dormansi benih
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN IIPENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP DAYA
PERKECAMBAHAN BENIH (BIJI)
Oleh :
Maharani Nursyamsu B1J009005Shevita Dwi Yani B1J009111
Rombongan VKelompok 3-A
Asisten : Maman
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2011
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II
Acara Praktikum : Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Daya
PerkecambahanBenih (Biji)
Tujuan : Untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
mampu meningkatkan daya perkecambahan (viability)
benih.
Hasil dan pembahasan:
A. Hasil
Tabel Hasil Pengamatan Perkecambahan Biji Cabai
ZPT Konsentrasi
(ppm)
Persentase Perkecambahan
RataanKel 1 Kel 2 Kel 3 Kel 4 Kel 5 Kel 6
IAA 0 95% 0 47,5%
5 80% 0 40%
10 20% 0 10%
15 20% 0 10%
20 95% 0 47,5%
NAA 0 0 0% 0%
5 0 10% 5%
10 0 0% 0%
15 0 5% 2,5%
20 0 20% 10%
GA 0 55% 45% 50%
5 40% 70% 55%
10 45% 80% 62,5%
15 75% 75% 75%
Data Hasil Perhitungan Annova Perkecambahan Biji Cabai
F hitung Biji Cabai Baru adalah 1.8917609
F hitung Biji Cabai Lama adalah 0.575205475
Kedua-duanya dinterpretasikan ns atau baik ZPT IAA, NAA dan GA tidak
memberikan pengaruh pada perkecambahan benih.
B. Pembahasan
Bardasarkan hasil praktikum dan data hasil pengamatan diperoleh hasil
perendaman biji baru dan biji lama yang diamati dalam jangka waktu yang sama (dua
minggu) diperoleh hasil pada zat pengatur tumbuh GA yang paling berpengaruh
dalam pertumbuhan benih. Hal itu dapat terlihat dengan angka rataan GA yang lebih
besar dibandingkan dengan rataan IAA dan NAA yaitu sebesar 50%, 55%, 62.5 dan
75%. Untuk ZPT GA konsentrasi yang sangat berpengaruh pada perkecambahan
adalah 15 ppm, yaitu sebesar 75%. Berbeda dengan hasil perhitungan menggunakan
metode annova, yang menyebutkan semua bentuk ZPT baik IAA, NAA maupun GA
sama sekali tidak mempengaruhi perkecambahan benih cabai. Untuk benih cabe lama
sendiri memiliki rataan tertinggi pada NAA dengan konsentrasi 15 yaitu sebesar
26.000 dan terendah pada IAA dengan konsentrasi 20 yaitu sebesar 0.0000. Untuk
cabai baru sendiri memiliki rataan tertinggi pada control dan terendah pada NAA
dengan konsentrasi 5, 10, 15, 20 yaitu sebesar 0.0000.
Menurut Salisbury dan Ross (1995), perkecambahan biji baik baru
maupun lama dalam GA lebih banyak daripada perendaman dengan NAA. Hasil
tersebut dapat menunjukkan bahwa GA lebih efektif dalam mempercepat dormansi
dan merangsang perkecambahan dibanding NAA, karena GA mampu merangsang
biji berkecambah pada konsentrasi yang rendah, sedangkan NAA merangsang biji
berkecambah pada konsentrasi yang tinggi. Setiap tumbuhan kebutuhan terhadap
ZPT berbeda-beda baik jenis maupun konsentrasi. Misalnya pada praktikum
dormansi dibutuhkan ZPT yaitu giberelin yang macamnya adalah GA3 dan NAA,
dimana fungsi dari ZPT ini adalah untuk memacu perkecambahan biji cabai.
Konsentrasi yang sesuai atau tepat dapat mempercepat poses perkecambahan. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa GA3 dan NAA lebih cepat memacu perkecambahan
pada konsentrasi yang lebih besar yaitu 60 ppm dari pada 0 ppm, 20 ppm dan 40
ppm. Menurut Marschner (1986), selain jenis dan konsentrasi ZPT, proses
perkecambahan ini juga dipengaruhi oleh waktu, semakin lama waktunya maka
jumlah biji yang berkecambah semakin banyak. Hari ke 6 jumlah biji yang
berkecambah paling banyak, hal ini mungkin disebabkan pada waktu pemberian ZPT
yaitu GA3 dan NAA embrio/biji baru beradaptasi atau melakukan persiapan untuk
bermetabolisme.
