i
ALIH FUNGSI HUTAN MANGROVE DALAM KAWASAN CAGAR ALAM
TANJUNG PANJANGDI KABUPATEN POHUWATO
(The Conversion of Mangrove Forest in the Conservation Area in
Tanjung Panjang of Pohuwato Regency)
DI SUSUN OLEH
ERIK KALAHA
P3600212057
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
NAMA : ERIK KALAHA
NIM : P3600212057
PROGRAM STUDI : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “ALIH
FUNGSI HUTAN MANGROVE DALAM KAWASAN CAGAR ALAM
TANJUNG PANJANG DI KABUPATEN POHUWATO” adalah benar-
benar karya saya sendiri, hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut
diberikan tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya diatas tidak benar,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik atas perbuatan tersebut.
Makassar, Mei 2015
Yang membuat pernyataan
Erik kalaha
iv
ABSTRAK
Erik Kalaha, Alih Fungsi Hutan Mangrove Dalam Kawasan CagarAlam Tanjung Panjang (dibimbing oleh Abrar Saleng dan Sri SusyantiNur)
Penelitian ini bertujuan Mengetahui pengaruh Penerapan UU No.32 tahun 2004 tentangOtonomi Daerah terhadapSumberDayaAlam.Mengetahui status hukumpenguasaanlahan dikawasanhutanCagarAlamTanjungPanjang dan mengetahui upayapemerintah daerah dalammengendalikanalihfungsihutan mangrove dikawasanCagarAlamTanjungPanjang.
Tipe penelitian dalam penulisan ini adalah sosioyuridis. Penelitianini menggunakan pendekatan berdasarkan undang-undang dan aturanyang berlaku. Pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studidokumen.
Hasil penelitian menunjukkanbahwapemerintahdaerahmenyelenggarakanurusanpemerintahan telahmenerapkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah sesuaidengan kewenangannya, kecuali urusan pemerintah yang ditentukan olehUU berdampak negatif terhadap pengurusan Sumber DayaAlam.Penguasaan hutan yang berada dalam kawasan Cagar AlamTanjung Panjang Statusnya ilegal karena tidak memiliki izin daripemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah desa.Upayapemerintah daerah dalam mengendalikan alih fungsi hutan Cagar AlamTanjung Panjang belum maksimal karena kurangnya sarana danprasarana dalam menunjang pengawasan tehadap kawasan Cagar AlamTanjung Panjang.
Kata kunci: Otonomi Daerah, Sumber Daya Alam, Tanjung Panjang.
v
ABSTRACT
ERIK KALAHA. The Conversion of Mangrove Forest in the Conservation
Area in Tanjung Panjang of Pohuwato Regency (supervised by Abrar
Saleng and Sri Susyanti Nur).
The study aims to investigate the effect of the application of lawNo.
32 of 2004 of regional autonomy on natural resouces, reveral the legal
status of the ownership of land in the consevation area of Tanjung
Panjang, and describe the local government’s effort in controlling the
conservation of mangrove forest into a cultivated area.
It is a socioyuridis study making use of the current iwaas and
regulation. The data were collected by meansof interview, observation
and documentary study.
The study indicates that the regional government has applited Law
No 32 of 2004 of regional autonomy to manage its own affairs in line with
its authority unless the government affairs which according to this law
have a negtive effect on the management of natural resources. Fish pond
businesses dwelling within the conservation area of Tanjung Panjang
have an illegal status due to the absence of permit from the regional and
village government. The regional government’s endeavour to control the
conservation of forest in the conservation area of Tanjung Panjang is not
optimal due to the limited infrastructur and facilitiesin supporting the
supervision of such area Tanjung Panjang.
Keywords: regional autonomy, natural resources, conservation area of
Tanjung Panjang.
vi
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala. Kita panjatkan puji
syukur kepada-Nya, hanya kepada-Nya kami memohon pertolongan dan
ampunan. Kami berlindung kepadanya dari kejahatan diri kami dan
keburukan amal kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka
tiada yang akan menyesatkannya, dan barang siapa yang dia sesatkan,
maka tidak ada seorangpun yang mampu memberikannya petunjuk.
Alhamdulillah dengan segala keterbatasan yang ada pada penulis,
terutama waktu dan kesempatan, akhirnya penulis dapat merampungkan
Tesis yang berjudul “ALIH FUNGSI HUTAN MANGROVE DALAM
KAWASAN CAGAR ALAM TANJUNG PANJANG DI KABUPATEN
POHUWATO”
Mengingat pentingnya penulisan ini terutama bagi penulis dalam
menempuh ujian akhir Strata Dua, maupun bagi mahasiswa lainnya
sebagai penambah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hukum
Kehutanan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan rasa
hormat kepada yang tercinta kedua orang tua penulis ayahanda Silahudin
Kalaha dan ibunda Hadidjah Abd Rahman yang telah memberikan kasih
vii
sayang tak terhingga kepada penulis dan selalu menghanturkan doa yang
tulus disetiap sujudnya demi kebaikan penulis. Penulis bersyukur atas
karunia Allah S.W.T yang telah menitipkan penulis pada kedua sosok
yang menjadi teladan dan panutan disetiap kehidupan penulis. Insya Allah
penulis dapat mempersembahkan yang terbaik bagi kebahagiaan mereka
berdua kelak didunia maupun di akhirat.
Penulis menyadari meskipun maksimalnya usaha seseorang, pasti
tidak akan lepas dari kelalaian dan kesempurnaan, sehingga dengan
kehendak Allah yang telah memberikan kemudahan melalui petunjuk dan
arahan dari Komisi Penasihat serta pihak yang telah memberikan kritikan
maupun masukan yang membangun sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, perkenankan penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan serta rasa hormat penulis
kepada: Komisi Penasihat tesis yaitu Bapak Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng,
S.H., M.H. dan ibu Dr. Sri Susyanti Nur, S.H., M.H. Selaku Ketua dan
Anggota Penasihat, atas perhatian, kesabaran, bimbingan, pemberian
ilmu, arahan serta motivasi yang diberikan, semoga Allah membalas
ketulusan hati dengan hal yang lebih baik.
Terima kasih kepada Komisi Penguji ibu Prof. Dr. Farida Patittingi,
S.H., M.Hum., Bapak Dr. Anshori Ilyas, S.H., M.H., dan bapak Dr.
Syamsudin Muchtar, S.H., M.H., atas waktu, perhatian, arahan serta
masukan yang sangat berharga demi menyempurnakan tesis ini, semoga
viii
Allah S.W.T selalu mencurahkan kesehatan sehingga bisa memberikan
banyak manfaat pada mahasiswa kedepan.
Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan
kepada:
1. Rektor Universitas Hasanuddin, beserta staf;
2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, besertaWakil
Dekan I, Wakil Dekan II serta Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin.
3. Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., Selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin,
beserta staf Ibu Eppy dan Pak Aksa, atas segala bantuan dan
dukunganyang diberikan selama pendidikan di Pasca Sarjana
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin;
4. Seluruh Dosen pengajar Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah mendidik dan
mengajarkan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi
penulis;
5. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan kab. Pohuwato, Kepala
Dinas Kehutan Pertambangan dan Energi Kab. Pohuwato, Japesda
dan MMF ( mangrove for the future) Provinsi Gorontalo terima kasih
atas waktu dan kerja samanya, baik dengan memberikan data,
saran dan masukan selama melakukan penelitian.
ix
6. Saudari penulis Rahmawaty Kalaha, S.Ip dan kakak ipar Ramli
Pakeu, S.Ip yang menjadi teladan dan motivator bagi penulis untuk
bisa menjadi seseorang yang lebih baik dunia dan akhirat. Semoga
kalian semua selalu dilimpahkan kesahatan oleh Allah S.W.T;
7. Zihan Varelina Septiany Pakeu, Dwi Febyansyah Pakeu ponakan
penulis yang setiap hari memperdengarkan suara lucunya demi
memberi semangat dan motivasi kepada penulis.
8. Rekan-rekan mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin, khususnya angkatan 2012 yang selalu
memberikan dorongan dan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini, semoga kita semua akan sukses
kedepannya;
9. Terima kasih kepada kawan Gerta Silamba S.H. M.Kn, Randi
Tampake S.H. M.Kn, Risko Monoarfa S.H, M.Kn, Abdi Triana
Rachman S.H, M.Kn, Kasim Abdul Hamid S.Hi. M.H. Danil Gonci
S.H. M.Kn. Irwanto S.H, M.Kn, Nurhaedah Hasan S.H, M.Kn. Nur
Alamsyah S.H, M.Kn. Khusnul Khatimah Abrar S.H, M.Kn. Lucky
Walo S.H, M.Kn. Andi Malombasi S.H, M.Kn, Fitri Ayuningsi
S.H.,M.Kn. Dr. Muhammad Fitriadi S.H., M.H Dan kawan-kawan
yang tidak sempat disebutkan namanya.
10.Terima kasih juga kepada rekan-rekan mahasiswa Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin angkatan
2011.
x
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada tesis ini
sehingga membutuhkan masukan dalam menyempurnakan dari segala
sisi, dan sangat diharapkan saran-saran membangun dari dosen maupun
pembaca lainnya baik ditinjau dari segi teknis penulisan maupun substansi
penulisannya.
Akhirnya sebagai penutup penulis mengucapkan Alhamdulillahi
Rabbil’alamin.
Makkassar, mei 2015
Penulis
Erik Kalaha
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS…………………………………….. iii
ABSTRAK ........................................................................................ iv
ABSTRACK...................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................ vi
DAFTAR ISI...................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN.............................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1B. Rumusan Masalah........................................................ 7C. Tujuan Penelitian ......................................................... 7D. Manfaat Penelitian ....................................................... 8E. Orisinalitas Penelitian .................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................... 10
A. Hukum Kehutanan ....................................................... 101. Pengertian Hukum kehutanan................................. 102. Kedudukan Hukum Kehutanan Dalam Sistem
Hukum Indonesia...................................................... 113. Asas dan Tujuan Hukum Kehutanan........................ 124. Tinjauan Umum Tentang Hutan ............................... 16
B. Pelestarian Hutan Magrove ........................................... 351. Pengertian Mangrove.............................................. 352. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove ...................... 373. Ekosistem Mangrove ............................................... 404. Tambak ................................................................... 41
C.Peran Pemerintah dan Masyarakat ................................. 43D.Otonomi Daerah .............................................................. 47E. Landasan Teori............................................................... 53F. Kerangka Pemikiran........................................................ 56G. Definisi Operasional ....................................................... 57
BAB III METODE PENELITIAN..................................................... 59
A. Tipe Penelitian.............................................................. 59
xii
B. Lokasi Penelitian ......................................................... 59C. Jenis dan Sumber Data ............................................... 59D. Populasi dan Sampel .................................................... 60E. TeknikPengumpulan Data ............................................ 61F. Teknik Analisis Data...................................................... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................... 62
A. Gambaran Umum Letak Geografis Kabupaten Pohuwato 62
B. Penerapan UU No. 32 tahun 2004 tentang OtonomiDaerah terhadap Sumber Daya Alam.......................... 68
C. Status Hukum Penguasaan Hutan di Kawasan CagarAlamTanjung Panjang.................................................. 81
D. Upaya Pemerintah Daerah Dalam Mengendalikan AlihFungsi Hutan Mangrove di Kawasan Hutan Cagar AlamTanjung Panjang.......................................................... 100
BAB V PENUTUP........................................................................ 123
A. Kesimpulan ............................................................... 123B. Saran ........................................................................ 125
DAFTARPUSTAKA.......................................................................... 127
LAMPIRAN ....................................................................................... 130
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang
dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang
dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat
manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara
optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Indonesia dikaruniai dengan salah satu hutan tropis yang paling
luas dan paling kaya keanekaragaman hayatinya di dunia. Puluhan juta
masyarakat Indonesia mengandalkan hidup dan mata pencahariannya
dari hutan, baik dari mengumpulkan berbagai jenis hasil hutan untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka atau bekerja pada sektor industri
pengolahan kayu. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna yang
kelimpahannya tidak tertandingi oleh negara lain dengan ukuran luas yang
sama. Bahkan sampai sekarang hampir setiap ekspedisi ilmiah yang
dilakukan di hutan tropis Indonesia selalu menghasilkan penemuan
species baru.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk
negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis
pantai lebih dari 81.000 km, serta letaknya yang sangat startegis di antara
2
dua benua dan dua samudra yang dilalui garis khatulistiwa (ekuator).
Selain itu, Indonesia memiliki sumberdaya laut dan pesisir yang melimpah
di seluruh wilayah sekitar garis pantai Indonesia, baik hayati maupun
nonhayati. Salah satu sumberdaya laut dan pesisir yang terdapat di
Indonesia adalah ekosistem hutan mangrove yang berada hampir di
setiap wilayah pesisir dan garis pantai Indonesia.1
Mangrove merujuk pada jenis tumbuhan yang dapat tumbuh dan
berkembang secara maksimal dalam kondisi dimana terjadi
penggenangan dan sirkulasi air permukaan (air asin dan air tawar) yang
menyebabkan pertikaran dan pergantian sedimen secara terus menerus.
Mangrove juga dapat tumbuh pada berbagai macam substrat (tanah
berpasir, tanah lumpur, lempung, tanah berbatu, dan sebagainya) yang
bergantung pada proses peruntukan air untuk memelihara pertumbuhan
mangrove.
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan
ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis
dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain pelindung
garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat
mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran
(nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota
perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi
1 Muhammad Fadhlan. Pengaruh Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem
Hutan Mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Jurnal, 2010, hal 3
3
ekonominya antara lain penghasil keperluan rumah tangga, penghasil
keperluan industri, dan penghasil bibit. Hutan mangrove dengan
kepadatan yang tinggi dapat berfungsi sebagai alat pelindung penting bagi
wilayah pantai yaitu sebagai peredam gelombang, angin, dan badai. Jalur
vegetasi mangrove di sepanjang pantai merupakan bentuk pertahanan
yang sifatnya mengurangi kekuatan atau energi gelombang (termasuk
tsunami) yang melanda ke atas dataran pantai.
Pada dasarnya hutan mangrove merupakan ekosistem yang kaya
dan menjadi salah satu sumberdaya yang produktif. Namun sering pula
dianggap sebagai lahan yang terlantar dan tidak memiliki nilai sehingga
pemanfaatan yang mengatasnamakan pembangunan menyebabkan
terjadinya kerusakan. Pengelolaan tambak memang menjanjikan hasil
yang menggiurkan tetapi sangat perlu dilihat kesinambungan dan
kelestarian lingkungan yang sudah terbentuk sebelumnya. Kondisi ini
memerlukan suatu strategi yang jelas dan nyata untuk dapat
mempertahankan dan mengelola secara baik dan utuh hutan mangrove.
Untuk itu perlu dikaji pendayagunaan potensi hutan mangrove, sebagai
salah satu bagian dari ekosistem pesisir, secara berkelanjutan berbasis
masyarakat.
Untuk menjamin dan memelihara hutan dan ekosistemnya serta
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sumber pemerintah
indonesia mengaturnnya dalam:
4
1. Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan
2. Undang-undanng Nomor 5 tahun 1991 tentang Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
3. Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Indonesia merupakan negara yang memiliki luas mangrove terluas
di dunia. Pada tahun 2005 diperkirakan luas mangrove di indonesia
3.062.300ha atau 19% dari luas mangrove di dunia.2 Namun dari data
yang ada saat ini menunjukkan bahwa hutan mangrove di indonesia
berada pada kondisi yang memprihatinkan.
Kekhawatiran terus manurunnya kondisi hutan mangrove juga
terjadi pada kawasan hutan di Provinsi Gorontalo, yang sebagian besar
akibat alih fungsi kawasan hutan. Tahun 1970-an perubahan fungsi
kawasan hutan sebagai akibat adanya aktivitas pembuatan tambak
garam, dan terus berlanjut pada tahun 1990-an dengan mulai banyak
pendatang untuk membuat tambak udang dan bandeng. Puncak dari
aktivitas perubahan fungsi kawasan hutan mangrove ini terjadi pada tahun
2000-an dengan adanya pembukaan tambak besar-besaran di Kabupaten
Pohuwato, termasuk pada kawasan cagar alam Tanjung Panjang.3
2Ridha Damanik, Rignolda Djamaludin. Atlas Mangrove Teluk Tomini. Program Sustainable
Coastal Livelihoods and Management Program (SUSCLAM). Hal 33Ibid
5
Setelah ditunjuk sebagai kawasan konservasi dengan fungsi cagar
alam berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 250/Kpts-II/1984 tanggal 20
Desember 1984, penataan batas kawasan dilaksanakan pada tahun 1992
dengan panjang batas yang dibuat sepanjang 35,53 km. Jumlah pal batas
yang ditanam sebanyak 271 buah (dari no. 0 hingga no. 270), dimulai dari
titik 0 pada bagian utara dan titik 270 pada bagian selatan kawasan. Berita
Acara Tata Batas ditandatangani oleh Menteri Kehutanan pada tanggal 27
Oktober 1995 (Peta terlampir). Proses pengukuhan kawasan telah selesai
dengan ditetapkannya kawasan ini sebagai CA Tanjung Panjang pada
tahun 1995 berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 573/Kpts-II/1995
tanggal 30 Oktober 1995.4
Di dalam wilayah Cagar Alam Tanjung Panjang terdapat berbagai
macam jenis flora dan founa. Jenis flora yang terdapat di Cagar Alam
Tanjung Panjang yaitu, Bruguiera sp, Rhizopora sp, Avicennia sp serta
Nipah Nypa sp, sedangkan jenis founanya yaitu, babi hutan, ular, buaya
muara, burung-burung air dan monyet sulawesi.
Walaupun telah dibentuk berbagai peraturan perundang-
undangan baik di tingkat pusat maupun di daerah (Kabupaten Pohuwato)
seperti tersebut di atas, namun aktivitas pertambakan tanpa izin masih
terus terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa Ada sekitar 2.800 hektare
hutan mangrove yang berada di Cagar alam Tanjung Panjang yang dialih
fungsikan menjadi tambak garam, tambak udang, dan tambak ikan
4Jurnal. Kajian Kelayakan Pemulihan Ekosistem di Cagar Alam Tanjung Panjang, 2013, hal 7
6
bandeng. Alih fungsi yang terdapat di Desa Patuhu dan Siduwange
Kecamatan Randangan.5
Dampak negatif dari pertambakan tanpa izin adalah terjadinya
kerusakan dan pencemaran lingkungan, menimbulkan rawan sosial, dan
tambak tanpa izin tidak memberikan kontribusi terhadap pembangunan
daerah, sehingga diperlukan upaya maksimal dari pemerintah daerah
untuk mengatasi pertambakan tanpa izin sebagai salah satu wujud
tanggungjawab pemerintah daerah Kabupaten Pohuwato dalam
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten
Pohuwato.
Menyadari hal tersebut diatas tentunya hal ini bertentangan
dengan Pasal 24 Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang
kehutanan yakni pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada
semua kawasan hutan kecuali pada kawasan hutan cagar alam serta
zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Dan sangat jelas
bertentangan pula dengan Pasal 35 huruf(f) dan (g), yakni dilarang
melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya
yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. Dan dilarang pula menebang mangrove di kawasan
konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain.
Sanksi bagi pelanggaran Pasal diatas Dipidana dengan pidana penjara
5http:/www.mongabay.co.id/2013/03/18/nasib-cagar-alam-tanjung-panjang-di-tengah-alih-
fungsi-lahan-dan-ancaman-konflik-etnis/.
7
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh Otonomi Daerah terhadap pengelolaan dan
pemanfaatan Sumber Daya Alam?
2. Bagaimana status hukum penguasaan lahan di kawasan hutan
Cagar Alam Tanjung Panjang?
3. Bagaimana upaya pemerintah daerah dalam mengendalikan alih
fungsi hutan mangrove di kawasan hutan Cagar Alam Tanjung
Panjang?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengaruh Otonomi Daerah terhadap Sumber
Daya Alam.
2. Untuk mengetahui status hukum penguasaan lahan di kawasan
hutan Cagar Alam Tanjung Panjang.
