,439,428.00Rp Pasal 4 (2) -Rp 1,208,428.00Rp Pajak Pertambahan Nilai -Rp 199,059,895.00Rp Jumlah Utang Pajak -Rp 207,707,751.00Rp Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan -Rp -Rp Pajak Tangguhan 8,663,405.00Rp (30,877,128.00)Rp

Sumber: Diolah dari data GII

Universitas Indonesia

Page 57: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

42

Rekonsiliasi antara rugi sebelum pajak penghasilan menurut laporan laba rugi

komprehensif konsolidasian dan taksiran rugi fiskal untuk tahun-tahun yang

berakhir pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011 adalah:

Tabel 3.12 Rekonsiliasi Pajak PT GII

2012 2011Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif (313,200,942.00)Rp (1,088,343,114.00)Rp Beda Waktu

Penyisihan (Pemulihan) Piutang Ragu-ragu -Rp 89,847,306.00Rp Penyusutan Aset Tetap 67,254,117.00Rp (33,661,220.00)Rp

Beda TetapBeban Pajak 198,517,060.00Rp 136,520,745.00Rp Lainnya (419,253,417.00)Rp -Rp

Taksiran Rugi Fiskal (466,683,182.00)Rp (895,636,283.00)Rp Kompensasi Kerugian:

Tahun 2011 (895,636,283.00)Rp -Rp Tahun 2010 (1,457,876,869.00)Rp (1,457,876,869.00)Rp Tahun 2009 (1,184,779,065.00)Rp (1,184,779,065.00)Rp

Akumulasi Rugi Fiskal (4,004,975,399.00)Rp (3,538,292,217.00)Rp

Sumber: Diolah dari data GII

5) Neraca dan Laporan Laba Rugi

Pada Tabel 3.13 dan Tabel 3.14 berikut ini menggambarkan data keuangan PT

GII yang dikutip dari laporan keuangan yang telah diaudit pada tanggal 31

Desember 2012 dan 2011.

Tabel 3.13 Neraca PT GII Per 31 Desember 2012 dan 2011POS 2012 2011

ASET LANCARKas dan Bank Rp 77,531,116.00 Rp 14,293,489.00Piutang Usaha Rp 533,115,065.00 Rp 533,115,065.00Aset Keuangan Lancar Lainnya Rp 5,100,080,278.00 Rp 5,178,118,251.00Biaya Dibayar di Muka - Rp 40,799,421.00Jumlah Aset Lancar Rp 5,710,726,459.00 Rp 5,766,326,226.00ASET TIDAK LANCARAktiva Tetap Rp 276,560,959.00 Rp 631,505,306.00Aset Pajak Tangguhan Rp 498,131,040.00 Rp 489,467,635.00

Universitas Indonesia

Page 58: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

43

Aset Keuangan Tidak Lancar Rp 22,660,000.00 Rp 22,660,000.00Jumlah Aset Tidak Lancar Rp 797,351,999.00 Rp 1,143,632,941.00TOTAL ASET Rp 6,508,078,458.00 Rp 6,909,959,167.00LIABILITAS JANGKA PENDEKHutang Bank Rp - Rp 823,454,674.00Hutang Usaha Rp 438,781,618.00 Rp 373,255,417.00Beban Akrual - Rp 234,460,591.00Liabilitas Keuangan Jangka Pendek Lainnya - Rp 25,580,778.00Hutang Pajak - Rp 207,708,285.00Jumlah Liabilitas Jangka Pendek Rp 438,781,618.00 Rp 1,664,459,745.00LIABILITAS JANGKA PANJANGUtang Pihak Berelasi - Non Usaha Rp 10,423,760,113.00 Rp 9,295,425,158.00JUMLAH LIABILITAS Rp 10,862,541,731.00 Rp 10,959,884,903.00DEFISIENSI MODALModal Ditempatkan dan Disetor Penuh Rp 500,000,000.00 Rp 500,000,000.00Defisit Rp (4,854,463,273.00) Rp (4,549,925,736.00)Jumlah Defisiensi Modal Rp (4,354,463,273.00) Rp (4,049,925,736.00)TOTAL LIABILITAS DAN DEFISIENSI MODAL Rp 6,508,078,458.00 Rp 6,909,959,167.00

Sumber: Diolah dari data GII

Tabel 3.14 Laporan Laba Rugi PT GII Untuk Tahun-Tahun yang

Berakhir Pada 31 Desember 2012 dan 20112012 2011

Penjualan -Rp -Rp Beban Pokok Penjualan -Rp -Rp Laba Kotor -Rp -Rp Beban Usaha (452,623,761)Rp (773,025,135)Rp Pendapatan (Beban) Lain-Lain Bersih 139,422,819Rp (315,317,979)Rp Rugi Sebelum Pajak Penghasilan (313,200,942)Rp (1,088,343,114)Rp Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan 8,663,405Rp (30,877,128)Rp Rugi Tahun Berjalan (304,537,537)Rp (1,119,220,242)Rp Pendapatan Komprehensif Lain -Rp -Rp Jumlah Rugi Komprehensif Tahun Berjalan (304,537,537)Rp (1,119,220,242)Rp

Sumber: Diolah dari data GII

Universitas Indonesia

Page 59: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

44

3.1.3 Gambaran Umum PT IR (Perusahaan yang Dialihkan)

1) Pendirian Perusahaan

PT IR didirikan berdasarkan Akta Nomor 64 yang dibuat di hadapan Notaris

Saal Bumela, SH, tanggal 30 Agustus 2000. Akta pendirian ini telah

mendapatkan pengesahan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor C2-23856.HT.01.01.TH.2000 tanggal 8 November

2000. Akta Pendirian Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan,

terakhir berdasarkan Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham Nomor 39

yang dibuat di hadapan Notaris Myra Suwono, SH, tanggal 12 Agustus 2008

mengenai penyesuaian seluruh anggaran dasar Perusahaan dengan Undang-

undang Nomor 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas. Akta tersebut

telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia melalui surat keputusan Nomor AHU-

73921.AH.01.02 Tahun 2008 tanggal 15 Oktober 2008. Sesuai Pasal 3

Anggaran Dasar Perusahaan, maksud dan tujuan pendirian perusahaan adalah

menjalankan usaha bisnis dalam bidang jasa penyiaran radio.

2) Modal Saham

Jumlah modal saham dasar PT IR adalah sebesar Rp 5.000.000.000,00 yang

terdiri atas 5.000.000 saham dengan nilai nominal masing-masing saham

sebesar Rp 1.000,00. Dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh

sebanyak 1.500.000 saham atau sebesar Rp 1.500.000.000,00. Daftar

Pemegang saham sebagai berikut:

Tabel 3.15 Komposisi Pemegang Saham PT IRPemegang Saham Jumlah Lembar Saham Persentase Kepemilikan Jumlah Modal DisetorPT MMI 1,425,000.00 95% 1,425,000,000.00Rp PT AM 75,000.00 5% 75,000,000.00Rp Jumlah 1,500,000.00 100% 1,500,000,000.00Rp

Sumber: Diolah dari data IR

3) Perpajakan

Berikut ini data perpajakan Perusahaan yang terjadi selama tahun 2011 sampai

dengan tahun 2012:

Universitas Indonesia

Page 60: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

45

Tabel 3.16 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT IRKETERANGAN 2012 2011

Utang Pajak Pajak Penghasilan: Pasal 21 - Rp 89,474.00 Pasal 23 - Rp 128,500.00 Jumlah Utang Pajak - Rp217,974.00

Sumber: Diolah dari data IR

Saldo PPh Pasal 23 terutama merupakan pajak terhutang atas jasa konsultan

tahun 2008. Perusahaan tidak menyajikan beban pajak kini karena masih

mencatat rugi fiskal dan tidak menyajikan pajak tangguhan karena tidak

mempunyai perbedaan waktu atas aset dan liabilitas pada tahun 2012 dan

2011.

Perusahaan tidak menyajikan beban pajak kini karena masih mencatat rugi

fiskal dan tidak menyajikan pajak tangguhan karena tidak mempunyai

perbedaan waktu atas aset dan liabilitas pada tahun 2012 dan 2011.

Rekonsiliasi antara rugi sebelum pajak penghasilan menurut laporan laba rugi

komprehensif konsolidasian dan taksiran rugi fiskal untuk tahun-tahun yang

berakhir pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011 adalah

Tabel 3.17 Kompensasi Kerugian PT IR

2012 2011Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif 17,951,277.00Rp (4,895,500.00)Rp Beda Tetap (21,484,422.00)Rp Taksiran Rugi Fiskal (3,533,145.00)Rp (4,895,500.00)Rp Kompensasi Kerugian:

Tahun 2011 (4,895,500.00)Rp -Rp Tahun 2010 (8,760,829.00)Rp (8,760,829.00)Rp Tahun 2009 (7,161,948.00)Rp (7,161,948.00)Rp

Akumulasi Rugi Fiskal (24,351,422.00)Rp (20,818,277.00)Rp

Sumber: Diolah dari data IR

Universitas Indonesia

Page 61: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

46

4) Neraca dan Laporan Laba Rugi

Pada Tabel 3.19 dan Tabel 3.20 berikut ini menggambarkan data keuangan PT

IR yang dikutip dari laporan keuangan yang telah diaudit pada tanggal 31

Desember 2012 dan 2011.

Tabel 3.18 Neraca IR per 31 Desember 2012 dan 2011

POS 2012 2011

ASET LANCARBank - 533,145 Jumlah Aset Lancar - 533,145

ASET TIDAK LANCARPiutang Pihak Berelasi - Non Usaha 1,253,461,600 1,253,461,600 Jumlah Aset Tidak Lancar 1,253,461,600 1,253,461,600

TOTAL ASET 1,253,461,600 1,253,994,745

LIABILITAS JANGKA PENDEKBeban Akrual - 5,387,500 Hutang Pajak - 217,974 Jumlah Liabilitas Jangka Pendek - 5,605,474

LIABILITAS JANGKA PANJANGUtang Pihak Berelasi - Non Usaha - 12,878,948

JUMLAH LIABILITAS - 18,484,422

DEFISIENSI MODALModal Ditemparkan dan Disetor Penuh 1,500,000,000 1,500,000,000 Defisit (246,538,400) (264,489,677) Jumlah Defisiensi Modal 1,253,461,600 1,235,510,323

TOTAL LIABILITAS DAN DEFISIENSI MODAL 1,253,461,600 1,253,994,745 Sumber: Diolah dari data IR

Universitas Indonesia

Page 62: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

47

Tabel 3.19 Laporan Laba Rugi IR Untuk Tahun-Tahun yang Berakhir

Pada 31 Desember 2012 dan 2011

KETERANGAN 2012 2011PENDAPATAN - - BEBAN LANGSUNG - - LABA (RUGI) BRUTO - - Beban Umum dan Administrasi (3,000,000) (4,200,000) Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain - Bersih 20,951,277 (689,500) LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK PENGHASILAN 17,951,277 (4,889,500) Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan - - RUGI TAHUN BERJALAN 17,951,277 (4,889,500) Pendapatan Komprehensif Lain - - JUMLAH LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN 17,951,277 (4,889,500)

Sumber: Diolah dari data IR

3.1.4 Gambaran Umum PT SSK (Perusahaan yang Dialihkan)

1) Pendirian Perusahaan

PT SSK didirikan berdasarkan Akta Nomor 51 yang dibuat di hadapan Notaris

Veronika Lily Dharma, SH. tanggal 29 September 1997. Akta pendirian ini

telah mendapatkan pengesahan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor C2-635.HT.01.01.TH.98 tanggal 6 Februari 1998.

Akta Pendirian Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir

berdasarkan Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham Nomor 40 yang

dibuat di hadapan Notaris Myra Suwono, SH, tanggal 12 Agustus 2010

mengenai penyesuaian seluruh anggaran dasar Perusahaan dengan Undang-

undang Nomor 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas. Akta tersebut

telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia melalui surat keputusan Nomor AHU-

73921.AH.01.02 Tahun 2008 tanggal 15 Oktober 2008. Sesuai Pasal 3

Anggaran Dasar Perusahaan, maksud dan tujuan pendirian perusahaan adalah

menjalankan usaha dalam bidang perdagangan, pembangunan, industri,

agrobisnis, pertambangan, angkutan dan jasa.

Universitas Indonesia

Page 63: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

48

2) Modal Saham

Jumlah modal saham dasar PT SSK adalah sebesar Rp 25.000.000,00 yang

terdiri atas 50 saham dengan nilai nominal masing-masing saham sebesar Rp

500.000,00. Seluruh modal saham ditempatkan dan disetor penuh. Daftar

Pemegang saham sebagai berikut:

Tabel 3.20 Komposisi Pemegang Saham PT SSKPemegang Saham Jumlah Lembar Saham Persentase Kepemilikan Jumlah Modal DisetorPT MMI 49.00 98% 24,500,000.00Rp PT AM 1.00 2% 500,000.00Rp Jumlah 50.00 100% 25,000,000.00Rp

Sumber: Diolah dari data SSK

3) Aset Tetap

Perusahaan mencatat aset tetapnya dengan menggunakan model biaya (cost

model). Aset tetap, kecuali tanah, dinyatakan sebesar biaya perolehan setelah

dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi penurunan nilai aset, jika ada.