Metabolisme akan meningkat pada hari-hari sesudahnya sehingga jumlah
biji yang berkecambah lebih banyak (Salisbury and Ross, 1992). GA3 merupakan zat
pengatur tumbuh yang dapat mempengaruhi perkecambahan benih. ZPT GA3, IAA
dan kinetin pun dapat mempengaruhi kemunculan dan pertumbuhan bibit di bawah
normal. GA3 dengan konsentrasi 100 dan 200 ppm untuk meningkatkan baik benih
perkecambahan dan parameter vigor bibit, seperti panjang akar, panjang tunas,
panjang hipokotil, kering masalah produksi dan nilai indeks vigor. GA3 dengan
konsentrasi 100 ppm bekerja baik dalam kondisi pembibitan rekaman daun yang
lebih tinggi jumlah dan lingkar batang (Chauhan, 2010).
Berbagai larutan digunakan dalam praktikum ini, seperti larutan ZPT
IAA, NAA, GA dan akuades. Keseluruhan memiliki fungsi yang berbeda-beda satu
sama lain. Menurut Weaver (1971), GA3 merupakan hormon giberelin yang
berpengaruh terhadap perpanjangan batang, mempertinggi aktivitas pembelahan sel,
menambah luas daun dan berat kering kuncup dorman. NAA merupakan senyawa
yang disintesis untuk menimbulkan respon fisiologis seperti pada IAA dan dianggap
sebagai auksin. Auksin memiliki efek terhadap akar dan pembentukan akar,
perkembangan kuncup samping, memacu pemanjangam koleoptil. Semakin tinggi
konsentrasi yang diberikan maka semakin cepat pula dalam memacu perkecambahan
biji. Giberelin merupakan hormon pertumbuhan yang terdapat pada organ-organ
tanaman, yaitu akar, batang, tunas, daun, tunas bunga, bintil akar, buah dan jaringan
khusus. Respon terhadap giberelin meliputi peningkatan pembelahan sel dan
pembesaran sel. Giberelin juga dapat merangsang pertumbuhan batang dan
meningkatkan besar daun pada beberapa jenis tumbuhan, besar bunga dan besar
buah. Giberelin juga dapat menggantikan perlakuan pada suhu yang rendah (20 - 40
C) pada tanaman. Ada beberapa macam giberelin, menurut keefektifannya adalah
GA3, GA1 GA2 dan GA4.
Giberelin efektif pada tanaman utuh. Biji biasanya berkecambah dengan
segera bila diberi air dan udara yang cukup, mendapat udara pada kisaran yang
memadai dan pada keadaan tertentu mendapat periode terang dan gelap yang sesuai.
Akan tetapi pada sekelompok tumbuhan yang bijinya tidak segera berkecambah
meskipun telah diletakkan pada kondisi air, suhu, cahaya dan udara yang memadai.
Perkecambahan tertunda selama beberapa hari, minggu atau mungkin beberapa
bulan, tetapi dengan adanya giberelin dormansi dapat dipatahkan (Kusumo, 1990).
Giberelin mempunyai peranan penting dalam aktivitas metabolisme biji. Peranan
hormon tumbuh di dalam biji yang dorman dapat menstimulasi sintesis ribonuclease,
amylase dan protease di dalam endosperm. Mekanisme dormansi dapat dihilangkan
oleh bahan perangsang pertumbuhannya. Perlakuan dengan GA3 dapat menggantikan
cahaya pada banyak biji fotoblastik dan mengganti kebutuhan akan suhu dingin pada
spesies yang membutuhkan stratifikasi (Salisbury & Ross, 1995).
NAA (α-naphthalene aretic acid) adalah zat pengatur tumbuh yang
dikelompokkan ke dalam golongan auksin. Penambahan NAA akan mempengaruhi
pertumbuhan akar, yaitu mengenai banyaknya akar maupun kualitas akar yang
dihasilkan. NAA lebih stabil sifat kimia dan mobilitasnya pada tanaman rendah.
Sifat-sifat yang menyebabkan NAA pemakaiannya berhasil adalah sifat kimia yang
mantap dan pengaruhnya yang lama. Hormon ini tetap berada pada tempat di mana
NAA diberikan, tidak menyebar ke bagian lain, sehingga tidak mempengaruhi
pertumbuhan bagian lain. Kekurangan dari NAA adalah kisaran (range) kepekatan
yang sempit, kepekatan yang melebihi batas (di luar range) akan bersifat racun
(Kusumo, 1990).
Salah satu auksin yang paling berpotensi adalah Asam Indol Asetet atau
Indol Asetic Acid (IAA) yang berasal dari asam amino triptofan. Ujung-ujung
koleoptil maupun yang bertunas lain mempunyai enzim-enzim yang diperlukan
untuk pengubahan triptofan menjadi IAA (Dwidjoseputro, 1986). Oleh karena itu
auksin banyak terdapat pada ujung koleoptil maupun tunas lain. IAA atau asam indol
asetat berasal dari asam amino triptofan dengan pertolongan berbagai enzim,
triptofan menjadi asam indolasetat dengan melalui indol asetaldehida. Indol
asetaldehida sendiri dapat terjadi dari asam piruvat atau triptamin, sedangkan kedua
zat tersebut berasal dari triptofan. Ujung-ujung koleoptil maupun ujung-ujung tunas-
tunas lain-lain spesies mempunyai enzim yang diperlukan untuk pengubahan
triptofan menjadi IAA. Maka auksin banyak disusun dijaringan-jaringan maristem
didalam ujung-ujung tanaman seperti tunas,kuncup bunga, pucuk daun dan masih
banyak lagi (Gardner, 1991).