3. Untuk mengetahui fungsi pemerintah dalammengendalikan alih
fungsi hutan mangrove di kawasan hutan Cagar Alam Tanjung
Panjang.
8
D. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan dapat bermanfaat dalam penngembangan pemikiran
bagi perkembangan ilmu hukum dan memberikan bahan informasi
bagi peneliti lain.
2. Diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi pemikiran bagi
perlindungan hukum terhadap hutan Cagar Alam.
3. Diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi aparat pemerintah
dan anggota legislatif dalam menyusun aturan khusus yang
berkaitan dengan hutan mangrove dengan pengelolaan yang
berwawasan lingkungan
E. Orisinalitas Penelitian
Dari hasil penelusuran yang dilakukan terhadap tulisan atau
penelitian tentang ALIHFUNGSI HUTAN MANGROVE DALAM
KAWASAN CAGAR ALAM TANJUNG PANJANG KABUPATEN
POHUWATO, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya.
Akan tetatpi pernah ada yang meneliti berkaitan dengan Cagar Alam yaitu
tesis atas nama Djatmiko, Program Magister Ilmu Lingkungan, Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang, pada 2007 dengan
judul EVALUASI PENGELOLAAN KAWASAN CAGAR ALAM MANDOR
DI KABUPATEN LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Tesis
tersebut lebih menekankan pada Pengelolaan Kawasan Cagar Alam
Mandor Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat dan penyebab
9
kerusakan lingkungan di Kawasan Cagar Alam Mandor Kabupaten
Landak Provinsi Kalimantan Barat. Sedangkan tesis penulis lebih
membahas tentangstatus hukum penguasaan lahan di kawasan hutan
Cagar Alam Tanjung Panjang dan upaya pemerintah daerah dalam
mengendalikan alih fungsi hutan mangrove di kawasan hutan Cagar Alam
Tanjung Panjang kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Kehutanan
1. Pengertian hukum kehutanan
Istilah hukum kehutanan merupakan terjemahan dari Boswezen
Recht (Belanda) atau Forrest Law (Ingggris). Hukum kehutanan
merupakan salah satu bidang hukum yang sudah berumur 137 tahun,
yaitu sejak diundangkannya reglemen hutan 1865. Namun perhatian
ilmuan hukum terhadap bidang ini sangat kurang. Namun, dalam
perkembangannya aturan hukum mengenai kehutanan disempurnakan
pada tahun 1971 melalui Act 1971 didalam Act 1971 ini tidak hanya
mengatur hutan kerajaan semata- mata, tetapi juga mengatur hutan rakyat
(hutan milik).6
Dalam kaitan dengan ini Idris Sarong Al Mar, mengatakan bahwa
yang disebut dengan hukum kehutanan, adalah Serangkaian kaidah-
kaidah/norma-norma (tidak tertulis) dan peraturan peraturan (tertulis) yang
hidup dan dipertahankan dalam hal-hal hutan dan kehutanan.7
Senada dengan definisi Idris Sarong Al Mar, Biro Hukum dan
Organisasi, Departemen Kehutanan. Yang disebut dengan hukum
kehutanan adalah kumpulan (himpunan) peraturan baik yang tertulis
6Salim. Dasar-dasar Hukum Kehutanan, Jakarta, Sinar Grafika, 2006, hal 5
7ibid
11
maupun yang tidak tertulis yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan
yang bersangkut- paut dengan hutan dan pengurusannya.8
Hukum kehutanan dalam kedua definisi di atas dititikberatkan
pada kekuasaan negara dalam pengelolaan dan pengurusan hutan dan
kehutanan semata-mata, pada persoalan itu tidak hanya menjadi urusan
negara, tetapi juga menjadi urusan manusia secara perorangan, jika ia
mengusahakan penanaman kayu di atas tanah miliknya.9
2. Kedudukan Hukum Kehutanan Dalam Sistem Hukum
Indonesia
Pembagian hukum menurut isinya dibedakan menjadi 2 (dua)
macam, yaitu hukum publik dan hukum privat (perdata). Hukum publik
yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan yang menyangkut
kepentingan umum. Sedangkan hukum privat (perdata),yaitu hukum yang
mengatur hubungan-hubungan yang menyangkut kepentingan pribadi
(orang atau badan hukum). Hubungan antara hukum publik dan hukum
privat (perdata) memang tidak dapat dipisahkan.10
Berdasarkan pembagian dan pembedaan hukum, maka
kedudukan hukum kehutanan dalam sistem hukum Indonesia termasuk
kedalam hukum publik. Jika dikaitkan dengan pendapat Sunartyati
Hartono, kedudukan hukum kehutanan tergolong dalam hukum ekonomi
8ibid
9ibid
10Abdul Khakim. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2005, hal 31
12
pembangunan, di mana hukum kehutanan sebagai peraturan atau
pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan
pengembangankehidupan ekonomi melalui sektor kehutanan. Hukum
ekonomi adalah hukum yang berkaitan dengan berbagai aktivitas
ekonomi, yang pembahasannya meliputi bidang hukum publik dan hukum
privat. Salah satu ciri penting hukum ekonomi, yakni adanya keterlibatan
negara atau pemerintah dalam pengaturan berbagai kegiatan
perdagangan, industri, dan keuangan.11
3. Asas dan Tujuan Hukum Kehutanan
a. Asas Hukum Kehutanan
Menurut Sudikno Mertokusumo, bahwa yang disebut dengan asas
hukum bukanlah kaidah hukum konkret, melainkan merupakan latar
belakang peraturan yang konkret dan bersifat umum atau abstrak.12
Asas pembangunan kehutanan adalah kelestarian hutan dan
manfaat yang progresif optimal. Hal ini dapat diklasifikasikan sebagai
pembangunan kehutanan yang berorientasi tata lingkungan hidup.13
Hukum kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan
dan keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan (Pasal 2
Undang-undang Nomor 41 tahun 1999). Maksudnya Manfaat dan lestari
11Ibid
12Op.cit
13Bambang Pamulardi. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 1999, hal 47.
13
yakni agar pengurusan hutan memperhatikan adannya keseimbangan dan
kelestarian unsur lingkungan, sosial, dan budaya, serta ekonomi.
Kerakyatan dan keadilan yakni agar pengurusan kehutanan harus
memberikan peluang dan kesempatan yang sama kepada semua warga
negara sesuai dengan kemampuannya, sehingga dapat meningkatkan
kemakmuran seluruh rakyat. Kebersamaan yakni agar pengurusan
kehutanan menerapkan pola usaha bersama sehingga terjalin saling
keterkaitan dan saling ketergantungan secara sinergis antara msyarakat
setempat dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dalam
pemberdayaan usaha kecil, menengah, dan koperasi. Keterbukaan yakni
agar pengurusan kehutanan mengikutsertakan masyarakat dan
memperhatikan aspirasi masyarakat. Keterpaduan yakni agar pengurusan
kehutanan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan kepentingan
nasional, sektor lain, dan masyarakat setempat.14
Sedangkan menurut Salim, asas-asas hukum kehutanan yang
paling menonjol adalah:15
1. Asas Manfaat Mengandung makna bahwa pemanfaatan
sumber daya hutan harus dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat banyak.
14Op.cit
15Op.cit
14
2. Asas kelestarian ialah pemanfaatan sumber daya hutan
harus senantiasa memperhatikan kelestarian sumber daya
hutan agar mampu memberikan manfaat secara terus-
menerus.
3. Asas Perusahaan, ialah pengusaha harus mampu
memberikan keuntungan finansial yang layak.
4. Asas perlindungan hutan, ialah suatu asas yang setiap
orang/badan hukum harus ikut berperan serta untuk
mencegah dan membatasi kerusakan hutan dan hasil hutan
yang disebabkan oleh perbuatan manusia dan ternak, daya-
daya alam , hama, dan penyakit.
b. Tujuan Hukum Kehutanan
Hukum kehutanan bertujuan agar penyelenggaraan kehutanan
dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang
berkeadilan dan berkelanjutan. Berkeadilan dimaksudkan agar
penyelenggaraan kehutanan dimanfaatkan untuk semua warga negara
tanpa terkecuali. Sedangkan berkelanjutan dimaksudkan agar
penyelenggaraan kehutanan dilaksanakan untuk kesejahteraan, baik
generasi sekarang maupun yang akan datang.16
16Op.cit
15
Tujuan tersebut dapat dilihat dalam Pasal 3Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu:17
1) Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan
sebaran yang proporsional;
2) Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi
konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk
mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi,
yang seimbang dan lestari;
3) Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;
4) Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan
kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif,
berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu
menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan
terhadap akibat perubahan eksternal; dan
5) Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan
berkelanjutan.
Tujuan yang akan dicapai dalam pembangunan kehutanan yaitu
manfaat yang sebesar-besarnya secara serba guna dan lestari, baik
langsung maupun tidak langsung, dalam usaha turut membangun
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan pancasila.18
17Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
18Op.cit
16
4. Tinjauan Umum Tentang Hutan
a. Pengertian Hutan
Kata hutan merupakan terjemahan dari kata bos (Belanda) dan
forrest (Inggris). Di dalam buku inggris kuno Forrest (hutan) adalah suatu
daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat hidup
binatang buas dan burung-burung hutan19
Pengertian hutan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon misalnya diwilayah
pegunungan.20
Pengertian hutan secara konsepsional yuridis di dalam Pasal 1
ayat (1) Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
yaitu:21
”Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan
alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.”
Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat
beserta tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka
warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan bumi ini.22
19Op.cit
20Kamus Besar Bahasa Indonesia.
21Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
17
Menurut Dengler yang diartikan dengan hutan adalah sejumlah
pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas sehingga suhu,
kelembapan, cahaya, angin, dan sebagainya tidak lagi menentukan
lingkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh-
tumbuhan/pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukup luas
dan tumbuhnya cukup rapat (horizontal dan vertical), selanjutnya menurut
Dengler, yang menjadi ciri hutan adalah:23
1. Adanya pepohonan yang tumbuh pada tanah yang luas
(tidak termasuk savana dan kebun), dan
2. Pepohonan tumbuh secara berkelompok.
b. Jenis-Jenis dan Fungsi Hutan
Hutan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yakni hutan tidak
sejenis (heterogen) dan hutan sejenis (homogen).24
a. Hutan tak sejenis (heterogen) atau hutan campuran terdiri
atas bermacam-macam jenis tumbuhan seperti pada hutan
alam atau hutan tanaman.
b. Hutan sejenis (homogen) atau hutan murni, yakni hutan yang
banyak didominasi oleh beberapa jenis tumbuhan yang
banyaknya 80% dari seluruh populasi yang ada, misalnya
hutan tati, hutan mahoni. Hutan sejenis dapat juga disebut
22Arifin Arief. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta, Kanisius, 2001, hal 11.
23Op.cit
24Op.cit
18
hutan alam karena hutan ini adakalanya hasil dari bentukan
murni.
Hutan berdasarkan fungsinya terbagi menjadi tiga ( Pasal 6 ayat (1)
Undang-undang Nomor 41 tahun 1999), yaitu:25
1. Hutan Konservasi, ialah kawasan hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Hutan konservasi terbagi menjadi tiga yaitu:
a. Kawasan hutan suaka alam ialah hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya, yang juga sebagai wilayah
sistem penyangga kehidupan.
Kawasan hutan suaka alam ini terdiri atas:
1) Kawasan Hutan Cagar Alam
Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam
yang karena keadaan alamnya mempunyai
kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan
perkembangannya berlangsung secara alami. Suatu
25Abdul Khakim. Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia, Bndung, PT. Citra Aditya Bakti, 2005,
hal 39.
19
kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Cagar Alam,
apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan
dan/atau satwa liar yang tergabung dalam suatu
tipe ekosistem;
b) Mempunyai kondisi alam, baik tumbuhan dan/atau
satwa liar yang secara fisik masih asli dan belum
terganggu;
c) Terdapat komunitas tumbuhan dan/atau satwa
beserta ekosistemnya yang langka dan/atau
keberadaannya terancam punah.
d) Memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit
penyusunnya;
e) Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu
yang dapat menunjang pengelolaan secara efektif
dan menjamin berlangsungnya proses ekologis
secara alami;dan/atau
f) Mempunyai ciri khas potensi dan dapat
merupakan contoh ekosistem yang
keberadaannya memerlukan upaya
konservasi. (Pasal 6 PP No. 28 Th. 2011)
2) Suaka Margasatwa
20
Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka
alam yang mempunyai ciri khas berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa
yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan
pembinaan terhadap habitatnya. Suatu kawasan
ditunjuk sebagai Kawasan Suaka Margasatwa
apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Merupakan tempat hidup dan berkembang biak
satu atau beberapa jenis satwa langka dan/atau
hampir punah;
b) Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa
yang tinggi;
c) Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis
satwa migrasi tertentu; dan/atau
d) Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis
satwa. (Pasal 7 PP No. 28 Th. 2011)
b. Kawasan hutan pelestarian alam ialah hutan dengan ciri
khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya.
Kawasan hutan pelestarian alam terdiri atas:
21
1) Taman Nasional
Kawasan Taman Nasional adalah kawasan
pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,
dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan
untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan
rekreasi. Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan
Taman Nasional, apabila telah memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a) Memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem
yang khas dan unik yang masih utuh dan alami
serta gejala alam yang unik;
b) Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang
masih utuh;
c) Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin
kelangsungan proses ekologis secara alami; dan
d) Merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam
zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba,
dan/atau zona lainnya sesuai dengan
keperluan. (Pasal 8 PP No. 28 Th. 2011)
2) Taman Hutan Raya (Tahura)
Kawasan Taman Hutan Raya (tahura) adalah
kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
22
tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan
alami, jenis asli dan atau bukan jenis asli, yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
budaya, pariwisata, dan rekreasi. Suatu kawasan
ditetapkan sebagai Kawasan Taman Hutan Raya,
apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam;
b) Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan
untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau
satwa;
c) Merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli
maupun buatan, pada wilayah yang ekosistemnya
masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya
sudah berubah.
3) Kawasan Taman Wisata Alam
Kawasan hutan taman wisata adalah kawasan
pelestarian alam dengan tujuan utama untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan
rekreasi alam.Suatu kawasan ditetapkan sebagai
Kawasan Taman Wisata Alam, apabila telah
memenuhi kriteria sebagai berikut:
23
a) mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan,
satwa atau bentang alam, gejala alam serta
formasi geologi yang unik
b) mempunyai luas yang cukup untuk menjamin
kelestarian potensi dan daya tarik alam untuk
dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;
dan
c) kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung
upaya pengembangan pariwisata alam.
2. Hutan lindung, ialah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan,
yaitu untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.
3. Hutan produksi, ialah kawasan hutan yang mempunyai
fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Walaupun setiap
wilayah hutan mempunyai kondisi yang berbeda-beda, pada
umumnya semua hutan mempunyai fungsi konservasi,
lindung, dan produksi. Setiap wilayah hutan mempunyai
kondisi yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan fisik,
tofografi, flora dan founa, serta keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya.
24
Dalam UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, pemerintah
Indonesia membagi hutan menjadi 4 jenis, yaitu berdasarkan : (1)
statusnya, (2) fungsinya, (3) tujuan khusus dan, (4) pengaturan iklim
mikro, estetika dan resapan air. Dan adapun penjelasan dan klasifikasi
atas jenis-jenis hutan tersebut diatas yaitu :26
1. Jenis hutan berdasarkan statusnya
Jenis hutan berdasarkan statusnya adalah merupakan suatu
pembagian hutan yang didasarkan pada status (kedudukan) antara orang,
badan hukum, atau institusi yang melakukan pengelolaan, pemanfaatan,
dan perlindungan terhadap hutan tersebut (Pasal 5 UU No.41/1999).
Adapun jenis hutan berdasarkan statusnya tersebut, dibagi menjadi dua
yaitu :
a. Hutan Negara yaitu hutan yang tidak dibebani hak-hak atas
tanah. Kualifikasi hutan Negara terdiri atas :
Hutan Adat yaitu hutan Negara yang pengelolaannya
diserahkan kepada masyarakat hukum adat yang
sebelumnya disebut juga hutan ulayat.
Hutan Desa yaitu hutan Negara yang dikelola oleh desa
dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.
26Ibid
25
Hutan Kemasyarakatan yaitu hutan Negara yang
pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan
masyarakat.
b. Hutan Hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang telah di
bebani hak atas tanah. Yang disebut dengan hak atas tanah
antara lain ; hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan,
hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil
hutan, hak gadai, hak bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa
pertanian.
2. Jenis hutan berdasarkan fugsinya
Jenis hutan berdasarkan fungsinya merupakan penggolongan
hutan yang didasarkan pada penggunaannya (Pasal 6 dan 7 UU
No.41/1999). Adapun jenis hutan berdasarkan fungsinya tersebut, dibagi
menjadi lima yaitu :
a. Hutan Konservasi yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
b. Hutan Lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
c. Hutan Produksi yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok memproduksi hasil hutan.
26
3. Jenis hutan berdasarkan tujuan khususnya
Jenis hutan berdasarkan tujuan khususnya merupakan
penggolongan hutan yang diperuntukkan untuk kepentingan umum
seperti; penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, dan religi
dan budaya (diatur dalam Pasal 8 UU No.41/1999)
4. Jenis hutan berdasarkan kepentingan iklim mikro, estetika, dan
resapan air
Jenis hutan berdasarkan kepentingan iklim mikro, estetika, dan
resapan air merupakan suatu kawasan yang ditetapkan sebagai hutan
kota (diatur dalam Pasal 9 UU No.41/1999).
c. Batasan Makna Perusakan Hutan
Istilah kerusakan hutan yang dimuat berbagai peraturan
perundang-undangan di bidang kehutanan yang berlaku, ditafsirkan
bahwa perusakan hutan mengandung pengertian dualisme. Disatu sisi,
perusakan yang berdampak positif dan memperoleh persetujuan
pemerintah tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum.
Di sisi lain, perusakan hutan yang berdampak negatif (merugikan) adalah
suatu tindakan nyata melawan hukum dan bertentangan dengan
kebijaksanaan/tanpa adanya persetujuan pemerintah.27
27Alam Setia Zain, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan, jakarta, PT. Rineka Cipta, 1997. Hal 5
27
Kerusakan hutan dapat menimbulkan dampak yang bersifat positif
dan negatif didalam pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Diantara sifat negatifnya digolongkan sebagai tindakan yang bertentangan
dengan undang-undang.28
Berbagai faktor penyebab timbulnya kerusakan hutan diantaranya
yaitu:29
a. Kerusakan hutan dapat terjadi akibat perbuatan karena
kesengajaan subjek hukum meliputi, manusia dan badan hukum.
b. Kerusakan hutan dapat terjadi akibat perbuatan karena kelalaian
subjek hukum meliputi, manusia dan badan hukum.
c. Kerusakan hutan dapat terjadi karena ternak dan daya-daya alam
(misalnya, gempa bumi, letusan gunung, banjir, dan sebagainya).
d. Kebakaran hutan yang sengaja dilakukan untuk membuka lahan
baru, umumnya terjadi sebelum tiba musin hujan.30
Dari keseluruhan makna kerusakan hutan maka istilah perusakan
hutan yang dapat digolongkan sebagai tindak pidana adalah:31
a. Suatu bentuk perbuatan yang dilakukan manusia dan/ ataubadan
hukum yang bertentangan dengan aturan di dalam hukum
perundang-undangan.
28Ibid
29Ibid
30http://www.diwarta.com/2012/07/23/faktor-penyebab-kerusakan-hutan-dan-
pencegahannya.htmlpost. Jumat, 19 desember 201431
Op.cit
28
b. Tindak pidana perusakan hutan yang dilakukan subjek hukum
sebelumnya telah dirumuskan didalam undang-undang yang
mengandung ketentuan pidana khusus. Antara lain ditegaskan
pelakunya dapat dipidana.