Aset tetap disusutkan berdasarkan metode garis lurus (straight-line method),

berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aset tetap sebagai berikut:

Tahun

Bangunan 20

Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada laporan laba rugi

komprehensif pada saat terjadinya; pengeluaran yang memperpanjang masa

manfaat ekonomis di masa yang akan datang dikapitalisasi. Penangguhan

penyusutan atas kapitalisasi maupun atribusi peralatan kantor dapat dilakukan

dengan pertimbangan dari manajemen. Aset tetap yang sudah tidak digunakan

lagi atau yang dijual dikeluarkan dari kelompok aset tetap berikut akumulasi

penyusutannya. Keuntungan atau kerugian dari penjualan aset tetap tersebut

dibukukan dalam laporan laba rugi komprehensif pada tahun yang

bersangkutan.

Pada Tabel 3.21 berikut ini menggambar aset tetap yang dimiliki oleh PT SSK

dan telah diaudit pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011.

Universitas Indonesia

Page 64: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

49

Tabel 3.21 Aset Tetap PT SSK2012

Saldo Awal Pengurangan Reklasifikasi Saldo AkhirBiaya Perolehan

Pemilikan LangsungTanah 1,497,211,382.00Rp -Rp -Rp 1,497,211,382.00Rp Bangunan 2,242,048,226.00Rp -Rp -Rp 2,242,048,226.00Rp

Jumlah 3,739,259,608.00Rp -Rp -Rp 3,739,259,608.00Rp Akumulasi Penyusutan

Pemilikan LangsungBangunan 1,161,436,670.00Rp -Rp -Rp 1,273,539,081.00Rp

Jumlah 1,049,334,259.00Rp -Rp -Rp 1,273,539,081.00Rp Nilai Buku 2,689,925,349.00Rp 2,465,720,527.00Rp

2011Saldo Awal Pengurangan Reklasifikasi Saldo Akhir

Biaya PerolehanPemilikan Langsung

Tanah 1,497,211,382.00Rp -Rp -Rp 1,497,211,382.00Rp Bangunan 2,242,048,226.00Rp -Rp -Rp 2,242,048,226.00Rp

Jumlah 3,739,259,608.00Rp -Rp -Rp 3,739,259,608.00Rp Akumulasi Penyusutan

Pemilikan LangsungBangunan 1,049,334,259.00Rp -Rp -Rp 1,161,436,670.00Rp

Jumlah 1,049,334,259.00Rp -Rp -Rp 1,161,436,670.00Rp Nilai Buku 2,689,925,349.00Rp 2,577,822,938.00Rp

Penambahan

-Rp -Rp

-Rp

-Rp

112,102,411.00Rp 112,102,411.00Rp

Penambahan

112,102,411.00Rp

-Rp -Rp

112,102,411.00Rp

Sumber: Diolah dari data SSK

4) Perpajakan

Berikut ini data perpajakan Perusahaan yang terjadi selama tahun 2011 sampai

dengan tahun 2012:

Tabel 3.22 Ikhtisar Kewajiban Perpajakan PT SSK

KETERANGAN 2012 2011Utang PajakPajak Penghasilan:Pasal 21 373,684Rp 373,684Rp Pasal 23 280,375Rp 280,375Rp Jumlah Utang Pajak 654,059Rp 654,059Rp

Sumber: Diolah dari data SSK

Perusahaan tidak menyajikan beban pajak kini karena masih mencatat rugi

fiskal dan tidak menyajikan pajak tangguhan karena tidak mempunyai

Universitas Indonesia

Page 65: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

50

perbedaan waktu atas aset dan liabilitas pada tahun 2012 dan 2011.

Rekonsiliasi antara rugi sebelum pajak penghasilan menurut laporan laba

rugi komprehensif konsolidasian dan taksiran rugi fiskal untuk tahun-

tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011 adalah

Tabel 3.23 Rekonsiliasi Pajak PT SSK

2012 2011Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif (86,026,812.00)Rp (149,100,509.00)Rp Beda Tetap (39,187,500.00)Rp Taksiran Rugi Fiskal (125,214,312.00)Rp (149,100,509.00)Rp Kompensasi Kerugian:

Tahun 2011 (149,100,509.00)Rp -Rp Tahun 2010 (120,815,868.00)Rp (120,815,868.00)Rp Tahun 2009 (128,431,614.00)Rp (128,431,614.00)Rp

Akumulasi Rugi Fiskal (523,562,303.00)Rp (398,347,991.00)Rp

Sumber: Diolah dari data SSK

a) Neraca dan Laporan Laba Rugi

Pada Tabel 3.25 dan Tabel 3.26 berikut ini menggambarkan data keuangan PT

SSK yang dikutip dari laporan keuangan yang telah diaudit pada tanggal 31

Desember 2012 dan 2011.

Tabel 3.24 Neraca SSK Per 31 Desember 2012 dan 2011

POS 2012 2011

ASET LANCARBank Rp 682,585.00 Rp 1,330,585.00Biaya Dibayar Dimuka Rp 1,102,734.00 Rp 1,227,346.00Jumlah Aset Lancar Rp 1,785,319.00 Rp 2,557,931.00ASET TIDAK LANCARAktiva Tetap Rp 2,456,720,527.00 Rp 2,577,822,938.00Jumlah Aset Tidak Lancar Rp 2,456,720,527.00 Rp 2,577,822,938.00TOTAL ASET Rp 2,458,505,846.00 Rp 2,580,380,869.00

LIABILITAS JANGKA PENDEK

Universitas Indonesia

Page 66: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

51

Beban Akrual Rp - Rp 39,187,500.00Hutang Pajak Rp 654,059.00 Rp 654,059.00Jumlah Liabilitas Jangka Pendek Rp 654,059.00 Rp 39,841,559.00

LIABILITAS JANGKA PANJANGUtang Pihak Berelasi - Non Usaha Rp 4,419,764,431.00 Rp 4,407,425,141.00

JUMLAH LIABILITAS Rp 4,420,418,490.00 Rp 4,447,266,700.00

DEFISIENSI MODALModal Ditemparkan dan Disetor Penuh Rp 25,000,000.00 Rp 25,000,000.00Defisit Rp (1,977,912,644.00) Rp (1,891,885,831.00)Jumlah Defisiensi Modal Rp (1,952,912,644.00) Rp (1,866,885,831.00)

TOTAL LIABILITAS DAN DEFISIENSI MODAL Rp 2,467,505,846.00 Rp 2,580,380,869.00

Sumber: Diolah dari data SSK

Tabel 3.25 Laporan Laba Rugi SSK Untuk Tahun-Tahun yang Berakhir Pada 31 Desember 2012 dan 2011

KETERANGAN 2012 2011PENDAPATAN -Rp -Rp BEBAN POKOK PENDAPATAN -Rp -Rp LABA (RUGI) BRUTO -Rp -Rp Beban Umum dan Administrasi (115,977,022)Rp (140,047,719)Rp Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain - Bersih 29,950,210Rp (9,052,790)Rp LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK PENGHASILAN (86,026,812)Rp (149,100,509)Rp Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan -Rp -Rp RUGI TAHUN BERJALAN (86,026,812)Rp (149,100,509)Rp Pendapatan Komprehensif Lain -Rp -Rp JUMLAH LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN (86,026,812)Rp (149,100,509)Rp

Sumber: Diolah dari data SSK

Universitas Indonesia

Page 67: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

BAB 4

ANALISIS FASILITAS PERPAJAKAN DAN PERENCANAAN PAJAK

4.1 Latar Belakang, Tujuan, dan Strategi Restrukturisasi

4.1.1 Latar Belakang

MMI merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang media

massa dengan daerah pemassaran di wilayah Jabodetabek. Seiring dengan

peluang bisnis di industri media yang belum tergali maksimal, Direksi

mengatakan akan terus mengembangkan MMI. Namun, saat ini perseroan

belum berencana melakukan ekspansi lebih jauh dan tetap akan

mengembangkan usahanya di industri media massa, baik cetak maupun

portal.

Saat ini MMI beserta entitas anak perusahaannya, yang tergabung

dalam bendera grup BSMH, belum memberikan kontribusi yang positif.

Hal ini terlihat dari hutang yang terus bertambah dalam lima tahun

terakhir, sehingga struktur permodalannya terus tergerus. Kenaikan

pendapatan yang diraih perusahaan selama 5 tahun terakhir juga tidak

dapat menutupi biaya operasional, sehingga terus mengalami kerugian.

4.1.2 Tujuan Restrukturisasi

Persaingan yang tinggi dengan perusahaan dalam industri yang

sama di bidang media, menyebabkan Perusahaan harus mampu mencari

peluang yang memungkinkan untuk meminimalkan biaya dari penerapan

strategi bisnis yang dijalankan. Restrukturisasi tidak lepas dari adanya

perubahan strategi yang pada hakekatnya ingin memperbaiki performa

organisasi, disamping adanya pengaruh struktur keuangan yang

membebankan perusahaan. Salah satu implikasi dari restrukturisasi

menuntut perusahaan untuk membuat suatu perencanaan yang akan

digunakan sebagai pedoman dalam bertindak, yaitu perencanaan dalam

pembayaran pajak.

52 Universitas Indonesia

Page 68: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

53

Tujuan utama restrukturisasi usaha GII, IR dan SSK ke dalam

MMI antara lain untuk menyatukan strategi dan mengkonsolidasikan

sumber daya yang dimiliki MMI dengan fokus pada perkembangan usaha

media massa yang pesat dengan melakukan reposisi GII, IR dan SSK.

Dengan melakukan restrukturisasi pada ketiga perusahaan ini diharapkan

dapat terjadi: 1) penghematan belanja modal dan biaya operasional, 2)

peningkatan fleksibilitas dalam struktur keuangan, 3) kemampuan untuk

mendapatkan pembiayaan baru, dan 4) memberikan sinergi yang optimal

antar anak perusahaan. Di bawah ini merupakan bagan struktur perusahaan

yang tergabung dalam grup BSMH sebelum dan sesudah restrukturisasi.

Gambar 4.1 Struktur Perusahaan Sebelum RestrukturisasiSumber: Diolah dari data MMI

Universitas Indonesia

Page 69: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

54

Gambar 4.2 Struktur Perusahaan Setelah Restrukturisasi

Sumber: Diolah dari data MMI

4.1.3 Strategi Restrukturisasi

Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen perusahaan,

diketahui bahwa metode yang dapat digunakan dalam proses

penggabungan usaha adalah metode penyatuan kepentingan kepentingan

(pooling of interest method).Hal ini karena penggabungan usaha

merupakan kombinasi bisnis entitas sepengendali sesuai dengan PSAK 38

sehingga tidak ada laba atau rugi dikarenakan pengalihan hartanya. Opsi

selain penggabungan usaha adalah melakukan likuidasi perusahaan dengan

menjual seluruh aset kepada perusahaan induk, yaitu MMI. Namun

demikian, pihak manajemen perusahaan ingin mengetahui terlebih dahulu

kebijakan perpajakan berupa fasilitas pajak apa saja yang dapat

memberikan penghematan pada setiap strategi restrukturisasi yang akan

dijalankan.

4.2 Aspek Perpajakan Dalam Restrukturisasi

Pada subbab ini akan dianalisis ketentuan perpajakan yang dapat

digunakan Perusahaan sebagai fasilitas perpajakan dalam upaya

menghemat beban pajak dalam kegiatan restrukturisasi usaha melalui

penggabungan usaha ataupun likuidasi usaha. Aspek-aspek perpajakan

yang terkait dengan restrukturisasi perusahaan yaitu:

1) Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan;

2) Pajak Penghasilan atas pengalihan tanah dan/atau bangunan;

3) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan; dan

4) Pajak Pertambahan Nilai.

4.2.1. Penggabungan Usaha

Restrukturisasi dilakukan melalui penggabungan usaha maka

penggabungan usaha ini dapat digolongkan penggabungan usaha ke induk

perusahaan. MMI sebagai perusahaan induk akan menerima pengalihan

Universitas Indonesia

Page 70: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

55

harta (acquiring company) dan GII, IR dan SSK sebagai perusahaan anak

yang akan mengalihkan harta (transferor company). Proses penggabungan

usahanya adalah sebagai berikut:

1) semua harta kecuali uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham

yang tidak setuju (disapproving shareholders), dan hutang anak perusahaan

dialihkan kepada induk perusahaan;

2) para pemegang saham minoritas (minority shareholders) dari anak perusahaan

dapat memilih menjadi pemegang saham dari induk perusahaan atau

menukarkan sahamnya pada anak perusahaan dengan uang tunai; dan

3) anak perusahaan menghentikan kegiatan usahanya dan digabung ke dalam

induk perusahaan.

4.3.1 Penggabungan Usaha dengan Nilai Buku

Ketentuan mengenai penggabungan usaha dengan menggunakan

nilai buku diatur dalam PMK-43/2008. Ketentuan tersebut merupakan

fasilitas perpajakan bagi perusahaan untuk dapat menggunakan nilai buku

dalam kegiatan penggabungan usaha. Namun demikian, terdapat beberapa

persyaratan untuk dapat menikmati fasilitas tersebut, yaitu Wajib Pajak

harus:

1) mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan

melampirkan alasan dan tujuan melakukan penggabungan usaha;

2) melunasi seluruh hutang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan

3) memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).