Dormansi dapat dikatakan sebagai suatu fase dimana kulit biji dalam
kondisi yang keras menghalangi penyerapan. Organisme hidup dapat memasuki
keadaan tetap hidup meskipun tidak tumbuh selama jangka waktu yang lama, dan
baru mulai tumbuh aktif bila kondisinya sudah sesuai. Kondisi penyimpanan selalu
mempengaruhi daya hidup biji. Meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat
hilangnya daya hidup (Salisbury dan Ross, 1995). Menurut Wereing & Phillips
(1970), istilah yang mendekati pada arti dormansi adalah masa istirahat bagi suatu
organ tanaman atau biji sebelum akhirnya tumbuh dan melewati fase vegetatifnya.
Di dalam peristiwa perkecambahan, jaringan-jaringan yang mengandung
karbohidrat, lemak dan protein mengalami hidrolisis dan degradasi yang hasilnya
ditranslokasikan ke titik embrio dan disintesakan kembali ke dalam jaringan baru.
Produk baru dari proses hidrolisa dimanfaatkan pula di dalam proses respirasi
(Abidin, 1991). Menurut Loveless (1989), menyatakan bahwa dormansi adalah masa
istirahat yang khusus yang hanya dapat diatasi oleh isyarat-isyarat lingkungan
tertentu. Kemampuan istirahat dengan jalan ini memungkinkan tumbuhan untuk
bertahan hidup pada periode kekurangan air atau pada suhu dingin. Dormansi
disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan. Pada masa
pembentukannya atau karena faktor kondisi biji itu sendiri. Copeland (1976),
menyatakan bahwa dormansi adalah kemampuan biji untuk mengundurkan fase
perkecambahannya sampai saat yang tepat untuk tumbuh. Hampir semua tanaman
darat melewati fase dormansi pada setiap bagian tahap dalam siklus kehidupannya.
Fase dormansi biasanya bersamaan dengan sebuah periode kondisi iklim yang tidak
menguntungkan, baik dari temperatur yang rendah maupun dari temperatur yang
tinggi atau kering. Biji dikatakan dorman apabila dalam keadaaan viable tidak
mampu berkecambah, walaupun diletakkan pada lingkungan yang memenuhi syarat
bagi perkecambahannya (Kimball, 1988).
Menurut Saleh (2004), menyatakan bahwa proses dormansi benih dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
Adanya impermeabilitas kulit benih terhadap air dan gas (oksigen)
Embrio yang belum tumbuh secara sempurna
Hambatan mekanis kulit benih terhadap pertumbuhan embrio
Belum terbentuknya zat pengatur tumbuh
Ketidakseimbangan antara zat penghambat dengan zat pengatur tumbuh di dalam
embrio
Waktu dormansi pada benih tanaman dapat diperpendek melalui suatu
langkah, yaitu pematahan dormansi. Beberapa cara untuk memecahkan dormansi
benih dikenal dua macam yaitu secara fisik dan kimia. Metode pematahan dormansi
harus kombinasi agar menghasilkan hasil yang optimal. Pematahan dormansi benih
dianggap berhasil jika daya berkecambah mencapai 80 %. Berikut teknik pematahan
dormansi yang dapat dilakukan pada benih:
Secara Fisik
Teknik yang umum dilakukan yaitu skarifikasi / deoperkulasi dengan kertas
amplas tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat bagian embrionya.
Skarifikasi memungkinkan air masuk ke dalam benih untuk memulai
berlangsungnya perkecambahan. Skarifikasi mengakibatkan hambatan mekanis
kulit benih untuk berimbibisi berkurang sehingga peningkatan kadar air dapat
terjadi lebih cepat sehingga benih cepat berkecambah). Cara lain yaitu dengan
melakukan perendaman dalam air dengan suhu normal atau suhu tinggi (500C),
dan perlukaan daerah sekitar embrio selebar 5 mm. Pelaksanakan teknik
skarifikasi / deoperkulasi harus hati-hati dan tepat pada posisi embrio berada.