Karena itu, perusakan hutan merupakan suatu tindakan yang
melawan hukum berupa pelanggaran atau kejahatan. Pasalnya antara
lain, memasuki kawasan hutan tanpa izin dan kewenangan yang sah,
melakukan kegiatan yang berakibat rusaknya kawasan hutan. Perusakan
hutan yang berakibat lebih jauh ini, digolongkan sebagai tindak pidana
yang diancam dengan berbagai jenis hukuman pidana sebagaimana
dimuat di dalam perundang-undangan.32
Seperti dapat dilihat dalam Pasal 50 Ayat 3 huruf a undang-
undang Kehutanan yakni Setiap orang dilarang Mengerjakan atau
menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.33
Berdasarkan pada penjelasan atas Undang – Undang Kehutanan,
yang dimaksud dengan mengerjakan kawasan hutan adalah mengolah
tanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang
berwenang, antara lain untuk perladangan, untuk pertanian atau untuk
usaha lainnya.34
32Ibid
33Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
34Ibid
29
Lebih tegas dicantumkan perbuatan-perbuatan yang dilarang
untuk setiap orang. Yaitu, tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) undang-
undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati Dan Ekosistemnya yakni Setiap orang dilarang melakukan kegiatan
yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka
alam. Dan Pasal 21 ayat (1) undang-undang yang sama yakni mengambil,
menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut,
dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya
dalam keadaan hidup atau mati.35
Pasal 78 ayat (4) Undang-undang Kehutanan menegaskan barang
siapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 50 ayat (3) butir e
dipidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal 5 (lima) milyar
rupiah.36
Sebaliknya, dengan izin dan adanya kewenangan yang sah untuk
melakukan kegiatan di dalam kawasan hutan tertentu, tidak termasuk
dalam kategori perusakan hutan. Misalnya, kegiatan eksploitasi hutan bagi
hak pengusahaan hutan, pembukaan hutan untuk pemukiman
transmigrasi, pertambangan, lahan pertanian, kawasan industri dan untuk
kepentingan pembangunan lainnya yang telah disetujui pemerintah.
35Undang-undang Nomor 5 Tahnu 1999 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan
Ekosistemnya36
Op.cit
30
Dalam hal ini jelas bahwa setiap izin selalu diikuti oleh areal hutan
tertentu yang diizinkan untuk dimanfaatkan. Maka bila ada aktivitas
penebangan yang dilakukan pemegang izin di luar areal yang diizinkan
artinya dia melakukan aktivitas tanpa izin, karena izin yang dia terima
bukan untuk areal tersebut. Dengan demikian jelas maka penebangan
hutan, pemanenan atau pemungutan hasil hutan yang dilakukan di luar
areal izin yang diberikan adalah tindak pidana kehutanan.37
Yang menjadi inti permasalahan antara kerusakan hutan dan
upaya konservasi hutan terletak pada faktor:38
1. Sejauh mana tindakan-tindakan yang dapat ditoleransi
terhadap kerusakan hutan dalam rangka mendukung
pelaksanaan program pembangunan.
2. Kriteria kerusakan hutan dalam ambang batas tertentu
dengan pelaksanaan analisis mengenai dampak
lingkungansecara terpadu dan akurat.
Penetapan kriteria tersebut sangat berkaitan dengan penggunaan
izin dan kewenangan yang sah untuk melakukan kegiatan di dalam
kawasan hutan juga memiliki batas-batas tertentu menurut peraturan
perundang-undangan. Apabila batas tertentu dimaksud telah melampaui
izin dan kewenangan yang diberikan, menimbulkan konsekuensi hukum
37http://zpador.wordpress.com/2008/11/08/memahami-kembali-tindak-pidana-kehutanan-dan-
vonis-bersalah-adelin-lis/di posting 19 desember 201438
Op.cit
31
bagi berlakunya ketentuan perlindungan hutan yang berlaku umum
beserta sanksi pidanya.39
Dalam penerapan hukum konservasi hutan, kondisi utama yang
dikehendaki bersama adalah berlangsungnya keutuhan dan fungsi hutan
sebagai penunjang ekologi dalam pembangunan nasional. Karena itu,
hutan beserta fungsi dan peranannya harus dikelola secara rasional,
terencana dan terpadu antara lain melalui sistem kebijaksanaan
pengelolaan hutan secara lestari.40
Namun, pada kenyataanya dalam aktivitas kehidupan masyarakat
sehari-hari tidak jarang terjadi terjadi munculnya penyimpangan dan pada
tahap tertentu dapat menimbulkan akses bagi upaya perlindungan hutan.
Akses kearah terjadinya kerusakan hutan dapat diklasifikasi sebagi tindak
pidana khusus di bidang kehutanan. adapun alternatif kerusakan hutan
yang berklasifikasi pidana adalah:41
a. Akibat tindakan subjek hukum secara kesengajaan atau karena
kelalaian, melakukan suatu tindakan tanpa izin dan kewenangan
yang sah untuk berada di dalam kawasan hutan.
b. Akibat tindakan subjek hukum secara kesengajaan atau kelalaian,
melakukan tindakan/kegiatan yang melampaui izin dan batas
kewenangan yang diberikan secara sah. Tindakan yang
melampaui kewenangan yang diberikan dalam undang-undang
39Ibid
40Ibid
41Ibid
32
digolongkan sebagai tindakan yang bertentangan dengan aturan
yang berlaku dibidang kehutanan.
Dari klausula di atas, terdapat pengertian dengan pembatasan
yang jelas dan pasti bagaimana akses perusakan hutan sebagai tindakan
negatif di satu sisi dan akses pengelolaan hutan yang bersifat positif di
sisi yang lain. Sedangkan klausula konservasi merupakan langkah
penanggulangan mengatasi kerusakan hutan baik yang timbul karena sifat
positif maupun kerusakan yang timbul karena tindakan yang negatif.42
d. Penyerobotan kawasan
Tindakan penyerobotan adalah suatu perbuatan yang dilakukan
orang atau badan hukum secara tidak sah, bertujuan menguasai sesuatu
hak kebendaan dengan melawan hak orang lain atau badan.43
Tindakan menguasai atau menduduki suatu objek kebendaan di
areal kawasan hutan secara sah dan melawan hukum, merupakan jenis
perbuatan yang dilarang. Di dalam peraturan perundang-undangan
nasional, kawasan hutan disebut diduduki atau diserobot, apabila tanpa
izin mengerjakan tanpa izin dan mengolah tanah hutan yang telah
ditetapkan pemerintah dan memiliki status hukumsebagai kawasan hutan
negara.44
42Ibid
43Ibid
44Ibid
33
Apabila ditinjau dari alasan-alasan dan latar belakang terjadinya
perbuatan penyerobotan tanah hutan didentifikasikan sebagai berikut:
a. Dilakukan orang sebagai sumber mata pencaharian untuk
memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga. Misalnya, membuka
ladang, empang,beternak, mendirikan rumah dan lain-lain.
b. Dilakukan orang sebagai sumber tambahan mata pencaharian.
Misalnya, berkebun, berladang, membuka tambak, dan beternak.
Mata pencaharian pokok mereka adalah petani sawah atau petani
gurem dan nelayan pantai.
c. Dilakukan orang atau atas nama badan hukum sebagai sumber
investasi modal untuk memperoleh keuntungan. Misalnya,
menanami tanah hutan dengan jenis komoditi ekspor. Kelompok ini
dikenal sebagai petani berdasi di pedesaan.
e. Perizinan
Menurut ahli hukum Belanda, N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge,
izin merupakan suatu persetujuan penguasa berdasarkan undang-undang
atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang
dari ketentuan larangan perundang-undangan. Berdasarkan pendapat ini,
izin tidak dapat melakukan sesuatu kecuali diizinkan. Jadi, aktivitas
terhadap suatu objek tertentu pada dasarnya dilarang. Seseorang atau
badan hukum dapat melakukan usaha atau kegiatan atas objek tersebut
jika mendapat dari pemerintah/pemerintah daerah yang mengikatkan
34
perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang
bersangkutan.45
Menurut Prajudi Atmosudirdjo, izin adalah suatu penetapan yang
merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undang-undang. Yang
pada umumnya larangan tersebut diikuti dengan perincian syarat-syarat,
kriteria, dan sebagainya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk
mendapatkan izin yang disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk
pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang
bersangkutan.
Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu sebagai
penertib dan sebagai pengatur. Penertib maksudnya agar usaha atau
kegiatan tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban
pengelolaan lingkungan dapat terwujud. Adrian Sutedi mengatakan,
sebagai pengatur dimaksudkan, agar usaha atau kegiatan yang dapat
dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya.46 Berkenaan denga fungsi-
fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan
masyarakat.47
Adapun mengenai tujuan perizinan, hal ini tergantung pada
kenyataan konkrit yang dihadapi. Keragaman peristiwa konkrit yang
45Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup. Jakarta, Sinar Grafika, 2012. Hal 77
46Op.cit
47Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi revisi. Jakarta, Rajawali pers, 2011. Hal 208
35
menyebabkan keragaman pula dari tujuan izin ini, yang secara umum
dapat disebutkan sebagai berikut:48
a. Keinginan mengarahkan atau mengendalikan aktivitas-aktivitas
tertentu (misalnya izin bangunan).
b. Mencegah bahaya bagi lingkungan.
c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang, izin
membongkar pada monumen-monumen).
B. Pelestarian Hutan Magrove
1. Pengertian mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis
”Mangue” dan bahasa Inggris ”grove” (Macnae, 1968). Dalam Bahasa
Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang
tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu
jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Hutan mangrove
dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen
dan hutan payau (bahasa Indonesia). Selain itu, hutan mangrove oleh
masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa
Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Penggunaan istilah hutan
bakau untuk hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena
bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan
48ibid
36
mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan
lainnya. Oleh karena itu, penyebutan hutan mangrove dengan hutan
bakau sebaiknya dihindari.
Menurut Mac Nae, kata mangrove digunakan untuk menyebut
jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh di antara batas air
tertinggi saat air pasang dan batas air terendah sampai di atas rata-rata
permukaan laut. 49
Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj./I/1978, hutan
mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di sepanjang pantai
atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni
tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu surut.
Berbagai pengertian mangrove diatas sebenarnya mempunyai arti
yang sama, yaitu formasi hutan khas daerah tropika dan sedikit
subtropika, terdapat dipantai rendah dan tenang, berlumpur, sedikit
berpasir,serta mendapat pengaruh pasanga surut air laut. Mengrove juga
merupakan mata rantai penting dalam pemeliharaan keseimbangan siklus
biologi di suatu perairan.
Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi dan
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan suatu
kekuatandalam pelaksanaan konservasi kawasan hutan mangrove.
49Arifin Arief. Hutan Mangrove. Yogyakarta, Kanisius, 2003, hal 10
37
Didalam Undang-undang tersebut terdapat tiga aspek yang sangat
penting, yakni:50
1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dengan
menjamin terpeliharanya proses ekologi bagi kelangsungan
hidup biota dan keberadaan ekosistemnya.
2. Pengawetan sumber plasma nutfah, yaitu menjamin
terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya, yang
sesuai bagi kepentingan kehidupanumat manusia.
3. Pemanfaatan secara lestari atau berkelanjutan, baik berupa
produksi dan jasa.
2. Fungsi dan manfaat hutan mangrove
Secara garis besar, penjelasan bahwa mangrove mempunyai
beberapa keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sebagai
penyedia bahan panngan, papah, kesehatan serta lingkungan dibedakan
menjadi lima, yaitu:51
1. Fungsi fisik kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
a) Menjaga garis pantai agar tetap stabil
b) Melindungi pantai dan tebing sungai dari prose erosi
atau abrasi, serta menahan atau menyerap tiupan
angin kencang dari laut ke darat.
50Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya51
Op.cit
38
c) Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk
lahan baru.
d) Sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau
rembesan air laut ke darat, atau sebagai filter air
asin menjadi tawar
2. Fungsi kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
a) Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang
menghasilkan oksigen
b) Sebagai penyerap karbon dioksida
c) Sebagai pengolahan bahan-bahan limbah hasil
pencemaran industri dan kapal-kapal dilautan.
3. Fungsi biologi kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
a) Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan
sumber makanan penting bagi invertebrata kecil
pemakan bahan pelapukan (detritus). Yang kemudian
berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang
lebih besar.
b) Sebagai kawasan pemijah atau asuhan (nursery
ground) bagi udang, ikan, kepiting, kerang, dan
sebagainya, yang setelah dewasa akan kembali ke
lepas pantai.
c) Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta
berkembang biak bagi burung dan satwa lain.
39
d) Sebagai sumber plasma nutfahdan sumber genetika.
e) Sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat
dan laut lainnya.
4. Secara ekonomi, kawasan mangrove merupakan sumber
devisa (pendapatan), baik bagi masyarakat, industri,
maupun bagi negara. Adapun fungsi ekonomi kawasan
mangrove sebagai sumber devisa adalah sebagi berikut:
a) Penghasil kayu, misalnya kayu bakar, arang, serta
kayu untuk bahan bangunan dan perabot rumah
tangga.
b) Penghasil bahan industri, misalnya pulp, kertas,
tekstil, makanan, obat-obatan, alkohol, penyamak
kulit, kosmetika, dan zat pewarna.
c) Penghasil bibit ikan, udang, kerang, kepiting,telur
burung, dan madu.
5. Fungsi lain (wanawisata) kawasan mangrove antara lain
adalah sebagai berikut:
a) Sebagai kawasan wisata alam pantai dengan
keindahan vegetasi dan satwa, serta berpengaruh di
sekitar mangrove.
b) Sebagai tempat pendidikan, konservasi, dan
penelitian.
40
3. Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat
berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup
itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air
laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan
mampu tumbuh dalam perairan asin/payau52. Ekosistem mangrove adalah
type ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara
teratur digenangi air laut, daerah pantai dengan kondisi tanah berlumpur,
berpasir, atau lumpur berpasir. Ekosistem tersebut merupakan ekosistem
yang khasuntuk daerah tropis, terdapat di daerah pantai yang berlumpur
dan airnya tenang (gelombang laut tidak besar).53
Ekosistem hutan mangrove termasuk tipe ekosistem hutan yang
tidak terpengaruh oleh iklim, tetapi faktor lingkungan yang sangat domian
dalam pembentukan ekosistem itu adalah faktor edafis, dan faktor
manusia. 54 Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan mangrove
disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pendayagunaan sumberdaya
alam wilayah pantai tidak memperhatikan kelestarian, seperti;
penebangan untuk keperluan kayu bakar yang berlebihan, tambak,
52Santoso dalam Ekosistem Mangrove Dalam Pengelolaanya di Indonesia. Hal. 3
53Indriyanto. Ekologi Hutan. Jakarta, PT Bumi Aksara, 2010, Hal 65
54Ibid
41
permukiman, industri dan pertambangan.55 Bengen menjelaskan bahwa
kerusakan ekosistem hutan mangrove dikarenakan adanya fakta bahwa
sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan
mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih
fungsi lahan ekosistem hutan mangrove menjadi tambak, pemukiman,
industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk
berbagai keperluan. Hal itu dikarenakan memang pada dasarnya hutan
mangrove memiliki fungsi ekonomi antara lain sebagai penghasil
keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil
bibit.56
Dari segi ekologi, ekosistem hutan payau merupakan habitat unik
dan paling khas yang dalam banyak hal berbeda dengan habitat-habitat
lainnya.57
4. Tambak
Istilah tambak berasal dari bahasa jawa nambak yang artinya
membendung air dengan pematang, sehingga terkumpul pada suatu
tempat,, istilah ini digunakan untuk menyatakan sebuah empang dekat
pantai laut.58
55PERMENHUT dalam Pengaruh Aktivitas Ekonomi PendudukTerhadap Kerusakan Ekosistem
HutanMangrove di Kelurahan Bagan DeliKecamatan Medan Belawan. Hal 1456
Muhammad Fadlan. Pengaruh Aktivitas Ekonomi PendudukTerhadap Kerusakan EkosistemHutanMangrove di Kelurahan Bagan DeliKecamatan Medan Belawan. Jurnal 2010. Hal 14.57
Op.cit58
Slamet soesono. Budidaya ikan dan udang dalam tambak. Jakarta, PT. Gramedia, 1988, hal 2
42
Pengertian tambak menurut schuster dalam skripsi perbandingan
struktur komunitas fitoplankon pada tambak tradisional dan intensif di
desa mariorennu, kec. Gantarang kab. Bulukumba adalah suatu kolam
yang luas di tepi laut, dengan kedalaman berkisar 30-120cm, bentuknya
seperti bujur sangkar atau empat persegi panjang, dan air dari laut atau
sungai yang masuk ke dalamnya melallui satu pintu air yang terbuat dari
kayu atau bambu.59
Sedangkan menurut syamsudin, tambak ialah kolam-kolam yang
dibuat di dekat atau sepanjang pantai laut dengan pematang-pematang
atau tanggul sebagaipembatasnya, dilengkapi dengan satu pintu untuk
pemasukan dan pengeluaran air, yang airnya merupakan campuran
antara air laut dan air tawar (dari sungai), dan yang digunakan untuk
kepentingan budidaya (pemeliharaan) ikan.60
Tambak dapat di klasifikasi berdasarkan kadar garamnya yaitu:
a. Tambak laut (tambak asin), adalah tambak yang letaknya dekat
pantai dan airnya asin. Pada musim kemarau kadar garamnya
mencapai 46 permil dan pada musim penghujan 18 permil.
b. Tambak payau, yaitu tambak yang letaknya agak jauh dari
pantai, airnya merupakan campuran antara air laut dan air
sungai. Kadar garamnya berkisar antara 14 permil sampai 32
permil.
59A. Tenri Uleng Hakim. Skripsi: perbandingan struktur komunitasfitoplankon pada tambak
tradisional dan intensif di desa mariorennu, kecamatangantarang, kabupaten bulukumba. 200760
Ibid
43
c. Tambak darat (tambak tawar) yaitu tambak yang terletak jauh
dari pantai, sepanjang tahun airnya tawar, kecuali pada musim
kemarau kadar garamnya mencapai 10 permil.
Peranan hutan mangrove terhadap tambak yaitu dengan Ciri khas
yang menandai lingkungan daerah tambak, ialah berbagai jenis pohon
mangrove, yang mungkin sejak beribu-ribu tahun yang lalu menyesuaikan
diri dengan keadaan air asin dan payau, dekat pantai. Hutan bakau ini
dibiarkan dan bahkan dilestarikan sebagai hutan yang menempati
sebidang tanah selebar puluhan atau ratusan meter, diantara garis pantai
dan petakan tambak paling depan, dengan harapan agar dapat
menangkis gempuran ombak laut, dan menahan hanyutnya lumpur dan
bahan organik yang sedianya akan terkikis oleh gerakan air yang berganti-
ganti pasang dan surut.
C. Peranan Pemerintah dan Masyarakat
1. Peranan Pemerintah
Pengelolaan hutan yang baik (good forest governance) tidak
hanya merupakan tanggung jawab sepihak melainkan harus menjadi
tanggung jawab bersama baik oleh pemerintah, swasta maupun
masyarakat. Komitmen dan tanggung jawab tersebut setidaknya dapat
dimaknai dengan sinegitas antara berbagai pihak yang dapat dimaknai
dengan hubungan kemitraan yang merupakan faktor penting dalam
menuju tata kelola hutan yang baik. Pemerintah menetapkan perannya
44
menuju pelaksanaan birokrasi/administrasi yang efisien dan alokasi tata
guna lahan yang lebih baik.61
Pemerintah beserta seluruh jajaran aparatur baik di tingkat pusat
maupun di daerah, pada semua aspek pembangunan nasional,
memainkan peranan yang menentukan terhadap suksesnya
pembangunan bertahap dan berkelanjutan. Peranan aparatur pemerintah
selaku abdi negara dan abdi masyarakat, tidak terbatas bertanggung
jawab pada segi penyusunan kebijaksanaan, rencana dan strategi
aplikasinya. Akan tetapi, termasuk pula seluruh aspek pelaksanaan
pembangunan yang berdaya guna dan berhasil guna dengan dukungan
partisipasi masyarakat.
Tak kurang pentingnya, peranan aparatur pemerintah di bidang
teknis fungsional dan tata usaha negara. Khususnya, dalam tugas
pembinaan dan pengurusan hutan sebagai bagian dari sumberdaya alam
nasional.