Jika persyaratan di atas dapat dipenuhi, maka dalam pengalihan

harta tidak terdapat selisih lebih nilai pengalihan harta dengan nilai buku

(capital gain) yang terhutang Pajak Penghasilan. Namun, terdapat

konsekuensi perpajakan bagi MMI selaku pihak yang menerima

pengalihan dan GII, IR, dan SSK selaku pihak yang mengalihkan, yaitu:

1) Konsekuensi perpajakan bagi GII, IR dan SSK:

a) Badan usaha yang mengalihkan harta (transferor company) tidak

memperoleh keuntungan atau kerugian sebagai akibat dari pengalihan

Universitas Indonesia

Page 71: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

56

harta. Dengan demikian, tidak terdapat Pajak Penghasilan yang terhutang

dari transaksi pengalihan harta.

b) Sesuai PMK 43/2008 GII, IR dan SSK tidak dapat memanfaatkan sisa

kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian, terdapat

potensi kerugian akibat hilangnya kesempatan penghematan pajak.

c) Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan

usaha tidak dikecualikan dari pengenaan PPh Final sebagaimana PP

71/2008. Dengan demikian, meskipun pengalihan dengan menggunakan

nilai buku tidak menimbulkan capital gain, namun tetap terhutang PPh

Final sebesar 5% dari nilai yang paling besar antara nilai transaksi dengan

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

d) Terkait penyerahan harta perusahaan yang dialihkan pada saat

penggabungan usaha, penyerahan tersebut tidak termasuk dalam

pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, sehingga tidak terhutang PPN.

Fasilitas perpajakan ini dapat diperoleh apabila pihak-pihak yang terlibat

dalam penggabungan usaha adalah Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan

pajak tersebut mengacu pada Pasal 1A angka (2) huruf d Undang-Undang

Pajak Pertambahan Nilai. Mengingat bahwa GII, IR, dan SSK adalah

Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka GII, IR, dan SSK tidak perlu

memungut PPN.

2) Konsekuensi perpajakan bagi MMI:

a) MMI mencatat nilai perolehan harta sesuai dengan nilai sisa buku pada

saat pengalihan harta oleh GII, IR, dan SSK. Selanjutnya, MMI melakukan

penyusutan selama massa manfaat harta tersebut.

b) MMI tidak dapat memanfaatkan sisa kerugian dari GII, IR dan SSK,

sehingga tidak dapat mengurang beban pajak MMI.

c) MMI dapat mengajukan permohonan pengurangan BPHTB sampai dengan

75% sesuai dengan Pasal 1 huruf b angka 3 PMK 91/2006. Perhitungan

BPHTB terhutang adalah: (NJOP atau harga pasar – Nilai Perolehan Objek

Pajak Tidak Kena Pajak) x 5%. Penulis memakai nilai NPOPTKP sebesar

Rp15.000.000,00 sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah

Universitas Indonesia

Page 72: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

57

Khusus Ibukota Jakarta Nomor 201 Tahun 2012 tentang Penetapan Nilai

Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan

Dan Perkotaan Untuk Setiap Wajib Pajak.

4.3.2 Penggabungan Usaha dengan Nilai Pasar

Anak-anak perusahaan tidak dapat memenuhi salah satu

persyaratan ketentuan PMK-43/2008, misalnya tidak mendapatkan

persetujuan Direktur Jenderal Pajak, maka nilai pengalihan harta dihitung

kembali berdasarkan nilai pasar. Langkah selanjutnya adalah aset yang

dapat diidentifikasi yang ada pada GII, IR, dan SSK terlebih dahulu dinilai

untuk mengetahui harga pasar wajarnya.

Berikut ini adalah konsekuensi perpajakan GII, IR, dan SSK

selaku pihak yang mengalihkan dan bagi MMI selaku pihak yang

menerima pengalihan:

1) Konsekuensi perpajakan bagi GII, IR dan SSK:

a) Badan usaha yang mengalihkan harta (transferor company) memperoleh

keuntungan (capital gain) atau kerugian (capital loss) sebagai akibat dari

adanya selisih nilai buku GII, IR dan SSK dengan nilai pasar wajarnya.

Apabila terjadi capital gain, maka badan usaha yang melakukan

pengalihan harta tersebut terhutang Pajak Penghasilan.

b) Sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dimiliki oleh GII,

IR, dan SSK dapat diperhitungkan dengan capital gain atas pengalihan

aset tetapnya.

c) Seperti pada penggabungan usaha dengan nilai buku, pengalihan hak atas

tanah dan bangunan dalam rangka penggabungan usaha terhutang PPh

Final sebesar 5% dari nilai yang paling besar antara nilai transaksi dengan

NJOP.

d) Penyerahan harta perusahaan yang dialihkan tidak termasuk dalam

pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga tidak terhutang PPN,

namun dengan syarat pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi

penggabungan usaha adalah Pengusaha Kena Pajak. Mengingat bahwa

Universitas Indonesia

Page 73: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

58

GII, IR, dan SSK adalah PKP, maka GII, IR, dan SSK tidak perlu

memungut PPN.

2) Konsekuensi perpajakan bagi MMI:

a) MMI mencatat perolehan harta sesuai penilaian dengan menggunakan

harga pasar wajar. MMI melakukan penyusutan atas harta sesuai massa

manfaat harta tersebut. Dalam hal penyerahan harta menggunakan harga

pasar wajar yang lebih besar dari nilai buku, maka MMI dapat

membebankan biaya penyusutan dalam jumlah yang lebih besar.

b) MMI tidak dapat memanfaatkan sisa kerugian dari GII, IR dan SSK dalam

menghitung pajak MMI. Hal ini dikarenakan kelangsungan hidup GII, IR

dan SSK tidak dipertahankan.

c) MMI tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan BPHTB sampai

dengan 75% sesuai dengan Pasal 1 huruf b angka 3 PMK 91/2006.

Perhitungan BPHTB terhutang adalah: (NJOP atau harga pasar – Nilai

Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak) x 5%. Penulis memakai nilai

NPOPTKP sebesar Rp15.000.000,00 sesuai dengan Peraturan Gubernur

Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 201 Tahun 2012 tentang

Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Pajak Bumi Dan

Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan Untuk Setiap Wajib Pajak.

4.2.2. Jual dan Likuidasi

Dalam proses ini, harta GII dan SSK dijual berdasarkan nilai

pasarnya dan harta yang tersisa (residu) pada GII, IR dan SSK

dikembalikan kepada pemegang saham. Selanjutnya GII, IR dan SSK

dibubarkan secara hukum. Atas dasar hal tersebut, terdapat konsekuensi

perpajakan bagi GII, IR, dan SSK selaku pihak yang dibubarkan dan MMI

selaku pihak yang menerima pengalihan harta dan residu, yaitu:

1) Konsekuensi perpajakan bagi GII, IR, dan SSK:

a) Badan usaha yang akan dibubarkan terlebih dahulu mengalihkan asetnya

ke MMI dengan menggunakan nilai pasar wajar. Apabila terjadi capital

Universitas Indonesia

Page 74: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

59

gain, maka badan usaha yang melakukan pengalihan harta tersebut

terhutang Pajak Penghasilan.

b) Sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dimiliki oleh GII,

IR, dan SSK dapat diperhitungkan dengan capital gain atas pengalihan

aset tetapnya.

c) Seperti pada penggabungan usaha, pengalihan hak atas tanah dan

bangunan dalam rangka penggabungan usaha terhutang PPh Final sebesar

5% dari nilai yang paling besar antara nilai transaksi dengan NJOP.

d) Penyerahan harta perusahaan GII, IR, dan SSK termasuk dalam pengertian

penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN sebesar 10% dari

harga jual sesuai ketentuan Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan

Nilai.

e) Dalam hal nilai residu yang dikembalikan kepada pemegang saham

melebih jumlah modal yang disetor, maka selisih lebih tersebut

diperlakukan sebagai dividen sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf g

Undang-Undang Pajak Penghasilan dan harus dipotong PPh Pasal 23

dengan tarif 15%.

2) Konsekuensi perpajakan bagi MMI:

a) MMI mencatat perolehan harta sesuai dengan harga pasar wajar. MMI

melakukan penyusutan atas harta sesuai massa manfaat harta tersebut.

Dalam hal penyerahan harta menggunakan harga pasar wajar yang lebih

besar dari nilai buku, maka MMI dapat membebankan biaya penyusutan

dalam jumlah yang lebih besar.

b) MMI tidak dapat memanfaatkan sisa kerugian dari GII, IR dan SSK dalam

menghitung pajak MMI. Hal ini dikarenakan kelangsungan hidup GII, IR

dan SSK tidak dipertahankan.

c) MMI tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan BPHTB

berdasarkan Pasal 1 huruf b angka 3 PMK-91/2006.

d) MMI dapat mengkreditkan PPN masukan atas perolehan harta dari GII,

IR, dan SSK sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang

Pajak Pertambahan Nilai.

Universitas Indonesia

Page 75: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

60

e) Apabila nilai residu yang diterima oleh MMI melebihi jumlah modal yang

disetor, maka selisih lebih tersebut diperlakukan sebagai dividen sesuai

Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan yang terhutang

Pajak Penghasilan.

4.3 Analisis Perencanaan Pajak Dalam Strategi Restrukturisasi Usaha

Dalam subbab ini akan diuraikan mengenai penghitungan pajak

dalam setiap transaksi restrukturisasi, yaitu: strategi penggabungan usaha

dengan nilai buku, strategi penggabungan usaha dengan nilai pasar, dan

strategi jual dan likuidasi. Data yang dipakai bersumber dari laporan

keuangan MMI, GII, IR dan SSK yang telah diaudit per 31 Desember

2012 sebelum restrukturisasi sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.1 dan

Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Laporan Laba Rugi Perusahaan Sebelum RestrukturisasiUntuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2012

Sumber: Diolah dari data MMI, GII, IR, dan SSK

Universitas Indonesia

(dalam rupiah)KETERANGAN PT MMI PT SSK PT IR PT GII

PENDAPATAN 91,013,355,774.00 - - - BEBAN POKOK PENDAPATAN 71,028,122,052.00 - - - LABA (RUGI) BRUTO 19,985,233,722.00 - - - Beban Usaha (90,752,456,888.00) (115,977,022.00) (3,000,000.00) (452,623,761.00) Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain - Bersih 43,370,643.00 29,950,210.00 20,951,277.00 139,422,819.00 LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK PENGHASILAN (70,723,852,523.00) (86,026,812.00) 17,951,277.00 (313,200,942.00) Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan (2,028,923,911.00) - - 8,663,405.00 JUMLAH LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN (72,752,776,434.00) (86,026,812.00) 17,951,277.00 (304,537,537.00)

Sebelum Restrukturisasi

Page 76: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

61

Tabel 4.2 Neraca Perusahaan Sebelum Restrukturisasi per 31 Desember 2012

POS PT MMI PT GII PT SSK PT IR

ASET LANCAR Kas dan Bank 4,292,381,228.00Rp 77,531,116.00Rp 682,585.00Rp -Rp Piutang Usaha 33,961,676,987.00Rp 533,115,065.00Rp -Rp -Rp Aset Keuangan Lancar Lainnya 1,682,011,328.00Rp 5,100,080,278.00Rp -Rp 1,253,461,600.00Rp Beban Dibayar Dimuka dan Uang Muka 3,919,768,005.00Rp -Rp 1,102,734.00Rp -Rp Pajak Dibayar Dimuka 109,091.00Rp -Rp -Rp -Rp Jumlah Aset Lancar 43,855,946,639.00Rp 5,710,726,459.00Rp 1,785,319.00Rp 1,253,461,600.00Rp ASET TIDAK LANCAR Aktiva Tetap - Bersih 32,327,798,261.00Rp 276,560,959.00Rp 2,465,720,527.00Rp -Rp Aset Pajak Tangguhan 9,952,297,646.00Rp 498,131,040.00Rp -Rp -Rp Aset Keuangan Tidak Lancar 1,916,081,153.00Rp 22,660,000.00Rp -Rp -Rp Jumlah Aset Tidak Lancar 44,196,177,060.00Rp 797,351,999.00Rp 2,465,720,527.00Rp -Rp TOTAL ASET 88,052,123,699.00Rp 6,508,078,458.00Rp 2,467,505,846.00Rp 1,253,461,600.00Rp

LIABILITAS JANGKA PENDEK Utang Bank 1,983,360,249.00Rp -Rp -Rp -Rp Utang Usaha 16,629,722,007.00Rp 438,781,618.00Rp -Rp -Rp Beban Akrual 17,527,899,200.00Rp -Rp -Rp -Rp Utang Pihak Berelasi - Non Usaha 254,481,074,415.00Rp -Rp -Rp -Rp Uutang Pajak Rp 16,696,296,333.00 -Rp Rp 654,059.00 Rp - Pendapatan Diterima di Muka 1,312,418,547.00Rp -Rp -Rp -Rp Jumlah Liabilitas Jangka Pendek 308,630,770,751.00Rp 438,781,618.00Rp 654,059.00Rp -Rp LIABILITAS JANGKA PANJANG Hutang Pihak Berelasi - Non Usaha -Rp 10,423,760,113.00Rp 4,419,764,431.00Rp -Rp Liabilitas Imbalan Kerja Jangka Panjang 16,898,141,889.00Rp -Rp -Rp -Rp JUMLAH LIABILITAS 325,528,912,640.00Rp 10,862,541,731.00Rp 4,420,418,490.00Rp -Rp

DEFISIENSI MODAL Modal Ditemparkan dan Disetor Penuh 200,000,000,000.00Rp 500,000,000.00Rp 25,000,000.00Rp Rp 1,500,000,000.00 Defisit (435,508,406,494.00)Rp (4,854,463,273.00)Rp (1,977,912,644.00)Rp (246,538,400.00)Rp Ekuitas Yang Dapat Diatribusikan Kepada Pemilik Entitas Induk (235,508,406,494.00)Rp -Rp -Rp -Rp Kepentingan Non Pengendali (1,968,382,447.00)Rp -Rp -Rp -Rp Jumlah Defisiensi Modal (237,476,788,941.00)Rp (4,354,463,273.00)Rp (1,952,912,644.00)Rp 1,253,461,600.00Rp TOTAL LIABILITAS DAN DEFISIENSI MODAL 88,052,123,699.00Rp 6,508,078,458.00Rp 2,467,505,846.00Rp 1,253,461,600.00Rp

Sebelum Restrukturisasi

Sumber: Diolah dari data MMI, GII, IR, dan SSK

Universitas Indonesia

Page 77: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

62

Dalam kasus ini diasumsikan bahwa penilaian kembali aset tetap

untuk aset non bangunan GII harga wajar pasarnya sebesar 2x nilai buku,

dan akitiva tanah dan bangunan SSK harga wajar pasarnya sebesar 10x

nilai buku. Penentuan nilai pasar untuk aset tetap yang akan dialihkan

belum memiliki basis legal yang memadai dan seyogyanya penilaian

dilakukan oleh pihak penilai yang independen.