Posisi embrio benih aren kadangkadang berbeda seperti terletak pada bagian
punggung sebelah kanan atau kiri, terkadang terletak ditengah-tengah
Secara Kimia
Dilakukan perendaman pada larutan kimia yaitu KNO3, HCl, H2SO4 dan
hormon Giberelin/Giberelat (GA3). Teknik aplikasi larutan KNO3 0,5% yaitu
benih direndam ke dalam larutan kemudian ditutup dengan plastik yang sudah
diberi lubang pada bagian atasnya selama 36 jam. Perendaman dalam larutan HCl
dengan kepekatan 95 % selama 15 – 25 menit, larutan H2SO4 10 % selama 3
jam, sedangkan konsentrasi Giberelin (GA3) yang digunakan antara 100-300
mg/L air dengan waktu perendaman selama 1-3 minggu
Menurut Meyer and Anderson (1952), ada beberapa faktor atau metode
untuk memecahkan atau mematahkan dormansi, yaitu :
1. Skarifikasi.
Skarifikasi merupakan salah satu cara untuk mematahkan dormansi biji dengan
perusakan pada testa atau kulit biji yang keras. Perlakuannya secara kimiawi
maupun mekanis yang bertujuan melemahkan kulit biji sehingga cukup
memungkinkan terjadinya perkecambahan. Perlakuan mekanis yaitu merusaknya
dengan goresan alat tajam, sedangkan perlakuan secara kimiawi dapat dilakukan
dengan perendaman dalam pelarut organik (aseton), asam sulfat dan air
mendidih.
2. Suhu rendah.
Pemasakan atau pematangan biji akan lebih cepat terjadi bila diperlakukan atau
disimpan pada suhu rendah daripada suhu tinggi. Keefektifan suhu rendah dalam
memecah dormansi terlihat pada interaksi beberapa spesies dengan relasi yang
menguntungkan antara nilai respirasi dan nilai absorbsi oksigen atau pembebasan
karbondioksida. Perubahan permeabilitas kulit biji juga merupakan faktor yang
penting.
3. Suhu yang bergantian
Suhu yang bergantian antara suhu rendah dan tinggi dapat memacu
perkecambahan biji dorman. Dormansi biji dapat dipatahkan dengan pendinginan
dan pencairan secara bergantian walaupun perlakuan ini secara nyata berbahaya
untuk spesies lain.
4. Cahaya.
Cahaya dapat memecah dormansi yang berhubungan dengan faktor lingkungan
lain yaitu suhu. Pada beberapa spesies, cahaya dapat meningkatkan
perkecambahan pada suhu rendah, namun perkecambahan biji sama-sama baik
pada ruang gelap total dengan suhu tinggi.
5. Tekanan
Ketika tekanan digunakan pada periode 5-20 menit, perkecambahan biji akan
meningkat 50-200 %. Pengaruh tekanan yang terus menerus setelah biji kering
dan disimpan menyebabkan perubahan permeabilitas air pada kulit biji.
6. Zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh dapat memecah dormansi biji dengan meningkatkan
perkecambahannya.
Kesimpulan
Berdasarkaan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Zat pengatur tumbuh jenis GA, IAA dan NAA tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap perkecambahan benih cabai, baik benih cabai baru maupun
cabai lama. Hal ini dikarenakan kurang lamanya waktu penyimpanan pada benih
tersebut.
Daftar Referensi
Abidin, Z. 1991. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuhan. Angkasa, Bandung.
Chauhan, J. S., Y.K. Tomar, Anoop Badoni, N. Indrakumar Singh, Seema Ali and Debarati. 2010. Morphology, Germination and early Seedling Growth in Phaseolus mungo L. with Reference to the Influence of Various Plant Growth Substances. Journal of American Science
Copeland. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company, Minesota.
Dwidjoseputro, D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fahmi. Zaki Ismail. 2006. Studi Teknik Pematahan Dormansi dan Media Perkecambahan Terhadap Viabilitas Benih Aren ( Arenga pinnata ( Wurmb.) Merr.). Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya
Gardner, F. P. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Kimball, J. W. 1988. Biology. Erlngga, Jakarta.
Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tumbuhan. CV Yasoguna, Bogor.
Loveless, A. R. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Gramedia, Jakarta.
Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press Inc., London
Meyer, B. S. and D. B. Anderson. 1952. Plant Physiology. D. Van Nostrand Company, Inc., Princeton, New Jersey.
Saleh, M. S. 2004. Pematahan Doormansi Benih Aren Secara Fisik pada Berbagai Lama Ekstraksi Buah. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNTAD, Sulawesi Tengah.
Salisbury, F. B. & Ross, C. W. 1992. Plant Physiology. Wadswovth Publishing co, California
Salisbury, F. B and C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Penerbit ITB, Bandung.
Weaver. 1971. Plant Growth Substances In Agriculture. W. H. Freemon & Company, San Franscisco.
Wereing, D.F and I. D.J. Phillips. 1970. The Control of Growth and Differentation in Plants. Pergamon Press, New York.