2. Peran Masyarakat
Sebagai negara yang maju dengan adanya partisipasi
pembangunannya dalam segala aspek, maka pemaknaan sebagai suatu
konsep atau komitmen dari partisipasi selalu dimunculkan, dan tidak bisa
dapat dipungkiri bahwa dalam proses pembangunan di Indonesia konsep
61Abrar Saleng, Kapita Selekta Hukum Sumberdaya Alam, Makassar, Membumi Publishing, 2013,
hal 205
45
partisipasi selalu domainnya dimulai datang dari pihak rakyat, sedangkan
pihak pemerintah selalu berada dalam posisi yang tidak dihitung atau
sebagai kelompok yang harus dipikirkan untuk berpartisipasi.62
Kepedulian terhadap lingkungan hidup umumnya dan hutan pada
khususnya tidak hanya berada dipundak pemerintah. Bagaimanapun
usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengelola dan menata
hutan, akan tetapi tidak mendapat dukungan berupa peran serta warga
masyarakat umumnya dan khususnya masyarakat yang bermukim di
sekitar hutan, maka usaha yang dilakukan itu mustahil akan berhasil
dengan baik.
Bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan
pelestarian hidup khususnya hutan perlu dibina dan dikembangkan dalam
administratif dengan berbagai cara sesuai dengan pengetahuan dan
anggota masyarakat yang bersangkutan. Adapun sebagai pokok Kusnadi
Hardjasoemantri adalah:63
1. Memberi informasi kepada pemerintah
Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk memberi
masukan kepada pemerintah tentang masalah yang ditimbulkan oleh
sesuatu rencana tindakan pemerintah dengan berbagai konsekuensinya,
dengan demikian pemerintah akan dapat mengetahui adanya berbagai
62Ibid
63Kusnadi Hardjasumantri, Dalam Abrar Saleng, Hal 212
46
kepentingan yang dapat terkena tindakan tersebut yang perlu
diperhatikan.
2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan
Seorang warga masyarakat yang telah memperoleh kesempatan
untuk berperanserta dalam proses pengembilan keputusan dan tidak
dihadapkan pada suatu fait accopli, akan cenderung untuk
memperlihatkan kesediaan yang lebih besar guna menerima dan
menyesuaikan diri dengan putusan tersebut. Pada pihak lain, peran serta
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan akan dapat banyak
mengurangi kemungkinan timbulnya pertentangan, asal peran serta
tersebut dilaksanakan pada saat yang tepat.
3. Membantu perlindungan hukum
Apabila sebuah keputusan akhir diambil dengan memperhatikan
keberatan-keberatan yang diajukan oleh masyarakat selama proses
pengambilan keputusan berlangsung, maka dalam banyak hal tidak akan
ada keperluan untuk mengajukan perkara ke pengadilan.
4. Mendemokratisasikan pengambilan keputusan
Dalam hubungan dengan peran serta masyarakat ini, ada
pendapat yang menyatakan, bahwa dalam pemerintahan dengan sistem
47
perwakilan, maka hal untuk melaksanakan kekuasaan ada pada wakil-
wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat.
Khusus dalam usaha pelestarian fungsi hutan, dukungan warga
masyarakat baik perorangan maupun kelompok sangat dibutuhkan.
Betapa tidak, warga masyarakat dalam kapasitas dan kedudukannya
masing-masing berhubungan baik langsung maupun tidak langsung
dengan hutan. Menyadari hal ini, pemerintah telah memberi landasan
hukum terhadap peran serta masyarakat dalam usaha pengelolaan hutan.
Peran dan tanggung masyarakat dalam tugas perlindungan hutan
merupakan kebijakan hukum yang telah tertuang dalam Pasal 69 ayat 1
yaitu Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga
kawasan hutan dari gangguan dan perusakan. Artinya, kewajiban
melindungi hutan bukan semata-mata kewaajiban pemerintah saja akan
tetapi merupakaan kewajiban dari seluruh rakyat, karena fungsi hujan
yakni menguasai hajat hidup orang banyak.
D. Otonomi Daerah
1. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah berasal dari kata “autonomy” dimana “auto”
artinya sedia dan “nomy”artinya aturan atau undang-undang, jadi
autonomy artinya hak untuk mengatur dan memerintah daerah sendiri
48
atas inisiatif sendiri dan kemampuan sendiri dimana hak tersebut
diperoleh dari pemerintah pusat.
Dalam ketentuan umum undang-undang no.22 tahun 1999,
pengertian otonomi daerah adalah pemberian kewenangan yang luas,
nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemamfaatan
sumberdaya nasional serta serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah
yang dilaksanakan dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa otonomi daerah
adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Otonomi daerah merupakan sistem yang memungkinkan daerah
untuk memiliki kemampuan mengoptimalisasi potensi terbaik yang
dimilikinya dan mendorong daerah untuk berkembang sesuai dengan
karakteristik ekonomi, geografis, dan sosial budayanya.
Perkembangan daerah yang sesuai dengan karakteristiknya ini
akan mengurangi kesenjangan antardaerah yang selama ini terakumulasi,
dan pada akhirnya dapat mencegah disintegrasi bangsa. Ada dua
pendekatan yang didasarkan pada dua proposisi. Pertama, pada
49
dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk
mengidentifikasikan, merumuskan, dan memecahkan persoalan, kecuali
untuk persoalan-persoalan yang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah
itu sendiri dalam perspektif keutuhan negara-bangsa. Kedua, seluruh
persoalan pada dasarnya harus diserahkan kepada pemerintah pusat
kecuali untuk persoalanpersoalan tertentu yang telah dapat ditangani oleh
daerah. Yang pertama disebut sebagai pendekatan federalistik,
sedangkan yang kedua sebagai pendekatan unitaristik.
Pada dasarnya, otonomi daerah bertujuan untuk membangun
partisipasi yang seluas luasnya agar potensi yang ada dapat berkembang
secara optimal. Hanya saja, otonomi harus dibarengi dengan perbaikan-
perbaikan yang mendasar, terutama pada sumber daya manusianya.
Masyarakat dari berbagai level pada umumnya telah terbiasa pada sistem
yang serba pasif dan hanya menunggu keputusan dari pemerintah pusat
saja. Kebiasaan-kebiasaan yang dibangun sistem sentralistik yang telah
mendarah-daging dalam masyarakat inilah yang merupakan tantangan
terbesar dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Wilayah Indonesia dibagi menjadi Provinsi, Kabupaten, dan Kota
otonom. Secara teknis, Kabupaten dan Kota mempunyai level yang sama
dalam pemerintahan. Pembagian tersebut berdasarkan atas apakah
administrasi pemerintah berlokasi di wilayah pedesaan atau perkotaan. Di
dalam kabupaten dan kota terdapat kecamatan yang merupakan unit
50
pemerintahan administratif yang lebih kecil. Setiap kecamatan dibagi
menjadi desa. Desa di wilayah pedesaan disebut desa, sedangkan di
wilayah perkotaan disebut kelurahan. Karena beragamnya daerah otonom
di Indonesia, dibutuhkan adanya sistem yang mengatur agar ketimpangan
daerah tidak semakin lebar, dan daerah yang kaya membantu daerah
yang miskin. Dalam sistem ini, penyerahan wewenang (desentralisasi)
berbarengan dengan pelimpahan wewenang (dekonsentrasi) dan tugas
perbantuan.
2. Sumber Pendapatan Pemerintah
Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan. Pembentukan undang- undang tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dimaksudkan
untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada
pemerintah daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows
function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi
pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-
masing tingkat pemerintahan. Kadjatmiko (dalam Halim, 2007:194)
mengatakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat yang didasarkan pada azas desentralisasi,
daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (tax
assignment) serta bantuan keuangan (grant transfer) atau dikenal dengan
51
dana perimbangan. Undang – undang no 33tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
Pasal 5 ayat 2 menjelaskan, pendapatan daerah bersumber dari: 1)
pendapatan asli daerah ;2) dana perimbangan.
3. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah yang disebut dengan PAD adalah
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan (uu no. 33 tahun
2004 Pasal 1 ayat 18). Sumber pendapatan asli daerah, di peroleh dari:
a) Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah tanpa
memberikan timbal balik langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan undang – undang yang berlaku yang digunakan untuk
membiayai penyeleggaraan pemerintah dalam pembangunan daerah.
Selain itu Davey mengemukakan pendapatnya tentan pajak daerah yaitu:
1. pajak yang dipungut oleh pemerintah daerahdengan
peraturan pemerintah daerah sendiri.
2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional
tapipendapatan tarifnyadilakukan oleh pemda.
3. Pajak yang dipungut atau ditetapkan oleh pemda.
52
4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah
pusat tetapi pungutannya kepada, dibagi hasilkan dengan
atau dibebani pungutantambahan(opsen) oleh pemda.
b) Retribusi daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa pemberian ijin tertentu terkhusus disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Jenis – jenis
dari retribusi daerah adalah pajak jasa umum, pajak jasa usaha, retribusi
perijinan tertentu.
Pembayaran retribusi oleh masyarakat menurut davey adalah:
1. Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus didasarkan pada
total cost daripada pelayanan pelayanan yang disediakan.
2. Dalam beberapa hal retribusi biasanya harus didasarkan pada total
cost daripada pelayanan-pelayanan yang disediakan.
Disamping itu menurut kaho, ada beberapa ciri-ciri retribusi yaitu:
1. Retribusi dipungut oleh Negara.
2. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis.
3. Adanya kontraprestasiyang secara langsung dapat ditunjuk.
53
4. Retribusi yang dikenakankepada setiap orang atau badan yang
menggunakan atau mengenyam jasa-jasa yang dikeluarkan oleh
Negara.
Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan
terdapat pula sumber-sumber pendapatan lain yaitu penerimaan lain-lain
yang sah, namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat
bergantungpada potensi daerah itu sendiri.
E. Landasan Teori
1. Teori Perizinan
Salah satu bentuk kewenangan yang menjadi perhatian adalah
kewenangan pemerintah daerah dalam menerbitkan izin, yang lahir
berdasarkan wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada
pemerintah daerah. Sistem perizinan lingkungan sebagai instrumen
pencegahan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup
hakikatnya merupakan pengendalian aktivitas pengelolaan lingkungan.
Menurut teori N.M. Spelt dan J.B.J.M Ten Berge membagi
pengertian izin dalam arti luas dan sempit yaitu:
Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan
dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana
yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Artinya dengan
memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya
54
untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini
menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum
mengharuskan pengawasan khusus atasnya.64
izin merupakan suatu persetujuan penguasa berdasarkan undang-
undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan.
2. Teori Kewenangan
Teori kewenangan yang kemukakan oleh H.D.Stoud yaitu
keseluruhan aturan-aturan yang berkenan dengan perolehan penggunaan
wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan
hukum publik.65
Ada dua unsur yang terkandung dalam pengertian konsep
kewenangan yang dikemukakan oleh H.D. Stoud, yaitu:66
1. Adanya aturan-aturan hukum; dan
2. Sifat hubungan hukum
Sebelum kewenangan itu dilimpahkan itu dilimpahkan kepada
institusi yang melaksanakannya, maka terlebih dahulu harus ditentukan
dalam peraturan prundang-undangan, apakah dalam bentuk undang-
undang, peraturan pemerintah maupun aturan yang lebih rendah
64Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi revisi. Jakarta, Rajawali pers, 2011. Hal 199
65H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan
Disertasi. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2013. Hal 18366
Ibid
55
tingkatannya. Sifat hubungan hukum adalah sifat yang berkaitan dan
mempunyai sangkut paut atau ikatan atau pertalian atau berkaitan dengan
hukum. Hubungannya hukumnya ada yang bersifat publik dan privat.67
67ibid
56
F. Kerangka Pikir
Alih Fungsi Hutan Mangrove Dalam
Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang Di
Kabupaten Pohuwato
Status Hukum Penguasaan
Lahan Di Kawasan Hutan Cagar
Alam
1. Perizinan
2. pengawasan
Upaya Pemerintah Daerah
Dalam Mengendalikan Alih
Fungsi Hutan Di Kawasan Hutan
Cagar Alam
1. Upaya Perlindungan
2. Rehabilitasi
Terpeliharanya Kelestarian Sumberdaya
Alam Hayati Serta Keseimbangan
Ekosistemnya
Penerapan UU No. 32 tahun 2004
tentang Otonomi Daerah
terhadap Sumber Daya Alam.
1. Penguasaan.
2. Dampak Otonomi Daerah.
57
G. Definisi Operasional
1. Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung secara alami
2. Izin adalah suatu persetujuan penguasa berdasarkan undang-undang
atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan
3. Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui
dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas
atau pekerjaan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.
4. Perlindugan hukum adalah segala upaya pemerintah untuk menjamin
adanya kepastian hukum sebagai segala upaya pemerintah untuk
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada warganya agar hak-haknya
sebagai seorang warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang
melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang
berlaku.
5. Rehabilitasi adalah proses pemulihan/perbaikan terhadap sesuatu ke
keadaan semula.
6. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang
terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya
58
alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di
sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
59
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris,
yang berfokus pada perilaku masyarakat hukum, dan penelitian ini
memerlukan data primer sebagai data utama di samping data sekunder.
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara rinci,
sistematis, dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan
dengan Alih Fungsi Hutan Mangrove Dalam Kawasan Cagar Alam
Tanjung Panjang Di Kabupaten Pohuwato
B. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di desa Patuhu dan
desa Sidowonge, kecamatan Randangan, Kabupaten Pohuwato, Propinsi
Gorontalo, lokasi penelitian ini Penulis pilih karena di Kabupaten ini
terdapat pengelolaan hutan mangrove yang cenderung mengakibatkan
kerusakan.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data primer data yang diperoleh secara langsung dari hasil
penelitian dengan pihak responden yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian dengan cara interview,yakni pengumpulan
60
data dengan wawancara langsung kepada pihak yang sesuai
dengan objek penelitian.
2. Data sekunder data yang diperoleh berupa sumber-sumber tertulis
seperti dokumen-dokumen termasuk juga literatur-literatur bacaan
yang berkaitan dengan penelitian ini.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini yaitu :
a. Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten
Pohuwato
b. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pohuwato
c. Masyarakat di sekitar cagar alam Tanjung Panjang
Kabupaten Pohuwato.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini yaitu :
a. Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten
Pohuwato 2 (dua) Orang.
b. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pohuwato 2
(dua) orang.
c. Masyarakat (6 orang)
61
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara, dimana penulis melakukan wawancara langsung
kepada pihak-pihak yang terkait dan sesuai dengan objek
penelitian.
2. Dokumentasi yaitu dokumen-dokumen yang diperoleh secara
langsung dari lapangan dan berkaitan erat dengan penelitian ini.
F. Teknik Analisis Data
Baik data primer maupun data sekunder merupakan data mentah
yang harus diolah dan dianalisis secara kualitatif, selanjutnya disajikan
secara deskriptif, yaitu dengan menjelaskan, menguraikan dan
menggambarkan permasalahan serta penyelesaian yang berkaitan erat
dengan penulisan tesis ini.
62
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Letak Geografis Kabupaten Pohuwato
Kabupaten Pohuwato dibentuk berdasarkan undang-Undang
Nomor 6 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bonebolango dan
Kabupaten Pahuwato di PropinsiGorontalo, yang disahkan oleh DPR pada
tanggal 27 Januari 2003. Kabupaten Pohuwato secara resmi berdiri pada
tanggal 6 Mei 2003 yang ditandai dengan pelantikan Drs. Jahja K. Nasib
sebagai Penjabat Bupati Pohuwato.68
Dalam Penjelasan Umum UU tersebut antara lain desebutkan
bahwa dalam rangka peningkatan penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan di
Kabupaten Boalemo yang mempunyai luas wilayah ± 6.761,67 km2 perlu
dibentuk Kabupaten Pohuwato yang terdiri atas 5 (lima) Kecamatan, yaitu
Kecamatan Popayato, Kecamatan Lemito, Kecamatan Randangan,
Kecamatan Marisa, dan Kecamatan Paguat dengan luas wilayah
keseluruhan ± 4.244,31 km2."69
68http://www.kemendagri.go.id/pages/profildaerah/kabupaten/id/75/name/gorontalo/detail/75
04/pohuwato69
Ibid
63
Hal ini merupakan hasil perjuangan masyarakat Pohuwato untuk
mengaktualisasikan jati diri dan keinginan guna melaksanakan urusan
rumah tangga sendiri. Dengan terbentuknya Kabupaten Pohuwato
diharapkan segera terwujud kemudahan pelayanan, peningkatan
kesejahteraan dengan melakukan percepatan pembangunan di
Kabupaten Pohuwato.
Kabupaten Pohuwato merupakan Kabupaten yang berada di
ujung barat Provinsi Gorontalo dengan letak Geografis antara 0,27o 1,01o
lintang utara 121,23o 122,44o Bujur Timur dengan iklim 24,4 33,2o C.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Buol, sebelah Selatan
berbatasan dengan Teluk Tomini, Sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Parigi Moutong dan sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Boalemo. Luas wilayah adalah 4.244,31 Km2 atau 34,75% dari
luas wilayah Provinsi Gorontalo. Kabupaten ini terbagi menjadi 7
kecamatan dengan ibukota kabupaten yaitu Marisa.70
2. Sejarah Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang
Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan
alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya
70http://infoprovinsigorontalo.blogspot.com/2010/01/profil-kabupaten-pohuwato.html
64
atauekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung secara alami.71
Pada Tahun 1984, Kawasan CA Tanjung Panjang ditunjuk
sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi cagar alam berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan No. 250/Kpts-II/1984 tanggal 20 Desember
1984 dengan luas ± 3.000 ha.72
Penataan batas dilakukan pada tahun 1992 dengan panjang batas
yang dibuat sepanjang 35,53 km. Jumlah pal batas yang ditanam
sebanyak 271 buah, dengan pal batas nomor 0 berada di sebelah utara
sekitar muara Sungai Dehuwa, sedangkan pal batas nomor 270 berada di
sebelah selatan. Berita Acara Tata Batas ditandatangani pada tanggal 27
Oktober 1995.73
Setelah dilakukan penataan batas, maka kawasan ini ditetapkan
sebagai cagar alam dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 573/Kpts-
II/1995 tanggal 30 Oktober 1995 dengan luas 3.000 ha.74
71Undang-undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya
72Data dari BKSD kabupaten Pohuwato Profil Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang. tanggal 8
september 201473
Ibid74
Ibid
65
3. Letak Geografis
Sebelum terbentuknya Pemerintah Kabupaten Pohuwato,
kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang berada dalam wilayah Kabupaten
Derah Tingkat II Gorontalo, Popinsi Tingkat I Sulawesi Utara (SULUT).
Setelah adanya pemekaran wilayah provinsi gorontalo pada tahun
2000 dan terbentuk Kabupaten Pohuwato, maka pada tahun 2003
terbentuk Kabupaten pohuwato. Sejak saat itu Kawasan Konservasi
Cagar Tanjung Panjang secara administratif masuk dalam Wilayah
Kabupaten Pohuwato, Kecamatan Randangaan.75
Secara geografis kawasan Cagar Alam Tanjung terletak pada
0º25’28,93” - 0º30’1,93” Lintang Utara dan 121º44’27,60” - 121º47’0,44”
Bujur Timur.76
Dari Ibukota Provinsi Gorontalo, kawasan konservasi Cagar
Tanjung Panjang dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum
dengan memakan waktu 3 sampai dengan 3,5 jam. Dari Ibukota Propinsi
Gorotalo, jalan menuju Ibukota Kecamatan Randangan kondisinya bagus.
Hal ini karena selain merupakan jalan provinsi, jalan tersebut setiap hari
juga berfungsi sebagai jalan penghubung lintas daerah antara Sulawesi
Utara dan Sulawesi Tengah.