Tabel 4.3 Nilai Pasar Aset Tetap PT GII dan PT SSK

Jenis Aktiva Nilai Buku Fiskal Nilai Pasar Selisih PT GIINon Bangunan 276,560,959 553,121,918 276,560,959 Total 276,560,959 553,121,918 276,560,959

PT SSKTanah 1,497,211,382 14,972,113,820 13,474,902,438 Bangunan 968,509,145 9,685,091,450 8,716,582,305 Total 2,465,720,527 24,657,205,270 22,191,484,743

Sumber: Diolah dari data GII, dan SSK

4.3.1 Analisis Penggabungan Usaha dengan Nilai Buku

Berdasarkan Tabel 4.1, Tabel 4.2, dan Tabel 4.3 di atas, berikut ini

analisis konsekuensi perpajakan untuk masing-masing perusahaan yang

timbul dari penggabungan usaha dengan nilai buku.

1) Analisis konsekuensi perpajakan pada GII

a) PPh terhutang atas Capital Gain

Seluruh aset GII dialihkan ke MMI sesuai dengan nilai bukunya, termasuk

aset tetap bersih berupa non bangunan senilai Rp276.560.959,00. Tidak

terdapat keuntungan atau kerugian akibat pengalihan aset.

Berikut ini adalah perhitungan PPh terhutang atas capital gain di GII:

Total aset lancar = Rp 5.710.726.459,00

Aset tetap = Rp 276.560.959,00

Aset tidak lancar lainnya = Rp 520.791.040,00

Universitas Indonesia

Page 78: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

63

Nilai Buku = Rp 6.508.078.458,00

Nilai pengalihan = Rp 6.508.078.458,00

Capital gain = Rp Nihil

PPh Terhutang (25%) = Rp Nihil

b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal

Berdasarkan Tabel 4.4 GII mempunyai total kerugian fiskal dari tahun

2009–2012 sebesar Rp4.004.975.399,00. Namun, akumulasi rugi fiskal ini

tidak bisa dimanfaatkan lagi untuk mengurangi PPh GII.

Tabel 4.4 Akumulasi Rugi Fiskal PT GII

2012Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif (313,200,942.00)Rp Beda Waktu

Penyisihan (Pemulihan) Piutang Ragu-ragu -Rp Penyusutan Aset Tetap 67,254,117.00Rp

Beda TetapBeban Pajak 198,517,060.00Rp Lainnya (419,253,417.00)Rp

Taksiran Rugi Fiskal (466,683,182.00)Rp Kompensasi Kerugian:

Tahun 2011 (895,636,283.00)Rp Tahun 2010 (1,457,876,869.00)Rp Tahun 2009 (1,184,779,065.00)Rp

Akumulasi Rugi Fiskal (4,004,975,399.00)Rp

Sumber: Diolah dari data GII

Dengan demikian, terdapat kerugian pajak akibat tidak dapat

dimanfaatkannya sisa rugi fiskal tesebut dengan perhitungan sebagai

berikut:

Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 4.004.975.399,00

Tarif PPh badan = 25%

Kerugian pajak = Rp 1.001.243.849,75

c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Tidak ada PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang

terhutang karena aset tetap GII yang dialihkan berupa perlengkapan.

Universitas Indonesia

Page 79: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

64

d) PPN

Tidak ada PPN yang terhutang karena sesuai ketentuan Pasal 1A Undang-

Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset tersebut bukan

penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.

2) Analisis konsekuensi perpajakan pada IR

a) PPh terhutang atas capital gain

Seluruh aset lancar IR dialihkan ke MMI sesuai dengan nilai bukunya,

senilai Rp 1.253.461.600,00. Tidak terdapat keuntungan atau kerugian

akibat pengalihan aset.

Total aset lancar = Rp 1.253.461.600,00

Aset tetap = Rp -

Aset tidak lancar lainnya = Rp -

Nilai buku = Rp 1.253.461.600,00

Nilai pengalihan = Rp 1.253.461.600,00

Capital gain = Rp Nihil

PPh terhutang (25%) = Rp Nihil

b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal

Berdasarkan Tabel 4.5 di bawah ini, IR mempunyai total kerugian fiskal

dari tahun 2009–2012 sebesar Rp24.315.422,00. Namun, akumulasi rugi

fiskal ini tidak bisa dimanfaatkan lagi untuk mengurangi PPh IR.

Tabel 4.5 Akumulasi Rugi Fiskal PT IR

Universitas Indonesia

Page 80: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

65

2012Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif 17,951,277.00Rp Beda Tetap (21,484,422.00)Rp Taksiran Rugi Fiskal (3,533,145.00)Rp Kompensasi Kerugian:

Tahun 2011 (4,895,500.00)Rp Tahun 2010 (8,760,829.00)Rp Tahun 2009 (7,161,948.00)Rp

Akumulasi Rugi Fiskal (24,351,422.00)Rp

Sumber: Diolah dari data IR

Dengan demikian, terdapat kerugian pajak akibat tidak dapat

dimanfaatkannya sisa rugi fiskal tesebut dengan perhitungan sebagai

berikut:

Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 24.351.422,00

Tarif PPh Badan = 25%

Kerugian pajak = Rp 6.087.855,50

c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Tidak ada PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang

terhutang karena aset tetap GII berupa aset lancar saja.

d) PPN

Tidak ada PPN yang terhutang karena sesuai ketentuan Pasal 1A Undang-

Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset tersebut bukan

penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.

3) Analisis konsekuensi perpajakan pada SSK

a) PPh terhutang atas Capital Gain

Seluruh aset SSK dialihkan ke MMI sesuai dengan nilai bukunya, termasuk

aset tetap berupa bangunan senilai Rp 2.456.720.527,00. Tidak terdapat

keuntungan atau kerugian akibat pengalihan aset.

Total aset lancar = Rp 1.785.319,00

Aset tetap = Rp 2.465.720.527,00

Aset tidak lancar lainnya = Rp -

Nilai Buku = Rp 2.467.505.846,00

Universitas Indonesia

Page 81: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

66

Nilai Pengalihan = Rp 2.467.505.846,00

Capital Gain = Rp Nihil

PPh Terhutang (25%) = Rp Nihil

b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal

Berdasarkan Tabel 4.6 di bawah ini, SSK mempunyai total kerugian fiskal

dari tahun 2009–2012 sebesar Rp Rp 523.562.303,00 Namun, akumulasi

rugi fiskal ini tidak bisa dimanfaatkan lagi untuk mengurangi PPh SSK.

Tabel 4.6 Akumulasi Rugi Fiskal PT SSK2012

Rugi Sebelum Pajak Penghasilan MenurutLaporan Laba Rugi Komprehensif (86,026,812.00)Rp Beda Tetap (39,187,500.00)Rp Taksiran Rugi Fiskal (125,214,312.00)Rp Kompensasi Kerugian:

Tahun 2011 (149,100,509.00)Rp Tahun 2010 (120,815,868.00)Rp Tahun 2009 (128,431,614.00)Rp

Akumulasi Rugi Fiskal (523,562,303.00)Rp

Sumber: Diolah dari data SSK

Dengan demikian, terdapat kerugian pajak akibat tidak dapat

dimanfaatkannya sisa rugi fiskal tesebut dengan perhitungan sebagai

berikut:

Akumulasi rugi fiskal (2009-2011) = Rp 523.562.303,00

Tarif PPh Badan = 25%

Kerugian pajak = Rp 130.890.575,75

c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Terdapat tanah dan bangunan yang dialihkan dengan nilai buku sebesar

Rp2.465.720.527,00. Dengan menggunakan asumsi bahwa nilai

pengalihan, lebih besar dari NJOP, maka besarnya PPh atas pengalihan

tanah dan/atau bangunan yang terhutang adalah sebagai berikut:

Nilai buku tanah dan/atau bangunan = Rp 2.465.720.527,00

Nilai pasar pengalihan = Rp 24.657.205.270,00

Universitas Indonesia

Page 82: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

67

Tarif PPh Final = 5%

PPh Final terhutang = Rp 1.232.860.263,50

d) PPN

Tidak ada PPN yang terhutang karena sesuai ketentuan Pasal 1A Undang-

Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset tersebut bukan

penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.

4) Analisis konsekuensi perpajakan pada MMI

a) Nilai Perolehan Harta dan Potensi Penghematan Pajak

Total perolehan aset yang didapat oleh MMI adalah sebesar

Rp10.220.045.904,00.

Tabel 4.7 Perolehan Harta MMI Menurut Nilai Buku

Jenis Aktiva GII IR SSK TotalTotal Aktiva Lancar 5,710,726,459.00Rp 1,253,461,600.00Rp 1,785,319.00Rp 6,965,973,378.00Rp Aktiva Tetap 276,560,959.00Rp -Rp 2,465,720,527.00Rp 2,742,281,486.00Rp Aktiva Tidak Lancar lainnya 520,791,040.00Rp -Rp -Rp 520,791,040.00Rp Nilai Buku Total Aktiva 6,508,078,458.00Rp 1,253,461,600.00Rp 2,467,505,846.00Rp 10,229,045,904.00Rp Nilai Pengalihan 6,508,078,458.00Rp 1,253,461,600.00Rp 2,467,505,846.00Rp 10,229,045,904.00Rp

Sumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK

Atas perolehan aset tetap, MMI memperoleh manfaat pajak yang berasal

dari pembebanan biaya penyusutan aset tetap sepanjang massa manfaat

ekonomis aset tetap dengan perhitungan sebagai berikut:

Total perolehan aset tetap yang dapat disusutkan = Rp 2.742.281.486,00

Tarif PPh Badan = 25%

Manfaat Pajak = Rp 685.570.371,50

b) Pemanfaatan Sisa Kerugian Fiskal

Total nilai kerugian yang diterima oleh MMI dari GII, IR dan SSK sebesar

Rp 4.151.113.853,00. Namun kerugian ini tidak bisa digunakan oleh MMI

pada tahun berikutnya.

Universitas Indonesia

Page 83: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

68

Tabel 4.8 Kompensasi Fiskal Yang Tidak Dapat Digunakan PT

MMI

GII IR SSK TotalTahun 2012 466,683,182.00Rp 3,533,145.00Rp 125,214,312.00Rp 595,430,639.00Rp Tahun 2011 895,636,283.00Rp 4,895,500.00Rp 149,100,509.00Rp 1,049,632,292.00Rp Tahun 2010 1,457,876,869.00Rp 8,760,829.00Rp 120,815,868.00Rp 1,587,453,566.00Rp Tahun 2009 1,184,779,065.00Rp 7,161,948.00Rp 128,434,614.00Rp 1,320,375,627.00Rp

4,004,975,399.00Rp 24,351,422.00Rp 523,565,303.00Rp 4,552,892,124.00Rp

Kompensasi Kerugian

Akumulasi Rugi FiskalSumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK

c) BPHTB

Dari total aset Rp 10.229.045.904,00, terdapat aset berupa tanah dan

bangunan dari SSK, nilai bukunya adalah Rp 2.456.720.527,00 dan nilai

pasarnya adalah Rp 24.657.205.270,00. Dengan demikian, terdapat BPHTB

yang harus dibayar oleh MMI atas perolehan tanah dan bangunan dari SSK

dengan perhitungan sebagai berikut:

Nilai buku aset tetap = Rp 2.465.720.527,00

Harga pasar wajar (10x nilai buku) = Rp 24.657.205.270,00

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp (15.000.000,00)

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak = Rp 24.642.205.270,00

Tarif BPHTB = 5%

BPHTB terhutang = Rp 1.232.110.263,50

BPHTB terhutang setelah pengurangan 75% = Rp 308.027.565,88

d) PPN

Tidak ada PPN terhutang yang dibayar oleh MMI karena sesuai ketentuan

Pasal 1A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset

tersebut bukan penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.

Dari penghitungan pajak di atas, Penulis menyusun ikhtisar

konsekuensi perpajakan dalam Tabel 4.9 di bawah ini.

Universitas Indonesia

Page 84: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

69

Tabel 4.9 Konsekuensi Perpajakan Dalam Penggabungan Usaha Dengan

Nilai Buku

GII IR SSK MMI TotalPPh atas capital gain Nihil Nihil Nihil Nihil

PPh Final Nihil Nihil 1,232,860,263.50Rp 1,232,860,263.50Rp BPHTB 308,027,565.88Rp 308,027,565.88Rp PPN Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil

Kerugian pajak dari tidak dimanfaatkannya sisa kerugian tahun sebelumnya

Rp (1,001,243,849.75) Rp (6,087,855.50) Rp (130,890,575.75)

Manfaat pajak dari penyusutan aktiva tetap Rp 685,570,371.50

Rp (1,138,222,281.00)

Rp 685,570,371.50

Sumber: Diolah dari data GII, IR, SSK dan MMI

4.3.2 Analisis Penggabungan Usaha dengan Nilai Pasar

Bila Wajib Pajak Badan tidak dapat memenuhi persyaratan

penggunaan fasilitas perpajakan dengan menggunakan nilai buku, maka

nilai pengalihan harta yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung

berdasarkan nilai pasar. Hal ini seperti terjadi pembelian seluruh aset dan

passiva GII, IR, dan SSK oleh MMI. Dalam hal ini Penulis membuat

asumsi bahwa MMI mengeluarkan dana untuk membeli aset neto GII, IR,

dan SSK.

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 berikut ini penghitungan

pembayaran pajak untuk GII, IR, SSK dan MMI, sesuai dengan

konsekuensi perpajakan yang timbul dari penggabungan usaha dengan

memakai metode nilai pasar tersebut, yaitu:

1) Analisis konsekuensi perpajakan pada GII

a) PPh terhutang atas Capital Gain

Nilai pengalihan aset tetap bersih GII menggunakan nilai pasar sehingga

menjadi Rp553.121.918,00, sisa aset lainnya masih menggunakan nilai

buku. Karena nilai pasar lebih tinggi daripada nilai bukunya, maka terdapat

capital gain. Namun demikian, mengingat GII masih memiliki sisa

kerugian tahun sebelumnya yang dapat diperhitungkan dengan capital gain,

maka besarnya PPh terhutang adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Page 85: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

70

Total aset lancar = Rp 5.710.726.459,00

Aset tetap = Rp 553.121.918,00

Aset tidak lancar lainnya = Rp 520.791.040,00

Nilai buku = Rp 6.508.078.458,00

Nilai pengalihan = Rp 6.784.639.417,00

Capital gain = Rp 276.560.959,00

Sisa kerugian tahun lalu = Rp (276.560.959,00)

PPh Terhutang (25%) = Rp Nihil

b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal

GII mempunyai total kerugian fiskal dari tahun 2009–2012, seperti yang

diuraikan pada subbab sebelumnya sebesar Rp4.004.975.399,00. Setelah

memperhitungkan pemakaian sisa rugi tersebut untuk diperhitungkan

dengan capital gain, masih terdapat sisa rugi yang tidak dapat

dimanfaatkan oleh GII.

Berikut ini adalah perhitungan kerugian pajak akibat tidak dapat

dimanfaatkannya sisa rugi fiskal tesebut:

Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 4.004.975.399,00

Diperhitungkan dengan capital gain = Rp (276.560.959,00)

Sisa rugi yang tidak dapat dimanfaatkan = Rp 3.728.414.440,00

Tarif PPh Badan = 25%

Kerugian pajak = Rp 932.103.610,00

c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Tidak ada PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang

terhutang karena aset tetap GII berupa perlengkapan.

d) PPN

Tidak ada PPN yang terhutang karena sesuai ketentuan Pasal 1A Undang-

Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset tersebut bukan

penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.

2) Analisis konsekuensi perpajakan pada IR

a) PPh terhutang atas Capital Gain

Universitas Indonesia

Page 86: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

71

Nilai pengalihan aset IR hanya pada aset lancar di mana menggunakan nilai

bukunya. Dengan demikian, dalam transaksi ini tidak timbul capital gain.

Total Aset Lancar = Rp 1.253.461.600,00

Aset Tetap = Rp -

Aset Tidak Lancar lainnya = Rp -

Nilai Buku = Rp 1.253.461.600,00

Nilai Pengalihan = Rp 1.253.461.600,00

Capital Gain = Rp -

PPh Terhutang (25%) = Rp -

b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal

Berdasarkan subbab sebelumnya, IR mempunyai total kerugian fiskal dari

tahun 2009–2012 sebesar Rp 24.315.422,00. Namun, akumulasi rugi fiskal

ini tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh IR.

Dengan demikian, terdapat kerugian pajak akibat tidak dapat

dimanfaatkannya sisa rugi fiskal tesebut dengan perhitungan sebagai

berikut:

Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 24.351.422,00

Tarif PPh Badan = 25%

Kerugian pajak = Rp 6.087.855,50

c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Tidak ada PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang

terhutang karena aset tetap GII berupa aset lancar saja.

d) PPN

Tidak ada PPN yang terhutang karena sesuai ketentuan Pasal 1A Undang-

Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset tersebut bukan

penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.

3) Analisis konsekuensi perpajakan pada SSK

a) PPh terhutang atas Capital Gain

Nilai pengalihan aset tetap bersih SSK menggunakan nilai pasar sehingga

menjadi Rp 24.657.205.270,00, sisa aset lainnya masih menggunakan nilai

buku. Karena nilai pasar lebih tinggi daripada nilai bukunya, maka timbul

Universitas Indonesia

Page 87: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

72

capital gain. Namun demikian, mengingat SSK masih memiliki sisa

kerugian tahun sebelumnya yang dapat diperhitungkan dengan capital gain,

maka besarnya PPh terhutang adalah sebagai berikut:

Total Aset Lancar = Rp 1.785.319,00

Aset Tetap = Rp 24.657.205.270,00

Aset Tidak Lancar lainnya = Rp -

Nilai Buku = Rp 2.467.505.846,00

Nilai Pengalihan = Rp 24.658.990.589,00

Capital Gain = Rp 22.191.484.743,00

Sisa Kerugian Tahun Lalu = Rp (523.562.303,00)

Capital gain terkena pajak = Rp 21.667.922.440,00

PPh Terhutang (25%) = Rp 5.416.980.610,00

b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal

SSK mempunyai total kerugian fiskal dari tahun 2009–2012 sebesar Rp

398.347.991,00 seperti yang diuraikan pada subbab sebelumnya. Kerugian

fiskal ini telah dimanfaatkan seluruhnya untuk mengurangi capital gain

yang terhutang PPh. Dengan demikian, tidak terdapat kerugian pajak atas

sisa kerugian fiskal yang tidak dapat dimanfaatkan seperti disajikan di

bawah ini.

Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 523.562.303,00

Diperhitungkan dengan capital gain = Rp (523.562.303,00)

Sisa rugi yang tidak dapat dimanfaatkan = Nihil

Tarif PPh Badan = 25%

Kerugian pajak = Nihil

c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Terdapat tanah dan bangunan yang dialihkan dengan nilai buku sebesar Rp

2.465.720.527,00. Dengan menggunakan asumsi bahwa nilai pasar, yaitu

nilai sebesar 10x nilai buku, lebih besar dari NJOP, maka besarnya PPh

atas pengalihan tanah dan/atau bangunan yang terhutang dihitung sebagai

berikut:

Universitas Indonesia

Page 88: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

73

Nilai buku tanah dan/atau bangunan = Rp 2.465.720.527,00

Nilai pasar wajar (10x nilai buku) = Rp 24.657.205.270,00

Tarif PPh Final = 5%

PPh Final terhutang = Rp 1.232.860.263,50

d) PPN

Tidak ada PPN yang terhutang karena sesuai ketentuan Pasal 1A Undang-

Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset tersebut bukan

penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.

4) Analisis konsekuensi perpajakan pada MMI

a) Nilai Perolehan Harta dan Potensi Penghematan Pajak

Seperti diuraikan dalam Tabel 4.10 total perolehan aset yang didapat oleh

MMI adalah sebesar Rp32.697.091.606,00. Nilai tersebut termasuk nilai

pasar atas aset tetap GII dan SSK, yaitu masing-masing sebesar

Rp553.121.918,00 dan Rp24.657.205.270,00.

Tabel 4.10 Nilai Perolehan Harta PT MMI Menurut Nilai Pasar

Jenis Aktiva GII IR SSK TotalTotal Aktiva Lancar 5,710,726,459.00Rp 1,253,461,600.00Rp 1,785,319.00Rp 6,965,973,378.00Rp Aktiva Tetap 553,121,918.00Rp -Rp 24,657,205,270.00Rp 25,210,327,188.00Rp Aktiva Tidak Lancar Lainnya 520,791,040.00Rp -Rp -Rp 520,791,040.00Rp Nilai Buku Total Aktiva 6,508,078,458.00Rp 1,253,461,600.00Rp 2,467,505,846.00Rp 10,229,045,904.00Rp Nilai Pengalihan 6,784,639,417.00Rp 1,253,461,600.00Rp 24,658,990,589.00Rp 32,697,091,606.00Rp

Sumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK

Atas perolehan aset tetap, MMI memperoleh manfaat pajak yang berasal

dari pembebanan biaya penyusutan aset tetap sepanjang massa manfaat

ekonomis aset tetap dengan perhitungan sebagai berikut:

Total perolehan aset tetap

yang dapat disusutkan = Rp 25.210.327.188,00

Tarif PPh Badan = 25%

Manfaat Pajak = Rp 6.302.581.797,00

b) Sisa Kerugian Fiskal

Universitas Indonesia

Page 89: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

74

Total sisa nilai kerugian yang diterima oleh MMI dari GII, IR dan SSK

sebesar Rp3.752.765.862,00 seperti dijelaskan pada Tabel 4.11. Sisa rugi

fiskal tersebut tidak dapat dimanfaakan oleh MMI.

Tabel 4.11 Kompensasi Fiskal Yang Dapat Digunakan MMI

GII IR SSK TotalTahun 2012 (466,683,182.00)Rp (3,533,145.00)Rp -Rp (470,216,327.00)Rp Tahun 2011 (895,636,283.00)Rp (4,895,500.00)Rp -Rp (900,531,783.00)Rp Tahun 2010 (1,457,876,869.00)Rp (8,760,829.00)Rp -Rp (1,466,637,698.00)Rp Tahun 2009 (908,218,106.00)Rp (7,161,948.00)Rp -Rp (915,380,054.00)Rp

(3,728,414,440.00)Rp (24,351,422.00)Rp -Rp (3,752,765,862.00)Rp

Kompensasi Kerugian

Akumulasi Rugi FiskalSumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK

c) BPHTB

Dari total nilai aset Rp 32.697.091.606,00, terdapat aset berupa tanah dan

bangunan dari SSK sebesar Rp 25.210.327.188,00. Dengan demikian,

terdapat BPHTB yang harus dibayar oleh MMI atas perolehan tanah dan

bangunan dari SSK dengan perhitungan sebagai berikut:

Harga pasar wajar (10x nilai buku) = Rp 24.657.205.270,00

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp (15.000.000,00)

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak = Rp 24.642.205.270,00

Tarif BPHTB = 5%

BPHTB Terhutang = Rp 1.232.110.263,50

MMI tidak dapat memperoleh pengurangan BPHTB sebesar 75%, karena

transaksi yang dilakukan MMI adalah pembelian aset tetap dan bukan

dalam rangka penggabungan usaha dengan menggunakan nilai buku.

d) PPN

Tidak ada PPN terhutang yang dibayar oleh MMI karena sesuai ketentuan

Pasal 1A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai penyerahan aset

tersebut bukan penyerahan Barang Kena Pajak yang terhutang PPN.

Dari penghitungan pajak di atas dapat disusun ikhtisar konsekuensi

perpajakan dalam Tabel 4.12 di bawah ini.

Universitas Indonesia

Page 90: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

75

Tabel 4.12 Konsekuensi Perpajakan dalam Penggabungan Usaha dengan

Nilai PasarGII IR SSK MMI Total

PPh atas capital gain Nihil Nihil 5,416,980,610.00Rp 5,416,980,610.00Rp

PPh Final Nihil Nihil 1,232,860,263.50Rp 1,232,860,263.50Rp BPHTB 1,232,110,263.50Rp 1,232,110,263.50Rp PPN Nihil Nihil Nihil Nihil NihilManfaat pajak dari penyusutan aktiva tetap Rp 6,302,581,797.00

Kerugian pajak dari tidak dimanfaatkannya sisa kerugian tahun sebelumnya

Rp (932,103,610.00) Rp (6,087,855.50) Rp -

Rp 6,302,581,797.00

Rp (938,191,465.50)

Sumber: Diolah dari data GII, IR, SSK, dan MMI

4.3.3 Analisis Jual dan Likuidasi

Dalam strategi ini GII, IR, dan SSK masing-masing terlebih dahulu

menjual seluruh aset tetapnya kepada MMI, kemudian hasil penjualan

tersebut digunakan untuk membayar seluruh hutang perusahaan. Sisa kas

yang masih tersedia didistribusikan kepada para pemegang saham (MMI

dan AM). Penghitungan analisis strategi jual dan likuidasi menggunakan

informasi pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.3.

1) Analisis konsekuensi perpajakan pada GII

a) Penjualan Aset Tetap dan PPN

Dalam proses likuidasi, aset tetap GII diasumsikan akan dijual dengan

harga sebesar Rp553.121.918,00. Harga jual tersebut lebih tinggi dari

nilai bukunya sehingga GII memperoleh capital gain yang terhutang PPh.

Atas aset yang dialihkan terkena PPN sebesar 10% dari nilai pasarnya.

Dari penjualan aset tetap, GII mendapatkan penambahan kas sebesar Rp

608.434.109,80 Berikut ini adalah penghitungan PPh dan PPN yang

terkait:

Harga Pasar Aset = Rp 553.121.918,00

Nilai buku fiskal aset = Rp 276.560.959,00

Capital Gain = Rp 276.560.959,00

Universitas Indonesia

Page 91: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

76

Sisa kerugian tahun lalu = Rp ( 276.560.959,00)

PPh Terhutang (25%) = Rp Nihil

PPN (10%) = Rp 55.312.191,80

Tabel 4.13 menyajikan jurnal pencatatan atas penjualan aset tetap.