75Ibid
76Ibid
66
4. Potensi Kawasan
a. Hayati
Kawasan CA Tanjung Panjang merupakan ekosistem yang
didominasi mangrove dan hutan pantai, dengan kawasan mangrove
merupakan bagian terbesar dari kawasan ini. Potensi flora dalam
kawasanCA Tanjung Panjang didominasi jenis-jenis bakau, yaitu:
Bruguiera sp, Rhizopora sp, Avicennia sp serta Nipah Nypa sp.77
Potensi fauna yang terdapat di kawasan ini antara lain: Elang laut
Haliaeetus leucogaster, beberapa jenis Kuntul Egretta sp, beragam jenis
moluska, serangga serta beragam jenis ikan baik yang mendiami sungai,
mangrove serta laut di sekitar Cagar Alam Tanjung Panjang.78
b. Non Hayati
Potensi non hayati kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang
meliputi beragam kondisi alam yang merupakan bagian dari ekosistem
alami di kawasan hutan Tanjung Panjang, dan memberikan manfaat
ekologis bagi kawasan di sekitarnya. Potensi non hayati yang telah
digarap sebagai sumber daya ekonomi adalah air laut yang diolah menjadi
garam di wilayah Desa Huyula. Potensi lainnya yang cukup banyak
77Basri Amin, Rahman Dako, Yusran N Masa, Johanes Wiharisnoo, Ahmad Bahsowan, Ismail A
Kadir. Laporan Kajian Kelayakan Pemulihan Ekosistem di Cagar Alam Tanjung Panjang, 2013. Hal878
ibid
67
ditemui di wilayah Kabupaten Pohuwato, yaitu emas, tidak ditemui di
dalam kawasan ini.79
5. Mangrove
Peranan ekosistem mangrove dengan ekosistem pesisir lain
sangat jelas, yaitu sebagai penghasil zat hara bagi kesuburan perairan,
sehingga tingkat produktivitas primer mangrove cukup tinggi selain
padang lamun. Peranan ini sekaligus menjadikan hutan mangrove dan
perairan di sekitarnya merupakan daerah pemijahan, asuhan, mencari
makan dan perlindungan bagi biota laut seperti udang, kepiting, ikan dan
jenis-jenis spesies lain. Kepiting merupakan biota laut dominan di daerah
mangrove, yang memakan daun mangrove dan serasah lainnya.
Kebiasaannya ini sangat berperan dalam membentuk detritus dan daur
unsur hara, demikian juga dengan anelida dan nematoda yang hidup
dalam redimen hutan mangrove.
Penurunan daya dukung hutan mangrove akibat pemanfaatan
lahan dan pembabatan pohon mangrove akan sangat mengurangi fungsi
ekologinya, termasuk hubungan dengan ekosistem pesisir lain dan
manusia.
Untuk itu, semua instansi terkait dapat bekerja sama dalam
pelestarian ekosistem ini dan pemangku kepentingan dapat membantu
secara aktif. Semua usaha ini dilakukan tidak hanya untuk pemulihan dan
79Ibid
68
meningkatkan peranan hutan mangrove, tetapi juga untuk pelestarian
biota laut lainnya yang menjadi salah satu sumber protein hewani bagi
masyarakat.
Pada dasarnya hutan mangrove merupakan ekosistem yang kaya
dan menjadi salah satu sumberdaya yang produktif. Namun sering pula
dianggap sebagai lahan yang terlantar dan tidak memiliki nilai sehingga
pemanfaatan yang mengatasnamakan pembangunan menyebabkan
terjadinya kerusakan. Pengelolaan tambak memang menjanjikan hasil
yang menggiurkan tetapi sangat perlu dilihat kesinambungan dan
kelestarian lingkungan yang sudah terbentuk sebelumnya. Kondisi ini
memerlukan suatu strategi yang jelas dan nyata untuk dapat
mempertahankan dan mengelola secara baik dan utuh hutan mangrove.
Untuk itu perlu dikaji pendayagunaan potensi hutan mangrove, sebagai
salah satu bagian dari ekosistem pesisir, secara berkelanjutan berbasis
masyarakat
B. Penerapan UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
terhadap Sumber Daya Alam.
1. Penguasaan Sumber Daya Alam dalam Otonomi Daerah.
Kabupaten Pohuwato merupakan Kabupaten yang mempunyai
banyak kekayaan alam yakni Sumber Daya Alam berupa hutan,
perkebunan, tambang, laut, keanekargaman hayati, dan lain-lain.
Kabupaten Pohuwato diberi karuniah Tuhan yang luar biasa indah yakni
69
hamparan permadani hijau berupa hutan mangrove yang lebat, dengan
keanekaragaman hayati yang beraneka ragam jenisnya. Otonomi daerah
memiliki kemampuan mengoptimalisasi potensi terbaik yang dimiliki
Kabupaten Pohuwato dan mendorong daerah untuk berkembang sesuai
dengan karakteristik ekonomi, geografis, sosial dan budaya.
Perkembangan daerah yang sesuai dengan karakteristiknya ini akan
mengurangi kesenjangan antardaerah yang selama ini terakumulasi, dan
pada akhirnya dapat mencegah disintegrasi bangsa. Otonomi daerah di
Kabupaten Pohuwato juga memberi implikasi baikpositif maupun negatif.
Pelaksanaan otonomi di Kabupaten Pohuwato dilakukan dengan
peningkatan kemampuan aparatur melalui penguatan manajemen dan
kelembagaan; peningkatan kemampuan aparatur; peningkatan kualitas
sumber daya manusia, termasuk pemanfaatan, pengembangan dan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), peningkatan
kemampuan memobilisasi berbagai sumber keuangan daerah, dan
peningkatan peranserta masyarakat dalam pembangunan daerah.
Penataan kembali batas wilayah dan daerah dalam rangka pemekaran
dan penyesuaian status daerah tertentu, dimungkinkan untuk
meningkatkan efisiensi pelaksanaan pembangunan dan administrasi
pemerintahan di daerah. Upaya-upaya inilah yang menjadi tolak ukur
untuk mengukur tingkat keberhasilan di Kabupaten Pohuwato.
70
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-
luasnya. Pasal 10 UU No.32 Tahun 2004, pemerintah daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU ini ditentukan menjadi urusan
pemerintah. Dalam penguasaan Sumber Daya Alam yang ada di
Kabupaten Pohuwato, prinsip otonomi yang seluas-luasnya memberi
konsekuensi pada perubahan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam di
daerah. Sebagai contoh yang terjadi di Kabupaten Pohuwato dampak
yang dirasakan, secara postif dengan adanya peningkatan Pajak Asli
Daerah (PAD), Terbukanya kawasan investasi, dan tenagakerja, Namun
disisi lain penguasaan Sumber Daya Alam, telah membawa dampak
negatif terhadap lingkungan hidup, ekspoiltasi Sumber Daya Alam
sekarang telah melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Eksploitasi ini membawa pada kerusakan dan menurunnya kualitas
lingkungan hidup di Kabupaten Pohuwato.
Pada hakekatnya otonomi daerah yang ingin dibangun merupakan
upaya untuk mendekatkan sistem pengelolaan Sumber Daya Alam pada
masyarakat di daerah, agar masyarakat yang bersangkutan dapat
merasakan manfaat ekonomi dari eskploitasi Sumber Daya Alam yang
ada didaerah.
Demikian juga pengalaman dari penguasaan sumber daya alam
yang sentralistik di masa lalu, telah memberikan pelajaran berharga bagi
71
pemerintah yang lebih banyak berpihak pada pemilik modal yang besar
dan investor-investor baik dari dalam maupun luar negeri dengan
menggunakan teknologi maju justru menimbulkan kerusakan dan
kehancuran lingkungan yang tidak terkendali dan konflik pada tataran
masyarakat.
Secara konseptual subtansansi perundang-undangan yang
berkaitan dengan hubungan hukum penguasaan Sumber Daya Alam
bahwa hal ini tidak sesuai lagi dengan tujuan awalnya, hal ini karena
ketentuan yang terdapat didalamnya telah memberikan kekuasaaan yang
sangat besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
segala sesuatu yang berkaitan dengan sumber daya alam, sehingga
kekuasaan yang dimiliki oleh daerah lambat laun menegaskan
keberadaan masyarakat dan yang ada kepentingan modal yang didahului,
bukan kepentingan rakyat atau masyarakat sekitar sumber daya alam.
Seyognya otonomi daerah, memberi nilai kesejahteraan bagi
masyarakat di daerah, bukan masalah baru, berupa perusakan dan
pencemaran lingkungan. Dalam pengelolaan Sumber Daya Alam
berorintasi pada nilai-nilai kearifan lokal, yang seharusnya didorong.
Otonomi daerah dalam penguasaan SDA, seharusnya memberi nilai lebih
bagi pembangunan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan pendapatan
daerah Kabupaten Pohuwato.
72
2. Dampak Otonomi Darah terhadap Sumber Daya Alam.
Sebagai sumber hukum tertinggi dalam melakukan pengelolaan
dan pengusahaan terhadap Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia
adalah Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Di dalam pasal tersebut dirumuskan
bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Perkembangan lingkungan strategi akibat dari semangat reformasi
dengan ditandai oleh krisis multidemensional mulai tahun 1997 di
Indonesia, terjadi perubahan yang mendasar dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Isu demokrastisasi dan desentralisasi menjadi isu yang
dominan.
Perubahan sistem pemerintahan yang semula sentralisistis pun
bergeser kearah yang lebih desentralis. UU Nomor 22 tahun 1999
kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004. Otonomi
daerah mengalami penguatan, meskipun pada masa pemberlakuan UU
Nomor 32 tahun 2004 muncul sejumlah persoalan yang mendasar.
Otonomi daerah dianggap sebagai jawaban sementara terhadap krisis
multidimensional yang terjadi di Indonesia.
Otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada
Kabupaten/Kota dengan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun
73
2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Provinsi sebagai Daerah Otonomi dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Peraturan ini pada pokoknya memberikan
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah
secara proposional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan
pemanfaatan sumberdaya nasional serta dengan memperhatikan potensi
keanekaragaman daerah.
Akibat otonomi daerah tersebut, maka berkembanglah pemekaran
daerah yang salah satunya pemekaran daerah Gorontalo dari sulawesi
utara pada tahun 2000 yang sekarang di kenal dengan Propinsi
Gorontalo. Dan diikuti oleh beberapa daerah. Di Propinsi Gorontalo yang
ingin berkembang dengan pemekaran daerahnya, yang salah satunya
adalah Kabupaten Pohuwato pada tahun 2004.
Realita menunjukkan pembangunan didaerah dihadapkan pada
permasalahan pokok. Meningkatnya kegiatan ekonomi menyebabkan
banyaknya permintaan barang dan jasa, terutama yang disediakan alam
dan memberi dampak negatif pada ketersediaan Sumber Daya Alam dan
lingkungan. Kecenderungan ini tercermin dari meningkatnya kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam yang ada di Kabupaten
Pohuwato. Hal ini berpengaruh pada penurunan kualitas dan kuantitas
sumberdaya alam, dan lingkungan hidup yang pada akhirnya akan
74
menjadi ancaman bagi kelangsungan kehidupan rakyat Kabupaten
Pohuwato. Berikut ini dapat kita lihat luas lahan kritis yang ada di
Kabupaten Pohuwato pada tabel.
Tabel 1: Luas Lahan Kritis di Kabupaten Pohuwato
LAHAN KRITISNo
Kecamatan AK K PK SK TK Gren Total
1 2 3 4 5 6 71
Buntulia35,979.78 1,379.23 12,001.18 681.88 23.06 50,065.14
2Dengilo
29,314.24 678.75 5,379.811,315.71 8.87
36,697.38
3Duhiadaa
1,480.34 30.542,176.16 67.42
3,754.47
4Lemito
29,954.67 2,339.5616,141.27 522.08 600.39
49,557.97
5Marisa
1,955.37 202.16717.22 30.23
2,904.97
6Paguat
4,405.96 1,666.46305.74 190.26
101.82 6,670.25
7Patilanggio
23,655.80 872.368,576.77 1,080.44 69.21
34,254.57
8Popayato
9,894.19 692.984,421.05 260.41 93.08
15,361.71
9 PopayatoBarat
23,382.28 2,698.1343,133.28 971.97
232.18 70,417.84
10 PopayatoTimur
14,903.60 1,536.4311,643.70 744.34 283.73
29,111.80
11Randangan
12,219.70 744.08 4,781.95222.03 967.56
18,935.31
12Taluditi
24,260.80 2,129.3842,253.20
473.97 190.77 69,308.12
13Wanggarasi
26,299.61 2,191.92 15,640.802,527.12 318.81 46,978.26
Grand Total 237,706.34 17,161.98 167,172.13 8,990.21 2,987.14 434,017.80
Sumber, Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi KabupatenPohuwato. Keterangan: AK : Agak Kritis SK : Sangat KritisK : Kritis TK : Tidak Kritis PK : Potensial Kritis
75
Berbagai hal yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa
pembangunan yang berorientasi pada aspek ekonomi tanpa pendekatan
pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan yang meliputi aspek
pelestarian, kesejahteraan dan sosial ternyata hanya memberikan
manfaat dalam jangka pendek. Pesatnya peningkatan pertumbuhan
populasi, teknologi dan disisi lain semakin terbatasnya sumberdaya dan
rendahnya mutu lingkungan dituntut adanya pola pembangunan yang
terencana dengan baik, realistik dan strategik dan bernuansa lingkungan
yang dalam jangka panjang dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya
secara berkelanjutan. Sebagaimana lazimnya setiap pemerintah daerah
berusaha sedapat mungkin mengembangkan potensi yang ada untuk
menunjang biaya pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu rangkaian usaha
terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu masyarakat dan
bangsa bersama pemerintah untuk mengubah suatu keadaan yang
kurang baik menjadi lebih baik dengan cara melakukan proses
pengolahan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia dengan
memanfaatkan teknologi untuk memenuhi masyarakat yang semakin
kompleks dan terus berkembang yang disebabkan oleh laju pertumbuhan
penduduk. Keadaan ini akan membawa dampak negatif jika tidak ditata
sejak dini. Hal ini menimbulkan permasalahan yang dihadapi oleh
pemerintah Kabupaten Pohuwato, di samping menata struktur dan
infrastruktur pemerintahan, tetapi permasalahan lainnya seperti
76
perekonomian belum mendukung. Ini berlangsung terus menerus
sehingga masyarakat Pohuwato yang sebagian besar mata pencarian
sebagai petani merasa terdesak, akibat ketidaksiapan pemerintah
Kabupaten Pohuwato tentang masalah perekonomian ini. Maka
masyarakat mulai mengolah sumber daya asli daerahnya, seperti salah
satunya petani tambak yang lebih dahulu di buka oleh pendatang dari
bugis. Melihat kecenderungan perkembangan dan tantangan
pembangunan daerah-daerah Kabupaten dimasa yang akan datang, perlu
juga diperhatikan agar pembangunan dilakukan dan dipersiapkan sedini
mungkin, salah satu kebijakan yang dapat dioperasikan adalah
meningkatkan dan memantapkan peran pemerintah daerah sebagai
fasilitator untuk mendorong peran swasta dan masyarakat dalam
pembangunan dipedesaan, dengan menciptakan iklim yang kondusif bagi
peran serta masyarakat, sehingga mutu atau kualitas pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup dapat diwujudkan. Seperti kita
ketahui bahwa kondisi umum yang ada selama ini, konsep pembangunan
berkelanjutan diletakkan hanyalah sebagai kebijaksanaan saja. Namun,
didalam pengalaman prakteknya, justru terjadi pengelolaan sumber daya
alam yang tidak terkendali dengan akibat kerusakan lingkungan yang
mengganggu kelestarian alam.
Sejak terbentuknya Kabupaten Pohuwato, maka pemerintah
Kabupaten Pohuwato membangun struktur dan infrastruktur di daerahnya.
Dengan pembangunan tersebut maka penyiapan perekonomian bagi
77
masyarakat Pohuwato diharapkan pemerintah mampu menyediakan
kebutuhan ekonomi untuk rakyat. Namun kenyataannya masalah
perekonomian masih belum bisa memenuhi untuk kepentingan
masyarakat, seakan-akan pembentukan Kabupaten tersebut terlalu di
paksakan.
Ketersediaan dan pemanfaatan sumber daya alam di daerah
Kabupaten Pohuwato bisa di katakan cukup tersedia dan sangat
berharga, tetapi permasalahannya kurangnya perhatian dari pemerintah
Kabupaten Pohuwato sehingga memaksakan masyarakat mengelola
sumber Daya alam tersebut yang berada dalam kawasan Cagar Alam
Tanjung Panjang, dan pemerintah hanya membiarkan hal tersebut terjadi.
Hal ini timbul karena luasnya ruang lingkup pembangunan daerah
terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang belum
didukung oleh kesiapan dan kemampuan sumber daya manusia dan
aparatur pemerintah daerah yang memadai serta belum adanya
perangkat peraturan bagi pengelolaan sumber daya alam di daerah.
Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dalam proses pembangunan
dapat berjalan dengan baik dengan adanya peranserta masyarakat dalam
pembangunan amat penting pengaruhnya dalam upaya meningkatkan
daya guna pembangunan terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup dan
pembangunan.
78
Pola pemanfaatan Sumber Daya Alam seharusnya dapat
memberikan akses kepada masyarakat adat dan lokal, bukan terpusat
pada beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu. Dengan
demikian pola pemanfaatan sumber daya alam harus memberi
kesempatan dan peran serta aktif masyarakat adat dan lokal, serta
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya
alam secara berkelanjutan. Peranan pemerintah dalam perumusan
kebijakan pengelolaan lingkungan hidup harus dioptimalkan karena hal ini
sangat penting peranannya terutama dalam rangka meningkatkan
pendapatan negara melalui mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil
yang jelas dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologi. Sejalan
dengan otonomi daerah, pendelegasian secara bertahap wewenang
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber
daya alam dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal
dan tetap terjaganya fungsi lingkungannya.
Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam
pengelolaan lingkungan hidup dan pelestarian fungsi lingkungan hidup
merupakan hal yang penting, yang menyebabkan hak-hak masyarakat
untuk menggunakan dan menikmatinya menjadi terbuka dan mengurangi
konflik, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal.
Jika semua pihak telah melarutkan aspek lingkungan dalam
pertimbangan kebijakannya, maka aspek lingkungan akan berhubungan
79
erat dalam perilaku sehari-hari. Peraturan perundangan-undangan yang
mengatur pengelolaan lingkungan hidup harus dapat mengurangi
tumpang tindih peraturan penguasaan dan pemanfaatan dalam rangka
mewujudkan keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antar
sektor. Selain itu, peran serta aktif masyarakat dalam memanfaatkan
akses dan mengendalikan kontrol terhadap penggunaan sumber daya
alam yang terdapat pada lingkungan hidup harus lebih optimal karena
dapat melindungi hak-hak publik dan hak-hak masyarakat adat.
Kemiskinan akibat krisis ekonomi disertai melemahnya wibawa hukum
perlu diperhatikan agar kerusakan sumber daya alam tidak makin parah,
termasuk penjarahan terhadap hutan, kawasan konservasi alam dan
sebagainya. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri
perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan
dibanyak daerah antara lain pengalihfungsian hutan tanpa izin, kegiatan
pertambakan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan.
Berdasarkan observasi dan penelitian penulis Dalam hal ini
praktek pertambakan ikan yang terjadi di daerah Kabupaten Pohuwato
hampir menyeluruh terjadi di setiap kecamatan.
80
Data Jumlah Petani Tambak Menurut Kecamatan di
Kabupaten Pohuwato
No Kecamatan Jumlah
petani
tambak
Jumlah KK Luas
Tambak
1 Paguat 87 76 158,20
2 Marisa 105 98 189,49
3 Duhiadaa 657 643 978,99
4 Patilanggio 12 10 336,79
5 Randangan 1,869 1,674 2,039,82
6 Wanggarasi 2,089 1,889 2,283,94
7 Lemito 467 467 500,89
8 Popayato Timur 1 1 0,32
9 Popayato 5,302 468 673,95
10 Popayato Barat 448 430 507,64
Grand Total 11,037 5,765 7,679,4
81
C. Status hukum Penguasaan Hutan Di Kawasan Cagar AlamTanjung
Panjang
1. Perizinan
Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan
perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan merupakan
upaya dalam pelaksanaan perlindungan hutan. Oleh sebab itu hak-hak
negara, masyarakat, dan perorangan perlu dipertegas untuk mengetahui
pembatasan dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat di
masing-masing pihak.