Tabel 4.13 Jurnal Penjualan Aset Tetap PT GII

Debit KreditKas 608,434,109.80Rp Akumulasi Depresiasi 2,024,596,207.00Rp Aktiva Tetap 2,301,157,166.00Rp Utang PPN 55,312,191.80Rp Laba yang ditahan 276,560,959.00Rp

Sumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK

b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal

GII mempunyai total kerugian fiskal dari tahun 2009–2012, seperti yang

diuraikan pada subbab sebelumnya sebesar Rp4.004.975.399,00. Setelah

memperhitungkan pemakaian sisa rugi tersebut untuk diperhitungkan

dengan capital gain, masih terdapat sisa rugi yang tidak dapat

dimanfaatkan oleh GII.

Berikut ini adalah perhitungan kerugian pajak akibat tidak dapat

dimanfaatkannya sisa rugi fiskal tesebut:

Akumulasi rugi fiskal (2009-2011) = Rp 4.004.975.399,00

Diperhitungkan dengan capital gain = Rp (276.560.959,00)

Sisa rugi yang tidak dapat dimanfaatkan = Rp 3.728.414.440,00

Tarif PPh Badan = 25%

Kerugian pajak = Rp 932.103.610,00

c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Tidak ada PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang

terhutang karena aset tetap GII berupa perlengkapan.

d) Penyelesaian hutang

Universitas Indonesia

Page 92: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

77

Langkah selanjutnya dalam proses likuidasi adalah merealisasikan

pihutang usaha dan aset keuangan lancar lainnya menjadi kas. Dengan

membuat asumsi bahwa pihutang usaha dan aset keuangannya dapat

ditagih semua, jumlah kas bertambah menjadi Rp77.531.116,00 +

Rp533.115.065,00 + Rp5.100.080.278,00 + Rp608.434.109,80 =

Rp6.319.160.568, 80

Tabel 4.14 menyajikan jurnal realisasi kas.

Tabel 4.14 Jurnal Realisasi Aset Lancar PT GII

Debit KreditKas dan Bank 5,633,195,343.00Rp Piutang Usaha 533,115,065.00Rp Aset Keuangan Lancar Lainnya 5,100,080,278.00Rp

Sumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK

Selanjutnya, GII melakukan pelunasan hutang dan terdapat sisa kas yang

tersedia sebagai berikut:

Kas = Rp 6.319.160.568,80

Hutang Usaha = Rp (438.781.618,00)

Hutang PPN = Rp (55.312.191,80)

Hutang Pihak Berelasi = Rp (10.423.760.113,00)

Kekurangan Kas = Rp 4.598.693.354,00

Kas tidak mencukupi untuk melunasi hutang pihak terafiliasi, sehingga

hutang masih bersisa sebesar Rp 4.598.693.354,00

e) Proses Likuidasi

Berdasarkan hasil penghitungan transaksi di atas maka didapatkan neraca

GII sebagai berikut:

Tabel 4.15 Neraca PT GII Setelah Penjualan Aset dan Pelunasan Hutang Per 31 Desember 2012

POS PT GII

ASET LANCARKas dan Bank Rp -

Universitas Indonesia

Page 93: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

78

Piutang Usaha Rp -Aset Keuangan Lancar Lainnya Rp -Beban Dibayar Dimuka dan Uang Muka Rp -Pajak Dibayar Dimuka Rp -Jumlah Aset Lancar Rp -ASET TIDAK LANCARAktiva Tetap - Bersih Rp -Aset Pajak Tangguhan Rp 498,131,040.00Aset Keuangan Tidak Lancar Rp 22,660,000.00Jumlah Aset Tidak Lancar Rp 520,791,040.00

TOTAL ASET Rp 520,791,040.00

LIABILITAS JANGKA PENDEKHutang Bank Rp -Hutang Usaha Rp -Beban Akrual Rp -Hutang Pihak Berelasi - Non Usaha Rp -Hutang Pajak Rp -Pendapatan Diterima di Muka Rp -Jumlah Liabilitas Jangka Pendek Rp -LIABILITAS JANGKA PANJANGHutang Pihak Berelasi - Non Usaha Rp 4,598,693,354.00JUMLAH LIABILITAS Rp 4,598,693,354.00

EKUITASModal Ditempatkan dan Disetor Penuh Rp 500,000,000.00Laba Ditahan Rp (4,577,902,314.00)Jumlah Ekuitas Rp (4,077,902,314.00)

TOTAL LIABILITAS DAN EKUITAS Rp 520,791,040.00Sumber: Diolah dari data GII

Proses likuidasi berarti kelangsungan hidup GII ditiadakan sehingga

semua akun-akun dalam laporan keuangan menjadi nol. Oleh karena itu,

atas sisa aset keuangan tidak lancar, aset pajak tangguhan, dan hutang

pihak berelasi dimasukkan ke dalam bagian ekuitas GII. Kemudian,

ekuitas GII dikembalikan kepada pemegang sahamnya. Tabel 4.16 di

bawah ini menyajikan jurnal eliminasi.

Universitas Indonesia

Page 94: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

79

Tabel 4.16 Jurnal Eliminasi PT GII

Debit KreditHutang Pihak Berelasi - Non Usaha 4,598,693,354Rp Modal Saham 500,000,000Rp Defisit Modal 4,577,902,314Rp Aset Pajak Tangguhan 498,131,040Rp Aset Keuangan Tidak Lancar 22,660,000Rp

Sumber: Diolah dari data GII

Tidak terdapat residu yang dibagikan kepada pemegang saham dan tidak

terdapat dividen yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.

2) Analisis konsekuensi perpajakan pada IR

a) Penjualan Aset Tetap dan PPN

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui bahwa aset IR hanya berupa aset lancar.

Dengan demikian tidak terdapat penjualan aset yang menimbulkan capital

gain bagi IR dan tidak terdapat PPN yang terhutang.

b) Potensi kerugian pajak atas Sisa Kerugian Fiskal

Besarnya kerugian pajak akibat tidak dapat dimanfaatkannya sisa rugi

fiskal dihitung sebagai berikut:

Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 24.351.422,00

Tarif PPh Badan = 25%

Kerugian pajak = Rp 6.087.855,50

c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Tidak ada PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang

terhutang karena aset tetap GII berupa aset lancar saja.

d) Penyelesaian hutang

Seperti yang tertera pada Tabel 4.1 IR tidak mempunyai hutang.

e) Proses Likuidasi

Universitas Indonesia

Page 95: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

80

Proses likuidasi berarti kelangsungan hidup IR ditiadakan sehingga semua

akun-akun dalam laporan keuangan menjadi nol. Oleh karena itu, atas aset

keuangan lancar dimasukkan ke dalam bagian ekuitas IR. Kemudian,

ekuitas IR dikembalikan kepada pemegang sahamnya. Tabel 4.17 di

bawah ini menyajikan jurnal eliminasi.

Tabel 4.17 Jurnal Likuidasi PT IRDebit Kredit

Modal Saham 1,500,000,000.00Rp Defisiensi Modal 246,538,400.00Rp Aset Keuangan Lancar Lainnya 1,253,461,600.00Rp

Sumber: Diolah dari data IR

Tidak terdapat residu yang dibagikan kepada pemegang saham dan tidak

terdapat dividen yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.

3) Analisis konsekuensi perpajakan pada SSK

a) Penjualan Aset Tetap dan PPN

Dalam proses likuidasi, aset tetap SSK diasumsikan dapat dijual dengan

harga Rp 24.657.205.270,00. Harga jual tersebut lebih tinggi dari nilai

bukunya sehingga timbul capital gain yang terhutang PPh. Atas aset yang

dialihkan terhutang PPN sebesar 10% dari nilai pasarnya. Sama halnya

dengan penggabungan usaha, dalam proses likuidasi juga terhutang PPh

atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebesar 5% dari harga

pasarnya. Berikut ini keseluruhan penghitungan pajaknya:

Harga pasar aset = Rp 24.657.205.270,00

Nilai buku fiskal aset = Rp 2.465.720.527,00

Capital gain = Rp 22.191.484.743,00

Sisa kerugian tahun lalu = Rp (523.562.303,00)

Capital gain terkena pajak = Rp 21.667.922.440,00

PPh Terhutang (25%) = Rp 5.416.980.610,00

PPN (10%) = Rp 2.465.720.527,00

b) Potensi kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal

Universitas Indonesia

Page 96: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

81

Perhitungan kerugian pajak atas sisa kerugian fiskal yang tidak dapat

dimanfaatkan seperti disajikan di bawah ini.

Akumulasi rugi fiskal (2009-2012) = Rp 523.562.303,00

Diperhitungkan dengan capital gain = Rp (523.562.303,00)

Sisa rugi yang tidak dapat dimanfaatkan = Nihil

Tarif PPh Badan = 25%

Kerugian pajak = Nihil

c) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Terdapat tanah dan bangunan yang dialihkan dengan nilai buku sebesar Rp

2.465.720.527,00. Dengan menggunakan asumsi bahwa nilai pasar, yaitu

nilai sebesar 10x nilai buku, lebih besar dari NJOP, maka besarnya PPh

atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dihitung sebagai berikut:

Nilai buku tanah dan/atau bangunan = Rp 2.465.720.527,00

Nilai pasar wajar (10x nilai buku) = Rp 24.657.205.270,00

Tarif PPh Final = 5%

PPh Final terhutang = Rp 1.232.860.263,50

Tabel 4.18 Jurnal Penjualan Aset Tetap PT SSKDebit Kredit

Kas 25,890,065,533.50Rp Pajak dibayar dimuka 1,232,860,263.50Rp Akumulasi Depresiasi 1,273,539,081.00Rp Aktiva Tetap 3,739,259,608.00Rp Utang PPN 2,465,720,527.00Rp Laba yang ditahan 22,191,484,743.00Rp

Sumber: Diolah dari data SSK

d) Penyelesaian Hutang

Langkah selanjutnya dalam proses likuidasi adalah merealisasikan

pihutang usaha dan aset keuangan lancar lainnya menjadi kas. Setelah

menjual aset tetap, posisi menjadi kas sebesar Rp 25.890.748.118,50 (Rp

682.585,00 + Rp 25,890,065,533.50). Kas tersebut bisa digunakan untuk

melunasi hutang pihak berelasi sebesar Rp 4.419.764.431,00 dan hutang

Universitas Indonesia

Page 97: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

82

pajak sebesar Rp 7.883.355.196,00 (Rp 654.059,00 + Rp 2,465,720,527.00

+ Rp 5.416.980.610,00) . Berikut ini perhitungan penyelesaian hutangnya:

Kas = Rp 25.890.748.118,50.

Hutang Pajak = Rp (7.883.355.196,00)

Hutang Berelasi = Rp (4.419.764.431,00)

Kelebihan Kas = Rp 13.587.628.491,50

e) Proses Likuidasi

Berdasarkan hasil penghitungan transaksi di atas maka didapatkan neraca

SSK sebagaimana disajikan pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19 Neraca PT SSK Setelah Penjualan Aset dan Pembayaran Hutang

Universitas Indonesia

Page 98: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

83

Per 31 Desember 2012

POS PT SSK

ASET LANCARKas dan Bank 13,587,628,491.50Rp Piutang Usaha -Rp Aset Keuangan Lancar Lainnya -Rp Beban Dibayar Dimuka dan Uang Muka 1,102,734.00Rp Pajak Dibayar Dimuka 1,232,860,263.50Rp Jumlah Aset Lancar 14,821,591,489.00Rp ASET TIDAK LANCARAktiva Tetap - Bersih -Rp Aset Pajak Tangguhan -Rp Aset Keuangan Tidak Lancar -Rp Jumlah Aset Tidak Lancar -Rp

TOTAL ASET 14,821,591,489.00Rp

LIABILITAS JANGKA PENDEKHutang Bank -Rp Hutang Usaha -Rp Beban Akrual -Rp Hutang Pihak Berelasi - Non Usaha -Rp Hutang Pajak -Rp Pendapatan Diterima di Muka -Rp Jumlah Liabilitas Jangka Pendek -Rp LIABILITAS JANGKA PANJANGHutang Pihak Berelasi - Non Usaha -Rp JUMLAH LIABILITAS -Rp

EKUITAS Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh 25,000,000.00Rp Laba Ditahan 14,796,591,489.00Rp Jumlah Ekuitas 14,821,591,489.00Rp

TOTAL LIABILITAS DAN EKUITAS 14,821,591,489.00Rp

Sumber: Diolah dari data SSK

Proses likuidasi berarti kelangsungan hidup SSK ditiadakan sehingga

semua akun-akun dalam laporan keuangan menjadi nol. Oleh karena itu,

atas sisa aset keuangan lancar dimasukkan ke dalam modal SSK.

Universitas Indonesia

Page 99: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

84

Kemudian, modal saham SSK dikembalikan kepada pemegang sahamnya.

Tabel 4.20 di bawah ini menyajikan jurnal eliminasi.

Tabel 4.20 Jurnal Eliminasi PT SSK

Debit KreditModal Saham 25,000,000.00Rp Laba Ditahan 14,796,591,489.00Rp Kas 13,587,628,491.50Rp Beban Dibayar Dimuka dan Uang Muka 1,102,734.00Rp Pajak Dibayar Dimuka 1,232,860,263.50Rp

Sumber: Diolah dari data SSK

Dengan demikian, terdapat residu yang dibagikan kepada pemegang

saham yang jumlahnya melebihi jumlah modal yang disetor pemegang

saham sehingga terdapat dividen yang wajib dilakukan pemotongan PPh

Pasal 23 sebesar:

Jumlah residu yang dibagikan = Rp 13.587.628.491,50

Jumlah modal disetor = Rp (25.000.000,00)

Selisih yang merupakan Dividen = Rp 13.562.628.491,50

Bagian MMI 98% = Rp 13.291.375.921,67

Tarif PPh Pasal 23 = 15%

PPh Pasal 23 dipotong oleh SSK = Rp 1.993.706.388,25

4) Analisis konsekuensi perpajakan pada MMI

a) Nilai Perolehan Harta dan Potensi Penghematan Pajak

Total perolehan aset yang didapat oleh MMI sebesar

Rp32.697.091.606,00. Nilai tersebut termasuk nilai pasar atas aset tetap

GII dan SSK, yaitu masing-masing sebesar Rp553.121.918,00 dan

Rp24.657.205.270,00 sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.21.

Tabel 4.21 Nilai Perolehan Harta MMI Pada Strategi Likuidasi

Universitas Indonesia

Page 100: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

85

Sumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK

b) Atas perolehan aset tetap, MMI memperoleh manfaat pajak yang berasal

dari pembebanan biaya penyusutan aset tetap sepanjang massa manfaat

ekonomis aset tetap dengan perhitungan sebagai berikut:

Total perolehan aset tetap

yang dapat disusutkan = Rp 25.210.327.188,00

Tarif PPh Badan = 25%

Manfaat Pajak = Rp 6.302.581.797,00

c) Sisa Kerugian Fiskal

Tidak ada kerugian fiskal yang diterima oleh MMI dari GII, IR dan SSK

dari transaksi penjualan aset tetap.

d) BPHTB

Dari total nilai aset Rp 32.697.091.606,00, terdapat aset berupa tanah dan

bangunan dari SSK sebesar Rp 25.210.3327.188,00. Dengan demikian,

terdapat BPHTB yang harus dibayar oleh MMI atas perolehan tanah dan

bangunan dari SSK dengan perhitungan sebagai berikut:

Nilai Buku Aset Tetap = Rp 2.465.720.527,00

Harga pasar wajar (10x nilai buku) = Rp 24.657.205.270,00

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak= Rp (15.000.000,00)

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak = Rp 24.642.205.270,00

Tarif BPHTB = 5%

BPHTB Terhutang = Rp 1.232.110.263,50

MMI tidak dapat memperoleh pengurangan BPHTB sebesar 75%, karena

transaksi yang dilakukan MMI adalah pembelian aset tetap dan bukan

dalam rangka penggabungan usaha dengan menggunakan nilai buku.

Universitas Indonesia

Page 101: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

86

e) PPN

Atas perolehan aset tetap dari GII dan SSK, terdapat PPN yang terhutang

yang dapat dikreditkan oleh MI sebesar Rp 2.521.032.718,80

Tabel 4.22 PPN Masukan PT MMIGII SSK Total

PPN Masukan 55,312,191.80Rp 2,465,720,527.00Rp 2,521,032,718.80Rp

Sumber: Diolah dari data GII dan SSK

f) Laba atau Rugi Divestasi

Dalam proses likuidasi ini, MMI akan menghapus investasinya pada

anak-anak perusahaan dan mendapatkan pengembalian investasi apabila

masih terdapat nilai yang tersisa di anak perusahaan.

MMI akan mengakui rugi atau laba likuidasi anak perusahaan sesuai

dengan persentase kepemilikannya, yaitu pada GII sebesar 99%, IR

sebesar 95%, dan SSK sebesar 98%. Atas keuntungan tersebut terhutang

PPh, sedangkan atas kerugian tersebut tidak dapat dibebankan sebagai

pengurang penghasilan bruto.

Tabel 4.23 berikut ini menyajikan ikhtisar laba atau rugi divestasi MMI.

Tabel 4.23 Laba / (Rugi) Divestasi PT MMI

Perusahaan Nilai Investasi Laba (Rugi) Divestasi Laba (Rugi) Fiskal Tax Loss / Tax SavingGII 495,000,000.00Rp (4,532,123,290.86)Rp Nihil NihilIR 1,425,000,000.00Rp (234,211,480.00)Rp Nihil NihilSSK 24,500,000.00Rp 14,500,659,659.22Rp 14,500,659,659.22Rp 3,625,164,914.81Rp

Sumber: Diolah dari data GII, IR, dan SSK

g) Dividen

Universitas Indonesia

Page 102: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

87

MMI memperoleh pembagian residu dari SSK yang yang jumlahnya

melebihi jumlah modal yang disetor pemegang saham sehingga terdapat

dividen yang terhutang PPh dengan perhitungan sebagai berikut:

Jumlah residu yang dibagikan = Rp 13.587.628.491,50

Jumlah modal disetor = Rp (25.000.000,00)

Selisih yang merupakan Dividen = Rp 13.562.628.491,50

Bagian MMI 98% = Rp 13.291.375.921,67

Tarif PPh Badan = 25%

PPh Badan Terhutang = Rp 3.322.843.980,42

Dari penghitungan pajak di atas, Penulis menyusun ikhtisar

konsekuensi perpajakan dalam Tabel 4.24 di bawah ini.

Tabel 4.24 Konsekuensi Perpajakan dalam Strategi Jual dan Likuidasi

GII IR SSK MMI TotalPPh atas capital gain Nihil Nihil 5,416,980,610.00Rp 5,416,980,610.00Rp

PPh Final Nihil Nihil 1,232,860,263.50Rp 1,232,860,263.50Rp BPHTB 1,232,110,263.50Rp 1,232,110,263.50Rp PPN 55,312,191.80Rp Nihil 2,465,720,527.00Rp 2,521,032,718.80Rp Nihil

PPh atas keuntungan deviden 3,625,164,914.81Rp 3,625,164,914.81Rp PPh atas deviden 3,322,843,980.42Rp 3,322,843,980.42Rp

Rp 6,302,581,797.00

Kerugian pajak dari tidak dimanfaatkannya sisa kerugian tahun sebelumnya

Rp (932,103,610.00) Rp (6,087,855.50) Rp - Rp (938,191,465.50)

Manfaat pajak dari penyusutan aktiva tetap Rp 6,302,581,797.00

Sumber: Diolah dari data GII, IR, SSK dan MMI

Berdasarkan analisis dari ketiga strategi tersebut, Penulis dapat

melakukan perbandingan dari seluruh strategi tersebut sebagaimana

disajikan pada Tabel 4.25. PPN tidak diperhitungkan karena bersifat

netral, karena PPN tidak menjadi beban bagi pemungut dan PPN tersebut

dapat dikreditkan oleh pihak yang dipungut.

Tabel 4.25 Ikhtisar Konsekuensi Perpajakan

Universitas Indonesia

Page 103: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

88

Jual dan likuidasi 5,416,980,610.00 1,232,860,263.50 1,232,110,263.50 6,948,008,895.22 14,829,960,032.22 (938,191,465.50)

PPh atas Capital Gain (GII, IR, dan

SSK)Strategi Total Pajak

1,540,887,829.38

7,881,951,137.00

- (1,138,222,281.00)

(938,191,465.50) - 1,232,110,263.50 1,232,860,263.50 Penggabungan usaha dengan nilai pasar

Penggabungan usaha dengan nilai buku

Nihil 1,232,860,263.50 308,027,565.88

5,416,980,610.00

Kerugian Pajak dari Sisa Rugi yang tidak dimanfaatkan (GII,

IR, dan SSK)

PPh atas Keuntungan Investasi dan

BPHTB (MMI)PPh Final (GII, IR, dan SSK)

Sumber: Diolah dari data GII, IR, SSK dan MMI

Dari perbandingan tersebut, nampak bahwa strategi penggabungan

usaha dengan menggunakan nilai buku mempunyai jumlah pajak yang

lebih efisien dibandingkan strategi-strategi lainnya. Hal ini disebabkan

karena dalam strategi penggabungan usaha dengan menggunakan nilai

buku mempunyai karakteristik yang unik yaitu diterapkannya nilai buku

yang memberikan manfaat yaitu tidak menimbulkan capital gain atas

pengalihan harta yang terhutang PPh, dan tersedianya fasilitas

pengurangan BPHTB dan tidak munculnya pajak sehubungan dengan

proses divestasi.

4.4 Faktor-Faktor yang Menentukan

Berdasarkan ilustrasi penghitungan atas beban pajak masing-

masing perusahaan, dapat diketahui faktor-faktor penentu dalam memilih

strategi restrukturisasi yang memberikan penghematan optimal bagi

perusahaan. Penulis membahasnya dalam aspek-aspek perpajakan yang

terkait dengan setiap strategi yang akan dijalankan oleh perusahaan:

1) Penerapan nilai buku atau nilai pasar

PPh atas capital gain merupakan beban pajak yang menjadi tanggungan dari

pihak yang mengalihkan harta. Beban PPh tersebut timbul apabila pengalihan

harta tidak dilakukan dengan menggunakan nilai buku.

Tabel 4.26 di bawah ini merupakan rangkuman capital gain yang didapat dari

ketiga strategi. Terlihat jelas bahwa bila restrukturisasi dilakukan dengan

strategi penggabungan usaha metode penyatuan kepemilikan (pooling of

Universitas Indonesia

Page 104: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

89

interest method), dengan nilai buku, merupakan fasilitas bebas pajak yang

diberikan oleh pemerintah atas potensi keuntungan pengalihan aset. Namun,

pemerintah tidak begitu saja memberikan fasilitas bebas pajak ini, Wajib Pajak

harus memenuhi seluruh persyaratan.

Tabel 4.26 Capital Gain

Strategi GII IR SSK Total

Jual dan likuidasi Nihil Nihil Rp 5,416,980,610.00 Rp 5,416,980,610.00

Nihil Nihil

Nihil Rp 5,416,980,610.00 Rp 5,416,980,610.00

Penggabungan usaha dengan nilai bukuPenggabungan usaha dengan nilai pasar

Nihil

Nihil

Nihil

Sumber: Diolah dari data GII, IR, SSK dan MMI

2) Sisa rugi fiskal yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan

Sisa rugi fiskal yang terdapat pada perusahaan yang akan menjadi target

restrukturisasi sebenarnya dapat memberikan manfaat pajak yaitu:

a) Dapat mengurangi PPh yang terhutang atas capital gain dari pengalihan

harta, seperti yang terjadi pada transaksi penggabungan usaha dengan

nilai pasar dan strategi penjualan pada GII dan SSK.

b) Dapat mengurangi PPh yang terhutang dari perusahaan yang melakukan

pengambilalihan usaha (acquiring company), yaitu perusahaan yang

memiliki sisa kerugian tetap dipertahankan dan mengambilalih

perusahaan lain yang menghasilkan laba. Dalam kasus ini, manfaat ini

tidak dapat diperoleh mengingat MMI menjadi acquiring company

terhadap perusahaan (GII, IR, dan SSK) yang dibubarkan.

Dengan tidak dimanfaatkannya sisa rugi tahun-tahun sebelumnya akan

menyebabkan hilangnya manfaat pajak. Hal ini terjadi dalam transaksi

penggabungan usaha dengan menggunakan nilai buku, dimana

berdasarkan PMK-43/2008 diatur bahwa kerugian fiskal yang dialami

oleh perusahaan tidak dapat dimanfaatkan atau dikompensasikan. Sisa

rugi fiskal ini juga mempunyai batas waktu yaitu hanya dapat

dimanfaatkan selama 5 tahun, sehingga hanya dapat memberikan manfaat

Universitas Indonesia

Page 105: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

90

dalam periode waktu tersebut. Dalam Tabel 4.27 disajikan ilustrasi

besarnya kerugian akibat tidak dapat dimanfaatkannya sisa rugi tahun

sebelumnya untuk setiap strategi.

Tabel 4.27 Kerugian dari Tidak Dimanfaatkannya Sisa Rugi Tahun Lalu

Strategi GII IR SSK Total

Jual dan likuidasi Rp (932,103,610.00) Rp (6,087,855.50) Rp - Rp (938,191,465.50)

Penggabungan usaha dengan nilai pasar

Rp (932,103,610.00) Rp (6,087,855.50) Rp - Rp (938,191,465.50)

Penggabungan usaha dengan nilai buku

Rp (1,001,243,849.75) Rp (6,087,855.50) Rp (130,890,575.75) Rp (130,890,575.75)

Sumber: Diolah dari data GII, IR, SSK dan MMI

Tidak ada kerugian fiskal yang diterima oleh MMI dari GII, IR dan SSK pada

strategi jual dan likuidasi karena dianggap transaksi penjualan aset tetap.

3) Pengalihan harta dalam bentuk tanah dan/atau Bangunan

Apabila dalam restrukturisasi terdapat pengalihan harta dalam bentuk tanah

dan/atau bangunan, maka pihak yang melakukan pengalihan akan terhutang

PPh Final dengan tarif 5% dari nilai tertinggi antara nilai transaksi dengan

NJOP dan bagi pihak yang menerima pengalihan akan terhutang BPHTB

dengan tarif 5%.

Dengan demikian, apabila harta yang dialihkan didominasi harta dalam bentuk

tanah dan/atau bangunan maka PPh Final yang terhutang akan semakin besar

apabila menggunakan strategi yang menerapkan nilai pasar wajar.