Negara memiliki hak mutlak untuk menguasai hutan. Konsep
penguasaan ini tercermin dari Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Dari
rumusan pasal tersebut maka dapat diketahui bahwa penguasa tunggal
atas hutan dan kawasan hutan adalah negara.80 Salah satu kekayaan
alam yang dikuasai oleh negara adalah sumber daya yang sarat dengan
terjadinya konflik, karena didalamnya terlibat begitu banyak pelaku yang
memiliki kepentingan yang berbeda terhadap sumberdaya hutan yang
80Undang-undang Dasar Negara Republik Indonsia Tahun 1945
82
bersangkutan. Ragam konflik itu antara lain adalah konflik pemilikan,
konflik kepentingan, dan konflik bentuk pengelolaannya.81
Penguasaan hutan dan kawasan hutan oleh negara kembali
dipertegas dalam Pasal 4 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan yang menyatakan bahwa:82
1. Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2. Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memberi wewenang kepada pemerintah untuk:
a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan
dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
b. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan
hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan
hutan; dan
c. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum
antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-
perbuatan hukum mengenai kehutanan.
3. Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak
masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih
81Op.cit
82Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
83
ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional.
Pengaturan mengenai perlindungan hutan tersebar dalam
beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia. Payung hukum
dari perlindungan hutan adalah Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan sedangkan secara umum perlindungan hutan diatur
dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Perusakan Hutan dan Undang-undang No. 5 Tahun 1990
Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dengan adanya sejumlah peraturan tersebut maka penegakan prinsip
perlindungan hutan sudah dilakukan.
Dalam tataran kehidupan masyarakat ada kaidah-kaidah yang
membatasi ruang gerak mereka. Kaidah merupakan patokan untuk
bertingkah laku sebagaimana yang diharapkan. Seseorang dalam kondisi
normal akan memikirkan pendapat orang lain atas hal-hal yang
dilakukannya. Dalam kondisi inilah kaidah menjadi kontrol perilaku dalam
kehidupan manusia. Kaidah-kaidah yang terkandung dalam hukum bukan
hanya mengatur hubungan antara manusia dengan manusia melainkan
juga mengatur manusia dengan lingkungan alam.
Pemerintah juga berhak menetapkan hutan berdasarkan fungsi
pokoknya seperti yang terdapat dalam Pasal 6 undang-undang no 41
tahun 1999 tentang Kehutanan yakni fungsi hutan konservasi, hutan
84
lindung dan hutan produksi. Untuk kepentingan umum, maka pemerintah
dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus yakni
untuk tujuan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, religi
dan budaya. Penguasaan negara terhadap hutan dan kawasan hutan
melahirkan kewajiban hukum bagi pemerintah dalam pengurusan hutan.
Perencanaan kehutanan sebagai kegiatan awal dari pengurusan
hutan dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan arah yang menjamin
tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan. Perencanaan kehutanan
dilaksanakan secara transparan, bertanggung-gugat, partisipatif, terpadu,
serta memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah. Perencanaan
kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan,
penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan
dan penyusunan rencana kehutanan. Dengan adanya kegiatan
perencanaan ini maka akan diketahui prosedur dan ketersediaan
pemanfaatan hutan serta akan memudahkan polisi hutan nantinya untuk
menentukan perbuatan yang termasuk pemanfaatan hutan secara ilegal
dan pemanfaatan hutan secara legal.
Berdasarkan perencanaan tentang hutan, pemerintah
menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan. Kegiatan pengukuhan
kawasan hutan dilakukan untuk memberikan kepastian hukum atas
kawasan hutan.83 Pengukuhan kawasan hutan dilakukan melalui proses
83Hasli wawancara dengan Tatang Abdullah Kepala Resort Cagar Alam Tanjung Panjang
Kabupaten Pohuwato Tanggal 8 September 2014.
85
penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan
kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan dengan memperhatikan
rencana tata ruang wilayah.
Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok Dengan
dikukuhkannya Tanjung Panjang sebagai hutan konservasi dengan ciri
khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hal ini dapat
mengandung konsekuensi yuridis bahwa hutan tersebut memang ditunjuk
dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap, sehingga hutan ini tidak dapat dikonversikan atau
dialihfungsikan.
Demi kelangsungan fungsi pokok hutan diatas maka pengelolaan
hutan menjadi prioritas penting. Dilihat dari sisi fungsinya, keberpihakan
kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengelolaan hutan.
Oleh karena itu praktek-praktek pengelolaan hutan harus memperhatikan
hak dan melibatkan masyarakat, dengan menjadikan pengelolaan yang
berorientasi pada seluruh potensi sumber daya kehutanan dan berbasis
pada pemberdayaan masyarakat misalnya dengan Memanfaatkan potensi
alam, keunikan budaya serta sarana dan prasarana masyarakat setempat
menjadi tempat wisata dengan tidak merusaknya.
Konsep penguasaan hutan oleh negara sesungguhnya bertujuan
agar hutan-hutan yang ada tidak dieksploitasi untuk kepentingan
86
beberapa kelompok. Hutan hendaknya dapat memberikan kemakmuran
dan kesejahteraan bagi rakyat, oleh sebab itu konsep penguasaan hutan
oleh negara tidak berarti meniadakan hak masyarakat dan badan usaha
untuk menikmati dan memanfaatkan hasil hutan.
Secara normatif ada beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk mencegah,
membatasi dan mempertahankan serta menjaga hutan dari perbuatan
manusia demi pengamanan dan kelestarian hutan sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan yaitu:
a. Koordinasi lintas sektor dalam pencegahan dan pemberantasan
perusakan hutan;
b. Pemenuhan kebutuhan sumber daya aparatur pengamanan hutan;
c. Insentif bagi para pihak yang berjasa dalam menjaga kelestarian
hutan;
d. Peta penunjukan kawasan hutan dan/atau koordinat geografis
sebagai dasar yuridis batas kawasan hutan; dan
e. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pencegahan dan
pemberantasan perusakan hutan.
Melalui observasi dan wawancara yang dilakukan penulis,
diketahui bahwa hal-hal tersebut diatas belum berjalan atau sesuai
dengan Undang-undang contoh kecilnya belum terdapat sarana dan
87
prasaran yang memadai dalam pencegahaan dan pemberantasan
perusakan hutan misalnya belum adanya menara pemantau kawasan
mengingat kawasan ini yang berukuran luas dan kurangnya personil
pengamanan hutan yang saat ini hanya berjumlah 7 (tujuh) orang, yang
menurut penulis belum bisa menunjang pengamanan.
Penyimpangan terhadap prinsip perlindungan hutan yang
menyebabkan terhadinya pemanfaatan secara ilegal terhadap kawasan
hutanmerupakan masalah hukum kehutanan yang saat ini menjadi
kendala dalam menjaga fungsi pokok tersebut. Terjadinya kasus ini tidak
lepas dari kebutuhan-kebutuhan yang meliputi diri manusia. Pemanfataan
hutan secara ilegalterjadi di sejumlah daerah di Indonesia termasuk juga
di Kabupaten Pohuwato. Pemanfaatan hutan secara ilegal ini terjadi di
kawasan hutan mangrove Cagar Alam Tanjung Panjang. Berdasarkan
data yang diperoleh dari BKSD Kabupaten Pohuwato, dari 3000 ha
kawasan Hutan Cagar Alam sekitar 2.800 ha telah diubah fungsinya
menjadi lahan tambak. Adapun pengalih fungsian tersebut terjadi di desa
Patuhu dan Sidowonge yang merupakan desa yang masuk di dalam
kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang.
Pemanfaatan kawasan hutan secara ilegal dengan mengalih
fungsikan kawasan Cagar Alam tersebutmenimbulkan deforestasi dan
degradasi hutan. Deforestasi ini terlihat pada kawasan Cagar Alam
Tanjung Panjang yang tersisa hanya 200 ha. Sekitar 2800 ha
88
Berkurangnya luas kawasan Cagar Alam Tanjung panjang tentu
menimbulkan degradasi hutan dalam menjamin stabilitas lingkungan
hidup. Perbuatan pemanfaatan hutan secara ilegal tersebutmerupakan
pelanggaran terhadap prinsip lingkungan hidup yakni prinsip pengamanan
hutan dan kelestarian hutan.
Pelaksanaan prinsip perlindungan hutan belum optimal dalam
menanggulangi pemanfaatan hutan secara ilegaldi Kawasan Cagar Alam
Tanjung Panjang. Padahal Cagar Alam Tanjung Panjang memiliki fungsi
penting dalam mencegah abrasi, tempat perlindungan biota laut, menahan
limbah sampah ke laut, menahan gelombang air laut ke darat, sarana
pengembangan ilmu pengetahuan dan tempat rekreasi. Oleh karena itu
langkah-langkah perlindungan hutan perlu dilakukan.
Prinsip perlindungan hutan meliputi kegiatan:
a) Perencanaan kehutanan,
b) Pengelolaan hutan,
c) Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta
penyuluhan kehutanan,
d) Pengawasan.
89
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan
diketahui bahwa tidak semua kegiatan tersebut efektif dalam melindungi
Cagar Alam Tanjung Panjang.
Perencanaan kehutanan pada dasarnya telah dilakukan dengan
baik dengan melakukan inventarisasi sumber daya mangrove, penunjukan
kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan
hutan, dan penetapan kawasan hutan sebagai kawasan Cagar Alam
Tanjung Panjang yang termasuk hutan konservasi. Penetapan ini menjadi
landasan yuridis bagi kawasan tersebut untuk tetap dipertahankan dalam
kondisi apapun.
Dalam mengamankan dan melestarikan hutan, maka prinsip
perlindungan hutan dikonkritisasi pada perbuatan pengurusan hutan yang
meliputi kegiatan penyelenggaraan, perencanaan kehutanan, pengelolaan
hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta
penyuluhan kehutanan dan pengawasan sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 10 Undang-undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Pengurusan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat. Hal ini
tentu sejalan dengan konsep penguasaan hutan oleh negara.
Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Daerah
Kabupaten Pohuwato Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Ekosistem Mangrove di Wilayah Kabupaten Pohuwato yakni pengelolaan
90
ekosistem Mangrove berdasarkan perlindungan (konservasi),
pengendalian, pengelolaan ekosistem mangrove dikendalikan oleh tim
pengamanan, sehingga menjamin kelestarian yang didasarkan pada
kemampuan daya dukung, serta pemanfaatan dilakukan secara bijaksana
dan rasional untuk kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Pengendalian, pengelolaan dan penataan yang tertuang baik
dalam undang-undang maupun perda dalam rangka pemanfaatan hutan
belum nampak dalam prakteknya. Dalam hal ini baik itu dikalangan
pemerintahan pusat maupun daerah, belum dapat mengoptimalkan
fungsi-fungsi hutan tersebut, bahkan yang terjadi adalah mengalami
fragmentasi atau pembagian kawasan yang kurang tepat. Hal itu terjadi
karena seharusnya fungsi hutan dilihat sebagai satu kesatuan yang harus
ada di dalam suatu kawasan hutan.
Pengurusan dan pengelolaan hutan menjadi kewajiban dari
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat. Berbagai
kegiatan perlindungan hutan harus dilakukan oleh ketiga komponen tadi.
Pemerintah diharapkan dapat membuat serangkaian regulasi untuk
memberikan kewajiban hukum bagi semua pihak untuk melindungi hutan
baik dari perbuatan manusia, kebakaran, ternak, hama maupun penyakit.
Kebijakan tersebut juga diikuti dengan langkah-langkah konkrit dengan
menerapkan pola kemitraan dalam pengamanan hutan, menjatuhkan
sanksi bagi pelaku pengrusakan hutan.
91
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah, Lembaga
Swadaya Masyarakat dan masyarakat ternyata belum mampu
menghindari fakta-fakta kerusakan. Fakta kerusakan hutan khususnya
mangrove dapat dilihat dengan jelas di kawasan tersebut. Pembabatan
hutan mangrove mulai dilakukan sebelum tahun 1990-an yang di konversi
menjadi tambak. Akibat dari pembukaan tambak tersebut mengakibatkan
berkurangnya luas area hutan mangrove secara drastis di wilayah
tersebut.
Pada awal perkembangannya tambak-tambak tersebut dibuka
oleh H. Nompo pendatang dari maros, ia melakukan survei awal ke lokasi
Cagar Alam Tanjung Panjang yang didampingi oleh lima dinas pada
pemerintahan Sulawesi Utara (saat itu Gorontalo masih tergabung dalam
Provinsi Sulawesi Utara) yakni: Bappeda, Dinas Kehutanan, Perikanan,
Transmigrasi, BPN, dan Usman Achir yang saat itu menjabat sebagai
sekertaris desa motolohu. Melalui suvei tersebut H. Nompo diberikan izin
untuk membuka tambak seluas 100 Ha, seiring berkembang dan hasil
yang luar biasa masyarakat setempat juga ikut membuka tambak di
kawasan tersebut. Pembukaan tambak tersebut dengan cepat meluas
yang dibuka tanpa izin dari pemerintah desa maupun pemerintah daerah,
tidak hanya masyarakat setempat masyarakat pendatang pun beramai-
ramai membuka tambak di kawasan Cagar Alam, hingga kini tambak-
tambak tersebut hampir 90% dikuasai oleh pendatang dari bugis yang
diperoleh selain dibuka sendiri juga didapatkan dari membeli tambak dari
92
masyarakat setempat dengan alasan pengetahuan yang kurang memadai
dalam pengelolaan tambak, masyarakat setempat banyak yang menjual
tambaknya kepada pendatang-pendatang dari bugis, yang transaksinya
hanya menggunakan kwintansi pembayaran.84
Seiring dengan kemajuan dan melimpahnya hasil tambak tersebut
maka penduduk semakin bertambah dan menduduki kawasan tesebut
secara tidak sah. Hal ini menjadikan kawasan Cagar Alam Tanjung
Panjang sebagai wilayah incaran atas ekspansi ekonomi perikanan.Dalam
hal ini pemerintah mengetahui adanya pembukaan tambak dalam
kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang akan tetapi pemerintah seperti
melakukan pembiayaran terhadap hal tersebut.
Penerapan hukum pidana atau pelanggaran hukum lingkungan
banyak tergantung pada hukum administratif atau hukum pemerintahan,
terutama menyangkut perizinan. Yang mengeluarkan izin adalah pejabat
administrasi, baik pemerintahan daerah maupun pemerintahan pusat.
Dalam hal pelayanan publik, izin merupakan bentuk pelayanan yang harus
diberikan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan administratif, yaitu
pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang
dibutuhkan oleh publik. Izin dapat berbentuk tertulis dan atau tidak tertulis,
namun dalam Hukum Administrasi Negara izin harus tertulis, kaitannya
apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diingikan, maka izin yang berbentuk
84Hasil wawancara dengan Anton Ishak Masyarakat Desa Patuhu tanggal 9 oktober 2014
93
suatu keputusan adminstrasi negara (beschicking) dapat dijadikan
sebagai alat bukti dalam pengadilan.
Untuk itu perizinan merupakan suatu jaminan kepastian hukum
bagi pemegang izin dalam pemanfaatan hutan, tidak dapat diganggu
gugat kembali. Kepastian izin dalam pemanfaatan hutan ini mampu
membedakan apakah pendudukan hutan oleh sekelompok orang tersebut
merupakan perbuatan yang ilegal atau tidak.
Pemanfaatan hutan tanpa adanya izin dari pemerintah yang
berwenang dapat dikatakan perbuatan yang ilegal. Perbuatan secara
ilegal memiliki dampak yang besar bagi keberlangsungan kawasan Cagar
Alam Tanjung Panjang. Pembiaran atas tindakan tersebut akan
menimbulkan degradasi dan deforestasi mangrove, padahal mangrove di
kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang sangat bermanfaat untuk
melindungi daerah tersebut dari bencana tsunami. Mangrove juga
berfungsi menyerap CO2 dan mencegah terjadinya abrasi, sehingga
keberadaan hutan mangrove harus dipertahankan.85 Ancaman degradasi
dan deforestasi mangrove Cagar alam Tanjung Panjang karena adanya
pendudukan yang tidak sah, perlu diperhatikan dan dicarikan solusinya.
Oleh sebab itu diperlukan antara sinergi pemerintah, Lembaga Swadaya
Masyarakat dan masyarakat untuk menanggulangi penduduk yang tidak
sah.
85Wawancara dengan Irfan Katili Kepala Bidang Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Pohuwato tanggal 2 oktober 2014
94
Sebagaimana yang diketahui dalam Pasal 24 Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan bahwa Pemanfaatan kawasan
hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan
cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Lebih
tegas lagi dituangkan dalam Pasal 35 huruf (f) dan (g) Undang-undang
Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
Yakni, dilarang melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau
Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. menebang mangrove di kawasan
konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain.
Kegiatan ini jelas-jelas melanggar aturan yang sudah ada.
Penyebabpemanfaatan hutan secara ilegal tidak hanya dari
masyarakat sekitar kawasan hutan, namun lebih karena kelemahan
kebijakan pemerintah, seperti:
a. Kegagalan menurunkan pertumbuhan penduduk, khususnya
masyarakat sekitar kawasan hutan;
b. Kegagalan menjamin kepastian hukum kawasan
c. Lebih membuka daripada membatasi akses ke kawasan hutan;
serta
95
d. Pemberian susbsidi dan insentif bagi transmigrasi dan translokasi
di lahan-lahan hutan negara.
e. Kendala kelembagaan pemerintah yang turut bertanggung jawab
terhadap pengelolaan kawasan konservasi, seperti :
1) Prioritas bagi upaya konservasi alam biasanya rendah karena
sistem sosial terbiasa dengan pemanfaatan sumberdaya alam
secara bebas.
2) Kondisi politik, ekonomi, dan sosial saat ini yang melemahkan
dukungan finansial dan kemampuan birokrasi untuk menangani
tindakan konservasi dan perlindungan.
Sejalan dengan yang terjadi di Cagar Alam Tanjung Panjang,
dimana dalam kasus pemanfaatan tersebut, pelaku menduduki kawasan
hutan untuk membangun rumah tinggal. Hal ini mengindikasikan
kegagalan pemerintah dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk.
Akibat ledakan penduduk tersebut maka masyarakat membutuhkan rumah
tinggal. Keterbatasan lahan menyebabkan mereka mengekspansi wilayah
hutan untuk dijadikan rumah. Apalagi daerah kawasan Cagar Alam
Tanjung Panjang merupakan wilayah strategi untuk perekonomian dalam
perikanan.
96
2. Pengawasan
Pengawasan merupakan instrumen yang sangat penting untuk
mengamankan dan melestarikan hutan. Kelemahan dalam lini ini tentu
akan menyebabkan pemanfaatan hutan secara ilegal yang sulit terkendali.
Tindakan ini akan berakibat pada kerusakan hutan.
Didalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan tertuang jelas tentang Pengawasan kehutanan dimaksudkan
untuk mencermati, menelusuri, dan menilai pelaksanaan pengurusan
hutan, sehingga tujuannya dapat tercapai secara maksimal dan sekaligus
merupakan umpan balik bagi perbaikan dan atau penyempurnaan
pengurusan hutan lebih lanjut.
Didalam PERDA Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan
Ekosistem Mangrove Di Wilayah Kabupaten Pohuwato juga tertuang
tentang pengawasan dan pengendalian kegiatan pemanfaatan hutan
mangrove yakni untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan ekosistem
mangrove, maka akan dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh tim
terpadu yang dikoordinir oleh dinas Kehutanan dan Pertambangan dan
dibentuk dengan keputusaan Bupati.
Dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten
Pohuwato dalam menegakkan hukum Kehutanan dalam pengawasan
seyogyanya dapat bertindak secara tegas, sebab sebagai salah satu
97
lembaga yang diberi amanah dan kewenangan oleh negara untuk
mengawasi hal-hal yang berkaitan dengan hutan.
Dengan demikian dalam hal ini Dinas Kehutanan dan
Pertambangan Kabupaten Pohuwato dalam menegakkan hukum
Kehutanan terhadap pengawasan kehutanan sudah mulai berjalan, dapat
dilihat dengan masuknya laporan ke Kepolisian Negara Republik
Indonesia Daerah GorontaloDirektorat Intelijen Keamanan dengan Nomor
: R / LAPSUS - /VIII /2014/Dit Intelkam. Tanggal 25 agustus 2014 tentang
Alih Fungsi Hutan Mangrove di Kabupaten Pohuwato.