Dari analisis yang dilakukan sebelumnya, hanya SSK yang mempunyai harta

tetap berupa tanah dan bangunan sehingga potensi pemajakannya hanya pada

SSK. GII hanya memiliki harta berupa perlengkapan dan peralatan kantor dan

IR tidak mempunyai aset tetap sama sekali. Dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, tidak terdapat pengecualian atau

pengurangan pemajakan atas pengalihan tanah dan/atau dalam rangka strategi

restrukturisasi.

Universitas Indonesia

Page 106: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

91

Tabel 4.28 berikut ini menyajikan perbandingan PPh Final yang terhutang

untuk setiap jenis strategi.

Tabel 4.28 Total PPh Final

Strategi GII IR SSK Total

Jual dan likuidasi Nihil Nihil Rp 1,232,860,263.50 Rp 1,232,860,263.50

Penggabungan usaha dengan nilai buku

Nihil Nihil Rp 1,232,860,263.50 Rp 1,232,860,263.50

Penggabungan usaha dengan nilai pasar

Nihil Nihil Rp 1,232,860,263.50 Rp 1,232,860,263.50

Sumber: Diolah dari data GII, IR, dan SSK

Terkait dengan BPHTB, dalam strategi penggabungan usaha dengan

menggunakan nilai buku, pihak yang menerima pengalihan dapat diberikan

pengurangan BPHTB sebesar 75%. Sedangkan dalam transaksi penggabungan

usaha dengan nilai pasar dan strategi jual dan likuidasi tidak berhak atas

fasilitas pengurangan tersebut. Berikut ini adalah perbandingan besarnya

BPHTB yang terhutang untuk setiap strategi:

Tabel 4.29 Total BPHTBStrategi MMI

Jual dan likuidasi Rp 1,232,110,263.50

Penggabungan usaha dengan nilai buku

Rp 308,027,565.88

Penggabungan usaha dengan nilai pasar

Rp 1,232,110,263.50

Sumber: Diolah dari data GII, IR dan SSK

4) Pajak atas Keuntungan Divestasi dan Dividen

Perlu diperhatikan bahwa dalam memilih strategi restrukturisasi dapat timbul

kewajiban pajak lainnya akibat diperolehnya keuntungan divestasi dan dividen

yang merupakan sisa lebih dari nilai residu dengan jumlah setoran modal

pemegang saham. Terlihat pada Tabel 4.24 hanya SSK yang memberikan laba

divestasi sebesar Rp 14.500.659.659.22 sehingga MMI terhutang PPh sebesar

Rp 3.625.164.914,81, dan sisa residu sebesar Rp 13.291.375.921,67 sehingga

MMI terhutang PPh sebesar Rp 3.322.843.980,42.

Universitas Indonesia

Page 107: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

MMI ingin memperbaiki performa terhadap anak perusahaannya, yaitu

GII, IR dan SSK. Strategi yang ditempuh melalui resturkturisasi perusahaan,

yaitu: penggabungan usaha dengan metode penyatuan kepemilikan (menggunakan

nilai buku), penggabungan usaha dengan metode pembelian (menggunakan nilai

pasar), dan menjual seluruh asetnya dan dilikuidasi. Analisis dilakukan dengan

melakukan penghitungan beban pajak yang timbul pada masing-masing strategi

restrukturisasi. Penulis melakukan penghitungan beban pajak dengan memakai

acuan dalam ketentuan perpajakan yang berlaku sampai saat ini. Berdasarkan

uraian analisis pada Bab 4 dapat disimpulkan bahwa:

1) Fasilitas perpajakan yang dapat dimanfaatkan dalam restrukturisasi

perusahaan adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

43/PMK.03/2008 untuk penggabungan usaha dengan menggunakan nilai buku

dimana perusahaan tidak terhutang pajak penghasilan capital gain dari

pengalihan harta perusahaan. Disamping itu, terdapat Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 91/PMK.03/2006 yang memberikan fasilitas pengurangan

BPHTB hingga mencapai 75% untuk penggabungan usaha dengan

menggunakan nilai buku yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak.

2) Strategi restrukturisasi dengan metode penggabungan usaha dengan

menggunakan nilai buku menghasilkan beban pajak yang lebih efisien.

3) Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan strategi

restrukturisasi yang dapat memberikan penghematan optimal bagi perusahaan

adalah: a) penerapan nilai buku atau nilai pasar, b) sisa rugi fiskal yang dapat

dimanfaatkan perusahaan, c) harta yang dialihkan dalam bentuk tanah

dan/atau Bangunan, dan d) pajak atas keuntungan divestasi dan dividen.

92 Universitas Indonesia

Page 108: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

93

5.2 Saran

Berdasarkan analisis tersebut maka dapat disampaikan saran-saran sebagai

berikut:

1. Perusahaan sebaiknya menerapkan strategi penggabungan usaha dengan

metode penggabungan usaha yang menggunakan nilai buku. Strategi ini

menghasilan beban pajak yang lebih kecil sebagai akibat dari pemberian

fasilitas-fasilitas perpajakan oleh pemerintah.

2. Untuk dapat memperoleh fasilitas penggunaan nilai buku, perusahaan perlu

mempertimbangkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat

menerapkan fasilitas perpajakan tersebut.

Universitas Indonesia

Page 109: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

94

DAFTAR REFERENSI

Buku:

David, Fred R. (1997). Strategic Management. New Jersey: Prentice-Hall International.

Djohanpuro, Bramantyo. (2004). Restrukturisasi Perusahaan Berbasis Nilai. Strategi Menuju Keunggulan Bersaing. Jakarta: Penerbit PPM.

Dunil, Z. (2004). Kamus Istilah Perbankan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Floyd, Beams A., & Anthony Joseph A. (2010). Advanced Accounting (10th ed.). New Jerseys: Pearson Education.

Gunadi. (2001). Restrukturisasi Perusahaan Dalam Berbagai Bentuk dan Pemajakannya. Jakarta: Salemba Empat.

Harnanto. (2013). Perencanaan Pajak (edisi pertama). Yogyakarta: BPFE UGM.

IAI. (2004). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

Miller, Edwin L. (2008). Mergers and Acquisitions: A Step-by-Step Legal and Practical Guide. New Jersey: John Wiley & Sons.

Moin, Abdul. (2010). Merger, Akuisisi & Divestasi (2nd ed.). Yogyakarta: Ekonisia.

Novel, Dean. (2002, Juni 1). Analisis Restrukturisasi Perusahaan. Panutan Bisnis Volume 5, 51-65.

Pearce, John A., & Robinson, Richard B. (2008). Manajemen Strategis: Formulasi, Implementasi, dan Pengendalian (Yanavi Bachtiar & Christine, Penerjemah.). Jakarta: Salemba Empat

Pohan, Charil Anwar. (2013). Manajemen Perpajakan: Strategi Perencanaan Pajak dan Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rahardjo, Jami Lydia. (2011). The Secrets of Bad Sales. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Sari, Elsi Kartika & Advendi Simangunsong. (2007). Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: Grasindo.

Suandy, Early. (2008). Perencanaan Pajak (4th ed.). Jakarta: Salemba Empat.

Universitas Indonesia

Page 110: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

95

Tim Redaksi. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia (4th ed.). Jakarta: Balai Pustaka.

Usman, Rachmadi. (2001). Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Van Horne, James C. & Wachowicz, John M. (2007). Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan (Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary, Penerjemah) (12th ed.). Jakarta: Salemba Empat.

Weston, Fred, Kwang Chung, & Susan Hoag. (1991). Mergers, Resctructuring, and Corporate Control. Singapura: Prentice-Hall International.

Peraturan-Peraturan:

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. 23 September 2008. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133. Jakarta

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 43/PMK.03/2008 Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Jakarta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2008 Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan. 4 November 2008. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 164. Jakarta

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

21 Tahun Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. 2 Agustus 2000. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130. Jakarta

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 91/PMK.03/2006 Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2004 Tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. 13 Oktober 2006. Jakarta

Universitas Indonesia

Page 111: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

96

Lain-Lain:

Laporan Tahunan PT MMI Tahun 2012

Laporan Tahunan PT IR Tahun 2012

Laporan Tahunan PT GII Tahun 2012

Laporan Tahunan PT SSK Tahun 2012

Universitas Indonesia

Page 112: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

97

Lampiran 1

TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN GENERAL MANAGER

ACCOUNTING & TAX BSMH

1. Menurut Bapak, bagaimana kondisi dunia media massa saat khususnya media

cetak di Indonesia?

Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan media massa di Indonesia

cukup menakjubkan. Di bidang pertelevisian misalnya selain 10 stasiun

televisi swasta nasional, saat ini banyak bermunculan televisi berlangganan

mulai dari yang memakai parabola hingga internet. Media cetak sebagai media

massa yang tertua di Indonesia bahkan di dunia, juga mengalami

perkembangan yang sama. Ada ratusan media penerbitan antara lain surat

kabar, majalah dan tabloid, untuk jumlahnya bisa dicari di internet. Dengan

perkembangan seperti itu, baik dalam jumlah maupun jenisnya, mustahil

semua media massa menguasai seluruh pasar yang ada. Sebaliknya, kecil

sekali kemungkinan hanya satu media massa dapat menguasai seluruh pasar,

dalam arti memenuhi segala macam tuntutan pasar, karena tuntutan pasar juga

sangat bervariasi. Spesialisasi pada isi media cetak, yang disesuaikan dengan

karaterisitik kebutuhan segmen para pembacanya, ditempuh oleh berbagai

perusahaan media cetak sebagai upaya menembus situasi kompetisi yang

semakin ketat.

2. Bagaimana MMI menyikapi persaingan bisnis di dunia industri media cetak?

Saat ini seluruh perusahaan yang terkabung dalam grup BSMH masih tetap

terus akan bertahan dalam industri bisnis media cetak. Secara umum

perusahaan belum memberikan adanya laba operasi, namun dengan prinsip-

prinsip efisien dan efektivitas tinggi, perusahaan akan menunjukkan kinerja

yang prospektif di jangka panjang. Kegiatan usaha di bidang penerbitan media

massa yang dijalankan perusahaan adalah dengan memassarkan majalah dan

koran secara regional maupun nasional dengan segmentasi untuk kalangan

menengah ke atas. Dengan adanya spesialiasi pada tiap produknya, prospek

Universitas Indonesia

Page 113: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

98

bisnis perusahaan diharapkan semakin menunjukkan prospek yang

menggembirakan sejalan dengan infrastruktur usaha yang telah terbangun dan

semakin memudahkan menjangkau masyarakat.

3. Strategi apa saja yang akan diterapkan dalam jangka pendek, menengah

maupun massa panjang?

Saat ini perusahaan sedang melakukan upaya dalam mempertahankan

ketahanan keuangan berupa kebijakan kas ketat dan efisiensi beban

operasional berupa perampingan pada jumlah karyawan. Proses perampingan

saat ini sedang berlangsung, diperkirakan hingga semester pertama tahun

2014. Selain itu, juga dilakukan offset biaya antar perusahaan. Kemudian

rencana dalam jangka panjang, perusahaan akan melakukan strategi

restrukturisasi lainnya yaitu penggabungan usaha terhadap anak perusahaan

yang tidak beroperasi. Seluruh aset, liabilitas maupun ekuitas yang dimiliki

oleh anak perusahaan tersebut, yaitu GII, IR dan SSK.

4. Apa tujuan utama atau misi perusahaan melakukan strategi restrukturisasi?

Tujuan utama restrukturisasi usaha GII, IR dan SSK ke MMI antara lain untuk

menyatukan strategi dan mengkonsolidasikan sumber daya yang dimiliki MMI

dengan fokus pada perkembangan usaha media massa yang pesat dengan

melakukan reposisi GII, IR dan SSK. Dengan melakukan restrukturisasi pada

ketiga perusahaan ini diharapkan dapat terjadi:

a. penghematan belanja modal dan biaya operasional

b. peningkatan fleksibilitas dalam struktur keuangan

c. kemampuan untuk mendapatkan pembiayaan baru, dan

d. memberikan sinergi yang optimal antar anak perusahaan.

5. Apa saja tahapan-tahapan dalam proses restrukturisasi tersebut?

Restrukturisasi dimulai dengan melakukan due diligence yang pada dasarnya

merupakan audit dan analisis kondisi perusahaan secara internal dan eksternal.

Hasil dan rekomendasi due diligence ini digunakan untuk menentukan

kelayakan strategi restrukturisasi. Dalam due diligence ini, terdapat analisis

yang berguna untuk mengetahui kinerja dan potensi perusahaan dalam bidang

operasional, struktur organisasi, dan keuangan perusahaan. Hasil dari analisis

Universitas Indonesia

Page 114: Bernardin Bela Naradina-Tesis-FE-2013

99

ini kemudian digunakan untuk pengembangan program-program perusahaan

sehingga bisa digunakan untuk pemulihan usaha dan tahapan terakhir tentunya

implementasi dari program-program yang telah disetujui oleh pihak direksi

perusahaan.

6. Apakah terdapat perencanaan perpajakan dalam analisis yang digunakan

perusahaan dalam tahapan restrukturisasi?

Ya, tentu saja ada. Perusahaan harus memilih strategi restrukturisasi yang

memberikan beban pajak paling efisien ketika strategi restrukturisasi tersebut

dilaksanakan. Perusahaan terlebih dahulu menghitung beban pajak yang

dikenai dalam strategi restrukturisasi sesuai peraturan perpajakan yang berlaku

dan tentunya menggunakan fasilitas-fasilitas perpajakan yang tersedia untuk

mengurangi beban pajak tersebut.

Universitas Indonesia