Akan tetapi seperti yang terjadi sebelumnya di kawasan hutan
Cagar Alam Tanjung Panjang dapat diambil menjadi sebuah contoh akibat
dari kurangnya pengawasan dari pemerintah terkait sehingga terjadi alih
fungsi secara ilegal.
Kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia tidak
dapat dibiarkan begitu saja sebab kejahatan terhadap hutan sama dengan
kejahatan terhadap manusia yang lain. Oleh sebab itu diharapkan
pengawasan yang baik dapat memberikan hasil yang positif terhadap
perlindungan hutan.
Suatu Undang-undang yang mengandung instrumen hukum masih
dilihat dari segi pelaksanaan (uitvoering atau implementation) dan
merupakan bagian dari mata rantai pengaturan (regulatory chain)
pengelolaan lingkungan. Dalam merumuskan kebijakan lingkungan,
98
Pemerintah lazimnya menetapkan tujuan yang hendak dicapai. Kebijakan
lingkungan disertai tindak lanjut pengarahan dengan cara bagaimana
penetapan tujuan dapat dicapai agar ditaati masyarakat.
Penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh faktor penegak
hukum. Dalam konteks ini penegakan hukum terhadap penyerobotan
hutandapat dilakukan oleh polisi kehutanan.
Hutan dalam hal ini hanya dapat dikonversi apabila ada izin dari
menteri kehutanan itu pun hanya dapat dilakukan pada hutan produksi
dan hutan lindung sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 38 ayat (1)
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang
menyebutkan bahwa “Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam
kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung.” Sementara
kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang adalah hutan konservasi dengan
fungsi pokok Cagar Alam, yang berarti tidak dapat digunakan untuk
pembangunan di luar kegiatan hutan apalagi sampai disertifikatkan, akan
tetapi kenyataannya kawasan tersebut telah digunakan untuk kepentingan
pembangunan diluar kegiatan kehutanan, seperti pengalihfungsian
menjadi tambak udang dan ikan serta menjadi pemukiman penduduk.
Keberhasilan penegakan hukum terhadap penyerobotan hutan
memerlukan kredibilitas dan transparansi dari polisi kehutanan. Penegak
hukum harus jujur dalam menegakkan hukum atau melayani pencari
99
keadilan dan menjauhkan diri dari perbuatan curang. Kejujuran berkaitan
kebenaran, keadilan, kepatutan yang semuanya itu menyatakan sikap
bersih dan ketulusan pribadi seseorang yang sadar akan pengendalian diri
terhadap apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Kejujuran adalah
kendali untuk berbuat menurut apa adanya sesuai dengan akal (ratio) dan
kebenaran hati nurani. Benar menurut akal, baik menurut akal diterima
oleh hati nurani.
Sehingga penegakan hukum akan berlangsung dengan optimal
apabila dimulai dengan prosedur dan komitmen yang kuat sejak
perumusan hingga pelaksanaannya. Substansi hukum yang baik sudah
tentu akan memudahkan penegak hukum yang dalam hal ini adalah polisi
kehutanan untuk menegakkan hukum terhadap pelaku pemanfaatan hutan
secara ilegal.
Adapun yang menjadi faktor penyebab pemanfaatan hutan secara
ilega yaitu:
1. Tidak jelasnya batas kawasan hutan Cagar Alam Tanjung
Panjang. Karenanya hal ini menjadi alasan utama para
penambak yang berada dalam Kawasan Cagar Alam
Tanjung Panjang.
2. Minimnya jumlah Polisi Kehutanan yang berada di Cagar
Alam Tanjung Panjang dan belum adanya PPNS. Hal yang
100
sangat menentukan dalam pengawasan yakni polisi
kehutanan.
3. Minimnya anggaran sarana dan prasarana perlindungan
kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang.
4. Pertumbuhan jumlah penduduk di kawasan Cagar Alam
Tanjung Panjang.
5. Masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi
Cagar Alam dan Mangrove yang ada di dalamnya.
Menurut Penulis dengan adanya alihfungsi yang terlanjur terjadi
didalam kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang tidak akan bisa
dikembalikan ke fungsi awalnya, sekalipun diupayakan untuk rehabilitasi
akan memakan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup lama.
Sehingganya penulis berpendapat akan lebih baik dilakukan penataan dan
pemeliharaan terhadap hutan mangrove yang tersisa dalam kawasan
Cagar Alam tersebut.
D. Upaya Pemerintah Daerah Dalam Mengendalikan Alih Fungsi
Hutan Mangrove Di Kawasan Hutan Cagar Alam Tanjung Panjang
Ada dua desa yang berada dalam kawasan Cagar Alam Tanjung
Panjang yaitu:
1. Desa Patuhu
101
Desa patuhu terdiri dari empat dusun yaitu:86
1) Dusun Dunga
2) Dusun Mekar Jaya
3) Dusun Suka Damai
4) Dusun Satria Bone
Jumlah penduduk Desa Patuhu tidak menetap atau seringkali
berubah-ubah karena banyaknya orang yang keluar masuk desa.
Perubahan itu sangat mencolok terjadi pada dusun Satria Bone yang
berada di areal tambak ikan bandeng dan masuk dalam kawasan Cagar
Alam Tanjung Panjang. Karena di Dusun Satria Bone dikuasai oleh
pendatang dari suku Bugis. Setiap tahunnya penduduk Bugis yang
datang dan menetap di dusun Satria Bone rata-rata sebanyak 10 kepala
keluarga. Mereka ada yang memiliki tambak dan ada juga yang hanya
sebagai penggarap tambak, baik itu ikan bandeng maupun udang.87
2. Desa Siduwonge
Desa Siduwonge merupakan desa pemekaran dari desa Huyula.
Desa Siduwonge terkenal sebagai satu-satunya wilayah penghasil garam
di Provinsi Gorontalo. Desa ini memiliki jumlah penduduk sebanyak
86Data Dari Kantor Desa Patuhu Tanggal 8 oktober 2014
87Hasil wawancara Dengan Kepala desa Patuhu Tanggal 8 oktober 2014
102
261Kepala Keluarga terdiri dari 1.006 jiwa (laki-laki 542 jiwa dan
perempuan 464 jiwa). Desa Siduwonge terdiri dari 5 dusun yaitu:88
1) Dusun Reset Utara
2) Dusun Reset Selatan
3) Dusun Tolotio
4) Dusun Simanagi
5) Dusun Bolongga
Dari kelima dusun ini, Dusun Simanagi dan Dusun Bolongga
merupakan dusun yang memiliki areal usaha untuk pertambakan
ikan/udang dan serta lokasi tambak garam. Total luas tambak di desa
Siduwonge adalah 1.117 ha, dimiliki oleh kurang lebih 40 orang pemilik.
88Data Dari Kantor Desa Sidowonge Tanggal 6 Oktober 2014
103
Nama-nama pemilik tambak yang berada di dalam Kawasan Cagar Alam
yaitu:89
No. Nama
1 Daeng Haji Nompo
2 Daeng Hasan
3 Daeng Haji Basri
4 Daeng Puang Mangun
5 Daeng Andy Untung
6 Daeng Haji Sapri
7 Daeng Haji Muslan
8 Daeng Taha
9 Daeng Haji Belong
10 Daeng Andi Baso Alan
11 Daeng Baso
12 Daeng Endre
13 Daeng Lukman Tiro
14 Daeng Mumang
15 Daeng Ali
16 Daeng Saman
17 Daeng Rustam
89Rahman Dako, dkk. Analisis Para Pihak Pengelolaan Mangrove Tanjung Panjang Kabupaten
Pohuwato provinsi Gorontalo.hal. 14
104
1. Upaya Perlindungan Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang
Fenomena kondisi hutan manggrove di Kabupaten Pohuwato
telah menghadapi baragam masalah yang kompleks dan saling
keterkaitan yang bersifat multi dimensi yang mengharuskan semua pihak
wajib mewujudkan sesuatu sistem pegelolaan secara lestari, baik
kelestarian fungsi ekonomi, fungsi ekologi maupun fungsi sosial, dalam
mempertahankan sumberdaya alam yang tersedia. Pemerintah harus
berupaya melakukan penanganan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat
mengembalikan fungsi hutan yaitu fungsi produksi, fungsi lindung, serta
fungsi konservasi. Akibat tekanan pertambahan penduduk dan
mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan sumberdaya alam
secara berlebihan, hutan mangrove di Kabupaten Pohuwato semakin
menipis dimana budidaya pola tambak merupakan sumber mata
pencaharian utama, dan bahkan ada kawasan yang menjadi satu
pemukiman yang padat penduduk (desa).
Penegakan hukum lingkungan dalam upaya penanggulangan
pemanfaatan kawasan secara ilegal dapat dilakukan secara preventif dan
represif sesuai sifat dan efektifitasnya. Instrumen bagi penegakan hukum
yang bersifat mencegah atau preventif adalah penyuluhan, pemantauan,
dan penggunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan. Dengan
demikian penegakan hukum yang utama adalah pejabat/aparat
pemerintah daerah yang berwenang mencegah pengrusakan lingkungan.
105
Penegakan hukum yang bersifat menekan atau represif, dilakukan dalam
hal perbuatan yang melanggar peraturan. Penindakan secara pidana
umumnya selalu menyusuli pelanggaran peraturan dan biasanya tidak
dapat meniadakan akibat pelanggaran tersebut. Untuk menghindari
penindakan pidana secara berulang-ulang pelaku/ pengrusak sendirilah
yang harus menghentikan keadaan itu.
Upaya Perlindungan di suatu negara itu merupakan suatu
keharusan agar tercipta kedamaian, perdamaian, dan ketertiban dalam
negera tersebut. Hukum tidak diadakan begitu saja, namun memiliki
dasar-dasar yang kuat dari kostitusi. Begitu juga dengan Perlindungan
pastilah memiliki dasar hukum tertentu.
Upaya perlindungan pemerintah yakni untuk menjamin adanya
kepastian hukum sebagai segala upaya pemerintah untuk menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada warganya agar hak-haknya sebagai seorang warga
negara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan dapat
dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Dalam upaya perlindungan hutan,Penyelenggaraan perlindungan
hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan
lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi
produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Pemerintah dalam hal ini
mensosialisasikan serta mengambil langkah-langkah yang tepat dalam
106
menanggulangi pemanfaatan kawasan secara ilegal. Adapun upaya yang
diatur dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan
langkah-langkah yang telah ditempuh untuk menyelamatkan hutan
mangrove Cagar Alam Tanjung panjang yaitu:
a) Penyuluhan kehutanan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56
Pasal 57 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Penyuluhan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat
agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan atas
dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sadar
akan pentingnya sumber daya hutan bagi kehidupan manusia.
Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan dilakukan oleh
Pemerintah juga bekerjasama dengan dunia usaha, dan masyarakat.
Pemerintah memiliki kewajiban hukum untuk mendorong dan menciptakan
kondisi yang mendukung terselenggaranya kegiatan penyuluhan
kehutanan.
Pemerintah daerah Kabupaten Pohuwato dalam hal ini dinas
Kehutanan sedang gencar-gencarnya melakukan Sosialisasi keseluruh
Kecamatan-kecamatan dan desa-desa yang tentang Pengelolaan,
Pemanfaatan dan Perlindungan Hutan Mangrove bukan hanya yang
107
berada dalam kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang tetapi seluruh
kecamatan dan desa yang berada di Kabupaten Pohuwato,90
b) Pengawasan kehutanan, pengawasan kehutanan yang diatur
dalam Pasal 59 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang
kehutanan ini, dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan
menilai pelaksanaan pengurusan hutan, sehingga tujuannya dapat
tercapai secara maksimal dan sekaligus merupakan umpan balik
bagi perbaikan dan atau penyempurnaan pengurusan hutan lebih
lanjut.
Pemerintah yang melakukan pengawasan hutan meliputi
pemerintah pusat dan Pemerintah daerah. Pemerintah pusat
berkewajiban melakukan pengawasan terhadap pengurusan hutan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan
pengawasan hutan oleh pemerintah, masyarakat dan atau perorangan
dapat berperan serta dalam pengawasan kehutanan. Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat juga melakukan pengawasan
terhadap pengelolaan dan atau pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh
pihak ketiga. Dalam melaksanakan pengawasan kehutanan, Pemerintah
dan Pemerintah Daerah berwenang melakukan pemantauan, meminta
keterangan, dan melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan pengurusan
hutan. Pemerintah dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap
90Hasil wawancara Dengan Kepala Dinas Kehutanan, Pertambangan Dan Energi Kabupaten
Pohuwato Tanggal 22 September 2014
108
pelaksanaan pengelolaan hutan yang berdampak nasional dan
internasional.
Terkait dengan adanya pengawasan terhadap kawasan hutan,
maka Dinas Kehutanan melakukan Pendataan Petani Tambak dan lokasi
yang berada di Kawasan Hutan Mangrove Cagar Alam Tanjung Panjang,
yang menjadi lahan pendataan tersebut bertujuan untuk mengurangi
peluang-peluang dalam memanfaatkan kawasan hutan sebagai tempat
usaha dan penduduk ilegal.91
c) Memperketat perizinan. Perizinan merupakan salah satu wujud
keputusan pemerintah yang paling banyak dipergunakan dalam
hukum administrasi untuk mempengaruhi dan mengendalikan
tindakan masyarakat, sebagai bagian dari keputusan pemerintah,
maka perizinan pada hakikatnya adalah tindakan hukum
pemerintah bersifat sepihak berdasarkan kewenangan publik yang
memperbolehkan atau memperkenankan suatu kegiatan. Menurut
N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge sebagaimana dikutip oleh Arya
Utama, motif atau tujuan utama instrumen perizinan adalah sebagai
berikut:
1) Keinginan mengarahkan (mengendalikan/ sturen) aktivitas-
aktivitas tertentu.
91Hasil Wawancara dengan Dinas Kehutanan, Pertambangan Dan Energi Kabupaten Pohuwato
Tanggal 22 September 2014
109
2) Untuk mencegah bahaya bagi lingkungan hidup (izin-izin
lingkungan hidup).
3) Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin tebang, izin
membongkar pada monumen-monumen).
4) Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin
penghunian di daerah padat penduduk).
5) Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-
aktivitas.
Sebagai bagian dari produk hukum, perizinan merupakan suatu
jaminan kepastian hukum bagi pemegang izin sehingga pihak manapun
yang memegang izin dalam pemanfaatan hutan, tidak dapat diganggu
gugat kembali. Kepastian izin dalam pemanfaatan hutan ini mampu
membedakan apakah pendudukan hutan oleh sekelompok orang tersebut
merupakan illegal occupation atau tidak.
d) Pembentukan hukum yang responsif dan penegakan hukum di
bidang kehutanan. Instrumen kebijaksanaan lingkungan perlu
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan lingkungan demi
kepastian hukum dan mencerminkan arti penting hukum bagi
penyelesaian masalah lingkungan. Instrumen hukum kebijaksanaan
lingkungan (juridische milieubeleidsinstrumenten) tetapkan oleh
pemerintah melalui berbagai sarana yang bersifat pencegahan,
atau setidak-tidaknya pemulihan, sampai tahap normal kualitas
110
lingkungan. Di dalam kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan
hukum terkandung tindakan-tindakan yang harus dilaksanakan,
seperti penegakan hukum.
Penegakan hukum terhadap pelaku di kawasan Cagar Alam
Tanjung Panjang, telah dilakukan dengan mengupayakan penertiban dan
penataan kawasan hutan, upaya tersebut dapat dilihat dengan
Dikeluarkannya Instruksi Bupati Pohuwato Nomor 522/PEM/1057/X/2010
Tanggal 8 Oktober 2010 tentang Pelarangan Pembukaan Lahan Tambak
di Kawasan Hutan Mangrove dan pemerintah Kabupaten Pohuwato juga
menerbitkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 13 Tahun 2013 Tentang
Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Wilayah Kabupaten Pohuwato.
Dengan demikian, penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk
mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan
hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan
dan penerapan (ancaman sarana administratif, keperdataan, dan
kepidanaan). Upaya penegakan hukum lingkungan yang konsisten akan
memberikan landasan kuat bagi terselenggaranya pembangunan, baik
dibidang ekonomi, politik dan sosial budaya. Namun dalam kenyataannya
untuk mewujudkan supremasi hukum tersebut masih memerlukan proses
dan waktu agar supremasi hukum dapat benar-benar memberikan
implikasi yang menyeluruh terhadap perbaikan pembangunan nasional.
111
Penataan batas wilayah hutan. Dengan adanya penetapan batas
wilayah hutan maka dapat diketahui perubahan luas dari hutan itu sendiri.
Sejak kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang dikukuhkan hingga kini
telah terjadi perubahan luas hutan. Hal ini disebabkan karena adanya
pemanfaatan kawasan yang ilegal dengan dibukanya tambak dan bahkan
terdapat pula tambak yang berserifikat hak milik.92
Upaya perlindungan Terhadap kawasan Cagar alam Tanjung
Panjang perlu dilakukan secara komprehensif baik melalui cara mencegah
dan menekan adanya tambak-tambak ilegal yang dibuka di kawasan
Cagar alam itu sendiri. Ada beberapa upaya yang selalu dilakukan dalam
perlindungan hutan yakni dalam penempatan personil yang terdiri dari
polisi kehutanan, staf administrasi, dan menara pemantauan wilayah
hutan, pengamanan daerah yang rawan pelanggaran, patroli rutin dan
menindak tegas bagi pelaku yang melakukan kejahatan atau pelanggaran
di kawasan hutan. Bahkan Dinas Kehutanan tidak segan-segan
menindaklanjuti pelaku baik secara pidana maupun perdata.
Untuk menjaga kawasan hutan Cagar Alam Tanjung Panjang,
Dinas Kehutanan Kabupaten Pohuwato telah menempatkan personil polisi
hutan sebanyak 7 orang. Dengan jumlah personil kepolisian yang sangat
minim menjadi hal yang sangat memprihatinkan mengingat kawasan
92Hasil wawancara dengan Tatang Abdullah Kepala Resort Cagar Alam Tanjung Panjang
Kabupaten Pohuwato tanggal 8 september 2014
112
Cagar Alam Tanjung Panjang sangat luas dan medan yang cukup sulit
untuk dilalui.
Penetapan kawasan hutan juga ditujukan untuk menjaga dan
mengamankan keberadaan dan keutuhan kawasan hutan sebagai
penggerak perekonomian lokal, regional dan nasional serta sebagai
penyangga kehidupan lokal, regional, nasional dan global. Kawasan
Hutan Indonesia ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dalam bentuk Surat
Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan
Perairan Provinsi. Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, Pemerintah
menyerahkan sebagian kewenangan kepada Pemerintah Daerah.
Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan bertujuan untuk
meningkatkan efektivitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan
otonomi daerah.
Sanksi adalah elemen penting bagi tegaknya hukum didalam
masyarakat baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Dalam Pasal
82 ayat (2) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan
Dan Pemberantasan Perusakan Hutan Dalam hal tindak pidana
sebagaimana dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal
di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
113
Dalam kenyataan yang terjadi dilapangan belum berjalannya
sanksi seperti tersebut diatas. Dapat dilihat dari banyaknya pemukiman
warga yang berada didalam kawasan Hutan Cagar Alam tanpa memiliki
memiliki izin yang sah dari pemerintah yang berwenang.
Pengenaan sanksi pidana penjara dan denda yang dirumuskan
secara komulatif juga diikuti dengan kewajiban bagi penanggung jawab
perbuatan itu untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan
atau akibat yang ditimbulkan kepada negara, untuk biaya rehabilitasi,
pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lain yang diperlukan sebagaimana
yang dirumuskan dalam Pasal 80 ayat (1) Undang-undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Hutan, yang menyebutkan setiap perbuatan
melanggar hukum yang daitur dalam undang-undang ini, dengan tidak
mengurangi sanksi pidana, mewajibkan kepada penanggung jawab
perbuatan itu untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan
yang ditimbulkan kepada negara, untuk biaya rehabilitasi, pemulihan
kondisi hutan, atau tindakan lain yang diperlukan.
Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan penulis sampai
saat ini belum ada pelaku pengrusakan hutan yang membayar ganti rugi
kepada negara,dan bahkan sampai saat ini mereka masih berada dalam
kawasan Hutan Cagar Alam Tanjung Panjang.
Adanya pengaturan mengenai larangan menduduki kawasan
hutan secara tidak sah memerlukan manusia sebagai penggeraknya.
114
Penegakan hukum dapat menjadi instrumen represif dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup. Masalah lingkungan tidak selesai
dengan memberlakukan Undang-Undang dan komitmen untuk
melaksanakannya. Instrumen hukum yang mengatur mengenai prinsip
perlindungan hutan hanya dapat berjalan efektif jika masyarakat memiliki
komitmen untuk melaksanakannya.
Partisipasi masyarakat dalam hal ini sangat di butuhkan karena
Partisipasi masyarakat merupakan proses dimana masyarakat turut serta
mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Masyarakat dalam hal
ini akan bisa memahami atau mengerti berbagai permasalahan yang
muncul serta memahami keputusan akhir yang akan diambil. Pada
hakikatnya pelibatan masyarakat merupakan bagian dari perencanaan
yang dimasudkan untuk mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi dari
mereka. Masyarakat selain mempunyai hak dalam menikmati kualitas
lingkungan hidup yang dihasilkan hutan, juga berhak mengetahui rencana
peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, dan informasi kehutanan.
Selain haknya tersebut, masyarakat berkewajiban untuk ikut serta
memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan.
Dalam Pasal 68 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan dikatakan bahwa masyarakat berhak menikmati kualitas
lingkungan hidup yang dihasilkan hutan. Selain hak tersebut masyarakat
dapat:
115
a. Memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. Mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan,
dan informasi kehutanan;
c. Memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam
pembangunan kehutanan; dan
d. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan
kehutanan baik langsung maupun tidak langsung.
Hak-hak tersebut dapat menjadi landasan bagi peran serta
masyarakat untuk mencegah adanya pemanfaatan hutan secara ilegal.
Hal ini menjadi upaya preventif untuk mencegah didudukinya tanah hutan
secara tidak sah.
Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan
menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan. Dalam
melaksanakan rehabilitasi hutan, masyarakat dapat meminta
pendampingan, pelayanan, dan dukungan kepada lembaga swadaya
masyarakat, pihak lain, atau Pemerintah. Masyarakat turut berperan serta
dalam pembangunan di bidang kehutanan dan pemerintah wajib
mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang
kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna. Dalam rangka
meningkatkan peran serta masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dapat dibantu oleh forum pemerhati kehutanan.
116
Masyarakat sekitar kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang sudah
mulai berbenah dan mempersiapkan sesuatunya dengan dapat dilihat dari
terciptanya kerja sama antara masyarakat, lembaga swadaya masyarakat
dan pemerintah. 93 Hal yang saat ini sedang berjalan yaitu penanam
kembali pohon mangrove yang menjadi program pada tahun 2013 dan
2014 termasuk yang berada dalam kawasan Cagar Alam Tanjung
Panjang, Program penanaman mangrove merupakan salah satu program
dari Pemerintah Daerah Kebupaten pohuwato. Kegiatan ini bertujuan
untuk memperbaiki kawasan pantai khususnya di kawasan yang rata-rata
areal mangrovenya telah banyak habis akibat pemanfaatan untuk
kawasan pemukiman, tambak maupun pemanfaatan skala rumah tangga
oleh penduduk disekitarnya. Khususnya pada kawasan Cagar alam pada
tahun 2013 lembaga Swadaya Masyarakat dengan Nama JAPESDA
pernah bekerja sama dengan pemerintah desa untuk penanaman kembali
tetapi tidak menghasilkan apapun atau tidak tumbuh dan pada tahun 2014
pemerintah kembali melakukan penanaman kembali dengan nama
silvofyshery dan sampai saat ini masih dalam tahap pengembangan.94
Dalam upaya penanggulangan pemanfaatan hutan secara ilegal di
kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang, diperlukan pemahaman
masyarakat mengenai pemanfaatan kawasan itu sendiri.
93Hasil Wawancara dengan Yunus Akuba Masyarakat desa Siduwonge tanggal 9 oktober 2014
94Wawancara dengan Ibrahim Rahman Asisten Lapangan Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber
Daya Alam tanggal 20 oktober 2014
117
Secara ideal, pemanfaatan hutan mangrove dalam kawasan
Cagar Alam Tanjung Panjang harus mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat tetapi tidak sampai mengakibatkan kerusakan ekosistem
hutan mangrove. Selain sebagai penahan abrasi dan gelombang air laut,
mangrove juga memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan,
yakni mampu menyerap karbondioksida yang dikeluarkan dari gas emisi
cerobong asap perusahaan dan kendaraan bermotor. setiap hektar hutan
mangrove, mampu menyimpan karbon dalam jumlah yang lebih banyak
dibanding hutan tropis di dataran tinggi (upland tropical forests). Peran ini
penting untuk mengurangi jumlah emisi CO2, penyebab pemanasan
global yang saat ini terus meningkat.95 Karenanya di dunia internasional
konservasi dan pelestarian ekosistem hutan mangrove mendapat
perhatian serius.
Organisasi bidang kehutanan yang ada di tengah-tengah
masyarakat dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan
hutan, dapat mengajukan gugatan perwakilan untuk kepentingan
pelestarian fungsi hutan. Organisasi bidang kehutanan yang berhak
mengajukan gugatan harus memenuhi persyaratan yakni berbentuk badan
hukum dimana organisasi tersebut dalam anggaran dasarnya dengan
tegas menyebutkan tujuan didirikannya organisasi untuk kepentingan
pelestarian fungsi hutan serta telah melaksanakan kegiatan sesuai
dengan anggaran dasarnya.
95https://www.facebook.com/trunaaikmel/posts/1475281339361895
118
Sinergi antara pemerintah, badan usaha dan masyarakat
merupakan implementasi dari ciri-ciri negara hukum Pancasila. Adapun
ciri-ciri dari negara hukum Pancasila adalah:
a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan
asas kerukunan nasional.
b. Hubungan yang fungsional dan proporsional antara kekuasaan
negara.
c. Prinsip penyelesaian sengketa secara bermusyawarah dan
peradilan merupakan sarana terakhir.
d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk
mendukung kehidupan umat manusia dan alam semesta memiliki
keterbatasan-keterbatasan. Perlindungan dan pengelolaan yang
memperhatikan keterbatasan daya dukung lingkungan akan membuat
lingkungan berkembang berkelanjutan, sebaliknya perlindungan dan
pengelolaan yang berlebihan hanya akan menyebabkan kerusakan
bahkan melahirkan bencana ekologis. Dalam hal ini negara bertanggung
jawab menjamin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat
memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya secara berkelanjutan.
Tanggung jawab Negara tersebut diatur dalam UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan.
119
2. Rehabilitasi Kawasan Cagar Alama Tanjung Panjang
Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang
terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Masing-masing elemen
dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung.
Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan
dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan
ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang paling
banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan
menetralisir bahan-bahan pencemar.
Mangrove mempunyai peranan ekologis, ekonomis, dan sosial
yang sangat penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir.
Kegiatan rehabilitasi menjadi sangat prioritas sebelum dampak negatif dari
hilangnya mangrove ini meluas dan tidak dapat diatasi (tsunami, abrasi,
intrusi, pencemaran, dan penyebaran penyakit).
Dalam merehabilitasi mangrove tersebut, yang diperlukan adalah
master plan yang disusun berdasarkan data obyektif kondisi biofisik dan
sosial. Untuk keperluan ini, Dinas Konservasi Sumber Daya Alam dapat
memberikan kontribusi dalam penyusunan master plan dan studi
kelayakannya. Dalam hal rehabilitasi mangrove, ketentuan green belt
perlu dipenuhi agar ekosistem mangrove yang terbangun dapat
memberikan fungsinya secara optimal (mengantisipasi bencana tsunami,
120
peningkatan produktivitas ikan tangkapan serta penyerapan polutan
perairan).
Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara
restorasi/rehabilitasi. Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan
kondisi lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Restorasi /
rehabilitasi hutan mangrove akan terus diupayakan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Pohuwato terutama pada kawasan cagar alam dan
kawasan lindung serta sepadan pantai sebagai zona Grrendbell.96
Permasalahan yang terjadi adalah rehabilitasi dan restorasi yang
akan dilakukan di kawasan yang cukup luas dan akan membutuhkan
biaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup lama. Kemudian yang kita
ketahui Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan
alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung secara alami. Dapat kita pahami bahwa rehabilitasi yang
akan dilakukan di kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang tidak akan
sepenuhnya mengembalikan fungsi dari Cagar Alam itu sendiri atau tidak
terdapat lagi kekhasan tumbuhan atau ekosistem lainnnya yang
berlangsung secara alami.
Pelindungan hutan dari pemanfaatan hutan secara ilegal di
kawasan Cagar Alam Tanjung panjang merupakan konsekuensi dari
96Hasil wawancara Dengan Bambang Kepala Seksi Pengawasan Hutan Mangrove Dinas
Kehutanan, Pertambangan dan energi Kabupaten Pohuwato
121
negara hukum. Sebagai sebuah negara hukum yang ditegaskan dalam
konstitusi tertulis sebagai dasar negara, maka segala aspek kehidupan
masyarakat selalu didasarkan atas hukum termasuk dalam menjaga dan
melindungi kawasan hutan. Dalam pelaksanaannya, hukum dapat
dipaksakan daya berlakunya oleh aparatur negara untuk menciptakan
masyarakat yang damai, tertib dan adil. Terhadap perilaku manusia,
hukum menuntut manusia supaya melakukan perbuatan yang lahir,
sehingga manusia terikat pada norma-norma hukum yang berlaku dalam
masyarakat negara.97
Hutan merupakan bagian dari lingkungan hidup, regulasi
perundang-undangannya pun ada keterkaitan antara undang-undang
pengelolaan lingkungan hidup dengan undang-undang kehutanan, dimana
Undang-Undang Kehutanan merupakan undang-undang sektoral yang
dinaungi oleh Undang-Undang Lingkungan Hidup karena pada bagian
“mengingat” dalam konsideransnya tertulis Undang-Undang Lingkungan
Hidup.164 Sehingga menjaga hutan sama dengan menjaga
keberlangsungan fungsi lingkungan hidup. Salah satu hutan yang harus
dijaga adalah hutan mangrove yang berada di daerah pantai.
Lingkungan hidup adalah bagian dari kehidupan manusia yang
menjadi sumber penghidupan manusia. Permasalahan lingkungan hidup
memang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas manusia. Masalah
97Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dan Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta,
RajaGrafindo Persada, 1999, hal. 76.
122
lingkungan hidup dewasa ini timbul karena kecerobohan manusia dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Masalah hukum lingkungan dalam periode
beberapa dekade akhir-akhir ini menduduki tempat perhatian dan sumber
pengkajian yang tidak ada habis-habisnya, baik ditingkat regional,
nasional maupun internasional, karena dapat dikatakan Ia sebagai
kekuatan yang mendesak untuk mengatur kehidupan umat manusia
dalam kaitannya dengan kebutuhan sumber daya alam, dengan tetap
menjaga kelanjutan dan kelestarian itu sendiri. Dua hal yang paling
essensial dalam kaitannya dengan masalah pengelolaan lingkungan
hidup, adalah timbulnya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.98
Hutan merupakan salah satu penyangga kehidupan dan sumber
kemakmuran bagi makhluk hidup. Hutan sebagai modal pembangunan
nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan
bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,
secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola,
dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi
kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun
yang akan datang (Penjelasan Umum Undang-undang No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan) sehingga ancaman kerusakan hutan menjadi
ancaman bagi kehidupan makhluk hidup.
98Nurdu’a M. Arief, Nursyam B. Sudharsono Aspek Hukum Penyelesaian Masalah Pencemaran
dan Perusakan Lingkungan Hidup, Semarang,Satya Wacana, 1991, hal. 7.
123
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1) Penerapan UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
terhadap Sumber Daya Alam bukan hanya berdampak positif
kepada pembangunan akan tetapi Otonomi Daerah dapat
berakibat negatif terhadap Sumber Daya Alam yang ada di
daerah itu sendiri. Seyognya otonomi daerah, memberi nilai
kesejahteraan bagi masyarakat di daerah, bukan masalah baru,
berupa perusakan dan pencemaran lingkungan. Dalam
pengelolaan Sumber Daya Alam berorintasi pada nilai-nilai
kearifan lokal, yang seharusnya didorong Otonomi Daerah
dalam pengurusan Sumber Daya Alam, seharusnya memberi
nilai lebih bagi pembangunan, tingkat kesejahteraan masyarakat
dan pendapatan daerah Kabupaten Pohuwato. Akan tetapi yang
terjadi otonomi Daerah hanya menghancurkan Sumber Daya
Alam yang ada di Kabupaten Pohuwato.
2) Status hukum Penguasaan lahan Di Kawasan Cagar Alam
Tanjung Panjang yang saat ini terjadi yakni dikuasai oleh
masyarakat secara ilegal atau berstatus ilegal, pengalihfungsian
124
tersebut terjadi tanpa izin dari pemerintah, hal ini dikarenakan
tidak mungkin adanya izin diatas kawasan Konservasi khusunya
Cagar Alam. Terjadinya pengalihfungsian dalam kawasan
Cagar Alam Tanjung Panjang yang ditetapkan berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan No. 250/Kpts-II/1984 tanggal 20
Desember 1984 dengan luas ± 3.000 ha, menjadi lahan tambak
dan pemukiman warga tidak lepas dari kurangnya pengawasan
dari pemerintah sehingga terkesan adanya pembiayaran.
Hingga saat ini pengalihfungsian tersebut berkembang dan
menyebabkan kerusakan terhadap kawasan Cagar Alam
Tanjung Panjang.
3) Upaya pemerintah daerah dalam mengendalikan alih fungsi
yang terjadi di dalam kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang
yakni dengan melakukan penyuluhan pentingnya Cagar Alam,
pengawasan, sanksi dan rehabilitasi. Upaya pengawasan
dilakukan setelah terjadi pengalihfungsian sehingga
pengawasan tersebut tidak efektif, sampai saat ini juga belum
adanya oknum yang diberikan sanksi oleh pemerintah, dan
rehabilitasi kawasan yang belum membuahkan hasil. Akan
tetapi pemerintah dalam hal ini sedang mengkaji beberapa hal
yang menyangkut pengendalian alih fungsi di kawasan Cagar
Alam Tanjung Panjang salah satunya menitik beratkan pada
pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan Cagar Alam.
125
B. Saran
Adapun saran dari penulis yaitu:
1) Pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat harus lebih tegas
dalam menetapkan daerah otonomi baru agar daerah otonomi
baru tidak hanya memikirkan Pendapatan Asli Daerah dengan
mengeksploitasi sumber Daya Alam yang ada di daerahnya
tetapi juga lebih menjaga Sumber Daya Alam yang ada di
daerah tersebut.
2) Pemerintah dalam hal ini pemerintah Kabupaten Pohuwato
seharusnya dapat menata kembali kawasan cagar Alam
Tanjung Panjang, dengan menjaga hutan mangrove yang masih
tersisa, dan menata kembali lahan yang menjadi tambak rakyat,
maka dengan adanya penataan kembali akan memberikan
status yang jelas terhadap masyarakat pemilik tambak dan
masyarakat yang bermukim dalam kawasan tersebut.
3) Pengawasan dan peran serta dari Pemerintah Kabupaten
Pohuwato didalam mengawasi setiap pelaku pengalihfungsian
hutan harus diperketat lagi. Maka dengan adanya pengawasan
yang ketat oleh pemerintah kedepannya penataan lingkungan
dan kegiatan tambak akan berjalan dengan seimbang.
Terhadap orang maupun badan usaha yang melakukan
pelanggaran berupa pengalihfungsian kawasan cagar alam
126
maupun hutan lindung hendaknya harus ditindak dengan tegas.
Sehingga kedepan hal tersebut tidak terjadi lagi.
127
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdul Khakim. 2005.Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia, Bndung,PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Abrar Saleng. 2013.Kapita Selekta Hukum Sumberdaya Alam. MembumiPublishing. Makassar.
Alam Setia Zain. 1997.Hukum Lingkungan Konservasi Hutan. PT. RinekaCipta. Jakarta
Arifin Arief. 2001.Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta
-----------------2003. Hutan Mangrove. Kanisius. Yogyakarta
Bambang Pamulardi. 1999.Hukum Kehutanan dan Pembangunan BidangKehutanan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dan Ni’matul Huda, 1999.Teori dan HukumKonstitusi, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
Helmi, 2012.Hukum Perizinan Lingkungan Hidup. Sinar Grafika, Jakarta
H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2013,Penerapan Teori HukumPada Penelitian Tesis dan Disertasi. PT Raja GrafindoPersada, Jakarta
Indriyanto. 2010. Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara, Jakarta
Muhammad Fadhlan. Pengaruh Aktivitas Ekonomi Penduduk TerhadapKerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Kelurahan BaganDeli Kecamatan Medan Belawan. Jurnal, 2010,
Ridwan HR. 2011.Hukum Administrasi Negara, Edisi revisi. Jakarta,Rajawali pers. Jakarta.
Nurdu’a M. Arief, Nursyam B. Sudharsono, 1991, Aspek HukumPenyelesaian Masalah Pencemaran dan PerusakanLingkungan Hidup, Satya Wacana, Semarang,
128
Salim. 2006.Dasar-dasar Hukum Kehutanan. Sinar Grafika. Jakarta.
Slamet soesono. 1988. Budidaya ikan dan udang dalam tambak. PT.Gramedia. Jakarta.
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Undang-undang Nomor 5 Tahnu 1999 Tentang Konservasi Sumber DayaAlam Hayati Dan Ekosistemnya
JURNAL
A. Tenri Uleng Hakim. Skripsi: perbandingan struktur komunitasfitoplankonpada tambak tradisional dan intensif di desa mariorennu,kecamatangantarang, kabupaten bulukumba. 2007
Basri Amin, Rahman Dako, Yusran N Masa, Johanes Wiharisnoo, AhmadBahsowan, Ismail A Kadir. Laporan Kajian KelayakanPemulihan Ekosistem di Cagar Alam Tanjung Panjang, 2013.
Jurnal. Kajian Kelayakan Pemulihan Ekosistem di Cagar Alam TanjungPanjang, 2013
Muhammad Fadlan. Pengaruh Aktivitas Ekonomi PendudukTerhadapKerusakan Ekosistem HutanMangrove di Kelurahan BaganDeliKecamatan Medan Belawan. Jurnal 2010. Hal 14.
PERMENHUT dalam Pengaruh Aktivitas Ekonomi PendudukTerhadapKerusakan Ekosistem HutanMangrove di Kelurahan BaganDeliKecamatan Medan Belawan.
Rahman Dako, dkk. Analisis Para Pihak Pengelolaan Mangrove TanjungPanjang Kabupaten Pohuwato provinsi Gorontalo. 2013
Ridha Damanik, Rignolda Djamaludin. Atlas Mangrove Teluk Tomini.Program Sustainable Coastal Livelihoods and ManagementProgram (SUSCLAM).
129
WEB
https://www.facebook.com/trunaaikmel/posts/1475281339361895
http://www.diwarta.com/2012/07/23/faktor-penyebab-kerusakan-hutan-dan-pencegahannya.html
http://www.kemendagri.go.id/pages/profildaerah/kabupaten/id/75/name/gorontalo/detail/7504/pohuwato
http://infoprovinsigorontalo.blogspot.com/2010/01/profil-kabupaten-pohuwato.htmlhttp:/www.mongabay.co.id/2013/03/18/nasib-cagar-alam-tanjung-panjang-di-tengah-alih-fungsi-lahan-dan-ancaman-konflik-etnis/.
http://zpador.wordpress.com/2008/11/08/memahami-kembali-tindak-pidana-kehutanan-dan-vonis-bersalah-adelin-lis/
130
LAMPIRAN
131
132
133
134
135
136